Dokumen Sejarah Topeng Malangan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sejarah Topeng Malangan



Reza Nugroho Rabu, 10 Juni 2015 Artikel, Seni Budaya dan Pariwisata Beri Komentar 4,483 Dilihat



Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Malang. Dalam literatur disebutkan bahwa keberadaan topeng telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jatim yaitu kerajaan Gajayana (760 Masehi) yang berlokasi di sekitar Kota Malang. Tepatnya, kesenian ini telah muncul sejak zaman Mpu Sendok. Saat itu, topeng pertama terbuat dari emas, dikenal dengan istilah Puspo Sariro (bunga dari hati yang paling dalam) dan merupakan simbol pemujaan Raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Sima.



Kesenian Topeng Malangan



Berbarengan dengan munculnya kesenian tari topeng yang telah diceritakan, muncul pula kesenian bercerita yang dilakukan oleh para dukun (Samman) yang isi dari cerita itu merupakan kisah tentang sejarah perilaku nenek moyang suatu komunitas tertentu. Kesenian ini dinamakan Ringgit atau Aringgit. Adapun peran pencerita pada zaman sekarang lebih sering dilakukan oleh dalang. Proses penceritaan kisah tersebut menjadi sebuah wujud penghormatan bagi nenek moyang yang bersifat animistik dan sarana pemanggilan ruh.



Tari atau drama topeng dianggap sebagai sarana untuk pemanggilan roh-roh nenek moyang atau roh-roh baik untuk masuk merasuk ke dalam tubuh para penari. Sehingga para pelaku tidak lagi memainkan diri tetapi beralih sebagai wadah (tempat) hadirnya roh nenek moyang. Mereka datang untuk memberikan perbuatan baik atau menerima penghormatan (puja bakti) (Hidayat).



Menurut Kuswadi Kawindrasusanta dan Rahmadi Ps. topeng di Indonesia telah dipergunakan orang sebagai salah satu medium pemanggilan rohroh nenek moyang agar mau memberikan pertolongan, dengan jalan memasuki topeng. Upacara yang khusus tersebut seperti: upacara yang pernah dilakukan oleh Raja



Hayam Wuruk dari Majapahit sewaktu beliau memperingati 12 tahun atas meninggalnya Sri raja Patni (nenek beliau). Upacara itu disebut Shraddha, pelaksanaan upacara dilangsungkan di sebuah pemakaman dan dibuat sebuah topeng yang disebut: Sang Hyang Puspasharira (Kuswadji Kawindrasusanta dan Rachmadi Ps. 1970: 6-7 dan Prof. Dr. Slamet Mulyana 1979:307).



Tetapi selain topeng sebagai barang pemujaan, topeng juga mempunyai fungsi dinamis yaitu sebagai properti tari. Memang, semula topeng tidak untuk menonjolkan tokoh-tokoh tertentu, tetapi hanya sekedar menyembunyikan wajah pemakainya, perwujudannya sederhana dan mempunyai fungsi yang bervariasi. Salah satunya adalah sebagai sarana upacara inisiasi (upacara kedewasaan). Dengan upacara topeng ini anak-anak yang menjelang dewasa dikenalkan dengan roh nenek moyang mereka, kurang lebih wujudnya seperti topeng yang sedang mereka lihat atau mereka pakai. Pembuktian tersebut akan tampak jelas jika mereka kerasukan (intrance), tetapi ada tari topeng juga dipergunakan sebagai pengusir wabah penyakit, dan ada juga yang berfungsi sebagai tari perang (upacara penyambutan pemuda-pemuda yang kembali dari medan perang). Dalam kaitan tersebut: Topeng merupakan memiliki (aktivitas) laki-laki.



Topeng Malang sedikit berbeda dengan jenis topeng yang ada di Indonesia, coraknya khas dari pahatan kayu yang lebih realis serta menggambarkan karakter wajah seseorang. Terdapat banyak ragam dari jenis Topeng Malang yang dibuat seperti karakter jahat, baik, gurauan, sedih, kecantikan, ketampanan, bahkan sampai karakter yang sifatnya tidak teratur. Sajian ini nantinya dipadukan dengan tatanan rias dan pakaian untuk memainkan sebuah pewayangan atau cerita tertentu menggunakan Topeng Malang. Saat ini, perkembangan Topeng Malang sudah dapat dinikmati dalam bentuk drama, ada yang menceritakan tentang sosial dan cerita humor.



Satu-satunya padepokan yang sampai saat ini masih bertahan dalam melestarikan budaya asli Malangan adalah Padepokan Asmorobangun atau biasa juga dikenal Padepokan Panji Asmorobangun. Padepokan ini terletak di Jalan Prajurit Slamet di Dusun Kedungmonggo, Desa Karangpandan, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Seni Topeng Malangan ini semula dipopulerkan oleh Mbah Serun,0 kemudian diteruskan oleh Mbah Kiman. Hingga sekitar tahun 1930 putra Mbah Kiman, yaitu Mbah Karimun, memulai pembuatan Topeng Malangan dengan dibantu oleh putranya, Taslan. Sekitar tahun 1992 Bapak Taslan meninggal dunia, sehingga Mbah Karimun dibantu seorang cucunya, Handoyo, untuk pembuatan Topeng Malang. Mbah Karimun sendiri wafat pada tahun 2010 yang lalu sehingga padepokan dikelola oleh Handoyo.



Untuk melestarikan warisan Karimun, Handoyo setiap hari membuat topeng, baik untuk keperluan aksesori tari maupun sebagai souvenir. Hasil penjualannya digunakan untuk membiayai kegiatan padepokan. Pemerintah daerah pun menjadikan Topeng Malang sebagai salah satu hasil seni yang perlu dilestarikan dan diturunkan pada kalangan anak muda. Pada tahun 2007 Mbah Karimun dinobatkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik sebagai satu dari 27 maestro seni tradisi. Bahkan Mbah Karimun pernah memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas keteguhannya melestarikan Topeng Malang.



Karakteristik Topeng Malangan berbeda dengan topeng dari daerah lain, seperti Solo, Cirebon, dan Bondowoso. Perbedaannya terletak pada ragam warna yang lebih banyak dibanding topeng daerah lain. Selain itu, ornamen atau ukirannya juga lebih detail. Hal yang paling menonjol, untuk karakter para ksatria ada cula, memakainya menggunakan tali. Topeng Malangan berkembang sejak masa kerajaan Hindu-Budha, dengan ciri khascula, sinom, dan urna. Urna melambangkan karakter manusia, sinom sebagai semesta, dan cula melambangkan penguasa sebagai pengendali alam dan manusia. Terdapat 76 karakter tokoh yang dibagi menjadi empat kelompok besar. Pengelompokan pertama adalah sosok Panji dengan ciri-ciri berbentuk pemuda tampan, berbudi pekerti luhur dan gagah berani. Kelompok kedua merupakan wujud tokoh antagonis yang sesuai dengan corak ukiran pada topeng, yakni bermata bulat besar dan mempunyai taring. Kelompok ketiga adalah kelompok tokoh abdi atau pembantu dengan ornamen lucu pada ukirannya. Kelompok keempat adalah binatang sebagai pelengkap cerita.



Selain model atau wujud pertokohan, ciri Topeng Malangan dikuatkan dari pewarnaan dengan kombinasi lima warna dasar yakni, merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, hitam melambangkan kebijaksanaan, dan kuning melambangkan kesenangan, serta hijau melambangkan kedamaian. Bukan hanya menjadi karya seni ukir berbahan kayu sengon, Topeng Malangan juga dipertontonkan menjadi kesenian tari di Padepokan Asmorobangun. Dari awal pendiriannya hingga sekarang, pertunjukan sendratari Topeng Malangan selalu memainkan kisah Panji yang menceritakan percintaan Raden Panji Asmorobangun (Inu Kertapati) dengan Putri Sekartaji (Candra Kirana) disertai Topeng Bapang dan Klono. Cerita panji ini menjadi inspirasi tari topeng yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Setiap Topeng Malang mempunyai karakter berbeda, demikian juga gerakan tari yang berbeda setiap karakternya. Biasanya, saat pertunjukan, pemeran hanya berganti topeng untuk memerankan tokoh-tokoh yang dibawakan. Namun dandanan pokok, seperti kain, celana, dan sampur, tidak berubah. Penari hanya berganti topeng dan irah-irahan (hiasan kepala).



Beberapa sumber menyebutkan ada beberapa karakter unik dari Topeng Malang, seperti karakter Demang yang menggambarkan sosok pejabat kala itu, Dewi Kili Suci dan Dewi Sekartaji yang menggambarkan kecantikan, Bilung yang menggambarkan karakter tidak teratur dan sebagainya. Uniknya lagi semua hasil dari Topeng Malang dibuat berdasarkan alur tradisional, dari memilih bahan kayu, mengukir, pembentukan karakter, sampai proses pengecatan semua dilakukan secara manual. Saat ini, kesenian Topeng Malang kerap dimainkan ditingkat pejabat tinggi daerah atau bahkan pertunjukan khusus yang memang disengaja untuk menarik wisatawan datang ke Malang.



Kepopuleran seni pertunjukan Topeng Malang tidak hanya di daerahnya sendiri, tetapi sampai ke daerah Lumajang, Pasuruan, Bangil, Pandaan, Porong, dan Sidoarjo. Sedangkan grup-grup wayang Topeng yang pernah ada di Malang terdapat di: Daerah Malang bagian Utara: Polowijen, Jatimulyo Kec. Blimbing, Kalisurak Kec. Lawang Daerah Malang bagian Timur: Jabung, Precet Kec. Mantren, Pucangmangsa, Wangkal, Glagahdewa, Gubugklakah Kec. Tumpang. Jambesari, Cada Kec. Wajak Daerah Malang bagian Selatan: Pojok Kec. Damit. Gedog, Undaan Kec. Turen. Pagelaran Kec. Gondanglegi. Kedungmonggo, Kec. Pakisaji, Jenggala, Kec. Kepanjen. Senggreng, Jatiguwi, Jembuer Kec. Sumber Pucung, Kopral, Kec. Kalipare. Pujiombo, Kec. Ngajum



WAYANG TOPENG MALANG



Sungguhpun grup-grup Wayang Topeng tersebar di banyak tempat, tetapi tidak semua grup mampu berkegiatan secara aktif, khususnya pada dekade tahun 1970-an. Terlebih lagi yang mampu mempertahankan diri sampai sekarang.



1. Wayang Topeng di daerah Jabung



Jabung adalah sebuah desa yang terletak di sebelah timur jalan raya Malang Singasari. Tepatnya daerah ini di kaki Gunung Manggung pad aketinggian antara 500-600 meter di atas permukaan laut. Dari Singosari ke Jabung kurang lebih 12 km. Jika dari Kota Malang kurang lebih 19 km. Keberadaan grup Wayang Topeng di Jabung di atas tahun 60-an sangat tergantung pada kemampuan Pak Kangsen. Beliaulah yang menyambung sejarah Wayang Topeng yang pernah hidup pada masa Pak Rusman, atau yang lebih



dikenal dengan sebutan Kek (Kik) Tir (anak), sebab anak beliau bernama Tirtonoto.



Wayang Topeng Jabung pada masa Pak Rusman berlangsung antara tahun 1915 sampai dengan tahun 1958, setelah Pak Rusman meninggal kepengurusan Wayang Topeng di Jabung dipegang oleh Pak Kangsen. Beliau sebagai dalang, sedang penanggung jawab tari dipegang oleh Pak Samoed dan Pak Tirtonoto. Pak Samoed meninggal dunia tahun 1974 berikutnya disusul Pak Tirtonoto dan yang terakhir Pak Kangsen pun meninggal dunia.



Sepeninggalnya tokoh-tokoh topeng di Jabung tersebut maka berakhirlah sejarah grup Wayang Topeng di sana. Topengnya satu kotak dijual ke Bali, pakaiannya dijual pada tukang loak. Ada beberapa jamang dan 1 badong (probo) sempat ditemukan oleh Moch Soleh AP (cucu Pak Rusman) dari tukang loak yang secara kebetulan menjajakan barang tersebut di Tumpang.



2. Wayang Topeng di Daerah Kedungmonggo – Pakisaji



Kedungmonggo sebuah pedukuhan termasuk wilayah kelurahan Karangpandan. Daerah ini terletak disebelah selatan kota Malang kurang lebih 10 km dari pusat kota. Untuk sampai ke Kedungmonggo melewati jalan raya Malang – Blitar, turun di pertigaan Bendo, kemudian jalan kaki ke barat kurang lebih 1 km. Daerah ini terletak pada ketinggian antara 100-200 meter di atas permukaan air laut.



Di desa yang terpencil itu terdapat grup Wayang Topeng yang bernama: Asmarabangun, yang langsung diimpin oleh Karimoen bersama putranya; Taslah Harsono. Pak Karimoen mempelajari seni pertunjukan topeng dari ayahnya bernama: Kiman sekitar tahun 1932.



3. Wayang Topeng didaerah Glagahdawa



Desa Glagahdawa, terletak antara Candi Jayago (Jago) dan Candi Kidal, daerah ini termasuk wilayah Kawedanan Tumpang. Daerah tersebut merupakan daerah pertanian (agraris) yang subur.



Adapun grup Wayang Topeng di Glagahdawa yang terkenal dengan ana Sri Marga Utama, perkembangannya tidak terlepas dari grup Wayang Topeng sebelumnya yatu periode Wayang Topeng Pucangsanga atau Jabung dari generasi pak Rusman. Sebelum Pak Tirtonoto meninggal Wayang Topeng di daerah timur mengalami perkembangan yang pesat, hingga muncul grup Wayang Topeng Jabung. Kemudian disusul daerah lain seperti Kedungmangga dan Jatiguwi. Sementara itu di Glagahdawa hanya terdapat penari Potrojoyo yaitu rakim. Dari padanya mampu memengaruhi semangat tokoh-tokoh yang lain yaitu pak Rasimun yang terkenal sebagai pemeran Gunungsari. Selain sebagai penari beliau juga mampu membuat topeng (pengrajin).



Pada tahun 1939, Pak Rasimun menjadi penari Wayang Topeng yang dipimin oleh pak Tirtonoto dan pak rasimun. Semasa pak Tirtonoto masih hidu, sehingga sebelum beliau meninggal. Pak Rasimun diwasiati untuk melanjutkan mengembangkan Wayang Topeng. Beberapa waktu kemudian Pak Rasimun bertemu dengan Moch. Soleh AP (keponakan Pak Tirtonoto) dan pesan Pak Tir tersebut disampaikan. Rupanya kedua orang itu memahami dan lahirlah kembali Wayang Topeng Glagahdawa dengan nama: Sri Marga Utama.



Sumber:



http://ngalam.web.id/read/4071/topeng-malangan/ http://agungkepanjen.blogspot.com/2011/04/topeng-malangan-danpanji.html#sthash.y6h3fW60.dpuf http://www.studiotari.com/2010/01/sejarah-wayang-topeng-malang.html



Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2015/06/sejarah-topengmalangan/#ixzz3yJ7e4jdQ



TOPENG KLONO BAPANG SANG PENGHALANG KEHIDUPAN



Topeng Klono Bapang merupakan salah satu bentuk tarian yang menggambarkan tokoh ataupun peran dalam ceritera Panji yang mempunyai typologi gecul (lucu).



Peran Topeng Klono Bapang ini tampil pada saat tengah malam menjelang pagi yang berperan sebagai tokoh begalan (penghalang). Topeng Klono Bapang dimaksudkan sebagai gambaran seorang raja dari seberang yang kaya raya dan mempunyai kesaktian yang tinggi tetapi berwatak negatif, yaitu suka menganggu keharmonisan orang lain. Musik iringan Klono Bapang ini menggunakan gending kalongan, notasinya sebagai berikut : Buko: - 1 - 3 - 1 - 2 - 1 - (5) P



N



P



N



// - 1 - 5 - 1 - 2 - 1 - 3 - 1 - (6) - 1 - 6 - 1 - 2 - 1 - 3 - 1 - (5) // Disamping menggunakan bentuk topeng yang bringas, gagah tetapi memiliki keganjilan, yaitu terletak pada hidung yang panjang, juga diekspresikan melalui motif-mptif gerak yang gecul (lucu). Bapang memiliki karakter: sombong, licik, ahli strategi, hipokrit (munafik). Tokoh ini dianalogikan sebagai Dursosono (Kurawa). Memakai atribut endhong Peran Klono Banpang ini umumnya menjadi penghambat kedua setelah peperangan antara Klono Sewandono dengan Panji Asmorobangun atau Gunungsari. Setelah Klono Sewandono berhasil dikalahkan oleh Panji Asmorobangun ataupun oleh Gunungsari, maka berikutnya Panji Asmorobangun ataupun Gunungsari akan bertemu dengan penghalang berikutnya yaitu Klono Bapang.