Administrasi Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung



Buku Ajar



ministrasi



DAFTAR ISI halaman



KATA PENGANTAR I



II



IV



III V



VI



PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN A. Manajemen Pendidikan dan Administrasi Pendidikan B. Pengertian Administrasi Pendidikan C. Dasar-Dasar dan Tujuan Administrasi Pendidikan D. Bidang Garapan Administrasi Pendidikan E. Fungsi-Fungsi Administrasi Pendidikan F. Manajemen dalam Bidang Kegiatan Pendidikan



LEMBAGA PENDIDIKAN A. Pengertian Organisasi dan Pengorganisasian B. Asas-Asas Organisasi Manajemen C. Macam-Macam Organisasi D. Teori-Teori Organisasi E. Pengertian Reorganisasi dan Restrukturisasi F. Pengertian dan Struktur Organisasi Lembaga Pendidikan G.Jalur, Jenjang, dan Jenis Organisasi Lembaga Pendidikan H.Kriteria Keberhasilan Organisasi Lembaga ADMINISTRASI Pendidikan SEKOLAH A. Definisi Administrasi Sekolah B. Prinsip Umum Administrasi Sekolah DESENTRALISASI SISTEMSekolah PENDIDIKAN C. Macam-Macam Administrasi



NASIONAL



ADMINISTRASI KELAS A. Konsep Dasar Desentralisasi A. Kegiatan Administratif Manajemen Kelas dan B. Kebijakan Desentralisasi Pendidikan B. Kegiatan Operatif Manajemen Kelas C. Pengertian Partisipasi



5 12 17 19 28



34 36 37 38 40 41 44 50



92 92 92 56 92



60 68 99 Kendala Pelaksanaan 100 76



D. Peranan Keluarga dan Masyarakat dalam KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN Pendidikan A. Definisi Kepemimpinan dan Kepemimpinan E. Pendidikan Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam B. Kepemimpinan F. Model Manajemen BerbasisPendidikan Sekolah C. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan D. Kekuasaan dan Pengaruh E. Pengelolaan Manusia F. Kepengikutan G. Kepemimpinan dalam Kelompok dan Tim Kerja H. Ciri-Ciri Kepemimpinan



1 1



76



104 77 105



Pendidikan 84 107 115 117 121 122 124 125



VII



SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI



129



VIII



ADMINISTRASI IMPLEMENTASI KURIKULUM A. Pengertian Implementasi Kurikulum B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi



144 146 148



Kurikulum C. Imple menta si Kurik ulum



D. Pengembangan Aktivitas dan Kreativitas Peserta Didik



148 153 IX ADMINISTRASI PESERTA DIDIK A. Definisi Administrasi Peserta Didik B. Kegiatan Administrasi Peserta Didik C. Peranan Guru dalam Administrasi Peserta Didik X ADMINISTRASI PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK A. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan



156 157 158 168 170 171



B. Dasar Hukum Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan C. Urgensi Administrasi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan D. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan E. Standar Kualifikasi Tenaga Kependidikan F. Jenis-jenis Tenaga Kependidikan G. Tugas Tenaga Kependidikan H. Fungsi Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan I. Fakta mengenai Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan



175 176 178 180 182 184 185 187



XI ADMINISTRASI KEUANGAN PENDIDIKAN A. Administrasi Keuangan Sekolah B. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Administrasi Keuangan Sekolah XII ADMINISTRASI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN A. Hakikat Mutu Pendidikan B. Model dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah XII SUPERVISI PENDIDIKAN 236 I A. Pengertian Umum Supervisi 236 B. Tujuan dan Sasaran Supervisi 239 C. Prinsip-Prinsip Supervisi 240 D. Fungsi Supervisi 242 E. Tipe-Tipe Supervisi 242 F. Teknik-Teknik Yang Digunakan Dalam 243 Pelaksanaan Supervisi G. Kelemahan Dan Kelebihan Teknik – Teknik Dalam Pelaksanaan Supervisi H. Perangkat Supervisi



191 192 201 206 209 215



250 251



KATA PENGANTAR Adninistrasi adalah suatu proses kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat merencanakan, mengorganisir dan memimpin, Sedangkan administrasi pendidikan adalah suatu proses pengerahan yang berurusan dengan teknik dan prosedur penciptaan, pemeliharaan, stimulasi dan penyatuan tenaga-tenaga dala suatu lembaga pendidkan dalam tujuan-tujuan yang trelah ditentukan sebelumnya. Secara luas dapat dikatakan administrasi pendidikan adalah suatu ilmu yang mempelajari penataan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif. Istilah administrasi pendidikan tidak begitu di kenal masyarakat, karena masyarakat lebih mengenal istilah manajemen pendidikan saat ini, namun demikian dalam tulisan ini penulis tidak membedakan kedua istilah tersebut. Administrasi pendidikan atau manajemen pendidikan itu pada dasarnya sama dalam pengertian “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling) atau secara khusus pengertian manajemen pendidikan adalalah “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien” itu sama bagai mana untuk mengatur atau mengelola sebuah pendidikan atau sekolah. Buku Administrasi Pendidikan ini disusun untuk memudahkan mahasiswa memahami hal-hal terkait administrasi pendidikan, meliputi: (1) Pengertian administrasi pendidikan; (2) Lembaga pendidikan; (3) Desentralisasi sistem pendidikan nasional; (4) Administrasi sekolah; (5) Administrasi kelas; (6) Kepemimpinan pendidik; (7) Sistem informasi administrasi; (8) Administrasi implementasi kurikulum; (9) Administrasi peserta didik; (10) Administrasi pendidik dan peserta didik; (11) Administrasi keuangan pendidikan; (12) Administrasi peningkatan mutu pendidikan; dan (13) Supervisi pendidikan. Produk akhir dari buku ini hanya merupakan sebagian kecil dari hasil telaah empirik dan pemikiran konseptual bagi pelaksanaan kinerja administrasi pendidikan, sebagai prakarsa untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan. Meski tulisan yang tersaji ini mungkin belum cukup menggugah pelaku pendidikan untuk mengimplementasikannya, namun setidaknya harapan penulis, buku ini dapat berguna sebagai point of reference bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama pihak- pihak yang tulisannya penulis gunakan/kutip guna melengkapi tujuan penulisan dalam setiap bagiannya, dan semua pihak yang telah memberikan inspirasi sehingga tersusunnya buku ini. Penulis



PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN A. MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Namun demikian sesungguhnya keduanya identik, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna yang sama. Beberapa pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa: “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan”. Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa: “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”. Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa: (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsifungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut: Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu: (1) planning (perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) actuating (pelaksanaan); dan (4) controlling (pengawasan). Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi: (1) planning (perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) commanding (pengaturan); (4) coordinating (pengkoordinasian); dan (5) controlling (pengawasan). Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup: (1) planning (perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) staffing (penentuan staf); (4) directing (pengarahan); dan (5) controlling (pengawasan). Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu : (1) planning (perencanaan); (2) organizing (pengorganisasian); (3) staffing (penentuan staf); (4) directing (pengarahan); (5) coordinating (pengkoordinasian); (6) reporting (pelaporan); dan (7) budgeting (penganggaran). Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi- fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi: (1) perencanaan (planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4) pengawasan (controlling).



Beberapa ahli mengemukakan pengertian administrasi sebagai berikut: Sondang P Siagian MPA., Ph.D menyatakan bahwa Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian Drs.The Liang Gie menyatakan bahwa Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilaksanakan oleh sekolompok orang dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Drs. Soebari Trisna menyatakan bahwa Administrasi adalah keseluruhan proses penyelenggaraan dalam usaha kerja sama dua orang atau lebih dengan secara rasional untuk mencapai tujuan yang telah dkitetapkan sebelumnya secara efesien. Sedangkan Depdiknas RI menyatakan bahwa Administrasi ialah usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber (personal maupun material) secara efektif dan efesien guna untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jelas disebutkan pada Bab XI pasal 39 ayat (1) menyatakan tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Administrasi pendidikan mempunyai pengertian kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada tingkat sekolah, sebagai salah satu bentuk kerja sama dengan pendidikan, terdapat tujuan sekolah. Untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah itu diperlukan kerja sama di antara semua personel sekolah (guru, murid, kepala sekolah, staf tata usaha) dan orang di luar sekolah yang ada kaitannya dengan sekolah (orang tua, dokter puskesmas, Dinas Pendidikan, masyarakat yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan). Kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berbagai aspek ini dapat dipandang sebagai administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengarahan, pemantauan dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya. Perencanaan ini dibuat sebelum suatu tindakan dilaksanakan. Pengorganisasian adalah kegiatan membagi tugas-tugas kepada orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Administrasi pengertian sehari-hari sering disamakan dengan tata usaha, yaitu berupa kegiatan mencatat, mengumpulkan dan menyimpan suatu kegiatan atau hasil kegiatan untuk membantu pimpinan dalam mengambil keputusan. Penjelasan di atas adalah definisi administrasi dalam arti sempit yang masih banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu contoh, sebuah koran/majalah/tabloid membubuhkan alamatnya dengan “Kantor redaksi Administrasi”. Yang dimaksud oleh lembaga pers di atas tidak lain adalah tata usaha. Definisi administrasi terkadang dipersempit lagi dan disamakan dengan keuangan. Misalnya seorang pegawai kantor berucap “bereskan dulu urusan administrasimu” yang dimaksud dengan administrasi oleh si pegawai adalah keuangan. Atmodiwirio (300:23) mendefinisikan “administrasi pendidikan ialah koordinasi kegiatan alat untuk mencapai tujuan dan kegiatan yang menyertakan banyak orang.” Dari definisi ini dapat dilihat bahwa administrasi merupakan satu proses yang mengkoordinasikan, menyertakan banyak orang dan menggunakan sumber alat. Proses yang berkaitan dengan fungsi pembuat keputusan, perencanaan, kepemimpinan, pengkoordinasian dan pengendalian. Berdasarkan paparan dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan adalah segala rencana, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada awalnya ilmu administrasi bergerak di bidang perusahaan atau industri kemudian berkembang pada pemerintahan atau negara, sehingga kita mengenal adanya Business Administration dan Public Administration, baru kemudian pada sekitar tahun 1965/1966 administrasi dimasukkan dalam kurikulum Sekolah Pendidikan Guru dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, sehingga kita kenal sebagai Administrasi di bidang Pendidikan atau Administrasi Pendidikan. Pengertian administrasi berdasarkan etimologi berasal dari bahasa latin, yakni dari kata “ad”



yang artinya intensif dan kata “ministrare” yang artinya melayani, membantu serta mengarahkan. Dapat kita simpulkan bahwa pengertian administrasi ialah melayani dengan intensif. Menurut Dr. Hadari Nawawi, bahwa dalam bahasa inggris kata “administrauus” disebut dengan “administration”. Sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan “administratie”, tapi mempunyai arti yang lebih sempit lagi. Ini dikarenakan adanya keterbatasan pada aktivitas ketatausahaan (kegiatan penyusunan serta pencatatan keterangan yang dilakukan secara sistematis). Administrasi sendiri sering kali dikaitkan dengan aktivitas administrasi perkantoran, aktivitas ini adalah salah satu bidang yang diperoleh dari aktivitas administrasi sebenarnya. Administrasi jika dilihat dari katanya memilki arti sempit dan juga arti luas. Administrasi dalam arti yang sempit memiliki arti kegiatan pencatatan data dan informasi secara tertulis serta proses penyimpanan dokumen untuk dipergunakan kembali dilain waktu. Tata usaha adalah salah satu bidang pekerjaan yang terdapat dalam kegiatan administrasi. Jika ditinjau dalam arti luas, maka administrasi adalah suatu bidang yang di dalamnya terdapat kegiatan manajemen atau pengelolaan pada keseluruhan komponen organisasi yang bertujuan untuk mewujudkan program atau tujuan organisasi. Oleh sebab itu, pekerjaan administrasi dapat dikatakan sebagai manajemen dan operatif. Drs. M. Ngalim Parwanto (1997) Administrasi Pendidikan), administrasi pendidikan adalah segenap proses pengarahan dan pengitregasian segala sesuatu baik yang personel, spiritual dan material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, mendefinisikan administrasi pendidikan sebagai suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meiliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan, pembiayaan, dan pelaporan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, material, maupun sepiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Berdasarkan pemahaman yang dikemukakan di atas Nampak bahwa tidak ada perbedaan yang siginfikan tentang istilah ‘manajemen pendidikan’ dengan ‘administrasi pendidikan’, keduanya sama-sama memiliki bidang garapan yang sama yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan, pembiayaan, dan pelaporan. Selanjutnya dalam penulisan ini, penulis tidak membedakan antara istilah keduanya. B. PENGERTIAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN Administrasi pendidikan tersusun dari dua kata yakni administrasi dan pendidikan. Secara etimologi kata administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu “ad” yang berarti kepada dan “ministre” yang berarti melayani. Secara garis besar dan bebas kata administrasi dapat diartikan dengan pengabdian atau pelayanan terhadap suatu objek tertentu. Secara istilah Administrasi adalah upaya pencapaian tujuan secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan orang-orang dalam suatu pola kerjasama. Di dalam pengertian tersebut, kata efektif merujuk kepada hal yang telah menjadi tujuan dan dihasilkan adalah sama dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kata efisien merujuk pada penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya, dana, material, tenaga dan waktu secara ekonomis. Sedangkan kata pendidikan menurut Abdurrahman An-Nahlawi (1998) adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran, dan objek. Abdurahman An-Nahlawi juga memeberikan gambaran tentang pendidikan sebagai berikut: secara mutlak, pendidik yang sebenarnya adalah Allah, pencipta fitrah dan pemberi berbagai potensi; pendidikan menurut adanya langkah- langkah yang secara bertahap harus dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan urutan yang telah disusun secara sistematis. Kerja pendidikan harus mengikuti aturan penciptaan dan pengadaan yang dilakukan Allah, sebagaimana harus mengikuti syara’ dan din Allah. Mengacu pada gambaran-gambaran tersebut, bahwa pendidikan adalah suatu proses yaitu suatu rangkaian kegiatan yang menuju pada suatu hasil tertentu. Kegiatan atau perbuatan tersebut bisa berupa sesuatu yang nampak atau tidak nampak. Pada dasarnya pendidikan adalah suatu yang tidak nampak namun pada kenyataannya sesuatu yang kita kerjakan dalam pendidikan hampir semuanya adalah hal-hal yang bersifat formal, dalam artian bahwa perbuatan yang dilakukan



tersebut terjadi dengan sengaja dan memiliki tujuan. Administrasi merupakan suatu kegiatan yang melibatkan sumber daya manusia. Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka administrasi pendidikan merupakan ”kegiatan yang ditujukan untuk mengoptimalkan (efektif dan efisien) pencapaian tujuan pendidikan melalui penataan berbagai sumber daya, manusia, kurikulum dan fasilitas” (Engkoswara, dalam Burhanuddin, 1998:12). Kegiatan administrasi pendidikan melibatkan banyak pihak seperti kepala sekolah, para pembina, pengawas, serta pejabat departemen pendidikan. Keterlibatan tersebut meliputi fungsi dan tugas masing. Semua unsur yang terlibat berkontribusi terhadap peningkatan dan pencapaian tujuan pendidikan. Boleh dikatakan bahwa semua unsur tersebut adalah bagian dari administrator pendidikan. Dalam pendidikan terjadi dua proses, yaitu proses pendidikan atau yang sering disebut dengan proses teknik dan proses non pendidikan atau yang sering disebut dengan proses non teknik. AnNahlawi mengatakan bahwa proses pendidikan adalah pengembangan pengembangan kepribadian manusia. Dari kedua pengertian tentang administrasi dan pendidikan di atas, terdapat beberapa pengertian administrasi pendidikan dan beberapa pendapat dari para ahli pendidikan mengenai pengertan administrasi pendidikan, diantaranya: Jesse B. Sears (1950: The Nature of Administration Process), administrasi pendidikan adalah sebuah proses yang didalamnya terdapat aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian dan pengendalian. Administrasi pendidikan ialah suatu cara bekerja dengan orang-orang, dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif, yang berarti mendatangkan hasil yang baik dan tepat, sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Administrasi pendidikan adalah semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha-usaha besar seperti perumusan polis, pengarahan usaha, koordinasi, konsultasi, korespondensi, kontrol dan seterusnya, sampai kepada usaha-usaha kecil dan sederhana seperti menjaga sekolah, menyapu halaman dan sebagainya. Mengacu pada beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Administrasi pendidikan merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang ada sangkut-pautnya dengan tugas-tugas pendidikan. Administrasi pendidikan itu mencakup kegiatan-kegiatan yang luas, yang meliputi: kegiatan perencanaan, pengoganisasian, pengarahan dan pengawasan, khususnya dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. Administrasi pendidikan bukan hanya sekedar kegiatan “tata usaha” seperti yang dilakukan di kantor-kantor tata usaha sekolah maupun kantor-kantor invasi pendidikan lainnya. Mencakup beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan adalah suatu ilmu tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah agar tercapai tujuan pendidikan di sekolah tersebut. Singkatnya, administrasi pendidikan adalah pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan-urusan sekolah. Pengertian administrasi pendidikan dapat ditinjau dari perpaduan dua kata yaitu “administrasi dan pendidikan”. Pada hakekatnya administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai penerapan ilmu administrasi pada dunia pendidikan, diantaranya pembinaan, pengembangan, serta pengendalian dalam praktek-praktek pendidikan. Administrasi pendidikan meliputi administrasi sekolah, yaitu administrasi pendidikan yang pelaksanaannya di sekolah. Tata usaha merupakan salah satu alat administrasi pendidikan. Drs. M. Ngalim Purwanto mengemukakan pendapatnya tentang administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan penintegrasian segala sesuatu baik personal ,spiritual dan material yang bdersangkut paut dengan tercapainya tujuan pendidikan. Kemudian Depdiknas RI menyatakan bahwa administrasi pendidikan adalah suatu proses kseleruhan kegiatan bersama dalam dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasiaan, pengawasan, pembiayaan dan pelaporan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersdia, baik oersonal, material maupun spritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efesien dan efektif. Secara garis besar komponen administrasi pendidikan dapat digolongkan menjadi: 1. Administrasi personil sekolah; 2. Administrasi kurikulum;



3. Administrasi sarana dan prasarana pendidikan; 5. Administrasi sekolah dan masyarakat (Burhanuddin, 1998) Istilah lain yang sering dikaitkan dengan administrasi pendidikan adalah administrasi sekolah. Istilah administrasi sekolah umumnya dipahami lebih sempit dari administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan mencakup semua unsur yang terlibat dalam berbagai kegiatan pendidikan, sedangkan administrasi sekolah hanya meliputi tugas tata usaha sekolah. Namun demikian, tidak berarti bahwa administrasi sekolah bukan sesuatu yang penting. Kegiatan administrasi sekolah sebagai bahagian dari administrasi pendidikan justru memiliki peran yang sangat penting di sekolah. Dalam arti bahwa kegiatan administrasi sekolah merupakan ujung tombak kegiatan administrasi pendidikan secara keseluruhan. Di dalam lingkungan sekolah terdapat berbagai unsur yang tiada lain adalah komponen- komponen kegiatan administrasi administrasi pendidikan. Ini berarti bahwa kegiatan administrasi sekolah tiada lain adalah pelaksanaan administrasi pendidikan secara langsung di lapangan pendidikan. Sutisna (1989:19) mengemukakan administrasi pendidikan adalah “keseluruhan proses dengan mana sumber-sumber manusia dan materi yang cocok dibuat tersedia dan efektif bagi pencapaian maksud- maksud organisasi secara efisien”. Sears (1950) sebagaimana dikutip oleh Daryanto (1998:8) mengemukakan “Education administration is the process as including the following activities planning, organizing, directing, coordinating, and control. Daryanto (1998:8) mengemukakan administrasi pendidikan adalah “suatu cara bekerja dengan orang- orang, dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif”. Nawawi (Daryanto, 1998:10) mengemukakan “administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan, proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal”. Dasuqi dan Somantri (1992:10) mengemukakan administrasi pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah administrasi dalam bidang pendidikan. Senada dengan pendapat ini Soepardi (1988:24) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan adalah administrasi yang diterapkan dalam bidang pendidikan. Selanjutnya Soepardi (1988:25) menjelaskan administrasi pendidikan adalah semua aspek kegiatan untuk mendayagunakan berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana, serta media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif, dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Sagala (2005:27) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan adalah penerapan ilmu administrasi dalam dunia pendidikan atau sebagai penerapan administrasi dalam pembinaan, pengembangan, dan pengendalian usaha dan praktek-praktek pendidikan. Berbagai definisi di atas memberikan gambaran bahwa dalam administrasi pendidikan terkandung makna: 1. Administrasi pendidikan dilakukan melalui kerjasama sejumlah orang 2. Orientasi pelaksanaan administrasi pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. 3. Administrasi pendidikan memanfaatkan sumber daya pendidikan secara optimal. 4. Administrasi pendidikan dilaksanakan melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan adalah proses memanfaatkan sumber daya pendidikan melalui kerjasama sejumlah orang dengan melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Siagian (1992:2) mengemukakan administrasi adalah “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Wayong yang dikutip The Liang Gie (1992:15) mengemukakan bahwa administrasi adalah “kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan suatu usaha. Kegiatan itu bersifat merencanakan, mengorganisir dan memimpin”. Simon sebagaimana dikutip Handayaningrat (1996:2) mengemukakan “administration is the activities of groups cooperating to accomplish common goals” (Administrasi sebagai kegiatan daripada kelompok yang mengadakan kerjasama untuk menyelesaikan tujuan bersama) Berdasarkan definisi administrasi sebagaimana dikemukakan di atas Handayaningrat (1996:3) mengemukakan bahwa administrasi mengandung ciri-ciri sebagai berikut:



1. 2. 3. 4. 5.



Adanya kelompok manusia, yaitu kelompok yang terdiri atas 2 orang atau lebih Adanya kerjasama dari kelompok tersebut Adanya kegiatan/proses/usaha Adanya bimbingan, kepemimpinan, dan pengawasan Adanya tujuan Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa administrasi merupakan suatu proses kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat merencanakan, mengorganisir dan memimpin. Sedangkan menurut pendapat para ahli yang lainnya Adminitrasi pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang –orang dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif ,yang berarti mendatangkan hasil yang baik dan tepat ,sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan.atau administrasi pendidikan adalah semua kegiatan sekolah yang meliputi usaha-usaha besar seperti perumusan polis, pengarahan usaha, koordinasi, konsultasi, korespondensi, kontrol dan seterusnya, sampai kepada usaha-usaha kecil dan sederhana seperti menjaga sekolah, menyapu halaman dan lain sebagainya. Dengan beberapa pengertian tersebut, maka perlu ditegaskan disini sebagai berikut: 1. Bahwa seluruh administrasi pendidikan itu merupakan proses keseluruhan dan kegiatankegiatan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang ada sangkut pautnya dengan tugas-tugas pendidikan. 2. Bahwa administrasi pendidikan itu mencakup kegiatan-kegiatan yang luas yang meliputi kegiatan perencanaan ,pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, khususnya dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. 3. Bahwa administrasi pendidikan itu bukan hanya sekedar kegiatan tata usaha seperti dilakukan di kantor-kantor ,inspeksi pendidikan lainnya. Hubungan Pendidikan dengan Administrasi Negara dan Administrasi Niaga. Berkaitan dengan tujuan pendidikan di Indonesia merupakan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertera dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945, dan penjabarannya tertera dalam Keputusan MPR yang rumusannya selalu ditinjau kembali dari tahun ke tahun, sampai sekarang tertuang dalam UndangUndang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka setiap lembaga pendidikan mengarahkan tujuannya, yaitu tujuan institusional menuju tercapainya tujuan nasional tersebut. Penjabaran yang lebih kecil dikenal sebagai tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum atau yang sekarang dikenal sebagai tujuan pembelajaran umum, untuk kemudian oleh para pendidik dirumuskan lagi menjadi tujuan instruksional khusus atau tujuan pembelajaran khusus. Administrasi pendidikan sebagai kegiatan atau serangkaian kegiatan pelayanan, menyesuaikan kegiatannya dengan tujuan setiap lembaga yang dilayani. Berbagai alat dan teknik diklasifikasikan sedemikian rupa sehingga membentuk satu pendekatan sistem yang menjadikan kerja administrasi menjadi lebih baik. Untuk kepentingan tersebut tujuan organisasi perlu dirancang secara spesifik, baik untuk keseluruhan sistem maupun sub sistem, agar kegiatan pendidikan mencapai hasil yang diinginkan secara maksimal. Pendidikan merupakan usaha yang berada dibawah pengendalian dan pengawasan pemerintah, maka secara umum dapat dikatakan bahwa administrasi pendidikan merupakan bagian dari administrasi negara atau (Public Administration), terlepas dari penyelenggaraan lembaga pendidikan yang dalam unit kerja masing-masing mewujudkan pula kegiatan administarsi pendidikan dilingkunannya. Dengan demikian bila dilihat dari administrasi pendidikan di lembaga pendidikan tidak menutup kemungkinan terdapat pula serangkaian kegiatan administrasi yang lain yang berkaitan dengan pengelolaan lembaga pendidikan sebagai usaha kerjasama dalam mengatur rumah tangganya diluar kegiatan yang sudah diatur pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut tidak berarti lembaga pendidikan yang demikian lepas dari pengawasan pemerintah, karena pengawasan pemerintah diwujudkan dalam pengendalian aspek kegiatan operasional kependidikan yang harus terarah pada pencapaian tujuan pendidikan nasional. C.DASAR-DASAR DAN TUJUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN



1. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan Suatu administrasi pendidikan akan dapat berjalan dengan baik dan berhasil mencapai tujuan apabila memiliki dasar-dasar yang tepat. Dasar dalam hal ini pada hakekatnya adalah suatu kebenaran yang bersifat fundamental yang dapat dijadikan pedoman dan landasan yang tepat untuk bertindak. Dalam lingkup dunia pendidikan, dasar dalam administrasi pendidikan digunakan untuk menjadi acuan dan pedoman bagi seorang administrator untuk mendapatkan sukses dalam tugasnya. Dari segi proses administrasi bidang apapun, baik itu perusahaan, pemerintahan maupun pendidikan hampir tidak ada perbedaan karena semua kegiatan diawali dari perencanaan sapai dengan pengevaluasian. Prinsip kerja dari semua kegiatan administrasi, administrasi perusahaan, administrasi pemerintahan maupun administrasi pendidikan mempunyai prinsip yang sama secara umum yaitu: a. Prinsip Kerjasama, Seorang administrator akan berhasil baik dalam melaksanakan tugasnya, bila ia mampu mengembangkan kerjasa diantara orang-orang yang terlibat, baik secara horizontal maupun secara vertikal. b. Prinsip Efisiensi, Seorang administrator akan berhasil mendapatkan kesuksesan bilamana seoarang administrator tersebut mampu menggunakan sember daya atau sumber tenaga dan fasilitas yang ada secara efisien. c. Prinsip Pengelolaan. Seorang administrator akan mendapatkan hasil yang efektif dan efisien, yakni hasil yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya dari semua sumber daya dan fasilitas yang ada apa bila ia melakukan pekerjaan manajemen, yakni merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengontrol semua kegiatan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan; d. Prinsip Pengutamaan Tugas Penglolaan. Prinsip pengutamaan ini pada dasarnya penghindaran diri seorang administrator dari hal-hal yang cenderung bersifat negatif dalam melakukan administrasi pendidikan. Misalnya bila suatu pekerjaan yang bersifat manajemen dan pekerjaan yang bersifat operatif dilakukan secara bersamaan maka seorang administrator akan cenderung melakukan hal-hal yang bersifat operatif. Hal ini lah yang harus dihindari oleh seorang adiministrator, karena prinsip ini berimplikasi pada taraf suatu penorganisasian dalam organisasi, semakin rendah taraf organisasi yang dimiliki maka akan semakinbanyak kegiatan operatif yang dilakukan oleh seorang administrator. e. Prinsip Kepemimpinan yang Efektif. Seorang administrator akan berhasil dengan baik jika ia menggunakan prinsip kepemimpinan yang efektif, yakni kepemimpinan yang memperhatikan dimensi-dimensi hubungan antar manusia (Human Relationship), dimensi pelaksanaan tugas dan dimensi situasi dan kondisi yang ada. Dalam prinsip ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang administrator untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya, antara lain: 1) Sebagai pemimpin selalu membina hubungan baik dengan seluruh anggota yang dipimpin, dalam artian dia harus mengenal bawahannya sehingga terjalin hubungan yang baik antara atasan dengan bawahannya; pengawasan terhadap penyelesaian tugas dari setiap anggota dalam oarganisasi sesuai dengan pembagian tugas, dalam artian jangan hanya karna mementingkan hubungan baik antara atasan dengan bawahan, seorang pemimpin mengabaikan terselesaikannya pekerjaan dengan baik yang dilakukan oleh anggotanya dan sebaliknya, jangan sampai terlalu mementingkan kewajiban kerja sampai-sampai melupakan kepentingan pribadi setiap anggota organisasi; 2) Sebagai pemimpin mengenal dan memperhatikan kepentingan anggota yang dipimpin, sehingga membangkitkan motivasi kerja untuk kepentingan organisasi yang dipimpin dan dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi pribadi anggota yang dipimpin tersebut; 3) Sebagai pemimpin mengetahui dan memahami kemampuan anggota yang dipimpin dalam menentukan pembagian tugas bagi anggota yang dipimpin, sehingga tepat waktu dalam penyelesaian tugas; 4) Sebagai pemimpin selalu memperhitungkan taraf kematangan anggota yang dipimpin dengan situasi yang ada. Bila dalam organisasi telah terjalin hubungan baik, tetapi kesadaran kerja belum maksimal maka pemimpin harus mampu membangkitkan kesadaran untuk melaksanakan tugas bagi anggota yang dipimpin; 5) seorang administrator harus memiliki gaya kepemimpinan yang tepat, yakni mampu memperhitungkan taraf kematangan pada anggota organisasi dan situasi yang ada, misal seorang administrator menemukan tidak adanya gairah pada setiap diri pekerja, maka dalam hal ini seorang administrator harus mampu membangkitkan gairah setiap pekerjanya untuk penyelesaian tugas yang baik; dan f.



Prinsip Kerjasama. Seorang administrator akan berhasil dengan baik jika ia mampu mengembangkan kerjasama yan baik diantara setiap orang yang terlibat dalam organisasinya tersebut baik secara vertikal maupun horizontal. Walaupun secara umum semua kegiatan administrasi mempunyai prinsip kerja yang sama, namun administrasi pendidikan memiliki kekhususan atau karakteristik tersendiri dan berbeda dengan administrasi bidang yang lain. Seperti yang dikatakan Sodiq A. Kuntoro (seorang pakar pendidikan) perbedaan administrasi pendidikan dangan cabang ilmu administrasi yang lain adalah terletak pada prinsip operasionalnya. karenanya prinsip operasional yang diterapkan pada administrasi perusahaan atau administrasi pemerintahan belum tentu bisa atau bahkan tidak mungkin diterapkan pada administrasi pendidikan. a. Prinsip fleksibilitas, yakni dalam pelakasanaan administrasi pendidikan di sekolah harus dilakukan dengan mengingat faktor-faktor dan kemampuan untuk menyediakan fasilitas bagi berlangsungnya proses pendidikan di sekolah; Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dilakukan dengan prinsip yang bersifat adaptif karena penerapan prinsip, dalil dan rumusnya disesuaikan kondisi, tempat, waktu dan manusianya, dalam ilmu administrasi faktor-faktor tersebut dikenal sebagai faktor ekologis (lingkungan). Berdsarkan pada prinsip tersebut berarti bahwa dalam melaksanakan kegiatan administrasi pendidikan hendaknya memperhatikan faktor-faktor ekologis (lingkungan) dan kemampuan untuk menyediakan fasilitas bagi berlangsungnya program pendidikan. b. Prinsip efisien dan efektivitas, yakni tidak hanya penggunaan waktu dengan tepat, melainkan juga pendayagunaan tenaga secara tepat; c. Prinsip Berorientasi dan tujuan, sesuai dengan sistem maka semua kegiatan pendidikan harus berorientasi pada tujuan, dalam artian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan menjadi gantungan orientasi bagi pelaksanaan kegiatan administrasi pendidikan di sekolah; Administrasi pendidikan di sekolah merupakan input instrumental dalam sistem pendidikan, untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut, maka tujuan operasional yang sudah dirumuskan itu dijadikan sebagai pedoman orientasi bagi pelaksanaan administrasi pendidikan di sekolah. d. Prinsip kontinuitas, terdapat hubungan kelanjutan di setiap jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan pendidikan sebelumnya. Misalnya pendidikan di sekolah dasar berbeda dengan pendidikan di sekolah menengah pertama, tetapi masih terdapat hubungan hierarkinya; e. Prinsip pendidikan seumur hidup, prinsip ini berarti setiap manusia Indonesia harus tetap berkembang sepanjang hidupnya. Dengan kata lain prinsip pendidikan seumur hidup dimaksudkan agar setiap manusia Indonesia selalu mengembangkan kualitas dirinya sepanjang hidupnya, disisi lain pemerintah diharapkan akan selalu menciptakan situasi yang menantang agar masyarakat tergerak untuk belajar sepanjang hayat. Pelaksanaan administrasi pendidikan di suatu negara juga sangat tergantung pada sistem pendidikan yang dianut. Di Indonesia, sistem pendidikan yang digunakan adalah sistem pendidikan pancasila, yakni sistem pendidikan yang berdasar pada pancasila dan UUD 1945. Karena pada dasarnya administrasi pendidikan adalah sub sistem dari sistem pendidikan secara luas, maka landasan idiil yang harus digunakan di dalamnya harus berlandaskan pancasila dan UUD 1945. Administrasi pendidikan memiliki pengertian yang tersusun dari dua kata pokok, yakni administrasi dan pendidikan. Sehingga administrasi pendidikan adalah upaya atau proses yang dilakukan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan. Adimistrasi pendidikan merupakan subsistem dari sistem pendidikan, oleh karena itu dasar- dasar dalam administrasi pendidikan harus sesuai dengan dasar- dasar pendidikan di Indonesia, yakni Idiil Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan utama. Dipandang secara umum tujuan administrasi pendidikan adalah untuk membantu tercapainya tujuan pendidikan. Keberhasilan kegiatan administrasi pendidikan dalam jangka panjang dapat dilihat dari sejauh mana tujuan pendidikan dapat diwujudkan. Untuk mencapai hasil yang maksimal tersebut dibutuhkan tenaga administrator pendidikan yang handal dan bertanggung jawab. Dalam kaitan ini administrasi pendidikan berfungsi untuk mengkordinasikan perilaku manusia dalam pendidikan untuk menata sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara produktif



2. Tujuan Administrasi Pendidikan Pada umumnya tujuan administrasi pendidikan adalah semua kegiatan yang diperuntukkan untuk mensukseskan tercapainya tujuan pendidikan. Penyebab semakin rumitnya administrasi pendidikan dikarenakan orang tua murid dan masyarakat ikut terlibat langsung dalam pendidikan. Jika administrasi pendidikan semakin baik maka tujuan pendidikan juga akan tercapai dengan baik. Tujuan administrasi pendidikan adalah agar semua kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Sergiovani dan Carver, administrasi pendidikan bertujuan agar tercapainya 1) efektivitas produksi; 2) efisiensi; 3) kemampuan menyesuaikan diri (adaptivenes); dan 4) kepuasan kerja. Keempat tujuan tersebut dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan sekolah. Dalam sebuah lembaga atau sekolah, administrasi pendidikan merupakan subsistem dalam sistem pendidikan sekolah. Tujuan administrasi pendidikan adalah berusaha untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan sekolah tersebut. Secara khusus administrasi pendidikan di sekolah adalah untuk mempersiapkan situasi di sekolah agar pendidikan dan pengajaran di dalamnya berlangsung dengan baik.Sedangkan tujuan administrasi pendidikan di Indonesia yang dilaksanakan di sekolah juga bersumber dari tujuan pendidikan Nasional yang digariskan dalam GBHN adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, mempertinggi budi pekerti, atau memiliki kepribadian mempertebal semangat kebangsaan agar menjadi manusia pembangunan, memiliki kecerdasan serta terampil. Secara singkat dapat dikatakan administrasi pendidikan di sekolah bertujuan untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak-anak memmpunyai sikap (baik kepada sang pencipta maupun kepada sesama manusia) – pengetahuan – ketrampilan dasar yang kuat untuk melanjutkan pendidikan dan mempunyai suatu kecakapan dan keterampilan khusus untuk dapat hidup mandiri dalam masyarakat serta mempunyai sikap hidup sebagai manusia pancasila dengan pengabdian untuk membangun manusia pancasila Indonesia. Manfaat administrasi pendidikan Administrasi pendidikan merupakan aspek yang penting dalam pendidikan. Administrasi pendidikan merupakan keseluruhan proses yang diperlukan dalam penyelesaian pekerjaanpekerjaan personil sekolah untuk mendidik peserta didik. Jadi administrasi ini ditujukan kepada pendidikan peserta didik secara tidak langsung. Selain memiliki tujuan, administrasi pendidikan juga mempunyai beberapa fungsi, yakni administrasi pendidikan memiliki fungsi sebagai (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) penyusunan, (4) pengarahan, (5) pengkoordinasian, (6) pelaporan, (7) penganggaran, (8) pergerakan, (9) pengawasan, dan (10) penilaian. Sehingga mampu mengetahui permasalahan dalam rangka percepatan penuntasan wajar 12 tahun, menyusun rencana dan merumuskan tujuan, mengidentifikasi kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dalam perencanaan, yang bisa dipakai sebagai acuan dalam penetapan anggaran pendidikan, sebagai alat pengendalian dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan khususnya dalam percepatan Wajar 12 tahun. D.BIDANG GARAPAN ADMINISTRASI Ruang lingkup administrasi pendidikan secara makro meliputi tujuh bidang garapan. Ketujuh bidang garapan tersebut garis besarnya adalah sebagai berikut: 1. Bidang Administrasi Kurikulum (Pengajaran) 2 Bidang Administrasi Kesiswaan (Murid) 3. Bidang Administrasi Personal Sekolah 4. Bidang Administrasi Keuangan Sekolah 5. Bidang Administrasi Material (Perbekalan) 6. Bidang Administrasi Gedung Sekolah, dan 7. Hubungan Sekolah dan Masyarakat. Dr. Hadari Nawawi menyatakan, bahwa secara umum ruang lingkup administrasi pendidikan adalah sebagai berikut: Manajemen administratif, yakni kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengarahkan agar semua orang dalam organisasi atau kelompok kerjasama mengerjakan hal-hal



yang tepat sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai; Manajemen operatif, yakni kegiatankegiatan yang bertujuan mengarahkan dan membina agar dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi bahan tugas masing-masing setiap orang melaksanakan dengan tepat dan benar. Bidang-bidang yang terdapat dalam administrasi pendidikan sangatlah banyak, namun yang paling penting untuk diketahui oleh seorang administrator adalah sebagai berikut: Bidang Tata Usaha Sekolah; Bidang personalia murid; Bidang personalia guru; Bidang pengawasan (supervisi); Bidang pelaksanaan dan pengembangan kurikulum organisasi dan struktur pegawai tata usaha sekolah; anggaran belanja keuangan sekolah; masalah kepegawaian dan personalia sekolah; keuangan dan pembukuannya; korespondensi atau surat menyurat; masalah pengangkatan, pemindahan, penempatan, laporan, pengisian buku induk, rapot dan sebagainya. Bidang garapan administrasi pendidikan terdiri dari, administrasi tata laksana sekolah, administrasi personal guru dan pegawai sekolah, administrasi murid/peserta didik, supervisi pengajaran, pelaksanaan dan pembinaan kurikulum, pendirian dan perencanaan bangunan sekolah, dan hubungan masyarakat. Administrasi tata laksana sekolah yang meliputi: 1. Organisasi dan Struktur 2. Otorisasi dan anggaran 3. Kepegawaian 4. Perlengkapan dan perbekalan 5. Keuangan dan pembukuan 6. Korespondensi/surat menyurat 7. Laporan 8. Pengangkatan,penempatan dan pemindahan serta pemberhentian 9. Pengisian buku pokok (induk) raport, dsb. Administrasi personal guru dan pegawai sekolah melipuiti; 1. Pengangkatan dan penempatan guru 2. Organisasi personal guru 3. Masalah kepegawaian dan kesejahteraan guru 4. Rencana orientasi bagi tenaga guru baru 5. Kondite dan penilaian kemajuan guru 6. Inserrvise training dan up-grading guru. Administrasi murid melipuiti; 1. Organisasi dan perkumpulan murid 2. Masalah kesehatan dan kesejahteraan murid 3. penilaian dan pengukuran murid 4. Bimbingan dan penyuluhan. Supervisi Pengajaran meliputi; 1. Usaha membangkitkan dan merangsang semangat guru 2. Usaha mengembanngkan,mencari dan menggunakan metode baru 3. Mengusahakan cara-cara menilai hasil pendidikan dan pengajaran 4. Usaha mempertinggi mutu dan pengalaman guru. . Pelaksanaan dan pembinaan kurikulum meliputi: 1. Mempedomani dan merealisasikan apa yang tercantum dalam kurikulum; 2. Menyusun dan melaksanakan organisasi kurikulum beserta materi, sumber dan metode; 3. Menuruti atau megikuti kurikulum yang sudah ada juga berhak atau boleh Memilih atau menambah materi atau metode yang sesuai dengan kebutuhan. Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah meliputi; 1. cara memilih letak dan menentukan luas tanah yang dibutuhkan 2. Mengusahakan merencanakan dan menggunakan pendirian gedung sekolah 3. Menentukan jumlah dan luas ruangan kelas, kantor, asrama, lapangan olah Raga halaman sekolah dll. 4. Cara penggunaan sarana dan prasarana serta pemeliharaannya dan lain-lain. Hubungan masyarakat meliputi: Hal ini hubungan antara sekolah dengan sekolah, pemerintah/instransi yang terkait, dan hubungan masyarakat pada umumnya. Ruang lingkup dalam administrasi pendidikan dapat di



golongkan menjadi 3 bagian, yaitu bidang administrasi material, personal dan kurikulum. E.FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang fungsi administrasi pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan (planning) Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa: “Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan”. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini. Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana. Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu: a. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) menggunakan kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang diperlukan. b. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal. c. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas. Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu: (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b) merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan. Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu: (1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang; (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang; dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis. Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya. Pada bagian lain,



T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah- langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut: a. Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah- masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian perusahaan. b. Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang. c. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi perusahaan. Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri. Setiap program ataupun konsepsi memerlukan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan perencanaan adalah cara menghampiri masalah. Dalam penghampiran masalah itu si perencana berbuat merumuskan apa saja yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Perencanaan merupakan syarat mutlak bagi kegiatan administrasi, tanpa perencanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Didalam kegiatan perencanaan ada dua faktor yang harus diperhatikan ,yaitu factor tujuan dan faktor sarana, baik sarana personal maupun sarana material. Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi; a. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai. b. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan c. Mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan. d. Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan. e. Merumuskan bagaimana masalah-masalah itu akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaanpekerjaan itu akan diselesaikan. Syarat-syarat perencanaan adalah sebagai berikut; a. Perencanaan harus didasarkan atas tujuan yang jelas. b. Bersifat sederhana ,realitas dan jelas. c. Terinci memuat segala uraian serta klasifikasi kegiatan dan rangkaian tindakan sehingga mudah dipedomani dan dijalankan. d. Memilki fleksibelitas sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi sewaktu-waktu. e. Terdapat pertimbangan antara bermacam-macam bidang akan digarap dalam perencanaan itu .Menurut urgensi masing-masing. f. Diusahakan adanya penghematan tenaga,biaya,dan waktu serta kemungkinan penggunaan sumber daya dan dana yang tersedia dengan sebaik-baiknya, g. Diusahakan agar sedapat mungkin tidak terjadi adanya duplikasi pelaksanaan. Dengan kata lain perencanaan dapat berarti pula memikirkan tentang penghematan tenaga, biaya dan waktu, juga membatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dan menghindari adanya



duplikasi-duplikasi penyelesaiannya.



atau



tugas-tugas/pekerjaan



rangkap



yang



dapat



menghambat



jalan



2. Pengorganisasian (organizing) Fungsi manajemen atau administrasi berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa: “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”. Sedangkan Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian adalah “ as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Fokus perhatian pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya. Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah: (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang. Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan- kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. Pengorganisasian merupakan aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujudnya suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian sebagai fungsi adminiatrsi pendidikan menjadi tugas utama bagi para pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah,terutama dalam kegiatan sehari-hari di sekolah terdapat berbagai macam pekerjaan yang memerlukan kecakapan dan ketrampilan dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Kemudian yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian antara lain ialah pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, hendaknya disesuaikan dengan pengalaman, bakat, minat, pengetahuan dan kepribadian masing- masing orang-orang yang diperlukan dalam menjalankan tugas. Fungsi organisasi dapat diartikan bermacam-macam yaitu; b. Sebagai pemberi struktur terutama dalam penyusunan/ penempatan personal, pekerjaanpekerjaan materil dan pikiran-pikiran di dalam struktur. c. Sebagai menetapkan hubungan antara orang-orang, kewajiban- kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab masing-masing anggota disusun menjadi pola-pola kegiatan yang tertuju pada tercapainya tujuan. d. Sebagai alat untuk mempersatukan usaha-usaha untuk menyelesaikan pekerjaan. Organisasi yang baik hendaklah memiliki cirri-ciri atau sifat sebagai berikut; a. Memiliki tujuan yang jelas. b. Tiap anggota memahami dan menerima tujuan tersebut. c. Adanya kesatuan arah sehingga dapat menimbulkan kesatuan tindakan dan kesatruan pikiran. d. Adanya kesatuan perintah,para bahwahan hanya mempunyai seorang atasan langsung daripadanya ia menerima perintah atau bimbingan dan kepada siapa ia harus mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya. e. Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab masing-masing anggota. f. Adanya pembagian tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, keahlian dan bakat



masing-masing. Sehingga dapat menimbulkan kerja sama yang harmonis dan kooperatif. 3. Pelaksanaan (actuating) Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Fokus yang harus diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika: a. merasa yakin akan mampu mengerjakan; b. yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya; c. tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau mendesak; d. tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan; dan e. hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis. Adanya bermacam-macam tugas/pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang, memerlukan adanya koordinasi dari seorang pemimpin. Adanya koordinasi yang baik dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat atau kesimpang siuran dalam tindakan. Kita mengetahui bahwa rencana/program-program pendidikan yang harus di laksanakan di-sekolahsekolah sifatnya sangat kompleks dan sangat mengandung banyak segi yang saling bersangkut paut satu sama lain. Sifat kompleks yang dipunyai oleh program pendidikan di sekolah menunjukkan sangat perlunya tindakan-tindakan yang di koordinasi kan atau dengan kata lain koordinasi ialah aktivitas membawa orang-orang material. pikiran-pikiran, tehnik-tehnik, tujuan- tujuan kedalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai suatu tujuan. 4. Pengawasan (controlling)/Supervisi Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai: “the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”. Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa : “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan- penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.” Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya. Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu: (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c) pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpanganpenyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.



Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen. Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya. Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi, dimana pengawsan bertanggung jawab tentang kefektifan program. Oleh karena itu supervisi haruslah meneliti ada tidaknya kondisi-kondisi yang akan memungkinkan tercapainya tujuantujuan pendidikan. Dengan kata kata lain fungsi terpenting supervisi adalah sebagai berikut; a. Menentukan kondisi-kondisi atau syarat-syarat apakah yang diperlukan. b. Memenuhi/mengusahan syarat-syarat yang di perlukan. 5. Komunikasi Komunikasi dalam setiap bentuk adalah suatu proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang dalam struktur organisasi. Kemudian didalam komunikasi diperlukan motivasi dengan memperhatikan unsure-unsur sebagai berikut; a. Adanya keinginan untuk berhasil. b. Kejelasan tindakan yang harus diambil/dianjurkan. c. Keyakinan bahwa perubahan yang dianjurkan akan membawa hasil positif. d. Keyakinan adanya kesempatan yang sama bagi semua anggota. e. Keinginan akan adanya kebebasan untuk menentukan ,menolak ataupun menerima apa yang dianjurkan. f. Adanya tendensi untuk menilai (berdasarkan moral dan etika yang dianutnya) apa yang dianjurkan sebelum melaksanakan. 6. Kepegawaian Masalah yang diperlukan dalam didalam kegiatan-kegiatan kepegawaian ialah pemberian motivasi kepada para pegawai agar selalu bekerja giat, kesejahteraan pegawai, insentif dan penghargaan atau jasa-jasa mereka. Kondite dan bimbingan untuk dapat lebih maju. kemudian adanya kesempatan untuk mengupgrade diri, masalah pemberhentian dan pensiun pegawai. 7. Pembiayaan Pembiayaan ini dapat diibarakan bensin bagi sebuah mobil atau motor. Mengingat pentingnya biaya bagi setiap organisasi, tanpa biaya yang mencukupi tidak mungkin terjamin kelancaran jalannya suatu organisasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan adalah sebagai berikut: a. Rencanakan tentang beberapa pembiayaan yang diperlukan, b. Dari mana dan bagaimana biaya itu dapat diperoleh/diusahakan. c. Bagaimana penggunaannya. d. Siapa yang melaksanakannya. e. Bagaimana pembukuan dan pertanggung jawabannnya. f. Bagaimana pengawasan dan lain-lain. 8. Penilaian Evaluasi sebagai fungsi administrasi pendidikan adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui sampai dimana pelaksanaan yang dilakukan didalam proses keseluruhan organisasi



dalam mencapai hasil yang sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Dengan kata lain supervisi atau evaluasi selanjutnya dapat diusahakan bagaimana cara-cara memperbaikinya. F. MANAJEMEN DALAM BIDANG KEGIATAN PENDIDIKAN Berbicara tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen pendidikan. Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu : 1. Administrasi material, yaitu kegiatan yang menyangkut bidang- bidang materi/ benda-benda, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat perlengkapan sekolah dan lain-lain. 2. Administrasi personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan pegawai sekolah, juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan dan supervisi atau kepengawasan memegang peranan yang sangat penting. 3. Administrasi kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan sylabus atau rencana pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan dan sebagainya. Hal serupa dikemukakan pula oleh M. Rifa’i (1980) bahwa bidang- bidang administrasi pendidikan terdiri dari: 1. Bidang kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan cara mengajar, evaluasi dan sebagainya. 2. Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar, dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. 3. Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan siatuasi belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik-baiknya. Sementara itu, Thomas J. Sergiovani sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2002) mengemukakan delapan bidang administrasi pendidikan, mencakup : (1) instruction and curriculum development; (2) pupil personnel; (3) community school leadership; (4) staff personnel; (5) school plant; (6) school trasportation; (7) organization and structure dan (8) School finance and business management. Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah. Dari beberapa pendapat di atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai bidang administrasi pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation dan business management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan nasional belum dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka peningkatkan mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk diterapkan menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia. Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup: 1. Manajemen kurikulum Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap: (a) perencanaan; (b) pengorganisasian dan koordinasi; (c)



pelaksanaan; dan (d) pengendalian. Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006) mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap: 1. Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai: (1) analisis kebutuhan; (2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian. 2. Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah: (1) perumusan rasional atau dasar pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program; (4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil belajar. 3. Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran 4. Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP): Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif) 2. Manajemen Kesiswaan Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu: (a) siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka; (b) kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal; (c) siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan (d) pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan psikomotor. 3. Manajemen personalia Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu : (a) dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling berharga; (b) sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tujuan institusional; (c) kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan (d) manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah. Disamping faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil sekolah menjadi mutlak diperlukan. 4. Manajemen keuangan Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan dengan program



tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan. Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu, disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya. 5. Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah. Dalam manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah. Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan: pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana, menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga sekolah, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah untuk memotivasi warga sekolah. DAFTAR PUSTAKA Daryanto. (2008). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.



LEMBAGA PENDIDIKAN PENDAHULUAN Manusia sebagai mahluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya atau sebagai mahluk yang suka bermasyarakat. Karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut sebagai mahluk sosial. Individu- individu tersebut bersatu menjadi sebuah perkumpulan, Perkumpulan tersebut terbentuk dari satuan terkecil kelompok masyarakat yang lama kelamaan tumbuh dan berkembang menjadi satuan terbesar dalam masyarakat. Sebuah perkumpulan dalam masyarakat tersebut terjadi ketika individu satu samalainnya memiliki kesepahaman yang sama akan satu pandangan. Salah satu contoh dari perkumpulan tersebut adalah organisasi. Perkumpulan itu disebut organisasi karena sebagai suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan yang bersama. Manusia adalah makhluk organisasional, karena sejak lahir manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Organisasi dibentuk untuk kepentingan manusia (antroposentris) bukan manusia diciptakan untuk kepentingan organisasi, jadi manusia jangan sampai diperbudak oleh organisasi, tetapi manusialah yang harus memperbudak organisasi. Organisasi bukan merupakan tujuan, tetapi organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Maka dari itu manusia tidak dapat terpisahkan dengan organisasi dalam kehidupannya, walaupun pengalaman berorganisasi itu ada yang menyenangkan dan menjengkelkan, ada yang positif dan ada pula yang negatif tetapi manusia tetap memerlukan organisasi. Adanya pertentangan ini sebagai konsekuensi bahwa manusia pada hakikatnya tidak sama atau penuh dengan perbedaan. Perbedaan ini tidak terjadi karena latar belakang pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, budaya, usia dan sebagainya yang berbeda. Lembaga pendidikan adalah suatu lembaga yang bertujuan mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manuasia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. Kegiatan untuk mengembangkan potensi itu harus dilakukan secara berencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan suatu organisasi lembaga pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan dapat ditentukan berdasarkan suatu kriteria- kriteria tertentu. Pengorganisasian suatu lembaga pendidikan tergantung pada beberapa aspek antara lain: jalur, jenjang, dan jenis organisasi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Organisasi sekolah dilihat dari jenjangnya terdapat : jenjang pra sekolah, Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingat Pertama/Sekolah Menengah Pertama (SLTP/SMP), Sekolah Menengah Umum/Sekolah Menengan Atas (SMU/SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta perguruan Tinggi. Dilihat dari jenis ada dua yaitu sekolah umum dan sekolah kejuruan, dilihat dari penyelenggara pendidikannya, terdapat sekolah negeri dan sekolah swasta. Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui: 1. Apa pengertian Organisasi dan Pengorganisasian? 2. Apa saja asas-asas organisasi manejemen? 3. Apa macam-macam organisasi? 4. Apa saja teori-teori organisasi? 5. Apa pengertian reorganisasi dan restrukturisasi? 6. Apa yang dimaksud organisasi lembaga pendidikan? 7. Bagaimanakah jalur,jenjang dan jenis organisasi lembaga pendidikan? 8. Bagaimanakah kriteria keberhasilan organisasi lembaga pendidikan? PEMBAHASAN A. Pengertian Organisasi dan Pengorganisasian Istilah organisasi secara etimologi berasal dari bahasa latin organum yang berarti alat.



Sedangkan organize (bahasa inggris) berarti “mengorganisasikan” yang menunjukan tindakan atau usaha untuk mencapai sesuatu. “Organizing” (pengorganisasian) menunjukkan sebuah proses untuk mencapai sesuatu. Organisasi sebagai salah satu fungsi dan elemen penting dalam manajemen sesungguhnya telah bannyak didefinisikan oleh para ahli. Seperti: Gibson at.all (1995:6) mengartikan organisai sebagai wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat oleh individu secara sendiri-sendiri. Robbins (1994:4) mendefinisikan organisasi sebagai kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relative dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Sedang, P. Siagian mengemukakan bahwa organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan di mana terdapat seseorang atau beberapa orang yang disebut atasan dan seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan. Prajudi Atmosudirjo mengemukakan bahwa organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang-orang memegang posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu. Organisasi selalu diartikan sebagai berbagai komponen yang disatukan dalam suatu struktur dan sistem kerja yang terus bergerak seirama dengan sasaran tujuan yang ingin dicapai. Organisasi tidak dipahami hanya sebatas wadah (tempat) dimana terjadi interaksi dan aktivitas antar personal (individu), karena organisasi adalah perpaduan sumber daya manusia yang dikelompokkan berdasarkan struktur, fungsi, kewenangan dan tanggungjawab. Setiap orang memiliki hak dan kewajiban dan berkepentingan untuk memajukan organisasi. Untuk menjamin berlangsungnya suatu organisasi, maka fungsi pengorganisasian mutlak diperhatikan. Untuk menggerakkan sumber daya yang dimiliki organisasi diperlukan pengorganisasian sehingga menjamin sinergisitas dan keberlanjutan organisasi. Beberapa pendapat para ahli mengenai pengorganisasian adalah sebagai berikut: 1. Stoner, (1996) mengemukakan, mengorganisasikan adalah: proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam cara terstruktur guna mencapai sasaran spesifik atau beberapa sasaran dalam kata lain, mengalokasikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya di antara anggota organisasi, sehingga mereka dapat mencapai tujuan. 2. Hasibuan (1990), mengartikan pengorganisasian sebagai suatu proses untuk menentukan, mengelompokkan tugas, dan pengaturan secara bersama, aktivitas untuk mencapai tujuan, menentukan orang-orang yang akan melakukan aktifitas, menetapkan wewenang yang dapat didelegasikan kepada setiap individu yang akan melaksanakan aktivitas tersebut. 3. Asnawir menyatakan bahwa pengorganisasian adalah aktivitas penyusunan, pembentukan hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Akitivitas mengumpulkan segala tenaga untuk membentuk suatu kekuatan baru dalam rangka mencapai tujuan merupakan kegiatan dalam manajemen, karena pada dasarnya mengatur segala sesuatu yang ada dalam sebuah organisasi maupun suatu lembaga adalah kegiatan pengorganisasian. Beberapa pengertian tersebut menunjukkan bahwa organisasi adalah sebuah wadah, tempat atau sistem untuk melakukan kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan pengorganisasian (organizing) merupakan proses pembentukkan wadah atau sistem dan penyusunan anggota dalam bentuk struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Jika dikaitkan dengan pendidikan (organisasi pendidikan ) adalah tempat untuk melakukan aktifitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan, dan pengorganisasian pendidikan adalah sebuah proses pembentukan tempat atau sistem dalam rangka melakukan kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Kegiatan menyusun berbagai elemen dalam sebuah lembaga pendidikan maupun instansi merupakan kegiatan manajemen yang secara khusus disebut sebagai pengorganisasian, hal ini makin memperjelas bahwa di antara fungsi manajemen adalah menyusun dan membentuk berbagai hubungan kerja dari berbagai unit untuk menjadi sebuah tim yang solid, dari tim yang solid akan



memberi kekuatan. Apabila terjadi kesatuan kekuatan dari berbagai elemen sistem untuk mencapai tujuan dalam lembaga maupun organisasi maka manajemen dianggap berhasil. B. Asas-Asas Organisasi Manejemen Dalam menjalankan kerja organisasi, tentunya sebelumnya harus mengetahui secara dalam tentang asas-asas organisasi manajemen agar dalam setiap elemen organisasi dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien, diantara asas-asas organisasi tersebut, yaitu: 1. Tujuan organisasi harus dirumuskan dengan jelas. Tujuan ini yang akan memandu setiap orang dalam organisasi. Semakin jelas tujuan yang akan diraih maka semakin mudah pula organisasi menentukan langkah yang tepat. 2. Departementalisasi. Penyusunan bagian-bagian yang akan menjalankan tugas-tugas sesuai bidang tertentu. Dapat dilakukan dengan mengelompokkan tugas-tugas sejenis. 3. Pembagian kerja. Setelah dilakukan departementalisasi perlu pengisian aktifitas kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing koordinasi. Koordinasi dimaksudkan untuk mencapai keselarasan dalam organisasi. 4. Kesatuan perintah. Masing-masing pejabat dalam hirarki yang berlaku hanya bertanggungjawab kepada satu atasan tertentu dan hanya menerima perintah darinya. 5. Fleksibilitas. Organisasi semestinya menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut antara lain mencakup revisi tujuan, teknologi, SDM yang spesialis, dll. 6. Berkesinambungan. Organisasi setelah dibentuk diharapkan terus beroperasi dan memenuhi kebutuhan stakeholders-nya. 7. Keseimbangan. Bagian atau satuan dalam organisasi yang memiliki peran yang sama pentingnya harus ditempatkan pada level yang sama pula. 8. Koordinasi. Koordinasi dimaksudkan untuk mencapai keselarasan dalam 0rganisasi. 9. Pelimpahan wewenang. Pelimpahan kewenangan dari pejabat yang lebih tinggi ke pejabat yang lebih rendah atau antar pejabat yang setara. 10.Rentang kendali (span of control). Merupakan jumlah bawahan yang dipimpin dengan baik oleh seorang pemimpin di atasnya. 11.Jenjang organisasi/hiraki. Menunjukkan adanya tingkatan-tingkatan yang perlu dilewati dalam menentukan sebuah keputusan. (kasus PTPN 5) C.Macam-Macam Organisasi Pada umumnya organisasi terbagi menjadi tiga macam, diantaranya: Organisasi Niaga, Organisasi Sosial dan Organisasi Regional & Internasional. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga Organisasi tersebut: 1. Organisasi Niaga. Organisasi Niaga adalah organisasi yang tujuan utamanya mencari keuntungan. Macam-macam Organisasi Niaga: a. Perseroan Terbatas (PT), b. Perseroan Komanditer (CV), c. Firma (FA), d. Koperas, e. Join Ventura, f. Holding Company. 2. Organisasi Sosial. Organisasi Sosial adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat. Jalur pembentukan organisasi Kemasyarakatan: a. Jalur Keagamaan, b. Jalur Profesi, c. Jalur Kepemudaan, d. Jalur Kemahasiswaan, e. Jalur Kepartaian & Kekaryaan. 3. Organisasi Regional & International. Organisasi Regional. Organisasi Regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu saja. Organisasi Internasional. Organisasi Internasional adalah organisasi yang anggota- anggotanya meliputi negara didunia. Macam-macam organisasi internasional a. UN (United Nation – PBB – 1945), b. UNICEF (United Nations International Childrens Emergency Fund – 1946), namun namanya diganti setelah tahun 1953 menjadi: United Nations Children’s Fund. c. UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization – 16 November 1945), e.. WHO (World Health Organization – 7 April 1948), f.. IMF (International Monetary



Fund – Juli 1944, 180 negara), g.. OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries – 1960, anggota 13 negara, termasuk Indonesia), h. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10 negara anggota, Timor Leste dan Papua new Guinea hanya sebagai pemantau, dan masih mempertimbangkan akan menjadi anggota), dll. D. Teori-Teori Organisasi Ada 9 teori dalam organisasi, yaitu teori klasik, teori organisasi birokrasi, teori organisasi human relation, teori organisasi perilaku, teori proses, teori kepemimpinan, teori organisasi fungsi, teori organisasi pembuat keputusan, dan teori organisasi kontingensi. 1. Teori Klasik. Menurut teori organisasi klasik ini, organisasi dipandang sebagai sebuah sistem tertutup dimana semua variabel diperhatikan dan berada di bawah pengendalian pihak manajemen. Teori klasik ini ternyata membawa hasil nyata dalam praktiknya. Terjadi kenaikan produktivitas yang berarti, yang sangat dibutuhkan pada masa itu. Tetapi satu hal pokok adalah bahwa, teori organisasi klasik mengabaikan faktor manusia. Nasib para pegawai/karyawan tidak diperhatikan (mereka seakan-akan dianggap sebagai bagian dari mesin). Hasil produksi (Output) dicapai dengan pengorbanan manusia yang terlampau besar. 2. Teori Organisasi Birokrasi. Pada dasamya teori organisasi birokrasi menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan, organisasi harus menjalankan strategi sebagai berikut: a. Pembagian dan penugasan pekerjaan secara khusus; b.) Prinsip hirarki atau bawahan hanya bertanggung jawab kepada atasannya langsung; c. Promosi didasarkan pada masa kerja dan prestasi kerja, dan dilindungi dari pemberhentian sewenang-wenang dan yang demikian disebut prinsip loyalitas; d. Setiap pekerjaan dilaksanakan secara tidak memandang bulu, tidak membeda-bedakkan status sosial, tidak pilih kasih. Strategi ini dinamakan prinsip impersonal; e. Tiap-tiap tugas dan pekerjaan dalam organisasi dilaksanakan menurut suatu sistem tertentu berdasarkan kepada data peraturan yang abstrak. 3. Teori Organisasi Human Relation. Teori ini disebut juga teori hubungan kemanusiaan, teori hubungan antara manusia, teori hubungan kerja kemanusiaaan atau the human relations theory. Suatu hubungan dikatakan hubungan kemanusiaan apabila hubungan tersebut dapat memberikan kesadaran dan pengertian sehingga pihak lain merasa puas. Pengertian tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hubungan manusia secara luas dan secara sempit. Dalam arti luas hubungan kemanusiaan adalah hubungan antara hubungan seseorang dengan orang lain yang terjadi dalam suatu situasi dan dalam semua bidang kegiatan atau kehidupan untuk mendapatkan suatu kepuasan hati. 4. Teori Organisasi Perilaku. Teori ini disebut merupakan suatu teori yang memandang organisasi dari segi perilaku anggota organisasi. Teori ini berpendapat bahwa baik atau tidaknya, berhasil tidaknya organisasi mencapai sasaran yang telah ditetapkan berasal dari para anggotanya. 5. Teori Organisasi Proses. Suatu teori yang memandang organisasi sebagai proses kerjasama antara kelompok orang yang tergabung dalam suatu kelompok formal. Teori ini memandang organisasi dalam arti dinamis, selalu bergerak dan didalamnya terdapat pembagian tugas dan prinsip- prinsip yang bersifat umum (Universal). 6. Teori Kepemimpinan. Teori ini beranggapan bahwa berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuan tergantung sampai seberapa jauh seorang pemimpin mampu mempengaruhi para bawahan sehingga mereka mampu bekerja dengan semangat yang tinggi dan tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien dan efektif, adapun sedikitnya kajian atas teori organisasi yang berhubungan dengan masalah kepemimpinan dapat dibedakan atas: a. Teori Otokratis, b. Teori Demokrasi, c. Teori kebebasan, d. Teori Patnernalisme, e. Teori Personal atau pribadi, f. Teori Non- Personal, g. Teori Organisasi Fungsi. Fungsi adalah sekelompok tugas atau kegiatan yang harus dijalankan oleh seseorang yang mempunyai kedudukan sebagai pemimpin atau manajer guna mencapai tujuan organisasi. Sekelompok kegiatan yang menjadi fungsi seorang pemimpin atau manager terdiri dari kegiatan menyusun perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), pemberian motifasi atau bimbingan (Motivating), pengawasan (Controlling), dan pengambilan keputusan (Decision making), 8) Teori Organisasi Pembuat Keputusan. Teori ini berlandaskan pada adanya berbagai



keputusan yang dibuat oleh para pejabat disetiap tingkatan, baik keputusan di tingkat puncak yang memuat ketentuan pokok atau kebijaksanaan umum, keputusan di tingkat menengah yang memuat program-progam untuk melaksanakan keputusan adminitratif, maupun keputusan di tingkat bawah, 9) Teori Organisasi Kontingensi. Teori ini berlandaskan pada pemikiran bahwa pengelolaan organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar apabila pemimpin organisasi mampu memperhatikan dan memecahkan situasi tertentu yang sedang dihadapi dan setiap situasi harus dianalisis sendiri. Dari semua teori ini, tidak satu teori pun yang dianggap paling lengkap atau paling sempurna, teori-teori itu satu sama lain saling mengisi dan saling melengkapi. Teori dianggap baik dan tepat apabila mampu memperhatikan dan menyesuaikan dengan lingkungan dan mampu memperhitungkan situasi-situasi tertentu. E.Pengertian Reorganisasi dan Restrukturisasi Robbins dan Fattah (2006) menyatakan suatu struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasi secara formal. Pada struktur organisasi tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi. Dengan demikian, struktur organisasi pelatihan akan menggambarkan pengelompokkan satuan kerja pelatihan. Struktur organisasi pelatihan juga membagi kerja dalam kegiatan pelatihan termasuk pengaturan pelimpahan. Pengertian restrukturisasi menurut mintzeberg (1979) adalah: “in the case of organizational, structur and design means turning those knobs that influence the division of labour and the coordinating, mechanism, there by effecting how the organizational function, how material autority, information and decision process flow throught”. Sementara Bennis dan Mische (1999:13) mendefinisikan “restrukturisasi sebagai rekayasa ulang yaitu menata perusahaan dengan menata ulang doktrin, praktek dan aktivitas yang ada kemudian secara inovatif menyebarkan kembali modal dan sumber daya manusia”. rekayasa ulang adalah proses yang mengubah budaya organisasi dan menciptakan proses sistem, struktur dan cara baru untuk mengukur kinerja dan keberhasilan. bennis and mische dalam sudarmayanti (2002:63). F. Pengertian dan Struktur Organisasi Lembaga Pendidikan Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Demikian komleksnya organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin berkembang. Organisasi secara umum dapat diartikan memberi struktur atau susunan yakni dalam penyusunan penempatan orang-orang dalam suatu kelompok kerja sama, dengan maksud menempatkan hubungan antara orang-orang dalam kewajiban-kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab masing-masing. Jadi, secara sederhana organisasi adalah suatu wadah atau setiap bentuk perserikatan kerjasama manusia yang didalamnya terdapat struktur organisasi, pembagian tugas, hak dan tanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan bersama. Organisasi menggambarkan adanya pembidangan fungsi dan tugas dari masing-



masing kesatuan. Dalam suatu susunan atau struktur organisasi dapat dilihat bidang, tugas dan fungsi masing-masing kesatuan serta hubungan vertical-horisontal antara kesatuan-kesatuan yang ada. (Hartati Sukirman, 2009: 34-35). Lembaga pendidikan merupakan badan atau instansi yang menyelenggarakan usaha pendidikan. Bukan hanya sekolah, termasuk kursus resmi, kursus privat, dan lain-lain yang mempunyai ciri adanya kegiatan belajar. Di Indonesia ini terdapat banyak sekali lembaga pendidikan dengan tujuan, kurikulum dan lulusan yang berbeda-beda. Namun secara umum diketahui bahwa dalam lembaga pendidikan selalu terdapat komponen-komponen penting yang menentukan eberhasilan sebuah lembaga. Komponen- komponen yang dimaksud adalah: 1. Komponen siswa, yaitu subyek belajar yang menurut jenis dan sifat lembaganya dapat disebut sebagai siswa, mahasiswa, peserta khusus. 2. Komponen guru, yaitu subyek yang memberikan pelajaran yang sebutannya dapat berupa guru, dosen, penyaji, penatar. 3. Komponen kurikulum, materi atau bahan pelajaran yang diajarkan, yang memberikan ciri pada lembaga pendidikan dan mencerminkan kualitas lulusannya. 4. Komponen sarana dan prasarana, yaitu komponen penunjang terlaksanya proses pengajaran. 5. Komponen pengelola, yaitu orang-orang yang mengurus penyelenggaraan lembaga menyangkut pengelolaan dalam memimpin, mengorganisasikan, mengarahkan, membina serta mengurus tatalaksana lembaga. Termasuk dalam komponen pengelola adalah kepala sekolah, petugas bimbingan, pustakawan, staf tata usaha, bendaharawan, pesuruh, penjaga malam. Organisasi menggambarkan adanya pembidangan fungsi dan tugas dari masing-masing kesatuan. Dalam suatu susunan atau struktur organisasi dapat dilihat bidang, tugas dan fungsi masing-masing kesatuan serta hubungan vertical-horizontal antara kesatuan-kesatuan yang ada. (Hartati Sukirman, 2009: 34-35). Lembaga Pendidikan merupakan badan atau instansi yang menyelenggarakan usaha pendidikan. Bukan hanya sekolah, termasuk kursus resmi, kursus privat, dan lain-lain yang mempunyai ciri adanya kegiatan belajar. Jadi, organisasi lembaga pendidikan dapat diartikan sebagai suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Struktur organisasi lembaga pendidikan adalah struktur yang mendasari keputusan para Pembina atau Pendiri sekolah untuk mengawali suatu proses perencanaan organisasi lembaga pendidikan yang strategis. Struktur Organisasi pendidikan yang pokok ada dua macam yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Di antara kedua struktur tersebut terdapat beberapa struktur campuran yakni yang lebih cenderung ke arah sentralisasi mutlak dan yang lebih mendekati disentralisasi tetapi beberapa bagian masih diselenggarakan secara sentral. Pada umumnya, struktur campuran inilah yang berlaku dikebanyakan negara dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi bangsanya. Organisasi Lembaga Pendidikan. Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Organisasi pendidikan dapat disebut sebagai sistem pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan lembaga pendidikan tidak dapat lepas dari organisasi untuk seluruh Negara. Untuk organisasi ini Mulyani A Nurhadi membedakan menjadi dua yaitu organisasi makro dan mikro. Organisasi pendidikan makro adalah organisasi pendidikan dilihat dari segi organisasi secara luas. Dalam struktur organisasi sebelum otonomi daerah organisasi pendidikan pada tingkat makro dibedakan atas: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Pusat, Kantor Wilayah



Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Pendidikan Dan Kebudayaan di Kabupaten/Kotamadya dan Kantor Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Kecamatan. Organisasi pendidikan mikro adalah organisasi pendidikan dilihat dengan titik tolak dengan unit-unit yang ada pada suatu sekolah atau lembaga pendidikan penyelenggara langsung proses belajar mengajar. Struktur disetiap sekolah atau lembaga tidak seluruhnya sama. Mungkin disuatu sekolah terdapat sesuatu unit sekolah yang disekolah lain tidak terdapat karena disebabkan kekurangan tenaga atau sarana lain. Pengorganisasian suatu sekolah tergantung pada jenis, tingkat dan sifat sekolah yang bersangkutan. Susunan organisasi sekolah tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang susunan organisasi dan tata kerja jenis sekolah tersebut. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa dari struktur organisasi terlihat hubungan dan mekanisme kerja antara kepala sekolah, guru, murid, dan pegawai tata usaha sekolah serta pihak lainnya di luar sekolah. Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kegiatan-kegiatan yang terarah memerlukan pendekatan pengadministrasian yang efisien dan efektif. (Hartati Sukirman, 2009: 35). G.Jalur, Jenjang, dan Jenis Organisasi Lembaga Pendidikan 1. Jalur Organisasi Lembaga Pendidikan Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan dapat diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan dapat diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 16). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 31 ayat 1, 2, dan 3, ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal, nonformal, dan informal. Mengenai jenjang, Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 14), sedangkan untuk jenis, Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15). Pembelajaran merupakan inti dan muara segenap proses pengelolaan pendidikan. Kualitas sebuah lembaga pendidikan juga hakikatnya diukur dari kualitas proses pembelajarannya, disamping output dan outcome yang dihasilkan. Oleh karena itu kriteria mutu dan keberhasilan pembelajaran seharusnya dibuat secara rinci, sehingga benar-benar measurable and observable (dapat diukur dan diamati). Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM. Hal ini tidak terlepas dari seberapa baik sekolah tersebut dikelola. Apabila sekolah dianalogikan sebagai mesin produksi, maka kualitas output akan relevan dengan kualitas mesinnya. Kriteria keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen tertentu. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan



dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 31 ayat 1, 2, dan 3) Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal, nonformal, dan informal. a. Jalur pendidikan formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat),pemerintah daerah dan masyarakat. Semua lembaga formal diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada setiap peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Khusus bagi perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. b. Jalur pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal juga disebut pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah sebagai suatu sistem, baru dikenalkan kepada umum secara resmi kira-kira tahun 1970. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. c. Jalur pendidikan informal. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 27 ayat 1 dan 2). Homeschooling atau yang diIndonesiakan menjadi sekolah rumah, merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 terkategori sebagai pendidikan informal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan. Kedudukannya setara dengan pendidikan formal dan nonformal. Hanya saja, jika anak-anak yang dididik secara informal ini menghendaki ijazah karena berniat memasuki pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi, maka peserta pendidikan informal bisa mengikuti ujian persamaan melalui PKBM atau lembaga nonformal sejenis yang menyelenggrakan ujian kesetaraan. Pendidikan informal berperan bagi perubahan bangsa menjadi lebih baik. Apalagi jika hal itu didukung oleh pemerintah, menguatnya kesadaran keluarga untuk menanamkan pondasi pendidikan di rumah akan membuat anak-anak memiliki memiliki visi hidup yang jelas, rasa optimis dengan masa depan, dan memiliki sikap hidup yang lebih posisitf karena berada dalam dukungan keluarga yang peduli dengan mereka secara keseluruhan. Hal paling khas yang menjadi nilai lebih pendidikan informal dibandingkan model pendidikan lainnya adalah, kemungkinan yang lebih besar akan tergali dan terkelolanya potensi setiap anak secara maksimal.



2. Jenjang Organisasi Lembaga Pendidikan Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 14). a. Pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 17). Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri dari program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan pertama (PP Nomor 28 tahun 1990). Sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 28 disebutkan bahwa : Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. b. Pendidikan menengah. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 18). c. Pendidikan Tinggi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 19). Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 20) 3. Jenis Organisasi Lembaga Pendidikan Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15). a. Pendidikan umum. Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). b. Pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK). c. Pendidikan akademik. Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana



dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu. d. Pendidikan profesi. Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. e. Pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1). f. Pendidikan keagamaan. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 30). g. Pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB). H.Kriteria Keberhasilan Organisasi Lembaga Pendidikan Kriteria keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memerlukan suatu sistem pengelolaan yang profesional. Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM. Hal ini tidak terlepas dari seberapa baik sekolah tersebut dikelola. Apabila sekolah dianalogikan sebagai mesin produksi, maka kualitas output akan relevan dengan kualitas mesinnya. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan (sekolah) merupakan keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Sehingga keberhasilan kepemimpinan pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian seorang pemimpin terlibat terhadap kedua orientasi, yaitu apa yang telah dicapai oleh organisasi (organizational achievement) dan pembinaan terhadap organisasi (organizational maintenance). Dengan pendekatan ini, keberhasilan seorang pemimpin dapat dikaji dengan langkah-langkah atau cara:



1. Pengamatan terhadap produk yang dihasilkan oleh proses transformasi kepemimpinannya, seperti: a. Penampilan kelompok b. Tercapainya tujuan kelompok c. Kelangsungan hidup kelompok d. Pertumbuhan kelompok e. Kemajuan kelompok menghadapi krisis f. Bawahan merasa puas terhadap pemimpin g. Bawahan merasa bertanggung jawab terhadap tujuan kelompok h. Kesejahteraan psikologi dan perkembangan anggota kelompok i. Bawahan tetap mendukung kedudukan dan jabatan pemimpin 2. Berkaitan dengan hasil transformasi tersebut dapat dilihat pula beberapa hal, seperti: a. Pertumbuhan keuntungan b. Batas minimal keuangan c. Peningkatan produk pelayanan d. Penyebaran jasa pelayanan e. Target yang tercapai f. Investasi mengalami pertumbuhan Pembelajaran merupakan inti dan muara segenap proses pengelolaan pendidikan. Kualitas sebuah lembaga pendidikan juga hakikatnya diukur dari kualitas proses pembelajarannya, disamping output dan outcome yang dihasilkan. Oleh karena itu kriteria mutu dan keberhasilan pembelajaran seharusnya dibuat secara rinci, sehingga benar-benar measurable and observable (dapat diukur dan diamati). SIMPULAN Organisasi adalah suatu proses kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien. Tujuan dan manfaat organisasi, antara lain untuk: a. Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber daya yang dimilikinya dalam mencapai tujuannya b. Mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien karena dikerjakan bersama-sama (motif pencapaian tujuan) c. Wadah memanfaatkan sumber daya dan teknologi bersama-sama d. Wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi yang dimiliki seseorang (motif berprestasi). e. Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja a. b. c. d. a. b. c. d. e. f. g. h. 1. 2. 3.



Adapun langkah-langkah pengorganisasian: Memahami tujuan institusional Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan institusional Kegiatan yang serumpun (sejenis) dikelompokkan dalam satu unit kerja Menetapkan fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab setiap unit kerja Asas Pengorganisasian: Asas Pembagian Tugas Asas keseimbangan wewenang dan tanggung jawab Asas disiplin Asas kesatuan komando Asas mengutamakan kepentingan umum Asas keadilan Asas inisiatif Asas kesatuan dan kebersamaan Macam-Macam Organisasi Organisasi Niaga Ortganisasi Sosial Organisasi Regional dan Internasional



Teori-Teori Organisasi Ada 9 teori dalam organisasi, yaitu teori klasik, teori organisasi birokrasi, teori organisasi human relation, teori organisasi perilaku, teori proses, teori kepemimpinan, teori organisasi fungsi, teori organisasi pembuat keputusan, dan teori organisasi kontingensi. Pengertian Restrukturisasi Menurut Bennis and Mische (1999:13) mendefinisikan “restrukturisasi sebagai rekayasa ulang yaitu menata perusahaan dengan menata ulang doktrin, praktek dan aktivitas yang ada kemudian secara inovatif menyebarkan kembali modal dan sumber daya manusia”. Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Mulyani A Nurhadi membedakan menjadi dua yaitu organisasi makro dan mikro. Jalur, Jenjang, dan Jenis Organisasi Lembaga Pendidikan, a. Jalur organisasi lembaga pendidikan. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal, nonformal, dan informal. b. Jenjang organisasi lembaga pendidikan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 14). c. Jenis organisasi lembaga pendidikan. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15). Kriteria Keberhasilan Organisasi Lembaga Pendidikan. Kriteria keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM. Jadi, organisasi lembaga pendidikan berkisar pada pembidangan tugas-tugas dalam mencapai tujuan lembaga pendidikan. Struktur organisasi Lembaga Pendidikan perlu diadakan agar proses dan perencanaan dapat terlekasana secara maksimal. Jalur, jenjang, serta jenis pendidikan terwujud dalam produk Undang-undang yang diatur oleh pemerintah. Untuk Kriteria keberhasilan, Kriteria keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut.



Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM. DAFTAR PUSTAKA Hidayati, Ara Dan Imam Machali, 2010. Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Pustaka Educa. http://a410080205.wordpress.com/2012/01/11/pengorganisasian- organizing-dalam-manajemenpendidikan/. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2012 Pukul 10.54 http://2frameit.blogspot.com/2011/11/tentang-restrukturisasi- organisasi.html. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2012 Pukul 11.00 http://marinnrin.wordpress.com/2010/10/05/macam-macam-organisasi/. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2012 Pukul 10.57 http://prismamika.blogspot.com/2012/04/090-asas-asas- organisasi.html. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2012 Pukul 10.54 http://ryudi.wordpress.com/2010/12/18/teori-teori-organisasi/. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2012 Pukul 15.34 Winardi. J, 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Bandung: Kencana http://kscku.blogspot.com/2010/08/manajemen-pendidikan-suatutinjauan.html http://nasrikurnialloh.blogspot.com/2011/02/budaya-organisasi-di- lembaga-pendidikan.html http://mkpd.wordpress.com/2007/08/21/manajemen-pedidikan-suatu- tinjauan-organisasi-yangberbudaya/ http://id.shvoong.com/how-to/careers/2109452-kriteria-dan-indikator- keberhasilanpembelajaran/ http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan http://kangsaviking.wordpress.com/lembaga-pendidikan-sebagai-agen- perubahan/ http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_nonformal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 http://pendidikan-rumah.blogspot.com/2009/06/pendidikan-informal.html http://magussudrajat.blogspot.com/2010/12/manajemen-pemasaransekolah-sebagai.html



http://artikel-pendidikan.blogspot.com/



DESENTRALISASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL PENDAHULUAN Perkembangan sistem pendidikan di Indonesia telah melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang seirama dengan pasang surut perjalanan sejarah bangsa. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan tradisional yang sejak awal memang lahir dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pada awal kemerdekaan RI, para pendiri republik yang sebagian besar adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk membangun sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem pendidikan kolonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem pendidikan nasional mulai menampakan bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Dalam kurun waktu 70 tahun Indonesia merdeka, Indonesia telah mengalami empat kali perubahan Undang-Undang, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Selama kurun waktu tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan, baik dari aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraannya. Dari aspek substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan, antara lain tentang tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian pendidikan terus berlangsung dengan adanya perubahan rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2006 (KTS), dan kini kurikulum 2013. Perubahan pada aspek kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak pada perubahan sistem pendidikan nasional yang mulanya sentralistik kini menjadi sistem pendidikan nasional yang mengalami desentralisasi. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah (Pemerintah Pusat) kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan otonomi daerah yang antara lain adalah memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peranserta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD sebagai mitra eksekutif. Otonomi daerah yang didasarkan atas Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 mempunyai paradigma perubahan pola penyelenggaraan pemerintahan yang serba sentralistik kepada pola desentralisasi, dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan sekaligus memberdayakan masyarakat. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Perubahan paradigma ini sesuai dengan pendapat Thoha (1999:2-3) yang menyatakan bahwa dengan pola desentralisasi akan terjadi perubahan: 1) dari orientasi pemerintahan ke orientasi pasar, dan masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam mengambil kebijakan dalam menyelesaikan segala persoalan; 2) dari orientasi pemerintahan yang otoritarian menjadi berorientasi demokratis, pemerintahan lebih mengutamakan peranan rakyat dan kedaulatan



menjadi pertimbangan pertama dalam tatanan pemerintahan yang demokratis; 3) dari sentralistik kekuasaan menjadi desentralisasi kewenangan, kekuasaan tidak lagi terpusat pada satu tangan tetatpi disebarkan kepada beberapa pusat-pusat kekuasaan dimana masing-masing mempunyai keseimbangan kekuasaan dan kewenangan yang melakukan crosscheck; 4) perubahan sistem pemerintahan yang membatasi pada batas-batas dan aturan-aturan yang mengikat suatu negara menjadi tataran pemerintahan cenderung dipengaruhi oleh tata aturan global, dan akibatnya tata aturan yang hanya menekankan pada tata aturan nasional saja kurang menguntungkan dalam menghadapi percaturan global. Namun demikian dengan adanya kebijakan otonomi daerah ini tidak berarti daerah telah terbebas sepenuhnya dari peran pemerintah pusat, sebab pada prinsipnya otonomi berisi nilai-nilai antara lain: 1) demokratisasi; 2) pemberdayaan; 3) pelayanan; 4) keterbukaan; 5) wiraswasta; dan 6) akuntabel. Dengan pelaksanaan otonomi daerah melalui penyelenggaraan pemerintah daerah yang mendorong memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peranserta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Upayaupaya ini diharapkan tidak mengorbankan kepentingan nasional yang lebih luas, mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan, pemerataan, dan akuntabilitas pendidikan (Nurhadi, 2000:1). Dalam praktek kehidupan bernegara, sentralisasi dan desentralisasi adalah sebuah kontinum. Tidak ada sebuah negara yang secara penuh hanya menggunakan azas sentralisasi saja dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sebaliknya juga tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan hanya didasarkan pada azas desentralisasi saja. Beberapa kewenangan klasik memang lazimnya hanya dilakukan secara sentralisasi seperti kewenangan luar negeri, kewenangan pertahanan dan kewenangan peradilan. Meskipun dalam prakteknya juga terdapat azas dekonsentrasi yang merupakan penghalusan dari azas sentralisasi. Titik temu keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dikaji dalam berbagai aspek, misalnya saja dalam aspek pembagian kewenangan, aspek intervensi pusat terhadap daerah, aspek keterlibatan daerah di tingkat pusat, dan aspek pembagian (perimbangan) sumberdaya keuangan. Sesuai dengan semangat reformasi yang terjadi pada tahun 1998, format penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia juga mengalami perubahan dari pendulum sentralisasi ke pendulum desentralisasi. Hal ini dapat dianalisis misalnya dari format pembagian kewenangan yang berpola residu dan peletakkan lokus otonomi daerah pada tingkat kabupaten/kota. Hal ini dianut secara tajam di dalam UU 22 tahun 1999, dan mengalami pergeseran kembali di dalam UU 32 tahun 2004. Berbagai kewenangan yang semula dimiliki oleh pemerintah pusat dan propinsi diserahkan kepada daerah kabupaten/kota. Sesuai dengan tujuannnya, maka penguatan otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota dimaksudkan untuk meningkatkan demokrasi partisipatif (participatory democracy) dan efisiensi dalampenyelenggaraan pemerintahan. Dengan kewenangan yang dimiliki, kabupaten/kota dapat menentukan sendiri prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Berbagai Peraturan Daerah yang semula harus disetujui oleh pemerintah pusat terlebih dahulu, dapat ditetapkan oleh Kepala Daerah secara mandiri. Hal yang sama juga terjadi di berbagai perizinan investasi, hal mana daerah dapat menetapkan dan memberikan izin tanpa persetujuan dari pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah diharapkan prosedur investasi akan semakin mudah sehingga potensi daerah dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional. Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat



pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru- guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah. Disamping itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu. Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui: 1. Bagaimana pengertian dan bentuk desentralisasi? 2. Bagaimana konsep desentralisasi pendidikan? 3. Apa tujuan desentralisasi pendidikan di Indonesia? 4. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah dalam dunia pendidikan? 5. Apa prasyarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan? 6. Apa kewenangan pemerintah pusat dan propinsi di bidang pendidikan? 7. Bagaimana desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah? 8. Bagaimana bentuk evaluasi desentralisasi pendidikan? 9. Apa kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan? 10.Bagaimanakah upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan adanya desentralisasi pendidikan? 11.Seperti apakah partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan? A. KONSEP DASAR DESENTRALISASI Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom. Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi: a. Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas; b. Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi; c. Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat meningkatkan efisiensi; d. Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal; e. Mengakomodasi kepentingan politik; dan f. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif. Pengertian desentralisasi pendidikan menurut Hurst (1985), bahwa “the decentralization process implies the transfer of certain function from small group of policy-makers to a small group of authorities at the lokal level” dengan kata lain desentralisasi merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran lokal. Definisi Hurst tersebut telah menggambarkan dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah. Menurut Chau (1985: 96-97) merujuk desentralisasi pada konsep pendelegasian kekuasaan



kepada pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Ia menyatakan “decentralization is a certain delegation of power to regional admistration, but with the sole objective of increased efficiency in the use of resources”. Dari berbagai definisi tersebut, konsep desentralisasi kemudian dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yakni: a. Deconcentration (Dekonsentrasi) Typically transfers tasks and work, but not authority, to other unit within in organization. (secara tipikal merupakan penyerahan tugas- tugas dan pekerjaan, tetapi bukan kewenangan kepada unit lain di dalam satu organisai) b. Delegation (Delegasi) Transfers decision-making authority from higher to lower hierarchical units. However, this authority can be withdrawn at the discretion of the delegating unit. (menyerahkan kewenangan dalam penentuan keputusan dari unit organisasi yang lebih tinggi kepada hierarki organisasi yang lebih rendah, meskipun demikian kewenangan ini dapat ditarik kembali kepada unit organisasi yang memberikan delegasi). c. Devolution (Devolusi) Transfer authority to a unit that can act independently, or a unit that can act without first asking permission. Privatization is a from ofdevolution in which responsibility and resources are transferred from public sector institution to private sector ones. (menyerahkan kewenangan kepada unit organisasi yang dapat melaksanakannya secara mandiri, atau unit organisasi yang dapat melaksanakan tanpa harus meminta petunjuk terlebih dahulu. Privatisasi adalah satu bentuk devolusi yang dalam tanggung jawab dan sumberdayanya telah diberikan dari institusi sektor publik kepada institusi sektor swasta). Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain: a. Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan; b. Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Dalam hal ini pelimpahan wewenang dalam pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat ke daerah otonom, yang menempatkan kabupaten/kota sebagai sentra desentralisasi. Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah (daerah). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Namun demikian perlu dipertimbangkan strategi pengimplementasiannya berdasarkan beberapa informasi pengalaman di negara lain tentang kegagalan desentralisasi, yang diakibatkan oleh beberapa hal: 1) Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa; 2) Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah; 3) Kemampuan keuangan daerah yang terbatas; 4) Sumber daya manusia yang belum memadai; 5) Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai; 6) Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang; dan 7) Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya. Selain dampak negatif tentu saja desentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilannya antara lain; 1) Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan; 2) Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevankarena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat; dan 3) Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan memfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.



Dsentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan bahwa sistem pendidikan nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang mendorongterjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralisasi diakui kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekoah, serta keberagaman peserta didik, bahkan cendrung mematikan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Desentralisasi sebagai kebijakan politik berpengaruh pada proses pembangunan pendidikan. Meskipun desentralisasi pendidikan merupakan sebuah keharusan, namun dalam realitasnya, pelaksanaan desentralisasi pendidikan terkesan satu tindakan yang agak tergesa- gesa dan tidak siap. Hal ini bisa dilihat dari belum memadainya sumber daya manusia (SDM) daerah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, manajemen pendidikan yang belum optimal, disamping juga sekian banyak permasalahan yang masih dihadapi dunia pendidikan di daerah. Diantara persoalan yang dihadapi pendidikan di daerah sekarang adalah menyangkut mutu lulusan yang masih rendah, kondisi fisik sekolah yang memperhatinkan, kurangnya guru dan kualifikasinya yang tidak sesuai, ketidakmerataan penyelenggaraan pendidikan, merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah daerah dalam keragaman pelaksanaan otonomi daerah. Pemahaman dan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah tentang pendidikan sangat diperlukan dalam upaya menjawab berbagai permasalahan tersebut. Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan- tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera. Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 ayat ( 7 ) UU Nomor 32 Tahun 2004). Menurut Bary dan Fiskey (1984, dalam buku otonomi pendidikan), desentralisasi adalah suatu proses dimana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatna segala pasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan. Tentang desentralisasi ini ada beberapa konsep yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: 1. Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih redah, baik yang menyangkut bidang legislatif, judikatif, atau administratif (encyclopedia of the sicial scienes (1980) dalam buku otonomi pendidikan). 2. Desentralisasi saebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagai kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan (Soejanto, 1990) dalam buku otonomi pendidikan. 3. Desentralisasi tidak hanya berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, tetapi juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi (Mardiasmo, 2002) dalam buku otonomi pendidikan. 4. Desentralisasi adalah sebagai pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu (Hoogerwert, 1978) dalam buku otonomi pendidikan. 5. Pengertian desentralisasi pada dasarnya mempunyai makna bahwa melalui proses desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang semula termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat



sebagaian diserahkan kepada pemerintah daerah agar menjadi urusan rumah tangga sehingga urusan tersebut beralih kepada dan menjadi wewnang dan tanggung jawab pemerintah daerah (Koswara, 1996) dalam buku otonomi pendidikan. 6. Desentralisasi atau mendesentralisasi pemerintahan bisa berarti merestrukturisasikan atau mengatur kembali kekuasaan sehingga terdapat suatu sistem tanggung jawab bersama antara intitusi- institusi pemerintah tingkat pusat, regional, maupun lokal sesuai dengan prinsip subsidiaritas. Sehingga meningkatkan kualitas keefektifan yang menyeluruh dari sistem pemerintahan, dan juga meningkatkan otoritas dan kapasitas tingkat subnasional (UNDP, 2004:5 ). Dari beberapa konsep diatas dapat disimpulkan bahwa desentralisasi merupakan adanya penyerahan wewenang urusan yang semula menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan-urusan tersebut. Kewenangan pengelolaan pendidikan berubah dari sistem sentralisasi kesistem desentralisasi. Desentralisasi pendidikan berarti terjadinya pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pendidikan (Abdul Halim, 2001: 15 dalam buku pendidikan. Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah Otonom, pada kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan disebutkan bahwa kewenangan pemerintah meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional, serta pedoman pelaksanaannya. 2. Penetapan standar materi pelajaran. 3. Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik. 4. Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan 5. Penetapan persyaratan penerimaan, pemindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa. Sementara itu, kewenangan pemerintah provinsi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan atau tidak mampu. 2. Penyediaan bantuan pengadaan buku pelajaran pokok/modul penidikan untuk taman kanakkanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan luar sekolah. 3. Mendukung/membantu penyelenggaraan pendidikan tingi selain pengaturan kurikulum, akreditas, dan pengangkatan tenaga akademis. 4. Pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi 5. Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan atau penataran guru. 6. Penyelenggaraan museum provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional, serta pengembangan bahasa dan budaya daerah. Desentralisasi pendidikan merupakan sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinnekaan. Menurut Santoso S. Hamijoyo, 199:3 (dalam buku otonomi pendidikan), ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yaitu: 1. Pola dan pelaksanaan manajemen harus demokratis 2. Pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan utama 3. Peranserta masyarakat harus menjadi tujuan utama 4. Peranserta masyarakat bukan hanya pada stakeholders, tetapi harus menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan 5. Pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, melebihi pelayanan erasentralisasi demi kepentingan peserta didik dan rakyat banyak 6. Keaneka ragaman aspirasi dan nilai serta norma lokal harus dihargai dalam kerangka dan demi penguatan sistem pendidik nasional.



Dalam praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan lain berada pada pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi justru sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Dampak Positif Sentralisasi dan Desentralisasi 1. Segi Ekonomi. Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat. Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat 2. Segi Sosial Budaya. Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaanperbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia. Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut 3. Segi Keamanan dan Politik. Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia. Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasiorganisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain. Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja. Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerahdaerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah B. KEBIJAKAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN dan KENDALA PELAKSANAAN Sejalan dengan arah kebijakan otonomi desentralisasi yang ditempuh oleh pemerintah, tanggung jawab pemerintah daerah akan mengikat dan semakin luas, termasuk dalam manajewmen pendidikan. Pemerintah daerah diharapkan untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, sejak tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan atau minotoring didaerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidiakan nasional yang digariskan pemerintah. Kendatipun sentralisasi pendidikan di satu sisi mempunyai nilai positif, paling tidak dalam hal ini tercapainya standar mutu secara nasional, namun disisi lain mempunyai dampak yang tidak sedikit. Akibat sentralisasi, sekolah tidak memiliki kebebasan mengembangkan diri, sekolah yang baik akan terhambat karena dipaksa mengikuti aturan-aturan pemerintah pusat, para guru menjadi



sekedar pelaksana petunjuk, sehingga tidak kreatif mendampingi anak didik. Pada gilirannya, sekolah-sekolah akan memanipulasi laporan demi kebaikan dan demi tuntutan pusat yang tidak memperhatikan kepentingan lokal. Dengan demikian, melihat plus minusnya bagaimanapun desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan, disamping tuntutannya sejumlah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan menuntut untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, pelaksanaan desentralisasi pendidikan sebaikknya tidak dilakukan melalui mekanisme penyerahan “kekuasaan birokrasi” dari pusat kedeaerah, karena kekuasaan telah terbukti gagal dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Melalui strategi “desentralisasi pemerintahan di bidang pendidikan”, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tidak hanya berkepentingan dalam mengembangkan kabupaten/kota dalam mengelola pendidikan, tetapi juga berkepentingan dalam mewujudkan otonomi satuan pendidikan, yaitu otonomi ditingkat sekolah. Belajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan, Supriadi 200:17 (dalam buku otonomi pendidikan) mengelompokkan sistem desentralisasi pengelolaan pendidikan menjadi empat kemungkinan, yaitu: 1. Suatu negara menganut sistem pengelolaan pendidikan strilistik tanpa disertai dengan manajemrn berbasis sekolah. 2. Suatu negara menganut sistem pengeloalan pendidikan desentralistik (ketingkat provinsi atau kabupaten/kota), tetapi tidak diikuti dengan manajemen berbasis sekolah. 3. Suatu negara menganut sistem pengelolaan pendidikan sentralistik, tetapi pada saat yang sama mengembangkan manajemen berbasis sekolah 4. Suatu negara menganut sistem pengelolaan pendidikan desentralistik dan sekaligus melaksanakan manajemen berbasis sekolah. Dari kemungkian-kemungkinan tersebut, tampaknya sekarang Indonesia mengimplementasikan sistem keempat, yaitu desentralisasi sistem pengelolaan pendidikan dan manajemen berbasis sekolah. Namun demikan, dalam beberapa hal menyangkut pembiayaan pendidikan dan kurikulum, masih cenderung terkandung pada keputusan-keputusan pemerintah pusat. Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang. Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan,yaitu: 1. Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu ciri-ciri sebagai berikut : a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal); b) hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning), c) hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja. 2. Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan,



pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 3. Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu, badan legislatif harusdiberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Kepala pemerintahan daerah, kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah. 4. Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau Think Thank untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. 5. Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah harus memberi pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien. Untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan secara nasional diseluruh wilayah indonesia tampaknya mengalami berbagai kesulitan, karena sejumlah masalah dan kendala yang perlu diatasi. Masalah- masalah yang berkaitan dengan subtansi manajemen pendidikan dan perundangundangan adalah sebagai berikut: 1. Masalah Kurikulum Dalam konteks otonomi daerah, kurikulum suatu lembaga pendidikan tidak sekedar daftar nama mata pelajaran yang dituntut didalamnya suatu jenis dan jenjang pendidikan. Dalam pengertian yang luas, kurikulum berisi konsisi yang telah melahirkan suatu rencana atau program pelajaran tertentu, juga berkenaan denagn proses yang terjadi di dalam lembaga ( proses pembelajaran ), fasilitas yang tersedia yang menunjang terjadinya proses, dan akhirnya produk atau hasil dari proses tersebut. Kurikulum adalah seluruh program, fasilitas dan kegiatan suatu lembaga pendidikan atau pelatihan untuk mewujudkan visi dan misi lembaganya. Oleh karena itu, pelaksanaan kurikulum untuk menunjang keberhasilan sebuah lembaga pendiudikan harus ditunjang hal-hal berikut: 1. Tersedianya tenaga pendidik (guru) yang kompeten 2. Tersedianya fasilitas fisik atau fasilitas belajar yang memadai dan menyenangka 3. Tersedianya fasilitas bantu untuk proses belajar mengajar adanya tenaga penunjang pendidikan,



seperti tenaga administrasi, pembimbing, pustakawan, laboran 4. Tersedianya dana yang memadai 5. Manajemen yang efektif dan efisien 6. Terpeliharanya budaya yang menunjang seperti nilai-nilai religius, moral, kebangsaan, dan lainlain 7. Kepemimpinan pendidikan yang visioner, transparan, dan akuntabel 2. Masalah Sumber Daya Manusia Sumberdaya manusia merupakan pilar yang paling utama dalam melakukan implementasi desentralisasi pendidikan. Banyak kekhawatiran dalam bidang kesiapan SDM ini, diantaranya belum terpenuhinya lapangan kerja dengan kemampuan sumber daya yang ada. Bagaimana pun sumberdaya manusia yang kurang profesioanal akan menghambat pelaksanaan sistem pendidikan. Penataan SDM yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya menyebabkan pelaksanaan pendidikan tidak profesional. Banyak tenaga kependidikan yang latar belakang pendidikannya tidak relevan ditempatkan didunia kerja yang ditekuninya. 3. Masalah Dana, Sarana, dan Prasarana Pendidikan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebenarnya sedanh mengamatkan tentang pentngnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembanguna pendidikan ini. Dalam pasal 49 ayat (1) dikemukakan bahwa “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana masyarakat yang selama ini digunakan untuk membiayai pendidikan belum optimal teralokasikan secara proporsional sesuai dengan kemampuan daerah. Terserapnya dan masyarakat terpusat membuat daerah menjadi semakin tidak berdaya membiayai penyelenggaraan pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan sangat tergantung pandangannya dipemerintah pusat. 4. Masalah Organisasi Kelembagaan Proses desentralisasi kelembagaan pendidikan merupakan proses yang cukup rumit. Hal ini sebagaimana yang digambarkan Soewartoyo, dkk. (2003:80-81) (dalam buku otonomi pendidikan) di sebabkan karena beberapa faktor, yaitu: a. Desentralisasi kelembagaan pendidikan akan menciptakan suatu sistem pendidikan dengan kebijakan-kebijakan yang faktual b. Desentralisasi kelembagaan pendidikan harus mengelola sumber dayanya dan sekaligus memanfaatkannya c. Desenmtralisasi kelembagaan pendidikan harus melatih tenaga kependidikan dan tenaga pengelola tingkat lapangan yang profesional d. Desentralisasi kelembagaan pendidikan harus menyusun kurikulum yang tepat guna e. Desentralisasi kelembagaan pendidikan juga harus dapat mengelola sistem pendidikan yang didasarkan pada kehidupan sosial budaya 5. Masalah Perundang-undangan Pengaturan otonomi daerah dalam bidang pendidikan secara tegas telah dinyatakan dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 yang mengatur pembagian kewenangan pemerintah pusat dan provinsi. Semua urusan pendidikan diluar kewenanagn pemerintah pusat dan provinsi tersebut sepenuhnya menjadi wewnang pemerintah kabupaten/kota. Ini berati bahwa tugas dan beban pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menangani layanan pendidikan amat besar dan berat, terutama bagi daerah yang kemampuan diri (capacity building) dan sumber daya pendidikannya kurang. 6. Masalah Pembinaan dan Koordinasi UU Nomor 32 Tahun 2004 pada dasarnya mengamanatkan bahwa dalam rangka



penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah berkewajiban untuk melakukan permbinaan agar permasalahan yang muncul dapat diminimalisir. Meskipun desentralisasi sudah ada dalam peraturan regulasi otonoim daerah, tetapi dalam kelembagaan dan sikap akademik guru, kepala sekolah dan jajaran dinas pendidikan sebagai atasannya belum sinkron. Pemerintah daerah belum menunjukkan penampilan dan cara kerja yang jelas, dan yang mereka lakukan masih pada pemanfaatan dana, bukan pada “academic activity”. Tujuan Desentralisasi a. Tujuan dari desentralisasi adalah: 1. Mencegah pemusatan keuangan 2. Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan 3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal sehingga lebih realistis b. Desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan utama, yaitu: 1. Dekonsentrasi wewenang administratif Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. 2. Delegasi kepada penguasa otorita Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas–tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat. 3. Devolusi kepada pemerintah daerah Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen. 4. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta. Tujuan desentralisasi pendidikan di Indonesia Hanson berpendapat bahwa tujuan desentralisasi adalah: 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi (accelerated economic development) 2. Meningkatkan efesiensi manajemen (increased management efficiency) 3. Distribusi tanggung jawab dalam bidang keuangan (redistribution of financial responsibility) 4. Meningkatkan demokratisasi mealalui distribusi kekuasaan (increased democratization trough the distribution of power) 5. Kontrol lokal menjadi lebih besar melalui deregulasi (greater lokal control trough deregulation) 6. Pendidikan berbasis kebutuhan pasar (market-based education) 7. Menetralisasi pusat-pusat kekuasaan (neutralizing competing centers of power) 8. Meningkatkan kualitas pendidikan (improving the quality of education). Prasyarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan Keberhasilan desentralisasi pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa factor pendukung. Di bawah ini akan dikemukakan empat faktor penunjang keberhasilan desentralisasi pendidikan, yaitu: 1. Menerapkan deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan deregulasi merupakan kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan sekolah.



deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu ketat dan panjang. Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang terlalu banyak. Sebagai system semestinya bukan untuk mempersulit dan memperlambat proses, tetapi sebaliknya memperlancar proses layanan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat. 2. Menerapkan semiotonom atau melaksanakan desentralisasi secara bertahap dan berkesinambungan. 3. Melaksanakan kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 4. Menerapkan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan. C. PENGERTIAN PARTISIPASI Dalam kamus bahasa indonesia, partisipasi adalah perihla turut berperan serta suatu kegatan atau keikutsertaan atau peran serta. Menurut Dr. Made Pidarta, partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seorang didalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan pada tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Pendapat lain menjelaskan bahwa partisipasi merupakan penyertaan pikiran dan emosi dari pekerja-pekerja kedalam situasi kelompok yang bersangkutan dan ikut bertanggung jawab atas kelompok itu. D.PERANAN KELUARGA dan MASYARAKAT Dalam PENDIDIKAN 1. Peranan Keluarga dalam pendidikan Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan. Dalam rangka pelaksanaan pendidikan nasional, peranan keluarga sebagai lembaga pendidikan semakin tampak dan penting. Sehubungan dengan itu penanaman nilai-nilai pancasial, nilai-nilai keagamaan dan nilai kepercayaan terhadap Tuhan ynag maha esa dimulai dari keluarga. Agar keluarga dapat memainkan peran tersebut keluarga perlu juga bekali dengan pengetahuan dan keterampilan pendidikan, perlu adanya bimbingan. Hal itu dapat dicapai melalui pendidikan kemasyarakatan terutama pendidikan orang dewasa dan pendidikan wanita. 2. Peranan masyarakat dalam pendidikan Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan dilingkungan keluarga dan pendidikan dilingkungan sekolah. Bila dilihat ruang lingkup masyarakat banyak dijumpai keanekaragaman bentuk dan sifat masyarakat. Namun justru keanekaragaman inilah dapat memperkaya budaya bangsa indonesia. Lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat adalah salah satu unsure pelaksanaan asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan yang diberikan dilingkungan keluarga dan sekolah sangat terbatas, dimasyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya. Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan dilingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Peranan masyarakat tersebut dilaksanakan melalui jalur-jalur: a. Perguruan swasta b. Dunia usaha c. Kelompok profesi d. Lembaga swasta nasional lainya. E. DESENTRALISASI dan PARTISIPASI MASYARAKAT dalam PENDIDIKAN



Desentralisasi merupakan kecendrungan yang sangat dominan diantara berbagai fenomena global. Adapun tuntutan dan kebutuhan desentralisasi pendidikan muncul dan berkembang sebagai bagian dari agenda besar-global tentang demokratisasi dan desentralisasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good govermance). Sebagai salah satu isi strategis dengan desentralisasi pendidikan diusahakan pemerintah mampu memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dibidang pendidikan yang lebih baik. Desentralisasi pendidikan ditetapkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa dampak positif atas kebijakan desentralisasi pendidikan, meliputi: peningkatan mutu, efisiensi keuangan, efisiensi administrasi dan perluasan atau pemerataan. Sebagaimana kajian yang dilakuakn oleh Tim Bank Dunia bahwa desentralisasi pendidikan menyangkut masalah pembiayaan pendidikan, peningkatan efisiensi, efektifitas usaha pendidikan, pembagian kekuasaan politik, peningkatan kualitas pendidikan, dan peningkatan inovasi dalam pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bab Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah.Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalamperencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif. 1. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan Valderman menegaskan bahwa partisipasi masyarakat telah mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan berbagai gealanggang kunci yang memengaruhi kehidupan masyarakat. Pengembanagn konsep dan asumsi dasar untuk meluangkan gagasan dan praktik tetntang partisipasi masyarakat meliputi: a. Partisipasi merupakan hak politik yang melekat pada warga sebagaimana hak politik lainya. b. Partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan politik di lembagalembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan demokrasi perwakilan. c. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna. d. Partisipasi dilakukan secara sistematik, bukan hal yang isidental. e. Berkaitan dengan diterimanya desentralisasi sebagai instrumen yang mendorong tata



pemerintahan yang baik (good govermance). f. Partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan dan lembaga pemerintah. 2. Bentuk Partisipasi Partisipasi menurut Effendi, terbagi atas partisipasi vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dalam masyarakat berbeda sebagai status bawaan pengikut atau klien. Adapun dalam partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri. Menurut Basrowi partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi non fisik dan partisipasi fisik. Partisispasi fisik adalah partisipasi adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha sekolah, menyelenggarakan usaha-usaha beasiswa, membangtu pemerintah membangun gedung-gedung untuk masyarakat, dan menyelenggarakan usaha-usaha perpustakaan berupa buku atau bentuk dan bantuan lainnya. Sedangkan partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animu masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah. 3. Pembinaan dan Tanggung Jawab Pendidikan oleh Masyarakat Secara kualitatif dan kuantitatif anggota masyarakat terdiri dari berbagai ragam, pendidikan, profesi, keahlian, suku bangsa, kebudayaan, agama, lapisan sosial sehingga menjadi masyarakat yang majemuk. Secara makro memang demikianlah kenyataan masyarakat karena terdiri dari berbagai anggota keluarga yang heterogen. Setiap anggota masyarakat secara tidak langsung telah mengadakan kerjasama dan saling mempengaruhi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya. Demikianlah dinamika masyarakat berjalan sejak dahulu sampai sekarang dan seterusnya. Dilihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut lingkungan pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanga tetapi tidak sistematis. Secara fungsional masyarakat menerima semua anggotanya yang pluralistik (majemuk) itu dan mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik untuk tercapainya kesejahteraan sosial para anggotanya yaitu kesejahteraan mental spiritual dan fisikal atau kesejahteraan lahir batin yang dalam GBHN disebut masyarakat adil dan makmur dibawah lindungan Allah SWT. Secara fungsional stuktural, masyarakat ikut mempengaruhterbentuknya sikat sosisl para anggotanya, melalui berbagai pengalaman yang berulang kali. Mengingat pengalaman yang beraneka ragam, maka sikap sosial anggotanya pun beraneka ragam pula. 4. Pengaruh Timbal Balik antara Sekolah dengan Masyarakat a. Hubungan sekolah dengan masyarakat Banyak definisi para pakar tentang masyarakat. Karena masing- masing mempunyai pola berpijak yang berbeda. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang tinggal disuatu tempat, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai aturan yang mereka sepakati bersama. Unsur-unsur dalam masyarakat adalah: 1. Adanya unsur kelompok manusia yang bertempat tinggal didaerah tertentu 2. Mempunyai tujuan yang sama 3. Mempunyai nilai-nilai dan aturan yang ditaati bersama 4. Mempunyai perasaan suka maupun duka 5. Mempunyai organisasi yang ditaati



Sebagai masyarakat kecil dan sebagai bagian dari masyarakat, sekolah harus membina hubungan dengan masyarakat. Didalam masyarakat banyak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Ikut berpartisipasi dengan masyarakat merupakan hubungan erat antara sekolah dengan masyarakat. Namun perlu diingat batas-batas kerjasama tersebut sehingga tidak mengganggu dan merusakkan tugas pokok sebagai petugas dan penanggung jawab misi sekolah, dan sekolah jangan sampai dieksploitasi untuk kepentingan untuk kepentingan mereka. Pentingnya ikut berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat antara lain: 1. Merupakan alat untuk mengubah citra masyarakat awam terhadap pengerian salah tentang kebijaksanaan sekolah dan para petugas sekolah 2. Memberikan informasi tentang program dan kebijaksanaan sekolah 3. Menghilangkan atau mengurangi kritik-kritik tajam terhadap sekolah. Adapun berbagai bentuk partisipasi yang dapat ditempuh antara lain: 1. Mengadakan penyuluhan dan ceramah kepada masyarakat misalnya tentang agama, bahaya narkotika, pendidikan pemuda dan pengenalan tentang pelaksanaan pendidikan disekolah 2. Mengadakan bakti sosial anggota pengurus organisasi lembaga ketahanan masyarakat desa maupun organisasi lainnya. 3. Menjadi anggota pengurus organisasi lembaga ketahanan masyarakat desa maupun organisasi lainnya. b. Partisipasi Masyarakat terhadap Kebijakan Pendidikan Pendidikan adalah tanggung jawab antara orang tua, masyarakat dan pemerintah dengan dasar pada kata-kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di indonesia beban bersama orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan diantaranya adalah: 1. Hak dan kewajiban masyarakat Pada pasal 8 dan 9 UUSPD disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan, sedangkan pasal 9 menyebutkan bahwa masyarakat wajib memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. 2. Hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah Pasal 10 UUSPN menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintahan daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang yang berlaku. Sedangkan pasal 11 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah: a. Wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, b. Wajib menjamin tersedianya daya guna dan terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun. 3. Tanggung jawab pendanaan Pada pasal UUSPN menyebutkan bahwa: a. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. b. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat ( 4 ) UUD 1945. 4. Peran serta masyarakat dalam pendidikan diatur dalam pasal 54 UUSPN, yaitu: a. Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. b. Masyarakat dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, dan penguasa hasil pendidikan. 5. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan program, penyelenggaraan, dan



keluaran pendidikan. Desentralisasi memerlukan partisipasi masyarakat. Hal ini tujuan partisipasi sebagai upaya meningkatkan mutu pada satuan pendidikan cukup variatif. Partisipasi merupakan prasyarat penting bagi peningkatan mutu. Partisipasi merupakan proses eksternalisasi individu, dijelaskan oleh Berger bahwa eksternalisasi adalah suatu percurahan kedirian manusia secara terus-menerus ke dalam dunia. Pada proses eksternalisasi menurut Berger adalah suatu keharusan karena manusia pada prakteknya tidak bisa berhenti dari proses pencurahan diri kedalam dunia yang ditempatinya. Partisipasi dalam peningkatan mutu antar sekolah menggambarkan kondisi paryatif. Sekolah mempunyai strategi mutu yang berbeda, sehingga dinamika partisipasi cendrung tidak sama. Bentuk-bentuk partisipasi yang terjadi pada satuan pendidikan dan masalah yang dihadapi oleh sekolah. Hambatan yang dihadapi oleh sekolah untuk mengajak partisipasi masyarakat dalam perbaikan mutu pendidikan membuktikan bahwa pendidikan belum sepenuhnya disadari sebagai penanggung jawab bersama. Realita tersebut menguatkan asumsi sebelumnya bahwa partisipasi tidak mudah diwujudkan, karena ada hambatan yang bersumber dari pemerintah dan masyarakat. Dari pihak pemerintah kendala yang muncul dapat berupa: 1. Lemahnya komitmen politik para pengambil keputusan didaerah untuk secara sungguh-sungguh melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pelayanan publik. 2. Lemahnya dukungan SDM ynag dapat diandalkan untuk mengimpementasikan strategi peningkatan partisispasi masyarakat dalam pelayanan publik. 3. Rendahnya kemampuan legislatif dalam mengkualisasikan kepentingan masyarakat 4. Lemahnya dukungan anggaran. Karena kegiatan partisipasi publik sering kali hanya dilihat sebagai proyek, maka pemerintah tidak menjalankan dana secara berlkelanjutan. Sementara dari pihak masyarakat, kendala partisipasi muncul karena beberapa hal yakni: 1. Budaya paternalisme yang dianut oleh masyarakat menyulitkan untuk melakukan diskusi secara terbuka 2. Apatisme karena selama ini masyarakat jarang dilibatkan dalam pembuatan keputusan oleh pemerintah. 3. Alasan-alasan perlunya partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan 4. Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan pendidikan: a. Menawarkan sanksi atas masyarakat yang tidak mau berpartisipasi. Sanksi demikian dapat berupa penghukuman, denda, dan kerugian-kerugian yang harus diderita olehsi pelanggar. b. Menawarkan hadiah kepad mereka yang mau berpartisipasi. c. Melakukan persuasi kepada masyarakat. d. Menghimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi melalui serangkaian kegiatan. e. Mengaitkan partisipasi masyarakat dengan layanan birokrasi yang lebih baik. f. Mempunyai tokoh-tokoh kunci masyarakat yang mempunyai khalayak banyak untuk ikut serta dalam kebijakansanaan. g. Mengikut sertaan dalam implementasi kebijkaksanaan dengan kepentingan mereka. h. Menyadarkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi terhadap kebijaksanaan yang telah ditetapkan secara syah. F. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah merupakan satu bentuk desentralisasi yang langsung sampai ke ujung tombak pendidikan di lapangan. Jika lembaga dinas pendidikan kecamatan, dan dinas pendidikan kabupaten/kota lebih memiliki peran sebagai fasilitator dan koordinator proses pembinaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian, maka sekolah seharusnya diberikan peran lebih nyata dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Bentuk desentralisai pendidikan yang paling mendasar adalah dilaksanakan oleh sekolah, dengan menggunakan komite sekolah sebagai wadah pemberdayaan peran serta masyarakat, dan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai proses pelaksanaan layanan pendidikan secara nyata di dalam masyarakat.



Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat perlu dibentuk Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikian, baik di tingkat kabupaten/kota ataupun sekolah. Amanat undang-undang tersebut telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. dalam keputusan tersebut dengan jelas disebutkan bahwa peran yang harus diemban Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah: 1. Sebagai pemberi pertimbangan 2. Pendukung kegiatan layanan pendidikan 3. Pemantau kegiatan layanan pendidikan 4. Mediator atau penghubung tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Beberapa urusan dalam bidang pendidikan yang secara langsung dapat diserahkan kepada sekolah adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah 2. Memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga admistratif yang dimiliki. 3. Menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang diadakan dan dilaksanakn oleh sekolah. dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusnya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kkurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah. 4. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada. 5. Penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten. 6. Proses pengajaran dan pembelajaran. Ini merupakan kewenangan professional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. 7. Urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenangan sekolah. Dalam praktik desentralisasi pendidikan maka dikembangkanlah yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS Berfungsi untuk menjamin bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, tetapi semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada disekolah untuk berinovasi dan berimprovisasi. Pada umumnya MBS dimaknai sebagai berikut: 1. Dalam rangka MBS alokasi dana kepada sekolah menjadi lebih besar dan dana tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah sendiri. 2. Sekolah lebih bertanggung jawab terhadap perawatan, kebersihan, dan penggunaan fasilitas sekolah, termasuk pengadaan buku dan bahan belajar. hal tersebut pada akhirnya akan meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar yang berlangsung dikelas. 3. Sekolah membuat perencanaan sendiri dan mengambil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitarnya dalam proses tersebut. 4. MBS menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerjasama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Sekolah memanjangkan anggaran sekoalh dan perhitungan dana secara terbuka pada papan sekolah. Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari school-based management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah



(pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat. Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut. 1. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru. 2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal 3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah. 4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan. a. Tujuan MBS MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif dan disinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. b. Manfaat MBS MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategis MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Selain itu, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. c. Prinsip MBS Menurut Usman (2009:624), prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS antara lain: 1. Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk ber-MBS 2. Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk ber-MBS. 3. Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak. 4. Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif. 5. Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang mengerti tentang pendidikan 6. Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum 7. Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana. 8. Ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stake holder sekolah. Menurut Usman (2009:629), indikator bahwa MBS sudah berhasil di sekolah ditunjukkan oleh beberapa hal: 1. Adanya kemandirian sekolah yang kuat 2. Adanya kemitraan sekolah yang efektif 3. Adanya partisipasi yang kuat dari masyarakat 4. Adanya keterbukaan yang bertanggung jawab dan meluas dari pihak sekolah dan masyarakat



5. Adanya akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan oleh sekolah. SIMPULAN Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumberdaya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional. Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah. Proses desentralisasi pendidikan di Indonesia sedang berjalan dengan mencari bentuk yang diinginkan. Oleh karena itu, tarik ulur kekuasaan dan kewenangan antara unit organisasi di pusat dan daerah masih terjadi. Hal ini harus dimaknai sebagai proses penyelarasan dan penyesuaian, agar desentralisasi pendidikan pada akhirnya dapat menemukan bentuk yang dapat disepakati baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, tampak nyata bahwa dewasa ini masih diperlukan adanya kejelasan tentang kekuasaan dan kewenangan semua unit organisasi, dari pusat sampai ke sekolah. hal ini amat diperlukan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih dan tabrakan antara unit organisasi. Selain itu, kejelasan tentang kekuasaan dan kewenangan untuk masing-masing unit organisasi itu diperlukan dalam rangka efisiensi. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang merupakan sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinnekaan. Dalam praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan lain berada pada pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi justru sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Dalam praktik desentralisasi pendidikan itulah maka dikembangkanlah yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemeranataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS Berfungsi untuk menjamin bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, tetapi semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada disekolah untuk berinovasi dan berimprovisasi. Menurut Dr. Made Pidarta, partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seorang didalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan pada tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Menurut Basrowi, partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi non fisik dan partisipasi fisik. Partisispasi fisik adalah partisipasi adalah partisipasi masyarakat (orang tua) dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha sekolah, menyelenggarakan usaha-usaha beasiswa, membangtu pemerintah membangun gedung-gedung untuk masyarakat, dan menyelenggarakat usaha-usaha perpustakaan berupa buku atau bentuk dan bantuan lainnya.



Sedangkan partisipasi non fisik



adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animu masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat berpengaruh dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya desentralisasi maka proses pendidikan akan jauh lebih baik. Karena desentralisasi berjalan berdasarkan kewewnangan dari pemerintah kepada daerah otonom yang kemudian daerah otonom dibertikan kewenangan untuk mengatur sendiri peningkatan pendidikan didaerahnya. Baik dalam pemenuhan kebutuhan, fasilitas, dan perencanaan pendidikan itu sudah diberikan wewenang oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur sedemikian rupa, dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan mutu pendidikan. Kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan. Kelebihan dari desentralisasi pendidikan adalah: 1) Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki; 2) Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan. Adapun kelemahan yang mungkin timbul dalam implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan melalui UU Otonomi Daerah adalah: 1) Kurang siapnya SDM pada daerah terpencil; 2) Tidak meratanya pendapatan asli daerah, khususnya daeradaerah miskin; 3) Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan; 4) Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama; 5) Kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki. DAFTAR PUSTAKA Chan, Sam. (2005). Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hasbullah. (2010). Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo . Ihsan, Fuad. (2001). Dasardasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Imron, Ali. (1993). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Malang: Bumi Aksara. Kansil, C.S.T . (2005). Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. (2002). Pemerintahan Daerah Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. MaCandrews, Colin dan Ichlasul Amal. (1993). Hubungan Pusat Daerah dalam Pembangunan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ndraha, Talizidu. (1988). Metodologi Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara. Rodee, Clyner Carlton. (2000). Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.



Siti, Irene. (2011). Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan. Jogyakarta: Pustaka Pelajar. Tjokroamidjojo, Bintoro. (1990). Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Usman, Husaini. (2009). Manajemen: Teori Praktik, dan Riset Pendidikan (Edisi 3). Jakarta: Bumi Aksara.



ADMINISTRASI SEKOLAH Administrasi sekolah merupakan salah satu bagian dari administrasi pendidikan, yaitu administrasi pendidikan yang dilaksanakan disekolah. Salah satu alat administrasi disekolah adalah tata usaha. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa administrasi sekolah adalah semua kegiatan yang dijalankan disekolah untuk mencapai tujuan pendidikan disekolah. Administrasi sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasi- kan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan sekolah yang bersangkutan. Administrasi sekolah secara umum mempunyai prinsip sebagai berikut: 1. Administrasi Sekolah bersifat praktis dan fleksibel, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di sekolah. 2. Administrasi Sekolah berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan kegiatan belajar- mengajar. 3. Administrasi Sekolah dilaksanakan dengan suatu sistem mekanisme kerja yang menunjang realisasi pelaksanaan kurikulum. A. Definisi Administrasi Sekolah Administrasi sekolah adalah segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. B. Prinsip Umum Administrasi Sekolah Administrasi Sekolah bersifat praktis dan fleksibel, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di sekolah. Administrasi Sekolah berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan pendidikan dan kegiatan belajar-mengajar. C.Macam-Macam Administrasi Sekolah 1. Administrasi Kesiswaan Administrasi kesiswaan dilakukan agar transformasi siswa menjadi lulusan yang dikehendaki oleh tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Administrasi kesiswaan merupakan proses pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa, pembinaan selama siswa berada di sekolah, sampai dengan siswa menamatkan pendidikannya melalui penciptaan suasana yang kondusif terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif. Fungsi Administrasi Kesiswaan yaitu: a. mengetahui secara umum kondisi siswa yang sedang mengikuti pembelajaran pada setiap tahun pembelajran; b. merencanakan jumlah siswa yang dapat direkrut untuk tahun pembelajaran berikutnya; c. sebagai masukan dalam merencanakan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Kegiatan dalam Administrasi Kesiswaan yaitu: b. Penerimaan Siswa adalah proses pencatatan dan layanan kepada siswa yang baru masuk sekolah, setelah mereka memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh sekolah itu; c. Pembinaan Siswa adalah pemberian layanan kepada siswa di suatu lembaga pendidikan baik di dalam maupun di luar jam belajarnya di kelas; d. Tamat Belajar. Tamat belajar untuk sekolah menengah, pada dasarnya merupakan pencapaian salah satu tangga untuk pendidikan lebih lajut, atau pencapaian suatu ketrampilan yang dapat dipergunakan untuk menopang kehidupan di masyarakat. 2. Administrasi Sarana dan Prasarana



Secara umum prasarana sekolah meliputi: a. lapangan sekolah; b. gedung; c. ruang kelas; d. meja kursi guru dan siswa; e. gudang; f. kamar mandi; g. perpustakaan sekolah; h. laboratorium; i. telepon/faximili; dll. Sedangkan sarana sekolah adalah meliputi semua benda/barang yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran. Sarana sekolah meliputi: a. kurikulum; b. buku pegangan guru; c. buku bacaan siswa; d. alat-alat laboratorium; e. Alat tulis kantor; f. alat bantu media pembelajaran; dll. Administrasi sarana prasarana sekolah meliputi: a. Jumlah prasarana yang dimiliki sekolah, kondisi dan statusnya nya pada tahun tertentu, yang meliputi: jumlah sarana yang dimiliki sekolah dan kondisinya pada tahun tertentu, baik yang bersifat tetap dan habis pakai; b. Hal-hal yang dicatat dalah administrasi sarana dan prasarana adalah: (1) jumlah sarana prasarana, macam dan jenis sarana prasana; (2) tanggal pembelian/penggadaan; (3) lokasi sarana; dan (4) kondisi sarana prasarana. Fungsi Administrasi Sarana Prasarana disamping mencatat keberadaan sarana dan prasarana sekolah juga untuk: a. memberi masukan pada pemimpin sekolah yang berkaitan dengan perbaikan berdasarkan kondisi yang ada; dan b. penambahan sarana prasarana sekolah berdasarkan jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran. Sarana dan Prasarana adalah semua benda bergerak maupun yang tidak bergerak, yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan dalam Administrasi Sarana dan Prasarana yaitu: a. Perencanaan Kebutuhan Penyusunan daftar kebutuhan sarana dan prasarana didasarkan atas pertimbangan bahwa: 1) Karena berkembangnya kebutuhan sekolah; 2) Untuk penggantian barang-barang yang rusak, dihapuskan, atau hilang; 3) Untuk persediaan barang b. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Pengadaan adalah kegiatan untuk meghadirkan prasarana dan sarana pendidikan dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas- tugas sekolah. Pengadaan tersebut dapat dilaksanaka dengan cara: a. Pembelian; b. Buatan sendiri; c. Penerimaan hibah atau bantuan; d. Penyewaan; e. Pinjaman; f. Pendaurulangan. c. Penyimpanan Prasarana dan sarana Pendidikan. Penyimpanan adalah kegiatan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan persediaan prasarana dan sarana di dalam ruang penyimpanan/gudang. d. Inventarisasi Prasarana dan Sarana Pendidikan. Inventarisasi adalah kegiatan melaksanakan pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan barang-barang yang menjadi milik sekolah menengah yang bersangkutan ke dalam suatu daftar inventaris barang. e. Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Pendidikan. Pemeliharaan merupakan kegiatan penjagaan atau pencegahan dari kerusakan suatu barang, sehingga barang tersebut dalam kondisi baik dan siap pakai. Pemeliharaan berbeda dengan rehabilitasi. Rehabilitasi adalah perbaikan berskala besar dan dilakukan pada waktu tertentu saja. f. Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan. Penghapusan adalah kegiatan meniadakan barang-barang milik negara/daerah dari daftar inventaris karena barang itu dianggap sudah tidak mempunyai nilai guna atau sudah tidak berfungsi sebagaimana diharapkan, atau biaya pemeliharaannya sudah terlalu mahal. g. Pengawasan Sarana dan Prasarana. Pengawasan Prasarana dan Sarana merupakan kegiatan pengamatan, pemerikasaan dan penilaian terhadap pelaksanaan administrasi sarana dan prasarana pendidikan di sekolah untuk menghindari penyimpangan, penggelapan atau penyalahgunaan. 3. Administrasi Personel (Pendidik dan Tenaga Kependidikan) Personel Pendidikan (Pendidik dan Tenaga Kependidikan) adalah golongan petugas yang



membidangi edukatif dan yang membidangi kegiatan nonedukatif (ketatausahaan). Personel bidang edukatif ialah mereka yang bertanggung jawab dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu guru/pendidik dan konselor dan konseling (BK), sedangkan yang termasuk di dalam kelompok personal bidang nonedukatif, adalah petugas tata usaha/tenaga kependidikan dan penjaga atau pesuruh sekolah. Tenaga pendidik, berdasarkan UU 20/2003 adalah tenaga yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya dan ditugaskan untuk mengajar/sebagai guru. Sedangkan tenaga kependidikan adalah tenaga yang memiliki komptensi sesuai dengan bidang keahliannya yang ditugaskan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Tenaga kependidikan meliputi: (1) pustakawan, (2) tenaga administrasi, (3) laboran, dan (4) penjaga sekolah. Tenaga pendidik dan kependidikan bertugas: menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Administrasi Kepegawaian antara lain meliputi: (1) Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas. Adminsitrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan meliputi kegiatan pencatatan tentang: 1. Ketersedian tenaga dan tenaga kependidikan, yang meliputi: (a) jumlah keseluruhan tenaga pendidik, dan (b) jumlah tenaga pendidikan pada setiap tahun, dan (c) distribusi bidang keahliannnya. 2. Identitas pendidik dan tenaga kependidikan, yangmeliputi: (a) jenis kelamin, (b) umur (tempat tanggallahir), (c)latar belakang pendidikan tenaga pendidik dantenaga kependidikan, (d) ekepangkatan/golongan ruang tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, (5) masa kerja tenaga pendidik dan kependidikan terhitung mulai TMT (tanggal mulai terbit) berdasarkan Surat Keputusan. 3. Status tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, yaiyu status pegawai (tetap/honorer/diperbantukan). Tujuan administrasi personel meliputi: (a) untuk menghitung ketersedian jumlah tenaga berdasarkan jumlah rombongan belajar pada tiap-tiap kelas, sehingga tidak terjadi overload jam pembelajaran; (b) untuk digunakan sebagai dasar perencanaan penambahan dan pengembangan tenaga. Khusus untuk tenaga pendidik, administrasi juga mencatat: (1) distribusi tugas mengajar, dan (2) beban jam pembelajaran pada tiap semester. 4. Administrasi Keuangan Komponen keuangan sekolah merupakan ketatausahaan dan tindakan keuangan meliputi pencatatan data, perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan. Keuangan merupakan faktor penting untuk melakukan kegiatan hal ini sukar sekali dibayangkan pelaksanaan kegiatan tersebut tanpa uang. Namun dibalik itu, mengadakan uang untuk melaksanakan kegiatan itupun tidak mudah. Oleh karena itu pengadministrasian keuangan sangat perlu demi tercapainya efektifitas dan efesiensi. Adapun tugas keuangan yaitu antara lain: a. Perencanaan RAPBS; b. Pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan – Bantuan operasional sekolah (BOS) – Bantuan operasional Pendidikan (BOP) – Komite Sekolah – Zakat, Infaq dan Shadaqah. 5. Administrasi Kurikulum Administrasi Kurikulum meliputi kegiatan pencatatan dan pengelolaan kurikulum. Kegiatan tersebut meliputi: Ketersediaan kurikulum yang digunakan sebagai pegangan mengajar pada tiap angkatan; Ketersediaan jabaran kurikulum dari tiap-tiap mata pelajaran yang meliputi: SK (Standar Kompetensi), KD (Kompetensi Dasar), dan Indikator; Ketersediaan Satuan Acara pembelajaran/Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada tiap mata pelajaran pada setiap tingkatan kelas; Deskripsi sajian pokok bahasan dari tiap mata pelajaran untuk tiap-tiap semester



pembelajaran; dan ) deskripsi sajian pokok bahasan dari tiap mata pelajaran untuk tiap-tiap semester pembelajaran. Disamping mencatat pelaksanaan kurikulum nasional, administrasi kurikulum juga mencatat kurikulum lokal/muatan lokal serta pengalokasian waktu pembelajaran kurikulum muatan lokal. 6. Administrasi Humas Sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Maju mundurnya sumber daya manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah, namun sangat bergantung kepada tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin maju pula sumber daya manusia pada daerah tersebut, dan sebaliknya. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam pembangunan pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan “rasa ikut memiliki” sekolah di daerah sekitarnya. Maju-mundurnya sekolah di lingkungannya juga merupakan tanggungjawab bersama masyarakat setempat Lembaga pendidikan seperti organisasi sekolah merupakan kerangka kelembagaan dimana administrasi pendidikan dapat berperan dalam mengelola organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dilihat dari tingkatan-tingkatan suatu organisasi dalam hal ini sekolah, administrasi pendidikan dapat dilihat dalam tiga tingkatan yaitu: (Murphy dan Louis, 1999): 1. Tingkatan institusi (Institutional level). Tingkatan institusi berkaitan dengan hubungan antara lembaga pendidikan (sekolah) dengan lingkungan eksternal. 2. Tingkatan manajerial (managerial level) Tingkatan manajerial berkaitan dengan kepemimpinan, dan organisasi lembaga (sekolah). 3. Tingkatan teknis (technical level) Tingkatan teknis berkaitan dengan proses pembelajaran. Dengan demikian administrasi pendidikan dalam konteks kelembagaan pendidikan mempunyai cakupan yang luas, disamping itu bidang-bidang yang harus ditanganinya juga cukup banyak dan kompleks dari mulai sumberdaya fisik, keuangan, dan manusia yang terlibat dalam kegiatan proses pendidikan di sekolah. 7. Administrasi Kearsipan Adapun pekerjaan dari tenaga administrasi kearsipan meliputi: a. Mencatat surat masuk dan keluar; b. Membuat surat – surat kedinasan; c. Menyampaikan surat dinas kepada yang instansi terkait; dan d. Memelihara dan meyimpan arsip surat – surat.



ADMINISTRASI KELAS Kelas adalah sebuah ruang di lembaga pendidikan yang merupakan wadah tempat terjadinya proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada siswa sehingga terjadilah perubahan tingkah laku. Agar pelaksanaan kegiatannya berjalan sesuai dengan tujuan, maka diperlukan pendataan terhadap seluruh komponen pembelajaran untuk diolah, dan dilaporkan hasilnya kepada kepala sekolah yaitu berupa administrasi kelas. Dengan administrasi / pengelolaan kelas yang baik dan menarik dapat mendorong siswa untuk belajar dengan baik, yang memungkinkan tercapainya hasil yang baik pula, dan pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan secara maksimal. A.Kegiatan Administratif Manajemen Kelas 1. Perencanaan kelas. Perencanaan yang utama adalah menjabarkan kurikulum menjadi program pembelajaran yang konkrit sesuai dengan waktu yang tetsedia. Seperti: program tahunan, program semester, program bulanan, program mingguan, dan program harian. Selain itu perlu juga kegiatan ekstra kurikuler seperti: program pramuka, olahraga, kesenian, les, belajar tambahan, bimbingan konseling, uks, dsb. 2. Pengorganisasian kelas Guru diharapkan dapat membagi beban kerja, tanggung jawab,wewenang kepada semua pihak (guru dan guru) dan juga mengikut sertakan siswa dalam pengelolaan kelas. Melengkapi alat-alat yang diperlukan dan membuat struktur organisasi kelas. 3. Pengarahan kelas Pengarahan kelas dilakukan agar setiap kegiatan tidak menyimpang dari tujuan dan ketentuan. Hal ini tentunya memerlukan bimbingan dan kerjasama dengan kepala sekolah,supervisor, dan konselor dengan jalan musyawarah. 4. Koordinasi kelas Koordinasi bertujuan membawa semua material,fasilitas, dan teknik-teknik kedalam hubungan kerja yang harmonis dengan tugas dan peranan masing-masing untuk menyampaikan saran, pendapat dan gagasan baik dalam bidang kerjanya sendiri maupun bidang kerja yang menjadi tanggung jawab yang bersangkutan. 5. Komunikasi kelas Menonjolkan hubungan manusiawi yang harmonis, dengan cara musyawarah,diskusi baik hubungan pribadi maupun kelompok dengan menggunakan jaringan komunikasi yang berdaya guna. 6. Kontrol kelas Apabila ada yang menemukan kekurangan tentunya perlu adanya upaya perbaikan, untuk itu perlu adanya control kerja terhadap program kelas yang telah disusun. Apabila ini sudah dilakukan maka akan muncul penilaian terhadap keberhasilan dan kegagalan kerja yang dilakukan. B. Kegiatan Operatif Manajemen Kelas 1. Tata usaha kelas a. Menghimpun dan mencatat data siswa yang bersifat tetap. b. Menncatat dan membuat buku inventaris kelas c. Membuat jadwal pelajaran d. Membuat dan mengirim laporan kelas tentang siswa e. Menyelenggarakan surat menyurat kelas, mengagendakan, menanggapi/menjawab, dan mengarsipkan. 2. Kegiatan perbekalan kelas a. Alat pendidikan yang berhubungan langsung dengan proses brelajar mengajar (papan tulis, buku sumber, alat olahraga, kesenian, dsb) b. Alat non-kependidikan yang tidak langsung berhubungan: meja dan kursi guru dan siswa, lemari, papan absen, buku agenda, buku raport, buku pribadi murid, buku absensi, dsb 3. Kegiatan keuangan kelas Untuk melaksanakan program kelas, diperlukan sejumlah dana yang



bersemuber dari: pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, donatur, dll 4. Kegiatan pembinaan personal kelas Pengaturan tempat duduk siswa dengan berbagai pertimbangan. Dalam rangka menunjang kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, maka perlu adanya dukungan administrasi program pengajaran yang memadai. Tanpa adanya panduan sebagai pedoman, maka seorang guru hanya akan melaksanakan tugasnya menurut ketentuannya sendiri dan sering kali tidak sesuai dengan perkembangan pendidikan. Pedoman ini dapat dijadikan sebagai pelengkap yang pada hakikatnya berfungsi untuk mengarahkan kegiatan proses belajar mengajar bagi para guru di samping pedoman lain yang mungkin lebih lengkap. Tujuan utama dari pedoman ini adalah: 1. Menjabarkan secara operasional kegiatan para guru dalam membuat administrasi kelas yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. 2. Sebagai pegangan dan petunjuk pengelolaan administrasi kelas. 3. Memberikan contoh format administrasi guru dan administrasi kelas. 4. Memudahkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi dalam rangka pengendalian program pengajaran. Depdiknas (1995:11) menyebutkan terdapat 8 (delapan) aspek pengelolaan kelas, yaitu: 1. Mengecek kehadiran siswa 2. Mengumpulkan hasil pekerjaan siswa, memeriksa, dan menilai pekerjaan siswa tersebut. 3. Pendistribusian bahan dan alat 4. Mengumpulkan informasi dari siswa 5. Mencatat data siswa 6. Pemeliharaan asrip 7. Menyampaikan materi pembelajaran 8. Memberikan tugas/PR Terdapat 25 komponen administrasi guru dan administrasi kelas di sekolah dasar yang perlu mendapatkan perhatian guru agar tujuan program pengajaran dapat berjalan dengan baik, yaitu: 1. Kurikulum dan Bahan Pengajaran. 2. Analisis Materi Pelajaran (Penjabaran & penyesuaian); 3. Papan Absensi Harian: 4. Buku Paket/BSE KTSP, BSE Kurikulum 2013 5. Buku Penghubung dengan Orangtua 6. Buku Penerimaan dan Pengambilan Raport 7. Buku Ulangan bergilir. 8. Buku Bimbingan dan Konseling. 9. Buku Kunjungan Rumah. 10. Buku Berobat. 11. Buku Keuangan. *) 12. Buku Supervisi Kelas. 13. Buku Notula Rapat. 14. Program Semester/Tahunan 15. Persiapan mengajar/Silabus/RPP 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.



Kriteria Ketuntasan Minimal Analisis Hasil Evaluasi Pelaksanaan Perbaikan dan Pengayaan Daftar Siswa Baru Kelas 1. Absen Murid. Buku Penilaian. Kalender Pendidikan Jadwal Pelajaran Umum Denah Kelas. Grafik Absen. Buku Mutasi Murid.



27. Daftar Inventaris Kelas/Ruangan. 28. Tata Tertib Sekolah/Siswa. Pendapat lain mengatakan, bahwa bidang garapan administrasi pendidikan, merupakan kegiatan catat mencatat (recording) dan lapor melapor (reporting) seluruh komponen kegiatan yang dilaksanakan didialam kelas, yang meliputi: 1. Buku supervisi 2. Buku peniramaan dan pengambilan rapor 3. Daftar hadir siswa (absen) 4. Buku penilaian 5. Buku mutasi siswa 6. Buku notulen rapat 7. Grafik absen siswa 8. Jadwal pelajaran 9. Buku keuangan 10. Papan absen harian 11. Buku tamu 12 Denah tempat duduk siswa 13. Buku BP 14. Daftar inventaris kelas 15. Buku UKS/berobat 16. Kalender pendidikan Administrasi pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas daripada administrasi kelas, maupun administrasi sekolah. Administrasi pendidikan melibatkan banyak pihak diantaranya para kepala sekolah, para Pembina, pengawas, pejabat-pejabat senior dilingkungan depertemen P dan K, guru, staf sekolah serta peserta didik yang memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan pendidikan. Pada dasarnya proses administratif pendidikan meliputi: 1. Perencanaan (planning) 2. Pengorganisasian (organizing) 3. Pemberian bimbingan (counseling) 4. Pengoordinasian (coordinating) 5. Pengomunikasian (communication) 6. Pengontrolan (controlling) 7. Penilaian (evaluating)



KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN PENDAHULUAN Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen yaitu merencanakan dan mengorganisasi, tetapi peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan bukti bahwa pemimpin boleh jadi manajer yang lemah apabila perencanaannya jelek yang menyebabkan kelompok berjalan ke arah yang salah. Akibatnya walaupun dapat menggerakkan tim kerja, namun mereka tidak berjalan kearah pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan berkaitan dengan proses yang mempengaruhi orang sehingga mereka mencapai sasaran dalam keadaan tertentu. Kepemimpinan telah digambarkan sebagai penyelesaian pekerjaan melalui orang atau kelompok dan kinerja manajer akan tergantung pada kemampuannya sebagai manajer. Hal ini berarti mampu mempengaruhi terhadap orang atau kelompok untuk mencapai hasil yang diinginkan dan ditetapkan bersama. Sebagai suatu organisasi, lembaga pendidikan memerlukan tidak hanya seorang manajer untuk mengelola sumber daya lembaga pendidikan yang lebih banyak berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan administratif lainnya, tetapi juga memerlukan pimpinan yang mampu menciptakan sebuah visi dan semua komponen individu yang terkait dengan lembaga pendidikan. Pemimpin maupun manajer diperlukan dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Berbeda dengan organisasi lain, lembaga pendidikan merupakan bentuk organisasi moral yang berbeda dengan bentuk organisasi lainnya. Sebagai suatu organisasi, kesuksesan lembaga pendidikan,tidak hanya di tentukan oleh kepemimpinan pendidikan, tetapi juga oleh tenaga kependidikan lainnya dan proses lembaga pendidikan itu sendiri. Kepemimpinan pendidikan berkewajiban untuk mengkoordinasikan ketenagaan pendidikan di lembaga pendidikan untuk menjamin teraplikasinya peraturan pada lembaga pendidikan. Kepemimpinan pada hakikatnya merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk membina, membimbing, mengarahkan dan mengerakkan orang lain agar dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemimpin perlu melakukan serangkaian kegiatan diantaranya adalah mengarahkan orang-orang yang terlibat dalam organisasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain tercapai atau tidak tujuan suatu organisasi sangat tergantung pada pimpinannya. Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui tentang: 1. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan; 2. Model-model Kepemimpinan Pendidikan; 3. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan; 4. Kekuasaan dan Pengaruh; 5. Pengelolaan Manusia; 6. Kepengikutan; 7. Kepemimpinan dalam Kelompok dan Tim Kerja; dan 8. Ciri-ciri Kepemimpinan Pendidikan A.DEFINISI KEPEMIMPINAN dan KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN Ada banyak definisi mengenai kepemimpinan, beberapa diantaranya: 1. Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas untuk mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan (George Terry). 2. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan kelompok (Stogdill). 3. Drs. Ngalim Purwanto berpendapat bahwa Kepemimpinan adalah tindakan/perbuatan di antara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan baik orang seorang maupun kelompok maju ke arah tujuan-tujuan tertentu.



4. Menurut sumber dari seorang ahli yang mendefinisikan kepemimpinan, seperti: George R. Terry (1977 : 410 – 411), yang mengatakan bahwa:“Leadership is the relationship in which one person or the leader, influence other to work together willingly on related task to attain that which the leader desires” 5. Andrew Sikula (1992 : 117), yang mengatakan bahwa:“Leadership in an administration process that involves directing the affairs and actions of others”. Kepemimpinan adalah kemampuan seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk membimbing beberapa orang untuk mengkordinasikan dan mengarahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk dapat menggerakkan beberapa orang pelaksana, seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dibandingkan orang yang dipimpinnya misalnya kelebihan dalam menggunakan pikirannya, rohaniah, dan badaniah. Agar dapat menggunakan kelebihanya tersebut, seorang pemimpin suatu organisasi difasilitasi dengan apa yang disebut dengan tugas dan wewenang. Tugas adalah kewajiban untuk melaksanakan dan wewenang adalah hak untuk bertindak. Wewenang seorang pemimpin adalah hak untuk menggerakkan orang atau bawahannya supaya suka mengikutinya atau menjalankan tugas yang diperintah kepadanya. Kepengikutan timbul karena pemimpin mempunyai abhiga mika yaitu dapat menarik simpati dari orang lain, pradaya yaitu selalu bertindak bijaksana,; atma sampat yaitu bermoral dan berbudi pekerti yang luhur, Sakyasanmata, yaitu selalu bertindak teliti dan cermat Sebagaimana telah diuraikan pada terdahulu, bahwa kepemimpinan merupakan salah satu kunci utama yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan efektivitas kerja dalam organisasi perusahaan. apabila pemimpin tidak dapat menjalankan dan mengkoordinir semua sumber daya yang ada di perusahaan maka akan menimbulkan masalah besar, karena dapat mengakibatkan sasaran yang telah ada ditetapkan perusahaan sulit untuk dicapai. Menurut D.E. McFarland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. J.M. Pfiffner mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Oteng Sutisna mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan proses baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama ke arah tercapainya tujuan. Dari beberapa definisi kepemimpinan tersebut dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya.Kepemimpinan adalah suatu kegiatan memengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerja sama (mengolaborasi dan mengelaborasi potensinya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh consensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin pada satu lembaga satuan pendidikan. Tanpa kehadiran kepemimpinan pendidikan, proses pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan berjalan efektif. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin yang proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah. B. MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN 1. Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis – Demokratis) Pemimpin memengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrem lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis pada umumnyab ersifat negatif, ketika sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi, otoritas berada di tangan pemimpin karena pemusatan kekuatan dan



pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggungjawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat, antara lain pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratisini adalah pada tugas dan selalu memberikan arahan kepada bawahannya. Perilaku demokratis adalah perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kekuasaan atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinan berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, ketika si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan disini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok. Namun, kenyataannya, perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku kepemimpinan yang ekstrem di atas, tetapi memiliki kecenderungan yang terdapat diantara dua sisi ektrem tersebut. 2. Model Kepemimpinan Ohio Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua faktor tentang gaya kepemimpinan, yaitu strukturinisiasi dan konsiderasi. Strukturinsiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada perilaku yang menunjukan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa hormat, dan kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota staffnya (bawahan). Adapaun contoh dari faktor konsiderasi adalah pemimpin menyediakan waktu untuk menyimak anggota kelompok, pemimpin mau mengadakan perubahan, dan pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati. Sedangkan, contoh untuk faktor strukturinisiasi adalah pemimpin menugaskan tugas tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta anggota kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar, dan pemimpin memberitahu anggota kelompok tentang hal – hal yang diharapkan dari mereka. 3. Model Kepemimpinan Likert (Likert’s Management System) Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk memahami perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu. Melalui penelitian ini akhirnya Likert berhasil merancang empat sistem kepemimpinan seperti yang diungkapkan oleh Thoha, yang dikutip oleh E. Mulyasa, yaitu sistem otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif, dan partisipatif. a. Sistem otoriter (sangat otokratis) Dalam sistem ini, pemimpin menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan pemerintah dan semua bawahan untuk menjalankannya; b. Sistem otoriter bijak (otokratis paternalistik) Perbedaan dengan system sebelumnya adalah terletak kepada adanya fleksibilitas pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai dengan meminta kepada bawahan; c. Sistem konsultatif Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan adanya pola komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan; d. Sistem partisipatif Pada sistem ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada kerja kelompok di tingkat bawah. 4. Model Kepemimpinan Managerial Grid Jika dalam model Ohio, kepemimpinan ditinjau dari sisi strukturisasi dan konsideransinya. Dalam model managerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton, seperti yang dikutip



oleh E. Mulayasa, memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap produksi atau tugas dan perhatian pada orang. Perhatian pada produksi (tugas) adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu, keputusan, prosedur, mutu pelayanan staff, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran. Sedangkan, perhatian kepada orang adalah sikap pemimpin yang memperhatikan anak buah dalam rangka pencapaian tujuan. 5. Model Kontingensi Fiedler Dalam teori kontingensi (kemungkinan) variabel – variabel yang berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan suatu hal yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori ini perhatian Fiedler adalah pada perbedaan gaya dan motivasional dari pemimpin. 6. Kepemimpinan Situasional Artinya, teori ini menekankan pada ciri – cirri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri – ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional. 7. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi Intisari dari model ini terletak pada pemikiran, bahwa kepemimpinan dengan kombinasi perilaku hubungan dan perilaku tugas dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin memiliki efektivitas yang sama pula. Artinya, untuk setiap empat gaya utama perilaku kepemimpinan, pada masing – masing gaya tesebut ada gaya yang lebih atau kurang efektif, hal ini terjadi karena perbedaan kondisi lingkungan yang terjadi dan dihadapi oleh sosok pemimpin dengan kombinasi perilaku hubungan dan tugas yang sama tersebut memiliki perbedaan. Secara umum, dimensi efektivitas lingkungan terdiri dari dua bagian, yaitu dimensi lingkungan yang tidak efektif dan efektif. 8. Model Kepemimpinan Combat Beberapa karakteristik dari model Combat tersebut, sebagaimana yang dideskripsikan oleh J. Salusu, sebagai berikut: a. Seorang pemimpin harus bersedia menanggung resiko b. Berusaha menjadi innovator dan untuk itu perlu secara terus menerus belajar. c. Segera bertindak karena tanpa bergerak seseorang tidak bisa memimpin. d. Memiliki harapan yang tinggi karena dengan mengharap organisasi beroleh lebih banyak, seorang pemimpin akan berhasil, paling tidak setengahnya. Harapan itu tentu harus diiringi dengan kemauan keras dan tindakan – tindakan yang penuh perhitungan. e. Pertahankan sikap positif, selalu berfikir yang baik, angkatlah derajat setiap orang yang bekerja disekitar organisasi karena masing – masing mempunyai peranan yang berarti dalam kehidupan organisasi. f. Selalu berada di depan dan tidak menyuruh orang lain untuk maju lebih dulu. 2. Gaya Kepemimpinan Efektif Gaya Kepemimpinan. Gaya Kepemimpinan sejatinya ada 3 (tiga) bentuk, yaitu: 1. Otoriter (Authoritarian Leadership) Seperti yang kita ketahui, bahwa kekuasaan otoriter gaya kepemimpinan berdasarkan pada kekuasaan yang mutlak dan penuh. Dengan kata lain, sang pemimpin yang dalam kepemimpinan ini disebut juga sebagai diktator, bertindak mengarahkan pikiran, perasaan dan prilaku orang lain kepada suatu tujuan yang telah ditetapkannya. Artinya segala ketentuan dan keputusan berada di tangan si pemimpin. David Krech, Richard S. Crutchfield, Egerton L. Ballachey, menggambarkan mengenai kepemimpinan ini: bahwa



dalam suatu kelompok yang sangat kecil, antara pemimpin dan pengikut terjadi kontak pribadi karena komunikasi berlangsung secara interpersonal, namun ketika kelompok menjadi besar, maka hubungan antara pemimpin menjadi semakin jauh dan melalui peringkat peringkat. Organisasi hirarkis pada kelompok otoriter dapat dikaji sebagai konsekwensi dari tujuan si pemimpin untuk senantiasa memelihara posisinya sebagai kekuasaan sentral. Dan menurut David Krech, Richard S. Crutchfield, Egerton L. Ballachey, Suasana seperti ini kondusif untuk frustasi dan agresi serta meningkatnya ketegangan dan konflik intra kelompok. 2. Demokratis (Democratic Leadership) Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya atau cara memimpin yang demokratis, dan bukan karena dipilihnya si pemimpin secara demokratis. Gaya yang demokratis seperti ini misalnya saja si pemimpin memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada para bawahan dan pengikutnya untuk mengemukakan pendapatnya, saran dan kritikkannya dan selalu berpegang pada nilai-nilai demokrasi pada umumnya. 3. Kepemimpinan Bebas (Laisez Faire Leadership) Dalam kepemimpinan jenis ini, sang pemimpin biasanya menunjukkan suatu gaya dan prilaku yang pasif dan juga seringkali menghindari dirinya dari tanggung jawab. Dalam prakteknya, Si pemimpin hanya menyerahkan dan menyediakan instrumen dan sumber-sumber yang diperlukan oleh anak buahnya untuk melaksanakan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pimpinan. Pimpinan yang memiliki gaya ini memang berada diantara anak buahnya, akan tetapi ia tidak memberikan motivasi, pengarahan dan petunjuk, dan segala pekerjaan diserahkan kepada anak buahnya. Sedangkan menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, terdapat 4 (empat) gaya kepemimpinan yaitu: 1. Memberitahukan, Menunjukkan, Memimpin, Menetapkan (TELLING-DIRECTING) 2. Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk (SELLING- COACHING) 3. Mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama (PARTICIPATING-SUPPORTING) 4. Mendelegasikan, Pengamatan, Mengawasi, Penyelesaian (DELEGATING) Seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik. 2. Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk. 3. Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri kesempatan untuk mengambil keputusan. 4. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan sistem kontrol yang baik. Seperti yang dikutip dari Careerbuilder, gaya kepemimpinan atasan sangat berpengaruh pada semangat kerja para karyawan, karena hal ini memberikan dampak: 1. Motivasi Gaya kepemimpinan sang atasan yang lemah lembut dan bijaksana serta mampu memberikan solusi yang tepat atas setiap permasalahan dapat memotivasi para anak buahnya untuk bekerja



lebih giat lagi dalam menciptakan ide-ide kreatif yang lebih cemerlang. Karena seorang atasan yang handal mampu menciptkan kondisi perusahan menjadi kental dengan suasana kekeluargaan, bukan menciptakan persaingan yang tidak sehat antarpara karyawan. 2. Membantu mencapai target Siraman motivasi yang diterima para karyawan pun dapat menimbulkan dampak positif lainnya bagi setiap karyawan. Hal ini terbukti, misalnya, dari terpenuhinya target penjualan per bulan, sehingga bisa menimbulkan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Hal itu juga semakin membuat para karyawan percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki. 3. Memperbaiki Kinerja Seorang atasan yang baik tahu kapan waktu yang tepat untuk mengambil keputusan yang penuh risiko dan melanjutkan ketahap selanjutnya. Ia mampu menjalankan program sesuai dengan rencananya. Terobosan seperti inilah yang akan mengubah kinerja para karyawan menjadi lebih produktif sehingga semakin semangat dalam bekerja. Selanjutnya Lippite dan Whyte, berpendapat ada 3 macam kepemimpinan: 1. Kepemimpinan Otokrasi, artinya suatu bentuk kepemimpinan yang ditandai oleh: a. Ketentuan dibuat oleh pimpinan; b. Setiap langkah diputuskan oleh pimpinan; c. Pimpinan selalu memberikan tugas pada tiap anggota; dan d. Pimpinan dapat memuji atau mencela pekerjaan anggota. 2. Kepemimpinan yang Demokratisb, yakni suatu bentuk kepemimpinan yang ditandai oleh: a. Segala kegiatan kelompok dibicarakan dan didiskusikan bersama; b. Anggota bebas bekerja dengan siapa saja; c. Pimpinan memuji dan mencela anggota secara obyektif; dan d. Pimpinan berusaha bersikap dan berbuat seperti anggota. 3. Kepemimpinan yang Liberal, artinya suatu kepemimpinan yang ditandai oleh: a. Pimpinan yang jarang ikut campur dalam kegiatan anggota; b. Pimpinan menyiapkan kebutuhan bagi anggota; c. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan anggota; dan d. Pimpinan tidak memberi komentar selama kelompok melaksanakan kegiatan, kecuali diminta pendapatnya. Dari hasil penelitian mereka tentang gaya kepemimpinan didapatkan kesimpulan: Sikap Otoriter, membawa pengaruh 2 hal pada anggota, yakni: a. Anggota kelompok menjadi apatis; dan b. Anggota kelompok bersikap agresif pada pimpinan. Sikap Demokratis, membawa pengaruh antara lain: a. Ada kerukunan di antara anggota kelompok; b. Para anggota banyak mengambil inisiatif; dan c. Para anggota banyak bertanggung jawab. Sikap Liberal, membawa pengaruh: a. Para anggota bertanggung jawab besar; b. Hubungan antara anggota kurang; dan c. Ada suasana pertentangan antar anggota kelompok Bagaimana cara kita memimpin haruslah dipengaruhi oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal. Tidak banyak orang yang lahir sebagai pemimpin. Pemimpin lebih banyak ada dan handal karena dilatihkan. Artinya untuk menjadi pemimpin yang baik haruslah mengalami trial and error dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Pemimpin tidak akan pernah ada tanpa bawahan dan bawahan juga tidak akan ada tanpa pemimpin. Kedua komponen dalam organisasi ini merupakan sinergi dalam perusahaan dalam rangka mencapai tujuan. Paul Hersey dan Ken Blanchard telah mencoba melepar idenya tentang kepemimpinan situasional yang sangat praktis untuk diterapkan oleh pemimpin apa saja. Tentu masih banyak teori kepemimpinan lain yang baik untuk dipelajari. Dari Hersey dan Blanchard, orang tahu kalau untuk menjadi pemimpin tidaklah cukup hanya pintar dari segi kognitif saja



tetapi lebih dari itu juga harus matang secara emosional. Pemimpin harus mengetahui atau mengenal bawahan, entah itu kematangan kecakapannya ataupun kemauan/kesediaannya. Dengan mengenal tipe bawahan (kematangan dan kesediaan) maka seorang pemimpin akan dapat memakai gaya kepemimpinan yang sesuai. Sayangnya jaman sekarang banyak pemimpin yang suka main kuasa saja tanpa mempedulikan bawahan. Kalaupun mempedulikan bawahan itupun karena ada motif tertentu seperti nepotisme. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki jiwa sebagai pemimpin sejak lahir, namun perkembangan lingkungan dan kedewasaan dalam bersosialisasi dapat mempengaruhinya, apakah. dapat berkembang atau bahkan hilang sama sekali. Dalam kaitannya dengan hal ini, sebelum kita mengklasifikasikan gaya kepemimpinan seperti pada judul diatas, maka saya akan mengulas sedikit mengenai faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kepemimpinan/leadership. Dalam suatu kelompok dalam masyarakat, seperti organisasi konvensional/modern, perusahaan atau instansi maka sudah pasti ada seseorang yang bertindak sebagai pemimpin, misalnya dalam organisasi politik ada Ketua Umum, dalam organisasi perusahaan ada Administrator/manajer, dalam sebuah kelas ada Ketua Kelas, pada Universitas ada Rektor dan lain sebagainya. Dengan adanya pemimpin, sudah pasti pula ada pengikutnya, akan tetapi, pengikut tidak sama dengan bawahan atau anak buah. Misalnya dalam sebuah partai politik tidak dapat dikatakan sebagai anak buah atau bawahan, akan tetapi lebih tepat kalau disebut pengikut, simpatisan atau kader, dikatakan demikian karena pengikut umumnya dengan sendirinya telah memberikan kepercayaan penuh kepada sang Ketua Umum atas ideologi dan tindakannya. Pada sebuah struktur organisasi formal, misalnya suatu perusahaan, lazim disebut karyawan/pegawai/ bawahan/anak buah, dan disini, anak buah mau atau tidak mau, suka atau tidak suka harus tunduk dengan sang administrator/manajer dan hubungan antaranya biasanya hanya sebatas pekerjaan. Namun dalam suatu perusahaan juga dimungkinkan terdapat kepengikutan seperti halnya pada partai politik yang dapat diukur dari tingkat loyalitas anak buah kepada atasannya. Dan hal ini bergantung apakah administrator/manajer/pimpinan yang bersangkutan memiliki sifat kepemimpinan atau tidak. C.FUNGSI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN Secara operasional fungsi kepemimpinan dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok, yaitu: 1. Fungsi Instruksi Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan di mana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif kemerlukan kemampuan untuk menggerakan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah. 2. Fungsi Konsultasi Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan di tetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. 3. Fungsi Partisipasi Dalam menjalankan fungsi ini, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas melakukan semuanya, tetapi dilakukan secara



terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana. 4. Fungsi Delegasi Fungsi Delegasi dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi. 5. Fungsi Pengendalian Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses (efektif) mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam aktivitas kepemimpinan secara integral, yaitu pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja, mampu memberikan petunjuk yang jelas, berusaha mengembangkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat, mengembangkan kerja sama yang harmonis, mampu memecahkan maalah dan mengambil keputusan masalah sesuai batas tanggung jawab masing-masing, menumbuhkembangkan kemampuan memikul tanggung jawab, dan pemimpin harus mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali. D.KEKUASAAN dan PENGARUH Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti dengan istilah pengaruh dan otoritas. Berbagai sumber dan jenis kekuasaan dari beberapa teoritikus seperti French dan Raven, Amitai Etzioni, Kenneth W. Thomas, Organ dan Bateman, dan Stepen P Robbins telah dikemukakan dalam kegiatan belajar ini. Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang berubah dan tindakan-tindakan para pengikut. Berkaitan dengan hal ini telah dikemukakan social exchange theory, strategic contingency theory dan proses-proses politis sebagai usaha untuk mempertahankan, melindungi dan me-ningkatkan kekuasaan. Sebagai unsur pokok kepemimpinan, kekuatan dan pengaruh seorang pemimpin merupakan aspek yang paling krusial yang menjadi barometer keberhasilan kepemimpinannya. Merujuk kepada kamus besar bahasa Indonesia (Balai Pustaka ;1988), kekuatan adalah tenaga, gaya atau kekuasaan. Sedangkan pengaruh adalah daya yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Titik perhatian yang timbul dalam pikiran adalah menyakut kekuasaan. Dengan kekuasaan yang sejalan dengan peran dalam jabatan, seseorang dapat memerintahkan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dibebankan kepadanya untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Jadi bagaimanapun kekuasaan adalah kapasitas yang menyebabkan perubahan. Sebaliknya pengaruhnya adalah terkait dengan tingkat perubahan sesebenarnya dalam target seseorang kedalam sikap, nilai, kepercayaan atau perilaku. Pengaruhnya dapat diukur oleh perilaku atau sikap yang dimanifestasikan oleh para pengikut sebagai hasil dari pimpinannya. Sejalan pikiran tersebut, maka titik pusat pikiran akan terarah pula pada kekuasaan dan kepemimpinan, oleh karenanya tidak terlepas untuk memahami mengenai sumber kekuasaan pemimpin dan motip- motip pemimpin. Dengan pikiran itu pula, perlu untuk memahami yang berkaitan dengan taktik-taktik mempengaruhi yang disebut dengan 1) persuasi rasional; 2)



meminta inspirasi; 3) konsultasi; 4) intergrasi; 5) permohonan; 6) pertukaran; 7) koalisi; menekan; 9) legimitasi. Dengan demikian kekuatan (dalam konteks kepemimpinan pendidikan) adalah daya yang ditimbulkan seorang pemimpin dalam otoritasnya pada kepemimpinan pendidikaan. Sedangkan pengaruh merupakan representasi dan kekuatan yang dapat membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan anggota dalam mewujudkan situasi atau iklim kerja sama dalam kepemimpinan pendidikan. Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses- proses mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, seorang pemimpin pendidikan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mewarnai pola kepemimpinan, yaitu: 1. Faktor legal Pemimpin pendidikan akan berhadapan dengan peratuan- peraturan formal dari instansi sturuktural yang berada diatasnya. Misalnya falsafah pancasila, undang-undang 1945, Keputusan President, keputusan menteri, serta undang-undang lainnya akan mempengaruhi pola kepemimpinan pendidikan. Demikian pula dalam kaitannya dengan standar yang berkaitan dengan pengangkatannya sebagai pemimpin pendidikan (Misal; Sertifikasi, Pola penyeleksian, Kualifikasi Profesional). 2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Konsep-Konsep Pendidikan. Faktor ini memungkinkan tersedianya sumber-sumber dan fasilitas pendidikan dalam memperlancar proses pendidikan termasuk pemahaman pemimpin terhadap tujuan pendidikan yang akan mewarnai tindakan kepemimpinannya. 3. Hakekat dan Ciri Sekolah Merupakan factor yang berkaitan dengan ciri dan hakikat para staf, murid dan jenis sekolah, system administrasi, kurikulum dan pendekatan yang digunakan dalam system pendidikan. 4. Kepribadian Pemimpin Pendidikan dan Latihan-Latihan. Tidak dapat dipungkiri bahwa individu (pemimpin) membawa sesuatu dalam jabatannya. Energy, loyalitas, paradigma dan atribut professional yang melekat padanya akan berpengaruh terhadap system kepemimpinan. Selain itu, pendidikn tambahan dan latihan- latihan juga akan memperkaya jabatan kepemimpinannya. 5. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam teori pendidikan. Tugas kepemimpinan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai perubahan teori dan metode aktifitas belajar, konsep-konsep pertumbuhan dan perkembangan anak membawa implikasi terhadap prosedur pengajaran dikelas. Prubahan dan perkembangan kurikulum juga menghendaki persiapan kepemimpinan dan keterampilan kepemimpinan yang baru. Perubahan dalam teori-teori pendidikan akan mengubah strategi pengelolaan dan kepemimpinan. Dalam kaitan dengan kekuasaan, para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu agar efektif. Keberhasilan pemimpin sangat tergantung pada cara penggunaan kekuasaan. Pemimpin yang efektif kemungkinan akan menggunakan kekuasaan dengan cara yang halus, hati-hati, meminimalisasi perbedaan status dan menghindari ancaman- ancaman terhadap rasa harga diri para pengikut. Para teoretikus telah mengidentifikasi berbagai taktik mempengaruhi yang berbeda-beda seperti persuasi rasional, permintaan berinspirasi, pertukaran, tekanan, permintaan pribadi, menjilat, konsultasi, koalisi, dan taktik mengesahkan. Pilihan taktik mempengaruhi yang akan digunakan oleh seorang pemimpin dalam usaha mempengaruhi para pengikutnya tergantung pada beberapa aspek situasi tertentu. Pada umumnya, para pemimpin lebih sering menggunakan taktiktaktik mempengaruhi yang secara sosial dapat



diterima, feasible, memungkinkan akan efektif untuk suatu sasaran tertentu, memungkinkan tidak membutuhkan banyak waktu, usaha atau biaya. Dengan pemahaman mengenai pengaruh atas taktik dan kekuasaan, maka dapat kita simpulkan untuk memahami pemimpin secara terfokuskan maka piramid kekuasaan dapat digambarkan sebagai model bagaimana mendapatkan kekuasaan melalui kekuatan dari prinsip 1) kepercayaan; 2) menghargai; 3) mengakui kesalahan. Kemudian diaplikasikan menjadi kekuatan pemimpin dengan kepemimpinannya untuk menuntun pengaruh karakter menjadi kekuasaan dan wewenang yang dapat mempengaruhi orang lain, maka ia harus ditopang dengan prinsip yang disebut 4) jelaskan apa yang menjadi tanggung jawab mereka; 5) berikan wewenang yang seimbang dengan tanggung jawan mereka; 6) rumuskan standard yang memuaskan; 7) lengkapi mereka dengan pelatihan dan pengembangan agar mereka dapat memenuhi ketentuan standard; berikan pengetahuan dan informasi; 9) siapkan mereka dengan umpan balik atas kinerja mereka; dan 10) tantang mereka dengan kemuliaan dan hormati. Sejalan dengan pemahaman pengaruh dan kekuasaan maka diperlukan pemahaman yang mendalam hal-hal yang berkaitan dengan apa yang disebut dengan „Intelegensia dan Kreatifitas“ artinya dengan intelegensia maka pemimpin sesorang yang cerdas menjadi lebih baik sebagai pemecah masalah karena kemampuan berhubungan, akurat membuat asumsi, kemampuan analisa data dan yang lebih penting lagi kecerdasannya memandang keuntungan. Sedangkan kreatifitas dirumuskan sebagai kemampuan untuk membuat observasi atau melihat cara baru, yang kesemuanya ditunjang oleh pengalaman. Dengan mendalami pengaruh dan kekuasaan serta intelegensia dan kreatifitas akan membuka jalan untuk memahami sebagai pemimpin untuk mengembangkan personalitas“ yang akan membentuk, nilai dan sikap“ yang akan menuntun aktualisasi dari„ perilaku kepemimpinan“ yang akan memberikan daya dorong bahwa peran pemimpin diperlukan penguasaan„ ketrampilan dasar yang mencakup komunikasi, pendengar, keyakinan, kelengkapan umpan balik yang konstruktif, mengelola stress“ E. PENGELOLAAN MANUSIA Desain pekerjaan Desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja seorng individu atau untuk kelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasanpenugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan keperilakuan. Analisis pekerjaan Analisis pekerjaan mencangkup dua unsur, yaitu; uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Uraian memperhatikan isi pekerjaan, tugas- tugas dan tanggung jawab. Spesifikasi menekankan kepada pengalaman, pendidikan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh jabatan atas pekerjaan itu. Ada beberpa elemen keperilakuan yang dipertimbangkan dalam desain pekerjaan, yaitu; 1. Otonomi, tanggung jawab atas apa yang dilakukan; 2. Variasi, adanya kombinasi dalam bekerja agar tidak menjenuhkan dan membosankan; 3. Identitas tugas, agar timbul kepuasan dalam bekerja; 4. Umpam balik, seberapa baik pelaksanaan pekerjaan, maka karyawan akan mempunyai pedoman atau motivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik Pengelolaan (Manajemen) Sumber Daya Manusia Manajemen adalah suatu seni mengatur orang lain guna mencapai suatu tujuan atau menyelesaiankan pekerjaan. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari: 1. Perekrutan sumber daya manusia 2. Seleksi sumber daya manusia



3. Pemgembangan sumber daya manusia 4. Pemeliharaan sumber daya manusia 5. Penggunaan sumber daya manusia Tujuan sumber daya manusia Tujuan utama dari manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktifitas organisasi yang bersangkutan. Fungsi-fungsi manajemen Fungsi-fungsi Manajemen yang mencangkup: Planing (Perencanaan); Organizing and Staffing (Pengaturan dan Penyediaan Staf); Direction (Pengarahan); Controlling (Pengawasan), dan Coordinating (Pengkoordinasian). Sementara itu fungsi oprasional yang terdiri dari; Pengadaan SDM; Pengembangan, konpensasi (imbalan); Integrasi; Pemeliharaan; dan Pemutusan hubungan kerja. F. KEPENGIKUTAN Menurut Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A, dalam Psikologi Manajemen dan Administrasi (1989: 169), kepengikutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kepengikutan Berdasarkan Naluri Dalam klasifikasi ini, terjadinya kepengikutan pada sejumlah orang disebabkan timbulnya dorongan untuk menaruh kepercayaan kepada seseorang, sehingga mereka bersedia untuk melakukan tindakan- tindakan tertentu yang dikehendaki orang yang memperoleh kepercayaan itu. Orang yang menerima kepercayaan itu diakui sebagai pemimpin karena dianggapnya mampu melindungi kepentingan atau mewujudkan aspirasi orang-orang yang menaruh kepercayaan tadi. Kepemimpinan dan kepengikutan jenis ini dinamakan kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership). 2. Kepengikutan Berdasarkan Tradisi Kepengikutan ini timbul disebabkan adanya kebiasaan secara turun menurun. Kepengikutan jenis ini terdapat baik dalam masyarakat skala besar seperti negara, maupun dalam skala kecil seperti desa. Dalam kepengikutan jenis ini, orang-orang yang menjadi pengikutnya tidak melakukan penilaian terhadap benar salahnya atau baik buruknya kebijakan yang dijalankan pemimpin. 3. Kepengikutan Berdasarkan Agama Para pengikut berdasarkan agama acapkali bersifat fanatik, berani mati, karena matinya itu demi Tuhan penguasa dunia akhirat. Khalayak yang menjadi pengikut pimpinannya berdasarkan agama menganggap bahwa pimpinannya itu adalah orang yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya, karena sebagai tokoh agama ia selain menguasai ketentuan-ketentuan agama mengenai apa yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, ia sendiri yang pertama-tama akan mematuhinya. 4. Kepengikutan Berdasarkan Rasio Kepengikutan ini dapat dijumpai di kalangan orang-orang terpelajar dalam suatu masyarakat. Mereka mengakui seseorang sebagai pimpinannya berdasarkan pertimbangan rasional, berlandaskan penalaran (reasoning). Biasanya, khalayak yang secara rasional mengakui seseorang sebagai pemimpinnya karena orang itu berpendidikan tinggi dan berwawasan luas. Oleh karena itu, khalayak menganggap bahwa prilaku sang pemimpin itu didasari pemikiran yang matang dengan menyadari akibat prilakunya itu, serta mengetahui pula tindakan apa yang dijadikan antisipasi jika kegiatannya itu keliru. 5. Kepengikutan Berdasarkan Peraturan. Kepengikutan berdasarkan peraturan terdapat pada masyarakat modern, dimana orang-orang mengelompokkan diri untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan kepentingan yang sama secara bersama- sama.



Dari 5 (lima) klasifikasi kepengikutan diatas, dapat diketahui bahwa kepengikutan itu bisa timbul dengan sendirinya tanpa adanya persuasi (kharismatik) atau juga bisa muncul dengan adanya paksaan. Diantara para pemimpin kharismatis di dunia, Nabi Muhammad SAW dinilai sebagai pemimpin kharismatis yang tidak ada tandingannya. Dalam bukunya yang berjudul “Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah”, Michael H. Hart, yang diterjemahkan oleh H. Mahbub Djunaedi, mencantumkan Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh nomor satu. Hart beralasan bahwa “Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi. Berasal usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya tetap kuat dan mendalam serta berakar.” Orang yang digerakkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh pemimpin dinamakan pengikut. Pengikut adalah orang yang menuruti garis perintah atau garis kerja yang mengaturnya. Macam- macam kepengikutan: 1. Kepengikutan karena naluri dan nafsu/keinginan, Kepengikutan model ini dilihat dimana seorang pemimpin dapat dimenggerakkan sekelompok orang dengan memberikan kepuasan pada kebutuhan hidup tertentu yang dapat bersifat individual dan sosial. Kepengikutan model ini melenyapkan kepribadian individu dan kemudian menjadi kepribadian massa. Sehingga pemimpinya dikatakan pemimpin massa; 2. Kepengikutan karena tradisi atau adat, Kepengikutan karena tradisi atau adat pada umumnya disebabkan oleh dua hal, pertama yaitu ketaatan dalam menjalankan aturan-aturan yang berlaku dengan konsekuensi sanksi- sanksi yang ada. Kedua karena sayang dan setia pada tradisi atau adat nenek moyang; 3. Kepengikutan karena agama dan budi pekerti, Kepengikutan karena agama dan budi pekerti lebih banyak didorong oleh suara hati nurani untuk membedakan yang baik dan yang tidak baik, karena hati nurani bersumber pada agama yang membawa kita ke jalan yang baik; 4. Kepengikutan karena Rasio, Seorang mengikuti pemimpin karena telah dipikirkan masakmasak bahwa ia mendapatkan keuntungan, baik keuntungan yang bersifat material, maupun keuntungan yang bersifat spiritual. Untuk dapat menggerakkan orang atau golongan rasional/golongan intelektual diperlukan metode yang rasional. G. KEPEMIMPINAN dalam KELOMPOK dan TIM KERJA Berkaitan dengan hal-hal yang terkait dengan kelompok yang mencakup apa yang disebut dengan 1) ukuran kelompok 2) tingkatan pengembangan kelompok; 3) norma-norma kelompok; 4) jaringan- jaringan komunikasi dalam kelompok; dan 5) perhubungan kelompok. Sejalan dengan pikiran tersebut maka sebaiknya kita mulai dari pemahaman atas difinisi kelompok. Kelompok adalah dapat dipikirkan sebagai dua orang atau lebih yang saling berintraksi satu sama lainnya dan setiap orang satu sama lain dapat saling mempengaruhi, sehingga dalam studi mengenai kepemimpinan kita temukan tiga aspek yaitu: 1) terkait dengan difinisi kedalam konsep korporasi yang mengungkapkan pengruh diantara pemimpin dan pengikut; 2) anggota kelompok saling berinteraksi dan mempengaruhi; 3) difinisi yang tidak perlu memperhatikan keterbatasan individu dalam satu kelompok, dimana setiap orang dapat saja mlik klompok yang terkait dalam pengelompokan kegiatan. Berdasarkan uraian ini dapat dipahami tentang perbedaan pemahaman arti kelompok dengan tim. Setiap orang tahu apa itu tim, tapi perlu diingat bahwa membentuk tim tidak sekadar hanya dalam mengumpulkan orang karena dapat dibentuk berdasarkan fungsi, beban kerja, suasana keharmonisan, penunjukan, secara sukarela, buku pedoman. Jadi membentuk tim bukan sekedar membagi tugas melainkan jenis peran di dalam tim yang biasa disebut dengan driver, planner, enabler, exec dan controller. Jadi tim adalah sekelompok orang yang bekerja sama sesuai dengan



peran yang dibutuhkan karena sifat spesialisasinya. Dengan demikian membangun tim dan karetristik tim yang benar-benar mampu bekerja dapat dipahami melalui model kepemimpinan kedalam tim yang efektif yang disebut dengan (Systems Approach to Teams“ (input – proses – outputs). H.CIRI-CIRI KEPEMIMPINAN Keberhasilan suatu organisasi lebih banyak ditentukan dari prilaku seseorang sehingga kita harus tahu kemampuan apa yang sebenarnya harus dimiliki oleh seseorang pemimpin. Hadari Nawawi menyebutkan ada beberapa persyaratan yang umumnya harus dimiki oleh sesorang pemimpin yaitu: 1. Memiliki kecerdasan intelegensi yang cukup baik; 2. Percaya diri; 3. Cakap, bergaul, dan ramah tamah; 4. Kreatif, penuh inisiatif, dan memiliki hasrat kemauan untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik; 5. Organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa; 6. Memiliki keahlian dan keterampilan dalam bidangnya; 7. Suka menolong, memberi petunjuk dan dapat menghukum secara konsekuen dan bijaksana; 8. Memiliki keseimbangan/kestabilan emosional dan bersifat sabar; 9. Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi; 10. Berani mengambil keputusan dan tanggungjawab; 11. Jujur, rendah hati, sederhana, dan dapat dipercaya; 12. Bijaksana dan berlaku adil; 13. Disiplin; 14. Berpengetahuan dan berpandangan luas; 15. Sehat jasmani dan rohani. SIMPULAN Berawal dari pemahaman mengenai konsepsi kepemimpinan sebagai suatu proses bukan yang berkaitan dengan posisi, maka untuk dapat mengaktualisasi kedalam pola pikir sebagai pemicu bersikap dan berperilaku untuk terus menumbuh kembangkan apa yang disebut dengan ‘efektivitas pribadi’ artinya suatu kerangka untuk membangun konsep diri yang berkelanjutan melalui suatu proses pemberdayaan pribadi dalam usaha untuk menempatkan pada posisi daur hidup yang prima untuk mencapai keunggulan, keseimbangan dan pembaharuan. Oleh karena itu dibutuhkan pemikiran yang terfokuskan untuk mendalami apa yang disebut pemimpin, pengikut dan situasi sebagai faktor penentu untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif. Dengan mendalami faktor pemimpin, pengikut dan situasi berarti pula sebagai langkah untuk meningkatkan efektivitas pribadi dari impian menjadi satu kenyataan sebagai aktualisasi diri kedalam Kredibilitas (bagaimana pemimpin mendapatkan kepercayaan dan keyakinan dari stakeholders), Kebiasaan (mendewasakan intelektual, emosional, sosial dan rohaniah untuk mencoba mencari arti dalam hidup ini dan mengkomunikasikannya hasil guna yang dicapai kepada orang lain secara prapmatis) dan Proaktivitas (kemampuan menganalisa dan diagnosis terhadap persoalan potensial untuk menghindari masalah dan mengidentifikasi peluang). Untuk memahami konsepsi kepemimpinan sebagai proses membutuhkan pemahaman peminpin, pengikut dan situasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pribadi melalui usaha membangun kredibilitas, kebiasaan dan proaktivitas dalam usaha mewujudkan kepemimpinan yang efektif sebagai suatu pemahaman kedalam konsepsi proses bukan posisi. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin pada satu lembaga satuan pendidikan. Tanpa kehadiran kepemimpinan pendidikan, proses pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan berjalan efektif. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin yang proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah. Dengan mengetahui model-model, ciri-ciri dan fungsi dari kepemimpinan pendidikan yang



telah diuraikan, maka kita bisa merumuskan bagaimana cara memanajemen kepemimpinan



pendidikan. Selain itu, kepemimpinan pendidikan juga sangat penting untuk di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi para pengemban profesi kependidikan, karena dalam sebuah lembaga pendidikan sosok pemimpin itu sangat dibutuhkan sebagai organisator dalam mendukung kesuksesan tercapainya sebuah tujuan lembaga pendidikan. Oleh karena itu ciri-ciri kepemimpinan yang telah dipaparkan diatas harapannya dapat diterapkan dalam diri setiap individu, sehingga dalam diri setiap individu akan tertanam rasa kepemimpinan, sehingga menuntun setiap individu untuk bertanggung jawab terhadap segala hal yang terjadi dalam kehidupannya. DAFTAR PUSTAKA Bernardin, H.J and Russel, JEA. (993). Human Resources Management. New York: Mc. Graw Hill, Inc. Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. (2002), Kepemimpinan, (Dasar-dasar dan Pengembangannya) Jogyakarta: ANDI. Cascio, WF. (1998). Managing Human Resources, New York : Mc.Graw Hill, Inc. Dessler Garry. (1997). Managing Human Resources, New York.: Mc.Graw Hill, Inc. Danim, Sudarwan. (2010). Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, (1995), Kepemimpinan Yang Efektif, Cet. II, Yogyakarta: UGM. Heijrachman R & Suad Husnan. (1997). Manajemen Personalia. Yogyakarta. Hidayat, Ara, Machali, Imam. (2010). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Educa,. I G. Wursanto. (1989). Manajemen Kepegawaian, Yogyakarta: Kanisius. Kurniadin, Didin, Machali, Imam. (2012) Manajemen Pendidikan Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media. _. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1988). Jakarta: Balai Pustaka. Milkovich. G.T. and Boudreau J.W. (1997). Human Resources Management, Boston. Irwin, Inc. Madhi, Jamal,. (2001). Menjadi Pemimpin Yang Efektif dan Berpengaruh, Bandung: Syaamil Cipta Media. Siagian, Sondang P., (1991). Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta; Rineka Cipta. Sujak, Agi, (1990). Kepemimpinan Manajer; Eksistensinya Dalam Prilaku Organisasi, Jakarta: Rajawali. Wahab, Abd, Umiarso. (20111). ,Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.



SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI PENDAHULUAN Peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran harus merupakan fokus dari setiap penyelenggaraan sekolah. Sekolah tidak boleh terjebak dalam rutinitas proses administrasi. Di samping itu sekolah harus cepat mengambil keputusan-keputusan penting dalam mengembangkan dirinya. Untuk pengambilan keputusan-keputusan tersebut dibutuhkan data-data yang akurat. Sistem Informasi Sekolah yang baik merupakan solusinya. Pra sekolah mengembangkan Sistem Informasi Sekolah dengan modul-modul yang didisain mempercepat administrasi sehingga meningkatkan kualitas belajar mengajar. Di samping itu juga dikembangkan laporan-laporan yang sangat membantu dalam pengambilan-pengambilan keputusan yang penting. PEMBAHASAN Sistem Informasi adalah kumpulan elemen-elemen atau komponen yang berhubungan yang mengumpulkan (input), memanipulasi (proses), dan menghasilkan (output) data dan informasi serta menyediakan mekanisme balasan untuk mencapai suatu tujuan. Mekanisme balasan membantu organisasi dalam mencapai tujuannya seperti meningkatkan keuntungan atau memperbaiki pelayanan pelanggan (Ralph dan George, 2006: 5). Sistem Informasi Administrasi merupakan kumpulan dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berhubungan untuk melakukan proses pencatatan, pengaturan, pengalokasian suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sarana perlengkapan dan peralatan yang ada. Sistem informasi manajemen merupakan pengembangan dari konsep sistem pengolahan data elektronik (electronic data processing/EDP), biasa juga disebut sebagai sistem pengolahan transaksi (transactions processing system/TPS), yang telah diterapkan sejak tahun 1950-an pada organisasi bisnis. Mulai tahun 1960-an, dengan adanya pengaruh dari perkembangan teknologi dan cara penggunaan komputer, konsep SIM mulai diperkenalkan. Kalau konsep EDP fokus pada data (transaksi) dengan penekanan lebih banyak ke masalah bagaimana mempercepat pengolahan data dan meningkatkan akurasi, maka konsep SIM fokus pada informasi dengan penekanan lebih banyak pada kualitas informasi. Pada perkembangan selanjutnya konsep SIM lebih disempurnakan dengan munculnya konsep-konsep baru, yaitu: sistem pendukung keputusan (decision support system/DSS), sistem otomatisasi perkantoran, sistem informasi eksekutif (executive information system/EIS), sistem ahli (expert system), sistem berbasis pengetahuan, serta sistem komunikasi dan kolaborasi. Dengan adanya perkembangan konsep sebagaimana di atas, maka sampai saat ini belum ada kesepakatan para ahli mengenai pengertian sistem informasi manajemen, hubungan dan pengklasifikasian konsep SIM dalam kaitannya dengan konsep-konsep lain tersebut, bahkan dalam penggunaan istilah itu sendiri (misalnya sebagai disiplin akademik dan fungsi organisasi. (Davis, 1991: 4). Sebagian ahli mendefinisikan sistem informasi manajemen (SIM) mencakup sistem-sistem lainnya (EDP, DSS, EIS,dst.) misalnya: a. George M. Scott: Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah serangkaian sub-sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasional terpadu yang mampu mentransformasi data sehingga menjadi informasi lewat serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer atas dasar kriteria mutu yang telah ditetapkan. (Scott, 2004: 100-104). b. Murdick dkk. (1987: 15) menyatakan definisi sistem informasi manajemen sebagai berikut: "A group of people, a set of manuals, and data processing equipment (a set of elements) select, store, process, and retrieve data (operate on data and matter) to reduce the uncertainty in decision-making (seek a common goal) by yielding information for managers at the time they can most efficiently use it (yield information in a time reference)." Lebih lanjut Murdick dkk. menyatakan bahwa definisi SIM mencakup sistem pendukung keputusan (DSS), dengan kata lain



SIM merupakan superset dari DSS. DSS adalah langkah evolusi berikutnya setelah SIM (saat Murdick dkk. menerbitkan bukunya pada tahun 1984, konsep lain yang muncul setelah DSS belum dikenal). Lebih lanjut mereka menyatakan sebagai berikut: 1. SIM menunjang pengambilan keputusan pada lingkungan permasalahan terstruktur maupun yang tidak terstruktur. 2. SIM menunjang pengambilan keputusan pada semua tingkat organisasi. (Bandingkan K.C. Laudon dan J.P. Laudon, 2005: 45) 3. SIM dimaksudkan untuk "dianyam" psfs "tenunan" organisasi dan bukan sesuatu yang berdiri sendiri. 4. SIM menunjang semua aspek pada proses pengambilan keputusan. 5. SIM terdiri dari orang, komputer, prosedur, database, fasilitas bertanya interaktif (Bandingkan K.C. Laudon dan J.P. Laudon, 2005: 45), dan sebagainya. Semua dimaksudkan agar evolusioner/adaptif dan mudah bagi orang untuk menggunakannya. (Murdick et al, 1987: 7). C. Davis (1991: 7) memperbaharui definisi sistem informasi manajemen yang pernah dikemukakan sebelumnya, sebagai berikut: "The system is an integrated, usermachine system providing information and information processing to support the strategy, operations, management, analysis, and decision making functions in an organization. The system uses information technology, manual procedures, models, and knal efficiency, improve and innovate functions, or restructure business systems. (Bandingkan dengan Davis and Olson, 1984: 6) Davis (1999: 3) juga menyatakan bahwa sistem informasi manajemen adalah sebuah konsep dan suatu orientasi ke arah mana menujunya sebuah rancangan sistem informasi, dan bukan merupakan keadaan mutlak. Yang paling penting adalah sampai batas mana sebuah sistem informasi menerapkan orientasi SIM, atau mendukung fungsi manajemen sebuah organisasi. Jawabannya berkisar pada taraf mana dan bukan sekedar "ya" atau "tidak". Dengan kata lain, sistem informasi manajemen bisa saja dibahas tanpa mengaitkannya dengan penerapan komputerisasi. Keberadaan suatu sistem informasi manajemen juga tidak bisa diukur berdasarkan kerumitan dan kemutakhiran model analitis dan pengambilan keputusannya atau apakah tersedia jawaban seketika (online) dst. Pandangan-pandangan seperti di atas merupakan definisi sistem informasi manajemen (SIM) dalam arti luas. Sistem informasi manajemen dalam hal ini mencakup seluruh tipe atau aplikasi atau sub sistem informasi yang ada dalam suatu organisasi. SIM lebih dianggap sebagai sistem terpadu (integrated system) ketimbang sebagai total sistem. Definisi sistem informasi manajemen (SIM) demikian ini, sejajar/sama (bukan subset) dengan istilah sistem informasi berbasis komputer (CBIS) yang dikemukakan oleh Mc Leod (2001: 4) atau dengan istilah sistem informasi (Whitten dkk., 2004; Laudon dan Laudon, 2005). Di samping pandangan di atas, sebagian pakar sistem informasi lainnya mendefinisikan sistem informasi manajemen dalam arti sempit dan khusus. Secara umum, mereka tidak menyamakan atau menyejajarkan istilah sistem informasi manajemen dengan istilah sistem informasi atau sistem informasi berbasis komputer. Dalam hal ini, SIM dianggap sebagai salah satu tipe/aplikasi/sub dari sistem informasi yang ada dalam organisasi (McLeod, 2001; Whitten dkk., 2004; Laudon dan Laudon, 2005). Untuk lebih memahami pengertian sistem informasi manajemen, di samping mempertimbangkan definisi-definisi para ahli sebagaimana dikemukakan sebelumnya, kiranya perlu dipahami juga konsep-konsep yang terkandung dalam istilah sistem informasi manajemen, yakni: sistem, informasi, dan manajemen. Analisis terhadap ketiga konsep tersebut akan membuat pemahaman terhadap sistem informasi manajemen menjadi lebih baik dan konseptual. a. Sistem Suatu sistem dapat dijelaskan dengan sederhana sebagai seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan lainnya untuk suatu tujuan bersama. Suatu subsistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar dan semua sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Dalam



kaitannya dengan maksud tulisan ini, organisasi adalah sistem dan bagiannya (divisi, departemen, fungsi, satuan dan sebagainya) adalah subsistem. Definisi sistem dikemukakan Murdick et.al. (1987: 15) sebagai berikut: A System is a set of elements forming an activity or a processing procedure/scheme seeking a common goal or goals by operating on data and/or energy and/or matter in a time reference to yield information and/or energy and/or matter. Sebuah organisasi yang baik dari sudut pandangan sistem adalah organisasi yang di dalamnya terdapat sinergi (Murdick et al., 1987: 6). Konsep sinergi diterapkan pada organisasi dengan adanya integrasi subsistem melalui pertukaran informasi. Dengan demikian, terjadinya bidangbidang fungsional yang berada pada lintasan yang berbeda dan bekerja untuk suatu maksud yang bersilangan dapat dihindari. Prinsip dasar teori sistem adalah bahwa tiap elemen (subsistem) diikat oleh tujuan bersama yang hanya dapat dicapai dengan baik apabila terjadi pertukaran informasi antar subsistem. Konsep sistem pada SIM karenanya yang mengoptimasikan keluaran organisasi dengan menghubungkan subsistem operasi dan level-level organisasi melalui media pertukaran dan pelaporan informasi. Berkaitan dengan hal ini, Murdick et al. (1987: 6) menyatakan bahwa tujuan suatu SIM adalah menyajikan informasi untuk pengambilan keputusan pada perencanaan, pemrakarsaan, pengorganisasian, pengendalian kegiatan operasi subsistem suatu perusahaan (organisasi) dan menyajikan sinergi organisasi pada proses. Uraian lebih lanjut mengenai kegiatan/proses manajemen dapat dilihat pada bagian ketiga (manajemen). b. Informasi Informasi sudah merupakan sumber daya dan komoditi yang nilainya semakin meningkat dan yang dibutuhkan oleh pejabat (manajemen) untuk merencanakan dan mengontrol kegiatan organisasi secara efektif. Kedudukan informasi sebagai sumber daya sama halnya dengan jenis sumber daya lain yang sering dikenal dengan 4 M (men, machine, material, money). Bahkan informasi dapat diibaratkan sebagai darah yang mengalir dalam tubuh organisasi dan menentukan kehidupan organisasi. Dengan informasi sebuah sistem atau organisasi akan dapat menghindari proses keberakhiran yang biasa disebut entropy atau lebih tepatnya negentropy (Jogiyanto, 1999: 7-8). Davis (1999a: 27-28) menyatakan bahwa informasi sering digunakan secara tidak tepat. Data mentah, data tersusun, dsb, kadang dikaitkan dan dianggap sebagai informasi. Secara umum, informasi dalam konteks sistem informasi adalah "data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang." Menurutnya, informasi memperkaya penyajian, mempunyai nilai kejutan, atau mengungkap sesuatu yang menerimanya tidak tahu atau tidak tersangka. Dalam dunia yang tidak menentu, informasi mengurangi ketidakpastian. Ia mengubah kemungkinankemungkinan hasil yang diharapkan dalam sebuah situasi keputusan dan karena itu mempunyai nilai dalam proses keputusan. Adapun data, sebagaiman dijelaskan Davis (1999a: 29), yang merupakan bahan baku informasi adalah "kelompok teratur simbol- simbol yang mewakili kuantitas, tindakan, benda, dan sebagainya." Data terbentuk dari karakter, yang dapat berupa alfabet, angka, maupun simbol khusus seperti *,$, dan /. Data disusun untuk diolah dalam bentuk struktur data, struktur file, dan database. Dalam praktek, rnaka antara informasi dan data, kedudukannya sangat relatif. Informasi yang diproduksi dari sekumpulan data, pada situasi tertentu yang baru serta mempunyai kekhususannya, dapat berubah menjadi data mentah yang masih perlu diproses kembali untuk menjadi informasi baru. Oleh karena itu maka sangat diperlukan adanya informasi tersebut. Dengan konsep yang ada, akan menjadi suatu kerangka acuan (frame of reference) yang akan digunakan untuk mengindentifikasikan data yang diperlukan. Informasi sangat erat hubungannya dengan pengambilan keputusan (decision making). Dalam hubungan dengan pengambilan keputusan ini, maka Oxenfeldt (Riley, 1981: 5) mengemukakan bahwa informasi dapat berfungsi untuk: menggambarkan (to describe), menjelaskan/menerangkan (to explain), memperkirakan (to predict), mengevaluasi (to evaluate) dan



mengadakan pembaharuan (to innovate). lnformasi yang deskriptif membantu pimpinan untuk menentukan apakah sesuatu itu akan salah atau apakah kondisi lingkungan itu akan mengalami perubahan. Informasi yang menjelaskan akan sangat berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menyusun atau merancang model. Dengan model yang ada, maka akan dapat memperjelas apa yang dimaksudkan serta hubungan-hubungan yang ada. Informasi prediktif sangat membantu pimpinan untuk memprediksi dan mengestimasi keadaan pada masa yang akan datang dihubungkan dengan keadaan pada masa lampau. Informasi yang evaluatif membantu pimpinan untuk mengadakan evaluasi periodik mengenai performans serta aktivitas penting lainnya, baik yang nampak sekarang maupun yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Informasi yang inovatif adalah hal-hal yang berupa ide-ide atau gagasan-gagasan baru, rancangan-rancangan dan hipotesa-hipotesa yang dirasakan akan dapat membantu mempercepat usaha pengembangan dan pembangunan. Di samping data dan informasi sebagai elemen entitas dari sistem informasi, dewasa ini diperkenalkan juga dua konsep lainnya yakni pengetahuan dan kebijaksanaan. Pengetahuan adalah rangkaian informasi dan data, yang membentuk jaringan semantik di dalam ingatan seseorang. Jaringan semantik tersebut bisa dibentuk oleh relasi logika atau intuisi berdasarkan pengalaman maupun proses belajar. Dengan kata lain pengetahuan merupakan informasi ditambah pengolahan kesimpulan. Bentuk umum dari pengetahuan adalah sekumpulan data tentang fakta dan aturan (prolog) tentang beberapa subyek tertentu. Adapun kebijaksanaan (wisdom) adalah sifat dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, pemahaman, pengalaman, akal sehat dan wawasan yang dalam. Data, informasi, pengetahuan, dan kebijaksanaan (D-I-P-K) merupakan 4 elemen entitas dari sistem informasi (Witarto, 2004: 8 dst.; lihat juga Whitten et al., 2004: 23 & 57-60). c. Manajemen Sebagian pakar menyatakan bahwa manajemen adalah seni mencapai tujuan dengan menggunakan keahlian orang lain, sebagian lagi menyatakan manajemen adalah proses pencapaian tujuan melalui keahlian orang lain (Stoner, 1986; Atmodiwirio, 2000; Fattah, 2000). Pemahaman manajemen sebagai seni menunjukkan bahwa aktivitas manajemen tidak bisa distrukturisasi dengan pasti karena berbagai macam keadaan yang tidak pasti (uncertainty) dan secara terus menerus mempengaruhi jalannya suatu organisasi. Sedangkan konsep manajemen sebagai suatu proses menunjukkan bahwa aktivitas harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Murdick et al. (1987:5-6) menyatakan bahwa manajemen terdiri dari proses atau kegiatan yang menjelaskan apa yang dilakukan manajer pada operasi organisasi mereka, yakni: merencanakan, mengorganisasikan, memprakarsai, dan mengendalikan operasi. Keempat macam proses ini biasa pula disebut sebagai fungsi-fungsi manajemen. Meskipun para ahli memberi rumusan yang berbeda mengenai hal ini (lihat Atmodiwirio, 2000; Fattah, 2000), tetapi secara umum fungsi-fungsi manajemen terdiri dari: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leadership), dan pengendalian (controlling). Manajer dapat ditemukan pada berbagai tingkat di dalam organisasi. Manajer pada puncak hirarki organisasi, seperti direktur dan para wakil direktur, sering disebut berada pada tingkat (level) perencanaan strategis (strategic planning level). Istilah ini menunjukkan pengaruh atas keputusan-keputusan yang diambil pada seluruh organisasi selama beberapa tahun mendatang. Istilah eksekutif sering pula digunakan untuk menggambarkan manajer pada tingkat perencanaan strategis. Manajer tingkat menengah mencakup manajer wilayah, direktur produk, dan kepala divisi. Tingkat mereka dinamakan tingkat pengendalian manajemen (management control level) yang menyadari bahwa tanggung jawab mereka mengubah rencana menjadi tindakan dan memastikan agar tujuan tercapai. Manajer tingkat bawah mencakup kepala departemen, penyelia (supervisor), dan pemimpin proyek, yang bertanggung jawab menyelesaikan rencana-rencana yang telah ditetapkan oleh para manajer di tingkat yang lebih tinggi. Tingkat terendah ini disebut tingkat pengendalian operasional (operational control level), karena di sinilah operasi organisasi



berlangsung. (McLeod, 2001: 7). Manajer dapat pula ditemukan pada berbagai bidang fungsional organisasi, tempat berbagai sumber daya dipisahkan menurut pekerjaan yang dilakukan. Tiga bidang fungsional yang tradisional adalah pemasaran, manufaktur, dan keuangan. Pembagian bidang fungsional dapat berkembang atau berubah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi tiap-tiap organisasi (lihat Witarto, 2004: 55-58). Semua manajer, apapun tingkatan atau bidang fungsionalnya, melaksanakan fungsi-fungsi manajemen: perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian, walau mungkin dengan penekanan yang berlainan. Mengenai hal ini McLeod menggambarkannya dengan cukup jelas. (lihat McLeod, 2001: 9). Terkait dengan SIM, Murdick dkk. (1987: 6) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan persyaratan mendasar bagi tiap proses/fungsi manajemen tersebut. Artinya, pada semua fungsi manajemen tersebut terjadi proses pengambilan keputusan. Peran SIM dalam hal ini—sebagaimana telah dikemukakan di atas—adalah menyajikan informasi untuk pengambilan keputusan pada perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian kegiatan operasi subsistem suatu organisasi dan menyajikan sinergi organisasi pada proses-proses tersebut. Perlu juga dikemukakan bahwa penggunaan kata manajemen dalam SIM bukan berarti hanya manajer yang mengambil manfaat dan menjadi subyek SIM. Kroenke (1989: 6) menyatakan bahwa selain manajer, pihak-pihak lain dalam organisasi atau dalam struktur dan desain organisasi adalah pelaku (subyek) SIM. Hal sama dikemukakan McLeod (2001: 7) yang menyatakan bahwa selain manajer, non-manajer dan staf ahli juga menggunakan output SIM. Dari luar organisasi, pemegang saham, pelanggan/klien, dan pemerintah adalah juga pemakai sistem. Menurutnya, istilah SIM sebenarnya tidak memberikan gambaran yang menyeluruh. SIM bukanlah suatu sistem untuk memproduksi informasi manajemen, melainkan informasi pemecahan masalah. Oleh karena itu, Kroenke (1989: 6) menyatakan bahwa istilah organizational information systems (sistem informasi keorganisasian) adalah lebih tepat, sedangkan management information systems adalah sebuah konsep yang kurang jelas (an ill-defined concept). Meskipun demikian, istilah sistem informasi manajemen (management information systems) sudah terlanjur terbangun dan diterima luas. Hal ini juga menunjukkan bahwa SIM berorientasi manajemen (management oriented) dan diarahkan oleh manajemen (management directed) (Anwar dkk: 1989:32). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan definisi sistem informasi manajemen, yakni: sistem, yang terdiri dari sekelompok orang, pedoman, dan perangkat pengolah data, yang memantau dan mengambil kembali data dari lingkungan, yang memperoleh data dari transaksi dan operasi dalam organisasi, dan yang menyaring, mengatur, dan memilih data serta menyajikannya sebagai informasi terutama bagi para manajer (terdapat juga pemakai non manajer), di semua level dan fungsi organisasi, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen, untuk mendukung komunikasi, dan untuk mendukung kegiatan operasional. Sistem Informasi Pendidikan merupakan bagian dari suatu sistem informasi manajemen. Terdiri dari tiga istilah yaitu sistem, informasi, dan manajemen. Sebelum mengambil definisi mengenai sistem informasi pendidikan, maka harus mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan sistem, informasi, dan manajemen. Secara universal kata sistem memiliki pengertian sebagai seperangkat komponen yang terdiri dari dua atau lebih, yang saling berhubungan dan saling ketergantungan satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Terdapat pengertian yang dikemukakan oleh berbagai ahli diantaranya: 1. Prajudio Atmosudirdjo (1979:231), sistem adalah setiap sesuatu yang terdiri atas objek-objek, atau unsur-unsur, atau komponen- komponen yang bertata-kaitan dan bertata-hubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga unsur-unsur tersebut merupakan suatu kesatuan pemrosesan atau pengolahan yang tertentu. 2. Starter (1979:9), mengemukakan bahwa “suatu sistem dapat dirumuskan sebagai setiap kumpulan bagian-bagian atau subsistem-subsistem yang disatukan, yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan.



Maka dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan seperangkat komponen, unsur, dan objek yang saling berkaitan dan berinterelasi satu sama lain yang diolah untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Informasi merupakan unsur inti dalam sistem informasi manajemen. Informasi sangat erat hubungannya dengan data karena informasi berasal dari data. Data adalah fakta atau fenomena yang belum dianalisis, seperti jumlah, angka, nama, lambang, yang menggambarkan suatu objek, ide kondisi ataupun situasi. Menurut Shrode dan Voich (1994), informasi merupakan sumber dasar bagi organisasi dan esensial agar operasionalisasi dan manajemen berfungsi secara efektif. Dengan kata lain informasi itu sendiri merupakan data yang telah diolah, dianalisis melalui suatu cara sehingga memiliki arti dan makna. Komponen ketiga dalam istilah sistem informasi dalam manajemen adalah manajemen yang merupakan proses pengelolaan dari mulai pengumpulan data, hingga menjadi informasi, termasuk proses pertransferan informasi kepada yang memerlukan. Manajemen adalah suatu proses tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan penggawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien serta produktif. Maka sistem informasi manajemen dapat diartikan sebagai keseluruhan jaringan informasi yang ditujukan kepada pembuatan keterangan-keterangan bagi para manajer dan para pengguna lainnya yang berfungsi untuk pengambilan keputusan atau kebutuhan lain dalam cakupan organisasi atau perorangan. Pengertian tersebut dilandasi dari sudut pandang para ahli diantaranya: 1. Gordon Davis (1994), mengartikan sistem informasi manajemen sebagai sebuah sistem manusia/mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. 2. Mcleod (1995) mendefinisikan sistem informasi manajemen sebagai suatu system berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi para pemakai dengan kebutuhan yang serupa. 3. The Liang Gie (1976), mengemukakan sistem informasi manajemen adalah keseluruhan jalinan hubungan dan jaringan lalu lintas keterangan-keterangan dalam organisasi mulai dari sumber yang melahirkan bahan keterangan melalui proses pengumpulan, pengolahan, penahanan, sampai penyebarannya kepada para pejabat yang berkepentingan dapat melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya dan terakhir tiba pada pimpinan untuk keperluan pembuatan keputusan-keputusan yang tepat. Pada dasarnya yang terlibat dalam upaya pengembangan suatu sistem informasi manajemen untuk manajemen suatu organisasi adalah analisis sistem dan manajer. Terdapat berbagai langkahlangkah dasar yang dapat dilakukan dalam mengembangkan sistem informasi diantaranya: 1. Studi fisibilitas; 2. Menentukan persyaratan system; 3. Merancang dan menerapkan sistem yang perangkatnya terdiri dari atas basis data (data base), persiapan fisik, langkah-langkah kerja dan solusi program; 4. Perubahan keorganisasian; 5. Pengetesan solusi; 6. Konservasi; 7. Manajemen proyek; Dalam keterkaitan seperti ini suatu proses pengembangan system informasi manajemen memungkinkan mencapai taraf kualitas yang memadai tetapi kunci utama untuk mencapai perkembangan tersebut bergantung pada unsur manusia itu sendiri. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Setelah membahas mengenai sistem informasi manajemen pendidikan secara parsial kemudian akan dikemukakan beberapa sistem informasi manajemen secara umum menurut beberapa ahli berikut: Gordon B. Davis (1995) menyatakan bahwa sistem informasi manajemen merupakan sebuah sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Soetedjo



Moeljodihardjo (1992), menyatakan pendapatnya bahwa sistem informasi manajemen adalah suatu metode yang menghasilkan informasi yang tepat waktu (timely) bagi manajemen tentang lingkungan ekstemal dan operasi internal sebuah organisasi, dengan tujuan untuk menunjang pengambilan keputusan dalam rangka memperbaiki perencanaan dan pengendalian. Pada kesempatan lain Komarudin (1997) mengatakan bahwa sistem informasi manajemen adalah suatu sistem informal yang memungkinkan pimpinan organisasi mendapatkan informasi dengan kuantitas dan kualitas yang tepat untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Robert W Holmes (1992) mengatakan bahwa sistem informasi manajemen adalah sistem yang dirancang untuk menyajikan informasi pilihan yang berorientasi kepada keputusan yang diperlukan oleh manajemen guna merencanakan, mengawasi, dan menilai aktivitas organisasi yang dirancang dalam kerangka kerja yang menitikberatkan pada perencanaan keuntungan, perencanaan penampilan, dan pengawasan pada semua tahap. Roberl G. Murdick (1995) menyatakan konsepnya tentang sistem informasi manajemen adalah proses komunikasi di mana input direkam, disimpan, dan diambil kembali untuk menyajikan keputusan yang berbentuk output mengenai perencanaan, pengoperasian, dan pengendalian. Joseph F Kelly (1990) mengatakan bahwa sistem informasi manajemen merupakan perpaduan antara sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang berlandaskan komputer yang menghasilkan kumpulan penyimpanan, perolehan kembali, komunikasi, dan penggunaan dan untuk tujuan operasi manajemen yang efisien dan bagi perencanaan bisnis. Raymond McLeod, Jr (2003) menyatakan bahwa sistem informasi manajemen adalah sebuah sistem berbasis computer yang menyediakan informasi untuk kebutuhan bagi pemakainya. James A.F. Stoner (1992) mengemukakan pendapatnya tentang sistem informasi manajemen adalah metode yang formal yang menyediakan bagi pihak manajemen sebuah informasi yang tepat waktu, dapat dipercaya, untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi perencanaan, pengawasan, dan fungsi oprasi sebuah organisasi yang lebih efektif. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi manajemen pendidikan merupakan perpaduan antara sumber daya manusia dan aplikasi teknologi informasi untuk memilih, menyimpan, mengolah dan mengambil kembali data dalam rangka mendukung proses pengambilan keputusan bidang pendidikan. Pengertian lain sistem informasi manajemen pendidikan adalah suatu sistem yang dirancang untuk menyediakan informasi guna mendukung pengambilan keputusan dalam rangka mendukung pengambilan keputusan bidang pendidikan. Untuk menerapkan sistem informasi manajemen pendidikan yang terpadu dan memiliki kapabilitas dalam mendukung keberhasilan dunia pendidikan diperlukan keseimbangan sumber daya yang tersedia antara ketersediaan sumber daya yang dimiliki keterampilan dalam mengoperasikan teknologi informasi seperti komputer dan ketersediaan dana untuk pengadaan perangkat komputer yang sudah semakin canggih. Di pihak informasi yang disajikan oleh sistem informasi manajemen pendidikan dapat diharapkan nantinya akan memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam proses pengambilan keputusan bidang pendidikan seperti informasi kebutuhan tenaga pendidikan, informasi jumlah lembaga pendidikan mulai tingat dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Sistem informasi manajemen pendidikan diharapkan sangat bermafaat tidak hanya bagi para pengambilan keputusan bidang pendidikan tapi berguna bagi masyarakat sebagai salah satu sub sistem dan control society terutma dalam proses operasional lembaga pendidikan dan penyajian kualitas jasa pendidikan yang bisa dipertanggung jawabkan. SIMPULAN Dari pembahasan mengenai sistem informasi manajemen pendidikan, dapat kami simpulkan sebagai berikut: 1. Sistem adalah kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan. 2. Informasi adalah sebuah pernyataan yang menjelaskan suatu peristiwa (suatu obyek atau



konsep) sehingga manusia dapat membedakan sesuau dengan yang lainnya. Informasi juga merupakan kumpulan data yang telah diolah, baik bersifat kualitatif atau kuantitatif dalam memiliki arti lebih luas. 3. Manajemen adalah merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. 4. Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana Belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, Pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan drinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 5. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan merupakan perpaduan antara sumber daya manusia dan aplikasi teknologi informasi untuk memilih, menyimpan, mengolah, dan mengambil kembali data dalam rangka mendukung proses pengambilan keputusan bidang pendidikan. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan adalah suatu system yang dirancang untuk menyediakan informasi guna mendukung pengambilan keputusan pada kegiatan manajemen (perencanaan, pergerakan, pengorganisasia, dan pengendalian) dalam lembaga pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Anwar, I. dkk. (1982). Sistem Informasi Manajemen dan Perencanaan Pembangunan Pendidikan. Bandung: Angkasa. Atmodiwirio, S. (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: P.T. Ardadizya Jaya. Davis, G.B. (1991). The Emergence of Information Systems as Business Function and Academic Discipline. Dalam Working Paper Series MISRC University of Minnesota. [Online]. Tersedia: http://www.misrc.umn.edu/workingpapers/fullpapers/1992/9201.p df [12 Maret 2008] . (1999). Kerangka Dasar Sistem Informasi (terjemahan). Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.



Manajemen: Bagian I Pengantar



and Olson, M.H. (1984). Management Information Systems: Conceptual, Foundation, Structure, and Development. Singapore: McGraw Hill. Fattah, N. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Ibrahim, R.M.S. (2004). Penelitian Bidang Sistem Informasi Managemen di Indonesia (SIMDI): Quo Vadis?[Online]. Tersedia: http://rms46.vlsm.org/2/114.pdf. [6 Januari 2005]. Jogiyanto, HM. (1999).Analisis dan Desain Sistem Informasi: Pendekatan Terstruktur, Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: ANDI. Kroenke, D. (1989). Management Information Systems. (International Ed.). Singapore: McGrawHill. Laudon, K.C. and Laudon, J.P. (2005). Essential of Management Information Systems: Managing the Digital Firm. (sixth ed.). New Jersey: Pearson Prentice Hall.



ADMINISTRASI IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDAHULUAN Penyelenggaraan pendidikan menuntut suatu sistem pengelolaan yang teratur, terarah dan terencana, karena pendidikan bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dikerjakan secara sembarangan, atau acak-acakan, karena yang dihadapi adalah makhluk hidup (manusia). Pendidikan merupakan upaya sadar yang dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan iImu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual dan sosial. Dalam proses pendidikan hubungan timbal balik antara pendidik dan anak didik berkelanjutan ke arah tujuan yang hendak diwujudkan bersama yaitu tujuan pendidikan atau tujuan proses belajar mengajar dengan hasil yang berkualitas. Kualitas itu sangat sulit diukur sebagaimana yang dikemukakan oleh Sagala (2000) bahwa persoalan kualitas amat rumit dan kompleks, bukan hanya konsep kualitas itu amat relatif tetapi faktor yang terkait begitu kompleks dan tidak sederhana. Oleh sebab itu, untuk mencapai hal tersebut tentunya sangat perlu ada manajemen yang mengaturnya. Kompleksitas yang ada dalam proses pendidikan tidaklah sederhana karena berkaitan dengan pembelajaran, kurikulum, tenaga kependidikan yang profesional, fasilitas, anggaran dan sebagainya. Dengan adanya administrasi dalam pendidikan maka semua komponen tersebut di atas dapat diatur dan dikelola sebaik-baiknya. Dalam hal ini seorang kepala sekolah yang sejatinya adalah seorang top leader mempunyai kewajiban dalam menjalankan administrasi di lembaga/ sekolah yang dipimpinnya. Salah satu komponen yang sangat perlu mendapat perhatian adalah kurikulum. Karena memang kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang di inginkan. Menurut Daryanto, pada jenis dan tingkat sekolah apapun, yang menjadi tugas utama kepala sekolah ialah menjamin adanya program pengajaran yang baik bagi murid-murid. Inilah tanggung jawab kepala sekolah yang paling banyak tantangannya, sedangkan stafnya mendapat bagian tanggung jawab dalam membantu usaha pelaksanaan dan pengembangan program pengajaran yang efektif. Dalam kata pengantar Buku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan ini memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjungjung tinggi hak azasi manusia. Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidkan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntunan perubahan lokal, nasional dan global sehingga perlu adanya pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Upaya dan pengembangan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia secara terencana dimulai sejak tahun 1969 dalam program pembangunan lima tahun pertama (pelita I), melalui pembangunan dan peningkatan mutu dasar menengah serta pendidikan tinggi, baik menggunkan dana APBN maupun dana pinjaman luar negeri. Standar nasional pendidikan berfungsi sebagai pengikat kurikulum tingakat satuan pendidikan yang dikembangkan oleh setiap sekolah dan satuan pendidikan di berbagai wilayah dan daerah. Implementasi kurikulum marupakan proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan perunahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap, sedangakan implementasi kurikulum adalah suatu proses penerapan kurikulum dalam komponen satuan mata pelajaran sebagai aktualisasi kurukulum tertulis kedalam bentuk pembelajaran. Kurikulum sangat penting dalam suatu lembaga pendidikan khususnya disekolah maupun dalam perguruan tinggi untuk pedoman pengajaran. Administrasi kurikulum merupakan seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh- sungguh serta pembinaan secara kontinyu terhadap



situasi belajar mengajar secara efektif dan efisien demi membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pada tingkat sekolah apapun, yang menjadi tugas utama kepala sekolah ialah menjamin adanya program pengajaran yang baik bagi murid-murid. Karena pada dasarnya pengelolaan/manajemen pendidikan fokus segala usahanya adalah terletak pada Praktek Belajar mengajar (PBM). Hal ini nampak jelas bahwa pada hakikatnya segala upaya dan kegiatan yang dilaksanakan didalam sekolah/lembaga pendidikan senantiasa diarahkan pada suksesnya PBM. Di samping hal di atas, menurut Murni Yusuf yang mengutip pendapat Nana Syaodih, bahwa dalam kaitannya dengan kurikulum, maka ada tiga konsep yang terkait dengan kurikulum: 1. Kurikulum merupakan inti pokok yang menjadi substansi kegiatan di sekolah. Kurikulum berisi perencanaan kegiatan belajar serta tujuan yang akan dicapai. 2. Kurikulum dipandang sebagai suatu sistem yang meliputi sistem sekolah, sistem pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Dalam hal ini, tercakup tata laksana perencanaan kurikulum, pelaksanaan serta evaluasi dan penyempurnaan kurikulum. 3. Kurikulum sebagai suatu studi yang dikaji oleh para ahli di bidang kurikulum. Dalam kaitan ini, para ahli kurikulum berupaya melakukan pengembangan dan inovasi di bidang kurikulum. Dengan demikian, kegiatan dalam administrasi kurikulum tiada lain adalah berbagai kegiatan yang bertujuan untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum sehingga kurikulum dapat dijadikan sebagai instrumen dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip administrasi, kurikulum kemudian dikembangkan, sehingga dalam pelaksanaannya kurikulum dapat mencapai sasaran pendidikan yang diharapkan. Setidaknya, kegiatan administrasi kurikulum menghendaki agar rumusan kurikulum benar- benar berangkat dari kebutuhan akan sebuah instrumen yang terencana dengan baik, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik pula. Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui tentang: 1. Pengertian impementasi kurikulum; 2. Faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum; 3. Implementasi kurikulum; 4. Bagaimana implementasi kurikulum. PEMBAHASAN A. Pengertian Implementasi Kurikulum Istilah kurikulum pada awalnya bukan dipakai dalam dunia pendidikan, yaitu dipakai sebagai istilah dalam dunia olah raga. Dalam buku Asas-asas Kurikulum, S. Nasution menyebutkan bahwa dalam kamus Webster kata kurikulum timbul untuk pertama kalinya pada tahun 1856. Artinya pada waktu itu ialah: a race course; a place for running; a chariot. Artinya “suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan dari awal sampai akhir”. Kurikulum juga berarti “chariot” semacam kereta pacu zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari keberangkatan sampai ketibaan. Disamping itu, penggunaan kurikulum yang semula dalam bidang olah raga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yang dalam kamus webster disebut “applied particulary to the course of study in a university” kemudian Nasution menambahkan bahwa pada tahun 1955 dalam kamus Webster kurikulum diberi arti “sejumlah mata pelajaran disekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. Juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Dengan mengacu pada definisi klasik tersebut, yang mengemukakan bahwa kurikulum hanya terbatas pada mata pelajaran saja, berarti ada beberapa kegiatan dan pengalaman murid yang tidak cocok dengan batasan kurikulum ini. Kegiatan-kegiatan yang disebut ekstrakurikuler (extra curiculer activities) berada di luar kurikulum, jadi pengalamanpengalaman di sekolah tidak termasuk di dalamnya. Pengalaman- pengalaman seperti bermain di halaman sekolah, jalan, istirahat dan lain-lain sejenisnya tidak termasuk kurikulum, dianggap bukan pengalaman belajar. Namun, dewasa ini para pemuka pendidikan menonjolkan kenyataan bahwa belajar pada tiap anak merupakan proses yang berlangsung selama 24 jam tiap hari.



Mereka berpendapat pengalaman-pengalaman dalam perkumpulan kesenian dan olah raga disekolah dalam darmawisata dan lain-lain, kesemuanya merupakan situasi-situasi belajar yang kaya akan pendidikan. Karena kurikulum meliputi segala pengalaman yang sengaja diberikan sekolah untuk memupuk perkembangan anak-anak dengan jalan menciptakan situasi belajarmengajar. Pengertian secara bahasa sebagaimana dalam Oxford Advance Leraner’s Dictionary yang dikutip dalam Mulyasa Implementasi adalah penerapan suatu yang memberikan efek atau dampak. Lebih lanjut disebutkan implementasi adalah proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingg memberiksn dampak baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, ataupun nilai dan sikap. Kemudian implementasi kurikulum dapat juga diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis (written curriculum) kedalam bentuk pembelajaraan. Implementasi dapat juga diartika sebagai pelaksanaan dan penerapan. Ada beberapa pendapat yang dikutip dari Binti Maunah diantaranya pendapat Majone dan Wildavky (1979) yang menegemukakan bahwa implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan (dalam pressma. dan Wildavzky, 1984). Implementasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide dan konsep. Adapun kurikulum dapat diartikan dokumen kurikulum (kurikulum potensial). Dikemukakan juga bahwa implementasi kurikulum merupakan proses interaksi antara fasilitator sebagai pengembangan kurikulum, dan peserta didik sebagai subjek belajar. Maka implementasi kurikulum adalah penerapan, ide, konsep kurikulum potensial (dalam bentuk dokumen kurikulum) kedalam kurikulum aktual dalam bentuk proses pembelajaraan. B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kurikulum Implementasi Kurikulum dipengaruhi oleh tiga faktor berikut: a. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasanya bagi pengguna di lapangan; b. Strategi implementasi: yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan; c. Karakteristik pengguna kurikulum yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran. Sejalan dengan uraian tersebut, Mars (1998) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal yang datang dalam diri guru sendiri. Dari beberapa faktor tersebut guru merupakan faktor penentu di samping faktor-faktor yang lain. C.Implementasi Kurikulum Kurikulum merupakan program pengajaran yang harus dicapai oleh murid. Kurikulum berisi bidang studi serta materi yang harus dipelajari, kegiatan yang harus dilakukan, metode mengajar guru, dan teknik evaluasi yang digunakan di dalam kelas. Dalam pelaksanaannya, kurikulum itu fleksibel. Isi kurikulum, materi, metode mengajar dan teknik evaluasi yang digunakan oleh seorang guru berbeda dengan guru lainnya meskipun kurikulumnya sama. Kepala sekolah mempunyai tanggung jawab dalam menentukan kurikulum yang akan di terapkan di sekolah yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, kepala sekolah harus mengetahui hal-hal yang menyangkut pengelolan kurikulum yang nantinya akan menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut Imron Fauzi pelaksanaan dan pembinaan kurikulum meliputi tiga hal, yakni: 1. Mempedomani dan merealisasikan apa yang tercantum di dalam kurikulum sekolah yang bersangkutan dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran. 2. Menyusun dan melaksanakan organisasi kurikulum beserta materi- materi, sumber-sumber dan



metode-metode pelaksanaanya, disesuaikan dengan pembaharuan pendidikan dan pengajaran serta kebutuhan mesyarakat dan lingkungan sekolah. 3. Kurikulum bukanlah merupakan sesuatu yang harus di ikuti dan diturut begitu saja dengan mutlak tanpa perubahan dan penyimpangan sedikit pun. Kurikulum merupakan pedoman bagi para guru dalam menjalankan tugasnya. Administrasi kurikulum yang harus dilaksanakan oleh guru di dalam kelas harus mengikuti kurikulum yang berlaku, sebab program yang tercantum di dalamnya telah direncanakan dan dipilih oleh para ahli dalam bidangnya masing-masing. Guru melengkapi kurikulum tersebut dengan gagasan dan keahliannya sendiri. Semua guru memiliki program, keahlian, dan pengalaman yang dapat diguakan untuk memperkaya pelaksanaan kurikulum, khususnya yang menyangkut muatan lokal. Seorang guru perlu mengatur tujuan yang ingin dicapai dan kegiatan yang akan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatur tujuan seorang guru harus merencanakan pengajaran individual sehingga pengajaran langsung diberikan untuk mengajarkan fakta, pengertian dan keterampilan. Agar tujuan pembelajaran bisa dicapai dengan baik maka seorang guru harus melaksanakan tehnik mengajar dengan: Memusatkan perhatian pada murid; Menghemat waktu; Menyesuaikan dengan kecepatan murid; Mengusahakan masa transisi yang harus dari satu bidang studi ke bidang studi selanjutnya; dan Meminta murid untuk membuat ikhtisar yang telah di pelajari. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dokumen KTSP yang dihasilkan oleh satuan pendidikan baik sekolah maupun madrasah akan diimplementasikan dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Maka seluruh komponen-komponen sekolah baik madrasah harus mempersiapkan dengan baik terutama pihak guru. Sedangakan implementasi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijaksanaan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktifitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangakat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Dalam garis besarnya implementasi kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi. Adapun implementasi kurikulum dalam bentuk pembelajaran berdasar Standar Nasional Pendidikan terutama Standar Proses, sebagaimana dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 dan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. 1. Perencanaan Proses Pembelajaran Perencanaan proses pembelajaraan meliputi silabus dan rencana pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar isi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. a. Silabus Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilain, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar isi dan Standar Kopetensi Lulusan. b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan peserta didik dan upaya mencapai KD. RPP disusun untuk setiap KD yang



dapat dilaksanakan dalam satu pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan disatuan pendidikan. Komponenkomponen RPP: 1) Identitas mata pelajaran; 2) Standar Kompetensi; 3) Kompetensi Dasar; 4) Indikator pencapaian kompetensi; 5) Tujuan pembelajaran; 6) Materi ajar; 7) Alokasi waktu; 8) Metode pembelajaran; 9) Kegiatan Pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga proses yaitu: 1) Pembukaan, Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajraan yang ditunjukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 2) Pembentukan kompetensi, Pembentukan kompetensi peserta didik merupakan kegiatan inti pembelajaran, antara lain mencakup penyampaian materi pokok maupun materi standar, membahas materi standar untuk membentuk kompetensi pesrta didik. Pembentukan kompetensi ini ditandai dengan keikutsertaan peseta didik dalam pengelolaan pembelajaran, berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab mereka dalam penyelengaraan program pembelajaran. Pembentukan kompetensi mencakup berbagai langkah yang perlu ditempuh oleh peserta didik dan guru sebagai fasilitator untuk mewujudkan standar kompetensi dasar. Prosedur yang harus ditempuh untuk pembentukan kompetensi dasar adalah: a) Berdasarkan kompetensi dasat dan materi standar yang telah dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), guru menjelaskan standar secara kompetensi minimal. b) Guru meteri standar secara logis dan sistematis. c) Membagikan materi standar dan sumber belajar. d) Membagikan lembaran kegiatan untuk setiap peserta didik. e) Guru memantau dan memeriksa kegiatan peserta didik dalam mengerjakan lembaran tugas. f) Setelah selesai diperiksa bersama-sama dengan cara menukar pekerjaan. g) Kekeliruan dan kesalahan jawaban diperbaiki oleh peserta didik. 3) Penutup, Penutup merupakan kegiatan akhir dalam aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mengakhiri yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut. .c. Prinsip-prinsip penyusunan RPP Dalam menyusun RPP beberapa prinsip yang harus dipedomani sebagai berikut: 1) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik. RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakng budaya, norma, nilai dan lingkungan peserta didik; 2) Mendorong partisipasi peserta didik proses pembelajaran dirancanakan dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi. Kemandirian, dan semangat belajar; 3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis; 4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. RPP memuat rancangan pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedial; 5) Keterkaitan dan keterpaduan. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, dan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar; 6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi. 2. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Persayaratan pelaksanaan proses pembelajaran a. Rombongan belajar b. Beban kerja minimal guru c. Buku teks pembelajaran



d. Pengelolaan kelas 3. Penilaian Hasil Pembelajraan Penilaian dilakukan oleh guru terjadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingakat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai lahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisiten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilain hasil karya berupa tugas, proyek atau produk, portofolio, dan penilain diri. Penilain hasil pembelajaran menggunakan standar penilain pendidikan dan panduan penilain kelompok mata pelajaran. 4. Pengawasan Proses Pembelajaran a. Pemantauan Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilain hasil belajar. Pemantauan juga dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman wawancara dan dokumentasi. Sedangakan kegiatan pemantauan dilaksankan oleh kepala sekolah dan pengawas satuan pendidikan. b. Supervisi Sepervisi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan tahapan-tahapan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Supervisi pembalajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi dan juga supervisi dalakukan oleh kepala sekolah dan pengawas satuan pendidikan. c. Evaluasi Evaluasi proses pembelajaran untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaraan dan penilaian hasil pemebalajaran. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara: (a). Membendingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru satandar proses, (b). Mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaraan sesuai dengan kompetensi guru. D.Pengembangan Aktivitas dan Kreativitas Peserta Didik Proses pembelajaraan pada hakikatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik melaui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Peningkatan kualifitas pembelajaran dalam implementasi KTSP menutut kemandirian guru untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, agar para peserta didik dapat mengembangakan kreativitas dan aktivitas belajarnya secra optimal, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Penerapanya dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan cara: 1. Mengembangkan keberanian dan percaya diri peserta didik. 2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkomunikasi secara aktif dan terarah. 3. Melibatkan pserta didik dalam menetukan tujuan belajar dan penilain hasilnya. 4. Memberikan pangawasan yang tidak terlalu ketat dan otoriter. 5. Melibatkan mereka secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Apa yang dikemukakan di atas tidak terlalu sulit untuk dilakukan dalam pembelajaran, guru dapat melakukanya antara lain dengan mengembangkan modul pembelajaran yang heuristik dan hipotetik. Melalui modul, peran guru dalam pembelajaran bisa dikurangi karena mereka memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan mengembangkan modul-modul pembelajaran yang efektif dan menyenagkan. Perlu ditekankan bahwa implementasi KTSP menuntut kemandirian guru dan kepala sekolah, antara lain dalam mengembangkan program- program pembelajaran.



SIMPULAN Implementasi Kurikulum merupakan suatu proses penerapan konsep, ide, program, atau tatanan kurikulum kedalam praktek pembelajaran atau aktivitas-aktivitas baru sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang diharapkan untuk berubah. Implementasi kurikulum juga bisa diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis dalam bentuk pembelajaran. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang di susun dan dilaksanakan oleh masingmasing satuan pendidikan. Dalam garis besarnya KTSP mencakup lima kegiatan pokok, yaitu pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Sedangakan implementasi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijaksanaan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktifitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Dalam garis besarnya implementasi kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum adalah dilihat dari karakteristik kurikulum, strategi kurikulum dan karakteristik pengguna kurikulum. DAFTAR PUSTAKA Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mulyasa. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Suderadjat, Hari. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: CV Cipta Cekas Grafika Hidayati, Wiji. (2012). Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Pedagogia



ADMINISTRASI PESERTA DIDIK PENDAHULUAN Dalam dunia pendidikan di Indonesia administrasi pendidikan masih baru diadaptasi seiring dengan perkembangan zaman yang menuju “Millenium Goals” yang dipercepat dari tahun 2025 menjadi tahun 2015. Dalam pemerataan pendidikan, di Indonesia membutuhkan sebuah pengelolaan di bidang pendidikan agar dapat memperbaiki sistem dan kualitas pendidikan di Indonesia. Di negara- negara yang sudah maju, administrasi pendidikan mulai berkembang dengan pesat sejak pertengahan pertama abad ke-20, terutama sejak berakhirnya perang dunia kedua. Administrasi pendidikan baru diperkenalkan melalui IKIP sejak tahun 1960 dan baru dimasukkan sebagai mata pelajaran ujian di SGA/SPG sejak tahun ajaran 1965/1966. Sehingga tidak mengherankan banyak para pendidik yang belum memahami akan pentingnya administrasi pendidikan dalam penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan. Disamping administrasi pendidikan sebagai Ilmu, terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pendidikan negara masing-masing. (Purwanto, 2007:1). Administrasi diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani, mengarahkan atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai suatu tujuan (Purwanto, 2007:1). Fungsi administrasi adalah perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, komunikasi, supervisi dan evaluasi. Dalam administrasi pendidikan. Salah satu ruang lingkup administrasi pendidikan adalah administrasi peserta didik. Administrasi peserta didik meliputi: 1) organisasi dan perkumpulan peserta didik, 2) masalah kesehatan dan kesejahteraan peserta didik, 3) penilaian dan pengukuran kemajuan peserta didik, serta 4) bimbingan dan penyuluhan bagi peserta didik (guidance and counseling). Peserta didik merupakan masukan mentah dalam proses pengelolaan sekolah. Ketercapaian tujuan pendidikan dimanifestasikan dalam perubahan pribadi peserta didik dengan segala aspeknya. Oleh karena itu, sebenarnya semua sumber dana dan daya pada akhirnya bermuara pada kepentingan peserta didik tersebut. Administrasi peserta didik merupakan bagaian integral dari pelaksanaan strategi pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik itu sendiri sesuai dengan perkembangan mental dan fisiknya. Untuk mencapai tujuan pengelolaan peserta didik tersebut, ada beberapa hal atau kegiatan yang dapat dan harus dilakukan oleh sekolah. Dalam pengelolaan itu, guru memegang peranan penting. Oleh karena itu harus mempunyai bekal pengetahuan maupun pengalaman yang cukup dalam administrasi peserta didik di sekolah. Proses pengelolaan dilakukan agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.(Tsauri, 2007:2). Oleh sebab itu administrasi peserta didik merupakan salah satu administrasi yang harus dilaksanakan di Sekolah. Kepala Sekolah dan guru kelas bersama-sama memikul tanggung jawab dalam hal mengurus administrasi peserta didik. Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui: 1. Bagaimanakah pelaksanaan administrasi peserta didik di Sekolah? 2. Apa sajakah masalah yang sering timbul pada pelaksanaan administrasi peserta didik di Sekolah?, dan 3. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada pelaksanaan administrasi peserta didik di Sekolah? PEMBAHASAN D. Definisi Administrasi Peserta Didik Administrasi peserta didik adalah proses pengurusan serta layanan dalam hal-hal yang berkaitan dengan murid di suatu sekolah mulai dari perencanaan penerimaan murid baru, pembinaan selama murid berada di sekolah, sampai dengan murid menamatkan pendidikannya. Administrasi peserta didik dilaksanakan melalui upaya menciptakan suasana yang kondusif untuk terjadinya proses belajar yang efektif. Tugas kepala sekolah dan para guru adalah memberikan



layanan dengan memperlihatkan apa yang dibutuhkan, dirasakan dan dicita- citakan murid dalam batas kewenangan, keinginan serta peraturan dan ketentuan sekolah yang berlaku. Administrasi peserta didik merupakan kegiatan pencatatan murid dari proses penerimaan hingga murid tamat dari sekolah atau keluar karena pindah sekolah atau sebab lain.(Wijono, 1989:113). B. Kegiatan Administrasi Peserta Didik Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka administrasi peserta didik dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu kegiatan administrasi pada awal tahun pelajaran, administrasi selama tahun pelajaran dan administrasi akhir tahun pelajaran. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan Awal Tahun Pelajaran Kegiatan awal tahun pelajaran yang dilaksanakan setiap Sekolah Dasar adalah melaksanakan penerimaan peserta didik baru. Penerimaan peserta didik adalah proses seleksi dan pencatatan peserta didik yang memasuki sekolah tertentu setelah memenuhi persyaratanpersyaratan yang ditentukan oleh sekolah itu. Kegiatan-kegiatan dalam penerimaan murid baru ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan yaitu: a. Penetapan Daya Tampung Penetapan daya tampung dimaksudkan untuk mengetahui banyak peserta didik yang akan diterima sesuai dengan kemampuan sekolah. Penetapan daya tampung dilakukan dengan antara lain mempertimbangkan jumlah ruangan/kelas, meja dan kursi yang tersedia serta peserta didik yang tinggal dikelas. Secara sederhana dan lebih konkret, penetapan daya tampung itu dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut, dimana: 1) DYT = daya tamping 2) JM = jumlah meja 3) JK = jumlah kelas 4) MTK = murid (peserta didik) tinggal kelas 5) JL = jumlah lokal/ruangan kelas Dari perhitungan di atas, didapatkan jumlah daya tampung maksimal suatu sekolah dalam menerima peserta didik baru. Namun demikian kadang-kadang jumlah penerimaan peserta didik baru ini (terutama jumlah maksimal yang boleh diterima) sudah ditentukan oleh dinas pendidikan setempat, sehingga sekolah tinggal melaksanakan ketentuan itu. Seringkali penetapan daya tampung ini tidak perlu dilakukan. Hal ini terjadi karena daya tampung yang tersedia tidak terisi akibat berbagai faktor, seperti suksesnya program keluarga berencana, atau karena sekolah terpencil jumlah murid yang mendaftar sangat sedikit. Di sampingitu tidak sedikit sekolah dasar yang pada waktu sekarang sudah mempunyai lokal yang berlebih dibandingkan dengan jumlah calon murid yang mendaftar. b. Penetapan Syarat-syarat peserta didik baru Sekolah biasanya menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peserta didik sebelum calon pesrta didik itu mendaftarkan diri disekolah yang dimaksud. Persyaratan utama untuk memasuki sekolah adalah umur calon peserta didik harus berumur sesuai dengan persyaratan umur pada jenjang sekolah (PAUD, SD, SMP, SMA sederajat). Akan tetapi sekolah masih harus mendahulukan calon peserta didik yang berusia lebih dari persyaratan umur pada jenjang sekolah tersebut, jika itu masih ada. Dengan ketentuan persyaratan administratif kepada calon peserta didik. Persyaratan-persyaratan itu diantaranya adalah: 1) Surat keterangan kelahiran; 2) Surat keterangan kesehatan; 3) Pasfoto; 4) Uang pendaftaran; 5) Pengisian formulir pendaftaran. Format ini disediakan sekolah. Setiap orang tua/wali yang ingin mendaftarkan anaknya harus mengisi format tersebut dengan informasi dan latar belakang keluarga anak tersebut.



c. Pembentukan Panitia/Petugas Penerimaan peserta didik baru Beberapa tugas yang dilaksanakan oleh panitia penerimaan murid baru ini adalah: 1) Menerima pendaftaran calon peserta didik baru. Kemudian membuat daftar calon peserta didik baru. Format ini untuk merangkum data pendaftaran peserta didik baru. Data yang terkumpul dalam ini digunakan untuk mengambil keputusan diterima atau tidaknya calon peserta didik baru tersebut. 2) Melakukan seleksi terhadap calon peserta didik. 3) Bersama-sama kepala sekolah mengumumkan hasil seleksi. 4) Mendaftar ulang para calon peserta didik yang dinyatakan lulus seleksi. 5) Melaporkan pertanggung jawaban pelaksanaan penerimaan peserta didik baru kepada Kepala Sekolah. 6) Membuat Daftar peserta didik baru. Peserta didik yang diterima dimasukkan di format ini dan dilaporkan kepada UPT Kecamatan sebagai bahan pertimbangan menganalisis daya tampung sekolah- sekolah diwilayahnya dan untuk menghitung jumlah format buku laporan penilaian (rapor). Kepala sekolah sering kali memandang bahwa pembentukan panitia penerimaan peserta didik baru itu tidak perlu, karena dapat dilaksanakan oleh petugas administrasi sekolah yang ada sebagai bagian dari tugas harian mereka. Setelah peserta didik dinyatakan masuk menjadi peserta didik baru maka akan dibuatkan data pribadi peserta didik yang berupa: 1) Buku Induk Siswa. Buku ini berisi data mengenai identitas siswa, latar belakang orang tua/wali dan perkembangan siswa selama di sekolah. 2) Buku Klapper. Buku klapper adalah buku pelengkap buku induk untuk memudahkan menelusuri informasi peserta didik yang disusun berdasarkan alfabet nama peserta didik. Kegiatan yang dilakukan setelah mendapatkan peserta didik baru, maka harus membuat administrasi/pencatatan mengenai keadaan peserta didik pada awal tahun pelajaran yang berupa: 1) Jumlah peserta didik menurut Asal, Kelas dan Jenis Kelamin. Data ini bersumber dari format data peserta didik baru, data peserta didik pindahan dan data peserta didik naik kelas dan mengulang. 2) Jumlah peserta didik menurut Usia, Kelas dan Jenis Kelamin. Data tentang usia peserta didik, terutama kelompok 7-12 tahun diperlukan dalam rangka pelaksanaan program wajib belajar. 2. Selama Tahun Pelajaran Kegiatan/langkah lebih lanjut setelah peserta didik diterima di sekolah adalah membina peserta didik tersebut sehingga berkembang kemampuannya secara maksimal sesuai dengan tujuan sekolah. Pembinaan peserta didik dilakukan agar peserta didik mengenal lingkungan tempat belajar mereka, dan dapat menyesuaikan diri dengan tuntunan sekolah. Dengan pemahaman terhadap lingkungan itu diharapkan dapat tercipta suatu keadaan di mana peserta didik lebih tertib dan lebih mementingkan tugas-tugas belajarnya, dibandingkan dengan kegiatan pribadi lainnya di sekolah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan peserta didik ini adalah: a. Orientasi untuk peserta didik baru Hari-hari pertama masuk sekolah, selama tiga hari, dapat diisi dengan serangkaian kegiatan orientasi (Depdagri, 1983). Hal ini dimaksudkan agar peserta didik baru dapat mengenal fasilitas atau lingkungan, program, personal sekolah serta peserta didik lainnya. Kegiatankegiatan yang diberikan dalam masa orientasi ini adalah: 1) Perkenalan. Semua peserta didik baru diperkenalkan kepada kepala sekolah, guru kelas, guru-guru dan staf sekolah lainnya serta kakak-kakak kelas mereka. Guru kelas perlu menciptakan situasi sehingga peserta didik baru saling mengenal satu dengan yang lainnya. 2) Penjelasan Tata Tertib Sekolah. Penjelasan tata tertib sekolah dilakukan pada awal pendidikan atau tahun ajaran. Hal ini penting untuk diperhatikan karena tatatertib sekolah adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk membentuk sikap dan disiplin peserta



didik. 3) Penjelasan tentang Fasilitas sekolah. Penjelasan tentang fasilitas yang dimiliki oleh sekolah dimaksudkan agar peserta didik mengetahui kegunaan dan aturan yang ditaati dalam memanfaatkan fasilitas tersebut. Fasilitas yang penting untuk diinformasikan kepada peserta didik di antaranya adalah: Perpustakaan, alat-alat UKS, alat-alat olahraga dan alat-alat yang dapat digunakan untuk memupuk kreatifitas peserta didik di bidang kesenian. b. Peraturan Kehadiran Peserta Didik Rajin dan tidaknya peserta didik dapat diketahui dengan melihat hasil pencatatan kehadiran mereka setiap hari. Kerajinan peserta didik dapat digunakan untuk bahan pertimbangan penilaian dan atau kenaikan kelas peserta didik. Oleh karena itu laporan kehadiran peserta didik di sekolah dasar mutlak diperlukan. Kepala Sekolah dan guru kelas bersama-sama memikul tanggung jawab dalam hal mengurus administrasi kesiswaan khususnya dalam menghimpun, mencatat, dan memelihara data atau informasi mengenai seluruh aspek perkembangan peserta didik. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan pencatatan kehadiran peserta didik ini di antaranya adalah: 1) Papan Absensi Harian peserta didik. Papan absensi harian peserta didik per Kelas berukuran 30 cm x 50 cm ditempelkan pada masing-masing dinding kelas dan diisi oleh guru kelas. Papan itu diisi nama peserta didik yang tidak masuk hari itu secara berurutan lengkap dengan alasannya. Hal ini dimaksudkan agar para peserta didik dan guru dengan cepat mengetahui dan mengingat peserta didik yang tidak dapat belajar pada hari yang dimaksud. 2) Buku Absensi Harian peserta didik. Buku ini dimiliki oleh semua guru kelas. Data ini dapat mereka gunakan untuk bahan pertimbangan laporan kemajuan belajar peserta didik. Contoh buku absensi ini dapat dilihat pada lampiran. 3) Buku Rekapitulasi Absensi Harian peserta didik Sekolah. Buku absensi ini merupakan rekapitulasi papan absensi peserta didik tiap kelas, buku ini berada di ruang Kepala Sekolah. 4) Papan Rekapitulasi Absensi Harian peserta didik Sekolah. Papan Absensi Harian peserta didik sekolah diletakkan dikantor Kepala Sekolah. Papan absensi ini merupakan rekapitulasi papan absensi harian peserta didik tiap kelas. 5) Buku Absensi Bulanan peserta didik. Setiap guru memiliki buku absensi harian untuk mencatat ketidakhadiran tiap harinya. Data absensi peserta didik diperlukan sebagai bahan yang akan dimuat dalam laporan pendidikan. 6) Buku Rekapitulasi Absensi Tahunan peserta didik. Data ini diperlukan Kepala Sekolah dan UPT Kecamatan untuk meningkatkan pembinaan selanjutnya. Dalam rangka pembinaan perlu juga dilakukan pencatatan dikelas. Pencatatan itu dapat menggunakan: a) Daftar peserta didik di kelas. Daftar peserta didik di kelas ini diperlukan terutama pada awal tahun ajaran baru. Daftar ini dapat digunakan oleh guru maupun peserta didik untuk menghafal nama-nama peserta didik yang ada dikelas yang bersangkutan. Lebih cepat menghafal nama-nama peserta didik atau teman yang ada berarti meningkatkan kualitas hubungan antar pribadi di antara peserta didik dengan guru dan antar peserta didik. b) Grafik Prestasi Belajar. Grafik prestasi belajar perlu ada disetiap kelas. Grafik ini berguna untuk memotivasi peserta didik agar mereka berkompetisi untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Grafik prestasi belajar dapat dibuat berdasarkan nilai tiap mata pelajaran per semester atau berdasarkan nilai rata-rata dari seluruh mata pelajaran per semester. c) Daftar Kegiatan peserta didik. Agar semua peserta didik senantiasa mengingat kegiatan yang sudah dan sedang mereka laksanakan, pada masing-masing kelas perlu dibuat daftar kegiatan peserta didik. Daftar kegiatan ini dapat berupa daftar yang menjelaskan hal-hal yang secara rutin dilaksanakan pada setiap minggu atau kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya insidental. Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan peserta didik ini adalah, bahwa pengelolaan peserta didik bukan bertujuan untuk menghasilkan catatan-catatan ini. Pencatatan hanya merupakan wahana untuk menciptakan kondisi agar peserta didik termotivasi untuk belajar lebih baik.



c. Promosi dan Mutasi Peserta Didik Promosi atau kenaikan kelas adalah perpindahan peserta didik dari suatu kelas ke kelas lainnya yang lebih tinggi setelah memenuhi persyaratan tertentu. Promosi atau kenaikan kelas dilaksanakan dengan berpedoman kepada norma-norma kenaikan kelas yang ditetapkan bersama antara guru dan kepala sekolah. Keputusan kenaikan kelas ini hendaknya diambil dari landasan yang mewakili sosok peserta didik secara utuh, baik ditinjau dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotornya. Tujuan kenaikan kelas ini: 1) Agar peserta didik dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut 2) Merangsang peserta didik untuk belajar lebih giat 3) Memberi hak kepada peserta didik untuk belajar atau mengikuti program pendidikan di tingkat berikutnya. 1) Prinsip-Prinsip Promosi Ada beberapa dasar yang harus diperhatikan untuk melaksanakan promosi, yaitu: (a)Promosi harus dilaksanakan atas dasar pertimbangan berbagai hal tentang peserta didik secara pribadi.; (b)Promosi harus mempertimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang dicapai oleh peserta didik; (c)Promosi harus mempertimbangkan laju perkembangan prestasi yang dicapai peserta didik; (d)Promosi harus mempertimbangkan pelajaran yang akan dipelajari peserta didik di kelas yang lebih tinggi. 2) Mutasi Mutasi adalah perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lainnya karena alasanalasan tertentu. Mutasi merupakan hak setiap peserta didik, oleh karena itu sekolah harus dapat memberi kesempatan kepada peserta didik yang akan menggunakan haknya itu. Untuk membuat agar pelaksanaan mutasi tidak mengganggu dokumentasi data sekolah, maka mutasi harus dilakukan melalui prosedur tertentu dan dicatat oleh kedua sekolah, sekolah asal dan sekolah tujuan. 3) Prosedur Mutasi Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk melakukan mutasi yaitu sebagai berikut: (a)Orang tua atau wali peserta didik mengajukan surat permohonan pindah sekolah anaknya kepada kepala sekolah asal, dengan menggunakan Format pada lampiran dan dibuat rangkap tiga; (b)Setelah kepala sekolah asal mempelajari dan menyetujui perpindahan tersebut, maka kepala sekolah mengeluarkan surat pindah seperti pada lampiran dan dibuat rangkap tiga; (c)Orang tua/wali peserta didik mendatangi sekolah tujuan dengan mengemukakan maksud kepindahan anak atau asuhannya; (d)Setelah kepala sekolah tujuan menyetujui dan menerima perpindahan itu, maka kepala sekolah tujuan mengirimkan kembali format kepada sekolah asal. Agar mutasi ini tidak mengganggu pengelolaan pendidikan di sekolah, maka sekolah harus menyediakan buku atau catatan khusus untuk mutasi. Salah satu contoh format untuk pencatatan mutasi peserta didik adalah seperti tertuang pada lampiran. d. Pembinaan Disiplin Peserta Didik Disiplin merupakan aspek penting di dalam pembinaan peserta didik, karena peserta didik harus menyadari bahwa di dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan kedisiplinan anggotanya. Tanpa disiplin semua bentuk lembaga kemasyarakatan akan mengalami kekacauan. Disiplin adalah suatu keadaan di mana sikap, penampilan dan tingkah laku peserta didik sesuai dengan tatanan nilai, norma dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah/kelas dimana mereka berada. Disiplin berasal dari kata latin ”disciplina” yang artinya mengejar. Dalam bahasa Inggris



”disciple” berarti seseorang yang



belajar atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin (Hurlock, Elizabeth B, 1978). Disiplin adalah cara suatu masyarakat untuk mengajarkan konsep tentang moral serta perilaku yang berhubungan dengan moral kepada anak-anak mereka. Disiplin merupakan pembentukan kebiasaan yang mengandung empat unsur penting, yaitu: (a) peserta didik harus berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan aturan atau sesuatu yang diinginkan masyarakat dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan atau tidak cocok dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, (b) peserta didik merasakan adanya suatu kepuasan batin sesudah berperilaku seperti yang diharuskan dan merasakan tidak puas atau merasa salah apabila tidak melakukan seperti yang ada dalam aturan, (c) dalam berbuat, peserta didik melaksanakannya secara otomatis tanpa adanya pengawasan, dan (d) peserta didik dapat memperbaiki perilaku yang tidak baik tanpa dipaksa oleh orang lain. Teknik yang dipakai untuk membina disiplin harus mempunyai elemen sebagai berikut: (a) ada aturan yang jelas, (b) ada keajegan (i) dalam menjalankan disiplin, dan (c) ada hukuman dan ganjaran. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mendisiplinkan peserta didik adalah dengan (a) teknik yang bersifat otoriter, (b) teknik yang bersifat permisif (longgar, serba boleh), dan (c) teknik yang bersifat demokratis (Hurlock, elizabeth B, 1978). Teknik yang bersifat otoriter menggunakan paksaan dengan hukuman (biasanya bersifat badaniah) bagi peserta didik yang melanggarnya yang melanggarnya. Teknik yang permisif merupakan teknik yang didasarkan atas harapan bahwa disiplin itu tumbuh dari peserta didik sendiri tanpa ada tindakan yang keras dari sekolah. Teknik yang bersifat demokratis adalah teknik yang memberi kemungkinan kepada peserta didik untuk mendapat penjelasan atau melakukan diskusi tentang perilaku yang diharapkan dilakukan oleh mereka dan yang tidak diharapkan. Dengan demikian mereka mengetahui alasan perilakunya itu. e. Tata Tertib Sekolah Tata tertib sekolah merupakan salah satu alat untuk melatih peserta didik mempraktekkan disiplin disekolah. Suatu hal yang harus diperhatikan sekolah dalam melaksanakan tata tertib adalah bagaimana membuat peserta didik tidak merasa terpaksa mentaati aturan tata tertib, sementara nerasa bersalah apabila tidak melakukan apa yang tertuang dalam tata tertib sekolah. Tata tertib sekolah sebaiknya mengatur tentang: (1) waktu pelajaran dimulai dan diakhiri serta berapa lama peserta didik boleh terlambat atau meninggalkan pelajaran, (2) kegiatan-kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam menunjang pendidikan disekolahnya, termasuk di dalamnya pemanfaatan waktu-waktu kosong, (3) sopan santun pergaulan selama berada di sekolah, (4) pengaturan pakaian dan seragam sekolah, (5) keamanan dan kebersihan lingkungan sekolah, (6) sanksi-sanksi yang dapat diberikan apabila peserta didik melakukan pelanggaran terhadap aturan tata tertib yang ada. f. Ganjaran dan Hukuman Ganjaran adalah imbalan yang menyenangkan yang diterima peserta didik karena prestasinya dalam berusaha untuk mengerjakan sesuatu. Hukuman adalah imbalan yang tidak menyenangkan yang harus diterima peserta didik akibat tingkah laku mereka dinilai sekolah tidak pada tempatnya. Ganjaran perlu diberikan kepada peserta didik untuk memacu mereka melakukan halhal positif yang dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Ganjaran harus diberikan kepada peserta didik yang benar-benar pantas menerimanya. Kalau tidak, ganjaran malah dapat menimbulkan akibat negatif. Diantara ganjaran- ganjaran yang dapat diberikan kepada peserta didik menurut M.E. Carolyn, et.al, (1984) adalah: 1) Simbol-simbol, seperti nilai (baik angka maupun huruf), raut muka yang nampak gembira, tanda cek (V) atau tanda plus (+); 2) Pengakuan, misalnya dengan menampilkan hasil kerja peserta didik, atau dengan memberi sertifikat; 3) Kegiatan-kegiatan, misalnya dengan memberi kepada peserta didik hak untuk membaca bebas,



bermain game dan mengunjungi perpustakaan sekolah; 4) Insentif yang berwujud benda, misalnya makanan, pensil atau penghapus, permainan anakanak atau dengan memberi buku; 5) Hukuman juga dapat diberikan dalam berbagai bentuk antara lain: (a) Pengurangan nilai/skor. Hal ini dikenakan kepada peserta didik yang terlambat, tidak melengkapi atau mengerjakan tugas-tugas; (b) Pencabutan hak, misalnya dari mereka yang sedang menyandang predikat ”bintang kelas”; (c) Denda, misalnya dengan meminta peserta didik menggandakan satu paragraf wajib pada suatu mata pelajaran atau tabel-tabel matematika; (d) Penahanan yang dilakukan setelah seluruh jam pelajaran selesai. (e) Memberi tanda cek (v) atau nilai kurang; (f) Menyerahkan masalahnya kepada kepala sekolah, biasanya untuk pelanggaran yang lebih serius; (g) Ganti rugi, misalnya membayar dengan uang tunai, atau memperbaiki kerusakan yang telah dibuatnya; (h) Menyita, hal ini dilakukan terhadap peserta didik yang membawa atau memperjualbelikan barang-barang atau benda yang dilarang dibawa ke sekolah. 3. Akhir Tahun Pelajaran Adapun kegiatan pada akhir tahun adalah pelaksanaan Ujian Nasional dan Ujian Akhir Semester. Administrasi yang dilakukan berhubungan dengan kegiatan tersebut diantaranya: a. Pelaksanaan Ujian Nasional a) Daftar Calon Peserta; b) Pelaksanaan Ujian Nasional; c) Pengumuman Ujian Nasional; d) Pendataan Alumni yang Masuk SLTP/MTs. b. Kenaikan Kelas a) Pelaksanaan Ujian Akhir Semester; b) Daftar Naik Kelas; c) Rekapitulasi Berhasil Tidaknya Siswa. Apabila peserta didik telah menamatkan (selesai dan lulus) semua mata pelajaran atau kurikulum sekolah, maka peserta didik berhak mendapatkan surat tanda tamat belajar (STTB) dari kepala sekolah. Dalam hal yang demikian peserta didik sudah tidak mempunyai hak lagi untuk tetap ”tinggal” di sekolah yang bersangkutan karena dianggap telah mampu menguasai semua mata pelajaran atau kurikulum sekolah. Tamat belajar pada suatu jenjang pendidikan pada dasarnya hanya merupakan pencapaian salah satu tangga untuk ienjang pendidikan yang lebih lanjut. Dikatakan demikian karena tamat sekolah belum dianggap mempunyai suatu ketrampilan khusus yang dapat diandalkan untuk digunakan di masyarakat. Oleh karena itu diharapkan mereka terus melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sesuai PerPres No 12 Tahun 2008, tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) jenjang pendidikan di Indonesia terdiri dari 9 (sembilan) level, yaitu: SD – SMP sederajat (level 1), SMA – SMK sedreajat (level 2), D1/Diploma 1 (level 3), D2/Diploma 2 (level 4), D3/Diploma 3 (level 5), D4/Diploma 4 – S1 (level 6), Profesi (level 7), S2 (akademik – terapan)/Spesialis 1 (level 8), dan S3 (akademik – terapan)/Spesialis 2 (level (). Dengan demikian makan sebagai contoh. sistem pendidikan dasar (level 1), yang merupakan penggabungan antara pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, tamat belajar yang disertai dengan pemberian Ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar harus dianggap bukan sebagai selesai belajar, akan tetapi harus dianggap sebagai kemampuan telah mendapatkan ”kunci” untuk membuka ”pintu” pendidikan berikutnya, demikian seterusnya sampai pada level 9, sebagai level tertinggi dalam KKNI. C.Peranan Guru dalam Administrasi Peserta Didik Keterlibatan guru dalam pengelolaan peserta didik sudah barang tentu tidak sebanyak



keterlibatannya di dalam mengajar. Dalam pengelolaan peserta didk, guru lebih banyak berperan tidak langsung dibandingkan dengan kepala sekolah yang memegang pucuk pimpinan dalam pengelolaan. Diantara peranan guru dalam pengelolaan peserta didik adalah: 1. Guru dapat dilibatkan dalam penerimaan peserta didik baru, dengan menunjuk mereka sebagai panitia penerimaan yang dapat melaksanakan tugas-tugas teknis mulai dari pencatatan penerimaan sampai dengan pelaporan pelaksanaan tugas; 2. Peranan yang besar dalam masa orientasi dipegang oleh guru kelas satu, disamping kepala sekolah. Tugas guru adalah membuat peserta didik dapat lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Peranan guru dalam hal ini sangat penting, karena kekeliruan dalam orientasi dapat berakibat kurang menguntungkan bagi jiwa anak pada waktu-waktu selanjutnya. 3. Untuk pengaturan kehadiran peserta didik di kelas, guru pun mempunyai andil yang besar. Guru diharapkan mampu mencatat/merekam kehadiran peserta didik secara kontinyu dan teliti. Data kehadiran ini dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk kenaikan kelas. 4. Guru harus mampu menciptakan suasana yang mendorong timbulnya motivasi peserta didik untuk senantiasa berprestasi tinggi. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan membuat grafik prestasi belajar peserta didiknya, dan peserta didik melihat grafik prestasi. Meskipun hal ini kelihatannya sederhana, tetapi hal ini penting agar peserta didik berlomba-lomba meraih prestasi puncaknya. 5. Guru juga harus berperanan besar dalam menciptakan disiplin sekolah atau kelas yang baik, karena di sekolah dasar merupakan masa pembentukan disiplin yang sangat menentukan untuk masa selanjutnya. Untuk membuat peserta didik disiplin, guru diharapkan mampu menjadi contoh atau panutan bagi peserta didiknya. DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin, Yusak, Drs. (2005). Administrasi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. Depdiknas. (2000). Pedoman Administrasi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. Purwanto, Ngalim. (2007). Administrasi pendidikan dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Sutjipto, dkk. (1992). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Tsauri, Sofyan. (2007). Administrasi dan Supervisi pendidikan. Jember: Center for society studies Pengolahan ide dari Luthfi May. Wijiono, Drs. (1989). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.



ADMINISTRASI PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK PENDAHULUAN Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Tertuang dalam PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pendidik pada SMK memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dengan latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, serta memiliki sertifikat profesi guru untuk SMK. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.. Tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, menyebutkan tenaga kependidikan di SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurangkurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah. Permendiknas No. 24 Tahun 2008, tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah, menyebutkan standar tenaga administrasi sekolah/madrasah mencakup kepala tenaga administrasi, pelaksana urusan, dan petugas layanan khusus sekolah/madrasah. Pelaksana urusan terdiri atas Urusan Administrasi Kepegawaian, Urusan Administrasi Keuangan, Urusan Administrasi Sarana dan Prasarana, Urusan Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat, Urusan Administrasi Persuratan dan Pengarsipan, Urusan Administrasi Kesiswaan, dan Urusan Administrasi Kurikulum. Petugas layanan khusus terdiri atas penjaga sekolah/madrasah, tukang kebun, tenaga kebersihan, pengemudi, dan lain-lain. PEMBAHASAN A.Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan 1. Pengertian Administrasi Sebelum bicara lebih mikro tentang administrasi pendidik dan tenaga kependidikan, alangkah baiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan administrasi. Administrasi dalam pengertian secara harfiah, kata “administrasi”berasl dari bahasa latin yang terdiri atas kata ad dan ministrare.kata ad mempunyai arti yang sama dengan kata to dalam bahasa inggris yang berarti “ke”atau”kepada”.Dan kata ministrare sam artinya dengan kata to serve atau to conduct yang berarti”melayani,membantu dan mengarahkan”.Dalam bahasa inggris to administer berarti pula”mengatur,memelihara dan mengarahkan”. Jadi kata”administrasi” secara harfiah dapat di artikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk membantu,malayani,mengarahkan atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai suatu tujuan.(Purwanto:1:2007)



Administrasi dalam pengertian yang sempit yaitu kegiatan ketatausahaan yang intinya adalah kegiatan ruti catat-mencatat, mendokumentasika kegiatan, menyelenggarakan surat-menyurat dengan segala aspeknya serta mempersiapkan laporan. Fungsi administrasi, jika dihubungkan dengan administrasi pendidik maka bisa diartikan bahwa hal ini merupakan upaya peningkatan efektifitas guru, dosen dan lain-lain untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. 2. Pendidik Secara umum pendidik di Indonesia lebih dikenal dengan pengajar, adalah tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagai profesi pendidik. Pendidik mempunyai sebutan lain sesuai kekhususannya yaitu: Guru, Dosen, Konselor, Pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator. Sedangkan dalam UU No. 20 thn 2003 BAB XI Pendidik dan tenaga kependidikan pasal 39 mengatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan. Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan: a. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah. e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008 tentang Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2009 tentang Standar Penguji pada kursus dan pelatihan. h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 tentang Standar kualifikasi pembimbing pada kursus dan pelatihan. i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 42 Tahun 2009 tentang Standar Pengelola Kursus dan Pelatihan. j. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 43 Tahun 2009 Standar Tenaga administrasi pendidikan pada program Paket A, Paket B, dan Paket C. k. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Standar Pengelola pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C. Pendidik merupakan: 1)tenaga profesional, 2)merencanakan pembelajaran. 3)melaksanakan pembelajaran. 4)menilai hasil pembelajaran. 5)membimbing. 6)melatih. 7)meniliti. 8)mengabdi kepada masyarakat.



Jadi, jika diatas dikatakan bahwa pendidik adalah guru. maka administrasi yang dimaksud disini adalah perangkat pembelajaran. Apa saja yang harus disiapkan oleh guru berkaitan perangkat atau administrasi pembelajaran yaitu sebagai berikut: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 1. 2. 3.



Jenis Perangkat Administrasi Silabus Kalender Pendidikan Program Tahunan Program Semester Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Harian Buku Pelaksanaan Harian Presensi Siswa Catatan Hambatan Belajar Siswa Daftar Buku Pegangan Guru Kegiatan Penilaian Analisis KKM Kisi-kisi Soal Soal-soal Ulangan Buku Informasi Penilaian Analisis Butir Soal Analisis Hasil Ulangan Program/Pelaksanaan Perbaikan Program/Pelaksanaan Pengayaan Daftar Pengembalian Hasil Ulangan Buku Ulangan Bergilir Daftar Nilai Laporan Penilaian Akhlak Mulia dan Kepribadian Siswa Buku Tugas Terstruktur Buku Tugas Mandiri Perangkat Tambahan SK Pembagian Tugas Mengisi Buku Kemajuan Kelas Jadwal Mengajar



3 . Tenaga Kependidikan UU No. 20 thn 2003 BAB XI Pendidik dan tenaga kependidikan pasal 39 yaitu: Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan. Tenaga Kependidikan lainnya, Orang yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, walaupun secara tidak langsung terlibat dalam proses pendidikan, diantaranya: Wakil-



wakil/Kepala urusan umumnya pendidik yang mempunyai tugas tambahan dalam bidang yang khusus, untuk membantu Kepala Satuan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan pada institusi tersebut. Contoh: Kepala Urusan Kurikulum. Tata usaha, adalah Tenaga Kependidikan yang bertugas dalam bidang administrasi instansi tersebut. Bidang administrasi yang dikelola diantaranya; Administrasi surat menyurat dan pengarsipan, Administrasi Kepegawaian, Administrasi Peserta Didik, Administrasi Keuangan, Administrasi Inventaris dan lain-lain. Laboran, adalah petugas khusus yang bertanggung jawab terhadap alat dan bahan di Laboratorium. Pustakawan (lihat perpustakaan). Pelatih ekstrakurikuler, Petugas keamanan (penjaga sekolah), Petugas kebersihan, dan lainya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidik dan tenaga kependidikan adalah proses keseluruhan kegiatan pendidik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personil, materiil, maupun spirituil untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. B. Dasar Hukum Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan 1. No. 20 thn 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2. PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan 3. Permendiknas No. 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. 2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008 tentang Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor Esensi dalam Pasal 40 UU No. 20 thn 2003 tentang hak dan kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh: 1. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; 2. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; 3. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; 4. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan 5. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: 1. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; 2. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan 3. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. C. Urgensi Administrasi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pengertian urgensi di dalam kamus bahasan Indonesia adalah keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting. Jadi urgensi itu sendiri merupakan sesuatu yang penting yang ingin dilakukan hingga mencapai tujuan yang diinginkan. Misalkan seperti administrasi guru yang merupakan hal terpenting di dalam mencapai tujuan pembelajaran, karena guru merupakan kunci



untuk pencapaian tujuan dalam proses belajar mengajar . Demi mewujudkan apa yang diamanatkan oleh PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan maka sangat penting bagi seorang pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi administrasi sesuai dengan jenjang atau sekolah menjadi tempat pengabdiannya. Hal ini dilakukan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu pendidikan yang berkualitas dan bermutu tinggi. Bicara masalah administrasi pendidik maupun kualitas dan profesionalitas maka secara sederhada bisa kita lihat apakah pendidik atau guru tersebut sudah memiliki ijazah/sertifikat mengajar atau tidak dan apakah ijazah tersebut sesuai dengan bidang dan tempat ia mengabdi? Artinya ketika seorang guru mengajar di tingkat SMA maka setidaknya standar kualifikasi administrasinya minimal berstatus Strata 1 begitu pula dalam hal bidang keilmuan. Seorang guru yang memiliki keahlian dalam bidang IPS (PPKn) maka seharusnya ia mengajar PKn tidak pada mata pelajaran yang lain. Lebih lanjut mengenai pentingnya administrasi pendidik memiliki kaitan erat dengan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, guru harus memiliki empat kompentensi, antara lain: Kompetensi Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual; 2. Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait mata pelajaran yang diampu. 4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 5. Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran. 6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik. 7. Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke peserta didik. 8. Menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar. Kompentensi Keahlian 1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan budaya bangsa 2. Penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi peserta didik dan masyarakat. 3. Menampilkan dirisebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa 4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. 5. Menjunjjung tinggi kode etik profesi guru. Kompentensi Sosial 1. Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi, fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga. 2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. 3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman social budaya. 4. Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan Kompentensi Profesional 1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang dimampu 2. Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu 3. Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif. 4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif 5. Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri. Artinya dari uraian diatas mempertegas bahwa administrasi pendiddik dan tenaga kependidikan bahwa tidak hanya administrasi pendidik yang dibutuhkan, melainkan juga kualitas



dari administrasi pendidik dan tenaga kependidikan juga penting diperhatikan. Hal ini demi mewujudkan pendidikan Indonesia yang berkualitas. D. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pendayagunaan Ketenagaan. a. Kelayakan Guru Mengajar 1) Kualitas guru dapat dilihat dari kualitas mengajarnya, dan guru yang profesional tentu akan memperlihatkan kinerjanya dengan baik. Kinerja guru yang baik diharapkan dapat memperlancar proses pembelajaran dan berdampak terhadap prestasi belajarsiswa. 2) Pelaksanaan pembagian tugas Guru, Tenaga Teknis, dan Tenaga Tata Laksana 3) Pemberian tugas tambahan kepada Guru, dan Tenaga Teknis yang belum memenuhi jumlah jam wajib mengajar minimal. b. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) mengenai tugas Kepala Sekolah yang berhubungan dengan: 1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan terhadap masing- masing guru, tenaga teknis dan tata laksana. 2) Pencatatan kegiatan guru, tenaga teknis dan tenaga tatalaksana sebagai bahan pembuatan penilaian pelaksanaan pekerjaan tahunan. c. Daftar Urut Kepangkatan (DUK) 1) Daftar urut kepangkatan Guru, Tenaga Teknis dan Kepala Tata Usaha di lingkungan sekolah. 2) Daftar urut kepangkatan disusun sesuai dengan ketentuan dan perubahan formasi sekolah. d. Mutasi Kepangkatan 1) Pemberitahuan kenaikan gaji berkala kepada KPN bagi guru, tenaga teknis, dan tenaga tatalaksana yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Pengusulan kenaikan pangkat/tingkat guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Pemberitahuan dan pengusulan mutasi guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana. e. Pengembangan Ketenagaan 1) Daftar urut prioritas guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana untuk mengikuti penataran/ pelatihan antara lain: LKG, SPKG, MGMP, Laboran, Perpustakaan dan Bendaharawan. 2) Pembinaan secara teratur terhadap guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana dalam melaksanakan tugas sehari-hari. 3) Langganan majalah profesi untuk guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana. 4) Pemberian dorongan terhadap guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana untuk menambah pengetahuan. f. Usaha Kesejahteraan Pegawai 1) Penyelesaian keanggotaan Taspen dan Asuransi Kesehatan Guru, Tenaga Teknis dan Tenaga Tata Laksana di lingkungan sekolah. 2) Peningkatan kesejahteraan (Koperasi, arisan, kegiatan rekreasi dan olah raga). g. Tata Tertib Kerja 1) Pedoman Tata Tertib Guru, Tenaga Teknis lainnya dan Tenaga Tata Laksana. 2) Sumber penyusunan tata tertib kerja tersebut (ketentuan, peraturan, dan kesepakatan yang mendukung tata tertib kerja).



E.Standar Kualifikasi Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan adalah tenaga/pegawai yang bekerja pada satuan pendidikan selain tenaga pendidik. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. 1. Standar Kualifikasi Tenaga Kependidikan a. Kepala Tenaga Administrasi SD/MI/SDLB 1) Berpendidikan minimal lulusan SMK atau yang sederajat, program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun. 2) Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah. b. Kepala Tenaga Administrasi SMP/MTs/SMPLB 1) Berpendidikan minimal lulusan D3 atau yang sederajat, program studi yang relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/ madrasah minimal 4 (empat) tahun. 2) Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah. c. Kepala Tenaga Administrasi SMA/MA/SMK/MAK/SMALB 1) Berpendidikan S1 program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun, atau D3 dan yang sederajat, program studi yang relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 8 (delapan) tahun.



e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.



2) Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah. Pelaksana Urusan Administrasi Kepegawaian Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat, dan dapat diangkat apabila jumlah pendidik dan tenaga kependidikan minimal 50 orang. Pelaksana Urusan Administrasi Keuangan Berpendidikan minimal lulusan SMK/MAK, program studi yang relevan, atau SMA/MA dan memiliki sertfikat yang relevan. Pelaksana Urusan Administrasi Sarana dan Prasarana Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat. Pelaksana Urusan Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat, dan dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 9 (sembilan) rombongan belajar. Pelaksana Urusan Administrasi Persuratan dan Pengarsipan Pelaksana Urusan Administrasi Kesiswaan Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat dan dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 9 (sembilan) rombongan belajar. Pelaksana Urusan Administrasi Kurikulum Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang sederajat dan diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 12 rombongan belajar. Pelaksana Urusan Administrasi Umum untuk SD/MI/SDLB Berpendidikan minimal SMK/MAK/SMA/MA atau yang sederajat. Petugas Layanan Khusus Penjaga Sekolah/Madrasah Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat. Tukang Kebun Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat dan diangkat apabila luas



lahan kebun sekolah/madrasah minimal 500 m2 . p. Tenaga Kebersihan Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat. q. Pengemudi Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat, memiliki SIM yang sesuai, dan diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki kendaraan roda empat. r. Pesuruh Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat 2. Kompetensi a. Kepala Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah 1) Kompetensi kepribadian 2) Kompetensi Sosial 3) Kompetensi Teknis 4) Kompetensi manajerial bagi kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah b. Pelaksana Urusan 1) Kompetensi kepribadian 2) Kompetensi sosial 3) Kompetensi teknis pelaksana urusan c. Petugas Layanan Khusus 1) Kompetensi kepribadian 2) Kompetensi sosial 3) Kompetensi teknis petugas layanan khusus F. Jenis-jenis Tenaga Kependidikan Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan menjadi tenaga struktural, tenaga fungsional dan tenaga teknis penyelenggara pendidikan. Tenaga struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-jabatan eksekutif umum (pimpinan) yang bertanggung jawab baik langsung maupun tidak langsung atas satuan pendidikan. Tenaga fungsional merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional yaitu jabatan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mengandalkan keahlian akademis kependidikan. Sedangkan tenaga teknis kependidikan merupakan tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif. Tabel 1. Jenis-jenis tenaga kependidikan untuk lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Status Ketenagaan Tenaga Struktural



Tempat Kerja di Sekolah  Kepala Sekolah  Wakil Kepala Sekolah - Urusan Kurikulum - Urusan Kesiswaan - Urusan Sarana dan Prasarana - Urusan Pelayanan Khusus



Tempat Kerja di Luar Sekolah * Pusat : Menteri, Sekjen, Dirjen * Kadisdik Propinsi, Sekretaris, KaBid, Kasi * Kadisdik Kab/Kota, Sekretaris,



 Guru  Pembimbing/Penyulu h (Guru BP)  Pengembangan Kurikulum dan Teknologi Kependidikan  Pengembang tes  * Pustakawan  Laboran  Teknisi Sumber Belajar  Pelatih (Olahraga) ; Kesenian & Keterampilan  * Petugas TU



Tenaga Fungsional



Tenag a Teknis



KaBid, Kasi * UPT Kec, Kasi * Penilik * Pengawas * Pelatih * Tutor & Fasilitato r * Pengembangan Pendidikan * Teknisi Sumber Belajar/Sangga r Belajar * Petugas TU



Tenaga kependidikan merupakan hasil analisis jabatan yang dibutuhkan oleh suatu sekolah atau satuan organisasi yang lebih luas. Sejalan dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan PP No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, maka jenis-jenis tenaga kependidikan dapat bervariasi sesuai kebutuhan organisasi yang bersangkutan. G.Tugas Tenaga Kependidikan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa tugas tenaga kependidikan itu adalah melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Tabel 2. Jabatan dan Deskripsi Jabatan Tenaga Kependidikan di Sekolah Jabatan



Kepala Sekolah



Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kurikulum) Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kesiswaan)



Deskripsi Tugas Bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya baik ke dalam maupun ke luar yakni dengan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan dan ketentuanketentuan yang ditetapkan oleh lembaga yang lebih tinggi. Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatankegiatan yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kurikulum dan proses belajar mengajar Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan kegiatan kesiswaan dan ekstrakurikuler



Wakil Kepala Sekolah (Urusan Sarana dan Prasarana) Wakil Kepala Sekolah (Urusan Pelayanan Khusus) Pengembang Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Pengembang Tes



Pustakawan Laboran Teknisi Sumber Belajar Pelatih Petugas Tata Usaha



Bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan inventaris pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta keuangan sekolah Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan- pelayanan khusus, seperti hubungan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, usaha kesehatan sekolah dan perpustakaan sekolah. Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program program-program pengembangan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan pengembangan alat bantu pengajaran Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program pengembangan alat pengukuran dan evaluasi kegiatankegiatan belajar dan kepribadian peserta didik Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program kegiatan pengelolaan perpustakaan sekolah Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program kegiatan pengelolaan laboratorium di sekolah Bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemberian bantuan teknis sumber-sember belajar bagi kepentingan belajar peserta didik dan pengajaran guru Bertanggung jawab atas penyelenggaraan program-program kegiatan latihan seperti olahraga, kesenian, keterampilan yang diselenggarakan Bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan dan pelayanan administratif atau teknis operasional pendidikan di sekolah



H.Fungsi Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sebagaimana yang disampaikan diatas bahwa fungsi administrasi, jika dihubungkan dengan administrasi pendidik maka bisa diartikan bahwa hal ini merupakan upaya peningkatan efektifitas guru, dosen dan lain-lain untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Semua kegiatan sekolah akan dapat berjalan lancar dan berhasil baik jika pelaksanaannya melalui proses-proses yang menurut garis fungsi-fungsi administrasi pendidik/guru tersebut. yang mana fungsi- fungsi tersebut adalah: 1. Perencanaan Fungsi perencanaan administrasi guru ialah untuk mendapatkan calon tenaga pengajar yang memang dibutuhkan. Perencanaan merupakan proses awal dalam pelaksanaan untuk itu lembaga mampu merencanakan kebutuhan dimasa yang akan datang guna mendapatkan kebutuhan yang diperlukan dan guna mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Jadi dengan adanya perencanaan yang terarah dan sistematis pelaksanaan kegiatan akan berjalan lancar. 2. Seleksi Fungsi seleksi administrasi guru ialah penyeleksian calon tenaga pengajar untuk direkrut atau



diambil atas kebutuhan pada lembaga tersebut, yang mana penyeleksian juga harus dapat disesuaikan dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh lembaga misalnya : persyaratan administrasi, ujian (tes), dan wawancara dan persyaratan lainnya. 3. Pengangkatan atau Penempatan Fungsi pengangkatan dan penempatan administrasi guru adalah mengangkat calon tenaga pengajar yang memang sudah diseleksi dan sudah dipertimbangkan oleh lembaga guna mendapatkan calon tenaga pengajar yang profesional. Sedangkan penempatan calon tenaga pengajar harus disesuaikan dengan bidang keahliannya masing-masing agar pelaksanaan tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif. 4. Pembinaan Fungsi pembinaan administrasi guru ialah untuk membina tenaga pengajar agar dapat meningkatkan kompetensi, peningkatan moral, disiplin kerja, melalui pendidikan dan pelatihan. Pembinaan harus dilakukan terus menerus sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. 5. Kesejahteraan Fungsi kesejahteraan administrasi guru ialah untuk meningkatkan prestasi kerja dengan memberikan motivasi dan kepuasan kerja melalui kompensas. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para tenaga pengajar sebagai balasan jasa untuk kerja mereka. Kesejahteraan tidak harus berupa materi semata melainkan juga pujian-pujian atas prestasi yang diraih oleh tenaga pengajar atau personil. 6. Penilaian atau Evaluasi Fungsi penilaian atau evaluasi administrasi guru ialah sebagai control terhadap pelaksanaan yang sudah dijalankan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Untuk itu pelaksanan evaluasi atau penilaian dapat berjalan secara efektif bila pelaksanaanya berjalan dengan baik. 7. Pemutusan Hubungan kerja Fungsi pemutusan hubungan kerja administrasi guru ialah untuk mempertegas atau memperjelas keterikatan masa kerja yang sudah tidak ada. Hal ini misalnya adanya surat SK (surat keterangan) pensiun bahwa masa kerja dilembaga tersebut sudah selesai oleh sebab itu pelaksanaan pemutusan hubungan kerja dilakukan akhir selesai masa kerja. I. Fakta mengenai Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakta sederhana yang sering kita temui di lapangan adalah tugas guru dibenturkan dengan berbagai pekerjaan administrasi sekolah sehinnga kefokusan pendidik terpecah dan terbagi dan pada akhirnya fungsi pokok guru dilakukan dengan tidak maksimal.Pada waktu yang lampau, pada umumnya tugas kewajiban guru hampir seluruhnya mengenai pekerjaan mengajar terus dalam arti menyampaikan keterangan-keterangan dan fakta-fakta dari buku kepada murid, memberi tugas-tugas dan memeriksanya. Sekarang, guru harus juga memperhatikan kepentingankepentingan sekolah, ikut serta menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi sekolah, yang kadang-kadang sangat kompleks sifatnya. Dalam banyak hal pekerjaannya berhubungan erat sekali dengan pekerjaan seorang pengawas, Kepala sekolah, pegawai tata-usaha sekolah, dan berbagai pejabat lainnya. Secara berangsurangsur tekanan makin diberikan kepada partisipasi guru dalam administrasi pendidikan/sekolah, yakni penyelenggaraan dan management sekolah. Tokoh-tokoh pendidikan sekarang menekankan kepada gagasan tentang demokrasi dalam hidup sekolah: guru-guru hendaknya didorong untuk ikut serta dalam pemecahan masalah- masalah administratif yang langsung mempengaruhi status profesionil guru. SIMPULAN Di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) BAB XII, Tahun 2005 Pasal 139, Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidik mencakup guru, dosen, konselor, pamong belajar, pamong widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, pelatih, dan sebutan lain dari profesi yang berfungsi



sebagai agen pembelajaran peserta didik. Adapun, mengenai tenaga kependidikan dinyatakan di dalam Pasal 140 Ayat 1 (RPP, Bab XII/2005) sebagai berikut. Tenaga kependidikan mencakup pimpinan satuan pendidikan, penilik satuan pendidikan nonformal, pengawas satuan pendidikan formal, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga lapangan pendidikan, tenaga administrasi, psokolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan sekolah, dan sebutan lain untuk petugas sejenis yang bekerja pada satuan pendidikan. Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Administrasi pendidik dan tenaga kependidikan adalah proses keseluruhan kegiatan pendidik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personil, materiil, maupun spirituil untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Mewujudkan apa yang diamanatkan oleh PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan maka sangat penting bagi seorang pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi administrasi sesuai dengan jenjang atau sekolah menjadi tempat pengabdiannya. Hal ini dilakukan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu pendidikan yang berkualitas dan bermutu tinggi. Administrasi pendidik merupakan mediator untuk kelancar dan keberhasil serta peningkatan efektifitas dan lain-lain untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Sekarang, guru harus memperhatikan kepentingan-kepentingan sekolah, ikut serta menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi sekolah, yang kadang-kadang sangat kompleks sifatnya, masalah- masalah administratif seperti ini sangat mempengaruhi status profesionil guru.



Semua kegiatan sekolah akan dapat berjalan baik jika pelaksanaannya melalui proses-proses yang menurut garis fungsi- fungsi administrasi pendidik/guru tersebut. DAFTAR PUSTAKA: Arikunto, Suharsimi. (1993). Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Yogyakarta: Grafindo Persada. Burhanuddin. (1994). Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, Daryanto, H.M, .(2005). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1981). Administrasi Sekolah Penataran Loka Karya Tahap 2 Pengembangan Pendidikan Guru (P3G). Jakarta. Handani, Nawawi, (1988). Administrasi Pendidikan. Jakarta, CV Haji Masagung. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Permendiknas No. 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah Permendiknas No._25_th-2008_standar-tenaga-perpustakaan-sekolah Permendiknas



No._27_th-2008_standar-kualifikasi-akademik-dan- kompetensi-konselor



Peter, dkk. (1991). Kamus Bahasa Indonesia kontemporer. Jakarta: Modern English PRESS, Piet Suhertian, (23003)..Dimensi-Dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah. Bandung: Rosda Karya. Anwar, Moch, Idochi, (2004). .Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: CV.Alpabeta. Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan UPI. (2005). Pengantar Pengelolaan Pendidikan. Bandung. Usman Uzer, (1999). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, WJS. Poerwadarmita,(1991). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,



ADMINISTRASI KEUANGAN PENDIDIKAN PENDAHULUAN Dalam penyeleggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian administrasi dan manajemen pendidikan. Komponen pembiayaan dan keuangan pada tingat satuan pendidikan merupakn komponen produksi yang menentukan proses terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik disadari maupun tidak. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik- baiknya agar dana yang ada dapat dimanfaatan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, yang memberikan kewenangan sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan keperluan sekolah. Disebabkan pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana. Apalagi dalam berbagai kondisi pereokonomian dunia yang sedag dilanda krisis. Setiap kegiatan perlu diatur agar kegiatan berjalan tertib, lancar, efektif dan efisien. Kegiatan di sekolah yang sangat kompleks membutuhkan pengaturan yang baik. Keuangan di sekolah merupakan bagian yang amat penting karena setiap kegiatan butuh uang. Keuangan juga perlu diatur sebaik-baiknya. Untuk itu perlu administrasi keuangan yang baik. Sebagaimana yang terjadi di substansi administrasi pendidikan pada umumnya, kegiatan administrasi keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. Beberapa kegiatan administrasi keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban. Dalam administrasi keuangan sekolah terdapat rangkaian aktivitas terdiri dari perencanaan program sekolah, perkiraan anggaran, dan pendapatan yang diperlukan dalam pelaksanaan program,pengesahan dan penggunaan anggaran sekolah. Administrasi keuangan dapat diartikan sebagai tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggung jawaban dan pelaporan. Sebagai suatu lembaga pendidikan perlu ditingkatkan dan disesuaikan denagan kebutuhan dan perkembangan pembangunan disegala bidang baik segi sarana dan prasarana Pendidikan, fasilitas kerja maupun kesejahtraan yang layak bagi seluruh tenaga pendidik. Untuk memenuhi sasaran tersebut sangat diperlukan biaya yang cukup dan administrasi yang tertib Berdasarkan pemikiran di atas, pengelolaan keuangan pendidikan lebih difokuskan dalam proses merencanakan alokasi secara teliti dan penuh perhitungan serta mengawasi pelaksanaan dana, bak biaya operasional maupun biaya kapital, disertai bukti-bukti secara administratif dan fisik (material) sesuai dengan dana yang dikeluarkan. Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui tentang: 1. Administrasi keuangan sekolah; 2. Bagaimana seharusnya pengelolaan administrasi keuangan di sekolah. PEMBAHASAN A.Administrasi Keuangan Sekolah 1. Pengertian Administrasi Keuangan Sekolah Administrasi keuangan sekolah merupakan langkah pengolahan keuangan sekolah mulai dari penerimaan sampai dengan bagaimana mempertanggungjawabkan keuangan yang digunakan secara obyektif dan sistematis. Langkah tersebut sangat penting sekali diperhatikan, karena masalah pembiayaan adalah menjadi sarana vital bagi mati hidupnya suatu organisasi sekolah.



Selain itu Mulyono, MA. berpendapat bahwa administrasi keuangan sekolah adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan atau diusahakan secara sengaja dan sungguhsungguh, serta pembinaan secara kontinu terhadap biaya operasional sekolah sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efisien serta membantu pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa administrasi keuangan sekolah adalah sebuah analisis terhadap sumber-sumber pendapatan (revenue) dan penggunaan biaya (expenditure) yang diperuntukkan sebagai pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. 2. Konsep Administrasi Keuangan Sekolah Administrasi keuangan merupakan salah satu substansi administrasi sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi administrasi pendidikan pada umumnya, kegiatan administrasi keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. Beberapa kegiatan administrasi keuanganyaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban (Lipham, 1985; Keith, 1991). Menurut Depdiknas (2000) bahwa administrasi keuangan merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan Dengan demikian, administrasi keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Pembiayaan pendidikan hendaknya dilakukan secara efisien. Makin efisien suatu sistem pendidikan, semakin kecil dana yang diperlukan untuk pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Untuk itu, bila sistem keuangan sekolah dikelola secara baik akan meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Artinya, dengan anggaran yang tersedia, dapat mencapai tujuantujuan pendidikan secara produktif, efektif, efisien, dan relevan antara kebutuhan di bidang pendidikan dengan pembangunan masyarakat. Untuk mencapai hal-hal seperti di atas maka diperlukan adanya proses merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan melaporkan kegiatan bidang keuangan agar tujuan sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien. Melalui kegiatan administrasi keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah: a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah b. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah. c. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung- jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Manajemen keuangan merupakan aspek yang tidak bisa dilepaskan dalam suatu manajemen sekolah. Oleh karena itu, manajemen keuangan sekolah pada dasarnya adalah bagian dari pembiayaan pendidikan yang tercermin dari anggaran yang ditetapkan oleh sekolah, sehingga untuk bidang ini diperlukan penanganan yang serius, agar senantiasa dicapai suatu pengelolaan yang efektif dan efisien dalam mengelola anggaran serta program-program yang dibiayainya dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Manajemen keuangan menyangkut dua hal, yaitu bagaimana memperoleh dana dan bagaimana menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut dalam lingkungan berbeda di tingkat



pendidikan yang berbeda pula, secara efektif dan efisien. Sumber dana dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu: a. Pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah mau pun kedua-duanya yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan; b. Orangtua atau peserta didik; c. Masyarakat, baik mengikat mau pun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan dari orangtua dan masyarakat ditegaskan dalam Undangundang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orangtua. Ada pun dilihat dari sisi pengeluarannya (Dana) meliputi biaya rutin dan biaya pembangunan. Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun seperti gaji pegawai (Guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas, dan alat-alat pengajaran (Barang-barang habis pakai). Sedangkan biaya pembangunan misalnya biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furniture serta biaya atau pengeluaran lain untuk barang- barang yang tidak habis pakai. Dengan demikian, keuangan sekolah merupakan sumber dana yang diterima dan digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang mengandung konsekuensi bagi sekolah, yaitu sekolah harus mengelola sumber dana tersebut secara efektif dan efesien untuk menunjang pelaksanaan pendidikan. Semakin efisien suatu sistem pendidikan, semakin kecil dana yang diperlukan untuk pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Untuk itu, bila sistem keuangan sekolah dikelola secara baik akan meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Artinya, dengan anggaran yang tersedia, dapat mencapai tujuan-tujuan pendidikan secara produktif, efektif, efisien, dan relevan antara kebutuhan di bidang pendidikan dengan pembangunan masyarakat. Untuk mencapai hal-hal seperti di atas maka diperlukan adanya proses merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan melaporkan kegiatan bidang keuangan agar tujuan sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien. Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah: a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah b. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah. c. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung- jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 3. Tahap-Tahap Menejemen Keuangan a. Perencanaan/Penganggaran Keuangan (Budgeting) Menurut Nanang Fattah (2000:47), penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran (budget). Sementara itu anggaran atau budget adalah merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yng digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Sementara itu menurut Djamaluddin (1977:11), anggaran adalah sejenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan dalam bentuk angka-angka dari segi uang untuk suatu jangka tertentu. Dari pengertian di atas, tampak bahwa penganggaran dan anggarn tidak semata-mata berkaitan dengan uang, namun juga memberi gambaran tentang program kegiatan yang akan dilaksanakan



disertai dengan besaran dana/biaya yang dialokasikannya, sehingga terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu besaran dana untuk membiayai kegiatan serta kegiatannya sendiri. Dalam setiap anggaran tergambar dua sisi penting yaitu sisi penerimaan dan atau rencana penerimaan dan sisi pengeluaran. Sisi penerimaan menunjukkan sumber-sumber dari mana dana itu diperoleh apakah dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dari orang tua, dari masyarakat, atau dari sumber lain yang dibenarkan, sedangkan sisi pengeluaran menggambarkan alokasi besarnya biaya pendidikan untuk setiap komponen yang harus dibiayai (Nanang Fattah, 2000:48). Dengan demikian, anggaran suatu lembaga dapat menggambarkan kegiatan/program yang akan atau sudah dilaksanakan serta besaran biaya yang dikeluarkan sehingga dapat diketahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan program yang tecantum dalam anggran. Perencanaan atau planning sebagaimana dikatakan oleh Luther M.Gulick: “Planning that is working out broad outline the things that need to be done and the methods for doing them to acomplish the purpose set for enterprise” (Percy E.Burrup, 1962: 114). Perencanaan adalah aktivitas atau kegiatan menyusun garis-garis besar yang luas tentang hal-hal yang akan dikerjakan dan cara-cara mengerjakannya untuk mecapai tujuan tertentu. Perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam menyusun rencana keuangan sekolah sebagai berikut. 1) Perencanaan harus realistis



2) 3) 4) 5) 6)



Perencanaan harus mampu menilai bahwa alternatif yang dipilih sesuai dengan kemampuan sarana/fasilitas, daya/ tenaga, dana, maupu waktu. Perlunya koordinasi dalam perencanaan Perencanaan harus mampu memperhatikan cakupan dan sarana/ volume kegiatan sekolah yang kompleks. Perencanaan harus berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan intuisi. Pengalaman, pengetahuan, dan intuisi, mampu menganalisa berbagai kemungkinan yang terbaik dalam menyususn perencanaan. Perencanaan harus fleksible (luwes). Perencanaan mampu menyesuaikan dengan segala kemungkinan yang tidak diperhatikan sebelumnya tanpa harus membuat revisi. Perencanaan yang didasrkan penelitian Perencanaan yang berkualitas perlu didukung suatu data yang lengkap dan akurat melalui suatu penelitian. Perencanaan akan menghindari under dan over planning. Perencanaan yang baik akan menentukan mutu kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.



Fungsi Anggaran Anggaran disampin sebagai alat untuk perencanaan dan pengendalian manajemen, juga merupakan alat bantu bagi manajemen dalam mengarahkan suatu organisasi dalam posisi yang kuat atau lemah (Nanang Fattah, 2000:49). Sementara beberapa fungsi anggaran dalam manajemen organisasi sektor publik menurut Dedy Noriawan adalah sebagai berikut: 1) Anggaran sebagai alat perencanaan Dengan fungsi ini organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan kearah mana kebijakan dibuat. 2) Anggaran sebagai alat pengendalian Dengan adanya anggaran organisasi sektor publik dapat menghindari adanya pengeluaran yang terlalu besar (overpending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending). 3) Anggaran sebagai alat kebijakan Dengan adanya anggaran organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas kebikan tertentu.



4) Anggaran sebagai alat politik Dengan adanya anggaran dapat dilihat komitmen pengelola dalam melaksanakan proramprogram yang telah dijanjikan. 5) Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi Dengan dokumen-dokumen anggaran yang bersifat komprehesif sebuah bagian atau unit kerja atau depertemen dapat mengetahui apa yang akan dilakukan oleh masing-masing bagian atu unit kerja lainnya. 6) Anggaran sebagai alat penilaian kinerja Anggaran adalah suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target baik berupa terlaksananya aktivitas maupun terpenuhinya efesiensi biaya. 7) Anggaran sebagai alat motivasi Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian. Dengan catatan anggran akan menjadi alat motivasi yang baik jika memenuhi sifat menantang tetapi masih mungkin dicapai. Maksudnya adalah suatu anggaran itu hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah dicapai. Prinsip-prinsip dan Prosedur Anggaran Prinsip-prinsip penyusunan anggaran bila dikaitkan dengan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian menurut Nanang Fattah adalah sebagai berikut: 1) Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sistem manajemen organisasi. 2) Adanya sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggarannya. 3) Adanya penelitian dan analisis untuk menilai organisasi 4) Adanya dukungan dari pelaksanaan dari tingkat atas hingga yang paling bawah. Sedangkan prosedur penyusunan anggaran adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama periode anggaran. 2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, jasa dan barang. 3) Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang sebab anggaran pada dasarnya merupakan pernyataan finansial. 4) Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan oleh instansi tertentu. 5) Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dan pihak-pihak yang berwenang. 6) Melakukan revisi usulan anggaran. 7) Persetujuan revisi usulan anggaran. 8) Pengesahan anggaran. b. Tahap Pelaksanaan (Akunting) Arens dan Loebbecke menjelaskan bahwa akuntansi merupakan proses pencatatan, pengelompokkan dan pengikhtisaran kejadian- kejadian ekonomi dalam bentukyang teratur dan logis dengan tujuan menyajikan informsi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan. Agar penyajian informasi tepat, maka seorang akuntan harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai prinsip-prinsip dan aturan-aturan dalam penyusunan informasi akntansi. Disamping itu, seorang akuntan harus mengembangkan sistem yang dapat menjamin bahwa semua peristiwa ekonomi yang terjadi dalam organisasi dapat tercatat dengan mencukupi pada saat yang tepat dengn biaya yang pantas. Tujuan dari sistem akuntansi ini adalah untuk memastikan bahwa data keuangan dan transaksi ekonomi diinputkan secara tepat kedalam catatan akuntansi, serta laporan-laporan yang perlu disajikan secara akurat dan tepat waktu. Komponen-komponen sistem akuntansi, secara tradisional sistem akuntansi terdiri dari komponen-komponen berikut:



1) Bagan Perkiraan/akun Bagan perkiraan adalah daftar masing-msing item, di mana pencatatannya dibagi dalam lima katagori. a) Aktiva b) Utang c) Aktiva bersih d) Pendapatan e) Belanja Masing-masing pencatatan ditetukan dengan mengidentifikasikan angka yang diinput ke sistem akuntansi. 2) Buku Besar Buku besar mengklasifikasikan informasi pencatatan, dimana bagan perkiraan atau akun bertindak sebagai daftar isi buku besar. Dalam sistem manual, ringkasan total dari seluruh jurnal dimasukkan ke dalam buku besar setiap bulannya dimana hal inilikakukan selama satu tahun dan dilaporkan pada tanggal neraca. Dalam sistem komputerisasi, data secara khusus dimasukkan ke sistem sekali saja. Saat entri data telah disetujui oleh pemakai, perangkat lunak memasukkan informasi itu ke seluruh laporan, dimana angka yang dicatat akan muncul. 3) Jurnal Jurnal digunakan untuk mencatat semua transaksi akuntansi sebelum diklasifikasikan ke buku besar. Jurnal mengatur informasi secara kronologis dan sesuai dengan jenis transakasi. Contoh: a) Jurnal untuk mencatat transaksi pengeluaran kas adalah pencatatan secara kronologis atas cek yang ditulis, yang dikategorikan menurut bagan perkiraan/akun. b) Jurnal untuk mencatat transakasi penerimaan kas adalah pencatatan secara kronologis atas seluruh setoran yang dibuat, yang dikatagorikan menurut bagan perkiraan/akun. c) Jurnal untuk mencatat transaksi gaji, yaitu jurnal yang mencatat seluruh transakasi yang berkaitan dengan penggajian. d) Jurnal untuk mencatat transaksi pengeluaran kas dan piutang merupakan bagian akun pertambahan biaya dan pendapatan. Juranal ini bermanfaat untuk mengelompokkan transaksi pertambahan biaya dan/atau pendapatan yang terlalu banyak melalui jurnal. 4) Buku Cek Buku cek menyajikan kombinasi jurnal dan buku besar. Sebagian besar transaksi keuangan akn dicatat melalui buku cek, dimana tanda penerimaan yang disetor ke dan dari saldo pembayaran akan buat. c. Tahap Penilaian (Auditing) Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevalusian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai entinitas ekonomi yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteriakriteria yang telah ditetapkan. auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten. Untuk melaksanakan audit diperlukan informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah standar atau kriteria yang dapat digunkana sebagai pegangan pengevalusian informasi tersebut. Agar dapat diverifikasi, informasi harus dapat diukur. Dalam auditing data akuntansiyang menjadi pokok adalah menentukan apakah informasi yang tercatat telah tercermin dengan benar kejadian ekonomi pada periode akuntansi. Oleh karena itu kriterianya adala aturan-aturan akuntansi, maka seorang auditor harus memahami aturan-aturan dikasud dengan baiak. Dalam asudit laporan keuangan, aturan-aturan dimaksud adalahprinsipprinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam sistem akkuntansi Indonesia, maka standara akauntansi keuangan ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). B. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Administrasi Keuangan Sekolah



Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi. 1. Transparansi Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah. 2. Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu: a. Adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah b. Adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, c. Adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat 3. Efektivitas Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Garner (2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam



rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. 4. Efisiensi Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency ”characterized by quantitative outputs” (Garner,2004). Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal: a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya: Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan. b. Dilihat dari segi hasil Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya. 2. Tata Laksana Sekolah Tata laksana pendidikan sering disebut dengan istilah administrasi tata usaha, yaitu segenap proses kegiatan pengelolaan surat- menyurat yang dimulai dari menghimpun (menerima), mencatat, mengelola, menggandakan, mengirim dan menyimpan semua bahan keterangan yang di perlukan oleh organisasi. Dengan pengertian ini maka tata laksana atau tata usaha bukan hanya meliputi surat-surat saja tetapi semua bahan keterangan atau informasi yang berwujud warkat. Warkat ini adalah catatan tertulis atau bergambar mengenai sesuatu hal untuk keperluan pengingatan agar apabila sewaktu-waktu diperlukan dapat disiapkan. Menurut Wililiam Leffingwe dan Edwin Robinson yang telah di terjemahkan oleh The Liang Gie (2000: 60) pekerjaan kantor atau tata laksana ini pekerjaannya menyangkut segala usaha perbuatan menyangkut warkat, pemakaian warkat-warkat dan pemeliharaannya guna dipakai untuk mencari keterangan dikemudian hari. Tata Laksana/Tata Usaha Sekolah/Pendidikan merupakan seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh, serta membina kegiatankegiatan yang bersifat tulis menulis di sekolah, agar PBM semakin efektif dan efisien untuk membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Administrasi Tata Laksana merupakan serangkaian kegiatan mencatat, menyimpan, menggandakan, menghimpun, mengolah, dan mengirim benda-benda tertulis serta warkat yang pada hakikatnya menunjang seluruh garapan administrasi sekolah/pendidikan. Menurut The Liang Gie (2000:50). a. Menghimpun yaitu kegiatan mencari dan mengusahakan tersedianya segala keterangan yang tadinya belum ada atau berserakan dimana-mana sehingga siap dipergunakan bila mana diperlukan. b. Mencatat yaitu meliputi kegiatan yang membutuhkan dengan berbagai alat tulis-menulis mengenai keterangan-keterangan yang diperlukan sehingga terwujudnya tulisan-tulisan yang dapat dibaca, dikirim atau disimpan. c. Mengolah yaitu bermacam-macam kegiatan mengerjakan keterangan-keterangan dengan maksud menyajikan dalam bentuk yang lebih berguna atau lebih jelas untuk dipakai. d. Menggandakan yaitu kegiatan memperbanyak dengan berbagai cara dan alat sebanyak jumlah yang diperlukan. e. Mengirim yaitu kegiatan menyampaikan dengan berbagai cara dan alat dari pihak pertama ke pihak yang lain. f. Menyimpan yaitu kegiatan menaruh dengan berbagai cara dan alat ditempat tertentu yang aman.



SIMPULAN Administrasi keuangan merupakan salah satu substansi administrasi sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Administrasi keuangan merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan Dengan demikian, administrasi keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Melalui kegiatan administrasi keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah untuk Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah dan untuk meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah. Pengelolaan administrasi keuangan sekolah perlu diawali dengan perencanaan yang sebaikbaiknya karena perencanaan akan menjadi peta atau pedoman jalannya pengelolaan administrasi keuangan sekolah. Pengelolaan administrasi keuangan juga perlu menerapkan prinsip-prinsip agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan perencanaan, dapat berjalan dengan transparan, efektif dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan. Administrasi Tata Laksana merupakan serangkaian kegiatan mencatat, menyimpan, menggandakan, menghimpun, mengolah, dan mengirim benda-benda tertulis serta warkat yang pada hakikatnya menunjang seluruh garapan administrasi sekolah/pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin. (1994). Analisis Administrasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. Mulyono, (2009). Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, Uhar Suharsaputra, (2013). Administrasi Pendidikan, Bandung: PT Refika Aditama, E. Mulyasa, (2012). Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kadarman, A.M. dan Udaya, Jusuf. (1992). Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tim Dosen ADM Pendidikan Universitas Pendidikn Indonesia, (2013). Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, Manullang, M.. (1990). Dasar-dasar Manajemen. (akarta: Ghalia Indonesia. Suharsimi, Arikunto. Lia Yuliana. (2008). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.



ADMINISTRASI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam persfektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis dan Nurhayati, 2010:3). Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dilihat dari banyak sudut pandang. Banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan pemecahan masalah untuk mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar belakang yang berbeda, seperti: situasi, kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan negara-negara yang diteladani. Malahan, konsep yang diadopsi tersebut terkesan dijadikan sebagai “proyek” yang bertendensi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Artinya, proyek bukan sebagai alat melainkan sebagai tujuan. Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain; Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan melalui standarisasi dan profesionalisasi yang sedang dilakukan dewasa ini menuntut pemahaman berbagai pihak terhadap perubahan yang terjadi dalam berbagai komponen sistem pendidikan. Perubahan kebijakan pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi telah menekankn bahwa pengambilan kebijakan berpindah dari pemerintah pusat (top government) ke pemerintahan daerah (district government), yang berpusat pada pemerintahan kabupaten/kota. Dengan demikian, kewenangan-kewenangan penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah berada di pundak Pemerintah kabupaten/kota, sehingga implementasinya akan diwarnai oleh political will pemerintah daerah, yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda). Dalam hal ini, tentu saja yang paling menentukan adaah Bupati/Walikota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Kepala Dinas Pendidikan beserta jajarannya. Oleh karena itu, merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu/kualitas pendidikan di daerahnya, meskipun tidak selamanya demikian, karena dalam pelaksanaannya tidak sedikit penyimpangan dan salah penafsiran terhadap kebijakan yang digulirkan, sehingga menimbulkan berbagai kerancuan bahkan penurunan kualitas. Dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, keberhasilan dan kegagalan



pendidikan di sekolah/madrasah sangat bergantung pada guru, kepala sekolah/madrasah dan pengawas, karena ketiga figur tersebut merupakan kunci yang menetukan serta menggerakan berbagai komponen dan dimensi sekolah/madrasah yang lain. Dalam posisi tersebut baik buruknya komponen sekolah/madrasah yang lain sangat ditentukan oleh kualitas guru, kepala sekolah/madrasah, dan pengawas, tanpa mengurangi arti penting tenaga pendidikan yang lain. Implementasi desentralisasi pendidikan menuntut kepala sekolah/madrasah dan pengawas untuk mengembangkan sekolah/madrasah yang efektif dan produktif, dengan penuh kemandirian dan akuntabilitas. Pendidikan bangsa Indonesia sekarang ini sangat memprihatinkan banyak kasus-kasus yang terjadi di setiap penjuru negeri. Masalah pendidikan yang ada di Indonesia semakin hari semakin rumit, bertambah banyak dan komplek. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, meskipun mungkin telah banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana dan peningkatan mutu manajemen sekolah/madrasah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, tetapi sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dalam persfektif mikro atau tinjauan secara sempit dan khusus, faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan ialah guru yang profesional dan guru yang sejahtera (Hadis dan Nurhayati, 2010:3). Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus profesional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan yang diamanahkan kepadanya. Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing pesserta didik kearah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif tetapi memiliki juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat (Sagala, 2007:99). Upaya pemerintah yang begitu mahal belum menunjukkan hasil menggembirakan. Ada yang berpendapat mungkin manajemennya yang kurang tepat dan ada pula yang mengatakan bahwa pemerintah kurang konsisten dengan upaya yang dijalankan. Karena itu, kembali pada apa yang kita sebut sebagai kekayaan lokal, bahwa tidak sepenuhnya apa yang dapat dipraktikkan dengan baik di luar negeri bisa seratus persen juga berhasil di Indonesia, semua itu membutuhkan tahapan, namun dengan kerangka yang jelas dan tidak dibebani oleh proyek yang demi kepentingan sesaat atau golongan. Hal-hal berikut adalah elemen dasar bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Manajemen Sumber Daya Manusia mengatakan penghargaan diberikan untuk menarik dan mempertahankan SDM karena diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Staf (guru) akan termotivasi jika diberikan penghargaan ekstrinsik (gaji, tunjangan, bonus dan komisi) maupun penghargaan instrinsik (pujian, tantangan, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan dan pengembangan karir). Mc. Keena & Beech (1995 : 161). Menurut Abraham H. Maslow manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang memiliki lima tingkatan (hierarchy of needs) yakni, mulai dari kebutuhan fisiologis (pangan, sandang dan papan), kebutuhan rasa aman (terhindar dari rasa takut akan gangguan keamanan), kebutuhan sosial (bermasyarakat), kebutuhan yang mencerminkan harga diri, dan kebutuhan mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat. Pendidik dan pengajar sebagai manusia yang diharapkan sebagai ujung tombak meningkatkan mutu berhasrat mengangkat harkat dan martabatnya. Jasanya yang besar dalam dunia pendidikan pantas untuk mendapatkan penghargaan intrinsik dan ekstrinsik agar tidak termarjinalkan dalam kehidupan masyarakat. Setelah pembelajaran pada bab ini diharapkan mahasiswa mengetahui tentang: 1. Hakikat Mutu Pendidikan;



2. Model dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah. A. Hakikat Mutu Pendidikan Dalam dunia pendidikan, mutu adalah agenda utama dan senantiasa menjadi tugas yang paling penting. Walaupun demikian, mutu bagi sebagaian orang dianggapnya sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka teki, membingungkan, sulit untuk di ukur. Mutu memiliki presepsi yang berbeda-beda, disesuaikan dengan pandangan masing-masing orang. Para pakar pendidikan pun memiliki kesimpulan yang berbeda tentang bagaimana cara menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu dengan baik. Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan- harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah/madrasah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya). Input merupakan perangkat lunak yang meliputi struktur organisasi sekolah/madrasah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan program. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah/madrasah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karean itu rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkt kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses tersebut disebut input, sedang sesuatu hasil dari proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (sekolah/madrasah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar dan benarbenar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan tesebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya). Output pendidikan merupakan kinerja sekolah/madrasah. Kinerja sekolah/madrasah adalah prestasi sekolah/madrasah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah/madrasah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah/madrasah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah/madrasah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah, lomba- lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. mutu sekolah/madrasah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan pengawasan. Dalam konteks pendidikan mikro (tingkat sekolah/madrasah) proses dimaksud adalah pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar



mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Hasil pendidik dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang diperolah siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler. Menurut Jerome S. Arcaro, (2007) mutu adalah sebuah proses struktur untuk memperbaiki keluaran yang di hasilkan. Filosofi manajemen mutu Menurut Dr. W. Edward Deming, mutu dikembangkan berdasarkan kebutuhan untuk memperbaiki kondisi kerja bagi setiap pegawai atau mutu merupakan kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Menurut Crosby mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi (Crosby, dalam Hadis dan Nurhayati, 2010:85). Pendapat Garvi (dalam Hadis dan Nurhayati, 2010:86), menyatakan mutu adalah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen. Kemudian dalam pandangan Zamroni (2007:2) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien Sedangkan menurut Edward Sallis, (2008) Mutu khususnya dalam kontek Total Quality Managemet (TQM) adalah merupakan sebuah filosofi yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Lebih lanjut Edward Sallis (2008) menurutnya, mutu dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang absolut sekaligus relatif. Mutu dalam percakapan sehari-hari sebagian besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut, misalnya restoran yang mahal dan mobil-mobil yang mewah yang mahal. Sebagai suatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik, dan benar, ini merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Dalam defenisi yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi dan tidak dapat diungguli. Sedangkan mutu yang relatif dipandang sebagai sesuatu yang melekat pada sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Untuk itu dalam defenisi relatif ini produk atau layanan akan dianggap bermutu, bukan karena ia mahal dan eksklusif, tetapi ia memiliki nilai misalnya keaslian produk, wajar dan familiar. Sedangkan Mutu dalam konteks pendidikan, pengertiannya meliputi input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Misalnya, sumberdaya, perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari proses disebut output. Dalam rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali mendapat perhatian karena dengan lengkapnya materi yang diberikan tentu akan menambah lebih luas akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam menjalankan dan mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan benar. Materi yang disampaikan pendidik harus mampu menjabarkan sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan ditambah bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga peserta didik tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran. Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai salah satu indikator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan dalam pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah menciptakan atau membuat metode



baru, akan tetapi bagaimana caranya penerapannya atau penggunaanya yang sesuai dengan materi yang disajikan, sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar. Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau monoton. Untuk itulah dalam penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Selalu berorientasi pada tujuan; 2) Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja; 3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya: metode ceramah dengan tanya jawab. Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Dari segi sarana tersebut perlu diperhatikan adanya usaha meningkatkan sebagai berikut: 1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan; 2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja mengajar; 3) Pembuatan media harus sederhana dan mudah; 4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan diajarkan. Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang sarana dan prasarana, ini dijelaskan dalam buku “Admitrasi Pendidikan” yang disusun oleh Tim Dosen IP IKIP Malang menjelaskan: sarana sekolah meliputi semua peralatan serta perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, contoh: gedung sekolah (school building), ruangan meja, kursi, alat peraga, dan lain-lainnya. Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak langung menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan di sekolah, sebagai contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan semuanya yang berkenaan dengan sekolah. Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya lancar seperti yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut: 1) Memberi Rangsangan. Minat belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan mempelajari baik dari segi bahasa maupun mimik dari wajah dengan memvariasikan setiap metode yang dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik untuk belajar, karena yang disajikan benar- benar mengenai atau mengarah pada diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya setelah peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal memberikan motivasi secara kontinyu. Oleh karena itu pendidik atau lembaga tinggal memberikan atau menyediakan sarana dan prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima pengalaman yang dapat menyenangkan hati para peserta didik sehingga menjadikan peserta didik belajar semangat. 2) Memberikan Motivasi Belajar. Motivasi adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan dan menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu dengan diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada penjelasan tugas-tugas. Motivasi merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa: a. Memberikan penghargaan. Usaha-usaha meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang bagus, baik berupa kata-kata, benda, simbul atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan mampu bersaing dengan teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik akan mudah meningkatkan kualita pendidikan. b. Memberikan hukuman. Pemberian hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan. c. Mengadakan kompetisi dan lomba. Pengadaan ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk membantu peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukanpengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa.



B. Model dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Dalam persfektif makro banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manajement pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para pelaku pendidikan yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis dan Nurhayati, 2010:3). 1. Teori dan model peningkatan mutu pendidikan Teori merupakan serangkaian konsep, variabel dan proposisi yang memiliki keterkaitan kausalitas sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh yang dapat menjelaskan suatu fenomena. Model merupakan terminologi yang seringkali dipergunakan untuk menunjuk teori. a. Teori Total Quality Management (TQM) Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah/madrasah mencakup dan menekankan pada tiga kemampuan, yaitu kemampuan akademik, kemampuan sosial, dan kemampuan moral. Menurut teori ini, mutu sekolah/madrasah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah/madrasah, proses belajar mengajar dan realitas sekolah/madrasah. Kultur sekolah/madrasah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah/madrasah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku komponen sekolah/madrasah, yaitu guru, kepala sekolah/madrasah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga sekolah/madrasah kearah peningkatan mutu sekolah/madrasah, sebaliknya kultur sekolah/madrasah yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah/madrasah. Kultur sekolah/madrasah dipengaruhi dua variabel, yakni variabel pengaruh eksternal dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, perkembangan media massa dan lain sebagainya. Realitas adalah keadaan dan kondisi faktual yang ada di sekolah/madrasah, baik kondisi fisik seperti gedung dan fasilitasnya, maupun non fisik seperti; hubungan antar guru yang tidak harmonis dan peraturan sekolah yang kelewat kaku. Realitas sekolah/madrasah mempengaruhi mutu sekolah/madrasah. Sekolah/madrasah yang memilki peraturan yang diterima dan dilaksanakan oleh warga sekolah/madrasah akan memiliki dampak ats mutu yang berbeda dengan sekolah/madrasah yang memliki peraturan tetapi tidak diterima warga sekolah/madrasah. Kualitas kurikulum dan proses belajar mengajar merupakan variabel ketiga yang mempengaruhi mutu sekolah. Variabel ini merupakan variabel yang paling dekat dan paling menentukan mutu lulusan. Kualitas kurikulum dan PBM memilki hubungan timbal balik dengan realitas sekolah/madrasah. Di samping itu juga dipengaruhi oleh faktor internal sekolah/madrasah. Faktor internal adalah aspek kelembagaan dari sekolah/madrasah seperti struktur organisasi, bagaimana pemilihan kepala sekolah/madrasah, pengangkatan guru. Faktor internal ini akan mempengaruhi pandangan dan pengalaman sekolah/madrasah. Selain itu, pandangan dan pengalaman sekolah juga akan di pengaruhi oleh faktor eksternal. b. Teori Organizing Business for Excelency Teori ini dikembangkan oleh Andrew Tani (2004), yang menekankan pada keberadaan sistem organisasi yang mampu merumuskan dengan jelas visi, misi dan strategi untuk mencapai tujuan yang optimal. Teori ini menjelaskan bahwa peningkatan mutu sekolah/madrasah berawal dari dan



dimulai dari dirumuskannya visi sekolah/madrasah. Dalam rumusan visi ini terkandung mutu sekolah/madrasah yang diharapkan di masa mendatang. Visi sebagai gambaran masa depan dapat dijabarkan dalam wujud yang lebih konkrit dalam bentik misi. Yakni suatu pernyataan yang menyatakan apa yang akan dilakukan untuk bisa mewujudkan gambaran masa depan menjadi realitas. Konsep misi mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konkrit. Misi mengandung aspek abstrak dalam bentuk perlunya kepemimpinan. Kepemimpinan adalah sesuatu yang tidak tampak. Kepemimpinan yang hidup di sekolah/madrasah akan melahirkan kultur sekolah/madrasah. Bagaimana bentuk dan sifat kultur sekolah sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan di sekolah/madrasah. Jadi kepemimpinan dan kultur sekolah/madrasah merupakan sisi abstrak dari konsep misi. Di satu sisi, misi juga mengandung sesuatu yang bersifat konkrit yaitu strategi dan program, yang dapat dirumuskan dalam rancangan tertulis. Strategi dan program dapat diketahui secara umum, biasanya berkaitan erat dengan infrastruktur sekolah/madrasah, seperti keberadaan wakasek, wali kelas, komite, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang dibutuhkan. Program belajar mengajar yang merupakan basis dari mutu sekolah/madrasah sangat ditentukan oleh dua variabel di atas yakni kultur sekolah dan infrastrutur yang ada. Kualitas interaksi antara guru dan siswa sebagai wujud proses belajar mengajar disatu sisi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana sebagai salah satu wujud infrastruktur sekolah/madrasah. Dan disisi lain, kualitas interaksi tersebut sangat ditentukan oleh kultur sekolah. Keduanya memberikan dampak atas proses belajar mengajar secara simultan, berkesinambungan, tidak bisa direduksi, dan tidak bias dipilah-pilah. c. Model Peningkatan Mutu Faktor Empat Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah/madrasah merupakan hail dari pengaruh langsung proses belajar mengajar. Seberapa tinggi kualitas proses belajar akan menunjukkan seberapa tinggi kualitas sekolah/madrasah. Kualitas sekolah berawal dari adanya visi sekolah/madrasah, yang kemudian dijabarkan dalam misi sekolah/masdrasah. Sebagaimana dijelaskan dalam teori ekselansi organisasi, maka misi mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konkrit. Misi mengandung nilai-nilai seperti menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras, kebersamaan. Pada tahap berikutnya nilai-nilai itu akan berpengaruh pada terhadap kultur sekolah/madrasah. Karena memiliki nilai-nilai kejujuran maka interkasi antar warga sekolah/madrasah didasari pada saling percaya mempercayai, sehingga suasana sekolah/madrasah enak, harmonis dan nyaman. Karena memiliki nilai kerja keras, maka kultur sekolah/madrasah menunjukkan adanya kebiasaan untuk tidak menunda-nunda pekerjan. Disisi lain juga, misi juga mengandung aspek konkrit, yakni berupa strategi dan program, yang menuntut keberadaan infrastruktur. Berbeda dengan teori ekselensi organisasi, pada teori ini baik aspek abstrak maupun konkrit dari misi berpengaruh langsing terhadap kepemimpinan. Dalam kaitan ini kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu kepemimpinan dengan kemampuan untuk menggerakkan, menanamkan dan mempengaruhi aspek abstrak, dan juga aspek manajerial yang merupakan kemampuan konrit dalam mengorganisir, mengeksekusi, memonitor dan mengontrol. Dua variabel kepemimpinan dan manajerial inilah yang akan menentukan kualitas PBM bersama-sama dengan keberadaan kultur sekolah dan infrastruktur yang dimilki sekolah. Jadi, pada “Model Empat” ini kualitas proses belajar mengajar ditentukan oleh kultur sekolah, kepemimpinan, manajerial dan infrastruktur yang ada. 2. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari suatu lembaga dan aktivitas yang harus dilakukan guna mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi sumber yang ada sehingga tujuan dapat diwujudkan secara efektif dan efesien. Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan bermula dari kondisi saat ini yang ada dan kondisi yang akan dicapai masa depan sebagai tujuan. Terdapat tiga perencanaan strategis yang berkaitan dengan peningkatan mutu



sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented strategy), strategi yang menekankan pada proses (the process oriented strategy), dan strategi komprehensif (the comprehensive strategy). Strategi yang menekankan pada hasil bersifat top down, di mana hasil yang akan dicapai baik kuantitas maupun kualitas telah ditentukan dari atas, bias dari pemeritah pusat, pemerintah daerah propinsi, ataupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Kasus di Indonesia saat ini, hasil yang herus dicapai telah dirumuskan dalam Standar Kopetensi Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar. untuk mencapai standar yang telah ditetapkan pemerintah juga akan menetapkan berbagai standar yang lain , seperti standar proses, standar pengelolaan, standar fasilitas, dan standar tenaga pendidik. Strategi yang menekankan pada hasil ini akan sangat efektif karena sasarannya jelas dan umum, sehingga apabila diikuti dengan pedoman, pengendalian dan pengorganisasian yang baik serta kebijakan yang memberikan dorongan sekaligus ancaman bagi yang menyimpang, strategi ini akan akan sangat efesien. Namun, dibalik kebaikan tersebut strategi ini juaga mengandung sisi kelemahan yakni akan terjadi kesenjangan yang semakin besar antara sekolah yang maju dan sekolah yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap untuk mencapai hasil yang ditentukan akan dengan mudah mencapainya, sebaliknya sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai hasil yang ditentukan dan akan muncul upaya-upaya yang tidak sehat atau muncul keputusasaan. Untuk strategi yang menekankan pada prosesi muncul, tumbuh berkembang dan digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah sendiri. Pelaksanaan strategi ini sangat ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari sekolah. Karena sekolah memilki peran yang sangat menentukan dan sekaligus pengambil inisiatif, maka akan muncul semangat dan kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari masing- masing sekolah. Gerakan untuk memperkuat diri dengan bekerjasama diantara sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan munculnya berbagai inovasi dan kreasi dari bawah. Namun, strategi ini memiliki kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat dan meningkatkan kualitas secara nasional. Layaknya, kalau ada dua pendapat yang bertolak belakang akan muncul pendapat ke tiga yang merupakan perpaduan diantaranya. Demikian pula dalam kaitan dengan strategi, muncul strategi peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang merupakan kombinasi dari dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebit strategi yang komprehensif (the comprehensive strategy). Strategi ini menggariskan bahwa hasil yang akan dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yang diwujudkan dalam dalam standar nasional. Untuk mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan dengan hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan dicapai. Maka lahir lah pula standar proses, standar pengelolaansekolah, standar guru, kepala sekolah dan pengawas, standar keuangan,standar isi kurikulum, serta standar sarana prasarana. Di balik standar yang telah ditentukan dari atas tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan otoritas yang besar untuk mengelola sekolah dalam rangka mencapai standar hasil di atas. Berdasarkan strategi ini diperkiarakan akan muncul berbagai inovasi kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahi akan muncul kenekaragaman dalam pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi dan kebutuhan lokal terakomodasi dengan strategi komprehensif. Tujuannya bersifat nasional tetapi cara mencapainya sesuai dengan kondisi lokal. Strategi peningktan mutu sekolah yang ada di Indonesia cenderung pada strategi yang ketiga ini, sebagimana dapat ditunjukkan dengan adanya berbagai standar nasional yang menjadi acuan sekolah, namun sekolah diberi kebebasan dalam bentuk kebijakan manajemen berbasis sekolah dan kurikulum berbasis kompetensi dengan kewenangan sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Setiap strategi mengandung kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada intinya adalah menggerakkan semua komponen sekolah yang bermuara pada peningkatan kualitas lulusan. Strategi untuk meningkatkan mutu mencakup membangun kapasitas level birokrat, sekolah dan kelas. a. Membangun kapasitas level birokrat



Membangun kapasitas (capacity building) adalah sesuatu yang berkaitan dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari bekerjasama dalam suatu sistem kerja yang baru (Harris & Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup tiga hal; 1) pengembangn nilai-nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan, 2) infrastruktur yang mejnadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan 3) pengembangn tenaga pendidik, khususnya guru, sebagai inti pelaksana kegiatan yang harus dilaksanakan. Membangun kapasitas level birokrat berarti mengembangkan suasana kerja di kalangan staf dan pegawai kantor pendidikan di segala jenjang, yang menenkankan pada penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada saling percaya mempercayai untuk dapat melayani sekolah sebaik mungkin, agar sekolah dapat mengelola proses belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan mutunya masing-masing sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Variable yang diperluakan dalam pengembangan kapasitas birokrat kantoran antara lain visi, skills, incentive, sumber daya, dan program. Di bidang infrastruktur, pembangunan kapasitas pada level birokrat kantoran, keberadaan operation room mutlak diperlukan. Pada operation room paling tidak memiliki peta sekolah dan kualitasnya, peta guru, jumlah, penyebaran, kesesuaian, dan kualifikasi pendidikannya dan data yang senantiasa dimutakhirkan dari tahun ke tahun. Disamping itu diperlukan juga suatu sistem, mekanisme dan dan prosedur pelatihan, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala sekolah dan pengawas. Berdasarkan data dan fakta yang ada pada operation room bias dikembangkan berbagai skenario peningkatan mutu sekolah, mutu kepala sekolah, mutu guru, di suatu daerah atau wilayah. Di samping itu, dalam pembangunan kapasitas sekolah pada level birokrat kantoran perlu dikaji dan ditentukan skenario bagaimana pemberdayaan guru, pengembangan dan peningkatan kemampuan guru secara berkesinambungan dilaksanakan. Dalam peningkatan mutu guru harus ditekankan pada pemberdayaan dan pendinamisian KKG, MGMP, dan MKKS. Dinamisasi ini ditujukan ubtuk dua hal, yaitu: 1) meningkatkan interaksi akademik antara guru dan kepala sekolah; 2) untuk mengembangkan kemampuan di kalangan guru melalui refleksi secara sistematis atas apa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar. Dalam aspek pengembangan tenaga pendidikan ini pula birokrat kantoran harus mempersiapkan rancangan pengadaan guru, baik karena lingkaran proses pensiun sudah mulai muncul maupun perluasan pelayanan pendidikan yang semakin lebar, sehingga penambahan lembaga pendidikan baru tidak dapat ditunda lagi. Peningkatan kemapuan profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh guru ada empat sasaran, yaitu; 1) kemampuan melaksanakan PBM secara individual, 2) kemampuan melaksanakan PBM dan mengembangkan kurikulum secara berkelompok, 3) kemampuan mengorganisir, memimpin, menjalin, hubungan, dan memecahkan masalah secara individual dan, 4) kemampuan untuk bekerjasama memajukan sekolah. b. Membangun kapasitas level sekolah Membangun kapasitas berarti membangun kerjasama, membangun trust, dan membangun kelompok atau masyarakat sehingga memiliki persepsi yang sama kemana akan menuju dan dapat bekerjasama untuk mewujudkan tujuan itu. Membangun kapasitas diarahkan pada sekolah sebgai suatu sistem dan juga level kelas sebagai inti dari sekolah. Secara teoritis dalam membangun kapasaitas sekolah ada beberapa konsep yang diidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002), yaitu: 1) dalam membangun kapasitas sekolah individu memegang peranan penting. Individu dalam hal ini bisa kepala sekolah, guru ataupun siswa. 2) hubungan dan kaitan kerja diantara individuindividu yang dirangkum dalam suatu aturan sehingga mereka dapat bekerja sebagai suatu tim yang solid. 3) terdapat suatu sistem dan meanisme yang mendorong dan memfasilitasi terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja internl yang akan meningkatkan kemampuan individu dan kualitas kerjasama. 4) keberadaan pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, kepercayaan/trust, keutuhan sosial, dan kebersamaan yang tulus. Jadi membangun kapaistas mencakup membangun diri idividu, kelompok dan organisasi di satu sisi dan membangun kepemimpinan di sisi lain. Membangun kapasitas level sekolah mencakup: mengembangkan visi



dan misi; mengembangkan kepemimpinan dan manajemen sekolah; mengembangkan kultur sekolah; mengembangkan e-learning school, dan melibatkan orang tua, alumni dan masyarakat serta memahami tantangan yang dihadapi kepala sekolah. c. Membangun kapasitas level kelas Inti dari mutu pendidikan terletak pada apa yang terjadi di ruang kelas. Meningkatkan mutu sekolah pada intinya berujung pada peningkatan mutu belajar mengajar di ruang kelas. Oleh karenanya, membangun kapasitas sekolah harus membangun kapasitas kelas. Kapasitas kelas merupakan proses yang memungkinkan interaksi akademik antara guru dan siswa, dan antara komponen di sekolah yang berlangsung secara positif. Interaksi anatar guru dan siswa merupakan inti dari kegiatan di sekolah. Interaksi m emiliki dua macam sifat, yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi yang positif akan melahirkan energi yang positif yang akan mendukung peningkatan mutu. Sebaliknya interaksi negatif akan menghasilkan dampak negatif bagi upaya penigkatan mutu. Dengan demikian, kepala sekolah harus melakukan rekayasa agar di kelas muncul interaksi guru dan siswa yang bersifat positif. Beberapa asumsi dasar berkaitan dengan pembangunan kapasitas level kelas antara lain; 1) memahami hakekat proses belajar mengajar; 2) memahami karakteristik kerja guru; 3) mengembangkan kepemimpinan pembelajaran; 4) meningkatkan kemampuan mengelola kelas; dan 5) tantangan guru. Guru memiliki posisi dan merupakan strategi yang sangat penting dalam pengembangan potensi yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu peningkatan kualitas guru sudah harus menjadi sebuah keniscayaan, karena guru harus mampu menjadi seorang pendidikan yang proporsional diberbagai hal. Hal ini sebagai suatu upaya agar mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan kehidupan sehari-harinya. Untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan melalui cara-cara sebagai berikut: 1. Mengikuti Penataran Menurut para ahli bahwa penataran adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang masing-masing.Sedangkan kegiatan penataran itu sendiri di tujukan: a. Mempertinggi mutu petugas sebagai profesinya masing-masing. b. Meningkatkan efesiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang optimal. c. Perkembangan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan. Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, keahlian dan peningkatan terutama pendidikan untuk menghadapi arus globaliasi. 2. Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan Hal ini akan menambah wawasan, adapun kursus-kursus biasanya meliputi pendidikan arab dan inggris serta komputer. 3. Memperbanyak Membaca Menjadi guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya berpedoman pada satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan sehingga sebagai pendidik tidak akan kekurangab pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang muncul dan berkembang di dalam mayarakat. 4. Mengadakan Kunjungan Kesekolah Lain (studi komparatif) Suatu hal yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar sekolah sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar pikiran dan informasi tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang dimilikinya serta mengatai permasalahanpermasalahan dan kekurangan yang terjadi sehingga peningkatan pendidikan akan bisa tercapai



dengan cepat. 5. Mengadakan Hubungan Dengan Wali Siswa Mengadakan pertemuan dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan ini guru dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan menjaga peserta didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam pendidikan yang diberikan di sekolah lebih sedikit apabila dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga. 3. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) MBS di pandang sebgai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengna mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan system manajemen dimana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar kepada kepala sekolah, guru, murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pegambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian dan kurikulum ditempatkan ditingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah apalagi pusat. Melaui keterlibatan guru, orang tua dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusankeputusan penting, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasrnya MBS adalah upaa memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang di tingkaat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat dan daeraah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperan serta dalam merencanakannya. Berdasarkan MBS maka tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, sekolah mempunyai otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya sekolahguna memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi pekembangan jangka panjang sekolah. Model MBS yang diterapkan di Indonesia adalah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasai Sekolah (MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalah adanya otonomi dan pengambilan keputusan partispatif. Artinya MPMBS memberikan otonomi yang lebih luas kepada masing-masing sekolah secara individual dalam menjalankan program seklahnya dan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sebagai suatu sistem, MPMBS memiliki komponen-komponen yang saling terkait secara sistematis satu sama lain, yaitu contxt, input, process, output, dan outcome (Depdiknas, 2003: 52). Muara dari semua kegiatan sekolah adalah mutu hasil belajar siswa. Kemajuan suatu sekolah akan dilihat dari sejauh mana kualitas hasil belajar siswanya. Oleh karena itu, indikator keberhasilan pelaksanaan MPMBS di sekolah adalah kualitas kinerja siswa atau kualitas hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dapat bersifat akademik maupun non-akademik. Dalam hal ini, sekolah harus dapat menunjukkan sejauh mana kinerja siswa ini meningkat (secara kuantitatif dan kualitatif) setelah program MPBMS dilakukan. Dalam mengukur keberhasilan kinerja siswa ini, sekolah hendaknya memiliki indikator- indikator yang jelas, diketahui oleh semua pihak, dan dapat diukur dengan mudah. Selain terdapat keluaran (output), sekolah juga harus memiliki kriteria keberhasilan yang jelas terhadap dampak (outcome) program-program sekolah terhadap sekolah sendiri, lulusannya, dan masyarakat. Setelah berlangsung sejak 1999, kiranya efektivitas implementasi MPMBS di sekolah rintisan sudah layak untuk dievaluasi. Evaluasi efektivitas MPMBS perlu dilakukan terhadap komponen-komponen context, input, proses, output, dan outcome. Evaluasi ini akan menunjukan tingkat efektivitas dari masing-masing komponen serta aspek-aspek dari komponen itu. Berkaitan dengan inilah, penelitian evaluatif efektivitas MPMBS di sekolah perlu dilakukan.



Tabel 1. Komponen MPMBS Komponen MPMBS. Komponen Konten



Komponen Input



Komponen Process



Komponen Product Output Outcome.



a.



Indikato r 2. Kebijakan dalam bidang pendidikan 3. Kondisi geografis dan sosial ekonomi masyarakat 4. Tantangan masa depan bagi lulusan 5. Aspirasi pendidikan masyarakat sekitar sekolah 6. Daya dukung masyarakat terhadap program pendidikan 1. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu; 2. Sumber daya manusia; 3. Sumber daya lain(dana, peralatan, perlengkapan, bahan); 4. Harapan prestasi tinggi; 5. Fokus pada pelanggan; 6. Manajemen yang terdiri dari tugas, rencana, program, regenerasi. 1. Proses belajar mengajar yang efektif; 2. Kepemimpinan sekolah yang kuat; 3. Penciptaan lingkungan sekolah yang aman dan tertib; 4. Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif; 5. Budaya mutu; 6. Kerjasama tim; 7. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat; 8. Keterbukaan; 9. Kemauan untuk berubah (inovasi); 10. Evaluasi dan perbaikan; 11. Responsif terhadap kebutuhan; 12. Komunikasi yang baik; 13. Akuntabilitas; 14. Sustainabilitas. 1. Hasil belajar yang bersifat akademik; 2. Imam dan taqwa; 3. Masalah dan hambatan yang dihadapi siswa; 4. Siswa yang diterima di PT; 5. Popularitas Sekolah; 6. Gaji/pengasilan Guru; 7. Masa tunggu mencarai pekerjaan; 8. Kesesuaian dengan pasar kerja.



Tujuan MBS Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan/otonomi kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya MBS bertujuan untuk: 1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yan tersedia; 2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;



3) Meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; 4) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. b. 1) 2) 3) 4) 5)



Prinsip dan implementasi MBS Fokus pada mutu; Bottom up planning dan decision making; Mnajemen yang transparan; Pemberdayaan masyarakat; Peningkatan mutu yang berkelanjutan;



4. Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Pendidik Kurikulum dan panduan manajemen sekolah sebaik apapun tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana. Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi dan komunikasi. Sebagian besar tentang indikator itu sudah diperoleh di LPTK. Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah. Faktor-faktor internal seperti penghasilan guru yang belum mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan profesi masih dianggap sebagai faktor determinan. Akibatnya, upaya untuk menambah pengetahuan dan wawasan menjadi terhambat karena ketidakmampuan guru secara finansial dalam pengembangan SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan. Hal itu juga telah disadari pemerintah sehingga program pelatihan mutlak diperlukan karena terbatasnya anggaran untuk meningkatkan pendidikan guru. Program pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan guru sebagai tenaga yang terampil (skill labour) atau dengan istilah lain guru yang memiliki kompetensi. UU Sisdiknas No. 20/2003 Pasal 42 ayat (1) menyebutkan pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Uraian pasal 42 itu cukup jelas bahwa untuk menjadi guru sebagai tahapan awal harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimal (latar belakang pendidikan keguruan/umum dan memiliki akta mengajar). Setelah guru memenuhi persyaratan kualifikasi, maka guru akan dan sedang berada pada tahapan kompetensi. Namun, fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah masih banyak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan pekerjaan guru sangat mudah untuk dimasuki oleh siapa saja. Dengan diberlakukannya kurikulum 2006 dan dalam proses penyempurnaan saat ini adalah kurikulum 2013, kini guru lebih dituntut untuk mengkontekstualkan pembelajarannya dengan dunia nyata, atau minimal siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu tidak mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran (sarana dan prasarana pendidikan) yang memadai. Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, sarana olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat tepat karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak “kebablasan cepat” atau “keterlaluan tertinggal” di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan menjadi semakin terpuruk. Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Jika kita lihat kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu di beberapa kota di Indonesia saja yang memenuhi persyaratan SPM,



umumnya sekolah negeri dan swasta favorit. Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana dan prasarana pada sekolah-sekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan kepada masyarakat. Alasannya pun telah dilegalkan berdasarkan Kepmendiknas No. 044/U/2002 dan UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 56 ayat (1). Dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah, ayat (2) Dewan pendidikan, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hierarkis, dan ayat (3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Menyikapi keadaan yang demikian sulit, apalagi kondisi negara yang kian kritis, solusi yang ditawarkan adalah manfaatkan seluruh potensi sumber daya sekolah dan masyarkat sekitar, termasuk memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah. Mudah- mudahan dengan sistem anggaran pendidikan yang mengacu padaUU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 46 dan 49 permasalahan ini dapat diatasi dengan membangun kebersamaan dan kepercayaan antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Dalam rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali mendapat perhatian karena dengan lengkapnya materi yang diberikan tentu akan menambah lebih luas akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam menjalankan dan mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan benar. Materi yang disampaikan pendidik harus mampu menjabarkan sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan ditambah bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga peserta didik tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran. Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai salah satu indikator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan dalam pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah menciptakan atau membuat metode baru, akan tetapi bagaimana caranya penerapannya atau penggunaanya yang sesuai dengan materi yang disajikan, sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar. Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau monoton. Untuk itulah dalam penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal- hal sebagai berikut: 1) Selalu berorientasi pada tujuan; 2) Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja; 3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya: metode ceramah dengan tanya jawab. Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.Dari segi sarana tersebut perlu diperhatikan adanya usaha meningkatkan sebagai berikut: 1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan; 2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja mengajar; 3) Pembuatan media harus sederhana dan mudah; 4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan diajarkan. Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang sarana dan prasarana, ini dijelaskan dalam buku “Admitrasi Pendidikan” yang disusun oleh Tim Dosen IP IKIP Malang menjelaskan: sarana sekolah meliputi semua peralatan serta perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, contoh: gedung sekolah (school building), ruangan meja, kursi, alat peraga, dan lain-lainnya. Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak langung menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan di sekolah, sebagai contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan semuanya yang berkenaan dengan sekolah. Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya lancar seperti yang



diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut: 1) Memberi Rangsangan. Minat belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan mempelajari baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan setiap metode yang dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik untuk belajar, karena yang disajikan benar- benar mengenai atau mengarah pada diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya setelah peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal memberikan motivasi secara kontinew. Oleh karena itu pendidik atau lembaga tinggal memberikan atau menyediakan sarana dan prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima pengalaman yang dapat menyenangkan hati para peserta didik sehingga menjadikan peserta didik belajar semangat. 2) Memberikan Motivasi Belajar. Motivasi adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan dan menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu dengan diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada penjelasan tugas-tugas. Motivasi merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa: a. Memberikan penghargaan. Usaha-usaha meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang bagus, baik berupa kata-kata, benda, simbul atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan mampu bersaing dengan teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik akan mudah meningkatkan kualita pendidikan. b. Memberikan hukuman. Pemberian hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan. c. Mengadakan kompetisi dan lomba. Pengadaan ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk membantu peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukan pengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa. 5. Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Berikut beberapa tantangan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah secara umum, yaitu: a. Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal (tujuan)” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. b. Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar, sistem pendidikan dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik. Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relatif terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan



yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan. c. Standardisasi pendidikan di Indonesia Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badanbadan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Peserta didik terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar saja. Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. d. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan dari sikap sebagai birokrat menjadi sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan yang masih sulit dilaksanakan. e. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih terbatas f. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekoalh akibat distribusi tenaga guru di Indonesia yang timpang. g. Penerapan pola manajemen berbasis sekolah bertentnagan kebijakan pendidikan gratis yang disalahgunakan oleh kepentingan politik tetrtentu di daereh, sehingga masyarakat salah memahami prinsip kebijakan pendidikan gratis itu sendiri. h. Adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan. SIMPULAN Masalah pendidikan yang ada di Indonesia semakin hari semakin rumit, bertambah banyak dan komplek. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kotakota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, tetapi sebagian lainnya masih memprihatinkan. Rendahnya mutu pendidikan di sekolahdesebabkan oleh berbagai faktor antara lain: a. Rendahnya sarana fisik sekolah; b. Rendahnya kualitas guru; c. Rendahnya kesejahteraan guru; d. Kurangnya kesempatan pemerataan pendidikan; e. Redahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan; f. Mahalnya biaya pendidikan Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dapat ditempuh berbagai model manajemn dan strategi peningkatan mutu antara lain: a. Teori Total Quality Management; b. Teori Organizing Business For Excelency; c. Model Peningkatan Mutu Faktor Empat; d. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Strategi peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan cara: yaitu strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented strategy), strategi yang menekankan pada proses (the process oriented strategy), dan strategi komprehensif (the comprehensive strategy). Adapun yang menjadi tantangan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah sangat banyak tetapi pada intinya adalah sumber daya pelaku pendidikan di sekolah yang belum memadai, political will (kebijakan politik) dari pemegang kebijakan dan kebijakan pendidikan itu



sendiri. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Konsep Dasar. Jakarta: Depdiknas. Hadis, Abdul dan Nurhayati. (2010). Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Mulyasa, E. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. . 2012. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolahi. Jakarta: Bumi Aksara. Nanang, F. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah; Pemberdayaan sekolah dalam rangka Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah. Bandung: CV Andira. Rivai, V & Murni, S. (2010). Education Management: Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers Sudarwan, Danim. (2008). Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara. Syaifuddin, M, dkk. (2008). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Syaodih, N, dkk. 2007. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Bandung: Refika Aditama. Zamroni. (2007). Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta: PSAP Muhammadiyah.



SUPERVISI PENDIDIKAN A. Pengertian Umum Supervisi Supervisi menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu. Secara morfologis, Supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan – orang yang berposisi diatas, pimpinan – terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan mencari- cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata – mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Secara sematik, Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya. Secara Etimologi, supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor. 1. Pengertian Supervisi Menurut Pendapat Para Ahli: a. Good Carter, Memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran. God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar, b. Boardman. Menyebutkan supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstimulir dan membimbing pertumbuhan tiap-tiap peserta didik secara kontinyu,



c.



d.



e.



f.



serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi modern. Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm masyarakat modern. Wilem Mantja Mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan Kimball Wiles Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut: “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yg lebih baik. Mulyasa Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugas. Ross L Supervisi sesungguhnya adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Ross L memandang supervisi sebagai pelayanan kapada guru – guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan.



g. Purwanto Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif. Kegiatan supervisi dahulu banyak dilakukan adalah Inspeksi, pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Supervisi masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan ‘orang yang berposisi diatas’, ‘pimpinan’ terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Inspeksi: inspectie (belanda) yang artinya memeriksa dalam arti melihat untuk mencari kesalahan. Orang yang menginsipeksi disebut inspektur. Inspektur dalam hal ini mengadakan: a. Controlling: memeriksa apakah semuanya dijalankan sebagaimana mestinya b. Correcting: memeriksa apakah semuanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan/digariskan c. Judging: mengadili dalam arti memberikan penilaian atau keputusan sepihak d. Directing: pengarahan, menentukan ketetapan/garis e. Demonstration: memperlihatkan bagaimana mengajar yang baik Pemeriksaan artinya melihat apa yg terjadi dlm kegiatan sedangkan Pengawasan adalah melihat apa yg positif & negatif. Adapun supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan mencari – cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Supervisi dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yg masih negatif untuk diupayakan menjadi positif, & melihat mana yang sudah positif untuk ditingkatkan menjadi lebih positif lagi dan yang terpenting adalah pembinaannya Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya. B. Tujuan dan Sasaran Supervisi a. Tujuan Supervisi Tujuan utama supervisi adalah memperbaiki pengajaran (Neagly & Evans, 1980; Oliva, 1984; Hoy & Forsyth, 1986; Wiles dan Bondi, 1986; Glickman, 1990). Tujuan umum Supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil tersebut mampu meningkatkan kwalitas kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar. Secara operasional dapat dikemukakan beberapa tujuan konkrit dari supervisi pendidikan yaitu: 1. Meningkatkan mutu kinerja guru a) Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut b) Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya. c) Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya. d) Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar



2. 3. 4. 5.



siswa. e) Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran. f) Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran. g) Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru. Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik; Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa; Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan; Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan.



b. Sasaran Supervisi Adapun sasaran utama dari pelaksanaan kegiatan supervisi tersebut adalah peningkatan kemampuan profesional guru (Depdiknas, 1986; 1994 & 1995). Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi: 1) Supervisi Akademik, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu 2) Supervisi Administrasi, Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran. 3) Supervisi Lembaga, Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada di sekolah. Supervisi ini dimaksudskan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya: Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain. C. Prinsip-Prinsip Supervisi Secara sederhana prinsip-prinsip Supervisi adalah sebagai berikut: 1. Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi. 2. Supervisi hendaknya bersifat Kontrukstif dan Kreatif 3. Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan sebenarnya. 4. Kegiatan supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana. 5. Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan atas hubungan pribadi. 6. Supervisi hendaknya didasarkan pada kemampuan, kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang disupervisi. 7. Supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada kepala sekolah Pendapat lain mengenai Prinsip-prinsip Supervisi adalah: 1. Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan. 2. Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri. 3. Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan



kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan. 4. Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor. 5. Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki. 6. Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal – hal penting yang diperlukan untuk membuat laporan. Sedangkan menurut Tahalele dan Indrafachrudi (1975) prinsip- prinsip supervisi sebagai berikut : 1. Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif, 2. Supervisi harus kreatif dan konstruktif, 3. Supervisi harus ”scientific” dan efektif, 4. Supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru, 5. Supervisi harus berdasarkan kenyataan, 6. Supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor dan guru- guru untuk mengadakan “self evaluation” Karena prinsip-prinsip supervisi di atas merupakan kaidah-kaidah yang harus dipedomani atau dijadikan landasan di dalam melakukan supervisi, maka hal itu mendapat perhatian yang sungguh – sungguh dari para supervisor, baik dalam konteks hubungan supervisor – guru, maupun di dalam proses pelaksanaan supervisi. D. Fungsi Supervisi 1. Fungsi Meningkatkan Mutu Pembelajaran Ruang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada siswa. 2. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan Pembelajaran Lebih dikenal dengan nama Supervisi Administrasi 3. Fungsi Membina dan Memimpin E. Tipe-Tipe Supervisi 1. Tipe Otokratis Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya. 2. Tipe Laisses Faire Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran. 3. Tipe Coersive Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada



guru yang baru mulai mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti. 4. Tipe Training dan Guidance Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya. 5. Tipe Demokratis Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing. F. Teknik-Teknik Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Supervisi Teknik supervisi Pendidikan adalah atat yang digunakan oleh supervisor untuk mencapai tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhir dapat melakukan perbaikan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam pelaksanaan supervisi pendidikan, sebagai supervisor harus mengetahui dan memahami serta melaksanakan teknik – teknik dalam supervisi. Berbagai macam teknik dapat digunakan oleh supervisor dalam membantu guru meningkatkan situasi belajar mengajar, baik secara kelompok maupun secara perorangan ataupun dengan cara langsung bertatap muka dan cara tak langsung bertatap muka atau melalui media komunikasi (Sagala 2010 : 210). Adapun teknik – teknik Supervisi adalah sebagai berikut: 1. Teknik Supervisi yang bersifat kelompok Teknik Supervisi yang bersifat kelompok ialah teknik supervisi yang dilaksanakan dalam pembinaan guru secara bersama – sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok (Sahertian 2008 : 86). Teknik Supervisi yang bersifat kelompok antara lain: (Sagala 2010: 210 – 227) a. Pertemuan Orientasi bagi guru baru. Pertemuan orientasi adalah pertemuan anatar supervisor dengan supervisee (Terutama guru baru) yang bertujuan menghantar supervisee memasuki suasana kerja yang baru dikutip menurut pendapat Sagala (2010: 210) dan Sahertian (2008: 86). Padapertemuan Orientasi supervisor diharapkan dapat menyampaikan atau menguraikan kepada supervisee hal – hal sebagai berikut (Sahertian 2008: 86): 1) Sistem kerja yang berlaku di sekolah itu. 2) Proses dan mekanisme administrasi dan organisasi sekolah. 3) Biasanya diiringi dengan tanya jawab dan penyajian seluruh kegiatan dan situasi sekolah. 4) Sering juga pertemuan orientasi ini juga diikuti dengan tindak lanjut dalam bentuk diskusi kelompok dan lokakarya. 5) Ada juga melalui perkunjungan ke tempat – tempat tertentu yang berkaitan atau berhubungan dengan sumber belajar. 6) Salah satu ciri yang sangat berkesan bagi pembinaan segi sosial dalam orientasi ini adalah makan bersama. 7) Aspek lain yang membantu terciptanya suasana kerja ialah bahwa guru baru tidak merasa asing tetapi guru baru merasa diterima dalam kelompok guru lain. b. Rapat guru Rapat Guru adalah teknik supervisi kelompok melalui rapat guru yang dilakukan untuk membicarakan proses pembelajaan, dan upaya atau cara meningkatkan profesi guru. (Pidarta 2009: 71). Tujuan teknik supervisi rapat guru yang dikutip menurut pendapat Sagala (2010: 212) dan Pidarta (2009: 171) adalah sebagai berikut:



1) Menyatukan pandangan – pandangan guru tentang masalah – masalah dalam mencapai makna dan tujuan pendidikan. 2) Memberikan motivasi kepada guru untuk menerima dan melaksanakan tugas – tugasnya dengan baik serta dapat mengembangkan diri dan jabatan mereka secara maksimal. 3) Menyatukan pendapat tentang metode kerja yang baik guna pencapaian pengajaran yang maksimal. 4) Membicarakan sesuatu melalui rapat guru yang bertalian dengan proses pembelajaran. 5) Menyampaikan informasi baru seputar belajar dan pembelajaran, kesulitan – kesulitan mengajar, dan cara mengatasi kesulitan mengajar secara bersama dengan semua guru disekolah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam suatu rapat guru yang dikutip menurut pendapat Sagala (2010: 211), antara lain: 1) Tujuan – tujuan yang hendak dicapai harus jelas dan konkrit. 2) Masalah – masalah yang akan menjadi bahan rapat harus merupakan masalah yang timbul dari guru – guru yang dianggap penting dan sesuai dengan kebutuhan mereka. 3) Masalah pribadi yang menyangkut guru di lembaga pendidikan tersebut perlu mendapat perhatian. 4) Pengalaman – pengalaman baru yang diperoleh dalam rapat tersebut harus membawa mereka pada peningkatan pembelajaran terhadap siswa. 5) Partisipasi guru pada pelaksanaan rapat hendaknya dipikirkan dengan sebaik – baiknya. 6) Persoalan kondisi setempa, waktu, dan tempat rapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan rapat guru. c. Studi kelompok antar guru Studi kelompok antara guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah guru yang memiliki keahlian dibidang studi tertentu, seperti MIPA, Bahasa, IPS dan sebagainya, dan dikontrol oleh supervisor agar kegiatan dimaksud tidak berubah menjadi ngobrol hal – hal yang tidak ada kaitannya dengan materi. Topik yang akan dibahas dalam kegiatan ini telah dirumuskan dan disepakati terlebih dahulu. Tujuan pelaksanaan teknik supervisi ini adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan kualitas penguasaan materi dan kualitas dalam memberi layanan belajar. 2) Memberi kemudahan bagi guru – guru untuk mendapatkan bantuan pemechan masalah pada materi pengajaran. 3) Bertukar pikiran dan berbicara dengan sesama guru pada satu bidang studi atau bidang – bidang studi yang serumpun. d. Diskusi Diskusi adalah pertukaran pikiran atau pendapat melalui suatu percakapan tentang suatu masalah untuk mencari alternatif pemecahannya. Diskusi merupakan salah satu teknik supervisi kelompok yang digunakan supervisor untuk mengembangkan berbagai ketrampilan pada diri para guru dalam mengatasi berbagai masalah atau kesulitan dengan cara melakukan tukar pikiran antara satu dengan yang lain. Melalui teknik ini supervisor dapat membantu para guru untuk saling mengetahui, memahami, atau mendalami suatu permasalahan, sehingga secara bersama – sama akan berusaha mencari alternatif pemecahan masalah tersebut (Sagala 2010 : 213). Tujuan pelaksanaan supervisi diskusi adalah untuk memecahkan masalah – masalah yang dihadapi guru dalam pekerjaannya sehari – hari dan upaya meningkatkan profesi melaluii diskusi. Hal – hal yang harus diperhatikan supervisor sebagai pemimpin diskusi sehingga setiap anggota mau berpartisipasi selama diskusi berlangsung supervisor harus mampu: 1) Menentukan tema perbincangan yang lebih spesifik ; 2) Melihat bahwa setiap anggota diskusi senang dengan keadaan dan topik yang dibahas dalam diskusi.



3) Melihat bahwa masalah yang dibahas dapat dimengerti oleh semua anggota dan dapat memecahkan masalah dalam pengajaran. 4) Melihat bahwa kelompok merasa diperlukan dan diikutsertakan untuk mencapai hasil bersama. 5) Mengakui pentingnya peranan setiap anggota yang dipimpinnya. e. Workshop Workshop adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terjadi dari sejumlah pendidik yang sedang memecahkan masalah melalui percakapan dan bekerja secara kelompok. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan workshop antara lain: 1) Masalah yang dibahas bersifat “Life cntred” dan muncul dari guru tersebut, 2) Selalu menggunakan secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam kegiatan sehingga tercapai perubahan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik. f. Tukar menukar pengalaman Tukar menukar pengalaman “Sharing of Experince” suatu teknik perjumpaan dimana guru menyampaikan pengalaman masing-masing dalam mengajar terhadap topik-topik yang sudah diajarkan, saling memberi dan menerima tanggapan dan saling belajar satu dengan yang lain. Langkah – langkah melakukang sharing antara lain: 1) Menentukan tujuan yang akan dicapai. 2) Menentukan pokok masalah yang akan dibahas. 3) Memberikan kesempatan pada setiap peserta untuk menyumbangkan pendapat pendapat mereka 4) Merumuskan kesimpulan. 2. Teknik Individual dalam Supervisi Teknik Individual Menurut Sahertian yang dikutip oleh Sagala (2010 : 216) adalah teknik pelaksanaan supervisi yang digunakan supervisor kepada pribadi – pribadi guru guna peningkatan kualitas pengajaran disekolah. Teknik – teknik individual dalam pelaksanaan supervisi antara lain: a. Teknik Kunjungan kelas. Teknik kunjungan kelas adalah suatu teknik kunjungan yang dilakukan supervisor ke dalam satu kelas pada saat guru sedang mengajar dengan tujuan untuk membantu guru menghadapi masalah/kesulitan mengajar selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kunjungan kelas dilakukan dalam upaya supervisor memperoleh data tentang keadaan sebenarnya mengenai kemampuan dan ketrampilan guru mengajar. Kemudian dengan yang ada kemudian melakukan perbincangan untuk mencari pemecahan atas kesulitan – kesulitan yang dihadapi oleh guru. Sehingga kegiatan pembelajaran dapat ditingkatkan. Kunjungan kelas dapat dilakukan dengan 3 cara, yatiu: 1) Kunjungan kelas tanpa diberitahu, 2) Kunjungan kelas dengan pemberitahuan, 3) Kunjungan kelas atas undangan guru, 4) Saling mengunjungi kelas. b. Teknik Observasi Kelas Teknik observasi kelas dilakukan pada saat guru mengajar. Supervisor mengobservasi kelas dengan tujuan untuk memperoleh data tentang segala sesuatu yang terjadi proses belajar mengajar. Data ini sebagai dasar bagi supervisor melakukan pembinaan terhadap guru yang diobservasi. Tentang waktu supervisor mengobservasi kelas ada yang diberitahu dan ada juga tidak diberi tahu sebelumnya, tetapi setelah melalui izin supaya tidak mengganggu proses belajar mengajar. Selama berada dikelas supervisor melakukan pengamatan dengan teliti, dan menggunakan instrumen yang ada terhada lingkungan kelas yang diciptakan oleh guru selama jam pelajaran.



c. Percakapan Pribadi Percakapan pribadi merupakan Dialog yang dilakukan oleh guru dan supervisornya, yang membahas tentang keluhan – keluhan atau kekurangan yang dikeluarkan oleh guru dalam bidang mengajar, di mana di sini supervisor dapat memberikan jalan keluarnya. Dalam percakapan ini supervisor berusaha menyadarkan guru akan kelebihan dan kekurangannya. mendorong agar yang sudah baik lebih di tingkatkan dan yang masih kurang atau keliru agar diupayakan untuk memperbaikinya. d. Intervisitasi (mengunjungi sekolah lain) Teknik ini dilakukan oleh sekolah-sekolah yang masih kurang maju dengan menyuruh beberapa orang guru untuk mengunjungi sekolah – sekolah yang ternama dan maju dalam pengelolaannya untuk mengetahui kiat – kiat yang telah diambil sampai seekolah tersebut maju. Manfaat yang dapat diperoleh dari teknik supervisi ini adalah dapat saling membandingkan dan belajar atas kelebihan dan kekurangan berdasarkan pengalaman masing – masing. Sehingga masing – masing guru dapat memperbaiki kualitasnya dalam memberi layanan belajar kepada peserta didiknya. e. Penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar. Teknik pelaksanaan supervisi ini berkaitan dengan aspek – aspek belajar mengajar. Dalam usaha memberikan pelayanan profesional kepada guru, supervisor pendidikan akan menaruh perhatian terhadap aspek – aspek proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang efektif. supervisor harus mempunyai kemampuan menyeleksi berbagai sumber materi yang digunakan guru untuk mengajar. Adapun cara untuk mengikuti perkembangan keguruan kita, ialah dengan berusaha mengikuti perkembangan itu melalui kepustakaan profesional, dengan mengadakan “profesional reading“. Ini digunakan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Hal ini menyatakan bahwa teknik penyeleksian berbagai suber materi untuk mengajar memiliki arti bahwa Teknik ini yang menitik beratkan kepada kemampuan Supervisor dalam menyeleksi buku – buku yang dimiliki oleh guru pada saat mengajar yang sesuai dengan kebutuhan kegiatan belajar mengajar. f. Menilai diri sendiri Guru dan supervisor melihat kekurangan masing-masing yang mana ini dapat memberikan nilai tambah pada hubungan guru dan supervisor tersebut, yang akhirnya akan memberikan nilai positif bagi kegiatan belajar mengajar yang baik. Menilai diri sendiri merupakan tugas yang tidak mudah bagi guru, karena suatu pengukuran terbalik karena selama ini guru hanya menilai murid-muridnya. Ada beberapa cara atau alat yang dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain membuat daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas guru di muka kelas. Yaitu dengan menyususun pertanyaan yang tertutup maupun terbuka, tanpa perlu menyebutkan nama siswa. 3. Diskusi Panel Teknik ini dilakukan dihadapan guru oleh para pakar dari bermacam sudut ilmu dan pengalaman terhadap suatu masalah yang telah ditetapkan. Mereka akan melihat suatu masalah itu sesuai dengan pandangan ilmu dan pengalaman masing-masing sehingga guru dapat masukan yang sangat lengkap dalam menghadapi atau memecahkan suatu masalah. Manfaat dari kegiatan ini adalah lahirnya sifat cekatan



dalam memecahkan masalah dari berbagai sudut pandang ahli. 4. Seminar Seminar adalah suatu rangkaian kajian yang diikuti oleh suatu kelompok untuk mendiskusikan, membahas dan memperdebatkan suatu masalah yang berhubungan dengan topik. Berkaitan dengan pelaksanaan supervisi, dalam seminar ini dapat dibahas seperti bagaimana menyusun silabus sesuai standar isi, bagaimana mengatasi masalah disiplin sebagai aspek moral sekolah, bagaimana mengatasi anak – anak yang selalu membuat keributan dikelas, dll. Pada waktu pelaksanaan seminar kelompok mendengarkan laporan atau ide – ide menyangkut permasalahan pendidikan dari salah seorang anggotanya. 5. Simposium Kegiatan mendatangkan seorang ahli pendidikan untuk membahas masalah pendidikan. Simposium menyuguhkan pidato- pidato pendek yang meninjau suatu topik dari aspek-aspek yang berbeda. Penyuguh pidato biasanya tiga orang dimana guru sebagai pengikut diharapkan dapat mengambil bekal dengan mendengarkan pidato-pidato tersebut. 6. Demonstrasi mengajar Usaha peningkatan belajar mengajar dengan cara mendemonstrasikan cara mengajar dihadapan guru dalam mengenalkan berbagai aspek dalam mengajar di kelas oleh supervisor. 7. Buletin supervisi Suatu media yang bersifat cetak dimana disana didapati peristiwaperistiwa pendidikan yang berkaitan dengan cara-cara mengajar,tingkah laku siswa,dan sebagainnuya.Diharapkan ini dapat membantu guru untuk menjadi lebih baik. G. Kelemahan Dan Kelebihan Teknik – Teknik Dalam Pelaksanaan Supervisi 1. Kelemahan Teknik – Teknik Dalam Pelaksanaan Supervisi b. Perlu biaya yang banyak, waktu yang tepat, sekolah jadi kurang efektif. c. Perlu penyediaan waktu yang tepat d. Tidak mencerminkan keadaan sehari-hari e. Kurang demokratis f. Mengganggu kelas lain dalam KBM, kelas sendiri ditinggalkan g. Agak sulit menentukan dan cukup menyita waktu h. Agak sulit menemukan waktu i. Guru merasa canggung dan kurang bebas 2. Kelebihan Teknik – Teknik Dalam Pelaksanaan Supervisi a. Dapat mengetahui kelebihan yang dapat dikembangkan, mengetahui kelemahan untuk perbaikan, memberikan saran sesuai dengan kebutuhan b. Bantuan diberikan kepada seluruh guru dalam satu kali pertemuan, pertukaran pikiran secara umum c. Hal-hal yang baik dapat dijadikan contoh, hal yang kurang dapat didiskusikan d. Dapat memberikan bimbingan aktual e. Guru dapat menunjukan hasil usahanya



f. Dapat melayani kebutuhan khusus setempat g. Dapat mengetahui kelebihan yang dapat dikembangkan, mengetahui kelemahan untuk perbaikan, memberikan saran sesuai dengan kebutuhan. H. PERANGKAT SUPERVISI Salah satu perangkat yang digunakan dalam melaksankan supervisi ialah instrument observasi pembelajaran/check list terutama untuk supervisi kelas, supervisi klinis, dengan demikian diharapkan indikator yang diamati untuk setiap unsure yang diamati, antara lain: 1. Persiapan dan aperisepsi 2. Relevansi materi dengan tujuan instruksional 3. Penguasaan materi 4. Strategi 5. Metode 6. Manajemen kelas 7. Pemberian metivasi kepada siswa 8. Nada dan suara 9. Penggunaan bahasa 10.Gaya dan sikap perilaku.