Topeng Cisalak Melanglang Zaman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TOPENG CISALAK MELANGLANG JAMAN Cuplikan dari catatan H. Rachmat Ruchiat



Pengertian Istilah Istilah topeng di sini bukan berarti kedok, melainkan salah satu teater rakyat yang hidup dan berkembang di wilayah budaya Betawi. Teater rakyat tersebut berbentuk teater total, terdiri dari unsur musik, tari dan drama.



Topeng Cisalak Pada masa lalu kegemaran dan apresiasi masyarakat suatu daerah pada suatu bentuk pertunjukan dapat diketahui dari frekuensi pergelaran seni pertunjukan itu sendiri. Dalam hubungan ini menarik untuk disimak peta pertunjukan rakyat yang disusun oleh Dr. C.D. Grijns, berdasarkan data tahun 1969, pada waktu Depok masih berstatus sebagai suatu kecamatan di bawah Kewedanaan Parung, Kabuparen Bogor. (Peta terlampir). Peta tersebut menunjukkan bahwa topeng dan wayang golek merupakan tontonan yang digemari masyarakat pribumi Depok. Hal



itu



berbeda



dengan



di



kecamatan-kecamatan



tetangganya,



Cimanggis, Pasarminggu, Sawangan, Parung dan Cibinong, yang di samping topeng juga lenong banyak ditampilkan untuk memeriahkan pesta-pesta keluarga. Pada tahun 1920-an tercatat puluhan rombongan topeng. Tiga diantaranya berdomisili di Cisalak, yaitu Topeng Cisalak Gadok pimpinan Bapak Djiun, Topeng Cisalak Pasar pimpinan Bapak Mingsing dan Topeng Cisalak Pedurenan pimpinan Bapak Buang. Agar tidak tertukar maka disepakati bersama sebutan rombongan



masing-masing,



menurut



nama



ronggengnya



yang



menjadi



sripanggung masing-masing, yaitu secara berurutan, Topeng Kinang pimpinan Djiun, Topeng Awi pimpinan Mingsing dan Topeng Senel pimpinan Buang. Rombongan-rombongan topeng yang berdomisili di Cisalak itu memiliki daerah penggemar masing-masing. Daerah penggemar Topeng Kinang adalah Depok, Pondokcina, Ratujaya, Mampang, Sawangan dan Ciputat.



1



Apabila panggilan untuk berpentas sedang sepi, biasanya pada musim paceklik, untuk mendapatkan cegin-nogin (satu dua sen), rombongan topengtopeng itu biasa mengadakan pertujukan keliling dari kampung ke kampong, isitilahnya: ngamen, mbarang, menurut orang Jawa. Pembayarannya menurut banyaknya babak yang dimainkan. Oleh karena itu rombongan topeng demikian itu disebut topeng babakan. Topeng Kinang membatasi diri, hanya ngamen di Betawi (Jakarta) pada hari-hari perayaan Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Imlek. Maksudnya agar di samping memperoleh penghasilan langsung, juga supaya dikenal oleh masyarakat kota. Terutama cukong-cukong berkantung tebal. Jadi, semacam mengiklankan diri. Cara promosi demikian itu ternyata berhasil baik. Pada tahun 1923 Topeng Kinang dari udik itu mendapat kesempatan untuk berpentas di Pasar Gambir, semacam Pekan Raya Jakarta dewasa ini. Daya tarik utama dari rombongan topeng tersebut adalah tari-tarian yang ditampilkan sripanggungnya, Kinang. Setahun kemudian, tahun 1924, di Pasar Gambir diselenggarakan kongkur (concours, lomba) tari. Kinang berhasil memperoleh gelar juara pertama. Tahun berikutnya pergelaran topeng lengkapnya direkam untuk dibuat piringan hitam oleh Firma Thio Tek Hong, Pasar Baru, antara lain membawakan lakon Bapak Doblang dan Bapak Jantuk. Dengan demikian, maka tidak mengherankan kalau popularitas Topeng Kinang meningkat tajam, sehingga sering mendapat panggilan berpentas oleh tuan-tuan tanah, seperti Tuan Tanah Pondokcina, Mampang, Lentengagung, Bojonggede, dan lain-lain. Perlu dicatat pula, bahwa pada tahun 1937, Topeng Kinang mendapat kontrak satu bulan penuh untuk ikut memeriahkan Pasar Malam Semarang. Pada masa Pemerintah Pendudukan Tentara Jepang di Indonesia (19421945) rombongan Topeng Awi pimpinan Bapak Mingsing dan Topeng Senel pimpinan Bapak Buang bubar. Sejak itu di Cisalak hanya tinggal ada satu rombongan topeng, yaitu Topeng Kinang pimpinan Bapak Djiun. Dengan demikian maka sebutan Topeng Kinang identik dengan sebutan Topeng Cisalak, yang didirikan oleh Bapak Djiun sesuai Perang Dunia pertama. (Mungkin akhir tahun 1918 atau awal tahun 1919).



2



Topeng Cisalak Generasi Kedua Bapak Djiun memiliki sejumlah putra dan putri dari 4 orang istri. Putra pertamanya, Naim, membentuk rombongan topeng blantek di Cironyok. Anaknya yang kedua, Naih (ayahnya Mandra, Omas dan Mastur, yang sekarang dikenal sebagai pemain sinetron), beralih profesi dari panjak topeng menjadi dalang wayang golek, setelah berguru pada Dalang Tolok di Bogor. Pada tahun 1958 Bapak Djiun meninggal dunia. Pimpinan Topeng Cisalak, atau Topeng Kinang, dilanjutkan oleh Bapak Bokir dan dua saudaranya sebapak berlainan ibu, Bapak Kisam dan Bapak Dalih. Dua putra Bapak Djiun yang disebut belakangan adalah putra dari ibu Kinang, yang lebih dikenal dengan sebutan Mak Kinang. Setelah ditinggal oleh suaminya Mak Kinang tidak aktif lagi di pentas topeng, kecuali ada permintaan dari orang yang membayar kaul atau nazar. Perbendaharaan tarinya sudah diturunkan kepada anak-anaknya, Limah dan Lipah, serta kepada para menantunya, Ipong istri Bokir, Nasah istri Kisam dan Rimah istri Dalih. Untuk melebarkan sayap Topeng Cisalak, pada tahun 1967 Bapak Bokir mendirikan rombongan sendiri di Kampung Dukuh, Kramatjati, Jakarta Timur, diberi nama Topeng Setia Warga. Rombongan Topeng Kinang, Cisalak, diberi nama Topeng Kinang Putra, dipimpin oleh Bapak Dalih bersama abangnya, Bapak Kisam. Topeng Cisalak, sebagai teater tradisi yang bersifat total, mulai dikenal secara regional sejak diikutsertakan sebagai peserta Festival Teater Rakyat seJawa Barat di Bandung pada tahun 1973, mewakili Kabupaten Bogor, serta meraih gelar Juara Umum. Salah satu tari Topeng Cisalak, Lipet Gandes, mulai dikenal secara nasional, sejak ditampikan oleh rombongan Topeng Setia Warga, dalam Festival Tari



Rakyat



Nasional,



yang



diselenggarakan



oleh



Direktorat



Kesenian



Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 1977, dan berhasil masuk 10 besar.



3



Untuk memperlebar lebih jauh lagi sayap Topeng Cisalak, pada tahun 1977 Bapak Kisam membentuk rombongan topeng, yang diberi nama Ratnasari, bertempat di Ciracas Jakarta Timur. Berlainan tempat, berbeda nama, tetapi karena sama-sama Topeng Cisalak maka kerjasama antara Kinang Putra, Setia Warga dan Ratnasari, tetap erat, saling dukung dan saling bantu, sesuai dengan kekuatan masing-masing. Kekuatan Topeng Setia Warga terletak pada lawakan atau bodorannya, Ratnasari pada tari-tariannya, Kinang Putra pada segi karawitan dan drama tradisinya. Di samping tetap mengelola rombongan Topeng Setia Warga, Bapak Bokir dikenal pula sebagai pemain film layer lebar, antara lain bermain bersama bintang film Suzana. Karena keterampilannya menabuh gendang, Bapak Kisam sering diikutsertakan dalam misi-misi kesenian yang diselenggarakan oleh Direktorat Kesenian Departemen Pendidikan & Kebudayaan dan Dinas Kepudayaan Provinsi DKI Jakarta, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, seperti ke Hongkong, Australia dan Amerika. Demikian pula Bapak Dalih, yang dianggap serba bisa di bidang musik dan teater tradisi.



Generasi Ketiga Seolah-olah dibuat spesialisasi, cucu-cucu Bapak Djiun yang diasuh oleh Bapak Bokir di rombongan Setia Warga, lebih menonjol dalam bidang akting dan lawak, seperti Mandra, Omas dan Mastur, yang kemudian beralih menjadi pemain sinetron, yang secara komersial lebih menjanjikan. Cucu-cucu Bapak Djiun yang digembleng oleh Bapak Kisam dan Bapak Dalih lebih banyak menguasai karawitan dan tari-tarian Topeng Cisalak, seperti Kartini, Entong Sukirman, Atien Supriatin, dan Andi Supardi, yang ditekuninya sampai dewasa ini. Setelah Bapak Bokir meninggal, pengelolaan rombongan Setia Warga dilanjutkan oleh salah seorang putranya, Sabar, yang telah menamatkan pendidikan formalnya di Koservatori Karawitan Bandung. Dewasa ini Sabar bertempat tinggal di kawasan Cisalak, serta biasa membantu rombongan Ratnasari dan Kinang Putra bila sewaktu-waktu diperlukan.



4



Kartini, salah seorang Bapak Djiun dari Bapak Kisam, diajari menari gaya Topeng Cisalak oleh neneknya sendiri, Mak Kinang. Dia sering diikutsertakan sebagai anggota misi-misi kesenian di dalam maupun ke luar negeri, baik yang diselenggarakan



oleh



Direktorat



Kesenian



Departemen



Pendidikan



dan



Kebudayaan, maupun Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan Dewan Kesenian Jakarta. Dewasa ini secara rutin dia mengajar tari di beberapa Sekolah Dasar, di samping biasa menjadi penatar di Balai Latihan Kesenian (sekarang disebut Pusat Pengembangan Seni Budaya (PPSB)) di lima wilayah kota DKI Jakarta. Setelah Bapak Kisam meninggal pada tahun 2002, pimpinan rombongan Ratnasari dilanjutkan oleh dua orang putranya, Entong Sukirman dan Atin Supriatin. Di samping mengelola Ratnasari, Entong Sukirman dipercaya pula menjadi pengelola sanggar tari Anjungan DKI Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Boleh dikata tidak terhitung, berapa kali dia dilibatkan dalam misimisi kesenian ke luar negeri, termasuk Liga Budaya Universitas Indonesia. Telah dihasilkan pula sejumlah koreografi tari yang bertolak dari ragam gerak tari Topeng Cisalak. Sedangkan adiknya, Atin Supriatin, selain memiliki pengalaman berkesenian yang hampir sama dengan kakaknya, juga memperoleh kesempatan belajar untuk memperdalam ilmu tentang seni pertunjukan di Seoul, Korea. Setelah Bapak Dalih meninggal dunia pada tahun 2009, yang tampil sebagai pengelola Topeng Cisalak Kinang Putra adalah Andi Supardi, cucu Bapak Djiun dari anak perempuannya, Lipah. Sejak kecil dia diasuh oleh neneknya, Mak Kinang, karena ibunya, Lipah, meninggal dalam usia muda. Hasil didikan Bapak Kisam dan Bapak Dalih, Andi Supardi berkembang menjadi salah seorang pendukung aktif Topeng Cisalak yang cukup handal. Bagiaya, boleh dikatakan tidak ada hari tanpa kegiatan seni karawitan dan tari-tarian gaya Topeng Cisalak. Seperti Entong Sukirman, dia pun biasa diikutsertakan dalam misi-misi kesenian di dalam dan di negara-negara sahabat. Di samping itu, dia dipercaya untuk memimpin sanggar tari di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.



5



Generasi Keempat Agar tidak ketinggalan jaman, generasi keempat Topeng Cisalak, seperti Septian Ray dan Cristiano, diusahakan supaya dapat memperoleh pendidikan formal yang memadai, sampai perguruan tinggi. Karena sebagian waktunya sering diisi acaraacara pentas Topeng Cisalak, maka tidak mengherankan bila studinya agak kedodoran.



Epilog Dewasa ini karawitan dari tari-tarian Topeng Cisalak yang dikembangkan oleh Bapak Djiun dan Mak Kinang hampir satu abad yang lalu, memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dari karawitan dan tari-tarian daerah lain, telah bercabang rindang menembuas batas daerah asalnya. Perkembangan dan kemajuan yang diperoleh Topeng Cisalak, tidak terlepas dari adanya perhatian dan pemberian kesempatan dari yang berwenang, baik di tingkat daerah maupun di tingkat Pusat. Di samping itu, tidak boleh pula dilupakan jasa-jasa para relawan, yang secara sukarela ikut berperan dalam pembinaan dan pengembangannya, seperti Saudara Djoko S.S., seorang seniman tari yang mumpuni.



Cibubur,



20



Desember



2016



6