5 0 10 MB
TDE – 07: PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN
PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
KATA PENGANTAR Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan tenaga ahli/ terampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan serta penguasaan teknologi. Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode kerja dan lain-lain. Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti perencanaan baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber daya air maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung. Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA merupakan salah satu jabatan kerja yang diprioritaskan untuk disusun materi pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat mendesak dalam pembinaan tenaga kerja yang berkiprah dalam perencanaan konstruksi bidang sumber daya air. Materi pelatihan pada Jabatan Kerja AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA ini terdiri dari 9 (Sembilan) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang diperlukan dalam melatih tenaga kerja yang menggeluti Ahli Desain Terowongan SDA. Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan khususnya untuk modul Perhitungan Desain Terowongan pekerjaan konstruksi Sumber Daya Air. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan masukkan guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini.
Jakarta,
Desember 2005 Tim Penyusun i
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
LEMBAR TUJUAN
JUDUL PELATIHAN : AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA
TUJUAN PELATIHAN A.
Tujuan Umum Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu : Melakukan kegiatan Desain Terowongan, memeriksa dan mengarahkan asisten perencanaan dan juru gambar dalam melakukan kegiatan Desain Terowongan sesuai tahapan desain, metode desain dan spesifikasi yang ada dalam kontrak.
B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan mampu: 1. Menetapkan Rencana Trase Terowongan 2. Mengkaji dan Menerapkan Data Survai dan Investigasi (Primer & Sekunder) 3. Menentukan Bentuk Bahan Konstruksi dan Dimensi Terowongan dan Bangunan Pelengkapnya 4. Menyiapkan Gambar Desain Terowongan yang Mengacu Pada Hasil Uji Model Hidrolis Yang Diperlukan
ii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
NOMOR MODUL
: TDE. 07
JUDUL MODUL
: PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah selesai mempelajari modul ini peserta mampu menjelaskan dan melakukan Perhitungan Desain Terowongan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah modul ini diajarkan peserta mampu : 1. Menerapkan hasil perhitungan hidrologi (debit rencana saluran dan debit banjir rencana) 2. Menganalisis perhitungan hidrolika (dimensi terowongan) 3. Menganalisis perhitungan struktur (perhitungan stabilitas dan beton/ baja)
iii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
i
LEMBAR TUJUAN.........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................
iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA ..........................................................................
xi
DAFTAR MODUL..........................................................................................................
xii
PANDUAN PEMBELAJARAN .....................................................................................
xiii
MATERI SERAHAN .....................................................................................................
xvii
BAB I
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1-1
BAB II PERHITUNGAN HIDROLOGI. ......................................................................
2-1
2.1
Debit Rencana Saluran Irigasi .............................................................
2-1
2.2
Debit Banjir Rencana ...........................................................................
2-3
2.2.1
Periode Ulang (Return Period) ................................................
2-3
2.2.2
Metode Perhitungan ................................................................
2-3
2.2.3
Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit)..
2-7
2.2.4
Kombinasi Melchior dan Gumbel dan lain-lain ......................... 2 - 22
2.2.5
Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Unit Hidrograf (UH) .................................................................. 2 - 44
BAB III PERHITUNGAN HIDROLIKA ...................................................................... 3.1
3-1
Dimensi Saluran....................................................................................
3-1
3.1.1
Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter .................
3-1
3.1.2
Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer ..............
3-4
3.2
Muka Air Maksimum (Tinggi Air Banjir Rencana) di Sungai ............... 3 - 19
3.3
Perhitungan Ukuran Terowongan Untuk Tenaga Listrik Yang Ekonomis ............................................................................................. 3 - 21
3.4
Perhitungan Hidrolika Terowongan ..................................................... 3 – 26
3.5
Analisa Hidrolika Bangunan Pengelak ................................................ 3 – 32
3.6
Analisa Hidrolika Untuk Power Waterway ........................................... 3 – 45
3.7
Analisa Hidrolika Portal ....................................................................... 3 – 49
BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR........................................................................
4-1
4.1
Desain Sistem Penyangga Baja ...........................................................
4-1
4.2
Desain Sistem Penyangga Shotcrete ................................................. 4 - 10 iv
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4.3
Desain Lining Terowongan .................................................................. 4 - 18
4.4
Desain Penutup Terowongan (Plug) ................................................... 4 - 28
4.5
Stabilitas Lereng Tanggul .................................................................... 4 - 33
4.6
Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkut) .... 4 - 36
4.7
Perhitungan Beton .............................................................................. 4 - 49
4.8
Analisa Struktur Bangunan Pengelak ................................................. 3 – 54
4.9
Analisa Struktural Untuk Power Waterway ......................................... 3 – 77
RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA
v
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1
Polygon Thiessen ................................................................................
2-8
Gambar 3.2
Grafik untuk menentukan V (dalam m/dt) ........................................... 2 - 11
Gambar 3.3
Grafik untuk menentukan nA atau nF ................................................. 2 - 12
Gambar 2.4
Grafik hubungan luas daerah pengaliran, kemiringan sungai dan meteran debit (Weison) ....................................................................... 2 - 16
Gambar 2.5
Contoh Polygon Thiessen ................................................................... 2 - 21
Gambar 2.6
Cara mendapatkan besarnya a dan b, cara Melchior ......................... 2 - 24
Gambar 2.7
Catchment area ................................................................................... 2 - 43
Gambar 2.8
Grafik Unit Hidrograf ............................................................................ 2 - 47
Gambar 3.1
Grafik Perencanaan untuk saluran tersier tanpa pasangan (k = 35, m = 1) ....................................................................
3-3
Gambar 3.2
Grafik Perencanaan untuk saluran kuarter (k = 30, m = 1) ................
3-3
Gambar 3.3
Flowchart pengecekan kecepatan dasar rencana Vbd ...................... 3 - 10
Gambar 3.4
Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS) .................. 3 - 11
Gambar 3.5
Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS) ..................... 3 - 12
Gambar 3.6
Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR / USCE ...... 3 - 16
Gambar 3.7
Grafik perencanaan saluran dengan garis-garis A dan B (grafik antar Q, I, I R , Vbd) ............................................................... 3 - 18
Gambar 3.8
Sketsa kemiringan sungai ................................................................... 3 - 20
Gambar 3.9
Grafik antara pengeluaran tahunan dan diameter .............................. 3 - 25
Gambar 3.10 Nomogram untuk menghitung harga K ............................................... 3 - 31 Gambar 3.11 Prinsip penelusuran banjir untuk perhitungan dimensi terowongan pengelak .............................................................................................. 3 - 32 Gambar 3.12 Grafik Penelusuran Banjir lewat terowongan pengelak ...................... 3 - 33 Gambar 3.13 Kondisi aliran yang lewat didalam terowongan ................................... 3 - 34 Gambar 3.14 Debit yang lewat didalam terowongan dalam kondisi aliran Terbuka dan tertekan .......................................................................... 3 - 34 Gambar 3.15 Nilai koefisien pada bentuk inlet .......................................................... 3 - 35 Gambar 3.16 Hidrograph banjir kala ulang 100 tahun .............................................. 3 - 44 Gambar 3.17 Head loss terhadap discharge ............................................................. 3 - 49 Gambar 3.18 Gambar potongan portal ...................................................................... 3 - 50 Gambar 3.19 Potongan memanjang dan denah terowongan ................................... 3 - 55 Gambar 3.20 Potngan melintang terowongan ........................................................... 3 - 55 Gambar 4.1
Beban batuan .......................................................................................
4-2
Gambar 4.2
Jarak blok dan sudut , .....................................................................
4-2 vi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.3
Arah beban ..........................................................................................
4-3
Gambar 4.4
Detail penyangga baja .........................................................................
4-5
Gambar 4.5
Detail blok atau pasak .........................................................................
4-6
Gambar 4.6
Jarak blok dan sudut , .....................................................................
4-7
Gambar 4.7
Arah beban .........................................................................................
4-8
Gambar 4.8
Tebal beton dan overbreak .................................................................. 4 - 12
Gambar 4.9
Bebab batuan ....................................................................................... 4 - 13
Gambar 4.10 Stabilising effect of Anchoring and shotcreting ................................... 4 - 17 Gambar 4.11 Terowongan bulat dan tapal kuda ....................................................... 4 - 21 Gambar 4.12 Terowongan beton dan beton bertulang ............................................. 4 - 27 Gambar 4.13 Detail plug ............................................................................................ 4 - 28 Gambar 4.14 Potongan plug ...................................................................................... 4 - 32 Gambar 4.15 Metode irisan untuk perhitungan stability lereng ................................ 4 - 33 Gambar 4.16 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0) ......................................... 4 - 35 Gambar 4.17 Tipe ulir ................................................................................................ 4 - 39 Gambar 4.18 Gir pada pengangkat pintu .................................................................. 4 - 42 Gambar 4.19 Pintu sorong ......................................................................................... 4 - 43
vii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Reduced Mean Yn ..................................................................................
2-5
Tabel 2.2
Reduced Standard Deviation Sn ............................................................
2-5
Tabel 2.3
Reduced Variate Yt .................................................................................
2-5
Tabel 2.4
Data debit maksimum tahunan ...............................................................
2-6
Tabel 2.5
Penentuan simpangan baku ...................................................................
2-6
Tabel 2.6
Nilai m n/m p untuk return period tertentu ................................................. 2 - 14
Tabel 2.7
Koefisien Kekasaran (f) .......................................................................... 2 - 17
Tabel 2.8
Curah hujan absolute maksimum .......................................................... 2 - 17
Tabel 2.9
Harga rata-rata curah hujan absolut maximum ..................................... 2 - 18
Tabel 2.10 Curah hujan maksimum dan lamanya pengamatan ............................. 2 - 19 Tabel 2.11 Nilai R, W dan jumlah koefesien (k) untuk R 70 ....................................... 2 - 20 Tabel 2.12 Nilai R, W dan R70 rata-rata .................................................................... 2 - 22 Tabel 2.13 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A > 100 km 2 .... 2 - 25 Tabel 2.14 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa .................................. 2 - 27 Tabel 2.15 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Koekoe ................................ 2 - 28 Tabel 2.16 R50 dan R100 Cara Weduwen Thiessen ................................................. 2 - 29 Tabel 2.17 R50 dan R100 Cara Haspers Thiessen ..................................................... 2 - 29 Tabel 2.18 R50 dan R100 Cara Gumbel Thiessen ...................................................... 2 - 30 Tabel 2.19 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Weduwen ............................ 2 - 31 Tabel 2.20 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Haspers ............................... 2 - 31 Tabel 2.21 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Gumbel ................................ 2 - 31 Tabel 2.22 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen ............................ 2 - 33 Tabel 2.23 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Harpers ............................... 2 - 33 Tabel 2.24 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Gumbel ............................... 2 - 33 Tabel 2.25 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.52 untuk A > 100 km 2 ....... 2 - 34 Tabel 2.26 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.62 untuk A > 100 km 2 ....... 2 - 34 Tabel 2.27 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.75 untuk A > 100 km 2 ....... 2 - 34 Tabel 2.28 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A < 100 km 2 .... 2 - 35 Tabel 2.29 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa .................................. 2 - 36 Tabel 2.30 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Weduwen .......................... 2 - 38 Tabel 2.31 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Haspers ............................. 2 - 38 Tabel 2.32 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Gumbel ............................. 2 - 38 Tabel 2.33 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen ............................ 2 - 40 Tabel 2.34 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Haspers ............................... 2 - 40 Tabel 2.35 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Gumbel ............................... 2 - 40 viii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.36 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.52 untuk A < 100 km 2 ..... 2 - 41 Tabel 2.37 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.62 untuk A < 100 km 2 ....... 2 - 41 Tabel 2.38 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.75 untuk A < 100 km 2 ....... 2 - 41 Tabel 2.39 R100 cara aritmatik ................................................................................... 2 - 42 Tabel 2.40 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen ........................................... 2 - 42 Tabel 2.41 Water Discharge Proportional to Maximum Discharge .......................... 2 - 45 Tabel 2.42 Perhitungan Unit Hidrograf ..................................................................... 2 - 46 Tabel 2.43 Hasil Perhitungan Hidrograf Banjir ......................................................... 2 - 48 Tabel 3.1
Kriteria perencanaan untuk saluran irigasi tanpa pasangan .................
3-2
Tabel 3.2
Nilai k berdasarkan jenis saluran dan atau Q rencana ..........................
3-7
Tabel 3.3
Form Perhitungan Dimensi Saluran ....................................................... 3 - 13
Tabel 3.4
Data profil saluran garis A3-10 ............................................................... 3 - 14
Tabel 3.5
Data profil saluran garis B3-11 ............................................................... 3 - 15
Tabel 3.6
Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR/ USCE3-13.... 3 - 17
Tabel 3.7
Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.7. ........................ 3 - 19
Tabel 3.8
Daftar debit effektif .................................................................................. 3 - 22
Tabel 3.9
Daftar biaya konstruksi dan pengeluaran tahunan bangunan Terowongan ............................................................................................ 3 - 24
Tabel 3.10 Tipe standar tapal kuda (Horse Shoe) ................................................... 3 - 28 Tabel 3.11 Tabel 1/n, 8/3 ........................................................................................... 3 - 29 Tabel 3.12 Tabel n/, 1/2 ........................................................................................... 3 - 30 Tabel 3.13 Hubungan antara nilai tinggi air debit dan tampungan (H, Q, S) ........... 3 - 39 Tabel 3.14 Hasil penelusuran banjir dengan berbagai diameter terowongan ......... 3 - 40 Tabel 3.15 Hubungan H, Q, S, dan .................................................................... 3 - 42 Tabel 3.16 Penelusuran banjir terowongan pengelak .............................................. 3 - 44 Tabel 3.17 Kehilangan tinggi energi pada belokan .................................................. 3 - 45 Tabel 3.18 Hubungan antara Q dan HL ................................................................... 3 - 48 Tabel 3.19 Hubungan antara open guide vanc dan Rates Pt .................................. 3 - 48 Tabel 3.20 Transisi saluran terbuka ......................................................................... 3 - 51 Tabel 3.21 Transisi portal ......................................................................................... 3 - 51 Tabel 3.22 Tabel perhitungan klasifikasi .................................................................. 3 - 56 Tabel 3.23 Krakteristik Hidrolik terowongan ............................................................. 4 - 56 Tabel 4.1
Baja H .....................................................................................................
4-1
Tabel 4.2
Data percobaan geser batuan ................................................................ 4 - 11
Tabel 4.3
Metode bishop tabel perhitungan ........................................................... 4 - 35
Tabel 4.4
Harga-harga koefisien gesekan f ........................................................... 4 - 38 ix
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Tabel 4.5
Perhitungan Desain Terowongan
Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm² untuk lebar Plat 100 cm ............................................................................................. 4 - 53
Tabel 4.6
Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam 1 baris (diameter 8 jam) .......................................................................... 4 - 53
Tabel 4.7
Daftar Besi Bulat ..................................................................................... 4 - 54
x
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA (Tunnel Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen kompetensi, dan kriteria unjuk kerja sehingga dalam Pelatihan AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. 2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan
yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA.
xi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
DAFTAR MODUL
MODUL NOMOR
: TDE. 07
JUDUL
: PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN
Merupakan salah satu modul dari : NO.
KODE
JUDUL
1.
TDE. 01
Etika Profesi, Etos Kerja, UU Jasa Konstruksi Dan UU SDA
2.
TDE. 02
Sistem Manajemen K3 Dan RKL, RPL
3.
TDE. 03
Pengenalan Survai Dan Investigasi
4.
TDE. 04
Pengenalan Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak
5.
TDE. 05
Pengenalan Manual O & P
6.
TDE. 06
Kriteria Desain Terowongan
7.
TDE. 07
Perhitungan Desain Terowongan
8.
TDE. 08
Metode Menggambar Teknis
9.
TDE. 09
Dasar-Dasar Manajemen Proyek
xii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
PANDUAN PEMBELAJARAN PELATIHAN
: AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA
JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN
KETERANGAN
KODE MODUL : TDE. 07 DESKRIPSI
: Materi ini terutama membahas : perhitungan desain terowongan pada pekerjaan desain di bidang
sumber
perhitungan
daya
hidrologi
air, debit
yang
meliputi
rencana
;
saluran
pembawa, debit banjir rencana. Perhitungan
hidrolika
(dimensi
saluran,
perhitungan ukuran terowongan untuk TL yang ekonomis dan perhitungan hidrolika terowongan). Perhitungan struktur Desain Sistem Penyangga Baja,
Desain
Sistem
Penyangga
Shotcrete,
Desain Lining Terowongan, Desain Penutup Terowongan (Plug), Portal, Stabilitas Lereng Tanggul Pengenalan Hidromekanikal, Perhitungan Beton. Bangunan Pengelak, Power Waterway.
TEMPAT KEGIATAN
: Dalam
ruang
kelas
lengkap
dengan
fasilitasnya WAKTU KEGIATAN
: 12 jam pelajaran (1 JP = 45 menit)
xiii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
KEGIATAN INSTRUKTUR 1. CERAMAH : PEMBUKAAN Menjelaskan Tujuan Instruksional (TIU & TIK) Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam penerapan Perhitungan Desain Terowongan
Perhitungan Desain Terowongan
KEGIATAN PESERTA Mengikuti penjelasan TIU
dan TIK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas
PENDUKUNG OHT No. 4
Waktu : 5 menit Bahan : Lembar tujuan
2. CERAMAH : PENDAHULUAN Gambaran perhitungan hidrologi, hidrolika dan struktur.
Mengikuti penjelasan
instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu
OHT No. 7 - 8
Waktu : 10 menit Bahan : Materi serahan (Bab 1 Pendahuluan)
xiv
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
KEGIATAN INSTRUKTUR 3. CERAMAH : Perhitungan Hidrologi Debit rencana saluran Debit rencana banjir Menjelaskan perhitungan debit rencana saluran, debit rencana banjir.
Perhitungan Desain Terowongan
KEGIATAN PESERTA
Mengikuti penjelasan
PENDUKUNG OHT No. 9 - 32
instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu
Waktu : 90 menit Bahan : Materi serahan (Bab 2 Perhitungan Hidrologi)
4. CERAMAH : Perhitungan Hidrolika Menjelaskan dimensi saluran Menjelaskan perhitungan ukuran terowongan untuk tenaga listrik yang ekonomis Menjelaskan perhitungan hidrolika terowongan
Mengikuti penjelasan
instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu
OHT No. 33 - 43
Waktu : 170 menit Bahan : Materi serahan (Bab 3 Perhitungan Hidrolika)
xv
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
KEGIATAN INSTRUKTUR 5. CERAMAH : Perhitungan Struktur Menjelaskan desain sistem penyangga baja, desain sistem penyangga shotcrete, desain lining terowongan, desain penutup terowongan (plug), portal, perhitungan stabilitas lereng tebing dan pengenalan hidromekanikal. perhitungan bangunan pengelak, power waterway,
Perhitungan Desain Terowongan
KEGIATAN PESERTA
Mengikuti penjelasan
PENDUKUNG OHT No. 44 - 86
instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu
Waktu : 265 menit Bahan : Materi serahan (Bab 4 Perhitungan Struktur)
xvi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
MATERI SERAHAN
xvii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
BAB I PENDAHULUAN
Perhitungan desain terowongan ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai pedoman atau contoh dalam melaksanakan pekerjaan desain terowongan, khususnya dalam bagian perhitungannya. Tetapi tidak menutup kemungkinan contoh dari luar modul ini akan lebih baik. Perhitungan desain terowongan ini terdiri dari ; 1. Perhitungan hidrologi 2. Perhitungan hidrolika dan 3. Perhitungan struktur
Perhitungan hidrologi ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan yang mana akan dilakukan oleh ahli hidrologi tetapi sebagai Ahli Desain Terowongan SDA juga harus mengetahui karena hasil perhitungan hidrologi ini dipakai sebagai dasar perhitungan hidrolika. Perhitungan ini terdiri dari perhitungan debit rencana saluran dan debit banjir rencana. Perhitungan hidrolika ini dimaksudkan untuk menghitung dimensi saluran dan bangunan air serta perhitungan elevasi muka air. Sedangkan perhitungan struktur ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan yang mana akan dilakukan oleh ahli struktur. Perhitungan yang dimaksud dalam modul ini terdiri dari contoh perhitungan stabilitas lereng tanggul, perhitungan hidromekanikal dan perhitungan beton dan baja.
1-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
BAB II PERHITUNGAN HIDROLOGI
Dalam desain terowongan perhitungan hidrologi yang sering dilakukan adalah perhitungan mengenai debit rencana saluran atau terowongan, debit banjir atau debit banjir rencana. 2.1
Debit Rencana Saluran Irigasi Yang dimaksud dengan Debit Rencana Saluran Irigasi adalah debit maksimum yang direncanakan untuk melalui saluran, kapasitas saluran = debit rencana saluran = Q. Besarnya tergantung dari ; •
Luas daerah yang diairi = (A)
•
Kebutuhan bersih air disawah = (NFR)
•
Efisiensi (e)
•
Koefisien pengurangan (C)
Q
C.NFR. A e
a). Luas daerah yang diairi adalah sama dengan 0.90 x luas hasil planimeter dari petak tersier atau jumlah dari peta-petak tersier dengan satuan ha. b). Kebutuhan bersih air di sawah = NFR adalah didapat dari perhitungan kebutuhan air dimana dipilih yang paling besar luasnya pada bulan masa pengolahan lahan dengan satuan l/d/ha. c). Efisiensi = e adalah angka akibat adanya kebocoran-kebocoran di saluran dan bangunan Untuk ; •
Tersier kebocoran (15 - 22,5) %
et = (0.85 – 0.775)
•
Sekunder kebocoran (7.5 - 12.5)%
es = (0.925 – 0.875)
•
Primer kebocoran (7.5 - 12.5)%
ep = (0.925 – 0.875)
3 3 1
1 2
1
2 1
1 1
2 2 1
1 1
2-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
•
Q1
C.NFR.A et
Q2
C.NFR.A e t .e s
Q3
C.NFR.A e t .e s .e p
Perhitungan Desain Terowongan
Koefisien pengurangan = C adalah pengurangan debit akibat dari perbedaan menanam. Waktu menanam ada bermacam ; 1) Cara serentak yaitu dimana waktu pengolahan tanah dikerjakan pada waktu yang sama, ini baru bisa dilaksanakan bila tenaga penggarap banyak atau dengan menggunakan traktor. Dalam hal ini koefisien pengurangan C = 1 untuk saluran tersier sekunder maupun primer. 2) Cara Golongan yaitu dimana waktu pengolahan tanah atau waktu tanam dilakukan secara teratur bergilir, biasanya berbeda waktu 0,5 bulan. Cara golongan ada 3 macam; a) Golongan pada daerah irigasi Saluran tersier
C = 1
Saluran sekunder
C = 1
Saluran Primer
C < 1 C = 0,80
b) Golongan pada daerah sekunder Saluran tersier
C = 1
Saluran sekunder
C < 1 C = 0,80
Saluran Primer
C < 1 C = 0,80
c) Golongan pada daerah tersier Saluran tersier
C < 1 C = 0,80
Saluran sekunder
C < 1 C = 0,80
Saluran Primer
C < 1 C = 0,80
2-2
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
3) Cara tradisional karena dengan kurang maka pengolahan tanah dilakukan secara bergilir, besarnya C = lengkung tegal. Jadi untuk mendapatkan besarnya debit saluran harus ditentukan dulu hal-hal tersebut diatas. 2.2
Debit Banjir Rencana Yang dimaksud dengan debit banjir rencana (design flood) adalah besarnya debit yang direncanakan untuk melewati terowongan. Hal ini hendaknya dibedakan pengertiannya dengan banjir terbesar. Banjir terbesar akan terjadi kapan saja (tidak tertentu waktunya) dan tidak akan ada banjir yang lebih besar dari banjir terbesar ini. Debit banjir rencana (design flood) tidak sebesar banjir terbesar. 2.2.1
Periode Ulang (Return Period) Debit banjir rencana (design flood) direncanakan sebagai debit banjir (flood) yang diharapkan akan terjadi pada waktu/ jangka waktu tertentu. Artinya pada suatu jangka waktu (periode) tersebut, banjir ini akan terjadi lagi. Misalnya banjir 50 tahun adalah banjir yang akan terjadi pada tiap-tiap 50 tahun sekali. Demikian pula banjir 100 tahun akan terjadi pada tiap 100 tahun sekali. Angka 50 tahun dan 100 tahun diatas disebut periode ulang (return period). Banjir dengan periode ulang 50 tahun disebut Q 50, untuk periode ulang 100 tahun disebut Q100 dan seterusnya. Jadi kalau suatu bendung direncanakan dengan debit banjir rencana Q 50, artinya bendung itu akan mampu dilewati oleh banjir yang datangnya tiap 50 tahun sekali. Biasanya untuk bendung direncanakan dengan design flood antara Q50 sampai Q100, tergantung dari besar kecilnya bendung dan penting tidaknya bendung serta penting tidaknya daerah sebelah hilir bendung.
2.2.2
Metode Perhitungan Untuk mencari besarnya design flood dengan return period tertentu, bisa menggunakan data-data debit sungai atau dapat pula data-data curah hujan. Analisis untuk mencari harga suatu besaran dengan suatu periode ulang tertentu disebut Frequency Analisis. Beberapa cara frequency analisis yang telah di kenal dan dipakai antara lain cara gumbel, cara huspers dan lain-lain.
Disini hanya akan kita pelajari
bagaimana penggunaan cara tersebut dan bukan teorinya.
2-3
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
a). Cara Gumbel Data-data untuk metode ini yang harus tersedia adalah debit musiman tahunan atau curah hujan maksimum tahunan dengan pengamatan minimum 10 tahun. Xt = Xa + k . Sx dimana ; Xt
=
besaran yang diharapan terjadi dalam t tahun
T
=
return period
Xa
=
harga pengamatan rata-rata selama n tahun (automatic) selama n tahun
k
=
frequency factor
Sx
=
standar deviasi
Harga frequency factor k tergantung dari banyaknya data yang teranalisis dan tergantung dari return period yang dikehendaki, sehingga didapat ;
K
Yt Yn Sn
Xt Xa
Yt Yn Sx Sn
dimana ; Yt
=
reduced periode (untuk ini ada tabel hubungan antara Yt dan t (lihat tabel 2.3)
Yn
=
reduced mean (ada tabel hubungan antara Yn dan n, dimana n adalah banyaknya pengamatan (lihat tabel 2.1)
Sn
=
reduced standard deviation (ada berhubungan antara Sn dan n) lihat tabel 2.2)
Harga standar deviasi = Sn ada dua rumus ;
Xi Xa
2
Sn
n 1
Xi
2
atau
Sn
Xa Xi
n 1
2-4
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Tabel 2.1
Perhitungan Desain Terowongan
Reduced Mean Yn
n
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.4952
0.4996
0.5035
0.5070
0.5100
0.5128
0.5157
0.5182
0.5202
0.5120
20
0.5236
0.5252
0.5260
0.5283
0.5296
0.5309
0.5320
0.5332
0.5343
0.5353
30
0.5362
0.5371
0.5380
0.5388
0.5396
0.5402
0.5410
0.5418
0.5424
0.5430
40
0.5436
0.5442
0.5448
0.5453
0.5468
0.5463
0.5468
0.5473
0.5477
0.5481
50
0.5485
0.5489
0.5493
0.5497
0.5501
0.5504
0.5508
0.5522
0.5515
0.5518
60
0.5521
0.5524
0.5527
0.5530
0.5533
0.5535
0.5538
0.5540
0.5543
0.5545
70
0.5548
0.5550
0.5552
0.5555
0.5557
0.5559
0.5561
0.5563
0.5565
0.5567
80
0.5569
0.5570
0.5572
0.5574
0.5576
0.5578
0.5580
0.5581
0.5583
0.5585
90
0.5586
0.5587
0.5589
0.5591
0.5592
0.5593
0.5595
0.5596
0.5598
0.5599
100
0.5600
Tabel 2.2
Reduced Standard Deviation Sn
n
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.9496
0.9697
0.9833
0.9971
1.0095
1.0206
1.0316
1.0411
1.0493
1.0565
20
1.0628
1.0696
1.0754
1.0812
1.0864
1.0915
1.0961
1.1044
1.1047
1.1086
30
1.1124
1.1159
1.1193
1.1226
1.1255
1.1285
1.1313
1.1339
1.1363
1.1388
40
1.1413
1.1436
1.1458
1.1480
1.1499
1.1519
1.1538
1.1557
1.1574
1.1590
50
1.1607
1.1623
1.1638
1.1658
1.1667
1.1681
1.1696
1.1708
1.1721
1.1734
60
1.1747
1.1759
1.1770
1.1782
1.1793
1.1803
1.1814
1.1824
1.1824
1.1844
70
1.1854
1.1863
1.1873
1.1881
1.1890
1.1898
1.1903
1.1915
1.1923
1.1930
80
1.1938
1.1945
1.1953
1.1962
1.1967
1.1973
1.1980
1.1987
1.1994
1.2001
90
1.2007
1.2013
1.2020
1.2026
1.2032
1.2038
1.2044
1.2049
1.2055
1.2060
100
1.2065
Tabel 2.3
Reduced Variate Yt
Return Period (year) = T
Reduced Variate = Yt
2 5
0.3665 1.4999
10
2.2502
20
2.9702
25
3.1985
50
3.9019
100
4.6001
200
5.2958
2-5
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
dimana ; Xi
=
harga besaran pada pengamatan
n
=
banyaknya data pengamatan
Xa
=
harga besaran rata-rata
b). Contoh Cara Gumbel Data debit maksimum tahunan suatu sungai dalam m 3/det adalah sebagai berikut ; Tabel 2.4 Data debit maksimum tahunan Tahun
Q (m3/dt)
1950 1951 1952 1953 1954 1955 1956 1957 1958 1959 1960
37 20 32 60 25 52 46 70 92 48 24
Harus dicari debit terbesar yang terjadi tiap 100 tahun sekali atau Q 100. untuk menyelesaikan soal ini agar praktis dibuat daftar seperti dibawah ini ; Tabel 2. 5 Penentuan simpangan baku. Tahun
Xi
(Xi)2
Xi-Xa
(Xi-Xa)2
1950
37
1369
-9
81
1951
20
400
-26
676
1952
32
1024
-14
196
1953
60
3600
14
196
1954
25
625
-21
441
1955
52
2704
6
36
1956
46
2116
0
0
1957
70
4900
24
576
1958
92
8464
46
2116
1959
48
2304
2
4
1960
24
576
-22
484
Total
506
28082
0
4806 2-6
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Xa
Perhitungan Desain Terowongan
Xi 506 46 n 11
Dari tabel 2.30 ; untuk n = 11 maka Sn = 0.9697 Dari tabel 2.29 ; untuk n = 11 maka Yn = 0,4996 Dari tabel 2.31 ; untuk t = 100 maka Yt = 4.6001
Xi Xa
2
Sx
n 1
4806 21.9 10
Xt Xa
Yt Yn Sx Sn
Xt 46
4.6001 0.4996 x21.9 138.61 0.9697
Jadi Q100 = 139 m 3/det 2.2.3
Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit) Terlebih dahulu dibedakan antara curah hujan yang jatuh di daerah aliran dan yang jatuh di daerah yang akan diairi. Pengamatan curah hujan dari stasiun yang terletak di daerah aliran dipergunakan untuk mencari debit sungai. Sedangkan curah hujan dari stasiun di daerah yang akan diairi digunakan untuk menghitung banyaknya air sebagai sumbangan terhadap supply air dari saluran irigasi.
2.2.3.1 Stasiun Hujan Untuk mencari debit sungai, terlebih dahulu ditentukan stasiun hujan yang mewakili daerah alirannya, yakni stasiun yang terletak di dalam daerah aliran yang bersangkutan. Jika tidak ada stasiun yang dimaksud maka kita memakai stasiun hujan yang terdekat dengan daerah aliran tersebut. Hal ini sebetulnya tidak benar menurut prosedur yang semestinya. Tetapi dilakukan hanya sekedar daripada tidak ada data sama sekali, sedangkan kita harus mengerjakannya. Sudah barang tentu kwalitas data ini kurang baik. Jika kita memakai data semacam itu sebaiknya kita imbangi dengan faktor keamanan yang layak. Letak stasiun hujan yang telah dipilih kemudian diplot dalam gambar catchment areanya. 2-7
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
2.2.3.2 Curah Hujan Rata-rata a). Aritmatic Rata-rata aritmatic curah hujan adalah jumlah besarnya curah hujan dibagi banyaknya bilangan penjumlahan. Misalnya stasiun A = 200 mm, B = 300 mm dan C = 100 mm maka rata-ratanya = 1/3 (200 + 300 + 100) = 200 mm b). Thiessen Metode Cara ini disebut pula thiessen polygon karena akan digunakan polygonpolygon.
Setelah letak stasiun-stasiun hujan diplot dalam gambar
catchment area, maka dibuatlah sumbu-sumbu garis-garis penghubung stasiun-stasiun hujan tersebut. Garis-garis sumbu ini akan membagi-bagi catchment area, yang akan diwakili oleh tiap-tiap stasiun.
Gambar 2.1 Polygon Thiessen Stasiun A mewakili daerah antara catchment area dan sumbu 1 dan 2. Stasiun C antara catchment area, sumbu 3 dan 1. Jika Ra = curah hujan stasiun A dan La = luas daerah A, begitu pula Rb dan Lb untuk stasiun B, serta Rc dan Lc untuk stasiun C maka ;
R rata rata
Ra.La Rb.Lb Rc.Lc La Lb Lc
Sudah barang tentu metode ini mempunyai batas-batas berlakunya, yakni pada kondisi bagaimana metode ini paling baik dipakai, atau sebaliknya. Hal ini lebih lanjut dapat dipelajari pada ilmu hidrologi.
Juga cara-cara lain untuk mencari
harga rata-rata dapat dipelajari pada ilmu hydrologi. 2-8
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
2.2.3.3 Metode Melchior Metode ini adalah metode yang sudah lama dipakai di Indonesia. Rumus yang dipakai adalah ; Q max .A.q.
R max 200
dimana ; Qmax
=
debit max yang diharapkan terjadi (m 3/det)
=
koefisien pengaliran
A
=
luas catchment area (km2)
q
=
debit tiap km2 (m3/det/km2)
Rmax =
curah hujan harian absolut max rata-rata dari stasiun yang mewakili (mm)
Harga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain ; kondisi tanah, kondisi tumbuh-tumbuhan, kemiringan terrain, kelembaban dan sebagainya. Pada tanah yang lebih porous harga makin kecil kondisi tumbuh-tumbuhan yang lebat harga kecil. Makin miring permukaan tanah, makin besar harga . Karena itu adalah sukar sekali untuk memastikan harga pada suatu kondisi tertentu sekalipun. Namun demikian secara praktis dapatlah harga diambil antara 0,62 dan 0,75. Demikianlah yang telah sering dipakai dan menghasilkan harga Qmax yang tidak jauh meleset. Apabila harga-harga , A dan Rmax telah ditentukan atau didapat dari data-data yang ada, maka tinggal harga Q yang perlu dicari. Untuk memudahkan perhitungan maka rumusnya telah dijadikan grafik dan tabel. Pada hakekatnya pencarian harga q ini adalah coba-coba. Prosedur pemakaian cara melchior adalah sebagai berikut ; a). Dibuat ellips pada gambar catchment area. Ellips ini bersifat meliputi catchment area dengan ketentuan ; a = 2/3.b, kalau a = sumbu pendek ellips b = sumbu panjang ellips Luas ellips = 1/4..a.b (km 2).= 2A
2-9
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
b). Miring sungai rata-rata, i
H l
Kalau
l
=
panjang teoritis sungai
H
=
perbedaan tinggi antara tempat rencana bendung dan
L
=
tempat mulainya teoritis sungai
9/10.L, kalau L = panjang sungai
c). Panjang sungai L yang diambil adalah panjang antara sumber anak sungai sampai ke tempat rencana bendung, harga L ini diambil yang terpanjang diantara anak-anak sungai yang ada. Apabila akan dihasilkan L yang sama diantara beberapa anak sungai, maka diambil anak sungai dengan sumber yang elevasinya tertinggi. d). Luas catchment area = A diukur dari gambar catchment area (dalam km2) e). Kita mulai mencoba dengan sesuatu harga q tertentu. Untuk percobaan ini supaya tidak terlalu jauh meleset hasilnya maka digunakan daftar 1 pada pada gambar 2.3. Untuk nA tertentu akan didapat harga q (m 3/dt/km 2). Namakanlah q ini adalah q1. f). Dengan harga A.q1 dan i, dengan rumus ;
v 1.31 Aqi 2
, atau dengan grafik
pada gambar 2.2 didapat harga v (m/dt). Perlu diperhatikan bahwa harga kemiringan dalam grafik tersebut adalah 104 i dan bukan i g). Time of concentration T
L , T ini dinyatakan dalam menit. V
h). Dengan harga T dan nA maka dari grafik pada gambar 2.3 didapat harga q (m3/dt/km2). Pada grafik tersebut harga T dalam jam dan nA dalam km2. Harga q ini namakan sebagai q2 i). Apabila harga q2 ini tidak sama dengan harga q1 (yang dicoba tadi) maka prosedur f s/d h di atas diulang-ulang terus sampai didapatkan harga q yang sama. Namakanlah harga q yang telah sama ini sebagai q. j). Harga q ini harus ditambah dengan prosentase tertentu tergantung dari harga T yang bersangkutan, sebagai koreksi. Hubungan antara T dan prosentase ini bisa didapat pada daftar 2 pada gambar 2.3. Harga q yang telah dikoreksi inilah yang akan dipakai pada rumus Q diatas. Dengan demikian harga Q max akan didapat.
2 - 10
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 2.2 Grafik untuk menentukan V (dalam m/dt) 2 - 11
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 2.3 Grafik untuk menentukan nF 2 - 12
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
2.2.3.4 Metode Weduwen Metode ini digunakan untuk catchment area yang kurang dari 100 km 2. Weduwen mengembangkan metode ini di Jakarta dengan menggunakan data pengamatan hujan selama 70 tahun. Data hujan yang akan digunakan dalam cara Weduwen ini berbeda dengan data yang dipakai untuk cara Melchior. Sebagaimana diketahui untuk cara Melchior digunakan data curah hujan harian absolut maximum dan menghasilkan suatu debit tanpa return period tertentu. Sedangkan pada cara Weduwen dipakai cara curah hujan maksimum kedua selama masa pengamatan tertentu, dan menghasilkan suatu debit untuk return period tertentu. Curah hujan maksimum kedua adalah curah hujan setingkat dibawah absolut maksimum. Cara Weduwen menggunakan salah satu rumus dari ; Qn q x A xk
atau
Qn q x A x mn x
R 70 240
dimana ; Qn
=
debit max. dalam suatu return period tertentu (m 3/dt)
n
=
return period
q = debit pada tiap km 2 pada curah hujan harian 240 mm (m 2/dt/km 2) mn =
koefisien (untuk suatu return period tertentu)
R70 =
curah hujan dengan return period 70 th.
Data yang diperlukan dalam cara Weduwen ini adalah ; a). Data curah hujan harian maximum kedua (R) dan lama waktu pengamatanya (P) b). Luas catchment area (A) c). Kemiringan medan tebas (i) d). Return period yang kita kehendaki (n) Persamaan (a) a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.4 didapat harga q b). Dengan harga R dan P , dari nomogram dalam tabel 2.6 didapat harga R70. c). Dengan harga R70 dan return period yang kita kehendaki (n) dari tabel yang terdapat dalam tabel 2.6 didapat harga k d). Dengan persamaan (a) didapat harga Qn
2 - 13
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Persamaan (b) a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.4 didapat harga q . b). Dengan harga P, dari tabel 2.6 dalam halaman didapat harga mp, yaitu suatu koefisien untuk R70 berhubungan dengan lamanya waktu pengamatan (P). c). R70 =
R dimana R adalah curah hujan max. kedua selama pengamatan N Mp
tahun. d). Dengan retun period yang kita kehendaki (n) dari tabel (seperti b) didapat harga mn, suatu koefisien berhubungan dengan return period. e). Dengan persamaan (b) didapat harga Qn. Pada hakekatnya mn dan mp adalah sama. Bedanya index n menunjukkan sebagai return period dan index p menunjukkan lamanya waktu pengamatan. Jika karena satu dan lain hal harga R (maksimum kedua) tidak diketahui tetapi harga absolut max. (M) diketahui, maka sebagai pendekatan dapat diambil ;
R
5 M 6
Perhitungan curah hujan pada return period tertentu Contoh perhitungan cara Weduwen Tabel 2.6 Nilai m n/m p untuk return period tertentu n/p (tahun) 1/5 1/4 1/3 1/2 1 2 3 4 5 10 15
Rn
mn /mp 0.238 0.262 0.291 0.336 0.410 0.492 0.541 0.579 0.602 0.705 0.766
n/p (tahun) 20 25 30 40 50 60 70 80 90 100 125
mn /mp 0.811 0.845 0.875 0.915 0.948 0.975 1.00 1.02 1.03 1.05 1.08
mn x Rp mp
dimana: p
=
lama pengamatan
n
=
return period
mp =
koefesien faktor 2 - 14
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
mn =
koefesien faktor
Rp =
hujan max selama p tahun
Rn =
hujan max pada return period n tahun
Perhitungan Desain Terowongan
Contoh : Rp = 150 mm p = 15 tahun dari tabel 2.6 didapat m p = 0.766
R100
1.05 x 150 206 0.766
R 50
0.948 x 150 186 0.766
R 25
0.845 x 150 165 0.766
Perhitungan Desain Banjir Metode Weduwen ♦
A = Luas daerah aliran = ......km 2
♦
L = Panjang sungai = ......km
♦
i = 9/10 L = ........km = .........m
♦
Elevasi dasar sungai di hulu + ........
♦
Elevasi dasar sungai dekat bendung + ......
♦
h = perbedaan elevasi = ......m
♦
i=
♦
Hubungan A dan i akan didapat nilai q = ... (m 3/det/km 2) berdasarkan Gambar
h = kemiringan sungai = ...... l
2.4. ♦
R100 =
♦
Q100 = q x A x
♦
R.....=
♦
Q….= q x A x
R100 = 240 R...... = 240
2 - 15
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
A < 100 km 2 A < 1 km 2
Gambar 2.4
Perhitungan Desain Terowongan
dibulatkan = 1 km 2 (untuk mendapatkan q)
Grafik hubungan luas daerah pengaliran, kemiringan sungai dan koefisien debit (Weduwen).
2 - 16
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.7 Koefisien Kekasaran (f) Material Batuan kompak, tak berurutan Batuan
Koefesien (f) 0.80
sedikit pecah-pecah
0.70
Koral dan pasir kasar
0.40
Pasir
0.30
Lumpur dan Lempung
(Perlu penyelidikan)
2.2.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan Metode Melchior Data-data ; a). Daerah aliran : sungai Cilangla b). Luas catchment area = A = 212 km 2 c). Panjang seluruh sungai = L = 37.50 km d). Peil di tempat 9/10 panjang sungai = + 775 e). Peil di tempat rencana bendung = + 225 f). Stasiun-stasiun hujan yang berpengaruh dan besarnya curah hujan absolut maximum adalah ; Tabel 2.8 Curah hujan absolute maksimum No. Stasiun 221
Stasiun Sodonghilir
R. Absolut Max (mm) 343
235
Cisegel
298
236
Madur
303
240
Cikancung
330
242
Nagrak
326
Ditanyakan ; debit maximum untuk sungai tersebut di tempat rencana bendung. Penyelesaian ; a). Stasiun hujan diplot pada catchment areanya, kemudian dibuat polygon thiessen. (gambar terlampir) b). Harga rata-rata curah hujan absolut maximum dicari sebagai berikut ;
2 - 17
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.9 Harga rata-rata curah hujan absolut maximum No.
Stasiun
Area
Koefesien Thiessen
Abs Max.
R (4) x (5)
1
2
3
4
5
6
221 b
Sodonghilir
74,20
0,35
343
235
Cisegel
33,90
0,16
298
47,68
236
Madur
80,60
0,38
303
115,14
240
Cikancung
21,20
0,10
330
33,00
242
Nagrak
2,10
0,01
326
3,26
212,00
1,00
1600
319,13
Jumlah
120,05
c). Dibuat ellips yang melingkupi catchment area dan didapatkan sumbu panjang ellips = a = 27.30 km. Sumbu pendek ellips = b = 2/3.a = 18.20 km. Luas ellips = nA = 1/4 x x a x b = 390 km 2 d). Miring sungai rata-rata =
l 9 / 10 x37.50 km 33.75 km H ( 775) ( 225) 500 m 500 i 0.016 l 33750 e). Percobaan (1) Daftar 1 pada gambar 2.3 nA = 390 km 2, didapat q1 = 3.20 m 3/dt/km 2 A x q1 = 212 x 3.20 = 680,
i = 0.016. Dari gambar 2.2 didapat v = 0.92
m/det
T
L 37500 680menit 11.33 jam V 60 x0.92
T = 11,33 jam dan nA = 390 km 2, dari gambar 2.3 didapat q2 = 3.10 m 3/dt/km 2. q2 q1. f). Percobaan (2) A x q2 = 2121 x 3.10 = 658 km 2 dan i = 0.016 dari gambar 2.2 didapat v = 0.91 m/det
T
L 37500 686menit 11.43 jam V 60 x0.91
T = 11.43 jam dan nA = 390 km 2, dari gambar 2.3 didapat q3 = 3.10 m 3/dt/km 2. q3 = q2. 2 - 18
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
g). Jadi didapat q’ = 3.10 m 3/dt/km 2 dan dengan T = 686 menit, dari daftar-daftar pada lembaran gambar 2.3 didapat harga p = 10%. Jadi q = 3.10 + 0.31 = 3.41 m 3/dt/km 2 Daerah tersebut terletak di Jawa Barat dimana sudah banyak kampungkampung dan hutannya tidak lebat lagi, disamping itu daerahnya bergununggunung curam. Maka diambil = 0.75 Q max = x A x q x
8 200
= 0.75 x 212 x 3.41 x
319 .13 865 m 3 / dt 200
2.2.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan Metode Weduwen Data-data ; a). Daerah aliran sungai Cipalu b). Luas catchment area = A = 48.30 km 2 c). Panjang seluruh sungai = L = 21 km d). Peil ditempat 9/10 panjang sungai = + 720 e). Peil ditempat rencana bendung = + 270 f). Stasiun hujan yang berpengaruh, besarnya curah hujan maksimum kedua serta lamanya pengamatan adalah ; Tabel 2.10 Curah hujan maksimum dan lamanya pengamatan No 190a
Stasiun Cikupa
R Max. Kedua 189
Pengawasan (th) 24
221b
Sodonghilir
204
25
235
Cisegel
237
27
237
Bantankalong
276
35
Ditanyakan ; debit maksimum untuk sungai tersebut ditempat rencana bendung yang terjadi sekali dalam 100 tahun. Penyelesaian ;
l 9 / 10 x L 9 / 10 x 21km 18,90 km ( 720) ( 270) 450 450 i 0.024 l 18900 2 - 19
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Stasiun-stasiun hujan diplot dalam catchment areanya, kemudian dibuat polygon thiessen dan dicari koefisiennya (lihat gambar 2.5). Dengan persamaan (a) Qn qxFxk ; •
Dengan A = 48.30 km 2 dan i = 0,024 dari gambar 2.4 didapat
q 7.80m 3 / dt / km 2 •
Untuk tiap-tiap stasiun, dengan harga R dan Pnya, dari nomogram pada tabel 2.6 didapat R70.
•
Untuk tiap-tiap stasiun, dengan R70nya dan return period 100 tahun, dari tabel 2.6 didapat harga k
•
Hasil-hasil dari No 2 dan 3 diatas seperti tabel dibawah;
Tabel 2.11 Nilai R, P dan jumlah koefesien (k) untuk R70 Stasiun
R
P
R70
k
Koefesien Thiessen
k (5) x (6)
1
2
3
4
5
6
7
Cikupa
189
24
226
0.99
0.48
0.48
Sodonghilir
204
25
241
1.05
0.13
0.14
Cisegel
237
27
276
1.21
0.12
0.15
Bantarkalong
276
35
308
1.35
0.27
0.36
Jumlah
1.12
Jadi Qn = q x A x k 7.80 x 48.30 x 1.12 422 m 3 / dt Dengan persamaan (b) Qn q x A x mn Dengan
A
=
48.30
km 2
dan
i
=
R 70 240
0,024
dari
gambar
2.4 didapat
q 7.80 m 3 / dt / km 2
Pada hakekatnya harga mnx persamaan (a). Harga mnx
R 70 disini adalah sama dengan harga k pada 240
R 70 untuk tiap-tiap stasiun dicari, kemudian dirata240
ratakan dengan cara Thiessen. Misalnya untuk stasiun Cikupa. Dengan P = 24 dapat dari Tabel 2.6, Mp = 0.838
R 70
R 189 226 . Dengan return period (n) = 100, maka mn = 1.05 Mp 0.838 2 - 20
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Hasil-hasil untuk tiap-tiap stasiun seperti pada tabel dibawah ini ; Tabel 2.12 Nilai R, P dan R70 rata-rata Stasiun
R
P
Mp
R70
Koefesien Thiessen
R70 (5) x (6)
1
2
3
4
5
6
7
Cikupa
189
24
0.838
226
0.48
108.26
Sodonghilir
204
25
0.845
241
0.13
31.38
Cisegel
237
27
0.857
276
0.12
33.12
Bantarkalong
276
35
0.895
308
0.27
83.26
Jumlah
256.025
Jadi Qn q x A x mn x
R 70 256 .025 7.80 x 48 .30 x 1.05 x 422 m 3 / dt 240 240
Gambar 2.5 Contoh Polygon Thiesen
2 - 21
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
2.2.4
Perhitungan Desain Terowongan
Kombinasi Melchior dan Gumbel dan lain-lain Oleh karena dengan cara Melchior didapatkan debit tanpa suatu return period tertentu, maka sementara perencanaan mengadakan kombinasi antara cara Melchior dan Gumbel.
Melchior : Q max = Fxqx
R max 200
Harga R max disini diganti dengan harga Rn, yaitu curah hujan yang akan terjadi pada return period n tahun. Rn bisa dicari dengan metode Gumbel, dengan menganggap data-data curah hujan max tahunan sebagai rata-rata pengamatan (xi).
Jadi data curah hujan yang dipakai disini bukan absolut
maximum, tetapi data-data maximum tahunan. Dibawah ini diberikan contoh perhitungan kombinasi antara Melchior-Weduwen, Melchior Hoopers, Melchior-Gumbel, Rational Weduwen, Rational Haspers dan Rational Gumbel untuk luas catchment lebih besar dari 100 km 2. Sedangkan untuk luas catchment lebih kecil dari 100 km 2, kombinasi antara WeduwenWeduwen, Weduwen Harpers, Weduwen Gumbel, Rational-Weduwen, Rational Haspers dan Rational Gumbel. Sebagai tambahan juga diberikan contoh perhitungan banjir dengan metode unit hydrograf. 2.2.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A > 100 km2 I.
Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q) ♦
Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 256 km 2
♦
A > 100 km 2
♦
Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 33.20 km
dipakai metode Melchior
l = 9/10 x L = 9/10 x 33.2 = 29.88 km = 29880 m ♦
Sumbu ellips; a = 31.50 km (Lihat Gambar 2.6) b = 2/3 a = 2/3 x 31.50 = 21.00 km nA = =
1/4. .a.b 1/4 x 3.14 x 31.50 x 21.00 = 519.278 km 2
♦
Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu
=
+ 1900
♦
Peil dasar sungai pada rencana bendung =
+ 201 H = 1699
♦
i = H/l = 1699/29880 = 0.05686 2 - 22
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
♦
Perhitungan Desain Terowongan
Daftar I pada gambar 2.3 nA = 504 km 2
q = 2.85
nA = 576 km 2
q = 2.65
nA =
72 km q = 0.20
15.3 x 0.20 2.8075 72
Untuk nA = 519.278 km 2 q 2.85 q = 2.81 A.q = 256 x 2.84 = 719.36 ♣ Untuk A.q = 719.36 dan i = 0.05686
Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.54
T
1000L 33200 359.307 menit 5.96 jam 60V 92.4
untuk T = 359.307 dan nA = 519.278 Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4 A.q = 4 x 256 = 1024 ♣ Untuk A.q = 1024 dan i = 0.05686 Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.66
T
1000L 33200 333.33 menit 5.56 jam 60V 99.60
untuk T = 5.56 jam dan nA = 519.278
2 - 23
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 2.6 Cara mendapatkan besarnya a dan b (Melchior) Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4.3 A.q = 4.3 x 256 = 1100.8 ♣ Untuk A.q = 1100.8 dan i = 0.05686 Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.67
2 - 24
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
T
Perhitungan Desain Terowongan
1000L 33200 331.34 menit 5.52 jam 60V 100.20
untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278 Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4.4 A.q = 4.4 x 256 = 1126.4 ♣ Untuk A.q = 1126.4 dan i = 0.05686 Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.67
T
1000L 33200 331.34 menit 5.52 jam 60V 100.20
untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278 Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4.4 A.q = 4.4 x 256 = 1126.4 karena V dan T dalam percobaan ke 3 dan 4 sama maka didapat : q = 4.4 T = 331.34 menit menurut daftar 2 pada gambar 2.3 untuk T = 331.34 terdapat P = 6 % q’ = q + 6% q = 4.4 + (6/100) x 4.4 = 4.4 + 0.264 q’ = 4.664 I.
Perhitungan curah hujan (R) 1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada 2 stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu : -
No. stasiun 382 Taripa
-
No. stasiun 384 Koekoe
a. Cara Weduwen dengan Abs.Max. II Tabel 2.13 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A > 100 No. Stasiun 382 384
Nama Stasiun
Lama Penyelidikan
Abs. Max II
R50
R100
Taripa
27
159
(0.948/0.857) x 159 = 175.9
(1.05/0.857) x 159 = 194.8
Koekoe
25
187
(0.948/0.845) x 187 = 209.8
(1.05/0.845) x 187 = 232.4
2 - 25
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
b. Cara Haspers -
Stasiun Hujan Taripa (382) •
R abs max I = M1 = 161
•
R abs max II = M2 = 159
•
R rata-rata max = M = 140
•
Lama penyelidikan = 27 th = n
Rain Fall R(M)
Rank m
Return Period T=(n+1)/m
161
1
28
Standard Variable 2.19
159
2
14
1.57
Standar deviasi S
MM
M M M2 M 1/ 2 161 140 159 140 S 1/ 2 1 1.57 2.19
1/ 29.589 12.102 = 10.846 M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 x 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827 M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 x 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202 -
Stasiun Hujan Koekoe (384) •
R abs max I = M1 = 187
•
R abs max II = M2 = 137
•
R rata-rata max = M = 142
•
Lama penyelidikan = 25 th = n
Rain Fall R(M)
Rank m
Return Period T=(n+1)/m
187
1
26
Standard Variable 2.13
137
2
13
1.50
Standar deviasi S
MM
2 - 26
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
M M M2 M 1/ 2 187 142 137 142 S 1/ 2 1 1.50 2.13
1/ 2 21.127 3.333 = 8.897 M50 = R50 = M + S. 50 = 142 + 8.897x 2.75 = 142 + 24.467= 166.467 M100 = R100 = M + S. 100 = 142 + 8.897 x 3.43 = 142 + 30.5167 = 172.517 c. Cara Gumbel Stasiun Hujan Taripa (382) Tabel 2.14 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa
Tahun
x2
x
Tahun
x2
x
1917
75
5625
1929
113
12769
1918
78
6084
1930
90
8100
1919
98
9604
1931
130
16900
1920
161
25921
1932
85
7225
1921
81
6561
1933
63
3969
1922
125
15625
1934
87
7569
1923
81
6561
1935
105
11025
1924
159
25281
1936
117
13689
1925
66
4356
1937
84
7056
1926
104
10816
1938
137
18769
1927 1928
88 76
7744 5776
1939 1940
78 49
6084 2401
2330
245510
24 Diketahui : n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510
x
x 2330 97.083 n 24
untuk n = 24, maka didapat : •
Yn = 0.5296 (tabel 2.29)
•
Sn = 1.0864 (tabel 2.30)
•
YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)
•
YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31) 2 - 27
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Sehingga : x 2 x(x ) n 1
Sx
X TR x
245510 97.083 2330 839 .3841 28.972 24 1
YTR Yn . Sx Sn
R 50 X TR 97.083
3.9019 0.5268 x 28.972 187.016 1.0754
R100 X TR 97.083
4.6001 0.5268 x 28.972 205.635 1.0754
Stasiun Hujan Koekoe (384) Tabel 2.15 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Koekoe Tahun
x2
x
Tahun
x2
x
1917
108
11664
1928
76
5776
1918
92
8464
1929
101
10201
1919
81
6561
1930
117
13689
1920
57
3249
1931
100
10000
1921
81
6561
1932
80
6400
1922
121
14641
1933
100
10000
1923
91
8281
1934
60
3600
1924
90
8100
1935
100
10000
1925
125
15625
1936
80
6400
1926 1927
90 80
8100 6400
1937 1938
91 100
8281 10000
24
2021
191993
Diketahui : n = 22 ; Σx = 2021 ; Σx2=191993
x
x 2021 91.864 n 22
untuk n = 22, maka didapat : •
Yn = 0.5268 (tabel 2.29)
•
Sn = 1.0754 (tabel 2.30)
•
YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)
•
YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31) 2 - 28
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Sehingga : x 2 xx 191993 91.864 2021 301 .707 17.695 n 1 22 1
Sx
YTR Yn . Sx Sn
X TR x
R 50 X TR 91.864
3.9019 0.5268 x 17.695 147.400 1.0754
R100 X TR 91.864
4.6001 0.5268 x 17.695 158.887 1.0754
2. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran a. Cara Weduwen Thiessen Tabel 2.16 R50 dan R100 Cara Weduwen Thiessen
No. St.
Nama St.
Luas (km2)
R50
R100
(3) x (4)
(3) x (5)
1
2
3
4
5
6
7
382
Taripa
211.5
175.9
194.8
37202.85
41200.20
384
Koekoe
44.5
209.8
232.4
9336.10
10341.80
256
385.7
427.2
46538.95
51542.00
Jumlah
R 50
46538.95 181.793 256
R100
51542 201.336 256
b. Cara Haspers Thiessen Tabel 2.17 R50 dan R100 Cara Haspers Thiessen No. St.
Nama St.
Luas (km2)
R50
R100
(3) x (4)
(3) x (5)
1
2
3
4
5
6
7
382
Taripa
211,5
169,8
177,2
35912,70
37477,80
384
Koekoe
44,5
166,5
172,5
7409,25
7676,25
256
336,3
349,7
43321,95
45154,05
Jumlah
R 50
43321.95 169.226 256 2 - 29
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
45154 176.383 256
R100
c. Cara Gumbel Thiessen Tabel 2.18 R50 dan R100 Cara Gumbel Thiessen No. St.
Nama St.
Luas (km2)
R50
R100
(3) x (4)
(3) x (5)
1
2
3
4
5
6
7
382
Taripa
211.5
187.0
205.6
39553.88
43491.80
384
Koekoe
44.5
147.4
158.9
6559.30
7071.05
256 334.416 364.535
46113.18
50562.85
Jumlah
R 50
46113.18 180.130 256
R100
50562.85 197.511 256
II. Perhitungan Design Flood a. Melchior Q A. q'.
R 200
A =
256 km 2
q’ =
4.664
R
Weduwen Thiessen :
R50 = 181.793 ; R100 = 201.336
Haspers Thiessen
:
R50 = 169.226 ; R100 = 176.383
Gumbel Thiessen
:
R50 = 180.130 ; R100 = 197.511
2 - 30
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.19 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Weduwen No.
Periode Ulang
A (km2)
q'
R
R/200
Q (m3/det)
1
2
3
4
5
6
7
(3) x (4) x (5) x (7)
1
Q50
0.52
256
4.664
181.793
0.909
564.350
2
Q50
0.62
256
4.664
181.793
0.909
672.879
3
Q50
0.75
256
4.664
181.793
0.909
813.966
4
Q100
0.52
256
4.664
201.336
1.007
625.019
5
Q100 Q100
0.62
256
4.664
201.336
1.007
745.215
0.75
256
4.664
201.336
1.007
901.470
6
Tabel 2.20 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Haspers No.
Periode Ulang
A (km2)
q'
R
R/200
Q (m3/det)
1
2
3
4
5
6
7
(3) x (4) x (5) x (7)
1
Q50
0.52
256
4.664
169.226
0.846
525.339
2
Q50
0.62
256
4.664
169.226
0.846
626.366
3
Q50
0.75
256
4.664
169.226
0.846
757.701
4
Q100
0.52
256
4.664
176.383
0.882
547.556
5
Q100 Q100
0.62
256
4.664
176.383
0.882
652.855
0.75
256
4.664
176.383
0.882
789.744
6
Tabel 2.21 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Gumbel No.
Periode Ulang
A (km2)
q'
R
R/200
Q (m3/det)
1
2
3
4
5
6
7
(3) x (4) x (5) x (7)
1
Q50
0.52
256
4.664
180.130
0.901
559.187
2
Q50
0.62
256
4.664
180.130
0.901
666.723
3
Q50
0.75
256
4.664
180.130
0.901
806.520
4
Q100
0.52
256
4.664
197.511
0.988
613.145
5
Q100 Q100
0.62
256
4.664
197.511
0.988
731.058
0.75
256
4.664
197.511
0.988
884.344
6
b. Rasional metode dari Mononobe Mencari V dengan rumus Bayerr : V = 72 (H/L)0.6 km/jam dimana : H = beda tinggi (km) L = 9/10 L’ (km)
2 - 31
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Dari metode Melchior sudah didapat : ♦
H = 1699 m
♦
L’ = 33.20 km, sehingga L = 9/10 L’ = 9/10 x 33.20 = 29.88 km
♦
V = 72 (1.699/29.88)0.6 = 12.889 km/jam
T
29.88 2.318 jam 12.889
R 24 r 24 24 T
2/3
a). Hasil Weduwen Thiessen R50 = 181.8 ; R100 = 201.3 Jadi
181.8 24 r50 24 2.318 r100
2/3
35.989
201.3 24 24 2.318
2/3
39.851
b). Hasil Haspers Thiesen R50 = 169.2 ; R100 = 176.4 Jadi
169.2 24 r50 24 2.318 r100
2/3
176.4 24 24 2.318
33.495 2/3
34.920
c). Hasil Gumbel Thiessen R50 = 180.1 ; R100 = 197.5 Jadi
r50
r100
180.1 24 24 2.318
2/3
197.5 24 24 2.318
35.648 2/3
39.092
Besarnya Design Flood Rumus Mononobe : Q
1 ..r.A 3. 6
dimana : A = 256 km 2 2 - 32
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.22 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen No.
Periode Ulang
r
A (km2)
Q (m3/det)
2
1
3
4
5
(1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1
Q50
0.52
35.989
256
1330.793
2
Q50
0.62
35.989
256
1586.715
3
Q50
0.75
35.989
256
1919.413
4
Q100
0.52
39.851
256
1473.601
5
Q100 Q100
0.62
39.851
256
1756.986
0.75
39.851
256
2125.387
6
Tabel 2.23 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Harpers No.
Periode Ulang
r
A (km2)
Q (m3/det)
1
2
3
4
5
(1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1
Q50
0.52
33.495
256
1238.571
2
Q50
0.62
33.495
256
1476.757
3
Q50
0.75
33.495
256
1786.400
4
Q100
0.52
34.920
256
1291.264
5
Q100 Q100
0.62
34.920
256
1539.584
0.75
34.920
256
1862.400
6
Tabel 2.24 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel No.
Periode Ulang
r
A (km2)
Q (m3/det)
1
2
3
4
5
(1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1
Q50
0.52
35.648
256
1318.184
2
Q50
0.62
35.648
256
1571.681
3
Q50
0.75
35.648
256
1901.227
4
Q100
0.52
39.092
256
1445.535
5
Q100 Q100
0.62
39.092
256
1723.523
0.75
39.092
256
2084.907
6
2 - 33
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Resume Tabel 2.25 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.52 untuk A > 100 km 2
No.
Metode
Q50 (m3/det)
Q100 (m3/det)
1
2
3
4
1
Melchior Weduwen
564.350
625.019
2
Melchior Harpers
525.339
547.556
3
Melchior Gumbel
559.187
613.145
4
Rasional Weduwen
1330.793
1473.601
5
Rasional Harpers
1238.571
1291.264
6
Rasional Gumbel
1318.184
1445.535
Tabel 2.26 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.62 untuk A > 100 km 2
No.
Metode
Q50 (m3/det)
Q100 (m3/det)
1
2
3
4
1
Melchior Weduwen
672.879
745.215
2
Melchior Harpers
626.366
652.855
3
Melchior Gumbel
666.723
731.058
4
Rasional Weduwen
1586.715
1756.986
5
Rasional Harpers
1476.757
1539.584
6
Rasional Gumbel
1571.681
1723.523
Tabel 2.27 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.75 untuk A > 100 km 2
No.
Metode
Q50 (m3/det)
Q100 (m3/det)
1
2
3
4
1
Melchior Weduwen
813.966
901.470
2
Melchior Harpers
757.701
789.744
3
Melchior Gumbel
806.520
884.344
4
Rasional Weduwen
1919.413
2125.387
5
Rasional Harpers
1786.400
1862.400
6
Rasional Gumbel
1901.227
2084.907
2 - 34
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
2.2.4.2 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2 A. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q) ♦
Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km 2
♦
A < 100 km 2
♦
Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km
dipakai metode Weduwen
l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m ♦
Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu
=
+ 850
♦
Peil dasar sungai pada rencana bendung
=
+ 201 H = 649
♦
i = H/l = 649/4770 = 0.1360
♦
Untuk A = 20 km 2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.
B. Perhitungan Curah Hujan (R) 1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada 2 stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu : - No. stasiun 382 Taripa a. Cara Weduwen dengan hujan Abs.Max. II Tabel 2.28 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk F < 100 km 2 Nama No. Stasiun Stasiun 382 Taripa
Lama Penyelidikan
Abs. Max II
R50
27
159
(0.948/0.857) x 159 = 175.9
R100 (1.05/0.857) x 159 = 194.8
b. Cara Haspers -
Stasiun Hujan Taripa (382) •
R abs max I = M1 = 161
•
R abs max II = M2 = 159
•
R rata-rata max = M = 140
•
Lama penyelidikan = 27 th = n
Rain Fall R(M) 161
Rank m 1
Return Period T=(n+1)/m 28
Standard Variable 2.19
159
2
14
1.57
2 - 35
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Standar deviasi S
MM
M M M2 M 1/ 2 161 140 159 140 S 1/ 2 1 1.57 2.19
1/ 29.589 12.102 = 10.846 M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 + 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827 M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 + 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202 c. Cara Gumbel Stasiun Hujan Taripa (382) Tabel 2.29 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa Tahun
x2
x
Tahun
x2
x
1917
75
5625
1929
113
12769
1918
78
6084
1930
90
8100
1919
98
9604
1931
130
16900
1920
161
25921
1932
85
7225
1921
81
6561
1933
63
3969
1922
125
15625
1934
87
7569
1923
81
6561
1935
105
11025
1924
159
25281
1936
117
13689
1925
66
4356
1937
84
7056
1926
104
10816
1938
137
18769
1927 1928
88 76
7744 5776
1939 1940
78 49
6084 2401
2330
245510
24
Diketahui : n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510
x
x 2330 97.083 n 24
untuk n = 24, maka didapat : •
Yn = 0.5296 (tabel 2.28)
•
Sn = 1.0864 (tabel 2.29)
•
YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.30)
•
YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.30) 2 - 36
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Sehingga : Sx
x 2 x(x ) n 1
X TR x
245510 97.083 2330 839 .3841 28.972 24 1
YTR Yn . Sx Sn
R 50 X TR 97.083
3.9019 0.5268 x 28.972 187.016 1.0754
R100 X TR 97.083
4.6001 0.5268 x 28.972 205.635 1.0754
i. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran Berhubung hanya 1 stasiun yang berpengaruh terhadap catchment area maka hasilnya sama dengan di atas. a. Cara Weduwen Thiessen R50 = 175.9 R100 = 194.8 b. Cara Haspers Thiessen R50 = 169.8 R100 = 177.2 c. Cara Gumbel Thiessen R50 = 187.0 R100 = 205.6 a. Perhitungan Design Flood a.) Weduwen Q A. q'.
R
R 240
A =
20 km 2
q’ =
16 Weduwen Thiessen
: R50 = 175.9 ; R100 = 194.8
Haspers Thiessen
: R50 = 169.8 ; R100 = 177.2
Gumbel Thiessen
: R50 = 187.0 ; R100 = 205.6
2 - 37
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.30 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Weduwen No. Periode Ulang 1 2 1 Q50 2 Q50
3 0.52
A (km2) 4 20
q' 5 16
R 6 175.9
R/240 7 0.733
Q (m3/det) (3) x (4) x (5) x (7) 121.957
0.62
20
16
175.9
0.733
145.411
3
Q50
0.75
20
16
175.9
0.733
175.900
4
Q100
0.52
20
16
194.8
0.812
135.061
5
Q100 Q100
0.62
20
16
194.8
0.812
161.035
0.75
20
16
194.8
0.812
194.800
6
Tabel 2.31 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Haspers No. Periode Ulang 1 2 1 Q50 2 Q50
3 0.52
A (km2) 4 20
q' 5 16
R 6 169.800
R/240 7 0.708
Q (m3/det) (3) x (4) x (5) x (7) 117.728
0.62
20
16
169.800
0.708
140.368
3
Q50
0.75
20
16
169.800
0.708
169.800
4
Q100
0.52
20
16
177.200
0.738
122.859
5
Q100 Q100
0.62
20
16
177.200
0.738
146.485
0.75
20
16
177.200
0.738
177.200
6
Tabel 2.32 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Gumbel No. Periode Ulang 1 2 1 Q50 2 Q50
3 0.52
A (km2) 4 20
q' 5 16
R 6 187.016
R/240 7 0.779
Q (m3/det) (3) x (4) x (5) x (7) 129.664
0.62
20
16
187.016
0.779
154.600
3
Q50
0.75
20
16
187.016
0.779
187.016
4
Q100
0.52
20
16
205.635
0.857
142.574
5
Q100 Q100
0.62
20
16
205.635
0.857
169.992
0.75
20
16
205.635
0.857
205.635
6
b.) Rational Metode dari Mononobe Mencari V dengan rumus Bayerr : V = 72 (H/L)0.6 km/jam dimana : H = beda tinggi (km) L = 9/10 L’ (km) Dari metode Melchior sudah didapat : ♦
H = 0.649 km
♦
L = 4.77 km
♦
V = 72 (0.649/4.77)0.6 = 21.74976 km/jam 2 - 38
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
T
4.77 0.219 jam 21.74976
R 24 r 24 24 T a).
Perhitungan Desain Terowongan
2/3
Hasil Weduwen Thiessen R50 = 175.9 ; R100 = 194.8 Jadi
r50
175.9 24 24 0.219
r100
b).
2/3
167.838
194.8 24 24 0.219
2/3
185.883
Hasil Haspers Thiesen R50 = 169.8 ; R100 = 177.2 Jadi
r50
169.8 24 24 0.219
r100
c).
2/3
162.021
177.2 24 24 0.219
2/3
169.074
Hasil Gumbel Thiessen R50 = 187.0 ; R100 = 205.6 Jadi
r50
r100
187.0 24 24 0.219
2/3
205.6 24 24 0.219
178.433 2/3
196.181
Besarnya Design Flood Rumus Mononobe : Q
1 ..r.A 3. 6
dimana : A = 20 km 2
2 - 39
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.33 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen No. Periode Ulang 1 2 Q 1 50 2 Q50
3 0.52
r 4 167.838
A (km2) 5 20
Q (m3/det) (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 484.865
0.62
167.838
20
578.109
3
Q50
0.75
167.838
20
699.325
4
Q100
0.52
185.883
20
536.995
5
Q100 Q100
0.62
185.883
20
640.264
0.75
185.883
20
774.513
6
Tabel 2.34 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Haspers No. Periode Ulang 1 2 Q 1 50 Q 2 50
3 0.52
r 4 162.021
A (km2) 5 20
Q (m3/det) (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 468.061
0.62
162.021
20
558.072
3
Q50
0.75
162.021
20
675.088
4
Q100
0.52
169.074
20
488.436
5
Q100 Q100
0.62
169.074
20
582.366
0.75
169.074
20
704.475
6
Tabel 2.35 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Gumbel No. Periode Ulang 1 2 1 Q50 2 Q50
3 0.52
r 4 178.433
A (km2) 5 20
Q (m3/det) (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 515.473
0.62
178.433
20
614.603
3
Q50
0.75
178.433
20
743.471
4
Q100
0.52
196.181
20
566.745
5
Q100 Q100
0.62
196.181
20
675.735
0.75
196.181
20
817.421
6
2 - 40
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Resume Tabel 2.36 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.52 untuk A < 100 km 2 No. Metode 1 2 1 Weduwen Weduwen
Q50 (m3/det) 3 121.957
Q100 (m3/det) 4 135.061
2
Weduwen Harpers
117.728
122.859
3
Weduwen Gumbel
129.664
142.574
4
Rasional Weduwen
484.865
536.995
5
Rasional Harpers
468.061
488.436
6
Rasional Gumbel
515.473
566.745
Tabel 2.37 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.62 untuk A < 100 km 2 No. Metode 1 2 1 Weduwen Weduwen
Q50 (m3/det) 3 145.411
Q100 (m3/det) 4 161.035
2
Weduwen Harpers
140.368
146.485
3
Weduwen Gumbel
154.600
169.992
4
Rasional Weduwen
578.109
640.264
5
Rasional Harpers
558.072
582.366
6
Rasional Gumbel
614.603
675.735
Tabel 2.38 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan = 0.75 untuk A < 100 km 2 No. Metode 1 2 1 Weduwen Weduwen
Q50 (m3/det) 3 175.900
Q100 (m3/det) 4 194.800
2
Weduwen Harpers
169.800
177.200
3
Weduwen Gumbel
187.016
205.635
4
Rasional Weduwen
699.325
774.513
5
Rasional Harpers
675.088
704.475
6
Rasional Gumbel
743.471
817.421
2.2.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2 I.
Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q) b.
Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km 2
c.
A < 100 km 2
d.
Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km
dipakai metode Weduwen
2 - 41
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m e.
Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu
=
+ 850
f.
Peil dasar sungai pada rencana bendung
=
+ 201
H=
649
g.
i = H/l = 649/4770 = 0.1360
h.
Untuk A = 20 km 2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.
II. Perhitungan Curah Hujan Cara Aritmatik Tabel 2.39 R100 Cara Aritmatik No. Sta
Nama Stasiun
Lama Penyelidikan
Max I
Max II
Rata-rata
mn
Mp
R100
381
Tomata
26
233
168
162.4
1.05
0.851
207.3
382
Taripa
27
161
159
140.0
1.05
0.857
194.8
383
Tentena
28
245
186
100.4
1.05
0.863
226.3
384 385
Koekoe Poso
25 45
187 165
137 165
142.0 132.7
1.05 1.05
0.845 0.932
170.2 186.0
Jumlah
991
815
677.5
984.6
Rata-rata
198
163
135.5
197
III. Perhitungan Debit Rumus Weduwen Q . A. q'.
R 240
Tabel 2.40 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen No. 1
R 2
1 2
RMax I rata-rata
3 4 5
RMax II rata-rata
6 7 8
R rata-rata
9 10 11 12
R100 rata-rata
3
A (km2) 4
q' 5
R 6
R/240 7
Q (m3/det) (3) x (4) x (5) x (7)
0.52
20
16
198
0.826
137.419
0.62
20
16
198
0.826
163.845
0.75
20
16
198
0.826
198.200
0.52 0.62
20 20
16 16
163 163
0.679 0.679
113.013 134.747
0.75
20
16
163
0.679
163.000
0.52
20
16
135.5
0.565
93.947
0.62
20
16
135.5
0.565
112.013
0.75
20
16
135.5
0.565
135.500
0.52
20
16
196.9
0.821
136.534
0.62 0.75
20 20
16 16
196.9 196.9
0.821 0.821
162.791 196.925
2 - 42
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 2.7 Catchment area 2 - 43
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
2.2.5
Perhitungan Desain Terowongan
Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Unit Hidrograf (UH) a). Perhitungan Unit Hidrograf Perhitungan
1.
Luas Catchment
A
= 2.05 km 2
2.
Panjang sungai
L
= 2.2 km
3.
Jarak titik berat dengan
Lg
= 1.1 km
4.
tp
= 1.4 (L x Lg)0.3
= 1.825
jam
5.
te
= tp/ 5.5
= 0.332
jam
6.
tr
= lihat tabel
= 1.1
jam
lokasi
7.
Cek ( te < tr )
= ok
Tp
= tp + 0.5 x tr
= 2.375
9.
cp
= lihat tabel
= 0.69
10.
qp
= 275 x cp/tp
= 103.970
11. Debit banjir/ maksimum
Qp
= qp x (25.4/1000) x A
= 5.414
12.
W
= 1000 x 25.4 x A
= 52070
13.
V
= Qp x Tp x 3600/ W
= 0.889
8.
Waktu banjir
Catchment Area
tr
Cp
0 – 50
1.1
0.69
50 – 300
1.25
0.63
> 300
1.4
0.56
jam
m 3/det
Menghitung t dan Q ♦
X =
tentukan
♦
V =
0.889
♦
Y =
lihat tabel tergantung dari besarnya X dan V
♦
Tp =
2.375 jam
♦
t
X . Tp
♦
Qp =
5.414 m 3/dt
♦
Q =
Y . Qp
=
2 - 44
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
No.
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 6.0 7.0 8.0
X = T/Tp
V
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2.0
2.1
0.000 0.030 0.180 0.390 0.590 0.750 0.870 0.950 0.990 1.000 0.990 0.960 0.930 0.890 0.840 0.790 0.740 0.690 0.640 0.590 0.500 0.420 0.350 0.290 0.240 0.150 0.090 0.060 0.030 0.010 0.006 0.002
0.000 0.014 0.100 0.280 0.490 0.690 0.830 0.930 0.980 1.000 0.990 0.940 0.910 0.850 0.790 0.730 0.660 0.600 0.550 0.490 0.400 0.320 0.250 0.190 0.150 0.080 0.040 0.020 0.010 0.003 0.001 0.000
0.000 0.003 0.050 0.190 0.400 0.610 0.790 0.910 0.980 1.000 0.980 0.950 0.880 0.810 0.740 0.660 0.590 0.520 0.460 0.400 0.300 0.220 0.160 0.120 0.090 0.040 0.020 0.010 0.003 0.000 0.000 0.000 0.020 0.120 0.310 0.540 0.690 0.890 0.980 1.000 0.980 0.920 0.850 0.770 0.680 0.590 0.510 0.440 0.370 0.310 0.210 0.150 0.100 0.070 0.040 0.020 0.010 0.002 0.000
0.000 0.010 0.080 0.240 0.470 0.640 0.870 0.970 1.000 0.970 0.910 0.820 0.720 0.620 0.520 0.440 0.360 0.290 0.240 0.150 0.100 0.060 0.040 0.020 0.010 0.002 0.000
0.000 0.003 0.040 0.180 0.390 0.640 0.840 0.960 1.000 0.970 0.890 0.780 0.570 0.560 0.460 0.370 0.290 0.230 0.180 0.100 0.060 0.030 0.020 0.010 0.002 0.000
0.000 0.003 0.020 0.130 0.330 0.590 0.810 0.960 1.000 0.960 0.870 0.750 0.620 0.500 0.390 0.300 0.230 0.170 0.150 0.070 0.030 0.020 0.010 0.004 0.000 0.000 0.010 0.100 0.270 0.540 0.780 0.950 1.000 0.960 0.850 0.710 0.570 0.440 0.340 0.250 0.180 0.130 0.090 0.040 0.020 0.010 0.004 0.002 0.000
0.000 0.006 0.060 0.220 0.480 0.750 0.940 1.000 0.950 0.830 0.680 0.520 0.390 0.280 0.200 0.140 0.090 0.060 0.020 0.010 0.004 0.001 0.000
0.000 0.003 0.040 0.180 0.430 0.720 0.930 1.000 0.940 0.800 0.640 0.448 0.340 0.223 0.115 0.100 0.060 0.040 0.010 0.005 0.002 0.001 0.000
0.000 0.001 0.020 0.140 0.390 0.690 0.920 1.000 0.930 0.780 0.600 0.430 0.290 0.190 0.120 0.070 0.040 0.020 0.010 0.002 0.001 0.000 0.000 0.010 0.110 0.340 0.660 0.910 1.000 0.930 0.750 0.560 0.380 0.250 0.150 0.090 0.050 0.030 0.020 0.005 0.001 0.000
0.000 0.010 0.100 0.300 0.620 0.900 1.000 0.920 0.730 0.520 0.340 0.210 0.120 0.070 0.030 0.020 0.008 0.002 0.000
0.000 0.005 0.070 0.260 0.590 0.890 1.000 0.910 0.700 0.480 0.300 0.170 0.090 0.050 0.020 0.010 0.005 0.000
0.000 0.003 0.050 0.220 0.550 0.880 1.000 0.900 0.680 0.440 0.260 0.140 0.070 0.030 0.020 0.010 0.003 0.000
0.000 0.002 0.040 0.190 0.520 0.870 1.000 0.890 0.650 0.410 0.230 0.120 0.050 0.020 0.010 0.004 0.001 0.000
0.000 0.001 0.030 0.160 0.490 0.850 1.000 0.880 0.620 0.370 0.200 0.090 0.040 0.020 0.010 0.002 0.001 0.000
Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp
0.5
Tabel 2.41 Water Discharge in Proportion to Maximum Discharge
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan
2 - 45
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 2.42 Perhitungan unit hidrograf No.
X=T/Tp
V
Y=q/qp
Tp
t=XxTp
Qp
Q=YxQp
1
2
3
4
5
5
7
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 1.100 1.200 1.300 1.400 1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2.100 2.200 2.300 2.400 2.500 2.600 2.700 2.800 2.900 3.000 3.100 3.200 3.300 3.400 3.500 3.600 3.700 3.800 3.900 4.000 4.100 4.200 4.300 4.400 4.500 4.600 4.700 4.800 4.900 5.000 5.100 5.200 5.300 5.400 5.500 5.600 5.700 5.800 5.900
0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889 0.889
0.000 0.000 0.004 0.010 0.080 0.240 0.470 0.640 0.970 1.000 0.970 0.910 0.820 0.720 0.620 0.520 0.440 0.360 0.290 0.240 0.205 0.150 0.125 0.100 0.080 0.060 0.050 0.040 0.030 0.020 0.018 0.016 0.014 0.012 0.010 0.008 0.007 0.005 0.004 0.002 0.002 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375 2.375
5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414 5.414
0.000 0.000 0.022 0.054 0.433 1.299 2.544 3.465 5.251 5.414 5.251 4.926 4.439 3.898 3.357 2.815 2.382 1.949 1.570 1.299 1.110 0.812 0.677 0.541 0.433 0.325 0.271 0.217 0.162 0.108 0.097 0.087 0.076 0.065 0.054 0.045 0.037 0.028 0.019 0.011 0.009 0.006 0.004 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.238 0.475 0.713 0.950 1.188 1.425 1.663 1.900 2.138 2.375 2.613 2.850 3.088 3.325 3.563 3.800 4.038 4.275 4.513 4.750 4.988 5.225 5.463 5.700 5.938 6.175 6.413 6.650 6.888 7.125 7.363 7.600 7.838 8.075 8.313 8.550 8.788 9.025 9.263 9.500 9.738 9.975 10.213 10.450 10.688 10.925 11.163 11.400 11.638 11.875 12.113 12.350 12.588 12.825 13.063 13.300 13.538 13.775 14.013
2 - 46
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Grafik Unit Hidrograf 6
4
3
Debit (m /det)
5
3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
14
Waktu (jam)
Gambar 2.8 Grafik Unit Hidrograf
2 - 47
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
b). Hasil perhitungan hidrograf banjir
Tabel 2.43 Hasil Perhitungan Hidrograf Banjir
No. Waktu Jam
Q Unit Hydrograf ( 1 inchi )
(25.4 mm) Hujan Hilang Run off (jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
(m3/dt) 0.000 0.615 4.938 4.617 2.449 1.043 0.404 0.137 0.068 0.029 0.006 0.000
% mm mm mm
Q Dari Jam Ke. 1 Tinggi Run off (0 mm) 6.2 18 -30 0 (m3/dt) 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Distribusi Hujan 290 mm selama 6 jam Q Q Q Q Q Q Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Inflow Ke. 2 Ke. 3 Ke. 4 Ke. 5 Ke. 6 Hydrograf Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi ( 6 jam ) Run off Run off Run off Run off Run off tersebar (0 mm) (33 mm) (156 mm) (27 mm) (14 mm) (230 mm) 7.9 23 -12 0 (m3/dt)
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
14.1 41 -7 33 (m3/dt)
0.000 0.799 6.416 5.998 3.182 1.355 0.525 0.178 0.088 0.038 0.008 0.000
55.2 160 -4 156 (m3/dt)
0.000 3.777 30.328 28.356 15.041 6.406 2.481 0.841 0.418 0.178 0.037 0.000
10.7 31 -4 27 (m3/dt)
0.000 0.654 5.249 4.908 2.603 1.109 0.429 0.146 0.072 0.031 0.006 0.000
5.9 17 -3 14 (m3/dt)
0.000 0.339 2.722 2.545 1.350 0.575 0.223 0.076 0.037 0.016 0.003 0.000
Q Inflow Hydrograf ( 1 jam ) (313 mm)
100 290 -60 230 (m3/dt) 0.000 0.000 0.000 0.799 10.193 36.980 37.126 24.026 12.079 5.118 1.934 0.824 0.334 0.105 0.022 0.003 0.000
(m3/dt) 0.000 7.579 60.850 56.895 30.179 12.853 4.978 1.688 0.838 0.357 0.074 0.000
2 - 48
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
BAB III PERHITUNGAN HIDROLIKA
Dalam mendesain terowongan perhitungan hidrolika yang sering dilakukan adalah perhitungan mengenai ; a. Dimensi saluran b. Perhitungan diameter yang ekonomis c. Perhitungan hidrolika terowongan 3.1
Dimensi Saluran Dalam mendesain terowongan perhitungan dimensi saluran ada dua macam ; a). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran tersier dan kuarter b). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran sekunder dan primer 3.1.1
Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter
Setelah debit rencana ditentukan dimensi saluran dapat dihitung dengan rumus strickler berikut ; V = k . R 2/3 . I1/2
A P A (b mh )h
R
P b 2h m 2 1 Q VA b n h dimana ; Q =
debit saluran m 3/dt
V =
kecepatanaliran m/dt
A =
potongan melintang m 2 (luas penampang)
R =
jari-jari hidrolis, m
P =
keliling basah, m
b
=
lebar dasar, m
h
=
tinggi air, m
n
=
perbandingan lebar dan dalam, b = nh 3-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
I
=
kemiringan saluran
k
=
koefisien kekerasan strickler, m 1/3/dt
m =
kemiringan talut hor/ vert (m : 1)
Disini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan kriteria yang dirinci pada tabel 3.1. dalam lampiran 1 diberikan grafik dimana dimensi saluran dapat langsung dibaca dengan masukan (input) debit dan kemiringan rencana saluran. Karena digunakan saluran-saluran berukuran kecil nilai b/h adalah satu. Dalam grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum yang diizinkan. Untuk tujuan yang sama dalam buku petunjuk perencanaan jaringan irigasi tabeltabel dengan contoh-contoh perhitungan. Tabel 3.1 Kriteria perencanaan untuk saluran irigasi tanpa pasangan.
Karakteristik Perencanaan
Satuan
Saluran Tersier
Saluran Kuarter
Kecepatan maksimum
m/det
Kecepatan minimum
m/det
0.20
0.20
1/3
35
30
0.30
0.30
1:1
1:1
0.50 0.30
0.40 0.20
Harga k
m /det
Lebar minimum dasar saluran
m
sesuai dengan grafik perencanaan
Kemiringan talud Lebar minimum mercu Tinggi minimum jagaan
m m
Catatan ; •
Lebar dasar saluran akan sama dengan kedalaman air (b/h =1)
•
Lebar tanggul akan lebih lebar daripada lebar minimum jika tanggul juga dipakai sebagai jalan petani atau inspeksi.
3-2
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.1 Grafik Perencanaan untuk saluran tersier tanpa pasangan (k = 35, m = 1)
Gambar 3.2 Grafik Perencanaan untuk saluran kuarter (k = 30, m = 1)
3-3
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
3.1.2 Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer A. Langkah-langkah perhitungan dimensi saluran (setiap ruas saluran) a). Luas sawah dan kebutuhan air / ha Medan (kemiringan)
I=?
Q = ? (data)
(diperlukan tinggi muka air rencana)
b). Plot Q dan I pada gambar 3.7 I R c). Keadaan sidemen < 1000 ppm atau > 20000 ppm Keadaan tanah : lempung
CL simpul
indek plastik
PI
nilai banding tangga
jari jarilengkung * dalamair lebarpermu kaan
Untuk mendapatkan nilai Vb maka menggunakan gambar 3.4, dan yang perlu diketahui adalah : - < 1000 ppm - PI - CL Untuk mendapatkan faktor koreksi maka menggunakan gambar 3.5,
Faktor koreksi A, data yang perlu diketahui adalah : - CL - Nilai banding rongga
Faktor koreksi B, data yang perlu diketahui adalah : - kedalaman air (h)
Faktor koreksi C, data yang perlu diketahui adalah : Jari lengkung (P) P lebar permukaan (b 2mh) (b 2mh)
d). Q menurun : - I R membesar – dasar saluran tidak ada pengendapan - I R mengecil – dasar saluran ada pengendapan e). Bila : - Vba
>
Vbd tidak ada erosi,
- Vba
10 m 3/det
45
• 5 < Q < 10
42.5
• 1 Vba saluran akan tererosi jadi V harus dikurangi atau i dilandaikan
3-9
V
C
B
A
Kecepatan dasar rencana
Kecepatan max yang diizinkan
Kecepatan dasar yang diizinkan
Gambar 3.7 Flowchart Pengecekan kecepatan Dasar Rencna Vbd
Qd/A
Faktor koreksi
R/(b+2mh) (b+2mh)
Lihat gambar 3.4
Faktor koreksi
R = A/P
h
Lihat gambar 3.4
Faktor koreksi
Lihat gambar 3.4
Lihat gambar 3.3 Kecepatan Vb dasar
Bila Vbd > Vba maka kecepatan V dikurangi atau kemiringan I dilandaikan
Lebar permukaan air
Jari-jari hidrolis
Dalam air di saluran
Nilai banding rongga
Lempung CL
PI
Plastik Indek
Jenis warna tanah dasar saluran
< 1000 ppm > 20.000 ppm
Kandungan sedimen
Vbd
Vmax
Vba
= V/B
= Vb x A x B x C
= Vb x A
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.3 Flowchart Pengecekan Kecepatan Dasar Rencana Vbd
3 - 10
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Gambar 3.4
Perhitungan Desain Terowongan
Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS)
3 - 11
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Gambar 3.5
Perhitungan Desain Terowongan
Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS)
V maks = Vb x A x B x C dimana ; Vmaks
=
kecepatan maksimum yang diizinkan m/dt
Vb
=
kecepatan dasar m/dt
A
=
faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B
=
faktor koreksi untuk kedalaman air
C
=
faktor koreksi untuk lengkung dan kecepatan dasar yagn diizinkan Vba = Vb x A
3 - 12
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 3.3 Form Perhitungan Dimensi Saluran No.
A (ha)
Nama Saluran
Q (m3/det)
EL. Hulu (m)
EL. Hilir (m)
Jarak (m)
I
Keterangan
A = ah2 = (n + m)h2 P = ph = (n + 2 m2 1 )h a R = ch = h p
h8 / 3
Q a . C . k . I1 / 2 2/3
Q=A.V V = k . R2/3 . I1/2 Q = ah2 . k . (ch)2/3 . I1/2 ah2 . (ch)2/3 =
h6 / 3 .h2 / 3
Q k . I1 / 2
Q ac
2/3
. k . I1/ 2 3 - 13
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 3.4 Data profil saluran garis A k
I
h
b
v
I(R)1/2
vbd
(10-3) 5
m
m
m/dt
6
7
8
(10-4) 9
m/dt
3
(m1/3/det) 4
1.0
1.0
35
0.56
0.62
0.62
0.39
3.19
0.42
0.50
1.0
1.2
35
0.50
0.73
0.88
0.42
3.16
0.44
0.75
1.5
1.3
35
0.46
0.78
1.02
0.44
3.07
0.46
1.5 3.0
1.5 1.5
1.8 2.3
40 40
0.39 0.32
0.92 1.16
1.66 2.66
0.54 0.59
2.92 2.76
0.55 0.57
4.5
1.5
2.7
40
0.28
1.32
3.57
0.61
2.63
0.58
6.0
1.5
3.1
42.5
0.25
1.41
4.37
0.66
2.46
0.61
7.5
1.5
3.5
42.5
0.23
1.5
5.25
0.67
2.36
0.62
9.0
1.5
3.7
42.5
0.21
1.6
5.93
0.67
2.24
0.61
11.0
2.0
4.2
45
0.20
1.6
6.71
0.70
5
0.64
15.0
2.0
4.9
45
0.17
1.76
8.64
0.70
1.94
0.63
25.0
2.0
6.5
45
0.15
2
12.98
0.74
1.87
0.64
40.0
2.0
9.0
45
0.13
2.19
19.73
0.74
1.79
0.65
Q
m
n
2
0.30
(m3/dt) 1
10
3 - 14
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 3.5 Data profil saluran garis B Q
m
n
2
0.30
3
k 1/3
I
h -3
b
v
(10 ) 5
m
m
m/dt
3
(m /det) 4
6
7
1.0
1.0
35
0.44
0.65
0.50
1.0
1.2
35
0.38
0.75
1.5
1.3
35
1.5
1.5
1.8
3.0
1.5
4.5
I(R)1/2 -4
vbd m/dt
8
(10 ) 9
0.65
0.36
2.56
0.39
0.77
0.92
0.38
2.46
0.40
0.35
0.82
1.07
0.40
2.4
0.41
40
0.30
0.97
1.74
0.49
2.3
0.49
2.3
40
0.25
1.21
2.79
0.54
2.21
0.52
1.5
2.7
40
0.225
1.38
3.71
0.57
2.51
0.53
6.0
1.5
3.1
42.5
0.20
1.47
4.55
0.60
2.01
0.56
7.5
1.5
3.5
42.5
0.19
1.55
5.44
0.62
1.99
0.57
9.0
1.5
3.7
42.5
0.175
1.66
6.14
0.63
1.9
0.57
11.0
2.0
4.2
45
0.16
1.67
7.00
0.64
1.75
0.58
15.0
2.0
4.9
45
0.145
1.82
8.91
0.66
1.68
0.59
25.0 40.0
2.0 2.0
6.5 9.0
45 45
0.13 0.12
2.05 2.23
13.34 20.03
0.70 0.73
1.64 1.62
0.61 0.62
(m /dt) 1
10
3 - 15
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR/ USCE
Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar; warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau), nama setempat atau geologis, dan informasi deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam tanda kurung.
Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan informasi mengenai struktur, perlapisan konsistensi dalam keadaan tak terganggu, kondisi kelembapan dan drainase.
Yang terletak di garis batas memerlukan dua simbol
GM, GC, SM, SC
GW, GP, SW, SP
cu
D10 lebih besar dari 4 D60
D30 antara satudan 3 D10 x D60 2
cc
Tidak memenuhi semua pernyataan gradasi untuk GW Batas Atterberg di bawah garis "A" atau PI kurang dari 4 Batas Atterberg di atas garis "A" dengan PI lebih dari 7
Di atas garis "A" dengan PI antara 4 dan 7 berarti ada di garis batas dan memerlukan dua simbol.
cu
D60 lebihbesar dari 6 D10
cc
D10 antarasatu dan 3 D10 x D60
5% sampai 12%
2
Lebih dari 12%
Contoh : Pasir lanauan, kerikilan; kurang lebih 20% keras. Partikel kerikil bersiku, ukuran maks.1/2 inci; partikel pasir bulat dan kasar sampai halus; sekitar 15% bahan halus nonplastis dengan kekuatan kering rendah; padat dan lembab di tempat; pasir aluvial; (SM)
KRITERIA KLASIFIKASI LABORATORIS
Kurang dari 5%
Untuk tanah tak terganggu tambahkan informasi mengenai perlaisan, tingkat kepadatan, sementasi, kondisi kelembapan dan karakteristik pembuangan (drainase)
Tentukan persentase kerikil dan pasir dari kurve ukuran butir. Bergantung kepada persentase bahan halus (fraksi yang lebih kecil dari ayak no. 200), tanah berbutir kasar diklasifikasi sebagai berikut :
Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan persentase pasir dan kerikil, ukuran maks; persikuan,kondisi permukaan dan kekasaran butir; nama setempat atau geologis dan informasi deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam tanda kurung ( ).
Gunakan kurve ukuran butir dalam mengidentifikasi fraksi yang diberikan menurut identifikasi lapangan
INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH
Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW Batas Atterberg di bawah garis "A" atau PI kurang dari A Batas Atterberg di atas garis "A" dengan PI lebih besar dari 7
Di atas garis "A" dengan PI antara 4 dan 7 berarti ada di garis batas dan memerlukan dua simbol.
Contoh : Lumpur lanauan coklat, agak plastis; persentase pasir halusnya rendah; terdapat lubnag-lubang akar vertikal; kuat dan kering di tempat, lus; (ML)
3 - 16
(Ayak No. 200 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang) PASIR
TANAH BERBUTIR KASAR
TANAH BERBUTIR HALUS
Lebih dari separoh bahan lebih besar dari ukuran ayak No. 200
Lebih dari separoh bahan lebih kecil dari ukuran ayak No. 200
KERIKIL
Lebih separoh dari fraksi Lebih separoh dari fraksi kasar lebih kecil dari kasar lebih besar dari ukuran ayak No. 4 ukuran ayak No. 4
PASIR DENGAN BAHAN HALUS (bahan halus cukup banyak)
Nol sampai sangat lambat Lambat
Lambat sampai Rendah sampai Nol sedang Nol Nol sampai sangat lambat
Sedang sampai tinggi Rendah sampai sedang Rendah sampai sedang Tinggi sampai sangat tinggi Sedang sampai tinggi
Mudah dikenali lewat warna , bau, empuk spt spon, dan sering lewat jaringannya yang tampak seperti serat
Rendah sampai sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Nol
Cepat sampai lambat
Nol sampai rendah
Pt
OH
CH
MH
Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi
Lanau inorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk
Lanau inorganik, pasir halus bermika/ diatomea atau tanah lanauan, lanau elastis
Lanau organik dan lanau-lempung dengan plastisitas rendah
OL
DISADUR OLEH US CORPS OF ENGINEER AND US BUREAU OF RECLAMATION, JANUARI 1952
TANAH ORGANIK TINGGI
Tanah gambut dan jenis-jenis tanah organik tinggi yang lain 1. Klasifikasi menurut kebulatan : tanah-tanah yang memiliki karakteristik dua kelompok ditunjukkan dengan dua simbol kelompok, misalnya GW - GC, campuran kerikil-pasir halus dengan pengikat lempung 2. Ukuran-ukuran ayak dalam tabel ini menurut standar Amerika.
LANAU DAN LEMPUNG Batas cair lebih dari 50
LANAU DAN LEMPUNG Batas cair kurang dari 50
KEKERASAN (KEKENTALAN MENDEKATI BATAS PLASTIS)
DILANTASI (REAKSI TERHADAP GETARAN)
KEKUATAN KERING (KARAKTERISTIK PECAH)
Lempung liat inorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang, lempung lanauan pasiran, kerikilan, dan lempung kurus
Pasir lempungan, campuran pasir lempung bergradasi jelek
SC
Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL di bawah ini)
CL
Pasir lanauan, campuran pasir-lanau bergradasi jelek
SM
Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat ML di bawah ini).
Lanau inorganik dan pasir, batu tumbuk yang amat halus, pasir lanauan atau halus, plastisitas rendah
Pasir gradasi jelek, pasir kerikilan; dengan sedikit/ tanpa bahan halus
SP
ML
Pasir gradasi baik, pasir kerikilan, dengan sedikit atau tanpa bahan halus
Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran PASIR BERSIH sedang dalam jumlah besar. (dengan sedikit/ tanpa Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan bahan halus) beberapa ukuran sedang hilang.
SW
kerikil gradasi jelek, campuran kerikil-pasir, dengan sedikit/ tak berbahan halus Kerikil lanauan, campuran kerikil-pasir lanau bergradasi jelek
Kerikil gradasi, baik campuran kerikil-pasir, dengan sedikit atau tanpa bahan halus
NAMA JENIS
Kerikil lumpuran, campuran kerikil-pasir lanau bergradasi jelek
GM
GP
GW
SIMBOL KELOMPOK 1)
GC
Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran KERIKIL BERSIH sedang dalam jumlah besar. (dengan sedikit/ tanpa Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan bahan halus) beberapa ukuran sedang hilang. Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat KERIKIL DENGAN ML di bawah ini). BAHAN HALUS (bahan halus cukup Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL banyak) di bawah ini)
PROSEDUR IDENTIFIKASI BUTIR YANG LEBIH KECIL DARI UKURAN AYAK NO. 40
(Untuk klasifikasi visual, ukuran 1/4 dapat dianggap sama dengan ukuran ayak No. 4)
(Tidak termasuk partikel-partikel yang lebih besar dari 3 inci dan mendasarkan fraksi pada berat perkiraan)
PROSEDUR IDENTIFIKASI LAPANGAN
Tabel 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratoris dari USBR/ USCE (lanjutan)
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan
3 - 17
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Gambar 3.7
Perhitungan Desain Terowongan
Grafik perencanaan saluran dengan garis-garis A dan B (grafik antara Q, I, I, Vbd)
3 - 18
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 3.7 Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.7.
Debit
Kemiringan talud 1:m
Perbandingan b/h n
Faktor kekasaran k
1.0
1.0
35
0.30 - 0.50
1.0
1.0 - 1.2
35
0.50 - 0.75
1.0
1.2 - 1.3
35
0.75 - 1.00
1.0
1.3 - 1.5
35
1.00 - 1.50 1.50 - 3.00
1.0 1.5
1.5 - 1.8 1.8 - 2.3
40 40
3.00 - 4.50
1.5
2.3 - 2.7
40
4.50 - 5.00
1.5
2.7 - 2.9
40
5.00 - 6.00
1.5
2.9 - 3.1
42.5
6.00 - 7.50 7.50 - 9.00
1.5 1.5
3.1 - 3.5 3.5 - 3.7
42.5 42.5
9.00 - 10.00
1.5
3.7 - 3.9
42.5
10.00 - 11.00
2.0
3.9 - 4.2
45
11.00 - 15.00
2.0
4.2 - 4.9
45
15.00 - 25.00 25.00 - 40.00
2.0 2.0
4.9 - 6.5 6.5 - 9.0
45 45
3
(m /dt) 0.15 - 0.30
3.2
Muka Air Maksimum (Tinggi Air Banjir Rencana) di Sungai Muka Air Maksimum di Sungai Yang dimaksud adalah tinggi air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini akan sama dengan tingginya air banjir di hilir bendung setelah adanya bendung, karena profil sungai disitu tidak dirubah. a. Miring sungai rata-rata Dari profil memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata. Garis miring sungai rata-rata digambar pada potongan memanjang sungai, sehingga bagian atas dan bagian bawah yang terpotong mempunyai jumlah luas yang kira-kira sama.
3 - 19
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.8 Sketsa kemiringan sungai b. Profil melintang Dipilih beberapa profil melintang yang baik untuk mengetahui tingginya air untuk debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil melintang yang baik adalah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan garis profil memanjang. Pada profil-profil melintang ini digambarkan sesuatu tinggi air dan akan didapat luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini dirata-ratakan sehingga hanya didapat satu angka untuk luas penampang basah dan satu harga keliling basah. Minimum diambil 3 profil melintang, misalnya profil 1,2 dan 3 (gambar diatas). c. Rumus pengaliran Rumus-rumus yang dipergunakan dalam perhitungan ini ialah ; De Chezy : V C RI
:C
Bazin
87 1
R=
A dan Q V.A P
R
dimana ; Q
=
debit sungai (m 3/det)
V
=
kecepatan (m/det)
A
=
luas penampang basah (m 2)
C
=
koef. kecepatan, (fungsi dari bentuk profil dan kekasarannya)
R
=
jari-jari hydraulis (m)
I
=
miring sungai rata-rata
P
=
keliling basah (m)
=
koef. kekerasan
Untuk sungai harga dapat diambil antara 1.50 dan 1.75. Dari rumus-rumus di atas dapat dilihat bahwa nilai-nilai R, C, A dan P adalah fungsi dari h (tinggi air di sungai). Jadi Q adalah fungsi dari h pula.
3 - 20
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Apa yang hendak kita ketahui adalah pada tinggi berapa atau pada peil muka air berapa Q desain terjadi. Karenanya setelah didapat harga-harga rata-rata dari A dan P pada profil melintang yang telah dipilih, berarti didapat pula harga R ratarata maka dengan menggunakan rumus-rumus diatas akan kita ketahui harga Q pada tiap-tiap harga h tertentu. Dengan memilih harga-harga h akan didapatkan beberapa hubungan antara h dan Q. Titik-titik ini digambarkan dalam suatu grafik dan disebut grafik langsung debit. Dan dengan perantaraan grafik tersebut akan didapatkan harga h untuk pada P desain, cara ini dilakukan, karena dengan menggunakan secara langsung rumus-rumus diatas akan sukar, berhubung kita akan menjumpai persamaan pangkat 3/2. 3.3
Perhitungan Ukuran Terowongan Untuk Tenaga Listrik Yang Ekonomis Contoh Perhitungan diameter yang ekonomis dari terowongan bertekanan tipe bulat Soal. 1 Hitung diameter yang ekonomis dari terowongan bertekanan tipe bulat / lingkaran yang mempunyai data sebagai berikut Panjang
= 10,000 meter
Capasitas instalasi
= 4 x 30 = 120 MW
Total tinggi tekan
= 70 meter
Debit air a) Musim hujan (dari tanggal 16 juni s/d 15 Oktober)
210 m3/dt
b) Musim Kemarau Debit puncak 4 jam
230 m3/dt
Sisanya 20 jam (dari tgl 16 Okt s/d 15 Des)
105 m3/dt
(dari tgl 16 Des s/d 15 Peb)
105 m3/dt
(dari tgl 16 Peb s/d 15 Apr)
105 m3/dt
(dari tgl 16 Apr s/d 15 Juni)
105 m3/dt
Rata-rata tebal lining concrete (tidak termasuk kelebihan galian)
30 cm
Rata-rata kelebihan galian (over break)
25 cm
Harga listrik per kwh
50 Rp/kwh
Biaya penggalian termasuk penyangga
175.000 Rp/m3
Biaya lining concrete termasuk tulangan
330.000 Rp/m3
Biaya grouting keliling terowongan
5% 3 - 21
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Contingensi
150.000 Rp/m2
Biaya supervisi (termasuk biaya tak terduga)
10 %
Masa befungsi tenaga listrik
100 tahun
Rate of interest dari modal
5%
Koefisien Regosity
0,013
Biaya O & P
1%
Catatan : Data yang sangat diperlukan dapat diperkirakan Penyelesaian : 1. Debit efektif Tabel 3.8 Daftar Debit Efektif. Q
Q3
T
Q3.T
M3/dt
(m 3/dt)
(jam)
(m 3/dt)3.jam
1.
210
9261000
4 x 30 x 4
2880
26671680000
2.
230
12167000
8 x 30 x 4
960
11680320000
3.
105
1157625
2 x 30 x 20
1200
1389150000
4.
50
125000
2 x 30 x 20
1200
150000000
5.
110
1331000
2 x 30 x 20
1200
1597200000
6.
200
8000000
2 x 30 x 20
1200
9600000000
Jumlah
8640
51088350000
No.
Q = ((Q3.T) / (.T)) 1/3
= (51088350000/8640)1/3
= 180,829
2. Simbol-simbol, Harga Satuan dan Nilai lainnya E =
Harga satuan rata-rata pengalian terowongan (termasuk penyangga) Rp. 175.000,- / m3
L
=
Harga satuan rata-rata lining concrete (termasuk penulangannya) Rp. 330.000,- / m3
G =
Harga satuan rata-rata grouting (sekeliling terowongan) Rp. 150.000,- / m3
d
Tebal lining rata-rata termasuk kelebihan penggalian (over break)
=
0,30 + 0,25 = 0,55 m c
=
Contingensi 5% = 0,05 (terhadap biaya pekerjaan)
s
=
Biaya supervisi termasuk biaya tak terduga 10% = 0,10
Y =
Masa berfungsi terowongan/ PLTA = 100 tahun
P =
Faktor deprisiasi 1/Y = 0,01
N =
Faktor interes = 5 % = 0,05 3 - 22
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
O =
Biaya O dan P = 1% = 0,01
n
Koefisien kekasaran Manning = 0,013
=
Q =
Debit efektif = 180,83 m3/dt
T =
Waktu operasi per tahun = 8640 jam
u
=
Harga satuan listrik per kwh = 500,- / kwh
e
=
Efisiensi keseluruhan rencana = 80 % = 0,80
3. Biaya Konstruksi Dan Pengeluaran Tahunan a) Biaya penggalian terowongan =
22/7 (E/4 (D+2d)2
=
3,14 x 175.0000/4 x (D+1,10)2
=
137375 (D+1,10)2
b) Biaya lining termasuk penyangga = =
22/7 (L/4 x (D + 2d)2 – D2) 3,14 x 330.000/4 ((D+1,10)2 – D²)
= 259050 x ((D+1,10)2 – D²) c) Biaya grouting sekeliling terowongan =
22/7 x G x (D + 2d)
=
3,14 x 150.000 (D+1,10)
=
471000 x (D+1,10)
d) Biaya total = A = biaya penggalian + Biaya linning + Biaya grouting A = 22/7 (ED² /4 + D (Ed + Ld + G) + Ed² + Ld² + 2 Gd) e) Biaya keseluruhan (Overall Cost)= A (1+c) (1+s) = A (1 + 0,05) x (1 + 0,1) = 1,155 A f)
Pengeluaran Tahunan (Annual Charge) =
A (1+c) (1+s) (P+H)
=
1,155 A (0,01+0,05)
=
0,0693 A
g) Biaya O & P Tahunan (Annual O&M Cost) = A (1+c) (1+s) (O) = 1,155 A (0,01) = 0,01155 A h) Biaya Kehilangan Tenaga Tahunan (Cost of Annual Power Loss)
i)
=
100 . n² . Q 3 . T . u . e. D-16/3
=
100 x 0,0132 x 180,833 x 8640 x 500 x 0,80 x D -16/3
=
3,45359880453659000E+11 D
-16/3
Biaya / pengeluaran total tahunan (Total Annuall Cost) = f (D) = A (1+c).(1+s).(P+H) + A (1+c).(1+s).(O) + 100.n².Q 3.T.u.e.D -16/3
3 - 23
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
TABEL 3.9. Daftar Biaya Konstruksi Dan Pengeluaran Tahunan Bangunan Terowongan
D
1 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 10.0 10.5 11.0 11.5 12.0 12.5 13.0 13.5 14.0 14.5 15.0 15.5 16.0 16.5
BIAYA PENGGALIAN
BIAYA LINING
BIAYA GROUTING
TOTAL BIAYA KONSTRUKSI A
TOTAL BIAYA KESELURUHAN
PENGELUIARAN TAHUNAN
BIAYA O&P TAHUNAN
137375 (D+1,1)²
259050(2,2D+1,21)
471000(D+1,1)
(2)+(3)+(4)
1,155 A
0,0693.A
2
3
4
5
6
2593090.50 2878045.50 3163000.50 3447955.50 3732910.50 4017865.50 4302820.50 4587775.50 4872730.50 5157685.50 5442640.50 5727595.50 6012550.50 6297505.50 6582460.50 6867415.50 7152370.50 7437325.50 7722280.50 8007235.50 8292190.50 8577145.50 8862100.50 9147055.50 9432010.50 9716965.50
2402100.00 2637600.00 2873100.00 3108600.00 3344100.00 3579600.00 3815100.00 4050600.00 4286100.00 4521600.00 4757100.00 4992600.00 5228100.00 5463600.00 5699100.00 5934600.00 6170100.00 6405600.00 6641100.00 6876600.00 7112100.00 7347600.00 7583100.00 7818600.00 8054100.00 8289600.00
8568314.25 9823725.50 11147824.25 12540610.50 14002084.25 15532245.50 17131094.25 18798630.50 20534854.25 22339765.50 24213364.25 26155650.50 28166624.25 30246285.50 32394634.25 34611670.50 36897394.25 39251805.50 41674904.25 44166690.50 46727164.25 49356325.50 52054174.25 54820710.50 57655934.25 60559845.50
9896402.96 11346402.95 12875737.01 14484405.13 16172407.31 17939743.55 19786413.86 21712418.23 23717756.66 25802429.15 27966435.71 30209776.33 32532451.01 34934459.75 37415802.56 39976479.43 42616490.36 45335835.35 48134514.41 51012527.53 53969874.71 57006555.95 60122571.26 63317920.63 66592604.06 69946621.55
3,573,123.75 4,308,080.00 5,111,723.75 5,984,055.00 6,925,073.75 7,934,780.00 9,013,173.75 10,160,255.00 11,376,023.75 12,660,480.00 14,013,623.75 15,435,455.00 16,925,973.75 18,485,180.00 20,113,073.75 21,809,655.00 23,574,923.75 25,408,880.00 27,311,523.75 29,282,855.00 31,322,873.75 33,431,580.00 35,608,973.75 37,855,055.00 40,169,823.75 42,553,280.00
D -16/3
KEHILANGAN BIAYA TENAGA TAHUNAN
TOTAL PENGELUARAN TAHUNAN
0,01155A
(1) -16/3
3,4536x1011D-16/3
(8)+(7)+(10)
7
8
9
10
11
593784.18 680784.18 772544.22 869064.31 970344.44 1076384.61 1187184.83 1302745.09 1423065.40 1548145.75 1677986.14 1812586.58 1951947.06 2096067.59 2244948.15 2398588.77 2556989.42 2720150.12 2888070.86 3060751.65 3238192.48 3420393.36 3607354.28 3799075.24 3995556.24 4196797.29
98964.03 113464.03 128757.37 144844.05 161724.07 179397.44 197864.14 217124.18 237177.57 258024.29 279664.36 302097.76 325324.51 349344.60 374158.03 399764.79 426164.90 453358.35 481345.14 510125.28 539698.75 570065.56 601225.71 633179.21 665926.04 699466.22
0.00061520 0.00032825 0.00018714 0.00011256 0.00007077 0.00004618 0.00003110 0.00002153 0.00001526 0.00001104 0.00000814 0.00000610 0.00000464 0.00000358 0.00000279 0.00000220 0.00000176 0.00000141 0.00000115 0.00000094 0.00000077 0.00000064 0.00000053 0.00000045 0.00000038 0.00000032
212464030.17 113363164.91 64629681.03 38875055.76 24441735.14 15949024.81 10741934.23 7434959.91 5269775.39 3813915.78 2811762.61 2107395.95 1603019.12 1235745.70 964223.51 760706.08 606231.81 487624.25 395585.92 323463.49 266433.71 220957.81 184410.36 154823.30 130706.98 110923.70
213156778.38 114157413.12 65530982.62 39888964.12 25573803.65 17204806.86 12126983.20 8954829.18 6930018.36 5620085.82 4769413.11 4222080.29 3880290.69 3681157.88 3583329.69 3559059.64 3589386.14 3661132.73 3765001.93 3894340.42 4044324.94 4211416.73 4392990.35 4587077.74 4792189.27 5007187.20
3 - 24
Pengeluaran Tahunan dalam Rp. Juta
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
220 215 210 205 200 195 190 185 180 175 170 165 160 155 150 145 140 135 130 125 120 115 110 105 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Grafik antara pengeluaran tahunan dan diameter Hasil Diameter Termurah D = 11.5 meter Pengeluaran Tahunan Rp. 3.560.000,-
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
DIAMETER TEROWONGAN DALAM (m)
Gambar 3.9 Grafik Antara Pengeluaran Tahunan Dan Diameter 3 - 25
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
3.4
Perhitungan Desain Terowongan
Perhitungan Hidrolik Terowongan Ukuran dan tipe terowongan harus dipilih / dihitung terhadap kapasitas yang dibutuhkan dan berdasarkan perhitungan ekonomis, harga pelaksanaan tergantung dari tersedianya peralatan pembangunan dan panjangnya terowongan. Lebar minimum 1.20 meter dan tinggi terowongan minimum 1.50 meter, agar selama pembangunan dengan menggunakan peralatan masih mempunyai ruang yang cukup. Kecepatan yang diijinkan 2 m/dt untuk batuan keras dan untuk beton kecepatan alirannya kurang dari 4 m/dt Bentuk bulat (lingkaran) baik untuk terowongan dengan tinggi tekan hidrolis atau tinggi tekan tanah atasnya. Tetapi dalam pelaksanaannya terowongan bentuk bulat sangat sulit. Terowongan bentuk tapal kuda (horse shoe) cocok digunakan untuk terowongan yang besar. Mengenai tebal tanah yang menutupi terowongan dan keadaan hidrolis akan dibahas dihalaman selanjutnya. 3.4.1
Kemiringan Terowongan Kemiringan memanjang terowongan dihitung/ ditentukan berdasarkan besarnya debit, koefisien kekasaran dan panjangnya terowongan. Dianjurkan bahwa : Kemiringan 1 : 500 – 1 : 1.500
untuk ukuran kecil (D = 1,80 meter)
Kemiringan 1 : 1.200 – 1 : 3.000
untuk ukuran besar (D = 5,50 meter)
Standar kemiringan terowongan bentuk tapal kuda besarnya tergantung dari besarnya r = jari-jari terowongan Umumnya kemiringan maksimum 1 : 0,45 r dan minimum 1 : 1,5 r (Hand Book Of Agricultural Engineering P.762 Japan) 3.4.2
Tinggi Jagaan dan dalamnya air Tinggi jagaan didalam terowongan ditentukan lebih besar dari 0,2 H (dimana H = tinggi terowongan) Tinggi jagaan minimum 0,46 meter dan dalamnya air di terowongan maksimum 0,82 H (dimana H = tinggi terowongan) (USBR) Metode lain untuk menentukan tinggi jagaan dan dalamnya air adalah dengan menggunakan rasio antara dalamnya air dan diameter terowongan d / D dimana :
d = dalamnya air diterowongan D = Diameter terowongan 3 - 26
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
1. Terowongan dari baja
Q>28 m3/dt
d/D = 0,84
2. Terowongan dari bahan lain
Q>28 m3/dt
d/D = 0,84
3. Tanpa debit bajir
Q>28 m3/dt
d/D = 0,80
Di Jepang biasa dipakai d /D = 0,80 USBR dipakai d/D = 0,82 (sama dengan gorong-gorong) 3.4.3
Kecepatan Aliran Biasanya rumus kutter dan manning digunakan untuk menghitung kecepatan aliran di terowongan Rumus Manning : Dimana :
V =
1 / n . R 2/3 . I
1/2
A =
luas penampang = @ . r²
R =
jari-jari hidrolis = B . r
V =
kecepatan aliran
n
=
koefisien kekasaran
I
=
kemiringan memanjang
Q=A.V Q = (@.r²) x 1/n (B.r)2/3 x I 1/2
Q.n 1 2
I .r
8 3
2
@ .B 3
Dimana harga @ dan B tergantung dari bahan harga H/r (dapat dilihat pada tabel 3.10) Didalam Tabel 3.10 tersebut dapat dicari harga H/r dengan mencari harga @.B2/3 terlebih dahulu. Karena harga r diketahui maka harga H dapat dicari begitu juga harga @.B 2/3 dapat dicari dengan gambar 3.4. Contoh 1 : Terowongan dengan tipe tapal kuda yang mempunyai jari-jari puncak = r = 2,50 meter, jari-jari dinding dan jari-jari dasar terowongan = D = 2.r = 5,00 meter serta debit = Q = 42 m3/dt. Hitung dalamnya air = H (bila aliran uniform kemiringan terowongan = I = 1:200 dan koefisien kekasaran = n = 0,015) Penyelesaian : 1 Rumus
Q.n 1 2
I .r Dari tabel 3.12
8 3
2
@ .B 3
Untuk n = 0,015 dan I = 1 : 1.200 = 0,005 Didapat n / I1/2 = 0,5198 3 - 27
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Dari tabel 3.11
Untuk r = 2,50 meter Didapat I / r 8/3 = 0,0869
Dari rumus diatas didapat
@.B2/3 = Q . n/I1/2 . I/r
8/3
= 42 x 0,519 x 0,0869 = 1,894 Untuk @.B2/3 = 1,894
Dari tabel 3.10
Didapat H/r = antara 1,5 dan 1,4 Dengan jalan interpolasi didapat : x = (1,894 – 1,790) / (1,938 – 1,790) x (1,5 – 1,4) x = 0,0702 Jadi H / r = 1,4 + 0,0702 = 1,4702 H = 1,4702 x r = 1,4702 x 2,5 = 3,675 m Tinggi Jagaan = f = D – H = 5 – 3,675 = 1,325 m Tabel 3.10 Tipe Standar Tapal Kuda (Horse Shoe) (D = 2r) H /r
@= A/ r
P/r
B=R/r
@ . B 2/3
2,0
3.317
6,533
0,507
2,106
1,9
3,258
5,631
0,578
2,258
1,8
3,158
5,247
0,600
2,242
1,7
3,021
4,943
0,611
2,175
1,6
2,870
4,679
0,613
2,069
1,5
2,703
4,439
0,608
1,938
1,4
2,504
4,215
0,598
1,790
1,3
2,337
4,001
0,584
1,634
1,2
2,143
3,794
0,564
1,459
1,1
1,946
3,592
0,541
1,290
1,0
1,746
3,392
0,514
1,119
0,9
1,546
3,192
0,484
0,912
0,8
1,348
2,992
0,450
0,791
0,7
1,150
2,789
0,412
0,636
0,6
0,957
2,586
0,370
0,493
0,5
0,767
2,381
0,322
0,360
0,4
0,583
2,174
0,268
0,242
0,3
0,404
1,962
0,205
0,140
0,2
0,233
1,745
0,133
0,061
0,177
0,196
1,696
0,115
0,046
3 - 28
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel. 3.11 (Tabel 1 / r 8/3) r
1 / r 8/3
r
1 / r 8/3
r
1 / r 8/3
0,50
6,350
1,20
0,6150
1,90
0,1806
0,55
4,925
1,25
0,5515
1,95
0,1685
0,60
3,905
1,30
0,4968
2,00
0,1575
0,65
3,154
1,35
0,4492
2,05
0,1475
0,70
2,539
1,40
0,4077
2,10
0,1383
0,75
2,154
1,45
0,3715
2,15
0,1299
0,80
1,813
1,50
0,3392
2,20
0,1222
0,85
1,593
1,55
0,3108
2,25
0,1151
0,90
1,324
1,60
0,2856
2,30
0,1110
0,95
1,147
1,65
0,2631
2,35
0,1025
1,00
1,000
1,70
0,2429
2,40
0,0969
1,05
0,878
1,75
0,2248
2,45
0,0917
1,10
0,775
1,80
0,2086
2,50
0,0869
1,15
0,689
1,85
0,1939
3 - 29
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 3.12 (Tabel n / I 1/2) I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2200 2400 2600 2800 3000
0.01
0.12
0.13
n 0.15
0.1 0.142 0.173 0.2 0.224 0.245 0.265 0.283 0.3 0.31 0.332 0.347 0.361 0.374 0.387 0.4 0.412 0.424 0.436 0.447 0.469 0.49 0.51 0.529 0.548
0.12 0.17 0.208 0.24 0.268 0.94 0.317 0.339 0.36 0.372 0.398 0.416 0.433 0.449 0.465 0.48 0.495 0.509 0.523 0.536 0.563 0.588 0.612 0.635 0.658
0.13 0.184 0.225 0.26 0.291 0.319 0.344 0.368 0.381 0.403 0.431 0.451 0.469 0.487 0.504 0.52 0.536 0.552 0.567 0.581 0.61 0.637 0.663 0.688 0.712
0.15 0.212 0.26 0.3 0.335 0.368 0.397 0.424 0.449 0.465 0.498 0.52 0.541 0.561 0.581 0.6 0.618 0.637 0.654 0.67 0.704 0.735 0.765 0.794 0.821
0.017
0.03
0.035
0.17 0.241 0.295 0.34 0.38 0.417 0.45 0.481 0.509 0.527 0.564 0.589 0.613 0.636 0.658 0.68 0.701 0.722 0.741 0.76 0.797 0.833 0.867 0.9 0.932
0.3 0.425 0.52 0.6 0.671 0.735 0.794 0.848 0.899 0.931 0.995 1.04 1.082 1.123 1.162 1.2 1.236 1.273 1.308 1.341 1.407 1.47 1.529 1.587 1.644
0.353 0.495 0.607 0.7 0.782 0.858 0.926 0.99 1.049 1.086 1.161 1.213 1.262 1.31 1.356 1.4 1.442 1.485 1.526 1.564 1.642 1.715 1.784 1.852 1.918
Contoh 2. Cari harga K = @.B 2/3 = Q.n / I 1/2 . r 8/3 Bila : Q = 5,00 m 3/dt, n = 0,015, r = 2,00 m, I = 1/500 Penyelesaian : Dengan menggunakan gambar 3.10 Tarik garis dari (Q = 5,0) ke n = 0,015, didapat titik p Tarik garis dari titik p ke r = 2,0 didapat titik q Dengan menarik garis lurus dari q ke I = 1/500 didapat K = @.B2/3 = (Qn) / (I 2/3 . r 8/3) = 0,264 Dari tabel 3.10 : untuk @. B 2/3 = 0,264, didapat H/r antara 0,4 dan 0,5 Dengan Interpolasi didapat H/r = 0,4 +
0,264 0,242 x0,1 0,402 0,360 0,242
H = 0,402 , r = 0,804 3 - 30
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.10. Nomogram untuk menghitung harga K = Q.n / I1/2. R8/3
3 - 31
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
3.5
Perhitungan Desain Terowongan
Analisa Hidrolika Bangunan Pengelak A. Penelusuran Banjir Kondisi topografi lokasi terowongan pengelak dibagian inlet dan outlet seperti dalam Gambar, sehingga elevasi dasar inlet terowongan direncanakan pada elv. 164.00 m, dan dibagian outlet pada elv.154,50 m. Dalam perhitungan penelusuran banjir untuk menentukan diameter terowongan digunakan debit rencana Q 100 sebesar 3200 m 3/dt, hidrograph Q 100 lihat Gambar. Penelusuran banjir lewat terowongan dilakukan dengan prinsip debit air yang masuk ke dalam tampungan Cofferdam sebagian tertahan (menggenang) dan sebagian lainnya mengalir keluar melewati terowongan pengelak. Dengan demikian perhitungan dengan penelusuran banjir ini merupakan keseimbangan antara (inflow = storage + outflow). Dalam hal ini tinggi cofferdam ditetapkan 40 m, dengan puncak pada elv. 204,00 m. Prinsip penelusuran banjir diilustrasikan pada gambar 3.11, pada prinsipnya penelusuran banjir berdasarkan persamaan kontinuitas sebagai berikut (Hidrologi Soemarto, 1987 : 176) :
Gambar 3.11. Prinsip Penelusuran Banjir Untuk Perhitungan Dimensi Terowongan Pengelak Perumusan yang digunakan untuk perhitungan penelusuran banjir sebagai berikut :
1 Q
ds dt
Perhitungan penelusuran banjir lewat terowongan dimulai dari as saluran terowongan di bagian inlet. Grafik penelusuran banjir lewat terowongan pengelak ditunjukkan pada gambar 3.12.
3 - 32
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.12 Grafik penelusuran banjir lewat terowongan pengelak B. Analisa Hidrolika Bangunan Pengelak Kondisi topografi lokasi terowongan pengelak dibagian inlet dan outlet Aliran air yang lewat di terowongan diperhitungkan terhadap dua macam keadaan yaitu : 1. Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air sehingga masih berupa aliran terbuka (open channel flow) Dalam hal ini digunakan rumus Q
=
AxV
V
=
(1 / n) x R 3 x 1 2
2
1
Dimana : Q
=
Debit yang lewat melalui terowongan (m3/dt)
V
=
Kecepatan aliran didalam terowongan (m/dt)
n
=
Angka Kekasaran
R
=
Jari-jari hidrolik (m)
I
=
Kemiringan terowongan
2. Pada saat seluruh panjang terowongan penampang atau alirannya terisi penuh oleh air, sehingga terjadi aliran tekan. Dalam hal ini kecepatan airnya ditentukan oleh perbedaan tinggi tekan, sehingga menggunakan rumus sebagai berikut :
V
Q Ax
2 gH f
2 gH f
Dimana : Q
=
Debit beraliran tekan (m3/dt)
g
=
Percepatan grafitasi (m/dt2)
H
=
Tinggi tekan (m)
f =
Jumlah koefisien tinggi tekan 3 - 33
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Kondisi aliran terbuka dan tertekan yang lewat di dalam terowongan ditunjukkan dalam gambar dibawah ini
Gambar 3.13 Kondisi aliran yang lewat di dalam terowongan
Gambar 3.14
Debit yang lewat di dalam terowongan dalam kondisi aliran terbuka dan tertekan
3. Kehilangan tekanan diperhitungkan dalam aliran didalam terowongan, besaran kehilangan tekanan yang dimaksud antara lain : a. Kehilangan tekan pada saat masuk didalam bangunan inlet (he) Rumus he
=
fe . V 2 / 2g
Dimana : V
=
Kecepatan aliran (m/dt)
g
=
Percepatan grafitasi (m/dt2)
fe
=
Koefisien kehilangan tekan pada saat masuk
3 - 34
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Nilai (fe) tergantung bentuk bangunan inlet, besarnya seperti ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :
Gambar 3.15 Nilai koefisien pada bentuk inlet b. Kehilangan tekan akibat gesekan disepanjang terowongan (hf) Rumus hf
=
124,5 . n2 / D1/3 x L/D x V2/2g
Dimana : n
=
Koefisien kekasaran
L
=
Panjang terowongan (m)
D
=
Diameter terowongan (m/dt)
V
=
Kecepatan aliran (m/dt)
G
=
Percepatan grafitasi (m/dt2)
c. Kehilangan tekan akibat belokan (hb) Rumus hb fb1
=
=
fb1 . fb2 . V2/2g
0,131 + 0.1632 x (D/R)7/2
fb2 = ( / 90) 1/2 Dimana : fb1
=
Koefisien belokan akibat diameter dan jari-jari lengkung
fb2
=
Koefsien belokan akibat dari sudut lengkung
D
=
Diameter Terowongan (m)
R
=
Jari-jari lengkung belokan
=
Sudut lengkung belokan
V
=
Kecepatan aliran (m/dt)
g
=
Percepatan grafitasi (m/dt)
d. Kehilangan tekan pada saat masuk di dalam bangunan inlet (he) Rumus he
=
fo . V2/2g 3 - 35
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Dimana : V =
Kecepatan aliran (m/dt)
g
Percepatan grafitasi (m/dt)
=
fo =
Koefisien kehilangan tekan pada saat keluar
A. Penentuan Diameter Terowongan Pengelak Diketahui data teknis : -
Diameter terowongan
=
10,00 . (dicoba)
-
Elevasi main cofferdam
=
204,00 (direncanakan)
-
Elev. Dasar dibagian inlet
=
164,00
-
Elev. Dasar dibagian outlet
=
154,50
-
Panjang terowongan
=
729,50 m
-
Kemiringan terowongan ( I ) =
0.0130
-
Angka kekasaran (n)
0.012
=
1. Perhitungan debit yang lewat terowongan. a. Kondisi aliran terbuka (open channel flow) Dihitung pada elevasi 166,00 H = elv.166,00 – elv.164,00 = 2,00 m H/D = 2,00 / 10,00 = 0,20 A/D2 = 0,1118
A = 0,1118 x 100 = 11,18 m2
R/D = 0,1206
R = 0,1206 x 10 = 1,206 m
(nilai (A/D2) dan (R/D) dari buku small dam V =
l/n x R 2/3 x l 1/2
=
l/0,012 x 1,466 2/3 x 0,0130
=
12,27 m/dt
Q = =
½
VxA 12,27 x 15,35 = 188,38 m 3/dt
b. Kondisi Aliran Tertekan (pressure flow) Dihitung pada elevasi 184,00 Penampang basah A =
¼ x x D2
=
0,25 x 3,1415 x 10,002
=
78,54 m2
V =
(2 x g x H / F)1/2
3 - 36
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Koefisien kehilangan tekanan F dihitung sebagai berikut : -
akibat inlet (Fi) = 0,25
-
Gesekan (Ft) = f L / D
-
(Ff) =
((124,5 x n²)/D1/3) x (729,50/10,00)
=
((124,5 x 0,012²)/10,001/3) x 72,95
=
0,607
Belokan (Fb) = fb1 x fb2 fb1
fb2
=
0,131 + 0,1632 . (D/R)7/2
=
0,131 + 0,1632 . (10,00/300,00)7/2
=
0,1310
=
( / 90)1/2
=
(32,417/90,00)1/2
=
0,6001
(Fb) = -
0,1310 x 0,6001 = 0,079
outlet (Fo) = 0,25 f
=
Fi + Ff + Fb + Fo
=
0,25 + 0,607 + 0,079 + 0,25 = 1,186
V
=
(2 x g x H /
H
=
Elv.muka air diwaduk – Elv.dasar dibagian hilir – ½ Diameter)
=
184,00 – 154,50 – (0,50 x 10,00)
=
24,50 m
=
(2x9,81x24,50/1,186)1/2
=
20,13 m/dt
=
VxA
=
20,13 x 78,54
V Q
f)1/2
= 1581,81 m 3/dt
Pada elevasi 184,50 Penampang basah A = 78,54 m2 Koefisien kehilangan tekanan
f
F = Fi + Ff + Fb + Fo =
0,25 + 0,607 + 0,079 + 0,25
=
1,186
V
=
(2 x g x H / F)1/2
H
=
Elv.muka air diwaduk – Elv.dasar dibagian hilir – ½ Diameter)
=
184,50 – 154,50 – (0,50 x 10,00)
=
25,00 m. 3 - 37
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
V Q
Perhitungan Desain Terowongan
=
(2 x 9,81 x 25,00 / 1,186)1/2
=
20,336 m/dt
=
VxA
=
20,336 x 78,54
=
1597,23 m 4/dt
Hasil perhitungan debit yang lewat terowongan, secara lengkap dapat dilihat dalam tabel 3.12. 2. Perhitungan nilai ksi () dan psi () terowongan Sebelum melakukan perhitungan penelusuran banjir lewat terowongan, terlebih dahulu dicari nilai ksi () dan psi () yaitu sebagai berikut : () = S / t – Q / 2
(nilai ksi)
() = S / t + Q / 2
(nilai psi)
Dihitung pada elevasi 166,00 dan 166,50 untuk aliran terbuka dan elevasi 184,00 dan 184,50 untuk aliran tekan. Elevasi 166,00 (aliran terbuka) Besarnya nilai tumpangan (S) = 0,060 x 106 m3 Debit yang lewat terowongan (Q) = 120,46 m3/dt Periode penelusuran t = 1 jam (=3600 detik) () = 0,060 x 106 / 3600 – 120,46 / 2
=
() = 0,060 x 106 / 3600 + 120,46 / 2
=
Elevasi 166,50 (aliran terbuka) Besarnya nilai tampungan (S) = 0,065 x 106 m 3 Debit yang lewat terowongan (Q) = 188,38 m 3/dt () = 0,060 x 106 / 3600 – 188,38 / 2
=
() = 0,060 x 106 / 3600 + 188,38 / 2
=
Elevasi 184,00 (aliran tekan) Besarnya nilai tampungan (S) = 3,30 x 106 m 3 Debit yang lewat terowongan (Q) = 1581,18 m 3/dt Periode penelusuran t = 1 jam (=3600 detik) () = 3,30 x 106 / 3600 – 1581,18 / 2
=
() = 3,30 x 106 / 3600 + 1581,18 / 2
=
Elevasi 184,50 (aliran tekan) Besarnya nilai tampungan (S) = 3,55 x 106 m 3 Debit yang lewat terowongan (Q) = 1597,23 m 3/dt Periode penelusuran t = 1 jam (=3600 detik) () = 3,35 x 106 / 3600 – 1597,23 / 2
=
3 - 38
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
() = 3,35 x 106 / 3600 + 1597,23 / 2
=
Hasil perhitungan seperti diatas selanjutnya disajikan dalam tabel hubungan H – Q – S sebagai berikut : Tabel 3.13. Hubungan Antara Nilai Tinggi Air, Debit dan Tampungan (H-Q-S) Elev.
H
Q
Q/2
S
S / t
(m)
(m3/dt)
(m3/dt)
x 106.m3
x 106.m3
Keterangan
164,00
0,0
0,00
0,00
0,000
12,50
0,00
0,00
Aliran
164,50
0,5
6,61
3,30
0,045
13,89
9,20
15,80
Terbuka
165,00
1,0
28,73
14,37
0,050
15,28
-0,48
28,26
165,50
1,5
66,91
33,45
0,055
16,67
-18,18
48,73
166,00
2,0
120,46
60,23
0,060
18,06
-43,56
76,90
166,50
2,5
188,38
94,19
0,065
19,44
-76,13
112,25
.........
.........
.........
.........
.........
.........
.........
.........
184,00
20,0
1595,61
797,80
3,30
916,67
118,86
1714,47
Aliran
184,50
20,5
1611,81
805,90
3,55
987,11
180,21
1792,01
Tekan
185,00
21,0
1627,84
813,92
3,80
1055,56
241,63
1869,48
3. Perhitungan Penelusuran banjir lewat terowongan. Diketahui data teknis : -
Debit puncak Q100 = 3200 m3/dt
-
Hydrograp banir kala ulang 100 tahun, terdapat dalam gambar 3.16.
-
Elevasi sumbu terowongan
=
Elv.dasar inlet + (1/2 x Diameter)
=
Elv.164,00 + (1/2 x 10,00)
=
Elv.169,00
Mula-mula nilai inflow = outflow ( = 0,00) Untuk mencari nilai , diinterpolasi terhadap nilai H H = 0,00
nilai = 0
(I1 + I2) / 2 + = (0 + 192,00) / 2 + 0
= 96,00
Nilai Qout, diinterpolasi terhadap nilai karena = 96,00 terletak diantara 1 = 76,90 dan 2 = 112,25 (lihat tabel 3.15 hubungan H-Q-S) maka : 1 = 76,90
Q1 = 120,46 m 3/dt
2 = 112,25
Q2 = 188,38 m 3/dt
Sehingga nilai Qout = 157,17 m3/dt
3 - 39
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Nilai H diinterpolasi terhadap Qout, karena nilai Qout = 157,17 m 3/dt, terletak diantara nilai Qout 1 = 120,46 m 3/dt, dan Qout 2 = 188,38 m 3/dt, maka : Q1 = 120,46 m 3/dt
H1 = 2,00 m
Q2 = 188,38 m 3/dt
H2 = 2,50 m
Sehingga nilai H = 2,27 m Dari nilai H tersebut elevasi muka air menunjukkan = 169,00 + 2,27 = 171,27 Nilai diinterpolasi tersebut elevasi muka air menunjukkan = 169,00 + 2,27 = 171,27 Nilai diinterpolasi terhadap H, karena nilai H = 2,27 m, terletak diantara nilai H1 = 2,00 m, dan H2 = 2,50m, maka : H1 = 2,00
1 = 2,00 m
H2 = 2,50
2 = 2,50 m
Sehingga nilai = - 61,17 m3/dt Untuk mencari nilai menggunakan rumus sebagai berikut : (I1 + I2) / 2 - = (192,00 + 2560,00) / 2 – 61,17
=
= 1376 – 61,17 = 1314,83 m 3/dt Demikian seterusnya perhitungan penelusuran banjir lewat terowongan, dari hasil perhitungan seperti diatas dapat diketahui tinggi air maksimum yaitu = 202,33 m, dengan diameter terowongan = 10,00 m. Untuk mendapatkan tinggi dan elevasi air waduk maksimum dengan berbagai diameter yaitu 1 = 9,00 m, 2 = 9,50 m, 3 = 10,00 m, dan 4 = 10,50 m , maka dihitung dengan cara yang sama seperti diatas dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 3.14. Hasil Penelusuran Banjir dengan berbagai Diameter Terowongan No.
Diameter
Elevasi as
Tinggi air
Elevasi air
Terowongan
Terowongan
maksimum
maksimum
1.
9,00
168,50
37,04
205,54
2.
9,50
168,75
35,14
203,89
3.
10,00
169,00
33,33
202,33
4.
10,50
169,25
31,20
200,45
3 - 40
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Karena main cofferdam direncanakan dengan elevasi 204,00 m, maka saluran pengelak berupa terowongan dipilih diameter 10,00 m, dengan tinggi jagaan 1,67 m.
3 - 41
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
TABEL 3.15. HUBUNGAN H, Q, S, DAN Data Teknis Diameter Terowongan = 10.00 Elev.dsr. Bagian hulu = 164.00 Elev.dsr. Bagian hilir = 154.50 Panjang Terowongan = 729.50 Slope Terowongan = 0.0130 Elevasi 164.00 164.50 165.00 165.50 166.00 166.50 167.00 167.50 168.00 168.50 169.00 169.50 170.00 170.50 171.00 171.50 172.00 172.50 173.00 173.50 174.00 174.50 175.00 175.50 176.00 176.50 177.00 177.50 178.00 178.50 179.00 179.50 180.00 180.50 181.00 181.50 182.00 182.50 183.00 183.50 184.00 184.50 185.00
H (m) 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 9.00 9.50 10.00 10.50 11.00 11.50 12.00 12.50 13.00 13.50 14.00 14.50 15.00 15.50 16.00 16.50 17.00 17.50 18.00 18.50 19.00 19.50 20.00 20.50 21.00
Q m3/dt 0.00 6.61 28.73 66.91 120.46 188.38 269.42 361.79 463.63 573.11 687.89 805.81 924.16 1040.75 1151.71 1254.68 1344.86 1417.72 1466.14 1478.44 1375.79 1237.38 1257.84 1277.96 1297.78 1317.29 1336.53 1355.48 1374.18 1392.63 1410.83 1428.81 1446.56 1464.09 1481.42 1498.54 1515.48 1532.22 1548.79 1565.18 1581.40 1597.45 1613.35
Q/2 m3/dt 0.00 3.31 14.37 33.46 60.23 94.19 134.71 180.90 231.82 286.56 343.95 402.91 462.08 520.38 575.86 627.34 672.43 708.86 733.07 739.22 687.90 618.69 628.92 638.98 648.89 658.65 668.27 677.74 687.09 696.32 705.42 714.41 723.28 732.05 740.71 749.27 757.74 766.11 774.40 782.59 790.70 798.73 806.68
m m m m
100 894.4544
S 106.m3 0.000 0.045 0.050 0.055 0.060 0.065 0.070 0.075 0.080 0.085 0.090 0.095 0.100 0.120 0.140 0.160 0.180 0.200 0.220 0.240 0.260 0.280 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 1.100 1.200 1.300 1.550 1.800 2.050 2.300 2.550 2.800 3.050 3.300 3.550 3.800
S/t m3/dt
m3/dt
m3/dt
0.00 12.50 13.89 15.28 16.67 18.06 19.44 20.83 22.22 23.61 25 26.39 27.78 33.33 38.89 44.44 50 55.56 61.11 66.67 72.22 77.78 83.33 111.11 138.89 166.67 194.44 222.22 250 277.78 305.56 333.33 361.11 430.56 500 569.44 638.89 708.33 777.78 847.22 916.67 986.11 1055.56
0.00 9.20 -0.48 -18.18 -43.56 -76.13 -115.27 -160.06 -209.59 -262.94 -318.95 -376.52 -434.30 -487.04 -536.97 -582.90 -622.43 -653.31 -671.96 -672.55 -615.67 -540.91 -545.59 -527.87 -510.00 -491.98 -473.82 -455.52 -437.09 -418.54 -399.86 -381.07 -362.17 -301.49 -240.71 -179.83 -118.85 -57.78 3.38 64.63 125.97 187.38 248.88
0.00 15.8 28.26 48.73 76.9 112.25 154.16 201.73 254.04 310.17 368.95 429.3 489.86 553.71 614.75 671.78 722.43 764.42 794.18 805.89 760.12 696.47 712.25 750.09 787.78 825.31 862.71 899.96 937.09 974.09 1010.97 1047.74 1084.39 1162.6 1240.71 1318.72 1396.63 1474.45 1552.17 1629.81 1707.37 1862.23 1972.88
3 - 42
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Elevasi 185.50 186.00 186.50 187.00 187.50 188.00 188.50 189.00 189.50 190.00 190.50 191.00 191.50 192.00 192.50 193.00 193.50 194.00 194.50 195.00 195.50 196.00 196.50 197.00 197.50 198.00 198.50 199.00 199.50 200.00 200.50 201.00 201.50 202.00 202.50 203.00 203.50 204.00 204.50 205.00 205.50 206.00 206.50 207.00 207.50 208.00 208.50 209.00 209.50 210.00
H (m) 21.50 22.00 22.50 23.00 23.50 24.00 24.50 25.00 25.50 26.00 26.50 27.00 27.50 28.00 28.50 29.00 29.50 30.00 30.50 31.00 31.50 32.00 32.50 33.00 33.50 34.00 34.50 35.00 35.50 36.00 36.50 37.00 37.50 38.00 38.50 39.00 39.50 40.00 40.50 41.00 41.50 42.00 42.50 43.00 43.50 44.00 44.50 45.00 45.50 46.00
Perhitungan Desain Terowongan
Q m3/dt
Q/2 m3/dt
1629.09 1644.68 1660.12 1675.42 1690.59 1705.61 1720.51 1735.28 1749.92 1764.45 1778.85 1793.14 1807.31 1821.38 1835.34 1849.19 1862.94 1876.58 1890.13 1903.59 1916.95 1930.21 1943.39 1956.47 1969.47 1982.39 1995.22 2007.97 2020.64 2033.23 2045.74 2058.18 2070.54 2082.83 2095.04 2107.19 2119.26 2131.27 2143.21 2155.08 2166.89 2178.64 2190.32 2201.94 2213.5 2225 2236.44 2247.82 2259.14 2270.41
814.55 822.34 830.06 837.71 845.30 852.81 860.26 867.64 874.96 882.23 889.43 896.57 903.66 910.69 917.67 924.60 931.47 938.29 945.07 951.80 958.48 965.11 971.70 978.24 984.74 991.20 997.61 1003.99 1010.32 1016.62 1022.87 1029.09 1035.27 1041.42 1047.52 1053.60 1059.63 1065.64 1071.61 1077.54 1083.45 1089.32 1095.16 1100.97 1106.75 1112.50 1118.22 1123.91 1129.57 1135.21
S 106.m3 4.170 4.540 4.910 5.280 5.650 6.020 6.390 6.760 7.130 7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 11.500 12.000 12.500 13.190 13.880 14.570 15.260 15.950 16.640 17.330 18.020 18.710 19.400 20.420 21.440 22.460 23.480 24.500 25.520 26.540 27.560 28.580 29.600 31.060 32.520 33.980 35.440 36.900 38.360 39.820 41.280 42.740 44.200
S/t m3/dt 1158.33 1261.11 1363.89 1466.67 1569.44 1672.22 1775.00 1877.78 1980.56 2083.33 2222.22 2361.11 2500.00 2638.89 2777.78 2916.67 3055.56 3194.44 3333.33 3472.22 3663.89 3855.56 4047.22 4238.89 4430.56 4622.22 4813.89 5005.56 5197.22 5388.89 5672.22 5955.56 6238.89 6522.22 6805.56 7088.89 7372.22 7655.56 7938.89 8222.22 8627.78 9033.33 9438.89 9844.44 10250.00 10655.56 11061.11 11466.67 11872.22 12277.78
m3/dt 343.79 438.77 533.83 628.95 724.15 819.42 914.74 1010.14 1105.59 1201.11 1332.80 1464.54 1596.34 1728.20 1860.11 1992.07 2124.09 2256.15 2388.27 2520.43 2705.42 2890.45 3075.53 3260.65 3445.82 3631.03 3816.28 4001.57 4186.90 4372.28 4649.35 4926.47 5203.62 5480.81 5758.03 6035.30 6312.59 6589.92 6867.28 7144.68 7544.33 7944.01 8343.73 8743.48 9143.25 9543.06 9942.89 10342.76 10742.65 11142.57
m3/dt 1972.88 2083.45 2193.95 2304.38 2414.74 2525.03 2635.26 2745.42 2855.52 2965.56 3111.65 3257.68 3403.66 3549.58 3695.45 3841.26 3987.02 4132.74 4278.40 4424.02 4622.36 4820.66 5018.92 5217.13 5415.29 5613.42 5811.50 6009.54 6207.54 6405.50 6695.09 6984.64 7274.16 7563.63 7853.08 8142.48 8431.85 8721.19 9010.49 9299.76 9711.22 10122.65 10534.05 10945.41 11356.75 11768.05 12179.33 12590.58 13001.79 13412.98
3 - 43
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
TABEL 3.16. PENELUSURAN BANJIR TEROWONGAN PENGELAK T (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Inflow (m3/dt)
I1 + I2 2
m3/dt
0.00 192.00 2,560.00 3,200.00 3,008.00 2,560.00 2,048.00 1,536.00 1,184.00 928.00 736.00 544.00 384.00 316.80 262.40 230.40 204.80 179.20 153.60 128.00 102.40 76.80 51.20 25.60 0.00
96.00 1,376.00 2,880.00 3,104.00 2,784.00 2,304.00 1,792.00 1,360.00 1,056.00 832.00 640.00 464.00 350.40 289.60 246.40 217.60 192.00 166.40 140.80 115.20 89.60 64.00 38.40 12.80
0.00 -61.17 -182.86 968.33 2201.41 3044.25 3383.17 3221.47 2667.28 1885.28 985.68 61.23 -468.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
m3/dt
96.00 1,314.83 2,697.14 4,072.33 4,985.41 5,348.25 5,175.17 4,581.47 3,723.28 2,717.28 1,625.68 525.23 -117.65
Outflow m3/dt 0 157.17 1,497.69 1,728.81 1,870.93 1,941.16 1,965.08 1,953.70 1,914.19 1,838.00 1,731.60 1,564.46 993.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
H m3/dt 0 2.27 17.48 24.78 29.79 32.42 33.33 32.89 31.4 28.6 24.87 19.47 6.29 0.54 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Elev. (m) 169.00 171.27 186.48 193.78 198.79 201.42 202.33 201.89 200.40 197.60 193.87 188.47 175.29 169.54
Gambar 3.16. Hidrograph Banjir Kala Ulang 100 Tahun
3 - 44
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
3.6
Perhitungan Desain Terowongan
Analisa Hidrolika Untuk Power Waterway -
Elevasi banjir maksimum (MFL)
-
Full Supply level (FSL)
-
Minimum Operating Level (MOL)
=
263,00 m = 260,00 m
=
230,00 m
Elevasi rata-rata = 2/3 x (Elv.260,00 – 230,00) + 230,00
= 250,00 m
A. Terowongan Headrace -
Diameter Terowongan beton = 4,50 m
-
Panjang Terowongan L = 2.350,00 m
Kehilangan tinggi enersi pada : -
Trashrack = 0,004 x V²/2g
-
Entrance = 0,25 x V²/2g
-
Belokan, hb = Kb x V²/2g Kb
=
fb1 x fb2
fb1
=
0,131 + 0,1632 x (D/r)7/2
fb2
=
( / 90)1/2
Tabel 3.17 Kehilangan Tinggi Energi Pada Belahan
No.
Uraian
Dia.
R
fb1
fb2
Kb
1.
Belokan 1
4,50
200,00
22,42
o
0,131
0,499
0,065
2.
Belokan 2
4,50
200,00
29,25
o
0,131
0,570
0,075
3.
Belokan 3
4,50
200,00
45,33
o
0,131
0,710
0,093 0,233
Hb -
=
0,233 x V² / 2g
Gesekan S = V² x n² x R -4/3 Q
=
73,00 m3/dt
A
=
¼ x x 4,50² = 15,90 m²
V
=
73,00 / 15,90 = 4,59 m/dt
V²/2g =
4,59² / (2x9,81) = 1,07 m
R
=
0,25 x 4,50 = 1,13 m
n
=
0,012
S
=
4,59² x 0,012² x 1,13-4/3
=
0,00259
=
SxL
=
0,00259 x 2.350,00 = 6,093 m
=
5,671 x V²/2g
kf hf
3 - 45
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Total kehilangan tinggi enersi pada headrace tunnel = (0,004 + 0,25 + 0,233 + 5,671) x V² / 2 g = 6,158 x 1,07
= 6,616 m
B. Terowongan Penstock -
Diameter terowongan beton = 4,50 m
-
Elv. Hulu = 160,00
-
Elv. Hilir = 89,75
-
Panjang terowongan vertikal = (Elv.160,00 – 89,75) = 70,25 m
-
Kemiringan terowongan dibagian hulu S = 0,00259 a. Kehilangan tinggi enersi beton vertikal hf = 0,00259 x 70,25 = 0,182 m b. Kehilangan tinggi enersi belokan hb = 0,10 x 1,074 = 0,107 m c. Kehilangan tinggi enersi bagian pipa baja (diameter = 4,0 m ; panjang = 693,0 m ; Q = 73,00 m3/dt) A = ¼ x x 4,0² = 12,57 m2 V = 73,00 / 12,57 = 5,81 m/dt V²/2g = 5,81² / (2 x 9,81) = 1,72 m R = 0,25 x 4,0 = 1,0 m n = 0,010 S = = hf = =
5,81² x 0,010² x 1,00-4/3 0,00337 SxL 0,00337 x 693,00 = 2,339 m
d. Kehilangan tinggi enersi akibat percabangan Hp = 0,10 x 1,074 = 0,107 m e. Kehilangan tinggi enersi dari percabangan ke pintu inlet Q = 36,50 m3/dt A = ¼ x x 2,5² = 4,91 m2
(dia. = 2,50 m)
V = 37,50 / 4,91 = 7,44 m/dt V²/2g = 7,44² / (2 x 9,81) = 2,82 m R = 0,25 x 0,25 = 0,63 m n = 0,010 S = 7,44² x 0,010² x 0,63-4/3 = 0,01035 hf = 0,01035 x L = 0, 01035 x 35,00 = 0,362 m
3 - 46
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
f.
Perhitungan Desain Terowongan
Kehilangan tinggi enersi Transisi ke pintu Valve Q = 36,50 m3/dt A = ¼ x x 2,5² = 4,91 m2
(dia. = 2,50 m)
V = 36,50 / 4,91 = 7,44 m/dt V²/2g = 7,44² / (2 x 9,81) = 2,82 m 0,05 x V²/2g = 0,05 x 2,82 = 0,141 m g. Kehilangan tinggi enersi Transisi ke pintu valve 0,05 x V²/2g = 0,05 x 2,82 = 0,141 m Total kehilangan tinggi enersi pada penstock = 0,182 + 0,107 + 2,339 + 0,172 + 0,362 + 0,141 + 0,141 = 3,444 m C. Terowongan Trailrace -
Diameter terowongan beton = 4,50 m
-
Panjang terowongan L = 1.091 m
-
Kemiringan terowongan S = 0,00259 Q = 73,00 m3/dt A = ¼ x x 2,5² = 4,91 m2 (dia. = 4,50 m) V = 73,00 / 15,904 = 4,59 m/dt V²/2g = 4,59² / (2 x 9,81) = 1,074 m R = 0,25 x 4,50 = 1,125 m n = 0,010 S = 4,59² x 0,0102² x 1,125-4/3 = 0,00259 hf = 0,00259 x L = 0, 00259 x 1.091 = 2,829 m kf = 2,633 x V²/2g
-
Kehilangan tinggi enersi akibat pengeluaran = 1,0 x V²/2g
-
Kehilangan tinggi enersi akibat belokan = 0,050 x V²/2g
Total kehilangan tinggi enersi pada trailrace tunnel =
(2,633 + 1,0 + 0,05) x V²/2g
=
3,683 x 1,074 = 3,957 m
Total kehilangan tinggi enersi pada power water way HL
HL = HL . (headrace + penstock + trailrace) = 6,616 + 3,444 + 3,957 = 14,02 meter 3 - 47
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Kehilangan tinggi enersi sebanding dengan debit kwadrat (Q²)
HL = K x Q² 14,02 = K x 73,00² K = 0,00263 Sehingga persamaan HL = 0,00263 x Q² Dari persamaan diatas dapat dibuat tabel hubungan antara kehilangan tinggi enersi dengan debit. Tabel 3.18 Hubungan antara Q dab HL Q (m3/dt)
HL (m)
0,00
0,00
20,00
1,052
40,00
4,209
60,00
9,470
80,00
16,835
100,00
26,305
Dari persamaan dan tabel diatas dapat dicari nilai rated power turbin pada berbagai bukaan guide vane. Dan ditunjukkan dalam grafik. Tabel 3.19 Hubungan antara Open guide vane dan rated Pt. Q
HL
(m3/dt)
(m)
100 %
91,25
21,903
125 %
80 %
73,00
14,018
100 %
60 %
54,75
7,885
75 %
40 %
36,50
3,504
50 %
Open Guide vane
Rated Pt
3 - 48
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.17 Head Loss terhadap Discarge
Head Loss thd. Discharge Head Loss (m)
30
21.903
25 20
14.018
15
7.885
10
3.504
5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Disharge (m3/dt)
3.7
Analisa Hidrolika Portal Terowongan bentuk portal biasanya diletakkan pada bagian pengeluaran dan bagian pemasukan. Tebal tanah/ batuan diatas portal = dua kali diameter terowongan atau minimum 6 meter untuk batuan keras dan tiga kali diameter terowongan atau minimum 9,10 meter untuk tanah biasa (USBR Canal Structure). Bagian pemasukan dan bagian pengeluaran dengan bentuk portal dihubungkan oleh terowongan atau gorong-gorong. Dianjurkan kemiringan bagian pemasukkan dan pengeluaran bentuk portal dibuat cukup datar. Portal tidak biasa dibangun untuk saluran drainase. Transisi untuk terowongan dengan aliran bebas biasanya dibagi dalam 2 tahap Tahap Pertama : Dari saluran terbuka ke portal (bentuk segi empat) Tahap Kedua
: Dari portal (bentuk segi empat) ke terowongan.
3 - 49
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
3.7.1
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar, Rumus dan Dimensi untuk portal dan Transisi A. Gambar
Gambar 3.18 Potongan Portal Denah Lantai A. Rumus a = R – ½ (4.R² - D²)1/2
R1 = (4.h² + D²) / 8 b
b = a + (D/2 – a) I/L
R2 = (D² + C²)1/2
c = ((L – I) / L) h
R3 = ((D/2 + d)² . Xi²)1/2
d = g – I/L (0,0886 . D)
X1 = (R2/3 – d² - ½.D)1/2
g = h + (D/2 – h) I / L
X2 = (R 2/3 – (g + D /2)²)1/2
B. Dimensi R =
Jari-jari bagian atas portal
D =
Diameter terowongan tipe tapal kuda (horse shoe)
a
=
Tinggi jagaan pada portal
b
=
Tinggi jagaan pada jarak I dari portal
h
=
Jarak vertikal dari dasar ke as terowongan pada portal
C1, C2, C3 = Jarak vertikal dari dasar ke as terowongan pada jarak I1,
I2,
I3 dari portal L
=
Panjang transisi dari portal ke terowongan
I
=
Jarak dari portal ke titik yang diinginkan
R1 =
Jari jari bagian atas transisi pada jarak I1 dari portal
3 - 50
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
R2 =
Jari jari bagian atas transisi pada jarak I2 dari portal
R3 =
Jari jari bagian atas transisi pada jarak I3 dari portal
x1, x2 =
Jarak horisontal lantai yang datar terhadap as terowongan pada jarak I1, I2 dari portal
3.7.2
Transisi Transisi biasanya dibagi menjadi 2 tahap Tahap pertama dari saluran terbuka ke terowongan pemasukkan berbentuk segi empat (portal) Tahap kedua dari pemasukkan berbentuk segi empat ke terowongan berbentuk tapal kuda (horse shoe) Transisi saluran terbuka pada tahap pertama direncanakan seperti sipon dan mengikuti Tabel 3.20 yang dibuat dimana harga panjang transisi tergantung dari harga debit. Tabel 3.20 Transisi saluran terbuka Debit (m3/dt)
Panjang Transisi (m)
Debit (m3/dt)
Panjang Transisi (m)
30
14
12
9
28
13
9
8
22
11
5,5
7
16,5
10
5
6
Transisi portal pada tahap kedua direncanakan mengikuti Tabel 3.21 Tabel 3.21 Transisi Portal Debit (m3/dt)
Panjang Transisi (m)
30 - 16,5
5
12 – 9
4
5,5 – 3
3
3 - 51
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
3.7.3
Perhitungan Desain Terowongan
Kehilangan energi pada transisi portal dan gesekan terowongan Lebar portal bentuk segi empat sama dengan diameter terowongan dan dalamnya air adalah harga penampang basah aliran di terowongan dibagi diameterterowongan Contoh 1 Diameter terowongan D = 4,70 m ; H/D = 0,84 ; H = 4,70 x 0,84 = 3,948 m Penampang basah aliran ( A ) = 16,68 m2 Tinggi air di Portal = A/D = 16,68 / 4,70 = 3,548 m Pada keadaan ini lantai dasar di portal 40 cm lebih tinggi dari lantai dasar terowongan tapal kudaKemiringan permukaan air pada potongan memanjang hampir sama untuk portal dan terowongan, sebab penampang basah dan kecepatan alirannya hampir sama, oleh karena itu kehilangan energi pada portal dihitung sama dengan kehilangan energi pada terowongan. Contoh 2 Hitung penampang basah aliran pada contoh 1 Penyelesaian 2 Dalam air di terowongan = H = 3,948 m Diameter = D = 2.r = 4,70 m ; Jari jari terowongan = r = 4,70 / 2 = 2,35 m H / r = 3,948 / 2,35 = 1,68 = 1,70 m Dari Tabel. 1
untuk H / r = 1,70 m
didapat @ = A / r2 = 3,021 Jadi A = 3,021 x 2,352 = 16,68 m2 Kemiringan permukaan air dan kemiringan dasar terowongan sama untuk aliran yang seragam/ uniform Jadi untuk menghitung penampang dan kemiringan dasar terowongan (untuk air irigasi saja) mudah karena alirannya seragam/ uniform, sehingga kemiringan muka air dan kemiringan dasar terowongan sama. Tetapi bila hal tersebut untuk aliran air banjir dimana alirannya tidak seragam/ uniform maka kemiringan dasar terowongan lebih curam dari kemiringan muka air. Khusus mengenai muka air dihulu terowongan dan dihilir terowongan harus dihitung tersendiri. Begitu juga mengenai kehilangan tekanan/ energi dihulu terowongan dan dihilir terowongan. Hal tersebut tergantung dari debit nya tetap atau berubah-ubah tergantung dari mana pemberian air atau waktu dari air banjir.
3 - 52
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Contoh. 3 1. Kehilangan energi/ tekanan pada terowongan tipe horse shoe/ tapal kuda D = 2.r ;
r=D/2
r = 0,80 m ; Q = 0,94 m3/dt ; n = 0,015 H = 0,64 m ( diambil/ dtentukan ) H/r = 0,64 / r = 0,64 / 0,8 = 0,8 Dari Tabel . 1
untuk H / r = 0,8 a) didapat @ = 1,348 A = @.r2 = 1,348 x 0,8 x 0,8 = 0,8627 b) didapat B = 0,450 R = B.r = 0,450 x 0,8 = 0,360 R2/3 = 0,506
1/n = 1/0,015 = 66,666 Q = A.V
; V = Q/A = 0,94 / 0,8627 = 1,09
hv = V2 / 2g = 1,092 / 19,6 = 0,0606 I = n2 . V2 / R2/3 = ( ( 0,015 x 1,09 ) / ( 0,506 ) )2 = 0,001044 = 1/1000 2. Kehilangan energi / tekanan di transisi fo = 0,30 ( divergence ) pelebaran fo' = 0,25 ( convergence ) penyempitan a) Dari pemasukan ke gorong gorong Kehilangan akibat gesekan (I sal = 0,00025 ; I gor = 0,001024) Ah = L1 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,00025 + 0,001024) Ah = 0,002548 Kehilangan tekanan akibat penyempitan (hv sal=0,0083;hv gor=0,0638) Ah1 = fo' ( hv2 - hv1 ) Ah1 = 0,25 ( 0,0638 - 0,0083 ) = 0,01387 Sub total kehilangan tekanan = 0,016 b) Dari pemasukan ke terowongan Kehilangan akibat gesekan ( I gor = 0,001024 ; I terow = 0,001044 ) Ah = L1 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,001024 + 0,001044) Ah = 0,004 Kehilangan tekanan akibat pelebaran (hv gor = 0,0638 ; hv ter = 0,0606) Ah1 = fo ( hv2 - hv1 ) Ah1 = 0,30 ( 0,0638 - 0,00606 ) = 0,001 Sub total kehilangan tekanan = 0,005
3 - 53
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
c) Dari terowongan ke pengeluaran Kehilangan akibat gesekan ( I terow = 0,001044 ; I gor = 0,001024 ) Ah = L2 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,001024 + 0,001044) Ah = 0,004 Kehilangan tekanan akibat penyempitan ( hv ter = 0,0606 ; hv gor = 0,0638 ) Ah1 = fo' ( hv2 - hv1 ) Ah1 = 0,25 ( 0,0638 - 0,0606 ) = 0,001 Sub total kehilangan tekanan = 0,005 d) Dari gorong gorong ke pengeluaran Kehilangan akibat gesekan ( I gor = 0,001044 ; I sal = 0,00025 ) Ah = L2 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,00025 + 0,001024) Ah = 0,002548 Kehilangan tekanan akibat pelebaran Ah1 = fo ( hv2 - hv1 ) Ah1 = 0,30 ( 0,0638 - 0,0083 ) = 0,017 Sub total kehilangan tekanan = 0,0195 Total kehilangan tekanan = 0,04558 Menentukan panjang transisi L1 = 1/2 ( B1 - B2 ) / tg O
L2 = 1/2 ( B1 - B2 ) / tg O*
Dimana L1 = Panjang transisi pemasukan L2 = Panjang transisi pengeluaran B1 = Lebar dasar saluran tanah B2 = lebar dasar terowongan atau gorong gorong Sudut O* adalah antara 12* 30' - 25* biasanya 23* pada pemasukan dan 20* pada pengeluaran Contoh . 4 Terowongan tipe tapal kuda dengan D = 0,8 m ; r = 0,4 m ;2r =0,8 m dan L=4m Rencanakan potongan portal transisi pada jarak l = 2,00 m Penyelesaian . 4 Rumus untuk transisi portal dapat dilihat pada gambar 2 Perhitungan dapat dilihat pada gambar 3a dan 3b
3 - 54
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 3.19 Potongan Memanjang Dan Denah Terowongan
Gambar 3.20 Potongan Melintang Terowongan 3 - 55
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel . 3.22 Tabel Perhitungan Klasifikasi
3.7.4
Klasifi kasi
Saluran bagian hulu dan hilir
Gorong 2 Pemasukan
Terowo ngan
Gorong 2 Pengeluaran
A P R R2/3 n I1/2 R4/3 V hv I Q
2.319 4.527 0.512 0.64 0.025 0.0158 0.4096 0.4045 0.0083
0.84 2.6 0.378 0.521 0.015 0.032 0.271 1.119 0.0638
0.8627 0.36 0.506 0.015 0.0323 0.256 1.09 0.0606
0.84 2.6 0.378 0.521 0.015 0.032 0.271 1.119 0.0638
0.00025
0.001024
0.001044
0.001024
0.94
0.94
0.94
0.94
Kete rangan
Karakteristik Terowongan Tabel 3.23 berikut ini digunakan untuk karakteristik terowongan yang umum Tabel 3.23 Karakterisitik Hidrolik Terowongan Saluran Dari Ke
Stasion Q
Tipe Ukuran d s Terowongan A V Tipe Pendukung Pema Tipe Inlet & sukan L Outlet Penge Tipe luaran L Inlet Kehilangan Outlet Tekanan Gesekan Total Keterangan Karakteristik
1) Tipe
:
2) Ukuran :
Tipe Bulat / Lingkaran , Tipe Horse Shoe dsb Tinggi terowongan ditentukan dalam keadaan sedang kerja
3) Tipe pendukung
: Penyangga sementara ( galian batu )
4) Tipe Pemasukan & Pengeluaran serta transisi : Transisi di bangun untuk menghubungkan potongan & Pengeluaran yang berbeda, pada titik mulai atau titik akhir terowongan dan titik akhir atau titik mulai saluran. Perubahan secara tidak mendadak (smood) harus dibangun pada pemasukan
3 - 56
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
keterowongan dimana aliran air dari penampang besar ke penampang kecil terowongan. 5) Kehilangan Tekanan : Kehilangan tekanan akibat gesekan pada transisi dan terowongan, kehilangan tekanan akibat pelebaran dan penyempitan pada pemasukan dan pengeluaran dan kehilangan tekanan pada belokan dan sebagainya , kehilangan tekanan di portal dihitung seperti pada terowongan.
3 - 57
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
BAB 4 PERHITUNGAN STRUKTUR 4.1
Desain Sistem Penyangga Baja 4.1.1
Soal 1. Rencanakan bingkai penyangga baja yang cocok untuk terowongan pengelak dengan lining beton bentuk tapal kuda yang mempunyai diameter lobang selesai dilining 8,75 m, tebal lining beton 40 cm (dari pinggir lobang selesai lining pinggi luar penyaga) Kelebihan galian rata-rata (overbreak) yang disarankan 20 cm terzaghi, Beban batuan bervariasi antara 0,35 sampai 0,45 pada diameter lobang hasil galian (dengan sudut Q = 400) Protodyakonov, faktor tegangan antara 3 dan 4 dengan tidak ada tekanan samping, berat jenis batuan = 2,65 ton/m3. Jarak blok dengan blok / pasak 75 cm Pilih penampang penyangga yang cocok dan hitung jarak penyangga untuk keadaan pembebanan yang ekstrim. Gambar sket yang diperlukan untuk memperlihatkan bingkai penyangga, sambungan, balok penyangga pasak dan sebagainya. Tegangan baja yang diijinkan U-1700 kg/cm2 Penggalian dianggap penuh (sesuai rencana) Tabel 4.1 Baja H Berat
Modulus
Luas
Permeter
Penampang
Penampang
(kg/m’)
(m3)
(cm2)
Wt
Z
A
150x150 mm (ringan)
27,1
194,1
34,48
150x150 mm (berat)
34,6
218,1
44,08
40
372,2
50,94
RSJ Baja / Flen
200x200 mm
2. Bagaimana bila jarak perangkat baja sistem penyangga diatas dirubah. a. Bagaimana bila jarak blok / pasak dikurangi menjdi 60 cm b. Bila dipasang penyangga yang menerus
4 - 65
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.1.2
Perhitungan Desain Terowongan
Penyelesaian 1 Desain penyangga baja yang cocok *
Beban batuan cara Terzaghi Beban batuan minimum Hp1 = 0,35 x D = 0,35 x 9,95 = 3,48 Beban batuan minimum Hp2 = 0,45 x D = 0,45 x 9,95 = 4,48 Jari-jari lobang galian batuan = 4,975 Jari-jari blocking / pasak (Rib luas) = 4,775 Jari-jari lobang terowongan selesai dilining = 4,375
*
Beban batuan cara Prodya Knowl B
B Hp h 2. f
2
3
.B.h b
h
dimana : m
Hp = Beban batuan h = Tinggi beban batuan
b
= Faktor tegangan antara 3 dan 4 f = (sudut geser) = 400
Gambar 4.1 Beban Batuan
b = m = diameter lubang galian b = 2 x 4,975 = 9,95 B = b + 2 (tg.400 x b) B = 9,95 + 2 (0,726 x 9,95) = 9,95 + 14,458 = 24,408 f1 = 3 h1 =
B 24,408 = = 4,068 2f 6 2
hp1 = f2 = 4 h2 =
*
B.h = b
2
3
x 4,068 x 24,408 66,194 6,653 9,95 9,95
B 24,408 = = 3,051 2f 8 2
hp2 =
3
3
B.h = b
2
3
x 24,408 x3,051 49,646 4,989 9,95 9,95
Perhitungan untuk mendapatkan sudut dan Jarak block / pasak = l = 75 cm
L
d = Tebal beton lining = 40 cm D = Diameter lubang = 8,75
R
8,75 0,40 4,775 2
Gambar 4.2 Jarak Blok sudut f dan q
4 - 66
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
0,75 radial = 0,1570 radial 4,775
= 90 Jumlah pasak untuk sudut 90 = 900 / 90 = 10
= 900 – (10 x 90) = 00 *
Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (Bm) Wr = Berat jenis batuan = 2,65 ton/ m3 S = Jarak bingkai penyangga H = Beban batuan R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai As dari bingkai penyangga
= + Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga Ambil baja I 150x150 mm (berat)
*
R
D BajaI d 2 2
R
8,75 0,15 0,40 2 2
4,735 0,40 0,075
4,700
Gaya Yang Bekerja Pada Pasak dekat puncak terowongan W
Beban jarak batuan (W) :
W
W Wr .S.H R sin 1 2 R sin R sin W
1
2
F
WR.S .H .RSin Sin
400
Ft
W WR.S .HR.Sin 2 . 2 Gaya Tangensial (T)
T ' cos W sin T cos. 2
Gambar 4.3 Arah Beban
T ' T cos 2 / cos W sin / cos Beban Batuan Vertikal (W) :
W WR.S.H R sin 1 2 R sin R sin W WR.S.H R sin 1 2 R sin 1 2 R sin W WR.S.H 1 2 .R sin 1 2 R sin W
1
2
.WR.S.H R sin R sin
WRSHR 1 2 sin sin
4 - 67
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
W WR..S.H .R sin 2 . cos 2 Hasil Penyelesaian Gaya Tangensial
W cos T ' sin T sin 2 =
T 2 sin . cos 2 W sin 2 W cos 2 T sin 2 cos Cos cos
=
T (cos 2 sin sin 2 cos ) W sin 2 W cos 2 cos Cos cos
T sin W cos 2 sin 2 W 2
Tos(cos 2 sin sin 2 . cos) W .(sin ² cos ² )
T sin WR ..S .H .R cos 2 2 T WR.SHR cos 2 Tmak = 2,65 . S . H . 4,70 . cos 40 30’ Tmak = 12,455 . S . H . 0,9969 Tmak = 12,416 . SH Momen Maksimum :
Mmak 0,86.T .h h = kenaikan maksimum puncak antara titik pasak yang berdekatan. h = R (1 – cos h = 4,70 (1 – cos 40 30’) = 4,70 x 0,0038 h = 0,0145 Tmak = 12,416 S.H Mmak = 0,86 x 12,416 . SH x 0,0145 Mmak = 0,155 SH Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150 mm x 150 mm Tegangan tekan yang diijinkan
f = 1700 kg/cm 2 = 17 x 103
t/m2 -4
Luas penampang profil baja
A = 44,08 cm2 = 44,08 x 10 m2
Modulus penampang
Z = 218,1 cm3 = 218,1 x 10-6 m3
Rumus tegangan yang dijinkan :
f
T M A Z
4 - 68
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
dimana :
Perhitungan Desain Terowongan
T = 12,416 S.H M = 0,155 SH
17.10 3 17
12.416.SH 0.155.SH 4 44.08x10 218.1x10 6
12.416.SHx10 0.155.SH .10 3 44.08 218.1
17 2.817.SH 0.74.SH 17 3.528.SH S
17 4.818 3.5284 H
Gambar 4.4 Detail Penyangga Baja
4 - 69
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.5 Detail Blok / Pasak Jadi jarak antara penyangga (S) adalah : Hasil dan Rumus Terzaghi Hp = 3,48
S
4.818 1.384 3.48
Hp = 4,48
S
4.818 1.075 4.48
Hasil dan Rumus Protodyakonov Hp = 3,10
S
4.818 1.554 3.10
Hp = 4,13
S
4.818 1.166 4.13
4 - 70
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
* 4.1.3
Perhitungan Desain Terowongan
Kesimpulan jarak putar penyangga ditetapkan 1,05 m
Penyelesaian 2. a). Perhitungan Gaya Dorong e
Perhitungan sudut dan
R
D d 4.375 0.40 4.775 2
l 0.60 0.60 0.1256.Radial 4.775
Gambar 4.6 Jarak Blok dan Sudut dan
7 12 0
1
Banyaknya pasak per 900 =
90 0 12.5 ~ 12 7.121
90 0 (12 x7 0121 ) 3.36 3 0 361 Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (BM) WR = Berat Jenis Batuan 2,65 S = Jarak Bingkai Penyangga H = Beban Batuan d = Tebal beton lining = 0,40 m D = diameter lubang terowongan selesai = 8,75 m R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai as dari bingkai penyangga
7 0121 30 361 10 0 481 Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga baja I 150 x 150 mm
R
H Pr ofil D d 2 2
R
8.75 0.15 0.40 4.375 (0.40 0.075) 4.700 2 2
*
Gaya yang bekerja pada pusat terdekat terhadap puncak terowongan
Beban vertikal batuan
W WR.S .H .R. sin 2 cos. 2 * Gaya Tangensial (T’)
T 1 T cos 2 / cos W sin / cos 4 - 71
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
* Gaya Radial (W.cos.
W cos T ' sin T sin 2
W W
* Hasil Subtitusi dari ketiga rumus diatas didapat : F
T WR.S.H .R. cos 2 400
Maksimum gaya dorong (Tmax)
Ft
Tmak WR.S.H .R. cos 2 Tmak = 2,65 x S x H x 4,70 x cos.30.361 Gambar 4.7 Arah Beban
Tmak = 12,455. SH x 0,9980 Tmak = 12,43 . SH Momen Maksimum (Mmak)
Mmak 0,86.Th h = Kenaikan maksimum puncak anatara titik pusat yang berdekatan
h R1 cos. 2
h 4.70. 1 cos 30 361 4.70 x0.002 0.0094
Tmak 12.43.SH Mmak 0.86x12.43.SHx0.0094 Mmak 0.1004.SH Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150x150 mm Tegangan Tekan Yang diijinkan
f 1700 kg / cm 2 17 x10 3 ton / m 2
Luas penampang Profil Baja
A 44.08cm 2 44.08x10 4 m 2
Modulus penampang
Z 218.1cm 2 218.10 x10 6 m3
Rumus Tegangan yang diijinkan :
f
I M A Z
Dimana : T = 12.43 . SH M = 0.1004 . SH
17.10 3 17
12,43.SH 0,1004.SH 4 44,08 x10 218,10 x10 6
12,43.SH 0,1004.SHx10 3 44,08 218,10
17 2,820.SH 0,4603.SH 17 3,2803.SH
4 - 72
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
S
Perhitungan Desain Terowongan
17 5,182. 3,2803.SH H
Jadi Jarak Antar Penyangga (S) adalah : Hasil dari Rumus Terzaghi
Hp 3,48 S
5,182 1,489 3,48
Hp 4,48 S
5,182 1,157 4,48
Hasil Dari Rumus Protodyakonov
Hp 3,10 S
5,182 1,672 3,10
Hp 4,13 S
5,182 1,255 4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.15 m b. Bila Penyangga Menerus Dipasang
0 Tekanan Radial :
Tmak WR.S.H .R. cos 2 dimana :
WR = 2.65 R = 4.70
0 Tmak =2.65 x SH x 4.70 x cos 00 Tmak = 12.455 . SH Momen : Mmak (BM) = 0.86 x Th Dimana :
h R.(1 cos 2) h 4,70.(1 cos 0 0 ) 4,70.(1 1) 0
h 4.70 T Tmak 12,455.SH Mmak (BM) = 0,86 x 12,455 . SH x 0 = 0 Rumus Tegangan yang diijinkan dan baja
f
I M A Z
4 - 73
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tegangan Tekan Yang diijinkan
f 1700 kg / cm 2 17 x10 3 ton / m 2
Luas penampang Profil Baja
A 44.08cm 2 44.08x10 4 m 2
Modulus penampang
Z 218.1cm 2 218.10 x10 6 m3 T = 12.43 . SH M =0
17.10 3
12,445.SH 0 4 44,08 x10 218,10 x10 6
17
12,445.SHx10 2,8255.SH 44,08
S
17 6,566 2,589.H H
Hasil dari Rumus Terzaghi
Hp 3,48 S1
6,0166 1,7289 3,48
Hp 4,48 S 2
3,48 1,3429 4,48
Hasil Dari Rumus Protodyakonov
Hp 3,10 S1
6,0166 1,9408 3,10
Hp 4,13 S 2
6,0166 1,456 4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.30 m 4.2
Desain Sistem Penyangga Shortcrete 4.2.1
Soal Tentukan : Terowongan dibatuan lunak Diameter selesai 10 m Rata-rata tebal kelebihan galian 20 cm Tegangan yang diijinkan dari shotcrete setelah 28 hari dilapangan = 300 kg/cm² Tegangan geser yang diijinkan dari shotcrete 1/5 x tegangan kubus Rasio Modulus Es/ Ec = 13 Berat jenis dari batuan = 2,3 ton/ m3 = W
4 - 74
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tinggi batuan diatas terowongan 400 m Q = 300 r/ R =1/3 @ (shotcrete) = 300 Tekanan yang diijinkan pada angker 2500 kg/cm2 Tipe dari karakteristik batuan ditentukan dengan data percobaan geser sebagai berikut : Tabel 4.2 Data Percobaan Geser Batuan
r
t
Kg/cm2
Kg/cm2
0
3,2
1,3
6,7
4,9
14,10
7,0
17,50
pi minimum yang diperlukan dihitung dari rumus Fesmer – Talobre – Kastner dengan menghilangkan C Rencana pi diambil lebih besar dari 30% Rencanakan : 1. Lining Shotcrete tanpa tulangan 2. Lining Shotcrete dengan luas tulangan untuk menahan geser 6 cm2/ meter panjang 3. Shotcrete dengan tulangan dengan sistem anchoring/ angker diameter 25 mm, angker (anchor) 1,30 m sebagian pada kedua arah dengan panjang 3 m 4.2.2
Penyelesaian : 1. Mendesain lining shotcrete tanpa tulangan a) Untuk menghitung besarnya b (tinggi kerucut geser)
b 2 Cos
30
0 / 2 d Overbreak Over break = 0,20 m Diperkirakan d = 0,30 m
4 - 75
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
D = 10
10 0,30 0,20 5,50 m 2
b/2 = 5,50 Cos 30º = 5,50 x 0,8660 = 4,763 m b = 2 x 4,763 = 9,526 0,20
b/2
R
0,30
D/2
b/2
Gambar 4.8 Tebal beton dan Over break b) Untuk mengitung besarnya Pi (Tekanan radial yang mendesak lining)
Pi Po(1 sin )( R )
2 sin 1 sin
Po = W.H W = Berat Jenis Batuan = 2,6 ton/m 3 H = Tinggi lapisan tanah = 400 m P = 400 x 2,6 = 1040 ton/m 2 Q = 30º
Sin 30º = 0.5
Untuk mengitung d (ketebalan dari Shotcrete)
R
1
3
Pi 1040 1 sin 30 0 . 13 .
2 sin 30 2 x0,5 1040 0,5 . 13 1 sin 30 1 0,5
Pi = 590 x (1/3)2 = 520 x 1/9 = 57,78 ton/m 2 = 5m, 778 log/cm 2
Pi
130 x 5,778 7,511. log/ cm 2 100
4 - 76
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
H = 400 m Po
B Pi
Gambar 4.9 Beban Batuan c. Untuk menghitung d (ketebalan dan shotcrete)
Pi
d .Te Sin b / 2
d
Pi . b / 2 sin Tc
Tc = Tegangan geser yang diijinkan Shotcrete = 1/5 x 300 kg/cm 2 = 60 kg/cm 2
30 0 sin 0,5 b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm Pi = 7,511 kg/Cm 2
d
7,511 476,3 0,5 1788,74 29,8 Cm 30 Cm 60 60
Perkiraan d = 30 Cm Cocok 2. Mendesain Lining Shotcrete dengan Tulangan
Pi s
As. (k 1) Tc b / 2 Sin
Pi S Beban radial yang dapat dipikul oleh besi pada beton bertulang
30 Sin 0,5 Tc = Tegangan geser yang diijinkan Shotcrete = 1/5 x 300 = 60 Kg/cm 2 b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm (d = 30 Cm (perkiraan) ), D/2 = 5,00 m, Overbreak = 20 Cm K=
Es 13 Ec
4 - 77
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
As = Luas penampang tulangan yang menahan geser = 6 cm 2/m ~ 0,06 cm 2
pi s
0,06 (13 1) 60 476,30 x 0,5
43,2 0,181 kg / cm 2 238,1
Pi 7,511 kg / cm 2
Pi c
d . Tc = Beban radial yang dapat dipikul oleh beton pada b / 2 Sin beton bertulang
Pi Pi c Pi s
7,511
d .Tc 0,181 b / 2 Sin
d .60 7,330 476,3 x 0,5
d
7,330 x 238,1 1745,27 2908 29 Cm 60 60
Perkiraan d = 30 Cm > 29 Cm Bila d = 29 Cm
10 + 0,29 + 0,20 = 5,49 m 2
b/2 = 475,4 Cm b = 950,8 Cm
Pi s
0,06(13 1) 60 43,2 0,182 kg / Cm 2 475,4 x 0,5 237,7
Pi 7,511 kg / Cm 2 Pi c
d .Tc b / 2 Cos
Pi Pc Pi s
7,511
d
d .60 0,182 475,4 x 0,5
7,329 x 237,7 17421,0 29,03 29 Cm 60 60
d perkiraan 29 = 29 cm. Cocok 3. Merencana
Chotcrete
dengan
Tulangan
Dengan
Sistim
Angker
(Anchoring)
4 - 78
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
a. Menghitung T pi c pi s pi A Pi
pi c Beban yang dapat dipikul oleh beton pi s Beban yang dapat dipikul oleh baja pi A Beban yang dapat dipikul oleh ang ker
pi Tekanan radial yang mendesak terowongan Diperkirakan d (Tabel Shotcrete) = 25 Cm
Pi c
d .t c b / 2 Sin
keterangan :
Pi c beban yang dapat dipikul oleh beton
d 25 Cm Tc 60 kg / Cm 2
30 Sin 0,5
10 0,25 5,125 2 2
30 Cos = 0,866 b/2 = Cos 5,45x 0,866 4,438
Pi c Pi s
25 x 60 1500 6,759 443,8 x 0,5 221,9
As (k 1)Tc b / 2 Sin
Keterangan :
Pi s beban yang dapat diperberat p oleh baja
30 Sin 0,5 b/2 = 4,438 Tc = 60 kg/Cm 2 K = Es/Ec = 13 As = 0,06 Cm 2 / Cm
Pi s
0,06 x (13 1) x 60 43,2 0,195 kg / cm 2 4,438 x 0,5 221,9
4 - 79
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
A Fs C .t
Pi A
keterangan :
Pi A Beban yang dapat dipikul oleh ang ker A = Luas penampang batang angker
1/ 4 d
d = 25 mm = 2,5 cm Fs = Tegangan yang diizinkan angker = 2500 Kg/Cm 2 t = c = 1,3 m = 130 Cm
Pi A
4,912 x 2500 12280 0,726 kg / cm 2 130 x 130 16900
T pi c pi s pi A 6,759 0,195 0,726 7,680 Kg / Cm 2 Dari Amplop mohril (Moler’s Envelope) dan gambar angker berita acara mendapatkan : 1. T 7,680 2. Tt 3. Tn 4. T 5. Tg 1
Tt Tn T
6. 1 7. 0 d
2
2
4 - 80
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.10 Stabilishing Effect Of Anchoring and Shotcreting
4 - 81
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.3
Perhitungan Desain Terowongan
Desain Linning Terowongan 4.3.1
Soal A. Tentukan lining beton tanpa tulangan dengan aliran bebas mempunyai tebal beton = d = 20 cm tipe beton K-250 Injeksi semen untuk mengisi rongga dan pembuatan lobang drainasi pada bagian lengkungan diatas muka air maksimum yang telah ditentukan. Lining telah dikerjakan dengan cukup baik, setelah penggalian untuk sebagian besar beban diambil oleh sistem penyangga. Walaupun begitu beberapa tambahan tegangan batuan seperti timbul setelah ketentuan lining Selesaikan latihan untuk keadaan berikut (mampu myiapkan penyangga dan tambahan lining) 1. Terowongan bulat dengan diameter selesai 9 meter K = 1 (hidrostatis) dan K 0,9 2. terowongan tapal kuda standar mempunyai jari-jari selesai untuk setengah bagian atas = 4,50 meter K = 1 (hidrostatis) dan K = 0,9 Harga berikut mungkin dibolehkan untuk beton M-250 @ = 300 Tegangan tekan yang diijinkan = 60 kg/ cm2 Tegangan geser yang diijinkan = 8 kg/ cm2 B. Desain lining beton (tanpa tulangan dan dengan tulangan) untuk terowongan bulat bertekanan mempunyai gambaran sebagai berikut : 1. Tipe batuan Slates, Limestone, Sandstone dan Claystone dari kualitas cukup / sedang Penyangga terowongan dewngan perangkat baja, mor dan baut dan baeton semprot sesuai kebutuhan lining dikerjakan setelah lebih dari 6 bulan digali / penggalian. Selimut batuan cukup, waktu perubahan bentuk batuan yang dicantumkan dalam grafik lengkung tidak ada tambahan beban bantuan seperti timbul setelah 6 bulan. 2. Diameter terowongan selesai 9 meter 3. Tekanan air keluar diambil sama dengan tekanan air kedalam pada keadaan operasi normal 4. Tinggi tekanan air kedalam Saat operasi normal = 50 m
4 - 82
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Saat diam yang ekstrim
= 70 m
5. Tekanan injeksi = dua kali tekanan air normal kedalam 6. Angka poison batuan = 6 Modulus perubahan bentuk batuan (setelah injeksi) = 0,9 x 105 kg/ cm2 7. Beton Tingkat beton (ISS)
K-250
Rasio Poison Beton
0,20
Modulus Elastis Beton
2,25x105 kg/cm2
Tegangan tarik yang diijinkan beton
18 kg/cm2
Tegangan geser yang diijinkan Tekanan air keluar
18 kg/cm2
Tekanan Injeksi
175 kg/ cm2
8. Baja Tegangan yang diijinkan
2110 kg/ cm2
Modulus elastis baja
21,0x105 kg/cm2
Angka poison baja
3,33
Tekanan yang diijinkan
4.3.2
Operasi Normal
60% tegangan yang diijinkan
Ekstrim diam
80% tegangan yang diijinkan
Penyelesaian : A. 1. Terowongan Bulat
k 1 P Dimana :
c.(b 2 a 2 ) 2b 2 P Tambahan tegangan
D9m d = 20 cm
b D d 9 0,20 4.70 m 2 2 a D 9 4,50 m 2 2
c 60 kg / cm 2
60 4.70 2 4.5 2 6022.09 20.55 p 2 2 x 22.09 2 x 4.7
4 - 83
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
p
Perhitungan Desain Terowongan
110.40 2.499 2.50 kg / cm 2 44.18
k 0,9 p
b
d e 2 sin P Tambahan tegangan
Dimana :
c 8 kg / cm 2
30 0
sin 0,50 cos 0,866
D 2 4,5 m b . cos 4,5 x 0,8211 ~ 0,82 kg / cm 2 2 d = 20
p
0,20 x 8 1,60 0,8211 ~ 082 kg / cm 2 3,897 x 0,50 1.9485
A.2. Terowongan Tapal Kuda Standar
k 1 P
c.(b 2 a 2 )
Dimana :
2b 2 P Tambahan tegangan
D9m d = 20 cm
D 2 4,5 m a 1,15 1.15 x 4.50 5,175 m b a d 5.175 0.20 5.375 m
c 60 kg / cm 2
p
60 5.375 2 5.175 2 60 28.891 26.781 2 2 x 28.891 2 x 5.37
p
126.60 2.191 kg / cm 2 57.732
k 0,9 p Dimana :
d e b sin 2 P Tambahan tegangan
c 8 kg / cm 2
4 - 84
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
30 0
Perhitungan Desain Terowongan
sin 0,50 cos 0,866
a = 5,175
b a cos 5,175 x 0,866 4,4815 kg / cm 2 2 p
0,20 x 8 1,60 0,714 kg / cm 2 4,4815 x 0,50 2.2407
Gambar 4.11 Terowongan Bulat dan Tapal Kuda
4 - 85
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
B. 1. Perhitungan Beton Tanpa Tulangan
mr 2 2 2 2 mr 1 x b a b a / mc P t mc 2 c.b 2 Ec 2 mc 1 E
dimana :
mr = 6 mc = 5 Er = 0.9 x 105 kg/cm 2 Ec = 2.25 x 105 kg/cm 2 D = 9.00 m a = D/2 = 4.50 m
t 18 kg / cm 2 6 2 2 2 2 6 1 x b 4.5 b 4.5 / 5 Pr 18 25 2.b 2 2.25 x10 5 25 1
0.9 x10 5
0.7713 x10 5 5. b 2 20.25 b 2 20.25 Pr 18 x 2.3435 x10 5 10.b 2 6.b 2 81 Pr 5.9239 x 10.b 2 Pr
Pc
35.5434.b 2 479.8359 10.b 2
t (b 2 a 2 ) (b 2 a 2 )
dimana :
t 18 kg / cm 2 a D 4,50 m 2
18 (b 2 4,50 2 ) 18.b 2 364.5 Pc 2 (b 2 4,50 2 ) b 20,25 P 70 metres 70 ton / m 2 70 x
10 3 kg / cm 2 7 kg / cm 2 10 4
Pc P Pr 18.b 2 364.5 35.5434.b 2 479.8359 7 b 2 20.25 10.b 2 18.b 2 364.5 7.b 2 141.75
35.5434.b
2
479.8359 b 2 20.25 10.b 2
4 - 86
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
180.b 4 3645.b 2 70.b 4 1417,56 2 35,5434.b 4 719.75386.b 2 479.8359.b 2 9716.670
145.5434.b 4 3862.9103.b 2 9716.6769 0 b 4 26.54.b 2 66.76 0 Anggapan Bahwa :
= b2 - 26.54 + 66.76 = 0
12
26.54 704.3716 267.04 2
12
26.54 437.3316 26,54 20.92 2 2
1 23.73
2 2.81
b 1 23.73 4.87 Jadi tebal beton tanpa tulangan d = 4.87 – 4.50 = 0.37 m d ~ 0.40 m = 40 cm Kontrol untuk : 1. tekanan air
c 80 kg / cm 2
2. tekanan injeksi
c 175 kg / cm 2
Pw
t (b 2 a 2 ) 2.b 2
c 80 kg / cm 2
dimana :
a D 4,50 m 2 b D 0,40 4,50 0,40 4.90 m 2
Pw
80 (4.90 2 4.50 2 ) 80(24.01 20.25) 48.02 2 x 4.90 2
Pw
80 (3.76) 6.264 kg / cm 2 48.02
Pq
t (b 2 a 2 )
dimana :
2.b 2
c 175 kg / cm 2 a 4,50 m
4 - 87
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
b 4,90 m
175 (4.90 2 4.50 2 ) 175 (24.01 20.25) Pq 48.02 2 x 4.90 2 Pq
175 (3.76) 13.703 kg / cm 2 48.02 2
Pr
35.5434.b 2 479.8359 10.b 2 b 4,90 m
b 2 24,01 m 2
Pr
35.5x24.01 479.8 725.2 479.8 240.1 240.1
Pr 5.02 kg / cm 2
Pc
18.b² 364.5 b 2 20.25
Pc
18x24.01 364.5 67.68 1.5291 kg / cm² 24.01 20.25 44.26
P 70meter 7 kg / cm 2
Pw P Pr Pc 6.264 7 5.02 1.53 13.55 Pq Pw Pr Pc
13.703 6.264 5.02 1.53 7.439 6.55 B. 2. Perhitungan Beton Dengan Tulangan
I t b 2 a 2 m 1 x Ast at b 2 a 2 b a Dimana ditaksir : d = 30 cm a = D/2 = 4.50 m b = d/2 + d = 4.50 + 0.30 = 4.80 m m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38 st = 2110 kg/cm² 60 % t = 18 kg/cm²
1 0.6 x 2110 4.8 2 4.5 2 9.38 1 x Ast 4.58 x18 4.8 2 4.5 2 4.8 4.5
4 - 88
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
1 1266 23.04 20.25 8.38 x Ast 81 23.04 20.25 0.3 1 43.29 25.6296 x 27.933 Ast 2.79 1 242.5108 27.9333 214.5775 Ast Ast
1 0.00466m 2 / m 0.466 cm 2 / cm 214.58
t ' t.
b a (m 1. Ast ) (b a) a = D/2 = 4.50 m b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38 t = 18 kg/cm² Ast = 0.500 cm/cm² = 0.005 m²/ m
t ' 18
4.80 4.50 (9.38 1).005 4.80 4.50
t ' 18
0.30 8.38 x0.005 0.30 0.0417 0.30 0.30
t ' 18 x1.139 20.502 kg / cm² Pc
Ast.st a
Pc
0.50 x2110 2.344 kg / cm² 450
mr 2 2 2 2 m 1 x b a (b a ) / mc Pr t ' mc 2 2.b 2 Ec 2 mc 1 Er
dimana :
mr² = 6 mr =5 Er = 0.9 x 105 kg/ cm² Ec = 2.25 x 105 kg/cm2 a = 4.50 m b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m t = 20.502 kg/cm²
4 - 89
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
6 2 2 2 2 6 1 x 4.80 4.50 4.80 4.50 / 5 Pr 20.502 25 2 x 4.80 2 2.25 x10 5 25 1 0.9 10 5
Pr 20.502
0.7713 x10 5 23.04 20.25 23.04 20.25 / 5 x 2 x 23.04 2.3436 x10 5
Pr 6.7473 x
2.79 5 46.08
43.29
Pr = 6,7473 x 0,9515
= 6,42 kg/cm²
Internal water-water pressure head in normal condition P = 50 meter = 50 ton/ m²
10 3 = 50 4 kg / cm 2 5 kg / cm ² 10
P Pr 60% S 6.42 60% x 2.344
S 6.42 1.406 S 7.826
4 - 90
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.12 Terowongan Beton dan Beton Bertulang
4 - 91
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.4
Perhitungan Desain Terowongan
Desain Penutup Terowongan (Plug) 4.4.1
Soal Terowongan Pengelak Bulat Diameter selesai = 8 m Tebal lining inti = 30 cm Tinggi tekan rencana = 100 m Tegangan yang bekerja Geser
Tekan
(kg/cm2)
(kg/cm2)
Batuan
1,40
10
Beton
1,60
20
Hitung panjang tembok penyumbat. Banyaknya knci dan dalamnya kunci Gambarkan sket tembok penyumbat terowongan yang diperlukan 4.4.2
Penyelesaian Gambar ukuran plug (tembok penyumbat)
Gambar 4.13 Detail Plug D = diameter terowongan selesai = 8 m = 800 cm t = tebal lining inti = 30 cm Ditaksir : d1 = dalamnya kunci ke batuan = 40 cm D3 = D + 2t + d1 = 800 + 60 + 40 = 900 cm Ditaksir : d2 = dalamnya kunci ke batuan = 10 cm D2 = D + d2 = 800 + 10 = 810 cm D1 = D + 2t = 800 + 60 =860 cm
4 - 92
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
1. Panjang Plug (Dinding Penyumbat) a. Gaya yang bekerja pada plug
F
.D3 2 4
xWxh
dimana : D3 = 900 cm W = Berat jenis air = 1 ton/ m3 = 10-3 kg/cm3 h = Tinggi tekan / energi = 100 m = 104 cm
F
.900 2 4
x10 3 x10 4
254,34 x10 4 x10 4
F 63,585 x10 5 kg ~ 6358500 kg b. Gaya geser yang dapat ditahan (antara batuan dan beton)
F ' D3.L.r dimana : D3 = 900 cm L = Panjang plug
r = tegangan geser yang diijinkan = 1.4 kg/ cm2 F ' .900.L.1.4 F ' 3956,4 xL c. Panjang plug = L Gaya geser yang dapat ditahan = Gaya yang bekerja pada plug F’ = F 3956,4 . L = 6358500 L = 1607,14 cm ~ 16.10 m d. Kontrol keamanan beton (antara beton lama dan beton baru) Gaya geser yang bekerja < gaya geser yang dapat ditahan
.D 2 2 4
xWxh .D 2.L.c
dimana : D2 = 810 cm W = 10-3 kg/cm3 h = 104 cm L = 1610 cm 4 - 93
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
c = Tegangan geser beton yang diijinkan = 1.60 kg/cm2
x 810 2 4
x 10 3 x 10 4 x 810 x 1610 x 1.60
20601.54 x10 2 x10 6551798.40 4 5150.38x103 6551798.40 5.15 x 10 6 6.55 x 10 6
5.15 6.55 Aman 2. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Batuan a. Tekanan Plug
F
=
x D32 4
xW x h
dimana : W = 10-3 kg/cm² h = 104 cm ditaksir d1 = dalamnya kunci pada batuan = 40 cm D3 = D + 2t + d1
F
x 900 2 4
= 800 + 60 + 40
= 900 cm
x 10 3 x 10 4 6358500 kg
c. Tekanan Perlawanan (pada pertemuan antara batuan dan beton) = F x D3 x d1 x n x r dimana :
D3 = 900 mm d1 = Lebar kunci batuan = 40 cm n = Jumlah kunci batuan sr = Tegangan stress batuan = 10 kg/ cm²
F x 900 x 400 x n x10 F 1130400.n d. Jumlah Kunci Pada Batuan = n Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
1130400 .n 6358500 n 5.62 ~ 6 3. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Beton a. Tekanan Plug
F
x D2 2 4
xW x h
dimana :
4 - 94
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
W = 10-3 kg/cm² h = 104 cm ditaksir d1 = dalamnya kunci pada beton = 10 cm D2 = D + d2
F
x 810 2 4
= 800 + 10
= 810 cm
x 10 3 x 10 4 5150380 kg
b. Tekanan Perlawanan = F x D2 x d 2 x n x c dimana :
D2 = 810 cm d2 = 10 cm n = Jumlah kunci batuan c = Tegangan stress beton = 20 kg/ cm²
F x 810 x10 x n x 20 F 508680.n c. Jumlah Kunci Pada Beton = n Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
508680 . n 5150380 n 10.12 n 11 L 16.10 1.46 m 11 11
4 - 95
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.14 Potongan Plug
4 - 96
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.5
Perhitungan Desain Terowongan
Stabilitas Lereng Tanggul Untuk menentukan lereng tanggul keseimbangan massa tanah yang cenderung slip harus diselidiki. Dengan melakukan beberapa kali penyelidikan pada permukaan yang rawan slip, permukaan tersebut akan ditemukan, yakni permukaan yang harga faktor keamanannya minimum. Dalam metode Bishop, irisan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip, dibagi-bagi menjadi irisan-irisan vertikal (lihat gambar 4.11.)
Gambar 4.11 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas lereng Masing-masing irisan pada gambar 4.15 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada gambar 4.15. Gaya-gaya yang dimaksud ialah ; a. Berat irisan,
W = h l cos ;
dimana; W = berat irisan, kN
= berat volume tanah kN/m 3
h
= tinggi irisan, m
l
= Lebar irisan, m (l = b/cos = b sec )
= sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip. b. Reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antara butir N’ ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori. c. Gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada permukaan slip. 4 - 97
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
T
Perhitungan Desain Terowongan
c ' l N' tan F
dimana ; c’ =
tegangan kohesif efektif kN/m 2
l
lebar irisan, m
=
N’ =
tegangan normal efektif pada muka slip, kN/m 2
F =
faktor keamanan
’ =
Sudut efektif gesekan dalam
d. dan
e. Reaksi-reaksi antar irisan En dan En+1
Dalam metode Bishopl, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagai horizontal dan konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari satu persen. Untuk sembaran irigasi, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal ; W = N cos + T sin dan T
= s /F
dimana ; S =
tegangan geser, kN/m 2
l
lebar irisan, m
=
F =
faktor keamanan
Tekanan normal pada muka irisan adalah ;
N W s tan b F
ini mengacu kepada persamaan berikut ; F
1 R W sin
cb W tan sec X 1 tan tan / F R W sin
Persamaan ini harus dikerjakan untuk F dengan beberapa perkiraan berturut-turut. Hasil perhitungan ini akan paling efektif jika dicantumkan dalam bentuk tabel (lihat tabel 4.10)
4 - 98
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Contoh ; Diketahui ; Tinggi tanggul 6.0 m dengan kemiringan 1:1.5 (gambar 4.16), terdiri dari dua lapisan dengan karakteristik tanah yang berbeda. Hitunglah ; Faktor keamanan untuk lingkaran slip dengan jari-jari R = 12,00 pada titik O. Jawab
; ♦
Ambil =10° untuk irisan n. 6 dan 20° untuk yang lain
♦
Andaikan F = 2.00
♦
Hitung W sind dan X dengan tabel 4.3
♦
Hitung F = X/W sin
Gambar 4.16 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0) Tabel 4.3 Metode Bishop-tabel perhitungan (Capper, 1976) (a) Irisan
(b) Sin
(c)
(d)
(e)
(f)
Tinggi Berat
W
c.b + W tan
kN
Sin
kN
(g)
(h)
1 (tan . tan ) / F sec .
x
f g
kN 1
-0.075
0.80
33.1
-2.5
75.8
0.984
77.0
2
0.108
2.20
91
9.9
96.9
1.104
95.6
3
0.296
3.20
138.5
41.0
117.1
1.009
116.1
4
0.488
3.80
164.5
80.2
126.6
0.873
145.0
5
0.650
3.30
99.3
64.5
82.5
0.878
94.0
6
0.792
1.25
38.8
30.7
28.4
0.680
41.8
W Sin
X = 569.5
4 - 99
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
F
Perhitungan Desain Terowongan
X 569.5 2.54 W sin 223.8
Ulangi lagi perhitungan tersebut untuk lingkaran-lingkaran slip yang lain (selain titik O) sampai diperoleh harga F terkecil. Inilah lingkaran slip kritis. 4.6
Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkut)
4.6.1. Pendahuluan Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan transmisi yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi itu bisa berupa satu atau dua stang. Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat ditambah dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi. Gaya angkat adalah jumlah :
berat pintu (beban mati)
gaya air yang mengalir tegak lurus pada pintu, dan
gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis).
Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak pintu selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi ekstrem. Hal ini bisa terjadi: 1. Di bawah kondisi normal, pada waktu pintu ditutup rapat sama sekali. harus disediakan longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada stang tidak melebihi harga-harga kekuatan nominal. 2. Di bawah kondisi luar biasa: a. dengan menarik ke luar bagian persegi pintu, gaya-gaya geser di dalam alur pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu akan terblokir. b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tersangkut dibawah pintu; c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan. 4.6.2
Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi A. Tegangan Yang Dizinkan Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan stang, kondisi-kondisi berikut harus dipertimbangkan: 1. Kondisi normal (tidak terblokir)
harus dipakai tegangan yang diizinkan,
4 - 100
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan sudut geser oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi
2. Kondisi luar biasa
tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai.
B. Beban Maksimum Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor keamanan 2 pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang. Satu orang dapat menggerakkan gaya/ tenaga 400 N selama waktu yang singkat. Ini berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan ini adalah 2 X 400 N = 800 N. Beban yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30 menit atau lebih adalah 100 N. nilai banding antara beban maksimum yang mungkin dan beban minimal adalah 800 : 100 = 8 Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat berputar sebanyak 15-20 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan dengan as tegak atau datar sama saja. Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan transmisi itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi 1.6 kali harga-harga untuk satu orang. Apabila satu pintu mempunyai dua stang, maka masing-masing stang harus dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil 2/3 dari beban maksimum yang mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan di atas. C. Koefisien Gesekan Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien gesekan f antara sisi samping pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat (square). Apabila perbandingan h/b lebih kecil dari pada f, maka diperlukan dua stang. Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut
4 - 101
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 4.4 Harga-harga koefisien gesekan f Koefisien gesekan f Bergerak
Bahan yang dipakai
Tak bergerak
kering
basah
Besi tuang pada besi tuang
0.5
0.3
Sedikit dilumasi 0.15
kering
basah
-
-
Sedikit dilumasi 0.2
Besi tuang pada baja
0.2
-
-
0.25
-
-
Besi tuang pada perunggu
0.2
-
-
-
-
-
Baja pada baja
0.15
-
0.1
0.2
-
0.15
Baja pada perunggu
0.11
-
0.1
0.13
-
-
Perunggu pada perunggu
0.2
-
0.1
-
-
0.12
Kayu pada logam
0.5
0.3
0.2
0.7
0.6
-
Kayu pada kayu
0.4
-
0.1
0.5
-
0.2
Baja pada batu
-
-
-
0.5
-
-
Kayu pada batu
-
-
-
0.6
-
-
Dengan mempertimbangkan pemeliharan yang jelek, kotoran , korosi dan sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk berbagai komponen pekerjaan transmisi dengan 40 – 50 % dan untuk pengarah dengan 100%. Maksudnya, koefisen gesekan yang dianjurkan untuk gerakan baja pada perunggu adalah 0,15 bukannya 0.11 untuk perhitungan stang dan gir. Alur pengarah f=0.3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0.13 (tak bergerak). D. Perhitungan Untuk Stang Perhitungan pekerjaan transmisi dimulai dengan : 1. Menemukan beban tarik T pada stang. a). untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah : T = (G + W) b). untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah : T maks = n.T = n(G + W) dimana: G =
berat total pintu termasuk stangnya (berat mati)
W =
beban gesekan vertikal di dalam alur
W =
fH
f
koefisien gesekan
=
4 - 102
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
H =
beban gesekan maksimum pada pintu
n
faktor beban (= 8, perbandingan antara beban maksimum dan
=
nominal ) Untuk dua stang, gaya tarik maksimum pada masing-masing adalah 2/3 dari nominal maupun dari vertikal maksimum. 2. Gaya tekan as pada stang: a). untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah : P = (W-G) b). untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum P maks adalah : Pmaks n.(G W ).
tan maks tan min
3. Puntiran pada stang: Mw = (G+W).tan (max + ).rg dimana: Mw =
puntiran, Nm
d
diameter bagian luar stang, m
=
dk =
(d - 2t) diameter bagian tengah stang, m
rg =
jari-jari rata-rata stang, rg 1/4(d + dk ), m
s
ulir
=
=
sudut ulir (tan =
=
sudut gesekan
s ) dk
maks
= sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin
min
= sudut gesekan minimum (diberi pelumas)
Gambar 4.17 Tipe ulir
4 - 103
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4. Penentuan puntiran maksimum pada stang untuk kondisi tidak normal : Mw = n.(G+W).tan ( max + ).rg 5. Diameter minimum teras stang yang diperlukan ditentukan dengan memperhitungkan tekukan stang untuk gaya tekan maksimum dan puntiran maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan maksimum dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa dengan mengunakan diameter teras yang sudah dihitung. Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan: a. Tekanan: 2E.I
Pk
lk
2
: kondisi Pk ≥ P maks
b. Puntiran Mk
2..EI : kondisi Mk ≥ Mw lk
maks
c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran : Pk
2 M w maks Pk 1 Mk
*
Mk
*
P Mk 1 maks Mk
1/ 2
dimana: Pmaks
=
gaya desak maksimim pada stang, N
Mw
=
puntiran maksimum pada stang,Nm
lk
=
panjang tekukan, m
E
=
modulus elastisitas, N/m 2
I
=
1/64 d4 (momon lembam), m 4
dk
=
diameter teras stang, m
maks
E. Perencanaan Pekerjaan Transmisi a. Satu stang. Apabila digunakan satu stang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk pintu-pintu yang lebih kecil dari 1.00 sampai 1.20 m, maka pekerjaan transmisi dapat direncana sebagai berikut :
4 - 104
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat pintu, momen-momen berikut harus dipecahkan:
momen nominal untukmengangkat pintu: M1 = (G+W) tan ( max + ).rg
momen gesekan antara mur dan dudukan : Mw = (G+W).tan 2 *rn dimana: tan 2 =
koefisien gesekan antara mur dan dudukan
rn
jarak antara as stang dan bagian tengah dudukan.
=
Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh operator pintu : M=PxR dimana: R =
jari-jari roda tangan (m)
P =
gaya yang digunakan oleh operator pintu (Newton)
Karena M = M1 + M2, maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran pekerjaan transmisi sudah diketahui. b. Dua stang Momen nominal masing-masing stang untuk mengangkat pintu adalah : M1 = 1/2(G+W) tan (max + ).rg Momen gesekan bergantung pada :
Gaya tarik nominal
Koefisien gesekan
Jarak dari beban gesek ke as stang.
Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap stang adalah: Mw = ½.(G+W).tan 2 *rn Jumlah momen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+M2 Momen dorong adalah : M = 2 x 0.9 x 0.9(x0.8) x R x P
4 - 105
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
dimana : P
=
gaya maksimum 1 orang N
R
=
jari-jari roda tangan dari roda kapstan m
0,9
=
efisensi akibat kehilangan pada setiap transmisi
0.8
=
pengurangan jika roda dioperasikan oleh 2 orang
Momen untuk gerak ulir sama dengan momen dorong kali nilai banding gir. Nilai banding i, adalah perbandingan antara r.p.m. atau antara diameter roda gigi. Untuk pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai banding gir harus lebih kecil dari 6 atau 7.
i
n1 D1 6 sampai 7 n2 D2
Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai banding gir menjadi : i = i1+ i2 Nilai banding gir itu didapat dari : i
jumlah momen ulir 2 x M s kopel dorong M
Gambar 4.18 Gir pada pengangkat pintu c. Waktu Pengangkatan Setelah pekerjaan transmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu bisa dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak stang s, ulir membuat putaran h/s. Jumlah putaran roda tangan tergantung pada nilai banding gir i dan jumlahnya i x h/s. Sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat membuat 15 – 20 kali putaran per menit yang memberikan kecepatan putaran 0.63 m/dt. Satu putaran roda tangan memerlukan
2.R 3 .0 s 0.63
4 - 106
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 20 Waktu angkat maksimum: t
4.6.3
ixh 20 x s
Contoh Perhitungan Berikut contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong dengan lebar 1.80 dan tinggi 1.50 m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di atas dasar saluran peralihan adalah 1.80 m A. Perhitungan berat mati dan beban statis Beban yang harus diperhitungkan adalah: G =
berat mati pintu
H =
beban horisontal maksimum pada pintu
W =
gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah
T =
gaya tarik pada stang
P =
gaya tekan pada stang
Gambar 4.19 Pintu sorong
4 - 107
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gayagaya dibawah kondisi normal. Andaikan ada dua stang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan mur perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi ini ialah : fmaks = tan maks = 0.14 (maks = 8) dan koefisien gesekan minimum : fmin = tan min = 0.09 (min = 5) Andaikan diameter stang 52 mm dan ulir 8 mm, r = s/2 = 4 mm dk = d - 2t = 52 - 8 = 44 mm rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4 (52 + 44) = 24 mm tan =
hilir 8 0.053 dan 3.0 2 .rg 2x 24
Andaikan bahwa koefisien gesekan gesekan f antara pintu dan alur pengarah adalah 0.40. Berat total pintu, termasuk stangnya adalah : 1.
Pelat
1,86*1,50*0,012*7,8*104
2.
Baja alur
2*10,60*1,65*10
350 N
3.
Baja alur
1*10,60*1,80*10
190 N
4.
Baja siku
2*8,62*1,30*10
220 N
5.
Baja siku
1*13,4*1,80*10
240 N
6.
Stang
2*2,70*1/4*0,052*7,8*104
830 N
2.610 N
G = 4,400 N Beban horisontal maksimum akibat tekanan air pada pintu :
H
1.80 0.30 *1.50*1.80*10.000 = 28.400 N 2
Gaya gesekan antara pintu dan alur-alur pengarah, dengan mengandaikan koefisien gesekan untuk alur-alur tersebut, adalah : f = 0.40 (baja pada baja) W = f x H = 0.40 x 28.400 = 11.360 N
4 - 108
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gaya-gaya angkat dan tekan diperoleh dari : W = 0,40 x 28.400 = 11.360 N
W = 11.360 N
G = weight of gate = 4.400 N
G = 4.400 N
W + G = 15.800 N
W–G
= 6.920 N
Gaya angkat total : T = W + G = 15.800 N Gaya tekan total : P = W - G = 6920 N Beban untuk masing-masing stang adalah 2/3 dari jumlah nominal dan beban maksimum. Gaya tarik nominal
: T = 2/3*15.800 = 10.530 N
Gaya tarik maksimum : T = 2/3 *8*15.800 = 84.270 N Gaya tekan nominal adalah : P = 2/3 * 6.920 = 4.610 N Gaya tekan maksimum didapat dari : P = 2/3 *8(G+W) (tan ( maks+)/ tan( min + )) P = 84.270 tan (8+3,0)/ tan(5+3,0) = 116.553 N Puntiran dibawah kondisi abnormal
adalah juga 8 kali puntiran selama
pengangkatan dibawah kondisi normal. Momen nominal adalah: MW = 2/3 (W+G) tan (maks + ) rg = 2/3*15.800*tan (8+3,0)*24*10-3 = 49,1 Nm Momen maksimum adalah : MW = 8*49,1 = 393.1 Nm Pada waktu menghitung tekukan, pintu harus dalam keadaan tertutup. Dalam keadaan demikian, tekukan atau panjang efektif menjadi maksimum : l k =1,70 m. Modulus elastisitas untuk baja adalah E = 210*109 N/m 2. Diameter teras dk = 44 mm. Momen polar kelembaman didapat dari : I
= .dk 4 /64 = * (44*10-3)4 /64 = 184*10-9 (m 4)
untuk mencek diameter teras kedua stang beban-beban puntiran dan desakan berikut harus diperhitungkan : a. Tekanan
: Pk
2 EI l2
4 - 109
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
3,14 2 * 210 *10 9 *184 *10 9 1,7 2
= 132*103 N : Pk ≥ Pmaks 132*103 > 116,5*103
Persyaratan
: Mk
b. Puntiran
2. .EI lk
2 * 3,14 * 210 *10 9 *184 *10 9 1,7 = 143*103 Nm : Mk ≥ Mw
Persyaratan
maks
143*103 ≥ 393,1*103
c. Kombinasi tekanan dan puntiran : 2 M w maks 3 132 * 10 1 Pk * Mk
393,1 2 132.10 1 3 143 *10 3
= 132*103 P Mk * Mk 1 maks Pk
1/ 2
116,5 *10 3 143 *10 1 132 *10 3
1/ 2
3
= 49,0*103 Nm Persyaratan untuk tekukan puntiran adalah : Pk * ≥ Pmaks : 132*103 ≥ 116,5*103 Mk * ≥ Mmaks : 49,*103 ≥ 393,1 Apabila persyaratan-persyaratan dibawah a,b dan c semuanya terpenuhi, maka diameter yang diandaikan untuk stang 52 mm adalah memadai untuk beban-beban tarik, tekanan dan puntiran.
Tegangan-tegangan yang harus dicek : Tegangan tarik nominal :
4 - 110
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
T 1/ 4..dk
2
10.530
1/ 4 * 44 *10 3
2
6,93 *10 6 N / m 2 Tegangan tarik maksimum : maks
Tmaks 1 / 4..d k
2
84 .270
1 / 4 * * 44 * 10 3
2
= 55,4*106 n/m 2 Tegangan tarik maksimum adalah lebih kecil daripada tegangan luluh untuk Bj 50, yaitu 290 N/mm 2 atau 290*106 N/m 2. Tegangan tarik nominal yang dijinkan adalah 193*106 N/m 2. Perhitungan ulir dan diameter stang Jari-jari rata adalah rg = 1/4 (d + dk ), dimana d adalah diameter bagian luar dan dk adalah teras stang. Perbedaan antara kedua diameter adalah t = d - dk , jadi rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4 (dk + t). Andaikan t = n*d dan s= 2*t Persyaratan sudut ulir adalah a < w min, dimana w adalah sudut gesekan. Sudut puncak stang diperoleh dari : tan
s atau 2rg
tan
2t 2 * 1/ 2(dk t )
tan
2.n.dk tan min 2 * 1 / 2dk n.dk
karena tg min adalah koefisien gesekan f, hubungan antara diameter teras dan t bisa dinyatakan sebagai :
2n f (1 n)
4 - 111
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
atau
n
f 2 . f
Ini berarti bahwa t/dk ≥ *f/(2 - .f) atau t ≥ dk ** f/(2 - .f) Sudut minimum gesekan min = 5, jadi f = 0,09 dan t < 0,16 d10. Diameter teras dk adalah 44 mm dan t < 0,16*44 = 7 mm dan s= 2.x t = 8 mm. Sudut ulir didapat dari tan =
s 8 3, dan sudut puncak 2 .rg 2 * 24
stang lebih kecil dari sudut minimum gesekan (min= 5) Pekerjaan transmisi : Untuk gerakan ulir, diperlukan momen nominal : M1 = ½(W+G)*tan ((maks + )*rg = ½*15.800*tan 11,5*(24*10-3) = 36,9 Nm per stang. Jika dipakai bantalan peluru antara mur dan dukungan, maka koefisien gesekan bantalan peluru adalah f = 0,002. Apabila jarak antara pusat peluru dan as stang r= 0,0525 m, momen puntiran menjadi: M2 = r.1/2 ( W + G)*f = = 0,00525*1/2*15.800*0,002 = = 0,83 Nm Jumlah kopel yang diperlukan untuk menggerakkan ulir adalah : Ms = M1 + M2 = 36,9 + 0,83 = 37,7 Nm per stang. Andaikan pada setiap transmisi 10% hilang dan dipakai roda tangan dengan diameter 0,60 m untuk transmisi itu, maka momen yang digunakan oleh satu orang (T = 100 N) adalah : = 1*0,9*0,9*0,30*100 = 24,30 Nm Nilai banding gir i harus paling tidak :
i
2 * M s 2 * 37.7 3,1 ambil saja 4 M 24,30
Waktu angkat didapatkan dari :
4 - 112
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
t
Perhitungan Desain Terowongan
h *i 1,50 * 4 =37.5 menit 20 * s 20 * (8 *10 3 )
Apabila tinggi angkat h = 1.50 m, maka jumlah putarannya adalah 20 per menit dan ulir 8 mm. Waktu angkat akan berkurang apabila harga ulir s, dan jumlah putaran bertambah dan apabila besarnya nilai banding gir i berkurang. 4.7 Perhitungan Beton 4.7.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan A. Data Lebar bentang l
=
m
Tebal plat d
=
m
Bentang teoritis l+d
=
m
B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang Berat beban berguna
=
kg/m
Berat sendiri plat
=
kg/m
q =
kg/m
x 2400
Mq = 1/8.q.l2 Rq = 1/8.q.l C. Perhitungan tulangan Dipergunakan beton k 125 b = baja U 22
a = 1250 kg/cm 2 n =
0
40 kg/cm 2
30
a b x n
h=d-3= Ca
h n.M b. a
dari tabel didapat = 100.n.w =
’ = Tulangan tarik
4 - 113
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
A
Perhitungan Desain Terowongan
100 .n.w .b.h ....cm 2 100 .n
cm 2
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 =
Dipakai Hw =
cm 2
A=
Tulangan bagi A = 20% x Hw =
Dipakai Vw =
cm 2 A=
cm 2
Tulangan miring
Ra = .................. = ............ kg/cm 2 100 x 7 / 8 x h
..... kg/cm 2 > 4.7.2
Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-Gorong A. Data Lebar bentang L’
=
m
Tebal plat d
=
m
Bentang teoritis L
=
m
Tebal tanah diatas gorong-gorong =
m
kelas jalan
kg
P
=
B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang I.
Dibawah saluran Berat air
=
ton/m
Berat pasangan
=
ton/m
Berat sendiri plat
=
ton/m
=
ton/m
q1 Mq1
2
= 1/8.q1.l
=
Rq1
= 1/2 .q1 .l
=
II. Dibawah tanggul Beban berguna = 0,08 x p
=
ton/m
Berat tanah diatasnya x 1800
=
ton/m
Berat plat
=
ton/m
=
ton/m
x 2400 q2
Mq2
= 1/8.q2.l2
= 4 - 114
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Rq2
= 1/2 .q2 .l
Perhitungan Desain Terowongan
=
III. Dibawah jalan inspeksi a. Akibat beban mati. berat beban berguna
=
ton/m
berat tanah diatasnya
x 1800
=
ton/m
berat plat
x 2400
=
ton/m
=
ton/m
q3 Mq3
= 1/8.q3.l2
=
Rq3
= 1/2 .q3 .l
=
b. Akibat beban hidup 1. Roda depan wals. p1
=P
=
ton
Mp1 = 1/4 . p1.l = Rp1 = p1
=
b
=
B
= b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar Mp1
=
.......... B
Rp1
=
.......... B
2. Roda belakang wals. p2
= 3/2 .P
=
Mp2
= 1/4 .P2.L
=
Rp2
= P2
=
b
=
B
= b + 1/3
=
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar Mp2
=
.......... B
4 - 115
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Rp2
=
Perhitungan Desain Terowongan
.......... B
Koefisien kejut. C = 1.35 - 0.5.
q = q Rp2
C= Mmax
= Mq3 + C.Mp2 =
Dmax
= Rg3 + C.Rp2 =
c. Perhitungan tulangan Mmax = Dmax = Dipergunakan beton K 125
b
= 40 kg/cm 2
baja U 22
a
= 1250 kg/cm 2
n
= 30
0
a b x n
h = ht – 3 = Ca
h n.M b. a
δ
didapat = 100.n.w
=
’ =
Tulangan tarik A
100 .n.w .b.h ....cm 2 100 .n
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = Dipakai Hw =
A=
cm 2
cm 2
Tulangan bagi A = 20% x Hw = Dipakai Vw =
cm 2 A=
cm 2
Tulangan miring
D maks = .................. = ............ kg/cm 2< = 5 kg/cm 2 100 x (7 / 8) x h
4 - 116
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 4.5 Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm 2 untuk lebar plat 100 cm Jarak Jumlah as-as batang dalam cm tiap-tiap m
Garis tengah dalam mm 6
8
10
12
14
16
19
22
7.0 7.5 8.0 8.5 9.0
14.29 13.33 12.50 11.76 11.11
4.04 3.77 3.53 3.33 3.14
7.18 6.70 6.28 5.91 5.59
11.22 10.47 9.82 9.24 8.73
16.16 15.08 14.14 13.31 12.57
21.99 20.52 19.24 18.11 17.10
28.73 26.81 25.13 23.65 22.34
40.51 37.81 33.45 33.37 31.52
54.30 50.81 47.51 44.72 42.23
9.5 10.0 10.5 11.0 11.5
10.53 10.00 9.53 9.10 8.70
2.98 2.83 2.69 2.57 2.46
5.29 5.03 4.79 4.57 4.37
8.27 7.85 7.48 7.14 6.83
11.90 11.31 10.77 10.28 9.83
16.20 15.39 14.66 13.99 13.39
21.16 20.11 19.15 18.28 17.48
29.86 28.36 27.01 25.78 24.66
40.01 38.01 36.20 34.55 33.05
12.0 12.5 13.0 13.5 14.0
8.34 8.00 7.70 7.41 7.15
2.36 2.26 2.17 2.09 2.02
4.19 4.02 3.87 3.72 3.59
6.54 6.28 6.04 5.82 5.61
9.42 9.05 8.70 8.38 8.08
12.83 12.32 11.84 11.40 11.00
16.76 16.08 15.47 14.89 14.36
23.63 22.69 21.82 21.01 20.26
31.67 30.41 29.24 28.16 27.15
14.5 15.0 15.5 16.0 16.5
6.90 6.67 6.46 6.25 6.06
1.95 1.89 1.82 1.77 1.71
3.47 3.35 3.24 3.14 3.05
5.42 5.24 5.07 4.91 4.76
7.80 7.54 7.30 7.07 6.85
10.62 10.26 9.93 9.62 9.33
13.87 13.41 12.97 12.57 12.19
19.56 18.91 18.30 17.73 17.19
26.21 25.34 24.52 23.76 23.04
17.0 17.5 18.0 18.5 19.0
5.89 5.72 5.56 5.41 5.27
1.66 1.62 1.57 1.53 1.49
2.96 2.87 2.79 2.72 2.65
4.62 4.49 4.36 4.25 4.14
6.65 6.46 6.28 6.11 5.95
9.05 8.79 8.55 8.32 8.10
11.82 11.49 11.17 10.87 10.58
16.68 16.21 15.75 15.33 14.92
22.36 21.72 21.12 20.55 20.01
19.5 20.0
5.15 5.00
1.45 1.41
2.58 2.51
4.03 3.93
5.80 5.65
7.89 7.69
10.31 10.05
14.54 14.18
19.49 19.01
Tabel 4.6
Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam 1 baris (diameter begel 8 jam)
mm
3
6 8 10 12
12.4 13.0 13.6 14.2
15.5 16.3 17.1 17.9
18.6 19.6 20.6 21.6
14 16 19 22
14.8 15.4 16.3 17.2
18.7 19.5 20.7 21.9
22.6 23.6 25.1 26.6
7
mm
3
21.7 22.9 24.1 25.3
24.8 26.2 27.6 29.0
25 28 32 36
18.1 19.6 21.6 23.6
23.1 25.2 28.0 30.8
28.1 30.8 34.4 38.0
33.1 36.4 40.8 45.2
38.1 42.0 47.2 52.4
26.5 27.7 29.5 31.3
30.4 31.8 33.9 36.0
40 45 50
25.6 28.1 30.6
33.6 37.1 40.6
41.6 46.2 50.6
49.6 55.1 60.6
57.6 64.1 70.6
Jumlah batang 4 5 6
Jumlah batang 4 5 6
7
4 - 117
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 4.7 Daftar besi bulat DIAMETER Inch mm 1/4 3/10 3/8 1/2 5/9 5/8 3/4 7/8 1 1 1/10 1 1/4 1 1/3 1 1/2 -
BERAT KELILING Kg/m2 (cm)
5 6 6.35 7 7.94 8 9.52 10 12 12.7 13 14 14.29 15 15.87 16 18 19.05 20 22 22.22 25 25.4 26 28 28.57 30 31.75 32 34 34.92 35 36 38 38.1 40
0.15 0.22 0.25 0.30 0.39 0.39 0.54 0.62 0.89 1.00 1.03 1.21 1.27 1.38 1.55 1.58 1.99 2.22 2.47 2.98 3.04 3.85 3.98 4.13 4.83 5.04 5.51 6.19 6.31 7.10 7.51 7.60 7.99 8.85 8.95 9.85
1.57 1.80 2.00 2.20 2.40 2.51 2.99 3.14 3.77 3.09 4.08 4.40 4.40 4.71 5.00 5.03 5.66 5.97 6.28 6.91 6.97 7.85 7.96 8.17 8.80 8.99 9.43 9.96 10.05 10.68 10.96 11.00 11.31 11.83 11.87 12.56
1
2
3
0.20 0.28 0.32 0.38 0.49 0.50 0.71 0.79 1.13 1.27 1.33 1.54 1.61 1.77 1.98 2.01 2.54 2.83 3.14 3.60 3.87 4.01 5.07 5.81 6.16 6.42 7.07 7.89 8.04 9.08 9.57 9.62 10.18 11.34 11.40 12.50
0.39 0.56 0.63 0.77 0.99 1.00 1.42 1.57 2.20 2.53 2.63 3.08 3.21 3.53 3.97 4.02 5.09 5.67 6.20 7.60 7.74 9.62 10.13 10.62 12.31 12.85 14.14 15.78 16.08 18.15 19.13 19.24 20.36 22.68 22.80 25.13
0.59 0.85 0.93 1.15 1.48 1.51 2.13 2.30 3.30 3.80 3.98 4.62 4.82 5.30 5.96 6.03 7.63 8.50 9.42 11.40 11.51 14.73 15.20 15.93 18.47 19.27 21.21 23.88 24.13 27.24 28.70 28.86 30.54 34.02 34.20 37.70
LUAS TAMPANG (cm2) 4 5 6 7 0.78 1.13 1.27 1.54 1.98 2.01 2.85 3.14 4.52 5.07 5.31 6.16 6.42 7.97 7.94 8.04 10.18 11.34 12.57 15.21 15.48 19.03 20.27 21.24 24.63 25.70 28.27 31.57 32.17 36.32 38.26 38.48 40.72 45.36 45.50 50.30
0.98 1.41 1.58 1.92 2.47 2.51 3.50 3.93 5.85 6.33 6.64 7.70 8.03 8.84 9.93 10.05 12.72 14.18 15.71 19.01 19.35 24.54 25.33 26.55 30.76 32.12 35.34 39.46 10.21 45.40 47.83 48.17 50.90 56.70 57.00 62.83
1.18 1.70 1.90 2.31 2.97 3.01 4.27 4.71 6.79 7.50 7.96 9.24 9.64 10.60 11.91 12.06 15.26 17.01 18.84 22.81 23.22 29.45 30.40 31.96 36.94 38.54 42.41 47.35 48.26 54.48 57.40 57.73 61.07 68.04 68.40 75.40
1.37 1.98 2.22 2.69 3.47 3.52 4.98 5.50 7.91 8.87 9.20 10.77 11.24 12.37 13.90 14.07 17.81 19.85 21.99 28.61 27.09 34.35 35.47 37.17 43.10 44.97 49.48 55.25 58.30 63.56 66.96 67.34 71.20 79.38 79.81 87.96
8
9
10
1.57 2.26 2.53 3.08 3.90 4.02 5.69 6.28 9.05 10.13 10.62 12.32 12.85 14.14 15.88 15.08 20.36 23.08 25.14 30.41 30.97 39.27 40.52 42.47 49.26 51.39 56.55 63.14 64.34 72.63 76.53 76.97 81.43 90.73 91.21 100.53
1.77 2.54 2.85 3.46 4.46 4.52 6.41 7.07 10.18 11.40 11.95 13.66 14.45 15.91 17.87 18.09 22.90 25.52 28.28 34.21 34.84 44.18 45.60 47.78 55.42 57.62 63.52 71.03 72.38 81.71 86.10 86.59 91.61 102.07 102.61 113.09
1.96 2.83 3.17 3.65 4.95 5.09 7.12 7.80 11.31 12.67 13.27 15.39 16.06 17.57 19.86 20.11 25.45 28.35 31.42 38.01 38.71 49.08 50.67 53.08 61.55 64.24 70.68 78.92 80.42 90.75 95.65 96.21 101.71 113.41 114.01 125.66
4.8 Analisa Struktur Bangunan Pengelak Bangunan Pengelak dibagi menjadi tiga (3) bagian yaitu : - Conduit - Portal - Terowongan Analisa Struktur disajikan pada halaman berikut ini :
4 - 118
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 119
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 120
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 121
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 122
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 123
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 124
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 125
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 126
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 127
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 128
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 129
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 130
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 131
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 132
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 133
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 134
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 135
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 136
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 137
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 138
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 139
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 140
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4.9 Analisa Struktur Untuk Power Waterway Analisa struktur untuk power waterway adalah sebagai yang disajikan pada halaman berikut :
4 - 141
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 142
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 143
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 144
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 145
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 146
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 147
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 148
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 149
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 150
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR 4.1
Desain Sistem Penyangga Baja 4.1.1
Soal 1. Rencanakan bingkai penyangga baja yang cocok untuk terowongan pengelak dengan lining beton bentuk tapal kuda yang mempunyai diameter lobang selesai dilining 8,75 m, tebal lining beton 40 cm (dari pinggir lobang selesai lining pinggir luar penyangga) Kelebihan galian rata-rata (overbreak) yang disarankan 20 cm. Beban Terzaghi, batuan bervariasi antara 0,35 sampai 0,45 pada diameter lobang hasil galian (dengan sudut Q = 400), faktor tegangan Protodyakonov antara 3 dan 4 dengan tidak ada tekanan samping, berat jenis batuan
= 2,65 ton/m3.
Jarak blok dengan blok / pasak 75 cm Pilih penampang penyangga yang cocok dan hitung jarak penyangga untuk keadaan pembebanan yang ekstrim. Gambar sket yang diperlukan untuk memperlihatkan bingkai penyangga, sambungan, balok penyangga pasak dan sebagainya. Tegangan baja yang diijinkan U-1700 kg/cm2 Penggalian dianggap penuh (sesuai rencana) Tabel 4.1 Baja H Berat
Modulus
Luas
Permeter
Penampang
Penampang
(kg/m’)
(cm3)
(cm2)
Wt
Z
A
150x150 mm (ringan)
27,1
194,1
34,48
150x150 mm (berat)
34,6
218,1
44,08
40
372,2
50,94
RSJ Baja / Flen
200x200 mm
2. Bagaimana bila jarak perangkat baja sistem penyangga diatas dirubah. a. Bagaimana bila jarak blok / pasak dikurangi menjadi 60 cm b. Bila dipasang penyangga yang menerus
4-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.1.2
Perhitungan Desain Terowongan
Penyelesaian 1 Desain penyangga baja yang cocok *
Beban batuan cara Terzaghi Beban batuan minimum Hp1 = 0,35 x D = 0,35 x 9,95 = 3,48 Beban batuan minimum Hp2 = 0,45 x D = 0,45 x 9,95 = 4,48 Jari-jari lobang galian batuan = 4,975 Jari-jari blocking / pasak (Rib luas) = 4,775 Jari-jari lobang terowongan selesai dilining = 4,375
*
Beban batuan cara Protodyakonov B
B Hp h 2. f
2
3
.B.h b
h
dimana :
m
Hp = Beban batuan h = Tinggi beban batuan
b
f = Faktor tegangan antara 3 dan 4 = (sudut geser) = 400
Gambar 4.1 Beban Batuan
b = m = diameter lubang galian b = 2 x 4,975 = 9,95 B = b + 2 (tg.400 x b) B = 9,95 + 2 (0,726 x 9,95) = 9,95 + 14,458 = 24,408 f1 = 3 h1 =
B 24,408 = = 4,068 2f 6 2
hp1 = f2 = 4 h2 =
*
B.h = b
2
3
x 4,068 x 24,408 66,194 6,653 9,95 9,95
B 24,408 = = 3,051 2f 8 2
hp2 =
3
3
B.h = b
2
3
x 24,408 x3,051 49,646 4,989 9,95 9,95
Perhitungan untuk mendapatkan sudut dan Jarak block / pasak = l = 75 cm
L
d = Tebal beton lining = 40 cm D = Diameter lubang = 8,75
R
8,75 0,40 4,775 2
Gambar 4.2 Jarak Blok (L) sudut dan
4-2
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
0,75 radial = 0,1570 radial 4,775
= 90 Jumlah pasak untuk sudut 90 = 900 / 90 = 10
= 900 – (10 x 90) = 00 *
Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (Bm) Wr = Berat jenis batuan = 2,65 ton/ m3 S = Jarak bingkai penyangga H = Beban batuan R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai As dari bingkai penyangga
= + Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga Ambil baja I 150x150 mm (berat)
*
R
D BajaI d 2 2
R
8,75 0,15 0,40 = 4,735 0,40 0,075 = 4,700 2 2
Gaya Yang Bekerja Pada Pasak dekat puncak terowongan W
Beban jarak batuan (W) :
W
W Wr .S.H R sin 1 2 R sin R sin W
1
2
F
WR.S .H .RSin Sin
400
Ft
W WR.S .HR.Sin 2 . 2 Gaya Tangensial (T)
T ' cos W sin T cos. 2
Gambar 4.3 Arah Beban
T ' T cos 2 / cos W sin / cos Beban Batuan Vertikal (W) :
W WR.S.H R sin 1 2 R sin R sin W WR.S.H R sin 1 2 R sin 1 2 R sin W WR.S.H 1 2 .R sin 1 2 R sin W
1
2
.WR.S.H R sin R sin
WRSHR 1 2 sin sin
4-3
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
W WR..S.H .R sin 2 . cos 2 Hasil Penyelesaian Gaya Tangensial
W cos T ' sin T sin 2 =
T 2 sin . cos 2 W sin 2 W cos 2 T sin 2 cos Cos cos
=
T (cos 2 sin sin 2 cos ) W sin 2 W cos 2 cos Cos cos
T sin W cos 2 sin 2 W 2
Tos(cos 2 sin sin 2 . cos) W .(sin ² cos ² )
T sin WR ..S .H .R cos 2 2 T WR.SHR cos 2 Tmak = 2,65 . S . H . 4,70 . cos 40 30’ Tmak = 12,455 . S . H . 0,9969 Tmak = 12,416 . SH Momen Maksimum :
Mmak 0,86.T .h h = kenaikan maksimum puncak antara titik pasak yang berdekatan. h = R (1 – cos h = 4,70 (1 – cos 40 30’) = 4,70 x 0,0038 h = 0,0145 Tmak = 12,416 S.H Mmak = 0,86 x 12,416 . SH x 0,0145 Mmak = 0,155 SH Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150 mm x 150 mm Tegangan tekan yang diijinkan
f = 1700 kg/cm 2 = 17 x 103
t/m2 -4
Luas penampang profil baja
A = 44,08 cm2 = 44,08 x 10 m2
Modulus penampang
Z = 218,1 cm3 = 218,1 x 10-6 m3
Rumus tegangan yang dijinkan :
f
T M A Z
4-4
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
dimana :
Perhitungan Desain Terowongan
T = 12,416 S.H M = 0,155 SH
17.10 3 17
12.416.SH 0.155.SH 4 44.08x10 218.1x10 6
12.416.SHx10 0.155.SH .10 3 44.08 218.1
17 2.817.SH 0.74.SH 17 3.528.SH S
17 4.818 3.5284 H
Gambar 4.4 Detail Penyangga Baja
4-5
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.5 Detail Blok / Pasak Jadi jarak antara penyangga (S) adalah : Hasil dan Rumus Terzaghi Hp = 3,48
S
4.818 1.384 3.48
Hp = 4,48
S
4.818 1.075 4.48
Hasil dan Rumus Protodyakonov
*
Hp = 3,10
S
4.818 1.554 3.10
Hp = 4,13
S
4.818 1.166 4.13
Kesimpulan jarak antara penyangga ditetapkan 1,05 m
4-6
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.1.3
Perhitungan Desain Terowongan
Penyelesaian 2.
Le
a). Perhitungan Gaya Dorong
Perhitungan sudut dan
R
D d 4.375 0.40 4.775 2
l 0.60
Gambar 4.6 Jarak Blok (L) dan Sudut dan
0.60 0.1256.Radial 4.775
7 0121 Banyaknya pasak per 900 =
90 0 12.5 ~ 12 7.121
90 0 (12 x7 0121 ) 3.36 3 0 361 Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (BM) WR = Berat Jenis Batuan 2,65 S = Jarak Bingkai Penyangga H = Beban Batuan d = Tebal beton lining = 0,40 m D = diameter lubang terowongan selesai = 8,75 m R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai as dari bingkai penyangga
7 0121 30 361 10 0 481 Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga baja I 150 x 150 mm
R
H Pr ofil D d 2 2
R
8.75 0.15 0.40 4.375 (0.40 0.075) 4.700 2 2
*
Gaya yang bekerja pada pusat terdekat terhadap puncak terowongan
Beban vertikal batuan
W WR.S .H .R. sin 2 cos. 2 * Gaya Tangensial (T’)
T 1 T cos 2 / cos W sin / cos
4-7
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
* Gaya Radial (W.cos.
W cos T ' sin T sin 2
W W
* Hasil Subtitusi dari ketiga rumus diatas didapat : F
T WR.S.H .R. cos 2 400
Maksimum gaya dorong (Tmax)
Ft
Tmak WR.S.H .R. cos 2 Tmak = 2,65 x S x H x 4,70 x cos.30.361 Gambar 4.7 Arah Beban
Tmak = 12,455. SH x 0,9980 Tmak = 12,43 . SH Momen Maksimum (Mmak)
Mmak 0,86.Th h = Kenaikan maksimum puncak antara titik pusat yang berdekatan
h R1 cos. 2
h 4.70. 1 cos 30 361 4.70 x0.002 0.0094
Tmak 12.43.SH Mmak 0.86x12.43.SHx0.0094 Mmak 0.1004.SH Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150x150 mm Tegangan Tekan Yang diijinkan
f 1700 kg / cm 2 17 x10 3 ton / m 2
Luas penampang Profil Baja
A 44.08cm 2 44.08x10 4 m 2
Modulus penampang
Z 218.1cm 2 218.10 x10 6 m3
Rumus Tegangan yang diijinkan :
f
I M A Z
Dimana : T = 12.43 . SH M = 0.1004 . SH
17.10 3 17
12,43.SH 0,1004.SH 4 44,08 x10 218,10 x10 6
12,43.SH 0,1004.SHx10 3 44,08 218,10
17 2,820.SH 0,4603.SH 17 3,2803.SH
4-8
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
S
Perhitungan Desain Terowongan
17 5,182. 3,2803.SH H
Jadi Jarak Antar Penyangga (S) adalah : Hasil dari Rumus Terzaghi
Hp 3,48 S
5,182 1,489 3,48
Hp 4,48 S
5,182 1,157 4,48
Hasil Dari Rumus Protodyakonov
Hp 3,10 S
5,182 1,672 3,10
Hp 4,13 S
5,182 1,255 4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.15 m b. Bila Penyangga Menerus Dipasang
0 Tekanan Radial :
Tmak WR.S.H .R. cos 2 dimana :
WR = 2.65 R = 4.70
0 Tmak =2.65 x SH x 4.70 x cos 00 Tmak = 12.455 . SH Momen : Mmak (BM) = 0.86 x Th Dimana :
h R.(1 cos 2) h 4,70.(1 cos 0 0 ) 4,70.(1 1) 0
h 4.70 T Tmak 12,455.SH Mmak (BM) = 0,86 x 12,455 . SH x 0 = 0 Rumus Tegangan yang diijinkan dan baja
f
I M A Z
4-9
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tegangan Tekan Yang diijinkan
f 1700 kg / cm 2 17 x10 3 ton / m 2
Luas penampang Profil Baja
A 44.08cm 2 44.08x10 4 m 2
Modulus penampang
Z 218.1cm 2 218.10 x10 6 m3 T = 12.43 . SH M =0
17.10 3
12,445.SH 0 4 44,08 x10 218,10 x10 6
17
12,445.SHx10 2,8255.SH 44,08
S
17 6,566 2,589.H H
Hasil dari Rumus Terzaghi
Hp 3,48 S1
6,0166 1,7289 3,48
Hp 4,48 S 2
3,48 1,3429 4,48
Hasil Dari Rumus Protodyakonov
Hp 3,10 S1
6,0166 1,9408 3,10
Hp 4,13 S 2
6,0166 1,456 4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.30 m 4.2
Desain Sistem Penyangga Shotcrete 4.2.1
Soal Tentukan : Terowongan dibatuan lunak Diameter selesai 10 m Rata-rata tebal kelebihan galian 20 cm Tegangan yang diijinkan dari shotcrete setelah 28 hari dilapangan = 300 kg/cm² Tegangan geser yang diijinkan dari shotcrete 1/5 x tegangan kubus Rasio Modulus Es/ Ec = 13 Berat jenis dari batuan = 2,3 ton/ m3 = W
4 - 10
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tinggi batuan diatas terowongan 400 m Q = 300 r/ R =1/3 @ (shotcrete) = 300 Tekanan yang diijinkan pada angker 2500 kg/cm2 Tipe dari karakteristik batuan ditentukan dengan data percobaan geser sebagai berikut : Tabel 4.2 Data Percobaan Geser Batuan
r
t
Kg/cm2
Kg/cm2
0
3,2
1,3
6,7
4,9
14,10
7,0
17,50
pi minimum yang diperlukan dihitung dari rumus Fesmer – Talobre – Kastner dengan menghilangkan C Rencana pi diambil lebih besar dari 30% Rencanakan : 1. Lining Shotcrete tanpa tulangan 2. Lining Shotcrete dengan luas tulangan untuk menahan geser 6 cm2/ meter panjang 3. Shotcrete dengan tulangan dengan sistem anchoring/ angker diameter 25 mm, angker (anchor) 1,30 m sebagian pada kedua arah dengan panjang 3 m 4.2.2
Penyelesaian : 1. Mendesain lining shotcrete tanpa tulangan a) Untuk menghitung besarnya b (tinggi kerucut geser)
b 2 r Cos
30 r D / 2 d Overbreak Over break = 0,20 m Diperkirakan d = 0,30 m D = 10 4 - 11
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
10 0,30 0,20 5,50 m 2
b/2 = 5,50 Cos 30º = 5,50 x 0,8660 = 4,763 m b = 2 x 4,763 = 9,526 0,20
b/2
R
0,30
D/2
b/2
Gambar 4.8 Tebal beton dan Over break b) Untuk mengitung besarnya Pi (Tekanan radial yang mendesak lining)
Pi Po(1 sin )( R)
2 sin 1sin
Po = W.H W = Berat Jenis Batuan = 2,6 ton/m 3 H = Tinggi lapisan tanah = 400 m P = 400 x 2,6 = 1040 ton/m 2 Q = 30º
Sin 30º = 0.5
Untuk mengitung d (ketebalan dari Shotcrete)
R
1
3
Pi 10401 sin 30 0 . 1 3 1sin 30 1040 0,5 . 1 3 1 0 , 5 2 sin 30
2 x 0,5
Pi = 590 x (1/3)2 = 520 x 1/9 = 57,78 ton/m 2 = 5,778 kg/cm 2
Pi
130 x 5,778 7,511. log/ cm 2 100
4 - 12
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
H = 400 m Po
B Pi
Gambar 4.9 Beban Batuan c. Untuk menghitung d (ketebalan dan shotcrete)
Pi
d .Te Sin b / 2
d
Pi . b / 2 sin Tc
Tc = Tegangan geser yang diijinkan Shotcrete = 1/5 x 300 kg/cm 2 = 60 kg/cm 2
30 0 sin 0,5 b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm Pi = 7,511 kg/Cm 2
d
7,511 476,3 0,5 1788,74 29,8 Cm 30 Cm 60 60
Perkiraan d = 30 Cm Cocok 2. Mendesain Lining Shotcrete dengan Tulangan
Pi s
As. (k 1) Tc b / 2 Sin
Pi S Beban radial yang dapat dipikul oleh besi pada beton bertulang
30 Sin 0,5 Tc = Tegangan geser yang diijinkan Shotcrete = 1/5 x 300 = 60 Kg/cm 2 b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm (d = 30 Cm (perkiraan) ), D/2 = 5,00 m, Overbreak = 20 Cm K=
Es 13 Ec 4 - 13
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
As = Luas penampang tulangan yang menahan geser = 6 cm 2/m ~ 0,06 cm 2
pi s
0,06 (13 1) 60 476,30 x 0,5
43,2 0,181 kg / cm 2 238,1
Pi 7,511 kg / cm 2
Pi c
d . Tc = Beban radial yang dapat dipikul oleh beton pada b / 2 Sin beton bertulang
Pi Pi c Pi s
7,511
d .Tc 0,181 b / 2 Sin
d .60 7,330 476,3 x 0,5
d
7,330 x 238,1 1745,27 2908 29 Cm 60 60
Perkiraan d = 30 Cm > 29 Cm Bila d = 29 Cm
10 + 0,29 + 0,20 = 5,49 m 2
b/2 = 475,4 Cm b = 950,8 Cm
Pi s
0,06(13 1) 60 43,2 0,182 kg / Cm 2 475,4 x 0,5 237,7
Pi 7,511 kg / Cm 2 Pi c
d .Tc b / 2 Cos
Pi Pc Pi s
7,511
d
d .60 0,182 475,4 x 0,5
7,329 x 237,7 17421,0 29,03 29 Cm 60 60
d perkiraan 29 = 29 cm. Cocok
4 - 14
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
3. Merencana
Chotcrete
Perhitungan Desain Terowongan
dengan
Tulangan
Dengan
Sistim
Angker
(Anchoring) a. Menghitung T pi c pi s pi A Pi
pi c Beban yang dapat dipikul oleh beton pi s Beban yang dapat dipikul oleh baja pi A Beban yang dapat dipikul oleh ang ker
pi Tekanan radial yang mendesak terowongan Diperkirakan d (Tabel Shotcrete) = 25 Cm
Pi c
d .t c b / 2 Sin
keterangan :
Pi c beban yang dapat dipikul oleh beton
d 25 Cm Tc 60 kg / Cm 2
30 Sin 0,5 r
10 0,25 5,125 2 2
30 Cos = 0,866 b/2 = Cos 5,45x 0,866 4,438
Pi c Pi s
25 x 60 1500 6,759 443,8 x 0,5 221,9
As (k 1)Tc b / 2 Sin
Keterangan :
Pi s beban yang dapat diperberat p oleh baja
30 Sin 0,5 b/2 = 4,438 Tc = 60 kg/Cm 2 K = Es/Ec = 13 As = 0,06 Cm 2 / Cm
4 - 15
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Pi s
Pi A
Perhitungan Desain Terowongan
0,06 x (13 1) x 60 43,2 0,195 kg / cm 2 4,438 x 0,5 221,9
A Fs C .t
keterangan :
Pi A Beban yang dapat dipikul oleh ang ker A = Luas penampang batang angker
1/ 4 d
d = 25 mm = 2,5 cm Fs = Tegangan yang diizinkan angker = 2500 Kg/Cm 2 t = c = 1,3 m = 130 Cm
Pi A
4,912 x 2500 12280 0,726 kg / cm 2 130 x 130 16900
T pi c pi s pi A 6,759 0,195 0,726 7,680 Kg / Cm 2 7,511 Dari Amplop Mohr (Mohr’s Envelope) dan gambar angker diatasnya akan mendapatkan : 1. 7,680 kg/cm2 2. t 18,5 kg/cm2 3. n 11,9 kg/cm2 4. 5,3 kg/cm2 5. Tg 1
t n 18,5 11,9 6,6 0,859 7,680 7,68
6. 1 40,6 0 4 0 361 7. D 2 d 2 5,00 0,125 5,125 m 8. cos . 1
b/2
b 2 . cos . 1 5,125 x 0,759 3,89 m
9. Tg.S 0 0,50 S 0 26 0 361 26,6 0 10. S
26,6 xx2.b 0,0739 x 227 x7,78 1,805 360
11. Tg. 0,30 16 0 421 12. Tg.a 0 0,50 a 0 26 0 361 26,6 0 13. a
26 , 6 360
x x 10 0,0739 x 227 x 10 2,32
14. Tg. 1,32 52 0 501
4 - 16
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.10 Stabilishing Effect Of Anchoring and Shotcreting
4 - 17
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.3
Perhitungan Desain Terowongan
Desain Linning Terowongan 4.3.1
Soal A. Tentukan lining beton tanpa tulangan dengan aliran bebas mempunyai tebal beton = d = 20 cm tipe beton K-250 Injeksi semen untuk mengisi rongga dan pembuatan lobang drainasi pada bagian lengkungan diatas muka air maksimum yang telah ditentukan. Lining telah dikerjakan dengan cukup baik, setelah penggalian untuk sebagian besar beban diambil oleh sistem penyangga. Walaupun begitu beberapa tambahan tegangan batuan seperti timbul setelah ketentuan lining Selesaikan
latihan
untuk
keadaan
berikut
(mampu
menyiapkan
penyangga dan tambahan lining) 1. Terowongan bulat dengan diameter selesai 9 meter K = 1 (hidrostatis) dan K 0,9 2. Terowongan tapal kuda standar mempunyai jari-jari selesai untuk setengah bagian atas = 4,50 meter K = 1 (hidrostatis) dan K = 0,9 Harga berikut mungkin dibolehkan untuk beton M-250 @ = 300 Tegangan tekan yang diijinkan = 60 kg/ cm2 Tegangan geser yang diijinkan = 8 kg/ cm2 B. Desain lining beton (tanpa tulangan dan dengan tulangan) untuk terowongan bulat bertekanan mempunyai gambaran sebagai berikut : 1. Tipe batuan Slates, Limestone, Sandstone dan Claystone dari kualitas cukup / sedang Penyangga terowongan dewngan perangkat baja, mor dan baut dan baeton semprot sesuai kebutuhan lining dikerjakan setelah lebih dari 6 bulan digali / penggalian. Selimut batuan cukup, waktu perubahan bentuk batuan yang dicantumkan dalam grafik lengkung tidak ada tambahan beban bantuan seperti timbul setelah 6 bulan. 2. Diameter terowongan selesai 9 meter 3. Tekanan air keluar diambil sama dengan tekanan air kedalam pada keadaan operasi normal 4. Tinggi tekanan air kedalam Saat operasi normal
= 50 m
Saat diam yang ekstrim
= 70 m 4 - 18
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
5. Tekanan injeksi = dua kali tekanan air normal kedalam 6. Angka poison batuan = 6 Modulus perubahan bentuk batuan (setelah injeksi) = 0,9 x 105 kg/ cm2 7. Beton Tingkat beton (ISS)
K-250
Rasio Poison Beton
0,20
Modulus Elastis Beton
2,25x105 kg/cm2
Tegangan tarik yang diijinkan beton
18 kg/cm2
Tegangan geser yang diijinkan Tekanan air keluar
18 kg/cm2
Tekanan Injeksi
175 kg/ cm2
8. Baja Tegangan yang diijinkan
2110 kg/ cm2
Modulus elastis baja
21,0x105 kg/cm2
Angka poison baja
3,33
Tekanan yang diijinkan
4.3.2
Operasi Normal
60% tegangan yang diijinkan
Ekstrim diam
80% tegangan yang diijinkan
Penyelesaian : A. 1. Terowongan Bulat (Tanpa tulangan) Aliran Bebas
k 1 P Dimana :
c.(b 2 a 2 ) 2b 2 P Tambahan tegangan tekan
D9m d = 20 cm
b D d 9 0,20 4.70 m 2 2 a D 9 4,50 m 2 2
c 60 kg / cm 2
60 4.70 2 4.5 2 6022.09 20.55 p 2 2 x 22.09 2 x 4.7 p
110.40 2.499 2.50 kg / cm 2 44.18
4 - 19
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
k 0,9 p
b
Perhitungan Desain Terowongan
d e 2 sin P Tambahan tegangan geser
Dimana :
c 8 kg / cm 2
30 0
sin 0,50 cos 0,866
D 2 4,5 m b . cos 4,5 x 0,8211 ~ 0,82 kg / cm 2 2 d = 20
p
0,20 x 8 1,60 0,8211 ~ 082 kg / cm 2 3,897 x 0,50 1.9485
A.2. Terowongan Tapal Kuda Standar (Tanpa tulangan) Aliran Bebas
k 1 P
c.(b 2 a 2 ) 2b 2 P Tambahan tegangan tekan
Dimana :
D9m d = 20 cm
D 2 4,5 m a 1,15 1.15 x 4.50 5,175 m b a d 5.175 0.20 5.375 m
c 60 kg / cm 2
60 5.375 2 5.175 2 60 28.891 26.781 p 2 2 x 28.891 2 x 5.37 p
126.60 2.191 kg / cm 2 57.732
k 0,9 p Dimana :
b
d e 2 sin P Tambahan tegangan geser
c 8 kg / cm 2
30 0
sin 0,50 cos 0,866
4 - 20
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
a = 5,175
b a cos 5,175 x 0,866 4,4815 kg / cm 2 2 p
0,20 x 8 1,60 0,714 kg / cm 2 4,4815 x 0,50 2.2407
Gambar 4.11 Terowongan Bulat dan Tapal Kuda
4 - 21
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
B. 1. Perhitungan Beton Tanpa Tulangan (Terowongan Bulat Bertekanan)
mr b 2 a 2 b 2 a 2 / mc mr 1 P t x mc 2 2.b 2 Ec 2 mc 1 E
dimana :
mr = 6 mc = 5 Er = 0.9 x 105 kg/cm 2 Ec = 2.25 x 105 kg/cm 2 D = 9.00 m a = D/2 = 4.50 m
t 18 kg / cm 2 6 2 2 2 2 6 1 x b 4.5 b 4.5 / 5 Pr 18 25 2.b 2 2.25 x10 5 25 1
0.9 x10 5
Pr 18
Pc
0.7713 x10 5 5. b 2 20.25 b 2 20.25 x 2.3435 x10 5 10.b 2
Pr 5.9239 x Pr
6.b 2 81 10.b 2
35.5434.b 2 479.8359 10.b 2
t (b 2 a 2 ) (b 2 a 2 )
dimana :
t 18 kg / cm 2 a D 4,50 m 2
Pc
18 (b 2 4,50 2 ) 18.b 2 364.5 2 (b 2 4,50 2 ) b 20,25
10 3 P 70 metres 70 ton / m 70 x 4 kg / cm 2 7 kg / cm 2 10 2
Pc P Pr 18.b 2 364.5 35.5434.b 2 479.8359 7 b 2 20.25 10.b 2
4 - 22
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
18.b 2 364.5 7.b 2 141.75
35.5434.b
2
479.8359 b 2 20.25 10.b 2
180.b 4 3645.b 2 70.b 4 1417,56 2 35,5434.b 4 719.75386.b 2 479.8359.b 2 9716.670
145.5434.b 4 3862.9103.b 2 9716.6769 0 b 4 26.54.b 2 66.76 0 Anggapan Bahwa :
= b2 - 26.54 + 66.76 = 0
12
26.54 704.3716 267.04 2
12
26.54 437.3316 26,54 20.92 2 2
1 23.73
2 2.81
b 1 23.73 4.87 Jadi tebal beton tanpa tulangan d = 4.87 – 4.50 = 0.37 m d ~ 0.40 m = 40 cm Kontrol untuk : 1. tekanan air
c 80 kg / cm 2
2. tekanan injeksi
c 175 kg / cm 2
Pw
t (b 2 a 2 ) 2.b 2
c 80 kg / cm 2
dimana :
a D 4,50 m 2 b D 0,40 4,50 0,40 4.90 m 2
Pw
80 (4.90 2 4.50 2 ) 80(24.01 20.25) 48.02 2 x 4.90 2
Pw
80 (3.76) 6.264 kg / cm 2 48.02
Pq
t (b 2 a 2 ) 2.b 2
4 - 23
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
dimana :
Perhitungan Desain Terowongan
c 175 kg / cm 2 a 4,50 m b 4,90 m
Pq
175 (4.90 2 4.50 2 ) 175 (24.01 20.25) 48.02 2 x 4.90 2
Pq
175 (3.76) 13.703 kg / cm 2 2 48.02
Pr
35.5434.b 2 479.8359 10.b 2 b 4,90 m
b 2 24,01 m 2
Pr
35.5x24.01 479.8 725.2 479.8 240.1 240.1
Pr 5.02 kg / cm 2
Pc
18.b² 364.5 b 2 20.25
Pc
18x24.01 364.5 67.68 1.5291 kg / cm² 24.01 20.25 44.26
P 70meter 7 kg / cm 2
Pw P Pr Pc 6.264 7 5.02 1.53 13.55 Pq Pw Pr Pc
13.703 6.264 5.02 1.53 7.439 6.55 B. 2. Perhitungan Beton Dengan Tulangan (Terowongan Bulat Bertekanan).
I t b 2 a 2 m 1 x Ast at b 2 a 2 b a Dimana ditaksir : d = 30 cm a = D/2 = 4.50 m b = d/2 + d = 4.50 + 0.30 = 4.80 m m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38 st = 2110 kg/cm² 60 % t = 18 kg/cm² 4 - 24
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
1 0.6 x 2110 4.8 2 4.5 2 9.38 1 x Ast 4.58 x18 4.8 2 4.5 2 4.8 4.5
1 1266 23.04 20.25 8.38 x Ast 81 23.04 20.25 0.3 1 43.29 25.6296 x 27.933 Ast 2.79 1 242.5108 27.9333 214.5775 Ast Ast
1 0.00466m 2 / m 0.466 cm 2 / cm 214.58
t ' t.
b a (m 1. Ast ) (b a) a = D/2 = 4.50 m b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38 t = 18 kg/cm² Ast = 0.500 cm/cm² = 0.005 m²/ m
t ' 18
4.80 4.50 (9.38 1).005 4.80 4.50
t ' 18
0.30 8.38 x0.005 0.30 0.0417 0.30 0.30
t ' 18 x1.139 20.502 kg / cm² Pc
Ast.st a
Pc
0.50 x2110 2.344 kg / cm² 450
mr b 2 a 2 (b 2 a 2 ) / mc m 1 Pr t ' x mc 2 2.b 2 Ec 2 mc 1 Er
dimana :
mr² = 6 mr =5 Er = 0.9 x 105 kg/ cm² Ec = 2.25 x 105 kg/cm2 a = 4.50 m
4 - 25
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m t = 20.502 kg/cm²
6 2 2 2 2 6 1 x 4.80 4.50 4.80 4.50 / 5 Pr 20.502 25 2 x 4.80 2 2.25 x10 5 25 1 0.9 10 5
Pr 20.502
0.7713 x10 5 23.04 20.25 23.04 20.25 / 5 x 2 x 23.04 2.3436 x10 5
Pr 6.7473 x
2.79 5 46.08
43.29
Pr = 6,7473 x 0,9515
= 6,42 kg/cm²
Internal water-water pressure head in normal condition P = 50 meter = 50 ton/ m²
= 50
10 3 kg / cm 2 5 kg / cm ² 4 10
P Pr 60%.Pc 5 6.42 60% x 2.344
5 6.42 1.406 5 7.826
4 - 26
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.12 Terowongan Beton dan Beton Bertulang
4 - 27
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.4
Perhitungan Desain Terowongan
Desain Penutup Terowongan (Plug) 4.4.1
Soal Terowongan Pengelak Bulat Diameter selesai = 8 m Tebal lining inti = 30 cm Tinggi tekan rencana = 100 m Tegangan yang bekerja Geser
Tekan
(kg/cm2)
(kg/cm2)
Batuan
1,40
10
Beton
1,60
20
Hitung panjang tembok penyumbat. Banyaknya knci dan dalamnya kunci Gambarkan sket tembok penyumbat terowongan yang diperlukan 4.4.2
Penyelesaian Gambar ukuran plug (tembok penyumbat).
Gambar 4.13 Detail Plug D = diameter terowongan selesai = 8 m = 800 cm t = tebal lining inti = 30 cm Ditaksir : d1 = dalamnya kunci ke batuan = 40 cm D3 = D + 2t + d1 = 800 + 60 + 40 = 900 cm Ditaksir : d2 = dalamnya kunci ke batuan = 10 cm D2 = D + d2 = 800 + 10 = 810 cm D1 = D + 2t = 800 + 60 =860 cm
4 - 28
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
1. Panjang Plug (Dinding Penyumbat) a. Gaya yang bekerja pada plug
F
.D3 2 4
xWxh
dimana : D3 = 900 cm W = Berat jenis air = 1 ton/ m3 = 10-3 kg/cm3 h = Tinggi tekan / energi = 100 m = 104 cm
F
.900 2 4
x10 3 x10 4
254,34 x10 4 x10 4
F 63,585 x10 5 kg ~ 6358500 kg b. Gaya geser yang dapat ditahan (antara batuan dan beton)
F ' D3.L.r dimana : D3 = 900 cm L = Panjang plug
r = tegangan geser yang diijinkan = 1.4 kg/ cm2 F ' .900.L.1.4 F ' 3956,4 xL c. Panjang plug = L Gaya geser yang dapat ditahan = Gaya yang bekerja pada plug F’ = F 3956,4 . L = 6358500 L = 1607,14 cm ~ 16.10 m d. Kontrol keamanan beton (antara beton lama dan beton baru) Gaya geser yang bekerja < gaya geser yang dapat ditahan
.D 2 2 4
xWxh .D 2.L.c
dimana : D2 = 810 cm W = 10-3 kg/cm3 h = 104 cm L = 1610 cm 4 - 29
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
c = Tegangan geser beton yang diijinkan = 1.60 kg/cm2
x 810 2 4
x 10 3 x 10 4 x 810 x 1610 x 1.60
20601.54 x10 2 x10 6551798.40 4 5150.38x103 6551798.40 5.15 x 10 6 6.55 x 10 6
5.15 6.55 Aman 2. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Batuan a. Tekanan Plug
F
=
x D32 4
xW x h
dimana : W = 10-3 kg/cm² h = 104 cm ditaksir d1 = dalamnya kunci pada batuan = 40 cm D3 = D + 2t + d1
F
x 900 2 4
= 800 + 60 + 40
= 900 cm
x 10 3 x 10 4 6358500 kg
b. Tekanan Perlawanan (pada pertemuan antara batuan dan beton) = F x D3 x d1 x n x r dimana :
D3 = 900 mm d1 = Lebar kunci batuan = 40 cm n = Jumlah kunci batuan r = Tegangan stress batuan = 10 kg/ cm²
F x 900 x 400 x n x10 F 1130400.n c. Jumlah Kunci Pada Batuan = n Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
1130400 .n 6358500 n 5.62 ~ 6 3. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Beton a. Tekanan Plug
F
x D2 2 4
xW x h
4 - 30
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
dimana : W = 10-3 kg/cm² h = 104 cm ditaksir d1 = dalamnya kunci pada beton = 10 cm D2 = D + d2 = 800 + 10
F
x 810 2 4
= 810 cm
x 10 3 x 10 4 5150380 kg
b. Tekanan Perlawanan = F x D2 x d 2 x n x c dimana :
D2 = 810 cm d2 = 10 cm n = Jumlah kunci batuan c = Tegangan stress beton = 20 kg/ cm²
F x 810 x10 x n x 20 F 508680.n c. Jumlah Kunci Pada Beton = n Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
508680 . n 5150380 n 10.12 n 11 L 16.10 1.46 m 11 11
4 - 31
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gambar 4.14 Potongan Plug
4 - 32
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.5
Perhitungan Desain Terowongan
Stabilitas Lereng Tanggul Untuk menentukan lereng tanggul keseimbangan massa tanah yang cenderung slip harus diselidiki. Dengan melakukan beberapa kali penyelidikan pada permukaan yang rawan slip, permukaan tersebut akan ditemukan, yakni permukaan yang harga faktor keamanannya minimum. Dalam metode Bishop, irisan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip, dibagi-bagi menjadi irisan-irisan vertikal (lihat gambar 4.11.)
Gambar 4.15 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas lereng Masing-masing irisan pada gambar 4.15 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada gambar 4.15. Gaya-gaya yang dimaksud ialah ; a. Berat irisan,
W = h l cos ;
dimana; W = berat irisan, kN
= berat volume tanah kN/m 3
h
= tinggi irisan, m
l
= Lebar irisan, m (l = b/cos = b sec )
= sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip. b. Reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antara butir N’ ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori. c. Gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada permukaan slip. T
c ' l N' tan F
4 - 33
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
dimana ; c’ =
tegangan kohesif efektif kN/m 2
l
lebar irisan, m
=
N’ =
tegangan normal efektif pada muka slip, kN/m 2
F =
faktor keamanan
’ =
Sudut efektif gesekan dalam
d. dan
e. Reaksi-reaksi antar irisan En dan En+1
Dalam metode Bishopl, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagai horizontal dan konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari satu persen. Untuk sembaran irigasi, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal ; W = N cos + T sin dan T
= s /F
dimana ; S =
tegangan geser, kN/m 2
l
lebar irisan, m
=
F =
faktor keamanan
Tekanan normal pada muka irisan adalah ;
N W s tan b F
ini mengacu kepada persamaan berikut ; F
1 R W sin
cb W tan sec X 1 tan tan / F R W sin
Persamaan ini harus dikerjakan untuk F dengan beberapa perkiraan berturutturut. Hasil perhitungan ini akan paling efektif jika dicantumkan dalam bentuk tabel (lihat tabel 4.3)
4 - 34
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Contoh ; Diketahui ; Tinggi tanggul 6.0 m dengan kemiringan 1:1.5 (gambar 4.16), terdiri dari dua lapisan dengan karakteristik tanah yang berbeda. Hitunglah ; Faktor keamanan untuk lingkaran slip dengan jari-jari R = 12,00 pada titik O. Jawab
; ♦
Ambil =10° untuk irisan n. 6 dan 20° untuk yang lain
♦
Andaikan F = 2.00
♦
Hitung W sind dan X dengan tabel 4.3
♦
Hitung F = X/W sin
Gambar 4.16 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0) Tabel 4.3 Metode Bishop-tabel perhitungan (Capper, 1976) (a) Irisan
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Sin
Tinggi
Berat
W
c.b + W tan
(m)
(kN)
Sin.
1 (tan . tan ) / F sec .
(kN)
(kN)
No.
(h)
x
f g
(kN)
1
-0.075
0.80
33.1
-2.5
75.8
0.984
77.0
2
0.108
2.20
91
9.9
96.9
1.104
95.6
3
0.296
3.20
138.5
41.0
117.1
1.009
116.1
4
0.488
3.80
164.5
80.2
126.6
0.873
145.0
5
0.650
3.30
99.3
64.5
82.5
0.878
94.0
6
0.792
1.25
38.8
30.7
28.4
0.680
41.8
1 kN = 97,59 kg
W Sin
X = 569.5
4 - 35
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
F
Perhitungan Desain Terowongan
X 569.5 2.54 W sin 223.8
Ulangi lagi perhitungan tersebut untuk lingkaran-lingkaran slip yang lain (selain titik O) sampai diperoleh harga F terkecil. Inilah lingkaran slip kritis. 4.6
Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkat Pintu)
4.6.1. Pendahuluan Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan transmisi yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi itu bisa berupa satu atau dua stang. Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat ditambah dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi. Gaya angkat adalah jumlah :
berat pintu (beban mati)
gaya air yang mengalir tegak lurus pada pintu, dan
gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis).
Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak pintu selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi ekstrem. Hal ini bisa terjadi: 1. Di bawah kondisi normal, pada waktu pintu ditutup rapat sama sekali. harus disediakan longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada stang tidak melebihi harga-harga kekuatan nominal. 2. Di bawah kondisi luar biasa: a. dengan menarik ke luar bagian persegi pintu, gaya-gaya geser di dalam alur pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu akan terblokir. b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tersangkut dibawah pintu; c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan. 4.6.2
Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi A. Tegangan Yang Dizinkan Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan stang, kondisi-kondisi berikut harus dipertimbangkan: 1. Kondisi normal (tidak terblokir)
harus dipakai tegangan yang diizinkan, 4 - 36
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan sudut geser oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi
2. Kondisi luar biasa
tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai.
B. Beban Maksimum Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor keamanan 2 pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang. Satu orang dapat menggerakkan gaya/ tenaga 400 N selama waktu yang singkat. Ini berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan ini adalah 2 X 400 N = 800 N. Beban yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30 menit atau lebih adalah 100 N. nilai banding antara beban maksimum yang mungkin dan beban minimal adalah 800 : 100 = 8 Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat berputar sebanyak 15-20 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan dengan as tegak atau datar sama saja. Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan transmisi itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi 1.6 kali harga-harga untuk satu orang. Apabila satu pintu mempunyai dua stang, maka masing-masing stang harus dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil 2/3 dari beban maksimum yang mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan di atas. C. Koefisien Gesekan Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien gesekan f antara sisi samping pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat (square). Apabila perbandingan h/b lebih kecil dari pada f, maka diperlukan dua stang. Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut
4 - 37
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 4.4 Harga-harga koefisien gesekan f Koefisien gesekan f Bergerak
Bahan yang dipakai
Tak bergerak
kering
basah
Besi tuang pada besi tuang
0.5
0.3
Sedikit dilumasi 0.15
kering
basah
-
-
Sedikit dilumasi 0.2
Besi tuang pada baja
0.2
-
-
0.25
-
-
Besi tuang pada perunggu
0.2
-
-
-
-
-
Baja pada baja
0.15
-
0.1
0.2
-
0.15
Baja pada perunggu
0.11
-
0.1
0.13
-
-
Perunggu pada perunggu
0.2
-
0.1
-
-
0.12
Kayu pada logam
0.5
0.3
0.2
0.7
0.6
-
Kayu pada kayu
0.4
-
0.1
0.5
-
0.2
Baja pada batu
-
-
-
0.5
-
-
Kayu pada batu
-
-
-
0.6
-
-
Dengan mempertimbangkan pemeliharan yang jelek, kotoran , korosi dan sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk berbagai komponen pekerjaan transmisi dengan 40 – 50 % dan untuk pengarah dengan 100%. Maksudnya, koefisen gesekan yang dianjurkan untuk gerakan baja pada perunggu adalah 0,15 bukannya 0.11 untuk perhitungan stang dan gir. Alur pengarah f=0.3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0.13 (tak bergerak). D. Perhitungan Untuk Stang Perhitungan pekerjaan transmisi dimulai dengan : 1. Menemukan beban tarik T pada stang. a). untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah : T = (G + W) b). untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah : T maks = n.T = n(G + W) dimana: G =
berat total pintu termasuk stangnya (berat mati)
W =
beban gesekan vertikal di dalam alur
W =
fH
f
koefisien gesekan
=
4 - 38
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
H =
beban gesekan maksimum pada pintu
n
faktor beban (= 8, perbandingan antara beban maksimum dan
=
nominal ) Untuk dua stang, gaya tarik maksimum pada masing-masing adalah 2/3 dari nominal maupun dari vertikal maksimum. 2. Gaya tekan as pada stang: a). untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah : P = (W-G) b). untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum Pmaks adalah : Pmaks n.(G W ).
tan maks tan min
3. Puntiran pada stang: Mw = (G+W).tan (max + ).rg dimana: Mw =
puntiran, Nm
d
diameter bagian luar stang, m
=
dk =
(d - 2t) diameter bagian tengah stang, m
rg =
jari-jari rata-rata stang, rg 1/4(d + dk ), m
s
ulir
=
=
sudut ulir (tan =
=
sudut gesekan
s ) dk
maks
= sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin
min
= sudut gesekan minimum (diberi pelumas)
Gambar 4.17 Tipe ulir
4 - 39
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4. Penentuan puntiran maksimum pada stang untuk kondisi tidak normal : Mw = n.(G+W).tan ( max + ).rg 5. Diameter minimum teras stang yang diperlukan ditentukan dengan memperhitungkan tekukan stang untuk gaya tekan maksimum dan puntiran maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan maksimum dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa dengan mengunakan diameter teras yang sudah dihitung. Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan: a. Tekanan: 2E.I
Pk
lk
2
: kondisi Pk ≥ P maks
b. Puntiran Mk
2..EI : kondisi Mk ≥ Mw lk
maks
c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran : Pk
2 M w maks Pk 1 Mk
*
Mk
*
P Mk 1 maks Mk
1/ 2
dimana: Pmaks
=
gaya desak maksimim pada stang, N
Mw
=
puntiran maksimum pada stang,Nm
lk
=
panjang tekukan, m
E
=
modulus elastisitas, N/m 2
I
=
1/64 d4 (momon lembam), m 4
dk
=
diameter teras stang, m
maks
E. Perencanaan Pekerjaan Transmisi a. Satu stang. Apabila digunakan satu stang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk pintu-pintu yang lebih kecil dari 1.00 sampai 1.20 m, maka pekerjaan transmisi dapat direncana sebagai berikut :
4 - 40
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat pintu, momen-momen berikut harus dipecahkan:
momen nominal untukmengangkat pintu: M1 = (G+W) tan ( max + ).rg
momen gesekan antara mur dan dudukan : Mw = (G+W).tan 2 *rn dimana: tan 2 =
koefisien gesekan antara mur dan dudukan
rn
jarak antara as stang dan bagian tengah dudukan.
=
Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh operator pintu : M=PxR dimana: R =
jari-jari roda tangan (m)
P =
gaya yang digunakan oleh operator pintu (Newton)
Karena M = M1 + M2, maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran pekerjaan transmisi sudah diketahui. b. Dua stang Momen nominal masing-masing stang untuk mengangkat pintu adalah : M1 = 1/2(G+W) tan (max + ).rg Momen gesekan bergantung pada :
Gaya tarik nominal
Koefisien gesekan
Jarak dari beban gesek ke as stang.
Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap stang adalah: Mw = ½.(G+W).tan 2 *rn Jumlah momen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+M2 Momen dorong adalah : M = 2 x 0.9 x 0.9(x0.8) x R x P
4 - 41
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
dimana : P
=
gaya maksimum 1 orang N
R
=
jari-jari roda tangan dari roda kapstan m
0,9
=
efisensi akibat kehilangan pada setiap transmisi
0.8
=
pengurangan jika roda dioperasikan oleh 2 orang
Momen untuk gerak ulir sama dengan momen dorong kali nilai banding gir. Nilai banding i, adalah perbandingan antara r.p.m. atau antara diameter roda gigi. Untuk pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai banding gir harus lebih kecil dari 6 atau 7.
i
n1 D1 6 sampai 7 n2 D2
Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai banding gir menjadi : i = i1+ i2 Nilai banding gir itu didapat dari : i
jumlah momen ulir 2 x M s kopel dorong M
Gambar 4.18 Gir pada pengangkat pintu c. Waktu Pengangkatan Setelah pekerjaan transmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu bisa dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak stang s, ulir membuat putaran h/s. Jumlah putaran roda tangan tergantung pada nilai banding gir i dan jumlahnya i x h/s. Sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat membuat 15 – 20 kali putaran per menit yang memberikan kecepatan putaran 0.63 m/dt. Satu putaran roda tangan memerlukan
2.R 3 .0 s 0.63
4 - 42
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 20 Waktu angkat maksimum: t
4.6.3
ixh 20 x s
Contoh Perhitungan Berikut contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong dengan lebar 1.80 dan tinggi 1.50 m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di atas dasar saluran peralihan adalah 1.80 m A. Perhitungan berat mati dan beban statis Beban yang harus diperhitungkan adalah: G =
berat mati pintu
H =
beban horisontal maksimum pada pintu
W =
gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah
T =
gaya tarik pada stang
P =
gaya tekan pada stang
Gambar 4.19 Pintu sorong
4 - 43
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gayagaya dibawah kondisi normal. Andaikan ada dua stang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan mur perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi ini ialah : fmaks = tan maks = 0.14 (maks = 8) dan koefisien gesekan minimum : fmin = tan min = 0.09 (min = 5) Andaikan diameter stang 52 mm dan ulir 8 mm, r = s/2 = 4 mm dk = d - 2t = 52 - 8 = 44 mm rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4 (52 + 44) = 24 mm tan =
hilir 8 0.053 dan 3.0 2 .rg 2x 24
Andaikan bahwa koefisien gesekan gesekan f antara pintu dan alur pengarah adalah 0.40. Berat total pintu, termasuk stangnya adalah : 1.
Pelat
1,86*1,50*0,012*7,8*104
2.
Baja alur
2*10,60*1,65*10
350 N
3.
Baja alur
1*10,60*1,80*10
190 N
4.
Baja siku
2*8,62*1,30*10
220 N
5.
Baja siku
1*13,4*1,80*10
240 N
6.
Stang
2*2,70*1/4*0,052*7,8*104
830 N
2.610 N
G = 4,400 N Beban horisontal maksimum akibat tekanan air pada pintu :
H
1.80 0.30 *1.50*1.80*10.000 = 28.400 N 2
Gaya gesekan antara pintu dan alur-alur pengarah, dengan mengandaikan koefisien gesekan untuk alur-alur tersebut, adalah : f = 0.40 (baja pada baja) W = f x H = 0.40 x 28.400 = 11.360 N
4 - 44
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Gaya-gaya angkat dan tekan diperoleh dari : W = 0,40 x 28.400 = 11.360 N
W = 11.360 N
G = weight of gate = 4.400 N
G = 4.400 N
W + G = 15.800 N
W–G
= 6.920 N
Gaya angkat total : T = W + G = 15.800 N Gaya tekan total : P = W - G = 6920 N Beban untuk masing-masing stang adalah 2/3 dari jumlah nominal dan beban maksimum. Gaya tarik nominal
: T = 2/3*15.800 = 10.530 N
Gaya tarik maksimum : T = 2/3 *8*15.800 = 84.270 N Gaya tekan nominal adalah : P = 2/3 * 6.920 = 4.610 N Gaya tekan maksimum didapat dari : P = 2/3 *8(G+W) (tan ( maks+)/ tan( min + )) P = 84.270 tan (8+3,0)/ tan(5+3,0) = 116.553 N Puntiran dibawah kondisi abnormal
adalah juga 8 kali puntiran selama
pengangkatan dibawah kondisi normal. Momen nominal adalah: MW = 2/3 (W+G) tan (maks + ) rg = 2/3*15.800*tan (8+3,0)*24*10-3 = 49,1 Nm Momen maksimum adalah : MW = 8*49,1 = 393.1 Nm Pada waktu menghitung tekukan, pintu harus dalam keadaan tertutup. Dalam keadaan demikian, tekukan atau panjang efektif menjadi maksimum : l k =1,70 m. Modulus elastisitas untuk baja adalah E = 210*109 N/m 2. Diameter teras dk = 44 mm. Momen polar kelembaman didapat dari : I
= .dk 4 /64 = * (44*10-3)4 /64 = 184*10-9 (m 4)
untuk mencek diameter teras kedua stang beban-beban puntiran dan desakan berikut harus diperhitungkan : a. Tekanan
: Pk
2 EI l2
4 - 45
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
3,14 2 * 210 *10 9 *184 *10 9 1,7 2
= 132*103 N : Pk ≥ Pmaks 132*103 > 116,5*103
Persyaratan
: Mk
b. Puntiran
2. .EI lk
2 * 3,14 * 210 *10 9 *184 *10 9 1,7 = 143*103 Nm : Mk ≥ Mw
Persyaratan
maks
143*103 ≥ 393,1*103
c. Kombinasi tekanan dan puntiran : 2 M w maks 3 132 * 10 1 Pk * Mk
393,1 2 132.10 1 3 143 *10 3
= 132*103 P Mk * Mk 1 maks Pk
1/ 2
116,5 *10 3 143 *10 1 132 *10 3
1/ 2
3
= 49,0*103 Nm Persyaratan untuk tekukan puntiran adalah : Pk * ≥ Pmaks : 132*103 ≥ 116,5*103 Mk * ≥ Mmaks : 49,*103 ≥ 393,1 Apabila persyaratan-persyaratan dibawah a,b dan c semuanya terpenuhi, maka diameter yang diandaikan untuk stang 52 mm adalah memadai untuk beban-beban tarik, tekanan dan puntiran. Tegangan-tegangan yang harus dicek : Tegangan tarik nominal :
4 - 46
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
T 1/ 4..dk
2
10.530
1/ 4 * 44 *10 3
2
6,93 *10 6 N / m 2 Tegangan tarik maksimum : maks
Tmaks 1 / 4..d k
2
84 .270
1 / 4 * * 44 * 10 3
2
= 55,4*106 n/m 2 Tegangan tarik maksimum adalah lebih kecil daripada tegangan luluh untuk Bj 50, yaitu 290 N/mm 2 atau 290*106 N/m 2. Tegangan tarik nominal yang dijinkan adalah 193*106 N/m 2. Perhitungan ulir dan diameter stang Jari-jari rata adalah rg = 1/4 (d + dk ), dimana d adalah diameter bagian luar dan dk adalah teras stang. Perbedaan antara kedua diameter adalah t = d - dk , jadi rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4 (dk + t). Andaikan t = n*d dan s= 2*t Persyaratan sudut ulir adalah a < w min, dimana w adalah sudut gesekan. Sudut puncak stang diperoleh dari : tan
s atau 2rg
tan
2t 2 * 1/ 2(dk t )
tan
2.n.dk tan min 2 * 1 / 2dk n.dk
karena tg min adalah koefisien gesekan f, hubungan antara diameter teras dan t bisa dinyatakan sebagai :
2n f (1 n)
4 - 47
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
atau
n
f 2 . f
Ini berarti bahwa t/dk ≥ *f/(2 - .f) atau t ≥ dk ** f/(2 - .f) Sudut minimum gesekan min = 5, jadi f = 0,09 dan t < 0,16 d10. Diameter teras dk adalah 44 mm dan t < 0,16*44 = 7 mm dan s= 2.x t = 8 mm. Sudut ulir didapat dari tan =
s 8 3, dan sudut puncak 2 .rg 2 * 24
stang lebih kecil dari sudut minimum gesekan (min= 5) Pekerjaan transmisi : Untuk gerakan ulir, diperlukan momen nominal : M1 = ½(W+G)*tan ((maks + )*rg = ½*15.800*tan 11,5*(24*10-3) = 36,9 Nm per stang. Jika dipakai bantalan peluru antara mur dan dukungan, maka koefisien gesekan bantalan peluru adalah f = 0,002. Apabila jarak antara pusat peluru dan as stang r= 0,0525 m, momen puntiran menjadi: M2 = r.1/2 ( W + G)*f = = 0,00525*1/2*15.800*0,002 = = 0,83 Nm Jumlah kopel yang diperlukan untuk menggerakkan ulir adalah : Ms = M1 + M2 = 36,9 + 0,83 = 37,7 Nm per stang. Andaikan pada setiap transmisi 10% hilang dan dipakai roda tangan dengan diameter 0,60 m untuk transmisi itu, maka momen yang digunakan oleh satu orang (T = 100 N) adalah : = 1*0,9*0,9*0,30*100 = 24,30 Nm Nilai banding gir i harus paling tidak :
i
2 * M s 2 * 37.7 3,1 ambil saja 4 M 24,30
4 - 48
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Waktu angkat didapatkan dari :
t
h *i 1,50 * 4 =37.5 menit 20 * s 20 * (8 *10 3 )
Apabila tinggi angkat h = 1.50 m, maka jumlah putarannya adalah 20 per menit dan ulir 8 mm. Waktu angkat akan berkurang apabila harga ulir s, dan jumlah putaran bertambah dan apabila besarnya nilai banding gir i berkurang. 4.7 4.7.1
Perhitungan Beton Perhitungan Plat Beton Pelayan A. Data Lebar bentang l
=
m
Tebal plat d
=
m
Bentang teoritis l+d
=
m
B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang Berat beban berguna
=
kg/m
Berat sendiri plat
=
kg/m
q =
kg/m
x 2400
Mq = 1/8.q.l2 Rq = 1/8.q.l C. Perhitungan tulangan Dipergunakan beton k 125 b = baja U 22
a = 1250 kg/cm 2 n =
0
40 kg/cm 2
30
a b x n
h=d-3= Ca
h n.M b. a
dari tabel didapat = 100.n.w =
’ =
4 - 49
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tulangan tarik A
100 .n.w .b.h ....cm 2 100 .n
cm 2
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 =
Dipakai Hw =
cm 2
A=
Tulangan bagi A = 20% x Hw =
Dipakai Vw =
cm 2 A=
cm 2
Tulangan miring
Ra = .................. = ............ kg/cm 2 100 x 7 / 8 x h
..... kg/cm 2 > 4.7.2
Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-Gorong A. Data Lebar bentang L’
=
m
Tebal plat d
=
m
Bentang teoritis L
=
m
Tebal tanah diatas gorong-gorong =
m
kelas jalan
kg
P
=
B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang I.
Dibawah saluran Berat air
=
ton/m
Berat pasangan
=
ton/m
Berat sendiri plat
=
ton/m
=
ton/m
q1 Mq1
= 1/8.q1.l2
=
Rq1
= 1/2 .q1 .l
=
II. Dibawah tanggul Beban berguna = 0,08 x p
=
ton/m
Berat tanah diatasnya x 1800
=
ton/m
Berat plat
=
ton/m
=
ton/m
x 2400 q2
4 - 50
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Mq2
= 1/8.q2.l2
=
Rq2
= 1/2 .q2 .l
=
III. Dibawah jalan inspeksi a. Akibat beban mati. berat beban berguna
=
ton/m
berat tanah diatasnya
x 1800
=
ton/m
berat plat
x 2400
=
ton/m
=
ton/m
q3 Mq3
= 1/8.q3.l2
=
Rq3
= 1/2 .q3 .l
=
b. Akibat beban hidup 1. Roda depan wals. p1
=P
=
ton
Mp1 = 1/4 . p1.l = Rp1 = p1
=
b
=
B
= b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar Mp1
=
.......... B
Rp1
=
.......... B
2. Roda belakang wals. p2
= 3/2 .P
=
Mp2
= 1/4 .P2.L
=
Rp2
= P2
=
b
=
B
= b + 1/3
=
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar Mp2
=
.......... B
4 - 51
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Rp2
=
Perhitungan Desain Terowongan
.......... B
Koefisien kejut. C = 1.35 - 0.5.
q = q Rp2
C= Mmax
= Mq3 + C.Mp2 =
Dmax
= Rg3 + C.Rp2 =
c. Perhitungan tulangan Mmax = Dmax = Dipergunakan beton K 125
b
= 40 kg/cm 2
baja U 22
a
= 1250 kg/cm 2
n
= 30
0
a b x n
h = ht – 3 = Ca
h n.M b. a
δ
didapat = 100.n.w
=
’ =
Tulangan tarik A
100 .n.w .b.h ....cm 2 100 .n
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = Dipakai Hw =
A=
cm 2
cm 2
Tulangan bagi A = 20% x Hw = Dipakai Vw =
cm 2 A=
cm 2
Tulangan miring
D maks = .................. = ............ kg/cm 2< = 5 kg/cm 2 100 x (7 / 8) x h
4 - 52
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 4.5 Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm 2 untuk lebar plat 100 cm Jarak Jumlah as-as batang dalam cm tiap-tiap m
Garis tengah dalam mm 6
8
10
12
14
16
19
22
7.0 7.5 8.0 8.5 9.0
14.29 13.33 12.50 11.76 11.11
4.04 3.77 3.53 3.33 3.14
7.18 6.70 6.28 5.91 5.59
11.22 10.47 9.82 9.24 8.73
16.16 15.08 14.14 13.31 12.57
21.99 20.52 19.24 18.11 17.10
28.73 26.81 25.13 23.65 22.34
40.51 37.81 33.45 33.37 31.52
54.30 50.81 47.51 44.72 42.23
9.5 10.0 10.5 11.0 11.5
10.53 10.00 9.53 9.10 8.70
2.98 2.83 2.69 2.57 2.46
5.29 5.03 4.79 4.57 4.37
8.27 7.85 7.48 7.14 6.83
11.90 11.31 10.77 10.28 9.83
16.20 15.39 14.66 13.99 13.39
21.16 20.11 19.15 18.28 17.48
29.86 28.36 27.01 25.78 24.66
40.01 38.01 36.20 34.55 33.05
12.0 12.5 13.0 13.5 14.0
8.34 8.00 7.70 7.41 7.15
2.36 2.26 2.17 2.09 2.02
4.19 4.02 3.87 3.72 3.59
6.54 6.28 6.04 5.82 5.61
9.42 9.05 8.70 8.38 8.08
12.83 12.32 11.84 11.40 11.00
16.76 16.08 15.47 14.89 14.36
23.63 22.69 21.82 21.01 20.26
31.67 30.41 29.24 28.16 27.15
14.5 15.0 15.5 16.0 16.5
6.90 6.67 6.46 6.25 6.06
1.95 1.89 1.82 1.77 1.71
3.47 3.35 3.24 3.14 3.05
5.42 5.24 5.07 4.91 4.76
7.80 7.54 7.30 7.07 6.85
10.62 10.26 9.93 9.62 9.33
13.87 13.41 12.97 12.57 12.19
19.56 18.91 18.30 17.73 17.19
26.21 25.34 24.52 23.76 23.04
17.0 17.5 18.0 18.5 19.0
5.89 5.72 5.56 5.41 5.27
1.66 1.62 1.57 1.53 1.49
2.96 2.87 2.79 2.72 2.65
4.62 4.49 4.36 4.25 4.14
6.65 6.46 6.28 6.11 5.95
9.05 8.79 8.55 8.32 8.10
11.82 11.49 11.17 10.87 10.58
16.68 16.21 15.75 15.33 14.92
22.36 21.72 21.12 20.55 20.01
19.5 20.0
5.15 5.00
1.45 1.41
2.58 2.51
4.03 3.93
5.80 5.65
7.89 7.69
10.31 10.05
14.54 14.18
19.49 19.01
Tabel 4.6
Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam 1 baris (diameter begel 8 jam)
mm
3
6 8 10 12
12.4 13.0 13.6 14.2
15.5 16.3 17.1 17.9
18.6 19.6 20.6 21.6
14 16 19 22
14.8 15.4 16.3 17.2
18.7 19.5 20.7 21.9
22.6 23.6 25.1 26.6
7
mm
3
21.7 22.9 24.1 25.3
24.8 26.2 27.6 29.0
25 28 32 36
18.1 19.6 21.6 23.6
23.1 25.2 28.0 30.8
28.1 30.8 34.4 38.0
33.1 36.4 40.8 45.2
38.1 42.0 47.2 52.4
26.5 27.7 29.5 31.3
30.4 31.8 33.9 36.0
40 45 50
25.6 28.1 30.6
33.6 37.1 40.6
41.6 46.2 50.6
49.6 55.1 60.6
57.6 64.1 70.6
Jumlah batang 4 5 6
Jumlah batang 4 5 6
7
4 - 53
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Tabel 4.7 Daftar besi bulat DIAMETER Inch mm 1/4 3/10 3/8 1/2 5/9 5/8 3/4 7/8 1 1 1/10 1 1/4 1 1/3 1 1/2 -
BERAT KELILING Kg/m2 (cm)
5 6 6.35 7 7.94 8 9.52 10 12 12.7 13 14 14.29 15 15.87 16 18 19.05 20 22 22.22 25 25.4 26 28 28.57 30 31.75 32 34 34.92 35 36 38 38.1 40
0.15 0.22 0.25 0.30 0.39 0.39 0.54 0.62 0.89 1.00 1.03 1.21 1.27 1.38 1.55 1.58 1.99 2.22 2.47 2.98 3.04 3.85 3.98 4.13 4.83 5.04 5.51 6.19 6.31 7.10 7.51 7.60 7.99 8.85 8.95 9.85
1.57 1.80 2.00 2.20 2.40 2.51 2.99 3.14 3.77 3.09 4.08 4.40 4.40 4.71 5.00 5.03 5.66 5.97 6.28 6.91 6.97 7.85 7.96 8.17 8.80 8.99 9.43 9.96 10.05 10.68 10.96 11.00 11.31 11.83 11.87 12.56
1
2
3
0.20 0.28 0.32 0.38 0.49 0.50 0.71 0.79 1.13 1.27 1.33 1.54 1.61 1.77 1.98 2.01 2.54 2.83 3.14 3.60 3.87 4.01 5.07 5.81 6.16 6.42 7.07 7.89 8.04 9.08 9.57 9.62 10.18 11.34 11.40 12.50
0.39 0.56 0.63 0.77 0.99 1.00 1.42 1.57 2.20 2.53 2.63 3.08 3.21 3.53 3.97 4.02 5.09 5.67 6.20 7.60 7.74 9.62 10.13 10.62 12.31 12.85 14.14 15.78 16.08 18.15 19.13 19.24 20.36 22.68 22.80 25.13
0.59 0.85 0.93 1.15 1.48 1.51 2.13 2.30 3.30 3.80 3.98 4.62 4.82 5.30 5.96 6.03 7.63 8.50 9.42 11.40 11.51 14.73 15.20 15.93 18.47 19.27 21.21 23.88 24.13 27.24 28.70 28.86 30.54 34.02 34.20 37.70
LUAS TAMPANG (cm2) 4 5 6 7 0.78 1.13 1.27 1.54 1.98 2.01 2.85 3.14 4.52 5.07 5.31 6.16 6.42 7.97 7.94 8.04 10.18 11.34 12.57 15.21 15.48 19.03 20.27 21.24 24.63 25.70 28.27 31.57 32.17 36.32 38.26 38.48 40.72 45.36 45.50 50.30
0.98 1.41 1.58 1.92 2.47 2.51 3.50 3.93 5.85 6.33 6.64 7.70 8.03 8.84 9.93 10.05 12.72 14.18 15.71 19.01 19.35 24.54 25.33 26.55 30.76 32.12 35.34 39.46 10.21 45.40 47.83 48.17 50.90 56.70 57.00 62.83
1.18 1.70 1.90 2.31 2.97 3.01 4.27 4.71 6.79 7.50 7.96 9.24 9.64 10.60 11.91 12.06 15.26 17.01 18.84 22.81 23.22 29.45 30.40 31.96 36.94 38.54 42.41 47.35 48.26 54.48 57.40 57.73 61.07 68.04 68.40 75.40
1.37 1.98 2.22 2.69 3.47 3.52 4.98 5.50 7.91 8.87 9.20 10.77 11.24 12.37 13.90 14.07 17.81 19.85 21.99 28.61 27.09 34.35 35.47 37.17 43.10 44.97 49.48 55.25 58.30 63.56 66.96 67.34 71.20 79.38 79.81 87.96
8
9
10
1.57 2.26 2.53 3.08 3.90 4.02 5.69 6.28 9.05 10.13 10.62 12.32 12.85 14.14 15.88 15.08 20.36 23.08 25.14 30.41 30.97 39.27 40.52 42.47 49.26 51.39 56.55 63.14 64.34 72.63 76.53 76.97 81.43 90.73 91.21 100.53
1.77 2.54 2.85 3.46 4.46 4.52 6.41 7.07 10.18 11.40 11.95 13.66 14.45 15.91 17.87 18.09 22.90 25.52 28.28 34.21 34.84 44.18 45.60 47.78 55.42 57.62 63.52 71.03 72.38 81.71 86.10 86.59 91.61 102.07 102.61 113.09
1.96 2.83 3.17 3.65 4.95 5.09 7.12 7.80 11.31 12.67 13.27 15.39 16.06 17.57 19.86 20.11 25.45 28.35 31.42 38.01 38.71 49.08 50.67 53.08 61.55 64.24 70.68 78.92 80.42 90.75 95.65 96.21 101.71 113.41 114.01 125.66
4.8 Analisa Struktur Bangunan Pengelak Bangunan Pengelak dibagi menjadi tiga (3) bagian yaitu : - Conduit - Portal - Terowongan Analisa Struktur disajikan pada halaman berikut ini :
4 - 54
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 55
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 56
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 57
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 58
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 59
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 60
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 61
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 62
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 63
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
ANALISA STRUKTUR BANGUNAN PENGELAK (PORTAL)
4 - 64
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 65
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 66
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 67
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 68
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 69
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 70
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 71
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 72
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 73
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 74
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 75
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 76
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4.9 Analisa Struktur Untuk Power Waterway Analisa struktur untuk power waterway adalah sebagai yang disajikan pada halaman berikut :
4 - 77
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 78
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 79
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 80
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 81
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 82
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 83
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 84
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 85
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
4 - 86
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Lampiran 1 Reflection Coefficient Average of the earth
40%
Snow melting late seasion freshly fallen
40 – 85 %
Desert plant species with harry leaf
30 – 40 %
Grass high and dry
31 – 33 %
Desert surface
24 – 28 %
Green crops completely shading the ground
24 – 27 %
Young crops partially shading the ground
15 – 24 %
Deciduous forest
15 – 20 %
Coniferous forest
12 – 16 %
Bare ground dry
10 – 15 %
Bare ground moist
12 – 16 %
Bare ground wet
8 – 10 %
Sand, wet- dray
9 – 18 %
Snowth clear water, 45 solar elevation
5%
Snowth clear water, 20 solar elevation
14%
Snowth clear water, 12 solar elevation
30%
Source : a. R.I list:
Smithsonian
Meteorogical
Tables.
Smithsonian
Institution 1958
Washington b. R. G. Barry R.E Chambers: A preliminary map of summer albedo over England and Wale Quarterly journal of the royal meteorogical society Vol. 02. 1966. London. c. S. Fritz : The albedo of the ground and atmosphere bulletin American meterological Society, 1948 vol 29 d. J. Kendo analysis of solar radiation and down wondleng wave radiation data in Japan, tohuku, university. Geophysics Volume 18,1967
Evaporation from the upper soil is 4 mm/day and 12 mm of water are available in it
If no rain during 3 days, it will be finished
The amount of 12 mm should be maintained firs before the rain being run off.
Java = 20% for average conditions for the mixed land
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Lampiran 2 Roughness (k) k
For
0.5
Water
1.0
Vegetated area
Lampiran 3 Mid Monthly Solar Radiation R on Horizontal Surface Outside The Atmosphere (mm H2O/day)
MONTH
JAN
FEB
MAR
APR
MAY
JUN
JUL
AUG
SEP
OCT
NOV
DEC
10 N LAT 5 N LAT 0 LAT 5 N LAT 10 N LAT
12.8 13.7 14.5 15.2 15.8
13.9 14.5 15.0 15.4 15.7
14.8 15.0 15.2 15.2 15.1
15.2 15.0 14.7 14.3 13.8
15.0 14.5 13.9 13.2 12.4
14.8 14.1 13.4 12.5 11.6
14.8 14.2 13.5 12.7 11.9
15.0 14.6 14.2 13.6 13.0
14.9 14.9 14.9 14.7 14.4
14.1 14.6 15.0 15.2 15.3
13.1 13.9 14.6 15.2 15.7
12.4 13.4 14.3 15.1 15.8
Lampiran 4 F1 =
A X(0.18+0.55 S) A+0.27
T
A
S 10% F1
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
0.304 0.342 0.385 0.432 0.484 0.541 0.603 0.671 0.746 0.828 0.917 1.013
0.124 0.131 0.138 0.145 0.151 0.157 0.162 0.168 0.173 0.177 0.182 0.186
S 20% F1
S 30% F1
S 40% F1
S 50% F1
S 60% F1
S 70% F1
S 80% F1
S 90% F1
S 100% F1
0.154 0.162 0.170 0.178 0.186 0.193 0.200 0.207 0.213 0.219 0.224 0.229
0.183 0.193 0.203 0.212 0.222 0.230 0.238 0.246 0.253 0.260 0.267 0.272
0.212 0.224 0.235 0.246 0.257 0.267 0.276 0.285 0.294 0.302 0.309 0.316
0.241 0.254 0.267 0.280 0.292 0.304 0.314 0.324 0.334 0.343 0.352 0.359
0.270 0.285 0.299 0.314 0.327 0.340 0.352 0.364 0.374 0.385 0.394 0.403
0.299 0.316 0.332 0.348 0.363 0.377 0.390 0.403 0.415 0.426 0.437 0.446
0.328 0.347 0.364 0.382 0.398 0.414 0.428 0.442 0.455 0.468 0.479 0.489
0.358 0.377 0.397 0.415 0.433 0.450 0.466 0.481 0.496 0.509 0.521 0.533
0.387 0.408 0.429 0.449 0.469 0.487 0.504 0.521 0.536 0.550 0.564 0.576
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Lampiran 5
F2 =
ed =
T
A
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
0.304 0.342 0.385 0.432 0.484 0.541 0.603 0.671 0.746 0.828 0.917 1.013
1/2 A X B X(0.56 -0.092(e.d) ) A+0.27
h x ea h 10% F2 3.186 3.401 3.641 3.874 4.068 4.309 4.511 4.727 4.899 5.056 5.228 5.345
h 20% F2 2.952 3.137 3.336 3.522 3.669 3.850 3.992 4.139 4.238 4.319 4.401 4.429
h 30% F2 2.783 2.935 3.101 3.252 3.363 3.498 3.594 3.688 3.730 3.750 3.766 3.724
h 40% F2 2.635 2.764 2.904 3.024 3.104 3.201 3.258 3.306 3.302 3.273 3.232 3.131
h 50% F2 2.505 2.614 2.730 2.823 2.877 2.940 2.963 2.970 2.925 2.853 2.759 2.609
h 60% F2 2.388 2.478 2.573 2.642 2.671 2.703 2.695 2.667 2.584 2.471 2.334 2.135
h 70% F2 2.280 2.353 2.428 2.475 2.481 2.486 2.449 2.388 2.270 2.121 1.942 1.699
h 80% F2 2.179 2.237 2.294 2.319 2.305 2.283 2.221 2.128 1.978 1.795 1.577 1.296
h 90% F2 2.085 2.127 2.167 2.174 2.139 2.093 1.982 1.886 1.705 1.489 1.235 0.917
h 100% F2 1.995 2.024 2.048 2.038 1.984 1.919 1.802 1.654 1.446 1.199 0.911 0.556
Lampiran 6
F3 =0,27 X 0,35X (ea - ed) A+0.27 ed =
T
A
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
0.304 0.342 0.385 0.432 0.484 0.541 0.603 0.671 0.746 0.828 0.917 1.013
h x ea h 10% F3 1.193 1.279 1.364 1.454 1.534 1.625 1.704 1.789 1.875 1.953 2.027 2.109
h 20% F3 1.060 1.138 1.212 1.292 1.363 1.445 1.515 1.590 1.667 1.736 1.802 1.875
h 30% F3 0.928 0.995 1.061 1.131 1.193 1.264 1.326 1.392 1.458 1.519 1.577 1.641
h 40% F3 0.785 0.796 0.909 0.969 1.022 1.084 1.136 1.193 1.250 1.302 1.352 1.406
h 50% F3 0.663 0.711 0.758 0.808 0.852 0.903 0.947 0.994 1.042 1.085 1.126 1.172
h 60% F3 0.530 0.569 0.606 0.646 0.682 0.722 0.757 0.795 0.833 0.868 0.901 0.937
h 70% F3 0.398 0.427 0.455 0.485 0.511 0.542 0.568 0.596 0.625 0.651 0.676 0.703
h 80% F3 0.265 0.284 0.303 0.323 0.341 0.361 0.379 0.398 0.417 0.434 0.451 0.469
h 90% F3 0.133 0.142 0.152 0.162 0.170 0.181 0.189 0.199 0.208 0.217 0.225 0.234
h 100% F3 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
Lampiran 7 Koefisien Standar Variable Hasper (T vs U)
T U T U T U T U T U T U T U T U T U
1 1.01 1.02 1.03 1.04 1.05 1.06 1.08 1.1 -1.86 -1.35 -1.28 -1.23 -1.19 -1.15 -1.12 -1.07 -1.02 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.2 2.4 2.6 -0.54 -0.46 -0.4 -0.33 -0.28 -0.22 -0.13 -0.04 +0.04 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 +0.44 +0.55 +0.64 +0.73 +0.81 +0.88 +0.95 +1.01 +1.06 15 16 17 18 19 20 21 22 23 +1.63 +1.69 +1.74 +1.80 +1.85 +1.89 +1.94 +1.98 2.02 30 31 32 33 34 35 36 37 38 2.27 2.3 2.33 2.36 2.39 2.41 2.44 2.47 2.49 45 46 47 48 49 50 52 54 56 2.65 2.67 2.69 2.71 2.73 2.75 2.79 2.83 2.86 70 72 74 76 78 80 82 84 86 3.08 3.11 3.13 3.16 3.18 3.21 3.23 3.26 3.28 100 110 120 130 140 150 160 170 180 3.43 3.53 3.62 3.7 3.77 3.84 3.91 3.97 4.03 300 350 400 450 500 600 700 800 900 4.57 4.77 4.88 5.01 5.13 5.33 5.51 5.56 5.8
1.15 -0.93 2.8 +0.11 9 +1.17 24 +2.06 39 2.51 58 2.9 88 3.3 190 4.09 1000 5.92
1.2 -0.85 3 +0.17 10 +1.26 25 +2.10 40 2.54 60 2.93 90 3.33 200 4.14 5000 7.9
1.25 -0.79 3.2 +0.24 11 +1.35 26 +2.13 41 2.56 62 2.96 92 3.35 220 4.24 10000 8.83
1.3 -0.73 3.4 +0.29 12 +1.43 27 +2.17 42 2.59 64 2.99 94 3.37 240 4.33 50000 11.08
1.35 1.4 -0.68 -0.63 3.6 3.8 +0.34 +0.39 13 14 +1.50 +1.57 28 29 +2.19 +2.24 43 44 2.61 2.63 66 68 3.02 3.05 96 98 3.39 3.41 260 280 4.42 4.5 80000 500000 12.32 13.74
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
DAFTAR PUSTAKA
1. Sub Dit Perencanaan Teknis, Direktorat
Irigasi I, Direktorat Jendral Pengairan
Departemen Pekerjaan Umum, dibantu oleh DHV. Consulting Engineering bekerja sama dengan PT. Indah Karya, Standar Perencanaan Irigasi, CV. Galang Persada Bandung 1986. 2. Prahlad Das (Profesor Design Civil), Design of Tunnels For Water Resources Development, WRDTC 1975. 3. PT. Indra Karya Consulting Engineers Kerja Sama Dengan PT. Wiratman & Assosiates, Review Detail Desain Waduk Jati Gede februari 2005.
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
RANGKUMAN MODUL : PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN BAB 1. Modul perhitungan desain terowongan ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai penyegaran bagi para jabatan ahli desain terowongan yang mengikuti pelatihan. Modul perhitungan desain terowongan ini terdiri dari : perhitungan Hidrologi, Hidrolika dan struktur. BAB 2. Perhitungan Hidrologi 1. Rumus debit rencana saluran irigasi.
Q
C NFR A e
2. Perhitungan curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu. 2.1
Cara Weduwen
Rn 2.2
mn xRp mp
Cara Haspers
Rx M.S.Nx S 2.3
1
2
M1 M M 2 M 1 2
Cara Gumbel
Rx X
Sx
YTR Yn .Sx Sn
X 2 X X n 1
3. Rata-rata curah hujan pada suatu Catchment 3.1
Arithmatik
R
Ra Rb Rc n
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
3.2
Perhitungan Desain Terowongan
Cara Thiessen
R
RaxFa RbxFb RcxFc Fa Fb Fc
4. Perhitungan Debit Banjir Rencana 4.1
Metode Rational
Qx
rx A
1 3, 6
Rx 24 rx 24 T 4.2
3
Metode Melchior
Q Aq 4.3
2
R 240
Metode Weduwen
Qq A
Rn
R 240
mn Rp mp
BAB 3. Perhitungan Hidrolika 3.1
Perhitungan dimensi Saluran Tersier Rumus yang dipakai :
A QV A
1
2
.(b b 2.h).R
V I 2 k .R 3 3.2
A
P
2
Perhitungan dimensi Saluran Primer Rumus yang dipakai :
A QV V k .R 3 I 2
1
2
A (n m).h 2
R n 2 m2 1 R A/ p
1
2
.h
V dihitung kembali, harus sama dengan Vbd
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
3.3
Perhitungan muka air maksimum / banjir rencana disungai.
3.4
Perhitungan ukuran terowongan yang ekonomis
f (d ) A.(1 c).(1 s).(P H ) A.(1 c).(1 s).(0) 100.n 2 Q 3 .T .u.C.D 16 / 3 3.5
Menghitung
dimensi
terowongan
dengan
menggunakan tabel dan
nomogram. BAB 4. Menghitung Struktur 4.1
4.2
Menghitung dimensi penyangga baja -
Beban batuan dihitung dengan cara Terzaghi atau Protodyakonov
-
Menghitung jarak pasak / blok dan jumlah blok
-
Menghitung jarak antar penyangga
Menghitung dimensi penyangga shotcrete -
Menghitung Besarnya b. (tinggi kerucut geser)
-
Menghitung Pi (tekanan radial pada lining) 2 sin
Pi = Po (1-sin ) . (r / R) 1sin -
Po = W . H
-
Menghitung tebal shotcrete
Menghitung dimensi penyangga shotcrete dengan tulangan -
Menghitung tekanan Radial yang dipikul baja.
Pi S 4.3
As.(k 1).c b / 2. sin .
Menghitung tebal Shotcrete (d)
Menghitung dimensi shotcrete dengan tulangan dan angker. -
Menghitung tekanan radial yang dipikul tulangan (Pis )
-
Menghitung tekanan radial yang dipikul beton (Pic )
-
Menghitung tekanan radial yang dipikul Angker (PiA)
Tr Pi s Pi c Pi A Tr Pi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
4.4
Perhitungan Desain Terowongan
Menghitung dimensi lining beton a. Terowongan Bulat (beton tanpa tulangan) aliran bebas. Menghitung tambahan tegangan tekan (P)
P
c.(b 2 a 2 ) 2.b 2
Menghitung tambahan tegangan geser (P)
P
d .c b / 2. sin
b. Terowongan tapal kuda standar (beton tanpa tulangan) aliran bebas. Menghitung tambahan tegangan tekan (P)
P
c.(b 2 a 2 ) 2.b 2
Menghitung tambahan tegangan geser (P)
P
d .c b / 2. sin
c. Terowongan bulat bertekanan (beton tanpa tulangan). Menghitung tegangan tekan pada batuan
mr 2 2 2 2 mr 1 x b a b a Pr t mc 2 2.b 2 Ec 2 mc 1 E
Menghitung tegangan tekan pada beton
Pc
t (b 2 a 2 ) (b 2 a 2 )
P 70 metres 70 ton / m 2 70 x
10 3 kg / cm 2 7 kg / cm 2 4 10
Pc P Pr Pw Pq
r.(b 2 a 2 ) 2.b 2
c.(b 2 a 2 ) 2.b 2
Pw P Pr Pc Pq Pw Pr Pc
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
Perhitungan Desain Terowongan
d. Terowongan bulat bertekanan (beton dengan tulangan) Menghitung luas penampang tulangan (Ast)
I t b 2 a 2 m 1 x Ast at b 2 a 2 b a
t ' t.
Pc
b a (m 1. Ast ) (b a)
Ast.st a
mr 2 2 2 2 m 1 x b a (b a ) / mc Pr t ' mc 2 2.b 2 Ec 2 mc 1
Er
P = 50 meter = 50 ton/ m²= 50
10 3 kg / cm 2 5 kg / cm ² 4 10
P Pr 60% 4.5
Perhitungan dimensi penutup (Plug) a. Mencari panjang plug -
Menghitung gaya yang bekerja pada plug
F -
.D3 2 4
xWxh
Menghitung gaya geser yang dapat ditahan
F ' D3.L.r -
Menghitung panjang plug
L -
. D 32
xW .h .D3.r 4
Kontrol keamanan beton
.D 2 2 4
xWxh .D 2.L.c
b. Mencari jumlah kunci / gigi pada batuan -
Menghitung tekanan pada plug
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA
F -
x D32 4
Perhitungan Desain Terowongan
xW x h
Menghitung tekanan perlawanan gigi batuan
F x D3 x d1 x n x r -
Menghitung jumlah kunci / gigi pada batuan (n)
x D3 2 n
xW x h 4 x D3 xd1 xn
Tebal kunci = L / n. c. Mencari jumlah kunci / gigi pada beton -
Menghitung tekanan pada plug
F -
x D2 2 4
xW x h
Menghitung tekanan perlawanan gigi beton
F x D2 x d 2 x n x r -
Menghitung jumlah kunci / gigi pada beton (n)
x D2 2
xW x h 4 n x D 2 xd 2 xn Tebal kunci = L / n.