1 PB PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERSEBARAN FASIES BATUGAMPING FORMASI LOWER BATURAJA DI LAPANGAN “X” CEKUNGAN SUNDA DENGAN PENDEKATAN BATUAN INTI DAN ELEKTROFASIES Marini Mawaddah1* , Undang Mardiana1 , Yuyun Yuniardi1 1



Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung



*Korespondensi : [email protected]



ABSTRAK Lapangan “X” merupakan lapangan minyak dengan fokus penelitian berada di Formasi Lower Baturaja, Cekungan Sunda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persebaran fasies dan hubungannya terhadap kualitas reservoir pada Lapanga “X”. Data – data yang menunjang penelitian ini terdiri atas data batuan inti, log sumur, sayatan tipis petrografi dan deskripsi cutting dan swc. Berdasarkan hasil analisis di peroleh 5 asosiasi fasies yang masing – masing terendapkan pada zona pembagian terumbu yang berbeda. Asosiasi fasies skeletal debris – planktonic foraminifera wackestone to packstone terendapkan di zona reef front, asosiasi fasies coral packstone serta coral – algae packstone dan algae – large foraminifera bindstone pada zona reef flat dan reef flat – reef crest, asosiasi fasies coral – large foram mudstone to wackestone dan coral - skeletal debris mudstone to wackestone pada zona lagoon. Pada daerah penelitian direkomendasikan reservoir yang paling baik berada pada interval dengan zona pembagian terumbu reef flat dan reff flat – reef crest dan pola pertumbuhan karbonat keep – up. Oleh sebab itu, interval yang direkomendasikan diharapkan masih memiliki kandungan minyak sisa yang relatif bagus dan menjadi acuan untuk melanjutkan eksplorasi di sumur lainnya. Kata Kunci : Fasies - Litofasies, , Kualitas Reservoir, Formasi Lower Baturaja



ABSTRACT The field "X" is an oil field with a research focus on the Lower Baturaja Formation, Sunda Basin. The purpose of this research is to know the distribution of facies and their relation to reservoir quality at Lapanga "X". The data supporting this research consist of core, well log, thin section petrography and description of cutting and swc. Based on the analysis results obtained 5 facies associations each of which deposited on different reef-sharing zones. Skeletal facies of debris planktonic foraminifera wackestone to packstone are deposited in the reef front zone, coral packstone facies associations and coral - algae packstone and algae - large foraminifera bindstone in reef flats and reef-flat reef crests, coral - large foram mudstone toal associations wackestone and coral - skeletal debris mudstone to wackestone in the lagoon zone. In the study area, reservoirs reccomemded are located at intervals reef flat and reef flat – reef crest with keep-up carbonate growth patterns. Therefore, the recommended interval is expected to still have relatively good remaining oil content and become a reference for continuing exploration in other wells. Keywords : Facies – litofacies, Reservoir Quality, Lower Baturaja Formation



1. PENDAHULUAN Batuan karbonat adalah batuan dengan



50% yang tersusun atas partikel karbonat



kandungan material karbonat lebih dari



klastik yang tersemenkan atau karbonat



519



Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No.6, Desember 2018: 519-533



kristalin hasil presipitasi langsung. ±60%



Timur laut Merak, sebelah timur Selat



reservoir hidrokarbon dunia berasal dari



Sunda sepanjang 90 mil (145 km),



batuan karbonat sehingga batuan kabonat



dengan lebar terbesarnya 50 mil (64 km).



sangat memiliki arti penting, baik untuk



Bagian terdalam nya tersusun oleh



keperluan akademis maupun ekonomis.



Graben Seribu dan terakumuasi sedimen



Daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Sunda yang merupakan salah satu cekungan terkecil back-arc



tersier dengan ketebalan mencapai lebih dari 6000 m (Gambar 1) Penelitian



ini



difokuskan



diantara cekungan lainnya yang berumur



terhadap pembahasan batuan karbonat



tersier terletak diantara Pulau Jawa dan



terutama batugamping untuk mengetahui



Sumatra pada koordinat 106° - 107 ° BT



komposisi,



dan 4°- 6° LS. Cekungan Sunda



pengendapan dan persebaran fasies pada



berbentuk triangular yang terbentang dari



lapangan penelitian.



tekstur,



lingkungan



2. TINJAUAN PUSTAKA LITOFASIES Fasies adalah sebuah tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi litologi, struktur biologi atau fisika yang membedakan tubuh batuan tersebut dengan batuan yang ada diatasnya, dibawahnya atau di bagian lain yang lateral (Walker, 1992). Batugamping merupakan bagian dari batuan karbonat yang mengandung kalsium karbonat mencapai 95% (Reijers & Hsu, 1986). Menurut Suyoto (1993) kondisi



Sedimen



karbonat



umumnya



akan



terakumulasi pada laut yang berada pada posisi 30° LU – 30° LS, terutama pada daaerah paparan dengan kedalaman 0 – 200 meter (lingkungan neritik). 2. Penetrasi Sinar Matahari Meningkatnya kedalaman kolom air, pertambahan



posisi



lintang



dan



berkurangnya kejernihan air laut dapat berakibat terhadap penurunan penetrasi sinar matahari. 3. Salinitas



lingkungan seperti itu banyak di temukan di daerah tropis – subtropis. Berikut syarat – syarat pembentukan karbonat : 1. Garis Lintang dan Iklim



520



Salinitas normal umumnya diantara 30 – 40 ppt (salinitas air laut normal 32 – 36 ppt), kondisi ini dapat mengakibatkan biota dapat hidup dan berkembang dengan baik.



Persebaran Fasies Batugamping Formasi Lower Baturaja di Lapangan "X" Cekungan Sunda dengan Pendekatan Batuan Inti dan Elektrofasies (Marini Mawaddah)



4. Organisme Laut



mempermudah dalam penentuan fasies



Sedimen karbonat dihasilkan secara biologis dan biokimia. Organisme laut pembentuk reef, antara lain : koral, alga



karbonat. pada penelitian ini, klasifikasi yang digunakan adalah Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971) (Gambar 3).



hijau, alga merah, foraminifera, briozoa, dan moluska.



Dunham menjadi



(1962)



membagi



dasar



klasifikasi



empat



diantaranya :



5. Sirkulasi Air Pada kondisi normal, suatu paparan yang tidak memiliki penghalang sirkulasi air



1. Butiran yang didukung oleh matriks (mud supported)



akan berlangsung dengan baik. Sirkulasi



Keadaran butiran mengambang dalam



air akan tergantung pada besar kecilnya



matriks, dan tekstur batuan karbonat mud



aktivitas gelombang, pasang surut dan



supported dibagi menjadi 2 yaitu apabila



arus yang bekerja pada daerah tersebut.



butiran 10% disebut sebagai wackestone 2. Butiran yang didukung oleh butiran (grain supported) Keadan butiran – butiran jelas saling bersentuhan dan umumnya terendapkan pada lingkungan berenergi sedang – tinggi. Tekstur ini terbagi menjadi 2 yaitu apabila masih mengandung matriks disebut packstone, sedangkan butiran yang tidak mengandung matriks sama sekali disebut sebagai grainstone



genesanya melalui analisis petrografi dan di bagi menjadi 3 yaitu : Fabric Selective, Non – Fabric Selective, dan Fabric Selective



or



Not



Fabric



Selective



(Gambar 2). Klasifikasi



batuan



pengendapan (boundstone) Material skeletal grain terikat oleh alga pada saat pengendapan dan biasanya



batuan



karbonat



sangat penting untuk menggambarkan tekstur



3. Butiran yang saling terikat pada saat



karbonat



dan



memiliki kenampakan laminasi 4. Butiran



yang



telah



mengalami



diagenesis (crystalline)



521



Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No.6, Desember 2018: 519-533



Komponen



penyusun



dari



batuan



energy sedang – tinggi. Batuan ini



karbonat tidak lagi memperlihatkan



umumnya



tekstur asalnnya kemungkinan besar



ataupun pecahan – pecahan kerangka



dihancurkan oleh proses diagenesa, maka



organik, seperti koral, briozoa dan



kelompok batuan ini disebut sebagai



lain sebagainya. Framestone (fossil



crystalline.



massif) dimana tekstur batuan ini



Embry & Klovan membagi klasifikasi



batuan



karbonat



sebagai



berikut :



terdiri



dari



kerangka



umumnya hidup pada lingkungan berenergi



tinggi



sehingga



terhadap



gelombang



dan



tahan arus.



Penyusun batuan ini seluruhnya dari 1. Batugamping



allochttonous,



kerangka



organik



merupakan batuan karbonat yang



btiozoa,



ganggang,



sudah berpindah tempat dari awal



matriksnya



pembentukan nya dengan komponen



diperkirakan kosong.



2 mm dan sebanyak >10%.



Jenis



batugamping



ELEKTROFASIES



allochtonous terdiri atas : floatstone (didominasi



oleh



dan



(1992) log suatu sumur memiliki



rudstone (didominasi oleh butiran



beberapa bentuk dasar yang dapat



yang saling menyangga)



menceritakan



2. Batugamping



matriks),



Menurut Walker dan James



autochtonous,.jenis



batugamping autochtonous ini terdiri atas : bafflestone (fosil menyerupai tangkai)



dimana



tekstur



batuan



karbonat ini terdiri dari organisme



karakteristik



suatu



lingkungan atau energi pengendapan. Umumnya pola log tersebut selalu diamati dengan kurva gamma ray dan spontaneous potential, tetapi dalam



hidupnya



penarikan kesimpulan juga dibantu



menadah sedimen yang jatuh pada



oleh log neutron – densitas serta



organisme tersebut, sangat umum



resistivitas.



penyusun



yang



cara



dijumpai pada lingkungan berenergi



Beberapa bentuk dasar Log



sedang. Bindstone (fossil tipis dan



bisa



mencirikan



karakteristik



suatu



lingkungan



mengikat sedimen yang terakumulasi



pengendapan



yaitu:



cylindrical,



pada organisme tersebut, umumnya



serratedr, bell, funnel, (Gambar 4).



rata)



dimana



organisme



yang



menyusun batuan karbonat hidupnya



dijumai pada lingkungan dengan



522



sumur



yang



1. Pola Cylindrical



Persebaran Fasies Batugamping Formasi Lower Baturaja di Lapangan "X" Cekungan Sunda dengan Pendekatan Batuan Inti dan Elektrofasies (Marini Mawaddah)



Pola



cylindrical



diinterpretasikan



pada akhirnya pertumbuhan terumbu



sebagai fase agradasi, yaitu batuannya



sama dengan kenaikan muka air laut



relatif



relatif.



seragam



dan



fasies



berakumulasi pada laut dangkal. Pola



3. Pola Bell Shape



log seperti ini mngindikasikan bentuk



Pola bell shape diinterpretasikan



keep up carbonate shelf.



sebagai fase retrogradasi (transgresi),



Keep up memiliki artian yaitu laju



terjadi pada daerah tidal channel-fill,



pertumbuhan terumbu = laju kenaikan



tidal flat, dan trangressive shelf.



muka air laut relatif,



sehingga



Pola log seperti ini mengindikasikan



menyebabkan terumbu dapat tumbuh



bentuk Give-up Carbonates. Give –



dengan baik dengan pertumbuhan ke



up carbonate memiliki artian yaitu



arah vertikal.



pada kondisi ini air laut mengalami



2. Pola Funnel



pendalaman,



kemudian



laju



Pola funnel diinterpretasikan sebagai



pertumbuhan terumbu tidak mampu



fase progradasi (regresi), dimana



mengimbangi laju kenaikan muka air



terjadi perubahan build-up dari klastik



laut, sehingga terumbu tenggelam



menjadi karbonat. Pola log seperti ini



kemudian mati.



mengindikasikan bentuk Catch-up



4. Pola Serrated



Carbonates.



Pola



serrated



diinterpretasikan



Catch – up carbonates memiliki



sebagai fase agradasi dan terjadi pada



artian yaitu pada kondisi ini air laut



daerah storm dominate shelf, dan



mengalami pendalaman, kemudian



distal deep marine slope interbedded



laju pertumbuhan terumbu mengejar



with shaley intervals.



laju kenaikan muka air laut, sehingga



sayatan tipis sebanyak 43 buah yang



3. METODE Objek difokuskan adalah



penelitian dalam



reservoir



penelitian karbonat



yang ini yang



terdapat pada Lapangan “X” Formasi Lower Baturaja. Pada Lapangan “X”



tersebar



di



setiap



sumur



yang



memiliki data SWC untuk keperluan penentuan fasies, dan log sumur yang membantu dalam korelasi. Metode



yang



digunakan



terdapat 14 sumur yang diteliti



dalam penelitian ini bersifat kualitatif



dengan kelengkapan data yaitu data



dan kuantitatif dari data log, data



batuan inti pada satu sumur, dan



batuan inti (core), data petrografi dan 523



Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No.6, Desember 2018: 519-533



data – data pendukung lainnyaa yang



Sebanyak



akan dijelaskan sebagai berikut :



peneltian



1. Analisis Data Batuan Inti



14



sumur



di



dilakukan



elektrofasies



untuk



daerah analisis



mengetahui



lingkungan pengendapan, korelasi (Core)



antar sumur berdasarkan kesamaan



Deskripsi data core dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan yaitu



pola log gamma ray berdasarkan waktu



dan



litologi.



Interpretasi



elektrofasies dilakukan pada semua tahapan pertama melakukan deskripsi melalui



core



photo



image



dan



dicocokkan dengan deskripsi core



sumur baik yang memiliki core dan tidak memiliki core. Hasil analisa elektrofasies kemudian diaplikasikan ke sumur lainnya sehingga fasies pada



report internal company tahapan



sumur lain yang minim data dapat



kedua yaitu melakukan deskripsi core



diketahui.



langsung di warehouse selama 2 hari



Selain



itu,



analisis



elektrofasies juga membantu untuk mengetahui



pola



pertumbuhan



dengan tujuan untuk memvalidasi



karbonat baik itu keep up, catch up,



kebenaran



ataupun give up.



deskripsi



yang



telah



dibuat. 2. Analisis Elektrofasies



4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis



kualitatif







foraminifera



yang



dilakukan merupakan deskripsi data batuan inti dan analisis elektrofasies pada setiap sumur sehingga pada Lapangan



to







Coral – Packstone







Coral – algae packstone dan Algae







large



foraminifera



bindstone



fasies - litofasies dari paling muda



(Gambar 5 & 6) :



wackestone



packstone



“X” Fomasi Lower Baturaja diperoleh 4



(bawah) ke paling tua (atas) yaitu



Skeletal debris – planktonic







Coral – large foram mudstone to wackestone dan Coral- - skeletal debris mudstone to wackestone



524



Persebaran Fasies Batugamping Formasi Lower Baturaja di Lapangan "X" Cekungan Sunda dengan Pendekatan Batuan Inti dan Elektrofasies (Marini Mawaddah)



Fasies Skeletal debris – planktonic



karbonat akan bersifat catch – up. Catch



foraminifera wackestone to packstone



– up karbonat menandakan adanya pendalaman dari air laut, kemudian



Fasies yang berada dibagian paling bawah (paling tua) adalah Skeletal Debris-



Planktonic



Foraminifera



Wackstone to Packstone. Karakter umum litologi yang dapat di deskripsikan pada fasies ini yaitu batugamping berwarna putih, ukuran butir halus dan secara lokal microcrystalline, terdapat beberapa koral dan



rotalid



foraminifera kekerasan



di



tertentu,



planktonic



sedang,



intergranular



bagian



dan



melimpah,



porositas



pertumbuhan terumbu mengejar laju kenaikan muka air laut, sehingga pada akhirnya pertumbuhan terumbu sama dengan



kenaikan



Berdasarkan



muka



klasifikasi



air



laut.



James



dan



Bourque (1992) dan Luis Pomar (2004) maka



fasies



termasuk



ini



ke



diinterpretasikan



dalam



lingkungan



pembagian zona terumbu Reef Front. Coral – Packstone



berupa kualitas



Fasies berikutnya yaitu fasies



buruk, tidak menunjukkan adanya oil



Coral Packstone yang berada diatas



show. Batugamping pada fasies ini



fasies



bersisipan



dengan



litologi yang dapat dideskripsikan yaitu



karakteristik berwarna abu – abu sampai



batugamping berwarna cream hingga abu



abu – abu tua, dibeberapa tempat



– abu muda ke abu – abu gelap, ukuran



berwarna coklat muda, berbentuk blocky,



butir



sangat



didominasi



dengan



memiliki



serpih



carbonaceous,



calcareous,



dengan kekerasan lunak hingga medium.



sebelumnya.



halus



Karakter



hingga oleh



umum



mikrokristalin,



coral,



serta



juga



ditemukan skeletal debris, foraminifera besar dalam jumlah sedikit, echinoid, dan



Analisis elektrofasies pada fasies ini memperlihatkan kenampakan pola Funnel



yang



diinterpretasikan



merupakan akhir dari fase progradasi (regresi),



dimana



terjadi



algae. Porositas yang berkembang buruk - baik berupa intergranular dan vuggy, kekerasan lunak hingga sedang, oil stain berwarna coklat, dan oil show baik.



perubahan



buildsup dari klastik menjadi karbonat,



Analisis elektrofasies pada fasies



dimana material klastik diperkirakan



ini memperlihatkan kenampakan pola



berasal dari Formasi Talang Akar yang



cylindrical yang keseluruhan pola ini



berada dibawahnya. Pola log funnel ini



ditemukan di setiap log sumur. setelah



juga



energi



melewati fase akhir dari progradasi



pengendapan dari energi tingkat rendah



(regresi) Formasi Lower Baturaja mulai



ke



memasuki



menunjukka



energi



tingkat



perubahan



tinggi



sehingga



masa



transgresi.



Masa



525



Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No.6, Desember 2018: 519-533



transgresi ini ditandai dengan pola



rekristalisasi, porositas yang berkembang



cylindrical



berupa



yang



merupakan



fase



diinterpretasikan agradasi,



dimana



fracture



intercrystalline,



vuggy,



dan



yang tergolong dalam non –



asosiasi fasies batuan karbonat yang di



fabric selective (Choquette & Pray,



temukan akan relatif seragam akibat pola



1970), telah terkompaksi, mengandung



cylindrical



energi



oil stain berwarna coklat dan juga



pengendapan yang cenderung sama dari



terdapat oil show. Sedangkan fasies



tiap



tumbuh



Algae – Large Foraminifera Bindstone



akan



memiliki karakteristik litologi yaitu



mengalami keep – up carbonate yang



batugampig berwarna abu – abu muda,



menandakan pada saat pembentukan



didominasi oleh butiran yang saling



asosiasi fasies laju muka air laut selalu



berikatan pada saat pengendapan, terdiri



relatif dan pertumbuhan terumbu selalu



dari algae sampai large foraminifera,



sama dengan kenaikan muka air laut



coral,



sehingga petumbuhan terumbu pada fase



rekristalisasi, memiliki porositas sedang



ini di setiap sumur “Lapangan X” akan



berupa intercrystalline dan fractured



tumbuh baik dengan pertumbuhan kearah



porositas yang terisi oleh oil stain



vertikal. Berdasarkan klasifikasi James



berwarna coklat.



ini



waktu.



berdasarkan



memiliki



Fasies pola



yang



cylindrical



yang



telah



mengalami



dan Bourque (1992) dan Luis Pomar Analisis elektrofasies pada fasies



(2004) maka fasies ini diinterpretasikan termasuk



ke



dalam



lingkungan



pembagian zona terumbu Reef Flat. Coral – algae packstone dan Algae –



ini memperlihatkan kenampakan pola serrated yang secara keseluruhan juga ditemukan di setiap sumur log. Pola serrated ini masing tergolong dalam



large foraminifera bindstone



masa



transgresi



yang



juga



Fasies berikutnya yaitu Coral –



diinterpretasikan sebagai fase agradasi,



Algae Packstone dan Algae – Large



yang membedakannya yaitu pada pola



Foraminifera Bindstone, tetapi pada



log serrated ini batuan karbonat banyak



umumnya didominasi oleh Coral – Algae



mengandung



Packstone



silisiklastik yang menjadi pengotor pada



dengan



karakter



litologi



material



umum yaitu batugamping berwarna abu-



saat



abu muda hingga coklat, didominasi oleh



diinterpretasikan bahwa terjadi kenaikan



butiran yang saling menyangga dan



muka air laut yang seimbang dengan



banyak mengandung coral, dan algae



pertumbuhan karbonat, tetapi kecepatan



yang



energi nya berlangsung secara cepat atau



telah



tersemenkan,



kekerasan



sedang sampai keras, telah mengalami



526



dikenal



pertumbuhan



sedimen



dengan



sea



karbonat,



level



rapid.



Persebaran Fasies Batugamping Formasi Lower Baturaja di Lapangan "X" Cekungan Sunda dengan Pendekatan Batuan Inti dan Elektrofasies (Marini Mawaddah)



Pembagian zona terumbu asosiasi fasies



>10% sampai 10% dan biota terdiri dari coral (bryozoan) serta juga ditemukan algae, large foraminifera, dalam jumlah sedikit, serta



dibeberapa



tempat



bersifat



argillaceous, porositas yang berkembang berupa fabric selective (Choquette & Pray,



1970)



yang



terdiri



atas



interparticle, intercrystalline, dan small vuggy porosity, serta pada umumnya tidak memperlihatkan adanya oil show. Sedangkan yang mendominasi adalah Coral – Large Foram Mudstone to Wackestone



dengan karakter litologi



yaitu batugamping berwarna abu – abu



Umumnya, batugamping yang terbentuk pada fase ini bersifat give – up carbonate, yang diakibatkan oleh kondisi air laut mengalami



pendalaman,



tetapi



laju



pertumbuan batugamping tidak mampu mngimbangi laku kenaikan muka air laut, sehingga



batugamping



tidak



akan



tumbuh, kemudian tenggelam dan mati. Asosiasi fasies yang berkembang yaitu Coral – Large Foram Mudstone to Wackestone dan Coral- - Skeletal Debris Mudstone pembagian



to



Wackestone, zona



terumbu



dengan pada



lingkungan yang berbeda – beda dan secara berurutan yaitu di inner lagoon (diitandai oleh kehadiran miliolid) dan backreef berdasarkan klasifikasi James and Borque (1992) dan Luis Pomar (2004).



muda sampai abu – abu gelap, didominasi oleh matrix dengan butiran bervariasi



527



Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No.6, Desember 2018: 519-533



5. KESIMPULAN dapat menjelaskan bagaiman sejarah Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa fasies yang diperoleh dari deskipsi batuan inti dan analisis elektrofasies pada Lapangan X Formasi Lower Baturaja terdiri atas 5 fasies yaitu Skeletal debris – planktonic foraminifera wackestone to packstone, Coral







Packstone, Coral – algae packstone dan Algae – large foraminifera bindstone, Coral – large foram mudstone to wackestone dan Coral – skeletal debris mudstone



to



wackestone



dengan



lingkungan pembagian zona terumbu secara berurutan yaitu Reef Front, Reef Flat, Reef Flat – Reef Crest, Backreef – Inner Lagoon. Hasil analisis elektrofasies yang teridentifikasi berupa pola funnel,



pembentukan disetiap fasies dalam hal ini,



pola



cylindrical



dan



serrated



memiliki pertumbuhan karbonat yang dianggap paling baik yaitu catch up carbonate serta memiliki ketebalan yang lebin tebal dibandingkan fasies dengan pola funnel dan bell shape.. Untuk memperkuat hasil analisis mengenai fasies yang dianggap paling baik maka dari itu di lakukan perhitungan E-lan porositas disetiap interval fasies dan diperoleh nilai porositas paling besar yaitu 19,55% pada fasies Coral – Packstone dengan pola cylindrical dan 18,66% pada fasies Coral – algae packstone dan Algae – large foraminifera bindstone dengan pola serrated.



cylindrical, serrated, dan bell shape UCAPAN TERIMAKASIH utama dan Bapak Yuyun Yuniardi, ST., Bersamaan dengan selesainya karya ilmiah ini, penulis mengucapkan terima kasih



kepada



Bapak



Ir.



Undang



Mardiana, M.Si selaku pembimbing



DAFTAR PUSTAKA Choquette and Pray, 1970. Geologic Nomenclature and Classification of Porosity in Sedimentary Carbonates, Tulsa : AAPG Buletin Dunham, Robert J. 1962, Classification of Carbonate Rocks According



528



MT. selaku pembimbing teknis tugas akhir yang telah memberikan pengarahan serta



membantu



selama



pengerjaan



artikel ilmiah ini to Depositional AAPG Memoir 1



Textures,



Embry A.F. and Klovan J.E. 1971. A Late Devonian Reef Tract on North – Eastern Bannks Island, Bulletin of Canadian Petroleum Geology Vo. 19 Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log : Schlumberger Oilfield Services, Jakarta



Persebaran Fasies Batugamping Formasi Lower Baturaja di Lapangan "X" Cekungan Sunda dengan Pendekatan Batuan Inti dan Elektrofasies (Marini Mawaddah)



Ismahesa, Anugrah. Vijaya. W. Helman. H. Analisis Elektrofasies Berdasarkan Data Log Sumur Di Blok “X” Formasi Baturaja, Cekungan Sumatera Selatan. James, N.P. and Choquette, P.W. 1983. Diagenesis 9 – Limestone – Diagenetic Environtment. Geoscience Canada Schlumberger, 1989. Log Interpretation Principles / Application. Schlumberger Educational Services, Texas Tucker, W. Maurice, 1990. Carbonate Platforms Facies, Sequences and Evolution. International



Association of Sedimentologist, Melbourne Wight, A., Sudarmono, and Ashari, I., 1986, Stratigraphic Response to Structural Evolution in A Tensional Back-Arc Setting and Its Exploratory Significance: Sunda Basin, West Java Sea: Proc. IPA 15th Ann. Conv., p.77-100 Walker. R.G and James, P. Noel. 1992. Facies Models : Respons to Sea Level Change, 2nd ed., Canada : Geological Association of Canada



529



Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No.6, Desember 2018: 519-533



LAMPIRAN



Gambar 1. Peta Fisiografi Cekungan Sunda (Wight et al, 1986)



Gambar 2. Klasifikasi Pori Pada Batuan Karbonat (Choquette & Pray 1970)



530



Persebaran Fasies Batugamping Formasi Lower Baturaja di Lapangan "X" Cekungan Sunda dengan Pendekatan Batuan Inti dan Elektrofasies (Marini Mawaddah)



Gambar 3. Klasifikasi Batuan Karbonat Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971)



Bell Serrated



Cylindrical Funnel Gambar 4. Analisis Elektrofasies Pada Log Sumur di Lapangan X



531



Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No.6, Desember 2018: 519-533



Coral – Large Foram Mudstone to Wackestone



Coral - Skeletal Debris Mudstone to Wackestone



Coral - Skeletal Debris Mudstone



to



Wackestone



Coral – Algae Packstone dan Algae – Large Foraminifera Bindstone



Gambar 5. Deskripsi Fasies menggunakan Data Batuan



532



Persebaran Fasies Batugamping Formasi Lower Baturaja di Lapangan "X" Cekungan Sunda dengan Pendekatan Batuan Inti dan Elektrofasies (Marini Mawaddah)



Gambar 6. Persebaran Fasies di Lapangan X Formasi Lower Baturaja



533