40 Hafalan Hadits Pendek [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hadits nomor 1 Imaniat



‫اللددييين ُييسُرر‬ Ad diinu yusrun (HR Bukhari) Artinya: Agama itu mudah



Hadits nomor 2 Ibaadaat ‫صللةي‬ ‫ةميفلتاَيح ُايللجنصةة ُال ص‬ Miftaahul Jannati As Sholaah (HR Ahmad) Artinya: Kunci surga adalah shalat



Hadits nomor 3 Muamalaat َ‫س ُةمصنا‬ ‫لمين ُلغصشناَ ُفللليي ل‬ Man ghassyanaa fa laisa minnaa (HR Muslim) Artinya: Siapa yang curang bukan golongan kami



Hadits nomor 4 Muasyaraat ‫اللصسُليم ُقليبلل ُاللكللةم‬ Assalamu qablal kalam (HR Bukhari) Artinya: Ucap salam sebelum bicara



Hadits nomor 5 Akhlaqiyaat ‫ق‬ ‫علليييكيم ُبةاَل د‬ ‫صيد ة‬ ‘Alaykum bis shidqi (HR Muslim) Artinya: Hendaknya kalian berlaku jujur



Hadits nomor 6 Imaniat ‫نلماَ ُاليعلماَيل ُبةاَلنديلةةإة‬ Innamal a’maalu bin niyyaat (HR Bukhari) Artinya: Setiap amal sesuai dengan niatnya



Hadits nomor 7 Ibaadaat ‫طيهوُير ُلش ي‬ ‫ال ط‬ ‫طير ُاةليلماَةن‬



At thuhuuru syathrul imaan (HR Muslim) Artinya: Kebersihan adalah sebagian iman



Hadits nomor 8 Muamalaat َ‫س ُةمصنا‬ ‫ب ُنييهبلةة ُفللليي ل‬ ‫لمةن ُاينتلهل ل‬ Manintahaba nuhbatan fa laisa minnaa (HR Tirmizi) Artinya: Siapa merampas milik orang bukan golongan kami



Hadits nomor 9 Muasyaraat ‫ايللجنصية ُتليح ل‬ ‫ت‬ ‫ت ُأيقداةم ُاليصملهاَ ة‬ Al Jannatu tahta aqdaamil ummahaat (Kanzul Ummal) Artinya: Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu



Hadits nomor 10 Akhlaqiyaat ‫ب‬ ‫ض ل‬ ‫اةيجتلنةيبوُاايللغ ل‬ Ijtanibul ghadhab (Kanzul Ummal) Artinya: Jauhilah sifat pemarah



Hadits nomor 11 Imaniat ‫ل‬ ‫ا ُلاي‬ ‫ ُ ل ي‬:ُ ‫ل ُتليقوُيم ُالصسُاَلعية ُلعللىَ ُأللحدد ُيليقوُيل‬ Laa taquumus saa’atu ‘alaa ahadin yaquulu Allah… Allah… (HR Muslim) Artinya: Tidak akan datang kiamat selama masih ada yang mengucap Allah… Allah…



Hadits nomor 12 Ibaadaat ‫لالطدلعاَيء ُةسلليح ُايليميؤةمةن‬ Ad du’aau silaahul mu’min (Jamius Saghir) Artinya: Do’a adalah senjata orang beriman



Hadits nomor 13 Muamalaat ‫ا ُلعللييةه ُلولسلصلم ُالصراةشلي ُلوايليميرتلةشلي‬ ‫صصلىَ ُ ي‬ ‫ا ُ ل‬ ‫لللعلن ُلريسوُيل ُ ة‬ La’ana Rasulullahi (saw) ar rasyia wal murtasyia (HR Abu Daud) Artinya: Laknat Rasulullah (saw) kepada orang yang menyogok dan yang disogok



Hadits nomor 14 Muasyaraat ‫ضىَ ُايللوُالةةد‬ ‫ضىَ ُالصر د‬ ‫ب ُفي ُةر ل‬ ‫ةر ل‬ Ridhar Rabbii fii ridhal waalid (HR Tirmizi) Artinya: Ridha Allah terletak di dalam ridha orang tua



Hadits nomor 15 Akhlaqiyaat ‫ل ُبلةخييرل ُلو ل‬ ‫ب ُلو ل‬ ‫ل‬ ‫ل ُلمصناَرن‬ َ‫ل ُيليديخيل ُاللجننلة ُلخ ب‬ Laa yadkhulul jannata khabbun wa laa bakhiylun wa laa mannaan (HR Tirmizi) Artinya: Tidak akan masuk surga orang yang suka menipu, pelit dan mengungkit pemberian Hadits nomor 16 Imaniat ‫اللطدلعاَيء ُيمطخ ُياةلعلباَلدةة‬ Ad du’aau mukhkhul ibaadah (HR Tirmizi) Artinya: Do’a adalah inti ibadah



Hadits nomor 17 Ibaadaat ‫صلدقلةر‬ ‫ايللكلةلمية ُالطصيدبلية ُ ل‬ Al kalimatut thayyibatu shadaqah (HR Bukhari) Artinya: Berkata yang baik adalah sedekah Hadits nomor 18 Muamalaat ‫ب‬ ‫ايللميريء ُلملع ُلمين ُأللح ص‬ Al mar’u maa man ahabba (HR Muslim) Artinya: Seseorang akan bersama siapa yang dicintainya Hadits nomor 19 Muasyaraat ‫ليليديخيل ُايللجنصلة ُلقاَةطرع‬ Laa yadkhulul jannata qaati’un (HR Muslim) Artinya: Tidak akan masuk surga pemutus tali persaudaraan Hadits nomor 20 Akhlaqiyaat ‫يليديخيل ُايللجنصلة ُنلصماَرم ُلل‬



Laa yadkhulul jannata nammaamun (HR Muslim) Artinya: Tidak akan masuk surga penghasut Hadits nomor 21 Imaniat ‫ا ُلحيي ي‬ ‫ث ُلماَ ُيكين ل‬ ‫ت‬ ‫ق ُ ص ل‬ ‫اةتص ة‬ Ittaqillaha haitsu maa kunta (HR Tirmizi) Artinya: Takutlah kepada Allah dimana saja kamu berada Hadits nomor 22 Ibaadaat ‫لخيييريكيم ُلمين ُتللعلصلم ُيالقييرآْلن ُلولعلصلمهي‬ Khairukum man ta’allamal Qur’aana wa ‘allamahu (HR Bukhari) Artinya: Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya Hadits nomor 23 Muamalaat ‫ب ُايليميسُلةةم ُفييسُوُ ر‬ ‫ ُلوقةلتاَلييه ُيكيفرر‬،ُ ‫ق‬ ‫ةسلباَ ي‬ Sibaabul muslimi fusuuqun wa qitaaluhu kufrun (HR Tirmizi) Artinya: Mencaci seorang muslim adalah dosa dan memeranginya adalah kufur Hadits nomor 24 Muasyaraat ‫ا ُيوُم ُالقياَمة‬ ‫لمين ُلستللر ُيميسُلةةماَ ُلستللريه ُ ص ي‬ Man satara musliman satarahullaahu yaumal qiyamah (HR Muslim) Artinya: Siapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat



Hadits nomor 25 Akhlaqiyaat ‫لا ُيليرلحيم ُاي ُلمين ُ ل‬ ‫ل ُيليرلحيم ُالصناَلسل‬ Laa yarhamullaahu man laa yarhamunnaasa (HR Bukhari) Artinya: Tidak disayang Allah orang yang tidak sayang kepada manusia Hadits nomor 26 Imaniat َ‫لصداطل ُلعللىَ ُايللخييةر ُلكلفاَةعلةةها‬ Ad daallu ‘alal khairi kafaa’ilihi (HR Tirmizi) Artinya: Orang yang mengajak kebaikan mendapat pahala yang sama dengan orang yang diajaknya



Hadits nomor 27 Ibaadaat ‫ك‬ ‫ألينفةيق ُلياَ ُايبلن ُآْلدلم ُييينفليق ُلعلليي ل‬ Anfiq yabna Aadama yunfaq ‘alaik (HR Bukhari) Artinya: Berinfaqlah wahai anak Adam maka engkau akan dibalas Hadits nomor 28 Muamalaat َ‫ا ُلملسُاَةجيدلها‬ ‫ألح ط‬ ‫ب ُايلبةللةد ُإةللىَ ُ ة‬ Ahabbul bilaadi ilallaahi masaajiduha (HR Bukhari) Artinya: Tempat yang paling dicintai Allah di muka bumi adalah masjid-masjidnya Hadits nomor 29 Muasyaraat َ‫اليليليد ُياليعيليلاَ ُلخييرر ُةملن ُياليلةد ُالطسُيفللى‬ Al yadul ulya khairun minal yadis suflaa (HR Muslim) Artinya: Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah Hadits nomor 30 Akhlaqiyaat ‫الطدينلياَ ُةسيجين ُايليميؤةمةن ُلولجنصية ُايللكاَفةةر‬ Ad duniya sijnul mu’min wa jannatul kaafir (HR Muslim) Artinya: Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir Hadits nomor 31 Imaniat ‫لمين ُتللشبصله ُبةقليوُدم ُفلهيلوُ ُةمينهييم‬ Man tashabbaha bi qaumin fa huwa min hum (HR Abu Daud) Artinya: Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia akan digolongkan sebagai kaum tersebut Hadits nomor 32 Ibaadaat َ‫س ُةمصنا‬ ‫لمين ُلحلملل ُلعللييلناَ ُالدسُلللح ُفللليي ل‬ Man hamala ‘alainas silaaha fa laisa minnaa (HR Bukhari) Artinya: Barangsiapa menakut-nakuti dengan senjata kepada kami maka bukan golongan kami



Hadits nomor 33 Muamalaat ‫بللدـِّيغيوُا ُلعدني ُلولليوُ ُآْيلةة‬



Ballighuw anniy walau aayah (HR Bukhari) Artinya: Sampaikan dariku walau satu ayat



Hadits nomor 34 Muasyaraat ‫ل ُيليديخيل ُالجنصلة ُلمين ُ ل‬ ‫ل‬ ‫ل ُليأَلمين ُلجاَيريه ُبللوُائةقلهي‬ Laa yadkhulul jannata man laa ya’manu jaaruhu bawaa’iqahu (HR Muslim) Artinya: Tidak masuk surga orang yang tetanggannya tidak merasa aman dari gangguannya Hadits nomor 35 Akhlaqiyaat ‫اليليميسُلةيم ُلمين ُلسلةلم ُايليميسُلليميوُلن ُةمين ُلةلسُاَنةةه ُلويلةدةه‬ Al muslimu man salimal muslimuuna min lisaanihii wa yadihii(HR Bukhari) Artinya: Muslim sejati adalah orang yang selamat muslim lainnya dari keburukan lisannya dan kejahatan tangannya Hadits nomor 36 Imaniat ‫ا ُلليه ُبلييةة ُةفي ُاللجنصةة‬ ‫ل ُلميسُةجةدا ُلبنلىَ ُ ي‬ ‫لمين ُلبنلىَ ُ ة ن ة‬ Man banaa lillahi masjidan banallahu lahuu baytan fil jannah(HR Muslim) Artinya: Barangsiapa membangun masjid karena Allah maka Allah akan bangunkan rumah baginya di dalam surga Hadits nomor 37 Ibaadaat ‫صاَةباَ ُفللليه ُةميثيل ُأليجةرةه‬ ‫لمين ُلعصزىَّ ُيم ل‬ Man ‘azzaa musaaban falahu mitslu ajrih (HR Tirmizi) Artinya: Barangsiapa menghibur orang yang tertimpa musibah maka baginya pahala seperti orang yang tertimpa musibah Hadits nomor 38 Muamalaat ‫ا ُلوايللعلجللية ُةملن ُالصشيي ل‬ ‫طاَةن‬ ‫اللللناَية ُةملن ُ ص ة‬ Al-anaatu minallahi wal ‘ajalatu minas syaithan (HR Tirmizi) Artinya: Kehati-hatian datangnya dari Allah dan ketergesa-gesaan datangnya dari setan Hadits nomor 39 Muasyaraat ‫ليييللد ي‬ ‫غ ُايليميؤةمين ُةمين ُيجيحدر ُلمصرتلييةن‬ Laa yuldaghul mu’min min juhrim marratain (HR Bukhari) Artinya: Orang beriman tidak akan tersengat dua kali di lubang yang sama



Hadits nomor 40 Akhlaqiyaat ‫ق‬ ‫ال ط‬ ‫صيبلحية ُتليمنليع ُالدريز ل‬ As subhatu tamna’ur rizq (Musnad Ahmad) Artinya: Tidur di waktu pagi menjadi penghalang rizki



Perluُ kitaُ ketahuiُ dahuluُ pengertianُ anakُ zina.ُ Menurut ُ Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.,ُ dalamُ bukunya ُ Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Warisُ (hal.ُ 115),ُ anakُ zinaُ merupakanُ anakُ yangُ lahirُ dariُ hasilُ hubunganُ antaraُ seorang laki-laki ُ dan ُ seorang ُ perempuan, ُ saat ُ salah ُ satu ُ atau ُ keduanya ُ masih ُ terikat ُ dalam perkawinanُ lain.ُ Dalamُ Kompilasi Hukum Islam,ُ tergolongُ pulaُ sebagaiُ anakُ zinaُ adalah anakُ yangُ lahirُ sebagaiُ hasilُ hubunganُ orangُ tuaُ yangُ memangُ tidakُ mauُ melangsungkan pernikahanُ diُ antaraُ keduanya. Anakُ zinaُ berbedaُ denganُ anakُ diُ luarُ kawin,ُ Anakُ luarُ kawinُ menurutُ pengaturanُ KUHPer adalahُ anakُ yangُ dilahirkanُ diُ luarُ perkawinanُ keduaُ orangُ tua.ُ Dalamُ halُ ini,ُ keduaُ orang tuanyaُ tidakُ adaُ yangُ terikatُ denganُ pernikahanُ denganُ orangُ lain. Menurutُ KUHPerُ pasalُ 283,ُ anakُ yangُ dilahirkanُ karenaُ perzinaanُ atauُ penodaanُ darah, tidakُ bolehُ diakuiُ tanpaُ mengurangiُ ketentuanُ Pasalُ 273ُ KUHPerُ mengenaiُ anakُ penodaan darah. Oleh ُ karena ُ itu ُ berdasarkan ُ KUHPer, ُ anak ُ zina ُ tidak ُ berhak ُ mendapatkan ُ warisan ُ dari orang ُ tuanya. ُ Akan ُ tetapi ُ ia ُ mendapatkan ُ nafkah ُ sepatutnya ُ dari ُ orang ُ tuanya. ُ Hal ُ ini berdasarkanُ pasalُ 867ُ KUHPerُ : “Ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dan perzinaan atau penodaan darah. Undang-undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka.” Diُ sisiُ lain,ُ jikaُ merujukُ padaُ Undangُ Undangُ Nomorُ 1ُ Tahunُ 1974ُ tentangُ perkawinan, tidakُ dibedakanُ antaraُ anakُ diُ luarُ kawinُ danُ anakُ zina.ُ Yangُ diaturُ dalamُ UUُ Perkawinan hanyalahُ anakُ yangُ dilahirkanُ diُ luarُ perkawinan.ُ Anakُ yangُ dilahirkanُ diُ luarُ perkawinan mempunyaiُ hubunganُ perdataُ denganُ ibunyaُ danُ keluargaُ ibunyaُ (Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan).ُ Olehُ karenaُ adanyaُ hubunganُ perdataُ denganُ ibunya,ُ makaُ anakُ zinaُ yang lahirُ setelahُ berlakunyaُ UUُ Perkawinan,ُ bisaُ mendapatkanُ warisanُ dariُ ibunya.



Merujuk ُ pada ُ Putusan Mahkamah Konstitusi No.ُ 46/PUU-VIII/2010 mengujiPasal ُ 43 ayatُ (1)ُ UUP,ُ sehinggaُ pasalُ tersebutُ harus dibaca: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.” Berdasarkan ُ putusan ُ Mahkamah ُ Konstitusi ُ tersebut ُ diatas, ُ maka ُ anak ُ dilahirkan ُ di ُ luar perkawinanُ (ُ dalamُ putusanُ tidakُ disebutkanُ perbedaanُ anakُ zinaُ danُ anakُ diُ luarُ kawinُ ) dapatُ memilikiُ hubunganُ perdataُ dariُ pihakُ ayahnyaُ jikaُ dapatُ dibuktikanُ secaraُ ُ ilmiah. Jikaُ dapatُ dibuktikanُ secaraُ ilmiah,ُ makaُ anakُ tersebutُ biasُ mendapatkanُ warisُ dariُ pihak ayahُ biologisnya. Diُ lihatُ dariُ hukumُ Islamُ mengenaiُ anakُ zinaُ menurutُ fatwa ُ MUI,ُ makaُ anakُ hasilُ zina berhakُ mendapatkanُ warisُ wajibah. ُ ُ



Hak Waris Anak Zina 05/06/2014 · by Sean Ochan · in Paper. ·



Pendahuluan Warisُ atauُ penurunanُ kepemilikanُ hartaُ dariُ orangtuaُ ataupunُ saudaraُ merupakanُ masalah klasikُ yangُ tetapُ menjadiُ temaُ pentingُ dalamُ hukum,ُ baikُ ituُ hukumُ negaraُ maupunُ hukum agama. Dalamُ Islam,ُ warisُ telahُ ditetapkanُ ُ berdasarkanُ dalil-dalilُ Al-Qur’anُ danُ hadis.ُ Pembagian warisُ sudahُ ditetapkanُ denganُ jelasُ dalamُ Al-Qur’anُ surahُ al-Nisa’ُ ayatُ 11ُ danُ 175ُ serta surahُ al-Anfalُ ayatُ 75,ُ yaitu: ‫يوُصيكم ُا ُفي ُأولدكم ُللذكر ُمثل ُحظ ُالنثيين ُفإن ُكن ُنسُاَء ُفوُق ُاثنتين ُفلهن ُثلثاَ ُماَ ُترك ُوإن ُكاَنت ُواحدة ُفلهاَ ُالنصف‬ ‫ولبوُيه ُلكل ُواحد ُمنهماَ ُالسُدس ُمماَ ُترك ُإن ُكاَن ُله ُولد ُفإن ُلم ُيكن ُله ُولد ُوورثه ُأبوُاه ُفلمه ُالثلث ُفإن ُكاَن ُله ُإخوُة ُفلمه‬ َ‫السُدس ُمن ُبعد ُوصية ُيوُصي ُبهاَ ُأو ُدين ُآْباَؤكم ُوأبناَؤكم ُل ُتدرون ُأيهم ُأقرب ُلكم ُنفعاَ ُفريضة ُمن ُا ُإن ُا ُكاَن ُعليما‬ َ‫حكيما‬ Artinya: ُ “Allah ُ mensyari’atkan ُ bagimu ُ tentang ُ (pembagian ُ pusaka ُ untuk) ُ anak-anakmu. Yaituُ :ُ bahagianُ seorangُ anakُ lelakiُ samaُ denganُ bagahianُ duaُ orangُ anakُ perempuan;ُ dan jikaُ anakُ ituُ semuanyaُ perempuanُ lebihُ dariُ dua,ُ makaُ bagiُ merekaُ duaُ pertigaُ dariُ harta yangُ ditinggalkan;ُ jikaُ anakُ perempuanُ ituُ seorangُ saja,ُ makaُ iaُ memperolehُ separoُ harta. Dan ُ untuk ُ dua ُ orang ُ ibu-bapa, ُ bagi ُ masing-masingnya ُ seperenam ُ dari ُ harta ُ yang ditinggalkan,ُ jikaُ yangُ meninggalُ ituُ mempunyaiُ anak;ُ jikaُ orangُ yangُ meninggalُ tidak mempunyaiُ anakُ danُ iaُ diwarisiُ olehُ ibu-bapanyaُ (saja),ُ makaُ ibunyaُ mendapatُ sepertiga; jikaُ yangُ meninggalُ ituُ mempunyaiُ beberapaُ saudara,ُ makaُ ibunyaُ mendapatُ seperenam. (Pembagian-pembagianُ tersebutُ diُ atas)ُ sesudahُ dipenuhiُ wasiatُ yangُ iaُ buatُ atauُ (dan) sesudah ُ dibayar ُ hutangnya. ُ (Tentang) ُ orang ُ tuamu ُ dan ُ anak-anakmu, ُ kamu ُ tidak mengetahuiُ siapaُ diُ antaraُ merekaُ yangُ lebihُ dekatُ (banyak)ُ manfaatnyaُ bagimu.ُ Iniُ adalah ketetapanُ dariُ Allah.ُ Sesungguhnyaُ Allahُ Mahaُ Mengetahuiُ lagiُ Mahaُ Bijaksana.”ُ (Q.S.ُ alNisa’ُ ayatُ 11). ‫يسُتفتوُنك ُقل ُا ُيفتيكم ُفي ُالكللة ُإن ُامرؤ ُهلك ُليس ُله ُولد ُوله ُأخت ُفلهاَ ُنصف ُماَ ُترك ُوهوُ ُيرثهاَ ُإن ُلم ُيكن ُلهاَ ُولد ُفإن‬ ‫كاَنتاَ ُاثنتين ُفلهماَ ُالثلثاَن ُمماَ ُترك ُوإن ُكاَنوُا ُإخوُة ُرجاَل ُونسُاَء ُفللذكر ُمثل ُحظ ُالنثيين ُيبين ُا ُلكم ُأن ُتضلوُا ُوا ُبكل‬ ‫شيء ُعليم‬ Artinya:ُ “Merekaُ memintaُ fatwaُ kepadamuُ (tentangُ kalalah.ُ Katakanlah:ُ “Allahُ memberi fatwa ُ kepadamu ُ tentang ُ kalalah ُ (yaitu): ُ jika ُ seorang ُ meninggal ُ dunia, ُ dan ُ ia ُ tidak mempunyai ُ anak ُ dan ُ mempunyai ُ saudara ُ perempuan, ُ maka ُ bagi ُ saudaranya ُ yang perempuan ُ itu ُ seperdua ُ dari ُ harta ُ yang ُ ditinggalkannya, ُ dan ُ saudaranya ُ yang ُ laki-laki mempusakaiُ (seluruhُ hartaُ saudaraُ perempuan),ُ jikaُ iaُ tidakُ mempunyaiُ anak;ُ tetapiُ jika saudara ُ perempuan ُ itu ُ dua ُ orang, ُ maka ُ bagi ُ keduanya ُ dua ُ pertiga ُ dari ُ harta ُ yang ditinggalkan ُ oleh ُ yangُ meninggal. ُ Dan ُ jika ُ mereka ُ (ahli ُ waris ُ itu ُ terdiri ُ dari) ُ saudarasaudaraُ lakiُ danُ perempuan,ُ makaُ bahagianُ seorangُ saudaraُ laki-lakiُ sebanyakُ bahagianُ dua orangُ saudaraُ perempuan.ُ Allahُ menerangkanُ (hukumُ ini)ُ kepadamu,ُ supayaُ kamuُ tidak sesat.ُ Danُ Allahُ Mahaُ Mengetahuiُ segalaُ sesuatu.”ُ (Q.S.ُ al-Nisa’ُ ayatُ 176).



‫والذين ُآْمنوُا ُمن ُبعد ُوهاَجروا ُوجاَهدوا ُمعكم ُفأَولئك ُمنكم ُوأولوُا ُالرحاَم ُبعضهم ُأولىَ ُببعض ُفي ُكتاَب ُا ُإن ُا ُبكل‬ ‫شيء ُعليم‬ Artinya: ُ “Dan ُ orang-orang ُ yang ُ beriman ُ sesudah ُ itu ُ kemudian ُ berhijrah ُ serta ُ berjihad bersamamu ُ maka ُ orang-orang ُ itu ُ termasuk ُ golonganmu ُ (juga). ُ Orang-orang ُ yang mempunyaiُ hubunganُ kerabatُ ituُ sebagiannyaُ lebihُ berhakُ terhadapُ sesamanyaُ (daripada yangُ bukanُ kerabat)ُ diُ dalamُ kitabُ Allah.ُ Sesungguhnyaُ Allahُ Mahaُ Mengetahuiُ segala sesuatu.ُ (Q.S.ُ al-Anfalُ ayatُ 76). Jumhurُ ulamaُ menetapkanُ pembagianُ warisanُ berdasarkanُ ayat-ayatُ diُ atasُ yangُ diikuti oleh ُ syarat-syarat ُ tertentu. ُ Orang-orang ُ yang ُ berhak ُ mendapatkan ُ warisan ُ seperti ُ yang terteraُ padaُ surahُ al-Nisa’ُ merupakanُ orang-orangُ yangُ memilikiُ hubunganُ darahُ dalam sebuahُ pernikahanُ yangُ sahُ menurutُ ajaranُ Islam. Masalah ُ yang ُ timbul ُ selanjutnya ُ adalah ُ bagaimana ُ hak ُ waris ُ anak ُ yang ُ berasal ُ dari hubunganُ tanpaُ pernikahan.ُ Hubunganُ badanُ atauُ seksُ yangُ dilakukanُ tanpaُ adanyaُ ikatan pernikahanُ yangُ sesuaiُ denganُ syari’atُ Islamُ disebutُ zina,ُ sehinggaُ anakُ yangُ terlahirُ dari proses ُ tersebut ُ dinamakan ُ dengan ُ anak ُ zina. ُ Masalah ُ anak ُ zina ُ ini ُ banyak ُ menarik perhatianُ sarjanaُ muslimُ dimanaُ banyakُ karya-karyaُ dalamُ bidangُ fiqhُ yangُ membahas tentangُ statusُ danُ haknyaُ dalamُ keluarga. Dalamُ makalahُ iniُ akanُ dibahasُ tentangُ statusُ danُ hakُ warisُ yangُ berlakuُ bagiُ anakُ zina sertaُ sejauhmanaُ diaُ berhakُ atasُ warisanُ yangُ akanُ diterimanya. Pengertian dan Status Anak Zina Zinaُ berasalُ dariُ bahasaُ Arabُ yangُ berartiُ hubunganُ seksُ antaraُ laki-lakiُ danُ perempuan tanpaُ adaُ ikatanُ pernikahan.[1]ُ Dalamُ KBBIُ zinaُ dimaknaiُ sebagaiُ hubunganُ senggama antaraُ duaُ orangُ yangُ tidakُ memilikiُ ikatanُ pernikahanُ baikُ yangُ belumُ menikahُ maupun yangُ sudahُ menikah.ُ Sedangkanُ menurutُ Peterُ Salim,ُ zinaُ adalahُ hubunganُ seksualُ yang dilakukanُ olehُ pasanganُ yangُ bukanُ suami-isteriُ yangُ sahُ baikُ dalamُ agamaُ maupunُ hukum pemerintah.[2] Menurutُ al-Jurjani,ُ zinaُ adalahُ masuknyaُ alatُ kelaminُ priaُ keُ dalamُ alatُ kelaminُ wanita yangُ bukanُ miliknyaُ (isteriُ atauُ budak).[3]ُ Sedangkanُ menurutُ jumhurُ fuqahaُ zinaُ adalah memasukkanُ kelaminُ priaُ keُ dalamُ kelaminُ wanitaُ yangُ diharamkanُ dalamُ keadaanُ sadar tanpaُ adanyaُ unsurُ syubhat.[4] Dariُ beberapaُ pengertianُ diُ atasُ dapatُ diketahuiُ bahwaُ zinaُ adalahُ sebuahُ perbuatanُ yang terjadiُ dalamُ keadaanُ sadarُ danُ bisaُ membedakanُ yangُ manaُ hakُ danُ yangُ manaُ haram. Zinaُ dirincikan ُ padaُ bertemunya ُ duaُ kelaminُ yang ُ berbedaُ yang ُ manaُ pemilikُ kelamin tersebutُ tidakُ memilikiُ hubungan ُ yangُ sahُ baikُ dari ُ sudutُ pandangُ agamaُ maupunُ dari sudutُ pandangُ hukumُ negara.



Adapunُ yangُ disebutُ denganُ anakُ zinaُ adalahُ anakُ yangُ dilahirkanُ dariُ hubunganُ seksُ atau perkawinanُ yangُ tidakُ sah.ُ Dalamُ agamaُ Islam,ُ anakُ zinaُ adalahُ anakُ yangُ dihasilkanُ dari hubunganُ kelaminُ antaraُ duaُ yangُ yangُ tidakُ memenuhiُ syarat-syaratُ pernikahanُ atauُ tidak melakukanُ akadُ nikahُ sebelumُ terjadinyaُ hubunganُ seksُ tersebut.[5] Terkaitُ denganُ statusُ anakُ zina,ُ berdasarkanُ pengertianُ diُ atasُ anakُ zinaُ tidakُ memiliki dasarُ yangُ sahُ dalamُ keterikatanُ kepadaُ orangُ tuaُ dariُ sudutُ pandangُ hukumُ Islam.[6]ُ Akan tetapi,ُ dariُ segiُ biologisُ anakُ zinaُ memilikiُ hubunganُ darahُ danُ genُ yangُ diwariskanُ dari orangtuanya. ُ Jadi ُ secara ُ biologis ُ anak ُ zina ُ memiliki ُ hubungan ُ tetap ُ dan ُ terbukti keabsahannyaُ dariُ segiُ medis. Berdasarkan ُ pengertian ُ di ُ atas, ُ status ُ anak ُ zina ُ menjadi ُ status ُ yang ُ ngambang ُ dalam pernikahanُ karenaُ anakُ iniُ diproduksiُ dariُ duaُ orangُ yangُ tidakُ terikatُ hubunganُ pernikahan yang ُ sah. ُ Anak ُ zina ُ tidak ُ memiliki ُ kesalahan ُ atas ُ perbuatan ُ yang ُ dilakukan ُ oleh orangtuanyaُ karenaُ setiapُ anakُ yangُ terlahirُ beradaُ dalamُ keadaanُ suci.ُ Sepertiُ sabdaُ Nabi saw: َ‫صصلى‬ ‫ب ُلعين ُالطزيهةر د‬ ‫ضلي ُ ص ي‬ ‫لحصدثللناَ ُآْلديم ُلحصدثللناَ ُايبين ُألةبي ُةذيئ د‬ ‫ا ُلعينيه ُلقاَلللقاَلل ُالنصبةطي ُ ل‬ ‫ي ُلعين ُألةبي ُلسلللملة ُيبةن ُلعيبةد ُالصريحلمةن ُلعين ُألةبي ُهيلرييلرلة ُلر ة‬ ‫ا ُلعللييةه ُلولسلصلم ُيكطل ُلميوُيلوُدد ُييوُلليد ُلعللىَ ُايلفة ي‬ َ‫صلرانةةه ُأليو ُييلمدجلسُاَنةةه ُلكلمثلةل ُايلبلةهيلمةة ُتيينتليج ُايلبلةهيلملة ُهليل ُتللرىَّ ُةفيلها‬ ‫طلرةة ُفلأَ لبللوُايه ُييهلدوُلدانةةه ُأليو ُيينل د‬ ‫صي‬ ‫لجيدلعاَلء‬ Artinya:ُ “Setiapُ anakُ ituُ dilahirkanُ dalamُ keadaanُ suciُ (fithrah),ُ orangtuanyaُ yangُ membuat iaُ menjadiُ seorangُ Yahudiُ atauُ Nasraniُ atauُ Majusiُ sepertiُ seekorُ hewanُ yangُ melahirkan anaknya,ُ apakahُ kamuُ melihatُ kecacatanُ padanya?”.ُ (HR.ُ Bukhari).[7] Dalamُ putusanُ yangُ dibuatُ olehُ Mahkamahُ Konstitusi,ُ anakُ zinaُ memilikiُ hubunganُ perdata denganُ ibunyaُ danُ keluargaُ ibunyaُ sertaُ denganُ ayahُ biologisnyaُ apabilaُ terbuktiُ secara ilmiahُ memilikiُ hubunganُ darahُ denganُ ayahnyaُ tersebut.ُ Majelisُ Ulamaُ Indonesiaُ dalam fatwanyaُ menyatakanُ bahwaُ anakُ zinaُ adalahُ anakُ yangُ terlahirُ dalamُ keadaanُ suci,ُ tidak membawaُ dosaُ turunanُ yangُ dilakukanُ olehُ orangtuanya.ُ Selainُ itu,ُ MUIُ jugaُ menetapkan statusُ anakُ zinaُ tidakُ memilikiُ hubunganُ nasab,ُ waliُ nikah,ُ waris,ُ danُ nafkahُ dariُ laki-laki yangُ menyebabkanُ kelahirannya.ُ Anakُ zinaُ hanyaُ mewarisiُ nasabُ danُ hak-hakُ dariُ ibunya. [8] Dalam ُ UU ُ No. ُ 1 ُ tahun ُ 1974 ُ Pasal ُ 42 ُ dijelaskan ُ bahwa ُ anak ُ yang ُ dilahirkan ُ di ُ luar perkawinanُ hanyaُ memilikiُ hubunganُ perdataُ denganُ ibunyaُ danُ keluargaُ ibunya,ُ halُ yang samaُ tercantumُ dalamُ kompilasiُ hukumُ Islamُ pasalُ 100ُ tentangُ pemeliharaanُ anak.ُ Dari keduaُ undang-undangُ tersebutُ dapatُ diketahuiُ bahwaُ statusُ anakُ zinaُ hanyaُ diakuiُ dariُ sisi ibuُ danُ keluargaُ ibunya,ُ iaُ tidakُ memilikiُ statusُ atauُ hakُ apapunُ dariُ sisiُ ayahُ biologisnya. Hadis Tentang Anak Zina Adapunُ hadis-hadisُ yangُ menjelaskanُ tentangُ anakُ zinaُ antaraُ lain: 1.



Sunan al-Turmuzy, Kitab Faraidh, bab Tentang Pembatalan Hak Waris Anak Zina.



،ُ َ‫ ُأيماَ ُرجلعاَهر ُبحرة ُأو ُأمة ُفاَلوُلد ُولد ُزنا‬:‫عن ُعمرو ُبن ُشعيب ُعن ُأبيه ُعن ُجده ُأن ُرسوُل ُا ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم ُقاَل‬ ‫ل ُيرث ُول ُيوُرث‬. Artinya: ُ Dari ُ ‘Amr ُ ibn ُ Syu’aib ُ ra ُ dari ُ ayahnya ُ dari ُ kakeknya ُ bahwa ُ rasulullah ُ saw bersabda: ُ “Setiap ُ orang ُ yang ُ menzinai ُ perempuan ُ baik ُ merdeka ُ maupun ُ budak, ُ maka anaknyaُ adalahُ anakُ hasilُ zina,ُ tidakُ mewarisiُ danُ tidakُ mewariskan“.ُ (HR.ُ Al-Turmudzi). Al-Turmuzi ُ menjelaskan ُ bahwa ُ anak ُ zina ُ tidak ُ mendapatkan ُ hak ُ waris ُ dari ُ ayah biologisnyaُ danُ begituُ jugaُ ayahnyaُ tidakُ mendapatkanُ hakُ warisُ dariُ anakُ hasilُ perbuatan zinaُ tersebutُ karenaُ nasabُ diantaraُ keduanyaُ terputusُ disebabkanُ tidakُ adaُ ikatanُ pernikahan antaraُ ibuُ danُ ayahnya.[9] 2.



Sunan Abu Dawud, Kitab al-‘Itsq, Bab fi ‘Itsq Walad al-Zina.



‫ا ُلعللييةه‬ ‫صصلىَ ُ ص ي‬ ‫ا ُ ل‬ ‫لحصدثللناَ ُإةيبلراةهييم ُيبين ُيموُلسىَ ُأليخبللرلناَ ُلجةريرر ُلعين ُيسهلييةل ُيبةن ُألةبي ُ ل‬ ‫ح ُلعين ُألةبيةه ُلعين ُألةبي ُهيلرييلرلة ُلقاَلللقاَلل ُلريسوُيل ُ ص ة‬ ‫صاَلة د‬ ‫ق ُلولللد ُةزينيلدة‬ ‫ا ُلعصز ُلولجصل ُأللح ط‬ ‫ي ُةمين ُألين ُأليعتة ل‬ ‫ب ُإةلل ص‬ ‫لولسلصلم ُلولليد ُالدزلناَ ُلشطر ُالثصللثلةة ُو ُلقاَلل ُأليبوُ ُهيلرييلرلة ُلللين ُأيلمتدلع ُبةلسُيوُدط ُةفي ُلسةبيةل ُ ص ة‬ Artinya:ُ Telahُ menceritakanُ kepadaُ kamiُ Ibrahimُ binُ Musaُ telahُ mengabarkanُ kepadaُ kami Jarirُ dariُ Suhailُ binُ Abuُ Shalihُ dariُ Ayahnyaُ dariُ Abuُ Hurairahُ iaُ berkata,ُ “Rasululloh shallallohuُ ‘alaihiُ wasallamُ bersabda:ُ “Anakُ hasilُ zinaُ adalahُ orangُ burukُ ketiga.”ُ Abu Hurairah ُ berkata, ُ “Sungguh ُ aku ُ bersedekah ُ dengan ُ sebuah ُ cemeti ُ di ُ jalan ُ Alloh ُ ‘azza wajallaُ adalahُ lebihُ akuُ sukaiُ daripadaُ membebaskanُ anakُ zina.”ُ (HR.ُ Abuُ Dawud). Hak Waris Anak Zina Warisanُ adalahُ berpindahnyaُ sesuatuُ dariُ seseorangُ kepadaُ orangُ lainُ atauُ dariُ sebuahُ kaum dariُ kaumُ yangُ lainُ baikُ ituُ berupaُ harta,ُ ilmuُ maupunُ hal-halُ lainnya.[10]ُ Adapunُ hal-hal yangُ mengaturُ tentangُ warisanُ dalamُ Islamُ biasaُ disebutُ denganُ faraidhُ atauُ hukumُ waris, yaituُ hukumُ yangُ mengaturُ tentangُ pembagianُ warisan,ُ syarat-syaratُ penerimaُ waris,ُ serta kadarُ hartaُ yangُ dibagikanُ sesuaiُ denganُ ketentuanُ yangُ berlaku.[11] Adapunُ orang-orangُ yangُ berhakُ menerimaُ hartaُ warisanُ dalamُ Islamُ antaraُ lain: 1. Ashab al-Furudh, yaitu orang-orang yang memiliki hubungan darah dan terikat dalam pernikahan yang sah yang sudah ditentukan bagiannya sesuai dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis serta Ijma’ Ulama. 2. Ashab Nasab, yaitu orang-orang yang terikat dalam hubungan darah atau pernikahan yang sah menurut agama yang tidak termasuk dalam ashab al-furudh dan tidak ada ketentuan pasti tentang bagian hartanya. 3. Dzaw al-Arham, yaitu orang-orang yang memiliki hubungan darah atau ada ikatan pernikahan dengan orang yang meninggalkan warisan. Seperti saudara laki-laki ibu, saudara laki-laki ayah, saudara perempuan ibu atau ayah, cucu laki-laki dan cucu perempuan.[12]



Adapunُ rukun-rukunُ warisُ antaraُ lain:ُ pemberiُ warisan,ُ penerimaُ warisan,ُ danُ hartaُ yang diwariskan. ُ Adapun ُ syarat-syarat ُ terjadinya ُ pewarisan ُ antara ُ lain: ُ pemberi ُ waris ُ dalam keadaanُ meninggalُ baikُ secaraُ alamiُ maupunُ hasilُ keputusanُ orangُ yangُ berwenangُ (seperti hakim ُ atau ُ dokter), ُ ahli ُ waris ُ berada ُ dalam ُ keadaan ُ hidup ُ ketika ُ terjadi ُ penerimaan warisan. ُ Hal-hal ُ yang ُ menjadi ُ batalnya ُ hak ُ waris ُ diantaranya: ُ membunuh, ُ murtad ُ atau berbedaُ agama,ُ hilangُ tanpaُ diketahuiُ keberadaannya.[13] Berdasarkan ُ hadis ُ yang ُ telah ُ disebutkan ُ pada ُ pembahasan ُ sebelumnya, ُ anak ُ zina ُ tidak memilikiُ hakُ waris.ُ Selainُ itu,ُ iaُ jugaُ tidakُ termasukُ orangُ yangُ berhakُ menerimaُ waris berdasarkanُ ketentuanُ yangُ ditetapkanُ olehُ jumhurُ ulamaُ karenaُ tidakُ memilikiُ hubungan darahُ dariُ ikatanُ pernikahanُ yangُ sah.ُ Dalamُ halُ ini,ُ MUIُ memberikanُ fatwaُ bahwaُ anak zinaُ tidakُ memilikiُ hakُ warisُ dariُ ayahُ biogisُ danُ keluarganya.ُ Olehُ sebabُ itu,ُ ketentuan waris ُ anak ُ zina ُ di ُ Indonesia ُ berdasarkan ُ hukum ُ Islam ُ dan ُ fatwa ُ dari ُ MUI ُ hanya ُ bisa didapatkanُ dariُ ibuُ danُ keluargaُ ibunya. Fatwa MUI Terhadap Hak Waris Anak Zina Dalam Putusan MK FATWA MAJELISُ ULAMAُ INDONESIA Nomor:ُ ُ 11ُ Tahunُ 2012 Tentang KEDUDUKANُ ANAKُ HASILُ ZINAُ DANُ PERLAKUANُ TERHADAPNYA Komisiُ Fatwaُ Majelisُ Ulamaُ Indonesiaُ (MUI),ُ setelahُ : MENIMBANGُ : a.ُ ُ bahwaُ dalamُ Islam,ُ anakُ terlahirُ dalamُ kondisiُ suciُ danُ tidakُ membawaُ dosaُ turunan, sekalipunُ iaُ terlahirُ sebagaiُ hasilُ zina; b.ُ bahwaُ dalamُ realitasُ diُ masyarakat,ُ anakُ hasilُ zinaُ seringkaliُ terlantarُ karenaُ laki-laki yang ُ menyebabkan ُ kelahirannya ُ tidak ُ bertanggung ُ jawab ُ untuk ُ memenuhi ُ kebutuhan dasarnya, ُ serta ُ seringkali ُ anak ُ dianggap ُ sebagai ُ anak ُ haram ُ dan ُ terdiskriminasi ُ karena dalamُ akteُ kelahiranُ hanyaُ dinisbatkanُ kepadaُ ibu; c.ُ ُ bahwa ُ terhadap ُ masalah ُ tersebut, ُ Mahkamah ُ Konsitusi ُ dengan ُ pertimbangan memberikan ُ perlindungan ُ kepada ُ anak ُ dan ُ memberikan ُ hukuman ُ atas ُ laki-laki ُ yang menyebabkan ُ kelahirannya ُ untuk ُ bertanggung ُ jawab, ُ menetapkan ُ putusan ُ MK ُ Nomor 46/PUU-VIII/2010 ُ yang ُ pada ُ intinyaُ ُ mengatur ُ kedudukan ُ anak ُ yang ُ dilahirkan ُ di ُ luar perkawinanُ mempunyaiُ hubunganُ perdataُ denganُ ibunyaُ danُ keluargaُ ibunyaُ sertaُ dengan laki-lakiُ sebagaiُ ayahnyaُ yangُ dapatُ dibuktikanُ berdasarkanُ ilmuُ pengetahuanُ danُ teknologi



dan/atauُ alatُ buktiُ lainُ menurutُ hukumُ mempunyaiُ hubunganُ darah,ُ termasukُ hubungan perdataُ denganُ keluargaُ ayahnya; d.ُ bahwaُ terhadapُ putusanُ tersebut,ُ munculُ pertanyaanُ dariُ masyarakatُ mengenaiُ kedudukan anakُ hasilُ zina,ُ terutamaُ terkaitُ denganُ hubunganُ nasab,ُ waris,ُ danُ waliُ nikahُ dariُ anak hasilُ zinaُ denganُ laki-lakiُ yangُ menyebabkanُ kelahirannyaُ menurutُ hukumُ Islam; ُ e.ُ ُ bahwaُ olehُ karenaُ ituُ dipandangُ perluُ menetapkanُ fatwaُ tentangُ kedudukanُ anakُ hasil zinaُ danُ perlakuanُ terhadapnyaُ gunaُ dijadikanُ pedoman. MENGINGATُ : 1.ُ ُ Firmanُ Allahُ SWT: Firmanُ Allahُ yangُ mengaturُ nasab,ُ antaraُ lainُ : ‫ك ُقلةديةرا‬ ‫صيهةرا ُلولكاَلن ُلرطب ل‬ ‫لوهيلوُ ُالصةذي ُلخلل ل‬ ‫ق ُةملن ُايللماَةء ُبللشةرا ُفللجلعلليه ُنللسُةباَ ُلو ة‬ “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (QS. Al-Furqan : 54). Firmanُ Allahُ yangُ melarangُ perbuatanُ zinaُ danُ seluruhُ halُ yangُ mendekatkanُ keُ zina,ُ antaraُ lain: ‫لولل ُتليقلريبوُا ُالدزلناَ ُإةنصيه ُلكاَلن ُلفاَةحلشةة ُلولساَلء ُلسةبيةل‬ “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk “ (QS. Al-Isra : 32). ‫ضاَلع ي‬ ‫ا ُإةصل ُةباَيللح د‬ ‫ف ُللهي‬ ‫ك ُيليل ل‬ ‫ق ُلولل ُيليزينوُلن ُلولمن ُيليفلعيل ُلذلة ل‬ ‫س ُالصةتي ُلحصرلم ُ ص ي‬ ‫ق ُأللثاَماَ ة ُ ُيي ل‬ ‫ا ُإةللهةاَ ُآْلخلر ُلولل ُيليقتييلوُلن ُالنصيف ل‬ ‫لوالصةذيلن ُلل ُيليديعوُلن ُلملع ُ ص ة‬ ‫ب ُيليوُلم ُايلقةلياَلمةة ُلويليخلييد ُةفيةه ُيملهاَناَ ة‬ ‫ايللعلذا ي‬ “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosanya, yakni akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina” (QS. Al-Furqan: 68 – 69) Firmanُ Allahُ yangُ menjelaskanُ tentangُ pentingnyaُ kejelasanُ nasabُ danُ asalُ usulُ kekerabatan,ُ antaraُ lain: ‫ق ُلوهيلوُ ُيليهةدي ُالصسُةبيلل ُ ُايديعوُهييم ُةللباَئةةهيم ُهيلوُ ُأليقلسُ ي‬ ‫ا ُيليقوُيل ُايللح ص‬ ‫ا ُفلةإن ُلصيم‬ ‫لولماَ ُلجلعلل ُأليدةعلياَءيكيم ُأليبلناَءيكيم ُلذلةيكيم ُقليوُلييكم ُبةأَ ليفلوُاةهيكيم ُلو ص ي‬ ‫ط ُةعنلد ُ ص ة‬ ‫تليعلليموُا ُآْلباَءهييم ُفلإ ةيخلوُانييكيم ُةفي ُالدديةن ُلولملوُاةلييكيم‬



“Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. (QS. Al-Ahzab: 4 – 5). ‫لولحللئةيل ُأليبلناَئةيكيم ُالصةذيلن ُةمين ُأل ي‬ ‫صللبةيكيم‬ “…. (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu) “ (QS. Al-Nisa: 23). Firmanُ Allahُ yangُ menegaskanُ bahwaُ seseorangُ ituُ tidakُ memikulُ dosaُ orangُ lain,ُ demikianُ jugaُ anakُ hasilُ zinaُ tidakُ memikulُ dosaُ pezina,ُ sebagaimanaُ firman-Nya: ‫س ُإة ص‬ ‫ل ُلعللييلهاَ ُلو ل‬ ‫لو ل‬ ‫ل ُتلةزير ُلواةزلررة ُةويزلر ُأييخلرىَّ ُثيصم ُإةللىَ ُلربديكم ُصميرةجيعيكيم ُفليينلبدئييكم ُبةلماَ ُيكنتييم ُةفيةه ُتليختللةيفوُلن‬ ‫ل ُتليكةسُ ي‬ ‫ب ُيكطل ُنليف د‬ Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain526. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan. (QS. Al-An’am : 164) ‫صيدوةر‬ ‫ت ُال ط‬ ‫لولل ُتلةزير ُلواةزلررة ُةويزلر ُأييخلرىَّ ُثيصم ُإةللىَ ُلربديكم ُصميرةجيعيكيم ُفليينلبدئييكم ُبةلماَ ُيكنتييم ُتليعلميلوُلن ُإةنصيه ُلعةليرم ُبةلذا ة‬ “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. (QS. Al-Zumar: 7) Hadisُ Rasulullahُ SAW,ُ antaraُ lain: ُ ُ ُ ُ ُ a.ُ hadisُ yangُ menerangkanُ bahwaُ anakُ ituُ dinasabkanُ kepadaُ pemilikُ kasur/suamiُ dari perempuanُ yangُ melahirkanُ (firasy),ُ sementaraُ pezinaُ harusُ diberiُ hukuman,ُ antaraُ lain: ‫ا ُلعينلهاَ ُألنصلهاَ ُلقاَلل ي‬ ‫ا ُايبين‬ ‫ضلي ُ ص ي‬ ‫ت ُايختل ل‬ ‫ص ُلولعيبيد ُيبين ُلزيملعلة ُةفي ُيغللدم ُفللقاَلل ُلسيعرد ُهللذا ُلياَ ُلريسوُلل ُ ص ة‬ ‫لعين ُلعاَئةلشلة ُلر ة‬ ‫صلم ُلسيعيد ُيبين ُألةبي ُلوصقاَ د‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ي‬ ‫ص‬ ‫ش ُأةبي ُةمين‬ ‫ي ُأنصيه ُايبنييه ُاينظير ُإةللىَ ُلشبلةهةه ُلولقاَلل ُلعيبيد ُيبين ُلزيملعلة ُهللذا ُأةخي ُلياَ ُلريسوُلل ُ ة‬ ‫ص ُلعةهلد ُإةلل ص‬ ‫ألةخي ُيعيتبللة ُيبةن ُألةبي ُلوقاَ د‬ ‫ا ُيولةلد ُلعللىَ ُفةلرا ة‬ ‫ش‬ ‫ا ُلعللييةه ُلولسلصلم ُإةللىَ ُلشبلةهةه ُفللرلأىَّ ُلشبلةهاَ ُبليدةناَ ُبةيعيتبللة ُفللقاَلل ُهيلوُ ُلل ل‬ ‫صصلىَ ُ ص ي‬ ‫ا ُ ل‬ ‫لوةليلدتةةه ُفلنلظللر ُلريسوُيل ُ ص ة‬ ‫ك ُلياَ ُلعيبيد ُيبلن ُلزيملعلة ُايللوُلليد ُلةيلفةلرا ة‬ ‫ت ُفللليم ُيللر ُلسيوُلدلة ُقل ط‬ ‫ت ُلزيملعلة ُلقاَلل ي‬ ‫لولةيللعاَةهةر ُايللحلجير ُلوايحتلةجةبي ُةمينيه ُلياَ ُلسيوُلدية ُبةين ل‬ ‫ط ُ ُ ُرواه ُالبخاَرىَّ ُومسُلم‬ Dari ‘Aisyah ra bahwasanya ia berkata: Sa’d ibn Abi Waqqash dan Abd ibn Zam’ah berebut terhadap seorang anak lantas Sa’d berkata: Wahai Rasulallah, anak ini adalah anak saudara saya ‘Utbah ibn Abi Waqqash dia sampaikan ke saya bahwasanya ia adalah anaknya, lihatlah kemiripannya. ‘Abd ibn Zum’ah juga berkata: “Anak ini saudaraku wahai Rasulullah, ia terlahir dari pemilik kasur (firasy) ayahku dari ibunya. Lantas Rasulullah saw



melihat rupa anak tersebut dan beliau melihat keserupaan yang jelas dengan ‘Utbah, lalu Rasul bersabda: “Anak ini saudaramu wahai ‘Abd ibn Zum’ah. Anak itu adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan (firasy) dan bagi pezina adalah (dihukum) batu, dan berhijablah darinya wahai Saudah Binti Zam’ah. Aisyah berkata: ia tidak pernah melihat Saudah sama sekali. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) ‫ ُلعاَهلير ي‬،‫ ُإن ُفلةناَ ُابني‬،‫ ُياَ ُرسوُل ُا‬:‫ ُقاَم ُرجل ُفقاَل‬:‫عن ُعمرو ُبن ُشعيب ُعن ُأبيه ُعن ُجده ُقاَل‬ ‫ ُفقاَل‬،‫ت ُبأَمه ُفي ُالجاَهلية‬ ‫ ُوللعاَهر ُالحجر ُرواه ُأبوُ ُداود‬،‫ ُالوُلد ُللفراش‬،‫ ُذهب ُأمر ُالجاَهلية‬،‫ ُل ُدعوُة ُفي ُالسلم‬:‫رسوُل ُا ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم‬ “Dari ‘Amr ibn Syu’aib ra dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: seseorang berkata: Ya rasulallah, sesungguhnya si fulan itu anak saya, saya menzinai ibunya ketika masih masa jahiliyyah, rasulullah saw pun bersabda: “tidak ada pengakuan anak dalam Islam, telah lewat urusan di masa jahiliyyah. Anak itu adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan (firasy) dan bagi pezina adalah batu (dihukum)” (HR. Abu Dawud) b.ُ hadisُ yangُ menerangkanُ bahwaُ anakُ hazilُ zinaُ dinasabkanُ kepadaُ ibunya,ُ antaraُ lain: ‫قاَل ُالنبي ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم ُفي ُولد ُالزناَ ُ” ُلهل ُأمه ُمن ُكاَنوُا” ُرواه ُأبوُ ُداود‬ Nabi saw bersabda tentang anak hasil zina: “Bagi keluarga ibunya …” (HR. Abu Dawud) ُ ُ ُ ُ ُ c. ُ hadis ُ yang ُ menerangkan ُ tidak ُ adanya ُ hubungan ُ kewarisan ُ antara ُ anak ُ hasil ُ zina denganُ lelakiُ yangُ mengakibatkanُ kelahirannya,ُ antaraُ lain: ‫ ُ” ُأيماَ ُرجل ُعاَهر ُبحرة ُأو ُأمة ُفاَلوُلد ُولد‬:‫عن ُعمرو ُبن ُشعيب ُعن ُأبيه ُعن ُجده ُأن ُرسوُل ُا ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم ُقاَل‬ 1717ُ َّ‫ ُل ُيرث ُول ُيوُرث ُ” ُ ُرواه ُالترمذىَّ ُ– ُ ُسنن ُالترمذى‬،ُ َ‫زنا‬ “Dari ‘Amr ibn Syu’aib ra dari ayahnya dari kakeknya bahwa rasulullah saw bersabda: Setiap orang yang menzinai perempuan baik merdeka maupun budak, maka anaknya adalah anak hasil zina, tidak mewarisi dan tidak mewariskan“. (HR. Al-Turmudzi)



d.ُ hadisُ yangُ menerangkanُ laranganُ berzina,ُ antaraُ lain: َ‫ا ُلعينهقاَلغزوناَ ُمع ُرويفع ُبن ُثاَبت ُالنصاَري ُ ُقرية ُمن ُقرىَّ ُالمغرب ُيقاَل ُلهاَ ُ ُجربة ُ ُفقاَم ُفينا‬ ‫ضلي ُ ص ي‬ ‫عن ُأبي ُمرزوق ُ ُلر ة‬ ‫خطيباَ ُفقاَل ُأيهاَ ُالناَس ُإني ُل ُأقوُل ُفيكم ُإل ُماَ ُسمعت ُرسوُل ُا ُ ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم ُ ُيقوُل ُقاَم ُفيناَ ُيوُم ُ ُحنين ُ ُفقاَل ُ ُل‬ ‫يحل ُلمرئ ُيؤمن ُباَل ُواليوُم ُالخر ُأن ُيسُقي ُماَءه ُزرع ُغيره ُأخرجه ُالماَم ُأحمد ُو ُأبوُ ُداود‬ Dari Abi Marzuq ra ia berkata: Kami bersama Ruwaifi’ ibn Tsabit berperang di Jarbah, sebuah desa di daerah Maghrib, lantas ia berpidato: “Wahai manusia, saya sampaikan apa yang saya dengar dari rasulullah saw pada saat perang Hunain seraya berliau bersabda: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyirampan air (mani)nya ke tanaman orang lain (berzina)’ (HR Ahmad dan Abu Dawud)



e.ُ hadisُ yangُ menerangkanُ bahwaُ anakُ terlahirُ diُ duniaُ ituُ dalamُ keadaanُ fitrah,ُ tanpaُ dosa, antaraُ lain: ‫عن ُأبي ُهريرة ُرضي ُا ُعنه ُقاَل ُقاَل ُالنبي ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم ُكل ُموُلوُد ُيوُلد ُعلىَ ُالفطرة ُفأَبوُاه ُيهوُدانه ُأو ُينصرانه ُأو‬ ‫يمجسُاَنه ُرواه ُالبخاَرىَّ ُومسُلم‬ Dari Abi Hurairah ra ia berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap anak terlahir dalam kondisi fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang yahudi, nasrani, atau majusi. (HR al-Bukhari dan Muslim) 3.ُ Ijma’ُ Ulama,ُ sebagaimanaُ disampaikanُ olehُ Imamُ Ibnُ Abdilُ Barrُ dalamُ “al-Tamhid” (8/183)ُ apabilaُ adaُ seseorangُ berzinaُ denganُ perempuanُ yangُ memilikiُ suami,ُ kemudian melahirkanُ anak,ُ makaُ anakُ tidakُ dinasabkanُ kepadaُ lelakiُ yangُ menzinainya,ُ melainkan kepadaُ suamiُ dariُ ibunyaُ tersebut,ُ denganُ ketentuanُ iaُ tidakُ menafikanُ anakُ tersebut. ‫وأجمعت ُالمة ُعلىَ ُذلك ُنق ة‬ “َ‫ ُوجعل ُرسوُل ُا ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم ُكل ُولد ُيوُلد ُعلى‬،‫ل ُعن ُنبيهاَ ُصلىَ ُا ُعليه ُوسلم‬ ‫ ُإل ُأن ُينفيه ُبلعاَن ُعلىَ ُحكم ُاللعاَن‬،‫”فراش ُلرجل ُلحةقاَ ُبه ُعلىَ ُكل ُحاَل‬ Umat telah ijma’ (bersepakat) tentang hal itu dengan dasar hadis nabi saw, dan rasul saw menetapkan setiap anak yang terlahir dari ibu, dan ada suaminya, dinasabkan kepada ayahnya (suami ibunya), kecuali ia menafikan anak tersebut dengan li’an, maka hukumnya hukum li’an. Juga disampaikan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Kitab al-Mughni (9/123) sebagai berikut: ‫وأجمعوُا ُعلىَ ُأنه ُإذا ُولد ُعلىَ ُفراش ُرجل ُفاَدعاَه ُآْخر ُأنه ُل ُيلحقه‬ Para Ulama bersepakat (ijma’) atas anak yang lahir dari ibu, dan ada suaminya, kemudian orang lain mengaku (menjadi ayahnya), maka tidak dinasabkan kepadanya. 4. Atsar Shahabat, Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab ra berwasiat untuk senantiasa memperlakukan anak hasil zina dengan baik, sebagaimana ditulis oleh Imam al-Shan’ani dalam “al-Mushannaf” Bab ‘Itq walad al-zina” hadits nomor 13871. 5. Qaidah Sadd al-Dzari’ah, dengan menutup peluang sekecil apapun terjadinya zina serta akibat hukumnya. 6.



Qaidah ushuliyyah :



‫ال ُصل ُفي ُالنهي ُيقتضي ُفسُاَد ُالمنهي ُعنه‬



“Pada dasarnya, di dalam larangan tentang sesuatu menuntut adanya rusaknya perbuatan yang terlarang tersebut” ‫ل ُاجتهاَد ُفي ُموُرد ُالنص‬ “Tidak ada ijtihad di hadapan nash” ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 7.ُ Qaidahُ fiqhiyyahُ : ‫صةد‬ ‫لةيللوُلساَئةلل ُيحيكيم ُايللملقاَ ة‬ “ Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju “ ‫ضلرير ُيييدفليع ُبةقليدةر ُا ي ةليملكاَةن‬ ‫ال ص‬ “Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin”. ‫ضلرير ُ ل‬ ‫ضلرةر‬ ‫ل ُييلزايل ُةباَل ص‬ ‫ال ص‬ “Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan bahaya yang lain.” ‫ح‬ ‫ب ُايللم ل‬ ‫لديريء ُايللملفاَةسةد ُيمقلصدرم ُلعللىَ ُلجيل ة‬ ‫صاَلة ة‬ “Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat. ‫ضلرةر ُايللعاَدم‬ ‫ص ُلةلديفةع ُال ص‬ ‫ضلرير ُايللخاَ ط‬ ‫ييتللحصميل ُال ص‬ “Dharar yang bersifat khusus harus ditanggung untuk menghindarkan dharar yang bersifat umum (lebih luas).” ‫ض ي‬ َ‫ب ُأللخفدةهلما‬ ‫ضلرلراةن ُيريوةعلي ُأليعظليمهيلماَ ُ ل‬ ‫ت ُلميفلسُلدلتاَةن ُأليو ُ ل‬ ‫إةلذا ُتللعاَلر ل‬ ‫ضلرةرا ُةباَيرتةلكاَ ة‬ “Apabila terdapat dua kerusakan atau bahaya yang saling bertentangan, maka kerusakan atau bahaya yang lebih besar dihindari dengan jalan melakukan perbuatan yang resiko bahayanya lebih kecil.” ‫ف ُياةللماَةم ُلعللىَ ُالصرةعيصةة ُلمنييوُ ر‬ ‫صطر ي‬ ‫صلللحةة‬ ‫ط ُةباَيللم ل‬ ‫تل ل‬ “Kebijakan imam (pemerintah) terhadap rakyatnya didasarkan pada kemaslahatan.” MEMPERHATIKANُ :ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 1.ُ Pendapatُ Jumhurُ Madzhabُ Fikihُ Hanafiyyah,ُ Malikiyyah, Syafi’iyyah,ُ danُ Hanabilahُ yangُ menyatakanُ bahwaُ prinsipُ penetapanُ nasabُ adalahُ karena adanyaُ hubunganُ pernikahanُ yangُ sah.ُ Selainُ karenaُ pernikahanُ yangُ sah,ُ makaُ tidakُ ada akibatُ hukumُ hubunganُ nasab,ُ danُ denganُ demikianُ anakُ zinaُ dinasabkanُ kepadaُ ibunya, tidakُ dinasabkanُ padaُ lelakiُ yangُ menzinai,ُ sebagaimanaُ termaktubُ dalamُ beberapaُ kutipan berikut:



a.ُ Ibnُ Hajarُ al-‘Asqalani: ،‫ ُفإذا ُنفاَه ُبماَ ُيشرع ُله ُكاَللعاَن ُانتفىَ ُعنه‬،‫ ُأحدهماَ ُهوُ ُله ُماَلم ُينفه‬:‫ ُلقوُله ُ“الوُلد ُللفراش” ُمعنياَن‬:‫نقل ُعن ُالشاَفعي ُأنه ُقاَل‬ ‫ ُللزاني ُالخيبة‬:‫ ُأي‬،”‫ ُ“وللعاَهر ُالحجر‬:‫ ُ“وقوُله‬:‫ ُإذا ُتناَزع ُرب ُالفراش ُوالعاَهر ُفاَلوُلد ُلرب ُالفراش” ُثم ُقاَل‬:‫والثاَني‬ ‫ ُوجرت ُعاَدة ُالعرب‬،‫ ُحرماَن ُالوُلد ُالذي ُيدعيه‬:َ‫ ُومعنىَ ُالخيبة ُهنا‬،‫ ُيختص ُباَلليل‬:‫ ُوقيل‬،َ‫ ُالزنا‬:‫ ُواللع لهر ُبفتحتين‬،‫والحرماَن‬ ُ‫ ُوهو‬:‫ ُقاَل ُالنوُوي‬.‫ ُالمراد ُباَلحجر ُهناَ ُأنه ُيرجم‬:‫ ُوقيل‬،‫ ُونحوُ ُذلك‬،‫ ُله ُالحجر ُوبفيه ُالحجر ُوالتراب‬:‫أن ُتقوُل ُلمن ُخاَب‬ ‫ ُلن ُالرجم ُمخت ن‬،‫ضعيف‬ :‫ ُوقاَل ُالسُبكي‬،‫ ُوالخبر ُإنماَ ُسيق ُلنفي ُالوُلد‬،‫ ُولنه ُل ُيلزم ُمن ُرجمه ُنفي ُالوُلد‬،‫ص ُباَلمحصن‬ ‫ ُلتعم ُالخيبة ُكل ُزان‬،‫”والول ُأشبه ُبمسُاَق ُالحديث‬ Diriwayatkan dari Imam Syafe’i dua pengertian tentang makna dari hadist “ Anak itu menjadi hak pemillik kasur/suami “ . Pertama : Anak menjadi hak pemilik kasur/suami selama ia tidak menafikan/mengingkarinya. Apabila pemilik kasur/suami menafikan anak tersebut (tidak mengakuinya) dengan prosedur yang diakui keabsahannya dalam syariah, seperti melakukan Li’an, maka anak tersebut dinyatakan bukan sebagai anaknya. Kedua : Apabila bersengketa (terkait kepemilikan anak) antara pemilik kasur/suami dengan laki-laki yang menzinai istri/budak wanitanya, maka anak tersebut menjadi hak pemilik kasur/suami. Adapun maksud dari “ Bagi Pezina adalah Batu “ bahwa laki-laki pezina itu keterhalangan dan keputus-asaan. Maksud dari kata Al-‘AHAR dengan menggunakan dua fathah (pada huruf ‘ain dan ha’) adalah zina. Ada yang berpendapat bahwa kata tersebut digunakan untuk perzinaan yang dilakukan pada malam hari. Oleh karenanya, makna dari keptus-asaan disini adalah bahwa laki-laki pezina tersebut tidak mendapatkan hak nasab atas anak yang dilahirkan dari perzinaannya. Pemilihan kata keputus-asaan di sini sesuai dengan tradisi bangsa arab yang menyatakan “Baginya ada batu” atau : Di mulutnya ada batu” buat orang yang telah berputus asa dari harapan. Ada yang berpendapat bahwa pengertian dari batu di sini adalah hukuman rajam. Imam Nawawi menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah lemah, karena hukuman rajam hanya diperuntukkan buat pezina yang mukhsan (sudah menikah). Di sisi yang lain, hadist ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan hokum rajam, tapi dimaksudkan untuk sekedar menafikan hak anak atas pezina tersebut. Oleh karena itu Imam Subki menyatakan bahwa pendapat yang pertama itu lebih sesuai dengan redaksi hadist tersebut, karena dapat menyatakan secara umum bahwa keputus-asaan (dari mendapatkan hak anak) mencakup seluruh kelompok pezina (mukhsan atau bukan mukhsan). b.ُ Pendapatُ Imamُ al-Sayyidُ al-Bakryُ dalamُ kitabُ “I’anatuُ al-Thalibin”ُ juzُ 2ُ halamanُ 128ُ sebagaiُ berikut: ‫ولد ُالزناَ ُل ُينسُب ُلب ُوإنماَ ُينسُب ُلمه‬



Anak zina itu tidak dinasabkan kepada ayah, ia hanya dinasabkan kepada ibunya. c.ُ Pendapatُ Imamُ Ibnُ Hazmُ dalamُ Kitabُ al-Muhallaُ juzُ 10ُ halamanُ 323ُ sebagaiُ berikutُ : ‫والوُلد ُيلحق ُباَلمرأة ُإذا ُزنت ُو ُحملت ُبه ُول ُيلحق ُباَلرجل‬ Anak itu dinasabkan kepada ibunya jika ibunya berzina dan kemudian mengandungnya, dan tidak dinasabkan kepada lelaki. 2.ُ ُ ُ Pendapatُ Imamُ Ibnuُ Nujaimُ dalamُ ُ kitabُ “al-Bahrُ al-Raiqُ Syarhُ Kanzُ ad-Daqaiq”: ‫ث ُلولليد ُالدزلناَ ُلواللدلعاَةن ُةمين ُةجهلةة ُايليدم ُفلقل ي‬ ‫ت ُفليلةر ي‬ ‫ب ُيمينقلةطرع ُفللل ُيلةر ي‬ ‫لويلةر ي‬ ‫ث ُبةةه ُلوةمين ُةجهلةة ُايليدم ُلثاَبة ر‬ ‫ث ُبةةه ُأيصمهي‬ ‫ط؛ْ ُةللصن ُنللسُبليه ُةمين ُةجهلةة ُايلل ة‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ضاَ ُلل ُلغييير‬ ‫ض ُلل ُلغييير ُلولكلذا ُتلةرثييه ُأيطميه ُلوأييختييه ُةمين ُأيدمةه ُفلير ة‬ ‫لوأيخلته ُةمين ُايلدم ُةباَيلفلير ة‬ Anak hasil zina atau li’an hanya mendapatkan hak waris dari pihak ibu saja, karena nasabnya dari pihak bapak telah terputus, maka ia tidak mendapatkan hak waris dari pihak bapak, sementara kejelasan nasabnya hanya melalui pihak ibu, maka ia memiliki hak waris dari pihak ibu, saudara perempuan seibu dengan fardh saja (bagian tertentu), demikian pula dengan ibu dan saudara perempuannya yang seibu, ia mendapatkan bagian fardh (tertentu), tidak dengan jalan lain. 3.ُ ُ Pendapat ُ Imam ُ Ibn ُ ‘Abidin ُ dalam ُ Kitab ُ “Radd ُ al-Muhtar ُ ‘ala ُ al-Durr ُ al-Mukhtar” (Hasyiyah Ibn ‘Abidin)ُ sebagaiُ berikutُ : َ‫ويرث ُولد ُالزناَ ُواللعاَن ُبجهة ُالم ُفقط ُلماَ ُقد ُمناَه ُفىَ ُالعصباَت ُأنه ُل ُأب ُلهما‬ Anak hasil zina atau li’an hanya mendapatkan hak waris dari pihak ibu saja, sebagaimana telah kami jelaskan di bab yang menjelaskan tentang Ashabah, karena anak hasil zina tidaklah memiliki bapak. 4.ُ ُ ُ Pendapatُ Ibnuُ Taymiyahُ dalamُ kitabُ “al-Fatawaُ al-Kubra”ُ : ‫لكلماَ ُثلبل ل‬.ُ ‫ق ُلوللةد ُالدزلناَ ُإلذا ُلليم ُيليكين ُفةلراةشاَ ُ؟ ُلعللىَ ُقليوُللييةن‬ ‫ق‬ ‫ا ُلعللييةه ُلولسلصلم ُألنصيه ُأليللح ل‬ ‫لوايختللل ل‬ ‫صصلىَ ُ ص ي‬ ‫ت ُلعين ُالنصبةدي ُ} ُ ل‬ ‫ف ُايليعلللماَيء ُةفي ُايستةيللحاَ ة‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ،ُ ‫صلم ُةفيةه ُلسيعرد ُلولعيبيد ُيبين ُلزيملعلة‬ ‫ ُلفاَيختل ل‬،ُ ‫ص‬ ‫ ُلولكاَلن ُقليد ُأيحبللللهاَ ُيعيتبلية ُيبين ُأةبي ُلوقاَ د‬،ُ ‫ايبلن ُلوةليلدةة ُلزيملعلة ُيبةن ُايليسلوُةد ُيبةن ُلزيملعلة ُيبةن ُايليسلوُةد‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ ُفللقاَلل‬.ُ ‫ش ُأةبي‬ ‫لعةهلد ُإلل ص‬.ُ ‫ ُايبين ُألةخي‬:ُ ‫فللقاَلل ُلسيعرد‬ ‫ ُألةخي ُلوايبين ُلوةليلدةة ُأةبي ُ؛ْ ُيولةلد ُلعللىَ ُفةلرا ة‬:ُ ‫ ُفللقاَلل ُلعيبرد‬.ُ ‫ي ُألصن ُايبلن ُلوةليلدةة ُلزيملعلة ُهللذا ُايبةني‬ ‫ ُلولةيللعاَةهةر ُايللحلجير ُ؛ْ ُايحتلةجةبي ُةمينيه ُلياَ ُلسيوُلدية ُ{ ُللصماَ ُلرلأىَّ ُةمين‬،ُ ‫ش‬ ‫صصلىَ ُ ص ي‬ ‫النصبةطي ُ ل‬ ‫ ُهيلوُ ُللك ُلياَ ُلعيبيد ُيبين ُلزيملعلة ُايللوُلليد ُلةيلفةلرا ة‬:ُ ‫ا ُلعللييةه ُلولسلصلم‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫ث ُيدولن ُاليحيرلمةة‬ ‫ ُفللجلعلليه ُألخاَلهاَ ُةفي ُالةميلرا ة‬،ُ ‫ ُلشبلةهةه ُالبليدةن ُبةيعيتبللة‬. Para ulama berbeda pendapat terkait istilkhaq (penisbatan) anak hasil zina apabila si wanita tidak memiki pemilik kasur/suami atau sayyid (bagi budak wanita). Diriwatkan dalam hadist bahwa Rasulullah SAW menisbatkan anak budak wanita Zam’ah ibn Aswad kepadanya (Zam’ah), padahal yang menghamili budak wanita tersebut adalah Uthbah ibn Abi Waqqosh. Sementara itu, Sa’ad menyatakan : anak dari budak wanita tersebut adalah anak saudaraku (Uthbah), dan aku (kata sa’ad) ditugaskan untuk merawatnya seperti anakku sendiri”. Abd ibn Zam’ah membantah dengan berkata : “anak itu adalah saudaraku



dan anak dari budak wanita ayahku, ia dilahirkan di atas ranjang ayahku”. Rasulullah SAW bersabda: “anak itu menjadi milikmu wahai Abd ibn Zam’ah, anak itu menjadi hak pemilik kasur dan bagi pezina adalah batu”, kemudian Rasulullah bersabda : “Berhijablah engkau wahai Saudah (Saudah binti Zam’ah – Istri Rasulullah SAW)”, karena beliau melihat kemiripan anak tersebut dengan Utbah, maka beliau menjadikan anak tersebut saudara Saudah binti Zam’ah dalam hal hak waris, dan tidak menjadikannya sebagai mahram. 5.ُ ُ Pendapatُ Dr.ُ Wahbahُ al-Zuhailiُ denganُ judulُ “Ahkamُ al-Auladُ al-Natijinُ ‘anُ al-Zina” yangُ disampaikanُ padaُ Daurahُ ke-20ُ Majma’ُ Fiqhُ Islamiُ diُ Makkahُ padaُ 25ُ –ُ 29ُ Desember 2010ُ yangُ padaُ intinyaُ menerangkanُ bahwa,ُ jikaُ adaُ seseorangُ laki-lakiُ berzinaُ dengan perempuan ُ yang ُ memiliki ُ suami ُ dan ُ kemudian ُ melahirkan ُ anak, ُ terdapat ُ ijma ُ ulama, sebagaimana ُ disampaikan ُ oleh ُ Imam ُ Ibn ُ Abdil ُ Barr ُ dalam ُ “al-Tamhid” ُ (8/183) ُ yang menegaskan ُ bahwa ُ anak ُ tersebut ُ tidak ُ dinasabkan ُ kepada ُ lelaki ُ yang ُ menzinainya, melainkanُ kepadaُ suamiُ dariُ ibunyaُ tersebut,ُ denganُ ketentuanُ iaُ tidakُ menafikanُ anak tersebutُ melaluiُ li’an.ُ Sementara,ُ jikaُ iaُ berzinaُ denganُ perempuanُ yangُ tidakُ sedangُ terikat pernikahanُ danُ melahirkanُ seorangُ anak,ُ makaُ menurutُ jumhurُ ulamaُ madzhabُ delapan, anak ُ tersebut ُ hanya ُ dinasabkan ُ ke ُ ibunya ُ sekalipun ُ ada ُ pengakuan ُ dari ُ laki-laki ُ yang menzinainya.ُ Hal ُ iniُ karena ُ penasaban ُ anakُ kepada ُ lelakiُ yang ُ pezina ُ akanُ mendorong terbukanyaُ pintuُ zina,ُ padahalُ kitaُ diperintahkanُ untukُ menutupُ pintuُ yangُ mengantarkan pada ُ keharaman ُ (sadd ُ al-dzari’ah) ُ dalam ُ rangka ُ menjaga ُ kesucian ُ nasab ُ dari ُ perlikau munkarat. 6.ُ Pendapat,ُ saran,ُ danُ masukanُ yangُ berkembangُ dalamُ Sidangُ Komisiُ Fatwaُ padaُ RapatRapatُ Komisiُ Fatwaُ padaُ tanggalُ 3,ُ 8,ُ danُ 10ُ Maretُ 2011. Denganُ bertawakkalُ kepadaُ Allahُ SWT



MEMUTUSKAN MENETAPKANُ :ُ ُ ُ ُ FATWA TENTANG ANAK HASIL ZINA DAN PERLAKUAN TERHADAPNYA Pertama : Ketentuan Umum Diُ dalamُ fatwaُ iniُ yangُ dimaksudُ denganُ : 1. Anak hasil zina adalah anak yang lahir sebagai akibat dari hubungan badan di luar pernikahan yang sah menurut ketentuan agama, dan merupakan jarimah (tindak pidana kejahatan). 2. Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash



3. Ta’zir adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang menetapkan hukuman) 4. Wasiat wajibah adalah kebijakan ulil amri (penguasa) yang mengharuskan laki-laki yang mengakibatkan lahirnya anak zina untuk berwasiat memberikan harta kepada anak hasil zina sepeninggalnya.



Kedua : Ketentuan Hukum 1. Anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya. 2. Anak hasil zina hanya mempunyai hubungan nasab, waris, dan nafaqah dengan ibunya dan keluarga ibunya. 3. Anak hasil zina tidak menanggung dosa perzinaan yang dilakukan oleh orang yang mengakibatkan kelahirannya. 4. Pezina dikenakan hukuman hadd oleh pihak yang berwenang, untuk kepentingan menjaga keturunan yang sah (hifzh al-nasl). 5. Pemerintah berwenang menjatuhkan hukuman mengakibatkan lahirnya anak dengan mewajibkannya untuk :



ta’zir



lelaki



pezina



1.



mencukupi kebutuhan hidup anak tersebut;



2.



memberikan harta setelah ia meninggal melalui wasiat wajibah.



yang



6. Hukuman sebagaimana dimaksud nomor 5 bertujuan melindungi anak, bukan untuk mensahkan hubungan nasab antara anak tersebut dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.



Ketiga :ُ ُ ُ ُ Rekomendasi 1. DPR-RI dan Pemerintah diminta untuk segera menyusun peraturan perundangundangan yang mengatur: 1. hukuman berat terhadap pelaku perzinaan yang dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawani’ (membuat pelaku menjadi jera dan orang yang belum melakukan menjadi takut untuk melakukannya); 2. memasukkan zina sebagai delik umum, bukan delik aduan karena zina merupakan kejahatan yang menodai martabat luhur manusia. 2. Pemerintah wajib mencegah terjadinya perzinaan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.



3. Pemerintah wajib melindungi anak hasil zina dan mencegah terjadinya penelantaran, terutama dengan memberikan hukuman kepada laki-laki yang menyebabkan kelahirannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 4. Pemerintah diminta untuk memberikan kemudahan layanan akte kelahiran kepada anak hasil zina, tetapi tidak menasabkannya kepada lelaki yang menngakibatkan kelahirannya. 5. Pemerintah wajib mengedukasi masyarakat untuk tidak mendiskriminasi anak hasil zina dengan memperlakukannya sebagaimana anak yang lain. Penetapan nasab anak hasil zina kepada ibu dimaksudkan untuk melindungi nasab anak dan ketentuan keagamaan lain yang terkait, bukan sebagai bentuk diskriminasi.



Keempat :ُ ُ ُ ُ Ketentuan Penutup 1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di ke mudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.



Ditetapkanُ diُ ُ ُ ُ :ُ ُ Jakarta Padaُ tanggalُ ُ ُ ُ ُ :ُ ُ 18ُ Rabi’ulُ Akhirُ ُ ُ ُ 1433ُ H ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 10ُ Mُ aُ rُ eُ tُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 2012M



MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Kesimpulan Dariُ beberapaُ penjelasanُ diُ atasُ dapatُ diketahuiُ bahwaُ setiapُ anakُ terlahirُ dalamُ keadaan suciُ tanpaُ dosa.ُ Sebutanُ anakُ zinaُ munculُ dariُ perbuatanُ keduaُ orangtuanyaُ yangُ tidakُ bisa menahanُ nafsuُ sehinggaُ melakukanُ perbuatanُ seksُ tanpaُ adanyaُ ikatanُ pernikahan.ُ Dalam status ُ nasab, ُ anak ُ zina ُ hanya ُ terikat ُ pada ُ nasab ُ ibunya, ُ sedangkan ُ nasab ُ dari ُ ayahnya terputusُ karenaُ tidakُ adanyaُ ikatanُ pernikahanُ yangُ sahُ menurutُ agama.ُ Karenaُ sebabُ itu jugaُ anakُ zinaُ tidakُ mendapatkanُ hakُ warisُ dariُ ayahnya,ُ akanُ tetapiُ iaُ memilikiُ hakُ waris dariُ pihakُ ibunyaُ danُ keluargaُ ibunya. DAFTAR PUSTAKA



Al-Qur’anُ al-Karimُ danُ terjemahnya. Al-Bukhary,ُ Muhammadُ binُ Isma’ilُ binُ al-Mughirah,ُ Shahih al-Bukhary. Al-Jurjani,ُ Al-Ta’rifُ (Kairo:ُ Mustafaُ al-Halabi,ُ 1937). Al-Shabuny, ُ Muhammad ُ Ali, ُ al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Syari’ahُ (Makkah: ُ ‘Alam ُ alKutub,ُ 1985). Al-Turmuzy,ُ Muhammadُ binُ Isaُ binُ Saurah,ُ al-Jami’ al-Shahih. Anwar,ُ Moh.,ُ Faraidl: Hukum Waris Dalam Islamُ (Surabaya:ُ Al-Ikhlas,ُ 1981). Ensiklopedi Islamُ (Jakarta:ُ PTُ Ichtiatُ Baruُ Vanُ Hoeve,ُ tt). Fachruddin,ُ Fuadُ Mochd.,ُ Masalah Anak Dalam Hukum Islamُ (Jakarta:ُ Pedomanُ Ilmuُ Jaya, 1991). Halimah,ُ Nur,ُ Status Anak Zina,ُ Skripsiُ Fakultasُ Syariahُ UINُ Sunanُ Kalijaga,ُ Yogyakarta, 2011. Mahbub,ُ Muhammad, ُ Anak Zina dan Implikasinya Terhadap Hak-hak Kewarisan Dalam Perspektif Hukum Islam dan KUHPer, ُ Skripsi ُ Fakultas ُ Syari’ah ُ UIN ُ Sunan ُ Kalijaga, Yogyakarta,ُ 2003. Peter ُ Salim ُ dan ُ Yenni ُ Salim, ُ Kamus Bahasa Indonesia Kontemporerُ (Jakarta: ُ Modern Englishُ Press). Ramulyo,ُ Idris,ُ Perbandingan Hukum Kewarisan Islamُ (Jakarta:ُ Sinarُ Grafika,ُ 2004). [1]ُ ُ Ensiklopedi Islamُ (Jakarta:ُ PTُ Ichtiatُ Baruُ Vanُ Hoeve,ُ tt),ُ hlm.ُ 237.ُ Lihatُ jugaُ Nur Halimah,ُ Status Anak Zina,ُ skripsiُ Fakultasُ Syariahُ UINُ Sunanُ Kalijaga,ُ Yogyakarta,ُ 2011, hlm.ُ 21. [2]ُ Peterُ Salimُ danُ Yenniُ Salim, ُ Kamus Bahasa Indonesia Kontemporerُ (Jakarta:ُ Modern Englishُ Press),ُ hlm.ُ 1731. [3]ُ Al-Jurjani,ُ Al-Ta’rifُ (Kairo:ُ Mustafaُ al-Halabi,ُ 1937),ُ hlm.ُ 101. [4]ُ Nurُ Halimah,ُ Status Anak Zina,ُ hlm.ُ 22. [5]ُ Fuadُ Mochd.ُ Fachruddin, ُ Masalah Anak Dalam Hukum Islamُ (Jakarta:ُ Pedomanُ Ilmu Jaya,ُ 1991),ُ hlm.ُ 78. [6]ُ Fuadُ Mochd.ُ Fachruddin,ُ Masalah Anak Dalam Hukum Islam,ُ hlm.ُ 80.



[7]ُ ُ Muhammadُ binُ Isma’ilُ binُ al-Mughirahُ al-Bukhary,ُ Shahih al-Bukhary,ُ Kitabُ Jenazah, babُ Pendapatُ tentangُ Anak-anakُ Orangُ Musyrik. [8]ُ ُ Majelisُ Ulamaُ Indonesia, ُ Fatwa Tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya,ُ Nomorُ 11,ُ Tahunُ 2012.ُ Bisaُ dilihatُ padaُ lampiran [9]ُ ُ Lihatُ kitabُ Tahaffahُ al-Ahwaszy,ُ Syarh al-Turmuzy. [10]ُ Muhammadُ Aliُ al-Shabuny,ُ al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Syari’ahُ (Makkah:ُ ‘Alamُ alKutub,ُ 1985),ُ hlm.ُ 31-32. [11]Lihatُ M.ُ Mahbub, ُ Anak Zina dan Implikasinya Terhadap Hak-hak Kewarisan Dalam Perspektif Hukum Islam dan KUHPer, ُ Skripsi ُ Fakultas ُ Syari’ah ُ UIN ُ Sunan ُ Kalijaga, Yogyakarta,ُ 2003,ُ hlm.ُ 56. [12]ُ Moh.ُ Anwar,ُ Faraidl: Hukum Waris Dalam Islamُ (Surabaya:ُ Al-Ikhlas,ُ 1981),ُ hlm.ُ 2529. [13]ُ Idrisُ Ramulyo, ُ Perbandingan Hukum Kewarisan Islamُ (Jakarta:ُ Sinarُ Grafika,ُ 2004), hlm.ُ 85-87.