Dispersi Koloidal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMASI FISIKA DISPERSI KOLOIDAL DAN SIFAT-SIFATNYA



Disusun oleh : Kelompok 2B 1. Azizah Salma Hayyu



(22010319130056)



2. Rahmatissa Rizkyagsyana Aidhaadzany



(22010319130057)



3. Alga Diva Logarisma



(22010319130058)



4. Lintang Avi Mehira Nahid



(22010319130060)



5. Raden Roro Gusmaya Faizatunnisa



(22010319130061)



6. Raphael Jovanca Sulistyo Utomo



(22010319130063)



7. Sesilia Ivanna Hapsari



(22010319130064)



8. Lisa Nur Afifah



(22010319130065) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2019



LEMBAR PENGESAHAN Semarang, 13 September 2019 Praktikan,



Praktikan,



Praktikan,



(Azizah Salma H.)



(Rahmatissa R. A)



(Alga Diva Logarisma)



NIM: 22010319130056



NIM: 22010319130057



NIM: 22010319130058



Praktikan,



Praktikan,



Praktikan,



(Lintang Avi M. N.)



(Raden Roro Gusmaya F.)



(Raphael Jovanca S. U.)



NIM: 22010319130060



NIM: 22010319130061



NIM: 22010319130063



Praktikan,



Praktikan,



(Sesilia Ivanna H.)



(Lisa Nur Afifah)



NIM: 22010319130064



NIM: 22010319130065



Mengetahui, Asisten



Aprilia Ekasanti NIM: 22010318130026



PERCOBAAN II DISPERSI KOLOIDAL DAN SIFAT-SIFATNYA I.



TUJUAN 1.1.



Memahami prinsip dasar sistem dispersi koloid dan aplikasinya dalam bidang farmasetis.



1.2.



Dapat Menjelaskan definisi, klasifikasi, dan perbedaan koloid.



1.3.



Mampu membedakan sifat-sifat koloid liofilik dan liofobik.



II. DASAR TEORI 2.1. Sistem Dispersi Sistem dispersi mempunyai pengertian penyebaran yang merata dari suatu zat ke dalam zat lain jika dicampurkan. Contoh dalam kehidupan sehari - hari adalah tepung kanji dimasukkan ke dalam air panas membentuk sistem dispersi dengan air panas sebagai medium pendispersi dan tepung kanji sebagai zat erdispersi. Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem disersi dapat dibedakan menjadi tiga yatu larutan, koloid, dan suspensi (Sudarmo, 2016). Ada beberapa perbedaan yang dapat dilihat dari ketiga kelompok sistem dispersi sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut. Perbedaan



Suspensi



Koloid



Larutan



Ukuran partikel



>100nm



1-100nm



25 ml



11 ml



2,7 ml



Larutan FeCl3 0,1%



 4 ml



19 ml



>25 ml



5,25 ml



2,5 ml



Larutan SLS 0,5%



 2 ml



1,25 ml



1,25 ml



2 ml



3 ml



Larutan SLS 1%



 1 ml



2 ml



2 ml



0,75 ml



2 ml



Larutan Gelatin 5%



 14 ml



7,5 ml



>25 ml



25 ml



3,5 ml



Larutan Gelatin 10%



 12 ml



18 ml



>25 ml



11,25 ml



4.3. Pengaruh Alkohol terhadap Koloid Nama Zat Larutan Gelatin 5% Larutan Gelatin 10%



1



2



Volume Alkohol 3



4 ml 



4,5 ml



0,6 ml



3 ml



2,75 ml



 1,5 ml



3,5 ml



0,1 ml



5,4 ml



2 ml



4



5



4.4. Sifat Reversibel dan Irreversibel Kelompok 1,2,3,5 Reversibel SLS (0,5% dan 1%) Gelatin (5% dan 10%)



Irreversibel FeCl3 (0,05% dan (0,1%)



Kelompok 4 Reversibel SLS (0,5% dan 1%) V.



Irreversibel FeCl3 (0,05% dan (0,1%) Gelatin (5% dan 10%)



PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini, berjudul Dispersi Koloidal dan Sifat - Sifatnya. Praktikum dilaksanakan pada Jumat 13 September 2019 di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan larutan koloidal dan beberapa percobaan untuk mengetahui sifat sifat koloid. 5.1 Pembuatan Larutan Koloidal 5.1.1 Pembuatan FeCl3 0,05 % dan 0,1 % Larutan FeCl3 0,05 % dan 0,1 % dibuat dengan cara, pertama dilakukan perhitungan FeCl3. Berdasarkan perhitungan didapatkan bobot FeCl3 50 mg dan 100 mg. Kemudian di masukkan



3 ml



ke dalam gelas beker dan ditambah sedikit demi sedikit air mendidih aduk hingga larut. Kemudian masukkan larutan FeCl 3 ke dalam labu takar dan tambahkan air panas hingga batas 100 ml. Menurut Nia (2013) sifat kelarutan padatan dalam cairan yang akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu. Hal itu juga berlaku sebaliknya, kepadatan akan semakin mudah larut dalam cairan yang memiliki suhu tinggi. Selain karena efek kelarutan itu, temperatur yang tinggi berfungsi sebagai pemasok energi pelarut digunakan agar padatan larut dalam air. Reaksi yang terjadi, yaitu FeCl3 (aq) + 3 H2O (l)  Fe(OH)3 + 3 HCl (aq) (Kurniawati, 2014) 5.1.2 Pembuatan Na Lauril Sulfat 0,5 % dan 1 % Larutan Na Lauril Sulfat 0,5 % dan 1 % dibuat dengan cara, pertama dilakukan perhitungan Na Lauril Sulfat. Berdasarkan perhitungan didapatkan bobot Na Lauril Sulfat 500 mg dan 1000 mg. Kemudian di masukkan ke dalam gelas beker dan ditambah sedikit demi sedikit air mendidih aduk hingga larut. Kemudian masukkan larutan Na Lauril Sulfat ke dalam labu takar dan tambahkan air panas hingga batas 100 ml. Menurut Nia (2013) sifat kelarutan padatan dalam cairan yang akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu. Hal itu juga berlaku sebaliknya, kepadatan akan semakin mudah larut dalam cairan yang memiliki suhu tinggi. Selain karena efek kelarutan itu, temperatur yang tinggi berfungsi sebagai pemasok energi pelarut digunakan agar padatan larut dalam air Reaksi yang terjadi, yaitu NaC12H25SO4 (aq) + 3 H2O (l)  NaC12H25O + 3 H2SO4 (aq) (Kurniawati, 2014) 5.1.3 Pembuatan Gelatin 5 % dan 10 % Larutan Gelatin 5 % dan 10 % dibuat dengan cara, pertama dilakukan perhitungan gelatin. Berdasarkan perhitungan didapatkan bobot gelatin 5000 mg dan 10000 mg. Kemudian di



masukkan ke dalam gelas beker dan ditambah sedikit demi sedikit air mendidih aduk hingga larut. Kemudian masukkan larutan gelatin ke dalam labu takar dan tambahkan air panas hingga batas 100 ml. Menurut Nia (2013) sifat kelarutan padatan dalam cairan yang akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu. Hal itu juga berlaku sebaliknya, kepadatan akan semakin mudah larut dalam cairan yang memiliki suhu tinggi. Selain karena efek kelarutan itu, temperatur yang tinggi berfungsi sebagai pemasok energi pelarut digunakan agar padatan larut dalam air Reaksi yang terjadi, yaitu C102H151N31 (aq) + 3 H2O (l)  C55H87N17O18 + C47H70N14O18 (Kurniawati, 2014) 5.1.4. Pembuatan NaCl 20% Larutan NaCl 20% dibuat dengan cara, pertama dilakukan perhitungan NaCl yang dibutuhkan. Berdasarkan perhitungan didapatkan bobot NaCl sebesar 20 gr. Kemudian di masukkan ke dalam gelas beker dan di tambahkan sedikit demi sedikit air mendidih aduk hingga larut. Kemudian masukkan larutan natrium klorida ke dalam labu takar dan tambahkan air panas hingga batas 100 ml. Menurut Nelson (2012), air adalah pelarut polar sehingga dapat melarutkan hampir semua biomolekul baik yang polar maupun bermuatan (ion) seperti NaCl. Air melarutkan NaCl dengan cara menghidrasi dan menstabilisasi ion - ionnya (Na⁺ dan Clˉ), melemahkan interaksi elektrostatik antara ion - ionnya sehingga mencegah terbentuknya ikatan ionik untuk membentuk kristal NaCl. Lalu penggunaan air panas ditujukan untuk mempercepat kelarutan dari natrium klorida atau NaCl. Reaksi yang terjadi yaitu, NaCl + 3H₂O → NaClO₃ + 3H₂ (Kurniawati, 2014) 5.2 Viskositas Koloid



Menurut Sukardjo (2005), viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat sedangkan lainnya mengalir secara lambat. Jadi viskositas tidak lain untuk menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan. Koloid dibagi menjadi tiga yaitu koloid liofilik, koloid liofobik, dan juga koloid amfilik. Liofilik berarti suka pelarut sedangkan liofobik tidak menyukai pelarut. Hasil percobaan yang telah kami lakukan yaitu larutan FeCl3 0,5 % membutuhkan waktu sebanyak 13,22 s, FeCl3 0,1 % membutuhkan waktu sebanyak 14,15 s, SLS 0,5% membutuhkan waktu 13.00 s, dan SLS 1% membutuhkan waktu 13,94 s. Sedangkan gelatin 5% membuthkan waktu 15,19% dan gelatin 10% membutuhkan waktu 18,15 s sehingga didapati kesimpulan bahwa semakin besar konsentrasi larutan maka viskositasnya akan semakin besar. Menurut Martin (2008), viskositas koloid juga bisa digunakan untuk menentukan jenisnya yaitu koloid liofilik dan liofobik akan memiliki viskositas lebih tinggi dibandingkan koloid liofobik. Dari hasil percobaan didapati viskositas gelatin merupakan yang tertinggi sehingga gelatin merupakan moloid liofilik, larutan FeCl3 memiliki viskositas di bawah gelatin sehingga larutan FeCl3 merupakan koloid liofobik. Namun SLS memiliki viskositas yang rendah. Hal ini karena SLS merupakan koloid amfifilik, sehingga dalam SLS dapat memiliki gugus liofilik yang akan tertarik ke pelarut polar tetapi juga memiliki gugus liofobik yang menjauh dari pelarut polar.



5.3 Pengaruh Elektrolit Terhadap Koloid Menurut Kitti (2010), partikel koloid bersifat stabil karena dikelilingi oleh ion – ion senama. Bila ion - ion yang mengelilingi hilang, maka partikel – partikel koloid saling bergabung satu sama lain membentuk gumpalan – gumpalan yang disebut koagulan atau flokulan. Koagulan ini dapat terbentuk dengan menghilangkan muatan listrik pada partikel koloid. Menurut Kitti (2010), salah satu caranya adalah dengan penambahan elektrolit. Penambahan elektrolit ke dalam koloid akan menetralkan muatan koloid. Partikel – partikel yang bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari elektrolit dan sebaliknya. Muatan yang berlawanan ini akan saling menetralkan, sehingga terjadilah koagulasi.



Menurut Kitti (2010), adapun koloid liofilik merupakan koloid yang cukup stabil kareana adanya afinitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi sehingga koloid liofilik tidak mudah digumpalkan. Ketika tidak ada afinitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi, maka sol tidak dapat dibuat dengan mencampurkan bahan secara sederhna, melainkan dengan cara khusus sehingga sifatnya tidak stabil dan mudah digumpalkan. Koloid yang demikian digolongkan sebagai koloid liofobik. Menurut Martin (1983), selain kolid liofilik dan liofobik terdapat pula koloid amfifilik. Koloid amfifik merupakan kolid gabungan liofilik dan liofobik. Molekul - molekul atau ion - ion tertentu disebut amfifil atau zat aktif yang melawan afinitas larutan dalam molekul atau ion sama. Jika ada dalam suatu konsentrasi rendah. Jika konsentrasi ditingkatkan, terjadi agregasi pada suatu jangkauan konsentrasi yang lebih sempit. Salah satu contohnya adalah surfaktan. Jadi gelatin merupakan koloid liofilik, FeCl3 koloid liofobik, dan SLS merupakan koloid amfifilik. SLS koloid amfifilik dikarenakan SLS merupakan salah satu surfaktan. Dimana pada surfaktan memiliki dua gugus liofilik dan liofobik. Dalam percobaan ini, pengaruh elektrolit (NaCl 20%) terhadap terhadap sol Fe(OH)3 0,05% maupun 0,1 % yaitu negatif karena tidak terbentuk endapan dalam penambahan NaCl 20%. Penambahan 2 ml NaCl 20% menyebabakan terbentuknya endapan pada SLS 0,5% dan penambahan 1,2 ml NaCl 20% menyebabkan terbentuknya endapan pada SLS 1%. Sedangkan penambahan elektrolit pada gelatin 5% maupun 10% tidak terbentuk endapan. Untuk gelatin yang merupakan koloid liofilik membutuhkan lebih banyak elektrolit untuk membentuk endapan. Namun, untuk FeCl3 dan SLS tidak sesuai dengan literatur. FeCl3 yang merupakan koloid liofobik seharusnya terbentuk endapan dan SLS yang merupakan koloid amfifilik seharusnya lebih sulit terbentuk endapan ketika ditambahkan elektrolit. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan terjadi kesalahan dalam prosedur penambahan NaCl 20% ke dalam larutan koloid dengan cara titrasi. 5.4 Pengaruh Alkohol Terhadap koloid Cara untuk mengetahui pengaruh alkohol terhadap koloid yaitu dengan mencatat berapa mL alkohol 95% yang dibutuhkan untuk mengendapkan 10 mL larutan 5% dan 10% dari gelatin. Dari percobaan tersebut alkohol 95% yang diperlukan untuk mengendapkan 5% gelatin adalah 4,5 mL sedangkan untuk gelatin 10% dibutuhkan 3,5 mL. Alkohol 95% dapat berfungsi untuk



menurunkan stabilitas koloid dengan memperkecil lapisan pelindung. Maka akan dihasilkan suatu endapan. Menurut vogel (1979), koloid liofobik memiliki konsentrasi rendah yang akan mengakibatkan gumpalan (flokulasi). Liofilk memiliki konsentarsi tinggi yang akan berpengaruh pada pengendapan. Semakin tinggi kadar koloid liofilik, maka kebutuhan alkohol untuk merusak kestabilan koloid akan semakin sedikit karena semakin tinggi kadar zat dalam larutan maka semakin sedikit kadar air dalam larutan tersebut sehingga air lebih mudah tertaik oleh alkohol. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin kecil konsentrasi larutan makan volume alkohol yang dibutuhkan semakin banyak karena semakin kecil konsentrasi larutan maka kandungan air di dalamnya semakin banyak sehingg alkohol lebih banyak mengikat air. 5.5 Reversibilitas Koloid Menurut Martin (2008), cara untuk mengetahui reversibilitas koloid yaitu dengan menguapkan 10 mL masing – masing larutan hingga kering kemudian ditambahkan air dingin pada masing – masing larutan. Apabila setelah penambahan air dingin larutan bercampur kembali maka larutan tersebut termasuk dalam reversible, tetapi ketika larutan tidak bercampur kembali setelah penambahan air dingin, maka larutan tersebut termasuk irreversible. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa FeCl 3 pada semua konsentrasi termasuk dalam golongan irreversible karena tidak dapat kembali ke bentuk semula. Sedangkan SLS dan gelatin termasuk ke dalam golongan reversibel karena dapat kembali ke bentuk semula. Menurut Martin (2008), adapun koloid liofilik cukup stabil bersifat reversibel karena afinitasnya terhadap medium dispersi, bahan – bahan tersebut memebentuk dispersi koloid atas sol dengan relatif mudah. Sedangkan kolid liofobik tidak stabil bersifat irreversible karena tidak adanya selimut pelarut di sekeliling partikel. Dari informasi yang diperoleh di literatur dan berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa FeCl3 merupakan koloid liofobik, SLS merupakan koloid amfifilik dan gelatin merupakan koloid liofilik.



VI.



PENUTUP



6.1. Kesimpulan 6.1.1



Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat yang terdiri atas zat yang terlarut dan zat pelarut. Dalam bidang Farmasetis, sistem koloid banyak digunakan dalam pembuatan kosmetika maupun obat dalam bentuk salep atau krim, pembuatan penisilin untuk suntikan dan minyak ikan, serta serbuk karbon dalam sediaan untuk obat sakit perut.



6.1.2



Koloid adalah suatu bentuk campuran yang berdasar ukuran molekulnya terletak antara larutan dan suspensi. Berdasarkan interaksi dari fase terdispers dengan medium pendispersinya, koloid dibagi menjadi 3 golongan yaitu koloid liofilik yang banyak berinteraksi dengan medium pendispersinya, koloid liofobik yang kemampuan tarik-menarik dengan medium pendispersinya kecil, dan koloid gabungan atau amfilik.



6.1.3 Perbedaan sifat-sifat koloid liofilik dan liofobik Koloid liofilik



Koloid



liofobik 1. Tidak mengadsorpsi mediumnya 2. Memiliki viskositas tinggi 2. Memiliki viskositas rendah 3. Membutuhkan banyak 3. Membutuhkan sedikit elektrolit untuk membentuk elektrolit untuk membentuk endapan endapan 4. Bersifat reversible 4. Bersifat irreversible 1. Mengadsorpsi mediumnya



6.2. Saran Pada praktikum ini, sebaiknya menggunakan air yang lebih panas terutama saat melarutkan gelatin supaya lebih cepat larut. Sebaliknya, percobaan reversibilitas koloid dilakukan terlebih dahulu di awal karena membutuhkan banyak waktu.



DAFTAR PUSTAKA Artkins, Peter. 2006. Artkins Physical Chemistry Eight Edition. New York : W.H. Freeman and Company Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Kemenkes RI Hame, D.I., and P. Hazel. 1998. E-book : Analytical Biochemistry Third Edition. England : Pearson Education Foliatini. 2009. Buku Pintar Kimia SMA. Jakarta : Wahyu Media Keenan et all. 1986. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga Klug, W.S., Cumming,M.R. 1994. Concepts of Genetics. Englewoods Cliff : Prentice-Hall Inc Kurniastuti, Zety. 1999. Penghambatan Koagulasi Susu pada Pemanasan dengan Pati Hasil Modifikasi.Yogyakarta : UGM-Wordpress



Martin, A. 1993. Farmasi Fisika Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Yogyakarta : UGM-Press Martin, A., Swarbrick, J. dan Cammarata, A. 2014. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : UI-Press Mose, Yumike. 2014. Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa. Bandung : Sekolah Pascasarja di UPI Nelson, D.L., Cox, M.M. 2012. Lehninger, Principle of Biochemistry (6th ed.). Freeman, W.H. & Company Nia, Kumaladewi. 2013. Fakta Sains Tersuper di Dunia. Jakarta : PT Grasindo Sudarmo, Unggul. 2016. Kimia Untuk SMA/MA Kelas XI. Surakarta : Erlangga Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas XI. Bandung : Penerbit Grafindo Switzer. 1999. Experimental Biochemistry. Oxford : Blackwell Scientific Pub. Vogel. 1994. Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC Westermeier, R. 2005. Electrophoresis in Practice, Fourth Edition. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim Wirawan J., Sarosa. 2010. Super Kimia. Jakarta : Wahyu Media Wulandari, Erna Tri et all. 2018. Detik-Detik Ujian Nasional Kimia. Yogyakarta : PT Intan Pariwara



LAMPIRAN



Gambar alat timbangan digital (Dokumen Pribadi, 2019)



Gambar alat water bath



(Dokumen Pribadi, 2019)



(Dokumen Pribadi, 2019)



Gambar pembuatan koloid FeCl3 (Dokumen Pribadi, 2019)



Gambar alat yang digunakan untuk percobaan dispersi koloidal dan sifat-sifatnya (Dokumen Pribadi, 2019)



Gambar bahan gelatin (Dokumen Pribadi, 2019)



Gambar bahan larutan FeCl3 tidak kembali seperti semula



Gambar bahan FeCl3 (Dokumen Pribadi, 2019)



Data Perhitungan 1. FeCl3 0,05% 0,05 Massa = x 100 mL 100 = 0,05 gram = 50 mg 2. FeCl3 0,1% 0,1 Massa = x 100 mL 100 = 0,1 gram = 100 mg 3. Na Lauryl Sulfat 0,5% 0,5 Massa = x 100 mL 100



= 0,5 gram = 500 mg 4. Na Lauryl Sulfat 1% 1 Massa = x 100 mL 100 = 1 gram = 1000 mg 5. Gelatin 5% 5 Massa = x 100 mL 100 = 5 gram = 5000 mg 6. Gelatin 10% 10 Maasa = x 100 mL 100 = 10 gram = 10.000 mg 7. NaCl 20% 20 x 100 mL 100 = 20 gram = 20.000 mg



Massa =