143 Manajemen Sumber Daya Manusia PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



MANAJEMEN SUMBER DAYA



MANUSIA



Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja



http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Prof. Dr. Lijan Poltak Sinambela Guru Besar Magister Administrasi Publik Universitas Nasional Rektor Universitas Satya Negara Indonesia



MANAJEMEN



SUMBER DAYA



MANUSIA



Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja



http://pustaka-indo.blogspot.com



BA 01.34.2946



MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Prof. Dr. Lijan Poltak Sinambela Editor : Suryani dan Restu Damayanti Diterbitkan oleh PT Bumi Aksara Jl. Sawo Raya No. 18 Jakarta 13220



Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apa pun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotokopi, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit. Cetakan pertama, April 2016 Perancang kulit, Diah Purnamasari Penata letak, Rofiah Dicetak oleh Sinar Grafika Offset Sumber gambar cover:



http://www.surrey.ac.uk/sites/default/files/PG-Human-Resource-2.jpg http://s3.amazonaws.com/venicexplorer/site-images/vx/listing/ cats/associations.jpg



ISBN 978-602-217-935-1



http://pustaka-indo.blogspot.com



Takut akan TUHAN adalah permulaan Pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan



Dipersembahkan kepada: Istriku terkasih Eritha, S.H., M.H. Ananda tersayang: Chelivya MYZ Sinambela, S.ST/Rolan Sihombing, S.Th. Hizkia Andi Hakim Sinambela, SE., A.Md Jeremy Dedidi Mangalaptua Sinambela Untuk doa, kasih, dan kerja samanya...



http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



PRAKATA



Tidak dapat dipungkiri bahwa peran Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi pusat utama dalam menjalankan roda organisasi. Mengingat peran yang sangat vital tersebut, pandangan organisasi terhadap sumber daya manusia terus ber­­­kembang, pada awalnya SDM hanya diposisikan sama saja dengan sumber daya lainnya, berubah pada awal abad 20 menjadi sumber daya yang ter­utama. Selanjutnya seiring dengan memasuki abad milenium manusia telah diposisikan sebagai modal dengan lahirnya konsep Human Capital dimana ma­nusia dipandang sebagai faktor yang dapat menghasilkan modal, dalam artian sumber daya ma­nusia yang berkualitas dapat menyusun business plan yang baik sehingga proyek yang akan dilakukan tersebut akan dapat meya­ kinkan investor untuk membiayai proyek tersebut. Pandangan terahir sumber daya manusia diposisikan sebagai “Hu­man capital”, yang mempo­sisikan sum­ ber daya manusia sebagai modal “Hu­man Investment” yang berarti bahwa sumber daya manusia sebagai investasi. La­yaknya investasi harus dikelola dengan baik sehingga membawa manfaat bagi organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu pendekatan terhadap ma­najemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar. Pertama, sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, se­dangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan orga­ nisasi ter­sebut. Kedua, keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari organi­ sasi tersebut saling berhubungan, dan memberikan sumbangan terhadap pen­ capaian tujuan organisasi, serta perencanaan strategis. Ketiga, kultur dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian Prakata



 vii



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang terbaik. Keempat adalah manajemen SDM berhubungan dengan in­te­grasi, yaitu semua ang­gota organisasi tersebut terlibat dan bekerja sama untuk men­ capai tujuan bersama. Buku sederhana ini dibingkai dengan judul Manajemen Sumber Daya Manusia, dengan sub tema Membangun Tim Kerja yang Solid untuk Mening­ ­katkan Kinerja. Penekanan pada tim kerja dipandang perlu mengingat se­kali pun pegawai sangat terampil, sangat berdisiplin, dan berkomitmen pada peker­ jaannya, tetapi kinerja or­ganisasi yang optimal tidak akan dapat dicapai jika hanya mengandalkan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, manusia harus dapat be­ kerja sama dengan baik dalam tim kerja. Apabila tim kerja memiliki kinerja yang baik maka akan dengan sendirinya dapat meningkatkan kinerja orga­nisasi. Untuk lebih memahami pembahasan buku ini, telah dibagi dalam lima bagian. Bagian pertama disajikan Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Ma­ nusia sebagai pengantar perihal pengelolaan SDM dalam organisasi. Bagian kedua Perencanaan SDM terdiri dari Analisis Jabatan yang akan membahas landasan persiapan SDM untuk melakukan perencanaan SDM sampai dengan pada pensiun. Kemudian dilanjurkan dengan Perencanaan SDM yang akan membahas kebu­tuhan SDM secara komprehensit setiap devisi atau bagian hingga diperoleh kebutuhan pegawai secara menyeluruh dalam organisasi. Bagian ini akhiri dengan Rekrutmen dan Seleksi yang akan membahas prinsip, metode dan pelaksanaan rekrutmen, serta seleksi pegawai. Selanjutnya, bagian ketiga disajikan Pengembangan SDM terdiri dari Pe­ latihan dan Pengembangan yang akan membahas perlunya pelatihan bagi pega­wai, dan bagaimana mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi pendidikan dan pelatihan dalam organisai. Selanjutnya akan dibahas Kom­ pensasi. Kompensasi sangat berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai sehingga akan disajikan prinsip-prinsip kompensasi yang berkeadilan baik internal maupun eksternal. Kemudian bagian ini ditutup dengan pembahasan Pe­ngem­­bangan Karier. Pe­ngembangan karier pegawai bukanlah semata-mata tang­gung jawab organisasi, tetapi setiap pegawai seyogyianya mengambil ba­ gian dalam mempersiapkan ka­riernya dengan baik. Untuk itu, dalam bab ini akan disajikan apa, bagaimana, dan prinsip yang dibutuhkan untuk pengem­ bangan karier. Bagian keempat dari buku ini adalah Pembinaan SDM. SDM yang dimiliki organisasi adalah manusia biasa yang tidak luput dari berbagai kekurangan dan kesalahan. Oleh karenanya, pembinaan SDM harus dilakukan secara berke­lan­­jutan. Dalam bagian ini dibahas Kepuasan Kerja yang menyajikan betapa pentingnya variabel kepuasan kerja diperhatikan pimpinan organisasi, viii



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



se­bab kepuasan kerja umumnya berfungsi sebagai variabel antara yang akan mendukung atau meng­hambat kinerja pegawai. Pembahasan selanjutnya ter­ kait Disiplin Kerja. Pegawai yang puas dalam pekerjaannya tentu saja akan dapat melakukan pekerjaannya dengan disiplin. Dalam bab ini akan dibahas bagaimana upaya yang dapat dila­kukan untuk meningkatkan disiplin kerja. Kemudian bagian ini dibahas tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3. K3 dapat memberikan ketenangan dalam melaksanakan tugas, meskipun perhatian akan K3 ini masih banyak di­abaikan oleh organisasi maupun oleh pegawai itu sendiri. Bagian kelima Membangun Tim Kerja Untuk Kinerja. Sebagaimana dike­ mu­kakan di atas, bahwa pembentukan dan pengelolaan tim kerja yang solid dan berdaya juang adalah keharusan mengingat hasil kerja secara individu akan jauh lebih kecil dibandingkan hasil kerja tim kerja. Contoh kecil adalah “ilmu semut” yang dapat memindahkan benda yang puluhan lebih besar dibandingkan tubuhnya jika dipindahkan secara beramai-ramai. Pembahasan dalam bagian ini diawali dengan Membangun Kerja sama Tim yang akan membahas pentingnya membangun kerjasama tim dalam organisasi. Setelah tim kerja terbentuk, bab berikutnya akan membahas bagaimana mengelola tim kerja yang efektif. Tim kerja yang sudah dibentuk harus dikelola dengan baik dan dimotivasi untuk dapat bersinergi mengoptimalkan kinerja tim. Pembahasan berikutnya adalah kajian Kinerja Pegawai. Apapun ben­tuk or­ganisasi (organisasi bisnis atau publik) sudah barang tentu akan menge­ depankan kinerja. Artinya, tujuan didirikannya organisasi tersebut akan selalu menjadi fokus semua anggota organisasi. Kinerja organisasi akan disum­ bangkan kinerja tim, dan kinerja tim disumbangkan oleh kinerja pegawai. Oleh karenanya, bagian akhir dari buku ini menyajikan pembahasan kinerja pe­gawai dan bagaimana me­la­kukan pengukuran yang baik dan tepat kinerja tersebut. Penilaian kinerja sangat penting untuk organisasi yang akan menjadi landasan berbagai kebi­jakan yang dapat dilakukan untuk mengelola dan me­ melihara SDM yang ada. Sementara bagi pegawai itu sendiri, penilaian kinerja yang objektif sangat diharapkan menjadi umpan balik. Hasil penilaian kinerja seyogianya dilakukan dengan prinsip, me­tode, dan teknik yang benar. Selain itu, kinerja objektif yang dihasilkan harus ditindaklanjuti dengan pemberikan reward bagi mereka yang berkinerja tinggi, dan sebaliknya bagi mereka yang berkinerja rendah perlu dicari tahu apa yang menyebabkannya. Dengan gambaran seperti itu, diharapkan buku sederhana ini dapat di­ guna­kan sebagai buku pegangan bagi mahasiswa tingkat sarjana sampai de­ ngan pro­gram doktor. Selain itu, dapat menjadi referensi bagi para praktisi Prakata



 ix



http://pustaka-indo.blogspot.com



untuk dapat mengelola SDM dengan baik. Untuk memudahkan para pem­ baca memahami buku ini, diberikan contoh-contoh yang relevan dalam kehi­ dupan organisasi. Dengan kerendahan hati penulis mengapresiasi berbagai kritik, dan saran dari para pembaca. Kritik dan saran dapat dikirimkan melalui surat elektronik [email protected] atau [email protected]. Penulis berterima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penulisan buku ini sehingga dapat menyelesaikan dan menghadirkannya ke hadapan para pembaca. Dengan terbitnya buku ini, dengan segenap hati penulis menyampaikan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan rahmat-Nya naskah ini dapat diselesaikan. Terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Nasional beserta seluruh pimpinan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk penulisan buku ini. Demikian juga hal yang sama disampaikan kepada Bapak Sabar Ganda Leonardo Sitorus, Ketua Badan Pengurus Yayasan Abdi Karya dan seluruh pengurus yang telah memberikan kesempatan, waktu dan bantuan kepada penulis dapat menyelesaikan naskah buku ini di tengah kesibukan mengemban tugas sebagai Rektor Universitas Satya Negara Indonesia yang dipercayakan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan sejawat, mahasiswa penulis pada tingkat Sarjana, Magister maupun Doktor di berbagai perguruan tinggi yang telah mendukung penyelesaian naskah ini. Pada akhirnya terima kasih disampaikan kepada penerbit Bumi Aksara yang telah menerbitkan buku ini.



Tanjung Barat, Jakarta. Medio Februari 2016. Prof. Dr. Lijan Poltak Sinambela



x



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



DAFTAR ISI



Halaman persembahan ............................................................



v



PRAKATA ..........................................................................................



vii



BAGIAN PERTAMA : PENGANTAR ................................................. 1 BAB 1 KONSEP DASAr MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA 3 A. Pendahuluan.............................................................................. 3 B. Pengertian Manajemen Sumber Daya Ma­nusia................... 7 C. Perkembangan Sumber Daya Manusia.................................. 10 1. Fase Pra Sejarah (s.d Tahun 1 Masehi) ......................... 10 2. Fase Sejarah (Tahun 1–Tahun 1886) ............................. 11 3. Fase Modern (Tahun 1999–Sekarang) .......................... 11 4. Hubungan Manusia ......................................................... 12 D. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia.......................... 13 1. Sasaran Manajemen Sumber Daya Manusia................. 14 2. Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia............... 15 3. Tujuan Kemasyarakatan (Sosial).................................... 16 4. Tujuan Organisasional..................................................... 17 5. Tujuan Fungsional............................................................ 17 6. Tujuan Individu................................................................. 18 E. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia.......................... 18 1. Perencanaan....................................................................... 19 2. Staffing............................................................................. 19 3. Pengembangan Sumber Daya Manusia......................... 20 4. Kompensasi dan Benefit.................................................. 20 5. Keamanan dan Kesehatan............................................... 21 Daftar Isi



 xi



http://pustaka-indo.blogspot.com



6. Pegawai dan Relasi Kerja................................................. 21 7. Riset Sumber Daya Manusia........................................... 21 F. Penutup...................................................................................... 21 BAGIAN KEDUA: PERENCANAAN Sumber Daya Manusia ... 23 BAB 2 ANALISIS PEKERJAAN........................................................ 25 A. Pendahuluan.............................................................................. 25 B. Hakikat Analisis Pekerjaan...................................................... 28 C. Manfaat Analisis Pekerjaan..................................................... 30 1. Fungsi Administrasi......................................................... 31 2. Fungsi Pengembangan..................................................... 32 D. Data dan Informasi untuk Analisis Peker­jaan...................... 33 1. Tipe Informasi Analisis Pekerjaan.................................. 34 2. Metode Analisis Pekerjaan............................................... 35 3. Rekam Pegawai.................................................................. 37 4. Kombinasi Metode............................................................ 38 E. Uraian Pekerjaan....................................................................... 38 1. Identifikasi Jabatan........................................................... 38 2. Ringkasan Jabatan............................................................. 39 3. Tanggung jawab dan Kewajiban yang Dilakukan......... 39 4. Wewenang yang Dimiliki ............................................... 39 5. Standar Kinerja................................................................. 39 6. Kondisi Kerja dan Lingkungan Fisik.............................. 40 F. Pelaksanaan Analisis Pekerjaan .............................................. 40 1. Tahap Analisis Pekerjaan................................................. 40 2. Tahap Pengumpulan Data................................................ 41 3. Langkah Analisis Pekerjaan............................................. 41 G. Jenis Analisis Pekerjaan............................................................ 43 1. Analisis Pekerjaan Tradisional........................................ 43 2. Analisis Pekerjaan Berorientasi Hasil............................. 43 H. Spesifikasi Pekerjaan................................................................ 44 I. Tantangan dalam Analisis Pekerjaan..................................... 46 J. Desain Pekerjaan...................................................................... 47 K. Pendekatan dalam Desain Pekerjaan...................................... 50 1. Pengayaan Pekerjaan........................................................ 50 2. Perluasan Kerja................................................................. 51 3. Simplifikasi Pekerjaan...................................................... 51 4. Penyederhanaan Pekerjaan.............................................. 52 L. Penutup...................................................................................... 52 xii



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 3 PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA .................... 53 A. Pendahuluan ............................................................................. 53 B. Pengertian Perencanaan Sumber Daya Ma­nusia .................. 55 1. Pengertian Perencanaan .................................................. 55 2. Pengertian SDM dan MSDM.......................................... 65 3. Pengertian Perencanaan SDM ....................................... 68 C. Pendekatan Perencanaan SDM .............................................. 72 D. Tujuan dan Manfaat Perencanaan Sumber Daya Manusia... 74 E. Tantangan dan Hambatan Implementasi Pe­rencanaan SDM ........................................................................................... 77 1. Tujuan yang Kurang Fokus ............................................. 77 2. Faktor Lingkungan .......................................................... 78 3. Dukungan terhadap Strategi Organisasi ....................... 79 4. Persaingan yang Semakin Sengit ................................... 79 5. Kecenderungan Organisasi untuk Bertahan ................ 79 6. Komitmen yang Kurang .................................................. 79 7. Peramalan yang Kurang Baik ......................................... 80 8. Konflik Internal Organisasi ............................................ 80 F. Fase Proses Perencanaan Sumber Daya Manusia ................ 82 1. Fase Pertama: Mengidentifikasi Isu Bisnis yang Utama 82 2. Fase Kedua: Menentukan Implikasi SDM..................... 82 3. Fase Ketiga: Mengembangkan Tujuan dan Sasaran SDM.. 83 4. Fase Keempat: Merancang dan Melaksanakan Kebijakan, Program, serta Praktik SDM........................................... 83 5. Fase Kelima: Mengevaluasi, Merevisi, dan Memfokuskan Kembali ............................................................................. 84 G. Model Perencanaan Sumber Daya Manusia ......................... 84 1. Model Mason Haire .......................................................... 84 2. Model USAF....................................................................... 87 3. Peramalan Kebutuhan SDM ........................................... 90 H. Audit Perencanaan Sumber Daya Manusia........................... 90 1. Analisis Lingkungan......................................................... 90 2. Penilaian Organisasional................................................. 96 I. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Pe­ren­canaan Sumber Daya Manusia............................................................................ 99 1. Perubahan Demografi...................................................... 99 2. Perubahan Teknologi....................................................... 100 3. Kondisi Peraturan dan Perundang-undangan.............. 100 4. Perubahan Perilaku terhadap Karier dan Pekerjaan.... 101 Daftar Isi



 xiii



http://pustaka-indo.blogspot.com



J. Perencanaan Sumber Daya Manusia Stra­tegik ................... 104 1. Langkah-Langkah dalam Perencanaan Strategik Sumber Daya Manusia.................................................................... 106 2. Tingkat Perencanaan Strategik Sumber Daya Manusia. 107 K. Tantangan dalam Perencanaan Sumber Daya Manusia... 108 1. Perspektif Mikro............................................................... 108 2. Perspektif Makro............................................................... 110 L. Penutup...................................................................................... 115 BAB 4 REKRUTMEN DAN SELEKSI PEGAWAI ............................ 117 A. Pendahuluan.............................................................................. 117 B. Hakikat Rekrutmen ................................................................. 119 1. Pengertian Rekrutmen..................................................... 119 2. Tujuan Rekrutmen............................................................ 120 3. Filosofi Rekrutmen........................................................... 122 4. Hambatan Rekrutmen...................................................... 123 5. Tahapan Rekrutmen......................................................... 126 C. Metode dan Teknik Rekrutmen ............................................. 127 1. Metode Rekrutmen........................................................... 127 2. Teknik Rekrutmen............................................................ 128 D. Strategi dan Sumber Rekrutmen ........................................... 130 1. Strategi Rekrutmen........................................................... 130 2. Sumber Rekrutmen.......................................................... 132 3. Evaluasi Rekrutmen ........................................................ 139 4. Pengaruh Eksternal pada Rekrutmen ........................... 139 E. Hakikat Seleksi.......................................................................... 140 1. Pengertian Seleksi............................................................. 140 2. Pendekatan Seleksi............................................................ 141 3. Faktor Penting dalam Seleksi ......................................... 141 4. Hambatan Pelaksanaan Seleksi....................................... 142 5. Alat dan Tahapan Seleksi................................................. 143 F. Masalah Etika dalam Pelaksanaan Re­­krut­­­men................. 147 G. Analisis Biaya dan Manfaat dalam Re­krut­men.................... 153 H. Pengambilan Keputusan Pengangkatan Pe­kerja............... 155 1. Model Aditif...................................................................... 155 2. Model Pisah Batas Berganda........................................... 157 3. Model Rintangan Ganda.................................................. 158 4. Model Pencocokan Profil................................................. 159 xiv



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



I. Orientasi dan Penempatan Pegawai....................................... 161 J. Penutup...................................................................................... 162 BAGIAN KETIGA: PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA 165 BAB 5 PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA............................................................................... 167 A. Pendahuluan.............................................................................. 167 B. Hakikat Pelatihan..................................................................... 168 1. Pengertian Pelatihan......................................................... 168 2. Pentingnya Pelatihan........................................................ 172 C. Strategi Pelatihan...................................................................... 174 D. Manfaat dan Kebutuhan Pelatihan ........................................ 177 1. Manfaat Pelatihan............................................................. 177 2. Kebutuhan Pelatihan ....................................................... 179 E. Mendesain Aktivitas Pelatihan yang Efek­tif.......................... 180 F. Proses Pelatihan........................................................................ 183 1. Penilaian Kebutuhan Pelatihan....................................... 183 2. Memastikan Kesiapan Organisasi terhadap Pelatihan. 187 3. Mengondisikan Lingkungan Belajar.............................. 188 4. Berbagai Keterampilan Manajemen Diri....................... 189 5. Metode Pelatihan.............................................................. 189 6. Evaluasi Program Pelatihan............................................. 196 G. Teori Belajar ............................................................................. 196 H. Konsep Organisasi Pembelajaran .......................................... 197 I. Proses Pembelajaran Organisasi ............................................ 199 J. Karakteristik Kunci Pembelajaran Orga­nisasi ..................... 202 1. Visi Organisasi ................................................................. 204 2. Kepemimpinan ................................................................. 205 3. Manajemen Ilmu Pengetahuan dan Komunikasi ........ 206 4. Budaya Belajar .................................................................. 207 K. Pengembangan Sumber Daya Manusia................................. 209 1. Keusangan Pegawai.......................................................... 210 2. Diversifikasi Tenaga Kerja Domestik dan Internasional.. 211 3. Perubahan Teknologi....................................................... 211 4. Pengembangan Aturan dan Tindakan Tegas................ 211 5. Turn over-nya Pekerja...................................................... 212 L. Penentuan Pengembalian Investasi Pe­la­tihan .................... 212



Daftar Isi



 xv



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Analisis Biaya Berbanding Manfaat................................ 213 2. Penentuan Biaya................................................................ 213 3. Penentuan Manfaat........................................................... 213 4. Membuat Analisis............................................................. 214 M. Penutup...................................................................................... 214 BAB 6 KOMPENSASI........................................................................ 216 A. Pendahuluan.............................................................................. 216 B. Hakikat Kompensasi ............................................................... 218 1. Pengertian Kompensasi................................................... 218 2. Asas Kompensasi.............................................................. 220 C. Jenis Kompensasi...................................................................... 222 D. Fungsi dan Tujuan Kompensasi.............................................. 225 E. Sistem Kompensasi................................................................... 228 F. Kebijakan Penentuan Kompensasi ........................................ 229 1. Tahapan Penentuan Kebijakan........................................ 229 2. Kompensasi dan Manfaat (Benefit)................................ 230 3. Komponen Kompensasi................................................... 232 4. Waktu Pembayaran Kompensasi.................................... 234 G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kom­pensasi............... 234 H. Kompensasi: Gaji, Upah, dan Insentif .................................. 237 1. Gaji dan Upah................................................................... 237 2. Insentif............................................................................... 238 I. Motivasi dan Kompensasi........................................................ 244 1. Keadilan Internal.............................................................. 244 2. Keadilan Eksternal............................................................ 245 3. Keadilan Individu............................................................. 245 J. Penutup...................................................................................... 247 BAB 7 PENGEMBANGAN KARIER................................................. 250 A. Pendahuluan.............................................................................. 250 B. Hakikat Karier .......................................................................... 251 1. Pengertian Karier.............................................................. 251 2. Perspektif Karier............................................................... 253 C. Pengembangan Karier.............................................................. 260 1. Analisis Konteks Manajemen Karier.............................. 263 2. Perencanaan Karier........................................................... 264 D. Model Pengembangan Karier.................................................. 273 xvi



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Model Tradisional............................................................. 273 2. Model Kontemporer......................................................... 276 E. Efektivitas Karier...................................................................... 278 1. Kinerja Karier.................................................................... 279 2. Sikap-Sikap Karier............................................................ 279 3. Adabtabilitas Karier.......................................................... 280 4. Identitas Karier.................................................................. 280 F. Tahap-Tahap Pengembangan Karier...................................... 281 1. Fase Awal........................................................................... 281 2. Fase Lanjutan..................................................................... 283 3. fase Mempertahankan...................................................... 283 4. Fase Pensiun...................................................................... 284 G. Program Pengembangan Karier............................................. 285 1. Pengembangan Karier Terintegrasi dengan Perencanaan . SDM.................................................................................... 285 2. Hubungan Antara Perencanaan Karier dengan Pengem ­ bangan Karier..................................................................... 286 3. Kebutuhan Pekerja............................................................ 287 4. Manfaat Pengembangan Karier...................................... 287 5. Isu dan Masalah dalam Pengembangan Karier ........... 291 H. Pembinaan Karier .................................................................... 293 1. Tanggung Jawab Pembinaan Karier............................... 293 2. Penyusunan Pengembangan Karier................................ 294 I. Peran Organisasi dalam Karier Pegawai................................ 295 1. Pendidikan Karier ............................................................ 295 2. Informasi Perencanaan Karier ....................................... 296 3. Bimbingan Karier ............................................................ 296 J. Penutup...................................................................................... 297 BAGIAN KEEMPAT: PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA .... 299 Bab 8 Kepuasan Kerja ............................................................... 301 A. Pendahuluan.............................................................................. 301 B. Hakikat Kepuasan Kerja ......................................................... 302 1. Pengertian Kepuasan Kerja............................................. 302 2. Teori Kepuasan Kerja....................................................... 304 C. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Ke­puasan Kerja..... 307 D. Pentingnya Kepuasan Kerja ................................................... 310 E. Dampak Kepuasan Kerja pada Kinerja Pe­gawai .......................... 312 Daftar Isi



 xvii



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Kepuasan Kerja dan Kinerja ........................................... 312 2. Kepuasan Kerja dan Kemangkiran................................. 314 3. Kepuasan Kerja dan Keluar Masuknya Pegawai .......... 315 4. Kepuasan Kerja dan Pencurian ...................................... 316 5. Kepuasan Kerja dan Hubungannya dengan Variabel Lain..................................................................................... 317 F. Profil Pegawai yang Puas......................................................... 318 G. Cara Pegawai Mengungkapkan Ketidakpuasan ............... 319 H. Pengukuran Kepuasan Kerja................................................... 321 1. Dimensi Survei Kepuasan Kerja..................................... 324 2. Penelaahan Kepuasan Kerja............................................ 329 I. Penutup...................................................................................... 330 BAB 9 DISIPLIN KERJA ................................................................... 332 A. Pendahuluan.............................................................................. 332 B. Hakikat Disiplin Kerja............................................................. 333 1. Pengertian Disiplin........................................................... 333 2. Pendekatan Disiplin Kerja............................................... 339 C. Tujuan dan Manfaat Disiplin Kerja dalam Organisasi........ 339 D. Prinsip-Prinsip Disiplin........................................................... 343 1. Prosedur dan Kebijakan yang Pasti ............................... 346 2. Tanggung Jawab Kepengawasan..................................... 346 3. Mengomunikasikan Berbagai Peraturan....................... 347 4. Tanggung Jawab Pemaparan Bukti................................. 347 5. Perlakuan yang Konsisten................................................ 347 6. Pertimbangan atas Berbagai Situasi .............................. 348 7. Peraturan dan Hukuman yang Masuk Akal.................. 349 E. Proses Tindakan Disipliner..................................................... 350 1. Langkah-Langkah Disiplin Progresif............................. 351 2. Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja.................................. 353 F. Riset Disiplin Kerja................................................................... 355 G. Penutup...................................................................................... 358 BAB 10 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ...................... 360 A. Pendahuluan.............................................................................. 360 B. Hakikat dan Tujuan K3 ........................................................... 361 1. Pengertian Keselamatan Kerja ....................................... 361 2. Pengertian Kesehatan Kerja ........................................... 363 3. Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) ........... 364 xviii



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



4. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................... 366 5. Tinjauan Lahirnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja 369 C. Perilaku Keselamatan (Behavioral Safety) ............................ 373 1. Pengertian Perilaku Keselamatan .................................. 373 2. Mengapa Perilaku Tidak Aman Terjadi? ...................... 374 3. Upaya Meminimalkan Pengabaian Keselamatan ........ 376 4. Pelibatan Partisipasi Pegawai ......................................... 376 5. Membutuhkan Dukungan dari Manajer ...................... 377 D. Keselamatan Kerja: Dampak Ekonomi ................................. 378 1. Biaya Kecelakaan ............................................................. 378 2. Dampak Ekonomi Keselamatan Kerja .......................... 379 3. Fokus Program Keselamatan .......................................... 380 4. Mengembangkan Program Keselamatan ...................... 381 E. Evaluasi Program Kerja .......................................................... 384 1. Ergonomika ...................................................................... 385 2. Pegawai yang Rentan ....................................................... 386 3. Organisasi yang Rentan .................................................. 387 4. Konsekuensi Hukum Kekerasan di Tempat Kerja ....... 387 5. Karakteristik Individu dan Organisasi untuk Diawasi 388 6. Tindakan Pencegahan ..................................................... 388 F. Kesehatan Pegawai: Stres Kerja .............................................. 389 1. Karakteristik Stres Kerja ................................................. 389 2. Akibat Potensial dari Stres .............................................. 390 3. Pekerjaan yang Penuh Stres ............................................ 390 4. Faktor-Faktor Keorganisasian ........................................ 391 5. Faktor-Faktor Pribadi ...................................................... 393 6. Faktor Lingkungan Umum ............................................. 394 7. Mengelola Stres ................................................................ 394 G. Kesehatan Pegawai: Kejenuhan .............................................. 395 H. Program Kesehatan ................................................................. 396 1. Program Kebugaran Fisik ............................................... 399 2. Penyalahgunaan Zat Berbahaya ..................................... 400 3. Penyalahgunaan Alkohol ................................................ 401 4. Penyalahgunaan Obat ..................................................... 401 5. Tempat Kerja yang Bebas dari Penyalahgunaan Zat Ber­­ ba­ haya ......................................................................... 402 I. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kese­hatan Kerja (SMK3)....................................................................................... 404 Daftar Isi



 xix



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Komitmen dan Kebijaksanaan ....................................... 405 2. Perencanaan K3 ............................................................... 406 3. Penerapan atau Pelaksanaan K3 .................................... 406 4. Pengukuran dan Evaluasi K3 ......................................... 408 J. Dukungan Manajemen K3 Bagi Pegawai ............................. 409 1. Program Bantuan Pegawai (PBP) .................................. 409 2. Tempat Kerja Bebas Rokok ............................................. 410 K. Keselamatan Kesehatan Kerja dalam Era Global ............... 413 L. Penutup ..................................................................................... 414 BAGIAN kELIMA: MEMBANGUN TIM KERJA UNTUK KINERJA. 417 BAB 11 MEMBANGUN KERJA SAMA TIM ...................................... 419 A. Pendahuluan ............................................................................. 419 B. Hakikat Tim Kerja ................................................................... 420 C. Umpan Balik dalam Proses Pengaturan Tim Kerja ............. 423 1. Konsistensi Tim ............................................................... 426 2. Perubahan Kinerja Tim .................................................. 426 D. Pengoptimalan Kinerja Tim ................................................... 428 1. Tim Besar Tidak Berarti Lebih Baik ............................. 429 2. Fokus pada Proses ............................................................ 430 E. Membangun Tim yang Tangguh ........................................... 431 1. Faktor Pengganggu Eksternal ........................................ 431 2. Faktor Gangguan Internal .............................................. 432 F. Pengembangan Tim ................................................................. 434 1. Kemampuan Mengatur ................................................... 434 2. Pengendalian .................................................................... 435 3. Meningkatkan Kompetensi Anggota Tim .................... 436 G. Tim sebagai Sistem .................................................................. 437 1. Tim sebagai Proses .......................................................... 438 2. Teori Sistem ...................................................................... 439 3. Kausalitas Melingkar ....................................................... 442 4. Sistem Terbuka dan Sistem Tertutup ............................ 443 H. Prinsip Sistem ........................................................................... 443 1. Transfer Energi ................................................................. 444 2. Unsur-Unsur Sistem......................................................... 445 3. Karakteristik Sistem ......................................................... 445 I. Penutup ..................................................................................... 446



xx



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 12 MENGELOLA TIM KERJA YANG EFEKTIF ...................... 448 A. Pendahuluan ............................................................................. 448 B. Kerja Tim: Keuntungan dan Manfaat .................................. 449 C. Mempersiapkan Tim yang Sukses ......................................... 453 1. Komunikasi........................................................................ 455 2. Musyawarah/Mufakat...................................................... 456 3. Pengadaan Kontrak ......................................................... 457 D. Konflik dalam Organisasi ....................................................... 458 1. Pengertian Konflik ........................................................... 458 2. Jenis Konflik Organisasi ................................................. 460 3. Faktor-Faktor Konflik Kerja ........................................... 463 4. Bentuk-Bentuk Konflik dalam Organisasi ................... 464 5. Proses Konflik .................................................................. 464 6. Cara dan Strategi Mengatasi Konflik dalam Organisasi 466 7. Peranan Konflik Kerja dalam Organisasi ..................... 468 E. Konflik dalam Tim Kerja ........................................................ 469 1. Penyebab Konflik Tim Kerja .......................................... 469 2. Manajemen Konflik dalam Tim Kerja dan Penyele saiannya ............................................................................. 470 3. Mengelola Konflik dalam Membangun Kerja Sama Tim 471 F. Stres Kerja ................................................................................. 472 1. Pengertian Stres Kerja ..................................................... 472 2. Penyebab Stres Kerja ....................................................... 473 3. Pendekatan Stres Kerja .................................................... 474 4. Cara Mengatasi Stres Kerja ............................................. 475 G. Penutup ..................................................................................... 475 BAB 13 KINERJA PEGAWAI ............................................................. 478 A. Pendahuluan.............................................................................. 478 B. Hakikat Kinerja ........................................................................ 479 1. Membangun Kinerja ....................................................... 483 2. Dimensi Kinerja ............................................................... 487 C. Kinerja Organisasi ................................................................... 488 1. Penilaian Kinerja Organisasi .......................................... 488 2. Model dan Proses Kinerja .............................................. 490 D. Pengelolaan Kinerja ................................................................. 491 1. Organisasi sebagai Sistem ............................................... 493 2. Manfaat dan Tantangan Manajemen Kinerja .............. 495 Daftar Isi



 xxi



http://pustaka-indo.blogspot.com



3. Perencanaan Kinerja Organisasi .................................... 499 4. Proses Perencanaan Strategi ........................................... 501 E. Tujuan dan Sasaran Kinerja ................................................... 503 1. Tujuan Kinerja .................................................................. 503 2. Integrasi Tujuan ............................................................... 506 3. Tujuan Menfasilitasi Kinerja .......................................... 508 4. Kesalahan yang Harus Dihindari .................................. 509 5. Sasaran Kinerja ................................................................ 510 F. Komunikasi Kinerja................................................................. 511 G. Evaluasi Kinerja ....................................................................... 512 1. Tindak Lanjut Kinerja ..................................................... 512 2. Aktivitas Perencanaan Kinerja ....................................... 513 H. Sasaran Penilaian Kinerja ....................................................... 514 1. Hakikat Pekerjaan ............................................................ 515 2. Upah Pekerja .................................................................... 516 I. Penutup ..................................................................................... 517 BAB 14 PENILAIAN KINERJA .......................................................... 519 A. Pendahuluan.............................................................................. 519 B. Tujuan Penilaian Kinerja ........................................................ 520 C. Persyaratan Penilaian Kinerja ................................................ 525 1. Input (Masukan)............................................................... 525 2. Proses ................................................................................. 526 3. Output (Luaran)................................................................ 527 D. Patokan Kinerja ........................................................................ 527 E. Metode Penilaian Kinerja ....................................................... 529 1. Penilaian Kinerja dengan Metode Tradisional ............ 534 2. Skala Penilaian Grafis (Skala Rating Grafis)................. 535 3. Metode Pemangkatan ...................................................... 537 4. Ranking Alternatif ........................................................... 538 5. Pembobotan Checklist ..................................................... 538 6. Kriteria yang Menjelaskan .............................................. 538 7. Metode Distribusi Paksa ................................................. 539 8. Critical Incidents ...................................................... 539 9. Skala Penilaian yang Diberi Bobot Menurut Perilaku 541 10. Behavioral Observation Scales (BOS) ............................ 544 11. Format Berdasarkan Output ..................................... 545 12. Skala Standar Campuran ................................................ 546 xxii



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



13. Esai atau Format Naratif ................................................. 546 14. Metode Alokasi Poin (Point Allocation Method) ......... 548 15. Paired Comparisons ................................................. 549 F. Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBS).............................. 550 1. Indeks-Indeks Sasaran (Objectives Indices)................... 552 2. Pendekatan Standar Kinerja ........................................... 552 3. Pendekatan Indeks Langsung ......................................... 554 4. Catatan Prestasi ................................................................ 555 G. Jenis Pengukuran Kinerja dalam Balanced Scorecard ............ 556 1. Komponen Balanced Scorecard....................................... 556 2. Tahapan Penyusunan Balanced Scorecard .................... 556 3. Konsep Penilaian Balanced Scorecard ........................... 558 H. Pemilihan Metode Penilaian Kinerja .................................... 561 1. Penentuan Metode yang Tepat ....................................... 561 2. Analisis Penilaian Pekerjaan dan Kinerja ..................... 562 3. Pertimbangan-Pertimbangan Organisasional ............. 562 I. Tingkat Kesalahan Penilaian Kinerja .................................... 563 1. Bias Penilai ........................................................................ 564 2. Efek Halo (Halo Effect) .................................................... 565 3. Halo dan Horn .................................................................. 566 4. Kelunakan (Leniency) ...................................................... 566 5. Keketatan (Strictness) ...................................................... 567 6. Kecenderungan Memusat ............................................... 567 7. Keutamaan dan Kebaruan Kejadian .............................. 568 8. Efek Kontras ..................................................................... 568 9. Peningkatan Komitmen .................................................. 569 10. Pembobotan dan Penyesuaian ....................................... 569 11. Ramalan Pemenuhan Diri .............................................. 569 J. Penyebab Berbagai Masalah Penilaian Ki­nerja .................... 571 1. Kesalahan-Kesalahan Tidak Disengaja ......................... 571 2. Kesalahan-Kesalahan Disengaja .................................... 573 3. Mengurangi Masalah-Masalah Penilaian Kinerja ....... 573 4. Contoh Penilaian Kinerja pada Organisasi PT. Jeremy Sukses Mandiri .................................................................. 574 K. Pusat Penilaian Kinerja ........................................................... 576 1. Tujuan dari Pusat Penilai ................................................ 577 2. Sebuah Program Khusus ................................................. 577 3. Persoalan Pusat Penilaian ............................................... 579



Daftar Isi



 xxiii



http://pustaka-indo.blogspot.com



L. Manfaat Pengukuran Kinerja ................................................. 579 1. Pengembangan Pegawai .................................................. 580 2. Kepuasan Pegawai ............................................................ 583 3. Keputusan Kompensasi ................................................... 585 4. Komunikasi dan Kinerja ................................................. 586 5. Membangun Motivasi Pegawai ...................................... 587 M. Standar Beban Kerja ................................................................ 589 1. Tanggapan atas Sistem Perangsang ............................... 593 2. Berjuang untuk Tarif “Yang Lebih Baik” ...................... 595 N. Strategi Peningkatan Kinerja .................................................. 595 1. Dorongan Positif .............................................................. 596 2. Lakukan Audit Kinerja .................................................... 596 3. Penetapan Standar dan Tujuan Kinerja ........................ 597 4. Memberikan Umpan Balik kepada Pegawai Mengenai Kiner­ janya ......................................................................... 597 5. Memberikan Pegawai Pujian atau Imbalan Lain Terkait de­ ngan Kinerja ................................................................. 598 6. Hubungan Antar Kelompok ........................................... 600 7. Peran Serikat Sekerja ....................................................... 601 8. Sumbangan Penilai .......................................................... 601 9. Hubungan Antara Pengawas dan Telaah Waktu ......... 602 10. Kerja yang Tidak Diukur ................................................ 602 O. Penutup ..................................................................................... 603 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 605 PROFIL PENULIS ................................................................................ 613



xxiv



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



Bagian Pertama Pengantar



http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 1



KONSEP DASAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA



A. PENDAHULUAN Mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi hal yang teramat penting pada abad ini, demikian dikemukakan oleh Schuler dan Jackson (1997). Per­ nyataan tersebut tidaklah terbantahkan, mengingat SDM menjadi sentral dalam pencapaian tujuan organisasi. Pada dasarnya, sumber daya dapat dibagi dua, yaitu sumber daya manusia (Human Resources) dan sumber daya alam (Natural Resources). Dalam berbagai kepustakaan manajemen dikenal dengan konsep “6M”, yaitu Man, Money, Material, Machine, Methode, dan Market. Sumber Daya Manusia dalam setiap organisasi baik publik maupun bisnis, adalah sumber daya yang utama, di samping berbagai sumber daya sumber daya lainnya. Hal itu diakibatkan manusia menjadi pelaku utama yang akan menggerakkan berbagai sumber daya di­maksud. Oleh sebab itu, dalam me­ ngelola berbagai sumber daya tersebut, SDM-nya haruslah berkualitas. Dengan kata lain, berbagai sumber daya yang me­limpah ruah jika tidak diikuti dengan kompetensi SDM akan menjadi per­cuma karena tidak dapat dikelola dan di­ manfaatkan dengan baik. Jumlah modal yang besar ketika tidak dapat dikelola manusia dengan baik, akan menjadi modal yang mati tidak akan bertambah, bahkan kemung­ kinan yang terjadi akan sebaliknya, yakni akan berkurang. Demikian juga halnya dengan bahan baku yang besar ketika tidak dapat diolah menjadi bahan jadi, nilainya tidak dapat ditingkatkan. Mesin-mesin canggih ketika tidak dapat dioperasionalkan dan dipelihara dengan baik, akan menjadi besi tua yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, sistem informasi yang menjadi tu­ runan dari metode, akan sangat membantu pelaksanaan pekerjaan jika sistem tersebut dapat diciptakan dan dioperasionalkan. Sementara itu, pasar akan Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 3



http://pustaka-indo.blogspot.com



menjadi sangat penting untuk memasarkan suatu produk. Untuk itulah, ke­ mampuan menguasai pasar akan sangat menunjang keberhasilan suatu or­ga­ nisasi. Pada umumnya, para ahli sepakat untuk memberdayakan berbagai sumber daya sebagaimana dijelaskan di atas, proses manajemen harus di­jalankan dengan mengoperasionalkan fungsi-fungsi manajemen, diantaranya perencanaan, peng­ organisasian, pengarahan, dan pengawasan. Perencanaan berbicara tentang penetapan tujuan dan standar yang dikehendaki; pe­ne­tapan aturan dan prosedur yang diinginkan; penyusunan rencana dan per­kiraan capaian, serta proyeksi kemungkinan yang akan terjadi. Kemudian peng­or­ganisasian berbicara tentang penetapan berbagai fungsi yang me­la­hirkan struktur organisasi, penentuan jalur wewenang dan tanggung jawab, pende­legasian wewenang, pendistribusian pe­ gawai sesuai fungsi, penetapan uraian pekerjaan bagi setiap anggota organisasi. Selanjutnya, pengarahan atau kepe­mimpinan1 membahas penggerakan pegawai supaya melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang ditentukan, pembinaan dan pemotivasian pegawai untuk berbuat yang terbaik bagi organisasi. Sementara itu, peng­awasan membahas mulai dari penyusunan standar baik standar kualitas, maupun standar kuan­titas; pelaksanaan pemeriksaan untuk menentukan bahwa standar yang ditetapkan sesuai dengan hasil yang diperoleh; meng­adakan tin­dakan korektif untuk hasil yang tidak sesuai dengan standar yang telah di­ten­tukan. Mengingat peran yang sangat vital tersebut, pandangan organisasi ter­­hadap sumber daya manusia terus berkembang, pada awalnya SDM hanya diposisikan sama saja dengan sumber daya lainnya, berubah pada awal abad 20 menjadi sumber daya yang terutama. Selanjutnya seiring dengan mema­suki abad milenium manusia telah diposisikan sebagai modal dengan lahirnya konsep Human Capital di mana manusia dipandang sebagai faktor yang dapat meng­ hasilkan modal, dalam artian SDM yang berkualitas dapat menyusun business plan yang baik sehingga proyek yang akan dilakukan tersebut akan dapat meyakinkan investor untuk membiayai proyek tersebut. Pandangan terakhir sumber daya manusia diposisikan sebagai “Human capital”, yang memposisikan sumber daya manusia sebagai modal (Fitz-enz; Davidson, 2012); “Human Investment” yang berarti bahwa SDM sebagai investasi. La­yaknya investasi 1







4



Secara umum, fungsi mendasar manajemen terdapat empat fungsi yang diakronimkan Terry menjadi POAK (Planning, Organizing, Actuaiting, Controlling). Terdapat variasi pe­ne­tapan fungsi ketiga di antara para ahli tentang penggerakan. Stephen Robbins dan Mary Coutler, misalnya lebih menggunakan fungsi kepemimpinan, dengan argumentasi bahwa seseorang bergerak melakukan apa yang dikehendaki pimpinan, melalui kepe­ mim­ pinan­ nya. Artinya, apabila menginginkan reaksi yang positif dari pegawai maka pemimpin harus mem­berikan aksi yang diinginkan pegawai terlebih dahulu, lalu pegawai akan bereaksi sesuai dengan ke­inginan pemimpin. Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



harus dikelola dengan baik sehingga membawa manfaat bagi organisasi. Apabila manusia menjadi investasi harusnya dikembangkan me­lalui peningkatan pen­ didikan formal, informal, maupun nonformalnya. Pe­ningkatan kemam­puan tersebut membutuhkan investasi yang besar, tetapi ketika sudah berhasil maka manusia tersebut akan berfungsi bagaikan “tam­bang” bagi organisasi. Oleh sebab itu, pemberlakuan organisasi terha­dap SDM semakin baik. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu pendekatan terhadap ma­najemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar. 1. Sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keber­ hasilan organisasi tersebut. 2. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari orga­nisasi tersebut saling berhubungan, dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi dan perencanaan strategis. 3. Kultur dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar ter­ hadap hasil pen­capaian yang terbaik. 4. Manajemen SDM berhubungan dengan integrasi, yakni semua anggota or­ ganisasi tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sebelum membahas MSDM, sebaik­nya terlebih dahulu dikupas pengertian manajemen. Manajemen memiliki tiga dimensi, yakni sumber daya, pengelolaan, dan tujuan. Pada hakikatnya, ma­najemen adalah pengelolaan berbagai sumber daya yang dimiliki (6-M) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai sumber daya yang ada harus direncanakan dengan baik, diorganisasikan, di­ gerak­kan, dan diawasi sehingga penggunaannya tepat sebagaimana rencana yang ditetapkan. Tujuan seba­gai dimensi terakhir, haruslah jelas dan terukur. Jelas dalam artian penger­tiannya tidak mendua dan terukur sehingga maksudnya dapat diukur dengan baik. Penetapan tujuan untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya meru­pakan penetapan tujuan yang tidak jelas dan tidak ter­ ukur. Tidak jelas, sebab “hasil” dapat dimaknai dalam berbagai aspek. Dalam pengelolaan difokuskan kepada manusia, mengingat manusia akan menjadi fokus dan aktor utama karena manusialah yang akan meren­canakan, mengorganisasi, menggunakan, dan mengawasi berbagai sumber daya alam yang dimiliki. Ketersediaan SDA yang melimpah kurang berguna jika tidak dapat dikelola dengan baik oleh manusia. Untuk itulah, organisasi dituntut untuk merencanakan dan mengembangkan kualitas SDM dengan terus-menerus. Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 5



http://pustaka-indo.blogspot.com



Dengan alasan tersebut, para pakar ma­na­jemen mengem­bang­kan cabang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). MSDM me­ru­pa­kan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, peng­ organisasian, pelaksanaan, dan pengen­dalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/ bidang produksi, pemasaran, ke­uangan, maupun kepe­gawaian. Istilah “mana­ jemen” mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana se­ harusnya memanage (mengelola) SDM. Pencapaian tujuan organisasi terdapat berbagai masalah yang dihadapi, tidak hanya masalah bahan mentah, alat-alat kerja, mesin-mesin produksi, uang dan lingkungan kerja saja, tetapi juga menyangkut pegawai (SDM) yang mengelola faktor-faktor produksi lainnya tersebut. Akan tetapi, perlu di­ingat bahwa SDM sendiri sebagai faktor produksi, seperti halnya faktor produksi lainnya, merupakan masukan (input) yang harus diolah oleh organisasi dan menghasilkan keluaran (output). Pegawai baru yang belum mempunyai ke­ terampilan dan keahlian perlu dilatih terlebih dahulu sehingga menjadi pe­ gawai yang berkualitas dan terampil. Apabila dia dilatih lebih lanjut serta diberikan pengalaman dan motivasi, dia akan menjadi pegawai yang andal dan akan berkontribusi besar bagi organisasi. Pengelolaan SDM yang seperti inilah yang menjadi fokus manajemen SDM. Semakin besar suatu organisasi, akan semakin makin besar pegawai yang bekerja di dalam organisasi tersebut, sehingga besar kemungkinan timbulnya permasalahan di dalamnya, seperti konflik, stres, demotivasi, tidak berdisiplin, dan permasalahan lainnya. Berbagai permasalahan tersebut juga dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan kemajemukan masyarakat di mana para pe­ gawai itu berasal. Hal yang sama juga terjadi bahwa semakin maju suatu ma­syarakat, akan semakin banyak juga permasalahan yang akan dihadapi masya­rakat tersebut. Penanganan berbagai persoalan tersebut sangat tergan­tung pada tingkat kesadaran manajemen terhadap pentingnya SDM dalam pen­ capaian tujuan organisasi. Sekalipun pegawai merupakan 80% dari kekayaan korporasi, tetapi sulit­ lah untuk memahami dan bagaimana mengukur mereka dalam mem­beri­kan kontribusi terhadap organisasi secara bottom line. Hal itu menandakan bahwa mengelola SDM sangatlah sulit sehingga manager SDM sering di bawah tekanan dari lembaga, investor, dan analisis untuk menunjukkan bagaimana mereka mengelola human capital dalam organisasi mereka. Dalam artikel Human Relation Magazine, disebutkan bahwa “Asset human capital” orga­nisasi adalah jumlah kolektif atribut, pengalaman hidup, pengetahuan, inventiveness (daya temu), energi, dan antusiasme yang dipilih orang untuk investasi dalam kerja 6



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



mereka”. Human capital assessment (penilaian human capital) “membawa pada jenis berbeda peran untuk HR”, kata David Norton dari the Balanced Scorecard Collaborative. Ekskutif HR dapat membantu kor­ porasi membangun peta strategi, dan “segera mereka memulai membi­ca­rakan bahasa berbeda”, hal yang menempatkan HR pada meja dan membantu ma­najemen senior melihat peran kompleks HR dan human capital dalam sorotan berbeda. Human Relation memulai mengukur dan mengelola human capital yang me­mer­lukan perubahan dalam filosofi untuk organisasi. Dengan manajemen human capital, usaha dilakukan untuk menentukan hubungan yang ada antara aksi human relations tertentu. Diasumsikan bahwa semua pegawai bereaksi sama, profil tiap pegawai dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui sebab dan implikasi yang ditimbulkannya. Mi­ salnya, organisasi membayar pegawai tertentu “kurang dari standar” tetapi memberi pegawai tersebut cuti panjang? Lagi pula, untuk pegawai yang lain, jika organisasi membatasi jam kerja, akankah dia berhenti atau akan mem­be­ri­ tahukan dengan terang? Analisis seperti hal tersebut bukan fiksi ilmiah, melain­ kan hadir hari ini dalam bentuk manajemen human capital. Organisasi telah mulai menyadari bahwa produktivitas pegawai dalam organisasi sangat terkait dengan penentuan “kompetensi dan preferensi” pegawai. Akan tetapi, keputusan human capital management (HCM) dipaksakan untuk cocok de­ngan budaya organisasi tiap organisasi. Ini bukan satu ukuran yang cocok semua situasi.



B. PENGERTIAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MA­ NUSIA Manajemen adalah proses pendayagunaan seluruh sumber daya yang di­­­­­­­­­­­mi­­­­­­­­­­liki organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses dimak­­­sud me­ libatkan organisasi, arahan, koordinasi, dan evaluasi orang-orang guna men­ capai tujuan yang ditetapkan tersebut (Simamora, 2001). Mana­jemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah pendayagunaan, pengembangan, pe­nilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. Manajemen SDM juga me­nyang­kut desain pekerjaan, perencanaan pe­ gawai, seleksi dan penempatan, pengem­bangan pegawai, pengelolaan karier, kompensasi, evaluasi kinerja pengem­bangan tim kerja, sampai dengan masa pensiun. Manajemen SDM dapat didefinisikan sebagai suatu penge­lolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu. Se­lanjutnya, dikemu­kakan bahwa MSDM merupakan suatu perencanaan, peng­organisasian, pengoor­ dinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap peng­adaan, pengem­bangan, Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 7



http://pustaka-indo.blogspot.com



pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Mang­kunegara, 2001). Pada hakikatnya, MSDM merupakan gerakan pengakuan terhadap pen­ ting­nya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial dan sangat dominan pada setiap organisasi. Oleh sebab itu, MSDM adalah keseluruhan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap kegiatan pengadaan seleksi, pelatihan, penempatan, pemberian kompensasi, pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan SDM untuk tercapainya berbagai tujuan individu, masyarakat, pelanggan pemerintah dan organisasi yang bersangkutan (Sihotang, 2007). Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani ber­ bagai masalah pada ruang lingkup pegawai, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk menunjang aktivitas organisasi atau organisasi demi men­ capai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah Departemen Sumber Daya Manusia atau dalam ba­hasa Inggris disebut HRD atau Human Resource Department. Menurut A.F. Stoner mana­ jemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berke­lanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau organisasi dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain sistem peren­ canaan, penyusunan pegawai, pengembangan pegawai, pengelolaan karier, eva­ luasi kinerja, kompensasi pegawai dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manu­sianya. Sementara itu, MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan organisasi, pegawai dan masyarakat Hasibuan. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penerapan secara tepat dan efektif dalam proses rekrutmen, pendayagunaan, pengembangan dan pemeliharaan personil yang dimiliki sebuah organisasi secara efektif untuk mencapai tingkat pendayagunaan SDM yang optimal oleh organisasi tersebut dalam mencapai tujuan-tujuannya. Kegiatan di bidang SDM dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi pekerja. Dari sisi pekerjaan terdiri dari analisis dan evaluasi pekerjaan. Sementara itu, dari sisi pekerja meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja. Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Gary Dessler (1997) adalah kebijakan dari praktik 8



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek “orang” atau SDM dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, pe­nyaringan, pelatihan, pem­ berian imbalan, dan penilaian. Berdasarkan berbagai pemahaman manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya ma­ nusia menurut penulis adalah pengelolaan sumber daya manusia sebagai sumber daya atau aset yang utama, melalui penerapan fungsi mana­jemen maupun fungsi operasional sehingga tujuan organisasi yang telah di­te­tapkan dapat tercapai dengan baik. Fungsi manajemen SDM terdiri dari peren­ca­naan, peng­or­gani­ sasian, pengarahan, pengoordinasian dan peng­awasan. Sementara itu, fungsi operasional SDM adalah analisis dan desain pekerjaan, perencanaan SDM, seleksi, penempatan, pelatihan, pemotivasian, kompensasi, pengem­bangan, peng­ integrasian, pemeliharaan, dan pelepasan atau seperation. Berbagai definisi di atas yang dikemukakan oleh para ahli tersebut me­ nun­jukkan demikian pentingnya MSDM di dalam mencapai tujuan organisasi, pegawai, dan masyarakat. Unsur manajemen (tool of management), biasa dikenal market/marketing, pasar tenaga kerja. Ketika mengelola SDM meli­ batkan setiap orang dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit (Schuler, Jackson, 1997). Hal ini berarti akan menyelesaikan masalah yang ada saat ini dengan tetap mempertahankan pandangan jangka panjang, serta te rus mem­ perbaiki cara kerja sehingga hasil yang ditetapkan dapat dicapai dengan tepat. Artinya, dalam mengelola SDM dewasa ini perlu memperhatikan dua hal, yaitu (1) kegiatan mengelola pegawai, kebijakan dan praktik yang dapat di­gu­ nakan organisasi sekarang; dan (2) kegiatan mengelola kekuatan-kekuatan perubahan (seperti teknologi, restrukturisasi bisnis, masalah hukum, serta sosial) yang harus ditelaah organisasi supaya dapat diposisikan dirinya dalam meng­ hadapi abad ke-21 (Schuler, Jackson, 1997). Sumber daya manusia atau human resources adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasional (Ndraha, 1999). Dalam ilmu kependudukan, konsep ini dapat disejajarkan dengan konsep tenaga kerja (man power), yang meliputi angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja disebut sebagai pekerja. Potensi atau enerji yang digunakan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan berbagai pekerjaan. Umumnya, apabila menggunakan enerji kekuatan fisik saja dan keterampilan yang minim umumnya disebut sebagai buruh atau pekerja kasar dan umumnya mereka merupakan tenaga lepas (tidak organik). Istilah pegawai digunakan untuk tenaga organik tataran rendah, se­ men­tara istilah pegawai digunakan pada tenaga organik tingkat menengah Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 9



http://pustaka-indo.blogspot.com



(white collar) ke atas. Selain perbedaan tersebut, istilah karyawan umumnya digunakan di sektor swasta, sedangkan pegawai digunakan di sektor peme­ rintahan.



C. PERKEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Perkembangan pendekatan Manajemen2 sudah ada sejak ma­nusia itu sendiri ada. Secara umum, dilihat dari perspektif waktu perkem­bangannya dapat dibagi menjadi tiga fase (Siagian, 1994), sebagai berikut.



1. Fase Pra Sejarah (s.d Tahun 1 Masehi) Berdasarkan tinjauan waktu dan tempat perkembangannya dapat dibagi tiga, yakni (1) Zaman Mesopotamia, di mana prinsip-prinsip ma­najemen terlihat dalam bidang: pemerintahan, perdagangan, perhubungan angkutan sungai, dan telah menggunakan uang logam sebagai alat tukar umum; (2) Zaman Babilonia, di mana prinsip-prinsip manajemen terlihat dalam bidang perda­ gangan, pemerintahan, transportasi dan perhubungan dan teknologi; (3) Zaman Mesir Kuno, di mana prinsip-prinsip manajemen terlihat dalam bidang pemerintahan, militer, pertanian, dan arsitektur (pembangunan piramida); (4) Zaman Tiongkok Kuno, dimana prinsip-prinsip manajemen terlihat dalam bidang pemerintahan, perdagangan. Selain itu, dalam zaman Tiongkok Kuno ini sudah mulai diterapkan prinsip-prinsip MSDM dengan lahirnya Undang-Undang Dasar Chow yang telah mengatur pengadaan ke­ pegawaian dengan merit system. (5) Zaman Romawi Kuno, di mana prinsipprinsip manajemen terlihat menonjol dalam bidang pemerintahan khususnya dengan terbitnya buku De Officii atau yang dikenal dengan Office Management, dan buku De Ligibius atau The Law. Selain itu, kemajuan manajemen pada fase ini juga terlihat dengan diangkatnya seorang administrator yang berfungsi sebagai pimpinan suatu lembaga dalam pemerintahan; (6) Zaman Yunani Kuno, di mana prinsip-prinsip manajemen terlihat dalam bidang pemerin­tahan, khususnya dengan dikembangkannya konsep demokrasi. Lahirnya konsep demokrasi di pemerintahan juga berkontribusi besar dalam per­kem­bangan pengelolaan SDM. 2







10



Dalam berbagai kepustakaan perkembangan MSDM tidak ditemukan secara tertulis, yang banyak dijumpai adalah perkembangan manajemen. Meskipun sebagaimana dibahas terdahulu bahwa perkembangan MSDM juga tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu manajemen itu sendiri. Oleh sebab itu dalam buku ini sebagai pengantar disamakan perkembangan ilmu manajemen dengan MSDM itu sendiri, meskipun MSDM memiliki perkembangan dalam cara pandang dan perlakuan yang mereka terima.



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



2. Fase Sejarah (Tahun 1–Tahun 1886) Fase sejarah ditandai dengan peranan dan partisipasi institusi yang mempe­ loporinya, yang dapat dibagi sebagai berikut: (1) Gereja Katolik. Era ini diwar­ nai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa Gereja Katolik berkembangan dengan sangat baik, tidak saja karena ajarannya yang bersifat suci dan kudus, tetapi juga dikarenakan pola dasar struktur organisasinya yang sangat baik. (2) Mazhab Fisiokrat. Akibat dari perubahan yang dilakukan oleh Gereja Katolik mendorong aliran Merkantilis di Inggris, dan aliran Kameralisten di Jerman dan Austria. Para kelompok sarjana yang mempelopori mazhab dan aliran ter­ sebut melahirkan manajemen dan administrasi yang populer pada saat itu dengan istilah politik ekonomi. (3) Revolusi Industri. Seiring dengan perkem­ bangan tersebut, melahirkan Revolusi Industri yang didorong oleh praktik mekanisasi dalam proses produksi secara besar-besaran di bidang industri manufaktur yang melakukan produksi massal dengan bantuan mesin-mesin yang ditemukan oleh Thomas Alfa Edison. (4) Terdapat pergeseran pandangan filsafat manajemen yang tadinya berorientasi pekerjaan menjadi pendekatan kemanusiaan, dimana peran manusia semakin diperhatikan.



3. Fase Modern (Tahun 1997–sekarang) Sementara itu, fungsi MSDM telah diperkenalkan tahun 1800 SM di mana Kode Hammurabi dalam Ndraha telah memperkenalkan ketentuan tentang upah minimum. Pada akhir tahun 1980-an, mulai dikembangkan konsep ke­ se­jah­teraan personil yang didorong oleh keprihatinan kemanusiaan terhadap ang­gota organisasi.3 Kesejahteraan personil dengan ketentuan rencana yang di­anggap progresif dewasa ini berkaitan dengan pengangguran, tunjangan ke­ sehatan, dan subsidi perumahan pegawai. Penerapan kebijakan ini dapat disimpulkan sebagai suatu reaksi pimpinan organisasi terhadap kekerasan kapitalisme pada periode sejarah Inggris (McKenna, Beech, 1995). Motivasi beberapa kaum industrialis untuk mengadopsi rencana kesejahteraan bagi pekerja dipertanyakan karena pada saat itu ada kepercayaan bahwa praktikpraktik yang dilaksanakan ada­lah sebuah alternatif upah yang realistis, dan sebagai cara untuk menjaga se­rikat pekerja dapat terus bertahan. Pada tahap berikutnya, perkembangan manajemen personalia ditekankan pada administrasi personil. Administrasi personil dimaksudkan untuk men­ dukung manajemen dan secara mendasar menekankan aktivitas pada rekrut­men, pendisiplinan, pencatatan waktu, sistem pembayaran, pelatihan dan pe­ngelolaan 3







Pada saat itu para pekerja dalam suatu perusahaan belum disebut sebagai pegawai, tetapi aktif ikut membantu proses pekerjaan dalam organisasi. Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 11



http://pustaka-indo.blogspot.com



catatan personil. Pertumbuhan ukuran organisasi merupakan salah satu faktor untuk mempertimbangkan hubungan administrasi personil dengan manajemen personalia. Pada tahun 1950-an, manajemen personalia dimasukkan dalam ca­ kupan jasa yang yang lebih luas antara lain tentang administrasi upah, pe­latihan dasar dan nasihat hubungan industrial, tetapi fokus utama lebih dite­kankan pada level taktis daripada strategis. Selanjutnya, pada tahun 1970-an terlihat adanya peningkatan yang sig­ nifikan jumlah pegawai yang berkarier dalam pekerjaan personalia. Kondisi seperti ini merupakan dampak dari pertumbuhan bisnis akibat dari berbagai undang-undang yang mendukung para pekerja. Meskipun demikian, per­ tumbuhan ekonomi juga berperan akan pertumbuhan manajemen personalia yang ditunjukkan dengan banyaknya aktivitas rekrutmen, seleksi, pelatihan, dan sis­tem pembayaran. Pendekatan terhadap pelatihan sistematis dan teren­ cana banyak dipengaruhi oleh berdirinya badan-badan pelatihan yang menarik bayaran dari industri dan menawarkan bantuan bagi organisasi-organisasi yang melaksanakan pelatihan sampai dengan mencapai standar yang dapat diterima. Selanjutnya, kondisi itu menghasilkan pertumbuhan yang cepat dalam jumlah spesialis pelatihan dan fungsi personalia. Berbagai aktivitas yang berhubungan seperti penilaian kinerja dan pengembangan manajemen diasumsikan juga penting sehingga menuntut adanya perencanaan SDM yang dibutuhkan.



4. Hubungan Manusia Perubahan signifikan terhadap cara pandang SDM terjadi sejak penghujung tahun 1920-an dan awal tahun 1930-an dengan munculnya kajian yang dila­ kukan Hawthorne; Elton Mayo dan Fritz Roethlisberger memperoleh permin­ taan dari Western Electric untuk menentuan apa yang dapat dilakukan untuk me­ningkatkan produktivitas para pegawainya di pabrik Hawthorne Works Cichago. Pada awalnya, para peneliti terfokus pada hubungan pencahayaan dengan pro­duktivitas yang disimpulkan bahwa tidak ada hubungan dian­ta­ra­ nya. Justru kesimpulan yang diperoleh dalam studi ini adalah interaksi manusia ternyata berhubungan erat dengan produktivitas kerja. Produktivitas dipengaruhi tidak hanya oleh variabel cara pekerjaan di­ rancang dan bagaimana mereka diberikan imbalan secara ekonomis, tetapi juga oleh berbagai variabel sosial dan psikologis. Temuan ini merupakan yang pertama mengindikasikan bahwa berbagai faktor sosial di dalam suatu ling­ kungan kerja dapat mempunyai dampak signifikan atas produk­tivitas pekerja. Produktivitas berkaitan langsung dengan intensitas kerja sama indi­vidu dan kelompok. Tingkat kerja tim dan kerja sama pada akhirnya terlihat berhu­bungan 12



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



dengan minat para penyelia dan supervisor dalam kelompok kerja, kurangnya pendekatan-pendekatan koersif (tindakan yang sifatnya pemaksaan) terhadap perbaikan produktivitas, dan partisipasi ka­langan pe­gawai dalam perubahan yang mempengaruhi mereka sebagai­mana terlihat dalam Gambar 1.1 berikut.



Kepentingan penyelia dalam kelompok kerja



Tidak ada paksaan atas peningkatan produktivitas



Partisipasi pegawai dalam berbagai perubahan



Kadar kerja tim dan kerja sama



Produktivitas karyawan Sumber: Digambar ulang dari Simamora (2001)



Gambar Skema Kesimpulan dari Berbagai Eksperimen Hawthorn Mengenai Pelonjakan Pro­duktivitas Pegawai







Selanjutnya, ditemukan bahwa perasaan, emosi, dan sentimen dari para pegawai sangat dipengaruhi oleh variabel pegawai seperti berbagai hubungan kelompok, gaya kepemimpinan, dan dukungan manajemen. Pada intinya, or­ ganisasi pegawai dilihat sebagai sebuah sistem sosial, bertolak belakang dengan pandangan Taylor yang melihat organisasi sebagai sistem ekonomi-teknis. Dilandasi oleh temuan Howthorn, penelitian dilanjutkan tentang faktor- faktor sosial dan bagaimana individu bereaksi terhadapnya. Temuan lanjutan yang di­­­­sim­­­pulkan bahwa berbagai kebutuhan pegawai haruslah di­pahami dan difa­si­ litasi oleh manajemen agar mereka puas dan produktif. Selain itu, perlu membina komunikasi diantara supervisor dengan pegawai sehingga diper­oleh iklim kerja yang baik yang akan berimplikasi pada peningkatan parti­si­pasi kerja.



D. TUJUAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA Tujuan MSDM ialah meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang ada dalam organisasi melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 13



http://pustaka-indo.blogspot.com



Rivai dan Sagala (2011) menjelaskan bahwa dua tujuan MSDM, yaitu (1) sasaran MSDM, dan (2) organisasi MSDM. Sementara itu, Simamora (2001) berpendangan terdiri dari 4 tujuan, yaitu (1) tujuan kemasyarakatan, (2) tu­ juan organisasional, (3) tujuan fungsional, dan (4) tujuan individu. Berikut disampaikan uraiannya.



1. Sasaran Manajemen Sumber Daya Manusia Kalangan manajer dan departemen SDM berusaha untuk mencapai tujuan me­ reka dengan memenuhi sasaran-sasarannya. Sasaran merupakan titik pun­cak dan titik tindakan-tindakan apa yang di evaluasi. Biasanya, sasaran dipi­kir­kan secara saksama dan diekspresikan dalam bentuk tulisan, tetapi sering sasaran tidak dinyatakan secara formal. Sasaran SDM tidak hanya perlu mere­fleksikan keinginan manajemen senior, tetapi juga harus menetralisir berbagai tantangan dari organisasi, fungsi SDM, masyarakat dan orang-orang yang dipengaruhi. Kegagalan untuk berbuat seperti itu bisa merugikan kinerja, keun­tungan dan bahkan eksistensi organisasi. Tantangan ini menegaskan relatif terdapat empat sasaran umum bagi mana­ jemen SDM dan membentuk sebuah kerangka masalah yang sering ditemui dalam organisasi yaitu: Pertama, sasaran organisasi. Sasaran ini untuk menge­ nali manajemen SDM dalam rangka memberikan kontribusi atas efektivitas organisasi. Departemen SDM diciptakan untuk membantu para manajer dalam mencapai sasaran organisasi dan untuk membantu pimpinan yang me­nyangkut masalah SDM organisasi. Sasaran organisasi meliputi: peren­canaan seleksi SDM, pelatihan, pengembangan, pengangkatan, penempatan, peni­laian, dan hubungan pekerja. Kedua, Sasaran fungsional. Sasaran ini untuk mempertahankan kontri­ busi departemen SDM pada level yang cocok bagi berbagai kebutuhan orga­ nisasi. Sasaran fungsional antara lain meliputi: pengangkatan, penem­patan, dan penilaian. Ketiga, Sasaran Sosial. Sasaran ini untuk selalu tanggap secara etis maupun sosial terhadap berbagai kebutuhan dan tuntutan masya­rakat dengan terus meminimalkan dampak negatif atas tuntutan tersebut ter­ha­dap organisasi. Sasaran sosial meliputi: keuntungan organisasi, pemenuhan tun­tutan hukum, dan hubungan manajemen dengan serikat pekerja. Selanjutnya, sasaran keempat, yaitu sasaran pribadi pegawai. Sasaran pri­ badi pegawai untuk membantu para pegawai mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka, yang dapat meningkatkan kontribusi individu atas organisasi. Sasaran pribadi pegawai harus mampu ditemukan bila mereka ingin dipertahankan dan dimotivasi. Akan tetapi, tidak setiap keputusan SDM bisa memenuhi sasaran14



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



sasaran organisasi, fungsional, sosial, dan pribadi di sepanjang waktu. Sasaran pribadi pegawai meliputi: pelatihan dan pengembangan, penilaian, penem­patan, kompensasi, serta penugasan.



2. Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk mencapai tujuan dan sasarannya, departemen SDM membantu para pimpinan memperoleh, mengembangkan, memanfaatkan, mengevaluasi, dan mempertahankan, jumlah dan jenis hak pegawai. Para eksekutif SDM me­main­ kan peran yang semakin penting dalam memediasi organisasi-organisasi lokal maupun global.



a. Kunci Aktivitas SDM Aktivitas SDM merupakan tindakan yang diambil untuk memberikan dan mempertahankan kinerja kerja yang memadai bagi organisasi. Sejalan dengan perkembangan organisasi, biasanya berbagai upaya dibuat untuk memper­ kirakan kebutuhan mendatang SDM-nya melalui aktivitas yang dikenal seba­ gai perencanaan SDM. Selain itu, kebijakan rekrutmen berupaya memas­tikan pada persoalan bagaimana pelamar kerja mengisi kebutuhan tersebut. Hasilnya ialah sekelompok pelamar yang harus dicari melalui proses penyeleksian. Proses ini berupaya menyeleksi orang-orang yang memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh perencanaan SDM. Sejalan dengan berbagai tuntutan per­ ubahan maka aktivitas penempatan bisa memindahkan, mempro­mosikan, me­ nu­runkan pangkat, dan bahkan memecat para pegawai. Rencana SDM berikutnya mengetengahkan kebutuhan staffing baru lowongan pekerjaan ini diisi melalui rekrutmen pegawai tambahan dan pembinaan pe­gawai yang sudah ada. Pem­ binaan mengajarkan para pegawai tentang penge­tahuan, ke­terampilan, dan kemampuan baru dengan memastikan manfaat berkesinam­bungannya bagi organisasi dan memenuhi keinginan-keinginan pribadi. Selanjutnya, penilaian kinerja pegawai (Rivai dan Sagala, 2011). Kegiatan ini tidak hanya mengevaluasi seberapa baik orang berperilaku, tetapi juga mem­ perlihatkan seberapa baik aktivitas SDM-nya dilaksanakan. Kinerja buruk bisa berarti bahwa penyeleksian, pelatihan atau pengembangan harus direvisi, karena apabila tidak, hal ini kemungkinan bisa menimbulkan ma­sa­lah me­ nyangkut hubungan antarpegawai. Di samping itu, pegawai juga harus mene­ rima kompensasi dalam bentuk gaji, upah, atau insentif dan bonus, serta tunjangan lainnya seperti asuransi dan liburan. Departemen SDM juga me­ main­kan peran penting dalam hubungan pegawai, biasanya dengan mem­ben­ tuk sejumlah kebijakan dan mendukung kalangan manajer. Apabila para Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 15



http://pustaka-indo.blogspot.com



pegawai tidak puas maka mereka bisa berserikat dan mengambil tindakan kolektif. Biasanya, untuk memberikan respons terhadap tuntutan-tuntutan ko­lektif pegawai, departemen SDM harus menegosiasikan dan mengatur kon­ trak kerja. Departemen SDM yang efektif melakukan penilaian secara afektif kepada mereka untuk memastikan keberhasilan yang berke­sinam­­bungan or­ ganisasi.



b. Tanggung jawab atas Aktivitas MSDM Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) atau Human Resource Management (HRM) adalah pendayagunaan individu untuk mencapai tujuan organisasi yang di­ten­tukan. Konsekuensinya adalah manajer pada setiap level harus mencu­rah­ kan perhatianya pada HRM. Artinya, semua manajer mendapatkan sesuatu yang dilakukan melalui usaha orang lain, ini memerlukan HRM efektif. Individu yang berurusan dengan masalah HR menghadapi banyak tantangan, yang berkisar dari angkatan kerja yang berubah secara konstan hingga regulasi pemerintah.



3. Tujuan Kemasyarakatan (Sosial) Tujuan sosial difokuskan agar organisasi bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan dari masyarakat seraya memi­nimal­kan dampak negatif tuntutan masyarakat terhadap organisasi. Organisasi bisnis diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan dapat meringankan masalah-masalah yang mereka hadapi. Oleh karenanya, ber­bagai organisasi besar telah mengembangkan tanggung jawab sosial dalam tujuan organisasi mereka. Misalnya, menentukan salah satu tujuan organisasi untuk memperbaiki kualitas lingkungan organisasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Organisasi yang peduli dengan hal ini umumnya mendirikan satu devisi sosial responsibility yang akan merencanakan berbagai program pem­ ber­dayaan masyarakat seperti perbaikan lingkungan, pelatihan dan pe­ngem­­­bangan, penyelenggara atau sponsorship berbagai acara olah raga dan seni, dan pemberian beasiswa. Sesungguhnya, langkah seperti ini sangatlah tepat. Sebab berbagai usaha organisasi (khususnya yang bersifat bisnis) tidaklah dapat bertumbuh dan ber­ ­kembang tanpa partisipasi dan dukungan dari masyarakat. Dengan de­mikian, organisasi akan berhasil selama melakukan berbagai beraktivitas organisasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kontribusi organisasi terhadap masyarakat menunjukkan bahwa berbagai faktor di luar organisasi akan ber­pengaruh ter­ hadap operasi dan keluaran organisasi. Masyarakat meng­ha­rapkan organisasi dapat menyediakan jasa dan produk yang mereka butuh­kan de­ngan kondisi 16



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang baik dan harga yang rasional, dan waktu yang cepat dan tepat. Selain itu, masyarakat juga dapat memenuhi norma umum yang dianut oleh mayoritas masyarakat, misalnya sertifikat “halal”4 bagi berbagai produk terkait.



4. Tujuan Organisasional Tujuan organisasional adalah sasaran atau target formal organisasi yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuan yang ditentukan. Divisi SDM dibentuk dengan tujuan membantu para manajer mencapai berbagai tujuan organisasi (Simamora: 2001), dengan cara: (a) meningkatkan pro­duktivitas or­ ga­nisasi dengan menyediakan tenaga kerja yang terlatih dan termotivasi dengan baik; (b) mendayagunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif dengan me­ ngendalikan biaya tenaga kerja; (c) mengembangkan dan mem­pertahankan kualitas kehidupan kerja dengan memberikan kesempatan bagi kepuasan kerja dan aktualisasi diri pegawai; (d) memastikan bahwa pe­rilaku organisasi sesuai dengan undang-undang hubungan perburuhan de­ngan menyediakan kesem­ patan kerja yang sama, lingkungan kerja yang aman, dan perlindungan terhadap berbagai hak pegawai; (e) membantu organisasi mencapai tujuan yang ditetap­ kan; (f) menyediakan pegawai yang termotivasi dan terlatih dengan baik untuk organisasi; (g) meningkatkan kepuasan kerja dan aktualisasi diri pegawai; (h) menyampaikan berbagai kebijakan yang ditetapkan kepada SDM; (i) membantu mempertahankan kebijakan etis dan perilaku yang bertanggung jawab secara sosial; serta (j) mengelola per­ubahan sehingga dapat saling menguntungkan bagi pegawai, kelompok, organisasi dan masyarakat.



5. Tujuan Fungsional Tujuan fungsional adalah mempertahankan kontribusi depar­temen SDM pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pem­borosan SDM akan terjadi jika departemen SDM terlalu canggih atau pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, dalam artian jika teknologi sudah cang­gih, tetapi SDM tidak mampu mengelola teknologi tersebut maka SDM yang tersedia akan menjadi pemborosan. Dalam kondisi seperti itu, seyogianya divisi SDM dapat mempersiapkan pegawai untuk memahami dan dapat mengoperasikan tekno­ logi tersebut. Meskipun demikian, tidak ada yang dapat menggantikan pe­nge­ tahuan tentang kompensasi, pelatihan, seleksi dan pe­ngem­bangan organisasi. Untuk itu, divisi SDM dituntut untuk mampu memper­siapkan pegawai yang memiliki kompetensi tentang hal tersebut. 4







Negara-negara berpenduduk mayoritas Islam umumnya menuntut semua produk barang harus memenuhi dan membubuhkan sertifikat halal. Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 17



http://pustaka-indo.blogspot.com



6. Tujuan Individu Tujuan individu adalah tujuan pribadi dari setiap pegawai yang bergabung dalam organisasi. Setiap SDM yang memasuki organisasi tertentu pasti memi­ liki tujuan pribadi, yang umumnya adalah memperoleh kompensasi. Oleh ka­ renanya, setiap individu harus rela memenuhi berbagai peraturan yang ditetap­ kan organisasi sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Hal yang menjadi per­masalahan terkadang tujuan individu tidak searah dengan tujuan organisasi sehingga menimbulkan konflik bagi pegawai. Apabila kondisi seperti ini tidak dapat diatasi dengan baik ada kemungkinan pegawai akan menarik diri dari organisasi. Selain itu, apabila terjadi kondisi seperti dimaksud, setidaknya akan mempengaruhi motivasi kerja, disiplin kerja, bahkan jika sebagian besar pegawai merasakan hal yang sama, kemungkinan akan melakukan demonstrasi. Untuk meminimalisasi konflik5 seperti itu, sebaiknya manajemen orga­ni­ sasi melakukan sosialisasi penetapan tujuan organisasi kepada seluruh pegawai secara transparan. Dengan demikian, pegawai dapat memahami tujuan orga­ nisasi sekaligus kondisi organisasi. Konflik sesungguhnya tidak selalu ber­ makna negatif, bahkan konflik yang bermakna positif, yakni persaingan sehat diantara pegawai maupun kelompok (bagian), meskipun batas konflik positif dengan negatif sangatlah kecil sehingga konflik yang mengarah pada negatif harus secepatnya dapat dikelola dan diluruskan pada konflik positif. Tujuan individu yang berorientasi pada kompensasi perlu memperoleh perhatian dari manajemen dengan menerapkan teori keadilan dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal, berarti pegawai harus di­per­­lakukan adil dalam organisasi, misalnya dalam hal gaji pokok maka setiap pegawai yang memiliki golongan (level) yang sama harusnya memiliki nilai yang sama, tetapi dalam hal pekerjaan mestinya ada perbedaan yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih besar tentunya akan berbeda dengan yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih kecil. Sementara keadilan eksternal, mestinya mana­ jemen melakukan peninjauan yang teratur kebijakan kom­pensasi dalam organi­ sasinya dibandingkan dengan organisasi yang sama di luar. Apabila terdapat perbedaan, seharusnya secepatnya dilakukan penyesuaian, sehingga anggota organisasi tidak tergiur pindah ke organisasi lain.



E. FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA Manajemen SDM merupakan bagian dari disiplin manajemen yang mene­ rapkan berbagai fungsi, seyogianya fungsi-fungsi manajemen dimaksud dapat 5



Pembahasan konflik dalam organisasi secara sistematis, akan disajikan dalam bab Pengem­ bangan Karier.



18



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



diimplementasikan dalam MSDM. Secara umum, manajemen SDM mengem­ bangkan dan bekerja melalui sistem HRM terpadu melalui lima area fungsional, yakni perencanaan, staffing, pengembangan HR, kompensasi dan benefit, safety dan kesehatan, serta pegawai dan relasi buruh.



1. Perencanaan Seluruh aktivitas organisasi manusia sesungguhnya diawali dengan peren­ ca­naan, meskipun rencana yang dilakukan sering tidak disadarinya. Meskipun demikian, terdapat berbagai definisi perencanaan SDM, perencanaan SDM diartikan sebagai suatu aktivitas yang menelaah apa yang akan dilakukan oleh SDM, bagaimana melakukannya, dan kapan dilakukan. Secara umum, istilah 6 perencanaan SDM mengacu pada usaha organisasi mengidentifikasi implikasi SDM pada perubahan organisasional dan pada isu bisnis utama supaya meng­ga­ bungkan SDM dengan kebutuhan yang dihasilkan dari perubahan dan isu ter­ sebut. Pada awalnya, saat stabilitas lingkungan, perencanaan SDM berpusat pada menyesuaikan tuntutan SDM dengan suplai SDM. Pada masa itu, mem­ perkirakan kebutuhan dan perencanaan SDM yang diperlukan sebagian besar merupakan perhitungan angka belaka. Selain merencanakan besaran pegawai, tentu saja akan direncanakan bagaimana memperoleh SDM yang dibutuhkan tersebut.



2. Staffing Staffing adalah proses ketika organisasi memastikan bahwa jumlah pekerja dengan skill semestinya dalam pekerjaan yang benar, pada waktu yang benar, untuk mencapai tujuan organisasi. Staffing melibatkan analisis kerja, peren­ca­ naan SDM, rekrutmen, dan seleksi. Analisis pekerjaan (Job analysis) adalah proses sistematis menentukan skill, kewajiban, dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan kerja dalam organisasi. Ini berdampak pada setiap aspek HRM termasuk peren­ canaan, rekrutmen, dan seleksi. Human resource planning (perencanaan sum­ berdaya manusia/HRP) adalah proses membandingkan persyaratan HR dengan ketersediaan mereka dan menentukan apakah organisasi memiliki kekurangan atau kelimpahan personil. Data yang tersedia menetapkan jenjang untuk rekrutmen atau aksi HR lain. Rekrutmen adalah proses menarik individu berkualifikasi dan mendorong mereka mengajukan diri bergabung dengan organisasi. Seleksi adalah proses melalui mana organisasi memilih, dari group pelamar, individu yang paling cocok baik bagi posisi yang terbuka maupun 6







Pembahasan Perencanaan SDM secara sistematis, akan disajikan dalam bab berikutnya. Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 19



http://pustaka-indo.blogspot.com



untuk organisasi. Penyelesaian yang sukses dari tiga tugas tersebut adalah pen­ ting jika organisasi ingin secara efektif menuntaskan misinya.



3. Pengembangan Sumber Daya Manusia Human resource development (HRD) adalah fungsi MSDM yang utama yang terdiri tidak hanya pelatihan dan pengembangan, tetapi juga perencanaan karier individual dan aktivitas organisasi pengembangan, pengembangan organisasi, dan penilaian kinerja, organisasi yang menekankan kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Pelatihan dirancang untuk memberi peserta belajar dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk kerja mereka sekarang dan di masa mendatang. Pengembangan melibatkan pem­ belajaran yang berjalan melebihi kerja hari ini. Perencanaan karier adalah proses terus-menerus individu dengan mene­ tap­kan tujuan karier dan mengidentifikasi cara untuk mencapainya. Semen­ tara itu, pengembangan karier adalah pendekatan formal yang digunakan oleh organisasi untuk memastikan bahwa orang dengan kualifikasi dan peng­ alaman tepat tersedia ketika dibutuhkan. Karier individual dan kebutuhan organisasional adalah tidak terpisah dan berbeda. Organisasi harus membantu pegawai dalam perencanaan karier sehingga kebutuhan keduanya dapat ter­ penuhi. Selanjutnya, pengembangan organisasi (PO) adalah proses terencana perbaikan organisasi dengan mengembangkan strukturnya, sistem, dan proses untuk memperbaiki efektivitas dan pencapaian tujuan yang dikehendaki. Pe­ nilaian kinerja adalah sistem formal review dan evaluasi kinerja tugas individu atau tim. Ini mendatangkan bagi pegawai peluang untuk mengka­pitalisasikan atas kekuatan mereka dan menanggulangi kelemahan yang teridentifikasi. Dengan demikian, PO membantu mereka untuk menjadi pegawai yang lebih puas dan produktif. Pegawai operatif ada­lah semua pekerja dalam organisasi kecuali manajer dan profesional, seperti insinyur, akuntan, atau sekretaris pro­ fesional.



4. Kompensasi dan Benefit 7



Sistem kompensasi yang bijak memberi pegawai dengan reward memadai dan berkeadilan (equitable) bagi kontribusi mereka memenuhi tujuan organi­ sasional. Reward dapat merupakan salah satu atau kombinasi hal berikut: (1) bayaran: uang yang diterima orang untuk melakukan kerja; (2) benefit: Reward finansial tambahan, selain dari pay (bayaran); (3) reward non finansial: 7







20



Pembahasan sistem kompensasi dalam organisasi secara sistematis, akan disajikan dalam bab berikutnya. Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



reward non moneter seperti kesenangan bekerja yang dilakukan atau ke­puasan dengan lingkungan tempat kerja yang memberikan fleksibilitas.



5. Keamanan dan Kesehatan Keamanan atau keselamatan8 meliputi perlindungan pegawai dari kecelakaan yang diakibatkan pelaksanaan pekerjaan. Kesehatan menunjuk pada kebebasan pegawai dari sakit fisik atau emosional. Aspek kerja tersebut adalah penting karena pegawai yang bekerja dalam lingkungan aman dan menikmati kese­ hatan yang baik adalah lebih mungkin untuk produktif dan menghasilkan benefit jangka panjang bagi organisasi.



6. Pegawai dan Relasi Kerja Keanggotaan serikat sektor swasta telah turun dari 39% tahun 1958 menjadi 9% hari ini, persentase terendah sejak tahun 1901. Meski demikian, organisasi bisnis dituntut oleh hukum untuk mengakui serikat kerja dan tawar-menawar dengan mereka secara jujur jika kayawan organisasi ingin serikat merepre­sen­ tasikan mereka. Di masa lampau, hubungan ini adalah cara hidup yang diterima bagi banyak pengusaha (organisasi). Akan tetapi, kebanyakan organisasi dewasa ini akan lebih suka lingkungan organisasi yang bebas-serikat kerja. Ketika serikat buruh merepresentasikan pegawai organisasi, organisasi HR sering di­ rujuk sebagai relasi industri, yang menangani kerja tawar-menawar kolektif.



7. Riset Sumber Daya Manusia Walaupun riset HR tidak berbeda dengan fungsi HRM berbeda, ini menyang­kut semua area fungsional, dan laboratorium peneliti adalah keseluruhan ling­ kungan kerja. Misalnya, alasan bagi problem seperti absen berlebih atau ke­ luhan berlebih mungkin tidak muncul. Akan tetapi, ketika problem demikian terjadi, riset HR sering dapat menyoroti sebab mereka dan solusi yang mungkin. Riset HR adalah kunci penting bagi mengembangkan angkatan kerja se­pro­ duktif dan sepuas mungkin.



F. PENUTUP Sumber Daya Manusia (SDM) dalam setiap organisasi baik organisasi publik maupun bisnis merupakan sumber daya yang terutama di samping berbagai sumber daya sumber daya lainnya. Hal itu diakibatkan karena SDM akan 8







Pembahasan keamanan dan keselamatan kera dalam organisasi secara sistematis, akan disajikan dalam bab berikutnya. Bab 1  Konsep Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia



 21



http://pustaka-indo.blogspot.com



men­jadi pelaku utama yang akan menggerakkan berbagai sumber daya di­maksud. Oleh sebab itu, untuk mengelola berbagai sumber daya ter­se­but SDM harus berkualitas. Semakin besar suatu organisasi, akan semakin besar pegawai yang be­kerja di dalam organisasi tersebut. Akibatnya, berbagai permasalahan ter­ sebut juga dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan kemajemukan masya­ rakat di mana para pegawai itu berasal. Penanganan berbagai persoalan tersebut sangat tergantung pada tingkat kesadaran ma­najemen terhadap pentingnya SDM dalam pencapaian tujuan organisasi.



22



Manajemen Sumber Daya Manusia



http://pustaka-indo.blogspot.com



Bagian Kedua Perencanaan Sumber Daya Manusia



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 2



ANALISIS PEKERJAAN



A. PENDAHULUAN Sebelum menelaah lebih lanjut tentang bab ini, ada baiknya ditelaah peng­ gunaan istilah “analisis jabatan” atau “analisis pekerjaan”. Apabila ditelaah dari sumber katanya berasal dari job analysis kalau diterjemahkan secara langsung kata tersebut maka penggunaan analisis jabatan adalah tepat.1 Meskipun yang dimaksudkan dalam buku teks asli lebih dominan dimaknai sebagai ana­lisis pekerjaan. Sebab apabila ditelaah isinya dengan saksama, bukan hanya jabatan yang dianalisis, melainkan lebih dominan pekerjaan baik secara in­di­vidu mau­ pun secara kelompok atau bagian. Oleh karenanya, dalam buku ini, peng­gu­na­ annya yang digunakan adalah analisis pekerjaan. Analisis pekerjaan merupakan kegiatan untuk menciptakan landasan atau pedoman bagi penerimaan dan penempatan pegawai. Dengan demikian, ke­ giatan perencanaan SDM tidak terlepas dari analisis pekerjaan. Analisis pekerjaan adalah kegiatan untuk memberikan analisis pada setiap jabatan/pekerjaan se­ hingga akan memberikan gambaran tentang spesifikasi jabatan tertentu. Menurut Dessler (2003) analisis jabatan adalah prosedur yang di­lalui untuk menen­tukan tanggung jawab posisi-posisi tersebut dan karak­teristik orang-orang yang be­ kerja untuk posisi-posisi tersebut. Analisis pekerjaan secara sistematik meliputi kegiatan-kegiatan mengum­pul­ kan, mengevaluasi, dan mengorganisasikan pekerjaan. Infor­masi yang di­kum­ pulkan melalui analisis pekerjaan berperan penting dalam perencanaan SDM kerena menyediakan data tentang kondisi kepegawaian dan ling­kungan kerja. 1







Misalnya, buku Human Resource Management yang ditulis oleh Gary Dessler, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Manajemen Sumber Daya Manusia diterjemahkan sebagai analisis jabatan, deskripsi jabatan, dan spesifikasi jabatan. Bab 2  Analisis Pekerjaan



 25



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Analisis pekerjaan melalui prosedur dapat menjelaskan tugas-tugas dari berbagai posisi atau jabatan dan karakteristik dari orang yang akan diangkat menduduki posisi tersebut (Dessler, 1997). Analisis pekerjaan akan meng­ha­ silkan informasi tentang tuntutan jabatan, yang selanjutnya digu­na­kan untuk mengembangkan uraian pekerjaan, yakni penjelasan tugas-tugas dari suatu posisi yang sedang dibahas, dan spesifikasi pekerjaan yang men­jelaskan orang seperti apakah atau syarat-syarat apakah yang akan dapat mengisi posisi tersebut. Analisis pekerjaan yang dilakukan dengan prinsip yang benar akan mampu menjawab prinsip organisasi the right man, in the right place at the right time. Prinsip tersebut meminta penempatan orang yang tepat, di tempat yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Oleh karenanya dibutuhkan tiga aspek penting yang saling terkait, yakni tempat, orang, dan waktu. Dalam hal ini, “tempat” dulu yang harus diperjelas. Tempat dimaksud terkait dengan unsur, tugas, ke­ dudukan atau posisi, pekerjaan, dan jabatan. Unsur merupakan kom­po­nen yang paling kecil dari pekerjaan, misalnya memutar, menggosok, mena­rik, mengangkat, menekan, dan sebagainya. Tugas merupakan sekumpulan dari beberapa unsur pekerjaan. Tugas merupakan kegiatan fisik atau mental yang membentuk langkah-langkah wajar yang diperlukan dalam pelaksanaan kerja. Kedudukan (posisi) merupakan sekumpulan tugas yang diberikan kepada seorang pegawai atau pekerja, yakni seluruh kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepada seorang pegawai atau pekerja. Jumlah ke­du­dukan di dalam suatu or­ ganisasi atau instansi adalah sama dengan jumlah pegawai atau pekerjanya. Selanjutnya, Pekerjaan (occupation) merupakan sejumlah kedudukan (posisi) yang memiliki persamaan kewajiban atau tugas-tugas pokoknya. Dalam kegiatan analisis pekerjaan, suatu pekerjaan dapat diduduki oleh satu orang atau beberapa orang yang tersebar di berbagai tempat. Jabatan (job) merupakan sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang sama atau berhubungan satu dengan yang lainnya dan pelaksa­na­annya meminta kecakapan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang juga sama meskipun tersebar di berbagai tempat. Sementara itu, analisis pekerjaan berhubungan erat dengan desain atau perancangan jabatan. Analisis pekerjaan berkenaan dengan penelaahan ber­ bagai manfaat, teknik, kriteria dan berbagai kemungkinan masalah yang akan dihadapi. Sementara terkait dengan disain pekerjaan akan menjelaskan tentang berbagai upaya awal dan teknik-teknik pekerjaan. Menurut Simamora (2001) terdapat dimensi pekerjaan, seperti Gambar 2.1 berikut.



26



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Dimensi Sosial: Kelompok kerja, Lingkaranlingkaran mutu



Dimensi Fisik: Spesialisasi pekerjaan



Pekerjaan Dimensi Psikologis: Rotasi pekerjaan, Pemekaran pekerjaan, Pemerkayaan pekerjaan



Dimensi Kultural: Jadwal kerja alternatif, Pengaruh serikat pekerja, Pengorganisasian oleh kalangan profesional



Dimensi Kekuasaan: Supervisi



Sumber: Diadopsi dari Simamora (2001)



Gambar 2.1 Dimensi-Dimensi Pekerjaan yang Mempengaruhi Pegawai



Berikut uraian dari kelima dimensi dimaksud. (1) Dimensi Fisik, dapat di­ lihat dari kecerdasan, gerak dan langkah-langkah pegawai dalam melakukan pekerjaannya. Kondisi fisik yang sehat mestinya akan mengasilkan pekerjaan yang konsisten dilakukan secara berulang-ulang. (2) Dimensi Psikologis, terkait dengan segala sesuatu yang terkait dengan psikis. Suatu pekerjaan berpotensi mempengaruhi psikologis yang menyebabkan pegawai tertekan, stres yang pada akhirnya akan mengurangi motivasi pegawai. Dengan demikian, dimensi psikologis pekerjaan akan berfungsi sebagai variabel interveining yang dapat membantu atau mengganggu kinerja pegawai. Selanjutnya, (3) Dimensi sosial. Setiap orang yang memasuki suatu or­­­­­ga­­nisasi memiliki tujuan individual dan sebagai makhluk sosial tentu saja membutuhkan hubungan yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau tujuan hubungan sosial lainnya. (4) Dimensi kultural. Pekerjaan yang ter­ bentuk memberikan keberadaan ekonomi dalam bentuk gaji dan juga mem­ berikan kontribusi bagaimana pegawai menilai kedudukan sosial dan kualitas kehidupan mereka (Simamora, 2001). (5) Dimensi Kekuasaan. Cara pimpinan menggunakan kekuasaan mempunyai dampak yang nyata terhadap ke­kua­ saan kerja dan kinerja pegawai. Dengan kondisi seperti itu, mestinya pimpinan tidak hanya memastikan bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan ren­ cana, tetapi juga harus melakukan hal yang sama dalam membangun komit­ men daripada tekanan terhadap pegawai. Bab 2  Analisis Pekerjaan



 27



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



B. HAKIKAT ANALISIS PEKERJAAN Berdasarkan perspektif organisasi, tujuan pelaksanaan seleksi untuk mene­ mukan pegawai yang cakap dan mampu melaksanakan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Apabila organisasi ingin menemukan seseorang yang mampu melakukan pekerjaan dengan baik, langkah awal adalah mengetahui gambaran yang jelas dan spesifik tentang apa saja yang akan dilakukan orang tersebut. Selanjutnya Wheaton & Whetzel, dalam (Dessler, 1997) mengemukakan bahwa analisis pekerjaan adalah studi sistematis mengenai tugas, kewajiban dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan, pengetahuan, kemampuan dan ke­ ahlian yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang di­ maksud dengan analisis pekerjaan adalah suatu aktivitas yang sistimatis untuk menelaah suatu pekerjaan dengan menentukan tugas, kewajiban dan tang­ gungjawab dari suatu pekerjaan, pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dalam organisasi. Terdapat ber­­bagai istilah yang berhubungan erat dengan analisis pekerjaan, yakni job, posisi, elemen, tugas, kewajiban, jabatan, deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan. Pekerjaan (job) terdiri dari sekelompok tugas yang harus dilakukan untuk organisasi bagi mencapai tujuannya. Menurut Sinambela (2012), kata ”pekerjaan” mempunyai berbagai tafsiran yang demi kejelasan dan ketepatan memerlukan definisi yang teliti. Akan tetapi, untuk menda­patkan definisi yang tepat, ada istilah-istilah tambahan tertentu harus di­te­gaskan secara formal. Dalam suatu pekerjaan, terdapat berbagai tugas yang menjelaskan usaha apa dan bagaimana manusia melakukan usaha tersebut untuk pencapaian tujuan tertentu. Apabila ada cukup tugas terkumpul untuk membenarkan dipe­ker­ jakannya seseorang maka terciptalah suatu posisi atau jabatan. Dengan demi­ kian, dapat disimpulkan bahwa suatu jabatan adalah sekumpulan ke­wajiban, tugas, dan tangung jawab yang memerlukan jasa-jasa seseorang. Oleh karena itu, jumlah posisi dalam suatu organisasi sama dengan jumlah orang yang dipekerjakan organisasi itu. Posisi (position) adalah kumpulan tugas dan tanggung jawab yang dilaku­ ­kan oleh satu orang; terdapat posisi untuk setiap individu dalam organisasi. Elemen (element) adalah unit praktis terkecil di mana ke dalamnya selu­ ruh aktivitas pekerjaan dapat didistribusikan. Tugas (task) adalah suatu unit yang teridentifikasi dari aktivitas kerja yang dihasilkan melalui aplikasi ga­ bungan metode, prosedur, dan teknik. Kewajiban (duty) adalah beberapa 28



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



tugas yang berlainan yang akan dilaksanakan seseorang untuk menyelesaikan suatu aktivitas kerja terhadapnya orang tersebut bertanggung jawab. Jabatan (occupation) adalah kategori pekerjaan yang dijumpai dalam banyak or­ga­nisasi. Deskripsi pekerjaan (job description) adalah pernyataan faktual dan ter­ organisasi perihal kewajiban dan tanggung jawab suatu pekerjaan tertentu. Deskripsi kerja adalah dokumen yang memberikan informasi berkenaan tugas, kewajiban, dan tanggungjawab esensial pekerjaan. Spesifikasi peker­jaan (job specification) adalah standar kualitas yang ditetapkan bagi pekerja sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Kualifikasi minimum yang dapat diterima yang harus di­ miliki orang dalam rangka untuk melakukan kerja tertentu adalah dimuat dalam spesifikasi pekerjaan. Spesifikasi pekerjaan menetapkan berbagai kua­lifikasi minimal yang dapat diterima yang harus dimiliki oleh pemangku ja­batan untuk mengoptimalkan hasil pekerjaan yang sudah dite­tapkan. Evaluasi pekerjaan (job evaluation) adalah suatu proses yang sistematik untuk menentukan suatu nilai pekerjaan pekerja atau pegawai dengan metode dan teknik yang telah ditentukan. Menurut Suchman, evaluasi adalah suatu proses menentukan hasil yang telah dicapai dalam beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Dalam konteks ini, eva­ luasi pekerjaan disamakan dengan pengertian penilaian pekerjaan atau job performance. Perbedaan evaluasi pekerjaan dengan penilaian peker­jaan adalah dalam ruang lingkupnya, dimana evaluasi pekerjaan lebih luas dari penilaian pekerjaan. Dengan kata lain, penilaian pekerjaan adalah bagian dari evaluasi pekerjaan. Tujuan analisis pekerjaan untuk mendapatkan jawaban bagi enam per­ tanyaan penting: (1) Apa tugas fisik dan mental yang harus dilakukan pekerja? (2) Kapan pekerjaan diselesaikan? (3) Di mana pekerjaan disele­sai­kan? (4) Bagaimana pekerjaan itu dilakukan? (5) Mengapa pekerjaan dilaku­kan? (6) Kualifikasi seperti apakah yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Analisis pekerjaan dalam suatu organisasi umumnya dilakukan pada tiga kesempatan. Pertama, ini dilakukan ketika organisasi didirikan dan pro­gram analisis pekerjaan dimulai untuk pertama kali. Kedua, ini dilaku­kan ketika pekerjaan baru tercipta. Ketiga, ini digunakan ketika pekerjaan ber­ubah secara signifikan sebagai hasil teknologi, metode, prosedur, atau sistem baru. Analisis pekerjaan paling sering dilakukan karena perubahan dalam sifat pekerjaan. Informasi analisis pekerjaan digunakan untuk mempersiapkan baik job descrip­ tion atau uraian pekerjaan maupun job spesification atau spe­sifikasi jabatan.



Bab 2  Analisis Pekerjaan



 29



pustaka-indo.blogspot.com



Sebelum mengulas manfaat analisis pekerjaan, terlebih dahulu dibedakan antara penilaian pekerjaan dan penilaian pegawai. Penilaian pekerjaan adalah suatu aktivitas yang berhubungan mengenai pekerjaan dan tugas, bukan me­ ngenai orang. Sementara itu, hakikat penilaian pegawai adalah suatu aktivitas yang dilakukan berhubungan tentang kecakapan dan prestasi seseorang pe­gawai atau pemegang suatu jabatan (Sinambela, 2012). Sebenarnya, penilaian pekerjaan maupun penilaian prestasi adalah alatalat yang dapat digunakan bersama-sama untuk menentukan upah yang adil berdasarkan baik tingkat pekerjaan maupun tingkat prestasi. Artinya, agar penilaian pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, haruslah dilandasi oleh analisis jabatan yang jelas. Selanjutnya, analisis pekerjaan yang telah ditetap­kan akan diturunkan menjadi dua dimensi, yakni deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. Pada umumnya, analisis pekerjaan memberikan manfaat dilihat dari dua fungsi yakni fungsi administrasi dan fungsi pengembangan. Secara skematis dapat disarikan seperti gambar berikut.



Analisis Pekerjaan



Uraian Jabatan



Spesifikasi Jabatan



Seleksi dan Penempatan



Kompensasi



Pengembangan Organisasi Penilaian dan Standar Kerja



Perencanaan Karier



Konseling



Pendidikan dan Pelatihan



Evaluasi Kerja



Fungsi Pengembangan



Perencanaan Pegawai



Fungsi Administratif



http://pustaka-indo.blogspot.com



C. MANFAAT ANALISIS PEKERJAAN



Kesehatan dan Keselamatan Kerja



Sumber: Digambarkan Penulis Berdasarkan Berbagai Sumber Bacaan



Gambar 2.2 Manfaat Analisis Pekerjaan



30



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Fungsi Administrasi Fungsi administrasi dianalisis pekerjaan terbagi menjadi lima unsur dan berikut penjelasannya.



a. Perencanaan Pegawai Berbekal dengan informasi dari analisis pekerjaan dan desainnya maka peren­ canaan SDM organisasi dalam hal permintaan dan persediaan pegawai untuk masa yang akan datang dapat diperkirakan secara sistematis dan akurat. Hal ini memungkinkan para manajer dan departemen SDM untuk mengembangkan perencanaan penyusunan staf, didukung oleh strategi organisasi yang mem­ berikan kesempatan untuk bertindak secara proaktif dari pada reaktif.



b. Seleksi dan Penempatan Analisis pekerjaan akan menyajikan informasi tentang syarat-syarat yang ha­ rus dipenuhi oleh seseorang menduduki jabatan tertentu. Dengan informasi tersebut akan dilakukan seleksi untuk memperoleh pegawai yang dibutuhkan, dan setelah diputuskan menerima pegawai akan ditempatkan sesuai dengan analisis pekerjaan tersebut.



c. Kompensasi Informasi dari analisis pekerjaan juga akan mendasari perkiraan nilai dan kompensasi yang tepat diberikan untuk pegawai yang mengisi suatu jabatan. Analisis pekerjaan juga akan memberikan informasi yang akan dipertim­bang­ kan untuk penetapan kompensasi, seperti risiko yang akan dihadapi, tuntutan pendidikan dan pengalaman, dan berat tidaknya tanggung jawab yang akan dipikul. Dari perspektif internal, makin penting kewajiban dan tanggung jawab, makin berharga pekerjaan. Pekerjaan yang memerlukan keahlian lebih besar harus dihargai lebih oleh organisasi.



d. Pendidikan dan Pelatihan Analisis pekerjaan dilakukan untuk menjadi landasan penentuan pendidikan dan pelatihan seperti apa yang akan dilakukan oleh organisasi. Program pelatihan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan. Apabila spesifikasi pekerjaan mengajukan bahwa pekerjaan memer­lu­kan keterampilan atau kualifikasi tertentu, tetapi orang yang mengisi posisi tersebut tidak memiliki semua kualifikasi yang diperlukan maka pelatihan dan atau pe­­ngem­bangan diperlukan.



Bab 2  Analisis Pekerjaan



 31



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



e. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja berhubungan erat dengan penetapan kinerja. Menurut Lijan Poltak Sinambela, dkk (2011) mengemukakan bahwa kinerja pegawai dide­ finisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Untuk itu, diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur, serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan.



2. Fungsi Pengembangan Fungsi pengembangan dianalisis pekerjaan terbagi menjadi lima unsur, berikut ini penjelasannya.



a. Pengembangan Organisasi Pengembangan organisasi dilakukan ketika organisasi bertumbuh. Meskipun sudah diperoleh analisis pekerjaan sebelumnya, dengan pertumbuhan yang dialami, dibutuhkan kembali analisis pekerjaan yang baru untuk memberi­kan gambaran yang jelas mengenai divisi, unit atau bagian mana yang akan di­ kembangkan.



b. Penilaian dan Standar Kerja Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pekerjaan perlu dilakukan penilaian pekerjaan sesuai dengan ketentuan. Penilaian atau evaluasi pekerjaan akan menghasilkan informasi yang objektif apabila memiliki standar kerja yang baku, dan proses penilaian yang benar. Proses penilaian yang benar maksud­ nya adalah penilaian yang dilakukan dengan perencanaan pengukuran melalui instrumen penilaian dan pelaksanaannya.



c. Perencanaan Karier Setiap pekerja (pegawai) yang memasuki suatu organisasi mengharapkan gam­ baran karier yang jelas sehingga dapat memproyeksikan apa yang akan diperoleh dalam jangka menengah dan jangka panjang selama mengabdi pada organisasi tersebut. Kejelasan karier tersebut dapat membangun komitmen dan motivasi yang bersangkutan untuk bekerja. Gambaran seperti itu memer­lukan penyediaan informasi yang komprehensif bagi pekerja. Informasi yang tersedia terkait persyaratan pekerjaan memungkinkan perencanaan karier yang berarti bagi pekerja. Dengan demikian, analisis pekerjaan dapat mem­berikan fokus terhadap pengembangan karier guna memastikan bahwa pe­gawai saat ini telah memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan di masa mendatang. Selain itu, informasi pekerjaan dapat mem­bantu organisasi membuat bagan 32



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



saluran promosi dan menyediakan bagi pegawai data yang berhubungan de­ ngan kesempatan dan persyaratan karier di dalam organisasi.



d. Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (di­ sebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Ciri-ciri pokok konseling sebagai berikut. (1) Dilakukan oleh seorang konselor yang kompeten dan ahli dalam menangani konflik atau masalah. (2) Melibatkan dua orang yang saling berinteraksi. (3) Menggunakan berbagai model interaksi multidimensional, tidak terbatas pada dimensi verbal saja. (4) Interaksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan terarah pada pencapaian tujuan. (5) Terjadi perubahan tingkah laku klien ke arah yang lebih baik. (6) Konseling merupakan proses yang dinamis, di mana in­ dividu klien dibantu untuk mengembangkan dirinya. (7) Konseling bersifat pribadi (privacy) dan bersifat rahasia (confidential). (8) Konseling bersifat formal, profesional, dan terarah antara konselor dengan konseli. Untuk melakukan konseling tersebut dibutuhkan analisis pekerjaan yang akan men­jadi dasar bagi konselor dalam melaksanakan tugasnya. Tanpa mengetahui uraian pe­ker­jaan dan spesifikasi pekerjaan yang jelas konselor tidak dapat melak­sanakan fung­ sinya dengan baik.



e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Informasi yang diperoleh dari analisis pekerjaan untuk memberikan in­formasi dan mengidentifikasi pertimbangan terkait dengan keamanan dan kesehatan kerja. Deskripsi dan spesifikasi pekerjaan harus menggambarkan dengan jelas kondisi suatu pekerjaan. Artinya, masalah kesehatan dalam menjalankan suatu pekerjaan juga harus digambarkan dengan baik sehingga pekerja dapat mem­ pro­teksi dirinya dengan baik.



D. DATA DAN INFORMASI UNTUK ANALISIS PEKER­ JAAN Dalam setiap aktivitas MSDM dibutuhkan data dan informasi yang akurat. Kualitas data dan informasi sangat ditentukan oleh proses yang dilakukan untuk memperoleh data dimaksud yang dinamakan dengan penelitian. Menurut Sinambela (2014) kegiatan penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memper­ oleh data yang dibutuhkan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. Sementara itu, data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek peneli­tian yang Bab 2  Analisis Pekerjaan



 33



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



diperoleh di lokasi penelitian (Bungin, 2005). Keterangan dimaksud yang di­ peroleh dalam bentuk angka atau yang diangkakan, kalimat, gambar, rekaman, dan lain-lain. Dilihat dari cara perolehannya, data dibagi dalam dua jenis, yaitu data primer. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dengan usahanya sendiri melalui instrumen yang dipersiapkannya, diolah, dan disajikan sendiri. Sementara itu, data sekunder, yaitu data yang dipinjam dari sumber lain dan sudah tersaji dengan baik, peneliti tinggal meng­ guna­kannya sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan. Untuk data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan, seyogianya dilakukan dengan pro­sedur yang baik dan benar. Untuk memperoleh data yang baik dan benar dibutuhkan alat pengumpulan data yang baik yang disebut dengan instrumen. Instrumen penelitian dapat berupa kuesioner, pedoman wawancara, dan pan­ duan observasi.



1. Tipe Informasi Analisis Pekerjaan Informasi yang memadai akan mempengaruhi keberhasilan analisis pekerjaan. Analisis pekerjaan akan mengidentifikasi kewajiban dan tanggung jawab dari pekerjaan dengan mengumpulkan berbagai informasi dan data. Untuk itu, dibutuhkan perhatian untuk mencermati, aktivitas kerja, aktivitas yang ber­­ orientasi pada pekerja, tipe mesin, alat, perlengkapan, dan bantuan kerja yang digunakan dalam kerja. Berbagai informasi tersebut digunakan untuk mem­ bantu menentukan keahlian atau skill kerja yang dibutuhkan. Sementara itu, banyak teknik yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi berdasarkan tugas, tanggung jawab dan aktivitas peker­ jaan, seperti wawancara, kuesioner, dan observasi. Untuk pengumpulan data dan informasi dimaksud dapat memilih salah satu teknik atau mengom­bi­na­ sikan beberapa teknik. Selain terkait teknik, hal yang perlu diperhatikan adalah siapa yang akan melakukannya? Pengumpulan data analisis jabatan umumnya dilakukan oleh gabungan antara ahli MSDM, pegawai, dan super­visor. Ahli biasanya diperoleh dari seorang manajer atau konsultan akan mengobservasi dan menganalisis pekerjaan yang sedang dilakukan dan se­lanjutnya mengem­ bangkan suatu deskripsi jabatan, serta spesifikasi jabatan. Supervisor dan pe­ gawai dapat menelaah hasil kerja ahli tersebut dan mem­berikan berbagai masukan untuk melengkapi hasil kerja para ahli. Tipe data dan informasi yang dikumpulkan dapat diuraikan sebagai be­ rikut. Pertama terkait dengan aktivitas kerja, antara lain aktivitas dan proses kerja; rekam aktivitas (contoh, dalam bentuk film); prosedur yang digunakan, tang­gung jawab personal. Kedua, Aktivitas berorientasi pekerja, antara lain 34



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Peri­laku manusia, seperti aksi fisik dan komunikasi saat kerja; gerak elemental untuk analisis metode; tuntutan kerja personal seperti pengerahan energi. Ketiga, terkait dengan sarana yang digunakan, antara lain: mesin, alat, per­ leng­kapan, dan bantuan kerja yang digunakan. Keempat, hal terlihat dan tak terlihat berhubungan dengan para pekerja, antara lain pengetahuan ber­kenaan dengan cara yang diterapkan (misal dalam akunting); Materi yang diproses; Produk yang dibuat atau jasa yang dilakukan. Kelima, Kinerja pekerjaan, antara lain analisis error yang terjadi; standar kerja; pengukuran kerja, seperti waktu yang diperlukan untuk tugas. Keenam, isi kerja, antara lain jadwal kerja; insentif finansial dan non finansial; kondisi kerja fisik; konteks organisasional dan sosial. Selanjutnya, yang ketujuh, ketentuan per­­sonal untuk pekerjaan, antara lain atribut personal seperti kepribadian dan minat; pendidikan dan training yang diperlukan; pengalaman kerja.



2. Metode Analisis Pekerjaan Analisis pekerjaan secara tradisional diadakan dengan banyak cara berbeda karena kebutuhan organisasional dan sumber daya bagi yang mengadakan ana­ lisis pekerjaan berbeda. Seleksi metode spesifik harus didasarkan atas tujuan untuk informasi digunakan (evaluasi kerja, kenaikan bayaran, dan pengem­ bangan dan pendekatan) yang paling sesuai untuk organisasi tertentu.



a. Wawancara Wawancara atau interview adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pe­ wawancara dengan yang diwawancarai (Nazir, 2003). Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang dipersiapkan sebagai panduan. Daftar pertanyaan tersebut umumnya digunakan sebagai panduan, dan sangat dimungkinkan pengembangan pertanyaan sesuai dengan situasi empirik di lapangan. Artinya, alat yang digunakan untuk menanyai responden cenderung bersifat longgar, yaitu berupa topik, dan biasanya tanpa pilihan jawaban, sebab tujuannya untuk menggali ide responden secara mendalam. Menurut Sinambela (2014), terdapat tiga jenis teknik wawancara yang dapat dilakukan, yaitu (1) Wawancara Sistemik. Wawancara sistemik adalah wawancara yang peneliti telah mempersiapkan pedoman wawancara secara tertulis tentang materi pertanyaan yang akan digunakan untuk memper­oleh informasi. Dengan pedoman wawancara dimaksud peneliti akan mewawancarai informan sehingga informasi yang diperoleh sesuai dengan sistematika per­ tanyaan yang telah dipersiapkan. Umumnya, pertanyaan dirancang mulai dari hal-hal yang bersifat umum hingga hal-hal yang bersifat khusus. Bab 2  Analisis Pekerjaan



 35



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Selanjutnya, (2) Wawancara Terarah. Menurut Bungin (2005) bentuk wa­ wancara terarah lebih formal dan sistematik bila dibandingkan dengan wawan­ cara mendalam, tetapi jauh tidak formal dan tidak sistematik bila dibandingkan dengan wawancara sistematik. Wawancara terarah dilaksana­kan dengan pola yang lebih bebas, meskipun tetap masih dalam koridor permasalahan dan daftar pertanyaan yang ditentukan. Dengan metode seperti itu, para peneliti lain mengemukakan bahwa wawancara ini wawancara bebas terpimpin, meng­ ingat pertanyaan utamanya sudah ditentukan, tetapi pewawancara diberi ke­ bebasan berimprovisasi menyampaikan pertanyaannya meski harus tetap tidak keluar dari pakem yang sudah ditentukan. Apabila jawaban narasumber kurang lengkap atau pe­wawancara meragukan informasi tersebut, dapat dila­ kukan pertanyaan tam­bahan yang bermaksud menggali informasi tambahan sehingga diperoleh ja­waban yang lebih spesifik dan meyakinkan pewawancara. Kemudian (3) Wawancara Diskusi Kelompok Terbuka. Berbeda dengan kedua metode wawancara terdahulu yang selalu dilakukan secara individual antara pewawancara dengan narasumber (yang diwawancarai), wawancara diskusi kelompok terbuka dilakukan secara berkelompok. Pengumpulan data melalui diskusi kelompok dikenal sebagai Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus. Umumnya, metode wawancara ini paling banyak digunakan untuk memperoleh informasi dalam penetapan tugas, tanggung jawab pekerjaan dan penggunaannya yang luas menjadi keunggulan metode ini. Artinya, melalui wawancara dapat digali informasi yang lebih komprehensif, sehingga dapat dijelaskan dalam analisis jabatan.



b. Kuesioner Pengumpulan data melalui kuesioner menghasilkan data bersifat terstruktur sehingga peneliti dapat melakukan proses pengkuantitatifan data, yaitu meng­ ubah data semula menjadi data berwujud angka (Sinambela, 2014). Hal ini karena metode pengumpulan data kuesioner berbeda dengan metode pe­ ng­umpulan data wawancara. Dalam pengumpulan data kuesioner, data diha­ silkan dari lapangan dengan mengandalkan kuesioner yang dipersiapkan analisis pekerjaan. Kuesioner yang dirancang sebenarnya dalam bentuk jawaban kua­litatif (seperti sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju), tetapi untuk kepentingan analisis data sehingga jawaban yang kualitatif ter­ sebut di­kuantitatifkan dengan pemberian skor misalnya untuk jawaban ter­se­ but di­berikan skor 4, 3, 2, 1. Umumnya, kuesioner yang telah dirancang peneliti akan diujicobakan terlebih dahulu untuk menganalisis kelayakan kuesioner tersebut. Analisis 36



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dilakukan dengan pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan analisis korelasi skor butir dengan skor total. Hasil perhitungan di­ban­ dingkan dengan tabel. Jika butir valid berarti dapat digunakan untuk pe­ ng­umpulan data sesungguhnya, sementara jika tidak valid maka butir tersebut dihapus. Setelah uji validitas dilakukan dilanjutkan dengan analisis reliabilitas yang berfungsi untuk melihat konsistensi penggunaan kuesioner tersebut.



c. Observasi Menurut Goode dan Hatt dalam Sinambela (2014) terdapat berbagai jenis observasi baik yang primitif maupun yang modern, termasuk di dalamnya me­ lalui laboratorium. Peneliti diharuskan memilih jenis observasi yang tepat. Hal itu diperlukan mengingat metode observasi digunakan dengan mengamati dan mencatat pola perilaku orang, objek, atau kejadian-kejadian melalui cara yang sistematis. Berbeda dengan survei yang mengumpulkan data dengan bertanya, metode observasi melakukan pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan perilaku pegawai. Observasi bisa dilakukan dengan mengamati beberapa hal, antara lain (1) Perilaku pegawai, misalnya mengamati apa yang dikerjakan pegawai jika atasan atau bos sedang tidak masuk kerja. (2) Perubahan bahasa tubuh atau raut muka pegawai, misalnya ekspresi pegawai saat diberi tahu ia dipindah tugaskan ke cabang lain di kota yang jauh dari tempat kerja semula, dan (3) Objek, misalnya mengamati jumlah kertas kantor yang dihabiskan setiap pegawai tiap harinya. Dalam melakukan observasi, periset dapat memanfaat­ kan kamera pengintai (surveillance camera) yang dipasang tersembunyi di sudut-sudut ruang kerja. Kamera ini terhubung dengan monitor video yang selain digunakan sebagai alat bantu keamanan juga digunakan untuk meng­ amati perilaku pegawai yang sedang bekerja. Kamera ini akan merekam objek yang diamati sehingga periset dapat menganalisis gerak atau tingkah laku pe­ gawai dalam konteks riil. Ini menjadi salah satu keunggulan metode observasi yang mampu menangkap perilaku pegawai secara nyata sehingga tidak terjadi manipulasi yang dilakukan orang tersebut.



3. Rekam Pegawai Dalam beberapa hal, informasi analisis pekerjaan dikumpulkan dengan mem­ buat rekam pegawai, yang menjelaskan aktivitas kerja sehari-hari mereka dalam buku harian. Dengan metode ini, problem pegawai yang membesar-besarkan penting­nya kerja mereka bisa ditanggulangi.



Bab 2  Analisis Pekerjaan



 37



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



4. Kombinasi Metode Semua metode yang dijelaskan di atas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Sebaiknya, analis tidak menggunakan satu metode analisis pekerjaan secara eksklusif saja, tetapi dapat mengombinasikan berbagai metode sering lebih tepat. Dalam menganalisis kerja tulis dan administratif, analis dapat menggunakan kuesioner didukung wawancara dan observasi terbatas. Dalam meneliti kerja produksi, wawancara dilengkapi dengan ob­ser­vasi eks­ tensif dapat menghasilkan data yang dibutuhkan. Secara mendasar, analis harus mengerahkan kombinasi teknik yang dibutuhkan bagi spesifikasi/deskripsi kerja akurat.



E. URAIAN PEKERJAAN Informasi yang diperoleh analis melalui berbagai metode yang digunakan sa­ngat penting bagi pengembangan uraian pekerjaan. Uraian pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis tentang apa sesungguhnya yang akan dilakukan pelaksana pekerjaan (pejabat atau pegawai), bagaimana dia melakukannya, apa hak dan kewajibannya, serta dalam kondisi seperti apakah pekerjaan itu dijalankan. Jawaban dari berbagai pertanyaan dalam definisi tersebut akan dapat memberikan jawaban yang jelas tentang suatu uraian pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut akan dapat diselesaikan dengan baik dan memuaskan. Me­nurut Dessler (1997) tidak ada suatu format standar yang dapat digunakan untuk menulis suatu uraian jabatan yang baku. Sebenarnya, terdapat tujuh tahapan penting yang secara umum digunakan, yaitu (1) identifikasi jabatan, (2) ringkasan jabatan, (3) hubungan tanggung jawab dan kewajiban yang dilakukan, (4) wewenang yang dimiliki, (5) standar kinerja, (6) kon­disi kerja, dan (7) lingkungan fisik.



1. Identifikasi Jabatan Tahap identifikasi jabatan meliputi nama pekerjaan, devisi, hubungan pela­ poran, dan jumlah pekerjaan atau kode. Tema (nama) yang bagus akan dapat mendekati sifat, isi kerja dan akan membedakan kerja tersebut dari kerja lainnya. Contoh tersebut menunjukkan dengan nama yang sama, tetapi ter­dapat per­ bedaan uraian pekerjaan, hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab yang sangat berbeda. Kode jabatan diperlukan untuk menstandardisasikan suatu pekerjaan, dapat dilakukan sebagai perujukan bagi suatu jabatan.2 Setiap jabatan, 2







38



Di Amerika Serikat suatu pekerjaan dapat ditelusuri dan disamakan suatu istilah pekerjaan dalam, Dictionary of Occupational Title (DOT) atau Kamus Nama Pekerjaan. Dalam artian DOT tersebut dapat menjadi sumber informasi yang membantu menstandarisasi penamaan pekerjaan. DOT baru-baru ini digantikan oleh US Department of Labor’s O’NET OnLine network (www.online.onetcenter.orgError! Hyperlink reference not valid. Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dalam organisasi seyogianya dapat diiden­tifikasi dengan suatu kode yang dapat menggambarkan berbagai karakteristik penting dari jabatan. Selain itu, penen­ tuan waktu perlu ditetapkan sebagai rujukan sejak kapan uraian itu digunakan.



2. Ringkasan Jabatan Ringkasan jabatan akan menggambarkan sifat umum dari suatu jabatan yang menjelaskan fungsi dan kegiatan utama dari jabatan tersebut. Oleh ka­renanya, pengawas pengolahan data dapat mengarahkan pekerjaan ini dari semua tun­ tutan pengolahan data, pengendalian data, dan persiapan data. Dalam hal ini, perlu dihindari pernyataan yang bersifat umum yang justru akan menimbulkan salah interpretasi, misalnya “menjalankan tugas-tugas lain sesuai permintaan”. Pernyataan seperti ini akan menimbulkan multitafsir dan berbahaya, sebab dapat saja seluruh tugas diminta untuk dilakukan meskipun tidak sesuai dengan kapasitas yang bersangkutan. Selain itu, karena tidak diuraikan perintah dari siapa sehingga berbagai atasan pelaku pekerjaan ini dapat memerintahkannya atau akan memberi­kan ketidakjelasan permintaan siapa yang harus didahulukan.



3. Tanggung jawab dan Kewajiban yang Dilakukan Uraian pekerjaan menggambarkan kewajiban utama yang harus dilakukan. Biasanya, untuk mengambarkan hal ini diawali dengan kalimat dimulai de­ngan kata kerja aksi, seperti menerima, melakukan, menetapkan atau me­rakit, se­ cara memadai menerangkan tiap kewajiban. Setiap kewajiban utama dari jabatan seyogianya dijelaskan seraca terpisah, dan digambarkan dalam be­­berapa kali­mat. Misalnya, “melatih bawahan” dapat diperjelas dengan “meng­arahkan pelatihan dengan tujuan untuk memperoleh tenaga ahli dengan kua­lifikasi level 5”.



4. Wewenang yang Dimiliki Pelaksanaan pekerjaan berhasil dengan baik, harus dijelaskan wewenang yang dimiliki pejabat atau pelaksana. Meskipun demikian, perlu ditetapkan batas-batas wewenang pemegang jabatan termasuk wewenang pengam­bilan keputus­annya, supervisi langsung dari personil yang lain dan batas-batas pe­nganggarannya.



5. Standar Kinerja Penetapan standar kinerja bukanlah hal yang mudah, tetapi penetapan harus­lah dilakukan untuk menjadi acuan keberhasilan pejabat melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan uraian pekerjaan. Standar dimaksud hendak­nya terukur dan tidak membias. Misalnya, kriteria yang ditetapkan “melak­sanakan Bab 2  Analisis Pekerjaan



 39



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



tugas sebaik-baiknya” adalah standar yang tidak jelas dan tidak terukur. Pelak­ sanaan tugas sebaik-baiknya tidak memiliki standar yang jelas sebab tidak ada batasan baik buruknya. Pengukuran tidak dapat dilakukan untuk menjawab apakah tugas sudah dilakukan dengan baik atau belum. Oleh ka­renanya pene­ tapan standar kinerja dapat diubah dengan merumuskan standar yang kuantitatif. Misalnya, tugas bagian keuangan yang dirumuskan: secara akurat membukukan rekening utang, dapat ditentukan standar kinerja: (a) semua faktur yang masuk dibukukan dalam hari kerja yang sama; (b) semua faktur dikirimkan kepada semua manajer terkait untuk mendapatkan perse­tujuan paling lambat 1 hari setelah faktur diterima; (c) paling banyak satu kekeliruan dalam periode 10 hari kerja; (d) paling banyak satu keluhan kerja selama dua bulan.



6. Kondisi Kerja dan Lingkungan Fisik Uraian pekerjaan juga akan menjelaskan kondisi kerja umum yang tercakup pada jabatan. Misalnya, gambaran kondisi kerja terkait dengan “tingkat ke­ bisingan”, “risiko yang mungkin dihadapi” dapat dijelaskan dengan baik. De­ngan gambaran tersebut pejabat yang akan melaksanakan tugas dapat mem­ba­yang­ kan kondisi kerja seperti apa yang akan dihadapinya sehingga dapat mem­persiap­ kan diri secara psikologi maupun yang terkait dengan fisik. Ke­lalaian memberikan informasi seperti ini kemungkinan akan menyebabkan kegagalan pejabat yang akan melaksanakan tugas.



F. PELAKSANAAN ANALISIS PEKERJAAN Berikut ini tahapan-tahapan dalam pelaksanaan analisis pekerjaan.



1. Tahap Analisis Pekerjaan Tahap persiapan dan perencanaan yang akan menjelaskan: (a) penegasan kembali struktur organisasi yang akan menjadi pegangan bagi proses selan­­ jutnya termasuk nama-nama jabatan dan tempatnya. (b) Inventarisasi jabatan yang ada di setiap unit kerja yang ada dan disusun berdasarkan hierarki dan diberi kode identifikasi. (c) Menetapkan metode pengumpulan data yang akan digunakan dan menyiapkan alat dan sarana yang diperlukan (misalnya for­ mulir). (d) Membentuk tim pelaksana analisis pekerjaan dan menjelaskan tentang metode pengumpulan dan pengolahan data yang akan digunakan. (e) Mengomunikasikan tentang maksud dan tujuan analisis pekerjaan yang akan dilaksanakan kepada semua pihak (pimpinan dan pegawai organisasi). Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan timbulnya persepsi dan harapan yang keliru.



40



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



2. Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan informasi dibutuhkan untuk mendeskripsikan suatu pe­ kerjaan. Berbagai informasi yang dibutuhkan antara lain terkait: (a) ak­tivitas tugas, perilaku manusia (kapan, bagaimana, kenapa pekerjaan perlu dilak­ sanakan), (b) mesin, peralatan, perlengkapan, dan alat bantu, (c) kondisi jabatan, berhubungan dengan kebutuhan personil dan standar kerja. Metode pengumpulan informasi/data yang dapat dilakukan antara lain melalui wa­ wan­cara (individual, kelompok, dengan penyelia); Kuesioner (terbuka, ter­ tutup); dan Observasi.



3. Langkah Analisis Pekerjaan Menurut Rivai dan Sagala (2011), terdapat enam langkah melakukan ana­li­ sis pe­kerjaan dalam suatu organisasi. Langkah 1, menyediakan suatu pandangan mengenai suatu pekerjaan, berkait dengan organisasi secara keseluruhan. Struktur organisasi dan tabel proses digunakan untuk melengkapi langkah ini. Langkah 2, mendorong penentuan bagaimana analisis pekerjaan dan informasi rancang pekerjaan akan digunakan. Pada umumnya, langkah ini memerlukan waktu dan biaya yang mahal untuk meneliti setiap pekerjaan sehingga suatu contoh yang dapat mewakili pekerjaan perlu untuk terpilih. Langkah 3, sejalan dengan langkah 2 tersebut, dilanjutkan dengan pemilihan peker­jaan untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan penggunaan dari teknik analisis pekerjaan yang bisa diterima. Teknik analisis digunakan untuk mengumpulkan data atas karakteristik pekerjaan, perilaku yang diperlukan, dan karakteristik suatu pegawai yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut. Langkah 4, me­ngum­­pulkan in­ formasi yang digunakan. Data dan informasi yang digunakan haruslah objektif sehingga tidak menyesatkan. Apabila data dan informasi yang tersedia keliru maka hasil analisis pekerjaan juga akan keliru. Berikut ini contoh uraian pekerjaan dalam Gambar 2.3 berikut. Langkah 5, mengembangkan deskripsi tugas. Hasil di telaah dari berbagai informasi yang diperoleh dapat dikembangkan rangkaian gambaran pekerjaan yang akan dilakukan. Rangkaian pekerjaan yang telah dirumuskan perlu dikaji ulang sebelum ditetapkan. Akhirnya, Langkah 6, mempersiapkan spe­si­fikasi ja­batan. Setelah ditetapkan deskripsi pekerjaan, langkah berikut­nya adalah menen­ tukan berbagai persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang pejabat atau pe­ gawai yang akna melakukan pekerjaan tersebut. Semakin jelas spe­sifikasi yang ditentukan semakin baik, dan akan semakin berhasil pekerjaan tersebut dila­ kukan. Bab 2  Analisis Pekerjaan



 41



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Analisis Pekerjaan Divisi Produksi PT Roti Sehat JADWAL ANALISIS JABATAN Nama pekerjaan Divisi Produksi Roti Penugasan dari



Direktur Produksi



Kode pekerjaan



AP05 – Produksi Roti Sehat



Ringkasan pekerjaan



Menggunakan mesin mixer untuk mencampur berbagai bahan untuk adonan kue yang menurut formula yang dikehendaki, mengarahkan pegawai lain dalam mengamati fermentasi adonan, dan menggolongkan adonan dalam potongan yang dikehendaki Fungsi Dasar Pegawai Divisi Produksi Roti



Aktivitas Dasar



Data Pensintesisan 1 Koordinasi 2 Analisis 3 Pengumpulan 4 Komputerisasi 5 Penyalinan 6 Pembandingan



Orang Pengarahan 1 Negosiasi 2 Instruksi 3 Pensurpervisian 4 Peragaman 5 Pembujukan 6 Pensandian 7 Pelayanan



Barang Penetapan 1 Kecermatan 2 Pengendalian 3 Dorongan operasi 4 Manipulasi 5 Pemeliharaan 6 Penanganan



8 Menindaklanjuti berbagai masukan Penilaian diberikan untuk tiga kategori : Data, Orang dan Barang. Caranya adalah dengan memberikan skor 1-5. Skor 1 berarti kurang baik, 5 sangat baik



Berdasarkan poin di atas, dapat dimatrikskan penilaian sbb: Fungsi Pegawai



Penilaian pekerjaan



D



O



B



Data



Orang



Barang



4



3



5



Bidang kerja : Pembakaran roti



Informasi untuk ditelaah oleh Alisis



Waktu pelatihan yang dibutuhkan Kecerdasan Temperamen Minat Tuntutan fisik Kondisi lingkungan



Sumber: Dokumen Pribadi



Gambar 2.3 Contoh Hasil Analisis Pekerjaan Divisi Produksi PT Roti Sehat



42



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



G. JENIS ANALISIS PEKERJAAN Menurut Mangkunegara (2001), terdapat dua jenis analisis pekerjaan yaitu (1) analisis jabatan tradisional, dan (2) analisis jabatan berorientasi hasil.



1. Analisis Pekerjaan Tradisional Analisis jabatan tradisional hanya mencari informasi sekitar tiga aspek saja, yaitu (a) tanggung jawab, yang merinci unit organisasi mana suatu kedudukan harus bertanggung jawab, harus tunduk pada arahan dan bagian pengendalian pelaksanaan; (b) berbagai kewajiban umum dari seseorang yang sedang me­ megang sesuatu kedudukan; (c) kualifikasi minimal yang diterima sebagai kelayakan. Selanjutnya, diuraikan Mangkunegara (2002) bahwa terdapat lima kelemahan dari analisis jabatan tradisional, yaitu (a) Uraian tugas hanya men­ catat tugas-tugas yang dilaksanakan oleh sejumlah pembantu administrasi. Oleh karena itu, uraian tugas ini diterapkan untuk sejumlah kedudukan, maka perhatian tidak ditujukan pada sifat-sifat dasar dari pekerjaan secara spesifik. (b) Tidak ada syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu pekerjaan. Berdasarkan pers­pektif seorang pelamar atau pekerja, tidak terdapat keterangan yang ber­ guna bagi berbagai tujuan orientasi sehingga para pekerja akan menjadi ragu dan tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan dari pekerja melalui peker­ jaannya itu. Selanjutnya, (c) Tidak memiliki standar kinerja minimal yang dapat dipedomani oleh para pekerja. Pengabaian ini adalah dasar bagi perbe­ daan antara evaluasi kerja yang terkait dengan proses evaluasi manfaat kerja dan evaluasi kinerja. (d) Tidak merinci kuantitas, kualitas, atau ketepatan waktu dari suatu pelayanan yang diinginkan. (e) Uraian tugas tradisional me­ rinci suatu perangkat standar yang umum dari kualifikasi minimal untuk setiap kedudukan. Selain itu, umumnya uraian jabatan tradisional tidak digunakan untuk orientasi, perbaikan kinerja, dan pengembangan karier. Uraian jabatan ini hanya memberikan uraian singkat mengenai berbagai kewajiban, para pe­kerja harus menunggu untuk belajar mengenai berbagai persyaratan kerja, dan standarstandar jika mereka sudah dipekerjakan. Ketidakjelasan kontrak psikologis yang tidak adil merupakan sebab dari kebanyakan konflik yang terjadi antara pegawai dengan organisasi.



2. Analisis Pekerjaan Berorientasi Hasil Analisis pekerjaaan berorientasi hasil (results oriented job description) atau sering juga dinamakan outpu-oriented job description, yaitu uraian pekerjaan yang didesain berorientasi pada hasil yang diharapkan. Analisis pekerjaan berorientasi hasil berasumsi bahwa uraian pekerjaan akan lebih bermanfaat Bab 2  Analisis Pekerjaan



 43



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



jika uraian pekerjaan tersebut dapat memperjelas berbagai harapan bagi orga­ nisasi kepada para pekerja, dan keterkaitan antara tugas, standar, kecakapan, dan kualifikasi minimal. Oleh karenanya analisis pekerjaan ini memuat ber­ bagai keterangan yang berkaitan dengan pertanyaan berikut (Mangkunegara, 2001): (a) Task. Perilaku, kewajiban atau fungsi apa yang penting bagi suatu pekerjaan? (b) Conditions. Bagaimana sifat dasar pekerjaan, atau syarat-syarat apa yang diperlukan pekerjaan itu agar terlaksana, biasanya mudah atau sulit dilaksanakan? (c) Standars. Harapan kinerja objektif yang diberikan pada setiap tugas, yang dituangkan menurut ketentuan standar kuantitas, kualitas, atau ketetapan waktu yang benar-benar dikaitkan dengan tugas organisasi? (d) SKA's (skills, knowledges, and abilities). Kecakapan apa, pengetahuan apa, dan kete­ ram­pilan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas pada standar minimal yang diterima? (e) Qualifications. Pendidikan dan pengalaman yang bagaimana, serta berbagai kualifikasi lain yang bagaimana yang dibu­tuhkan untuk memastikan bahwa para pekerja mempunyai SKA's yang diper­lukan bagi pelaksana tugasnya. Model ini banyak membantu dalam menyelesaikan permasalahan-per­ masalahan yang terdapat pada uraian pekerjaan tradisional. Terdapat kelebihan dan kelemahan uraian pekerjaan berorientasi pada hasil. Kelebihannya antara lain: (a) model ini menyediakan sarana untuk menghubungkan masukan per­ sonal terhadap luaran organisasi bagi para perencana program. (b) Model ini menyediakan sarana memperkenalkan kepada pekerja yang baru atas berbagai harapan, tujuan MBS yang ditetapkan, dan untuk mengadakan evaluasi terhadap kinerja pekerja secara lebih objektif bagi para manajer. (c) Model ini mem­beri­kan gambaran yang jelas mengenai harapan kinerja or­ganisasi, dan kualifikasi minimal yang dibutuhkan untuk promosi atau penempatan bagi para pegawai. (d) Me­ ningkatkan dampak dari para manajer kepegawaian terhadap produk­tivitas organisasi dan pekerja daripada membatasi dampak mereka pada ma­najemen kedudukan dan pemaksaan pegawasan legislatif dari luar. Sementara itu, kelemahan model ini antara lain: (a) berbagai perubahan di dalam syarat dan standar menuntut peninjauan kembali atas uraian pe­ker­ jaan berorientasi hasil ini. (b) Setiap kedudukan menuntut uraian pe­ker­jaan berorientasi hasil tersendiri. (c) Beberapa kedudukan tidak mempunyai ber­ bagai standar kinerja yang tidak dapat diukur.



H. SPESIFIKASI PEKERJAAN Spesifikasi jabatan merujuk pada uraian jabatan dengan menjawab perta­nyaan sifat-sifat dan pengalaman seperti apakah yang harus dimiliki seseorang agar pekerjaan ini dapat dilaksanakan dengan baik? 44



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Dalam menetapkan spesifikasi pekerjaan bagi pegawai yang terlatih cen­ derung akan lebih mudah (Hadiyatno, 2013) mengingat gambaran peker­jaan mereka yang sudah terurai dengan jelas. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara deskripsi pekerjaan dengan spesifikasi pekerjaan yang terlihat dari per­ spektif semata (Simamora, 2001). Selanjutnya, Rivai dan Sagala (2011) merumuskan bahwa spesifikasi pe­­ ker­­­­jaan adalah karakterisktik atau syarat-syarat kerja yang harus dipenuhi sehingga dapat melaksanakan suatu pekerjaan/jabatan. Lebih jelasnya, spe­ si­fikasi peker­jaan dimaknai sebagai gambaran berbagai tuntutan pekerjaan ter­ hadap pegawai yang melakukan suatu pekerjaan, dengan menetapkan ber­bagai keahlian pegawai yang akan melakukannya, antara lain pengetahuan, keterampilan, kemampuan fisik dan psikologi, serta sifat-sifat kepribadian tertentu yang disya­ ratkan kepada pegawai untuk melaksanakan pekerjaan tertentu secara baik dengan indikator efektif, efisien, dan produktif. Adapun contoh spesifikasi ja­ batan dapat dilihat seperti pada gambar berikut. SPESIFIKASI PEKERJAAN ROTI SEHAT Aspek Spesifikasi



Informasi pekerjaan



Faktor keahlian



Informasi Spesifikasi Nama jabatan



Analis Produk Baru



Divisi



Produksi



Lokasi



Kantor Pusat Surabaya



Kode jabatan



AP101



Grade Jabatan



10



Supervisi



Divisi SDM



Biaya



Anggaran Perusahaan



Tanggal



1 November 2015



Dipersiapkan oleh



Sastro Amigo, S.E.



Disetujui oleh



Dr. Hizkia Sinambela



Pendidikan



Memiliki pendidikan Sarjana Strata 1 atau Ahli Madya Diploma 4



Pengalaman



Memiliki pengalaman minimal 3 tahun sebagai Analis Produk Baru



Komunikasi



Memiliki keahlian berbicara mengemukakan ga­­gasan dan mendiskusikannya dalam divisi untuk menghasilkan produk baru berlanjut



Bab 2  Analisis Pekerjaan



 45



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Aspek Spesifikasi



Informasi Spesifikasi



Terkait fisik



Fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas yang bersifat klerikal, seperti duduk, berdiri, dan berjalan



Terkait psikologi



Inisiatif dan kecerdasan merupakan hal yang diper­­lukan; pertimbangan yang sistemik dan holistik sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang akan dilakukan, yakni ketelitian, kecermatan dengan berbagai metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi terkait produk; pengambilan keputusan yang didasari berbagai pertimbangan adalah hal yang mutlak; menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi ke dalam deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan kriteria kinerja.



Eksternal



Tugas ke berbagai kantor cabang perusahaan di berbagai kota



Internal



Tugas di sekitar lokasi pekerjaan (kantor) untuk menghimpun berbagai informasi



Faktor daya



Kondisi kerja



Gambar 2.4 Contoh Spesifikasi Pekerjaan Roti Sehat



I. TANTANGAN DALAM ANALISIS PEKERJAAN Analisis pekerjaan sangatlah urgen dilakukan dalam suatu organisasi. Mes­ kipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat berbagai tantangan dalam pelaksanaan analisis pekerjaan yakni tantangan internal, tantangan eksternal, dan tantangan dari penilaian kinerja (Bariyah, 2015). Tantangan eksternal adalah tantangan yang dihadapi pegawai bersumber dari luar orga­ nisasi umumnya berupa variabel interveining yang sulit untuk di kontrol, antara lain (1) tantangan teknologi, yakni tantangan teknologi mengubah industri secara keseluruhan dan otomatisasi; (2) tantangan ekonomi; (3) tantangan politik dan pemerintah; (4) tantangan demografis; (5) tantangan geografis (kondisi sosial budaya, pasar tenaga kerja, dan kegiatan pesaing); (6) langkahlangkah yang ditetapkan oleh MSDM (monitoring lingkungan, eva­luasi dam­ pak perubahan, berbagai tindakan proaktif, dan analisis umpan balik). Tantangan internal adalah tantangan yang dihadapi pegawai bersumber dari dalam organisasi umumnya berhubungan dengan organisasional, antara lain (1) karakter organisasi; (2) serikat pegawai; (3) sistem informasi; (4) ber­ bagai perbedaan pegawai secara individual; (5) sistem nilai ma­najer dan pegawai. Selain itu, tantangan dari penilaian kinerja juga menjadi persoalan yang dihadapi organisasi untuk pelaksanaan penilaian pekerjaan. Tantangan 46



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



penilaian kinerja mencakup perbandingan biaya dan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan metode penilaian yang tepat dan relevan. Kriteria manfaat untuk manajemen SDM adalah berbagai indikator dengan melakukan ber­bagai perbandingan untuk dapat menunjukkan berbagai peningkatan, per­baikan, dan manfaat bagi organisasi. Misalnya, ingin menilai tentang produk­tivitas kerja, antara lain dapat dilihat melalui dimensi output yang terlihat dari in­dikator prestasi kerja, ketidak hadiran pegawai. Kualitas kehidupan kerja antara lain melalui dimensi peningkatan keterlibatan pegawai, kepuasan kerja, penu­runan stres kerja, dan penurunan kecelakaan kerja.



J. DESAIN PEKERJAAN Berikut ini akan dijelaskan mengenai desain pekerjaan.



Konsep Desain Pekerjaan Desain pekerjaan adalah proses penentuan tugas spesifik untuk dilakukan, me­ tode yang digunakan dalam melaksanakan tugas tersebut, dan bagaimana pe­ kerjaan terkait dengan pekerjaan lain dalam organisasi. Rivai dan Sagala (2011) berpendapat bahwa desain pekerjaan merupakan pengembangan dari analisis pekerjaan terkait dengan upaya untuk memperbaiki efisiensi, efekti­vitas dan produktivitas organisasi, serta kinerja pegawai. Dalam merancang suatu peker­ jaan, seyogianya memperhatikan hubungan antara teknologi dengan manusia. Selain itu, harus dapat menjembatani pencapaian tujuan organisasi dan me­ ngetahui kapasitas, serta kebutuhan pegawai yang melaksa­nakan pe­ker­jaan tersebut. Sementara itu, dua hal yang penting dalam desain pekerjaan, yaitu perluasan pekerjaan (job enlargement) dan pengayaan pekerjaan (job enrichment). Desain pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan dilak­sa­ nakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas, bagai­mana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam organisasi Simamora (2001). Definisi yang sama dikemukakan oleh Rivai dan Sagala, (2011), desain3 pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan dilaksanakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas, dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam organisasi. Dengan menggunakan desain pekerjaan maka terjadi manipulasi muatan, ber­ bagai fungsi dan hubungan dari pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi yang terlihat pada Gambar 2.5 berikut. 3







Job design oleh Rivai dan Sagala dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, diterjemahkan menjadi Rancang pekerjaan. Meskipun demikian, penulis dalam buku ini lebih menggunakan desain yang memang bermakna sama dengan rancang, sebab dalam Bahasa Indonesia kata desain juga sudah dibakukan Bab 2  Analisis Pekerjaan



 47



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Muatan Pekerjaan



Kemajuan tugas Otonomi tugas Kompleksitas tugas Kesulitan tugas Identitas tugas



Fungsi-Fungsi Pekerjaan



Tanggung jawab Otoritas Arus informasi Berbagai metode kerja Kebutuhan organisasi



Umpan balik



Pencapaian Tugas



Produktivitas Efektivitas Efisiensi



Reaksi Pegawai



Ketidakhadiran Kepuasan Perputaran pegawai



Hubungan-Hubungan



Hubungan dengan yang lain Berbagai peluang organisasi Berbagai kebutuhan tim kerja



Dimensi-dimensi desain pekerjaan



Umpan balik



hasil-hasil kinerja



Gambar 2.5. Kerangka Acuan untuk Rancang Pekerjaan



Gambar tersebut menunjukkan arti pentingnya desain pekerjaan bagi ka­ langan pegawai dan organisasi, dimana disain pekerjaan akan menunjukkan cara dan sejauh mana berbagai tugas dapat diselesaikan oleh pegawai. Akan tetapi, berbagai faktor yang mempengaruhi desain pekerjaan secara umum ada tiga faktor penting sebagaimana dikemukakan Simamora (2001) faktor ling­ kungan, organisasi, dan keperilakuan. Sementara itu, menurut Rivai dan Sagala (2011) berpendapat tiga faktor juga dengan urutan berbeda yaitu organisasional, lingkungan, dan keperilakuan.



a. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan terdiri dari sistem politik dan harapan sosial. Faktor politik sudah barang tentu selalu terkait dalam kehidupan organisasi. Setiap organisasi haruslah mematuhi undang-undang lokal,4 negara, dan internasional. Selain itu, juga harus memperhatikan berbagai regulasi dan koordinasi jika mereka 4







48



Hal yang dimaksud dengan lokal dalam hal ini adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah setempat. Misalnya, di Indonesia adalah oleh pemerintah daerah tingkat I (Provinsi), Pe­ merintah tingkat II (Kabupaten, Walikota). Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



ingin tetap bertahan hidup. Selain sistem politik, dalam faktor lingkungan juga perlu diperhatikan berbagai harapan masyarakat. Diterima tidaknya suatu desain pekerjaan juga akan dipengaruhi oleh berbagai harapan masya­ rakat, seperti budaya, etika kerja dan agama semuanya berhubungan de­ngan pembentukan harapan-harapan masyarakat. Kegagalan organisasi meme­­nuhi harapan seperti itu tentu saja akan berimplikasi turunnya motivasi dan se­ mangat kerja; menurunkan kepuasan kerja yang pada akhirnya akan menu­ runkan komitmen mereka pada organisasi; serta yang paling berbahaya adalah me­ningkatkan turnover pegawai.



b. Faktor Organisasional Faktor organisasional terdiri dari dimensi otomasi, teknologi dan integrasi fungsional silang (Simamora, 2001). Dimensi otomasi adalah pengambilan keputusan penting yang harus ditetapkan manajer dalam suatu organisasi ketika mendesain pekerjaan. Sementara itu, dimensi teknologi adalah pe­man­faatan dan penggunaan teknologi canggih dalam organisasi mereka. Dimensi integrasi fungsional silang. Intergrasi fungsional silang adalah suatu tindakan mengombinasikan berbagai pekerjaan ke dalam sebuah pe­ker­jaan. Akhir-akhir ini sejumlah organisasi memulai integrasi fungsional silang guna memotong berbagai biaya tenaga kerja akan tetapi dapat mening­katkan pro­ duk­tivitas.



c. Faktor Keperilakuan Faktor keperilakuan dapat dilihat dari dua hal, yaitu baruan keahlian tenaga kerja serta desain berbagai pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan teknologi. Sebelum mencoba sebuah program desain atau rede­ sain pekerjaan, para manajer haruslah memutuskan apakah keahlian pegawai mereka akan cocok dengan pekerjaan yang baru. Apabila kurang cocok tentu saja membutuhkan pelatihan. Terkadang pegawai tidak mempunyai kemampuan atau latar belakang pendidikan untuk melaksanakan pekerjaan yang baru didesain tersebut sehingga hal tersebut menyebabkan ketidakpuasan, frustrasi, dan berkinerja dengan tidak maksimal. Sementara itu, desain berbagai pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan teknologi perlu memperhatikan desain ulang dapat diupa­ yakan sesuai dengan kondisi pegawai, teknologi yang ada atau suatu kombinasi diantara keduanya. Dalam hal ini, manajer harus memutuskan 'arah' mana yang diyakini tepat bagi organisasi. Perancangan pekerjaan bagi orang-orang membutuhkan suatu pemeriksaan terhadap berbagai keinginan, kebutuhan Bab 2  Analisis Pekerjaan



 49



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dan kehendak dari para pegawai. Pekerjaan dapat didesain guna meningkatkan arti pekerjaan bagi kepuasan dan motivasi kerja pegawai.



K. PENDEKATAN DALAM DESAIN PEKERJAAN Menurut Rivai dan Sagala (2011), terdapat empat perspektif pendekatan desain pekerjaan, yaitu pendekatan persepsi, pendekatan jenis kelamin, pendekatan mekanis, dan pendekatan motivasional. Pendekatan persepsi dan jenis kelamin mempunyai dasar di dalam rancang-bangun manusia, di mana fokus utama adalah pada pengintegrasian antara manusia dan sistem mesin, seperti menye­ suaikan ran­cangan peralatan dan kecocokan antara mesin dengan operatornya. Sementara dua pendekatan lainnya dengan jelas menekankan masalah po­ten­ sial yang sering terjadi dalam organisasi mengenai desain pekerjaan. Pendekatan mekanis diawali dengan lahirnya manajemen ilmiah yang ditemukan oleh Frederick W. Taylor yang memfokuskan upayanya pada efi­ siensi operasi-operasi pada abad ke-18. Studi yang dilakukan Taylor ini mene­ mukan prinsip-prinsip manajemen ilmiah yang menekankan kom­ponen: (1) spesialisasi, (2) deskripsi pekerjaan yang spesifik dan sempit, (3) pembuatan jadwal kerja dan istirahat yang sistematik, dan (4) supervisi yang akrab. Para manajer mengemukakan bahwa pendekatan manajemen ilmiah ini sangatlah menarik, sebab pendekatan tersebut dapat meningkatkan kinerja pegawai yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja organisasi juga. Strategi awal untuk menanggulangi sebagian dari permasalahan yang ber­ hubungan dengan pekerjaan yang didesain menurut manajemen ilmiah terfokus pada perluasan pekerjaan. Perluasan pekerjaan mencoba untuk meningkatkan kepuasan kerja melalui pemberian variasi pelaksanaan peker­jaan kepada pe­ gawai. Perluasan pekerjaan sifatnya horizontal, mengingat pegawai tidak diberi tanggung jawab atau otoritas lebih besar dalam peng­ambilan keputusan, tetapi mereka diizinkan untuk melakukan jenis pekerjaan lebih banyak.



1. Pengayaan Pekerjaan Pengayaan pekerjaan (job enrichment) adalah peningkatan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya, pemberian keleluasaan dan tanggung jawab yang lebih besar dalam merencanakan kegiatannya, serta kesempatan yang lebih luas untuk mengendalikan diri sendiri dalam melakukan berbagai aspek pekerjaanya. Menurut Herzberg, lima prinsip harus diikuti ketika menerapkan peng­ayaan pekerjaan: (a) meningkatkan tuntutan (persyaratan) kerja, (b) mening­katkan 50



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



akuntanbilitas pekerja, (c) memberikan kebebasan jadwal kerja, (d) mem­berikan umpan balik, dan (e) memberikan pengalaman pembelajaran baru.



2. Perluasan Kerja Perluasan kerja (Job enlargment). Perluasan kerja diartikan sebagai pemberian tambahan aktivitas pada jenjang yang sama kepada pekerja sehingga mereka dapat meningkatkan jumlah aktivitas yang dapat dikerjakan (Gari Gesler, 2011). Artinya, baik pengayaan pekerjaan maupun perluasan kerja dapat digunakan oleh pekerja, yang memiliki kemampuan untuk maju sejauh mereka tetap dalam pekerjaan sekarang. Akan tetapi, ada hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal pengayaan pekerjaan dan perluasan kerja, yaitu Reengineering. Reengineering adalah pemikiran kembali fundamental dan desain ulang ra­dikal poses bisnis untuk mencapai perbaikan signifikan dalam ukuran ki­ nerja kontemporer kritis, seperti biaya, kualitas, layanan dan kecepatan. Pada dasarnya, reengineering melibatkan pemikiran kembali organisasi dan men­ desain kembali sistem bisnisnya untuk menjadi lebih kompetitif. Misalnya, pada saat Hawlett-Packard mengembangkan lini produk baru printer ber­ harga-rendah, para insinyur diminta mengabaikan model, menjualnya dan mulai dari sketsa. Melalui reengineering, CEO Vyomesh Joshi, menginginkan keseluruhan lini produk dibawa serta bersama pada satu waktu. Selain itu, dia juga ingin melakukan perubahan konsep tokonya sendiri sehingga kurang dari tiga tahun, 18 bulan lebih cepat daripada yang pernah diluncurkan produk HP. Rancangan radikal tersebut menjadi tantangan bagi para insinyur dan perlu “berpikir di luar kotak”5 . Meskipun demikian, tugas yang disampaikan kepada para insinyur tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik.



3. Simplifikasi Pekerjaan Simplifikasi pekerjaan (job simplification). Simplifikasi pekerjaan ber­ang­gapan bahwa pekerjaan dapat dibagi ke dalam berbagai tugas yang sederhana dan ber­ ulang-ulang yang memaksimalkan efisiensi. Pendekatan ini mengasum­sikan bahwa aspek pemikiran merupakan bagian manajer dan supervisor, se­mentara para pekerja hanya semata-mata melakukan tugas sesuai dengan me­tode dan teknik yang telah ditentukan manajer. Simplifikasi pekerjaan dapat meman­ faatkan tenaga kerja secara sangat efektif guna menghasilkan banyak produk yang sudah memenuhi standarisasi. 5







Yang dimaksud dengan “berfikir diluar kotak” dalam hal ini adalah mencoba memikirkan sesuatu yang diluar teori yang ada dalam buku teks, dan mencoba sesuatu konsep yang progresif untuk diujicobakan. Bab 2  Analisis Pekerjaan



 51



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



4. Penyederhanaan Pekerjaan Penyederhanaan pekerjaan (de-jobbing). Penyederhanaan pekerjaan dilakukan melalui perluasan tanggung jawab pekerjaan organisasi, dan mendorong pekerja untuk tidak membatasi diri mereka dengan deskripsi pekerjaan me­ reka. Pengayaan dan perluasan pekerjaan dapat dilakukan dengan de-jobbing sehingga memudahkan organisasi untuk pendeskripsian ulang pekerjaan se­ cara lebih luas.



L. PENUTUP Analisis pekerjaan adalah suatu aktivitas yang sistematis untuk menelaah suatu pekerjaan dengan menentukan tugas, kewajiban dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan, pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dalam organisasi. Berbagai istilah yang berhu­bungan erat dengan analisis pekerjaan, yaitu job, posisi, elemen, tugas, ke­wajiban, ja­ batan, deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, evaluasi pekerjaan. Pekerjaan (job) terdiri dari sekelompok tugas yang harus dilakukan untuk organisasi bagi mencapai tujuannya. Sebenarnya, terdapat dua dimensi yang harus di­ perhatikan dalam analisis jabatan, yaitu deskripsi jabatan dan spesifikasi ja­ batan.



52



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 3



PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA



A. PENDAHULUAN



1



Kecerdasan manusia yang semakin meningkat telah melahirkan satu “truisme” yang semakin luas dianut oleh pengikutnya, membuat manusia secara terus menerus berinovasi dalam pekerjaannya sehingga berbagai kebutuhannya yang juga secara linear meningkat dapat terpenuhi. Tuntutan seperti ini menjadi perhatian organisasi tidak saja dalam pengadaan SDM, tetapi juga dalam aspek lain. Misalnya, pelatihan, pengembangan karier, keselamatan dan kese­hatan kerja, serta kesejahteraan. Dengan perencanaan SDM yang baik maka berbagai aspek tersebut dapat dikelola dengan baik. Kebutuhan akan pentingnya perencanaan SDM dalam suatu organisasi, mungkin tidak disadari oleh pimpinan karena kebutuhan dimaksud tidak tam­ pak dengan jelas. Orang mungkin akan bertanya jika suatu perusahaan memer­ ­lukan pegawai baru mengapa tidak dengan mudah mendapatkannya.2 Sebenarnya, kebutuhan SDM dalam organisasi sulit dipenuhi secepat atau se­mudah yang tersirat seperti yang dipikirkan. Organisasi yang tidak meren­canakan SDMnya sering akan menemukan bahwa mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan pegawai sesuai dengan tujuan dari perusahaan secara efesien dan efektif. Misalnya, akan banyak terjadi hal-hal yang merugikan organisasi karena terdapat ke­ salahan dalam menerima pegawai baru. Produktivitas suatu perusahaan akan 1







2







Istilah truisme merujuk pada keyakinan seseorang bahwa memiliki pekerjaan, penghasilan yang tetap dan memadai menjadi salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar yang lebih mengarah menjadi “hak individu” yang harus terpenuhi. Pikiran seperti itu cenderung akan muncul mengingat di negara berkembang, umumnya ter­ dapat ketimpangan penawaran SDM dengan permintaan atau kebutuhan organisasi se­ hingga cenderung dimaknai bahwa “kapan pun SDM dibutuhkan” akan dengan mudah diperoleh. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 53



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



meningkat, apabila SDM yang ada pada perusahaan tersebut merupakan orangorang yang sudah direncanakan, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Dengan berbekal dengan informasi dari analisis pekerjaan dan desainnya maka pe­rencanaan SDM organisasi khususnya permintaan dan persediaan pegawai untuk masa yang akan datang dapat diperkirakan secara sistematis dan akurat. Hal ini memungkinkan para manajer dan departemen SDM untuk mengembangkan perencanaan penyusunan staf, didukung oleh strategi orga­ nisasi yang memberikan kesempatan untuk bertindak secara proaktif daripada reaktif. Suatu organisasi tanpa didukung oleh pegawai yang sesuai baik segi kuantitatif, kualitatif, strategi, operasional dan fungsional maka perusahaan itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaan, mengembangkan, dan me­ ma­jukannya di masa mendatang. Sementara itu, terdapat berbagai keuntungan bagi suatu organisasi besar yang menggunakan perencanaan SDM, yaitu: 1. Integrasi yang strategis antara permintaan dan jumlah staf yang ada. Ar­ tinya, dengan perencanaan SDM akan diperoleh staf yang sesuai dengan kebutuhan. 2. Pemanfaatan SDM yang tersedia secara efektif. Sumber Daya Manusia yang diperoleh tentunya sesuai dengan yang dibutuhkan karenanya peker­jaan­ nya akan efektif. 3. Persaingan SDM dan sasaran organisasi masa depan secara tepat guna. Kinerja efektif yang ditunjukkan pegawai, tentu saja akan mendukung kemampuan organisasi bersaing dengan organisasi lainnya. 4. Hemat secara ekonomi dalam penerimaan para pegawai baru. Dengan perencanaan yang dilakukan, pegawai yang diharapkan dapat diperoleh dengan biaya yang lebih hemat. Hal itu terjadi karena organisasi dimung­ kinkan bernegosiasi dengan SDM yang akan direkrut dengan memilih pegawai yang dikehendaki dan biaya terendah karena memperoleh banyak pilihan, berbeda dengan tanpa perencanaan yang kemungkinan tidak ba­ nyak waktu dan pilihan yang tersedia. 5. Memperluas informasi SDM sesuai dengan kegiatan SDM dan unit orga­ nisasi lain. Dengan perencanaan yang matang, akan diperoleh waktu yang memadai untuk membangun jaringan dengan berbagai organisasi terkait. Misalnya, lembaga penyedia SDM, lembaga pendidikan dan lain-lain. 6. Permintaan dalam jumlah besar pada pasar tenaga kerja lokal akan ter­pe­ nuhi. Organisasi yang membutuhkan pegawai dalam jumlah besar tidak­ lah mudah diperoleh tanpa perencanaan yang baik. Meskipun tenaga kerja 54



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



lokal tersedia dengan jumlah besar, tetapi tanpa terpublikasi dengan baik potensi tenaga kerja tersebut tidak akan dapat diperoleh. 7. Koordinasi program SDM dan kebutuhan yang tersedia. Departemen SDM akan lebih leluasa membuat perencanaan tahap demi tahap dengan semua lini tentang kebutuhan dimaksud dan dapat merealisasikannya. Kenyataannya, keuntungan yang diperoleh dengan adanya perencanaan SDM tersebut tidak seimbang dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan. Hal ini diakibatkan organisasi kecil tidak membutuhkan tenaga, pikiran, dan waktu yang diperlukan seperti pada organisasi besar. Artinya, waktu, tenaga dan pem­ biayaan untuk memperoleh pegawai di bawah 10 orang akan sangat berbeda dengan memperoleh pegawai ratusan atau ribuan.



B. PENGERTIAN PERENCANAAN SUMBER DAYA MA­ NUSIA Berikut ini penjabaran yang berhubungan dengan perencanaan SDM.



1. Pengertian Perencanaan Secara umum, istilah perencanaan SDM mengacu pada usaha perusahaan yang mengidentifikasi implikasi SDM pada perubahan organisasional dan pada isu bisnis utama supaya menggabungkan SDM dengan kebutuhan yang dihasilkan dari perubahan dan isu tersebut. Ketika terjadi stabilitas ling­kungan, perencanaan SDM hanya berpusat pada menyesuaikan tuntutan SDM dengan suplai SDM. Lagi pula, diperkirakan kebutuhan dan perencanaan SDM yang diperlukan se­ bagian besar merupakan perhitungan kuantitas saja, tanpa mem­perhatikan aspek kualitas. Pada saat ini, karena lingkungan mengubah organisasi secara dramatis, perencanaan SDM telah lebih bersifat dinamis dan lebih berorientasi pada isu. Pertanyaan awalnya adalah “isu apa yang terpenting terhadap bisnis?” Mes­ kipun isu bisnis utama mengalir dari perubahan dinamis organisasi, tetapi isu ini juga dapat berasal dari situasi yang berhubungan dengan situasi yang lebih bisa diperkirakan. Artinya, perencanaan SDM masih melibatkan jumlah, namun sebagaimana diperlihatkan oleh AT&T dan Eaton, perencanaan SDM juga me­ libatkan: a. penciptaan pernyataan misi dan nilai yang konsisten dengan bisnis, b. menjamin bahwa pegawai memahami dan mau menjalani proses per­ubahan, c. secara sistematis menggabungkan kegiatan SDM yang sesuai berdasarkan pemahaman bisnis, Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 55



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



d. penciptaan proses perencanaan SDM dinamis, yang mencerminkan proses perencanaan bisnis dan yang mengidentifikasi perubahan utama, serta implikasi untuk mengelola SDM. Artinya, proses perencanaan SDM harus mempertimbangkan implikasi SDM baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap perubahan organisasional. Dengan penggunaan peren­ canaan SDM membantu menjamin implikasi SDM terhadap perubahan organisasi dan isu bisnis utama ditangani dengan sistematis dan menye­ luruh. Seluruh aktivitas manusia baik secara individu maupun dalam kelompok tentu dilakukan berdasarkan suatu rencana yang komprehensif. Artinya, ketika mengelola sumber daya manusia dalam suatu organisasi fungsi perencanaannya menjadi salah satu faktor yang harus dipersiapkan dengan baik. Persiapan ini penting mengingat berjalan tidaknya suatu organisasi tentu akan sangat diten­ tukan oleh SDM baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Perencanaan SDM menjadi sangat strategik dan sangat berpengaruh dalam perekrutan SDM di organisasi. Hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah yang dimaksud de­ ngan perencanaan SDM? Bagaimana merencanakan SDM dan untuk apakah manfaat perencanaan SDM? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi fokus pembahasan dalam materi ini. Untuk memahami perencanaan SDM sebaiknya dijelaskan terlebih da­ hulu pengertian perencanaan dan SDM. Perencanaan adalah suatu aktivitas yang sangat penting. Dalam manajemen fungsi perencanaan diposisikan se­bagai fungsi yang fundamental, yang menandakan bahwa penerapan fungsi ini men­ jadi sangat mendasar dan strategik. Berhasil tidaknya suatu aktivitas sangat didu­kung oleh berhasil tidaknya merencanakan aktivitas tersebut dengan baik. Ber­­bagai pakar manajemen menyepakati bahwa perencanaan merupakan kunci utama dan sangat fundamental dalam organisasi, yang setiap organisasi akan mengawali aktivitasnya melalui penentuan apa yang akan di­lakukan ke depan. Sesungguhnya, seluruh aktivitas manusia diawali dengan perencanaan, walaupun rencana yang dilakukan sering tidak disadarinya. Misalnya, ketika seseorang bangun di pagi hari akan melakukan berbagai kegiatan rutin di pagi hari secara otomatis, seperti berdoa, minum, sarapan pagi, dan ke kamar mandi. Meskipun demikian, setidaknya secara tidak sadar dia akan merencanakan sis­ tematika kegiatan rutin di pagi hari tersebut, yang mana duluan yang akan dikerjakan? Bisa saja pagi sebelumnya yang dilakukan adalah ke kamar mandi, berdoa, minum, mandi dan sarapan pagi. Akan tetapi, pagi berikutnya yang dilakukan secara terencana adalah minum, ke kamar mandi, berdoa, sarapan pagi lalu mandi. 56



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Apabila memperhatikan berbagai perencanaan yang ditelaah dengan teliti, terlihat berbagai ide dalam suatu perencanaan. 1. Perencanaan merupakan kegiatan berpikir manusia karena merencanakan memang berarti terlibat dalam kegiatan konseptualisasi usaha sebelum seseorang bertindak. 2. Perencanaan merupakan aktivitas memutuskan sesuatu yang akan dilak­ sanakan pada masa mendatang. 3. Perencanaan berarti meletakkan dasar-dasar rasionalitas untuk berbagai usaha di masa mendatang dengan maksud dan tujuan mempengaruhi dan mengendalikan arah perubahan yang dikehendaki. 4. Perencanaan dapat juga diartikan sebagai proses pemilihan dan upaya meng­­ hubungkan antar fakta yang menghasilkan berbagai asumsi gambaran masa depan yang dikehendaki. Selanjutnya, diturunkan dalam berbagai program kerja dan strategi pencapaiannya. 5. Perencanaan adalah upaya persiapan dan pengalokasian berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki organisasi secara efektif dan efisien sehingga berbagai program kerja yang ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik. Secara umum, perencanaan diartikan sebagai suatu aktivitas yang menelaah apa yang akan dilakukannya. 1. Menurut Robbins dan Coutler (1999), perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran atau tujuan kegiatan, menyusun strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, dan mengem­bang­ kan struktur rencana secara menyeluruh untuk mengintegra­sikan dan me­ ngoor­dinasikan kegiatan. Jika produk perencanaan yang dijadikan sebagai acuan, setidaknya ada tiga karakteristik yang dapat diidentifikasi. a. Pertama, rencana berkaitan langsung dengan tujuan yang hendak dicapai karena eksistensi suatu organisasi justru adalah untuk pencapaian tu­ juannya. b. Kedua, rencana selalu mengandung keputusan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dan tindakan yang akan diambil apa pun ten­ tatifnya keputusan tersebut. c. Ketiga, segala sesuatu yang termuat dalam rencana merupakan perhi­ tungan yang matang dengan pengertian bahwa perhitungan yang dibuat tidak bersifat absolut yang berarti tetap terbuka kemungkinan untuk ditinjau kembali secara berkala dan disesuaikan dengan per­ kembangan keadaan yang mempunyai dampak langsung terhadap jalannya roda organisasi. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 57



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



2. Menurut Siagian (2004) perencaan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan: a. Apa yang akan dilakukan pada kurun waktu tertentu di masa depan? b. Siapa yang akan bertanggung jawab untuk melakukan apa, dan kepada siapa ia bertanggung jawab dalam melakukan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya? c. Bagaimana prosedur atau mekanisme dan tata kerja yang akan diber­ lakukan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan secara terintegrasi? d. Apakah ada penjadwalan kegiatan secara jelas? e. Apa alasan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan tentang mengapa berbagai kegiatan mutlak dilaksanakan. 3. Menurt Gibson; Donnelly, Jr.; Ivancevich (1996). Perencanaan sangat penting dalam kehidupan organisasi, khususnya dalam upaya koordinasi, mem­per­ ­siapkan perubahan, pengembangan standar kinerja dan pengembangan manajer. Untuk itu, mengingat pentingnya perencanaan ini berbagai pakar menga­ takan bahwa penentuan rencana yang baik dan benar sudah dapat menyelesaikan 50 % dari pekerjaan tersebut. Artinya, apabila perencanaan telah dilakukan dengan baik dan benar, akan menghasilkan suatu dokumen yang terinci dan telah memperhitungkan semua aspek. Sesungguhnya, bagaimana kita melak­ sa­na­kannya. Oleh sebab itu, perencanaan menjadi sangat strategis dan dapat menjadi faktor penentu produktivitas organisasi. Sebenarnya, perencanaan merupakan proses pemikiran yang bersifat kreatif, inovatif, dan reflektif sehingga dapat menggambarkan situasi yang akan dikehendaki dan dapat memberikan berbagai kemungkinan nyata yang akan dihadapi, serta menjelaskan berbagai kendala yang mungkin akan menghadang implementasi rencana dimaksud. Berbagai kendala dimaksud seyogianya sudah dipikirkan jalan keluarnya se­ hingga ketika ketika kendala dimaksud benar-benar terjadi, maka pelaksana sudah memperoleh jalan keluarnya. Berikut ini berbagai ciri rencana yang baik suatu rencana. 1. Rencana haruslah mempermudah seluruh usaha untuk pencapaian tujuan. Hal ini mengingat bahwa rencana yang ditetapkan untuk kepentingan organisasi maka diharapkan semua anggotanya dapat memahaminya. Suatu rencana bukanlah tujuan, melainkan suatu alat untuk mencapai tujuan. Rencana bagaikan peta yang menjelaskan suatu “perjalanan” ke suatu tempat tujuan yang diharapkan. Dengan melalui peta tersebut, akan tiba di tujuan 58



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dengan biaya dan waktu yang terbaik. Oleh karenanya, rencana tersebut harus dilaksanakan. 2. Penyusunan rencana haruslah dilakukan oleh tenaga yang profesional, tidak dilakukan oleh seluruh anggota organisasi yang sudah pasti persepsi, kemam­ puan dan pengetahuan akan apa yang direncanakan pasti berbeda. Untuk itu, dibutuhkan tenaga profesional yang telah memiliki pengalaman di lapangan. Pengalaman dimaksud akan sangat bermanfaat untuk dapat meng­ identifikasi dan merumuskan masalah, serta merumuskan rencana yang baik dan benar. Disadari bahwa pengetahuan secara teoretik sangat­lah penting, tetapi agar rencana yang dihasilkan dapat membumi, diperlukan kemampuan dan pengetahuan lapangan yang memadai. Pengetahuan teori dengan pengalaman di lapangan akan menjadi perpa­duan sehingga meng­ hasilkan rencana yang tidak saja terpenuhi aspek ilmiahnya, tetapi juga ter­­penuhi aspek rasionalitas untuk dilaksanakan. 3. Betapa pun baiknya suatu rencana disusun, sesungguhnya rencana dimaksud masih umum sifatnya, sehingga masih harus dijabarkan ke dalam program kerja. Dengan kata lain, suatu rencana yang baik seyogianya me­miliki pe­ tunjuk yang jelas tentang substansi dan teknik penjabaran se­belum ren­cana tersebut diimplementasikan. 4. Keluwesan adalah ciri suatu rencana yang baik. Artinya, suatu rencana yang baik adalah rencana yang pasti dan tertuang secara kuantitatif adalah keharusan. Meskipun demikian, bukan dimaknai sebagai sesuatu “kekakuan”. Kekakuan suatu rencana akan mengakibatkan suatu kesukaran dalam melakukan perubahan ketika rencana ternyata tidak sesuai dengan harapan. Dalam tataran implementasi, sering terjadi penyimpangan yang cukup signifikan karena situasi dan kondisi ekonomi, hukum, politik yang ber­ ubah secara drastis. Dalam menghadapi kondisi seperti ini, seyogianya diberikan ruang untuk melakukan perubahan-perubahan sehingga setiap rencana tersebut masih tetap dapat diselesaikan, walaupun harus dilaku­ kan berbagai penyesuaian. Kondisi seperti ini terutama dibutuhkan pada suatu perencanaan jangka panjang. Karena mengingat tidak ada kepastian dalam masa depan, dipandang perlu dapat memberikan “ruang” untuk peng­am­bilan risiko. 5. Pragmatisme sebagai ciri rencana yang baik. Maksudnya bahwa suatu ren­ cana haruslah ideal. Meskipun demikian, agar rencana tidak men­jadi suatu “menara gading” maka rencana tersebut harusnya membumi. Arti­ nya, rencana yang dihasilkan tidaklah sesuatu yang “tidak mungkin” untuk dicapai karena haruslah rasional dan layak untuk dicapai. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 59



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Perencanaan dapat dijenjangkan menjadi tiga, yaitu perencanaan pada tingkat politik strategik, perencanaan pada tingkat profesional, dan perenca­ naan pada tingkat eksekutif-administratif. Sementara itu, Koontz, Donnell, Weihrich, mengemukakan bahwa sifat hakiki perencanaan dapat disoroti dari empat prinsip utama, yakni kontribusi kepada tujuan dan sasaran, aspek primer dari perencanaan, aspek daya resap perencanaan, dan efisiensi rencana. Peren­ canaan pada tingkat strategik akan menetapkan kebijakan umum dan akan menjadi acuan dalam pelaksanaan rencana tersebut, kemudian perencanaan pada tingkat profesional akan lebih mengarah pada rencana taktik atau teknis yang menerjemahkan rencana yang ditetapkan dalam rencana strategik, se­ dang­­kan rencana perencanaan eksekutif-administratif akan membuat rencana opera­sional yang telah ditentukan dalam rencana di atasnya dapat berjalan dengan baik. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah proses men­ dasar, penetapan sasaran yang ingin dicapai, dan berfokus pada masa depan. Berdasarkan ketiga pengertian dasar tersebut perencanaan dapat dirumus­kan sebagai suatu kegiatan yang pada dasarnya adalah penetapan sasaran yang di­ inginkan yang berfokus pada masa depan. Fungsi perencanaan mengharuskan manajer untuk membuat keputusan tentang empat elemen dasar rencana, yaitu tujuan, tindakan, sumber daya, dan implementasi. 1. Tujuan. Tujuan menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan sese­ orang manajer untuk dicapai. Misalnya, Tujuan Universitas adalah mene­ tapkan lulusan 1000 orang sarjana dengan IPK rata-rata 3,0 pada tahun akademik 2014/2015. Tujuan tersebut telah diruaikan dengan jelas, di mana tujuan sudah tertulis dengan kuantitatif dan kualitatif. 2. Tindakan. Tindakan adalah sarana atau aktivitas khusus yang direncanakan untuk mencapai tujuan. Serangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk menghasilkan 1000 orang sarjana dengan kualitas IPK rata-rata 3,0 mungkin ikut serta dalam usaha pengembangan program studi yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Sumber daya. Sumber daya merupakan hambatan-hambatan pada rang­ kaian tindakan. Misalnya, untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan total biaya 10 miliar, sedangkan dana yang tersedia hanyalah 5 miliar. 4. Implementasi. Implementasi akan melibatkan penugasan dan arahan per­ sonel untuk melaksanakan rencana tersebut. Keempat langkah dalam perencanaan dimana langkah yang satu mempe­ ngaruhi langkah yang lainnya seperti terlihat dalam Gambar3.1 berikut ini.



60



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Langkah I



Penetapan tujuan yang dikehendaki



Langkah II



Langkah III Mengidentifikasi berbagai faktor pendukung



Menentukan kondisi riil saat ini



dan Penghambat rencana



Langkah IV Mengembangkan berbagai tindakan yang sudah dipersiapkan



Sumber: Diadaptasi dari Stoner; Freeman, hal. 202



Gambar 3.1 Langkah Pokok dalam Perencanaan



Berdasarkan berbagai konsep di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah suatu aktivitas memikirkan dan memutuskan apa yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang, apa tujuannya? Siapa dan bagaimana yang mela­ kukan rencana tersebut. Menurut Koontz, Donnell, Weihrich dalam Sinambela (2012) kegagalan be­ berapa orang manajer untuk menyadari keanekaragaman rencana sering kali menyebabkan kesulitan dalam mengefektifkan perencanaan. Dengan mudah membuat suatu rencana, yang memperoleh keuntungan bersih 5 miliar rupiah untuk satu tahun kerja, tetapi yang terkadang dilupakan adalah sejumlah arah tindakan untuk mencapai laba dimaksud. Hal ini adalah bagian dari rencana yang harus dipikirkan dan “direncanakan”. Dengan melihat arah dari rencana maka dapat diuraikan berbagai jenis rencana seperti terlihat dalam Gambar 3.2 berikut. Misi Sasaran Strategi Prosedur dan peraturan Kebijakan utama atau penunjang Program besar atau kecil dan program pendukung Anggaran: Program secara kuantitatif atau dalam nilai uang Sumber: Koontz, Donnell, Weihrich dalam Lijan Poltak Sinambela, Kinerja Pegawai: Teori, Pengukuran dan Implikasi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012)



Gambar 3.2 Hirarki Suatu Rencana dalam Organisasi



Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 61



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Maksud atau Misi. Setiap jenis unit seyogianya dapat merumuskan maksud dan misi sebagai turunan dari visi suatu organisasi. Artinya, setiap unit yang ada dalam organisasi harus menetapkan misi unitnya untuk berkontribusi terhadap pencapaian visi yang telah ditetapkan. Dalam sistem sosial, suatu orga­nisasi mem­punyai fungsi dan tugas dasar yang ditujukan kepada ma­syarakat. Umum­ nya, misi suatu organisasi adalah memproduksi barang dan jasa. Misalnya, misi suatu universitas adalah mendidik mahasiswa untuk menguasai suatu atau be­ berapa kompetensi yang ditetapkan. Untuk itu, universitas tersebut akan mela­ kukan kegiatan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Sasaran. Sasaran atau sering dinamakan tujuan. Tujuan adalah akhir yang akan dituju dalam suatu rencana. Oleh karenanya, sasaran atau tujuan tidaklah hanya melambangkan titik akhir dari suatu perencanaan, tetapi harus diikuti dengan fungsi manajemen lainnya seperti pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Meskipun organisasi telah menetapkan sasaran yang akan dicapai, tetapi masing-masing unit juga harus menjabarkan sasarannya untuk mendukung pencapaian sasaran organisasi. Strategi. Dalam hal ini, strategi yang dimaksudkan adalah teknik untuk mendapatkan kemenangan (victory), pencapaian tujuan (to achieve goals). Se­ mentara, menurut bussines dictionary, pengertian strategi adalah metode atau rencana yang dipilih untuk membawa masa depan yang diinginkan, seperti pencapaian tujuan atau solusi untuk masalah; pengertian strategi adalah seni dan ilmu perencanaan dan memanfaatkan sumber daya untuk penggunaan yang paling efisien dan efektif. Menurut Mintzberg (1998), seorang ahli bisnis dan manajemen, mengemukakan pengertian strategi terbagi atas 5 definisi yaitu strategi sebagai rencana, strategi sebagai pola, strategi sebagai posisi (positions), strategi sebagai taktik (ploy), dan strategi sebagai perpesktif. Dengan demikian, yang dimaksud strategi adalah penentuan dalam mengo­muni­kasikan melalui sistem tujuan dan kebijakan utama, suatu gam­baran mengenai jenis perusahaan yang dibayangkannya. Selain itu, strategi juga mem­perlihatkan suatu arah yang terpadu dan menyiratkan penggunaan berbagai sumber daya. Prosedur dan Peraturan. Prosedur merupakan rencana karena menetap­ kan suatu metode kebiasaan mengurus penanganan berbagai aktivitas di ke­ mu­­dian hari. Prosedur itu merupakan pedoman bagi tindakan dan merinci cara yang tepat untuk merealisasikan aktivitas tertentu. Misalnya, prosedur yang dilakukan oleh seorang direktur utama dengan seorang kepala divisi. Perhi­ tungan biaya yang dilakukan oleh wakil direktur sudah pasti berbeda dengan perhitungan biaya yang dilakukan oleh bagian penjualan. Hal yang pasti bahwa semakin rumit dan semakin banyak prosedur pada tingkat bawah, dibutuhkan 62



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



prosedur yang semakin teliti sehingga dibutuhkan pengawasan yang semakin ketat. Umumnya, dalam suatu organisasi yang telah maju ditetapkan buku pe­ doman organisasi, yang mengatur berbagai prosedur yang harus dilalui oleh anggota organisasi. Selain buku pedoman organisasi, dapat juga diterbitkan buku pedoman divisi yang secara khusus mengatur berbagai aktivitas di suatu divisi. Buku pedoman divisi ini, isinya tentu akan berbeda di setiap divisi. Mi­ salnya, divisi SDM menerbitkan pedoman tentang SDM, tentu berbeda dengan pedoman di divisi keuangan. Meskipun demikian, prosedur sering kali me­ motong garis-garis antardivisi karena ada saling keterkaitan dan saling keter­ gan­tungan. Apabila suatu produk yang dipesan oleh konsumen, akan diawali oleh divisi penjualan (memastikan barang sesuai dengan pesanan konsumen); divisi keuangan (memastikan pembayaran yang diterima sesuai dengan harga dan metode pembayaran yang disepakati); divisi akuntansi (mencatat transaksi tersebut dengan tepat); divisi pergudangan (menyediakan produk yang dibeli dan memastikan tidak ada cacat produk); divisi transportasi (memastikan pro­duk tersebut tiba di alamat yang diberikan oleh pelanggan tepat waktu). Peraturan adalah suatu rencana dimana diatur berbagai ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota organisasi. Umumnya, Peraturan merupakan jenis rencana yang paling sederhana. Per­aturan sering tumpang tindih dengan prosedur dan kebijakan. Suatu peraturan menuntut bahwa suatu tindakan yang definitif dan khas harus dilakukan atau tidak dilakukan dengan memperhatikan suatu ke­ adaan ter­tentu. Dengan demikian, erat hubungan suatu peraturan dengan pro­ sedur, dalam pengertian bahwa peraturan akan membimbing suatu tinda­kan, tetapi tidak menetapkan urutan waktu. Peraturan haruslah dibeda­kan dengan kebijakan, sebab kebijakan bermaksud untuk membimbing pemi­kiran dalam mengambil keputusan untuk menandai bidang-bidang keleluasaan. Kebijakan. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pe­ doman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda de­ngan peraturan dan hukum. Apabila hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mung­kin memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identi­ fikasi berbagai alternatif, seperti prioritas program atau penge­luaran, dan pe­ milihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat di­artikan sebagai Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 63



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



mekanisme politis, manajemen finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit. Dengan kata lain, kebijakan merupakan pernyataan atau pengertian umum yang membimbing pemikiran dan tindakan dalam pengam­ bilan keputusan. Kebijakan, umumnya terdapat pada semua level organisasi, mulai dari kebijakan utama yang ditetapkan organisasi sampai dengan ke­bi­ jakan khusus bersifat teknis yang ada pada tingkatan unit paling bawah. Kebijakan juga dapat dihubungkan dengan berbagai fungsi, seperti kebijakan penjualan, kebijakan keuangan, dan kebijakan SDM. Program. Program merupakan rangkaian bulat dari tujuan, prosedur, ke­ bijakan, peraturan, pemberian tugas, langkah-langkah yang harus diambil, berbagai sumber daya yang harus dimanfaatkan, dan unsur-unsur lain yang diperlukan untuk melaksanakan suatu arah tindakan yang ditentukan. Ber­ bagai program tersebut biasanya didukung oleh modal dan anggaran ope­rasi yang diperlukan. Selain itu, suatu program pokok akan memerlukan banyak program turunan. Misalnya, program suatu perusahaan penerbangan ABC untuk mendapatkan armada pesawat airbus senilai 2 triliun rupiah dengan program lima tahunan pengadaan, pembinaan, dan pengembangan sumber daya pilot penerbangan ABC tersebut. Artinya, program perusahaan pener­ bangan ABC dalam mengadakan investasi airbus baru, membutuhkan dana triliunan rupiah untuk beberapa pesawat dengan suku cadang yang diperlukan sehingga membutuhkan banyak program turunan (program khusus) agar in­ vestasi tersebut dapat dipakai (kembali) dengan baik. Kalau begitu, supaya operasi pesawat airbus berjalan dengan baik, dibutuhkan penentuan programprogram yang jelas kapan dan bagaimana perawatan pesawat dilakukan de­ngan baik. Suatu kelalaian kecil saja dapat berakibat “sangat fatal”3 , yang meng­akibat­ kan malapetaka bagi penggunanya. Oleh sebab itu, dibutuhkan pelatihan pilot, teknisi, dan montir secara teratur. Anggaran. Setiap rencana sebaiknya disampaikan dalam bentuk kuan­ titatif, yakni berupa angka-angka atau yang “diangkakan” sehingga memu­ dah­­kan pencapaiannya. Demikian juga dengan rencana pembiayaan pencapaian 3



Banyak kejadian kecelakaan dalam penerbangan setelah ditelaah disebabkan kesalahan manusia karena tidak memenuhi program kerja yang ditetapkan. Apalagi dalam indutri penerbangan kesalahan teknis dapat berakibat besar. Suatu penerbangan swasta, Februari 2015 ramai didemo para penumpang karena terdapat penundaan yang berakibat ribuan calon penumpangnya diberbagai bandara tertunda terbang ke tempat tujuan. Kekisruhan ini sehingga melibatkan Menteri Perhubungan turun tangan. Setelah ditelusuri, penyebabnya diawali tiga pesawat yang mengalami foreign object damage (gangguan benda asing) pada Rabu pagi, 18 Februari 2015, yang menyebabkan rentetan jadwal penerbangan tersebut menjadi terganggu, terlebih rusaknya tiga pesawat tersebut tepat ketika musim puncak libur Tahun Baru Imlek. Apabila terdapat program yang telah ditetapkan dengan baik tentang kondisi seperti ini maka kejadian tersebut pastilah tidak akan terjadi.



64



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



rencana tersebut harus diuraikan dengan jelas dan transparan. Dalam orga­ni­ sasi bisnis anggaran operasi keuangan disebut dengan “rencana laba” yang dinyatakan dengan istilah-istilah keuangan maupun istilah jam kerja, satuan produk, jam operasi mesin, dan istilah lainnya sehingga dapat lebih terukur. Oleh sebab itu, anggaran juga merupakan sarana pengendalian yang penetapan anggaran merupakan perencanaan yang “harus jelas” sehingga dinamakan pe­ rencanaan fundamental. Organisasi yang baik, seharusnyalah terlebih da­hulu membuat anggaran terlebih dahulu baik dalam waktu singkat (misalnya bulanan), atau untuk waktu panjang (lima tahunan) yang menggambarkan pe­masukan dengan pengeluaran. Anggaran yang dihasilkan akan digunakan men­jadi acuan pengendalian kegiatan yang direncanakan. Perencanaan peng­ang­garan dalam hal kecermatan, kerincian, dan pengembangannya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, dan beberapa anggaran dibuat untuk menunjukkan tingkat-tingkat yang mungkin ada dari output suatu perusahaan yang dinamakan anggaran “variabel” dan anggaran “tetap”. Anggaran variabel adalah anggaran yang berubahubah sesuai dengan jumlah yang akan dihasilkan, dimana sema­kin besar jum­ lahnya akan bertambah biaya yang akan dikeluarkan. Misalnya, untuk mengha­ sil­kan pakaian di perusahaan konveksi sudah diketahui biayanya sehingga ketika memproduksi 10 unit tinggal dikalikan 10 untuk anggarannya. Dalam dunia pendidikan, untuk mengajar satu mahasiswa sudah diketahui berapa anggaran biayanya sehingga apabila mengajar 40 mahasiswa tinggal dikalikan 40 saja. Sementara itu, anggaran tetap adalah anggaran yang harus dikeluarkan secara tetap berapakan yang dihasilkan, seperti anggaran Pajak Bumi dan Bangunan, listrik, dan telfon.



2. Pengertian SDM dan MSDM Sumber daya manusia merupakan terjemahan dari human resource. Human diartikan manusia, sedangkan resource adalah sumber sehingga terjemahan langsungnya adalah sumber manusia sebagaimana diterjemahkan di Malaysia. Mengapa di Indonesia ditambahkan kata “daya”? Ruky (2014) me­ngatakan bahwa para pakar di Indonesia kurang sreg dengan terjemahan sumber manusia, dan menambahkan kata daya, menjadi sumber daya manusia. Sumber daya manusia atau dalam pengertian lain sering dinamakan sebagai tenaga kerja atau pekerja. Pekerja melakukan suatu pekerjaan secara sadar dengan tujuan tertentu. Kata ‘pekerjaan’ mempunyai ber­bagai kondisi yang untuk kejelasan dan ketepatan memerlukan definisi yang teliti. Akan tetapi, untuk mendapatkan definisi yang tepat, ada istilah-istilah tambahan tertentu harus ditegaskan secara formal (Sinambela, 2012). Se­men­tara menurut Ndraha (1999), pekerjaan berasal Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 65



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dari kata dasar ‘kerja’ yang berarti proses penciptaan atau pembentukan nilai baru (tambah) pada suatu unit sumber daya. Bagaimana suatu tugas harus diadakan sebagai usaha manusia untuk tu­ juan tertentu. Apabila ada cukup tugas terkumpul untuk membenarkan dipe­ ker­jakannya seseorang maka terciptalah suatu posisi atau jabatan. Jadi, suatu jabatan merupakan suatu kumpulan kewajiban, tugas, dan tangung jawab yang memerlukan jasa seseorang. Oleh karena itu, jumlah posisi dalam suatu orga­ nisasi sama dengan jumlah orang yang dipekerjakan organisasi tersebut. Se­ men­tara itu, terdapat frasa lain tentang kerja, seperti dalam George Thomason (1992) yang memperhadapkan pemahaman work dengan leisure yang tidak selalu memberikan nilai tambah secara ekonomi kepada seseorang. Misalnya, volunteers work without pay, dan hobbying Meskipun bisa juga terjadi sebaliknya, suatu kerja yang sepertinya tidak langsung terlihat nilai ekonominya, tetapi dapat memberikan imajinasi yang berdampak pada bisnis yang luas, seperti relaxation. Dalam hal ini, kerja dapat dipandang sebagai input (cost, energy), tetapi dapat juga dianggap sebagai manfaat (benefit), dampak, akibat, pengaruh, atau nilai tambah. Akan tetapi, apabila dua jabatan atau lebih yang memerlukan tugas-tugas yang sama atau yang sangat serupa karena pelaksanaannya maka dikenal dalam terminologi lain, yakni pekerjaan (job). Suatu pekerjaan didefinisikan sebagai suatu kelompok jabatan yang identik dengan tugas-tugas utama. Oleh karena itu, suatu pekerjaan dapat dianggap sebagai suatu kelompok jabatan yang cukup serupa untuk dibahas atau dianalisis. Kerja selalu dihubungkan dengan pekerjaan, dan terkadang kerja dioperasionalisasikan menjadi pekerjaan. Mi­ salnya, telah keluar perintah “kerja” jika dikritisi melalui pertanyaan “kerja apa?” Jawaban pertanyaan inilah yang menimbulkan pekerjaan. Suatu rang­kaian pe­ kerjaan terdiri dari beberapa pekerjaan dengan tugas-tugas yang serupa, namun berbeda dalam tingkat, yaitu sekelompok pekerjaan dengan tugas-tugas serupa yang diurutkan tingkatannya sesuai dengan tingkat pekerjaannya. Suatu rangkaian pekerjaan dapat dianggap sebagai sekelompok pekerjaan yang diurutkan sesuai dengan garis promosinya yang paling wajar. Pada umumnya, suatu kelompok pekerjaan mencakup beberapa rangkaian pekerjaan dalam mata pencaharian, profesi atau kegiatan yang berhubungan atau berkaitan. Lebih lanjut, Taliziduhu Ndraha (1999) mengemukakan bahwa begitu pekerjaan ditemukan perlu diklarifikasi antarpekerjaan yang kemudian dirinci menjadi tugas-tugas atau tasks atau lebih populer kita kenal dengan konsep job description, dan hubungan antartugas didefinisikan. Selanjutnya, tugas harus dispesifikasikan agar ditetapkan persyaratan bagi calon pekerja. Demikian juga 66



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan perlu ditetapkan supaya menjadi acuan dalam melaksanakan pekerjaan dimaksud. Setiap hasil pekerjaan harus ditetapkan standarnya (output standardization) dari hal inilah dituntut membuat standar yang dikenal dengan standardization operation prosedure atau (SOP). Selanjutnya, untuk memahami hakikat sumber daya manusia ada baiknya terlebih dahulu diuraikan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Artinya, terdapat paling tidak tiga perspektif utama dalam pengertian MSDM (Gomes, 2001), yakni perspektif perusahaan (mikro), perspektif nasional (makro), dan perspektif internasional. Dalam pengertian mikro, MSDM adalah peren­ canaan, pengorganisasian, pengarahan dan peng­awasan atas pengadaan, pe­ ngem­bangan, pemberian kompensasi, penginte­grasian, pemeliharaan dan pe­ mutusan hubungan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan organisasi, individu, serta masyarakat (Tulus, 1994). Sementara itu, MSDM dalam perspektif makro maupun internasional seperti dilihat dalam pengertian yang dikemukakan oleh Kiggundu dalam (Sinambela, 2012) bahwa MSDM adalah pengembangan dan peman­faatan personil atau pegawai bagi pencapaian yang efektif mengenai tujuan dan sasaran individu, organisasi, masyarakat, na­ sional, serta internasional. Dessler (2000) berpendapat bahwa human resource management is the prosess acquiring, training, appraising, and compensating employees, and attending to their labour relations, health and safety and fairness concerns. Definisi Dessler tersebut menjelaskan bahwa MSDM adalah proses memperoleh, melatih, me­ nilai, dan memberikan kompensasi kepada pegawai, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan dan perhatian akan keadilan. Selanjutnya, MSDM diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana member­ dayakan pegawai dalam organisasi, membuat pekerjaan, kelompok kerja, me­ ngem­bangkan para pegawai yang mempunyai kemampuan, mengiden­tifikasikan suatu pendekatan untuk mengembangkan kinerja pegawai dan mem­berikan kompensasi atas usaha dan jasa yang mereka berikan pada organisasi. Berbagai konsep di atas memperlihatkan bahwa peranan manusia dalam pencapaian tujuan organisasi menjadi faktor yang terpenting. Tanpa kehadiran SDM berbagai potensi sumber daya yang lain (uang, bahan-bahan baku, mesin, sistem, dan pasar) akan menjadi sia-sia. Hal itu terjadi mengingat bahwa berbagai sumber daya tersebut akan dikelola oleh SDM. Istilah SDM disebut juga ketenegakerjaan (Siagian, 2004), dimana berdasarkan istilah tersebut me­ lahirkan “genus” antara lain staf, pegawai, pegawai, buruh, pekerja, yang ke­ semuanya diartikan sebagai orang yang (anggota) organisasi yang mendapat imbalan atas jasa yang mereka berikan pada organisasi. Dalam hal ini, yang Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 67



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dimaksud dengan SDM adalah keseluruhan orang yang menjadi ang­gota dan ditugaskan oleh pimpinan organisasi untuk melakukan tugas-tugas tertentu, dimana dampak dari pelaksanaan tugas dimaksud mereka memper­oleh im­ balan jasa berupa kompensasi dalam bentuk gaji, tunjangan, bonus, atau imbalan lainnya. Dengan demikian, menurut penulis bahwa manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah pengelolaan sumber daya manusia se­bagai sumber daya atau aset yang utama, melalui penerapan fungsi manajemen maupun fungsi operasional sehingga tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat ter­capai dengan baik.



3. Pengertian Perencanaan SDM Secara umum, sekarang istilah perencanaan SDM mengacu pada usaha orga­ nisasi mengidentifikasi implikasi SDM pada perubahan organisasional dan pada isu bisnis utama supaya dapat menggabungkan SDM dengan kebutuhan yang dihasilkan dari perubahan dan isu tersebut. Pada awalnya, saat stabilitas lingkungan, perencanaan SDM berpusat pada penyesuaian tuntutan SDM dengan suplai SDM. Pada masa itu, memperkirakan kebutuhan dan peren­canaan SDM yang diperlukan sebagian besar merupakan perhitungan angka belaka. Sekarang, lingkungan mengubah organisasi secara dramatis, perencanaan SDM telah lebih bersifat dinamis dan berorientasi pada isu. Pertanyaannya ialah “isu apa yang terpenting terhadap bisnis?” Secara jelas, walaupun isu bisnis utama mengalir dari perubahan dinamis organisasi, namun isu ini juga dapat berasal dari situasi yang berhubungan dengan situasi yang lebih bisa diper­kirakan. Agaknya, perencanaan SDM masih melibatkan jumlah, namun seba­gaimana diperlihatkan oleh AT&T dan Eaton, perencanaan SDM juga meli­batkan: (1) menciptakan pernyataan misi dan nilai yang konsisten dengan bisnis, (2) menjamin bahwa pegawai memahami dan mau menjalani proses perubahan, (3) secara sistematis menggabungkan kegiatan SDM yang sesuai berdasarkan pemahaman bisnis, dan (4) menciptakan proses peren­canaan SDM dinamis yang mencer­ minkan proses perencanaan bisnis yang meng­iden­tifikasi perubahan utama, serta implikasi untuk mengelola SDM. Menurut Andrew E. Sikula dalam (Sinambela, 2012) bahwa perencanaan SDM adalah suatu proses penentuan kebutuhan tenaga kerja dan upaya mem­ per­temukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berintegrasi de­ngan perencanaan organisasi. Selanjutnya, George Milkovich dan Paul C. Nysttrom dalam Mangkunegara (2001), mengemukakan bahwa perencanaan SDM ada­ lah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian, dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penem­patan 68



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih ber­manfaat. Perencanaan SDM merupakan fungsi yang pertama-tama harus dilaksanakan dalam organisasi. Perencanaan SDM menurut Siagian adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna menjamin bahwa bagi organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai ke­dudukan, jabatan, dan kerja yang tepat pada waktu yang tepat. Kesemuanya itu dalam rangka men­ capai tujuan dan berbagai sasaran yang telah dan akan ditetapkan. Agaknya, sulit membayangkan suatu organisasi tanpa melakukan peren­ canaan SDM di organisasinya. Artinya, perencanaan SDM merupakan fungsi organisasi yang sangat fundamental sifatnya bagi organisasi. Hal itu disebabkan perencanaan SDM merupakan bagian yang integral dari perencanaan jangka panjang suatu organisasi. Rencana jangka panjang yang umumnya dikenal dengan rencana strategik akan dapat dilaksanakan jika didukung oleh SDM yang jumlah dan kualitas yang dapat memenuhi tuntutan rencana yang me­ madai. Selain itu, perencanaan SDM merupakan landasan utama untuk meru­ muskan strategi, kebijakan, dan program pengembangan SDM yang tepat. Handoko (2008) mengemukakan bahwa perencanaan SDM me­ru­pakan se­ rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi per­min­taan-per­mintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang ditim­bulkan oleh kondisikondisi tersebut. Sementara itu, Simamora berpendapat bahwa peren­canaan SDM adalah kaitan vital antara perenca­naan strategik dan MSDM. Berdasarkan pe­ ngertian di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan sumber daya manusia adalah aktivitas untuk memperkirakan kebutuhan sumber daya manusia pada waktu yang akan datang sehingga berbagai program yang telah ditetapkan dapat di­wujudkan dengan baik. Begitu pentingnya pembahasan perencanaan SDM sampai dengan tingkat negara pun dirasakan sebagai suatu hal yang mendesak dan melakukan peren­ canaan SDM baik secara makro maupun secara mikro, dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang dilakukan negara tersebut. Hal itu diperkuat oleh teori sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa selengkap apa pun ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA) jika SDM yang akan mengelolanya tidak tersedia maka SDA tersebut akan menjadi percuma. Sebaliknya, apabila SDM suatu bangsa sangat berkualitas dan terampil sekalipun SDA serba terbatas maka bangsa tersebut akan dapat mengelola SDA baik yang terbatas di negerinya, bahkan di negeri bangsa lain dan akan menghasilkan devisa bagi kemakmuran negaranya.



Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 69



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Didasari pandangan seperti itu, bangsa yang telah maju menempatkan prioritas utama untuk pengembangan SDM yang menghasilkan SDM yang ber­kualitas. Kualitas SDM negara maju tersebut selain memperkuat pem­­ba­ ngunan di negerinya, juga ditugaskan ke negara-negara berkembang seperti di Indonesia sebagaimana terlihat banyak Warga Negara Asing (WNA) yang menjadi tenaga ahli diberbagai sektor di Indonesia. Pandangan secara makro tersebut, tentu saja dapat menjadi model secara mikro pada tingkat organi­sa­ sional. Pada tingkat organisasional terlihat persaingan yang sangat kompetitif sehingga suatu or­ganisasi dapat memenangkan persaingan dengan memiliki perencanaan SDM yang baik dan benar. Perencanaan SDM yang baik dan benar tersebut akan menghasilkan SDM yang berkualitas sehingga mampu mengelola organisasinya dengan baik. Perencanaan SDM dimaksud lebih fokus sudah berbicara tentang profe­ sionalisme. Dalam struktur organisasi umumnya terlihat berbagai fungsi yang didistribusikan dalam satuan organisasi yang memiliki tanggungjawab atas fungsi yang dimilikinya. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, dibutuhkan pro­fesionalisme dan spesialis yang terukur dari kompetensi yang dimiliki. Agak­nya, harus disadari bahwa semakin besar suatu organisasi maka tenaga spe­sialis sesuai dengan fungsi yang dilakukan semakin besar pula. Untuk merencanakan SDM yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, tenaga profesional dan spesialis yang merencanakannya perlu memahami halhal berikut. a. Tenaga perencana SDM harus memiliki pengetahuan yang mendalam ten­tang organisasi yang SDM akan direncanakannya. Hal itu disebabkan setiap organisasi memiliki keunikan dengan budaya organisasi yang ber­ beda-beda. Misalnya, dalam organisasi pendidikan tinggi, setiap universitas memiliki budaya, ciri, dan keunikan tersendiri sehingga perencanaan SDM bagi suatu universitas tidak bisa secara langsung dimodelkan dengan pe­ ren­canaan SDM universitas lain. Dalam suatu organisasi khususnya yang telah maju, umumnya memiliki budaya organisasi, pola kerja, dan ciri yang khas tersusun dengan baik. Implikasinya dalam prencanaan SDM tentu saja adalah budaya organisasi, pola kerja, dan ciri khas tersebut haruslah menjadi perhatian dalam penyusunan rencana SDM universitas tersebut. b. Tenaga perencana SDM dimaksud haruslah memahami teori dan teknik perencanaan yang mampu menganalisis masalah dengan memahami kon­ disi empirik organisasi sehingga rencana yang dihasilkan haruslah mem­ bumi dan dapat diaplikasikan oleh organisasi dengan baik. Rencana yang 70



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dihasilkan sangat baik jika dapat diaplikasikan. Sebaliknya, rencana menjadi tidak baik jika tidak dapat diaplikasikan sehingga rencana tersebut tidak akan bermanfaat karena akan menjadi “dokumen mati” dan tidak bernilai. c. Tenaga perencana seyogianya mampu menerjemahkan rencana SDM se­ cara operasional untuk memperoleh SDM melalui berbagai sumber pe­nye­ dia SDM, yakni pasar tenaga kerja, lembaga pendidikan formal maupun informal; merancang sistem promosi kebutuhan SDM, dan metode seleksi yang digunakan. d. Tenaga perencana harus memahami berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Rencana SDM yang dihasilkan harus memperhatikan berbagai kebijakan secara makro sehingga rencana mikro yang dihasilkan pada suatu organisasi tidak bertentangan dengan kebijakan makro, yang berpotensi bermasalah dalam implementasinya. e. Para perencana perlu memiliki informasi jejaring yang luas tentang pasar tenaga kerja dalam berbagai bidang dan jenjang managerial secara inter­ nasional4 termasuk kekuatan dan kelemahan suatu pilihan yang dapat mem­berikan keuntungan dan kerugian yang mungkin terjadi atas setiap pilihan yang direkomendasikan. Informasi tersebut seyogianya tersaji se­ cara komprehensif dilengkapi dengan berbagai alternatif yang dapat di­ pilih oleh top eksekutif suatu organisasi. f.



Didasari kemungkinan nomor 5 di atas, perencana juga seharusnya me­ miliki kompetensi tentang pendidikan dan pelatihan sebab berbagai SDM lintas negara tersebut, pasti membutuhkan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi tuntutan nomor 1.



g. Tenaga perencana SDM membutuhkan kemampuan analitik yang mum­ puni tidak sekedar menghadapi kondisi internal yang dihadapi organisasi pada saat itu, akan tetapi juga kondisi eksternal organisasi yang akan mem­­ pengaruhi daya saing organisasi tersebut. Sebagaimana dijelaskan terdahulu, bahwa perencanaan SDM merupakan salah satu fungsi organisasi yang sifatnya sangat fundamental, seharusnya mem­ peroleh perhatian yang serius dari pengelola orga­nisasi. Disadari bahwa tun­ tutan seperti itu akan lebih terasa pada organisasi yang besar yang memiliki 4







Tuntutan secara internasional menjadi keharusan, sebab “mau tidak mau”, “suka tidak suka”, “siap tidak siap” era globalisasi telah terjadi dalam berbagai bidang, termasuk dalam SDM. Pada saat naskah ini ditulis, telah disepakati pemberlakukan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dan pada tahun 2020 diperkirakan untuk seluruh dunia sehingga dalam SDM juga akan terjadi internasionalisasi, dimana setiap SDM dapat dengan mudah masuk dan keluar dari satu negara ke negara lain. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 71



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



struktur dan kebutuhan SDM yang lebih kompleks. dibanding dengan orga­ nisasi yang memiliki hanya puluhan anggota. Dengan demikian, pembahasan ini dimaknai untuk organisasi yang besar ketika telah memiliki pegawai ratusan bahkan ribuan orang, tentu saja akan membutuhkan struktur yang semakin besar, jenjang struktur yang semakin banyak sehingga semakin komplekslah pengelolaan dan perencanaan SDM organisasinya. Untuk memperoleh perencanaan SDM yang baik, perlu membuat model pe­ rencanaan yang diharapkan, dengan memperhatikan asumsi-asumsi berikut ini. a. Organisasi memiliki berbagai dokumen kepegawaian yang lengkap tentang seluruh pegawai yang dimiliki, antara lain usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, pengalaman atau masa kerja, dan penghasilan terakhir pegawai. b. Organisasi telah memiliki sistem kompensasi yang telah disepakati berbagai pihak (pegawai, serikat buruh (jika ada), dan manajemen) sehingga dalam pelaksanaan semua aktivitas organisasi dapat berjalan dengan baik. Selain itu, organisasi juga telah memiliki sistem penilaian prestasi kerja yang ter­ urai dengan baik dan dapat memberikan hasil yang objektif dan telah dihu­bungkan dengan sistem kompensasi. c. Organisasi telah memiliki sarana dan prasarana untuk memproses data, yakni sistem informasi manajemen kepegawaian yang dapat mengolah setiap aktivitas pegawai. Dengan ketiga asumsi di atas, perencana SDM dapat memusatkan per­ hatian pada pengidentifikasian permasalahan dan menemukan masalah utama yang dihadapi organisasi. Berdasarakan perumusan masalah inilah, perencana mulai menelaah pemecahan masalah dan menghasilkan berbagai rencana ope­ rasional yang akan direkomendasikan pada manajemen. Apabila ketiga asumsi tersebut belum ada, para perencana SDM tentu saja akan kesulitan memulai pekerjaannya.



C. PENDEKATAN PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Terdapat berbagai pendekatan dalam perencanaan SDM. Salah satu diantaranya dikenal dengan pendekatan “dua arah”. Pendekatan pertama, melakukan pe­ rencanaan di atas atau yang lebih dikenal dengan istilah top-down, dan rencana yang telah ditetapkan itu disebarluaskan pada satuan-satuan organisasi yang lebih rendah untuk dilaksanakan. Pendekatan kedua, rencana dilakukan oleh satuan-satuan organisasi yang lebih rendah dan kemudian diajukan kepada pucuk pimpinan organisasi baik sebagai informasi maupun suatu rencana yang 72



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dipandang sudah matang untuk mendapat pengesahan terlebih dahulu sebe­ lum dilaksanakan. Pendekatan ini sering dinamakan pendekatan buttom-up, di mana semua unit diminta untuk membuat perencanaan unitnya dengan me­libatkan semua anggota unit organisasi, hasil perencanaan yang dibuat di­ ajukan kepada atasannya untuk disahkan. Sebenarnya, masih ada pendekatan yang ketiga, yakni perpaduan kedua pendekatan sebelumnya atau berupa pendekatan kombinasi top-down dengan buttom-up. Dalam hal ini, pimpinan organisasi telah memberikan arahan perencanaan dalam semua unit organisasi terkait dengan arah perencanaan SDM maupun perencanaan masing-masing unit. ) Misalnya, Rektor Universitas X dalam menentukan arah perencanaan SDM di universitasnya baik tenaga pendidik (dosen) maupun tenaga kependi­ dikan (pegawai administrasi). Berdasarkan hasil seluruh rencana SDM di universitas, kemudian didistribusikan ke masing-masing unit (fakultas) sesuai dengan pagu yang ditentukan. Selanjutnya, masing-masing unit menerjemahkan arahan Rektor tersebut di unitnya. Akan tetapi, setiap pendekatan tentu saja memiliki kekuatan dan kelemahan. Misalnya, kekuatan pendekatan di atas adalah rencana yang disusun telah mengintegrasikan kepentingan semua organisasi sehingga terdapat keter­pa­duan konsep, persepsi dan strategi yang akan dilakukan; rencana akan lebih strategis. Sementara itu, kelemahannya adalah kebutuhan unit yang spesifik kemungkinan tidak tertangkap dalam perencanaan model ini. Selain itu, karena unit tidak merasa dilibatkan maka kemungkinan kurang ada harmonisasi dan rasa memiliki di antara anggota organisasi, yang memungkinkan tingginya gesekan yang terjadi. Sementara itu, kekuatan pendekatan dari bawah ke atas lebih mengarah pada psikologis, yang artinya bahwa unit telah diberikan kesempatan untuk merencanakan sendiri SDM di unitnya sehingga setiap unit merasa di­ berdayakan dan akan meningkatkan partisipasi dalam tahap operasionalnya. Sebaliknya, kelemahannya adalah umumnya rencana yang dihasilkan akan lebih bersifat teknis; rencana kurang memperhitungkan berbagai aspek antarunit sehingga akan terjadi varian yang tinggi antarunit, yang akan membutuhkan upaya sinkroniasi yang lebih rumit; kemungkinan kemampuan merencanakan unit kurang baik sehingga rencana yang dihasilkan kurang berkualitas. Selanjutnya, menurut Cordoso yang dimaksud dengan kata tepat da­lam perencanaan SDM merupakan kata kunci dalam berbagai kontekstual yang mencakup: penunaian kewajiban sosial organisasi; pencapaian tujuan organi­ sasi; pencapaian tujuan-tujuan pribadi daripada anggota organisasi. Sesung­ guh­nya, perencanaan SDM merupakan suatu bentuk program rencana untuk mengidentifikasikan tentang persoalan-persoalan organisasi, ancaman-ancaman Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 73



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



(threats), serta peluang-peluang (opportunities) dalam organisasi dan lingkungan organisasi. Oleh sebab itu, mengingat erat kaitannya dengan masalah peluang dan hambatan berarti perencanaan SDM sangat ditentukan oleh pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal berupa kekuatan organisasi perlu diperhitungkan sehingga dapat diketahui juga kelemahan dan kebutuhan te­ naga pendukung dengan bentuk kualifikasi yang diperlukan, termasuk jumlah pegawai yang diperlukan, untuk bagian-bagian tertentu. Sementara itu, faktor eksternal memperhitungkan kaitan-kaitan dengan lingkungan, dapat mem­ bantu untuk menganalisis peluang dan hambatan. Proses perencanaan SDM harus mempertimbangkan implikasi SDM jangka pendek dan panjang terhadap perubahan organisasional. Penggunaan peren­ canaan SDM membantu menjamin implikasi SDM terhadap perubahan or­ ganisasi dan isu bisnis utama ditangani dengan sistematis dan menyeluruh. Dengan merujuk pada berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa perencanaan SDM adalah suatu proses penentuan kebutuhan SDM melalui peramalan, pengimplementasian, dan pengontrolan kebutuhan yang berinte­ grasi dengan rencana organisasi agar tercipta jumlah SDM yang diinginkan, penempatan SDM yang tepat, dan dapat bermanfaat secara optimal.



D. TUJUAN DAN MANFAAT PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa perencanaan umumnya dianggap penting bagi efektivitas manajemen pada semua organisasi besar. Telah sejak lama berbagai organisasi atau perusahaan telah melakukan pro­ses sistematik untuk menentukan tujuan-tujuan, berbagai sumber daya yang dibutuhkan, dan bagaimana cara beroperasinya. Rangkaian aktivitas inilah yang dinamakan perencanaan strategik, di mana berbagai sumber daya, ke­ mam­puan teknologi, hak paten dan produk, pangsa pasar, investasi dan ber­ bagai aspek vital lainnya memperoleh pertimbangan dan perhitungan yang sangat matang. Meskipun demikian umumnya pertimbangan akan SDM bia­ sanya terbatas pada anggaran dan perencanaan tahunan sehingga tidak mem­ peroleh manfaaat yang optimal. Menurut Stone dalam (Sinambela, 2012) terdapat setidaknya dua tujuan pokok perencanaan SDM, yaitu pertama, to aid in setting organizational goals and objectives, including planning for the attainment of equal employment oportunity and aafirmative action goals. Tujuan peren­canaan SDM adalah mem­ bantu penentuan tujuan organisasi, termasuk perencanaan pencatatan kesempatan kerja yang sama pada pegawai dan tujuan tindakan afirmatif. Kemudian yang 74



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



kedua, to examine the effect of alternative human resources policies and programs and recommend implementation of the alternative that contribute most of organi­ zational effectiveness. Tujuan kedua adalah untuk me­lihat pengaruh program dan kebijakan alternatif SDM dan menyarankan pe­laksanaan alter­natif yang paling menunjang kepada keefek­tifan organisasi. Sementara itu, tujuan perencanaan SDM untuk menjamin penggunaan yang optimal terhadap SDM pada organisasi saat ini, dengan menyediakan SDM yang dibutuhkan oleh organisasi di masa mendatang baik kualitas maupun kuantitas (Widodo, 2015). Perencanaan dengan segala variasinya ditujukan untuk membantu pencapaian tujuan organisasi sehingga perencanaan dapat memini­ malkan risiko dari suatu rencana. Dengan mengasumsikan bahwa kondisi di masa mendatang dan menganalisis konsekuensi dari setiap tindakan maka keti­dakpastian dapat dikurangi sehingga keberhasilan dapat memiliki kemung­ kinan yang lebih besar (Rahmawati, 2007). Apabila perencanaan SDM dilakukan dengan benar, dapat memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung bagi organisasi (Rivai, 2004) be­ rikut ini. 1. Organisasi dapat memanfaatkan SDM yang ada dalam organisasi dengan lebih baik. Oleh karenanya, perencanaan SDM-pun perlu diawali dengan kegiatan inventarisasi SDM yang ada di dalam organisasi, antara lain me­ liputi jumlah pegawai yang ada berdasarkan kualifikasinya; masa kerja; pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki baik pendidikan formal maupun program pelatihan kerja yang pernah diikuti; bakat yang masih perlu dikembangkan; minat pegawai terutama yang berkaitan dengan kegiatan di luar tugas pekerjaan. Hasil inventarisasi tersebut sangat pen­ ting tidak saja hanya untuk pemanfaatan SDM dalam melaksanakan tugastugas yang ada sekarang, tetapi setidaknya berhubungan dengan kepen­tingan: (a) promosi pegawai tertentu untuk mengisi lowongan jabatan yang lebih tinggi jika ada kekosongan, (b) peningkatan kemam­puan melak­sanakan tugas yang sama, dan (c) terjadinya alih wilayah kerja yang berarti sese­ orang ditugaskan ke lokasi baru, tetapi sifat tugas jabatannya tidak meng­ alami perubahan. 2. Melalui perencanaan SDM yang matang, efektivitas kerja juga dapat lebih ditingkatkan jika SDM yang ada telah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Standar Operasi Prosedur (SOP) sebagai pedoman kerja yang dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing SDM telah tersedia, adanya jaminan keselamatan kerja, semua sistem telah berjalan dengan baik, sehingga dapat diterapkan secara Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 75



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



baik fungsi organisasi, serta penempatan SDM telah dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. 3. Produktivitas dapat lebih ditingkatkan jika memiliki data tentang penge­ tahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh SDM. Pengikutsertaan pegawai dalam pendidikan dan pelatihan akan mendorong mereka me­ ningkatkan produktivitas kerja. Selain itu, melalui pendidikan dan pe­ latihan dapat meningkatkan disiplin kerja dan bekerja lebih profesional. 4. Perencanaan SDM berkaitan dengan penentuan kebutuhan tenaga kerja di masa depan baik kuantitatif maupun kualitatif dalam mengisi berbagai jabatan dan berbagai fungsi organisasi di masa mendatang. 5. Penanganan sistem informasi manajemen SDM dirasakan semakin penting, sebab dengan tersedianya sistem informasi SDM yang valid dan reliabel akan lebih mudah organisasi (khususnya yang memiliki banyak cabang) untuk mengisi berbagai kekosongan di berbagai cabang. Perencanaan SDM erat hubungannya dengan penelitian. Penelitian yang dilakukan berhu­ bungan erat dengan pengumpulan informasi terkait dengan pasar tenaga kerja dalam arti: (a) permintaan pemakai tenaga kerja atas tenaga kerja dilihat dari segi jumlah, jenis, kualifikasi dan lokasinya. (b) Jumlah pencari pekerjaan beserta bidang keahlian, latar belakang profesi, dan tingkat upah atau gaji. Pemahaman demikian penting karena bentuk rencana yang disusun dapat disesuaikan dengan situasi pasaran kerja tersebut. 6. Rencana SDM merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani SDM dalam organisasi. Salah satu aspek program kerja tersebut adalah pengadaan pegawai baru guna memperkuat tenaga kerja yang sudah ada demi peningkatan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tanpa perencanaan SDM susah merencakan program kerja yang realistik. 7. Perencanaan SDM akan menjadi acuan dalam penyusunan program pengembangan SDM. Perencanaan SDM dapat dijadikan sebagai salah satu sumbangan acuan, tetapi dapat juga bersumber dari sumber lain. Dengan adanya data yang lengkap tentang potensi SDM akan lebih mem­ permudah dalam penyusunan program yang lebih dapat dipertang­gung jawabkan. 8. Perencanaan SDM akan bermanfaat untuk mengindentifikasi berbagai kesenjangan situasi sekarang dengan visi masa mendatang (Simamora, 2001). Perencanaan SDM dapat mengidentifikasi perbedaan antara “di­ mana posisi kita saat ini” dengan “di mana posisi kita seharusnya”. Dengan situasi seperti ini, manajer dituntut berpikir jauh ke depan mengingat 76



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pe­rencanaan akan menjadi katalis bagi perubahan dan mobilisasi sumber daya organisasi untuk mencapai dan meningkatkan daya saing di masa mendatang. 9. Perencanaan SDM bermanfaat untuk tiga kepentingan, yakni kepen­tingan individu, kepentingan organisasi, dan kepentingan nasional (Badriyah, 2015). 10. Perencanaan SDM akan bermanfaat bagi manajemen untuk merancang the right man on the right place at the right time. Artinya, dengan peren­ canaan SDM yang baik dan benar, prinsip orang yang tepat, pada bagian dan waktu yang tepat dapat dipenuhi karena sudah direncanakan dengan baik.



E. TANTANGAN DAN HAMBATAN IMPLEMENTASI PE­RENCANAAN SDM Semakin besar suatu organisasi akan semakin kompleks permasalahan peren­ canaan SDM yang akan dihadapi. Untuk itu, dibutuhkan koordinasi yang kuat antarlini organisasi untuk memberikan masukan yang komprehensif tentang berbagai program kerja dan agenda yang akan dilakukan oleh organisasi se­ hingga perkiraan kebutuhan SDM terjawab dengan baik. Oleh sebab itu, terdapat berbagai tantangan dan hambatan dalam perencanaan SDM.



1. Tujuan yang Kurang Fokus Penetapan tujuan yang jelas dan terukur menjadi masalah utama yang akan di­ hadapi dalam merencanakan SDM. Tujuan yang dikemukakan secara kualitatif seperti mencapai laba sebesar-besarnya akan membuat “kebingungan” di antara semua anggota organisasi sebab laba sebesar-besarnya tidak jelas berapa jumlahnya. Satu miliar rupiah bagi suatu organisasi kecil adalah laba yang “sangat besar”, tetapi laba tersebut menjadi sangat kecil bagi suatu organisasi besar. Sebaliknya, penetapan tujuan yang jelas secara kuantitatif seperti dike­ mukakan di atas, tentu saja harus diikuti penetapan tujuan secara kualitatif, yakni kualitas seperti apa yang diharapkan. Misalnya, tujuan organisasi adalah men­capai laba satu miliar rupiah dengan tingkat layanan yang sangat cepat dan memuaskan konsumen. Dengan tujuan yang jelas tersebut, manajemen dapat merencanakan SDM yang tepat untuk dapat mencapai tujuan yang dimaksud, ketika SDM yang diharapkan bukan saja hanya memperhatikan keterampilan, melainkan juga harus responsif terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen. Apabila perencanaan yang hanya menekankan pada output saja tanpa mengimbanginya dalam pela­yanan Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 77



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



tentu saja akan memperoleh kegagalan. Produk yang berkualitas memang akan menjadi idaman utama konsumen. Di sisi lain, layanan ketika penjualan dan purna jual, tentu saja tidak kalah pentingnya bagi konsumen. Dalam ber­bagai penelitian yang dilakukan terlihat bahwa dimensi dan in­dikator pelayanan yang dikehendaki konsumen, antara lain cepat, tepat, murah, dan ramah. Dalam menyajikan pelayanan seperti itu bukanlah hal yang mudah, melainkan setiap organisasi dituntut untuk memberikan pelayanan setidaknya mendekati layanan yang ideal tersebut.



2. Faktor Lingkungan Perubahan faktor lingkungan yang sangat cepat dan kompleks dewasa ini berakibat pada perencanaan SDM yang semakin sulit. Simamora (2001) ber­ pendapat bahwa tidak ada dua perusahaan yang bergiat di dalam lingkungan yang identik untuk menggambarkan hambatan lingkungan dalam perencanaan SDM-nya. Oleh karena itu, berbagai organisasi harus mengantisipasi perubahan yang cepat seperti yang terjadi dalam industri mobile phone atau gadget. Per­ ubahan dalam produk gadget sangat progresif sehingga hampir setiap bulan lahir produk berbeda yang semakin baik.5 Beberapa perusahaan produsen gadget menghadapi jaminan permintaan untuk produk dan jasa mereka. Misalnya, jaminan layanan purna jual yang memadai sehingga mampu mempertahankan konsumen loyal pada merk pro­ duk tersebut. Tantangan utama dalam penyusunan strategi perencanaan SDM adalah menghasilkan strategi yang akan berhasil di dalam lingkungan unik ketika organisasi berkiprah guna memberikan keunggulan kompetitif yang dapat dipertahankan. Sementara itu, kondisi lingkungan yang dengan cepat berubah dan sulit diprediksi memaksa organisasi harus selalu waspada dan mengantisipasi permasalahan untuk meminimalkan konflik internal orga­ni­ sasi. Masalah ketimpangan penawaran dan permintaan tenaga kerja yang sangat senjang membuat dunia industri sangat leluasa “menekan” kepentingan tenaga kerja dan memposisikan tenaga kerja pada kondisi yang sangat rendah daya tawarnya. Umumnya, tenaga kerja di negara berkembang seperti di Indo­ nesia sering “dilecehkan”6, tetapi dengan kondisi seperti itu tetap diterima sangat membutuhkan pekerjaan. 5







6







78



Salah satu merk terkenal dan sangat mendominasi pasar mobile phone di dekade 2000-an, nyaris bangkrut pada saat tulisan ini dibuat karena tidak mampu mengelola perubahan lingkungan khususnya dengan revolusi teknologi gadget yang sangat cepat. Banyak pekerja yang merasa dilanggar hak asasinya, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa karena ketakutan di PHK. Hal itu terjadi karena sulitnya memperoleh pekerjaan sehingga se­ kalipun berlawanan dengan hati nurani si pekerja. Si pekerja tersebut tidak dapat mengambil risiko ekstrim ketika harus menolak berbagai kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



3. Dukungan terhadap Strategi Organisasi Penyusunan berbagai strategi SDM untuk mendukung keseluruhan strategi bisnis merupakan tantangan mengingat : a. manajemen puncak tidak selalu mampu mengucapkan secara jernih tan­tang apa strategi bisnis perusahaannya; b. kemungkinan ketidakpastian atau ketidaksetujuan mengenai berbagai strategi SDM yang harus dilakukan untuk mendukung keseluruhan strategi bisnis. Dengan kata lain, tidak pernah terlihat bagaimana strategi SDM bakal memberikan andil bagi pencapaian tujuan organisasional; c. berbagai perusahaan besar kemungkinan besar memiliki variasi strategi bisnis. Idealnya, setiap unit hendaknya mampu memformulasikan strategi perencanaan SDM yang selaras dengan strategi bisnisnya.



4. Persaingan yang Semakin Sengit Dalam dunia bisnis barang dan jasa terdapat persaingan yang sangat tinggi. Kondisi seperti ini jelas akan menjadi hambatan dan tantangan tersendiri bagi perencanaan SDM. Di dunia pendidikan sangat sulit memperoleh tenaga pen­ didik yang berkualitas jika dilihat dari jenjang pendidikan dan jabatan aka­ demik. Oleh karena itu, suatu universitas perlu merencanakan SDM (tenaga pendidik) dengan baik mengingat tidak mudah memperoleh tenaga pendidik yang berkompeten, tanpa ada kepastian tentang “kompensasi” dan “fasilitas” tenaga tersebut. Apabila direncanakan sebesar XX rupiah ketika dilakukan rekrutmen kemungkinan sekali besaran yang ditetapkan sudah jauh ketinggalan oleh perguruan tinggi yang lebih mapan. Kondisi seperti ini akan jauh lebih terasa di dunia industri, sehingga menjadi tantangan tersendiri yang sulit di­ prediksi secara tepat.



5. Kecenderungan Organisasi untuk Bertahan Beberapa manajer mencurahkan sebagian besar perhatian mereka pada masalahmasalah yang mendesak untuk diselesaikan. Kondisi seperti ini membuat para manajer tidak mempunyai waktu untuk memfokuskan diri pada pengem­ bangan strategik jangka panjang dan masuk pada lingkaran rutinitas dapat bertahan dalam persaingan.



6. Komitmen yang Kurang Banyak program SDM yang berasal dari departemen SDM gagal. Hal ini dise­ babkan oleh para manajer lini tidak dilibatkan dalam perencanaannya. Divisi Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 79



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



SDM melakukan perencanaan kemungkinan telah meminta divisi lain untuk merencanakan kebutuhan SDM di divisinya. Hal ini tidak dijadikan prioritas di tengah berbagai masalah yang lebih penting karena menjadikan kondisi ini masalah dan hambatan yang banyak ditemui. Strategi SDM yang berasal dari divisi SDM akan mempunyai kemungkinan kecil untuk berhasil, kecuali para manajer lini lainnya benar-benar menyadari betapa pentingnya masalah strategi SDM menjadi perhatian semua lini.



7. Peramalan yang Kurang Baik Perkembangan organisasi tentu akan berhubungan erat dengan perencanaan SDM. Lagi pula, apabila organisasi bertumbuh ke depan, sudah pasti peren­ canaan SDM juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila organisasi menyusut maka perencanaan SDM juga harus disesuaikan. Peramalan akan situasi ke depan menjadi hambatan dan tantangan tersendiri. Dalam hal ini, dibutuhkan pe­ ramalan yang akurat sehingga SDM yang direncanakan tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu sedikit.



8. Konflik Internal Organisasi Kesenjangan antara penawaran dan permintaan SDM menjadi hambatan dan tantangan serius dalam dunia industri. Akibat kesenjangan tersebut, di lapangan terjadi juga kesenjangan kompensasi yang diberikan organisasi dengan harapan para pekerja. Ketika masalah ini tidak terjembatani dengan baik, para pekerja sering melakukan tindakan demonstrasi untuk “memaksa” manajemen memenuhi permintaan para pekerja. Hambatan yang sulit terselesaikan adalah tuntutan para pekerja yang terkadang “tidak rasional” khususnya bagi organi­ sasi kecil yang tidak berkemampuan menerima tuntutan para pekerja karena minimnya keuntungan yang diperoleh organisasi. Untuk mengatasi berbagai hambatan dan tantangan tersebut sehingga perlu memahami tujuan organisasi dengan baik. Penetapan tujuan yang baik seperti dijelaskan di atas akan memberikan arahan yang jelas dalam peren­ canaan SDM. Disadari upaya ini bukanlah satu-satunya cara mengatasi ham­ batan dan tantangan dalam perencanaan SDM, melainkan setidaknya dengan tujuan yang jelas, manajemen dapat menetapkan langkah-langkah yang pasti dalam mengomunikasikan langkah-langkah tersebut kepada seluruh jajaran manajemen. Komunikasi tersebut dapat membangun dan meningkatkan ko­ mit­men semua pihak untuk mengarahkan tenaga dan pikiran, serta mengnyi­ nergikannya untuk pencapaian tujuan. Selain itu, konsistensi dan ketepatan antara tujuan tingkat puncak dengan tujuan jenjang di bawahnya perlu dijaga 80



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dan dipelihara dengan baik. Hal itu sangat diperlukan mengingat tujuan or­ ganisasi sangat dimanis dan selalu berubah. Oleh sebab itu, perlu dicermati dan diikuti perkembangan lingkungan dengan baik sehingga perubahan global maupun regional yang terjadi dapat disesuaikan dalam organisasi. Apabila ingin membangun strategi perencanaan SDM di organisasi perlu melibatkan seluruh unit yang telah ditetapkan dan dibangun dalam organisasi tersebut. Artinya, strategi yang telah ditetapkan harus dipahami dengan baik sehingga dapat dilaksanakan. Perbedaan yang terjadi akan menyebabkan ke­ tidakselarasan dan gangguan dalam penerapan strategi tersebut. Walaupun ma­najer puncak sibuk, ia harus memiliki waktu khusus untuk mensosialisasikan dan menjelaskan strategi yang ditetapkan kepada semua lapisan pegawai. Lagi pula, persaingan yang kompetitif dalam perekonomian sudah menjadi fakta. Pertanyaannya sekarang adalah apakah organisasi kita siap dan mampu untuk bersaing? Apabila tidak, seharusnya manajemen mengubah strateginya, dengan berkolaborasi dan berusaha membangun komitmen yang saling menguntungkan. Strategi ini perlu dilakukan sambil terus memperbaiki kinerja organisasi, dan mengembangkan organisasi yang lebih kuat. Kalau begitu, strategi inilah me­ rupakan jawaban hambatan dan tantangan dalam kecenderungan organisasi untuk bertahan. Artinya, ketika organisasi tidak dapat bersaing dengan organisasi lain, sebaiknya melalukan strategi bertahan. Meskipun demikian, jangan sampai bertahan karena sudah puas dengan apa yang telah dihasilkan sehingga tidak lagi melakukan inovasi dan kreasi baru. Komitmen organisasi sangatlah penting. Tujuan yang baik, strategi yang tepat dan dukungan lingkungan yang kondusif semuanya akan menjadi per­ cuma jika komitmen pegawai dalam mengembangkan organisasi tidak ada. Demikian juga halnya komitmen semua manajer hingga ke jenjang paling bawah tentang perencanaan SDM harus ditumbuhkembangkan sebab perencanaan SDM dalam organisasi adalah suatu sistem. Artinya, masing-masing subsistem juga harus mempersiapkan perencanaan SDM di unitnya. Selain itu, dalam melakukan peramalan SDM yang baik juga dibutuhkan sistem informasi yang baik pula. Selain sistem informasi, berbagai data dalam organisasi haruslah terdokumentasi dengan baik karena data itulah yang nantinya untuk diolah dan dianalisis sehingga diperoleh prediksi akurat SDM yang dibutuhkan. Sebenarnya, konflik dalam organisasi bukanlah masalah yang ditakutkan dan harus dihindari, melainkan konflik yang positif seyogianya dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik. Konflik positif yang lebih mengarah pada persaingan yang sehat, tetapi persoalannya adalah perbedaan konflik positif dengan konflik negatif sangatlah kecil sehingga konflik yang tadinya positif Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 81



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dapat berubah dengan sangat cepat menjadi konflik negatif. Dalam kondisi seperti ini, dibutuhkan kehadiran seorang pemimpin yang kuat dan mampu mengelola organisasi dengan baik.



F. FASE PROSES PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Berikut ini fase dalam proses perencanaan SDM.



1. Fase Pertama: Mengidentifikasi Isu Bisnis yang Utama Fase pertama dalam perencanaan SDM ialah mengumpulkan data untuk mem­ pelajari dan memahami semua aspek lingkungan organisasi. Hal ini dapat membantu organisasi mengantisipasi dan merencanakan isu yang muncul dari kondisi yang stabil maupun dinamis. Misalnya, perencanaan untuk kompetisi global yang semakin meningkat berdasarkan biaya, yang melibatkan pertim­ bangan produktivitas dari pekerja yang ada sekarang dan kemungkinan pro­ duk­tivitas yang akan datang.



2. Fase Kedua: Menentukan Implikasi SDM Sasaran fase kedua adalah (a) mengembangkan pemahaman yang jelas me­ ngenai bagaimana informasi yang dihasilkan selama fase 1 mempengaruhi permintaan organisasi di masa yang akan datang, dan (b) mengembangkan gam­ baran yang akurat mengenai penawaran sekarang yang tersedia secara internal.



a. Memperkirakan Permintaan SDM Variasi dari metode perkiraan digunakan untuk menentukan permintaan or­ganisasi terhadap SDM. Jenis perkiraan yang digunakan tergantung pada ke­rangka waktu dan jenis organisasi, ukuran organisasi, serta ketepatan dan ke­­pas­tian informasi yang tersedia. Mutu perkiraan tergantung pada kete­patan informasi dan tingkat kemungkinan terjadinya suatu peristiwa. Semakin pendek jangka waktunya, semakin mudah diperkirakan. Berikut ini tek­nik yang bisa digunakan dalam memperkirakan permintaan SDM. 1. Teknik estimasi manajerial. Teknik ini memanfaatkan peramalan berdasar­ kan pertimbangan dan proyeksi statistik konvensional yang dilakukan oleh manajer lini organisasi. 2. Teknik delphi. Teknik ini diperoleh dari hasil presentasi dan asumsi yang dibuat oleh sekelompok ahli. 3. Teknik kelompok nominal. Teknik ini berdasarkan data yang menggunakan metode statistik seperti regresi linear dan regresi linear berganda. 82



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



b. Memperkirakan Penawaran SDM Untuk memperkirakan penawaran SDM dapat digunakan informasi yang berasal dari sumber internal dan eksternal. Pada tahap ini, yang menjadi fokus biasanya adalah sumber internal. Sumber eksternal dipertimbangkan pada tahap selanjutnya. Sebenarnya, metode yang dipergunakan juga sama dengan yang digunakan sebelumnya, yaitu berdasarkan pertimbangan dan statistik. Artinya, ketika perkiraan telah dibuat, perkiraan penawaran dapat dibanding­ kan dengan perkiraan permintaan untuk membantu menentukan antara lain program tindakan untuk mengidentifikasi potensi SDM dan menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam memperkirkirakan penawaran lebih sering bersifat jangka pendek, yang fokusnya terletak pada penganggaran dan pe­ ngen­dalian biaya. Berikut ini dua metode penilaian yang dibuat dalam mem­ perkirakan penawaran SDM. 1) Perencanaan penempatan (replacement planning). Pada perencanaan pe­ nem­patan, dibuat bagan penempatan yang berisi nama jabatan dan peme­ gangnya yang ada sekarang. 2) Perencanaan suksesi (succession planning) sama dengan perencanaan pe­ nempatan kecuali jangka waktunya yang lebih panjang dan bersifat pe­ ngembangan.



3. Fase Ketiga: Mengembangkan Tujuan dan Sasaran SDM Setelah fase 2 selesai, fase berikutnya adalah melibatkan interpretasi infor­masi dan menggunakannya untuk menetapkan prioritas, sasaran, dan tujuan. Dalam jangka waktu yang pendek, yang sering kali merupakan kerangka waktu yang ada dalam usaha perampingan, sasaran terkadang lebih mudah dinyatakan dalam istilah yang dapat dikuantifikasi. Sementara itu, isu mengenai mana­ jemen mutu total, serta keanekaragaman biasanya melibatkan jangka waktu menengah dan pan­jang untuk menetapkan sasaran. Perbedaan jenis sasaran yang ditetapkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang mencerminkan perbedaan jenis perubahan yang dapat dilihat dalam kurun waktu dua sampai dengan lima tahun mendatang.



4. Fase Keempat: Merancang dan Melaksanakan Kebijakan, Program, serta Praktik SDM Fase 4 membicarakan bagaimana mencapai sasaran yang ditetapkan dalam fase 3. Sejumlah kebijakan, program dan kegiatan dapat dilakukan dalam fase ini. Hal ini termasuk program keanekaragaman yang ditujukan untuk menarik Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 83



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pelamar, memperbaiki usaha sosialisasi, program perampingan dan program untuk memberdayakan pegawai, serta meningkatkan partisipasi supaya men­ja­ min kesuksesan dalam perubahan manajemen mutu total.



5. Fase Kelima: Mengevaluasi, Merevisi, dan Memfokuskan Kembali Dalam fase ini sasaran yang ditetapkan selama fase 3 digunakan kembali untuk mendefinisikan kriteria yang akan dipakai dalam mengevaluasi apakah program akan berhasil atau masih membutuhkan revisi? Evaluasi rencana dan program SDM sangatlah penting tidak hanya untuk menetukan keefektivan perencanaan SDM, namun juga menunjukkan pentingnya kegiatan SDM dan departemen SDM dalam organisasi secara keseluruhan. Akan tetapi, tanpa fase ini, proses perbaikan akan berlangsung sangat lambat.



G. MODEL PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Terdapat berbagai model perencanaan SDM yang dapat dilakukan, dian­ta­ra­ nya model Mason Haire, Model USAF, dan Peramalan Kebutuhan SDM.



1. Model Mason Haire Untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan yang telah ditetapkan, tentu saja harus direncanakan SDM yang akan digunakan baik secara kuantitas mau­pun secara kualitas. Hal ini dilakukan untuk mengingat berhasil tidaknya pen­ capaian tujuan organisasi yang sangat dipengaruhi oleh peran SDM. Model ini dikem­bangkan oleh Mason dengan memperkirakan kebutuhan SDM ke depan ber­dasarkan struktur organisasi. Struktur organisasi diperhitungkan mulai dari jenjang paling atas (top manager) hingga pada level paling bawah atau pe­laksana seperti Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Gambaran Jenjang Jabatan Perusahaan PT Jeremy Mangalaptua







Level atau Jenjang



Jabatan



I



Direktur Utama



II



Direktur



III



Kepala Devisi



IV



Kepala Biro



V



Kepala Bagian



VI



Kepala Seksi



Sumber : Data imajinasi



Perkiraan dalam metode ini dilakukan dua periode, yakni periode pertama, yang menggambarkan kondisi pegawai pada saat dilakukan peren­canaan SDM, 84



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



misalnya tahun 2015. Terdapat tiga aspek yang akan diperlihatkan, yakni (a) jumlah jenjang jabatan yang ada; (b) perkiraan pegawai yang mengundurkan diri untuk setiap jenjang; (c) gambaran atau jumlah pegawai pada saat itu. Selanjutnya, periode kedua, yakni periode yang akan memperkirakan atau me­ ren­canakan kondisi waktu atau tahun yang akan diperkirakan. Dalam periode kedua ini terdapat empat aspek yang harus ditentukan, yakni (a) perkiraan akhir pegawai pada periode yang diperkirakan; (b) jumlah pegawai yang masih ada pada saat perkiraan, seperti apakah kekurangan pegawai akan diisi? (c) direktur dari dalam dalam artian akan dipromosi dari jenjang di bawahnya; (d) akan direkrut tenaga baru dari luar organisasi. Perencanaan SDM yang akan di­ lakukan perlu dianalisis kondisi perekonomian saat itu. Artinya, terdapat tiga kemungkinan asumsi yang dapat digunakan, yakni (a) terdapat pertumbuhan yang akan terjadi karena kondisi perekonomian lokal, regional, dan global seperti dengan membaiknya kondisi sehingga diperkirakan terdapat pertumbuhan. (b) Kondisi perekonomian diperkirakan sama saja dengan tahun saat perencanaan SDM dilakukan sehingga diasumsikan bahwa jumlah pegawai yang ada saat ini diperkirakan tetap seperti jumlah pada tahun saat prediksi dilakukan. (c) Se­ba­ liknya, apabila kondisi yang terjadi adalah penurunan permintaan SDM. Berikut ini tabel persiapan perhi­tungan Model Mason seperti diuraikan di atas. Tabel 3.2 Model Persiapan Perencanaan SDM dengan Model Mason Periode I Tingkat Manajemen



Pegawai yang Mengundurkan diri



Periode II Periode I



Tingkat Pegawai yang Manajemen mengundurkan diri



Periode I



Periode II



Berikut diberikan contoh penerapan penggunaan model Mason. Diketa­ hui informasi kepegawaian PT Jeremy Mangalaptua yang bergerak di sektor konveksi diperoleh informasi pada tahun 2015 sebagai berikut. 1. Perusahaan terdiri dari 6 jenjang. 2. Masing-masing jenjang memiliki tenaga kerja tersusun dengan kelipatan 7. 3. Forecasting dilakukan untuk dua periode dengan tenaga kerja yang tetap. 4. Kemungkinan mengundurkan diri (turn over) adalah 25% kecuali untuk jenjang ke-V dan ke - VI yang mencapai 50%. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 85



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



5. Dalam melaksanakan pengadaan berpegang pada kebijakan diutamakan pengembangan karier daripada pengadaan dari luar dengan rasio 55% : 45%. Berdasarkan kelima informasi tersebut, gambaran perencanaan SDM un­ tuk PT Jeremy Mangalaptua pada Tahun 2016 sebagai berikut. Tabel 3.3 Model Perencanaan SDM PT Jeremy Mangalaptua dengan Model Mason Jenjang



Pegawai Mengundurkan Diri



Pegawai Saat ini



Pegawai Tersisa



Pegawai Dipromosi



Pegawai Baru



Pegawai Diperkirakan



I



0



1



1



0



0



1



II



2



7



5



1



1



7



III



12



49



36



7



6



49



IV



86



343



250



51



42



343



V



1.201



2.401



1.149



689



563



2.401



VI



8.404



16.807



7.714



0



9.093



16.807



Sumber: Data imajinasi yang dihitung berdasarkan informasi yang tersedia



Contoh kedua diketahui perusahaan PT Hizkia Sukses Mandiri yang ber­ gerak di bidang produksi mobil XYZ dengan informasi sebagai berikut. 1. Perusahaan terdiri dari 8 jenjang. 2. Masing-masing jenjang memiliki tenaga kerja tersusun dengan kelipatan 6. 3. Forecasting dilakukan untuk dua periode dengan tenaga kerja Tahun 2016 diperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tidak kondusif sehingga diper­­ kirakan akan mengurangi pegawai level ke-IV s.d level ke-VIII sebesar 6%, sedangkan di level ke-I s.d level ke-III tetap. 4. Kemungkinan mengundurkan diri (turn over) adalah 4 %, kecuali untuk level ke-V s.d level ke-VIII yang mencapai 12%, pimpinan atas juga akan memasuki masa pensiun. 5. Dalam melaksanakan pengadaan berpegang pada kebijakan diutamakan pengembangan karier daripada pengadaan dari luar dengan rasio 61%: 39%. Berdasarkan informasi tersebut, buatlah perencanaan SDM untuk Tahun 2016, dengan menggunakan model Mason Haire. Tabel 3.4 Model Perencanaan SDM PT Hizkia Sukses Mandiri Dengan Model Mason PERIODE I



PERIODE II



Jenjang



Pegawai Keluar



Pegawai Saat ini



Pegawai Tersisa



Pegawai Dipromosi



Pegawai Yang Baru



Pegawai Diperkirakan



1



0



1



0



0



1



1 berlanjut



86



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



PERIODE I



PERIODE II



2



0



6



5



0



1



3



1



36



34



1



1



6







4 9 216 206



36 7



0



(-3)



203



5



159



1.296



1.137



32



50



1.218



6



933



7.776



6.793



201



315



7.309



7



5.599



46.656



40.742



1.215



1.900



43.857



8



33.592



279.936



244.444



18.696



0



263.140



2. Model USAF Selain model Mason yang diuraikan di atas, terdapat model perencanaan SDM dengan United State Air Force (USAF) sebagaimana dikemukakan Widodo (2015). USAF berarti Angkatan Udara Amerika sebagai institusi yang mem­ pelopori model ini, yang cukup menarik untuk diketahui. Menurut Kongres Amerika, model penentuan kebutuhan SDM yang dilakukan oleh Angkatan Udara Amerika tersebut merupakan model yang paling berhasil dalam me­ ngon­disikan pendayagunaan personel yang efektif dan efisien dibandingkan dengan model-model lain yang dipergunakan oleh berbagai institusi pemerin­ tahan Amerika. Dalam praktiknya, manajemen Angkatan Udara Amerika ini banyak menggunakan pendekatan dan teknik yang modern dan ilmiah. Manajemen USAF mengelompokkan SDM menjadi dua kegiatan utama yaitu kegiatan manajemen tenaga manusia (man power) berurusan dengan ma­salah alokasi SDM dan manajemen personel (personel management) yang berurusan dengan masalah siapa yang dipilih. Lingkup kegiatan pada mana­ jemen tenaga manusia akan mencakup pengkajian dan penentuan kebutuhan SDM bagi organisasi, perencanaan pemenuhan kebutuhannya, auditing peng­ gunaan SDM, dan manajemen data SDM. Sementara itu, lingkup kegiatan personnel management meliputi kegiatan pengadaan, pendidikan dan pelatihan, penggunaan, perawatan, dan pemisahan SDM. Model USAF ini mirip dengan penerapan teori analisis jabatan ketika ter­ dapat dua dimensi yang diperhatikan, yaitu deskripsi jabatan (job description) dan spesifikasi jabatan (job specification). Perbedaannya terletak pada analisis jabatan hanya menjelaskan aktivitas yang harus dilakukan, sedangkan unit



7



Disini terlihat pegawai minus 3, hal itu terjadi mengingat pegawai yang masih ada 206, se­men­ tara yang dibutuhkan pada saat itu hanya 203, sehingga 3 orang akan dikeluarkan atau di PHK. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 87



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang bertanggung jawab melaksanakannya tidak ditentukan. Berbeda dengan mo­ del USAF penerapan kedua kegiatan SDM sudah ditetapkan unit pelak­sa­nanya. Proses penentuan kebutuhan SDM yang dilakukan oleh kegiatan mana­ jemen menggunakan pendekatan Management Engineering (ME), yaitu pen­ dekatan yang banyak menggunakan analisis regresi dalam menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan organisasi, dengan memperhatikan jenis tugas yang ditentukan dan beban kerja yang dihadapi. Jumlah SDM yang dibutuhkan dapat diperkirakan dengan metode ME dalam setiap unit organisasi dengan meng­ analisis beban kerja masing-masing. Semakin tinggi beban kerja maka akan se­ makin besar personel SDM yang dibutuhkan. Proses penentuan kebutuhan SDM dengan pendekatan ME menggunakan skema seperti Gambar 3.3 berikut.



Struktur Organisasi



Analisis Pembuatan Standar SDM



Penyusunan Uraian Satuan Kerja Penyusunan Tabel OA



Perumusan TOP/DSP Satuan Kerja



Survei Pengukuran MHR vs WLF



Penerapan TOP/IDS



Sumber: Dimodifikasi dari Wibowo (2015)



Gambar 3.3 Proses Penentuan Kebutuhan SDM dengan Pendekatan Management Enginering



Gambar tersebut memperlihatkan proses penentuan perencanaan SDM diawali dengan mempelajari struktur organisasi yang akan direncanakan ke­ butuhan SDM-nya. Sesungguhnya, tahap ini ingin menelaah berapa sesung­ guhnya SDM yang dibutuhkan sehingga tidak melebihi dan tidak kurang dari kebutuhan. Tahap berikutnya adalah menyusun uraian satuan kerja (work centre description) dari unit organisasi tersebut. Uraian satuan kerja merupakan gabungan dari seluruh uraian satuan kerja yang ada pada or­ganisasi. Kegiatan ini sangat diperlukan untuk menjelaskan seluruh fungsi yang ada dalam organisasi teruraikan dengan baik. Setelah tahap ini, dilan­jutkan de­ngan tahap pentrans­ formasian uraian satuan kerja tersebut ke dalam tabel operational Audit (OA). Pada tabel ini, akan diaudit berapakah kebutuhan masing-masing unit yang idealnya untuk dilakukan. 88



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tahap berikutnya adalah mengukur dan beban kerja dari unit-unit orga­ nisasi sejenis yang ada dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan metode OA. Pengukuran ini dibutuhkan untuk memastikan kemampuan masingmasing pegawai yang akan dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan yang akan dilakukan. Aktivitas ini akan memastikan bahwa SDM yang ada tidak “over” dan tidak “under” beban kerja yang bisa menyebabkan kondisi unmotivated. Selanjutnya, tahap pengukuran beban kerja keseluruhan unit organisasi de­ngan metode OA menjadi data seri untuk beberapa tahun yang menjadi tuntutan pelaksanaan analisis regresi dimana kebutuhan tenaga kerja adalah variabel bebas, sedangkan beban kerja adalah variabel terikat. Rumus regresi diimple­ men­tasikan dengan persamaan Ŷ=a+bX dimana Ŷ adalah kebutuhan tenaga kerja, dan X adalah beban kerja digunakan sebagai model kebutuhan SDM organisasi yang bersangkutan. Sesudah itu, tahap pengimplementasian model pada unit-unit organisasi yang bersangkutan untuk mengetahui dan memas­ tikan beban kerjanya. Penentuan berapa kebutuhan SDM dapat dila­kukan dengan pembagian kebutuhan beban kerja dengan jam kerja efektif per bulan setiap orang. Misalnya, diketahui perhitungan beban kerja organisasi atau unit adalah 500, sedangkan jam kerja efektif per hari setiap bulannya adalah 8 jam sehingga diperoleh jumlah tenaga kerja untuk organisasi tersebut. a. Beban kerja = 500 b. Jam kerja efektif = 8 Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kebutuhan SDM adalah se­ besar 62,5 sudah dibulatkan menjadi 63 orang. Untuk mengetahui kebutuhan keseluruhan organisasi dibutuhkan pengelompokan semua unit. Setiap unit dikelompokkan dan dikodifikasi dengan jelas sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahlian tertentu secara baku di lingkungan angkatan darat AS. Kebutuhan personal untuk seiap organisasi yang telah dihitung dengan cer­ mat tadi, yang selanjutnya dituangkan dalam suatu daftar yang disebut Daftar Susunan Personel (DSP). Jadi, apabila terdapat 200 unit dalam organisasi maka akan ada 200 DSP. Rekapitulasi dari jumlah keseluruhan personel sesuai dengan berbagai DSP adalah total jumlah SDM yang dibutuhkan oleh orga­ni­sasi pada masa atau tahun yang diperkirakan. Pada prinsipnya, apabila didasarkan atas jumlah dan kualifikasi SDM yang akan dibutuhkan di masa mendatang dan kondisi SDM pada saat ini, sebaiknya disusun perencanaan SDM ke depan. Dalam proses perencanaan pemenuhan kebutuhan SDM ini banyak digunakan model kuantitatif yang populer seperti Cross Section Model, Longitudinal Model, Linear Programming, dan Assigment Model. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 89



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



3. Peramalan Kebutuhan SDM Peramalam kebutuhan SDM merupakan aspek penting untuk dipahami dalam merencakan SDM. Hal itu disebabkan peramalan SDM akan memperkirakan jumlah pegawai yang dibutuhkan organisasi, baik dari jumlah, keahlian yang dimiliki maupun pengalaman kerja yang diharapkan. Dengan kata lain, ke­ butuhan yang diharapkan adalah kebutuhan terkait dengan jumlah, kualitas, pendidikan, dan pengalaman. Peramalan ini sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk merencanakan SDM yang tepat. Meskipun hasil peramalan yang dila­ kukan tidak tepat seratus persen, tetapi setidaknya sudah dapat diperkirakan jumlah kebutuhan dan dapat mempersiapkan kebutuhan anggaran yang di­ perlukan. Secara ilmiah dalam peramalan SDM terdapat empat forecasting method, yaitu Incrementalism, Collective Opinion, Categorial and Cluster Forecasting, dan modeling. (a) Incrementalisme merupakan suatu metode perkiraan yang memproyeksikan perubahan secara garis lurus kebutuhan pegawai berdasarkan fluktuasi anggaran. (b) Collective Opinion, meliputi pengumpulan informasi dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar organisasi, setelah itu di­ capai kesepakatan kelompok tentang penafsiran data yang dimiliki. (c) Categorial and Cluster Forecasting adalah memperkirakan kebutuhan lebih lanjut untuk berbagai kategori kelompok. Metode kluster ini akan memperkirakan kelompok bersama kategori tersebut dengan syarat dan tuntutan akan keterampilan umum. Metode ini sering digunakan dalam organisasi yang besar. (d) Modeling adalah metode yang menggunakan matematis dan aplikasi program komputer untuk memperkirakan kebutuhan SDM. Berbagai model matematika dirancang oleh para ahli programer menjadi suatu aplikasi dalam komputer sehingga memper­ mudah dalam mengaplikasikan berbagai rumus matematika tersebut.



H. AUDIT PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Berbagai manfaat tersebut dapat diwujudkan jika dilengkapi dengan peng­ auditan perencanaan SDM. Secara umum, Audit SDM menurut Simamora (2001) dilakukan dua komponen audit situasional, yaitu (1) Analisis Ling­ kungan; dan (2) Penilaian Organisasional.



1. Analisis Lingkungan Lebih dari dua dekade lingkungan organisasional telah berubah menjadi lebih dinamik, sulit diprediksi dan lebih kompleks dibandingkan masa-masa sebe­ lum­nya. Perubahan ini melahirkan permasalahan yang unik bagi organisasi. Manajer dan para pakar SDM yang telah memahami sebab-sebab perubahan 90



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



ini haruslah lebih siap untuk merancang program SDM yang responsif untuk menghadapi perubahan. Mereka seyogianya lebih mampu menghadapi dan mem­perkirakan perubahan di masa depan dan merancang program yang ber­ orientasi pada masa yang akan datang. Disebabkan berbagai kondisi dalam ling­kungan eksternal dan internal dapat berubah dengan cepat, proses peren­ canaan SDM haruslah berkesinambungan. Berbagai kondisi yang berubah dapat mempengaruhi keseluruhan organi­ sasi. Oleh sebab itu dibutuhkan memodifikasi berbagai ramalan yang ekstensif. Pe­rencanaan dalam hal-hal umum memungkinkan manajer mengantisipasi dan berjaga atas perubahan kondisi, dan perencanaan SDM terutama memung­ ­kinkan fleksibilitas dalam wilayah manajemen SDM. Analisis lingkungan da­pat membantu para perencana guna mengidentifikasi dan mengantisifikasi sumbersumber: Peluang, Ancaman, dan Masalah (PAM). Proses ini memberikan pe­ mahaman yang lebih baik tentang konteks di da­lamnya berbagai keputusan SDM diambil atau akan diambil. Di satu sisi, pe­min­daian lingkungan (environmental scanning) digunakan untuk meng­analisis atau me­miliah-milah masing-masing sumber PAM. Sekilas, lingkungan merupakan suatu susunan yang campur-aduk dari berbagai keja­ dian positif (yakni berbagai peluang) dan kejadian negatif (berbagai ancaman). Apakah suatu permasalahan dapat dilihat secara positif (berbagai peluang) atau justru secara negatif (berbagai ancaman) mempunyai kaitan erat dengan berbagai solusi yang dianut. Beberapa perencana terbaik adalah orang-orang yang dapat mengubah ancaman menjadi peluang. Sementara itu, analisis ling­kungan juga dipakai untuk menyintesiskan beranekaragam PAM ke dalam suatu kesatuan yang terintegrasi. Variasi yang sangat besar dari berbagai tuntutan agar organi­ sasi memerlukan beberapa metode untuk mengikatnya bersama untuk menilai berbagai dampak yang mungkin terjadi. Menurut Simamora (2001) terdapat tujuh faktor yang dapat meme­ngaruhi terjadinya perubahan lingkungan. a. Kemajuan Teknologi. Dengan kemajuan teknologi berbagai otomatisasi telah memungkinkan pegawai melipatgandakan kinerja mereka. Misalnya, pemanfaatan teknologi informatika dapat mempercepat pekerjaan dan me­nyebarluaskan berbagai informasi kepada seluruh pegawai sehingga kinerja pegawai dapat meningkat dengan signifikan. b. Nasionalisasi dan Internasionalisasi. Nasionalisasi batasan geografis dan internasionalisasi organisasi telah menjadi suatu hal yang wajar. Bantuan teknologi internet telah mempersempit dunia ini secara geografis. Artinya, seluruh dunia telah menyatu dengan bantuan internet dan perusahaan Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 91



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dapat mengakses belahan dunia manapun untuk mengetahui berbagai in­ formasi yang diharapkan akan wilayah tersebut. c. Tingkat Pendidikan. Kesadaran masyarakat akan pendidikan formal maupun informal semakin meningkat dengan nyata. Tingginya kesadaran masya­rakat akan hal ini, telah mengubah harapan para pekerja atas kehidupan organisasi, keluarga yang dinamik, dan aktivitas waktu luang yang se­­makin besar. d. Struktur Usia Penduduk. Dewasa ini terjadi redistribusi populasi dan distri­ busi umur penduduk telah berubah. Misalnya, meningkatnya jumlah pegawai yang berusia 30 dan 40-an yang menuntut posisi manajemen da­lam jumlah yang tidak proporsional dengan jumlah posisi yang tersedia. e. Stabilisasi Perekonomian. Ketidakstabilan perekonomian, inflasi dan me­ ning­­­katnya kompetensi telah mendesak organisasi untuk mengurangi biaya dan meningkatkan penggunaan manajemen sumber daya yang efek­tif dan efisien. f.



Regulasi Pemerintah. Meningkatnya berbagai peraturan pemerintah, per­­ aturan keselamatan kerja serta kesempatan kerja yang sama telah memacu organisasi untuk mempelajari ulang prosedur organisasi, fasilitas fisik dan praktik kepegawaian dalam perusahaan sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para pegawai.



g. Krisis Produktivitas. Berbagai industri seperti otomotif dan pabrik baja telah menderita penurunan tajam dalam efisiensi, khususnya jika dibandingkan dengan pesaing di tingkat internasional. Paling tidak, dengan mengingat ketujuh perubahan tersebut maka analisis terhadap lingkungan yang berkelanjutan wajib dilakukan. Analisis ini menjadi yang pertama bagi manajemen SDM yang efektif dan efisien dalam menjawab kondisi eksternal. Selain itu, juga terdapat berbagai bentuk perubahan ling­ kungan, diantaranya lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, lingkungan politik, lingkungan hukum, lingkungan geografis, lingkungan budaya, lingkungan tek­­ nologi, lingkungan pekerja, dan lingkungan pasar tenaga kerja (Simamora, 2001).



a. Lingkungan Perekonomian Lingkungan perekonomian mempengaruhi ketersediaan SDM, serta efektivitas berbagai praktik manajemen SDM tertentu. Faktor ini langsung mempengaruhi status keuangan perusahaan melalui penentuan tingkat pengeluaran, tingkat risiko, dan prioritas pembelajaran yang ditanggung organisasi. Tingkat inflasi tinggi dapat menyebabkan organisasi lebih berhati-hati dalam pengeluaran atau bahkan organisasi mungkin saja akan meminjam dan mengurangi dana untuk pelatihan, kompensasi, atau perbaikan keselamatan kerja. 92



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



b. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial meliputi garis-garis besar informal yang bertalian dengan kebiasaan, kultur, dan kecenderungan populasi dapat mempengaruhi cara di mana sebagian besar organisasi dan manajer berfungsi. Garis-garis besar se­ perti itu dapat berbeda berdasarkan daerah atau wilayah di dalam suatu negara. Meskipun demikian, pemahaman lingkungan sosial adalah elemen yang sangat penting dari pekerjaan manajer. Lingkungan sosial di mana organisasi ber­ operasi dapat digambarkan melalui banyak dimensi: desa–kota, barat–timur, kelas buruh–kelas eksekutif, dan ahli–tidak ahli. Bentuk lingkungan sosial mem­ punyai andil pada berbagai norma yang mempengaruhi harapan pegawai dan manajemen. Perusahaan di kota mungkin mengharapkan integrasi yang lebih besar dalam pekerjaan dan keluarga daripada yang berlokasi di luar kota. Lagi pula, sampai pada tingkat tertentu, nilai sosial, sikap, dan kepercayaan saling mempengaruhi dengan apa yang diharapkan oleh tenaga kerja dari pe­ kerjaan mereka. Berbeda dengan generasi pekerja terdahulu, tenaga kerja se­ karang menuntut lebih dari sekedar “gaji per hari yang adil” dan tempat yang aman, serta sehat untuk bekerja. Banyak pegawai yang mencari keterlibatan yang lebih besar dalam pekerjaan mereka dan meningkatnya perhatian mana­ jemen terhadap masalah tertentu dari pekerjaan dan kebutuhan mereka. Tun­ tutan seperti itu kemungkinan akan semakin mendesak di tahun mendatang, seperti halnya aspirasi pegawai yang meningkat seiring dengan perbaikan tingkat pendidikan mereka.



c. Lingkungan Politik Setiap organisasi pasti berada dalam suatu negara yang memiliki sistem politik masing-masing. Organisasi tersebut mau tidak mau harus berinteraksi dengan lingkungan politik dan akan saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, organisasi akan memenuhi aturan yang ditetapkan oleh sistem politik, dan di sisi lain, sistem politik (negara) juga membutuhkan partisipasi organisasi melalui pembayaran pajak sebagai sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, organisasi mencoba mempengaruhi sistem politik guna memperoleh kesempatan yang lebih besar bagi kelangsungan kehidupan (man­faat) organisasi. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah kepentingan organisasi untuk melakukan pendekatan (lobbying) yang ekstensif kepada semua jajaran pemerintahan. Sebaiknya, berbagai komponen tertentu dari sis­ tem politik berusaha untuk mempengaruhi aktivitas organisasi dalam upaya mempromosikan perlindungan lingkungan, dan mempengaruhi kompetisi yang tidak wajar. Lingkungan politik menyangkut sikap pemerintah terhadap berbagai organisasi (bisnis atau sosial) terkait dengan peraturan perburuhan Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 93



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dan kesejahteraan sosial. Perubahan sikap pemerintah mengenai kesehatan, pen­didikan, dan usia pensiun dapat menyebabkan beberapa organisasi mem­ berikan kebijakan tentang berbagai tunjangan kepada pegawai.



d. Lingkungan Hukum Lingkungan hukum telah memberikan inspirasi bagi praktik-praktik SDM untuk menerapkan standar dan kesempatan kerja yang sama, menangkal ke­mung­ kinan terjadinya pelecehan seksual, serta memberikan kesempatan kerja di tempat kerja. Organisasi harus memperhatikan berbagai kebijakan yang di­tetapkan oleh pemerintah agar mereka tidak terjerat kasus hukum yang me­libatkan ter­ jadinya pelanggaran hukum.



e. Lingkungan Geografis Lingkungan geografis dapat mempengaruhi ekspektasi pegawai menyangkut hubungan waktu kerja dan waktu senggang, ragam berbagai tunjangan yang dapat difasilitasi perusahaan kepada pegawai, tingkat stres, atau masalah pri­badi yang kemungkinan terjadi di tempat kerja. Kedekatan geografis depar­temen, divisi atau anak organisasi terhadap induk organisasi dapat berpengaruh ter­ha­ dap keragaman praktik SDM di dalamnya.



f. Lingkungan Budaya Seperti kita ketahui bahwa Negara Republik Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, budaya atau adat istiadat, suku, dan agama yang sangat beragam. Secara mendasar, keragaman budaya tersebut berhubungan erat dengan sikap dan kepercayaan ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan hukum. Lingkungan budaya termasuk faktor yang berhubungan dengan kesukuan, agama, status sosial dan latar belakang pengalaman tenaga kerja. Berbagai faktor tersebut dapat mempengaruhi norma dan pengharapan ang­ gota organisasi, di mana berbagai faktor tersebut dapat berakibat untuk memper­ mudah atau memperlambat kinerja organisasi. Oleh karenanya, ber­bagai faktor dimaksud haruslah dipertimbangkan para manajer dengan baik sebab faktor budaya telah menjadi dan akan terus menjadi variabel interveining bagi efektivitas organisasi. Untuk itu, peran pemimpin dapat membantu agar faktor-faktor ter­ sebut dapat menjadi pendorong dan bukan penghambat bagi organisasi.



g. Lingkungan Teknologi Dalam hal ini, lingkungan teknologi adalah seluruh perangkat teknologi yang dapat mendukung penyelesaian pekerjaan. Dengan kata lain, teknologi yang 94



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dapat digunakan dalam aliran pekerjaan. Misalnya, teknologi yang dapat di­gu­ nakan dalam teknologi penerbangan tentunya berbeda dengan teknologi yang digunakan oleh industri pertanian. Kemajemukan teknologi yang ber­kembang saat ini merupakan determinan penting dalam memfungsikan organisasi dan aktivitas SDM yang dimiliki. Oleh sebab itu, lingkungan teknologi mempengaruhi alat yang tersedia dan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Sebagian besar organisasi telah menghadapi persoalan SDM yang terkoneksi dengan komputerisasi berbasis internet yang meluas seiring dengan berbagai fungsi organisasi yang telah cenderung otomatisasi. Tuntutannya adalah organisasi harus memiliki program pelatihan yang dapat mempersiapkan SDM mema­ hami dan mampu menggunakan perkembangan teknologi tersebut. Perubahan teknologi sering menuntut perhatian khusus terhadap rekrutmen, pelatihan dan pengelolaan karier. Perubahan teknologi sulit diprediksi dan dinilai, seperti beberapa orang menilai bahwa dengan adanya komputerisasi akan mengaki­ batkan terjadinya “pengangguran”. Seiring dengan pertumbuhan berbagai organisasi dewasa ini, penggunaan SDM juga sangat bertumbuh dengan sangat pesat yang berkarya secara lang­ sung maupun tidak langsung. Biasanya, perencanaan SDM sering diperhadapkan atas permasalahan kemajuan teknologi yang sulit diprediksi dan disesuaikan dengan kebutuhan SDM. Kehadiran teknologi baru sering mengurangi peng­ gunaan SDM secara signifikan sehingga menyulitkan manajemen memper­ kirakan perubahan yang akan ditimbulkan oleh kehadiran teknologi tersebut. Misalnya, dalam bidang industri perakitan otomotif, kehadiran berbagai tek­ nologi dalam otomotif banyak mengurangi tenaga SDM.



h. Lingkungan Pekerjaan Lingkungan pekerjaan menggambarkan sikap umum pegawai dan masyarakat terhadap serikat pekerja. Tingkat pendidikan penduduk di daerah tertentu juga mempengaruhi sikap masyarakatnya. Umumnya, tingkat pendidikan ber­ hubungan secara negatif dengan sikap penduduk terhadap serikat pekerja. Misalnya, tenaga profesional yang biasanya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi bereaksi secara negatif terhadap serikat pekerja dibanding dengan te­naga kerja tingkat bawah. Pemahaman atas sifat lingkungan dan arah perubahannya membantu ma­ najer dan spesialis SDM untuk meramalkan berbagai tipe tenaga kerja yang seperti apa yang dibutuhkan organisasi dan tenaga kerja seperti apa yang ter­ sedia di bursa kerja sehingga dapat memenuhi dan mencapai tujuan organisasi Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 95



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang ditetapkan. Dengan mengenali perubahan hukum dapat mempengaruhi banyaknya penerimaan pegawai yang berasal dari golongan minoritas atau adanya perubahan teknologi menyebabkan banyaknya tenaga ahli yang dibutuhkan.



i. Lingkungan Pasar Tenaga Kerja Pasar tenaga kerja adalah wilayah yang dapat menyediakan (menawarkan) ke­ butuhan tenaga kerja baik secara kuantitas maupun kualitas. Pasar tenaga kerja akan menyediakan tenaga kerja melalui bursa tenaga kerja. Lingkungan pasar tenaga kerja tentu saja sangat mempengaruhi perencanaan SDM dalam hal jumlah dan karakteristik pekerja yang tersedia. Dalam suatu negara yang pasar tenaga kerjanya longgar, umumnya tersedia tenaga kerja yang berkualitas dalam jumlah besar sehingga memberikan ruang yang cukup besar bagi organisasi dapat menyeleksi tenaga kerja yang dibutuhkannya. Sebaliknya, akan berbanding terbalik dengan negara yang SDM-nya sangat ketat di pasar tenaga kerja sehingga akan menyulitkan perencanaan dan rekrutmen tenaga kerja.



2. Penilaian Organisasional Pada hakikatnya, organisasi mempengaruhi berbagai keputusan yang me­nyang­­ kut manajemen SDM, sedangkan SDM mempengaruhi bentuk sebuah organisasi (Simamora, 2001). Pengaruh organisasi adalah berbagai atribut yang menggam­ barkan kondisi organisasi pada saat ini dan masa yang akan datang. Audit situa­ sional seyogianya mendata berbagai karakteristik orga­ni­sasi sebelum menen­ tukan berbagai program SDM yang paling tepat. Prak­tik SDM haruslah sejalan dengan: tujuan organisasi, sumber daya organisasi, iklim organisasi, dan struk­tur organisasi.



a. Tujuan Organisasi Tujuan organisasi adalah objek yang mengarahkan penggunaan berbagai sumber daya yang dimiliki. Tujuan organisasional setidaknya terkait dengan tujuh hal, yakni (1) penciptaan dan pemeliharaan nilai sosial, serta tanggung jawab masyarakat, (2) jenis dan tingkat keluaran, (3) spesifikasi khusus yang menjadi keunikan produk barang dan jasa, (4) aktivitas dan kinerja manajerial, (5) tingkat kemampuan organisasi memperoleh laba, (6) penggunaan sumber daya, serta (7) sikap dan kinerja pegawai termasuk keputusan, mutasi pegawai, ketidak hadiran dan komitmen. Organisasi membuat rencana strategik yang membantu membuat penca­ paian tujuan organisasional. Karena perencanaan SDM harus melengkapi peren­ canaan strategik dibutuhkan pemahaman misi, tujuan dan sasaran organisasi, 96



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



serta hubungannya dengan rencana strategik akan berakibat pada perencanaan SDM yang tepat dan efektif. Dengan demikian, tujuan penting bagi organisasi disebabkan: (1) tujuan akan memberikan arah terhadap individu dan kelompok; (2) tujuan akan mempengaruhi bagaimana organisasi merencanakan dan meng­ organisasikan berbagai aktivitas yang akan dilakukan; (3) tujuan memberikan landasan untuk memotivasi individu agar bekerja pada tingkat efesiensi dan efektivitas yang dikehendaki; serta (4) tujuan akan menjadi landasan un­tuk mengevaluasi dan mengendalikan aktivitas organisasi.



b. Sumber Daya Organisasi Ketersediaan berbagai sumber daya tentu saja akan mempengaruhi peren­ca­ naan SDM. Oleh karenanya, perlu dilakukan identifikasi ketersediaan sumber daya khususnya kemampuan keuangan yang berakibat langsung dengan di­ mensi kompensasi, pelatihan, penyediaan berbagai fasilitas. Jumlah dana yang dialokasikan untuk kompensasi akan menentukan tingkat gaji dan jenis tun­ jangan yang dapat diberikan. Anggaran rekrutmen mempengaruhi sumbersumber yang ditarik untuk rekrutmen khususnya anggaran seleksi yang akan menentukan berbagai tes yang akan dilakukan. Pengendalian anggaran dari manajer puncak kepada manajer SDM dapat memengaruhi bentuk partisipasi mereka dalam penyusunan peren­ca­naan dan pelatihan SDM. Hal yang dimaksud dengan kondisi anggaran dana perusahaan adalah keluwesannya dalam penentuan harga produk atau jasa agar meme­ ngaruhi keberlanjutan organisasinya. Misalnya, industri yang diatur secara ketat seperti industri kereta api, tidak begitu mampu secara fleksibel mengubah kondisi keuangannya. Berbeda dengan suatu organisasi yang dapat memasar­ kan suatu produk baru atau teknologi yang unik, kemungkinan akan mengalami kesulitan keuangan karena tekanan pertumbuhan yang dihadapi. Meskipun demikian, organisasi seperti ini akan memiliki kemampuan lebih mudah me­ nyesuaikan harga-harga produknya. Akibatnya, berbagai kombinasi antara pertumbuhan dan fleksibilitas harga dapat menyebabkan organisasi tersebut membuat keputusan SDM yang meningkatkan tekanan keuangan pada orga­ nisasi dan ada kemungkinan dianggap tidak fleksibel. Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa kondisi keuangan suatu organisasi tidak dapat diabaikan dalam model peren­canaan SDM. Kemampuan organisasi untuk membayar gaji yang tinggi, mem­biayai program pelatihan, dan melaksa­ nakan berbagai aktivitas SDM lainnya dibatasi oleh kondisi kemampuan ke­ uangan organisasi tersebut.



Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 97



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



c. Iklim Organisasi Iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologis organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi kebijakan perencanaan SDM yang dapat diterima oleh anggota organisasi. Organisasi menetapkan kriteria seleksi berdasarkan kemampuan calon pegawai. Artinya, diberikan otoritas sepenuhnya kepada ma­najemen SDM untuk memutuskan, tetapi berbeda dengan organisasi yang meng­gunakan kriteria seleksi berdasarkan koneksi politis. Misalnya, apabila sudah diketahui bahwa sudah ada calon yang akan menduduki suatu lowongan maka seleksi yang akan dilakukan akan menjadi sia-sia dan pemborosan mengingat sudah dipastikan bahwa lowongan yang kosong tersebut akan diisi oleh calon dari koneksi politis tersebut. Kedua bentuk organisasi yang berbeda dalam seleksi tersebut kemungkinan akan menggunakan teknik yang berbeda dalam proses seleksinya sehingga pencarian organisasi untuk promosi akan menye­ rap kumpulan data yang berbeda. Dalam hal ini, jumlah tekanan pekerjaan yang ditoleransi oleh perusa­haan dapat mempengaruhi tingkat pengelolaan stres yang dimasukkan ke dalam pelatihan manajerial, kompleksitas pekerjaan yang dirancang di dalam orga­ nisasi, atau sifat individu yang diseleksi untuk berbagai pekerjaan. Semua or­ gani­sasi yang memiliki iklim yang manusiawi dan partisipatif menen­tukan dan menerima berbagai praktik manajemen SDM yang berbeda dengan orga­nisasi yang beriklim otokratik. Apabila iklim organisasi yang terbuka mendorong pe­ gawai untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasannya tanpa rasa takut akan tindakan balasan, perhatian, dan ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan konstruktif. Pada prinsipnya, iklim keterbukaan hanya dapat tercipta jika pegawai memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan dan kebijakan manajerial.



d. Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah hubungan pelaporan formal, tingkat dan jenis divisi pekerja, serta merupakan alat pengoordinasian berbagai bagian dalam organisasi. Organisasi yang berbeda tingkat spesialisasi pekerjaannya menggu­nakan hierarki untuk menyelesaikan masalah, bersandar pada kebijakan dan prosedur standar, serta menerapkan standar dan menerapkan sistem peng­upahan yang mendo­ rong kepatuhan pada kekuasaan. Struktur juga mempenga­ruhi bentuk dan tingkat motivasi individu, yang mempengaruhi berbagai prak­tik dan program SDM. Struktur organisasi ini mungkin juga akan meng­undang serikat pekerja. Keberadaan serikat pekerja dan keabsahannya dalam suatu ak­tivitas organi­ sasi dapat mempengaruhi berbagai aktivitas SDM dan juga ke­­mungkinan me­ maksakan pengaruhnya pada desain pekerjaan di tempat kerja. 98



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



I. BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PE­ REN­CANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Perencanaan SDM tidak dapat dilihat sebagai suatu aktivitas yang tidak me­ ­mi­liki makna. Sasaran, strategi dan lingkungan perusahaan sangat diten­tukan oleh prioritas manajemen dan keperluan SDM. Meskipun demikian, peren­ canaan SDM sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial, ekonomi dan tek­nologi, yang terjadi di luar perusahaan. Untuk memahami kekuatan pene­kanan ter­hadap perencanaan SDM perlu dilihat kondisi perusahaan secara lebih luas. Seperti halnya dengan ramalan cuaca, penilaian perubahan kondisi lingkungan sangat sulit dan tidak menentu dalam perencanaan SDM. Berikut ini akan dike­mu­ kakan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan SDM.



1. Perubahan Demografi Hal yang terpenting adalah kesadaran bahwa perubahan yang mendasar se­­­dang berlangsung dalam komposisi populasi dan berakibat terhadap tenaga kerja. Kemampuan suatu perusahaan untuk menemukan keperluan SDM-nya pada tersedianya kecakapan. Sebab setiap SDM yang lahir pada era mendatang, sangat penting untuk menjadikan informasi kependudukan yang perlu di­analisis. Beberapa faktor demografi yang mempengaruhi perencanaan SDM adalah jumlah penduduk, perluasan tenaga kerja, tenaga kerja perempuan, tingkat penge­ta­huan yang dimiliki tenaga kerja, dan perubahan ekonomi. Tidak mengejutkan jika kondisi ekonomi mempengaruhi manajemen SDM. Inflasi sebagai kenyataan hidup merusak perencanaan biaya hidup se­ seorang. Resesi ekonomi memaksa perubahan pada praktik manajemen pak­ saan yang sering membawa ketidaksesuaian. Dalam dua kondisi seperti tersebut di atas, produktivitas merupakan hal yang perlu diperhatikan secara serius dalam manajemen. Sebagaimana adanya persoalan biaya wawancara, peng­ang­ katan, penempatan, pelatihan dan penggajian pegawai, kita dipaksa untuk membuat perencanaan kerja yang lebih bagus. Biaya pengangkatan dan orientasi bagi pegawai profesional baru sering mencengangkan ketika jumlah biaya pe­ nyusutan selama dua tahun pertama dikumpulkan. Sebagai akibatnya, biaya hidup mengalami peningkatan dalam anggaran rumah tangga seorang pegawai. Pendapatan rangkap mungkin mengurangi tekanan terhadap anggaran beberapa keluarga, tapi penekanannya pada gaji. Biaya yang meningkatkan gaji tidak dapat dielakkan sebagaimana peningkatan biaya hidup. Satu hal yang menjadi titik tekan adalah pada level pemula untuk pegawai profesional. Beberapa pegawai setara dengan gelar pendidikan MBA me­ mulai pekerjaan mereka dengan gaji sekitar Rp30.000.000,-. Apabila orga­nisasi Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 99



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



tidak mampu membayar gaji seperti itu, maka ia tidak akan mem­per­oleh tenaga yang profesional. Salah satu penetapan pemberian gaji yang standar adalah untuk perbaikan produktivitas selama dua tahun sesudah perang dunia kedua produktivitas di Amerika Serikat meningkat sangat cepat tanpa kenal lelah. Hal tersebut dipacu oleh kecemasan tenaga kerja untuk memperoleh kembali per­ damaian sebagai pegawai. Industri perusahaan dan berbagai pe­nemuan tek­no­ logi yang menjadikan Amerika Serikat menguasai pasaran di seluruh dunia. Tanpa perbaikan produktivitas dan perekonomian yang kuat, sangat sulit untuk mengendalikan inflasi dan bersaing di pasar dunia secara efektif. Be­ berapa faktor yang mempengaruhi produktivitas termasuk perubahan dalam teknologi, perubahan kualitas tenaga kerja, perubahan upah dan tipe modal investasi, pengaruh siklus bisnis jangka pendek dan permintaan pasar, per­ubahan aktivitas dunia industri, pegawai, dan hasilnya. Perubahan komposisi umur dan jenis kelamin tenaga kerja mungkin dapat mempengaruhi keselu­ruhan produk­ tivitas selama ia berhubungan dengan perubahan sikap terhadap kerja itu sendiri, pegawai dan masyarakat.



2. Perubahan Teknologi Pengembangan dan penerapan teknologi baru berpengaruh besar terhadap praktik organisasi dan manajemen. Pengembangan teknologi canggih di depan produksi dan transportasi, komunikasi, komputer, obat-obatan dan ilmu tentang kehidupan dan penggunaan Sumber Daya Alam (SDA), telah membawa per­ ubahan ter­hadap fungsi organisasi. Misalnya, perkembangan komputer yang cepat membawa perubahan yang dramatis, dari teknik pemakaian hingga proses informasi, dari biaya hingga pemesanan tiket. Komputer telah mendapatkan peran pada setiap aspek organisasi. Pemprosesan informasi dan pemecahan ilmu pengetahuan yang rumit, rekayasa dan permasalahan bisnis menjadi hal yang biasa pada beberapa tahun lalu hal tersebut masih tidak dapat diketahui. Dengan perubahan teknologi dimungkinkan juga menyebabkan keter­ asingan di antara pegawai yang ketertinggalan pengetahuan dan keterampilan, serta kesulitan penyesuaian terhadap proses baru dalam organisasi. Perma­salahan ini bukan hal yang baru, tetapi telah menyertai perubahan teknologi sejak bebe­ rapa generasi yang lalu. Sebagaimana manusia yang menerima per­ubahan pada pandangan hidup, aspek yang tidak berguna dapat menjadi ber­kurang. Oleh sebab itu, tantangan perencanaan SDM adalah menfasilitasi proses ini.



3. Kondisi Peraturan dan Perundang-undangan Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) semakin dipengaruhi oleh hukum. Undang-Undang yang diskriminasi kerja mempunyai hambatan 100



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang besar terhadap kebutuhan pe­rencanaan SDM. Demikian pula peraturan perpajakan, undang-undang per­buruhan, undang-undang kesehatan dan kese­ lamatan kerja, semuanya mem­pengaruhi dunia MSDM.



4. Perubahan Perilaku terhadap Karier dan Pekerjaan Pekerjaan dalam komposisi demografi tenaga kerja kita mengalami perubahan dalam ekonomi, teknologi dan perubahan terhadap kondisi peraturan per­ undang-undangan, kebanyakan peraturan yang mempengaruhi SDM ber­sen­ tuhan dengan perubahan perilaku terhadap pekerjaannya, kebanyakan perubahan sikap tenaga kerja. Pada pembahasan ini akan diperjelas tiga perubahan yang berlangsung dalam perilaku terhadap karier dan pekerjaan yakni pertama, me­ ningkatkan partisipasi perempuan dalam dunia kerja, kedua bentuk baru per­ pindahan/pergeseran pegawai, ketiga perubahan sikap terhadap karier dan nilai individual terhadap karier. Pada pembahasan ini akan diperjelas tiga per­ubahan yang berlangsung dalam perilaku terhadap karier dan pekerjaan.



a. Perebutan Karier dan Tuntutan Pekerjaan Perempuan Beberapa keluarga yang terlibat dalam perebutan karier harus mengatasi per­ masalahan umum yang ditimbulkan karena pertentangan tujuan dan perten­ tangan peran. Tekanan terhadap karier dapat merupakan salah satu penyebab perceraian dalam keluarga. Jumlah perceraian secara nasional semakin me­ning­ ­kat setelah perebutan karier menjadi hal yang umum. Pada umum­­nya, keter­ bukaan komunikasi, perencanaan yang hati-hati dan penye­lesaian kon­­flik dapat memperlancar atau mempererat hubungan perebutan karier. Bagi be­ be­rapa pekerja, perebutan karier dapat menciptakan empati dan tentu ne­potisme, jadwal kerja dan liburan, kematangan, dan keuntungan bagi pe­gawai.



b. Pola Mobilitas Salah satu pengaruh dari perebutan karier adalah semakin segannya pegawai untuk mempertimbangkan menerima promosi pada penempatan ulang yang berbelit. Relokasi bagi beberapa orang dianggap sebagai kejatuhan karier dan merupakan hal kurang mengenakan. Sebagai hasilnya, kita menemukan keti­ daknyamanan bagi pegawai untuk meningkatkan karier di antara pegawai. Pen­jegalan terhadap perjalanan karier dan kemungkinan permasalahan kinerja akan sering terjadi dan akan dialamatkan kepada manajemen. Perpindahan menjadi hal yang kurang disukai diantara pegawai dan bukan hanya untuk pegawai duel karier. Mendapatkan pegawai yang bersedia untuk direlokasi merupakan hal yang sangat sulit. Sekarang, perpindahan tidak selalu dipan­dang sebagai hal yang penting dalam pengembangan karier, dan dalam mem­pengaruhi kekuasaan kerja seseorang. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 101



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



c. Perubahan Sikap Kerja Bebarapa ahli menyatakan bahwa perubahan dalam sistem perekonomian berpengaruh atas partisipasi dan kepuasan pegawai terhadap karier. Penelitian terhadap sikap pegawai menemukan sikap seperti bosan dan melelahkan. Jalan keluarnya adalah penganekaragaman pekerjaan dan praktik perusahaan dan manajemen yang memudahkan kerja.



d. Aspirasi Pegawai Harapan dan tuntutan seseorang memasuki organisasi bisnis untuk menjadi manajer menunjukkan semangat kerja dan karier. Sebenarnya, ada empat kua­ litas kerja yang diburu oleh pegawai baik wanita ataupun pria, yakni untuk memperoleh perasaan berprestasi dari pekerjaan mereka, untuk memperoleh peluang yang banyak untuk dikembangkan, untuk memperoleh pengakuan, dan untuk mengetahui bahwa gagasan mereka diterima. Perubahan terhadap sikap karier, berhubungan dengan kebutuhan ekonomi, teknologi, dan demografi. Hal ini menunjukkan perubahan yang fundamental terhadap pekerjaan dan saat beristirahat. Semakin meningkatkan kesadaran publik terhadap karier, akan berpengaruh terhadap tuntutan yang beragam. Kepedulian tentang penyesuaian hidup dan pesan-pesan kehidupan, semakin mempertinggi kesadaran manusia bahwa hidup ini selalu singkat dan masih sangat banyak yang mesti dilakukan. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pada dasarnya setiap manusia selalu merencanakan aktivitasnya, dan demikian pula organisasi pasti diawali dengan perencanaan dalam memulai kegiatannya. Tidak ada manusia, perusa­ haan, pemerintah, atau organisasi apa pun yang tidak memiliki perencanaan maka semakin disadari betapa pentingnya perencanaan SDM bagi perusahaan. Untuk itu, arti perencanaan bagi perusahaan sebagai berikut. 1) Kegiatan berpikir karena merencanakan berarti melibatkan diri pada ke­ giatan konseptual sebelumnya tindakan dilakukan. 2) Pengambilan keputusan tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan. 3) Meletakkan dasar-dasar yang rasional untuk berbagai usaha kegiatan masa depan dengan tujuan mempengaruhi, mengendalikan perubahan yang diduga akan terjadi. 4) Proses seleksi dan usaha mengaitkan antarfakta dengan asumsi dalam pe­ nyusunan program kerja yang dirasakan perlu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 102



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



5) Usahakan persiapan yang terarah dan sistematis tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. 6) Upaya mencapai tujuan perusahaan secara maksimal, serta lebih men­ja­ min perusahaan dengan tersedianya tenaga kerja yang tepat untuk men­ duduki berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan pada waktu dan tempat yang tepat. Hal ini meliputi: (a) penunaian kewajiban sosial organisasi, (b) pencapaian tujuan perusasahaan, (c) pencapaian tujuan pribadi pegawai yang bersangkutan. Dengan demikian, melalui perencanaan setidaknya dapat menjawab per­ ta­nyaan-pertanyaan penting, yaitu apa target organisasi pada kurun waktu tertentu di masa depan? Berapa lama target tersebut tercapai? Siapa yang ber­ tanggung jawab melaksanakan pekerjaan tersebut? Kepada siapa pekerjaan tersebut dipertanggungjawabkan? Apakah sudah ada Standart Operating Procedur (SOP) nya? Apakah sudah ada jadwal kerjanya? Apakah sudah ada rencana aksinya? Apa latar belakang pertimbangannya sehingga kegiatan tersebut perlu dilaksanakan segera? Pada dasarnya, perencanaan SDM yang baik adalah yang memenuhi beberapa kriteria di atas karena setiap perusahaan dihadapkan pada berbagai faktor yang berada di luar kemampuan. Perencanaan SDM mencakup dua hal, yaitu perencanaan kepegawaian (employment planning) dan perencanaan program (program planning). 1) Perencanaan kepegawaian (employment planning) Perencanaan SDM adalah menentukan kualifikasi SDM, yang dibutuhkan per­ usahaan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang ter­masuk juga SDM yang dibutuhkan untuk tercapainya tujuan perusahaan. Untuk itu, seorang manajer SDM dituntut untuk mampu memperkirakan suplai dan per­ mintaan terhadap SDM. 2) Perencanaan program (program planning) Perencanaan program menyangkut pemilihan alat SDM yang paling efektif yang terpusat pada kelebihan maupun kekurangan SDM. Perencanaan program mencakup pengoordinasian program-program guna memenuhi rencana SDM dalam bidang kegiatan yang berbeda-beda. Program haruslah dapat membantu manajer dalam mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan perubahan relatif ter­ hadap perolehan, penyebaran, dan pendayagunaan orang-orang. Peren­ca­naan program mencakup sistem berbagai macam personalia dan aktivitas hubungan pegawai, tindakan-tindakan, dan rencana yang cocok satu sama lainnya. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 103



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Dengan demikian, jelaslah bahwa perencanaan SDM yang baik jika me­ me­nuhi beberapa kriteria. 1) Perencanaan SDM berkaitan langsung dengan tujuan yang hendak dicapai perusahaan karena pada dasarnya sasaran perusahaan adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2) Perencanaan untuk mencapai tujuan yang akan datang. 3) Perencanaan selalu meliputi keputusan tantang kegiatan atau tindakan yang akan dilakukan. 4) Perencanaan yang dimiliki perhitungan yang akurat, teruji, fleksibel, dapat dipertanggung jawabkan. Dalam praktiknya, kebutuhan terhadap peren­ canaan SDM mungkin tidak segera tampak karena orang mungkin akan bertanya. Apabila perusahaan memerlukan orang baru mengapa tidak dengan mudah saja menariknya? Sebenarnya, kebutuhan SDM dalam per­usahaan sukar dipenuhi secepatnya atau semudah yang tersirat dalam pertanyaan tersebut. Perusahaan yang tidak membuat perencanaan SDM sering ditemukan bahwa mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan SDM sesuai dengan tujuan dari perusahaan secara efisien dan efektif, di mana banyak terjadi hal-hal yang merugikan perusahaan. Produktivitas dari suatu perusahaan akan meningkat apabila SDM yang ada pada perusahaan tersebut merupakan orang-orang yang sudah direncanakan dan disesuaikan dengan kebutuhan dari perusahaan tersebut. Misalnya, orang-orang tersebut dapat bekerja sesuai dengan keinginan dan kebutuhan perusahaan, tidak dengan lagi cara try and error sehingga akan merugikan perusahaan. Oleh karena itu, perencanaan terhadap SDM dalam suatu perusahaan sangat penting. Perencanaan merupakan proses penentuan langkah yang akan dilakukan di masa dating atau disebut juga sebagai proses pengambilan keputusan sekarang untuk sesuatu hal yang akan dilaksanakan pada waktu yang akan datang. Dilihat dari seluruh kegiatan yang dilakukan maka posisi perencanaan terletak pada awal sekali sebelum kegiatan atau fungsi lain dilakukan dalam kehidupan perusahaan.



J. PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA STRA­ TEGIK Strategi SDM adalah serangkaian alat yang dipergunakan untuk membantu perusahaan mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi ini akan memberikan arah secara keseluruhan tentang pengembangan dan pengelolaan SDM dalam suatu organisasi. Sementara itu, pengembangan 104



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



SDM adalah suatu rencana jangka panjang yang akan dilakukan terhadap manusia sehingga kebutuhan tenaga kerja secara keseluruhan dapat terpenuhi secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Perencanaan strategik umumnya dilaku­kan untuk jangka menengah, yaitu tiga sampai dengan lima tahun. Rencana strategik mencakup berbagai kebu­tuhan pokok mengenai arah organisasi yang akan dituju, serta strategi yang akan di­ gunakan. Sementara itu, rencana ope­rasi umumnya bertepatan dengan tahun fiskal organisasi8 termasuk di dalam­nya adalah tujuan tahunan yang akan mem­ bantu pencapaian tujuan pencapaian strategik yang lebih luas. Peren­canaan strategik adalah proses penentuan ber­bagai tujuan organisasi dan penen­tuan berbagai program tindakan menyeluruh yang akan mencapai tujuan yang di­ tentukan. Perencanaan strategik janganlah dirancukan dengan perencanaan operasional jangka pendek sebagai perencanaan taktis. Perencanaan strategik terkait dengan berbagai keputusan yang diarahkan pada pencapaian perubahan utama dalam arah dan kecepatan pertumbuhan bisnis. Misalnya, suatu organisasi dapat mengevaluasi berbagai lini produknya atau komponen bisnisnya, dan me­mutuskan bahwa satu atau lebih dari lini produk tersebut tidak dapat diterus­ kan lagi karena tidak sesuai dengan tujuan dan rencana organisasi. Keputusan perencanaan strategik merupakan komitmen utama terhadap SDM, untuk menghasilkan lompatan besar dalam perjalanan bisnis organisasi tersebut. Mengingat berbagai anggapan dibuat berdasarkan masa depan yang sulit diramalkan maka perencanaan strategik akan memiliki berbagai risiko. Implikasinya adalah perencanaan strategik akan semakin kompleks, lebih kon­­ septual, dan akan kurang akurat jika dibandingkan dengan perencanaan ope­ rasional jangka pendek. Lebih jauh lagi, perencanaan ini mencakup pertimbangan tidak hanya pada satu, tetapi banyak skenario lingkungan bisnis di masa depan. Sebaliknya, pada perencanaan operasional umumnya dianggap terdapat ling­ kungan bisnis yang agak stabil dan memperhitungkan perubahan yang hanya menyangkut faktor-faktor seperti taktik yang cepat, efisiensi produk, perubahan sistem dan praktik yang naik, penyesuaian terhadap tingkat aktivitas bisnis, tanggapan terhadap pelanggan atau permintaan lainnya, serta modifikasi pro­ duksi, iklan, jasa, atau proses bisnis lainnya.



8







Tahun fiskal bagi organisasi bisnis umumnya mengikuti tahun fiskal suatu negara, yakni dari Januari sampai dengan Desember. Akan tetapi, dalam organisasi pendidikan dari PAUD hingga Perguruan Tinggi, menggunakan tahun akademik, yakni dari Juli hingga Juni tahun beri­kutnya. Untuk PAUD hingga Sekolah Menengah, sedangkan bagi Perguruan Tinggi Tahun Akademik umumnya dimulai dari Agustus hingga Juli tahun berikutnya. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 105



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Langkah-Langkah dalam Perencanaan Strategik Sumber Daya Manusia Perencanaan strategik meliputi serangkaian langkah yang melibatkan peng­ umpulan berbagai data, analisis dan evaluasi yang berulang-ulang oleh mana­ jemen. Berbagai elemen penting perencanaan strategik dan kemungkinan dampaknya terhadap perencanaan SDM sebagai berikut. a. Mendefinisikan filosofi organisasi. Pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan bentuk bisnis ditekankan sekali diantaranya: mengapa perusahaan berdiri? Barang/jasa apa yang diproduksi? Apa motif atau nilai yang men­ dasari pemilik atau manajer-manajer kunci? b. Menelaah kondisi lingkungan. Dalam penelaahan kondisi lingkungan perlu digambarkan, perubahan teknologi, sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi yang menunjukkan peluang atau ancaman. Misalnya, suplai tenaga kerja dapat meningkatkan tuntutan hukum yang mengatur berbagai kebijakan dan praktik SDM dan derasnya perubahan teknologi yang dapat mengubah arah dan membawa dampak besar bagi bisnis organisasi. Selain itu, perlu juga disimak pertanyaan penting lainnya, yaitu apa kekuatan pesaing? Apa strategi mereka? Apa kelemahan mereka? c. Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Pertanyaan berikutnya adalah Apa faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau membatasi pilihan dari serangkaian alternatif tindakan? Faktor-faktor SDM seperti usia pegawai, mobilitas manajer kunci, dan kurangnya promosi terhadap tenaga berbakat merupakan masalah yang umum yang dapat merintangi perencanaan strategik. d. Menentukan tujuan dan sasaran. Selanjutnya, perlu dijawab adalah apa tujuan penjualan, laba, dan kembalian investasi? Apa landasan yang di­ gunakan untuk mengukur pencapaian tujuan-tujuan tersebut? Terlalu sering struktur organisasi dan gaya manajemen yang diterapkan pada organisasi tidak mendukung sasaran dan tujuan tertentu. Tujuan kualitatif yang penting akan memberikan cara lebih mudah untuk menyatakan dan mengukur tujuan kuantitatif, tetapi terkadang tujuan strategik juga mencakup komit­ men terhadap perubahan dalam kualitas jasa, kualitas manajemen, kua­ litas riset dan pengembangan dan seterusnya. e. Menyusun strategi. Untuk hal ini, perlu dijawab pertanyaan berikut: tindakantindakan apa yang harus diikuti organisasi untuk mencapai tujuannya dalam memenuhi berbagai tujuan operasional? Program-program yang bagaimana yang dibutuhkan dalam mengikuti strategi tersebut? Fokus di 106



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



2. Tingkat Perencanaan Strategik Sumber Daya Manusia



Proses Perencanaan Bisnis



Perencanaan strategik SDM terdiri dari berbagai tingkatan yang saling terkait, seperti Gambar 3.4 berikut. Perencaaan Stratejik: Perspektif jangka panjang • Filosofi perusahaan • Pengamatan lingkungan • Berbagai kekuatan dan kelemahan • Berbagai Sasaran dan tujuan • Berbagai strategik



Analisis berbagai isu



Proses Perencanaan Bisnis



http://pustaka-indo.blogspot.com



sini adalah mempertajam perencanaan, perolehan dan penugasan, dan pemanfaatan SDM dengan benar untuk mendukung organisasi.



• Berbagai kebutuhan bisnis • Berbagai faktor eksternal • Analisis suplai internal • Berbagai implikasi



Perencaan Operasional: Perspektif jangka menengah • • • •



Berbagai program terencana Sumber daya yang dibutuhkan Berbagai strategi organisasi Berbagai rencana untuk masuk ke dalam bisnis baru, akuisisi, dan penutupan bisis



Berbagai kebutuhan peramalan



• Berbagai jenjang susunan staf • Bauran staf • Desain organisasi dan pekerjaan • Sumber daya yang tersedia



Anggaran: Perspektif tahunan • • • •



Anggaran Berbagai tujuan kinerja unit dan pegawai Penjadualan program dan penugasan Memantau dan mengendalikan berbagai hasil yang diharapkan



Berbagai rencana tindakan



• Otorisasi penyusunan staf • Rekrutmen • Berbagai promosi dan transfer • Berbagai perubahan organisasional • Pelatihan dan pengembangan • Kompensasi dan berbagai tunjangan • Hubungan perburuhan



Sumber: Dimodifikasi dari Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Bagian Penerbit STIE YKPN, 2001), hlm. 85.



Gambar 3.4 Hubungan Antara Perencanaan Bisnis dengan Perencanaan SDM



Gambar tersebut memperlihatkan bahwa perencanaan strategik berhu­ bungan dengan perspektif jangka panjang dan turun ke dalam perencanaan operasional. Tingkat perencanaan operasional memiliki perspektif jangka me­ ne­ngah dan terkait dengan program tertentu yang direncanakan, jenis dan jumlah Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 107



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pegawai yang dibutuhkan, struktur organisasi, suksesi dan pengem­bangan or­ ga­nisasi, di samping berbagai rencana tertentu untuk menerapkan rencana stra­ tegik. Diakhiri proses anggaran tahunan yang menyediakan daftar penu­gasan, alokasi sumber daya, dan standar tertentu guna mengimple­men­tasikan berbagai tindakan yang ditetapkan. Perencanaan strategik SDM secara logika sejajar dengan perencanaan stra­­ tegik bisnis. Berbagai organisasi beranggapan bahwa anggaran tahunan sebagai hal yang paling mereka perlukan, khususnya untuk perencanaan SDM. Padahal dalam praktiknya, perencanaan strategik mereka mengaburkan peren­canaan operasional dengan menyatakan bahwa setiap orang yang kami butuh­kan dapat kami angkat menjadi pegawai ketika waktu semakin mende­kat. Dalam be­ berapa kasus seperti organisasi konstruksi, retail atau organisasi yang berorien­ tasi proyek, waktu tunggu untuk perencanaan SDM memang relatif pendek. Bahkan organisasi seperti itu pun tenaga khusus seperti insinyur, tenaga ma­ na­jerial kemungkinan tidak selalu tersedia di pasar dan membutuh­kan waktu untuk pengadaan dan pengembangannya. Rencana pengadaan dapat dihubungkan dengan penyedia tenaga kerja seperti universitas, tidak dapat selalu diandalkan jika semata-mata mengacu pada anggaran tahunan. Rekrutmen akan lebih akurat jika didasarkan pada berbagai rencana yang bergulir dan mencakup peramalan kebutuhan untuk beberapa tahun sebagai bagian dari perencanaan strategik. Hal yang mirip dengan itu adalah aktivitas pelatihan dan pengembangan yang sering dianggar­kan dan dijadwalkan atas dasar jangka pendek, tanpa konteks berjangka panjang yang menentukan kebutuhan yang harus dipenuhi. Dampaknya program pelatihan sering tidak lebih dari sekedar “dokumen mati” yang tidak meyakinkan dari segi efektivitas biayanya baik dari bisnis maupun relevansinya terhadap pe­gawai.



K. TANTANGAN DALAM PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Dalam melakukan perencanaan SDM yang efektif dan efisien terdapat bebe­rapa tantangan yang akan dihadapi, antara lain dapat diuraikan dalam persfektif mikro dan makro.



1. Perspektif Mikro Dalam perspektif mikro tantangan yang akan dihadapi antara lain: a. Kebijakan pemerintah Arah kebijakan pemerintah tentang SDM sulit dipahami dan diimplemen­ tasikan, khususnya kebijakan terkait dengan kompensasi (UMR) yang 108



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



di­tetapkan, sering tidak sesuai dengan harapan para pegawai sehingga me­ nimbulkan daya tolak yang kuat dari organisasi perburuhan. b. Kualitas SDM Tidak tersedia informasi tentang kualitas SDM yang pasti sehingga menyu­ litkan pelaksanaan perencanaan yang akurat. Sekalipun ada infor­­masi yang tersedia, umumnya hanyalah bersumber dari peramalan yang dilaku­kan. Oleh karenanya, teknik peramalan harus diupayakan seakurat mungkin. c. Mempertahankan keunggulan kompetitif Setiap keunggulan kompetitif yang dirasakan oleh organisasi cenderung jangka pendek karena berbagai perusahaan lain mungkin menirunya. Hal ini berlaku juga untuk berbagai keunggulan kompetitif SDM, pemasaran dan teknologis. Tantangan dari perspektif SDM adalah membuat berbagai strategi yang menawarkan keunggulan kompetitif yang dapat diperta­hankan. d. Mendukung keseluruhan strategi bisnis Penyusunan berbagai strategi SDM untuk mendukung keseluruhan stra­ tegi bisnis merupakan tantangan sebab: (1) manajemen puncak tidak selalu mampu mengucapkan secara jernih apa strategi bisnis organi­sa­ sinya; (2) kemungkinan terdapat ketidakpastian atau ketidaksetujuan mengenai berbagai strategi SDM yang harus digunakan untuk mendukung seluruh strategi bisnis (Simamora, 2001). Dengan kata lain, jarang keli­ hatan bagaimana berbagai strategi SDM bakal memberikan andil bagi pencapaian berbagai tujuan organisasional; (3) organisasi besar mungkin memiliki berbagai unit bisnis yang bervariasi, di mana setiap unit memiliki strategi masing-masing. Idealnya, setiap unit hendaknya mampu memfor­ mulasikan strategi SDM yang selaras dengan strategi bisnisnya. e. Menghindari konsentrasi berlebihan pada masalah-masalah harian Beberapa manajer mencurahkan sebagian besar perhatian mereka pada masalah yang mendesak. Mereka jarang mempunyai waktu untuk memfor­ mulasikan diri pada perspektif jangka panjang. Oleh karenanya, tantangan terbesar perencanaan SDM adalah memancing anggota organisasi agar kem­bali melihat gambaran keseluruhan. f. Menanggulangi perubahan lingkungan



Jika dicermati tidak ada dua organissi yang bergerak dalam lingkungan yang identik. Beberapa perusahaan mesti mengalami perubahan yang cepat, seperti halnya dalam industri komputer; yang lainnya berkiprah dalam pasar yang relatif stabil sebagaimana halnya dalam pasar perleng­kapan pengolah makanan. Beberapa organisasi menghadapi jaminan per­mintaan Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 109



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



untuk berbagai produk dan jasa yang mereka berikan (misalnya jasa pen­ didikan); yang lain mesti menghadapi gelombang permintaan (misalnya rancangan periklanan). Tantangan utama dalam menyusun berbagai stra­ tegi SDM adalah membuat berbagai strategi yang akan ber­hasil dalam lingkungan unik dimana organisasi berkiprah untuk mem­beri­­kan keung­ gulan kompetitif yang dapat dipertahankan.



2. Perspektif Makro Dalam perspektif makro atau nasional, terdapat berbagai tantangan yang meng­ hadang khususnya ketimpangan penawaran dengan permintaan SDM. Pe­na­ waran SDM yang terus bertambah secara linear, tetapi tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang dapat menyerap SDM yang ditawarkan terus meng­ akumulasi jumlah pengangguran. Dalam kondisi seperti ini, pe­merintah diper­ 9 hadapkan pada situasi yang sulit bagaikan memakan “buah simalaka” , terlalu berprestasi pada tenaga kerja dan menekan investor atau pelaku bisnis, umumnya justru menghambat pertumbuhan ekonomi, sebab para investor akan menolak dan bahkan mereka keluar dan berbisnis di negara lain. Dalam kondisi seperti inilah pemerintah dapat memainkan perannya se­ bagai regulator, dengan membuat kebijakan yang sifatnya berpihak kepada in­ vestor di satu sisi sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, harus diperhatikan kepentingan kesejahteraan tenaga kerja sehingga ter­dapat keseimbangan antara tuntutan investor dengan tuntutan pekerja. Potret tenaga kerja di negara berkembang umumnya terjadi ketidak­­ seimbangan antara penawaran dengan permintaan SDM sehingga menim­ bulkan pengangguran yang semakin besar. Berikut disajikan gambaran tingkat pengangguran di 31 negara maju sampai negara berkembang (miskin) seperti Tabel 3.5 berikut. Tabel 3.5 Tingkat Rerata Pengangguran di 31 Negara (Dalam Persen) Tahun 2011–Tahun 2013 No.



Negara



Usia (Tahun)



Tahun 2011



Tahun 2012



Tahun 2013



Rerata



Peringkat



1.



Amerika Serikat



16+



8,9



8,1



7,4



8,13



4



2.



Arab Saudi



15+



5,8



5,6



5,7



5,7



17



3.



Australia



15+



5,1



5,2



5,7



5,55



21 berlanjut







9



110



Suatu kiasan yang menunjukkan tidak ada pilihan yang enak, sebab dalam hal ini diki­sah­kan dimakan berarti “ayah mati”, tetapi tidak dimakan berarti “ibu yang mati”.



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



No.



Negara



Usia (Tahun)



Tahun 2011



Tahun 2012



Tahun 2013



Rerata



Peringkat



4.



Belanda



15-64



4,4



5,3



6,7



5,47



19



5.



Belgia



15+



7,2



7,5



8,4



7,7



9



10



6.



Brazil



10+



6,0



5,5



5,8



5,77



16



7.



Cina



15+



4,1



4,1



4,1



4,1



24



8.



Denmark



15-66



7,6



7,5



7,0



7,37



10



9.



Federasi Rusia



15-72



6,6



5,6



...



6,1



15



10.



Filipina



15+



7,0



7,0



7,1



7,03



12



11.



Finlandia



15-74



7,8



7,7



8,2



7,9



8



11



12.



Hongkong



15+



3,4



3,3



3,1



3,23



27



13.



Indonesia 12



15 +



6,6



6,1



6,2



6,3



14



14.



Inggris 13



16+



8,0



7,9



...



7,95



5



15.



Italia



15+



8,4



10,7



12,2



10,43



2



16.



Jepang



15+



4,6



4,4



4,0



4,33



23



15+



5,9



5,5



5,3



5,57



18



15+



7,5



7,2



7,1



7,27



11



15+



5,4



5,3



5,2



5,3



21



17.



Jerman



18.



Kanada



19.



Kazakhtan



20.



Korea Selatan



15+



3,4



3,2



3,1



3,23



27



21.



Malaysia



15 – 64



3,1



3,0



3,1



3,07



29



14



22.



Meksiko



23.



Mesir



15



14+



5,2



4,7



4,9



4,93



22



15-64



12,0



12,7



...



12,35



1



16



15-74



3,3



3,2



3,5



3,33



26



17



10+



5,6



7,7



7,7



7,0



13



15+



9,6



10,2



10,8



10,2



3



15+



1,9



1,8



...



1,85



30



24.



Norwegia



25.



Pakistan



26.



Perancis



27.



Singapura



18



berlanjut



Data pada September 2013 Tidak termasuk militer, penduduk yang bekerja di tengah laut dan penduduk yang tinggal di lembaga (penjara, panti jompo dll) 12 Data bersumber dari BPS kondisi Agustus 2013 13 Kondisi Triwulan II 14 Tidak termasuk penduduk yang tinggal di wilayah riset dan daerah suaka 15 Kondisi Januari/Refer to conditions of January 16 Mencakup penduduk berstatus residen (penduduk warga negara Singapore dan penduduk permanen lain) kondisi Juni 17 Tahun 2006−Tahun 2008 tidak termasuk provinsi bagian utara dan bagian timur/In 2006 to 2008 excluding Northern and Eastern provinces 18 Kondisi Triwulan III 10 11



Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 111



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



No.



Negara



28.



Srilanka



29.



Swedia



19



Usia (Tahun)



Tahun 2011



10+



4,0



...



7,8



8,0



15+



0,7



0,7



15+



8,5



7,8



16-64 20 21



30.



Thailand



31.



Venezuela



Tahun 2012



Tahun 2013



Rerata



Peringkat



...



4



25



8,0



7,93



6



...



0,7



31



7,5



7,93



7



Sumber: International Monetary Fund (IMF): “World Economic Outlook, April 2013” (data dioleh penulis untuk melihat peringkatnya).



Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar negara di dunia mempekerjakan tenaga kerja rata-rata pada usia 15 tahun, kecuali ne­gara Brazil, Pakistan dan Sri Lanka, pada usia 10 tahun; Meksiko pada usia 14 tahun. Sedangkan yang tertua memasuki dunia kerja adalah di negara Ame­ rika Serikat, Inggris dan Swedia pada usia 16 tahun. Dari ke-31 negara di atas, yang paling besar tingkat penggurannya adalah Mesir dengan 12,25% dari keseluruhan penduduknya. Sementara yang paling sedikit tingkat peng­ang­ gurannya adalah Thailand dengan 0,7% dari keseluruhan penduduknya, mes­ kipun negara ini tahun 2013 tidak dilengkapi data. Sementara itu, negara Indonesia berada pada peringkat 14 dengan jumlah penggangguran sebesar 6,3%. Selain itu, yang menarik dari data di atas adalah bahwa kemakmuran ne­ gara ternyata tidak menjamin tingkat pengangguran yang lebih kecil. Hal itu terlihat dari 10 peringkat negara yang paling besar pengangguran ternyata di­ do­minasi negara yang perekonomiannya cukup kuat seperti terlihat dari Tabel 3.6 di bawah ini Tabel 3.6 Tingkat Rerata Pengangguran di 31 Negara (Dalam Persen) Tahun 2011–2013 No.



Negara



Usia (Tahun)



Tahun 2011



Tahun 2012



Tahun 2013



Rerata



Peringkat



1.



Mesir



15 – 64



12,0



12,7



...



12,35



1



2.



Italia



15+



8,4



10,7



12,2



10,43



2



3.



Perancis



15+



9,6



10,2



10,8



10,2



3



4.



Amerika Serikat



16+



8,9



8,1



7,4



8,13



4



5.



Inggris



16+



8,0



7,9



...



7,95



5



6.



Swedia



16 – 64



7,8



8,0



8,0



7,93



6



7.



Venezuela



15+



8,5



7,8



7,5



7,93



7 berlanjut



Kondisi Semester II/Refer to conditions of Second Semester Metodologi/definisi direvisi, data tidak sepenuhnya terbanding 21 Data tahun 2010 merupakan data estimasi/The data of 2010 is estimated data. 19 20



112



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



No.



Negara



Usia (Tahun)



Tahun 2011



Tahun 2012



Tahun 2013



Rerata



Peringkat



8.



Finlandia



15 – 74



7,8



7,7



8,2



7,9



8



9.



Belgia



15+



7,2



7,5



8,4



7,7



9



10.



Denmark



15 – 66



7,6



7,5



7,0



7,37



10



Sumber: Dioleh penulis berdasarkan data di atas.



Di satu sisi hal itu dapat dimaknai bahwa karena negara melindungi warga negaranya yang penggangguran dengan menyediakan tunjangan pengangguran membuat warga negara tidak melakukan upaya yang serius untuk memper­oleh pekerjaan. Selain itu, cukup mengejutkan adalah bahwa negara yang masih cukup miskin22 sehingga masih usia 10 tahun sudah dihitung dalam angkatan kerja menyebabkan persentasi penduduk yang penggangguran ternyata relatif lebih kecil, misalnya negara Pakistan dan Sri Lanka. Selanjutnya, melihat pe­ngang­ guran di Indonesia dalam 5 tahun terakhir dapat diperlihatkan se­perti tabel berikut. Tabel 3.7 Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT Tahun 2009–Tahun 2013



Tahun



Angakatan Kerja (jutaan)



Bekerja (Jutaan)



Pengangguran (jutaan)



Tingkat Tingkat Partisipasi Pengangguran Angkatan Kerja Terbuka (%) (%)



2009



113,83



104,87



8,96



67,23



7,87



2010



116,53



108,21



8,32



67,72



7,14



2011



119,40



109.67



7,70



68,34



6,56



2012



120,41



110,81



7,24



67,88



6,14



2013



121,19



110,80



7,39



66,90



6,25



Sumber: Sakernas, BPS (diunduh dari website BPS pada 1 Agustus 2015, pukul 16.00)



Data di atas memperlihatkan bahwa cenderung angkatan kerja naik secara linear setiap tahun, meskipun terserap dalam dunia kerja tidak semuanya, bahkan tahun 2013 terdapat penurunan daya serap tenaga kerja sebesar 10.000 orang. Oleh karenanya tingkat pengangguran terbuka menjadi sangat besar, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut.



22



http://muhammadyogak.blogspot.com/2011/10/100-negara-termiskin-di-dunia-indonesia. html (diunduh 1 Agustus 2015, pukul 16.30 WIB) menjelaskan bahwa Sri Lanka mendu­ duki peringkat 74 dengan pendapatan perkapita $ 4,400 (sebenarnya masih diatas Indo­ nesia yang berada di peringkat 64), sedangkan pakistan pada peringkat 54 dengan pen­ dapatan perkapita $2,600. Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 113



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tabel 3.8 Pengangguran Terbuka di Indonesia menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011– Tahun 2014 Tahun



No.



Tingkat Pendidikan



2011



2012



2013



2014



1.



Tidak sekolah



205 388



85 374



81 432



74 898



2.



Tidak tamat SD



737 610



512 041



489 152



389 550



3.



SD



1 241 882



1 452 047



1 347 555



1 229 652



4.



SMP



2 138 864



1 714 776



1 689 643



1 566 838



5.



SLTA Umum



2 376 254



1 867 755



1 925 660



1 962 786



6.



SLTA Kejuruan



1 161 362



1 067 009



1 258 201



1 332 521



7.



D1-3



276 816



200 028



185 103



193 517



8.



S1



543 216



445 836



434 185



495 143



8 681 392



7 344 866



7 410 931



7 244 905



Jumlah



Sumber: Sakernas, BPS (diunduh dari website BPS pada 1 Agustus 2015, pukul 16.00)



Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengangguran masih berfluk­ tuasi, pada tahun 2011 berjumlah 8.681.392 orang, turun pada sangat sig­ni­fikan tahun 2012 sebesar 15,39% menjadi 7.344.866 orang. Akan tetapi, penurunan yang sangat baik tersebut tidak bisa berlanjut, bahkan pada tahun 2013 ma­lahan naik sebesar 0,9% menjadi 7.410.931 orang. Sementara tahun 2014, tingkat pengangguran kembali menurun cukup signifikan sebesar 2,29% men­ jadi 7.244.905 orang. Selain fakta tersebut, hal menarik lainnya terlihat bahwa secara kese­ luruhan penyumbang yang paling besar terhadap pengganggur dari tahun ke tahun (2011-2014) adalah lulusan SLTA Umum atau SMA. Pada tahun 2011 kontribusi SLTA Umum adalah sebesar 23,37% sedangkan pada tahun 2014 naik menjadi 27,09%. Besarnya sumbangan SLTA Umum tersebut dapat dipa­ hami karena lulusan SLTA Umum tidak dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja. Berbeda dengan SLTA Kejuruan, mereka dididik menjadi tenaga operator yang terampil sesuai dengan kejuruan yang diikuti sehingga lebih siap mema­ suki dunia kerja. Hal itu terlihat bahwa kontribusi lulusan SLTA Kejuruan pada tahun 2011 adalah 13,37% lebih kecil dari lu­lusan SLTA Umum yang berkontribusi 23,37%. Sementara pada tahun 2014, lulusan SLTA Kejuruan me­ nyumbang tingkat pengangguran sebesar 18,39%. Selanjutnya, apabila dilihat tingkat kontribusi penganggur yang paling kecil adalah oleh tenaga kerja yang tidak sekolah sebesar 2,36% atau sebesar 205.388 orang pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2014 turun signifikan menjadi 1,03% atau hanya sebesar 74.898 orang saja. Hal ini dapat dimaknai bahwa tenaga kerja di Indonesia yang tidak berpendidikan sama sekali sudah 114



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



semakin kecil. Terakhir dapat dijelaskan bahwa tenaga kerja yang berpendidikan Sar­jana juga masih besar kontribusinya yakni sebesar 6,26% atau sebesar 542.216 orang pada tahun 2011, sementara pada tahun 2014 persentasinya naik sedikit menjadi 6,83%. Data menarik selanjutnya dapat terlihat seperti pada Tabel 3.9 berikut. Tabel 3.9 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Tahun 2011– Tahun 2014 No.



Jenis Kegiatan



1.



Penduduk berusia 15 tahun ke atas



2.



Angkatan kerja



3.







Persentasi Tingkat partisipasi angkatan kerja







Bekerja







Pengangguran terbuka







Persentasi pengangguran terbuka



Tahun 2011



2012



2013



2014



173 851 717 176 873 832



179 967 361



182 992 204



116 097 701 119 849 734



120 172 003



121 872 931



66,77



66,60



112 761 072



114 628 026



66,78



67,76



107 416 309 112 504 868 8 681 392



7 344 866



7 410 931



7 244 905



7,48



6,13



6,17



5,94



Bukan angkatan kerja



57 754 016



57 024 098



59 795 358



61 119 273







Sekolah



13 909 807



14 549 659



14 630 852



16 769 494







Mengurus rumah tangga



35 243 789



34 127 548



36 036 779



36 019 249







Lainnya



8 600 420



8 346 891



9 127 727



8 330 530



Sumber: Sakernas, BPS (diunduh dari website BPS pada 1 Agustus 2015, pukul 16.00)



Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas naik secara linear setiap tahun. Memperhatikan tabel tersebut, dapat disim­pulkan bahwa pemerintah terus dituntut bekerja keras untuk meningkat­ kan pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru yang akan meningkatkan partisipasi angkatan kerja terus-menerus. De­ ngan demikian, jumlah pengangguran akan terus dapat diperkecil.



L. PENUTUP Untuk dapat memperoleh SDM yang berkualitas harus dilakukan perencanan SDM yang baik secara reguler. Tanpa perencanaan yang baik, tentu tidak dapat dipersiapkan kuantitas dan kualitas SDM yang diharapkan. Berbekal dengan informasi dari analisis pekerjaan dan desainnya maka peren­canaan SDM organisasi untuk permintaan dan persediaan pegawai untuk masa yang akan datang dapat diperkirakan secara sistematis dan akurat. Hal ini memungkinkan Bab 3  Perencanaan Sumber Daya Manusia



 115



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



para manajer dan depar­temen SDM untuk mengembangkan perencanaan pe­nyusunan staf, didukung oleh strategi organisasi yang membe­rikan kesem­ patan untuk bertindak secara proaktif dari pada reaktif. Suatu or­ga­nisasi tanpa di­dukung oleh pegawai yang sesuai baik segi kuantitatif, kualitatif, strategi, operasional dan fungsional maka perusahaan itu tidak akan mampu mem­ pertahankan keberadaan, mengem­bangkan dan memajukannya di masa men­ datang. Untuk memperoleh SDM yang dibutuhkan perlu dibuat perencanaan stra­ tegik SDM. Strategi SDM adalah serangkaian alat yang dipergunakan untuk membantu perusahaan mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permin­ taan SDM. Strategi ini akan memberikan arah secara keseluruhan tentang pe­ngembangan dan pengelolaan SDM dalam suatu organisasi. Sementara itu, pengembangan SDM adalah suatu rencana jangka panjang yang akan dila­ kukan terhadap manusia sehingga kebutuhan tenaga kerja secara keseluruhan dapat terpenuhi secara kuantitaif maupun kualitatif.



116



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 4



REKRUTMEN DAN SELEKSI PEGAWAI



A. PENDAHULUAN Dalam bab sebelumnya telah diuraikan perencanaan SDM bagi suatu or­ ganisasi. Tindak lanjut dari perencanaan SDM tersebut adalah imple­men­tasi dari rencana tersebut. Apabila direkomendasikan pengadaan dan telah di­te­tapkan oleh pimpinan organisasi, langkah selanjutnya adalah melakukan re­krutmen dan seleksi pegawai. Kegiatan rekrutmen merupakan salah satu ke­giatan yang sangat penting dalam manajemen SDM, mengingat keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini akan menghasilkan SDM yang berkualitas sebagaimana diharapkan. Oleh karenanya, pelaksanaan rekrutmen dan seleksi ini, perlu dilakukan dengan hati-hati dan cerdas. Ketepatan pelaksanaan rekrut­men dan seleksi tentu akan menghasilkan SDM yang tepat sesuai dengan pe­rencanaan SDM yang dilak­sa­ nakan. Hubungan perencanaan SDM dengan rekrutmen dan seleksi SDM dapat digambarkan berikut ini. Perencanaan kebutuhan SDM



Keputusan pengadaan SDM



Persiapan rekrutmen dan seleksi SDM



Memenuhi persyaratan ikut seleksi tertulis



Lulus seleksi tertulis, dilakukan wawancara Tidak Lulus, Tolak Lulus wawancara menunggu penempatan



Ditempatkan



Tidak memenuhi, tolak



Seleksi persyaratan para pelamar



Sumber: Digambar Sendiri oleh Penulis



Gambar 4.1 Proses Rekrutmen sampai Penempatan Pegawai Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 117



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Rekrutmen adalah proses penarikan individu sesuai kebutuhan pada waktu yang tepat, jumlah memadai, dengan kualifikasi yang ditentukan, dan mendo­ rong mereka untuk melamar kerja ke organisasi. Penemuan cara yang tepat untuk mendorong orang berkualifikasi melamar pekerjaan, sangat pen­ting ketika suatu organisasi membutuhkan pegawai, dengan menggunakan berbagai metode rekrutmen. Salah satu metode yang cukup populer dewasa ini adalah penggunaan media website. Kecepatan dan keluasan jangkauan yang dita­war­ kan website membuat proses rekrutmen lebih efisien dan efektif biaya baik bagi kandidat pekerja maupun bagi pemberi pekerjaan. Oleh karenanya, re­ krutmen melalui internet ini telah menjadi isu hangat dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), khususnya dalam pendekatan rekrutmen telah menjadi bagian integral yang dapat diukur dari alat perekrut. David Manaster, presiden Electronic Recruiting Exchange, berpendapat bahwa peng­gunaan in­ ternet telah menjadi bagian fundamental rekrutmen. Oleh karenanya, internet kemung­kinan akan menjadi alat rekrutmen dan staffing paling efektif di masa men­datang. Walaupun rekrutmen internet belum menggantikan rekrutmen tradi­sional, tetapi ini telah menjadi bantuan esensial bagi perekrut tenaga kerja dewasa ini. Meskipun demikian, jangan mengabaikan metode rekrutmen tradisional. Rekrutmen internet harus tidak diperlakukan sebagai satu-satunya alat Human Resource (HR), tetapi harus diintegrasikan ke dalam keseluruhan strategi rekrutmen dan se­leksi. Rekrutmen internet adalah cara inovatif dan efektif untuk menarik pe­lamar. Akan tetapi, sebagaimana dengan metode lain, ini bukan alat seleksi. Ini tidak menggantikan pemeriksaan latar belakang, wawancara langsung, dan langkah lain yang diperlukan untuk menilai sikap dan perilaku yang vital bagi menemukan pegawai berkualifikasi. Outsourcing adalah proses transfer tanggung jawab untuk area jasa ter­ tentu dan tujuannya pada provider eksternal. Subkontrak berbagai fungsi ke organisasi lain, telah menjadi praktik umum dalam industri, selama beberapa dekade. Keputusan ini masuk akal ketika subkontraktor dapat melakukan fungsi tertentu seperti pemeliharaan. Manakala keputusan untuk outsourcing dilakukan, ini mungkin sulit atau bahkan mustahil untuk memulihkan prak­tik seperti semula. Dalam beberapa tahun terakhir, outsourcing telah menyebar luas dan makin menjadi alternatif populer melibatkan hampir semua area bisnis, termasuk HR. Untuk contoh, beberapa tahun yang lalu, Kellogg, yang memiliki 14.000 pegawai di seluruh dunia, mengubah fungsi rekrutmennya dengan outsourcing yang mempekerjakan semua pegawai, kecuali mereka yang bekerja atas basis per jam. Vendor sekarang bekerja secara langsung dengan mem­pekerjakan manajer dalam tiap fase proses dan menggunakan teknologi 118



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



rekrutmen yang dimilikinya untuk merunut semua data secara rinci. Profe­ sional staffing pada tiap lokasi terus mempekerjakan pegawai per jam. Perencanaan dan peramalan pekerjaan adalah suatu proses dalam mem­ formulasi rencana-rencana untuk mengisi lowongan masa depan yang dida­ sarkan atas suatu analisis dari suatu posisi yang diharapkan terbuka dan akan diisi oleh calon dari dalam atau dari luar organisasi. Perekrutan dan seleksi adalah rekrutmen yang berkenaan dengan bagaimana organisasi mampu men­ dapatkan pegawai yang tepat untuk bekerja sesuai dengan perencanaan organisasi. Umumnya, organisasi besar memiliki divisi sendiri untuk merekrut pegawai. Devisi tersebut berada dalam kendali Departemen SDM sehingga setiap ak­ tivitas yang dilaksanakan divisi perekrutan selalu berada dalam kendali De­partemen SDM. Namun, saat ini, banyak pula organisasi yang besar yang meng­gunakan organisasi lain untuk mengadakan pegawainya, organisasi tersebut lazim disebut dengan istilah organisasi outsourcing pegawai. Sementara itu, dalam organisasi yang kecil, di mana ruang lingkup bisnisnya terbatas, aktivitas perekrutan biasanya dilakukan oleh pemilik atau pimpinan organisasi sendiri. Pegawai merupakan aset utama organisasi yang berperan aktif dalam aktivitas organisasi. Pegawai mempunyai pikiran, perasaan, ke­inginan, status, dan latar belakang pendidikan, usia, serta jenis kelamin yang berbeda satu dengan yang lainnya. Potensi inilah yang bisa dimanfaatkan dengan optimal bagi pengembangan organisasi. Rekrutmen yang tepat akan mempengaruhi kinerja yang ditampilkan oleh pegawai.



B. HAKIKAT REKRUTMEN Berikut ini akan dijabarkan mengenai rekrutmen.



1. Pengertian Rekrutmen1 Berbagai pengertian rekrutmen SDM dari berbagai pakar MSDM. Berikut ini beberapa pengertian mengenai rekrutmen. Rekrutmen merupakan jumlah dan kategori pegawai yang diperlukan yang ditetapkan dalam perencanaan pegawai atau pengelolaan SDM secara formal. Rekrutmen disusun melalui perencanaan rekrutmen yang terperinci, dan disajikan persyaratan jabatan dalam bentuk kebutuhan yang dimaksudkan untuk pegawai yang akan mengisi lo­ wongan baru, atau karena ada pegawai yang mengundurkan diri atau pensiun, 1







Recruitment dalam Bahasa Indonesia sesungguhnya sudah diartikan dengan “penarikan”, tetapi dewasa ini kata tersebut sudah dibakukan dalam Bahasa Indonesia menjadi re­ krutmen dengan makna yang sama. Oleh sebab itu, dalam buku ini penulis menggunakan kata rekrutmen. Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 119



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dan atau karena ekspansi terhadap area atau wilayah kerja yang baru sehingga membutuhkan pegawai baru. Tuntutan jangka pendek menempatkan SDM dalam tekanan untuk mem­berikan calon pe­ga­wai secara cepat. Persyaratan yang dite­ tapkan dalam bentuk des­kripsi pe­ker­jaan atau profil peran dan spesifikasi pegawai. Ini memberikan informasi yang diperlukan untuk menyusun iklan, posting lowongan di internet, agen pelatihan atau konsultan perekrutan, dan menilai calon dengan cara wawan­cara dan tes seleksi (Amstrong, 2009). a. Rivai dan Sagala (2009) menyatakan bahwa rekrutmen merupakan proses menentukan dan menarik pelamar, yang mampu untuk bekerja dalam or­ ganisasi. Proses ini dimulai ketika para pelamar dicari dan berakhir ke­tika lamaran mereka diserahkan/dikumpulkan. Hasilnya merupakan se­kum­ pulan pelamar calon pegawai baru untuk diseleksi dan dipilih. Selain itu, rekrutmen juga dapat dikatakan sebagai proses untuk menda­patkan se­ jumlah SDM (pegawai) yang berkualitas untuk menduduki suatu ja­batan atau pekerjaan dalam suatu organisasi. b. Yuniarsih dan Suwatno (2008) menyatakan bahwa perekrutan merupakan kegiatan untuk mendapatkan sejumlah pegawai dari berbagai sumber, sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan sehingga mereka mampu men­ jalankan misi organisasi untuk merealisasikan visi dan tujuannya. c. Dubois dan Rothwell (2004) menyatakan bahwa rekrutmen adalah proses menarik sebanyak mungkin kualifikasi pelamar untuk lowongan yang ada dan bukan diantisipasi. Ini merupakan pencarian bakat, pengejaran ke­ lompok terbaik pelamar untuk posisi tersedia. d. Pynes (2004) menyatakan bahwa rekrutmen, merupakan proses menarik kandidat yang memenuhi syarat untuk melamar posisi yang kosong dalam sebuah organisasi. Seleksi merupakan tahap akhir dari proses rekrutmen, ketika keputusan dibuat siapa yang akan dipilih untuk posisi kosong yang tersedia. Berdasarkan beberapa pengertian berbagai definisi tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan rekrutmen adalah serangkaian proses yang di­ lakukan untuk mencari pelamar kerja dengan kemampuan, keahlian dan pe­ nge­tahuan yang diperlukan organisasi guna memenuhi kebutuhan SDM yang direncanakan organisasi.



2. Tujuan Rekrutmen Tujuan rekrutmen adalah menerima pelamar sebanyak-banyaknya sesuai de­ ngan kualifikasi kebutuhan organisasi dari berbagai sumber sehingga memung­ kinkan akan terjaring calon pegawai dengan kualitas tertinggi dari yang terbaik 120



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



(Rivai dan Sagala, 2011). Aktivitas rekrutmen menyisihkan pelamar yang tidak tepat dan memfokuskan upayanya pada calon yang akan dipanggil kembali (Simamora, 2001). Aktivitas rekrutmen dapat membangun opini publik yang menguntungkan dengan cara mempengaruhi sikap para pelamar sedemikian rupa terlepas mereka diangkat atau tidak. Program rekrutmen yang baik perlu melayani banyak tujuan yang terkadang bertentangan. Tujuan utama rekrut­ men adalah menemukan pelamar-pelamar berkualifikasi yang akan tetap ber­ sama organisasi dengan biaya yang paling minim. Oleh karena itu, individu yang di bawah standar sehingga berpotensi untuk dikeluarkan di masa yang akan datang, serta individu yang jauh di atas standar yang ditentukan, kemungkinan akan menderita frustasi dan meninggalkan or­ ga­nisasi di kemudian hari, seyogianya tidak diangkat menjadi pegawai karena berpotensi membawa masalah bagi organisasi. Selanjutnya, tujuan pasca peng­ angkatan perlu pula dipikirkan, proses re­krutmen harus menghasilkan pegawai yang merupakan pelaksana yang baik dan akan tetap bersama dengan organisasi sampai jangka waktu yang wajar. Tujuan lainnya adalah bahwa upaya rekrutmen hendaknya mempunyai efek domino, yakni dampak yang ditimbulkan menjadi positif dan membangun citra umum organisasi yang semakin membaik, dan bahkan pelamar yang gagal haruslah mempunyai kesan positif terhadap orga­ nisasi dan produk-produknya. Lebih lanjut, segenap tujuan di atas harus diraih dengan kecepatan paling tinggi dan dengan biaya serendah mungkin bagi orga­ nisasi. Landasan program rekrutmen yang baik menurut Simamora (2004) men­ cakup empat faktor, yaitu a. program rekrutmen memikat banyak pelamar yang memenuhi syarat; b. program rekrutmen tidak pernah berkompromi standar seleksi; c. berlangsung atas dasar berkesinambungan; d. program rekrutmen itu kreatif, imaginatif, dan inovatif. Rekrutmen dapat menarik individu dari kalangan pegawai yang saat ini dikaryakan oleh organisasi, pegawai yang bekerja di organisasi lain, atau pegawai yang tidak bekerja. Tujuan berikutnya adalah dalam rangka memenuhi prinsip rekrutmen the right man, on the right place, at the right time. Melalui rekrutmen akan diperoleh pegawai yang tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi, sebagaimana telah direncanakan sebelumnya. Dalam hal ini, sangat penting merencanakan kebu­ tuhan pegawai yang menghasilkan deskripsi pekerjaan yang akan dilakukan. Setelah gambaran deskripsi yang jelas tersebut, kemudian ditentukan spesi­fikasi Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 121



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dan kualifikasi pengawai yang akan mengisi pekerjaan yang lowong. Atas dasar itulah dicari pegawai yang tepat, dan pegawai yang tepat tersebut seyo­gia­nya ditempatkan pada tempat yang tepat sesuai dengan perencanaan. Apabila hal itu terabaikan maka prinsip tersebut tidak terpenuhi dan pada akhirnya pegawai yang direkrut tidak akan memberikan hasil yang optimal bagi organisasi. Selain itu, waktu yang tepat juga menjadi perhatian bagi para manajer, sebab apabila aspek waktu yang tepat ini tidak diperhatikan bisa saja pegawai yang sangat tepat sesuai kebutuhan, tetapi terlambat mengambil keputusan maka pegawai yang tepat tersebut akan diambil oleh organisasi lain.



3. Filosofi Rekrutmen Menurut Simamora (2004) bahwa rekrutmen memiliki sejumlah filosofi yang penting untuk diperhatikan. a. Internal dan Eksternal. Apakah akan mempromosikan sebagian besar dari dalam organisasi atau mengangkat dari luar organisasi guna mengisi keko­ songan pegawai. Beberapa organisasi, seperti General Electric Co, dan United Parcel Service, menitikberatkan pada pengembangan dan menso­ sialisasikan manajer-manajer di dalam organisasi, mulai dari bawah sekali. Organisasi lainnya lebih menggemari pengangkatan individu yang ter­ bukti berbakat dari luar organisasi. b. Jangka Pendek atau Jangka Panjang. Pengangkatan pegawai sekedar meng­isi lowongan, atau untuk tujuan jangka panjang? Apakah orga­nisasi mencari pegawai dengan keahlian yang memadai untuk lowongan saat ini, atau apakah organisasi berupaya memikat tipe calon berbakat yang dapat meng­­ hidupi manajemen di masa yang akan datang. c. Komitmen Organisasi. Keseriusan organisasi untuk mencari dan meng­ angkat berbagai tipe pegawai. Beberapa organisasi masih hanya sekedar mematuhi undang-undang, sedangkan organisasi lain, seperti Corning Incorporated, Digital Equipment Corp, dan Avon Products Inc., telah me­ nilai diversitas sebagai sebuah prinsip sentral kehidupan organisasional. Praktik-praktik perekrutan dari organisasi baik internal maupun eks­ter­ nal, secara aktif mendorong partisipasi oleh semua tipe pegawai. d. Pegawai sebagai Komoditas atau Pelanggan. Apakah pelamar dianggap sebagai komoditas yang hendak dibeli atau sebagai pelangggan yang hendak dirayu? Organisasi yang menganut rancangan pemasaran terhadap rekrut­ men akan mencurahkan banyak waktu dan dana guna menentukan apa yang dikehendaki oleh pelanggannya (pelamar potensial) dan menye­suai­ kan praktik dan pesan rekrutmen dengan berbagai segmen pasarnya. 122



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



e. Persoalan etis. Persoalan etis di sini adalah perihal keadilan dan kejujuran proses re­krutmen. Filosofi rekrutmen menurut Rivai dan Sagala (2009) meliputi sejumlah isu penting terkait dengan: a. mutu pegawai yang akan direkrut harus sesuai dengan kebutuhan orga­ nisasi. Untuk itu, sebelumnya perlu dibuat hal-hal berikut: analisis jabatan, deskripsi jabatan, dan spesifikasi pekerjaan; b. jumlah pegawai yang diperlukan harus sesuai dengan pekerjaan yang ter­ sedia sehingga perlu dilakukan melalui peramalan kebutuhan pegawai dan analisis mengenai kebutuhan pegawai, seperti biaya yang diperlukan di­ minimal­kan, perencanaan dan keputusan-keputusan strategis tentang pe­ rekrutan, fleksibilitas, serta pertimbangan-pertimbangan hukum.



4. Hambatan Rekrutmen Kendala yang terjadi pada saat perekrutan dapat muncul dari organisasi, pere­k­ rutan, serta lingkungan eksternal. Menurut Simamora (2004) menyatakan bahwa kendala yang lazim dijumpai dalam rekrutmen. a. Karakteristik Organisasional. Karakteristik organisasional mempengaruhi desain dan implementasi sistem rekrutmen. Sebagai contoh, organisasi yang menekankan pengambilan keputusan secara tersentralisasi lebih siap me­ ne­­rima keputusan manajer seputar aktivitas rekrutmen dan pemilihan ke­ lompok pelamar. b. Citra Organisasi. Pelamar kerja biasanya tidak berminat dalam mencari lapangan kerja di dalam organisasi tertentu. Artinya, citra organisasi hen­ daknya dipertimbangkan pula sebagai kendala yang potensial. Apabila citra organisasi yang diperoleh buruk, kemungkinan untuk memikat banyak pelamar akan berkurang. c. Kebijakan Organisasional. Hal yang dimaksud dengan kebijakan di sini hal ini adalah aturan dasar yang bersifat umum dengan memberikan ke­ rangka dasar sebagai acuan dalam mengambil keputusan bagi organisasi. Infor­masi analisis jabatan dan perencanaan kepegawaian mengarahkan pe­rek­rutan dalam mengambil keputusan mengenai sumber dan saluran rekrutmen yang tepat, serta mengevaluasi proses rekrutmen. Kebijakan rekrutmen organisasi juga mengarahkan perekrut dalam membuat ke­pu­ tusan pe­narikan. Berbagai macam kebijakan yang dapat mempengaruhi perekrutan sebagai berikut. 1) Kebijakan promosi internal. Kebijakan promosi internal dimaksudkan untuk menawarkan kesempatan pertama atas lowongan kerja kepada Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 123



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pegawai internal saat ini yang ada. Kebijakan untuk lebih mengutama­ kan promosi dari internal akan dapat meningkatkan motivasi kerja dan memperkuat komitmen organisasi pegawai karena mereka lebih diperhatikan. Sebaiknya, apabila selalu mengandalkan dari eksternal maka demotivasi yang terjadi bagi pegawai. 2) Kebijakan kompensasi. Organisasi bersama dengan departemen SDM biasanya menetapkan kisaran gaji untuk pekerjaan yang berbeda guna memastikan gaji dan upah yang adil. Biasanya, perekrut tidak mempunyai otoritas untuk melebihi kisaran gaji yang sudah dipatok sebelumnya, paling hanya bermain di angka interval yang ditentukan organisasi. Misalnya, apabila ditentukan kompensasi organisasi bagi seorang lulusan Sarjana adalah Rp 6.000.000,00 sampai dengan Rp10.000.000,00. Untuk itu, perekrut yang ditunjuk harus dapat menekan kompensasi sampai dengan Rp6.000.000,00 dan paling besar adalah Rp.10.000.000,00. 3) Kebijakan status kepegawaian. Beberapa organisasi menganut ke­bi­ jakan pengangkatan pegawai paruh waktu dan pegawai sementara. Bahkan dewasa ini banyak menggunakan pegawai kontrak atau outsourching. Sebenarnya, kebijakan outsourching tidak disukai oleh calon pelamar, mengingat tidak ada kepastian pengangkatannya se­ ba­gai pegawai tetap. Meskipun demikian, bagi sebagian kecil khususnya bagi calon yang mempunyai kualifikasi dan spesialisasi yang 'langka' justru yang diinginkan adalah kondisi seperti ini karena mereka mem­ punyai daya tawar yang tinggi dan dapat meminta penyesuaian kontrak sesuai dengan keinginan mereka. 4) Kebijakan pengangkatan internasional. Kebijakan bisa saja menghen­ daki lowongan kerja asing harus diisi oleh pegawai lokal. Meskipun demikian, penggunaan pegawai lokal akan mengurangi biaya relokasi bagi pegawai asing, mengurangi kemungkinan nasionalisasi orga­nisasi, dan seandainya manajemen puncak dipegang oleh staf lokal sehingga akan meredam tudingan eksploitasi ekonomi. Akan tetapi, dengan ada­ nya pasar tenaga internasional (MEA) membuat perpindahan te­naga kerja dari suatu negara ke negara lain semakin kuat dan tak bisa di­ bendung. d. Rencana Strategik dan Rencana SDM. Rencana strategik (strategic plans) menunjukkan arah organisasi dan menetapkan jenis tugas, serta pekerjaan yang perlu dilaksanakan. Rencana SDM menguraikan pekerjaan mana 124



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang harus diisi dengan merekrut secara eksternal dan secara internal. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, penentuan internal versus eksternal memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Sebaiknya, diperhatikan kondisi organisasi ketika perekrutan dilaksanakan. Apabila kondisi orga­ nisasi dalam keadaan normal dan memiliki SDM yang variatif sebaiknya meng­utamakan internal. Sebaliknya, apabila organisasi dalam kondisi banyak konflik dan saling curiga maka eksternal yang lebih diprioritaskan. Me­­nurut Widodo (2014) rekrutmen internal dan eksternal sama-sama me­miliki keuntungan dan kerugiaan tersendiri. Meskipun terlihat bahwa keuntungan rekrutmen internal cenderung lebih besar dibandingkan de­ ngan rekrutmen eksternal. e. Kebiasaan Perekrut. Kesuksesan perekrut di masa lalu dapat berubah men­­­ jadi kebiasaan. Artinya, kebiasaan dapat menghilangkan keputusan yang memerlukan waktu dengan jawaban yang sama. Meskipun demi­kian, ke­­ biasaan dapat pula meneruskan kesalahan di masa lalu atau menghindari alternatif yang lebih efektif. f. Kondisi eksternal. Kondisi pasar pegawai merupakan faktor utama dalam lingkungan eksternal yang mempengaruhi penarikan. Batasan-batasan dari pemerintah dan serikat pekerja juga mempengaruhi rekrutmen. Con­ tohnya, upah minimum regional (UMR), antidiskriminasi dan larangan mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Lingkungan perekonomian sangat berpengaruh dan perlu dicermati dalam perencanaan SDM. Artinya, sikap sosial terhadap jenis lapangan kerja tertentu dapat pula mempe­nga­ ruhi penawaran pegawai. g. Daya tarik pekerjaan. Seandainya, posisi yang akan diisi bukanlah pe­ kerjaan yang menarik, perekrutan sejumlah pelamar yang berbobot akan menjadi tugas yang sulit. Setiap pekerjaan yang dianggap membosankan, berbahaya, menimbulkan kegelisahan, bergaji rendah, atau tidak memiliki potensi promosi jarang yang mampu memikat banyak pelamar. h. Persyaratan Pekerjaan. Organisasi menawarkan sebuah pekerjaan dengan imbalan dan persyaratan tertentu, dan memiliki ekspektasi tertentu pula mengenai tipe pegawai yang sedang dicari. Pelamar mempunyai kemam­ puan dan minat yang ditawarkan, serta mencari pekerjaan yang memenuhi pengharapannya. Kecocokan terjadi manakala ada kaitan yang memadai dari dua pengharapan ini (organisasi dan pelamar). Proses rekrutmen biasanya memebutuhkan beberapa modifikasi dan kompromi di kedua belah pihak.



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 125



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



5. Tahapan Rekrutmen Berikut ini empat tahapan rekrutmen pegawai yang dilakukan secara tra­di­ sional. Tahapan Pertama Memperjelas posisi  yang harus diisi  melalui perekrutan Tahapan Kedua Review dan memperbaharui  uraian pekerjaan dan spesifikasi  untuk posisi tersebut.



Tahapan Ketiga Mengidentifikasi  kemungkinan sumber pelamar  yang memenuhi syarat



Tahap Keempat Pilih cara komunikasi  yang paling efektif,  agar menarik pelamar  yang memenuhi syarat



Sumber: Dubois dan Rothwell (2004)



Gambar 4.2 Proses Rekrutmen Tradisional



a. Tahapan Pertama, yaitu memperjelas posisi untuk diisi melalui perekrutan. Pengusaha bertindak sesuai dengan filosofi yang berbeda dari rekrutmen. Terdapat pandangan yang berfilosofi bahwa perekrutan perlu dilakukan secara terus-menerus, untuk mendapatkan SDM yang berkualifikasi mak­­ simal, tanpa mempertimbangkan adanya kekosongan posisi tertentu. Selain itu, ter­dapat pula pandangan bahwa perekrutan harus dilakukan dengan sangat selektif dan hanya diperlukan untuk mengisi posisi lo­wongan yang kosong. Dalam hal ini, diperlukan kejelian dan keterampilan dalam peng­ambilan keputusan bagi manajer, agar keputusan yang diambil ber­ dasar­kan visi dan kebutuhan pengembangan SDM organisasi. b. Tahap Kedua, yaitu memeriksa dan memperbaharui uraian pekerjaan, serta spesifikasi pekerjaan untuk posisi yang dibutuhkan. Kesuksesan dalam proses dalam deskripsi pekerjaan akan mempermudah pelamar untuk memahami 126



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pekerjaan. Spesifikasi pekerjaan menggambarkan kualifikasi yang dibutuh­­ kan. Tanpa deskripsi dan spesifikasi kerja, praktisi SDM tidak dapat me­ lakukan saringan terhadap lamaran yang ada. c. Tahap Ketiga, yaitu mengidentifikasi sumber-sumber dari pelamar yang me­ menuhi syarat. Rekrutmen merupakan tahap yang terkait dengan langkah ini. Dalam arti luas, pelamar dapat berasal dari dalam (internal) atau luar organisasi (external). Sumber-sumber lamaran tersebut, tentu perlu diper­ timbangkan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi. d. Tahap Keempat, yaitu memilih cara komunikasi yang paling efektif untuk menarik pelamar yang memenuhi syarat. Langkah ini biasanya melibatkan organisasi pemasaran. Praktisi SDM perlu melakukan komunikasi yang akrab dengan sumber-sumber pelamar kerja, antara lain bisa dilakukan dalam bursa kerja, kunjungan ke kampus, open house recruitment, presen­tasi kepada kelompok-kelompok sasaran, pegawai yang magang, dan program kerja sama antara lembaga pendidikan dan organisasi (link and match). Organisasi harus menemukan cara untuk membangun pemahaman bahwa organisasinya merupakan tempat yang baik untuk bekerja. Pende­katan khusus dalam rekrutmen bisa dilakukan juga dalam dunia maya dengan website yang mampu menjangkau pelamar dari berbagai lokasi geografis. Dengan melaku­ kan posting lowongan pekerjaan di internet sehingga kebutuhan pegawai yang berkualifikasi global dapat dipenuhi oleh organisasi. Namun, penerapan SDM berbasis dunia maya tersebut, perlu dikelola dengan profesional, yang melibat­ kan para profesional di bidangnya.



C. METODE DAN TEKNIK REKRUTMEN Berikut ini akan dijelaskan mengenai teknik dan metode dalam rekrutmen.



1. Metode Rekrutmen Metode yang biasa digunakan oleh organisasi dalam merekrut pegawai disa­ jikan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Metode Rekrutmen No. 1.



Metode Teori Deret



Penjelasan Menentukan jumlah pegawai yang bekerja atas beban kerja yang ber­­ va­riasi setiap harinya. Misalnya, berapa jumlah pewawancara yang di­­ per­lukan apabila datangnya pelamar tidak teratur atau tidak dapat dipastikan. berlanjut



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 127



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



No.



Metode



Penjelasan



2.



Sampel



Pengontrolan daftar inventaris pembukuan, kesimpulan ciri-ciri populasi pegawai dan tingkat reliabilitas2 yang khusus.



3.



Program Linear



Menetapkan sumber-sumber yang jarang dalam kebiasaan yang umum dalam suatu organisasi. Memilah-milah calon pegawai melalui simbolsimbol atau variabel-variabel yang diterima untuk menjadi linear.



4.



Teori Keputusan



Badan eksekutif yang menetapkan langsung calon mana yang akan direkrut dan berapa banyak jumlah pekerja yang dibutuhkan.



5.



Korelasi



Membandingkan korelasi fungsional departemen, terisi satu apakah menyebabkan terganggunya departemen yang lain.



6.



Teori Permainan



Metode ini menyajikan rekrutmen melalui persaingan antara pelamar kerja.



7.



Metode Nomor Indeks



Ukuran dari turun naiknya harga, jumlah kegiatan organisasi dikaitkan dengan suatu produk, disajikan dalam nomor variabel.



8.



Analisis Rentetan Waktu



Penafsiran penarikan pegawai, biaya pelatihan, dan produksi, dalam suatu periode tertentu.



9.



Simulasi



Pengetesan pekerja melalui suatu simulasi proses pekerjaan rutin dalam jangka pendek atau pada waktu tes.



10.



Teknik Review Program Evaluasi



Memberi gambaran kepada calon pegawai yang diterima tentang ja­ ringan kejadian dan kegiatan kerja, penetapan sumber-sumber, per­tim­ bangan waktu dan ongkos, menyusun jaringan, dan saluran kritik dari prosedur rekrutmen.



11.



Statistik Chart Kontrol Kualitas



Menentukan kelas-kelas departemen dengan kualifikasi syarat pekerja untuk dapat memasukinya sehingga dapat mengontrol dan menen­tu­kan pekerja.



12.



Model Inventori



Menentukan pegawai dihubungkan dengan investaris organisasi.



13.



Metode Integrasi Produksi



Mengurangi sekecil mungkin biaya pekerja, produksi, dan inventaris.



Sumber: Donni Juni Priansa, Perencanaan & Pengembangan SDM, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 99–100.



2. Teknik Rekrutmen Teknik rekrutmen dapat dilakukan melalui asas sentralisasi dan asas desentra­ lisasi, yang tergantung pada keadaan organisasi, kebutuhan, dan jumlah calon pegawai yang hendak direkrut (Cardoso, 2003); (Priansa, 2014). Teknik yang di­ maksud sebagai berikut. 2







128



Reliabilitas, atau keandalan adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau se­rang­ kaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antarpenilai). Dalam kon­teks ini, reliabilitas dimaknai sebagai konsistensi pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



a. Teknik Rekrutmen Sentralisasi Teknik sentralisasi biasanya dilaksanakan secara terpusat di kantor pusat organisasi jika pegawai yang akan direkrut berjumlah sangat besar dengan kualifikasi jabatan yang bervariasi (Sihotang, 2006). Manajer SDM berke­ wajiban meminta informasi kepada tiap satuan kerja tentang berbagai karak­ teristik dan jumlah pegawai yang dibutuhkan unitnya untuk periode berikutnya. Hal ini dilakukan karena manajer SDM dapat mengkalkulasi kebutuhan pegawai pada organisasinya. Misalnya, manajer SDM PT Jeremy Dedidy Mangalaptua menyajikan kebutuhan pegawai tahun 2015 setelah memperoleh berbagai in­ formasi dari berbagai unit sebesar 128 orang dengan rincian sebagai berikut. Tabel 4.2 Kebutuhan Pegawai PT Jeremy Dedidy Mangalaptua Tahun 2016 No.



Divisi



1.



Tingkat Pendidikan SMA



D-3



S-1



S-2



S-3



Jumlah



Sumber Daya Manusia



3



2



16



3



1



25



2.



Produksi



4



15



20



5



1



45



3.



Keuangan



1



5



9



3



-



18



4.



Pemasaran



5



15



8



5



1



34



5.



Umum



Jumlah kebutuhan pegawai



-



1



4



1



-



6



13



38



57



17



3



128



Sumber: Data imajinasi



Apabila suatu organisasi mempunyai ribuan pegawai dan setiap depar­temen yang berbeda merekrut sejumlah pegawai juru ketik atau teknis lainnya de­ngan ke­dudukan yang sama, rekrutmen yang disentralisasikan akan lebih sering dipakai karena biayanya lebih efisien (Priansa, 2014). Apabila rekrutmen di­sen­tralisasikan, organisasi yang mengelola SDM akan bertanggung jawab untuk meminta para manajer memperkirakan secara periodik mengenai jumlah dan tipe pegawai baru yang dibutuhkan di waktu yan akan datang. Untuk meme­nuhi peraturan perundangan affirmative action3 yang menghendaki perwakilan proporsional maka setiap pengumuman pekerjaan harus memasukkan informasi seperti: (a) jenis pekerjaan, klasifikasi, dan besarannya gaji; (b) lokasi tugas (unit geo­grafis Kata affirmative action ini berasal dari bahasa Inggris yang dialih bahasakan ke bahasa Indonesia menjadi keadilan dan kesetaraan. Andri Rusta menjelaskan bahwa affirmative mempunyai tiga sasaran, yaitu (1) memberikan dampak positif kepada suatu institusi agar lebih cakap me­mahami sekaligus mengeliminasi berbagai bentuk rasisme dan seksisme (sektarianinse) di tempat kerja; (2) agar institusi tersebut mampu mencegah terjadinya bias gender maupun bias ras dalam segala kesempatan, dan (3) sifatnya lebih sementara, tapi konsisten dalam mencapai kegiatan. Apabila kelompok yang telah dilindungi terintegrasi maka kebijakan ter­ sebut bisa dicabut. Menurutnya yang menjadi penekanan dalam affirmatve action adalah persamaan dalam kesempatan dan persamaan terhadap hasil yang dicapai.



3



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 129



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dan organisasi); (c) gambaran dari kewajiban-kewajiban kerja; (d) kua­lifikasi minimal; (e) tanggal mulai kerja; (f) prosedur-prosedur pelamaran; dan (g) tanggal penutupan bagi penerimaan pelamaran-pelamaran.



b. Teknik Rekrutmen yang Desentralisasi Rekrutmen yang didesentralisasi terjadi pada organisasi yang relatif kecil, ke­butuhan rekrutmen yang terbatas, dan dalam organisasi mempekerjakan ber­ bagai tipe pekerja. Rekrutmen dengan cara ini dipakai untuk posisi yang pro­­­fe­ sional, ilmiah, atau administratif bagi suatu organisasi. Organisasi secara mandiri biasanya lebih memilih rekrutmen yang didesentralisasikan karena mereka akan secara langsung mengendalikan proses rekrutmennya. Akan tetapi, kelemahannya pada para pimpinan tingkat pusat yang akan kehilangan kendali mengenai apakah proses rekrutmen itu dijalankan sesuai dengan peraturan per­ undang-undangan atau tidak?



D. STRATEGI DAN SUMBER REKRUTMEN Berikut ini akan dijabarkan mengenai strategi dan sumber rekrutmen.



1. Strategi Rekrutmen Menurut Mathis dan Jackson (2003), strategi rekrutmen SDM terlihat pada Gambar 4.3 berikut.



Perencanaan SDM • Berapa kebutuhan SDM? • Kapan dibutuhkan SDM? • Spesifikasi seperti apa yang dibutuhkan?



Metode Perekrutan • Metode internal • Berbasis internet • Metode eksternal



Tanggung jawab Organisasi • Staf SDM dan Manager Operasional • Gambaran perekrutan yang akan dilakukan • Pelatihan perekrut yang digunakan



Strategi Kebijakan Rekrutmen • Berbasis organisasional atau outsourching • Tetap atau staf yang fleksibel • Pertimbangan kebijakan



Sumber: Mathis dan Jackson (2003)



Gambar 4.3 Strategi Rekrutmen Sumber Daya Manusia



130



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Bagan di atas memperlihatkan bahwa strategi perekrutan perlu memper­ hatikan empat hal sebagai berikut. a. Perencanaan SDM. Dalam perencanaan SDM ini harus dijawab pertanyaan: 1) Berapa kebutuhan SDM? 2) Kapan dibutuhkan SDM? 3) Spesifikasi seperti apa yang dibutuhkan? b. Tanggung jawab Organisasi. Setelah rencana SDM sudah ditetapkan orga­ nisasi akan menindaklanjutinya dengan memperhatikan tanggung jawab dalam memilih terkait 1) staf SDM dan manager operasional, 2) gambaran perekrutan yang akan dilakukan, dan 3) pelatihan perekrut yang digunakan. c. Strategi Kebijakan Rekrutmen. Strategi yang perlu diperhatikan antara lain 1) apakah berbasis organisasional atau outsourshing? 2) apakah yang dicari pegawai model tetap atau staf yang fleksibel? 3) apakah pertimbangan kebijakan yang akan diberikan kepada mereka? 4) pemilihan sumber perekrutan. d. Metode Rekrutmen. Dalam hal ini, akan ditentukan metode rekrutmen yang dilakukan. 1) Apakah berbasis internal, artinya rekrutmen dilakukan dengan mempro­ mosikan pegawai yang ada di dalam organisasi? 2) Apakah berbasis pada website di internet yang berarti memanfaatkan tek­no­­logi internet untuk memperoleh pegawai yang dibutuhkan? 3) Apakah berbasis eksternal yang berarti perekrutan dilakukan dengan sumber dari luar organisasi? Perlu diselaraskan dalam rencana kegiatan yang diinginkan dengan ke­ bu­tuhan khusus yang ditentukan oleh organisasi. Berdasarkan analisis pe­ ker­jaan dan arahan pimpinan organisasi yang membutuhkan itulah para rekruter akan meng­identifikasi lowongan pekerjaan, kemudian mempelajari berbagai per­syaratan dengan mencermati analisis pekerjaan khususnya ke­ tentuan tentang uraian pe­kerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Dalam proses ini, rekruter akan menggunakan berbagai metode untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 131



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



2. Sumber Rekrutmen Terdapat dua sumber utama rekrutmen ada dua yang dapat digunakan, yaitu sumber internal dan sumber eksternal (Simamora, 2001). Sumber internal ber­kenaan dengan pegawai-pegawai yang ada pada saat ini di dalam orga­nisasi sehingga mereka dapat dipromosikan untuk mengisi posisi yang lowong, sedangkan sumber eksternal adalah individu yang pada saat dilakukan rekrut­ men tidak diberdayakan oleh organisasi. Dalam pelaksanaan­nya perlu menempuh berbagai sumber permintaan SDM yang berasal dari ber­bagai tempat seperti dikemukakan dalam Gambar 4.4. berikut. Gambar tersebut menunjukkan bahwa dalam perekrutan pekerja akan memperhatikan dua di­mensi utama, yaitu sumbersumber tenaga kerja dan metode rekrutmen. Sumber pekerja dapat berasal dari internal maupun ekternal. Rekrutmen dimaksudkan untuk mendapatkan calon pegawai yang memenuhi syarat yang telah diten­tukan. Oleh karena itu, proses rekrutmen hendaknya perlu memperhatikan sumber-sumber yang dapat dijadikan wahananya, yaitu meliputi sumber internal (internal sources) berkenaan dengan pegawai yang ada saat ini di dalam orga­nisasi, sedangkan sumber eks­ ternal (external sources) adalah individu yang saat ini tidak dikaryakan oleh organisasi. Organisasi yang sering melakukan rekrutmen dari sumber internal cen­ derung mengeluarkan relatif lebih banyak biaya untuk program pelatihan dan pengembangan pegawai, serta akan lebih banyak dana untuk tunjangan pe­ leng­kap dan pensiun dalam upaya menahan mereka agar tetap bergabung dengan organisasi (Simamora, 2001). Kebijakan rekrutmen dari sumber eksternal akan mengakibatkan pengeluaran yang relatif lebih besar untuk biaya-biaya rekrutmen, seleksi, dan kompensasi awal. Hal itu disebabkan karena organisasi akan merekrut dan menyeleksi lebih banyak pegawai dalam waktu tertentu jika dibandingkan dengan kebijakan rekrutmen internal. Organisasi dengan kebijakan rekrutmen eksternal mungkin harus menawarkan tingkat kompen­ sasi awal yang lebih tinggi dari standar rata-rata untuk menarik minat pegawai yang sudah berpengalaman di organisasi lain.



132



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Rencana Seleksi Job Posting Rekrutmen Internal



Perbantuan Pekerja Keluarga Pekerja



SumberSumber Rekrutmen



Promosi dan Pemindahan



Metode Rekrutmen



Dalam Negeri Rekrutmen Eksternal



Pelamar Lembaga Pendidikan Rekomendasi Pegawai Agen Tenaga Kerja



Luar Negeri



Organisasi Profesional Iklan (Media Cetak, Media Elektronik, Website)



Sumber: Veithzal Rivai, Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 152.



Gambar 4.4 Kebijakan Rekrutmen tentang Sumber dan Metode Rekrutmen



Perbandingan antara kebijakan dari sumber internal dan eksternal ini tentu saja dapat disederhanakan karena banyak organisasi secara periodik merekrut pegawai baik dari internal maupun dari eksternal. Meskipun demikian, kebijakan ini menunjukkan beberapa pertimbangan mendasar dalam memutuskan di mana akan mencari pegawai, apakah akan mempromosikan dari dalam atau mencari dari luar organisasi dapat didasarkan berbagai pertimbangan kelebihan dan ke­ kurangan seperti Tabel 4.3 berikut.



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 133



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tabel 4.3 Karakteristik Rekrutmen Internal dan Eksternal No.



Jenis Rekrutmen



1.



Internal



Karakteristik • • • • • • • •



2.



Eksternal



• • • • • •



memberikan motivasi yang lebih besar untuk kinerja yang lebih baik, memberikan kesempatan promosi yang lebih besar bagi pegawai, meningkatkan moral kerja pegawai dan loyalitas organisasional, memberikan kesempatan yang lebih baik untuk menilai kemampuannya, memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan dengan waktu yang lebih baik, menciptakan pola pikir dan gagasan yang sempit, menimbulkan perselisihan politis dan tekanan untuk bersaing, dan membutuhkan program pengembangan manajemen yang lebih baik. memberikan ide dan pandangan baru, memungkinkan pegawai untuk melakukan berbagai perubahan tanpa berkepentingan, tidak banyak mengubah hierarki organisasional yang ada sekarang, waktu yang hilang karena adanya penyesuaianpenyesuaian, mengurangi insentif pegawai yang ada untuk berjuang meraih promosi, dan tidak ada informasi yang tersedia mengenai individu untuk menyesuaikan diri dengan organisasi yang baru.



a. Sumber Internal Sumber internal dalam rekrutmen meliputi pegawai yang ada sekarang yang dapat dicalonkan untuk dipromosikan, dipindahtugaskan atau dirotasi tugas­ nya, serta mantan pegawai yang bisa dikaryakan dan dipanggil kembali (Priansa, 2014). Metode yang dapat digunakan adalah dengan menempelkan pemberi­ tahuan pada papan pengumuman, pengumuman lisan, penelitian riwayat kerja pegawai (personnel records), penelitian daftar promosi berdasarkan kinerja, me­lakukan pemeringkatan dari kegiatan penilaian, melakukan pengecekan daftar senioritas, dan melihat daftar yang dibuat menurut keterampilan pada sistem in­ formasi SDM organisasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat job posting dan daftar keterampilan (skill inventories). Pada saat terdapat kekosongan jabatan yang pertama diperhatikan orga­ nisasi adalah dari dalam organisasi sendiri (Simamora, 2001). Melalui kebijakan rekrutmen internal, diberikan kesempatan kepada pegawai dari dalam untuk 134



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



mengisi jabatan yang lowong tersebut. Selain itu, kebijakan perekrutan internal organisasi memberikan kesempatan pertama untuk mengisi jabatan yang lowong. Berbagai pegawai yang ada pada saat ini merupakan sumber rekrutmen yang sangat efektif. Hal itu disebabkan pegawai yang ada pada saat ini untuk mengetahui berbagai harapan organisasi tentang kinerja yang ditentukan. Keahlian dan pe­ ngetahuan yang dibutuhkan untuk berbagai pekerjaan, dan sikap yang diper­lu­ kan bagi keanggotaan organisasional. Kebijakan rekrutmen internal memiliki beberapa kelebihan (Priansa, 2014). Kelebihan tersebut antara lain. 1) Kenaikan gaji dan status karier. Umumnya, sebagian pegawai mengharap­ kan adanya kenaikan gaji dan status karier mereka. Kebijakan ini dapat meningkatkan moral kerja pegawai. 2) Pengurangan risiko kekeliruan seleksi dan penempatan. Manajemen or­ ganisasi dapat menilai keahlian, pengetahuan, dan keistimewaan dari ka­ langan pegawainya yang ada saat ini secara lebih akurat daripada diadakan wawancara terhadap pelamar. Risiko terjadinya kekeliruan seleksi dan pe­ nempatan dapat dikurangi. 3) Rekrutmen dan seleksi lebih sederhana. Masalah rekrutmen dan seleksi dapat disederhanakan karena yang direkrut dari luar hanyalah pekerja entry level dan persyaratan pendidikan, keahlian, dan pengetahuan tentang pekerjaan ini relatif sederhana. 4) Pengalaman. Individu yang ditarik dari dalam (internal) tentunya lebih mengenal organisasi dan pegawainya. Dengan cara ini, biaya penarikan dari dalam akan lebih murah daripada apabila organisasi harus melakukan rekrutmen dari sumber eksternal. Di sini pegawai telah menguasai seluk beluk organisasi dan organisasi tidak perlu lagi melakukan investasi lebih jauh dalam mengorientasikan pegawai terhadap ekspektasi dan standar organisasi. 5) Pelatihan dan sosialisasi. Masa pelatihan dan sosialisasi lebih singkat dise­ babkan lowongan yang ada diisi secara internal. Pegawai-pegawai yang ada sekarang semakin sedikit belajar tentang organisasi dan prosedurnya dibandingkan seorang pendatang baru. Di samping bermanfaat kebijakan rekrutmen internal juga memiliki be­ berapa kelemahan sebagai berikut. 1) Memicu pertikaian. Pada saat para pegawai mengetahui semua calon yang akan mengisi kekosongan terbit rasa benci terhadap siapa saja yang akan dipromosikan, masalah ini tidak begitu kentara manakala orang luar yang menduduki posisi tersebut. Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 135



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



2) Kebutuhan pegawai yang baru. Tidak ada organisasi yang suatu saat tidak akan memanfaatkan injeksi “darah biru”, bagaimanapun juga organisasi me­merlukan beragam keahlian baru, ide baru, metode baru, dan itu se­ muanya dibawa masuk oleh orang-orang dari luar organisasi, yang dampak­ nya akan membuka wawasan baru terhadap profitabilitas. 3) Peniruan terhadap pegawai terdahulu. Biasanya, ada kemungkinan pegawai dari dalam tidak lebih dari sekedar peniru atasannya sehingga tidak satu pun gagasan baru yang dapat ditransformasikan. Ketika dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi dan berpengaruh mereka cenderung sekedar me­ ngulangi praktik yang sudah usang. 4) Perubahan teknologi. Perubahan teknologi yang sedemikian kencang me­ nye­babkan organisasi tidak mungkin mengembangkan semua bakat dari dalam secara cepat guna mengikuti perubahan itu. 5) Efek riak. Apabila sebuah lowongan di isi secara internal, lowongan kedua akan muncul yang akan menduduki posisi yang ditinggalkan oleh individu yang mengisi kekosongan pekerjaan tadi. Lagi pula, apabila kekosongan yang kedua ini juga diisi secara internal maka kekosongan lain bakal terjadi lagi. Perpindahan pegawai ini disebut efek riak (ripple effect). 6) Pencapaian tujuan affirmative action. Pencapaian tujuan affirmative action biasanya diraih hanya melalui perekrutan eksternal yang agresif. Kebijakan ini menciptakan pola pikir yang sempit ketika kebijakan promosi dari da­l­am juga membutuhkan program pengembangan manajemen yang kuat dalam upaya mempersiapkan kandidat manajerial untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar.



b. Sumber Eksternal Sumber eksternal merupakan sumber untuk mendapatkan pegawai dari luar organisasi yang memiliki bobot suatu kualifikasi tertentu (Priansa, 2014). Sum­ber yang dapat dilakukan adalah dengan program referal pegawai, yaitu iklan secara lisan, walk in applicant, dimana sejumlah pelamar mencalonkan diri dengan mendatangi langsung bagian rekrutmen di organisasi tersebut; melalui biro pegawai, melalui organisasi lain; melalui biro bantuan pegawai tem­poral; melalui asosiasi dan serikat dagang; dan sekolah tertentu. Selain itu, metode yang dapat digunakan adalah melalui iklan radio dan televisi, iklan di koran dan jurnal perdagangan, computerized service listings, akuisisi dan merger, open house, rekrutmen berdasarkan kontak, contingent workforce recruiting (pe­ rekrutan pegawai sementara). Selain melalui metode yang disebut­kan di atas, 136



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Siagian (2008) juga menambahkan berbagai sumber metode, yaitu melalui organisasi pencari pegawai profesional (outsourcing), organisasi profesi, dan balai latihan kerja milik pemerintah. Artinya, pada situasi tingkat putaran yang tinggi dimana prestasi kerja memburuk dan perlu adanya perubahan strategi, pegawai dari luar organisasi menjadi pilihan yang lebih baik. Pegawai dari luar mempunyai peng­ alaman untuk menerapkan strategis baru dan tidak bertahan (defensif) terhadap kelemahan yang ada sebelumnya, dan kalangan pegawai kemungkinan besar akan lebih antusias manakala pegawai dari luar ditarik masuk. Kebijakan rekrutmen eksternal memiliki beberapa kelebihan (Priansa, 2014). Kelebihan tersebut antara lain. 1) Ide dan wawasan baru. Orang-orang yang direkrut dari luar membawa be­ ragam ide dan wawasan baru ke dalam organisasi. Selain itu, mereka juga mampu mengadakan perubahan di dalam organisasi tanpa harus me­nye­ nangkan kelompok kepentingan. 2) Mengurangi pertikaian. Rekrutmen pelamar dari luar untuk lapisan me­ ne­ngah dan yang di atasnya akan mengurangi pertikaian di antara kalangan pegawai karena perebutan promosi, tatkala pertikaian kian tajam, organisasi mulai banyak merekrut dari sumber eksternal guna meredakan perseli­ sihan internal. 3) Perubahan hierarki organisasional. Artinya, rekrutmen sumber eksternal tidak banyak mengubah hirarki organisasional yang ada sekarang. Sementara itu, kebijakan rekrutmen eksternal juga mempunyai beberapa kelemahan. 1) Risiko. Organisasi menanggung risiko dalam mengangkat seseorang dari luar organisasi karena kecakapan dan kompentensi orang itu tidak dinilai dari tangan pertama. 2) Beban biaya. Organisasi menanggung beban biaya kesempatan karena ke­ hilangan waktu yang terjadi ketika orang tersebut diorientasikan pada pekerjaan yang baru. 3) Kesempatan promosi. Seandainya pengangkatan pegawai baru dari luar sering terjadi, para pegawai yang ada dapat menjadi tidak puas karena me­ reka tidak mendapatkan kesempatan promosi. 4) Ketiadaan informasi. Tidak ada informasi yang tersedia mengenai ke­mam­ puan individu dalam menyesuaikan diri dengan organisasi yang baru. Untuk itu, kelebihan dan kelemahan kedua sumber rekrutmen SDM yang diurai­kan di atas, dapat disarikan seperti Tabel 4.4. berikut.



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 137



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tabel 4.4 Keuntungan dan Kerugian Rekrutmen Pegawai Internal Versus Eksternal Sumber Pegawai



Internal



Keuntungan



Kerugian



1. Memberikan motivasi dan ko­mit­men yang lebih besar untuk kinerja yang lebih baik. 2. Memberikan kesempatan promosi yang lebih besar bagi pegawai. 3. Meningkatkan moral kerja pegawai dan loyalitas organisasional. 4. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk menilai kemampuannya. 5. Memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan dengan waktu yang lebih baik. 6. Kinerja dan motivasi sudah diketahui. 7. Tidak membutuhkan sosialisasi lagi. 8. Cepat diperoleh, dan biaya relatif lebih murah. 9. Pegawai merasakan kenaikan karier dan kompensasi. 10. Kekeliruan rekrutmen dan penempatan dapat berkurang, karena pengalaman calon sudah jelas terbukti.



1. Terjadi subjektivitas dalam perekrutan. 2. Pegawai yang tidak terpilih merasa kalah dan kemungkinan demotivasi. 3. Tidak punya wawasan yang baru. 4. Terjadi efek riak bagi pegawai yang sudah ada. 5. Menciptakan pola pikir dan gagasan yang sempit. 6. Menimbulkan perselisihan politis dan tekanan untuk bersaing. 7. Membutuhkan program pengembangan manajemen yang lebih baik.



1. 2.



3.



4. Eksternal



5.



Memberikan ide dan pan­ dangan baru Memungkinkan pegawai untuk melakukan berbagai perubahan tanpa berkepentingan Tidak banyak mengubah hirarki organisasional yang ada sekarang Dapat mengurangi pertikaian di internal Dapat memperluas aset pengetahuan organisasi



1.



2.



3.



4.



5. 6.



7.



Waktu yang hilang karena adanya penyesuaianpenyesuaian. Menghancurkan insentif pegawai yang ada untuk berjuang meraih promosi. Tidak ada informasi yang tersedia mengenai individu untuk menyesuaikan diri dengan organisasi yang baru. Calon belum dikenal, dan berisiko karena belum tau kinerjanya. Perlu sosialisasi dan pelatihan tertentu. Butuh waktu lama untuk memperoleh, dan biaya relatif akan lebih mahal. Membutuhkan waktu penyesuaian diri dalam organisasi.



Sumber: Diolah dari berbagai sumber kepustakaan yang dirujuk



138



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



3. Evaluasi Rekrutmen Salah satu hal terpenting dalam proses rekrutmen adalah evaluasi. Evaluasi adalah cara utama untuk menemukan apakah upaya-upaya tersebut efektif dalam aspek waktu dan uang yang dikeluarkan. Menurut Mathis dan Jakson (2001); Priansa (2014), terdapat hal-hal umum yang perlu dievaluasi. a. Jumlah pelamar. Karena tujuan program perekrutan yang baik adalah meng­ hasilkan jumlah pelamar yang besar maka kuantitas adalah hal yang alamiah untuk memulai evaluasi, yang nantinya muncul pertanyaan: apakah cukup untuk mengisi lowongan pekerjaan? b. Tujuan yang ingin dicapai. Program perekrutan adalah aktivitas kunci yang digunakan untuk mencapai tujuan merekrut individu-individu dari kelas yang diproteksi. Hal ini khususnya relevan ketika sebuah organisasi benar-benar ingin mencapai tujuan seperti itu. Apakah perekrutan meng­ ha­silkan para pelamar yang berkualifikasi dengan sebuah campuran yang tepat dari indiviu-individu dari kelas yang diproteksi? c. Kualitas pelamar. Di samping kuantitas, harus ditanyakan pula apakah kua­ lifikasi dari kumpulan pelamar adalah cukup untuk mengisi lowongan pekerjaan yang tersedia? Apakah pelamar memenuhi spesifikasi pekerjaan dan dapatkah mereka melakukan pekerjaan tersebut? d. Biaya setiap pelamar yang direkrut. Biaya bervariasi bergantung pada ja­ batan yang akan diisi, tetapi untuk mengetahui berapa biaya untuk mengisi sebuah jabatan yang kosong memberikan perspektif tentang tingkat per­ putaran pegawai (turn over) dan gaji. Biaya yang besar dalam perekrutan adalah biaya memiliki staf perekrut. Apakah biaya untuk merekrut para pegawai dari berbagai sumber itu mahal? e. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan kosong. Lama waktunya yang diperlukan untuk mengisi jabatan kosong adalah cara yang lain untuk mengevaluasi upaya-upaya perekrutan. Apakah lowongan peker­jaan cepat diisi oleh para calon yang berkualifikasi sehingga pekerjaan dan pro­duk­ tivitas organisasi tidak tertunda oleh kekosongan jabatan?



4. Pengaruh Eksternal pada Rekrutmen Berikut ini tiga faktor eksternal yang mempengaruhi rekrutmen. a. Kondisi ekonomi. Faktor ekonomi sangat mempengaruhi rekrutmen per­ ekonomian. Perekonomian yang stabil biasanya kurang melakukan pemu­ tusan hubungan kerja atau pemberhentian pegawai. Akan tetapi, dalam kondisi resesi ekonomi, biasanya jumlah pencari pekerjaan pada sektor Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 139



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



publik akan semakin besar dibandingkan dengan sektor bisnis. Hal ini di­ anggap bahwa apabila bekerja pada sektor publik akan lebih aman dalam menghadapi resesi ekonomi dimaksud. b. Faktor politik. Faktor politik juga mempengaruhi rekrutmen karena akan terjadi perubahan-perubahan prioritas dalam program pembangunan, seiring dengan terjadinya perubahan politik dalam suatu negara. Biasanya, penguasa baru akan melakukan berbagai perubahan kebijakan makro dan mikro sehingga akan mengganggu stabilitas ekonomi dan tentu saja berdampak pada permintaan tenaga kerja. c. Faktor geografi. Keadaan geografi yang labil menimbulkan banyak ben­ cana alam, yang biasanya akan mempengaruhi rekrutmen eksternal. Dengan adanya bencana alam, tentu saja mengurangi konsentrasi orang untuk men­ cari pekerjaan.



E. HAKIKAT SELEKSI Berikut ini akan dijabarkan mengenai seleksi pegawai organisasi.



1. Pengertian Seleksi Proses seleksi dimulai setelah kumpulan para pelamar yang memenuhi syarat didapatkan melalui perekrutan, yang melibatkan serangkaian tahap yang me­ nambah kompleksitas dan waktu sebelum keputusan rekrutmen SDM diambil. Dengan kata lain, proses seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau ditolak. Seleksi dalam manajemen SDM adalah pemilihan terhadap orang-orang. Suatu proses untuk menilai kemungkinan keberhasilan atau kegagalan seseorang untuk me­ laksanakan pekerjaan. Seleksi adalah suatu proses pemilihan calon tenaga kerja yang paling me­ menuhi syarat untuk mengisi suatu lowongan pekerjaan (Yani, 2012). Se­men­tara itu, Munandar (2001) berpendapat bahwa seleksi adalah suatu rekomendasi atau suatu keputusan untuk menerima atau menolak seseorang calon untuk pe­ker­jaan tertentu berdasarkan suatu dugaan tertentu tentang kemungkinankemung­kinan dari calon untuk menjadi tenaga kerja yang berhasil pada peker­ jaannya. Seleksi adalah pemilihan tenaga kerja yang sudah tersedia (Badriyah, 2015). Berdasarkan berbagai rujukan di atas, Penulis dapat disimpulkan bahwa seleksi adalah suatu proses pemilihan calon pekerja yang paling memenuhi per­ sya­ratan yang ditetapkan oleh manajemen untuk mengisi kekosongan lowongan pekerjaan. Seleksi dalam hal ini adalah bagian dari proses rekrutmen. 140



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



2. Pendekatan Seleksi Pendekatan yang dapat dilakukan dalam seleksi pegawai, yaitu Successive hurdles selection approach dan Compensantory selection approach, (Widodo, 2015). a. Successive hurdles selection approach. Dalam pendekatan ini, setiap calon pe­ kerja yang mengikuti seleksi diharuskan mengikuti prosedur seleksi secara bertahapan, yang di setiap tahapan seleksi dilakukan pengujian/evaluasi. Jadi, hanya calon yang dinyatakan luluslah yang berhak mengikuti tahapan seleksi selanjutnya. Dalam hal ini, setiap tahapan yang akan diikuti mem­ punyai hambatan yang dapat menyaring dan harus dilalui, sebelum dapat mengikuti tahapan berikutnya. Pendekatan ini sangatlah efisien se­bagai­ mana dibahas dalam bagian terdahulu baik dari segi pembiayaan maupun waktu yang dibutuhkan, khususnya apabila peserta seleksinya sangat banyak. b. Compensantory selection approach. Pendekatan ini yang mengharuskan seluruh peserta seleksi berkesempatan yang sama untuk mengikuti semua tahapan seleksi yang telah ditentukan. Artinya, kelemahan se­orang peserta seleksi dalam satu tahap akan dapat ditutupi kelebihannya dalam tahap yang lain sehingga masih memiliki kemungkinan meme­nangkan seleksi yang diikuti. Penilaian diterima atau tidaknya seseorang calon didasarkan atas jumlah skor akhir yang diperoleh calon tersebut. Pendekatan ini lebih menjamin calon terbaiklah yang akan terpilih, meng­ingat jika seseorang calon yang berkualitas, tetapi dalam seleksi tahap petama kurang prima, kemungkinan dia langsung tersisih. Semen­tara dengan metode ini, calon tersebut masih bisa memperbaiki hasil seleksi dalam tahap-tahap beri­ kutnya. Meskipun demikian, kelemahan dari pen­dekatan ini tentu saja adalah kurang efisien dalam hal biaya, waktu dan tenaga jika peserta seleksi dalam jumlah yang sangat besar.



3. Faktor Penting dalam Seleksi Secara umum, dalam memilih metode dan langkah-langkah apa yang dipakai oleh organisasi secara koseptual, tetapi masalah utama seleksi. Masalah utama adalah apakah alat dan prosedur seleksi yang digunakan dapat memberikan informasi yang penting untuk memilih pegawai? Untuk itu, dengan memper­ hatikan beberapa faktor, yaitu job relatedness dan utility sehingga perlu dila­ kukan pengujian alat dan prosedur seleksi yang akan digunakan.



a. Keterkaitan Pekerjaan (Job Relatedness) Keterkaitan pekerjaan mengacu pada pertimbangan apakah alat atau prosedur seleksi berhubungan dengan tuntutan kerja yang akan dilakukan jika pegawai Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 141



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



tersebut diterima? Apakah prosedur dan alat seleksi mempunyai validitas, yaitu dapat mengukur atau meramalkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan lainnya sesuai dengan orang yang dibutuhkan. Reliabilitas atau dapat di­ andalkan, yaitu apakah hasil yang didapat suatu tes konsisten bilamana diguna­ kan berulang-ulang pada orang yang sama. Dua pendekatan penting untuk menentukan validitas alat seleksi adalah berkenan dengan: (1) Pendekatan Empiris (Empirical Approach). Pendekatan ini menghubungkan antara skor tes dengan kriteria-kriteria yang berkaitan dengan pekerjaannya (biasanya tampilan kerja). Apabila terdapat korelasi yang kuat, berarti prosedur atau alat seleksi itu bersifat valid. (2) Pendekatan Rasional (Rational Approach). Dilakukan jika pendekatan empiris tidak mungkin dilak­ sanakan karena jumlah sampel (subjek) tidak memadai. Misalnya, hanya ada dua atau tiga pegawai yang tidak memungkinkan diuji korelasinya secara statistik.



b. Kegunaan (Utility) Kegunaan mengacu pada penimbangan antara keuntungan yang didapat dengan biaya penting mengingat efisiensi organisasi sangat penting. Kegunaan dimaksud dibagi dua, yaitu (1) Legalitas (Legality). Legalitas adalah mempertimbangkan beberapa tes yang dapat dilakukan atau yang dilarang oleh undang-undang untuk dilakukan. (2) Kepraktisan (Practicality). Artinya, alat dan tahapan seleksi yang digunakan perlu memperhatikan kepraktisan dengan tidak menyita waktu, serta menggunakan biaya yang tinggi.



4. Hambatan Pelaksanaan Seleksi Perencanaan seleksi telah direncanakan dengan saksama, dalam implemen­ta­ sinya tetap sajalah diperoleh berbagai hambatan. Hal itu menurut Badriyah (2013) disebabkan yang diseleksi adalah manusia yang memiliki pikiran, dina­ mika, dan harga diri. Berikut ini berbagai hambatan dimaksud. a. Tolok ukur. Hal yang dimaksud dengan tolok ukur adalah kesulitan yang dihadapi dalam menentukan standar yang tepat digunakan dalam mengukur berbagai kualifikasi yang ditentukan. Misalnya, apabila mengukur ke­jujuran, kesetiaan, komitmen sangatlah sulit memperoleh alat ukur yang valid dan realibel, mengingat jika mengukur hal tersebut dibutuhkan pengamatan dalam waktu yang cukup panjang. b. Penyeleksi. Hambatan penyeleksi adalah kesulitan mendapatkan penye­leksi yang profesional, jujur, dan objektif melak­sanakan tugasnya. Hal ini di­bu­ tuhkan untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan tuntutan orga­nisasi. 142



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Oleh sebab itu, dibutuhkan seorang penyeleksi profesional yang tidak me­ mihak dalam menjalankan tugasnya dan menghindari penilaian yang sesuai realitas, serta menghindari efek halo. c. Persepsi tentang seleksi. Hakikat seleksi tidak semua mempersepsikan sama. Dalam hal ini, terdapat kesenjangan persepsi antara manajemen dengan penyeleksi yang ditugaskan sehingga penerapan prinsip-prinsip seleksi tidak dapat dilakukan dengan baik dan benar. Oleh karenanya, sebelum pelaksanaan seleksi, sebaiknya manajemen duduk bersama dengan penye­ leksi menyatukan persepsi baik proses maupun membaca dalam menafsirkan hasil seleksi. Biasanya, manajemen mengharapkan seleksi yang objektif dilakukan dan menyerahkannya kepada pihak profesional, tetapi ketika meng­ ambil keputusan kelulusan seleksi, manajemen kurang mengapresiasi dan menerapkan hasil seleksi yang diberikan. d. Hasil seleksi versus pem­biayaan. Manajemen mengharapkan hasil seleksi yang objektif dilakukan, tetapi tidak memfasilitasi pembiayaan yang diaju­ kan. Semakin objektif hasil penilaian yang dilaksanakan maka semakin mem­butuhkan biaya, tenaga, dan waktu yang lebih besar. e. Kejujuran pelamar. Dalam hal ini, pelamar memperoleh hambatan dengan memberikan jawaban yang jujur. Pada umumnya, pelamar akan memberikan ja­waban tentang yang baik-baik saja akan dirinya, sedangkan yang kurang baik umumnya akan disembunyikan dengan rapat. Dalam kondisi seperti ini, tentu saja dibutuhkan seleksi yang memerlukan wawancara mendalam dan tes psikologi yang agak susah dimanipulasi oleh pelamar.



5. Alat dan Tahapan Seleksi Alat mengacu kepada metode, cara, atau instrumen yang dipakai untuk me­ ngum­pulkan informasi mengenai pelamar, untuk memilih pegawai yang terbaik sesuai dengan yang dibutuhkan. Menurut Dessler (1997), terdapat lima langkah memvalidasi alat tes, yakni (a) Analisis jabatan; (b) Pemilihan model tes; (c) Pelaksanaan tes; (d) Menghubungkan skor tes dengan kriteria; dan (e) Peng­ absahan silang dan pengabsahan ulang. Dalam praktik seleksi, terdapat sejumlah alat atau metode seleksi yang digunakan, dimana penggunaan dan tahapan pelaksanaannya dapat berbedabeda di setiap organisasi, sebagaimana Gambar 4.5 berikut.



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 143



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tes Psikologi Tes Pengetahuan Tes Kemampuan



Tes Tertulis Seleksi Awal



Tes Potensi Tes Kecerdasan



Seleksi Penerimaan



Tes Kesehatan



Terstruktur



Tes Wawancara



Wawancara dalam Tekanan (Stress Interview)



Bebas Campuran



Wawancara Perilaku (Behavioral Interview)



Sumber: Didesain penulis berdasarkan berbagai sumber



 Gambar 4.5 Kebijakan Rekrutmen tentang Sumber dan Metode Rekrutmen



Berdasarkan gambar di atas, dapat diuraikan bahwa dalam pelaksanaan seleksi pegawai diawali dengan penerimaan pendahuluan (preliminary reception). Tahap ini berfungsi bagi masing-masing pihak, yaitu pelamar dan organi­sasi, untuk saling melengkapi informasi mengenai masing-masing yang dilakukan melalui wawancara. Pelamar dapat mengetahui lebih jauh apakah organisasi yang dilamarnya merupakan pilihan terbaik baginya, serta organisasi dapat mem­peroleh informasi yang lengkap dari pelamar secara langsung. Fungsi lainnya bagi organisasi adalah sebagai proses penyaringan calon pegawai yang tidak sesuai dengan organisasi. Untuk pelamar, dengan diperolehnya informasi tambahan mengenai organisasi sehingga si pelamar dapat melihat prospek kerjanya dan menentukan apakah organisasi tersebut merupakan pilihannya. Setelah kedua belah pihak merasa cocok dengan rencana kerja sama maka akan dilanjutkan pada tahap yang lebih mendalam, yakni dengan mengikuti ujian penerimaan (employment test). Tes atau ujian merupakan salah satu tek­ nik yang luas digunakan dalam proses pelaksanaan seleksi. Tes ini dapat berupa 144



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



tes tertulis atau tes praktik/simulasi. Tes tertulis adalah tes yang menggunakan kertas dan alat tulis, dan tes praktik adalah tes yang dilakukan dengan cara calon diminta mendemonstrasikan tindakan atau perilaku tertentu sesuai de­ ngan pekerjaan yang akan diembannya. Kedua jenis tes tersebut ditujukan untuk mengetahui kemampuan calon dalam pelaksanaan pekerjaannya jika calon ter­ sebut diterima menjadi pegawai. Untuk pekerjaan yang banyak berkaitan dengan kemampuan mental atau intelektual lebih tepat untuk mendalami dengan tes tertulis, sebab kemampuan ini tidak terlihat secara nyata. Sementara itu, tes praktik lebih tepat untuk pekerjaan yang sifatnya teknis, fungsional, dan membutuhkan keterampilan kerja, seperti montir atau tukang bangunan. Tes yang dilakukan untuk menen­ tukan calon pegawai sesuai dengan persyaratan kerja. Setiap pekerjaan pasti memiliki persyaratan kerja yang berbeda sehingga tes yang dilakukan baik tes tertulis maupun tes praktik, sulit dalam menentukannya. Terdapat sejumlah tes yang dapat dilakukan oleh beberapa organisasi terhadap pekerjaan yang berbeda-beda, yaitu tes psikologi; tes pengetahuan; tes kinerja; tes bakat; tes intelegensi; serta tes kesehatan. Berbagai tes dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Tes Psikologi (psychological test). Untuk mengetahui kepribadian atau temperamen seseorang. Ini juga sering disebut dengan tes kepriba­dian. Tes ini dirasa penting sesuai dengan tuntutan peran yang akan dilakukan oleh pekerja tersebut di kemudian hari. Beberapa pekerjaan mem­butuh­kan kepri­ badian yang tangguh sehingga harus lulus dalam tes ini. b. Tes Pengetahuan (knowledge test). Tes ini dilakukan untuk mengetahui pe­ ngetahuan seseorang, seperti pengetahuan mengenai ilmu tertentu. Tes ini umumnya tertulis, tetapi untuk pengetahuan tertentu mungkin dapat dilanjutkan dengan tes praktik seperti pengetahuan mengenai Bahasa P­rancis yang perlu langsung dilakukan dialog dalam Bahasa Prancis. Praktik ini akan terlihat dengan jelas seperti apa pengetahuan calon pelamar akan Bahasa Prancis dimaksud. c. Tes Kemampuan (performance/attainment test). Tes ini untuk mengetahui skills dan kemampuan pegawai pada saat ini. Tes ini dapat dilakukan dengan tes tertulis atau praktik. Misalnya, seorang pelamar untuk lowongan dosen maka selain kemampuan teoretik (pengetahuan, sikap, keteram­pilan), sang calon perlu juga diminta secara langsung bagaimana praktik mengajar di depan kelas. d. Tes Potensi (aptitude test). Tes ini untuk mengetahui potensi seseorang, untuk ditempatkan dalam pekerjaan tertentu atau untuk dikembangkan. Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 145



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Untuk menjadi calon pemimpin, sangat tepat tes ini juga dilakukan sehingga dapat diperkirakan potensi yang bersangkutan menjadi pemimpin di kemudian hari. e. Tes Kecerdasan (intelligence test). Tes ini untuk mengetahui ke­mam­­puan mental seseorang secara umum dan kecerdasan yang dimilikinya. Semua pekerjaan membutuhkan kecerdasan, walaupun mungkin berbeda gradasi kecerdasan yang dibutuhkan untuk satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya. Tes Kesehatan (medical test). Tes ini untuk mengetahui kesehatan umum se­ orang calon, apakah mendukung atau tidak dalam pelaksa­naan peker­jaan.



f.



Para pelamar yang telah dinyatakan lulus pada seleksi tes tertulis, akan dilanjutkan tes wawancara untuk menggali lebih dalam berbagai informasi yang dibutuhkan organisasi perihal calon yang akan direkrut. Tes wawancara adalah tes yang paling banyak dilakukan oleh organisasi, bahkan lebih sering dila­kukan dibandingkan dengan tes tertulis. Banyaknya organisasi yang meng­ gu­nakan tes wawancara karena wawancara dapat digunakan untuk semua jenis pekerjaan seperti pekerjaan yang tidak terlatih (unskilled), manajerial, dan pro­ fesional. Akan tetapi, kelihatannya validitas dan reliabilitasnya sering kurang sebagai akibat kemungkinan terjadinya penyimpangan persepsi oleh pewawan­ cara mengenai jawaban dari calon pegawai. Apabila dipandang dari struktur pertanyaan yang diajukan dapat dilakukan dengan wawancara. Dalam hal ini, wawancara adalah suatu pertemuan individu secara berhadap-hadapan antara pewawancara4 dengan yang diwawancarai untuk memperoleh informasi yang dikehendaki. Menurut Rivai dan Sagala (2011) wawancara harus memenuhi dua aspek, yaitu mengharuskan adanya pertemuan pribadi dan harus mengandung suatu sifat formal. Wawancara dapat dibedakan menjadi: a. Wawancara Terstruktur. Wawancara dilakukan dengan seperangkat per­ ta­nyaan-pertanyaan yang akan diajukan telah disiapkan sesuai dengan persyaratan kerja yang sudah ditentukan, yang berperan sebagai pedoman atau pengarah sehingga wawancara hanya berkisar pada apa yang sudah ditentukan sebelumnya. b. Wawancara Tidak Terstruktur. Kebalikan dari wawancara terstruktur, di mana sebelumnya sudah disiapkan sejumlah pertanyaan secara rinci. Akan tetapi, dalam wawancara tidak terstruktur, pertanyaan-pertanyaan 4







Pewawancara biasanya individual juga, tetapi dapat juga dilakukan oleh kelompok pewa­ wancara terhadap seorang yang diwawancarai. Misalnya, di Universitas ketika merekrut calon dosen, setelah lulus serangkaian tes yang dilakukan, dilanjutkan dengan sesi wa­wancara yang dilakukan oleh beberapa orang yang ditentukan pimpinan Universitas tersebut.



146



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang diajukan yang berkembang dengan kondisi perkembangan dialog antara pewawancara dengan yang diwawancarai. Dalam hal ini, pewawancara diberikan kebebasan mengembangkan per­tanyaan yang dipandang perlu untuk ditanyakan. c. Wawancara Campuran. Kombinasi antara jenis wawancara terstruktur dan tidak terstuktur, di mana sebelumnya disiapkan pertanyaan umum atau poin-poin tertentu sebagai landasan untuk wawancara, tetapi selain pan­ duan wawancara yang sudah dipersiapkan, pewawancara dapat juga me­ nambahkan atau mengurangi pandauan wawancara yang ada sesuai dengan kebutuhan saat wawancara. Apabila dilihat berdasarkan kemampuan khusus yang ingin diketahui, wa­ wan­­cara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu (a) Wawancara dalam Tekanan (Stress Interview). Wa­wancara yang ditujukan untuk mendapatkan informasi apakah seorang calon pegawai mampu menghadapi suatu situasi yang penuh tekanan dengan tenang. Ber­ bagai perta­nyaan yang diajukan secara beruntun kepada calon dan bersifat me­­­ nyudutkan untuk melihat apakah yang bersangkutan ber­ubah atau ter­pengaruh. Wawancara ini bersifat wawancara terstruktur. (b) Wawancara Perilaku (Behavioral Interview). Wawancara yang dilakukan dengan meminta calon untuk men­jelaskan satu bentuk tindakan yang harus diambil atau keputusan apa yang akan diambil dalam suatu situasi tertentu, yang biasanya merupakan situasi buatan.



F. MASALAH ETIKA DALAM PELAKSANAAN RE­­K­ RUT­­­MEN Terdapat berbagai kemungkinan kesalahan penilaian dalam pelaksanaan wa­ wancara, yang seyogyanya disadari dan dihindari oleh pewawancara sehingga hasil wawancara yang dilakukan dapat obyektif. Kesalahan dimaksud antara lain berupa: hallo effect, leading question, bias personal, dominasi pewawancara. 1. Hallo Effect. Hallo effect adalah keadaan di mana seseorang menyimpulkan orang lain berdasarkan satu aspek tunggal tertentu saja pada hal terdapat beberapa aspek yang seharusnya harus dipertimbangkan. Atas dasar peni­ laian aspek tersebut, aspek lainnya menjadi terdongkrak tanpa fakta yang empirik, misalnya kecantikan atau ketampanan yang diwawancarai dimaknai pasti dia pintar. Tanpa penggalian aspek kepintaran yang se­sungguhnya sudah disimpulkan calon yang cantik atau tampan pasti pintar. 2. Leading Question. Pertanyaan yang diajukan mengarahkan pada jawaban yang diinginkan sehingga terkesan bahwa yang diwawancarai memenuhi Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 147



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



standar yang telah ditetapkan, padahal pandangan tersebut adalah semu. Misalnya, “Bukankah Anda tidak cocok dengan pekerjaan ini?” 3. Bias Personal. Praduga atau asumsi seorang pewawancara terhadap sese­ orang yang diwawancarai didasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki kelom­pok. Misalnya, pria lebih pantas untuk pekerjaan Satuan Pengamanan (Satpam). Secara umum, praduga atau asumsi tersebut logis, tetapi tidak dapat dige­ ne­ralisasikan bahwa setiap pria pasti akan lebih kuat, tegas, di­bandingkan dengan perempuan. Artinya, apabila ingin melihat indikator kuat dan tegas, harus diuji secara langsung. 4. Dominasi Pewawancara. Pada dasarnya, tujuan wawancara dilaksanakan untuk memperoleh informasi banyak dari yang diwawancarai sehingga dapat disimpulkan apakah yang diwawancarai dapat memenuhi berbagai informasi yang ditentukan dari yang diwawancarai tersebut. Oleh karenanya, pewawancara seharusnya tidak menonjolkan diri dengan mengemukakan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri atau organisasi. Misalnya, dengan menceritakan kemajuan-kemajuan yang dicapainya dalam organi­ sasi. Sebaliknya, justru yang diwawancarai harus digali kemampuannya dan dikondisikan jika mereka pada posisi seperti pewawancara apa saja yang akan dilakukannya. Dalam hal ini, pewawancara dapat merangsang yang diwawancarai menggunakan kata “lalu?” atau “selanjutnya?” Selain keempat masalah yang dikemukakan di atas, sebaiknya perlu juga dihindari masalah berikut. 1. Pertanyaan yang diajukan tidak fokus pada pekerjaan, tetapi terlalu banyak berputar sekitar masalah pribadi pelamar. 2. Pertanyaan yang cenderung tumpang tindih akibat dari beberapa pewa­wan­ cara menanyakan hal yang sama kepada yang diwawancarai. 3. Pewawancara tidak mempersiapkan panduan wawancara sehingga pelaksa­ naan wawancara terkesan tidak siap sehingga tujuan wawancara tidak ter­capai. 4. Pelamar tidak tertarik dengan wawancara yang dilaksanakan karena pe­ wawancara terlalu mendo­minasi jalannya wawancara. 5. Pewawancara salah menginterpretasikan hasil wawancara akibat pewa­ wancara kurang berkompeten sehingga hasil wawancara yang dilakukan menjadi salah. Sebaiknya, proses wawancara diberikan kepada para ahlinya. 6. Pewawancara hanya berpegang pada hasil wawancara, sedangkan hasil tes lainnya diabaikan. Sebaiknya, hasil wawancara dihubungkan dengan hasil tes sebelumnya sehingga keputusan yang ditetapkan akan lebih objektif. 148



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Pemeriksaan latar belakang calon pegawai dan pengecekan kebenaran dari informasi yang diberikan oleh calon perlu dilakukan. Pemeriksaan latar bela­kang dapat berupa sejarah perkembangan pekerjaan, latar belakang kegiatan dalam kehidupan sosial, dan latar belakang kegiatan ketika masih kuliah atau belajar. Meskipun dilengkapi dokumen terkait dengan berbagai informasi yang bersangkutan di organisasi sebelumnya, perlu juga berbagai informasi diverifikasi ke sumber aslinya sehingga dapat dihindari hal-hal negatif, khususnya latar belakang mengapa dia meninggalkan organisasi sebelumnya. Hal ini perlu di­ tindaklanjuti untuk menghindari hal buruk, yang berkaitan dengan aspekaspek sikap, perilaku, disiplin, motivasi kerja dan tanggung jawab yang erat hubungannya untuk kerja. Sementara itu, tes kesehatan seseorang merupakan hal yang sangat penting untuk semua jenis pekerjaan, sebab di samping dapat mempengaruhi produk­ tivitas, juga berkaitan dengan biaya yang nantinya dikeluarkan oleh organisasi untuk pemeliharaan kesehatan. Tes ini dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pelamar beberapa pertanyaan yang dapat mengindikasikan kondisi kesehatan secara umum. Misalnya, apakah pelamar pernah mengalami penyakit yang serius? Keluhan apa yang paling sering dialami? Berapa kali dalam satu bulan mengunjungi dokter atau rumah sakit? Akan tetapi, tes yang lebih akurat bisa dilaksanakan di dokter, Puskesmas, Klinik, atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh organisasi. Penjelasan pekerjaan secara realistis (realistic job preview) merupakan usaha memberikan gambaran atau penjelasan mengenai realitas pekerjaan. Hal ini diperlukan ketika seorang pelamar memasuki organisasi, pelamar tersebut akan memperoleh kesan tentang berbagai hal yang bisa positif atau negatif mengenai organisasi. Misalnya, akan mendapatkan gaji yang sangat besar, pekerjaan yang menyenangkan, jam kerja yang ringan, dan beban kerja yang tidak berat. Kesan yang diperoleh dapat benar atau salah sebagai akibat dari informasi sekilas yang didapatkannya. Untuk itu, kepada calon pegawai harus diberikan informasi yang lengkap mengenai berbagai hal seperti beban kerja yang nanti akan diterimanya, berbagai keuntungan yang akan didapat jika melakukan pekerjaan dengan baik, lingkungan kerja di mana dia nantinya bekerja, budaya kerja yang diharapkan dari pegawai, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan dan or­ga­ nisasi. Menurut pengamatan penulis, berbagai sumber kepustakaan menge­mu­ kakan bahwa alat dan tahapan rekrutmen berbeda-beda. Akan tetapi, secara umum beberapa alat dan tahapan seleksi sama seperti berikut.



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 149



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Penerimaan Pendahuluan Surat Lamaran Tahap ini dilakukan oleh organisasi dengan menerima lamaran-lamaran yang berasal dari calon pegawai. Kemudian mengklasifikasikan lamaran tersebut sesuai dengan kompetensi, pengalaman, dan refrensi lainnya. 1



Pemeriksaan Latar Belakang Calon Pegawai Pemeriksaan ini meliputi pengalaman yang dimiliki calon pegawai; latar belakang pendidikan yang ditempuh; pelatihan yang pernah diikuti; kompentensi yang dimiliki; serta berbagai aspek lainnya berkenan dengan latar belakang calon pegawai. 2



Pemeriksaan Referensi Calon Pegawai Pemeriksaan referensi penting untuk mengetahui bahwa calon pegawai tersebut me­mi­liki jaringan kerja yang memudahkannya nanti pada saat mengembang pekerjaan. 3



Seleksi Calon Pegawai Seleksi dilakukan dengan menggunakan berbagai macam tes sesuai dengan kepentingan organisasi. 4



Penjelasan Deskripsi Jabatan Penjelasan serta penginformasian secara lengkap mengenai deskripsi jabatan yang tersedia sehingga calon pegawai memahami apa yang seharusnya dilakukan pada saat mereka telah menjadi pegawai organisasi. 5



Wawancara oleh Departemen SDM Wawancara yang dilakukan oleh departemen SDM untuk mengetahui aspek-aspek latar belakang calon pegawai serta melengkapi informasi yang masih kurang mengenai pegawai. 6 Wawancara dengan Departemen Pengguna Calon Pegawai Wawancara ini dilakukan oleh departemen pengguna calon pegawai untuk mengetahui pengalaman kerja serta kompentensi yang sesuai dengan bidang pekerjaan atau jabatan yang tersedia di dalam organisasi. 7



150



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Wawancara dengan Departemen Pengguna Calon Pegawai Wawancara ini dilakukan oleh departemen pengguna calon pegawai untuk mengetahui pengalaman kerja serta kompentensi yang sesuai dengan bidang pekerjaan atau jabatan yang tersedia di dalam organisasi. 8



Wawancara dengan Departemen Pengguna Calon Pegawai Wawancara ini dilakukan oleh departemen pengguna calon pegawai untuk mengetahui pengalaman kerja serta kompentensi yang sesuai dengan bidang pekerjaan atau jabatan yang tersedia di dalam organisasi. 9 Evaluasi Tingkat Kesehatan Calon Pegawai Evaluasi ini melibatkan tes medis yang dilakukan oleh pegawai pada rumah sakit tertentu yang terkenal valid dalam melakukan penilaian kesehatan calon pegawai. Kesehatan tersebut penting untuk mengetahui penyakit yang diidap serta berpotensi untuk diidap oleh calon pegawai. 10



Keputusan Penerimaan Keputusan penerimaan disampaikan oleh Departemen SDM kepada calon pegawai yang telah lulus pada setiap tahapan seleksi dan dinyatakan berhak untuk bekerja di dalam organisasi. 11



Penandatangan Ikatan Kerja Penandatangan ikatan kerja ini dilakukan antara calon pegawai dengan departemen SDM yang juga disetujui dan disahkan oleh departemen yang ada di dalam organisasi yangakan menggunakan calon pegawai tersebut 12



Gambar 4.6 Skema Tahapan Rekrutmen Pegawai



Sementara itu, alat dan langkah-langkah yang dipakai seperti di atas dapat berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lain. Hal ini tergantung pada kebutuhan masing-masing dan jenis pegawai yang ingin diseleksi. Sebagai contoh, perhatikanlah tahap-tahap seleksi yang dilakukan oleh Toyota Motor Manufacturing USA yang mereka sebut dengan Program Seleksi Total. 1. Fase Pertama. Pelamar mengisi formulir lamaran yang meringkas pengalaman dan keterampilan kerja mereka, serta melihat video yang meng­gam­barkan ling­kungan kerja dan sistem seleksi. Ini bisa menghabiskan waktu kira-kira Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 151



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



satu jam dan memberi para pelamar suatu tinjauan yang realistis tentang bekerja pada perusahaan Toyota dan tentang keintensifan proses kerja se­ hingga banyak para pelamar gugur pada tahap ini. 2. Fase Kedua. Penilaian pengetahuan teknik dan potensi pelamar. Di sini para pelamar mengambil General Apitude Test Battery (GATB) dari U.S Employment Service, yang membantu mengidentifikasi keterampilan dalam memecahkan ma­­salah dan kemampuan belajar, juga pilihan yang berhu­ bungan dengan peker­jaan yang dilakukan selama enam jam. 3. Fase Ketiga. Penilaian keterampilan interpersonal dan pengambilan keputusan si pelamar. Semua pelamar berpatisipasi dalam pemecahan masalah indi­ vidual dan kelompok selama empat jam, serta kegiatan diskusi di pusat penilaian or­ganisasi. Latihan diskusi kelompok membantu memper­li­hat­ kan bagaimana para pelamar individual dalam berinteraksi dengan orang lain dalam kelompok. Dalam sebuah latihan khusus, para peserta berperan sebagai pegawai organisasi untuk memilih ciri-ciri mobil yang paling disukai konsumen di tahun depan. Selain itu, latihan pemecahan masalah diarahkan untuk menilai kemampuan pemecahan masalah yang dilihat dari aspek-aspek wawasan, keluwesan, dan krea­tivitas. Pelaksa­naannya, pelamar diberikan gambaran singkat mengenai masalah produksi, ke­mudian di­ minta untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan guna memahami lebih baik mengenai penyebab masalah. Selanjutnya, calon pegawai diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang siapa yang mem­punyai informasi mengenai sebab-sebab masalah, rekomendasi pe­ mecahan, dan alasan-alasan pemecahannya. 4. Fase Keempat. Wawancara kelompok selama satu jam. Di sini kelompok calon membahas prestasi mereka dengan pewawancara Toyota. Fase ini membantu para penilai Toyota untuk melihat sebuah gambaran yang leng­ kap tentang apa yang mendorong masing-masing dilihat dari segi apa yang paling membanggakan dan paling menarik bagi mereka masingmasing. Mereka yang berhasil pada fase ini akan menghabiskan waktu dua setengah jam untuk tes fisik dan obat-obatan/alkohol. 5. Fase Kelima. Fase ini merupakan pemantauan yang cermat, observasi, dan pelatihan pegawai baru di tempat kerja untuk menilai kinerja jabatan mereka dan mengembangkan keterampilan mereka selama enam bulan pertama bekerja. Proses ini di samping bersifat khas bagi organisasi ter­ sebut, juga tidak sekedar mengidentifikasikan pengetahuan dan keteram­ pilan teknis, tetapi nilai-nilai dan keterampilan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Artinya, pihak Toyota Motor Manufacturing membutuhkan 152



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



orang-orang yang memiliki pengetahuan teknik, keterampilan dalam pengambilan keputusan, keterampilan hubungan antarpribadi, kemampuan fisik, dan kesehatan yang baik. Selanjutnya, aspek lain adalah orang yang mampu bekerja dalam tim.



G. ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT DALAM RE­KRUT­ MEN Pelaksanaan rekrutmen dalam suatu organisasi tentu akan membutuhkan pem­ ­biayaan yang cukup besar mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pem­­ biayaan dimaksud tentu saja harus dianalisis organisasi dengan baik sehingga manfaat yang diperoleh untuk rekrutmen akan lebih besar dari pengor­banan pembiayaannya. Untuk itu, perlu dilakukan analisis biaya dan manfaat yang di­ peroleh organisasi. Artinya, diperlukan penggunaan analisis biaya-manfaat atau yang di­kenal dengan cost-benefit analysis dengan menggambarkan berbagai aspek pengambilan keputusan dan menekankan implikasi ekonomi keputusanke­putusan seleksi. Dalam proses rekrutmen dan se­leksi terdapat empat ke­ mung­­kinan hasil dari setiap pelamar, seperti Gambar 4.7 berikut ini. Kinerja Pelamar atau Pegawai



Keputusan Seleksi Tolak



Angkat



Pelamar atau pegawai yang berhasil



II Keputusan yang salah (kesalahan negatif)



I Keputusan yang benar (keberhasilan)



Pelamar atau pegawai yang gagal



III Keputusan yang benar (keberhasilan)



IV Keputusan yang salah (kesalahan positif)



Gambar 4.7 Model Keputusan yang Dihasilkan Proses Rekrutmen



Gambar di atas memperlihatkan ada empat kemungkinan yang terjadi dari suatu proses rekrutmen yang dilaksanakan. 1. Kuadran I, yaitu keputusan yang benar. Keputusan yang benar dilakukan atas rekrutmen dimana pelamar yang tepat diangkat dan ditempatkan pada posisi yang tepat. Keputusan seperti inilah yang ideal dilakukan sehingga tentu saja akan membawa keberhasilan bagi organisasi. Dengan kon­disi seperti ini diharapkan akan membawa pertumbuhan organisasi. 2. Kuadran II, yaitu keputusan yang salah kesalahan negatif. Keputusan yang salah karena dilakukan atas rekrutmen di mana pelamar yang tepat, tetapi pelamar tersebut ditolak. Itu sebabnya dikatakan kesalahan negatif, yang berarti seharusnya re­krutmen sudah dilakukan dengan baik dan pelamar Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 153



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



sudah diperoleh yang tepat, tetapi terdapat kesalahan dalam mengambil keputusan, di mana pelamar tersebut ternyata ditolak. Sesungguhnya, keputusan seperti ini sangat disayangkan, meng­ingat sudah banyak pem­ biayaan dikeluarkan dan telah dihasilkan pelamar yang baik, tetapi dipu­ tuskan tidak menerima pelamar tersebut. Keputusan seperti ini sangat disayangkan, mengingat sudah banyak pembiayaan dikeluarkan dan telah dihasilkan pelamar yang baik, tetapi diputuskan tidak menerima pelamar ter­sebut. 3. Kuadran III, yaitu keputusan yang benar. Keputusan yang benar dilakukan atas rekrutmen ketika pelamar yang gagal sudah seyogianya ditolak untuk diangkat. Keputusan ini dianggap benar karena dapat menghin­darkan ke­rugian organi­sasi. Meskipun sudah banyak biaya yang dikeluarkan, te­ tapi dengan keputusan menolak pelamar menjadi pegawai dapat mengu­ rangi kerugian berikutnya di kemudian hari. 4. Kuadran IV, yaitu keputusan yang salah, kesalahan positif. Keputusan yang salah karena dimana rekrutmen pelamar sesungguhnya mereko­men­dasi­kan pelamar tidak tepat untuk diterima, tetapi justru pelamar tersebut dipu­ tuskan diterima. Itulah sebabnya kuadran ini dinamai ke­putusan yang salah karena terjadi kesalahan positif yang dilakukan oleh mana­jemen. Dengan mengoperasikan model kuadran bahwa setiap keputusan dapat diana­lisis dan diramalkan keberhasilan rekrutmen yang dilakukan. Pembiayaan yang dikeluarkan dari kedua kesalahan yang terjadi yaitu keputusan yang salah karena kesalahan negatif atau keputusan yang salah karena kesalahan positif dapat dimini­malisasi. Pembiayaan yang sebenarnya adalah pembiayaan iklan, penelaahan berkas-berkas yang diterima (pengeluaran untuk tim kerja), biaya tes sampai dengan wawancara, biaya proses orientasi (orientasi dan pelatihan pe­ lamar) dan biaya-biaya yang lain yang terkait dengan proses rekrutmen dimaksud. Analisis biaya ini menekankan pen­tingnya menjawab dan menentukan pertanyaan kapan, di mana, dan bagaimana proses rekutmen akan dilakukan? Perhitungan berbagai biaya yang dikemukakan di atas relatif mudah dila­ kukan karena biaya-biaya tersebut nyata dikeluarkan. Hal yang juga penting dikalkulasi adalah biaya kesan positif terkait dengan biaya potensial dari pe­ gawai yang kecewa terhadap organisasi karena harapan mereka tidak sesuai sehingga kenyataan yang diberikan organisasi sehingga membuat mereka dimotivasi. Selain itu, biaya yang terkait dengan keputusan negatif yang salah juga sulit untuk ditentukan karena or­ganisasi sering tidak dapat mengetahui gejala-gejalanya, kecuali dalam kondisi yang sangat ekstrim. Misalnya, menolak 154



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pegawai yang sesungguhnya sangat berpotensi sehingga diperkirakan akan menjadi pegawai yang luar biasa di kemudian hari.



H. PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGANGKATAN PE­KERJA Berbagai model pengambilan keputusan penerimaan dan peng­ang­katan pekerja. Setelah diperoleh berbagai informasi dari para pelamar pekerjaan, dilanjutkan dengan analisis hasilnya yang akan disajikan kepada manajemen sebagai peng­ ambil keputusan di­terima tidaknya pelamar. Menurut Simamora (2001) ter­ dapat empat metode yang berbeda untuk mengombinasikan informasi dan membuat keputusan seleksi, yaitu Model Aditif; Model Pisah Batas Berganda; Model Rintangan Ganda; dan Model Pen­cocokan Profil. Berikut diuraikan modelmodel tersebut.



1. Model Aditif Model aditif (additive models) adalah pendekatan statistik murni yang digu­ nakan untuk pengambilan keputusan rekrutmen. Penggunaan model ini, berbagai spesialis SDM hanya mengkonversi skor-skor tes yang diperoleh peserta tes ke berbagai angka biasa, lalu menjumlahkannya menjadi skor kumulatif. Dalam beberapa implementasi, aditif skor tes dibobot sesuai dengan urgensi tes yang ditentukan oleh manajemen. Misalnya, dalam rekrutmen PT Hizkia ditetapkan ada empat model tes, yaitu kemampuan mekanis, pendidikan, pengalaman, dan wawancara. Berikut ditetapkan bobot dari masing-masing tes sebagai berikut. Tabel 4.5 Jenis Tes dan Penentuan Bobot No.



Jenis Tes



Bobot Nilai



1.



Tes Tertulis



40 %



2.



Pendidikan



10 %



3.



Pengalaman



15 %



4.



Wawancara



35 %



Sumber: Data Imajinasi



Dengan ketentuan seperti di atas, dapat ditentukan persamaan hasil re­ krut­men sebagai berikut. Skor re­krut­men = (TT × 40%) +( P×10%) + (Pn×15%) + (W×35%)



Dimana: TT adalah tes tertulis; P adalah pendidikan; Pn adalah pengalaman; dan W adalah wawancara. Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 155



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Sebagai contoh terdapat lima orang yang mengikuti seleksi untuk mem­ pere­but­kan dua posisi di PT Hizkia yaitu Adi, Bonar, Christin, Dominik, dan Eliz. Mereka telah melalui empat jenis tes dan ahli seleksi yang ditugaskan mem­ be­rikan hasil akhir penilaian seperti pada Tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Perhitungan Nilai Serangkaian Tes Skor Tes yang Dilakukan



No.



Nama Pelamar



Tes Tertulis



1.



Adi



80,00



76,00



71,00



Pendidikan Pengalaman



Wawancara 82,00



2.



Bonar



70,00



78,00



80,00



75,00



3.



Christin



85,00



80,00



91,00



65,00



4.



Dominik



75,00



78,00



70,00



78,00



5.



Eliz



80,00



75,00



90,00



78,00



Sumber: Data Imajinasi



Selanjutnya, skor tersebut dibobot dengan menggunakan rumus di atas maka dapat diperoleh skor Adi sebagai berikut: Skor Adi = (80 × 40 %) + (76 × 10%) + (71 × 15%) + (82 × 35%)



= 32,00 + 7,60 + 10,65 + 28,70







= 78,95



Dengan mengacu pada contoh perhitungan skor Adi maka hasil akhir perhi­tungan skor masing-masing pelamar seperti tabel berikut. Tabel 4.7 Contoh Perhitungan Nilai Akhir Serangkaian Tes Skor Tes yang Dilakukan



No.



Nama Pelamar



TT (40%)



P (10%)



Pn (15%)



W (35%)



Nilai Akhir



1.



Adi



32,00



7,60



10,65



28,70



78,95



2.



Bonar



28,00



7,80



12,00



26,25



74,05



3.



Christin



34,00



8,00



13,65



22,75



78,40



4.



Dominik



30,00



7,80



10,50



27,30



75,60



5.



Eliz



32,00



7,50



13,50



27,30



80,30



Sumber: Diolah dari Tabel 4.6



Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peringkat skor masingmasing peserta adalah Eliz = 80,30; Adi = 78,70; Cristin = 78,25; Dominik = 75,60 dan terahir adalah Bonar = 74,05. Dengan demikian seyogianya yang diterima oleh manajemen PT Hizkia adalah Eliz dan Adi. Terlihat dengan jelas bahwa Model Aditif ini adalah kompensatori yang berarti bahwa apabila 156



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



seseorang memiliki skor tinggi dalam beberapa tes belum tentu dia yang akan memperoleh skor akhir tertinggi, sebab akan ditentukan oleh bobot yang di­ tentukan oleh manajemen. Perhatikan skor Cristin, dia unggul dalam tiga tes dari kelima peserta tes lainnya, yaitu tes tertulis, pendidikan, dan pengalaman. Akan tetapi, dia paling rendah dalam wawancara sehingga dia hanya men­ duduki peringkat ketiga. Sementara Eliz, dia tidak pernah unggul dalam keempat tes yang dilakukan, tetapi karena rata-rata nilainya cukup baik dalam komponen tes yang tinggi sehingga dia menjadi pemenang dalam seleksi ini.



2. Model Pisah Batas Berganda Berbagai asumsi hubungan kompensatori di antara berbagai variabel prediktor adalah tidak tepat, metode pengambilan keputusan lainnya akan lebih tepat digunakan. Misalnya, Model Pisah Batas Berganda, para pelamar diminta me­ miliki tingkat minimal dari setiap variabel prediktor. Model Pisah batas ganda adalah model nonkompensatori dari seleksi, Seperti kita contohkah para pelamar di atas, yakni Adi, Bonar, Cristin, Dominik, dan Eliz dianggap meng­gunakan penentuan keputusan pisah batas bergandalah yang digunakan. Pisah-pisah batas untuk empat variabel prediktor (tes tertulis, pendidikan, pengalaman, wawancara) sehingga tingkat minimal dari kemampuan tes terulis yang diperlu­kan adalah 76, pendidikan S-1 (skor 76), pengalaman selama 6 tahun (skor 75), dan wawancara (skor 75). Dengan menggunakan kriteria seperti ini maka yang se­yogianya yang diterima adalah Adi, dan bukannya Eliz. Sebab Eliz mem­peroleh satu skor tes yang di bawah standar, yakni pendidikan hanya 75, sedangkan standar minimal adalah 76. Pada hal kalau dilihat skor akhir paling tinggi adalah Eliz (80,3). Apabila hanya satu variabel prediktor yang digunakan, model pisah batas berganda dapat ditetapkan dengan menggunakan data: (1) seberapa banyak lowongan peker­jaan yang mungkin terjadi selama jangka waktu tertentu; (2) seberapa banyak pelamar kerja yang kemungkinan akan melamar pada periode tersebut; serta (3) kemungkinan distribusi skor yang pelamar atas tes prediktor tersebut. Jumlah lowongan pekerjaan dan pelamar dapat dicari dari berbagai arsip organisasi tentuang lowongan di masa lalu dan arus pelamar. Kemungkinan distribusi skor dapat diambil dari situasi dimana tes diberi­ kan kepada kelompok-kelompok pelamar kerja lainnya. Misalnya, apabila ter­dapat lowongan pekerjaan sebanyak 8 posisi pada tahun berikutnya dan ke­mungkinan ter­dapat 80 yang melamar untuk memperoleh lowongan tersebut, maka pisah batas yang tepat adalah skor adalah 90 persentil atas prediktor, yaitu skor yang melewati 10% terbaik dari keseluruhan pelamar. Meskipun metode ini lebih mudah pada saat berhubungan dengan sebuah tes prediktor, tetapi Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 157



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



metode ini menjadi sulit jika jumlah tesnya bertambah banyak. Pada saat digunakan ber­bagai tes, penetapan pisah-pisah batas cenderung menjadi me­ tode coba-coba.



3. Model Rintangan Ganda Model aditif maupun model pisah batas berganda, pengambilan keputusannya adalah nonsekuensial. Model ini cocok dilakukan untuk pekerjaan yang mem­ punyai karakteristik minimal yang dipersyaratkan, seperti untuk menjadi pilot harus sudah mempunyai jam terbang minimal yang ditentukan perusahaan pener­bangan. Setiap pelamar mengikuti semua tes prediktor dan selanjutnya orga­nisasi mengambil keputusan untuk mengangkat atau menolak para pelamar. Meskipun demikian, seleksi lebih sering merupakan proses yang berurutan di mana para pelamar melalui beberapa tahap tes sebelum dipilih menjadi pe­ gawai. Metode rintangan ganda adalah suatu pendekatan pisah batas berganda yang berurutan. Misalnya, dalam contoh sebelumnya, Adi, Bonar, Cristin, Dominik dan Eliz diasumsikan bahwa mereka mengisi formulir lamaran dan menjelaskan lamanya pengalaman mereka dalam pekerjaan serupa. Hal ini adalah rintangan awal dalam seleksi mereka. Sementara itu, Bonar, Christian dan Dominik tidak dapat melanjutkan tes karena tidak dapat melewati rintangan dan akan disisihkan oleh Adi dan Eliz. Adi dan Eliz akan melanjutkan tes tertulis yang disyaratkan. Selanjutnya, Adi dan Eliz mengikuti tes tertulis yang telah ditentukan, hasilnya terlihat bahwa Adi dapat memenuhi tingkat kemampuan tes tertulis minimal yang ditetapkan, sedangkan Eliz gagal. Selanjutnya, Adi diwawancara oleh tim yang ditetapkan dan hasilnya ditentukan bahwa Adi lulus dan dapat diangkat menjadi pegawai. Faedah metode rintangan berganda salah satunya adalah lebih murah di­ bandingkan dengan model aditif atau metode pisah batas berganda. Misalnya, diasumsikan bahwa dibutuhkan biaya formulir setiap lamaran = Rp25.000,00 biaya tes tertulis = Rp50.000,00 dan biaya wawancara Rp60.000,00. Dengan meng­gunakan model aditif atau pisah batas ganda, biaya total pelaksanaan untuk 50 orang adalah: 50 × Rp135.000,00 = Rp6.750.000,00. Sementara itu, apabila menggunakan model rintangan ganda jika dari 50 pelamar, yang lolos rintangan pertama hanya 25 orang saja karena gagal rintangan pendidikan dan pengalaman kerja, maka untuk melanjutkan rintangan yang kedua tes tertulis, yang lulus hanya 15 orang, maka dilanjutkan pada tes yang ketiga, yakni wa­ wancara hanya lolos 5 orang sehingga biaya seleksi yang akan dikeluarkan oleh organisasi adalah



158



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



= (50 × Rp25.000,00) + (15 × Rp50.000,00) + (5 × Rp60.000,00) = Rp1.250.000,00 + Rp750.000,00 + Rp300.000,00 = Rp2.300.000,00 Dalam hal ini, apabila menggunakan model rintangan berganda organisasi akan dapat menghemat pembiayaan Rp6.750.000,00 – Rp2.300.000,00 = Rp4.450.000,00



4. Model Pencocokan Profil Pencocokan profil beranggapan bahwa terdapat tingkat-tingkat variabel pre­ diktor yang ideal dan yang harus dimiliki oleh pelamar, bukannya tingkat mini­mal yang harus dipenuhi oleh para pelamar. Dalam hal ini, pencocokan profil kelompok pelamar yang baik maupun yang buruk diidentifikasi. Indi­ vidu atau kelompok diidentifikasi dan diukur berdasarkan variabel prediktor. Apabila pe­laksana yang baik memperoleh skor yang berbeda dari pelaksana yang buruk atas suatu karakteristik, maka variabel tersebut bermanfaat dalam memilih pelaksana-pelaksana yang baik. Artinya, beberapa variabel yang mem­ bedakan antara pelaksana-pelaksana yang baik dan buruk telah teridentifikasi, profil ideal dari pegawai yang berhasil dapat dibuat. Misalnya, pegawai yang ideal sering mempunyai kecerdasan rata-rata, ber­ bagai keahlian sosial yang baik, dan mempunyai kebutuhan yang rendah untuk mendominasi orang lain, serta tingkat kemampuan perencanaan yang tinggi. Dalam pencocokan profil berbagai pelamar kerja yang diangkat adalah para pelamar yang paling mendekati profil ideal pegawai yang berhasil. Suatu perbandingan berbagai keputusan yang dibuat berdasarkan pencocokan profil, model aditif, dan model pisah batas berganda dengan analisis berikut. Prosedur bersama untuk penentuan kadar kecocokan profil adalah menjumlahkan per­ bedaan kuadrat di antara skor-skor pelamar atas setiap variabel prediktor dan skor profil untuk variabel tersebut. Berikut ini diperoleh data hasil tes seperti tabel berikut. Tabel 4.8 Perhitungan Nilai Serangkaian Tes Keterangan



Tes ke-1



Tes ke-2



Tes ke-3



Tes ke-4



Bobot



0,4



0,1



0,15



0,35



Skor rata-rata dari pemangku jabatan yang berhasil



40



30



40



60



Skor pisah batas minimal yang ditetapkan oleh pakar pekerjaan



30



35



50



40 berlanjut



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 159



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Keterangan



Tes ke-1



Tes ke-2



Tes ke-3



Tes ke-4



Skor Adi



80



76



71



82



Skor Bonar



80



76



71



82



Skor Christin



70



78



80



75



Skor Dominik



85



80



91



65



Skor Eliz



75



78



70



78



Sumber: Data imajinasi



Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung skor kecocokan profil Adi akan menjadi: = (80 – 40)2 + (76-30)2 + (71 – 40)2 + (82 – 60)2 = 1.600 + 2.116 + 961 + 484 = 5.161 Dengan perhitungan yang sama dapat dihitung skor Bonar, Christin, Dominik dan Eliz sebagai berikut. Bonar: = (70 – 40)2 + (78-30)2 + (80 – 40)2 + (75 – 60)2 = 900 + 1.444 + 1.600 + 225 = 4.169 Cristin: = (85 – 40)2 + (80–30)2 + (91 – 40)2 + (65 – 60)2 = 2.025 + 2.500 + 2.601 + 25 = 7.151 Dominik: = (75 – 40)2 + (78–30)2 + (70 – 40)2 + (78 – 60)2 = 1.225 + 2.304 + 900 + 324 = 4.753 Eliz: = (80 – 40)2 + (75–30)2 + (90 – 40)2 + (78 – 60)2 = 1.600 + 2.025 + 2.500 + 234 = 6.359 Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat dijelaskan bahwa apabila lowongan hanya tersedia satu saja jika menggunakan model aditif maka yang direko­ mendasikan adalah Cristin yang memiliki skor 7.151, lebih besar dari skor Eliz (skor 6.359); Adi (skor 5.161); Dominik (skor 4.753), dan Bonar (skor 4.169). Sementara itu, apabila menggunakan model rintangan berganda maka yang 160



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



akan direkomendasikan adalah Adi karena dapat melalui semua rintangan sampai akhir, sedangkan Bonar, Cristin dan Dominik gagal pada tes pertama, dan Eliz jatuh pada tes kedua. Selanjutnya, apabila menggunakan model pen­ cocokan profil maka yang direkomendasikan adalah Bonar karena pola-pola skornya paling cocok dengan para pemangku jabatan yang berhasil.



I. ORIENTASI DAN PENEMPATAN PEGAWAI Setelah proses seleksi selesai dilakukan dan telah ditetapkan pegawai baru, maka langkah selanjutnya adalah orientasi dan penempatan. Sebelum penem­patan dilakukan, terlebih dahulu memberikan kesempatan pegawai baru untuk orientasi, yaitu kesempatan bagi pegawai baru untuk melihat dan mengenal tempat pekerjaannya. Program orientasi dimaksud dapat dibagi dua kategori, yaitu topik umum yang paling diminati oleh pegawai baru dan topik spesifik, yaitu yang berhubungan langsung dengan pekerjaan (Yani, 2012). Berikut ini contoh topik yang biasanya disampaikan ketika orientasi. Tabel 4.9 Topik Orientasi pada Pegawai No.



Topik



Tujuan



Isu-Isu Terkini Organisasi



1.



a. Organisasi dan Karyawan



g. Kepegawaian



b. Proses produksi



h. Berbagai kebijakan



c. Tahapan produksi dan pelayanan



i. Peraturan kepegawaian



d. Struktur organisasi



j. Buku Pedoman organisasi



e. Fasilitas organisasi



k. Prosedur keselamatan kerja



f. Fasilitas organisasi



Memberikan pemahaman secara umum tentang kondisi organisasi, sehingga dapat mengetahui organisasi apa yang mereka masuki dan apa yang harus mereka perhatikan



Kewajiban-Kewajiban Pegawai 2.



a. Terkait pekerjaan



e. Visi misi organisasi



b. Keselamatan dan kesehatan kerja



f. Tujuan pekerjaan



c. Jam kerja



g. Tata kerja



d. Sanksi atas pelanggaran



h. Job description pegawai



Hak-Hak yang akan Diperoleh Pegawai 3.



a. Kompensasi



e. Pelatihan



b. Asuransi



f. Konseling



c. Hak cuty



g. Program rehabilitasi



d. Program Pensiun



h. Program lembur Hubungan-Hubungan



4.



Memberikan pemahaman terkait dengan berbagai aturan yang harus dipatuhi pegawai



a. Atasan



c. Teman sekerja



b. Pelatih



d. Bawahan



Memberikan pemahaman terkait dengan berbagai kemaslahatan yang diperoleh pegawai dari organisasi Menjelaskan pola hubungan-hubungan dalam organisasi



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 161



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Setelah masa orientasi dilalui, aktivitas terahir yang akan dilalui adalah penempatan pegawai baru. Menurut Werther dan Davis dalam Yani (2012), penempatan adalah suatu proses penemuan dan penerimaan dari pelamarpelamar yang cakap untuk menempati suatu posisi jabatan yang diawali dari proses rekrutmen dan berahir pada penerimaan surat keputusan penerimaan pegawai. Dalam buku ini, yang dimaksud dengan penempatan adalah penun­ jukan kepada pegawai baru untuk mengisi pos yang ditentukan. Dalam pe­ nem­patan pegawai baru, sebaiknya bagian HRM menghantarkan pegawai tersebut ke pos yang dituju dan menjelaskan kehadirannya kepada pegawai yang ada di unit atau bagian yang bersangkutan sehingga kehadirannya akan lebih dihargai dan diterima oleh rekan sekerjanya yang lama. Program penempatan bukanlah hanya berlaku bagi pegawai baru saja, melainkan juga bagi pegawai yang ma­ suk dalam kategori promosi, mutasi atau demosi. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa pengisian suatu pos dapat diisi dari internal dan eksternal. Apa­ bila dari internal maka penjelasan di atas menjadi penting juga dilakukan. Meskipun demikian, pegawai yang bersumber dari internal tidak terlalu rumit seperti pada pegawai yang benar-benar masih baru bergabung mengingat dari sisi bagian HRM sudah memiliki rekam jejak pegawai internal dengan baik, khususnya mengenai kinerjanya, berbagai pelanggaran yang dilakukan, serta informasi lainnya. Sementara itu, dari sisi pegawai internal tentu mema­ hami organisasi secara umum hanya posnya saja yang berubah karena promosi, mutasi atau demosi. Oleh sebab itu, proses seleksi akan dapat dilakukan lebih cepat dan dapat diprediksi keberhasilannya ke depan. Program penempatan bukan hanya berlaku bagi pegawai baru saja, melainkan juga bagi pegawai yang masuk dalam kategori promosi, mutasi atau demosi.



J. PENUTUP Rekrutmen adalah sistem dan proses yang diciptakan untuk mendapatkan pe­ gawai yang terkualifikasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sistem berkaitan dengan perencanaan kebutuhan SDM dan pengelolaan SDM dalam konteks pe­ ngembangan organisasi, sedangkan proses dimulai dari lamaran yang masuk ke organisasi, pelaksanaan seleksi, dan pemilihan pegawai yang tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi. Rekrutmen memiliki sejumlah filosofi yang pen­ting untuk diperhatikan, yaitu internal dan eksternal; jangka pendek atau jangka panjang; kedalaman komitmen organisasi; serta pegawai sebagai komunitas atau pelanggan. Rekrutmen merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai ketika sebuah organisasi memerlukan pegawai dan membuka lowongan sampai dengan men­ da­pat­kan calon pegawai yang diinginkan (qualified) sesuai dengan jabatan atau 162



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



lowongan yang ada. Dengan demikian, tujuan rekrutmen adalah menerima pelamar sebanyak-banyaknya sesuai dengan kualifikasi kebutuhan organisasi dari berbagai sumber sehingga memungkinkan akan terjaring calon pegawai dengan kualitas tertinggi dari yang terbaik. Program rekrutmen yang baik perlu melayani banyak tujuan yang sering bertentangan. Tujuan utama rekrutmen adalah menemukan pelamar-pelamar berkualifikasi yang akan tetap menjadi bagian dari organisasi dengan biaya yang paling umum. Kendala yang terjadi pada saat perekrutan dapat muncul dari organisasi, perekrut serta lingkungan eksternal. Teknik-teknik rekrutmen dapat dilakukan melalui asas sentralisasi dan desentralisasi, tergantung pada keadaan orga­ nisasi, kebutuhan, dan jumlah calon pegawai yang hendak direkrut. Sumber rekrutmen dapat melibatkan pegawai internal organisasi yang ada atau dari luar organisasi. Sementara itu, dalam mengevaluasi kesuksesan upaya-upaya perekrutan adalah penting, hal itu adalah cara utama untuk menemukan apakah upaya-upaya tersebut efektif dalam aspek waktu dan uang yang dikeluarkan. Selain itu, perlu mem­perhatikan jumlah pelamar, tujuan yang ingin dicapai, kualitas pelamar, biaya per pelamar yang direkrut, serta waktu yang dibutuhkan untuk mengisi ja­batan kosong. Proses seleksi dimulai setelah kumpulan para pelamar yang memenuhi syarat didapatkan melalui perekrutan, yang melibatkan serangkaian tahapan yang menambah kompleksitas dan waktu sebelum keputusan rekrutmen SDM diambil. Dengan kata lain, proses seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau ditolak. Seleksi dalam manajemen SDM adalah pemilihan terhadap orang-orang. Suatu proses untuk menilai kemungkinan keberhasilan atau kegagalan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan. Selanjutnya, secara umum dalam memilih metode dan langkah-langkah apa yang dipakai oleh organisasi secara kon­sep­ ­tual bukan masalah utama seleksi. Masalah utama adalah apakah alat dan pro­ sedur seleksi yang diguna­kan dapat memberikan informasi yang penting untuk memilih pegawai dengan mem­per­hatikan beberapa faktor, yaitu keterkaitan pekerjaan; kegunaan; dan kepraktisan. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian alat dan prosedur seleksi yang akan di­gunakan.



Bab 4  Rekrutmen dan Seleksi Pegawai



 163



pustaka-indo.blogspot.com



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Bagian Ketiga Pengembangan Sumber Daya Manusia



pustaka-indo.blogspot.com



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 5



PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA



A. PENDAHULUAN Setelah selesai proses rekrutmen dan seleksi dilaksanakan, umumnya organi­ sasi mem­bu­tuhkan pelatihan terlebih dahulu, agar pegawai baru tersebut dapat dan mampu melaksanakan pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya. Salah satu benefit yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penilaian kinerja adalah informasi yang penting untuk merancang dan memprogramkan pelatihan yang dibutuh­kan oleh pegawai. Pelatihan membantu para pegawai dalam me­ngem­ bangkan berbagai keterampilan tertentu yang memungkinkannya untuk berhasil pada pekerjaannya saat ini dan mengembangkan pekerjaannya di masa men­da­ tang. Para ahli manajemen mengakui bahwa pelatihan strategis yang signi­fikan me­num­buhkan keberhasilan dalam pencapaian tujuan orga­nisasi. Mengapa pe­­ne­kanannya pada pelatihan strategis? Organisasi berada dalam bisnis untuk mendapatkan uang dan setiap fungsi organisasi berada di bawah tekanan dalam memberikan kontribusi terhadap keberhasilan organisasi. Untuk itu, terdapat hubungan langsung dan tidak langsung antara pe­ latihan de­ngan strategi dan sasaran bisnis. Pelatihan dapat membantu pegawai dalam mengembangkan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk men­ jalankan organisasinya, yang secara langsung akan mempengaruhi bisnis yang sedang di­lakukannya. Selain itu, pelatihan juga memberikan berbagai peluang kepada pegawai untuk belajar dan berkembang sehingga menciptakan ling­ kungan pe­kerjaan yang positif, yang mendukung strategi bisnis dengan menarik pe­gawai berbakat, serta memotivasi dan mempertahankan pegawai yang ada pada saat ini. Sebenarnya, banyak organisasi lain yakin bahwa investasi pada pelatihan dapat mem­bantu mereka dalam mencapai keunggulan bersaing. Hal ini dise­bab­ kan karena pelatihan dapat:



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 167



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Meningkatkan pengetahuan para pegawai tentang para pesaing dan bu­daya asing yang sangat penting untuk keberhasilan organisasi baik di pasar re­ gional maupun pasar internasional. 2. Membantu memastikan bahwa para pegawai me­miliki keterampilan dasar untuk bekerja dengan teknologi yang baru. 3. Membantu para pegawai dalam memahami cara bekerja secara efektif di dalam tim sehingga memberikan kontribusi terhadap produk dan kualitas pelayanan. 4. Memastikan bahwa budaya organisasi yang menekankan pada ino­vasi, krea­ ti­vitas, dan pembelajaran. 5. Menjamin keamanan pekerjaan dengan menyediakan cara-cara yang baru bagi para pegawai untuk memberikan kontri­busi pada organisasi ketika pekerjaan dan kepentingannya berubah. 6. Mempersiapkan para pegawai untuk menerima dan bekerja lebih efektif satu sama lain, terutama dengan kaum minoritas dan wanita. Dalam bab ini, pembahasan akan ditekankan bagaimana upaya melalui praktik-praktik pelatihan yang dapat membantu organisasi dalam men­capai keunggulan bersaing, dan bagaimana cara para manajer memberikan kontri­ busi terhadap upaya pelatihan peningkatan hasil yang tinggi, serta men­cip­ta­ kan organisasi pembelajar.



B. HAKIKAT PELATIHAN Berikut ini akan dijabarkan mengenai pelatihan.



1. Pengertian Pelatihan Dalam pandangan manajemen modern sekarang ini, manusia tidak lagi hanya diposisikan sekedar sebagai sumber daya utama dalam organisasi, tetapi sudah lebih dari itu, yakni bahwa manusia itu sudah menjadi aset organisasi di masa depan atau yang lebih populer dikenal dengan konsep human capital.1 Apabila or­ga­nisasi memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, berkualitas, berko­mit­men, dan berintegritas yang baik dipastikan organisasi tersebut dapat berkembang dengan pesat. 1 Aliran Manajemen Sumber Daya Manusia terkini, memposisikan manusia sebagai aset yang utama. Artinya, manusia sudah menjadi aset karena mereka berkualitas dan pro­fesional, maka tujuan organisasi akan lebih mudah untuk dicapai. Untuk mencapai itu, di­butuhkan dana yang besar yang dapat menjadikan manusia sebagai aset, antara lain melalui pendidikan, pelatihan, dan peningkatan motivasi mereka. Pembahasan bahwa manusia itu adalah aset yang cukup komprehensif dapat membaca buku Sonny Sumarsono, Teori dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), khu­sus­nya bab tujuh.



168



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Investasi pada SDM berupa pengorbanan sejumlah dana yang dikeluar­ kan dan kesempatan memperoleh penghasilan selama proses investasi (Sonny Sumarsono, 2009). Pada dasarnya, pelatihan adalah suatu ak­tivitas untuk me­ ningkatkan kemampuan pegawai dengan mengalokasikan anggaran sebagai investasi. Hal yang searah dirumuskan bahwa pelatihan pada intinya adalah sebuah proses belajar. Oleh sebab itu, pelatihan didefinisikan se­bagai suatu pro­ ses mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan pegawai baru untuk me­la­ku­ kan pekerjaannya (Gary Dessler, 2004). Sesungguhnya, pe­latihan bukan hanya dikhususkan untuk pegawai yang baru saja, melainkan juga pe­gawai lama yang akan dipromosikan ke posisi tertentu. Untuk memperkaya pemahaman para pembaca tentang konsep pelatihan, berikut ini beberapa konsep pelatihan yang dikemukakan para ahli. 1. Menurut Rivai dan Sagala (2009), pelatihan adalah proses yang sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi, yang berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pe­ gawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Menurut Simamora (2001), pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang di­ rancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. 3. Menurut Sonny Sumarsono (2009), pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan SDM. Pendidikan dan latihan tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja sehingga meningkatkan produktivitas kerja. 4. Menurut De­partemen Pendidikan Nasional (2009), pelatihan adalah proses pembelajaran yang memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan yang sekarang sesuai dengan standar. Pentingnya pelatihan untuk me­ningkat­ kan kompetensi dan dipertahankannya SDM yang kompeten. Untuk melengkapi berbagai konsep di atas, dikemukakan tiga konsep yang dikemukakan pakar manajemen dalam skop internasional berikut ini. 1. Pelatihan dimaknai sebagai suatu proses yang sistematis untuk mengubah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi (Ivancevich, Lorenzi, Skinner, Crosby, 2008), 2. Louis E. Boone, David L. Kurzt (1992) berpendapat bahwa pelatihan adalah suatu proses yang sistematis untuk mengembangkan keterampilan individu,



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 169



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



kemam­puan, pengetahuan atau sikap untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 3. Pelatihan diartikan sebagai kegiatan yang dirancang untuk mempersiapkan pegawai yang mengikuti pela­tihan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk peker­jaan mereka saat ini (Mondy, Robert M. Noe, 2005). Pelatihan adalah salah satu bentuk edukasi dengan prinsip-prin­sip pem­ belajaran. Berbagai langkah yang perlu diterapkan dalam pela­tihan: 1. pihak yang diberikan pelatihan harus termotivasi untuk mengikuti pelatihan yang akan dilaksanakan, 2. pelatih harus belajar terlebih dahulu mengenai materi yang akan diberi­ kan­nya saat pelatihan, 3. proses pembelajaran harus dapat diterapkan dengan baik dengan pende­ katan yang rasional, 4. pelatihan harus menyediakan bahan-bahan yang dapat dipraktikkan sehingga memudahkan yang dilatih memahami materi tersebut, 5. berbagai bahan yang dipresentasikan harus memiliki arti yang kom­­prehensif dan dapat memenuhi kebutuhan yang dilatih, dan 6. materi yang diajarkan harus memiliki arti yang lengkap bagi peserta pe­latihan. Sementara itu, pengembangan manajemen adalah suatu proses bagaimana manajemen mendapatkan pengalaman, keahlian, dan sikap untuk menjadi atau meraih keberhasilan sebagai pemimpin dalam organisasi mereka.Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari organisasi untuk mengem­ bangkan ke­terampilan individu, kemampuan, pengetahuan atau sikap yang dapat merubah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sesungguhnya, pelatihan adalah tanggung jawab bersama antara pegawai dengan organisasi. Pegawai berkewajiban merancang dan mengikuti pelatihan untuk me­ ngembangkan kemampuannya sehingga terbuka lebar karier yang lebih baik baginya ke depan. Sebaliknya, organisasi juga sangat berke­pentingan menye­ lenggarakan pelatihan bagi pegawainya, agar mereka dapat bekerja dengan pro­ fesional, bersemangat, dan berdedikasi tinggi sehingga dapat mengoptima­lisasi kinerja pegawai. Kinerja pegawai yang tinggi, akan mening­katkan kinerja ke­ lompok atau bagian, sedangkan kinerja bagian yang baik tentu saja akan me­ ning­katkan kinerja organisasi. Oleh sebab itu, untuk efektifnya pelatihan maka manajemen puncak, manajer departemen SDM, supervisor serta pegawai itu sendiri haruslah duduk bersama dan menjalankan peran masing-masing (Simamora, 2001), sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 5.1. berikut. 170



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Manajemen Puncak (dukungan dan anggaran)



Pegawai (minat dan motivasi)



Tanggung jawab untuk pelatihan dan pengembangan



Departemen SDM atau Departemen pelatihan (dukungan staf dan pedoman)



Supervisor langsung (pedoman dan pelatihan)



Sumber: Lijan Poltak Sinambela, Kinerja Pegawai: Teori, Pengukuran dan Implikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 210.



Gambar 5.1 Pelatihan dan Pengembangan Merupakan Tanggung Jawab Bersama



Pelatihan berbeda dengan konsep pendidikan, meskipun sering dikemu­ kakan menjadi satu kesatuan menjadi “Pendidikan dan Pelatihan atau DIKLAT”. Sesungguhnya, kedua konsep tersebut terdapat perbedaan yang signi­f ikan, mes­ki­pun disadari bahwa secara umum ada persamaan, yakni sama-sama mengem­­ bangkan kualitas SDM (Soekidjo Noto­atmodjo, 2003). Misalnya, bahwa pendidikan dan pelatihan dimaknai sebagai upaya untuk mengembangkan SDM, terutama untuk pengem­bangan kemam­puan intelektual dan kepribadian manusia. Peng­ gunaan konsep pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi “Diklat” atau pendidikan dan pelatihan. Pendidikan di dalam suatu organisasi adalah proses transformasi penge­ tahuan dari seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, aspek yang dominan dalam pendidikan adalah pengembangan pengetahuan dan kemampuan kon­ septor, sedangkan pelatihan adalah suatu proses pengembangan keteram­pilan tertentu. Misalnya, pegawai mengoperasikan program tertentu dalam kom­puter. Akan tetapi, latihan sering dipersepsikan sebagai pelatihan, padahal kedua hal tersebut sangat berbeda. Latihan atau dalam Bahasa Inggris practice atau exercise, yang artinya merupakan bagian dari pendidikan yang fokus pada peningkatan keterampilan khusus seseorang untuk menguasai suatu pelajaran, misalnya latihan pemecahan soal Statistik. Untuk je­las­nya perbedaan di antara pendidikan dan pelatihan dapat dilihat dalam Tabel 5.1 berikut.



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 171



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tabel 5.1 Perbandingan antara Pendidikan dan Pelatihan No.



Aspek yang Dibandingkan



Pendidikan



Pelatihan



1.



Pengembangan kemampuan Menyeluruh



Khusus hal-hal tertentu



2.



Area dan penekanan kemampuan



Kognitif dan afektif



Psikomotor



3.



Jangka waktu pelaksanaan



Panjang (di atas 1 tahun)



Pendek (di bawah 1 tahun)



4.



Materi yang disampaikan



Lebih umum



Lebih khusus



5.



Penekanan penggunaan metode belajar mengajar



Konvensional dalam bentuk klasikal



Inkonvensional melibatkan “edu game”



6.



Penghargaan akhir proses



Gelar (Ijazah)



Sertifikat



Sumber: Diadopsi dari Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hlm. 29.



2. Pentingnya Pelatihan Belum semua organisasi atau para pimpinan memaknai pentingnya pelatihan dilaksanakan. Artinya, beberapa organisasi, terutama para manajer meman­ dang sosia­lisasi, latihan dan pengembangan, terlalu mahal dan terlalu panjang jang­kanya (Schuler, Susan E. Jackson, 1997). Selain argumentasi tersebut, tam­pak­ nya masalah besarnya biaya juga menjadi persoalan. Pada organisasi lain, latihan tahunan mem­butuhkan anggaran sampai jutaan. Mi­salnya, Motorola biaya pe­ latihan berjumlah 4% dari total gaji, dan 1% dari total penjualan tahunan. Meskipun sangat besar pembiayaan yang dikeluarkan, tetapi organisasi Motorola juga mem­publikasikan bahwa mereka telah memberikan sedikitnya 40 jam pe­latihan dalam 1 tahun, dan berharap menjadi 4 kali lipat dari jumlah tersebut pada tahun 2000 yang lalu. Imbalan yang diperoleh ma­najemen untuk pengorbanan ter­sebut sangat mengesankan ketika organisasi mengkalkulasi bahwa setiap $1 yang di­habiskan untuk pelatihan telah meng­hasilkan $30 keuntungan dalam tiga tahun berturut-turut. Angka yang cukup fantastik inilah yang menjadi pem­­ buktian teori bahwa manusia itu adalah in­vestasi. Paradigma pelatihan haruslah diletakkan pada posisi yang benar sehingga akan memberikan manfaat yang optimal. Batas sempit memisahkan pelatihan dari belajar teknik baru. Apabila keterampilan dan pengetahuan sudah menjadi ka­ratan (atau pertama-tama dipelajari dengan tidak mantap) akan meng­ha­ silkan suatu lingkaran setan (George Strauss, Leonard Sayles, dalam Sinambela, 2012). Selain itu, Efektivitas sistem pelatihan suatu organisasi membutuhkan dukungan dan kerja sama semua pegawai di dalam sistem. Dukungan mana­ jemen puncak sangat penting, tetapi dukungan mereka saja tidaklah cukup, 172



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



di­butuhkan juga dukungan dan komitmen dari pimpinan menengah dan pim­pinan tingkat bawah. Hal yang perlu juga diperhatikan adalah motif pe­ nyeleng­garaan pelatihan. Pegawai terkadang memperoleh pelatihan karena alasan yang lain selain kebutuhan, seperti di beberapa organisasi telah menjadi agenda tahunan. Sementara itu, suatu organisasi memberikan imbalan kepada pega­wai berprestasi berupa mengikuti pelatihan. Sebenarnya, dia tidak membu­tuhkan pelatihan tersebut, tetapi karena difasilitasi organisasi sayang untuk dilewatkan. Artinya, paradigma pelatihan haruslah diletakkan pada posisi yang benar se­hingga akan memberikan manfaat yang optimal. Untuk itu, perlu di­lakukan kajian yang mendalam dan holistik, serta melihat korelasi antara sosia­lisasi, pelatihan, dan pengembangan, seperti dalam Gam­bar 5.2. Analisis Kebutuhan untuk Menentukan Tujuan



Lingkungan Eksternal • Hukum • Pendidikan



Lingkungan Internal • • • • •



Teknologi Strategi bisnis Kepentingan etika Nilai-nilai perbedaan Dukungan mana­­jemen puncak



Kegiatan SDM Lainnya • Perencanaan SDM • Analisis jabatan • Perekrutan dan seleksi • Pengukuran kinerja • Kompensasi



• • • •



Orang Pekerjaan Organisasi Demografi



Kegiatan • Sosialisasi • Melatih • Mengembangkan



Pilihan Kunci • • • •



Siapa yang berperan serta? Siapa yang menyediakan? Bagaimana merancangnya? Di mana dilaksanakan?



Hasil • • • • • •



Sikap Pengetahuan Keterampilan Kinerja Perencanaan karier Kepuasan



Evaluasi dan Revisi Sumber: Lijan Poltak Sinambela, Kinerja Pegawai: Teori, Pengukuran dan Implikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 212.



Gambar 5.2 Hubungan dan Konsekuensi Sosialisasi, Pelatihan, dan Pengembangan



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 173



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



C. STRATEGI PELATIHAN Pada bagian ini akan dikupas tuntas terkait dengan strategi pelatihan.



Strategi Pelatihan: Pendekatan Sistematis Secara umum, pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh suatu organisasi untuk mempermudah pembelajaran para pegawai tentang kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja pegawai. Sasaran pelatihan bagi pegawai adalah menguasai pengetahuan, kete­ rampilan dan perilaku yang ditekankan pada program pelatihan, serta menerap­ kannya ke dalam aktivitas sehari-hari. Satu organisasi dengan organisasi lainnya sekalipun bergerak dalam bidang yang sama, tetapi kebutuhan pelatihannya pasti akan berbeda. Bahkan bila berada dalam satu industri yang sama pun, dua organisasi yang bergerak dengan strategi bisnis yang berbeda akan menggunakan sistem latihan yang sangat berbeda (Randal S. Schuler, Susan E. Jackson, 1999). Dewasa ini, telah diakui bahwa agar memperoleh keunggulan bersaing, pelatihan harus memberikan lebih dari sekedar pengembangan keterampilan dasar. Pelatihan bergerak dari fokus utama pada pangajaran berbagai keteram­ pilan pegawai tertentu pada fokus yang lebih luas, yaitu menciptakan dan berbagai pengetahuan. Artinya, untuk menggunakan pelatihan dalam mencapai keunggulan bersaing, organisasi harus memandang pelatihan secara luas sebagai cara menciptakan modal intelektual. Modal intelektual meliputi berbagai ke­ terampilan dasar, yaitu berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk men­ jalankan pekerjaan seseorang, keterampilan-keterampilan yang canggih, seperti cara menggunakan teknologi untuk berbagi informasi dengan para pegawai yang lain, pemahaman tentang pelanggan atau sistem manufaktur, dan krea­ tivitas untuk memotivasi diri. Banyak organisasi telah menggunakan susut pandang yang lebih luas yang dikenal dengan pelatihan peningkatan hasil yang tinggi. Pelatihan peningkatan hasil yang tinggi (high leverage training) dihubungkan dengan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan bisnis strategis dengan menggunakan proses perancangan pengajaran agar memastikan bahwa pelatihan tersebut efektif, serta mem­ban­ dingkan atau melakukan alih daya program-program pelatihan organi­sasi ter­ hadap program-program pelatihan di organisasi-organisasi lain. Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling dapat dilihat dan paling umum dari semua aktivitas kepegawaian. Para manajer menyokong pe­ lak­sanaan pelatihan karena melalui pelatihan para pegawai akan menjadi lebih terampil dan akan lebih produktif, sekalipun manfaat-manfaat tersebut harus 174



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



diperhitungkan dengan waktu yang tersisa ketika pegawai sedang dilatih. Para pegawai menyukai pelatihan karena pelatihan akan membebaskan me­reka dari pekerjaan mereka (jika mereka tidak suka akan pekerjaan mereka), atau dapat meningkatkan kecakapan yang dapat digunakan untuk menguasai kedudukan yang sedang atau akan mereka duduki (Faustino Cardoso Gomes, 2001). Praktik-praktik pelatihan peningkatan hasil yang tinggi juga dapat mem­ bantu menciptakan kondisi-kondisi pekerjaan yang mendorong pembelajaran secara terus-menerus. Pembelajaran secara terus-menerus mensyaratkan para pegawai untuk memahami seluruh sistem pekerjaan, termasuk hubungannya di antara pekerjaan, unit pekerjaan, dan organisasi. Para pegawai diharapkan memperoleh berbagai keterampilan dan pengetahuan yang baru, sehingga menerap­kan­nya ke dalam pekerjaan mereka, dan berbagi informasi tersebut dengan pegawai lainnya. Para manajer mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pela­tihan dan membantu mamastikan para pegawai menggunakan pelatihan dalam pekerjaannya. Dalam mempermudah proses berbagi pengetahuan, para manajer dapat menggunakan berbagai informasi yang menunjukan letak pe­ nge­tahuan di dalam organisasi. Misalnya, buku petunjuk untuk memerinci hal-hal yang dilakukan seseorang dan pengetahuan tertentu yang dimilikinya, serta menggunakan teknologi seperti teknologi kolaborasi online atau internet yang memungkinkan para pegawai pada berbagai unit bisnis untuk bekerja sama tentang masalah-masalah, serta berbagai informasi. Penekanan pada pelatihan peningkatan hasil yang tinggi telah disertai oleh gerakan untuk menghubungkan pelatihan dengan peningkatan kinerja atau strategi bisnis. Organisasi akan kehilangan uang pada pelatihan karena pelatihan dirancang kurang baik, pelatihan tidak berkaitan dengan masalah kinerja atau strategi bisnis, atau hasilnya tidak dievaluasi secara layak. Artinya, organisasi yang menginvestasikan uang ke dalam bentuk pelatihan hanya karena berbagai keyakinan bahwa pelatihan merupakan hal yang baik untuk dilakukan. Selain itu, adanya sudut pandang bahwa fungsi pelatihan masih ada untuk menyam­ paikan program-program kepada para pegawai tanpa alasan bisnis yang kuat untuk melakukannya akan ditinggalkan. Saat ini, pelatihan tidak dievaluasi ber­ dasarkan jumlah program yang ditawarkan dan aktivitas pelatihan di organisasi, tetapi cara pelatihan ditujukan pada kebutuhan-kebutuhan bisnis yang berkaitan dengan pembelajaran, perubahan perilaku dan peningkatan kinerja. Pelatihan digunakan untuk meningkatkan kinerja pegawai yang mengarah pada peningkatan hasil-hasil bisnis. Pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu dari beberapa kemungkinan pemecahan masalah dalam meningkatkan kinerja. Berbagai pemecahan masalah lainnya dapat meliputi tindakan-tindakan seperti mengubah pekerjaan atau meningkatkan motivasi pegawai melalui gaji dan Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 175



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



ber­bagai insentif. Saat ini, ada penekanan yang lebih besar pada pelatihan ter­ha­ dap hal-hal berikut. a. Pelatihan telah menyediakan berbagai peluang pendidikan bagi seluruh pegawai. Berbagai peluang pendidikan tersebut, dapat mencakup programprogram pelatihan, tetapi juga termasuk juga dukungan untuk mengambil kursus-kursus yang ditawarkan di luar organisasi, belajar sendiri, dan pem­ belajaran melalui perputaran pekerjaan. b. Pelatihan sebagai proses peningkatan kinerja berkelanjutan, yang diukur secara langsung daripada menyelenggarakan peristiwa-peristiwa pelatihan selama satu kali. c. Pelatihan sebagai kebutuhan yang mempertunjukkan kepada para eksekutif, manajer, dan orang-orang yang dilatih tentang berbagai manfaat dari pe­ latihan tersebut. d. Pelatihan sebagai pembelajaran, yang merupakan peristiwa seumur hidup di mana manajemen senior, para manajer pelatih, dan para pegawai me­ miliki hak milik tersebut. e. Pelatihan digunakan untuk membantu mencapai tujuan bisnis startegis yang membantu organisasi dalam mencapai keunggulan bersaing. Untuk itu, dalam Tabel 5.2 menunjukkan pelatihan strategis dan proses pengembangan dengan contoh-contoh inisiatif, strategis, dan aktivitas pelatihan. Pelatihan strategis dan proses pengembangan meliputi mengidentifikasi pe­ latihan strategis dan pe­ngem­bangan berbagai inisiatif yang akan membantu men­capai strategi bisnis. Tabel 5.2 Pelatihan Strategi dan Proses Pengembangan Strategi Bisnis • Misi • Nilai-nilai • Sasaransasaran



Pelatihan Strategi dan Pengembangan Inisiatif •. Membuat portofolio pembelajaran yang berbeda-beda. • Meningkatkan kepercayaan pelanggan. • Mempercepat kemajuan pembelajaran organisasi. • Menangkap dan berbagi pengetahuan



Indikator yang Pelatihan dan AktivitasMenunjukkan ukuran Aktivitas Pengembang Nilai Pelatihan • Menggunakan pelatihan berbasis situs. • Membuat perancangan pengembangan yang diwajibkan. • Mengembangkan situs berbagi pengetahuan. • Meningkatkan jumlah keterlibatan pelanggan.



• Pembelajaran • Peningkat kinerja • Mengurangi keluhan-keluhan pelanggan. • Mengurangi tingkat perputaran. • Kepuasan karyawan.



Sumber: Dimodifikasi dari Faustino Cardoso Gomes (2001).



176



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Para pegawai terlibat pada pelatihan tertentu dan aktivitas-aktivitas pe­ ngem­bangan yang mendukung berbagai inisiatif tersebut. Langkah terakhir dari prosesnya meliputi pengumpulan berbagai ukuran atau indikator. Berbagai indikator digunakan untuk menentukan apakah pelatihan dapat membantu da­ lam memberikan kontribusi terhadap sasaran-sasaran yang berkaitan dengan stra­ tegi bisnis? Menurut Rolf P. Lynton dan Udai Pareek (1992) terdapat enam arah untuk pemrograman pelatihan, yaitu (a) program yang berorientasi akademis, (b) program laboratorium, (c) program kegiatan, (d) program tindakan, (e) prog­ ram pengembangan orang, (f) program pengembangan organisasi. Keenam orientasi pelatihan tersebut dapat digambarkan seperti berikut: Isi



3. Kegiatan 4. Tindakan



1. Akademis Teori Konsep 2. Laboratorium



Praktik



5. Pengembangan orang 6. Pengembangan organisasi Proses



Sumber: Rolf P. Lynton dan Udai Pareek, dalam Sinambela, Kinerja Pegawai: Teori, Pengukuran dan Implikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 212.



Gambar 5.3 Orientasi Pelatihan



D. MANFAAT DAN KEBUTUHAN PELATIHAN Berikut ini penjabaran mengenai manfaat pelatihan.



1. Manfaat Pelatihan Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa pelatihan bukan saja tanggung jawab organisasi, melainkan juga tanggung jawab pegawai secara pribadi. Hal ini disebabkan bahwa baik organisasi maupun pegawai akan men­dapatkan manfaat dari pelatihan tersebut. Menurut Rivai dan Sagala (2011) manfaat pelatihan dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu (a) untuk pegawai dan untuk organisasi; (b) untuk organisasi; dan (c) untuk hubungan SDM dalam intra dan antargrup. Berikut ini rincian manfaat secara keseluruhan dapat dilihat dalam Tabel 5.3. berikut.



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 177



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tabel 5.3 Manfaat Pelatihan Bagi Pegawai, Organisasi, dan Hubungan Intra dan Antargrup Manfaat Pelatihan Bagi Pegawai



Organisasi



1. Membantu pegawai dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif, 2. Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan, 3. Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri, 4. Membantu pegawai mengatasi stres, tekanan, frustrasi, dan konflik, 5. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap; 6. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan; 7. Membantu organisasi mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan ketrampilan interaksi, 8. Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih, 9. Memberikan nasehat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan, 10. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan,



1. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit, 2. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level organisasi, 3. Memperbaiki moral SDM, 4. Membantu organisasi untuk mengetahui tujuan perusahaan, 5. Membantu menciptakan image organisasi yang lebih baik, 6. Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan, 7. Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan, 8. Membantu pengembangan organisasi, 9. Belajar dari peserta; 10. Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan organisasi; 11. Memberikan informasi tentang kebutuhan organisasi di masa depan; 12. Organisasi dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih efektif, 13. Membantu pengembangan promosi dari dalam, dan aspek lain yang biasanya diperlihatkan pekerja, 14. Membantu meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan kualitas kerja,



Hubungan Intra dan Antargrup 1. Meningkatkan komunikasi antargrup dan individual, 2. Membantu dalam orientasi bagi organisasi baru dan organisasi tranfer atau promosi, 3. Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi afirmatif, 4. Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan kebijakan internasional, 5. Meningkatkan keterampilan interpersonal, 6. Membuat kebijakan perusahaan, aturan dan regulasi, 7. Membangun kohesivitas dalam kelompok, 8. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan kordinasi, 9. Meningkatkan kualitas moral, 10. Membangun kohesivitas kelompok, 11. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan koordinasi, 12. Membuat organisasi menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup.



berlanjut



178



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



11. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan, 12. Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru.



15. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi, SDM, administrasi, 16. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan, 17. Meningkatkan hubungan antara buruh dan manajemen, 18. Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan konsultan internal, 19. Mendorong mengurangi perilaku merugikan, 20. Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan, 21. Membantu meningkatkan komunikasi organisasi, 22. Membantu organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan, 23. Membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stres dan tekanan kerja.



Sumber: Rivai dan Sagala (2011)



2. Kebutuhan Pelatihan Kebutuhan pelatihan akan berhasil jika proses mengisi kebutuhan mengisi kebutuhan pelatihan yang benar (Rivai, Sagala, 2011). Pada dasarnya, kebutuhan itu untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadang yang bervariasi, yang digolongkan menjadi tiga, yaitu kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang, kebutuhan memenuhi tuntutan jabatan lainnya, dan kebutuhan memenuhi tuntutan perubahan. Be­ rikut ini penjelasan dari ketiga poin di atas. a. Kebutuhan untuk Memenuhi Tuntutan Sekarang. Kebutuhan ini biasanya dapat dipenuhi dari prestasi pegawai yang tidak sesuai dengan standar hasil kerja, yang ditetapkan oleh organisasi pada jabatan dimaksud. Meskipun tidak selalu, penyimpangan ini dapat dipecahkan dengan pelatihan. b. Kebutuhan untuk Memenuhi Tuntutan Jabatan Lainnya. Pada tingkat hierarki mana pun dalam organisasi sering dilakukan mutasi jabatan. De­ ngan alasan­nya bermacam-macam, ada yang mengemukakan untuk mengatasi Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 179



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



kejenuhan, dan ada pula yang mengemukakan untuk membentuk orang generalis. Misalnya, seorang manajer keuangan, sebelum dipromosikan menjadi general manajer tentunya perlu melewati jabatan fungsional lainnya sehingga dia lebih mampu mengelola organisasi dengan lebih baik. c. Kebutuhan Hubungan SDM dalam Intra dan Antargrup. Berbagai per­ ubahan yang terjadi secara internal karena perubahan sistem, struktur organisasi, sedangkan secara eksternal karena perubahan teknologi, per­ ubahan orientasi tujuan organisasi yang sering memerlukan adanya tambahan pengetahuan baru. Walaupun pada saat ini tidak ada persoalan antara kemampuan orangnya dengan tuntutan jabatannya, tetapi dalam rangka menghadapi perubahan tersebut dapat diantisipasi dengan pelaksanaan pelatihan yang bersifat potensial.



E. MENDESAIN AKTIVITAS PELATIHAN YANG EFEK­TIF Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa kebutuhan pelatihan satu organi­ sasi dengan organisasi lainnya tidaklah sama sehingga untuk mengetahui pe­ latihan apakah yang dibutuhkan dalam suatu organisasi harus terlebih dahulu dilakukan analisis. Untuk itulah, penilaian kinerja menjadi penting, melalui penilaian kinerja akan dapat diketahui kelemahan yang membutuhkan tindak lanjut melalui pelatihan. Pelatihan menjadi sangat penting untuk memperbaiki kinerja yang tidak me­me­nuhi standar atau kriteria yang ditetapkan. Dalam bab sebelum­nya telah dijelaskan setelah dilakukan penilaian kinerja, langkah selanjutnya adalah pemberian umpan balik yang sangat penting khususnya untuk memper­baiki atau meningkatkan kinerja. Untuk kepentingan itu pulalah diperlukan pe­ nyu­luhan dan konseling pada pegawai terkait. Proses penilaian kebutuhan digambarkan secara rinci dalam Gambar 5.4. berikut. Berbagai aktivitas utama pelatihan yang berkontribusi terhadap daya saing adalah aktivitas tersebut yang didesain sesuai dengan proses pengembangan peng­ajaran. Proses pendesainan pelatihan mengacu pada pendekatan sistematis untuk pengembangan program-program pelatihan. Perancangan system peng­­ ajaran Instructional System Design (ISD) dan model Analysis, Design, Development, Im­ple­mentation, Evaluation (ADDIE) atau model Analisis, Perancangan, Pe­ ngem­­bangan, Pelaksanaan, dan Evaluasi merupakan dua jenis proses perancangan pelatihan tertentu yang perlu kita ketahui. Dalam Tabel 5.4 menyajikan enam langkah dari proses tersebut yang menekankan bahwa praktik-praktik pelatihan yang efektif melibatkan lebih dari sekadar memilih metode pelatihan yang pa­ ling ter­kenal atau paling bersemangat. 180



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tahap Penilaian



Tahap Latihan dan Pengembangan



Tahap Evaluasi



Menilai Kebutuhan Instruksi: • Organisasi • Pekerjaan • Orang • Demografi



Mengembangkan kinerja



Mencapai tujuan



Menyeleksi media latihan dan prinsip belajar



Menguji peserta latihan terlebih dahulu



Melakukan latihan Memantau latihan



Membentuk kondisi untuk pemeliharaan Mengevaluasi latihan



Mengevaluasi transfer



Sumber: Randal S. Schuler, Susan E. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad ke-21 (Jakarta : Erlangga, 1999), hlm. 331.



Gambar 5.4 Model Program Latihan



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 181



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tabel 5.4 Proses Pelatihan Langkah



Aktivitas



Sasaran yang Diinginkan



Pertama



Penilaian kebutuhan



• • •



Analisis organisasi Analisis individu Analisis tugas



Kedua



Memastikan kesiapan para pegawai untuk pelatihan



• •



Sikap-sikap dan motivasi Keterampilan-keterampilan dasar



Ketiga



Mengondisikan lingkungan pembelajaran



• Identifikasi tujuan pembelajaran dan hasil-hasil pelatihan • Materi yang penuh arti • Pratik • Umpan balik • Pengamatan terhadap orang lain • Mengatur dan mengoordinasikan program



Keempat



Memastikan pelaksanaan pelatihan



• Strategi manajemen diri • Dukungan dari rekan kerja dan manajer



Kelima



Memilih metode pelatihan



• • • • •



Strategi manajemen diri Dukungan dari rekan kerja dan manajer Metode presentasi Metode pengalaman praktis Metode kelompok



Keenam



Mengevaluasi program-program pelatihan







Identifikasi hasil-hasil pelatihan dan perancangan evaluasi Analisis biaya manfaat







Sumber: Dimodifikasi dari Randal S. Schuler, Susan E. Jackson (1999)



Langkah pertama adalah menilai kebutuhan untuk menentukan apakah pelatihan di perlukan. Langkah kedua, meliputi kepastian bahwa para pegawai memiliki motivasi dan keterampilan dasar untuk menguasai materi pelatihan. Langkah ketiga, untuk mengetahui apakah pembahasan pelatihan atau ling­ kungan pembelajaran telah memiliki faktor-faktor yang diperlukan supaya pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Langkah keempat adalah me­ mas­tikan orang-orang yang dilatih menerapkan materi pelatihan dalam pekerjaan. Hal ini memerluhkan dukungan dari para manajer dan rekan kerja untuk meng­ gunakan materi pelatihan di tempat kerja, serta menemukan pegawai telah me­­mahami cara mengambil tanggung jawab pribadi dalam meningkatkan keterampilan. Langkah kelima, meliputi pemilihan metode pelatihan yang tepat, sedangkan langkah keenam, adalah aktivitas mengevaluasi proses pelatihan, yaitu penentuan apakah pelatihan dapat mencapai hasil-hasil pembelajaran yang diinginkan atau tujuan-tujuan keuangan.



182



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Seperti yang akan kita lihat pada bab ini, berbagai metode pelatihan telah tersedia yang terbentang dari pelatihan di tempat kerja secara tradisional sampai dengan teknologi-teknologi baru seperti Internet. Oleh sebab itu, salah satu kunci utamanya adalah memilih metode pelatihan yang tepat. Hal yang sama dikemukakan oleh Gary Dessler, (2004) bahwa pelatihan mengacu pada me­ tode yang digunakan untuk memberikan pegawai baru atau pegawai lama, keterampilan yang mereka butuhkan dalam melakukan pekerjaan. Proses pe­ ran­cangan pelatihan harus sistematis, tetapi cukup luwes untuk menye­suaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan organisasi. Langkah-langkah yang berbeda mungkin dapat diselesaikan secara bersamaan. Perlu diketahui bahwa merancang pelatihan tidak secara sistematis akan mengurangi berbagai manfaat yang da­ pat diwujudkan. Contohnya, memilih metode pelatihan sebelum menetukan kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Selain itu, pelatihan bahkan mungkin tidak diperlukan dan dapat mengakibatkan pemborosan waktu dan uang! Para pegawai mungkin memiliki pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang mereka bu­ tuhkan, tetapi tidak termotivasi untuk menggunakannya.



F. PROSES PELATIHAN Berikut ini penjelasan dari Tabel 5.4.



1. Penilaian Kebutuhan Pelatihan Langkah pertama pada proses perancangan pengajaran adalah penilaian ke­ bu­tuhan (needs assessment) yang mengacu pada proses yang digunakan untuk menentukan apakah pelatihan diperlukan. Berdasarkan poin pada tabel di atas telah memperlihatkan bahwa berbagai penyebab dan akibat dari penilaian ke­ butuhan. Seperti yang kita lihat, banyak “tekanan” yang berbeda satu dengan yang lain menunjukkan bahwa pelatihan diperlukan. Tekanan tersebut meliputi masalah-masalah kinerja, teknologi yang baru, permintaan-permintaan pe­ langgan internal atau eksternal terhadap pelatihan, perancangan ulang pekerjaan, perundang-undangan yang baru, perubahan pilihan-pilihan pelanggan, produkproduk yang baru, atau kurangnya keterampilan-keterampilan dasar para pegawai, serta dukungan terhadap strategi bisnis organisasi, seperti pertumbuhan dan perluasan bisnis secara global. Untuk itu, penilaian kebutuhan biasanya meli­ puti analisis organisasi, analisis individu, dan analisis tugas. Di dalam praktiknya, analisis organisasi, analisis individu, dan analisis tugas biasanya tidak dilakukan dengan urutan tertentu. Namun, karena analisis or­ ganisasi berhubungan dengan mengidentifikasi apakah pelatihan sesuai de­ngan tujuan-tujuan strategi organisasi dan apakah organisasi ingin mencu­rahkan waktu Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 183



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dan uang untuk pelatihan, biasanya dilakukan terlebih dahulu. Analisis individu dan analisis tugas sering kali dilakukan pada saat yang ber­samaan karena ke­ sulitan untuk menentukan apakah ketidakcukupan kinerja merupakan masalah pelatihan tanpa memahami tugas-tugas dan ling­kungan pekerjaan.



a. Analisis Organisasi Para manajer harus memperhatikan tiga faktor sebelum memilih pelatihan sebagai pemecahan masalah dari titik tekanan apa pun, yakni arah strategis organisasi, sumber-sumber pelatihan yang tersedia, serta dukungan dari para ma­najer dan rekan kerja terhadap aktivitas-aktivitas pelatihan. Berbagai kajian menemukan bahwa dukungan dari rekan kerja dan manajer terhadap pelatihan sangat penting. Faktor utama dari keberhasilan adalah sikap positif di antara para rekan kerja dan manajer tentang keterlibatannya pada aktivitas-aktivitas pelatihan, kesediaan para manajer dan rekan kerja untuk memberi­tahukan kepada orang-orang yang dilatih tentang cara menggunakan penge­tahuan, keterampilan, atau perilaku secara lebih efektif yang dipelajari peserta pelatihan di tempat kerja, serta ketersediaan berbagai peluang yang dilatih untuk meng­ gunakan materi pelatihan dalam pekerjaannya. Apabila sikap dan perilaku baik rekan kerja maupun manajer tidak mendukung maka pegawai yang telah meng­ ikuti pelatihan tesebut, tidak mungkin dapat menerapkan materi pelatihan da­ lam pekerjaannya.



1) Strategi organisasi Pelatihan haruslah membantu organisasi untuk mengimplementasikan strategi bisnis yang ditetapkan. Dalam Tabel 5.2 telah diperlihatkan kemungkinan pe­ latihan strategi dan berbagai inisiatif pengembangan, serta dampaknya ter­ha­dap praktik-praktik pelatihan. Pelatihan strategi dan berbagai inisiatif pe­ngem­ bangan (strategic training and development initiatives) merupakan aktivitas yang berkaitan dengan pembelajaran yang harus diambil oleh organisasi agar mem­ bantu mencapai strategi bisnisnya. Ini­siatif tersebut memberikan gambaran kepada organisasi untuk me­mandu pelak­sanaan pelatihan. Selain itu, inisiatif itu juga menunjukan cara pelatihan akan membantu organisasi dalam menca­ pai sasaran dan nilai tambah. Rencana atau sasaran or­ganisasi dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan strategis yang berdampak besar terhadap apakah sumber daya antara lain: uang, waktu dari para pelatih, dan pengembangan program, harus ditunjukan untuk mem­per­kecil kegagalan pe­latihan. Selain itu, penting untuk dilaksanakannya pengidentifikasian strategi bisnis yang berlaku agar me­mastikan bahwa organisasi mengalokasikan anggaran yang cukup untuk 184



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pelatihan, para pegawai menerima pelatihan tentang materi yang berarti, dan para pegawai memperoleh sejumlah pelatihan yang tepat.



2) Sumber-sumber pelatihan Hal ini diperlukan untuk mengindentifikasi apakah organisasi memiliki ang­ garan, waktu, dan keahlian dalam pelatihan. Contohnya, organisasi tekstil ingin memasang peralatan yang berbasis komputer untuk pabrik­nya maka organisasi tersebut memiliki tiga kemungkinan strategis yang dapat dipilih, yaitu (1) Or­ga­ nisasi dapat menggunakan para konsultan internal un­tuk melatih seluruh pe­ gawai yang akan menggunakannya. (2) Organisasi dapat memutuskan bahwa biayanya lebih efektif jika para pegawai menggunakan kom­puter dengan meng­ gunakan tes dan sampel pekerjaan baru. Para pegawai yang gagal dalam tes atau memiliki kinerja di bawah standar-standar contoh pekerjaan dapat diserahkan pada pekerjaan yang lain. Dengan memilih strategi ini menunjukkan bahwa organisasi telah memutuskan untuk mencurahkan bebagai sumber daya ter­ hadap seleksi dan penempatan pegawai daripada pelatihan. (3) Apabila kurang waktu atau keahlian, organisasi dapat memu­tuskan untuk menyerahkan pelatihan kepada konsultan.



b. Analisis Individu Analisis individu membantu manager dalam mengidentifikasi apakah pelatihan sesuai dan para pegawai membutuhkan pelatihan. Pada situasi tertentu, seperti pengenalan teknologi baru atau jasa, seluruh pegawai mungkin membutuhkan pelatihan. Akan tetapi, ketika para manager, pelanggan, atau pegawai meng­ identifikasi masalah (biasanya sebagai akibat dari kekurangan kinerja), sering kali tidak jelas apakah pelatihan dapat memecahkan masalahnya. Titik tekanan utama dari pelatihan adalah kinerja yang rendah atau di bawah standar, yaitu kesenjangan antara kinerja organisasi saat ini dengan kinerja yang diharapkan. Kinerja yang rendah ditunjukkan pada keluhan dari pelang­gan, penilaian ki­ nerja yang rendah, atau kecelakaan di tempat kerja atau pe­rilaku yang mem­ bahayakan. Indikator potensial lainnya dari kebutuhan pelatihan adalah apabila perubahan pekerjaan mengakibatkan tingkat kinerja saat ini perlu di tingkatkan atau para pegawai harus menyelesaikan tugas-tugas yang baru. Faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dan pembelajaran meru­ pakan karakteristik individu, masukan, keluaran, akibat, dan umpan balik. Berbagai karakteristik individu mengacu pada pengetahuan, keteram­pilan, kemampuan, dan sikap para pegawai. Masukan, berhubungan dengan berbagai pengajaran yang memberitahukan para pegawai tentang apa, bagaimana, dan kapan harus Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 185



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



bekerja. Selain itu, masukan juga mengacu pada dukungan yang diberikan kepada pegawai agar membantu mereka dalam be­kerja. Keluaran, mengacu pada standarstandar kinerja organisasi. Akibat, merupakan berbagai insentif yang diterima para pegawai karena bekerja dengan baik. Umpan balik, merupakan informasi yang diterima para pegawai ketika mereka bekerja. Sementara itu, analisis individu dari sudut pandang manajer untuk me­ nen­tukan apakah pelatihan diperlukan sehingga manajer harus menganalisis dari sisi karakteristik: pelaku, masukan, keluaran, akibat, dan umpan balik. Ba­gaimana hal ini dilakukan? Anda harus mengajukan beberapa pertanyaan. Oleh sebab itu, untuk menentukan apakah pelatihan merupakan pemecahan masalah terhadap masalah kinerja, perlu dipastikan dengan menjawab berbagai pertanyaan berikut. 1) Apakah masalah kinerja itu penting dan memiliki potensi menjadi biaya bagi organisasi dalam bentuk sejumlah besar uang dari kehilangan pro­ duk­tivitas atau para pelanggan? 2) Apakah pegawai tidak mengetahui cara bekerja yang efektif sehingga mereka mungkin hanya mengikuti sedikit atau bahkan tidak satu pun pelatihan se­belumnya yang diikuti? 3) Apakah mungkin setalah mereka dilatih, tetapi mereka jarang atau tidak pernah menggunakan materi pelatihan (pengetahuan dan keterampilan) di tempat kerja? 4) Apakah berbagai harapan kinerja telah jelas disampaikan dalam bentuk masukan, dan tidak ada berbagai hambatan kinerja, seperti peralatan atau perlengkapan yang rusak? 5) Apakah diberikan dampak-dampak positif bagi kinerja yang baik, se­dang­ kan kinerja yang buruk tidak dihargai? Contohnya, apabila para pegawai tidak puas dengan kompensasi yang diterimanya, rekan kerja atau serikat organisasi yang mendorongnya untuk memperlambat kecepatan kerjanya? 6) Apakah para pegawai menerima umpan balik yang tepat waktu, berarti, akurat, membangun, serta khusus tentang kinerjanya? 7) Apakah pemecahan masalah lainnya seperti perancangan ulang pekerjaan atau memindahkan pegawai pada pekerjaan-pekerjaan lain yang terlalu mahal atau tidak realistis?



c. Analisis Tugas Analisis tugas adalah suatu kegiatan mengidentifikasi berbagai kondisi pelak­ sanaan tugas-tugas yang telah ditetapkan. Berbagai kondisi tersebut mencakup 186



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pengidentifikasian peralatan dan lingkungan dimana pegawai bekerja, kendala waktu, pertimbangan keamanan, atau standar kinerja. Hasil dari analisis tugas merupakan uraian dari berbagai aktivitas pekerjaan meliputi tugas-tugas yang dila­kukan para organisasi dan pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan yang dibutuhkan agar berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya. Pekerjaan me­ rupakan posisi tertentu yang memerlukan penyelesaian tugas-tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan posisi dimaksud. Tugas adalah pernyataan dari ak­ti­ vitas pekerjaan organisasi pada pakerjaan tertentu. Berikut empat langkah dalam analisis tugas. 1) Memilih pekerjaan yang akan dianalisis. 2) Mengembangkan daftar awal tugas-tugas yang akan dilakukan pada pe­ker­ jaan dengan mewawancarai dan mengamati para organisasi yang men­cakup dan para manajernya, serta berbicara dengan orang lain yang melakukan analisis tugas. 3) Menetapkan daftar awal tugas-tugas. Ini meliputi kelompok ahli subjek materi, yakni para manajer. Para manajer dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada pertemuan atau survei tertulis tentang tugas dan menyajikannya dalam bentuk kuesioner analisis tugas. Informasi tersebut digunakan untuk menentukan tugas-tugas yang difokuskan pada pro­gram pelatihan. Individu atau lembaga yang melakukan penilaian kebutuhan harus memutuskan peringkat di seluruh dimensi yang akan menentukan bahwa tugas harus dilibatkan pada pola pelatihan. Tugas-tugas yang penting sering kali dilakukan dan memiliki tingkat kesulitan yang sedang hingga tinggi harus diberikan pelatihan. Sebaliknya, tugas-tugas yang kurang penting dan jarang dilakukan tidak perlu diberikan pelatihan. 4) Mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan atau kemampuan yang diper­ ­­lukan oleh pegawai agar berhasil dalam setiap tugas. Informasi tersebut dapat dijaring dengan menggunakan wawancara dan kuesioner.



2. Memastikan Kesiapan Organisasi terhadap Pelatihan Langkah kedua dari proses perancangan pelatihan adalah mengevaluasi apa­kah para pegawai sudah siap untuk belajar. Kesiapan terhadap pelatihan mengacu pada: (1) apakah para pegawai memiliki karakteristik pribadi, khu­susnya ten­ tang kemampuan, sikap, keyakinan, dan motivasi yang diperlukan untuk mem­pelajari isi program dan menerapkannya di tempat kerja? (2) Apakah ling­kungan pe­ker­jaan akan mempermudah pembelajaran sehingga tidak meng­ ganggu kinerja? Motivasi untuk belajar merupakan keinginan dari setiap orang yang dilatih untuk mempelajari isi program pelatihan. Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 187



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



3. Mengondisikan Lingkungan Belajar Langkah ketiga dalam proses pelatihan adalah mengondisikan lingkungan be­ lajar itu sendiri. Pembelajar atau peserta pelatihan akan mengubah perilaku secara tetap. Bagi para pegawai, program pelatihan harus mencakup prinsipprinsip pembelajaran tertentu sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan dan berbagai keteram­pilan pada program pelatihan, serta menerapkan informasi tersebut pada pe­kerjaannya. Para psikolog pendidikan dan industri, serta ahli perencanaan pengajaran telah mengidentifikasi beberapa kondisi di mana para organisasi dapat belajar dengan baik. Artinya, setiap program pelatihan dimulai dengan pembahasan curah pendapat untuk mengidentifikasi permasalahan seperti pada Tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5 Kondisi Pembelajaran dan Rekomendasi Penerapan pada Pelatihan Berbagai Kondisi Pembelajaran



Rekomendasi dan Penerapannya pada Pelatihan



Harus mengetahui alasan mereka belajar



Para organisasi harus memahami maksud dan tujuan pelatihan agar membantunya memahami alasannya dibutuhkannya pelatihan dan hal-hal yang mereka harapkan untuk dikerjakan.



Materi pelatihan yang bermakna



Motivasi untuk belajar akan meningkat ketika pelatihan dikaitkan untuk membantu pembelajaran (seperti yang berkaitan dengan tugas pekerjaan, masalah, peningkatan keterampilan saat ini atau berhadapan dengan pekerjaan atau perubahaan pada organisasi) konteks pelatihan harus serupa dengan lingkungan pekerjaan.



Berbagai peluang praktik



Orang yang dilatih harus menunjukkan hal-hal yang telah di­pelajari (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) agar menjadi lebih nyaman menggunakannya, serta dapat memasukkannya ke dalam ingatan. Biarkan orang-orang yang dilatih memilih strategi praktiknya.



Umpan balik



Umpan balik membantu pembelajaran untuk mengubah perilaku, keterampilan atau menggunakan pengetahuan untuk memenuhi tujuan-tujuan. Misalnya Video, orang-orang lain yang dilatih, dan pelatihan merupakan sumber-sumber umpan balik yang bermanfaat.



Mengamati pengalaman dan berinteraksi dengan orang lain



Orang dewasa paling baik belajar dengan cara melakukan. Memperoleh berbagai sudut pandang yang baru dan wawasan tentang bekerja dengan orang lain, seperti belajar dengan mengamati berbagai tindakan model atau berbagi pengalaman dengan masyarakat satu sama lain dalam praktik. berlanjut



188



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Berbagai Kondisi Pembelajaran



Rekomendasi dan Penerapannya pada Pelatihan



Koordinasi dan administrasi program yang baik



Menghilangkan berbagai gangguan perhatian yang dapat meng­ hambat proses pembelajaran, seperti panggilan telpon seluler. Memastikan ruang dikelola secara tepat, nyaman, dan sesuai dengan metode pelatihan (misalnya kursi yang dapat bergerak untuk dapat latihan tim). Orang yang dilatih harus menerima berbagai pemberitaan tentang tujuan pelatihan, tempat, jam dan setiap materi diterima sebelum pelatihan dimulai seperti kasus atau bacaan.



Memasukkan materi pelatihan ke dalam ingatan



Mempermudah mengigat materi pelatihan setelah mengikuti pela­tihan. Mengajarkan kata-kata kunci atau memberikan gam­­baran visual. Membatasi pengajaran unit-unit yang dapat dikelola yang tidak melebihi batasan ingatan, meninjau ulang, dan mempraktikkannya selama beberapa hari selama proses belajar.



4. Berbagai Keterampilan Manajemen Diri Program-program pelatihan harus mempersiapkan pegawai untuk mengelola dirinya dalam menggunakan berbagai keterampilan dan perilaku yang baru pada pekerjaan. Secara khusus, pada program pelatihan, pegawai yang dilatih harus menetapkan sasaran-sasaran untuk menggunakan berbagai keterampilan atau perilaku pada pekerjaannya, mengidentifikasi berbagai kondisi dimana mereka mungkin gagal menggunakannya, mengidentifikasi berbagai dampak positif dan negatif dari penggunaannya, serta dapat memantau hasilnya. Pegawai yang dilatih harus memahami bahwa wajar mengalami kesulitan ketika mencoba menggunakan berbagai keterampilan di tempat kerjanya, kem­ bali keperilaku lama dan pola-pola keterampilan tersebut tidak menun­juk­kan bahwa pegawai yang dilatih harus menyerah. Pada akhirnya, karena rekan kerja dan penyelia tempat kerja mungkin tidak dapat menghargai orang-orang yang dilatih menggunakan perilaku baru atau memberikan umpan balik secara otomatis, orang-orang yang dilatih harus menciptakan sistem imbal jasanya sen­ diri dan meminta umpan balik kepada rekan kerja dan manajer.



5. Metode Pelatihan Langkah kelima dalam proses pelatihan adalah berbagai metode pelatihan yang membantu para pegawai dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang baru. Metode pelatihan adalah cara atau model transfer keterampilan yang dilakukan dalam pelatihan. Untuk itu, metode yang baik haruslah memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Memotivasi para peserta pelatihan untuk belajar keterampilan yang baru. b. Memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang ingin untuk dipelajari. Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 189



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



c. Harus konsisten dengan isi (misalnya menggunakan pendekatan interaktif untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan interpersonal). d. Memungkinkan partisipasi aktif dari peserta. e. Memberikan kesempatan berpraktik dan perluasan keterampilan. f. Memberikan umpan balik mengenai hasil yang diperoleh selama pelatihan. g. Mendorong adanya pemindahan yang positif dari pelatihan ke tempat pekerjaan. h. Harus efektif dari segi biaya. (Faustino Cardoso Gomes, 2001). Berikut ini metode yang biasa dipergunakan dalam pelatihan, On The Job Training (OJT), Latihan Instruksi Kerja, Pengajaran di Ruang Kelas, Metode Simulasi, Pemodelan Perilaku, Metode Vestibule, Metode Belajar Campuran, Sistem Manajemen Pembelajaran, dan Metode Membangun Kelompok.



a. On The Job Training (OJT) Hampir 90% dari pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui metode on the job training (Mangkunegara, 2001). Prosedur metode ini adalah informal, observasi sederhana, mudah dan praktis, di mana pegawai mempelajari tugasnya dengan mengamati perilaku pekerja lain pada saat bekerja, meskipun proses ini berjalan di bawah pengawasan langsung (Randall S. Schuler, Susan E. Jackson, 1997). Berbagai aspek lain dari OJT adalah lebih formal dalam format. Pengawas memberikan contoh bagaimana cara mengerjakan pekerjaan dan pegawai baru memperhatikannya. Seorang pelatih pegawai yang berpengalaman diharapkan untuk menyediakan model peran yang baik dan menyediakan waktu dari tang­ gung jawab kerja yang biasa untuk memberikan arahan dan bimbingan yang terkait dengan pekerjaan. Metode OJT sangat tepat digunakan untuk mengajarkan pengetahuan, ke­terampilan yang dapat dipelajari dalam waktu tertentu, sedangkan manfaat dari metode pelatihan ini adalah peserta belajar dengan perlengkapan yang nyata dan dalam lingkungan pekerjaan, serta sarana yang jelas. Keunggulan dari metode OJT adalah transfer pengetahuan atau keterampilan itu bisa dengan cepat dan tempo tinggi, mengingat peserta latihan berada di tempat yang se­ sungguhnya bekerja, sehinga mereka dapat secara langsung menerapkan kete­ ram­pilan yang diperoleh (Sinambela, 2012).



b. Latihan Instruksi Kerja atau Job Instruction Training (JIT) Meskipun banyak keuntungan dan keunggulan metode OJT, tetapi juga me­ miliki kelemahan, antara lain bahwa penyelenggaraannya harus pada waktu 190



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang bersamaan, dan peserta tidak bisa banyak. Oleh karena itu, para ahli me­ ngembangkan metode yang dapat mereduksi kelemahan metode OJT ini dengan metode latihan instruksi kerja atau Job Instruction Training (JIT). Metode ini dirancang untuk memberikan bimbingan, latihan keteram­pilan on the job ke­ pada berbagai lapisan pegawai. Artinya, JIT adalah suatu teknik bukan program, yang dapat disesuaikan dengan usaha latihan bagi semua pegawai dalam program off the job maupun on the job. Berikut ini empat langkah untuk melaksanakan pelatihan dengan metode JIT (Randall S. Schuler, Susan E. Jackson, 1997). 1) Seleksi dan persiapan yang teliti dari pelatih dan peserta latihan untuk pengalaman besar yang akan diikuti. 2) Penjelasan penuh dan demonstrasi oleh peserta latihan dari pekerjaan yang akan dilakukan. 3) Kinerja on the job percobaan oleh peserta latihan. 4) Sesi umpan balik dan mendalam untuk membahas kinerja peserta latihan dan persya­ratan kerja.



c. Pengajaran di Ruang Kelas Pengajaran di ruang kelas biasanya melibatkan pelatih yang memberikan cera­ mah kepada kelompok di ruang kelas walaupun dapat juga dilakukan di area pekerjaan (Mangkunegara, 2001). Pengajaran di ruang kelas tetap merupakan metode pelatihan yang populer meskipun terdapat berbagai teknologi baru seperti video interaktif dan pengajaran yang dibantu oleh komputer. Pengajaran di ruang kelas tradisional merupakan cara paling mahal yang sangat memakan waktu untuk menyajikan informasi-informasi tentang topik tertentu bagi banyak orang yang dilatih (Sinambela, 2012). Keuntungan pembelajaran jarak jauh adalah organisasi dapat menghemat biaya perjalanan, hal ini juga memung­kin­ kan para organisasi di lokasi yang terpisah secara geografis untuk menerima pelatihan dari para ahli yang tidak bisa mengunjungi setiap lokasi. Pelatihan di ruang kelas nyata digunakan untuk kursus-kursus tentang corak peranti lunak, khusus peragaan dan pemecahan masalah menggunakan corak berbagai aplikasi. Akan tetapi, pembelajaran online juga memiliki kelemahan. FileNet Cor­ poration khawatir tentang cara tenaga penjualan akan mengikuti peranti lunak yang baru dan pemburuan peranti lunak. FileNet mencoba pembelajaran online dengan langkahnya sendiri, tetapi menemukan bahwa tenaga penjualan tidak suka membaca banyak materi tentang produk produk baru pada situs. Pen­ daftaran pada kursus kursus online menurun, serta tenaga penjual membanjiri departemen pelatihan organisasi dengan berbagai permintaan bantuan satu persatu. Oleh sebab itu, dalam menyelesaikan masalah pelatihan, organisasi Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 191



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



memutuskan untuk menggunakan webcasting. Webcasting meliputi berbagai pengajaran di ruang kelas yang disediakan secara online melalui siaran langsung. Webcasting membantu menyiarkan pelatihan tenaga penjualan di sepanjang tahun dari pada memadatkannya melalui berbagai pertemuan penjualan selama dua kali dalam setahun. Webcasting membantu memastikan bahwa seluruh tenaga penjual menerima informasi yang sama. Tenaga penjual me­nyukai webcasting karena informasinya tepat waktu sehingga membantu mereka untuk melaku­kan percakapan dengan para pelanggan. Berbagai pembahasan secara langsung juga populer karena para peserta dapat mengajukan per­tanyaanpertanyaan. Webcasting tidak dapat menggantikan pelatihan tatap muka pada FileNet (Si­nambela, 2012). Sementara itu, kerugian utama dari pembelajaran jarak jauh adalah ku­ rangnya potensi interaksi dengan khalayaknya. Tingkat interaksi yang tinggi antara orang-orang yang dilatih merupakan ciri pembelajaran yang positif, tetapi yang hilang dari program-program pembelajaran jarak jauh yang hanya menggunakan teknologi untuk menyiarkan kuliah kepada para organisasi yang terpisah secara geografis. Seluruhnya yang dilakukan pada kasus ini merupakan kuliah tradi­ sional (dengan berbagai keterbatasan pembelajaran dan peralihan pelatihan) untuk teknologi pelatihan yang baru. Itu sebabnya membangun hu­bungan ko­ munikasi antara para organisasi dengan pelatih itu penting. Para instruktur di tempat atau fasilitator juga harus bersedia menjawab berbagai pertanyaan dan pembahasan tanya jawab yang sekadarnya (Sinambela, 2012).



d. Metode Simulasi Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga para peserta pelatihan dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Dengan demikian, apabila peserta pelatihan kembali ke tempat pekerjaan semula akan mampu melakukan pekerjaan yang disimu­ lasikan tersebut (Notoatmodjo, 2003). Metode-metode simulasi ini mencakup: 1) Simulator alat-alat, misalnya simulasi alat-alat suntik bagi pendidikan kedokteran atau perawat, simulai sumur pompa tangan bagi pendidikan sanitasi dan sebagainya. 2) Studi kasus, di mana peserta pelatihan diberikan suatu kasus, kemudian dipelajari dan didiskusikan oleh peserta pelatihan. Metode ini sangat cocok untuk para peserta, manajer atau administrator, yang akan mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah-masalah. 3) Permainan peran. Dalam metode ini peserta diminta untuk memainkan peran, bagian-bagian dari berbagai karakter dalam kasus. Para peserta diminta 192



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



untuk membayangkan diri sendiri tentang tindakan tertentu yang diciptakan bagi peserta oleh pelatih. Peserta harus mengambil alih peranan dan sikap-sikap dari orang-orang yang ditokohkan. Misalnya, sikap dan peranan Lurah dalam rapat dengan masyarakat di Kelurahannya. 4) Teknik di dalam keranjang. Metode ini dilakukan dengan memberi ber­ macam-macam persoalan kepada peserta latihan. Dengan kata lain, peserta latihan diberi suatu keranjang yang penuh dengan bermacam-macam per­ masalahan yang harus diselesaikan.



e. Pemodelan Perilaku Penelitian menunjukkan bahwa pemodelan perilaku merupakan salah satu tek­ nik yang paling efektif untuk mengajarkan berbagai keterampilan antarpribadi (Sinambela, 2012). Setiap pembahasan pelatihan biasanya berlangsung selama empat jam dan berfokus pada satu keterampilan antarpribadi, seperti melatih atau mengomunikasikan ide-ide. Setiap pembahasan menyajikan dasar dibalik berbagai perilaku utama, rekaman video, dan model pertunjukan berbagai pe­ rilaku utama, peluang-peluang praktik dengan menggunakan permainan peran, model evaluasi kinerja pada rekaman video, dan pembahasan peran­cangan yang ditunjukan untuk memahami cara berbagai perilaku utama dapat digunakan pada pekerjaan. Pada pembahasan praktik, orang-orang yang dilatih memperoleh umpan balik tentang seberapa dekat perilaku sesuai dengan ber­bagai perilaku utama yang ditunjukan oleh model. Permainan dan model kerja berdasarkan berbagai peristiwa nyata pada pengaturan pekerjaan tentang ke­butuhan dari orang-orang yang dilatih untuk menunjukkan keberhasilan.



f. Metode Vestibule atau Balai Suatu vestibule adalah suatu ruangan isolasi atau terpisah yang digambarkan untuk tempat pelatihan bagi pegawai baru yang akan menduduki suatu peker­ jaan. Metode vestibule merupakan metode pelatihan yang cocok bagi peserta yang dilatih dengan macam pekerjaan yang sama dan dalam waktu yang sama (Mangkunegara, 2001). Pelaksanaan metode ini biasanya dalam beberapa hari sampai dengan beberapa bulan tergantung pada materi yang disampaikan dan akan diawasi oleh instruktur.



g. Metode Belajar Campuran Karena ada keterbatasan pembelajaran online terkait teknologi, pilihan orangorang yang dilatih melakukan hubungan tatap muka dengan para instruktur dan pembelajaran lain, dan ketidakmampuan para organisasi menemukan Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 193



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



waktu yang tidak terjadwal selama hari kerja untuk menyediakan pembelajaran dari desktop, banyak organisasi pindah ke pendekatan pembelajaran cangkokan atau campuran (Sinambela, 2012). Metode belajar campuran menggabungkan pembelajaran online, pengajaran tatap muka, serta metode lain untuk menye­ bar materi pembelajaran. Kotak “Bersaing melalui Teknologi” menunjukkan cara metode belajar campuran yang menguntungkan bagi beberapa organisasi.



h. Sistem Manajemen Pembelajaran Sistem manajemen pembelajaran (Learning Management System-LMS) mengacu pada pentas teknologi yang digunakan untuk mengotomatisasi admi­nis­trasi, pengembangan dan penyampaian seluruh program pelatihan organisasi (Sinambela, 2012). LMS dapat memberikan kemampuan untuk mengelola, mengirim, dan melacak aktivitas-aktivitas pembelajaran kepada para organisasi, manajer, dan pelatih. LMS menjadi lebih populer karena beberapa alasan. LMS dapat mem­ bantu berbagai organisasi untuk mengurangi biaya lainnya yang berkaitan dengan pelatihan, mengurangi waktu penyelesaian program, meningkatkan keterjangkauan para organisasi untuk pelatihan di seluruh orga­­­nisasi, serta memberikan ke­ mampuan administrasi untuk melacak penyelesaian program, dan pendaftaran kursus. Selain itu, LMS juga memungkinkan berbagai organisasi untuk melacak aktivitas pembelajaran pada organisasi.



i. Metode Membangun Kelompok Metode membangun kelompok atau tim (group or team building methods) me­ rupakan metode-metode pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan efek­ tivitas atau kelompok (Sinambela, 2012). Pelatihan diarahkan pada pe­ning­katan berbagai keterampilan orang-orang yang dilatih dengan beberapa gagasan dan pengalaman, membangun identitas kelompok, memahami dinamika hubungan antarpribadi, serta mengenal kekuatan dan kelemahan baik dirinya sendiri maupun rekan kerjanya. Teknik-teknik kelompok berfokus pada membangun tim kerja yang efektif dalam meningkatkan berbagai keterampilan. Sejumlah teknik pelatihan telah tersedia untuk meningkatkan kinerja kelompok kerja atau tim, membentuk tim baru, atau meningkatkan interaksi antara tim yang berbeda. Misalnya, teknik tersebut meliputi kepercayaan yang menurun, (di mana setiap orang yang dilatih berdiri di atas meja dan jatuh ke belakang pada lengan sesama anggoata kelompok), permainan simulasi perang perangan, teknisi NASCAR, memasak, rintangan tongkat, bahkan drum! Seluruh fungsi tim membahas, serta mengembangkan rencana untuk menerapkan hal-hal yang telah dipelajari pada pelatihan dengan kinerja tim di lingkungan kerja. Metodemetode membangun kelompok terbagi pada tiga ketagori, yaitu pembelajaran 194



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



petualangan, pelatihan tim, dan pembelajaran tindakan. Metode membangun kelompok sering sekali meliputi pembelajaran melalaui pengalaman. Program pelatihan pembelajaran melalui pengalaman meliputi perolehan pengetahuan tentang konsep dan teori, mengambil bagian pada simulasi perilaku, meng­ ana­­lisis ak­tivitas, serta menghubungkan teori dan aktivitas dengan situasi di tempat kerja atau kehidupan nyata (Sinambela, 2012). Kalau begitu, supaya program-program pelatihan melalui pengalaman dapat berhasil, ada beberapa pedoman yang harus diikuti dengan masalah bisnis tertentu. Pegawai yang dilatih harus bergerak keluar zona kenyamanan pribadi, tetapi dalam batasan tertentu sehingga tidak mengurangi motivasi pe­ gawai yang dilatih atau kemampuan untuk memahami tujuan dari program. Beberapa metode pembelajaran yang harus digunakan meliputi audio, visual, dan kinestetik. Ketika mempersiapkan program pelatihan melalui pengalaman, para pelatih harus meminta masukan kepada orang-orang yang dilatih tentang berbagai sasaraan program. Selain itu, berbagai harapan yang jelas tentang tujuan, hasil-hasil yang diharapkan, dan peran-peran orang yang dilatih pada program tersebut adalah penting.



J. Pelatihan Tim Pelatihan tim menyelaraskan kinerja para individu yang bekerja sama untuk mencapai sasaran bersama. Pelatihan semacam ini merupakan masalah pen­ ting ketika informasi harus dibagi dan para individu memengaruhi seluruh kinerja kelompok. Misalnya, pada sektor militer dan swasta (yang memikirkan pembangkit tenaga listrik dan penerbangan komersial), banyak pekerjaan uang dilakukan oleh para pekerja, kelompok atau tim. Keberhasilan bergantung pada penyelarasan berbagai aktivitas in­dividu untuk mengambil keputusan (Sinambela, 2012). Berbagai strategi pelatihan tim meliputi pelatihan silang dan pelatihan ko­ ordinasi. 1) Pelatihan silang (cross training), para anggota memahami dan memprak­ tikan berbagai keterampilan lainnya sehingga para anggota siap bertindak dan mengambil posisi anggota yang lainnya. 2) Pelatihan koordinasi (coordination training) melatih tim tentang cara ber­ bagi informasi dan berbagai keputusan untuk meningkatkan kinerja tim. Misalnya, pelatihan koordinasi terutama penting pada penerbangan ko­ mersial dan tim bedah, yang memantau berbagai aspek peralatan dan lingkungan yang berbeda-beda, tetapi harus berbagi agar dapat mengambil keputusan paling efektif tentang perawatan pasien dan kinerja pesawat. Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 195



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



3) Pelatihan pemimpin tim (team leader training) mengacu pada pelatihan bagi manajer tim atau penyedia program. Hal ini mungkin melibatkan pe­ latihan bagi manajer tentang cara mengatasi konflik dalam tim atau mem­ bantu berbagai aktivitas penyelarasan tim atau keterampilan lainnya.



6. Evaluasi Program Pelatihan Langkah keenam dalam proses pelatihan adalah evaluasi program pelatihan. Orang-orang yang dilatih dalam memahami hanya memfokuskan pada upayaupaya pelatihan dan pe­ngem­bangan mereka pada seleksi program (Simamora, 2001). Mereka meng­abaikan analisis situasional, penilaian kebutuhan, dan evaluasi langkah-langkah proses pelatihan. Padahal, dengan menelaah hasil-hasil program akan membantu mengevaluasi efektivitasnya. Hasil-hasil ter­sebut perlu dikaitkan dengan ber­bagai tujuan program yang membantu orang-orang yang dilatih dalam memahami tujuan program. Hasil-hasil penelitian (training outcomes) dapat dikategorikan sebagai berbagai hasil pengetahuan, hasil berbasis ke­te­ rampilan, hasil yang me­nyangkut perasaan, akibat, dan tingkat pengembalian investasi (Sinambela, 2012). Manakah ukuran hasil pelatihan yang terbaik? Jawabannya bergantung pada pelatihan. Contohnya, apabila tujuan pelatihan diidentifikasi sebagai hasil-hasil yang terkait dengan bisnis, seperti tingkatan layanan pelanggan atau kualitas produk maka hasil tersebut harus disertakan pada evaluasi. Ber­ bagai hasil tanggapan dan pengetahuan penulis dikumpulkan sebelum pelatihan meninggalkan lokasi. Akibatnya, ukuran tersebut tidak dapat membantu me­ nen­tukan sejauh apa pegawai yang dilatih yang menggunakan materi pelatihan pada berbagai pekerjaan, yaitu sejauh apa pelatihan telah mengubah perilaku, keterampilan, atau sikap, atau langsung mempengaruhi ukuran-ukuran ob­ jek­tif yang berkaitan dengan efektivitas organisasi.



G. TEORI BELAJAR Kehidupan setiap organisasi tidak terlepas dari pengaruh lingkungan eksternal karena organisasi sebagai suatu sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan­ nya. Semua organisasi belajar, namun beberapa organisasi tidak dapat belajar cukup cepat untuk bertahan. Organisasi yang tidak responsif dan adaptif ter­ hadap perkembangan lingkungan yang kompleks dan penuh ketidakpastian sudah tentu tidak menguntungkan organisasi dalam menghadapi dunia per­ saingan yang semakin ketat. Espejo et al. dalam Sinambela (2012), menyatakan “the competitive landscape is changing, and new models of competitiveness are needed to deal with challenges a head“. Pernyataan tersebut menunjukkan 196



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



bahwa organisasi dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan kemam­ puannya sehingga mampu memberikan produk dan jasa yang berkualitas ke­ pada pelanggannya, mengingat tingkat persaingan semakin meningkat. Kemampuan organisasi untuk tetap memperbaharui pengetahuannya melalui proses pembelajaran terasa lebih penting sekarang ini. Lagi pula, organisasi diharapkan untuk lebih fleksibel jika ingin bersaing baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Kefleksibelan membutuhkan komitmen jangka panjang dalam membangun dan mengembangkan sumber daya strategis. Dalam lingkungan yang serba dinamis, organisasi harus berorientasi pada konsep pembelajaran organisasi (learning organization). Demikian pula halnya dengan perguruan tinggi. lingkungan persaingan baru telah terbentuk sebagai hasil dari perubahan demografi, teknologi, bentuk perguruan tinggi, dan ekonomi global yang serba kompleks (Blustain et al., 1999). Dengan terbentuknya ling­ kungan persaingan baru tersebut, berbagai tantangan baru juga muncul bagi perguruan tinggi antara lain pertanggungjawaban kepada masyarakat yang semakin besar, harapan yang lebih besar dalam meningkatkan akses kerja sama, perhatian yang lebih pada upaya peningkatan kualitas, serta masalah biaya pen­ didikan. Selain itu, perguruan tinggi terus dihadapkan pada tuntutan untuk me­ lakukan perubahan. Dalam hal ini, perubahan berkaitan dengan efektivitas proses belajar meng­ ajar. Untuk menghadapi situasi tersebut, perguruan tinggi diharapkan mengadopsi proses-proses khusus supaya mendorong perbaikan proses belajar mengajar. Untuk itu, perguruan tinggi baik secara eksplisit maupun secara implisit harus membangun kesadaran akan pentingnya pembelajaran, serta ide pembelajaran sebagai dasar dalam mendorong pengembangan perguruan tinggi tersebut.



H. KONSEP ORGANISASI PEMBELAJARAN Banyak penjelasan dan definisi pembelajaran organisasi yang dikenal dalam literatur bisnis dan manajemen. Namun, tidak ada definisi universal dari pem­ belajaran organisasi. Beberapa definisi mengacu kepada kegiatan yang berorientasi pada tindakan (action-oriented) dan fokus pada implementasi, yang merupakan sebuah pendekatan konkret dan menentukan (Dill, 1999; Tsang, 1997). Semen­ tara itu, Garvin (2000) mendefinisikan bahwa pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, meng­interpretasikan, mentrasfer dan membagi pengetahuan, yang bertujuan me­modivikasi perila­ kunya untuk menggambarkan pengetahuan dan wawasan baru. Sebaliknya, menurut Taylor, pembelajaran organisasi merupakan kesempatan yang diberikan kepada pegawai sehingga organisasi menjadi lebih efisien (Luthans, 1995). Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 197



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Menurut Simamora (2001), belajar adalah perubahan yang relatif per­ manen dalam pengetahuan, keahlian, keyakinan, sikap atau perilaku yang diha­ silkan oleh pengalaman. Pembelajaran organisasi didasarkan pada prinsipprinsip dasar pembelajaran, yakni menerima dan mengumpulkan informasi, menginterpretasikannya, dan bertindak berdasarkan interpretasi dari informasi tersebut (Garvin, 2000). Pembelajaran organisasi menyediakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar yang memungkinkan organisasi belajar (Cleveland dan Plastrik, 1995). Pembelajaran organisasi juga dapat digambarkan sebagai seperangkat perilaku organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus melakukan perbaikan. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Senge (1994), bahwa pembelajaran organisasi memiliki orientasi yang kuat pada SDM, dengan menyatakan: “People continually expand their capacity to create the results they desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning how to learn together. Istilah “learning organization” dan “organizational learning” sangat erat kaitannya dan terkadang penggunaannya sering kali saling dipertukarkan, walaupun terdapat perbedaan di antara keduanya. Konsep organizational learning mulai dikenal luas di tahun 1970-an, yang diperkenalkan oleh Argyris dan Schon (Fulmer et al., 1998). Organizational learning merupakan jenis aktivitas dalam organisasi di mana sebuah organisasi belajar, sedangkan learning organisation adalah bentuk organisasi (Ortenblad, 2001). Intinya, menurut Tsang (1997), sebuah organisasi menjadi organisasi pembelajaran (learning organization) melalui implementasi dari pembelajaran organisasi (organizational learning). Akan tetapi, perbedaan antara organizational learning dengan learning organization akan sulit dilakukan. Perilaku dari sebuah organisasi pembelajaran adalah mengumpulkan, menginterpretasikan dan mengaplikasikan data untuk meningkatkan kinerja organisasi. Pembelajaran organisasi menolak stabilitas dengan cara terus-menerus melakukan evaluasi diri dan eksperimentasi. Baldwin et al. (1997) menyatakan bahwa anggota organisasi dari semua tingkatan, tidak hanya manajemen puncak, terus melakukan pengamatan lingkungan dalam upaya memperoleh informasi penting, perubahan strategi dan program yang diperlukan untuk memperoleh keuntungan dari perubahan lingkungan, serta bekerja dengan metode, prosedur, dan teknik evaluasi yang terus-menerus diperbaiki. Organisasi yang bersedia untuk melakukan eksperimen dan mampu belajar dari pengalaman-pengalaman­ nya akan lebih sukses dibandingkan dengan organisasi yang tidak melakukannya (Wheelen dan Unger, 2002). 198



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



I. PROSES PEMBELAJARAN ORGANISASI Sebuah organisasi belajar melalui beberapa cara. Dixon, 1994 dalam Pearn et al. (1995) menyatakan bahwa pembelajaran organisasi menekankan penggunaan proses pembelajaran pada tingkat individu, kelompok dan sistem untuk men­ trans­for­masikan organisasi ke dalam berbagai cara yang dapat meningkatkan kepuasan para stakeholder. Sementara itu, Kim (1993) menekankan pentingnya hubungan antara pembelajaran individu dengan pembelajaran organisasi dengan menyatakan bahwa “....organisasi terutama belajar dari anggota organisasi.“ Pembelajaran individu dan pembelajaran organisasi tidak dapat dipisahkan. Organisasi belajar melalui individu-individu yang menjadi bagian dari organisasi. Orang-orang dipekerjakan karena memiliki kompetensi atau pengetahuan tertentu, yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka ataupun dari pelatihanpelatihan formal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan formal merupakan satu cara untuk meningkatkan kemampuan individu dan organisasi memperoleh keuntungan dari berbagai aktivitas individu terdidik tersebut. Berdasarkan pandangan ini, pembelajaran merupakan sebuah fenomena di mana organisasi memperoleh keuntungan dari anggota organisasinya yang terampil. Namun, hal ini tidaklah sederhana. Pada saat ini, pembelajaran individu tidaklah menjamin pembelajaran or­ ganisasi, tetapi pembelajaran organisasi tidak akan terjadi tanpa pembelajaran individu (Garvin, 2000; Kim, 1993). Konsep pembelajaran individu menjelaskan secara implisit bahwa manusia memiliki kemampuan untuk belajar dan berubah untuk mencapai pendewasaan dirinya. Manusia diharuskan untuk mampu menempatkan dirinya sesuai dengan kapasitas dirinya sehingga ia mampu memberikan kontribusi terbaik, minimal untuk dirinya dan lebih luas untuk menciptakan kesejahteraan bagi organisasi, masyarakat atau lingkungan­ nya. Organisasi juga belajar dari organisasi lainnya. Ketika sebuah organisasi mengakuisisi atau merger dengan organisasi lain, organisasi tersebut dapat menyerap cara-cara dan prosedur organisasi tadi atau menggabungkannya dengan cara, serta prosedurnya sendiri sehingga terbentuk pengetahuan baru baik proses maupun personalianya. Pembelajaran organisasional merupakan wadah untuk membangun masyarakat yang dewasa, yaitu kelompok manusia yang memiliki potensi yang beranekaragam dan mampu melakukan kerja sama–cerdas se­ hingga mampu melaksanakan proses berbagi visi, berbagi model mental, dan berbagi pengetahuan untuk mengnyinergikan dan ditransformasikan menjadi modal maya organisasi. Walaupun demikian, tanpa adanya mekanisme pembelajaran organisasi maka organisasi tidak akan mampu menjaga konsistensi pertumbuhan dan Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 199



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



perkembangannya. Artinya, organisasi tidak mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih besar bagi stakeholders. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan men­ dasar antara proses belajar individu dengan proses belajar organisasional. Per­ bedaan tersebut terdapat pada: 1. jumlah anggota yang terlibat sehingga konsep utama dari proses pem­bel­ajaran organisasi adalah belajar bersama (melibatkan seluruh anggota organisasi), di mana mekanisme berbagi (baik berbagi cara berpikir, berbagi cara pan­ dang, berbagi model mental atau berbagi visi bersama) menjadi kunci utama keberhasilan dari proses pembelajaran organisasi; 2. setelah pembentukan pengetahuan tasit2 organisasi, dilanjutkan dengan proses institusionalisasi untuk mengubah pengetahuan tasit organisasi menjadi pengetahuan eksplisit organisasi. Secara umum, indikasi dari keberhasilan proses pembelajaran organisasi adalah makin luas dan makin intensifnya mekanisme belajar bersama (organisasi) karena (1) organisasi mampu melakukan proses perbaikan berkelanjutan, melalui peningkatan kualitas cara pandang dan cara berpikirnya, dan (2) or­ ganisasi mampu melakukan proses inovasi sosial, melalui peningkatan kualitas paradigmanya. Sasaran utama proses pembelajaran organisasi adalah institu­ sionalisasi pengetahuan kolektif yang dimiliki para anggota sebagai hasil integrasi (berbagi pengetahuan dan atau berbagi model mental), yang diaktua­ lisasikan dalam bentuk strategi, program, sistem, atau pedoman organisasi. Pembelajaran organisasi merupakan visi bagaimana sebuah organisasi dapat menjadi sebuah organisasi yang ideal (Kofman dan Senge, 1995) dengan meng­ gunakan lima disiplin dasar (five fundamental disciplines), di mana tiap-tiap disiplin memberikan kontribusi dalam memperbaiki kehidupan dan kapasitas organisasi untuk belajar. Berikut ini penjelasan dari kelima disiplin tersebut. 1. Disiplin Pertama adalah personal mastery. Sumber keunggulan bersaing dalam bisnis hanya akan datang dari kesuksesan organisasi dalam pembel­ ajaran, dan bagaimana mengetuk komitmen dan kapasitas orang-orang untuk belajar pada semua tingkatan dalam organisasi. Dalam mengelola orang-orang maka organisasi harus memberdayakannya. Tujuan pendekatan ini adalah agar organisasi dapat mengembangan kreativitas, memiliki motivasi, dan selalu ingin belajar dalam memperbaiki diri, untuk mencapai tujuan 2







200



Dalam hal ini, tasit adalah proses pembentukan pengetahuan yang di mulai dari tahap sosia­ lisasi. Proses pembentukan terjadi dalam pola spiral, artinya interaksi antara pengetahuan tasit dan pengetahuan eksplisit saling menguatkan selama proses perubahan dan terjadi secara berulang hingga mencapai tingkat yang dibutuhkan organisasi. Lebih lanjut, tentang proses tasit ini dapat dilihat pada laman yang menjadi rujukan: https://tikamaliyana.wordpress. com/2010/07/15/pembentukan-pengetahuan/ Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



personal yang sejalan dengan tujuan organisasi. Organisasi seperti ini akan tercipta melalui praktik jangka panjang dari serangkaian disiplin. Dengan demikian, akan tercipta organisasi yang dikelola oleh individu-individu yang bekerja sama menuju visi bersama, bukan lagi atas dasar perintah. 2. Disiplin Kedua adalah awareness of mental models. Awareness of Mental Models merupakan pemikiran atau gambaran internal seseorang yang dipegang secara mendalam mengenai bagaimana dunia bekerja, yakni gambaran yang melatarbelakangi kita dalam bertindak dan berpikir. Model ini dapat sangat kuat menentukan tindakan seseorang baik perilaku yang positif atau justru membatasi perilaku. Masalah mental model ini bukanlah karena seseorang memilikinya, melainkan masalah mental model ini akan meningkat ketika model ini “diam” yakni ketika gambaran itu muncul di bawah tingkat yang dapat diterima. Untuk itu, Senge berpen­ dapat bahwa masalah dengan struktur mental terjadi ketika pemikiran seseorang mengikuti suatu model tanpa ada kemungkinan kesediaannya untuk mengubah pemahaman atau membangun pemahaman baru. 3. Disiplin Ketiga adalah building a shared vision. Pada tingkat yang paling sederhana, shared vision adalah jawaban dari pertanyaan “Apa yang ingin kita ciptakan?” Meskipun membangun disiplin pertama (personal mastery) dapat membantu dalam membangun visi personal, pengembangan tersebut sungguh tidak akan membantu organisasi, kecuali apabila terdapat kese­ jajaran antara visi personal dengan visi organisasi. Dengan demikian, tidak hanya visi organisasi yang penting bagi organisasi, namun visi personal organisasi juga harus dinilai dan dihargai oleh organisasi. 4. Disiplin Keempat adalah team learning. Kesejajaran antara visi personal dengan visi organisasi bukanlah masalah kesempatan atau bahkan hanya merupakan persoalan sederhana mengenai rekrutmen organisasi, seperti organisasi dapat merekrut orang-orang dengan visi yang sejalan dengan visi organisasi. Team learning merupakan masalah praktek dan proses. Senge menyebut proses ini sebagai “team learning” dan menjelaskan bahwa hal ini merupakan disiplin yang ditandai dengan tiga dimensi penting, yakni (a) kemampuan untuk memiliki wawasan berpikir mengenai masalahmasalah penting; (b) kemampuan untuk bertindak dengan cara-cara yang inovatif dan koordinatif; (c) kemampuan untuk memainkan peranan yang berbeda pada tim yang berbeda. 5. Disiplin Kelima adalah systems thinking. Disiplin ini merupakan kerangka kerja dalam melihat hubungan saling keterkaitan di antara disiplin yang ada. Dalam organisasi bisnis, dapat diidentifikasi sejumlah sistem dan hubungan yang sistematis, namun transfer informasi tidak selamanya meng­ikuti rantai Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 201



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



hubungan ini, sering kali transfer informasi dilakukan melalui jaringan sosial. Transfer informasi dapat terjadi pada jaringan komunikasi informal yang umumnya bersifat “grapevine“ (kabar angin) dan hierarki formal, dan juga terdapat jaringan ketiga, yang disebut juga dengan kelompok inti yang me­ ngendalikan organisasi. Kelompok ini tidak muncul pada bagan orga­nisasi formal, tetapi meliputi banyak individu yang juga terdiri dari teman atau ke­ rabatnya, semacam “klan” yang tidak terlalu tersembunyi dalam organisasi. Marquardt (1996) kemudian menambahkan satu keterampilan dari lima disiplin dasar Senge dengan menyatakan ada enam keterampilan yang harus dimiliki setiap anggota organisasi demi terwujudnya proses pembelajaran organisasi, yaitu personal mastery, mental models, shared vision, team learning, systems thingking, dan dialogue. Dialog (Dialogue), yaitu kemampuan untuk mendengar, berbagi, dan berkomunikasi tingkat tinggi di antara anggota or­ ganisasi. Keterampilan berdialog ini menuntut kebebasan dan kreativitas dalam mengeksplorasi isu-isu, kemampuan untuk saling mendengar secara men­ dalam, dan menangguhkan pandangannya sendiri.



J. KARAKTERISTIK KUNCI PEMBELAJARAN ORGA­ NISASI Karakteristik sebagai kunci pembelajaran organisasi ada tiga sebagai berikut. 1. Organisasi harus memiliki komitmen terhadap pengetahuan. Artinya, or­ ga­nisasi memiliki komitmen untuk terus-menerus mengupayakan mem­ peroleh pengetahuan. 2. Pembelajaran organisasi harus memiliki sebuah mekanisme pembaharuan (a mechanism of renewal) dalam organisasi. Jurusan dan unit-unit lain dalam organisasi secara perlahan masuk ke dalam birokrasi. Organisasi berhenti beradaptasi berarti juga berhenti belajar. Organisasi mengalami kesulitan untuk mencapai kesuksesan. 3. Pembelajaran organisasi harus memiliki keterbukaan (openess) terhadap dunia luar. Hal ini melibatkan berbagai cara karena begitu banyak hal yang harus dipelajari organisasi dari lingkungannya. Berbagai hal yang menyangkut keterbukaan, seperti para manajer membutuhkan pengetahuan mengenai bagaimana lingkungan bisnis berubah secara periodik, serta kemauan untuk terus mengikuti pendidikan formal dan ketika bagian pemasaran harus tanggap terhadap perubahan selera konsumen dan pemasok. Semua ini merupakan contoh keterbukaan terhadap dunia luar. Sementara itu, pembelajaran organisasi pada Perguruan Tinggi merupakan wadah yang menghasilkan dan menyampaikan ilmu pengetahuan. Namun, 202



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



sampai sekarang ini perguruan tinggi belum dianggap sebagai organisasi pem­ belajaran, yakni organisasi yang menggunakan proses pembelajaran dalam proses sistematisnya untuk melakukan perbaikan (Dill, 1999). Pembelajaran organisasi berdasarkan tim bukanlah model utama dalam organisasi akademik, namun prinsip-prinsip pembelajaran organisasi jelas terlihat dalam banyak proses yang dirancang institusi dalam melakukan perbaikan. Lagi pula, Dill (1999) telah mempelajari karakteristik organisasi dari pembelajaran organisasi akademik, dengan meneliti 12 studi kasus pada institusi pendidikan di Eropa. Ia menemukan bahwa dengan meningkatkan perhatian pada tangung jawab akademik, perguruan tinggi harus lebih terampil dalam menciptakan ilmu pengetahuan baru untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar yang menye­ suaikan perilakunya dengan ilmu pengetahuan baru tersebut. Lingkungan baru akan mendukung proses adaptasi pada struktur dan pengelolaan organisasi untuk mencapai perbaikan kegiatan belajar mengajar. Peningkatan jumlah pusat-pusat kajian studi telah meningkatkan dukungan pada proses belajar mengenai kurikulum yang diterapkan melalui informasi yang diperoleh berkaitan dengan pengalaman kerja lulusan, atau melakukan reorganisasi unit akademik untuk meningkatkan kerja sama dengan dunia kerja, seperti membentuk komite akademik. Perubahan lingkungan menciptakan kebutuhan akan pembelajaran perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang belajar adalah institusi pendidikan yang menempatkan mahasiswa dan kegiatan bel­ ajar mengajar sebagai prioritas. Perguruan tinggi yang belajar merupakan wadah yang menciptakan perubahan pada mahasiswa, menggunakan pola belajar aktif, menawarkan pilihan-pilihan studi, memberikan kesempatan melakukan kerja sama dalam belajar yang didorong oleh kebutuhan dosen dan kebenaran pembelajaran (O’Banion, 1997). Pada tingkat jurusan atau program studi, Angelo (2000) mengajukan tujuh ide panduan praktis untuk mentransformasikan departemen ke dalam komunitas pembelajaran yang produktif. Angelo menawarkan saran-saran berikut kepada ketua jurusan, yakni (1) membangun kepercayaan; (2) menciptakan situasi saling memotivasi; (3) membangun komunikasi; (4) merancang sistem umpan balik dan proaktif dalam bekerja; (5) berpikir dan bertindak secara sistematis; (6) lakukan apa yang diyakini; (7) jangan berasumsi. Visi dan kepemimpinan terdapat dalam panduannya untuk saling memotivasi, dan merancang umpan balik, serta bekerja proaktif. Artinya, saling memotivasi terbangun melalui berbagi visi. Berdasarkan pada berbagi visi, fakultas dapat merancang strategi dan aktivitasnya untuk mencapai tujuan-tujuan jurusan dan atau program studi. Atribut pembelajaran organisasi mengenai ilmu pengetahuan dan mana­ jemen komunikasi disebut dengan berdialog dan kebutuhan untuk bertanya Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 203



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dibandingkan berasumsi. Berdialog penting untuk mendapatkan komunikasi yang efektif untuk saling memahami dan selanjutnya komunikasi yang efektif tersebut akan menurunkan penggunaan asumsi. Prinsip-prinsip yang mendu­ kung terbangunnya rasa kepercayaan, pemikiran dan tindakan yang sistematis, menunjukkan konsep budaya pembelajaran dalam upaya meningkatkan kinerja. Kepercayaan menggambarkan bahwa fakultas berada dalam lingkungan yang dapat membuat departemen merasa dihargai, bernilai, dan aman. Pemikiran yang sistematis memungkinkan individu-individu dalam jurusan dan atau program studi merasa bahwa mereka merupakan bagian dari sistem yang lebih besar, yakni fakultas dan universitas (Angelo, 2000). Hatfield (1999) mengaplikasikan prinsip-prinsip perbaikan terus-menerus pada jurusan dan atau program studi, dan hal ini menunjukkan prinsip-prinsip pembelajaran organisasi. Harfield menjelaskan bahwa tujuan dari inisiatif melakukan perbaikan secara terus-menerus bagi departemen (program studi) adalah menjadi jurusan atau program studi yang mampu memandang diri sendiri (self-regarding), memonitor diri sendiri (self-monitoring) dan mengoreksi diri sendiri (self-correcting). Harfield (1999) menyatakan bahwa “rencana peni­ laian tingkat departemen (program studi) harus mengidentifikasi misi dari jurusan dan atau program studi, tujuan yang dikaitkan dengan visi, berbagai aktivitas atau proses yang mendukung pencapaian tujuan, dan sejumlah peng­ ukuran yang memberikan indikasi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Implementasi rencana membutuhkan pengumpulan, analisis dan perbandingan data, proses revisi, serta komunikasi mengenai hasil yang dicapai.” Untuk itu, setiap fakultas di universitas memiliki sejumlah proses yang sistematis dalam upaya melakukan perbaikan. Dengan melihat perhatian yang diberikan pada setiap usaha perbaikan maka dapatlah dipandang universitas sebagai univer­ sitas pembelajaran organisasi (university learning organization).



1. Visi Organisasi Pernyataan visi dan misi, serta aktivitas rencana jangka panjang diibaratkan sebagai menggambarkan karakteristik pembelajaran organisasi. Umumnya, perguruan tinggi memiliki pernyataan formal mengenai tujuannya, yang bia­sanya disebut sebagai pernyataan misi. Lang dan Lopers-Sweetman (1991) menya­ takan beberapa peran dari pernyataan misi insitusi. Pernyataan misi berperan sebagai penjelasan dari tujuan, sebagai penyaring dari para oportunis, deskripsi mengenai siapa mereka, aspirasinya, atau pola pemasarannya. Walaupun terdapat berbagai kegunaan dari pernyataan misi, umumnya misi berhubungan dengan masa depan institusi. Visi dalam sebuah universitas yang melakukan pem­bel­ajaran organisasi benar-benar terealisasi pada tingkat jurusan dan atau program studi. 204



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Penelitian terhadap 200 ketua jurusan terbaik oleh Creswell et al. (1990) me­ nunjukkan bahwa ketua jurusan atau program studi bertanggung jawab membangun visi atau fokus bersama departemen. Visi departemen haruslah sejalan dengan visi dan misi institusi dan dimiliki oleh fakultas melalui ke­terlibatan mereka dalam proses formulasi (Creswell et al., 1990). Jurusan dan atau program studi harus memiliki konsep kesepakatan mengenai siapa yang ingin dilayani, dengan cara apa, dan hasil apa yang ingin dicapai (Gardiner, 2000). Misi jurusan dan atau program studi haruslah diterjemahkan ke dalam tujuan, sasaran, dan aktivitas yang lebih spesifik dibandingkan pernyataan misi dan merupakan panduan operasional. Lebih luas lagi, ketua departemen sebagai faktor kunci dalam mentransformasikan departemen ke dalam komu­nitas pembelajaran melalui visi pengajaran yang lebih efektif, pembelajaran yang lebih baik lagi, beasiswa yang lebih tepat sasaran, dan kerja sama yang lebih banyak.



2. Kepemimpinan Bimbaum (1998) menjelaskan posisi pemimpin perguruan tinggi sebagai posisi yang diharapkan dapat mempengaruhi tanpa memaksa, mengarahkan tanpa sanksi, dan mengawasi tanpa menyebabkan pemencilan dalam pembelajaran organisasi. Bimbaum menawarkan tujuh aturan bagi para pemimpin di ling­ kungan perguruan tinggi, yakni (1) menghidupkan norma-norma kelompok; (2) menyesuaikan diri dengan harapan kelompok tentang kepemimpinannya; (3) menggunakan jalur komunikasi yang telah terbangun; (4) tidak mem­beri­kan perintah yang tidak mungkin dilaksanakan; (5) mendengarkan; (6) menurunkan perbedaan status; (7) mendorong pengendalian diri sendiri. Prinsip-prinsip kepemimpinan collegial juga berkaitan dengan kepemim­ pinan fakultas. Fakultas mengeluarkan pernyataan visi fakultas, namun mem­ berikan kepercayaan pada jurusan atau program studi untuk mengambil keputusan dan strategi guna mencapai visi tersebut. Dekan berperan sebagai fasilitator dalam hal kerja sama dan penghubung dengan fakultas lain. Menurut Murray (1997) dalam lingkup akademik, kepemimpinan partisipatif diketahui paling baik untuk digunakan. Pembelajaran organisasi dalam perguruan tinggi berarti memberikan kebebasan dan tanggung jawab kepada fakultas dan jurusan. Sementara itu, Wergin (1994) menjelaskan pentingnya tanggung jawab bersama pada tingkat fakultas. Langkah pertama, aspirasi individu dimasukkan ke dalam tujuan-tujuan jurusan atau program studi dimana hal ini akan menimbulkan komitmen ber­sama. Selanjutnya, dengan menekankan pentingnya membangun usaha pema­ haman bersama mengenai tujuan fakultas dan bagaimana harus mencapainya. Per­guruan tinggi harus memiliki pernyataan visi, misi dan kepemimpinan yang menekankan Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 205



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



partisipasi. Usaha-usaha untuk mencapai misi dan tujuan dapat direalisasikan oleh fakultas. Dekan fakultas berperan penting dalam memfasilitasi lingkungan kerja sama di dalam universitas yang melakukan pembelajaran organisasi (university learning organization).



3. Manajemen Ilmu Pengetahuan dan Komunikasi Universitas memiliki sejumlah mekanisme pengumpulan informasi dalam meng­ ambil keputusan dan upaya perbaikan. Secara internal, universitas meng­awasi kualitasnya sendiri berdasarkan standar yang ada. Kualitas fakultas diukur melalui kesepakatan yang dibuat, promosi, dan prosedur masa jabatan. Kualitas mahasiswa ditunjukkan dengan syarat yang harus dipenuhi agar diterima sebagai mahasiswa, indeks prestasi, dan penghargaan yang diterima mahasiswa. Penelitian dan pub­ likasi ilmiah menggambarkan kualitas penelitian dan beasiswa. Syarat penerimaan mahasiswa, penilaian mahasiswa mengenai sistem pengajaran, dan pengembangan jurusan dan atau program studi meng­gam­barkan kurikulum yang dijalankan. Secara eksternal, seperti akreditasi, peraturan pemerintah, dan peringkat yang dibuat oleh lembaga eksternal meru­pakan informasi tambahan mengenai kinerja perguruan tinggi (Trow, 1998). Lembaga penelitian merupakan sumber lain yang menyediakan informasi lengkap mengenai perguruan tinggi. Lembaga penelitian harus menaungi ber­ bagai penelitian yang membawa perbaikan pemahaman, perencanaan, dan operasi institusi pada pendidikan tinggi. Lembaga penelitian berperan dalam mengkaji lingkungan yang dihadapi oleh perguruan tinggi. Selanjutnya, Peterson (1999) menyatakan bahwa lembaga penelitian haruslah memiliki sifat adaptif yang tinggi karena tingginya arus informasi dan cepatnya perubahan yang terjadi. Pada tingkat fakultas, informasi mengenai kinerja jurusan dan atau program studi dikumpulkan untuk tujuan evaluasi. Evaluasi kinerja jurusan dan atau program studi digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi umumnya berkaitan dengan pengambilan keputusan mengenai kinerja individu, seperti tingkat pembayaran gaji, promosi, dan masa jabatan. Kinerja jurusan dan atau program studi biasanya dievaluasi melalui peng­ukuran kualitatif dan kuantitatif dalam tiga fungsi yang saling berkaitan yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Ketiga hal tersebut, di Indonesia dikenal dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai alat untuk mengevaluasi pendidikan (pengajaran), umumnya meliputi tingkat kehadiran, nilai mahasiswa, dan portofolio pendi­dikan. Sementara evaluasi terhadap penelitian umumnya melihat pada pentingnya kontribusi penelitian ter­ sebut terhadap berbagai kegiatan akademik, termasuk publikasi ilmiah dan meme­ nangkan dana penelitian. Sementara itu, evaluasi dari pengabdian pada masyarakat dinilai dari sumbangan perguruan tinggi pada masyarakat. 206



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Untuk itu, Hecht et al. (1999) melihat adanya kebutuhan yang tinggi ter­ hadap data fakultas. Selanjutnya, dikatakan bahwa fakultas harus mengum­ pulkan data yang berkaitan dengan keluar masuknya mahasiswa, jumlah lulusan dan jumlah mahasiswa yang ada, sarjana yang dihasilkan, sumber daya fisik dan finansial, serta benchmarking antarfakultas dalam perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus mengumpulkan semua informasi mengenai kinerjanya untuk diberi­ kan baik pihak internal maupun pihak eksternal. Informasi ter­sebut digunakan sebagai panduan bagi perguruan tinggi untuk mengambil keputusan. Fakultas memiliki wewenang untuk menilai kinerja jurusan atau program studi yang ber­ ada di bawah lingkup keilmuannya.



4. Budaya Belajar Dalam universitas yang menjadi organisasi pembelajaran, salah satu aktivitas paling nyata yang dihubungkan dengan budaya belajar adalah pengembangan jurusan atau program studi. Pengembangan jurusan atau program studi dirancang untuk mencapai pertumbuhan dan pembangunan yang pesat dari jurusan atau program studi itu sendiri dan staf pengajar sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya lebih efektif. Pengembangan ini biasanya dalam hal program pelayanan pendidikan, program mentoring, pusat pendidikan, dan kehadiran pada seminar akademik (Bensimon et al., 2000). Tucker (1992) menjelaskan dua pendekatan program pengembangan jurusan atau program studi, yakni (a) pengembangan jurusan atau program studi yang berarti pe­ ngembangan staf pengajar, dan (b) pengembangan jurusan dan atau program studi yang berarti pengembangan fakultas. Budaya belajar dalam sebuah perguruan tinggi bersifat terbuka dan saling percaya, yang berarti adanya peng­ awasan kinerja dan nilai-nilai kerja sama. Menurut Wergin (1994) kerja sama di dalam fakultas membutuhkan ke­ bersamaan tanpa melepaskan otonomi jurusan atau program studi. Lebih lanjut, Wergin mengemukakan jika unit akademik mendefinisikan dirinya sendiri sebagai sebuah kesatuan bersama, dan jika mereka setuju untuk memikul tanggung jawab bersama maka unit akademik tersebut secara kese­luruhan harus menerima tanggung jawab atas apa yang dilakukan, serta dam­pak yang ditimbulkan bersama. Fakultas yang memiliki kerja sama efektif akan meng­ gunakan dialog bersama, pengawasan bersama, praktik bersama, dan mengakui prestasi dan keberhasilan bersama. Fakultas harus melakukan evaluasi dan memberikan balas jasa atas produktifitas bersama tersebut (Hecth et al., 1999). Perguruan tinggi yang melakukan pembelajaran organisasi memiliki budaya yang meningkatkan pembelajaran guna memperbaiki kinerjanya. Perguruan tinggi harus memiliki struktur dan proses yang mendorong pengembangan Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 207



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



individu dan mengawasi kemajuan institusi. Perguruan tinggi juga harus men­ dukung peningkatan kerja sama, khususnya pada tingkat fakultas, yang berarti peningkatan kinerja. Organisasi yang menuju pada pembelajaran organisasi membutuhkan perubahan dalam budaya organisasi dengan memiliki komitmen jangka panjang. Untuk itu, Gephart et al. (1996) menyatakan bahwa pem­ belajaran organisasi tidaklah mudah, terdapat hubungan yang selaras antara kapasitas pembelajaran organisasi dengan tindakan atau hasil. Sejumlah hal dapat menghalangi organisasi dalam melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan kapasitas pembelajarannya, seperti hambatan politis, sanksi hukum, dan kesen­ jangan sumber daya. Garvin (2000) mengidentifikasi bahwa ketidak­mampuan belajar selama aplikasi tahap pembelajaran ditunjukkan oleh “ketidaksediaan” untuk berubah, tidak cukupnya waktu untuk memprak­tekkan keahlian-keahlian baru, dan ketakutan akan kegagalan. Selanjutnya, Senge (1994) mengidentifikasi tujuh ketidakmampuan belajar, yakni (1) I’m my position; (2) the enemy is out of there; (3) the illution of taking charge; (4) the fixation on events; (5) the parable of the boiled frog; (6) the delusion of learning from experience; dan (7) the myth of the management team. Senge (1994) menjelaskan bahwa I’m my position adalah ketidakmampuan yang terjadi ketika organisasi mengidentikkan dirinya dengan posisinya di organisasi. Dengan kata lain, organisasi dibatasi oleh posisinya dan tidak merasa bertanggung jawab terhadap tujuan organisasi secara keseluruhan. The enemy is out of there menunjukkan adanya sikap menyalahkan seseorang atau sesuatu atas masalah-masalah yang ada ataupun kegagalan yang terjadi. The illution of taking charge merujuk pada pengumuman menjadi proaktif. Hal ini kemudian disebut keproaktifan. The fixation on events berfokus pada kejadian saat sekarang, yakni mengalihkan perhatian dari pemahaman yang lebih mendalam mengenai penyebab dan pola dari setiap kejadian. The parable of the boiled frog adalah kegagalan pada sesuatu yang datang perlahan, yakni hambatan-hambatan bertahap yang dapat mengganggu kemampuan untuk bertahan hidup. The delusion of learning from experience adalah ketidak­mam­puan yang terjadi ketika muncul rasa ketidakmungkinan untuk selalu belajar dari pengalaman saat itu karena beberapa keputusan merupakan keputusan jangka panjang dan memakan waktu beberapa tahun atau dekade untuk melihat hasilnya. Terakhir, the myth of the management team adalah ketidakmampuan belajar yang mempertanyakan keefektifan pengumpulan para manajer ber­ penga­laman dari berbagai bidang dan kemampuan organisasi untuk mengatasi ketidakmampuan belajar yang telah disebutkan sebelumnya. Organisasi pembelajaran adalah organisasi yang memiliki komitmen pada keinginan terus- menerus untuk melakukan perbaikan. Sejumlah faktor dapat 208



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



saja menghalangi organisasi untuk belajar, namun organisasi harus bersedia untuk mengerahkan segala usahanya untuk berubah menjadi organisasi pem­ belajaran.



K. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Menurut Rivai dan Sagala (2011), pengembangan SDM jangka panjang sebagai pembeda dari kegiatan pelatihan untuk pekerjaan tertentu telah menjadi per­ hatian dari pengembangan SDM. Dengan melalui kegiatan pengembangan pegawai yang ada, pengembangan SDM berusaha mengurangi ketergantungan orga­ni­sasi terhadap pengangkatan pegawai baru. Apabila organisasi dikem­ bangkan secara tepat sehingga lowongan formasi melalui perencanaan SDM, dapat diisi secara internal. Promosi dan transfer juga memperlihatkan kepada pegawai bahwa mereka mempunyai karier, tidak sekedar kerja. Pengembangan SDM menjadi keharusan yang akan dilakukan organisasi agar SDM dapat te­ rampil dan ber­komitmen yang tinggi untuk mengembangkan organisasi di masa depan. Untuk mencapai harapan seperti itu, pengembangan SDM merupakan cara yang paling efektif, termasuk upaya yang dapat mengantisipasi keusangan atau keterbelakangan kompetensi pegawai, serta dalam rangka diversifikasi tenaga kerja domestik untuk menghadapi persaingan SDM di tingkat global (Sinambela, 2012). Pengembangan SDM yang dilakukan dengan terencana dan berkesinam­ bungan tentu saja akan dapat mengatasai tantangan yang bersifat affirmative action3 dan tingkat pegawai yang keluar meninggalkan orga­ni­sasi (turn over). Dengan Pengertian Affirmative Action (AA), dalam Bahasa Indonesia masih susah diartikan dengan tepat, untuk lebih memahami secara konseptual dapat dilihat dari pengertian secara harfiah, di mana Affirmative Action terdiri dari kata affirmative dan action. “Affirmative” berarti pengakuan positif, berupa program-program dan prosedur-prosedur yang secara nyata harus dibuat yang selanjutnya akan diidentifikasikan dan memperbaiki semua praktek pekerjaan yang cenderung terus mempertahankan pola-pola diskriminasi dalam pekerjaan, baik berda­sar­ kan etnis, ras, daerah, umur, dan jenis kelamin. Sementara “action” berarti tindakan, yaitu tindakan yang harus diambil guna memungkinkan mereka yang telah disingkirkan atau sengaja tidak digubris untuk bersaing atau memperoleh akses terhadap pekerjaan-peker­jaan berdasarkan basis yang sama. Oleh sebab itu, affirmative action merupakan salah satu cara untuk memerangi diskriminasi-diskriminasi dalam lapangan pekerjaan. Pentingnya Affirmative Action bagi pemahaman kita mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia pemerintah dilihat dalam tiga cara, yakni Pertama, AA memusatkan pada nilainilai dan tujuan-tujuan dari pekerjaan pemerintah dengan cara menanyakan: “Apa yang harus menjadi kriteria umum untuk pengalokasian pekerjaan-pekerjaan pemerintah?” Kedua, AA menterjemahkan masalah nilai ini ke dalam aturan-aturan yang dapat digunakan dalam organisasi untuk pembuatan keputusan-keputusan seseorang atas rekrutmen, seleksi dan penempatan. Ketiga, AA adalah tanggapan orang perorangan dan kelompok dalam instansi terhadap penerapan aturan-aturan keputusan dari instansi, khususnya de­ngan meng­hormati persepsi perorangan mengenai pemerataan dan kemampuan mem­pre­diksi dari aturan-aturan tersebut. 3



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 209



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



demikian, terdapat lima hal yang perlu diperhatikan untuk pengembangan SDM, yakni (1) keusangan pegawai, (2) diversifikasi tenaga kerja domestik dan in­ ternasional, (3) perubahan teknologi, (4) pengem­bangan aturan dan tindakan tegas, dan (5) turnover-nya pekerja (Rivai dan Sagala, 2011).



1. Keusangan Pegawai Pada dasarnya, keusangan akan terjadi ketika pegawai tidak lagi memiliki pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk bekerja dengan baik. Dalam berbagai bidang pekerjaan yang mengalami perubahan yang sangat cepat dan kemajuan teknologi yang sangat dimanis (misalnya programmer) keusangan akan cenderung lebih cepat terjadi. Pada tataran manager, kemung­ kinan keusangan akan relatif lebih lambat terjadi dan akan lebih sulit menen­ tukannya (Rivai dan Sagala, 2011). Pegawai lain dalam organisasi mungkin tidak dapat melihat terjadinya keusangan karena sudah terlalu rutin melakukan pe­ kerjaannya, sampai ada orang yang dapat memperlihatkan gejala-gejalanya, seperti ketidakcocokan sikap dan memburuknya kinerja. Dalam hal ini, ke­ usangan kemungkinan disebabkan oleh kegagalan pegawai untuk menye­suai­ kan diri dengan teknologi baru, prosedur baru, budaya baru, atasan baru dan perubahan-perubahan lainnya. Dalam situasi seperti ini, biasanya pimpinan organisasi ragu untuk meng­ ambil tindakan tegas dan mengeluarkan pegawai yang dianggap sudah usang dengan berbagai pertimbangan sosial mengingat pegawai yang mungkin sudah lama bekerja pada organisasi tersebut. Oleh sebab itu, para pegawai yang telah dianggap usang tersebut seharusnya ditempatkan pada bagian-bagian yang tidak terlalu berpengaruh karena keusangan tersebut, misalnya ditempat­kan di bagian arsip. Hal ini merupakan upaya untuk menghindari keusangan, yang merupakan suatu tan­ tangan tersendiri bagi pimpinan organisasi, sebab dibutuhkan penilaian yang saksama untuk menentukan keusangan tersebut. Selain itu, dampak dari pe­netapan akan keusangan dimaksud, harus dilakukan suatu pelatihan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan baru. Menurut Rivai dan Sagala (2011), ketika seorang pegawai mengalami career plateu4 maka keusangan mungkin akan lebih sering terjadi. Career pleteu terjadi ketika seseorang pegawai bekerja cukup baik sehingga tidak dapat dilakukan demosi atau pemecatan. Akan tetapi, juga tidak cukup baik untuk mempromo­ sikannya. Pada saat pegawai itu mengetahui bahwa dirinya dalam posisi career 4







210



Career pleteu berarti karier seorang pegawai tidak dapat naik lagi karena sudah terjadi keusangan bagi pegawai tersebut. Oleh sebab itu, pegawai dimaksud harus dimasukkan dalam program pengembangan pegawai melalui pelatihan. Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pleteu motivasinya untuk tetap bekerja akan menurun sehingga perlu segera diperbaiki. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, berbagai organisasi mene­ rapkan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi para manajemen tingkat menengah dan tingkat atas.



2. Diversifikasi Tenaga Kerja Domestik dan Internasional Kecenderungan persaingan bisnis dewasa ini dan diversifikasi tenaga kerja merupakan dua aspek tantangan penting bagi pengembangan SDM. Misalnya, sikap budaya tentang budaya kerja tenaga wanita yang menyebabkan beberapa organisasi harus mendesain ulang program pengembangan pegawainya dan menempatkan wanita pada pekerjaan yang sudah sebagian besar dilakukan oleh tenaga laki-laki. Perbedaan tingkat pendidikan di antara para pegawai me­ nuntut organisasi untuk menyediakan pendidikan tambahan terutama dalam hal membaca, menulis, aritmatika dan berbagai bahasa pada beberapa orga­ nisasi (Rivai dan Sagala, 2011). Untuk dapat lebih menguasai materi pelatihan terkadang dibutuhkan menerjemahkan ke dalam dua atau tiga bahasa yang berbeda sesuai dengan kebutukan pegawai. Dalam hal ini, bagian pengem­ bangan SDM diharapkan akan lebih proaktif memperluas programnya untuk memasukkan pelatihan yang berbeda-beda. Perhatian utama dalam hal ini di­ curahkan dengan teknik yang lebih sedikit, seperti “role playing” atau “behavior modeling” (Rivai dan Sagala, 2011).



3. Perubahan Teknologi Perkembangan dalam berbagai bidang teknologi yang sangat cepat menuntut organisasi yang berbasis teknik untuk melakukan perbaikan secara terus-me­­­ne­­rus sehingga tidak tertinggal dari organisasi pesaing. Misalnya, sekitar 20 tahun yang lalu, Nokia merajai pasar telepon genggam, tetapi saat ini organisasi tersebut tertinggal jauh dari Samsung dan Iphone. Perbaikan dalam penanganan informasi dan transmisi teknologi telah berhasil membuka pasar baru bagi kedua orga­ nisasi raksasa tersebut. Berbagai perubahan yang dialami memper­oleh dampak besar dalam kegiatan pelatihan dan pengembangan, meningkat­kan kebutuhan untuk menerima persyaratan-persyaratan yang terus-menerus berkembang dari para manajer, profesional dan para tenaga teknik. Apabila or­ga­nisasi lengah da­lam hal ini maka sekalipun memimpin pasar bisa jadi dalam waktu yang re­ latif singkat akan tertinggal jauh dari para pesaingnya.



4. Pengembangan Aturan dan Tindakan Tegas Menurut Rivai dan Sagala (2011), peraturan perundang-undangan hak sipil telah melarang adanya diskriminasi, kondisi atau hal istimewa dalam pekerjaan. Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 211



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Hasilnya adalah bahwa kegiatan dalam pelatihan dan pengembangan harus di­ laksanakan tanpa melanggar hak-hak kelompok yang dilindungi. Misalnya, pengembangan SDM harus menunjukkan bahwa pelatihan tersebut ber­hu­ bungan dengan keberhasilan pekerjaan. Program pelatihan dan pengembangan itu sendiri dapat menjadi diskriminasi jika ternyata tidak berhubungan dengan keberhasilan kerja. Misalnya, orang Eropa tidak dapat mengikuti pelatihan untuk posisi luar pada industri mobil Honda karena peralatan pelatihan hanya didesain dengan ukuran lebih pendek sehingga orang Eropa yang rata-rata lebih tinggi akan gagal mengikuti pelatihan. Persoalan ini terjadi jika nilai pe­ latihan digunakan sebagai dasar kebutuhan pengambilan keputusan penem­ patan di masa mendatang. Dalam kondisi seperti ini, pengembangan SDM harus dapat membuktikan bahwa kriteria di atas akan menjadi valid.



5. Turn over-nya Pekerja Turn over sebagai keinginan pegawai untuk berhenti dari suatu organisasi dengan ber­bagai alasan yang dikemukakan, dan umumnya pindah ke organisasi lain akan menciptakan tantangan baru bagi pengembangan SDM. Mengingat masalah turn over ini susah diperkirakan, aktivitas pegembangan SDM harus dapat de­ ngan cepat mendeteksi gejalanya dan melakukan upaya pencegahannya. Wa­ lau­pun, hasil penelitian membuktikan bahwa banyak manajer eksekutif organisasi menghabiskan masa kerjanya hanya pada satu organisasi, tetapi angka mo­bilitas lebih tinggi terjadi pada manajer muda yang lebih dinamis dan suka tan­tangan. Umumnya, organisasi yang memiliki program pengembangan pegawai yang baik, justru menjadi penyebab seseorang untuk pindah bekerja. Banyak organisasi yang masih konvensional yang tidak menginvestasikan uang dan waktu dalam pengembangan dengan dalil bahwa program itu hanya mem­ be­bani organisasi saja, sebab keahlian yang diperoleh pegawai tersebut akan berimplikasi pada tuntutan kompensasi pegawai yang lebih tinggi. Se­sung­ guhnya, pandangan tersebut sangat menyesatkan, sebab organisasi tersebut hanya melihat dari perspektif pengeluarannya saja, dan tidak melihat benefit yang diperoleh dari pegawai yang terampil tersebut. Pelatihan akan berhasil jika semua organsasi dalam bidang yang sama dapat bekerja sama seperti yang biasa dilakukan oleh organisasi yang modern, seperti Samsung di Korea Selatan.



L. PENENTUAN PENGEMBALIAN INVESTASI PE­LA­ TIHAN Berikut ini penjelasan yang terkait dengan penentuan pengembalian investasi pelatihan. 212



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



1. Analisis Biaya Berbanding Manfaat Analisis biaya berbanding manfaat merupakan proses untuk menentukan ber­ bagai manfaat ekonomi dari program pelatihan dengan metode-metode akuntansi yang meliputi menentukan berbagai biaya dan manfaat pelatihan. Informasi biaya pelatihan penting karena beberapa alasan: a. untuk memahami total pengeluaran pelatihan, termasuk biaya langsung dan tidak langsung, b. untuk membandingkan biaya program pelatihann alternatif, c. untuk mengevaluasi bagian uang yang dibelanjakan untuk pengembangan pelatihan, administrasi, dan evaluasi, serta membandingkan uang yang di­­habiskan untuk pelatihann bagi kelompok kelompok organisasi yang berbeda beda (seperti yang termasuk dan yang tidak termasuk), dan d. untuk pengendalian biaya (Sinambela, 2012).



2. Penentuan Biaya Biaya biaya pelatihan meliputi biaya langsung dan tidak langsung. Salah satu metode untuk membandingkan biaya-biaya program pelatihan alternatif adalah model kebutuhan sumber daya. Model itu membandingkan biaya peralatan, fasilitas, organisasi, dan materi diseluruh tahap proses pelatihan yang berbedabeda seperti perancangan, pelatihan, pelaksanaan, penilaian, pengembangan dan evaluasi. Model kebutuhan sumber daya dapat membantu menentukan seluruh perbedaan biaya antara program program pelatihan. Selain itu, ber­ bagai biaya yang dikeluarkan pada berbagai tahap yang berbeda-beda dari proses pelatihan dapat dibandingkan di`seluruh program.



3. Penentuan Manfaat Penentuan manfaat agar mengidentifikasi manfaat potensial pelatihan. Orga­ni­ sasi harus meninjau ulang asal dan alasan alasan untuk melakukan pelatihan. Contohnya, pelatihan mungkin telah dilakukan untuk mengurangi biaya-biaya produksi atau biaya-biaya lembur atau meningkatkan bisnis yang berulang. Sejumlah metode berikut dapat membantu mengidentifikasi berbagai manfaat pelatihan. a. Bahan bacaan teknis akademik, dan praktisi merangkum berbagai manfaat yang telah terbukti berkaitan dengan programm pelatihan tertentu. b. Program program percobaan pelatihan menilai berbagai manfaat bagi ke­ lompok kecil orang yang dilatih sebelum perusahan mengerjakan lebih banyak sumber daya. Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 213



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



c. Mengamati para pekerja yang berhasil sehingga membantu organisasi untuk menentukan hal-hal yang mereka lakukan secara berbeda dari pada para pelaku pekerjaan yang tidak berhasil. d. Orang yang dilatih dan para manajernya dapat memberikan perkiraan ten­ tang berbagai manfaat pelatihan (Sinambela, 2012).



4. Membuat Analisis Menurut Sinambela (2012) agar menghitung tingkat pengembalian investasi yang dikeluarkan untuk mengikuti pelatihan, dapat dianalisis dengan meng­ ikuti langkah-langkah berikut. a. Mengidentifikasi hasil-hasil (misalnya kualitas dan kecelakaan). b. Menempatkan nilai hasil-hasil. c. Menentukan perubahan kinerja setelah menghilangkan berbagai penga­ruh potensial lainnya pada hasil-hasil penelitian. d. Memperoleh jumlah manfaat per tahun sebagai dampak berbagai hasil operasi pelatihan, yaitu membandingkan hasil setelah pelatihan dengan hasil se­be­ lum pelatihan. e. Menentukan seluruh biaya pelatihan, antara lain biaya-biaya langsung di­ tam­bah biaya tidak langsung, ditambah biaya pengembangan, ditambah biaya overhead ditambah kompensasi bagi orang-orang yang dilatih. f. Menghitung total penghematan dengan mengurangi berbagai biaya pe­latihan dari berbagai manfaat yang bersumber dari berbagai hasil operasi. g. Menghitung tingkat pengembalian investasi dengan membagi manfaat dari hasil operasi dengan biaya. Tingkat pengembalian investasi mem­be­ rikan perkiraan tingkat pengembalian yang diharapkan dalam rupiah yang diinvestasikan pada pelatihan.



M. PENUTUP



Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat dengan jelas keeratan hubungan pe­latihan dengan kinerja pegawai. Pelatihan dapat membantu para pegawai dalam mengem­ bangkan berbagai keterampilan tertentu yang memungkin­kannya untuk berhasil pada pekerjaannya saat ini, dan mengembangkan pekerjaannya di masa men­datang. Para ahli manajemen mengakui bahwa pelatihan strategis akan signifikan mening­ katkan kinerja pegawai, yang selanjutnya dapat mening­kat­kan kinerja organisasi. Akan tetapi, tidak semua pelatihan memberikan hasil yang optimal, bah­kan banyak pelatihan gagal dan tidak memberikan dampak apa-apa karena pelatihan 214



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



dilaksanakan tanpa analisis yang baik dan benar sehingga tujuan dilak­sana­ kannya pelatihan juga tidak jelas. Selain menentukan pelaksanaan tujuan pelatihan, juga perlu ditetapkan metode pelatihan apa yang dipilih. Perlu diperhatikan bahwa penetapan metode pelatihan berhubungan erat dengan tujuan dilaksa­na­kan­ nya pelatihan. Selain metode, persiapan lainnya adalah materi, tempat, waktu, bahkan instruktur pelatihan harus dipersiapkan dengan baik.



Bab 5  Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia



 215



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



BAB 6



KOMPENSASI



A. PENDAHULUAN Pembahasan kompensasi merupakan kajian manajemen yang paling sulit dan menantang bagi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), mengingat kajian kompensasi ini mengandung banyak dimensi yang cukup sensitif dan berim­ plikasi luas dalam pencapaian tujuan strategis organisasi. Oleh karenanya, dibutuhkan pembahasan yang sistematis, holistik, dan komprehensif. Kompensasi adalah total dari semua hadiah yang diberikan organisasi kepada pegawai sebagai imbalan atas jasa mereka. Tujuan keseluruhan dari pemberian kompensasi untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi pegawai agar memberikan tenaga, dan pikiran yang terbaik bagi organiasi. Komponen dari program kompensasi total adalah kumulatif dari kompensasi finansial langsung, yang terdiri dari gaji yang seseorang mene­rima dalam bentuk kompensasi, gaji, komisi dan bo­ nus, ditambah dengan kom­­pensasi finansial tidak langsung (manfaat) terdiri dari semua imbalan finan­sial yang tidak termasuk dalam kompensasi langsung. Bentuk kompensasi yang mencakup berbagai macam penghargaan biasanya diterima secara langsung dan tidak langsung oleh pegawai. Misalnya, kompen­ sasi non finansial biasanya diterima pegawai melalui kepuasan kerja bahwa seseorang menerima dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis atau fisik di mana seseorang bekerja. Aspek kompensasi non finansial me­li­ batkan kedua faktor psikologis dan fisik dalam lingkungan organisasi bekerja. Biasanya, suatu organisasi tidaklah mungkin menyediakan paket kompensasi yang sem­purna, mengingat nilai kompensasi yang diberikan tetap sifatnya relatif. Artinya, bagi seorang pegawai bahwa kompensasi yang diterima sudah sangat memadai dan mampu mencukupi semua kebutuhannya, tetapi bagi orang lain dengan nilai yang sama masih sangat rendah dan tidak mampu memotivasinya 216



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



untuk bekerja optimal. Meskipun demikian, untuk memastikan bahwa sistem peng­har­gaan mereka telah efektif dan memenuhi kebutuhan pegawai, sejumlah organisasi secara reguler melalukan survei dan penyesuaian paket kompensasi mereka sendiri secara teknis, legal, dan finansial sehingga setidaknya mampu diselaraskan dengan keinginan pegawai. Penghargaan yang dijelaskan dalam bab ini, terdiri dari sistem kompensasi total. Secara historis, praktisi kompensasi telah berfokus terutama pada kom­ pensasi finansial dan manfaat. Namun, hal ini telah berubah dari waktu ke waktu dan pada tahun 2000, penekanan kompensasi diperluas yang tercermin dalam per­ubahan nama organisasi profesi ini lapangan tersebut. Berbagai asosiasi buruh, secara rutin menyampaikan aspirasi mereka baik kepada pemerintah maupun kepada organisasi agar kompensasi yang mereka peroleh dapat dise­ suaikan dengan kebutuhan yang mampu memenuhi kebutuhan minimal mereka. Untuk tetap kompetitif, organisasi terus meningkatkan kinerja pegawai yang secara signifikan akan mempengaruhi pencapaian tujuan utama organisasi. Pada dasarnya, orang-orang memiliki alasan yang berbeda satu dengan lain untuk bekerja, tidak ada paket kompensasi yang paling tepat bagi semua pegawai, tergantung pada ukuran besarnya harapan dan alasan mereka memasuki organisasi. Ketika pegawai yang masih berorientasi pada kebutuhan primer seperti pemenuhan makanan, tempat tinggal, dan pakaian untuk keluarga mereka, uang mungkin menjadi orientasi yang paling penting dalam kom­pen­ sasi. Akan tetapi, bagi pegawai yang sudah berorientasi pada kebutuhan aktualisasi diri, pastilah orientasi kompensasi seperti itu menjadi tidak bernilai dan mampu memotivasi yang bersangkutan dalam pekerjaannya. Selanjutnya, beberapa pe­ gawai rela bekerja berjam-jam setiap hari, menerima gaji yang relatif kecil, namun mencintai pekerjaan mereka karena menarik atau menyediakan ling­kungan yang memenuhi kebutuhan lainnya. Kompensasi merupakan salah satu alasan dan motivasi utama mengapa pegawai bekerja. Pegawai menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga, waktu, serta komitmennya, bukan semata-mata ingin membaktikan atau mengabdikan diri kepada organisasi, melainkan tujuan lain yang ingin diraihnya, yaitu meng­ harapkan imbalan atau balas jasa atas kinerja dan produktivitas kerja yang di­ha­ silkannya. Keberhasilan dalam menetapkan kompensasi yang layak akan menen­­ tukan bagaimana kualitas SDM dalam bekerja, yang secara langsung akan ber­kaitan dengan efektivitas tujuan pegawai dan efisiensi anggaran organisasi, serta akan menentukan bagaimana keberlangsungan hidup organisasi dalam lingkungan persaingan bisnis yang semakin kompetitif. Kompensasi yang me­ madai akan mempengaruhi kinerja yang ditampilkan oleh pegawai. Bab 6  Kompensasi



 217



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Ketika kompensasi tidak sesuai dengan harapan para pegawai maka yang terjadi adalah penolakan secara halus sampai dengan penolakan secara keras melalui demonstrasi. Demonstrasi sering menjadi alat bargaining pegawai untuk memperkuat alat tawar mereka pada organisasi untuk menaikkan kompensasi yang mereka kehendaki. Hal yang paling fenomenal adalah adanya hari buruh secara internasional, di mana seluruh buruh di berbagai negara memanfaatkan hari buruh tersebut untuk menyampaikan aspirasinya pada pemerintah. Pe­ ringatan Hari Buruh di Indonesia, seperti terlihat yang dilakukan buruh di Jakarta. Buruh berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia sebelum mereka me­ la­kukan long march ke Istana Negara. Pada Hari Buruh pertama, yang dija­dikan hari buruh nasional sesuai Peraturan Presiden Tahun 2013 ini. Buruh kembali mengajukan sejumlah tuntutan Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia, Said Iqbal, mengatakan ada 10 tuntutan yang diusung. Di antaranya menaikan upah minimum 2015 sebesar 30% dan kebutuhan hidup layak menjadi 84 item dengan tetap menjaga peningkatan daya beli buruh. Selain itu, mereka juga meminta jaminan pensiun harus ditetapkan pada Juli 2015 karena UU Jaminan Pensiun sudah ada, kemudian tuntutan penghapusan outsourcing (alih daya) di seluruh sektor terutama di BUMN.



B. HAKIKAT KOMPENSASI Berikut ini akan dijabarkan mengenai pengertian dan asas yang melandasi kom­ pensasi.



1. Pengertian Kompensasi Kompensasi perlu dibedakan dengan gaji dan upah karena konsep kompensasi tidak sama dengan konsep gaji atau upah. Gaji dan upah merupakan salah satu bentuk konkret atas pemberian kompensasi. Martoyo (2007) menyatakan bahwa kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi employers maupun employees, baik yang langsung berupa uang (finansial) maupun yang tidak langsung berupa uang (nonfinansial). Sastrohadiwiryo (2015) menga­ takan bahwa kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh organisasi kepada para tenaga kerja karena tenaga kerja tersebut telah mem­ berikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, Werther dan Davis (1996) menyatakan bahwa kompensasi merupakan sesuatu yang diterima pegawai sebagai penukar atas kontribusi jasa mereka bagi organisasi. Apabila dikelola dengan baik maka kompensasi mem­ bantu organisasi mencapai tujuan dan memperoleh, memelihara, dan menjaga 218



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



pegawai dengan baik. Sebaliknya, tanpa kompensasi yang memadai maka pe­ gawai yang ada saat ini sangat mungkin akan meninggalkan organisasi, dan or­ ganisasi akan kesulitan untuk merekrut kembali pegawai yang sesuai dengan kebutuhan. Sebaliknya, J. Long dalam Widodo (2014) berpendapat bahwa kom­ pensasi adalah bagian dari sistem reward yang hanya berkaitan dengan bagian ekonomi, tetapi sejak adanya keyakinan bahwa perilaku individual dipengaruhi oleh sistem dalam spektrum yang lebih luas maka sistem kompensasi tidak dapat terpisah dari keseluruhan sistem reward yang disediakan oleh organisasi. Artinya, reward sendiri adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan individual. Reward terdiri dari dua jenis. a. Kompensasi ekstrinsik, yaitu kompensasi yang memuaskan dasar untuk survival dan security, dan kebutuhan sosial sebagai pengakuan. Pemuasan ini diperoleh dari faktor-faktor yang ada di sekeliling para pegawai di sekitar pe­kerjaannya. Misalnya, upah, pengawasan, co-worker, dan keadaan kerja. b. Kompensasi intrinsik, yaitu pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi ting­ katannya. Misalnya, untuk kebanggaan, penghargaan, serta pertumbuhan dan perkembangan yang dapat diperoleh dari berbagai faktor yang melekat dalam pekerjaan itu, seperti tantangan pegawai atau kepentingan suatu pekerjaan yang diberikan, tingkat variasi pekerjaan, umpan balik, otoritas pengambilan keputusan dalam pekerjaan, serta signifikansi makna pe­ker­ jaan bagi berbagai nilai sosial. Organisasi yang tidak mampu memberikan kompensasi yang memadai bagi pegawai, serta cenderung tidak memberikan kepuasan bagi pegawainya akan rawan terhadap goncangan karena pegawai akan bekerja dengan sema­ ngat yang rendah dan loyalitas yang rapuh. Selain itu, organisasi akan dibayangbayangi aksi protes dan demo yang mungkin saja akan dilakukan oleh pegawai sehingga organisasi akan rawan terhadap stabilitas baik produksi maupun pe­ layanan. Lagi pula, organisasi yang tidak mampu memberikan kompensasi yang layak akan dihadapkan pada tingginya angka ketidakhadiran pegawai dalam bekerja dan stres kerja. Selanjutnya, Rivai dan Sagala (2011) mendefinisikan kompensasi adalah sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Mereka membedakan kompensasi dengan upah, yaitu balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi; gaji, yaitu balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai seorang pegawai yang berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi; insentif, yaitu bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gainsharing, sebagai pembagian Bab 6  Kompensasi



 219



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan produktivitas atau karena peng­ hematan biaya yang dilakukan. Meskipun demikian, dalam berbagai rujukan lain, umumnya dijelaskan bahwa upah, gaji, insentif, tunjangan dan kom­­ponenkomponen lainnya adalah bagian dari kompensasi. Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disintesiskan bahwa yang di­ mak­­sud dengan kompensasi adalah total dari semua penghargaan yang diberikan pada pegawai sebagai imbalan atas jasa mereka berikan kepada organisasi. Tujuan ke­seluruhan memberikan kompensasi untuk menarik, memperta­han­ kan, dan memotivasi pegawai. Kompensasi finansial langsung (direct financial com­pensation) terdiri dari bayaran yang diterima orang dalam bentuk upah (wage), gaji (salary), komisi, dan bonus. kompensasi finansial tak langsung/benefit (indirect financial compensation) terdiri dari semua reward finansial yang tidak dicakup dalam kompensasi langsung.



2. Asas Kompensasi Salah satu asas penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan dan im­ ple­­mentasi kebijakan kompensasi adalah keadilan. Keadilan (equity) dalam konteks kompensasi finansial adalah cara treatment fair pay untuk karyawan. Sebagaimana kita lihat, organisasi dan individu melihat fairness dari beberapa perspektif. Idealnya, kompensasi akan dibuat rata untuk semua pihak terkait dan pegawai akan mempersepsikan ini sebagai equity. Akan tetapi, ini adalah tujuan yang sangat sulit dipahami. Ingat bahwa faktor nonfinansial dapat meng­ ubah persepsi orang akan equity. Keadilan eksternal (external equity) ada ketika pegawai organisasi menerima bayaran sepadan dengan pekerja yang melakukan kerja serupa di organisasi lain. Survei kompensasi membantu organisasi me­ nen­tukan sejauh mana keadilan eksternal (external equity) dicapai. Keadilan in­ ternal (internal equity) ketika ada pegawai menerima bayaran menurut nilai relatif pekerjaan mereka di dalam organisasi yang sama. Evaluasi kerja adalah cara primer untuk menentukan internal equity. Sementara itu, keadilan pekerja (employee equity) adalah kondisi yang ada ketika individu yang melakukan pekerjaan serupa untuk organisasi yang sama menerima bayaran menurut faktor unik bagi karyawan, seperti level kinerja atau senioritas. Team equity adalah equity yang dicapai ketika tim mendapat reward berdasarkan atas produktivitas grup mereka. Level kinerja untuk tim, dan juga individu, dapat ditentukan melalui sistem performance appraisal. Keti­ dak­adilan (inequity) dalam segala jenis dapat menghasilkan problem moral. Apabila pegawai merasa bahwa kompensasi mereka tidak fair, mereka dapat meninggal­kan organisasi. Bahkan kerusakan lebih besar dapat dihasilkan bagi 220



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



organisasi jika karyawan memilih tidak meninggalkan, tetapi tinggal dan meng­ ganggu membatasi usaha mereka. Organisasi harus menetapkan program-program kompensasi yang didasarkan atas asas keadilan, serta asas kelayakan dan kewajaran, dengan mem­ perhatikan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Asas keadilan merujuk pada bagaimana kompensasi mempengaruhi perilaku pegawai di organisasi sehingga memberikan kompensasi yang tidak berdasarkan asas keadilan akan mempengaruhi kondisi kerja pegawai. Asas keadilan ialah adanya konsistensi imbalan bagi pegawai yang memiliki tugas dengan bobot yang sama. Dengan kata lain, kompensasi pegawai di suatu jenis pekerjaan dengan kompensasi pe­ gawai di jenis pekerjaan yang lainnya, yang mengerjakan pekerjaan dengan bobot yang sama, relatif akan memperoleh kompensasi yang sama. Kompensasi yang baik haruslah seminimal mungkin mengurangi keluhan atau ketidakpuasan yang timbul dari pegawai. Apabila pegawai mengetahui bahwa kompensasi yang diterimanya tidak sama dengan pegawai yang lain de­ ngan bobot pekerjaan yang sama maka pegawai akan mengalami kecem­buruan, yang berpotensi untuk mengganggu iklim kerja organisasi dan produktivitas kerja pegawai. Kompensasi dikatakan adil bukan berarti setiap pegawai me­ nerima kompensasi yang besarnya. Akan tetapi, berdasarkan asas adil, baik itu dalam penilaian, perlakuan, pemberian hadiah, maupun sanksi bagi setiap pegawai. Biasanya, dengan asas keadilan akan tercipta suasana kerja yang baik, moti­vasi kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas pegawai yang lebih baik. Sementara itu, asas kelayakan dan kewajaran berhubungan dengan bagai­ mana kompensasi yang diterima pegawai harus dapat memenuhi kebutuhan dirinya beserta keluarganya pada tingkatan yang layak dan wajar. Artinya, besaran kompensasi yang akan diberikan akan mencerminkan status, penga­ kuan, dan tingkatan pemenuhan kebutuhan yang akan dinikmati oleh pegawai beserta keluarganya. Pada prinsipnya, tolok ukur layak memang bersifat relatif, tetapi penetapan besaran minimal kompensasi yang akan diberikan oleh orga­ nisasi harus mengacu pada standar hidup daerah, dengan berpijak pada standar Upah Minimum Regional (UMR) baik tingkat provinsi maupun tingkat kota/ kabupaten. Sebenarnya, kompensasi yang wajar berarti besaran kompensasi harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kinerja, pendidikan, jenis pe­ ker­jaan, risiko pekerjaan, tanggung jawab, dan jabatan. Manajer SDM harus selalu memantau dan menyesuaikan kompensasi yang diterima oleh pegawai dengan perkembangan lingkungan eksternal yang berlaku. Hal ini penting agar semangat kerja pegawai tetap tinggi dan terhindar dari risiko timbulnya tuntutan dari pegawai, serikat buruh dan pekerja, maupun pemerintah, yang akan mengancam keberlangsungan bisnis organisasi. Bab 6  Kompensasi



 221



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



C. JENIS KOMPENSASI Secara umum dalam berbagai kepustakaan dijelaskan terdapat tiga jenis kom­ pensasi, yaitu (1) kompensasi langsung, (2) kompensasi tidak langsung, dan (3) insentif. Kompensasi Langsung adalah penghargaan atau ganjaran yang disebut gaji atau upah, yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang ditetapkan organisasi. Umumnya, adalah setiap bulan, meskipun ada juga or­ga­ nisasi khsusnya di sektor swasta memberikannya dua kali dalam sebulan. Se­ mentara itu, kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan/ manfaat bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, dapat berupa uang atau barang, sedangkan insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, dan sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Kompensasi menurut bentuk dan cara pemberiannya dapat dibagi men­ jadi dua kelompok besar. 1. Kompensasi berdasarkan bentuknya. Kompensasi ini terdiri atas kom­pen­ sasi finansial dan kompensasi nonfinansial. Kompensasi finansial seperti gaji. Kompensasi nonfinansial merupakan imbalan dalam bentuk kepuasan seseorang yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan baik secara fisik atau psikologis di mana orang tersebut bekerja. Ciri dari kompensasi nonfinansial ini meliputi kepuasan yang didapat dari pelak­ sanaan tugas-tugas yang bermakna yang berhubungan dengan pekerjaan. 2. Kompensasi berdasarkan cara pemberiannya. Kompensasi ini terdiri atas kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial tidak langsung. Kompensasi finansial langsung, terdiri atas bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus, atau komisi. Kompensasi finan­ sial tidak langsung, yaitu diberikan dalam bentuk tunjangan, meliputi semua imbalan finansial yang tidak mencakup dalam kompensasi finansial lansung seperti program asuransi tenaga kerja (Jamsostek), pertolongan sosial, pembayaran biaya sakit (berobat), dan cuti. Berikut ini, diuraikan kompensasi menurut berbagai pakar. Menurut Mulyadi (2004), kompensasi dapat digolongkan menurut dua kelompok, yaitu (1) Kompensasi Instrinsik, yaitu kompensasi berupa rasa puas diri yang di­ peroleh pegawai yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan telah mencapai sasaran tertentu. Misalnya, dengan penambahan tanggung jawab, pengayaan pekerjaan (job enrichment) dan usaha lain yang meningkatkan harga diri pegawai, serta mendorong pegawai untuk menjadi yang terbaik. (2) Kompensasi Eksentrik, yakni kompensasi yang diberikan kepada pegawai baik 222



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



berupa kompensasi finansial seperti gaji, honorarium dan bonus, kom­pensasi tidak langsung seperti asuransi kecelakaan, honorarium liburan dan tunjangan masa sakit serta penghargaan nonkeuangan berupa ruang kerja yang memiliki lokasi istimewa, peralatan kantor yang istimewa, tempat parkir khusus, gelar istimewa, dan sekretaris pribadi. Selanjutnya, jenis-jenis kompensasi menurut Simamora (2004) terdiri dari dua macam, yaitu (1) Kompensasi Finansial yang dapat dibagi dengan kompensasi langsung, terdiri dari (a) bayaran pokok (base pay), yaitu gaji dan upah; (b) bayaran prestasi (merit pay); (c) bayaran insentif (incentive pay) yaitu bonus, komisi, pembagian laba, pembagian keuntungan, dan pembagian saham; (d) bayaran tertangguh (deferred pay), yaitu program tabungan, dan anuitas pem­belian saham. Kemudian, kompensasi tidak langsung, terdiri dari (a) program perlindungan, yaitu asuransi kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, dan asuransi tenaga kerja; (b) bayaran di luar jam kerja, yaitu liburan, hari besar, cuti tahunan, dan cuti hamil; (c) fasilitas, yaitu kendaraan, ruang kantor, dan tempat parkir. Berikutnya, (2) Kompensasi Nonfinansial dapat dibagi menjadi (a) pekerjaan, yakni tugas-tugas yang menarik, tantangan, tanggung jawab, pengakuan, dan rasa pencapaian. (b) lingkungan kerja, yaitu kebijakan yang sehat, supervisor yang kompeten, kerabat kerja yang menyenangkan, dan ling­kungan kerja yang nyaman. Sementara itu, menurut Michael dan Horold (1993) jenis kompensasi terbagi menjadi tiga, yaitu kompensasi material, sosial, dan aktivitas. (1) Kom­pensasi material adalah bentuk kompensasi material tidak hanya berben­tuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (physical reinforcer). Misalnya, fasilitas parkir, telepon, dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan (pensiun, asuransi kesehatan). (2) Kom­ pensasi sosial adalah berhubungan erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, status, pengakuan sebagai ahli dibidangnya, peng­har­gaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan kelompokkelompok pengambilan keputusan, dan kelompok khusus yang di­bentuk untuk memecahkan permasalahan organisasi. (3) Kompensasi aktivitas adalah kom­ pen­sasi yang mampu menggerakkan berbagai aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk mencoba ak­tivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat berupa kekuasaan yang di­miliki seorang pegawai untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang, tanggung jawab (otonomi), partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta pelatihan pengembangan ke­ pribadian. Bab 6  Kompensasi



 223



pustaka-indo.blogspot.com



Bayaran Pokok Insentif Langsung Bonus Tunjangan Finansial Program Perlindungan Kompensasi



http://pustaka-indo.blogspot.com



Apabila berbagai jenis kompensasi yang diuraikan di atas diskemakan terlihat seperti Gambar 6.1 berikut.



Tidak Langsung



Bayaran di luar jam kerja Fasilitas



Pekerjaan Non Finansial Lingkungan Kerja Sumber: Diolah dari berbagai sumber rujukan



Gambar 6.1 Skema Jenis Kompensasi



Apabila kompensasi dikelola dengan baik akan membantu organisasi untuk mencapai tujuan dan memperoleh, memelihara, dan menjaga pegawai dengan baik. Sebaliknya, apabila kompensasi jauh dari harapan pegawai, kemungkinan besar pegawai akan termotivasi melakukan pekerjaannya dan bahkan kemung­ kinan mereka akan memilih meninggalkan organisasi sehingga akan merugikan organisasi karena akan membutuhkan rekrutmen kembali. Implikasi dari keti­ dakpuasan dalam pembayaran yang dirasa kurang akan menurunkan kinerja pegawai, meningkatkan keluhan-keluhan, mogok kerja, dan mengarah pada berbagai tindakan fisik dan psikologis negatif, seperti tidak disiplin, membolos bahkan sampai keluar dari organisasi. Jenis-jenis kompensasi tersebut dapat memotivasi pegawai baik dalam pengawasan, prestasi kerja, maupun komitmen organisasional. Dalam pemberian 224



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



kompensasi, tingkat dan besarnya kompensasi harus benar-benar diperhati­kan karena tingkat kompensasi akan menentukan gaya hidup, harga diri, dan nilai organisasi. Kompensasi mempunyai pengaruh yang besar dalam penarikan pegawai, motivasi, produktivitas, dan tingkat perputaran pegawai.



D. FUNGSI DAN TUJUAN KOMPENSASI Fungsi pemberian kompensasi menurut Samsuddin (2006) sebagai berikut. 1. Pengalokasian SDM secara efisien. Fungsi ini menunjukan bahwa pem­be­ rian kompensasi bagi pegawai yang berprestasi akan mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik. 2. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan efektif. Dengan pemberian kom­ pensasi kepada pegawai mengandung implikasi bahwa pegawai akan meng­ gu­nakan tenaga pegawai tersebut dengan seefisien dan seefektif mungkin. 3. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Artinya, sistem pembe­rian kompensasi dapat membantu stabilitas pegawai dan mendorong pertum­ buhan ekonomi negara secara keseluruhan. Sementara itu, Werther dan Davis (1996) menjelaskan bahwa tujuan pem­ berian kompensasi yang efektif dipengaruhi oleh delapan faktor. 1 . Memperoleh pegawai yang berkualifikasi. Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif terhadap suplai dan permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan pegawai yang di­harapkan. 2. Mempertahankan pegawai yang ada. Pegawai dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran pegawai yang semakin tinggi. 3. Menjamin keadilan. Manajemen kompensasi berupaya keras agar keadilan internal dan eksternal terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif, yang berarti sebuah pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerjaan, yang dapat dibandingkan dengan organisasi lain di pasar kerja. 4. Penghargaan terhadap perilaku yang dilakukan. Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perilaku di masa depan, rencana kompensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-perilaku lainnya.



Bab 6  Kompensasi



 225



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



5. Mengendalikan biaya. Sistem kompensasi yang rasional membantu or­ga­ nisasi memperoleh dan mempertahankan para pegawai dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen efektif, bisa jadi pekerja dibayar upah atau gaji di atas standar. 6. Mengikuti aturan hukum. Sistem kompensasi yang sehat memper­tim­bang­ kan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pe­me­ nuhan kebutuhan pegawai. 7. Memfasilitasi pengertian. Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajemen operasi, dan para pe­gawai. 8. Meningkatkan efisiensi administrasi. Program kompensasi hendaknya di­ rancang untuk dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM opti­mal, walaupun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder diban­ding­kan dengan tujuan-tujuan lainnya. Kompensasi haruslah memberikan dampak positif baik bagi pegawai mau­ pun bagi organisasi. Oleh sebab itu, tujuan kompensasi selain yang dikemu­ka­ kan di atas terdapat juga dalam Tabel 6.1 berikut. Tabel 6.1 Tujuan Kompensasi No.



Tujuan



Penjelasan



1.



Ikatan kerja sama



Pemberian kompensasi akan menciptakan ikatan kerja sama yang formal antara pengusaha dengan pegawai dalam kerangka organisasi, di mana pengusaha dan pegawai saling membutuhkan. Setiap pegawai pasti membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu, pegawai harus mengerjakan pekerjaannya dengan sebaikbaiknya sesuai dengan keinginan pengusaha. Sementara itu, pengusaha membutuhkan tenaga dan keahlian pegawai untuk dimanfaatkan oleh organisasi. Oleh karena itu, pengusaha wajib memberikan kompensasi yang sesuai dengan kebutuhan pegawai.



2.



Kepuasan kerja



Pegawai bekerja dengan mengerahkan kemampuan, pengeta­huan, keterampilan, waktu, serta tenaga, yang semuanya ditujukan bagi pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, pengusaha harus memberikan kompensasi yang sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh pegawai tersebut sehingga akan memberikan kepuasan kerja bagi pegawai.



3.



Pengadaan pegawai



Pengadaan pegawai akan efektif jika dibarengi dengan program kompensasi yang menarik. Dengan program pemberian kompensasi yang menarik maka calon pegawai yang berkualifikasi baik dengan kemampuan dan keterampilan yang tinggi akan muncul, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh organisasi. berlanjut



226



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



No.



Tujuan



Penjelasan



4.



Motivasi



Kompensasi yang layak akan memberikan rangsangan, serta memoti­ vasi pegawai untuk memberikan kinerja terbaik dan menghasilkan produktivitas kerja yang optimal. Untuk meningkatkan motivasi bagi pegawai, organisasi biasanya memberikan insentif berupa uang dan insentif lainnya. Kompensasi yang layak akan memudahkan manajer dalam mengarahkan pegawai.



5.



Menjamin keadilan



Kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan antarpegawai dalam organisasi. Pemberian kompensasi juga berkaitan dengan keadilan baik internal maupun eksternal. a. Keadilan Internal Berkaitan dengan pembayaran kompensasi yang dihubungkan dengan nilai-nilai relatif dari jabatan, tugas, dan kinerja pegawai. b. Keadilan Eksternal Berkaitan dengan pembayaran bagi pegawai pada tingkat yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh pegawai lainnya yang bekerja di organisasi lain. Dengan pemberian kompensasi yang se­perti itu, akan lebih menjamin stabilitas pegawai.



6.



Disiplin



Pemberian kompensasi yang memadai akan mendorong tingkat kedisiplinan pegawai dalam bekerja. Pegawai akan berperilaku sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Pegawai juga akan menya­dari, serta menaati peraturan-peraturan yang berlaku dalam organisasi. Perilaku disiplin pegawai ditampilkan sebagai bentuk wujud terima kasih pegawai terhadap organisasi atas kompensasi yang telah mereka terima.



7.



Pengaruh serikat kerja



Keberadaan organisasi tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh serikat buruh dan serikat pegawai. Serikat-serikat tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya kompensasi yang akan diberikan organisasi bagi pegawai. Apabila serikat pekerja kuat maka bisa dipastikan tingkat kompensasi yang diberikan organisasi bagi pegawai akan tinggi, begitu pun sebaliknya. Dengan program kompensasi yang baik dan memadai, organisasi akan terhindar dari tuntutan serikat pekerja. Serikat pekerja merupakan tempat bernaungnya aspirasi dan kepentingan para pegawai. Pegawai ini akan memperjuangkan hak dan kewajiban para anggotanya.



8.



Pengaruh pemerintah



Pemerintah menjamin atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pegawai. Untuk itu, melalui kebijakan perundangan dan regulasi, peme­rin­tah mengeluarkan berbagai macam peraturan, yang intinya untuk melindungi pegawai, sekaligus mendorong investasi dari para pengusaha agar mau menanamkan modalnya. Berkaitan dengan kompensasi, pe­merintah menetapkan batas upah minimal (UMR) atau balas jasa minimum yang layak diberikan pengusaha (organisai) kepada pegawainya. Peranan pemerintah sangat penting agar pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan besarnya balas jasa bagi pegawai. Apabila program kompensasi organisasi sesuai undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku maka intervensi pemerintah dalam batas tertentu dapat dihindarkan. Sebaliknya, organisasi tersebut akan mempunyai nama baik karena telah membantu pemerintah dalam membuka kesempatan kerja dan menyejahterahkan pegawai.



sumber: Werther dan Davis (1996)



Bab 6  Kompensasi



 227



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



E. SISTEM KOMPENSASI Pengembangan sistem kompensasi organisasi perlu dilakukan dengan berbagai strategi yang saling mendukung. Strategi tersebut antara lain berkenaan de­ ngan: (1) analisis pekerjaan. Perlu disusun deskripsi jabatan, uraian pekerjaan dan standar pekerjaan, yang terdapat dalam suatu organisasi. (2) Penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan internal. Dalam melakukan penilaian pe­ kerjaan diusahakan tersusunnya urutan peringkat pekerjaan, penentuan ‘nilai’ untuk setiap pekerjaan, susunan perbandingan dengan pekerjaan lain dengan organisasi, dan pemberian poin untuk setiap pekerjaan. (3) Survei berbagai sistem kompensasi. Dengan melakukan survei, berbagai sistem kompensasi yang ber­ laku guna memperoleh bahan yang berkaitan dengan keadilan eksternal. Or­ga­ nisasi yang disurvei dapat berupa instansi pemerintah yang secara fungsional berwenang mengurus ketenagakerjaan, kamar dagang dan industri, organisasi profesi, serikat pekerja, organisasi pemakai pegawai lain dan organisasi kon­ sul­tan, terutama yang mengkhususkan diri dalam manajemen SDM. Hasil survei yang dilakukan dapat ditetapkan kebijakan organisasi terkait dengan sistem kompensasi setidaknya tujuh hal. 1. Penentuan kelayakan kompensasi. Dalam menentukan kompensasi setiap pekerjaan dihubungkan dengan kompensasi pekerjaan sejenis di tempat lain. Apabila mengambil langkah ini maka perlu dilakukan perbandingan antara nilai berbagai pekerjaan dalam organisasi dengan nilai yang berlaku di pasaran kerja. 2. Struktur pemberian kompensasi. Struktur pemberian kompensasi yang baik ialah menganut paham keadilan. Dalam keadilan ini bukan berarti kompensasi sama rata bagi setiap pegawai, melainkan pegawai akan mem­ peroleh kompensasi sesuai dengan tanggung jawab pekerjaannya. 3. Program pemberian kompensasi sebagai perangsang kerja. Program pem­ berian kompensasi bukan semata-mata didasarkan sebagai imbalan atas pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran pegawai bagi organisasi, melain­ kan juga merupakan cara untuk merangsang dan meningkatkan semangat kerja. Dengan adanya kompensasi, setiap pegawai akan sadar bahwa kegairahan mendatangkan keuntungan bukan saja untuk organisasi, melainkan juga untuk dirinya sendiri dan organisasi. 4. Tambahan sumber pendapatan bagi pegawai. Program kompensasi biasa­ nya memberikan peluang bagi pegawai untuk memperoleh tambahan peng­­­­hasilan. Penghasilan tambahan tersebut, seperti pembagian keun­ tungan organisasi bagi pegawai melalui bonus dan pemberian uang cuti. 228



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



5. Terjaminnya sumber pendapatan dan peningkatan jumlah imbalan. Setiap pegawai organisasi mengharapkan kompensasi yang diterima tidak akan mengalami penurunan, bahkan semakin hari semakin meningkat. Demi­ kian juga mereka tidak ingin adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh sebab itu, program pemberian kompensasi harus menjamin bahwa organisasi merupakan sumber utama pendapatan bagi pegawainya se­ hingga pegawai akan bekerja maksimal. 6. Kompensasi bagi kelompok manajerial. Pimpinan atau manajer setiap or­ga­ nisasi merupakan kelompok yang bertanggung jawab terhadap ke­ber­lang­ sungan organisasi. Oleh sebab itu, wajarlah apabila kompensasi yang mereka terima itu lebih besar dari pegawai biasa. 7. Prospek masa depan. Dalam program pemberian kompensasi, prospek masa depan perlu diperhatikan. Untuk memperhitungkan prospek yang akan datang, perlu memperhitungkan tiga dimensi waktu. Hal ini berarti dalam menyusun program pemberian kompensasi, harus memperhitungkan ke­ adaan organisasi pada waktu yang lalu, kondisi organisasi saat ini, dan prospek organisasi yang akan datang.



F. KEBIJAKAN PENENTUAN KOMPENSASI Sebelum menentukan kompensasi sebuah organisasi memerlukan landasan kebijakkannya. Untuk itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tahapan penentuan kebijakan, manfaat (benefit), komponen, dan waktu pembayaran dari kompensasi.



1. Tahapan Penentuan Kebijakan Untuk memperoleh kebijakan kompensasi yang objektif dan berkeadilan seti­ daknya melalui tahap berikut. a. Melakukan survei kompensasi. Untuk memperoleh gambaran yang kom­ pre­­hensif tentang kompensasi di luar organisasi. Gambaran tersebut akan menjadi data pembanding bagi pimpinan organisasi sehingga kompensasi yang ditetapkan dapat lebih tinggi atau setidaknya setara dengan kompen­ sasi di organisasi lainnya. Hal itu, dapat memenuhi keadilan ekternal. b. Menentukan setiap nilai pekerjaan dalam organisasi melalui evaluasi pe­ ker­jaan sehingga dapat dipastikan terdapat keadilan internal dalam pe­nen­­ tuan kompensasi. c. Pengelompokan pekerjaan yang sama dan penentuan tingkat upah untuk kelompok yang sama sehingga pegawai merasakan keadilan dalam peng­ hargaan kelompok kerja. Bab 6  Kompensasi



 229



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



d. Penetapan harga setiap tingkatan gaji dengan menggunakan garis upah. e. Penyesuaian tingkat upah dengan peraturan perundang-undangan yang ber­­ laku. Artinya, pegawai merasakan penentuan kompensasi yang layak dan wajar. Dengan penentuan tahapan tersebut, jelas harus dilakukan serangkaian kegiatan sebelum penetapan kompensasi. Penilaian atau evaluasi pekerjaan digunakan untuk menentukan nilai relatif dari berbagai pekerjaan, antara lain dengan cara membandingkan nilai jabatan lain dalam organisasi. Dalam pe­ nilaian pekerjaan, manajemen berupaya untuk mempertimbangkan dengan mengukur masukan dari suatu pekerjaan terhadap tujuan organisasi. Apabila nilai relatif dari pekerjaan yang dihasilkan sulit diukur, berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan, antara lain besar kecilnya tanggung jawab pe­laksana­ annya, pengetahuan yang dituntut oleh pekerjaan, berat ringannya usaha yang dibutuhkan untuk melakukannya, dan kondisi lingkungan yang harus dihadapi. Penilaian pekerjaan yang dilakukan akan menghasilkan daftar urutan pe­ kerjaan dengan angka nilai tertentu, kemudian nilai pekerjaan yang diberi­kan diubah dalam daftar gaji dan upah. Sementara itu, manfaat penilaian pekerjaan adalah memperoleh informasi sebagai bahan penentuan tingkat gaji yang adil dan layak secara internal kepada pegawai. Hal ini bukanlah ukuran yang tepat secara mutlak untuk menggambarkan keadilan dalam pemberian kompen­sasi, mengingat ukuran keadilan sangatlah subjektif, adil menurut seseorang belum tentu adil bagi yang lain. Apalagi penilaian yang dilakukan cen­derung tidak objektif karena tidak dilakukan secara profesional.



2. Kompensasi dan Manfaat (Benefit) Perhatian akan manfaat dari kompensasi yang diberikan merupakan hal pen­ ting dalam pengelolaan SDM organisasi. Kompensasi adalah imbal jasa yang diberikan oleh organisasi karena adanya hubungan kegiatan pekerjaan dan imbal jasa yang diberikan pegawai yang langsung diterima pegawai, sedangkan manfaat atau benefit adalah bentuk kompensasi yang tidak langsung diterima pegawai dalam bentuk materi, tetapi merupakan fasilitas dalam bentuk kesejah­ teraan yang diberikan organisasi. Untuk perusahaan kecil dan menengah, pe­ngelolaannya biasanya dilakukan oleh manajer SDM, sedangkan untuk per­ usahaan besar, pengelolaannya dibuat dalam satu divisi karena pengelolaan kompensasi dan benefit sangat erat kaitannya dengan strategi maupun kebijakan perusahaan. Apabila kita perhatikan dalam berbagai iklan lowongan kerja dalam media cetak maupun elektronik, terdapat beberapa lowongan yang membutuh­kan tenaga yang khusus untuk mengelola tentang kompensasi dan benefit pada 230



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



perusahaan tertentu. Pada saat tersebut memerlukan tenaga khusus, yaitu pada level manajer. Organisasi yang membutuhkan tenaga kerja ini, biasanya organisasi besar dengan beragam tugas dan tanggung jawab, serta dengan berbagai level atau tingkatan jabatan. Misalnya, telah memiliki pegawai di atas 1000 orang sehingga pengelolaannya lebih profesional. Meskipun muncul pertanyaan tentang apakah yang melatarbelakangi munculnya kebijakan ini? Dalam hal ini, harusnya di­ peroleh argumentasi yang tepat tentang kehadiran divisi ini sehingga tidak terjadi kebingunan dan tumpang tindih terkait dengan pengelolaannya antarunit yang berhubungan. Dalam hal ini diperlukan memikirkan setidaknya dua hal, yaitu sistem kom­ pensasi dan pertimbangan strategis program benefit.



a. Sistem Kompensasi Penjelasan mengenai sistem kompensasi ini telah dijelaskan pada bagian sebe­ lumnya (lihat Bagian E). Inti dari sistem kompensasi adalah menciptakan sua­ sana yang mampu menjaga rasa keadilan dalam organisasi karena besaran nilai kompensasinya dapat bersaing dengan organisasi sejenis. Untuk itu, para pe­ ngelola kompensasi harus berusaha melaku­kan survei yang reguler di orga­nisasi lain, dan selalu melakukan penye­suaian secara reguler.



b. Pertimbangan Strategis Program Benefit Para pengelola benefit harus memperhatikan hal-hal yang ingin dicapai de­ngan saksama sehubungan dengan program benefit yang diberikan. Hal itu penting mengingat berhubungan dengan penganggaran dana tidak kecil, yang harus disediakan organi­sasi untuk mewujudkan program benefit tersebut. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan supaya diminimalisasi dampak negatif (Badiyah, 2015). 1) Pertama, rencana strategis bisnis jangka panjang. Pada tahap perkembangan awal, perusahaan umumnya menawarkan gaji dasar dan benefit yang rendah, tetapi insentif dalam jumlah besar. Sementara pada tahap beri­kutnya, organisasi akan lebih royal memberikan ketiga bentuk kompensasi (finansial langsung, tidak langsung, dan nonfinansial). Selain itu, per­ubahan kondisi seperti downsizing, akuisisi, keadaan geografis, dan per­ubahan da­lam laba juga akan berpengaruh dalam hal perubahan kombinasi benefit optimum, yang harus konsisten dengan rencana bisnis perusahaan. 2) Diversitas dalam angkatan kerja menunjukkan ada diversitas dalam pre­ ferensi benefit. Umumnya, pegawai junior lebih menyenangi pemba­yaran langsung daripada berbagai tawaran program tidak langsung (pensiun, asuransi, dan lain-lain), sedangkan pegawai yang senior umumnya ter­balik, Bab 6  Kompensasi



 231



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



mereka lebih menyenangi program tidak langsung. Selanjutnya, pegawai yang mempunyai perserikatan mungkin lebih menyenangi benefit yang diberlakukan sama, sedangkan bagi mereka yang memiliki kekurangan (cacat tubuh, orang tua tunggal) akan lebih senang jika diberikan jam kerja yang fleksibel. 3) Persyaratan legal. Dalam organisasi publik, pemerintah akan memiliki peran yang besar dalam memberikan regulasi benefit karena pemerintah selalu memikirkan kesejahteraan bagi masyarakatnya sesuai dengan fungsi­ nya. Berbagai program yang diberikan tidak pernah memikirkan “untungrugi”, sedangkan organisasi swasta akan berfokus untuk mengendalikan biaya sehingga selalu berhitung konsep “untung rugi”. 4) Kekompetitifan dari benefit yang ditawarkan. Diskusi tentang kekom­pe­ titifan benefit lebih besar gaungnya daripada diskusi kekompetitifan gaji. Mengingat, dalam hal gaji, manajemen dan pegawai hanya perlu fokus pada pembayaran langsung yang bersifat variabel atau tetap, sementara yang si­ fat­nya benefit, umumnya fokus organisasi lebih ditetakankan pada biaya, pada hal umumnya pegawai lebih condong pada fokus nilai. 5) Strategi kompensasi total. Sesuai dengan tujuan utama penyusunan kom­ pensasi, yaitu mengintegrasikan gaji, insentif, dan benefit dalam satu paket, yang mendorong pencapaian tujuan organisasional. Misalnya, benefit program pensiun saja tidak berpengaruh banyak bagi kinerja keseharian karena jauhnya jarak antara kinerja dan waktu benefit yang diterima. Untuk itu, terdapat dua komponen kunci paket benefit, yaitu (a) biaya. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2000, disimpulkan bahwa rata-rata persentasi benefit dari gaji adalah 30%. Jumlah tersebut bervariasi sesuai dengan ukuran organisasi, dalam artian semakin besar organisasi umumnya akan semakin besar pula persentasi benefit-nya. (b) Benefit kesehatan dan keamanan. Benefit ini termasuk di dalamnya berbagai jenis asuransi, tun­jangan kesehatan, tunjangan pensiun, izin sakit, dana pensiun, dan benefit lainnya.



3. Komponen Kompensasi Program pemberian kompensasi merupakan salah satu hal yang paling penting bagi organisasi maupun pegawai. Program ini akan memberikan gambaran sejauh mana organisasi berkepentingan terhadap pegawai dan seberapa besar kontribusi pegawai terhadap organisasi. Setidaknya, terdapat dua kompo­nen penting dalam program pemberian kompensasi yang perlu diperhatikan, antara lain (a) Organisasi Administrasi Pemberian Kompensasi. Organisasi yang besar membutuhkan pengorganisasian dan pengadministrasian pembe­rian kompensasi 232



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang baik, sebab pemberian kompensasi bukanlah sekedar memberikan dan membagikan upah atau gaji kepada pegawai, melainkan harus memperhitungkan kemampuan organisasi serta kinerja dan produktivitas kerja pegawai, dan aspekaspek lainnya yang berhubungan dengan itu. (b) Metode Pemberian Kompensasi. Dalam pemberian kompensasi dapat digunakan be­berapa metode seperti ter­ lihat dalam Tabel 6.2 berikut. Tabel 6.2 Metode Pemberian Kompensasi Metode



Penjelasan



Metode Tunggal



Metode tunggal ialah metode penetapan gaji pokok yang hanya didasarkan atas ijazah terakhir atau pendidikan formal terakhir yang ditempuh pegawai. Jadi, tingkat golongan dan gaji pokok sseorang hanya ditetapkan atas ijazah terakhir yang dijadikan standarnya.



Metode Jamak



Metode jamak adalah metode dalam pemberian gaji pokok berdasarkan atas beberapa pertimbangan, seperti ijazah, sifat pekerjaan, pendidikan informal, serta pengalaman yang dimiliki. Jadi, standar gaji pokok yang pasti tidak ada. Ini terdapat pada organisasi swasta yang didalamnya masih sering terdapat diskriminasi. Berikut ini tiga cara pemberian kompensasi menurut metode jamak. a. Pemberian kompensasi berdasarkan jangka waktu Dalam sistem waktu, besaran kompensasi ditetapkan berdasarkan standar waktu, seperti jam, hari, minggu, atau bulan. Dalam sistem waktu ini, administrasi pengupahan relatif mudah karena dapat diterapkan pada semua pegawai. baik pegawai tetap maupun pegawai harian. Biasanya, sistem ini diterapkan jika kinerja sulit diukur per unitnya, dan bagi pegawai tetap, kompensasinya dibayar atas sistem waktu secara periodik setiap bulannya. Besarnya kompensasi hanya didasarkan pada lamanya waktu bekerja, bukan berdasarkan kinerjanya. Kelemahan sistem ini ialah pekerja yang malas pun kompensasinya dibayar sama. b. Pembayaran kompensasi berdasarkan satuan produksi Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pegawai, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. Dalam sistem ini, besarnya kompensasi yang dibayar selalu berdasarkan pada banyaknya hasil yang diberikan, bukan pada lamanya waktu pengerjaan. Sistem ini tidak dapat diterapkan kepada pegawai tetap dan jenis pekerjaan yang tidak mempunyai standar fisik, seperti bagi pegawai administrasi. Sistem ini memberikan kesempatan pada pegawai yang bekerja bersungguh-sungguh, serta berkinerja baik untuk memperoleh balas jasa yang lebih besar. Jadi, prinsip keadilan betul-betul diterapkan. Kelemahan sistem ini adalah kualitas barang yang dihasilkan terkadang rendah. c. Pemberian kompensasi berdasarkan borongan Sistem borongan adalah cara pengupahan yang penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas volume pekerjaan dan lamanya pekerjaan dilakukan. Penetapan besarnya kompensasi berdasarkan sistem borongan ini cukup rumit, seperti lama mengerjakannya, serta berapa banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Dalam sistem ini, pegawai bisa mendapatkan kompesasi besar atau kecil tergantung pada kecermatan kalkulasi mereka atas pekerjaan.



Bab 6  Kompensasi



 233



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



4. Waktu Pembayaran Kompensasi Waktu pembayaran kompensasi maksudnya adalah kompensasi harus dibayar tepat pada waktunya, jangan sampai terjadi penundaan supaya kepercayaan pegawai terhadap organisasi semakin tinggi, ketenangan, dan konsentrasi kerja pegawai juga menjadi lebih baik. Apabila pembayaran kompensasi tidak tepat waktu, maka disiplin, moral, dan semangat kerja pegawai akan menurun, bahkan turn over pegawai akan semakin tinggi. Organisasi harus memahami bahwa kom­ pensasi yang diterima pegawai akan dipergunakan oleh pegawai beserta keluar­ ganya untuk memenuhi kebutuhannya, di mana sebagian kebutuhan tersebut si­fatnya tidak dapat ditunda, seperti makan dan minum. Kebijaksanaan waktu pembayaran kompensasi ini hendaknya berpe­doman pada prinsip: “Daripada menunda lebih baik mempercepat dan menetapkan waktu yang paling tepat’’. Misalnya, gaji dibayarkan setiap tanggal satu setiap bulan, jika pada tanggal satu jatuh pada hari libur atau hari minggu, sebaiknya pem­bayaran gaji dapat dipercepat pembayarannya menjadi pada hari sabtunya, tetapi apabila hari Sabtu tidak bekerja maka dibayarkan pada hari Jumat. Pem­ berian upah insentif dan kesejahteraan hendaknya ditetapkan waktunya yang paling tepat, seperti saat tahun ajaran baru bagi para pegawai yang sudah me­ miliki anak, supaya pemberian tersebut mempunyai dampak yang positif.



G. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOM­ PENSASI Pemberian kompensasi oleh organisasi dipengaruhi berbagai macam faktor. Faktor-faktor ini merupakan tantangan bagi setiap organisasi untuk menen­tu­kan kebijakan pemberian kompensasi. Faktor-faktor tersebut disajikan dalam Tabel 6.3 sebagai berikut. Tabel 6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi No. 1.



Faktor



Penjelasan



Kinerja dan produktivitas Setiap organisasi pasti menginginkan keuntungan yang optimal kerja atas bisnisnya. Keuntungan ini dapat berupa material maupun non material. Untuk itu, setiap organisasi harus mampu meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja pegawainya, agar memberikan kontribusi yang optimal bagi organisasi. Organisasi tidak mungkin membayar atau memberikan kompensasi yang melebihi kontribusi pegawai terhadap organisasi. berlanjut



234



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



No.



Faktor



2.



Kemampuan membayar



Pemberian kompensasi tergantung pada kemampuan organisasi dalam membayar. Organisasi tidak akan mungkin membayar kompensasi pegawainya melebihi kemampuan organisasi tersebut. Apabila organisasi memberikan kompensasi di atas kemampuannya maka organisasi akan terancam bangkrut.



Penjelasan



3.



Kesediaan membayar



Kesediaan untuk membayar akan berpengaruh terhadap kebijakan pemberian kompensasi bagi pegawai. Banyak organisasi yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi, tetapi tidak semua organisasi bersedia memberikan kompensasi yang tinggi.



4.



Suplai dan permintaan tenaga kerja



Banyak/sedikitnya tenaga kerja di pasar kerja akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi. Bagi pegawai yang tidak memiliki kemampuan dan keterampilan di atas ratarata tenaga kerja pada umumnya, akan diberikan kompensasi yang lebih murah.



5.



Serikat Pekerja



Serikat pekerja, serikat pegawai, atau serikat buruh, akan mempengaruhi kebijakan pemberian kompensasi. Serikat pekerja biasanya memperjuangkan anggotanya untuk memperoleh kompensasi yang adil, layak, serta wajar. Apabila ada organisasi yang dianggap tidak memberikan kompensasi yang sesuai maka serikat pekerja akan menuntut organisasi tersebut.



6.



Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku



Undang-undang dan Peraturan mengenai ketenagakerjaan saat ini mendapat sorotan tajam karena kebijakan tersebut bersentuhan langsung dengan pegawai sebagai salah satu bagian terpenting dalam organisasi, yang membutuhkan perlindungan. Undang-undang dan Peraturan yang jelas akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi. Misalnya UU Tenaga Kerja dan Peraturan UMR.



Sementara itu, menurut Hasibuan (2008) berbagai faktor yang mempe­ngaruhi kompensasi. 1. Penawaran dan permintaan. Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya, apabila pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan maka kompensasi relatif semakin besar. 2. Kemampuan dan kesediaan organisasi. Apabila kemampuan dan kesediaan organisasi untuk membayar semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya, apabila kemampuan dan kesediaan organisasi untuk membayar kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil. 3. Serikat buruh. Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka ting­ kat kompensasinya semakin besar. Sebaliknya, apabila serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil. Bab 6  Kompensasi



 235



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



4. Produktivitas kerja pegawai. Apabila produktivitas pegawai baik dan hasilnya banyak maka kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya, kalau produk­ ­­ti­­vitas kerjanya buruk, serta hasilnya sedikit maka kompensasinya kecil. 5. Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres. Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppres menetapkan besarnya Upah Minimum Regional (UMR). Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya peng­usaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya kompensasi bagi pegawai. 6. Biaya hidup. Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kom­ pen­sasi semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah maka tingkat kompensasi relatif kecil. Misalnya, tingkat upah Jakarta lebih besar daripada di Bandung karena tingkat biaya hidup di Ja­ karta lebih tinggi dibandingkan dengan Bandung. 7. Posisi dan jabatan pegawai. Pegawai yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima kompensasi lebih besar. Sebaliknya, pegawai yang men­ du­­duki jabatan yang lebih rendah akan memperoleh kompensasi yang kecil. Hal ini wajar karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab yang besar harus mendapat kompensasi yang lebih besar. 8.



Pendidikan dan pengalaman kerja. Pendidikan lebih tinggi dan penga­ laman kerja lebih lama maka kompensasi akan semakin besar karena ke­ cakapan, serta keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, pegawai yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat kom­pensasinya kecil.



9. Kondisi perekonomian nasional. Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat kompensasi akan semakin besar karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya, apabila kondisi per­ ekonomian kurang maju (depresi) maka tingkat upah rendah karena ter­ dapat banyak pengangguran (unemployed). 10. Jenis dan sifat pekerjaan. Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko (finansial, keselamatan) yang besar maka tingkat kom­ pensasi semakin besar karena membutuhkan kecakapan, serta ketelitian untuk mengerjakannya. Akan tetapi, apabila jenis dan sifat pekerjaannya mudah risiko (finansial, kecelakaannya) kecil, tingkat kompensasinya re­ latif rendah. Misalnya, pekerjaan merakit komputer kompensasinya lebih besar daripada pekerjaan kuli angkut barang.



236



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



H. KOMPENSASI: GAJI, UPAH, DAN INSENTIF Berikut ini penjelasan mengenai gaji, upah, dan insentif.



1. Gaji dan Upah Dua dimensi yang berkaitan dengan kompensasi, yaitu gaji dan upah. Beberapa ahli ada yang menyatakan bahwa gaji dan upah itu sama, namun ada pula yang menganggap bahwa gaji dan upah itu beda. Meskipun demikian, untuk mema­ hami dengan baik apa itu yang dimaksud gaji dan upah, mari kita simak pe­ nger­tian dari gaji dan upah. a. Soemarso (2009) menyatakan bahwa gaji adalah imbalan kepada pegawai yang diberikan atas tugas-tugas administrasi dan pimpinan yang jumlah­nya biasanya tetap secara bulanan. b. Mulyadi (2004) menyatakan bahwa gaji merupakan pembayaran atas pe­ nye­rahan jasa yang dilakukan oleh pegawai yang mempunyai jabatan ma­najer. c. Mardi (2011) menyatakan bahwa gaji adalah sebuah bentuk pembayaran atau sebuah hak yang diberikan oleh organisasi kepada pegawai. Dengan demikian, gaji merupakan suatu kompensasi yang dibayarkan oleh organisasi kepada pegawai sebagai balas jasa atas kinerja yang telah di­berikan terhadap organisasi. Kompensasi tersebut biasanya diberikan bulanan kepada pegawai. a. Soemarso (2009) menyatakan bahwa upah adalah imbalan kepada buruh yang melakukan pekerjaan kasar dan lebih banyak mengandalkan ke­ kuatan fisik dan biasanya jumlahnya ditetapkan secara harian, satuan, atau borongan. b. Mulyadi (2004) menyatakan bahwa upah merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh pegawai pelaksana (buruh). c. Diana dan Setiawati (2011) menyatakan bahwa upah diberikan atas dasar kinerja harian, biasanya praktik ini ditemukan pada pabrik. Upah ada­kalanya juga didasarkan pada unit kerja yang dihasilkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa upah merupakan kom­pen­ sasi yang dibayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan pro­duk yang dihasilkan oleh pegawai. Berdasarkan uraian di atas, dapat disim­pulkan bahwa kompensasi sudah pasti terkait dengan gaji, atau upah. Sementara itu, gaji dan upah belum tentu kompensasi, artinya kompensasi pasti lebih luas dari gaji dan upah, sedangkan gaji dan upah adalah bagian dari kompensasi. Selain kedua dimensi tersebut, hal lain yang erat dengan kompensasi adalah insentif. Bab 6  Kompensasi



 237



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



2. Insentif Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan tergan­ tung pada orang-orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh organisasi dalam mencapai tujuannya dengan meningkatkan kualitas kerja pegawainya. Pemberian insentif merupa­ kan salah satu cara atau usaha organisasi untuk meningkatkan kualitas pegawai­ nya. Pemberian insentif oleh organisasi merupakan upaya memenuhi kebutuhan pegawai. Pegawai organisasi akan bekerja lebih giat dan semangat sesuai dengan harapan organisasi jika organisasi memperhatikan dan memenuhi kebutuhan pegawainya baik kebutuhan yang bersifat materi, maupun kebutuhan yang ber­ sifat nonmateri. Insentif merupakan elemen atau balas jasa yang diberikan secara tidak tetap atau bersifat variabel tergantung pada kinerja pegawai. Intensif meru­pakan salah satu pendorong penting yang dapat memberikan rangsangan kepada pe­ gawai untuk bekerja lebih optimal. Melalui insentif diharapkan pegawai akan mampu berpartisipasi lebih tinggi dalam melaksanakan tugas organisasi. Insentif secara umum terdiri dari dua jenis yang berbeda, di mana setiap organisasi akan berbeda pula dalam pelaksanaannya. Kedua jenis insentif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.



a. Insentif Material Insentif material yang diberikan oleh organisasi perlu mempertimbangkan: (1) Waktu Bekerja. Waktu bekerja berwujud gaji dengan jumlah tertentu yang di­bayarkan setiap bulan kepada pegawai yang disesuaikan dengan waktu bekerja pegawai tersebut ketika bekerja di organisasi. (2) Kinerja. Diwujudkan dalam bentuk pembayaran yang didasarkan atas kinerja yang dihasilkan ketika be­ kerja di dalam organisasi. (3) Gabungan antara Waktu Bekerja dan Kinerja adalah merupakan kombinasi antara lamanya waktu bekerja dan kinerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu tertentu. Pada umumnya, jenis insentif material yang diberikan oleh organisasi bagi pegawainya sebagai berikut.



1) Uang Insentif material yang berbentuk uang dapat diberikan dalam beberapa macam. a) Bonus. Bonus adalah uang yang dibayarkan sebagai balas jasa atau hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan, diberikan secara selektif dan khusus. Diberikan tanpa ikatan di masa yang akan datang. 238



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



b) Komisi. Komisi adalah sejenis bonus yang dibayarkan kepada pihak yang menghasilkan pekerjaan yang baik. Umumnya, komisi dibayarkan sebagai bagian dari penjualan dan diterima pada pekerjaan bagian pen­­jualan. c) Pembagian keuntungan. Model pembagi keuntungan biasanya bermacammacam, tetapi mencakup pembayaran berupa sebagian dari laba bersih yang disetorkan ke dalam sebuah dana dan kemudian dimasukan ke dalam daftar pendapatan setiap pegawai. d) Kompensasi yang ditangguhkan. Terdapat dua macam program kompensasi yang mencakup pembayaran di kemudian hari, yaitu pensiun dan pem­ bayaran kontraktual. Pensiun mempunyai nilai insentif karena memenuhi salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu menyediakan jaminan sosial ekonomi setelah berhenti bekerja. Pembayaran kontekstual adalah pelak­ sanaan perjanjian antara organisasi dan pegawai, yang pegawai setelah selesai masa kerja akan dibayarkan sejumlah uang tertentu selama periode waktu yang telah ditentukan.



2) Jaminan Sosial Insentif material yang diberikan dalam bentuk jaminan sosial yang lazimnya diberikan secara kolektif, tidak ada unsur kompetitif atau persaingan, setiap pegawai dapat memperolehnya sama rata dan otomatis. Bentuk jaminan sosial ada beberapa macam antara lain: (a) Pemberian rumah dinas; (b) Pengobatan secara cuma-cuma; (c) Berlangganan surat kabar atau majalah secara gratis; (d) Cuti sakit dan melahirkan dengan tetap mendapatkan pembayaran gaji; (e) Pemberian tugas belajar (pendidikan dan pelatihan); (f) Pemberian piagam pembayaran; (g) Kemungkinan untuk membayar secara angsuran oleh pegawai atas pembelian barang-barang dari koperasi organisasi.



b. Insentif Nonmaterial Insentif nonmaterial dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk, antara lain: (a) pemberian gelar (title) secara resmi; (b) pemberian balas jasa; (c) pem­ berian piagam penghargaan; (d) pemberian promosi; (e) pemberian hak untuk mempergunakan; (f) sesuatu atribut dan fasilitas organisasi; (g) pem­berian pujian atau ucapan terima kasih secara formal maupun informal. Sistem insentif dapat diterapkan untuk hampir semua jenis pekerjaan, mulai dari pegawai kasar sampai dengan pegawai profesional, manajerial, mau­ pun eksekutif. Menurut Marwan Syah dan Mukaram (2000) terdapat bebe­rapa bentuk insentif yang lazim dijumpai.



Bab 6  Kompensasi



 239



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Tabel 6.4 Bentuk-Bentuk Insentif No.



Bentuk



Penjelasan



1.



Upah per keluaran (piece work)



Sistem insentif yang memberikan imbalan bagi pegawai atas tiap unit keluaran yang dihasilkan. Upah harian atau mingguan ditentukan dengan mengalikan jumlah unit yang dihasilkan dengan tarif per unit.



2.



Bonus produksi (production bonus)



Insentif yang dibagikan kepada pegawai melebihi sasaran keluaran yang ditetapkan. Pegawai biasanya menerima upah pokok, bila mereka dapat menghasilkan keluaran di atas standar mereka memperoleh bonus, yang jumlahnya biasanya ditentukan atas dasar tarif per unit produktivitas. Bonus produktif juga dapat diberikan kepada pegawai yang dapat menghemat waktu kerja.



3.



Komisi (commissions)



Insentif ini diberikan atas dasar jumlah unit yang terjual. Sistem ini biasanya diberlakukan untuk pegawai seperti wiraniaga.



4.



Kurva kematangan (maturity curve)



Bentuk insentif ini diberikan untuk mengakomodasi pegawai yang memiliki kinerja tinggi, dilihat dari aspek produktivitas, atau pegawai yang telah berpengalaman.



5.



Upah kontribusi (merit raises)



Kenaikan gaji atau upah yang diberikan sesudah penilaian unjuk kerja. Kenaikan ini biasanya diputuskan oleh atasan langsung pegawai, sering kali dengan bekerja sama dengan atasan yang lebih tinggi.



6.



Insentif nonmateri (nonmonetary incentives)



Insentif ini diberikan sebagai penghargaan atas kinerja pegawai, saran, serta pengabdian kepada masyarakat. Misalnya, banyak organisasi yang memiliki program pemberian penghargaan seperti plakat, sertifikat, liburan, cuti dan insentif lain yang tidak berbentuk uang.



7.



Insentif eksekutif (executives incentives)



Bentuk-bentuk insentif bagi eksekutif, antara lain bonus uang tunai, stock option (hak untuk membeli saham organisasi dengan harga tertentu), dan kinerja objektif.



Sumber: Marwan Syah dan Mukaram (2000)



Metode dan sistem insentif dapat berhasil dengan baik jika organisasi mem­ perhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) pembayaran hendaknya menggu­na­kan sistem sederhana yang mudah dipahami oleh pegawai; (2) insentif yang diterima pegawai dapat meningkatkan kinerja pegawai tersebut secara langsung; (3) or­ga­ nisasi membayar dalam kurun waktu secepat mungkin; (4) standar kinerja yang ditetapkan untuk memperoleh insentif hendaknya dipahami dengan baik oleh pegawai dan mampu dilaksanakan dengan baik oleh organisasi. Sementara itu, berbagai faktor yang mempengaruhi besarnya insentif yang diberikan oleh organisasi bagi pegawai mencakup hal-hal berikut. 1) Jabatan. Pegawai yang menduduki jabatan/kedudukan lebih tinggi dalam organisasi memiliki tanggung jawab dan ruang lingkup pekerjaan yang 240



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



lebih besar. Untuk itu, organisasi akan memberikan insentif lebih tinggi dibandingkan untuk pegawai biasa atau sebaliknya. 2) Kinerja. Pegawai yang menghasilkan kinerja yang tinggi akan diberikan insentif yang lebih besar daripada pegawai yang memilki kinerja rendah. Oleh sebab itu, maka pegawai harus menunjukkan kinerja yang lebih tinggi agar organisasi dapat memberikan insentif yang lebih besar. 3) Laba Organisasi. Pemberian insentif yang diberikan oleh organisasi kepada pegawainya bukan hanya menguntungkan pegawainya saja, melainkan juga akan memberikan keuntungan bagi organisasi. Oleh karena itu, organisasi tidak perlu segan dalam memberikan insentif bagi pegawainya.



c. Asuransi Tenaga Kerja Asuransi merupakan pengganti atas kerugian atau potensi kerugian yang mung­ kin akan diderita oleh pegawai di masa yang akan datang. Dalam asuransi tenaga kerja, organisasi bekerja sama dengan organisasi penyedia jasa asuransi yang memiliki kemampuan untuk menanggung kompensasi atas semua risiko pe­ kerjaan yang akan diderita oleh pegawai. Pembayaran asuransi tenaga kerja dapat dipikul oleh organisasi, organisasi dan pegawai, atau oleh pegawai itu sendiri melalui perjanjian tertentu sesuai kesepakatan. Organisasi mengasuransikan pegawainya agar mampu mengantisipasi halhal buruk yang berisiko terjadi pada pegawai. Pada dasarnya, asuransi tenaga kerja ini merupakan asuransi jiwa, yaitu yang menyangkut kematian (jiwa), cacat (kecelakaan), dan sakit (kesehatan). Pada asuransi tenaga kerja ini, setiap bulan organisasi dan pegawai membayar sejumlah uang provisi 2,5% dari upah atau gaji dibayarkan. Untuk pembayaran asuransi yang pembayarannya di­ tanggung oleh organisasi dan pegawai itu sendiri. Sebagai contoh, organisasi menggunakan perbandingan 1,5% ditanggung organisasi dan 1% ditanggung oleh pegawai yang bersangkutan. Uang santunan atau ganti rugi akan dibayarkan apabila pegawai tersebut telah mencapai usia 55 tahun dan kemudian berhenti bekerja maka pegawai tersebut akan menerima uang santunan atau ganti rugi dari organisasi tersebut. Apabila sebelum usia 55 tahun yang bersangkutan meninggal dunia maka keluarga atau ahli warisnya akan menerima uang santunan sebesar tanggungan yang telah ditentukan sebelumnya. Pegawai tersebut mengalami musibah dan tidak dapat bekerja lagi. Akan tetapi, apabila pegawai yang bersangkutan ber­ henti atas ke­mauan sendiri maka pegawai tersebut tidak berhak menerima uang santunan, hanya organisasi tetap akan memberikan uang pesangon. Bab 6  Kompensasi



 241



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Pemberian asuransi tenga kerja dapat memberikan ketenangan dan keten­ teraman bagi pegawai jika terjadi kejadian tertentu yang buruk terha­dap pe­ gawai tersebut maka dirinya akan terjamin. Selain itu, keluarganya juga akan terbantu dan meringankan jika pegawai tersebut memiliki asuransi.



d. Jasa-jasa Kepegawaian Lainnya Jasa-jasa kepegawaian merupakan pelayanan atau fasilitas yang diberikan dan disediakan organisasi bagi pegawainya. Organisasi memberikan berbagai fa­ silitas dan pelayanan yang dapat meningkatkan standar kehidupan pegawai dengan harapan bahwa mereka akan dapat bertahan lama bekerja di orga­ni­sasi tersebut dan harapan lainnya, seperti meningkatnya kinerja dan produkti­vitas kerja pegawai. Organisasi yakin bahwa situasi dan kondisi ruangan yang nyaman di tempat kerja juga akan dapat meningkatkan gairah kerja pegawai. Di bawah ini beberapa contoh dari jasa-jasa kepegawaian yang diberikan dan disediakan organisasi bagi pegawainya: Tabel 6.5 Bentuk-Bentuk Jasa Kepegawaian Lainnya No.



Bentuk



Penjelasan



1.



Perumahan



Masalah perumahan merupakan masalah yang penting bagi manusia. Kesulitan mencari tempat tinggal yang layak merupakan masalah yang cukup mengganggu pikiran pegawai. Penyediaan rumah dinas, mess, atau asrama yang disediakan organisasi bagi pegawai merupakan salah satu pemecahan masalah yang akan sangat membantu pegawai dalam masalah tempat tinggal. Apalagi pegawai tersebut masih baru di daerah itu dan belum memiliki tempat tinggal. Pemberian fasilitas perumahan akan memberikan ketenangan bagi pegawai sehingga pegawai akan bekerja lebih optimal. Namun, terkadang karena rumah dinas yang tersedia jum­­lahnya terbatas maka diberikan biaya pengganti fasilitas perumahan.



2.



Kesehatan



Kesehatan yang diberikan organisasi adalah kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Setiap pegawai dikatakan sehat jasmani apabila seluruh unsur jasmaninya dapat berfungsi normal dengan baik. Pegawai dikatakan sehat rohani apabila pegawai tersebut berhasil mengadaptasikan dirinya pada organisasi tempat bekerja, dapat mengatasi berbagai stres dan frustasi lainnya yang biasanya dialami oleh pegawai di lingkungan kerjanya. Penyediaan fasilitas kesehatan dimaksudkan agar pegawai mampu memberikan kinerja dan pekerjaan terbaiknya bagi organisasi. Pemberian fasilitas kesehatan ini dapat berupa: a. penyediaan poliklinik bagi pegawai; b. menyediakan dokter dan perawatnya di organisasi; c. memberikan tunjangan kesehatan yang bisa digunakan untuk berobat pada dokter yang ditunjuk organisasi; berlanjut



242



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



No.



Bentuk



Penjelasan d. memberikan kesempatan kepada pegawai untuk berobat ke Rumah Sakit dengan biaya organisasi, atau dengan peng­gantian biaya pengobatan; e. meringankan agar biaya yang dikeluarkan lebih murah, ada juga yang bekerja sama dengan organisasi lain untuk mendirikan poliklinik atau fasilitas kesehatan lainnya yang dibiayai oleh beberapa organisasi; f. organisasi juga perlu untuk menjaga kesehatan pegawai dari gangguan-gangguan penglihatan, kelelahan dan sebagainya.



3.



Kendaraan untuk antarjemput



Pemberian fasilitas antarjemput ini biasanya terbatas pada organisasi yang besar saja. Tujuan agar pegawainya dapat datang tepat waktu dan tidak mengalami kesulitan ketika pergi dan pulang bekerja. Dalam penyediaan fasilitas ini, organisasi harus menyediakan bis organisasi sendiri, sopir organisasi yang akan memerlukan biaya operasi yang besar, dan biaya untuk pemeliharaan kendaraan tersebut. Biasanya, organisasi akan memilih dengan memberikan semacam tunjangan transportasi.



4.



Makan siang



Pemberian fasilitas makan siang ini tidak diberikan semua organisasi hanya organisasi tertentu saja. Tujuan adalah mengurangi terlambatnya pegawai masuk kantor setelah jam istirahat. Selain itu, untuk menjaga kesehatan para pegawai.



5.



Kafetaria



Penyediaan kafetaria ini untuk memudahkan pegawai yang ingin makan dan tidak sempat pulang. Selain memberikan pelayanan makan dan minum kafetaria juga dapat dijadikan tempat istirahat dan duduk-duduk, serta bergaul dengan sesama pegawai lainnya.



6.



Pembelian



Organisasi menyediakan toko organisasi di mana pegawai dapat membeli barang-barang kebutuhan terutama barang-barang yang dihasilkan organisasi dengan harga lebih murah.



7.



Fasilitas pendidikan



Disediakan oleh organisasi bagi pegawai yang ingin menambah pengetahuannya, yang biasanya berbentuk perpustakaan. Di samping itu, terkadang organisasi juga memberikan beasiswa kepada pegawainya untuk menambah pengetahuan dan keahliannya.



8.



Penasihat keuangan



Disediakan bagi pegawai yang merasa memiliki masalah dalam mengatur keuangannya karena pegawai yang tidak memiliki akan lebih tenang di dalam melaksanakan pekerjaannya.



9.



Pemberian kredit



Pemberian kredit kepada pegawai bisa langsung dikoordinir oleh organisasi atau pengelolaannya diserahkan kepada pegawainya sendiri. Misalnya, melalui koperasi simpan pinjam yang ada di organisasi. Di sini manajemen organisasi hanya bertindak sebagai pengawas saja. Koperasi ini nantinya berfungsi untuk membantu para anggota dalam masalah keuangan.



10.



Rekreasi



Pegawai membutuhkan rekreasi mengingat pekerjaan yang diemban oleh pegawai dirasakan bosan atau penat. Rekreasi dapat mengurangi kejenuhan, serta stres kerja pegawai.



Bab 6  Kompensasi



 243



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



I. MOTIVASI DAN KOMPENSASI Kompensasi berhubungan erat dengan motivasi kerja. Hal ini menunjukkan jika ingin meningkatkan motivasi kerja maka tingkatkanlah kompensasi. Orga­ nisasi menggunakan kompensasi untuk memotivasi para pegawainya. Mi­salnya, organisasi memberikan gaji reguler kepada pegawai yang datang disiplin setiap hari, dan merampungkan berbagai aktivitas yang disyaratkan. Eksekutif mungkin mendorong setiap individu agar mau bekerja lembur dengan mem­be­rikan me­ reka kompensasi untuk upaya tambahan-tambahan tersebut. Kom­pensasi yang memotivasi harus memenuhi tiga jenis keadilan, yaitu (1) keadilan internal; (2) keadilan eksternal; (3) keadilan individu (Simamora, 2001). Berikut diuraikan ketiga jenis keadilan dimaksud.



1. Keadilan Internal Pada umumnya, pegawai akan termotivasi bekerja jika mereka merasakan bahwa imbalan yang mereka terima terdistribusi dengan adil. Rancangan dan implementasi sistem kompensasi haruslah dipastikan bahwa terdapat keadilan internal, eksternal, dan individu. Oleh karenanya, rancangan dan pelaksanaan struktur gaji yang efektif dan tingkat gaji yang tepat. Sangatlah umum jika pe­ gawai diperlakukan secara wajar. Dalam hal ini, keadilan adalah keseimbangan antara masukan yang dibawa oleh pegawai ke dalam suatu pekerjaan dengan hasil-hasil yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Masukan-masukan pegawai meliputi pengalaman, pendidikan, keahlian khusus, upaya dan waktu kerja. Output-nya antara lain gaji, tunjangan, pencapaian, pengakuan, dan imbalan lainnya. Keadilan internal dimaknai sebagai tingkat gaji yang pantas dengan nilai pekerjaan internal bagi perusahaan. Dengan kata lain, keadilan internal merupakan fungsi dari status relatif sebuah pekerjaan di dalam organisasi, nilai ekonomi, hasil pekerjaan, atau status sosial suatu pekerjaan seperti kekua­ saan, pengaruh dan statusnya di dalam hierarki organisasi. Oleh karenanya, keadilan internal berhubungan dengan kemajemukan gaji di antara pekerjaanpekerjaan yang berbeda di dalam organisasi. Keadilan internal akan sangat berdampak pada moral pekerjaan, kepuasan, produktivitas, dan perputaran pegawai. Apabila keadilan internal tidak terpenuhi maka aspek-aspek tersebut akan terjadi. Oleh karena itu, keadilan internal harus senantiasa diupayakan oleh manajamen. Artinya, banyak pegawai yang hanya mempunyai gambaran samar-samar mengenal berapa banyak yang dibayar organisasi lain, tetapi mereka biasanya mengetahui teman pegawai mereka dibayar oleh organisasi. Walaupun kebijakan kompensasi dirahasiakan, tetapi pegawai juga akan mengetahui yang terjadi di antara mereka. Akibatnya, apabila ketidakadilan 244



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



yang terjadi maka akan mengakibatkan demotivasi bagi mereka, yang merasa diperlakukan tidak adil.



2. Keadilan Eksternal Keadilan eksternal, diartikan sebagai tarif upah yang pantas dengan gaji yang berlaku bagi pekerjaan-pekerjaan yang serupa kerja eksternal. Keadilan eks­ ternal dinilai dengan membandingkan pekerjaan yang serupa di antara organisasiorganisasi yang dapat diperbandingkan, yakni organisasi di luar yang setara dengan organisasinya. Sementara itu, ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam penentuan keadilan eksternal, yaitu (a) pekerjaan yang sedang diperban­ dingkan haruslah sama, atau hampir sama, dan (b) organisasi yang disurvei mestilah serupa dalam ukuran, misi, dan sektornya. Menurut Simamora (2001) tingkat kompensasi eksternal dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (a) faktor-faktor tenaga kerja yang berhubungan dengan permintaan dan penawaran tenaga kerja; (b) faktor-faktor pasar dari produk, seperti tingkat kompetisi, tingkat permintaan produk, karakteristik produk, karakteristik industri, dan faktorfaktor lain yang mempengaruhi kesehatan industri dan kemampuannya mem­berikan gaji; (c) harga modal dan tingkat harga modal tersebut dapat didistri­busikan untuk tenaga kerja dalam proses yang produktif. Suatu sistem gaji menentukan keadilan eksternal melalui penentuan tingkat gaji yang tepat. Keadilan eksternal senantiasa dipertahankan dalam jangka panjang karena pegawai akan keluar dari organisasi jika keadilan eksternal tersebut tidak diper­ hatikan. Apalagi dalam tingkat pekerja rendahan, upah di perusahaan tetangganya lebih besar Rp20.000,00 sampai dengan Rp50.000,00 akan dengan sangat mudah mengambil keputusan pindah ke perusahaan te­tangga hanya karena perbedaan gaji tersebut. Dalam jangka pendek, keti­dak­adilan eksternal dapat menyebabkan tekanan besar terhadap organisasi karena para pegawai memu­ tuskan apakah akan meninggalkan organisasi ataukah me­nunggu situasinya berlalu. Untuk itu, setiap organisasi harus selalu mengukur tingkat kewajaran eksternal dalam kompensasi mereka. Misalnya, semakin mereka diimbali se­ cara berimbang dengan berbagai pegawai lain yang memegang jabatan yang sama dalam organisasi yang kompetitif, semakin mereka menghargai pekerjaan di dalam organisasi mereka.



3. Keadilan Individu Menurut Simamora (2001), keadilan individu berarti bahwa individu-individu merasa mereka diperlakukan secara wajar dibandingkan dengan rekan sekerja mereka. Pada saat seorang pegawai memperoleh kompensasi dari organisasi, Bab 6  Kompensasi



 245



pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



persepsi keadilan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu (a) rasio kompensasi ter­ hadap masukan upaya, pendidikan, pelatihan, ketahanan akan kondisi kerja yang merugikan dari seseorang; (b) perbandingan rasio ini dengan ratio-ratio yang dirasakan dari pegawai-pegawai lain dengannya terjadi kontak langsung. Keadilan biasanya ada ketika seseorang merasa bahwa rasio berbagai hasil terhadap masukan adalah seimbang, baik yang secara internal berkaitan de­ ngan dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Individu menggunakan proses yang kompleks untuk menentukan apa itu adil. Berbagai masukan secara terus-menerus dibandingkan dengan hasil-hasil berbagai ke­ ahlian khusus dan upaya individu ditimbang-timbang terhadap gaji dan pe­ nga­kuan yang diberikan oleh organisasi. Sesungguhnya, berbagai masukan dan hasil-hasil adalah unit-unit berlainan, dan sulit dipertimbangkan secara langsung satu dengan yang lainnya. Teori keadilan bermula dengan pe­negasan bahwa kewajaran dan keadilan adalah penting bagi semua orang. Teori keadilan menyatakan bahwa individu-individu menentukan apakah telah diperlakukan secara wajar dengan membandingkan risiko masukan dan keluaran mereka dengan rasio masukan dan keluaran orang lain. Orang lain ini (kelompok orang) ini bisa saja dalam pekerjaan yang sama atau berbeda, di dalam organisasi ataupun di luar organisasi dalam organisasi yang sama atau yang lain. Perasaan ketidakadilan muncul ketika proses perbandingan yang menyingkapkan suatu ketidakseimbangan antara berbagai masukan dan ber­ bagai keluaran yang dibandingkan pegawai dengan pegawai lainnya, seba­gai­ mana diperlihatkan Gambar 6.2. Gambar tersebut memperlihatkan hubungan antara keadilan dan kepuasan terhadap gaji. Misalnya si Ali, menentukan rasio input-nya (upaya, pendidikan, pengalaman, keahlian-keahlian, tanggung jawab, kondisi kerja dan hasil yang diharapkan) terhadap berbagai hasil atau berbagai imbalan (rewards). Dalam hal ini, Outcomes Ali (OA) dibagi dengan Inputs Ali (OA/IA). Individu Ali membandingkan ratio ini terhadap persepsinya pada rasio individu Budi, dalam hal ini, Outcomes Budi dibagi dengan Input Budi (OB/IB). Semua itu, tergantung pada persepsi individu dari ukuran relatif rasio ini (apakah OA/IA lebih besar dibandingkan OB/IB?; kurang dari; atau sama dengan?), dia ter­ motivasi bertindak dalam cara-cara tertentu. Misalnya, Situasi ini memper­ kirakan bahwa individu Ali mengarahkan upaya yang lebih besar terhadap pekerjaan dibandingkan individu Budi, tetapi ternyata dibayar lebih sedikit atau memperoleh imbalan yang lebih kecil (contohnya OA/IA lebih kecil dari OB/IB) maka individu Ali akan kurang termotivasi bekerja diban­dingkan jika rasio tersebut adalah sama dengan. 246



Manajemen Sumber Daya Manusia pustaka-indo.blogspot.com



http://pustaka-indo.blogspot.com



Keahlian Pelatihan Pengalaman Upaya Usia Senioritas Pendidikan Loyalitas Organisasi Kinerja masa lalu Kinerja Kini



Tingkat kesulitan Rentang waktu Besarnya tanggung jawab



Gaji yang dirasakan dibandingkan dengan gaji orang lain dijadikan acuan



Gaji aktual yang diterima



Berbagai masukan pekerjaan pribadi yang dirasakan



A Berbagai masukan dan hasil-hasil dari orang lain yang dirasakan kemudian dijadikan acuan



Jumlah yang dianggap seharusnya diterima



A=B : Kepuasan A>B : Ketidakpuasan A