Adab Berpakaian Dalam Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ADAB BERPAKAIAN DALAM ISLAM BAB I PENDAHULUAN A.



LATAR BELAKANG Perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jamak dari yang diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 1. Akhlak itu tersendiri terbagi atas 2, yaitu : Akhlak Mahmuda ( akhlak terpuji ) Contoh : memberi sumbangan, sabar menghadapi masalah, rajin belajar dan bekerja, berbuat baik kepada orang tua 2. Akhlak Mazmumah ( akhlak tercela ) Contoh : berdusta ketika berbicara, malas, dan apatis Sebagai seorang yang beriman, kita harus membiasakan untuk berakhlak yang terpuji, karena akhlah adlah buah dan merupakan hasil dari iman dan aqidah kita sendiri. Akhlak menurut Imam Gazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu. Akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa dan terdapat macammacam perbuatan tanpa membutuhkan pertimbangan terlebih dahulu.



B.



Rumusan Masalah a.



Apakah pengertian akhlak?



b. bagaimana cara berahklak dalam islam? c.



Bagaimanakah tata cara berpakaian yang benar menurut ajaran Islam ?



BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Akhlak Berpakaian Menurut bahasa, dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata “Libaasuntsiyaabun” dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pakaian diartikan sebagai “barang apa yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, serban” Menurut isltilah, pakaian adalah “segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain, sesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum. Tujuan berpakaian : 1.Tujuan khusus, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada nilai keindahan, sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaian” 2.Tujuan umum, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada keperluan menutup atau melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan agama ataupun adat” Menurut kepatutan agama lebih mengarah kepada keperluan menutup aurat, sesuai dengan ketentuan syara’ dengan tujuan beribadah. Sedangkan menurut kepatutan adat adalah pakaian yang sesuai dengan mode atau batasan ukuran berpakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum ada. B. Bentuk akhlak berpakaian Dalam pandangan Islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk : 1.



Pakaian untuk menutupi aurat tubuh yang dalam perkembangannya telah melahirkan kebudayaan bersahaja. Hal ini sebagai realisasi dari perintah Allah, aurat wanita seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapan tangan, sedangkan aurat pria menutup aurat di bawah



lutut dan di atas pusar. Batasan yang telah ditetapkan Allah ini melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dipandang serta menciptakan rasa aman dan tenang, sebab telah memenuhi kewajaran. Bepakaian menutup aurat juga menjadi bagian integral dalam menjalankan ibadah, terutama shalat, haji dan umrah. Oleh sebab itu setiap orang beriman berkewajiban untuk 2.



berpakaian yang menutup aurat. Pakaian merupakan perhiasan



yang menunjukkan identitas



diri, sebagai



konsekuensi



perkembangan peradaban manusia. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan tuntutan perkembangan mode dan zaman. Dalam kaitan dengan pakaian sebagai perhiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode pakaian, sesuai dengan fungsi dan mementumnya. Walaupun demikian Allah memberikan batasan kebebasan itu dalam Firman-Nya :



‫س التْنقيويى يذتليك يخْنيرر يذتليك تمْنن آيييتاتت‬ ‫ييتا يبتن ي آيديم يقْند يأزنيزْنلينتا يعيلْنيسكْنم تليبتاساتا سييواتر ي يسْنويءاتسكْنم يوتريشاتا يوتليبتا س‬ ‫ل يليعتلسهْنم يتذتكسروين‬ ‫ا لت‬. Artinya : Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasanmu. Tetapi pakaian takwa, itu yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. (al-A'raf : 26) Aurat secara bahasa berarti “hal yang jelek untuk dilihat” atau “sesuatu yang memalukan bila dilihat” Menurut syara’ aurat adalah “bagian tubuh yang diharamkan Allah untuk diperlihatkan kepada orang lain” Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa garis panduan adab berpakaian (untuk lelaki dan wanita) muslim dan muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut : 1. Menutup aurat. Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah dari pusat hingga ke lutut. Aurat wanita ialah seluruh anggota badan, kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Paha itu adalah aurat." (HR.Bukhari) 2. Tidak tembus pandang dan tidak ketat. Pakaian yang tembus pandang dan ketat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan untuk memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian



tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat 3.



dicium dari jarak yang jauh." (HR.Muslim). Tidak menimbulkan sifat riya. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang mengenakan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah Swt. tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada



4.



hari akhirat nanti." (HR.Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah) Wanita tidak menyerupai laki-laki dan laki-laki tidak menyerupai wanita. Maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah Saw. mengingatkan hal ini dengan tegas dalam sabdanya : "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain Baginda Nabi Saw. juga bersabda : "Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." (HR. Abu Daud dan Al-



Hakim). 5. Menutup tubuh bagian atas dengan tudung kepala. Contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak yaitu untuk menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman :



‫ييتا أيييهتا التنتبي ي سق ل ليلْنزيواتجيك يويبينتاتيك يوتزنيستاء اْنلسمْنؤتمتنيين سيْندتزنيين يعيلْنيتهييتن تميين يجيلتبيتبتهييتن يذتليييك يأْنديزنيي ى يأن‬ ‫سيْنعيرْنفين يفيل سيْنؤيذْنيين يويكتاين ا تس‬ ‫ل يغسفورا ترتحيماتا‬ Artinya : Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al-Ahzab:59). Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, wajah dan dada. 6.



Memilih warna sesuai. Contohnya warna-warna lembut termasuk putih karena warna-warna seperti itu kelihatan bersih dan sangat disenangi serta sering menjadi pilihan Rasulullah Saw. Beliau bersabda : "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu



dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim). 7. Laki-laki dilarang memakai emas dan sutera. Ini termasuk salah satu etika berpakaian di dalam Islam. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita, namun hari ini



banyak di antara laki-laki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang memakai anting, cincin dan gelang emas. Semua ini sangat bertentangan dengan hukum Islam. Rasulullah s.a.w. bersabda : "Haram kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita”. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (HR.Muttafaq 8. Dahulukan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan dari Saidatina Aisyah : "Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai baju, berjalan kaki dan bersuci". Apabila memakai baju atau seumpamanya, dahulukan sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, dahulukan sebelah kiri. Rasulullah SAW bersabda : "Apabila seseorang memakai baju, dahulukanlah sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, dahulukanlah sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai baju dan yang terakhir menanggalkannya." (HR. Muslim). 9. Memakai pakaian baru. Apabila memakai pakaian yang baru dibeli, ucapkanlah seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang artinya : "Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan apaapa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada Rasulullah". 10. Berdo’a. Ketika menanggalkan pakaian, lafaz-kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia." Sebagai seorang muslim, sewajarnya memakai pakaian yang sesuai dengan tuntunan dan tuntutan agama Islam itu sebdiri, karena sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah



cerminan



kepribadian



seorang



Muslim



yang



sebenarnya.



C. Nilai positif Akhlak Berpakaian Suruhan memakai pakaian tidak hanya berfungsi sebagai berhias untuk keindahan, namun juga untuk menjaga kesehatan kulit, karena kulit berfungsi melindungi fisik dari kerusakan-kerusakan, kumat, panas, zat kimia dan sinar ultra violet yang dapat menyebabkan kulit terbakar serta penyakit kanker kulit. Dengan berpakaian yang baik, kesehatan akan terpelihara dan suhu tubuh akan selalu normal.



Sementara dari segi syara’ di samping berhias untuk keindahan penampilan, pakaian juga sebagai aplikasi dari perintah Allah untuk menutup aurat dan bernilai ibadah. Oleh sebab itu pemilihan bahan dan mode pakaian, selain indah dan bersih haruslah sesuai dengan ketentuan agama, sebagaimana Firman Allah :



‫ييتا يبتن ي آيديم سخسذوْنا تزيينيتسكْنم تعنيد سكل ل يمْنستجٍدد وسكسلوْنا يواْنشيرسبوْنا يويل ستْنسترسفوْنا إتتزنسه يل سيتحيب اْنلسمْنسترتفيين‬ Artinya : Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak Menyukai orang yang berlebih- lebihan. (Al’araf:31)



D. Membiasakan akhlak berpakaian Tidak dapat dipungkiri bahwa, manusia dalam berbagai level kehidupan mengenakan pakaian sebagai kebutuhan melindungi diri dan memperindah penampilan, dengan jenis dan bahan serta mode yang beragam sesuai dengan tingkat dan status sosial serta mengikuti perkembangan zaman. Namun, sebagaimana dijelaskan di atas, Islam telah mengatur sedemikian rupa tentang tata dan krama berbusana. Seorang muslim tidak dibenarkan berpakaian berdasarkan kesenangan, mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat dengan meninggalkan ketentuan syara’. Hanya orang munafik yang meninggalkan ketentuan agama dalam berpakaian, sebagai akibatnya tentu akan beroleh kemurkaan dari Allah Swt.



E.Hakikat menutup Aurat dalam berpakaian Hakikat pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Syariat Islam mengatur hendaknya pakaian tersebut tidak terlalu sempit atau ketat, tidak terlalu tipis atau menerawang, warna bahannya pun tidak boleh terlalu mencolok, dan model pakaian wanita dilarang menyerupai pakaian laki-laki. Selanjutnya, baik kaum laki-laki maupun perempuan dilarang mengenakan pakaian yang



mendatangkan



rasa



berbangga-bangga,



bermegah-megahan,



takabur



dan



menonjolkan



kemewahan yang melampaui batas. Yang menjadi dasar aurat wanita adalah: 1. Al-Qur’an Allah SWT berfirman : “Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (QS. An-Nur : 30-31) Ayat ini menegaskan empat hal : a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah. b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram. c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak. d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab. Allah SWT berfirman : “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59). Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka. 2. Hadits Nabi SAW Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).



Hadits ini menunjukkan dua hal: 1.



Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.



2.



Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.



Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya. A. Aurat wanita bersama wanita Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki bersama dengan laki-laki, diperbolehkan melihat seluruh badannya kecuali antara lutut dan pusarnya, kecuali diindikasikan akan membawa fitnah, maka tidak boleh menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada wanita yang tidak seagama, wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya sebagaimana kepada sesama wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama berstatus orang lain bagi wanita muslimah. Allah berfirman : Artinya: …atau wanita-wanita Islam…. (QS. An Nur/24:30) B. Aurat wanita di hadapan laki-laki Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki rincian hukum yang berbeda-beda, yaitu: a. Di hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram. Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena keduanya diperlukan dalam bermuamalah, memberi dan menerima. Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan wanita bisa diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Tidak diperbolehkan dengan sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa tujuan syar’i. Dan jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan pandangan seperti yang telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja). 2. Melihat karena ada tujuan syar’i dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar. Rasulullah menyuruh Mughirah bin Syu’bah untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:



“Jika salah seorang di antaramu, meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu Daud) Dan untuk semua tujuan itu, seseorang diperbolehkan melihat wajahnya, yang dengan melihat wajah itu sudah cukup untuk mengenalinya. 3. Memandang dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi: Nabi saw bersabda : “Telah ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina, zina mata adalah pandangannya, zina mulut adalah ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina tangan adalah memegangnya, zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya berharap dan berselera, kemaluannya membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu Majah) Asbabun nuzul ayat 30 ini sangat memperjelas kewajiban menjaga pandangan, yaitu kisah seorang laki-laki yang lewat di salah satu jalan di Madinah, ia memandangi seorang wanita. Dan wanita itupun membalas memandanginya. Setan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga keduanya saling mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya hingga ia menabrak tembok dan berdarah hidungnya. Ia berkata: “Demi Allah! Saya tidak akan membasuh darah ini sebelum saya menemui Rasulullah SAW lalu saya ceritakan kejadian ini.” Laki-laki itu segera menemui Nabi dan menceritakan kejadiannya. Nabi bersabda: “Inilah hukuman dosamu”. Dan Allah menurunkan ayat 30 dan 31 ini.[1] Pengecualian dalam hukum ini adalah jika berada dalam keadaan terpaksa, seperti penglihatan dokter muslim yang terpercaya untuk pengobatan, khitan, atau penyelamatan dari bahaya kebakaran, tenggelam, dsb. b. Di hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu wanita hanya boleh menampakkan bagian tubuh yang biasa terlihat sewaktu bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan betis. Allah berfirman : “Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan-nya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau



putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka” ( QS. An Nur/24:31) c. Di hadapan suami Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan seluruh anggota badannya. Karena segala sesuatu yang boleh dinikmati, tentu boleh juga dilihat. Allah berfirman : “kecuali kepada suami mereka, …, Ada sebagian ulama yang mengatakan makruh melihat kemaluan. Karena Aisyah RA mengatakan tentang hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW: Artinya: “Saya tidak pernah melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At Tirmidzi) d. Budak wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak boleh menikmatinya adalah seperti aurat laki-laki, yaitu antara lutut dan pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka kedudukannya bagaikan istri dengan suaminya. Allah berfirman : “atau budak-budak yang mereka miliki,…. Aurat Laki-laki dan Hukum Menutupnya Aurat laki-laki yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian depan) dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun di luar itu, mulai dari paha, pusar dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai aurat dan sebagian lagi tidak menganggapnya sebagai aurat. F. Etika Berpakaian Menurut Ajaran Islam Surat Al a’raf ayat 26 menjelaskan bahwa Allah menurunkan pakaian yang baik untuk menutup aurat dan menghindarkan Manusia dari zalim terhadap dirinya dan orang lain. yang artinya : “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutup auratmu dan untuk perhiasan bagimu’tetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik demikianlah sebagai tanda-tanda Allah’mudah-mudahan ingat.”(al-A’raf: 26)



Di dalam Islam ada garis panduan tersendiri mengenai adab berpakaian (untuk lelaki dan wanita) yaitu: 1). Menutup aurat: aurat lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Paha itu adalah aurat." (Bukhari) 2). Tidak menampakkan tubuh: pakaian yang jarang sehingga menampakkan aurat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh merangsang nafsu orang yang melihatnya. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan bagi memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliukliukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang jauh." (Muslim).



3). Pakaian tidak ketat: tujuannya adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan. 4). Tidak menimbulkan riak: Rasulullah saw bersabda bermaksud: "Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Sesiapa yang memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti." (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah) 5). Lelaki, wanita berbeza: maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan tegas menerusi sabdanya yang bermaksud: "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan." (Bukhari dan Muslim) Baginda juga bersabda bermaksud: "Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." ?(Abu Daud dan AlHakim).



6) Larangan pakai sutera: Islam mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (Muttafaq 'alaih)



7) Melabuhkan pakaian: contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak iaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman bermaksud: "Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri dan anak-anak perempuanmu serta perempuanperempuan beriman, supaya mereka melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang." (al-Ahzab:59)



8). Memilih warna sesuai: contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak bersih dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW. Baginda bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim)



9) Larangan memakai emas: termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam ialah barangbarang perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita namun pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai. Semua ini amat bertentangan



dengan



hukum



Islam.



Rasulullah



s.a.w.



bersabda



bermaksud: "Haram



kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita.



10) Mulakan sebelah kanan: apabila memakai baju, seluar atau seumpamanya, mulakan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah bermaksud: "Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai kasut, berjalan kaki dan bersuci."Apabila memakai



kasut



menanggalkannya,



atau



seumpamanya,



mulakan



dengan



mulakan sebelah



dengan



sebelah



kiri. Rasulullah



kanan



dan



SAW



apabila bersabda



bermaksud: "Apabila seseorang memakai kasut, mulakan dengan sebelah kanan, dan apabila menanggalkannya, mulakan dengan sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai kasut dan yang terakhir menanggalkannya." (Riwayat Muslim).



11). Selepas beli pakaian: apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud: "Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada Rasulullah".



12) Berdoa: ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia”. Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai menurut tuntutan agamanya kerana sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah cermin seorang Muslim yang sebenar. G. Hikmah berpakaian Islami : 1) Seseorang yang berpakaian islami akan terjaga kehormatannya. Akhwat2 yang memakai jilbab insyaAllah tidak akan diganggu oleh para ikhwan usil (Al Ahzab:59). 2) Terjaga dari perilaku yang menyimpang. Kalau di sekeliling kita masih banyak yang membuka aurat, maka kita harus pandai2 mengalihkan pandangan. '' Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'' (Q.S. An Nur: 30). " Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya." (Q.S. An Nur: 31) 3) Terhindar dari penyakit tertentu. Pakaian takwa adalah pakaian yang menutupi tubuh. Artinya, secara otomatis kulit kita akan terlindungi dari bahaya sinar ultraviolet yang bisa menyebabkan kanker kulit. 4) Terhindar dari azab Allah. Pernah ada kejadian, seorang wanita yang sedang hamil muda pergi ke suatu tempat untuk melaksanakan tugar dari perusahaan tempat ia bekerja. Jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya. Tiba-tiba dalam perjalanan mobilnya bertabrakan dengan mobil lain. Setelah diselidiki, tidak ada satu korban pun yang selamat dari kecelakaan itu. Dan setelah diselidiki lebih jauh, tidak ada satu pun identitas korban yang diketahui. Makanya mayat para korban dimakamkan oleh penduduk setempat termasuk wanita yang hamil muda itu. Setelah



beberapa hari ternyata sang suami dan keluarga korban menerima berita tersebut dan langsung menuju pemakaman sang istri. Kemudian mayatnya dipindahkan ke dekat tempat tinggalnya. Tapi ketika makamnya digali,mereka melihat mayat wanita itu langsung pingsan karena tidak kuat melihat mayat. Ketika dimakamkan, mayat tersebut diletakan dalam kondisi membujur sementara setelah digali kembali posisi mayat sudah berubah menjadi jongkok dengan kedua tangan diletakan diatas kepala seperti menahan siksaan sementara kepalanya ditumbuhi paku2 besi yang sangat banyak hampir memenuhi semua bagian kepalanya. Setelah diselidiki, ternyata wanita tersebut belum berjilbab semasa hidupnya. Itu siksaan di alam kubur belum lagi siksaan nanti di akhirat.



BAB III PE N UTU P KESIMPULAN : Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup wajah dan kedua telapak tangan. Ini ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari beberapa sisi: 1. Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka dari yang bukan mahram mereka. Dan menundukkan pandangan tidak akan sempurna kecuali jika wanita tersebut berhijab dengan hijab yang sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Sementara tidak diragukan lagi bahwa menyingkap wajah merupakan sebab terbesar untuk memandang ke arahnya. 2.



Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan sedikitpun dari perhiasan luarnya kepada non



mahram, kecuali terlihat dalam keadaan terpaksa karena tidak bisa disembunyikan, semisal pakaian terluarnya. Jika Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan perhiasan luar (selain



tubuh), maka tentunya wajah dan telapak tangan yang merupakan perhiasan yang melekat pada diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk disembunyikan. 3. Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengulurkan khimar mereka sampai ke dada-dada mereka, sementara khimar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Jika khimar diperintahkan untuk diulurkan sampai ke dada, maka tentunya secara otomatis wajah tertutup oleh khimar tersebut. Aisyah radhiallahu anha berkata, “Semoga Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama. Tatkala Allah menurunkan, “Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke dada-dada mereka,” mereka merobek kain-kain mereka lalu menjadikannya se



DAFTAR PUSTAKA Prof. Dr. H. Abdurrahman, Asymuni, dkk. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. 2000. Jakarta: Suara Muhammadiyah.



12 Kriteria Pakaian Muslimah Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Kadang yang ditutup hanya kepala, namun ada yang mengenakan lengan pendek. Ada pula yang sekedar menutup kepala dengan kerudung mini. Perlu diketahui bahwa pakaian muslimah sudah digariskan dalam Al Qur’an dan Al Hadits, sehingga kita pun harus mengikuti tuntunan tersebut. Yang dibahas kali ini bukan hanya bentuk jilbab, namun bagaimana kriteria pakaian muslimah secara keseluruhan. Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki karena termasuk aurat. Allah Ta’ala berfirman, ‫غينا أغيغهنا اللنِلبيي فقيل ِل غ‬ ‫ليزغو اِلجغك غوغبغنناِلتغك غوِلنغسناِلء ايلفميؤِلمِلنبيغن فييدِلنبيغن غعغليبيِلهلن ِلمين غجغلِلببيِلبِلهلن غذِللغك غأيدغن ى أغين فييعغريفغن غفغل فييؤغذيغن غوغكناغن اللف غغففرورر ا‬ ‫غرِلحبيرمنا‬



“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala. Allah Ta’ala juga berfirman, ‫ضي‬ ‫غوفقيل ِلليلفميؤِلمغنناِلت غييغ ف‬ ‫صناِلرِلهلن غوغييحغفيظغن ففروغجفهلن غوغل فييبِلديغن ِلزيغنغتفهلن إِللل غمنا غظغهغر ِلمينغهنا‬ ‫ضغن ِلمين أغيب غ‬ “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman, ‫غوغقيرغن ِلفي فبفبيروِلتفكلن غوغل غتغبلريجغن غتغبيرغج ايلغجناِلهِلللبيِلة ا ي ف‬ ‫لوغل ى‬ “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki. Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan. Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh. Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak



akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim) Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126) Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak. Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫أغيغمنا ايمغرأغمة ايسغتيعغطغريت غفغملريت غعغل ى غقيرومم ِللغبيِلجفدو ا ِلمين ِلريِلحغهنا غفِلهغي غز اِلنغبيةة‬ “Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini! Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, ‫ غو ايلفمغتغرنج غ‬، ‫غلغعغن اللنِلبي ى – صل ى ال علبيه وسلم – ايلفمغخلنِلثبيغن ِلمغن النرغجناِلل‬ ‫لِلت ِلمغن النغسناِلء‬ “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834) Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫غمين غتغشلبغه ِلبغقيرومم غففهغرو ِلمينفهيم‬ ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)



Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi modemode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah. Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh). Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫غمين غلِلبغس غثيروغب فشيهغرمة ِلف ى اليدينغبينا أغيلغبغسفه اللف غثيروغب غمغذللمة غييروغم ايلِلقغبيناغمِلة فثلم أغيلغهغب ِلفبيِله غننارر ا‬ “Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan) Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang. Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib. Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata, ‫صل ى‬- ‫صِللبيةب غفغقنالغيت أفيم ايلفميؤِلمِلنبيغن ايطغرِلحبيِله ايطغرِلحبيِله غفِلإلن غرفسروغل اللِل‬ ‫فكلننا غنفطروفف ِلبنايلغبيبيِلت غمغع أفنم ايلفميؤِلمِلنبيغن غفغرأغيت غعغل ى ايمغرأغمة فبيردر ا ِلفبيِله غت ي‬ ‫ضغبفه‬ ‫ غكناغن إِلغذ ا غرغأ ى غنيحغرو غهغذ ا غق غ‬-‫ ال علبيه وسلم‬ “Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.” Syarat kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan). Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda, ‫إِللن أغغشلد اللنناِلس غعغذ اربنا غييروغم الِلقغبيناغمِلة النذيغن فيغشنبفهيروغن ِلبغخيلِلق الِل‬



”Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad) Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal. Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan. Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan . Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya. Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Rujukan: 1. Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah 2. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Islamiyah-Amman, Asy Syamilah 3. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah Al Iman 4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah 5. Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah



ETIKA BERPAKAIAN DALAM ISLAM



BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Adanya berbagai kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang serba canggih dan cepat dapat menghasilakan produk-produk yang beraneka ragam yang digunakan untuk kebutuhan manusia. Salah satu aspek yang sangat berkembang dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia adalah industri pakaian. Pakaian pada dasarnya adalah kebutuhan primer (pokok) yang sangat dibutuhkan oleh manusia di dunia dan perkembanganya cukup signifikan, hal ini terbukti dengan berdirinya pabrik-pabrik pakaian dengan berbagai model dan bahan yang sangat bervariasi diseluruh dunia, khususnya di Indonesia. Sebagai seorang muslim kita harus melihat kaidah-kaidah berpakaian yang sesuai dengan syari’at islam, supaya apa yang kita kenakan dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dan tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan. Berbeda dengan zaman sekarang banyak dikenal model yang tidak sesuai dengan syari’at islam, sebagai contoh adalah model pakaian yang dikenal dengan istilah “you can see” yang artinya kamu boleh melihat, atau bahkan ada yang rela mati-matian untuk menaikan bagian bawahnya ke atas dan yang atas rela diturunkan kebawah, atau ada yang mengenangkan baju yang tidak semestinanya dipakai oleh anak TK/SD (pakaian super ketat) hingga terlihatlah apa yang seharusnya tidak terlihat. Naudzubillah min dzalik. Begitu pula dengan kehidupan di kampus yang tentunya tidak terlepas dari peraturaperaturan kampus sendiri. Dimana kampus merupakan salah satu media untuk mencetak kaderkader penerus bangsa yang menjadi figur dari beberapa kalangan, baik kota maupun desa dan kalangan lainnya. Sehingga masalah berpakain di kampus juga perlu di jaga dan disesuaikan dengan syari’at Islam. Akhir-akhir ini banyak diantara mahasiswa dan mahasiswi yang memfigurkan pakaianpakain barat sebagai kebanggaan mereka biasanya identik serba seksi walaupun melanggar ketentuan syari’at islam. Dengan gaya dan mode pakaian tersebut secara tidak langsung akan dapat memicu para generasi muda bangsa pada perbuatan-perbuatan tidak diinginkan, terutama moral dan akhlak mereka serta merugikan baik secara duniawi maupun ukhrawi.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Etika Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. B. Dalil Pakaian Wanita Dalam Islam Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang telah diriwayatkan dari Ummu, Athiyah r.a, bahwa dia berkata: “Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat ied, maka Ummu’ Athiyah berkata, ‘salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab’ Maka Rasulullah Saw bersabda: “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaihi) (Al-Albani,) [1] Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, mengatakan:[2] “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakalah seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar rumah jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani : 93).[3] Allah Ta’ala berfirman:



“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (terpaksa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke dada-dada mereka.” (QS. An-Nur: 31) Perhiasan yang dimaksud adalah perhiasan yang digunakan oleh wanita untuk berhias, selain dari asal penciptaannya (tubuhnya). Khimar adalah sesuatu yang digunakan oleh wanita untuk menutupi kepalanya, wajahnya, lehernya, dan dadanya. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang memanjangkan kainnya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya.” Ummu Salamah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus dilakukan oleh para wanita dengan ujung pakaian mereka?” Beliau menjawab, “Kalian boleh memanjangkannya sejengkal.” Ummu Salamah bertanya lagi, “Jika begitu, maka kaki mereka akan terbuka!” Beliau menjawab, “Kalian boleh menambahkan satu hasta dan jangan lebih.” (HR. At-Tirmizi) Sehasta adalah dari ujung jari tengah hingga ke siku.[4] Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat: (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini.” (HR. Muslim)[5] Makna ‘berpakaian tetap telanjang’ adalah: Dia menutup sebagian auratnya tapi menampakkan sebagian lainnya. Dan ada yang menyatakan maknanya adalah: Dia menutupi seluruh auratnya tapi dengan pakaian yang tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya.[6] Dari dalil di atas menunjukkan wajibnya seorang muslimah untuk berhijab. Hijab secara syar’i adalah seorang wanita menutupi seluruh tubuhnya dan perhiasannya, yang dengan hijab ini dia menghalangi orang asing (non mahram) untuk melihat sedikitpun dari



bagian tubuhnya atau perhiasan yang dia pakai. Dan hijab ini bisa berupa pakaian dan bisa juga berupa berdiam di dalam rumah. Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup wajah dan kedua telapak tangan. Ini ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari beberapa sisi: 1. Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka dari yang bukan mahram mereka. Dan menundukkan pandangan tidak akan sempurna kecuali jika wanita tersebut berhijab dengan hijab yang sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Sementara tidak diragukan lagi bahwa menyingkap wajah merupakan sebab terbesar untuk memandang ke arahnya. 2.



Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan sedikitpun dari perhiasan luarnya kepada non



mahram, kecuali terlihat dalam keadaan terpaksa karena tidak bisa disembunyikan, semisal pakaian terluarnya. Jika Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan perhiasan luar (selain tubuh), maka tentunya wajah dan telapak tangan yang merupakan perhiasan yang melekat pada diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk disembunyikan. 3. Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengulurkan khimar mereka sampai ke dada-dada mereka, sementara khimar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Jika khimar diperintahkan untuk diulurkan sampai ke dada, maka tentunya secara otomatis wajah tertutup oleh khimar tersebut. Aisyah radhiallahu anha berkata, “Semoga Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama. Tatkala Allah menurunkan, “Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke dada-dada mereka,” mereka merobek kain-kain mereka lalu menjadikannya sebagai khimar.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata,:“Ucapan ‘mereka lalu menjadikannya sebagai khimar’, yakni: Mereka menggunakannya untuk menutupi wajah-wajah mereka.”[7] Adapun hadits Ibnu Umar di atas, maka dia menjelaskan mengenai beberapa perkara: 1) Kaki wanita adalah aurat yang wajib ditutup. 2) Larangan isbal hanya berlaku bagi lelaki dan tidak berlaku bagi wanita. 3) Panjang maksimal pakaian wanita adalah sehasta dari mata kaki, tidak boleh lebih dari itu. Sementara hadits Abu Hurairah menjelaskan tentang syarat-syarat hijab dan hijab secara umum, yaitu: 1) Hijab tidak boleh tipis sehingga menampakkan apa yang ada di baliknya. 2) Hijab tidak boleh ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya.



3) Haramnya wanita berjalan dengan berlenggok, karena itu merupakan bentuk menampakkan perhiasannya. 4) Wajibnya wanita menjaga kehormatan dan rasa malu mereka. 5) Menutup sebagian tubuh dan menampakkan sebagian tubuh yang lain sama saja dengan telanjang. C. Etika Berpakaian Menurut Ajaran Islam Sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai karena pakaian sopan dan menutup aurat adalah cermin seseorang itu muslim sebenarnya. Islam tidak menetapkan bentuk atau warna pakaian untuk dipakai, baik ketika beribadah atau di luar ibadah. Islam hanya menetapkan bahwa pakaian itu mestilah bersih, menutup aurat, sopan dan sesuai dengan akhlak seorang Muslim. Mengapa berjilbab bagi wanita muslim diwajibkan oleh Allah swt ? Karena dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah aurat bagi wanita dan diperintah kan oleh Allah untuk menutupinya. Aurat wanita dapat mengundang kemaksiatan bagi orang yang melihatnya, menutup auratpun dapat menghindarkan wanita dari kedzaliman orang lain. Selain daripada itu, bisa mengangkat derajat dan martabat wanita di mata Allah maupun masyarakat. Dalam beberapa hadist telah jelas sangat dilarang bermegah – megahan membangga – banggakan barang yang dikenakan, Allah SWT sangat membenci orang yang sombong bisa dipikirkan dan ditelaah dalam-dalam, Allah saja pemilik semesta alam tidak pernah sombong kepada Makhluknya. Surat Al a’raf ayat 26 menjelaskan bahwa Allah menurunkan pakaian yang baik untuk menutup aurat dan menghindarkan Manusia dari zalim terhadap dirinya dan orang lain. yang artinya : “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutup auratmu dan untuk perhiasan bagimu’tetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik demikianlah sebagai tanda-tanda Allah’mudah-mudahan ingat.”(al-A’raf: 26) Di dalam Islam ada garis panduan tersendiri mengenai adab berpakaian (untuk lelaki dan wanita) yaitu: 1) Menutup aurat: aurat lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Paha itu adalah aurat." (Bukhari)



2) Tidak menampakkan tubuh: pakaian yang jarang sehingga menampakkan aurat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh merangsang nafsu orang yang melihatnya. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan bagi memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliukliukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang jauh." (Muslim).



3) Pakaian tidak ketat: tujuannya adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan. 4) Tidak menimbulkan riak: Rasulullah saw bersabda bermaksud: "Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Sesiapa yang memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti." (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah)



5) Lelaki, wanita berbeza: maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan tegas menerusi sabdanya yang bermaksud: "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan." (Bukhari dan Muslim) Baginda juga bersabda bermaksud: "Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." ?(Abu Daud dan AlHakim).



6) Larangan pakai sutera: Islam mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (Muttafaq 'alaih) 7) Melabuhkan pakaian: contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak iaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman bermaksud: "Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri dan anak-anak perempuanmu serta perempuanperempuan beriman, supaya mereka melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai



perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang." (al-Ahzab:59) 8) Memilih warna sesuai: contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak bersih dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW. Baginda bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim) 9) Larangan memakai emas: termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam ialah barangbarang perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita namun pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai. Semua ini amat bertentangan



dengan



hukum



Islam.



Rasulullah



s.a.w.



bersabda



bermaksud: "Haram



kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita. 10) Mulakan sebelah kanan: apabila memakai baju, seluar atau seumpamanya, mulakan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah bermaksud: "Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai kasut, berjalan kaki dan bersuci."Apabila memakai



kasut



atau



menanggalkannya,



seumpamanya,



mulakan



dengan



mulakan sebelah



dengan



sebelah



kiri. Rasulullah



kanan



dan



SAW



apabila bersabda



bermaksud: "Apabila seseorang memakai kasut, mulakan dengan sebelah kanan, dan apabila menanggalkannya, mulakan dengan sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai kasut dan yang terakhir menanggalkannya." (Riwayat Muslim).



11) Selepas beli pakaian: apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud: "Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada Rasulullah". 12) Berdoa: ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia”. Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai menurut tuntutan agamanya kerana sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah cermin seorang Muslim yang sebenar.



D. Hikmah berpakaian Islami : 1) Seseorang yang berpakaian islami akan terjaga kehormatannya. Akhwat2 yang memakai jilbab insyaAllah tidak akan diganggu oleh para ikhwan usil (Al Ahzab:59). 2) Terjaga dari perilaku yang menyimpang. Kalau di sekeliling kita masih banyak yang membuka aurat, maka kita harus pandai2 mengalihkan pandangan. '' Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'' (Q.S. An Nur: 30). " Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya." (Q.S. An Nur: 31) 3) Terhindar dari penyakit tertentu. Pakaian takwa adalah pakaian yang menutupi tubuh. Artinya, secara otomatis kulit kita akan terlindungi dari bahaya sinar ultraviolet yang bisa menyebabkan kanker kulit. 4) Terhindar dari azab Allah. Pernah ada kejadian, seorang wanita yang sedang hamil muda pergi ke suatu tempat untuk melaksanakan tugar dari perusahaan tempat ia bekerja. Jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya. Tiba-tiba dalam perjalanan mobilnya bertabrakan dengan mobil lain. Setelah diselidiki, tidak ada satu korban pun yang selamat dari kecelakaan itu. Dan setelah diselidiki lebih jauh, tidak ada satu pun identitas korban yang diketahui. Makanya mayat para korban dimakamkan oleh penduduk setempat termasuk wanita yang hamil muda itu. Setelah beberapa hari ternyata sang suami dan keluarga korban menerima berita tersebut dan langsung menuju pemakaman sang istri. Kemudian mayatnya dipindahkan ke dekat tempat tinggalnya. Tapi ketika makamnya digali,mereka melihat mayat wanita itu langsung pingsan karena tidak kuat melihat mayat. Ketika dimakamkan, mayat tersebut diletakan dalam kondisi membujur sementara setelah digali kembali posisi mayat sudah berubah menjadi jongkok dengan kedua tangan diletakan diatas kepala seperti menahan siksaan sementara kepalanya ditumbuhi paku2 besi yang sangat banyak hampir memenuhi semua bagian kepalanya. Setelah diselidiki, ternyata wanita tersebut belum berjilbab semasa hidupnya. Itu siksaan di alam kubur belum lagi siksaan nanti di akhirat. BAB III PE N UTU P KESIMPULAN



Adapun menutup seluruh tubuh maka ini mencakup wajah dan kedua telapak tangan. Ini ditunjukkan dalam surah An-Nur di atas dari beberapa sisi: 1. Allah memerintahkan untuk kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka dari yang bukan mahram mereka. Dan menundukkan pandangan tidak akan sempurna kecuali jika wanita tersebut berhijab dengan hijab yang sempurna menutupi seluruh tubuhnya. Sementara tidak diragukan lagi bahwa menyingkap wajah merupakan sebab terbesar untuk memandang ke arahnya. 2.



Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan sedikitpun dari perhiasan luarnya kepada non mahram, kecuali terlihat dalam keadaan terpaksa karena tidak bisa disembunyikan, semisal pakaian terluarnya. Jika Allah Ta’ala melarang untuk memperlihatkan perhiasan luar (selain tubuh), maka tentunya wajah dan telapak tangan yang merupakan perhiasan yang melekat pada diri seorang wanita lebih wajib lagi untuk disembunyikan.



3. Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengulurkan khimar mereka sampai ke dada-dada mereka, sementara khimar adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Jika khimar diperintahkan untuk diulurkan sampai ke dada, maka tentunya secara otomatis wajah tertutup oleh khimar tersebut. Aisyah radhiallahu anha berkata, “Semoga Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama. Tatkala Allah menurunkan, “Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke dada-dada mereka,” mereka merobek kain-kain mereka lalu menjadikannya se



DAFTAR PUSTAKA



Hirasah Al-Fadhilah karya Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid Departemen Ilmiah Darul Wathan.Etika Seorang Muslim.2008.Jakarta:Darul Haq Prof. Dr. H. Abdurrahman, Asymuni, dkk. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. 2000. Jakarta: Suara Muhammadiyah.



Humpunan



Putusan



Tarjih.Himpunan



Putusan



Tarjih



Muhammadiyah



Cetakan



III.



Yogyakarta:Pustaka “SM”



Pakaian Seorang Wanita Beriman (Muslimah) Menurut al-Qur’an & asSunnah



Pakaian Seorang Wanita Beriman (Muslimah) Menurut al-Qur’an & as-Sunnah http://fiqh-sunnah.blogspot.com Syarat-Syarat asas pakaian seorang wanita, 1 – Menutup Seluruh Tubuh, melainkan bahagian yang dikecualikan (yang boleh untuk tidak ditutup). 2 – Bukan dengan tujuan untuk berhias atau melawa. 3 – Menggunakan kain yang tebal (bukan yang tipis) sebagai kain pakaiannya. 4 – Tidak ketat (longgar) dan menggambarkan bentuk tubuh. 5 – Tidak diberi wangian (perfume).



6 – Tidak menyerupai pakaian lelaki. 7 – Tidak menyerupai pakaian wanita kafir. 8 – Bukan pakaian untuk bermegah-megah. Perintah Menutup Aurat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



‫ووققلل تل ل قملؤتمونتاتت ويلغقضلضون تملن أولبوصتاترتهنن ووويلحوفلظون قفقرووجقهنن ووال قيلبتديون‬ ‫تزيونوتقهنن تإال ومتا وظوهور تملنوهتا وو ل ويلضترلبون تبقخقمترتهنن وعول ى قجقيبوتبتهنن ووال‬ ‫قيلبتديون تزيونوتقهنن تإال تلقبقعبوولتتهنن أولو آوبتاتئتهنن أولو آوبتاتء قبقعبوولتتهنن أولو أولبونتاتئتهنن‬ ‫أولو أولبونتاتء قبقعبوولتتهنن أولو تإلخوبوناتنتهنن أولو وبتن ي تإلخوبوناتنتهنن أولو وبتن ي أووخوبوناتتهنن أولو‬ ‫تنوستاتئتهنن أولو ومتا ومولوكلت أوليومتاقنقهنن أوتو نالنتتاتبتعيون وغليتر قأوتل ي ناللروبتة تمون‬ ‫نالرروجتاتل أوتو نالرطلفتل نانلتذيون وللم ويلظوهقرونا وعول ى وعلبوورناتت نالرنوستاتء ووال ويلضترلبون‬ ‫ل وجتميععتا أويوهتا‬ ‫تبوألرقجتلتهنن تلقيلعولوم ومتا قيلختفيون تملن تزيونتتهنن ووقتبوقببونا تإول ى نا نت‬ ‫نا ل قملؤتمقنبوون ولوعنلقكلم قتلفتلقحبوون‬ Maksudnya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan (menjaga) pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan (memanjangkan) kain tudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau puteraputera (anak-anak lelaki) mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.” (Surah an-Nuur, 24: 31)



‫ال قجونتاوح وعولليتهنن تف ي آوبتاتئتهنن ووال أولبونتاتئتهنن ووال تإلخوبوناتنتهنن ووال أولبونتاتء‬ ‫تإلخوبوناتنتهنن ووال أولبونتاتء أووخوبوناتتهنن ووال تنوستاتئتهنن ووال ومتا ومولوكلت أوليومتاقنقهنن‬ ‫ل تإنن نا نو‬ ‫وونانتتقيون نا نو‬ ‫ل وكتاون وعول ى قكرل وشل يءء وشتهيعدنا‬ “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengenakan (dan melabuhkan) jilbabnya (pakaian) ke seluruh tubuh mereka”. Dengan demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, dan dengan itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah al-ahzaab, 33: 59) Maksud Hijab: Hijbab adalah bentuk mashdar, dan maknanya secara bahasa adalah yang besifat menutup, melindungi, dan mencegah. Dari segi syara’ (istilah) adalah seseorang wanita yang menutup tubuh dan perhiasannya, sehingga orang asing (yang bukan tergolong dari mahramnya) tidak melihat sesuatu pun dari tubuhnya dan perhiasan yang dia kenakan sebagaimana yang diperintahkan supaya ditutup (dihijab). Iaitu ditutup/dihijab dengan pakaiannya atau dengan tinggal di rumahnya. Wanita mukmin berhijab dengan mengenakan khimar (kain tudung/penutup kepala) yang dilabuhkan sehingga ke dada-dada mereka dan dengan mengenakan jilbab yang menutupi seluruh tubuh mereka. Maksud Khimar: Lafaz al-Khumru/khumur (‫ )ألخمر‬yang termaktub di dalam ayat 31 surah an-Nuur di atas adalah bentuk jama’ dari lafaz khimar (‫ )خمار‬yang membawa maksud sesuatu yang dapat menutupi. Maksudnya di sini, adalah merujuk kepada menutupi kepala (tidak termasuk dada). Atau, ia juga disebut dengan al-Miqna’ (sigular) atau al-Maqaani’ (jamak/plural) yang membawa maksud tudung (penutup kepala). Secara lengkapnya (istilah) ia adalah pakaian yang menutup bahagian kepala iaitu mencakupi rambut, telinga, dan leher. Berdasarkan penelitian Syaikh al-Albani, beliau menyatakan bahawa khimar adalah penutup kepala, tidak ada yang nampak darinya, melainkan lingkaran wajahnya. (al-Albani, Jilbab alMar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 14) Manakala sebahagian pendapat yang lain (dari ulama) menyatakan menutup termasuk bahagian wajah/muka.



Maksud Jilbab: ‫)ج ل‬. Jilbab ialah pakaian yang menutupi Bentuk jama’ dari kata Jilbab adalah jalaabib (‫لبببيب‬ seluruh tubuh. Fungsi jilbab lebih luas/umum dari khimar, kerana jilbab merujuk kepada menutup tubuh wanita dari kepalanya sehingga ke bahagian bawah tubuhnya (termasuk kaki). (Melainkan apa yang dibenarkan untuk tidak ditutup/dibolehkan terbuka) Al-Jauhari berkata: “Jilbab adalah kain/pakaian yang menutupi seluruh tubuh.” (alMishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 372) Berkenaan ayat 31 Surah an-Nuur “‫ ”لوال ينيببدنيلن بزنيلنلتيهنن بإال لما لظلهلر بمبنلها‬- “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.” Maksudnya di sini, janganlah kamu (wanita yang beriman) menampakkan walau satu pun perhiasannya kepada lelaki ajnabi (yang bukan mahram), kecuali yang tidak dapat disembunyikan. Ibnu Mas’oud (radhiyallahu ‘anhu) berkata: (iaitu) “Selendang dan pakaian”. Maksudnya di sini adalah kain tutup kepala yang biasa dikenakan oleh wanita arab dan baju yang menutupi badannya. Tidak mengapa menampakkan pakaian bawahnya. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 374-375) Manakala sebahagian yang lain (pendapat yang lebih kuat) menyatakan bahawa tidak mengapa menampakkan tapak tangan (dari pergelangan ke tapak tangan) dan muka/wajah. Syaikh alalbani menjelaskan berdasarkan riwayat-riwayat yang mutawatir bahawa “kecuali yang (biasa) nampak daripadanya” adalah muka/wajah dan tapak tangan sebagaimana yang biasa berlaku kepada wanita-wanita pada zaman Nabi dan generasi sahabat. (al-Albani, Jilbab alMar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 60) Begitu juga dengan imam al-Qurthubi yang menjelaskan bahawa “kecuali yang (biasa) nampak daripadanya” adalah muka/wajah dan tapak tangan dan ianya dikuatkan dengan dalil dari hadis riwayat Abu Daud: Dari ‘Aisyah, bahawa Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan mengenakan pakaian yang tipis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pun berpaling darinya, lalu berkata, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu apabila telah mencapai masa haid, dia tidak sepatutnya memperlihatkan tubuhnya melainkan ini dan ini. Beliau berkata begitu sambil menunjuk ke wajah dan kedua tapak tangannya. Ini adalah cara yang paling baik dalam menjaga dan mencegah kerosakan manusia. Maka, janganlah para wanita menampakkan bahagian tubuhnya, melainkan wajah dan tapak tangannya. Allahlah yang memberi taufiq dan tidak ada Tuhan (yang benar) melainkan Dia.” (Tafsir al-Qurthubi,



11/229. Rujuk: al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 5859) Hadis ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Abu Daud tersebut juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi, 2/226, 7/86. ath-Thabrani, Musnad asy-Syamiyyin, m/s. 511-512. Ibnu Adi, al-Kamil, 3/1209. Syaikh al-Albani menyatakan bahawa hadis ini mursal sahih dari jalan Qatadah yang dikuatkan dengan jalan Ibnu Duraik serta Ibnu Basyir. Rujuk perbahasan selanjutnya berkenaan hadis ini oleh al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 67-68) ‫“ – ”لوبللبي ب‬Dan hendaklah mereka menutupkan (memanjangkan) kain tudung “‫ضبربلن بيخيمبربهنن لعلل ى يجيبيبوببهنن‬ (khimar) ke dadanya,” Maksudnya, kain tudung yang memanjang melebihi dada sehingga dapat menutupi dada dan tulang dada. Hukum ini adalah supaya wanita mukmin memiliki perbezaan yang jelas berbanding dengan wanita-wanita jahiliyyah, kerana wanita-wanita jahiliyyah tidak pernah melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah tersebut. Menjadi kebiasaan mereka lalu di hadapan para lelaki dengan menampakkan dada tanpa ditutupi. Malah, mereka juga menampakkan leher, jambul rambut, dan anting-anting telinga mereka. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memerintahkan kepada wanita-wanita yang beriman supaya menutup diri mereka di hadapan lelaki ajnabi (yang bukan mahramnya) atau apabila keluar dari rumah. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 375) Maka, dengan ini, jelaslah bahawa wanita-wanita yang beriman (Islam) wajib untuk berhijab (menutup aurat) dengan mengenakan pakaian menutup seluruh tubuhnya kecuali yang dibenarkan terbuka (dinampakkan) iaitu muka dan tapak tangan. Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah: “Wajib bagi seluruh kaum wanita, sama ada yang merdeka, atau pun yang hamba supaya menutup jilbab ke seluruh tubuh mereka apabila keluar rumah (atau di hadapan lelaki ajnabi). Mereka hanya dibolehkan menampakkan wajah dan tapak tangannya sahaja berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam kerana adanya persetujuan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam terhadap mereka.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 111) Wajibkah Menutup Wajah/Muka (Bagi Wanita)? Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud di atas, membuka wajah bukanlah suatu yang diharamkan malah dibenarkan. Memang terdapat sebahagian pendapat yang menyatakan bahawa menutup wajah adalah wajib (dengan membiarkan hanya mata yang kelihatan). Maka, terdapat sebahagian wanita yang mempraktikkannya dengan mengenakan niqab (kain penutup yang menutup wajah dari hidung atau dari bawah lekuk mata dan ke bawah) atau purdah. Namun, menurut Syaikh al-Albani rahimahullah, menutup wajah dan kedua tapak tangan itu hukumnya adalah sunnah dan mustahab sahaja (tidak sampai kepada hukum wajib). (alAlbani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 12)



Beliau juga menjelaskan bahawa: “Dapat diambil kesimpulan bahawa permasalahan menutup wajah bagi seseorang wanita dengan purdah/niqab atau yang sejenisnya seperti yang dikenakan oleh sebahagian wanita zaman ini yang bersungguh-sungguh menjaga dirinya adalah suatu perkara yang memang terdapat di dalam syari’at dan termasuk amalan/perbuatan yang terpuji walaupun ianya bukanlah suatu hukum yang diwajibkan (ke atas mereka). Kepada mereka yang mengenakannya (menutup wajah) bererti dia telah melakukan suatu kebaikan dan mereka yang tidak melakukannya pula tidaklah berdosa.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 128) Ini adalah kerana terdapat banyaknya riwayat-riwayat yang jelas menunjukkan bahawa tidak wajibnya menutup wajah. Namun, terdapat juga riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan adanya sunnah terhadap perbuatan menutup wajah (bagi wanita). Riwayat Yang Menunjukkan Adanya Sunnah Menutup Wajah Perlu kita fahami bahawa walaupun perbuatan menutup wajah dan tapak tangan bukanlah suatu perkara yang diwajibkan bagi wanita, namun perbuatan tersebut ada dasarnya dari Sunnah, dan ianya juga pernah dipraktikkan oleh para wanita di Zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam sendiri (maksudnya), “Janganlah wanita yang ber-ihram itu mengenakan penutup wajah/muka atau pun penutup/kaos (sarung) tangan.” (Hadsi Riwayat al-Bukhari, 4/42, dari Ibnu ‘Umar) Dari hadis ini menunjukkan bahawa apabila di luar waktu berihram, mereka akan mengenakan penutup wajah dan tangan. Maka dengan sebab itulah Nabi mengarahkan apabila mereka di dalam ihram supaya tidak berbuat demikian (menutup wajah dan tangan). Malah, terdapat banyak hadis yang menunjukkan bahawa para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memakai niqab (menutup wajah-wajah mereka). Perbuatan menutup wajah juga tsabit dari banyak atsar-atsar sahabat/tabi’in yang sahih. Ini adalah sebagaimana beberapa riwayat berikut: 1 - Dari ‘Aisyah, dia berkata: “Biasanya para pemandu lalu di hadapan kami yang sedang berihram bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Maka, jika mereka melewati kami, maka masing-masing dari kami menjulurkan jilbab yang ada di atas kepala untuk menutup muka. Namun, apabila mereka sudah berlalu dari kami, maka kami pun membukanya kembali.” (Hadis Riwayat Ahmad, al-Musnad, 5/30. Hadis ini hasan, lihat al-Irwa’, no. 1023, 1024) 2 – Dari Asma’ binti Abu Bakar, dia berkata:



“Kami biasa menutup wajah kami dari pandangan lelaki dan sebelum itu kami juga biasa menyisir rambut ketika ihram.” (Hadis Riwayat al-Hakim, al-Mustadrak, 1/545. Disepakati oleh adz-Dzahabi) 3 – Dari Ashim al-Ahwal, dia berkata: “Kami pernah mengunjungi Hafshah bin Sirin (seorang tabi’iyah) yang ketika itu dia menggunakan jilbabnya untuk menutup wajahnya. Lalu, aku katakan kepadanya, “Semoga Allah memberi rahmat kepadamu. Allah berfirman: “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak memiliki keinginan untuk berkahwin (lagi), bagi mereka tiada dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.” (Surah an-Nuur, 24: 60).” (Atsar Riwayat oleh al-Baihaqi, 7/93) Berkenaan ayat 60 dari surah an-Nuur tersebut, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata di dalam tafsirnya, jil. 5, m/s. 445, katanya: “Iaitu pakaian yang jelas tampak, seperti khimar (penutup kepala) dan sejenisnya yang sebelumnya telah Allah wajibkan untuk dipakai oleh wanita sebagaimana di dalam ayat “... dan hendaklah mereka melabuhkan khimar mereka sehingga ke dadanya.” 4 – Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata: “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam meliuhat Syafiyah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam melihat ‘Aisyah mengenakan niqab (penutup wajah) di dalam sekumpulan para wanita. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam tahu bahawa itu adalah ‘Aisyah berdasarkan niqabnya.” (Hadis Riwayat Ibnu Sa’ad, 8/90) 5 – Dari Anas bin Malik (dalam Perang Khaibar): “...Akhirnya para sahabat pun mengetahui bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjadikannya (Shafiyah) sebagai isteri. Ini adalah kerana beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam memakaikan khimar kepadanya dan membawanya duduk di belakangnya (di atas unta). Dan beliau pun menutupkan selendang (pakaian) beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam pada punggung dan wajahnya...” (Lihat: Hadis Riwayat al-Bukhari, 7/387, 9/105. Muslim, 4/146147. Ahmad, 3/123, 246, 264) 6 – Dari ‘Aisyah (di dalam peristiwa al-Ifki), dia berkata: (ketika di dalam suatu perjalanan perperangan, ‘Aisyah tertinggal dalam satu persinggahan) katanya, “... aku berharap kumpulan prajurit akan menyedari bahawa aku tidak ada di dalam tandu dan segera akan kembali mencariku (yang tertinggal). Ketika aku duduk di perkhemahanku itu, aku terasa mengantuk lalu aku pun tertidur.



Ketika itu, Shafwan bin Mu’aththal as-Sulaimi adz-Dzakwani juga mengalami nasib yang sama, tertinggal dari rombongan prajurit. Dia pun berjalan menghampiri perkhemahanku dan melihat dari kegelapan ada sekujur tubuh manusia yang sedang tertidur. Dia pun menghampiriku. Dan dia mengenaliku, kerana dia pernah melihatku sebelum turun ayat hijab. Ketika dia tahu bahawa yang tertidur itu adalah aku, dia pun berteriak istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Teriakan tersebut membuatkanku terjaga dari tidur dan aku cepat-cepat menutup wajahku dengan jilbab...” (rujuk di dalam Tafsir Ibnu Katsir di bawah penafsiran Surah an-Nuur, 24: 11. Sirah Ibnu Hisyam, 3/309. Hadis Riwayat al-Bukhari, 8/194-197. Muslim, 8/133-118) Riwayat Yang Menunjukkan Dibolehkan Membuka Wajah Dan Tapak Tangan 1 - Dari Imran bin Hushain, katanya: “Suatu ketika aku pernah duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Tiba-tiba Fatimah datang, lalu berdiri di hadapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Aku memandang ke arahnya. Di wajahnya terdapat darah yang kekuning-kuningan...”(Hadis Riwayat Ibnu Jarir, at-Tahzib (Musnad Ibnu Abbas), 1/286, 481) 2 – Dari Abu Asma’ ar-Rabi’, dia menyatakan bahawa pernah mengunjungi Abu Dzar al-Ghifari yang ketika itu sedang berada di Rabdzah, yang di sampingnya ada isteri yang berkulit hitam... (Hadis Riwayat Ahmad, al-Musnad, 5/159) 3 – Dari Urwah bin Abdullah bin Qusyar, dia pernah mengunjungi Fathimah binti Abu Thalib. Dia berkata, “Aku melihat di tangan Fathimah terdapat gelang tebal, yang pada tiap-tiap tangannya terdapat dua gelang.” Dia berkata lagi, “Dan aku juga melihat ada cincin di tangannya...” (Hadis Riwayat Ibnu Sa’ad, 8/366. Shahih menurut Syaikh al-Albani) 4 – Dari Mu’awiyah, dia berkata: “Aku pernah bersama ayahku mengunjungi Abu Bakar. Aku melihat Asma’ berdiri dekat dengannya, dan Asma’ kelihatan putih (wajahnya). Lalu aku melihat Abu Bakar. Ternyata dia adalah seorang lelaki yang putih dan kurus.” (Hadis Riwayat ath-Thabrani, Mu’jam al-Kabir, 1: 10/25) 5 – Dari ‘Aisyah, katanya: “Kami para wanita mukminah biasanya menghadiri solat Subuh bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan mengenakan kain yang tidak berjahit. Kemudian para wanita tadi pulang ke rumahnya sebaik sahaja melaksanakan solat. Mereka tidak dapat dikenali disebabkan gelap.” (Hadis Riwayat al-Bukhari & Muslim. Lihat juga Shahih Sunan Abi Daud, no. 449) Daripada hadis tersebut, para wanita tidak dapat dikenali diakibatkan oleh keadaan yang



gelap. Sekiranya tidak gelap, sudah tentu mereka dapat dikenalpasti. Ini menunjukkan bahawa mereka tidak mengenakan penutup wajah yang mana mereka boleh dikenali. 6 – Dari Ibnu Abbas dia berkata: “Pernah seorang wanita solat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam (di saf wanita). Dia seorang wanita yang sangat cantik dan secantik-cantik wanita...” (Hadis Riwayat al-Hakim. Sahih, disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat juga, Silsilah al-Ahadis as-Sahihah, no. 2472) Malah, bolehnya membuka wajah bagi wanita tersebut juga turut didukung oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri, “Katakanlah kepada lelaki yang beriman supaya menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka...” (Surah an-Nuur, 24: 30) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkata kepada Ali, “Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan pertamamu dengan pandangan yang berikutnya. Sesungguhnya hak kamu adalah pandangan yang pertama itu sahaja.” (Hadis Riwayat Abu Daud, 1/335. Hadis hasan menurut Syaikh al-Albani) Dari Jarir bin Abdullah, dia berkata: “Aku pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkenaan pandangan sekilas (pandangan pertama). Beliau meemrintahkanku supaya segera memalingkan pandangan tersebut.” (Hadis Riwayat Muslim, 6/182) Kesimpulan dari firman Allah dan hadis tersebut adalah, sekiranya wanita tersebut menutup wajah-wajah mereka, mengapa perlu untuk menundukkan pandangan? Dengan ini, ia menunjukkan bahawa pada wanita itu ada bahagian yang terbuka dan memungkinkan untuk dilihat. Malah berdasarkan hadis tersebut, sekiranya wajah wajib ditutup, sudah tentu bukan sahaja Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan kaum lelaki memalingkan wajahnya, tetapi juga beliau akan memerintahkan wanita untuk mengenakan penutup wajah. Ciri-ciri Pakaian Wanita Yang Beriman 1 - Bukan dengan tujuan untuk berhias atau melawa (tabarruj): Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan hendaklah kamu (isteri-isteri Nabi) tetap di rumahmu serta janganlah kamu berhias (tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu...” (Surah al-ahzaab, 33: 33)



Wanita-wanita diperintahkan supaya tinggal di rumah, namun tetap dibenarkan untuk keluar rumah dengan alasan yang dibenarkan oleh Syara’. Muqatil bin Hayyan menyatakan berkenaan firman Allah (maksudnya), “janganlah kamu berhias (tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu” bahawa yang dimaksudkan dengan tabarruj adalah meletakkan tudung di atas kepala tanpa menutup bahagian leher, sehingga kalung-kalung mereka, anting-anting, dan leher mereka dapat dilihat. Qatadah berkata, “Apabila kaum wanita keluar rumah, mreka gemar berjalan dengan lenggang-lenggok, lemah gemalai, dan manja. Maka Allah melarang semua itu. (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 7, m/s. 279) Menurut Syaikh al-albani rahimahullah: “Tabarruj adalah perbuatan wanita menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta segala sesuatu yang sewajibnya ditutup dan disembunyikan kerana boleh membangkitkan syahwat klelaki. Dengan itu, maksud asal perintah menutup aurat adalah supaya kaum wanita menutup perhiasaannya (yang memiliki daya tarikan). Atas sebab itulah, maka tidak masuk akal sekiranya jilbab yang bertujuan menutup tubuh (aurat/perhiasan) itu pula menjadi pakaian untuk berhias/melawa sebagaimaan yang sering kita temui zaman ini.” (al-Albani, Jilbab alMar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 133) 2 - Menggunakan kain yang tebal (bukan yang tipis) sebagai kain pakaiannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Pada akhir zaman nanti ada wanita dari kalangan umatku yang berpakaian, namun sebenarnya mereka telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat punggung unta. Kutuklah mereka itu, kerana sebenarnya mereka adalah wanita-wanita yang terkutuk.” (Hadis Riwayat ath-Thabrani, Mu’jam al-Kabir, m/s. 232. Rujuk Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah, no. 1326) Ibnu Abdil Barr berkata: “Apa yang dimaksudkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah para wanita yang mengenakan pakaian yang tipis sekaligus menggambarkan bentuk tubuhnya...” (as-Suyuti, Tanwir al-Hawalik, 3/103) Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawa ‘Umar al-Khaththab pernah membahagikan baju qibthiyah (jenis pakaian mesir yang tipis berwarna putih) kepada masyarakat, kemudian dia berkata, “Janganlah kamu pakaikan baju-baju ini kepada isteri-isteri kamu!” Kemudian ada seseorang yang menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku telah memakaikannya kepada isteriku, dan telah aku perhatikan dari arah depan serta belakang, yang ternyata pakaian tadi tidaklah termasuk pakaian yang tipis.” Maka ‘Umar pun menjawab, “Sekalipun tidak tipis, namun pakaian tersebut masih tetap menggambarkan bentuk tubuh.” (Atsar Riwayat alBaihaqi, 2/234-235)



Dari Syamiyah, dia berkata: “Aku pernah mengunjungi ‘Aisyah yang mengenakan pakaian siyad, shifaq, khimar, serta nuqbah yang berwarna kuning.” (Atsar Riwayat Ibnu Sa’ad, 8/70) Siyad: adalah pakaian campuran sutera yang tebal. Shifaq: adalah pakaian yang tebal dan begitu baik mutu tenunannya. Nuqbah: adalah seluar yang tebal kainnya dan bermutu. Maka, dengan itu hendaklah pakaian yang dikenakan bersifat tebal dan tidak tipis. Sekaligus tidak menggambarkan bentuk tubuh dan menampakkan warna kulit serta apa yang wajib disembunyikan (ditutup). 3 - Tidak ketat (longgar) dan menggambarkan bentuk tubuh Usamah bin Zaid berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah memberikan kepadaku baju qibthiyyah yang tebal hadiah dari Dihyah al-Kalbi. Baju tersebut aku pakaikan kepada isteriku. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bertanya kepadaku, “Mengapa engkau tidak pernah memakai baju qibthiyyah?” Aku memberitahunya, “Baju tersebut aku pakaikan kepada isteriku.” Beliau lantas berkata, “Perintahkan isterimu supaya memakai baju dalam ketika mengenakan baju qibthiyyah tersebut, kerana aku bimbang baju tersebut masih dapat menggambarkan bentuk tubuhnya.” (Hadis Riwayat Adh-Dhiya’ al-Maqdisi, al-Ahadis al-Mukhtarah, 1/441. Ahmad, 5/205. Hadis ini memiliki penguat di dalam Riwayat Abu Daud, no. 4116 sehingga menjadikannya hasan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjelaskan sebab larangan memakai baju qibthiyyah bagi wanita adalah kerana kebimbangan beliau bahawa baju tersebut masih dapat menggambarkan bentuk tubuh. Jika kita perhatikan, bukankah pakaian tersebut tebal, jadi apa gunanya mengenakan pakaian dalam untuk masa yang sama? Maka, perlulah kita fahami bahawa baju qibthiyyah tersebut walaupun tebal, namun ia masih boleh menggambarkan bentuk tubuh, kerana dia memiliki sifat lembut dan lentur (melekat) di tubuh seperti pakaian yang terbuat dari sutera atau tenunan dari bulu kambing yang dikenali pada zaman ini. Dengan sebab itulah, Rasulullah memerintahkan isteri Usamah supaya memakai pakaian dalam supaya bentuk tubuhnya dapat dilindungi dengan baik. Dari Ummu Ja’far bintu Muhammad bin Ja’far, bahawa Fathimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah berkata: “Wahai Asma’, sesungguhnya aku memandang buruk seorang wanita yang mengenakan pakaian



tetapi masih menggambarkan bentuk tubuhnya.” (Atsar Riwayat abu Nu’aim, al-Hilyah, 2/43. al-Baihaqi, 6/34-35) 4 - Tidak Diberi Wangian (perfume) Dari Abu Musa al-Asy’ary, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Wanita yang memakai wangi-wangian, dan kemudian dia melintasi suatu kaum supaya mereka mencium bau wanginya, maka wanita tersebut adalah wanita penzina.” (Hadis Riwayat an-Nasa’i, 2/283. Abu Daud, no. 4172, at-Tirmidzi, 2786. Ahmad, 4/400. Menurut alAlbani, hadis ini hasan) “Alasan dari larangan tersebut dapat dilihat dengan jelas iaitu menggerakkan panggilan syahwat (kaum lelaki). Sebahagian ulama telah mengaitkan perkara lain dengannya, seperti memakai pakaian yang cantik (melawa), perhiasan yang ditampakkan, dan bercampur baur dengan kaum lelaki.” (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari, 2/279. Lihat Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 151) Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam pernah bersabda: “Wanita yang memakai bakthur (sejenis pewangi untuk pakaian), janganlah solat ‘isya’ bersama kami.” (Lihat Silsilah alAhadis ash-shahihah, no. 1094) Dari Zainab ats-Tsaqafiyah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Jika salah seorang wanita di antara kamu hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wangi-wangian.” (Hadis Riwayat Muslim) Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah: “Apabila perkara tersebut diharamkan bagi wanita yang hendak ke masjid, maka apatah lagi bagi wanita yang bukan ke masjid seperti ke pasar dan seumpamanya? Tidak diragukan lagi bahawa perkara tersebut lebih haram dan lebih besar dosanya.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 151) Al-Haitsami rahimahullah menjelaskan: “Sesungguhnya keluarnya seseorang wanita dari rumahnya dengan mengenakan wangiwangian dan perhiasan adalah dosa besar, walaupun suaminya memberi izin padanya.” (alHaitsami, az-Zawaajir, 2/37. Lihat Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 151)



5 - Tidak menyerupai pakaian lelaki Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaknat lelaki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian lelaki.” (Hadis Riwayat Abu Daud, 2/182. Ibnu Majah. 1/588, Ahmad. 2/325. Sanad Hadis ini Sahih) Dari Ibnu abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melaknat lelaki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai lelaki.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, 10/274) Batas larangan yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berkenaan penyerupaan wanita dengan lelaki atau yang sebaliknya tidaklah hanya merujuk kepada apa yang dipilih oleh sama ada kaum lelaki atau wanita berdasarkan apa yang biasa mereka pakai. Tetapi, apa yang lebih penting adalah perlunya merujuk kembali kepada apa yang wajib dikenakan bagi kaum lelaki dan wanita berpandukan kepada perintah syara’ yang mewajibkan menutup aurat menurut kaedahnya. (Lihat juga: Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 152) Di antara contoh perbuatan kaum wanita pada masa ini yang menyerupai kaum lelaki di dalam berpakaian adalah mereka memendekkan kain-kain atau pakaian-pakaian mereka sehingga mengakibatkan tersingkapnya kaki dan betis-betis mereka. Malah lebih parah sehingga pehapeha mereka menjadi tontonan umum. Persoalan ini dapat kita fahami dengan baik melalui hadis yang berikut ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya (melebihi mata kaki/buku lali) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, “Bagaimana dengan kaum wanita, apa yang harus dilakukan pada hujung (bawah) kain mereka?” Baginda pun menyatakan: “Sekiranya mereka melabuhkannya, labuhkanlah sejengkal (dari tengah-tengah betis). Ia berkata, “Sesungguhnya jika seperti itu (hanya sejengkal) maka kaki mereka akan masih dapat tersingkap”. Baginda menjelaskan, “Maka, labuhkanlah sehingga sehasta dan jangan lebih dari itu”. (Hadis Riwayat Abu Daud, 4/364, no. 4119. an-Nasaa’i, 8/209, no. 5336-5339. at-Tirmidzi, 4/223, no. 1736. Ahmad di dalam al-Musnad, 2/5555. Dan Abul Razak as-San’ani di dalam al-Mushannafnya 11/82. Berkata Imam Muslim: Sanad hadis ini sahih) Melalui hadis ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan supaya para wanita melabuhkan kain-kain atau pakaian mereka sehingga tertutupnya betis dan kaki mereka. Namun, apa yang berlaku pada masa ini adalah sebaliknya. Di mana, telah banyak tersebar dan diketahui secara umum bahawa begitu ramai sekali kaum lelaki yang gemar melabuhkan



pakaiannya sehingga menyentuh tanah atau melabuhkannya dengan melepasi paras mata kaki (buku lali), namun berlaku sebaliknya pula kepada kaum wanita di mana mereka pula banyak berpakaian seakan-akan tidak cukup kain. Iaitu dengan mendedahkan aurat kepalanya (tidak bertudung), memakai pakaian ketat dan malah memendekkan kainnya atau seluarnya sehingga tersingkap betis-betis mereka. Bukankah ini sudah menunjukkan suatu perkara yang terbalik berbanding sebagaimana yang dikehendaki oleh syari’at? Di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan agar kaum lelaki supaya tidak ber-isbal (tidak melabuhkan pakaiannya melebihi buku lali), dan memerintahkan agar kaum wanitanya melabuhkan kain sehingga sejengkal melebihi buku lali. Maka, tidak syak lagi, bahawa perkara ini juga tergolong di dalam suatu bentuk penyerupaan di antara satu jantina dengan jantina yang lain dalam berpakaian dan bertingkah laku. Ini hanyalah sebagai contoh, malah banyak lagi contoh yang lainnya (bagi lelaki yang menyerupai wanita) seperti lelaki yang mengenakan sutera sebagai pakaian yang mana ia adalah pakaian yang diharamkan kepada lelaki tetapi diharuskan bagi wanita. Begitu juga dalam persoalan memakai emas, anting-anting, dan seumpamanya. Dan bagi wanita yang menyerupai lelaki adalah mereka mengenakan pakaian seluar yang ketat, berseluar pendek, tidak mengenakan tudung, memakai baju yang menampakkan lengan-lengan mereka dan seumpamanya. 6 - Tidak Menyerupai Pakaian Wanita Kafir (Tasyabbuh) Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Adakah belum datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk hatinya tunduk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya yang telah diturunkan al-Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang ke atas mereka sehinggalah hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (Surah al-Hadid, 57: 16) Ibnu Katsir menjelaskan berkenaan ayat ini dengan katanya: “Oleh kerana itu, Allah Ta’ala melarang orang-orang yang beriman menyerupai mereka (orang-orang yahudi) sama ada dalam perkara aqidah atau pun perkara-perkara fiqh. Beliau juga menjelaskan (di bawah penafsiran al-Baqarah, 2: 104): “Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman menyerupai orang-orang kafir, sama ada dalam ucapan mahu pun perbuatan mereka.” (al-Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsir, jil. 1, m/s. 364)



Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Sesiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.” (Hadis Riwayat Abu Daud. Sahih menurut Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 6149) Syaikh al-Albani rahimahullah menjelaskan: “Di dalam syari’at Islam telah ditetapkan bahawa umat Islam, sama ada lelaki atau pun perempuan, mereka tidak dibenarkan bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, sama ada dalam persoalan ibadah, hari perayaan, dan juga berpakaian terutamanya yang merujuk kepada pakaian-pakaian khas agama mereka. Ini adalah merupakan prinsip yang asas di dalam agama Islam, yang sayangnya telah banyak diabaikan oleh umat Islam zaman sekarang” (alAlbani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 176) Di dalam sebuah hadis, ia menjelaskan bahawa Rasulullah mengharamkan kepada kita memakai pakaian yang merupakan pakaian orang-orang kafir. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melihatku memakai dua pakaian yang diwarnai dengan warna kuning (yang menyerupai pakaian kebiasaan orang kafir), maka beliau pun berkata: “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka janganlah engkau memakainya”.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 2077. an-Nasa’i 2/298. Ahmad, 2/162) Dari Ali radhiyallahu ‘anhu: “Janganlah kamu memakai pakaian para pendeta (seperti paderi, brahma, sami). Kerana sesungguhnya sesiapa yang mengenakan pakaian seumpama itu atau menyerupai mereka, maka dia bukan termasuk golonganku.” (Hadis Riwayat ath-Thabrani, alAusath) Jika kita mahu mengambil contoh pada zaman sekarang, kita boleh melihat terdapat sebahagain umat Islam yang menggayakan/mengenakan pakaian sari (milik mereka yang beragama hindu), memakai pakaian Santa Claus (milik orang Kristian), dan juga memakai pakaian sami yang berwarna kuning, dan seumpamanya. Dalam persoalan tasyabbuh ini sebagaimana yang dijelaskan, ia tidaklah terhad dalam persoalan berpakaian, malahan bersifat umum dan menyeluruh. Jika kita lihat hadis-hadis dalam persoalan tasyabbuh ini, ia turut menunjukkan betapa Nabi menegaskan larangan menyerupai orang-orang kafir dalam soal ibadah seperti solat, puasa, haji, jenazah, makanan, dan seterusnya. Contoh Larangan Tasyabbuh Dalam Ibadah Solat: 1 – Nabi melarang menggunakan loceng dan trompet bagi menunjukkan masuknya waktu solat dan menyeru orang menunaikan solat. Beliau menjelaskan perbuatan tersebut menyerupai



kaum Nasrani dan Yahudi. (Lihat Sahih Sunan Abi Daud, no. 511) 2 – Nabi melarang menunaikan solat ketika terbit matahari sehinggalah bermula naiknya matahari. Begitu juga di waktu terbenamnya matahari. Kerana pada waktu tersebut adalah waktu orang-orang kafir beribadah. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 2/208-209) 3 – Dilarang menunaikan solat di atas kubur dan menjadikan kuburan sebagai masjid. Ini adalah kerana orang-orang kafir sebelum mereka menjadikan kuburan sebagai masjid. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 2/67-68) Contoh Larangan Tasyabbuh Ketika Berpuasa: 1 – Nabi memerintahkan supaya bersahur untuk berpuasa supaya membezakan dengan puasa ahli kitab yang berpuasa tanpa bersahur. (Rujuk Hadis Riwayat Muslim, 3/130-131) Larangan Tasyabbuh Dalam Urusan Sembelihan Haiwan: 1 – Nabi melarang menyembelih haiwan dengan menggunakan kuku kerana kuku adalah pisau sembelihan orang-orang Habasyah. (Rujuk Hadis Riwayat al-Bukhari, 9/513-517, 553) Larangan Tasayabbuh Dalam Penampilan: 1 – Nabi memerintahkan supaya menyelisihi orang-orang musyrik dengan cara merapikan misai, dan membiarkan janggut tumbuh panjang (jangan dicukur). (Rujuk Hadis Riwayat alBukhari, 10/288) Larangan Tasyabbuh Dalam Persoalan Adab: 1 – Nabi melarang memberi salam seperti orang Yahudi, iaitu mereka memberi salam dengan kepala, tapak tangan, dan isyarat. (Lihat Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah, no. 1783) 2 – Nabi memerintahkan supaya menjaga kebersihan halaman rumah dan jangan membiarkan ia dipenuhi sampah sarap. Kerana perbuatan mebiarkan sampah sarap di halaman rumah adalah perbuatan orang-orang Yahudi. (Rujuk Hadis Riwayat ath-Thabrani, al-Ausath, 11/2) Maka, dengan penjelasan tersebut, kita perlu berusaha supaya menyelisihi orang-orang kafir terutamanya dalam persoalan yang telah ditunjukkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Kerana Allah berfirman, “Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasihsayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapa-bapa, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam Syurga



yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah redha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Surah al-Mujadilah, 58: 22) 7 – Bukan Pakain Untuk Bermegah-megah (Menunjuk-nunjuk) Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Sesiapa yang memakai pakaian syuhrah (kebanggaan), maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada hari Kiamat kemudian membakarnya dengan Api Neraka.” (Hadis Riwayat Abu Daud, 2/172, no. 4029) Pakaian syuhrah adalah pakaian yang dipakai dengan tujuan supaya terkenal di mata orang kebanyakan, sama ada pakaian yang sangat berharga yang dipakai dalam rangka tujuan berbangga (mencari populariti) di dunia dan perhiasannya atau pakaian yang lusuh dengan tujuan menampakkan sifat kezuhudan dan menarik perhatian. (Lihat: Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqh Wanita, jil. 2, m/s. 153) Hukum Menutup Kaki Bagi Wanita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya (melebihi mata kaki/buku lali) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, “Bagaimana dengan kaum wanita, apa yang harus dilakukan pada hujung (bawah) kain mereka?” Baginda pun menyatakan: “Sekiranya mereka melabuhkannya, labuhkanlah sejengkal (dari tengah-tengah betis). Ia berkata, “Sesungguhnya jika seperti itu (hanya sejengkal) maka kaki mereka akan masih dapat tersingkap”. Baginda menjelaskan, “Maka, labuhkanlah sehingga sehasta dan jangan lebih dari itu”. (Hadis Riwayat Abu Daud, 4/364, no. 4119. an-Nasaa’i, 8/209, no. 5336-5339. at-Tirmidzi, 4/223, no. 1736. Ahmad di dalam al-Musnad, 2/5555. Dan Abul Razak as-San’ani di dalam al-Mushannafnya 11/82. Berkata Imam Muslim: Sanad hadis ini sahih) Berdasarkan hadis ini, bahawa wanita perlu (wajib) menutup kaki-kaki mereka termasuklah betis-betis mereka iaitu dengan melabuhkan kain-kain mereka sebanyak satu hasta (lebih kurang satu kaki) dari pertengahan betis mereka. Malah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mebenarkan pakaian wanita terseret di atas tanah bagi tujuan menutup kaki-kaki mereka. (Lihat penjelasannya oleh Ibnu Taimiyah di dalam Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 166, al-Albani) Berkenaan hadis tersingkapnya gelang-gelang kaki wanita di dalam perang Uhud, iaitu sebagaimana hadis daripada Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Ketika waktu perang Uhud, kaum muslimin berada dalam keadaan kucar-kacir meninggalkan



Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, sedangkan abu Thalhah berdiri di hadapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam melindungi dengan perisai dari kulit miliknya. Aku lihat ‘Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim berjalan tergesa-gesa. Aku melihat gelang-gelang kaki mereka ketika keduanya melompat-lompat sambil membawa bekas air di pinggangnya dan menuangkan bekas air tersebut ke mulut-mulut kaum muslimin...” (Hadis Riwayat al-Bukhari, 7/290. Muslim, 5/197) Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: “Siatusi tersebut terjadi sebelum turunnya ayat perintah menutup aurat (ayat hijab). (Dalam keadaan seperti itu) Mungkin juga ia terjadi tanpa mereka sengajakan.” (al-Albani, Jilbab al-Mar’atil Muslimah fii Kitabi wa as-Sunnah, 1412H, m/s. 166)



Tata Cara Berpakaian Wanita Secara Islami



Tata Cara Berpakaian Wanita Menurut Islam Ditengah kehidupan yang serba glamor dan bermegah sekarang ini banyak sekali kita lihat para wanita yang mengumbar aurat dan bangga dengan kulit putih mulusnya terjaja untuk lelaki. Entah karena kurangnya pengetahuan agama atau apa saat ini para wanita sudah tidak lagi berpakaian menurut pakaian yang dianjurkan Islam.



Well, sobat remaja semuanya pada artikel kali ini izinkan kami akan share tentang 8 Sifat Pakaian Wanita yang menjadi tatacara pakaian yang harusnya dipakai wanita menurut Islam : 1. Pakaian itu mestilah menutup aurat Rasulullah saw bersabda : Telah berkata Aisyah .a “ Sesungguhnya, Asma’binti Abu Bakar menemui Nabi saw dengan memakai busana yang nipis ” Maka nabi berpaling daripadanya dan bersabda “Wahai Asma’ , sesungguhnya apabila wanita itu telah baligh (sudah haid) tidak boleh dilihat daripadanya kecuali ini dan ini , sambil mengisyaratkan kepada muka dan tapak tangannya” 2. Pakaian itu tidak terlalu nipis sehingga tampak bayangan tubuh badan dari luar “Dua orang ahli neraka yang belum pernah saya lihat adalah : kaum yang memegang pecut bagai ekor lembu digunakan untuk memukul orang (tanpa alasan), orang perempuan yang berpakaian tetapi telanjang bagaikan merayu-rayu



melenggok-lenggok membesarkan cemaranya bagaikan punuk unta yang mereng. Mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan dapat mencium bau syurga, sedangkan bau syurga dapat dicium dari jarak yang sangat jauh” (Riwayat Muslim) 3. Pakaian itu tidak ketat atau sempit Dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Abi Salamah bahawa Umar Bin Khattab .a menghadiahkan kepada seseorang dengan pakaian nipis buatan Mesir Lama, kemidian berkata , “Jangan dipakaikan kepada isteri-isteri kamu!” Lalu seseorang berkata “ Ya Amirul Mukminin aku telah memakainya untuk isteriku, kemudian memutarkan badannya tetapi tidak kelihatan auratnya .” selanjutnya Umar berkata, “Memanglah auratnya tidak nampak, tetapi bentuk tubuhnya nampak” 4. Warna pakaian itu suram atau gelap, Seperti warna hitam atau kelabu asap. Tujuannya adalah agar lelaki tidak bernafsu melihatnya (terutamanya pakaian seperti jilbab atau abaya) . Menurut Ibnu Kathir di dalam tafsirnya pakaian wanita-wanita pada zaman Nabi saw ketika mereka keluar rumah berwarna hitam) 5. Tidak memakai wangi-wangian Pakaian itu tidak sekali-kali disemerbakkan dengan bau-bauan yang harum, demikian juga tubuh badan wanita itu, karena bau-bauan ini menimbulkan pengaruhnya atas nafsu lelaki. Perempuan yang memakai bau-bauan ketika keluar rumah sehingga lelaki mencium baunya disifatkan oleh Rasulullah saw sebagai zaniyah, yakni pelacur atau penzina. “Wanita apabila memakai wangi-wangian , kemudian berjalan melintasi kaum lelaki maka dia itu begini dan begini iaitu pelacur ” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmizi) 6. Tidak seperti Pakaian Laki-Laki Pakaian itu tidak bertashabbuh dengan pakaian lelaki yakni tiada meniru –niru atau menyerupai pakaian lelaki Telah berkata Ibnu Abbas : “Rasulullah saw telah melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita-wanita yang menyerupai lelaki” (Riwayat Bukhari) 7. Pakaian itu tiada bertashabbuh dengan pakaian permpuan-perempuan kafir dan musyrik 8. Pakaian itu bukanlah libasu sh-shuhrah, yakni pakaian untuk bermegah-megah , untuk menunjuk-nunjuk atau bergaya.



Pertanyaannya kemudian adalah masih adakah wanita yang berpakaian menurut Islam seperti kriteria di atas? Entah karena pengaruh budaya barat, saat ini banyak kita yang merasa enjoy aja dengan pakaian dengan mengumbar aurat seperti hotpants dll Untuk apa pakaian aja yang Islam tapi kelakuannya Na'uzubillah?. Pakaian dan kelakuan adalah dua hal yang berbeda. Moga-moga dengan berpakaian Islami maka si wanita tersebut akan menjaga akhlaknya Nah itulah beberapa di antara tata cara berpakaian menurut Islam. Jadi Berpakaian dalam Islam untuk wanita itu bukanlah yang trendi untuk banyak orang tetapi hanya untuk suaminya. Semoga artikel ini bermamfaat untuk para wanita yang telah berpakaian Islami agar teguh imannya dan tahan terhadap godaan Dan juga bermamfaat bagi yang belum berpakaian Islami



Etika berpakaian dan Berhias dalam islam Tema : Agama di Pandang dari Sudut Pandang Agama Judul : Etika Berpakaian dan Berhias



Sebelum membahas jauh tentang Etika di pandang dari sudut agama kita harus mengetahui apa pengertian etika itu sendiri PENGERTIAN ETIKA Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.



Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masingmasing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuranukuran bagi tingkah laku manusia yang baik Pengertian agama sendiri bisa di artikan Agama (Sanskerta, a = tidak; gama = kacau) artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio (dari religere, Latin) artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi. Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (yang supra natural) dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia (pendiri atau pengajar utama agama) untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah dan kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan untuk mencapai atau memperoleh keselamatan (dalam arti seluas-luasnya) secara pribadi dan masyarakat. Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk



penyembahan kepada Ilahi (misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain) merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat. Sedangkan kaum agamawan berpendapat bahwa agama diturunkan TUHAN Allah kepada manusia. Artinya, agama berasal dari Allah; Ia menurunkan agama agar manusia menyembah-Nya dengan baik dan benar; ada juga yang berpendapat bahwa agama adalah tindakan manusia untuk menyembah TUHAN Allah yang telah mengasihinya. Dan masih banyak lagi pandangan tentang agama, misalnya, 1. Agama ialah (sikon manusia yang) percaya adanya TUHAN, dewa, Ilahi; dan manusia yang percaya tersebut, menyembah serta berbhakti kepada-Nya, serta melaksanakan berbagai macam atau bentuk kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut 2. Agama adalah cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia terhadap sesuatu Yang Dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan serta alam semesta; cara-cara tersebut bervariasi sesuai dengan sikon hidup dan kehidupan masyarakat yang menganutnya atau penganutnya 3. Agama ialah percaya adanya TUHAN Yang Maha Esa dan hukum-hukum-Nya. Hukum-hukum TUHAN tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusanutusan-Nya; utusan-utusan itu adalah orang-orang yang dipilih secara khusus oleh TUHAN sebagai pembawa agama. Agama dan semua peraturan serta hukum-hukum keagamaan diturunkan TUHAN (kepada manusia) untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi (yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia); upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus (secara pribadi dan bersama) yang ditujukan kepada Ilahi.



Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah



Dari dasar pengertian inilah selanjutnya terjadi pengertian yang semakin berkembang, seperti apa yang kita kenal sampai sekarang. agama ialah suatu kepercayaan yang berisi normanorma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia dengan Sang Hyang/Yang Maha Kuasa, norma atau peraturan-peraturan mana dianggap kekal sifatnya. Jadi, antara etika dengan agama terdapat titik persamaan dan perbedaan: Persamaannya sebagai berikut: a. Pada sasarannya : baik etika maupun agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang tercela b. Pada sifatnya : etika dan agama sama bersifat memberi peringatan, jadi tidak memaksa Perbedaanya sebagai berikut: a. Pada segi prinsip : agama merupakan suatu kepercayaan pengabdian (dengan segala syarat dan caranya) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Etika bukanlah kepercayaan yang mengandung pengabdian. b. Pada bidang ajarannya : Agama membawa/mengajarkan manusia pada dua jenis dunia (alam fana dan alam baqa/akhirat). Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia di alam fana ini. c. Agama (islam) itu sumbernya dari Allah SWT. Tetapi etika dengan macam jenisjenisnya itu, sumbernya adalah dari pemikiran manusia (sesuai dengan aliran masingmasing).



d. ajaran dan pandangan etika, dapat diterima oleh agama. Bila semua keterangan tersebut di atas kita transfer kepada manusia, itu berarti bahwa semua manusia yang beragama (Islam), itu dengan sendirinya soal-soal etika/moral, tetapi mereka hanya mempelajari etika (sebagai suatu ilmu/filsafat), belum tentu beragam. Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja beriskan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjungjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, buka ada pamrih di dalamnya. Di sinilah pean orang tua dalam memberikan muatan moral kepada anak agar mampu memahami hidup dan menyikapinya dengan bijak dan damai sbagaimana Islam lahir ke bumi membawa kedamaian untuk semesta (rahmatan lilalamain) Salah satu contoh nya Etika Berpakaian dan Berhias Dalam Islam 1. Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : “Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). 2. Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya. 3. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersum-ber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu ia menuturkan: “Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai



kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari). Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya. 4. Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Radhiallaahu ‘anhu telah bersabda: “Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat.” ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani). 5. Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha menyatakan bahwasanya beliau berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya”. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad). 6. Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta’ala pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dariumatku”. (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani). 7. Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka” (HR. Al-Bukhari). 8. Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya. 9. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : “Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong”. (Muttafaq’alaih). 10. Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu ‘anha di dalam haditsnya berkata: “Rasulullah



Shallallaahu ‘alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci’. (Muttafaq’-alaih).. 11. Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, katrena hadits mengatakan: “Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu …” (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani). (Untuk laki-laki putih dan hijau atau warna lain, kalu wanita gelap , bisa dilihat di kitabnya Syaikh ALBani ( “Jilbab Muslimah” 12. Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.



‫ه‬ ‫مدد ل هل ل ه‬ ‫ا حل م ح‬ ‫ح م‬ ‫ن ح‬ ‫وحرحز ح‬ ‫ه ح‬ ‫ل‬ ‫ي ح‬ ‫ه ه‬ ‫قن هي م ه‬ ‫ال ل ه‬ ‫ر ح‬ ‫و ح‬ ‫ي كح ح‬ ‫م م‬ ‫ذ م‬ ‫و ل‬ ‫ح م‬ ‫ب( ح‬ ‫ذا )الث ل م‬ ‫سنان ه م‬ ‫غي م ه‬ ‫ول ح د‬ ‫ة‬ ‫و ل‬ ‫ ه‬.“Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini ‫ق ل‬ ‫ي ح‬ ‫من ن م‬



13. Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :



dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya



14. Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: “Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah”. Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya”. (Muttafaq’alaih).



Etika Pakaian Muslimah akhir ini banyak diantara saudari muslimah kita yang mulai melindungi diri mereka dengan jilbab. Kenyataan ini cukup menggembirakan bagi masyarakat islam. Namun apakah jilbab yang dikenakan kebanyakan saudari musli mah kita sudah sesuai tuntunan N abi shallallahu „alaihi wa sallam??? Apakah jilbab yang mereka kenakan adalah jilbab sebagaimana yang dikenakan teladan muslimah „Aisyah radliyallahu‟anha??? Apakah jilbab yang mereka kenakan adalah jilbab sebagaimana yang dikenakan oleh wanita wanita shalihah pada masa kurun terbaik (para shabiyah)??? Alangkah baik jika bagi saudari muslimah semuanya untuk menelaah petikan ilmu dari Imam al Muhaddits Muhammad Nashiruddin al Albany berikut ini. Semoga membawa manfaa t dan perubahan bagi saudariku muslimah... Inilah kriteria jilbab untukmu wahai muslimah... 1. MELIPUTI SELURUH BADAN SELAIN YANG DIKECUALIKAN Syarat ini terdapat dalam firman Allah dalam surat An Nuur : 31 berbunyi : “Katakanlah kepada wanita yang beriman : “He ndaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasa n mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra putra mereka atau putra -



putra suami mereka atau saudara saudar mereka (kakak dan adiknya) atau putra putra saudara laki laki mereka atau putra putra saudara p erempuan mereka (=keponakan) atau wanita wanita Islam atau budak budak yang mereka miliki atau pelayan pelayan laki laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang orang yang beriman supaya kamu beruntung.” Juga firman Allah dalam surat Al Ahzab : 59 berbunyi : “Hai Nabi katakanlah kepada istri istrimu, anak anak perempu anmu dan istri istri orang mumin : “Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al Hafizh Ibn u Katsir berkata dalam Tafsirnya : “Janganlah kaum wanita menampakkan



sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria pria ajnabi, kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.” Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudu ng yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.” Al Qurthubi berkata : Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunj ukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita i tu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi Taufik dan tidak ada Rabb selain Nya.” 2. BUKAN BERFUNGSI SEBAGAI PERHIASAN Ini berdasarkan f irman Allah dalam surat An Nuur ayat 31 berbunyi : “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki laki melirikkan pandangan ke padanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 33 : “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang orang jahiliyah.” Juga berdasarkan sabda Nabi : “Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki laki yang meninggalkan jamaah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan



duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Dikeluarkan Al Hakim 1/119 dan disepakati Adz Dzahabi; Ahmad VI/19; Al Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad; At Thabrani dalam Al Kabir ; Al Baihaqi dalam As Syuaib). Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki laki. (Fathul Bayan VII/19). 3. KAINNYA HARUS TEBAL (TIDAK TIPIS) S ebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita wanit a yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” Di dalam hadits lain terdapat tambahan : “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (At Thabrani dalam Al Mujam As -



Shaghir hal. 232; Hadits lain tersebut dikeluarkan oleh Muslim dari riwayat Abu Hurairah. Lihat Al HAdits As Shahih ah no. 1326). Ibnu Abdil Barr berkata : Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang. (dikutip oleh As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik III/103). Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsannya Umar bin Al Khattab pernah memakai baju Qubthiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidk melihatnya sebagai pakai an yang tipis ! Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati (menggambarkan lekuk tubuh). (Riwayat Al Baihaqi II/234 235; Muslim binAl Bitthin dari Ani Shalih dari Umar). Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensif ati dan menggambarkan lekuk lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis (transparan) itu lebih parah daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal). Oleh karena itu Aisyah pernah berkata : “Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan kulit dan r ambut.” 4. HARUS LONGGAR (TIDAK KETAT) SEHINGGA TIDAK DAPAT MENGGAMBARKAN SESUATU DARI TUBUHNYA Usamah bin Zaid pernah berkata : Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang



merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku : “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaiakan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, k arena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad Dhiya Al Maqdisi dalam Al Hadits Al Mukhtarah I/441; Ahmad dan Al Baihaqi dengan sanad Hasan). Aisyah pernah berkata : Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya. (Ibnu Sad VIII/71). Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan sel uruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel). (Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf II:26/1). Ini semua juga menguatkan pendapat yang kami pegangi mengenai wajibnya menyatukan antara khimar dan jilbab bagi kaum wanita jika keluar rumah. 5. TIDAK DIBE RI WEWANGIAN ATAU PARFUM Dari Abu Musa Al Asyari bahwasannya ia berkata : Rasulullah bersabda : “Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (An Nasai II/283; Abu Daud II/ 192; At -



Tirmidzi IV/17; Ahmad IV/100, Ibnu Khuzaimah III/91; Ibnu Hibban 1474; Al Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz Dzahabi). Dari Zainab Ats Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda : “Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah dalam kedua kitab Shahih nya; Ash Shabus Sunan dn lainnya). Dari Abu Hurairah bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda : “Siapapun wanita yang memakai bakhur (wewangian yang berasal dari pengasapan), maka janganlah ia menyertai kami dalam menunaikan shalat Isya yang akhir.” (ibid) Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah : Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian menerpanya. Maka Abu Hurairah berkata : Wah ai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangia n menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al Baihaqi III/133; Al Mundziri III/94). Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al Id berkata : Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki -



laki (Al Munawi dalam Fidhul Qadhir dalam mensyarahkan hadits dari Abu Hurairah). Saya (A l Albany) katakan : Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Al Haitsami dalam kitab AZ Zawajir II/37 menyebutkan bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dn berhias adalah termasuk perbuatan kabair (dosa besar) meskipun suaminya mengizinkan. 6. TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN LAKI LAKI Karena ad a beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyrupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria (Abu Daud II/ 182; Ibnu Majah I/588; Ahmad II/325; Al Hakim IV/19 disepakati oleh Adz Dzahabi). Dari Abdullah bin Amru yang berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yan g menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199 200; Abu Nuaim dalam Al Hilyah III/321) Dari Ibnu Abbas yang berkata : Nabi melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki lakian.



Beliau bersabda : “Keluar kan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.” Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al Bu khari X/273 274; Abu Daud II/182,305; Ad Darimy II/280 281; Ahmad no. 1982,2066,2123,2263,3391,3060,3151 dan 4358; At Tirmidzi IV/16 17; Ibnu Majah V/189; At Thayalisi no. 2679). Dari Abdullah bin Umar yang berkata : Rasulullah bersabda : “Tiga golongan ya ng tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki lakian dan menyerupakan diri dengan laki laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu) .” (An Nasai !/357; Al Hakim I/72 dan IV/146 147 disepakati Adz Dzahabi; Al -



Baihaqi X/226 dan Ahmad II/182). Dalam haits hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersi fat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja. 7. TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN WANITA WANITA KAFIR Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki laki maupun perem puan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya : Firman Allah surat Al Hadid : 16, berbunyi : “Belumkah datang waktunya bagi orang orang yang beriman, un tuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka me njadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang orang yang fasik.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al Iqtidha hal. 43 : Firman Allah “Janganlah mereka seperti...” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping mer upakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310) berkata : Karena itu Allah melarang orang orang beriman menyerupai mereka dalam perkara -



perkara pokok maup un cabang. Allah berfirman : “Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) : “Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang orang yang kafir siksaan yang pedih.” Ibnu Katsir I/148 berkata : Allah melarang hamb a hamba Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan ucapan dan tindakan tindakan orang orang kafir. Sebab, orang orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek. Jika mereka ingin mengatakan “Denagrlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebaga i plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa ayat 46. Allah telah memberi tahukan (dalm surat Al Mujadalah : 22) bahwa tidak ada seorang mumin yang mencintai orang orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang o rang kafir, maka ia bukan orang mumin, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan . 8. BUKAN PAKAIAN UNTUK MENCARI POPULARITAS (PAKAIAN KEBESARAN) Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata : Rasulullah bersabda : “Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada



hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (Abu Daud II/172; Ibnu Majah II/278 279) . Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai ren dah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya (Asy Syaukani dalam Nailul Authar II/94). Ibnul Atsir berkata : “Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong.” Kesimpulannya adalah : Hendaklah menutup seluruh badannya, kecuali wajah dan dua telapak dengan perincian sebagaimana yang telah dik emukakan, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas. Dikutip dari Kitab Jilbab Al-Marah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah (Syaikh Al-Albany)