Alur Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TAHAPAN PEMBUATAN GIGI TIRUAN JEMBATAN (GTJ)



OLEH : MUTHIARA PRAZIANDITE 04074881517008



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA



Alur Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan: Anamnesa



Pemeriksaan Klinis



Diagnosa



Pemeriksaan Penunjang



Rencana Perawatan :  Desain Gigi Tiruan Jembatan  Bahan 



Warna



Informed Consent



Pencetakan Anatomis Perparasi Gigi Abutment Pencetakan Fisiologis Pemeriksaan Klinis Pembuatan Die/ Model Kerja Pembuatan Pola Lilin



Pengiriman ke Dental Laboratorium



Try-in



Insersi Sementara



Insersi



Kontrol



Tahap-tahap Pembuatan Pembuatan gigi tiruan jembatan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai berikut. 1. Preparasi Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan jembatan  Tujuan preparasi:  Menghilangkan daerah gerong  Memberi tempat bagi bahan retainer atau mahkota  Menyesuaikan sumbu mahkota  Memungkinkan pembentukan retainer sesuai bentuk anatomi  Membangun bentuk retensi  Menghilangkan jaringan yang lapuk oleh karies jika ada a. Persyaratan preparasi 1. Kemiringan dinding-dinding aksial Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7 derajat,



namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral. 2. Ketebalan preparasi Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa.



Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat



mengurangin retensi retainer sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah. 3. Kesejajaran preparasi Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada tempatnya. 4. Preparasi mengikuti anatomi giigi Preparasi ynag tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparsai tidak mengukuti morfologi gigi maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa. 5. Pembulatan sudut-sudut preparasi Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan. b. Tahap-tahap preparasi gigi penyangga 1. Pembuatan galur Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran



ke lingual atau labial dan berguna untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat dibuat dengan bur intan berbentuk silinder. 2. Preparasi bagian proksimal Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah pasang jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan menggunakan bur intan berbentuk kerucut.



Pengurangan bagian proksimal membentuk



konus dengan kemiringan 5-100. 3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya. Preparasi permukaan oklusal unruk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang menyatu dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi, serta fraktur. 4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan. 5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial 6. Pembentukan tepi servikal. Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal: a. Tepi demarkasi (feater edge) b. Tepi pisau (knife edge) c. Tepi lereng (bevel) d. Tepi bahu liku (chamfer) e. Tepi bahu (shoulder) 2.



Pencetakan Anatomis



Sebelum pencetakan dilakukan, keadaan geligi dan jaringan lunak sekitarnya perlu dicek, apakah semua dalam keadaan sehat dan bebas dari radang. Terdapat berbagai macam bahan cetakan, seperti: hidrokoloid, rubber base, polysulfide rubber base, silicon rubber base, dan polyeter rubber base. 3.



Pembuatan die/model kerja Die adalah reproduksi positif dari gigi yang telah dipreparasi dan yang dibuat dari bahan stone gips keras atau logam atau plastik. Menurut hubungan dengan model kerja die dibagi menjadi solitair die dan removable die. a. DIE SOLITER Die soliter merupakan die yang berdiri sendiri, digunakan untuk pembuatan mahkota tiruan. “Tinggi hasil pengecoran ± 2½ kali panjang mahkota”.  Pembuatan solitair die5 -



Setelah cetakan untuk die dibuka dengan pisau ukir yang tajam, gelembung yang terjadi dibuang secara hati-hati.



-



Batas preparasi servikal dipertegas dengan pinsil merah yang tajam



-



Buat garis pedoman vertikal kebawah untuk pemotongan batas proksimal dengan memperlihatkan sumbu panjang gigi dan diuat knvergen



-



Garis dibuat pada permukaan bukal/labial dan palatal/lingual



-



Pemotongan dengan gergaji khusus atau dapat dengan gergaji triplek



-



Hasil pemotongan dirapikan



-



Daerah servikal dipertegas batas dengan membuat groove memakai round akrilik. A



B



C



Gambar 1. (A), (B), (C). Pemotongan dengan Gergaji Khusus.



Gambar 2. Cara Mempertegas Daerah Servikal dengan Round Akrilik



Die siap digunakan setelah mengolesinya dengan “die spacer”. Die spacer berfungsi sebagai : -



Menutup pori stone gips, sehingga memudahkan melepas pola malam yang telah dibuat



-



Mempekeras permukaan die



-



Melindungi batas servikal



-



Sebagai kompensasi kontraksi logam dan ruangan untuk sementasi



b. REMOVABLE DIE Merupakan die yang terletak pada model kerja dan dapat dilepas dari model kerja.



 Cara membuat removable die : 



SISTEM DI-LOK TRAY Suatu bentuk kotak untuk tempat model kerja. Dasar model kerja



dikecilkan sampai masuk di-lok tray kemudian dibuat undercut berupa groove memanjang sesuai lengkung gigi. Model kerja ditanam pada Di-lok tray dengan stone. Kemudian dipisah dengan gergaji dari gigi tetangga halus sampai 2-3 mm dari dasar stone. Die dapat dilepas dan disatukan lagi



Gambar 3. SISTEM DI-LOK TRAY







MENGGUNAKAN DOWEL PIN



A



B



Gambar 4. (A), (B). Removable Die Menggunakan Dowel Pin. Persiapan : -



Dowel pin dengan cakram retensi/paper clips



-



Penjepit rambut atau jarum pentul



-



Stone gips dua warna



-



Sticky wax dan lampu spiritus



-



Vaselin dan kuas



-



Gergaji die/triplek



Kepala dowel pin mempunyai retensi harus berada dalam cetakan negatif tanpa menyentuh bidang oklusal (difiksasi dengan wax pada penjepit rambut). Lakukan pengecoran I sampai batas garis horizontal (± 3 mm diatas servikal). Buat retensi dengan bur bulat kedalaman ± 2 mm di sisi bukal dan lingual untuk keperluan stabilisasi. Kemudian buat bulatan wax dg diameter ± 3 mm dilekatkan diujung pin. Olesi permukaan gigi yang dipreparasi dengan vaseline. -



Boxing dan pembuatan basis



Dengan menggunakan selembar wax cetakan diboxing hingga setinggi ujung pin yang telah diberi bulatan wax. Aduk gips putih kemudian tuangkan kedalam cetakan yang telah diboxing setelah keras kemudian dilepas dari cetakan. 4.



Pembuatan Pola Lilin Yang diartikan dengan pola lilin atau wax-pattern ialah: suatu model dari retainer atau



restorasi yang dibuat dari lilin yang kemudian direproduksi menjadi logam atau akrilik. -



Tujuan pembuatan pola lilin :



 Mendapatkan retainer atau restorasi yang tepat, pas dan mempunyai adaptasi yang sempurna dengan preparasi.  Memperoleh bentuk anatomi.  Menghasilkan suatu coran (casting) yang merupakan reproduksi yang tepat (bentuk dan ukuran) dari pola lilin itu.  Mencapai hubungan yang tepat dengan gigi sebelahnya dan gigi lawan. -



Membuat pola lilin dapat dengan cara :



 Langsung (direct).  Tidak langsung (indirect).  Langsung - tidak langsung (direct – indirect). -



Lilin pola



Lilin pola sebagai model di kedokteran gigi mempunyai sifat sanggup dibentuk dalam seadaan plastis pada suhu antara cair dan kaku.



Ada 2 macam tipe lilin pola yang biasa dipakai : -



Untuk cara langsung dipilih type 1 yang mempunyai sifat menjadi sangat plastis pada suhu sedikit lebih tinggi di atas suhu mulut, sehingga dapat memasuki selasela preparasi.



-



Untuk pola-pola indirect sebaiknya dipakai type II yang membeku keras pada suhu kamar.



Lilin pola yang baik harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam American Dental Association Specification No. 4 for Dental Inlay casting wax, mengenai pemuaian, penciutan, flow elastisitas, dan plastisitas. Selain dari sifat-sifat tersebut di atas, suatu lilin inlay harus :  Mempunyai warna yang menyolok supaya dapat mudah terlihat di antara jaringan gigi dan gusi.  Bersifat kohesif jika dilunakan.  Dapat dipotong atau di ukir tanpa patah atau rempil.  Menguap habis jika dibakar/dipanasi suhu tertentu. Distorsi pola lilin disebabkan oleh:  Perubahan-perubahan ukuran karena naik turunnya suhu.  Perbesaran tegangan (stress release atau relaxation) yang secara kodrat ada di dalam pola lilin, seperti :  Pengisutan pada waktu pembekuan atau penurunan suhu.  Adanya hawa, gas atau air di dalam massa lilin yang mengisut/memuai, menarik atau mendorong lilin yang masih lunak akibat dari pengukiran, penambahan lilin cair, atau pengambilan kelebihan lilin dengan alat yang panas.



 Flow atau “mengalirnya” lilin sebagai bahan amorph pada suhu kamar, lebih tinggi suhunya, lebih besar flownya, jadi juga lebih besar distorsinya. Sebagian dari distorsi dapat dicegah atau dikurangi dengan cara:  Menggunakan lilin inlay yang memenuhi syarat A.D.A Specification No. 4 dan sesuai dengan teknik yang dipakai. (type I atau type II).  Sedapat mungkin mencegah penambalan lilin cair pada pola atau mencairkan permukaan lilin setempat.  Melunakkan lilin dengan seksama sampai seluruh massa lilin menjadi lunak dengan cara memutar-mutar sebatang lilin di atas nyala api.  Menyimpan pola di tempat yang dingin, jika tidak mungkin dilakukan pemendaman dengan segera.  Memendam pola selekas mungkin setelah dikeluarkan radi mulut atau setelah jadi dibentuk pada die.



a.



Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut cara tidak langsung (indirect) Sebagai pedoman dapat dipakai model penelitian (study model) yang



menunjukkan dentuk gigi sebelum direparasi. Yang perlu diperhatikan ialah kecembungan permukaan bukal dan lingual, bentuk dan ukuran bonjolan-bonjolan (cusp) dan letaknya daerah kontak diproksimal. Pembentukan pola lilin pada die dapat dilakukan sebagai berikut :



Gambar 5.a: Pembuatan dinding dari pita matriks: 1.Model kerja pada articulator; 2. Pita matriks; 3. Sambungan lipatan; 4. Model / die yang telah diulas dengan bahan separasi. b. Pita dilepaskan dari die; 1 Lipatan yang dibuka; 2. Jika terdapat kekurangan dapat ditambah lilin cair.. c. Bentuk oklusal disesuaikan dengan gigi lawan pada articulator. d. Lilin diberi bentuk dan ukuran sesuai dengan bentuk anatomi sebelum dipreperasi. e. Pola lilin yang telah selesai dibentuk permukaan lilin dengan dipoles dengan kain kasar atau kapas basah.



Gambar 6. a. Mencelupkan die yang telah diulas dengan bahan pemisah ke dalam lilin cair. Gambar b. Pembubuhan lilin cair pada lapisan lilin yang telah diperoleh dengan cara celupan, sampai mencapai ukuran anatomisin. Gambar c. Lilin cair terpegang di antara kedua ujung pinset yang panas oleh daya kapiler. Gambar d. Pengukiran pola sampai mencapai bentuk dan ukuran anatimos. Gambar e. Pola mahkota ¾ untuk incisive yang telah selesai dibentuk.



Gambar 7. Pembuatan Pola Malam dengan Pembentukan Lapis Demi Lapis.



a. Tabung cetak yang dibuat dari pita matriks:1. Lipatan sambungan. 2. Pinggiran servikal disesuaikan dengan bentuk gusi. 3. Pinggiran oklusal yang dikurangi sampai tidak tergigit oleh gigi lawan. b Bentuk oklusal setelah kelebihan lilin dibuang. c Lipatan (tinner’s joint) dibuka untuk melepaskan tabung cetakan. d. Pola lilin siap untuk dibentuk. e. Kelebihan lilin dibuang dengan alat yang sedikit panas atau dengan cara mengeruk. f.Pinggiran yang berlebihan dipotong dengan pisau yang tajam (pisau bedah)



g. Pinggiran yang terbuka dapat disentuh dengan alat yang panas untuk menutupinya. Gambar h. Pengrataan permukaan dilakukan dengan menggosok alat yang licin pada llilin. Gambar I. Spue pin yang dilekatkan pada pola lilin.



Dalam teknik langsung, penempatan saluran logam atau sprue dapat dilakukan di luar atau di dalam mulut. Sedikit lilin ditambahkan kepada pola di tempat di mana sprue akan dilekatkan, dengan demikian pada waktu sprue pin yang panas di tempatkan, lilin tambahan ini akan mengalir menghubungkan pola dengan sprue pin dan pola tidak terganggu. b. Pembuatan pola lilin secara langsung-tidak langsung (direct-indirect) Dalam cara kerja ketiga yang merupakan paduan dari methoda langsung dan tidak langsung, dilakukan percobaan/checking di mulut dari pola lilin yang telah dibentuk pada model kerja (die). 5.



Pontik Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang hilang



dan berfungsi untuk mengembalikan fungsi kunyah dan bicara, estetis comfort (rasa



nyaman), serta mempertahankan hubungan antar gigi tetanggaà mencegah migrasi / hubungan dengan gigi lawan à ektrusi 6.



Penyemenan jembatan Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi



penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator. Semen yang digunakan untuk melekatkan jembatan ialah zinc phosphate semen, semen silikofosfat, semen alumina EBA, semen polikarboksilat, serta semen resin komposit. Pemilihan dilakukan berdasarkan sifat biologic, biofisik serta pengaruh pada estetiknya. Tata cara penyemenan dengan menggunakan zinc phosphate cement : 1. Bubuk semen serta cairan diletakkan diatas glass pad 2. Campurkan bubuk pada cairan sedikit demi sedikit, di aduk merata sampai 90 detik. 3. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin 4. Adonan kemudian diisikan kedalam pemaut meliputi dinding dalamnya tpis-tipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi (bila ada) diisi juga dengan adonan semen. 5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya didalam mulut dan ditekan dengan jari secara kuat ; dapat juga dipakai pemakai kayu untuk lebih menekan jembatan pada tempatnya. 6. Pasien diminta menggigit keras pada jembatannya, untuk mengecek apakah oklusi sudah baik. 7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigit gulungan kapas, yang diletakkan pada oklusal gigi geligi. 8. Setelah semen keras, kelebihan semen dihilangkan dengan scaller. 9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang, operator perlu memberitahu cara membersihkan jembatan tersebut. 7. Evaluasi / Kontrol  Kontrol pasca penyemenan : 1. Fungsi 2. Kenyamanan 3. Oral hygine 4. Keradangan gingiva







Pencegahan untuk perawatan GTC : 1 Oral hygine - Hal paling penting untuk perawatan GTC. - Meliputi intruksi penggunaan sikat gigi, dental floss, disclosing agents, -



mouth rinse dan diet makanan. Sikat gigi untuk perawatan GTC dibiarkan 3 baris pertama. Dental floss dapat terbuat dari nylon, cotton dan silk. Cara penggunaan dental floss adalah masukkan antara gigi melalui titik kontak dan geser sampai ke daerah interproksimal dan ditarik kembali



2



mengandung sukrosa sebagai diet makanan. Sanitasi - Berkenaan dengan pembersihan GTC dan macam dari GTC sehingga akan -



3



4



sampai ke permukaan gigi. Disclosing agents untuk mengetahui kebersihan mulut. Mouth rinse dapat digunakan sebagai anti plak. Mengganti bahan makanan dengan bahan yang non-kariogenik yaitu tidak



memudahkan pembersihannya. Masalah sanitasi yang perlu diperhatikan adalah bagian interproximal



space, pontik dan disain GTC. Nutrisi - Nutrisi dapat meminimalkan pembentukan plak sekitar GTC. - Makanan yang perlu diperhatikan adalah makanan yang komposisinya banyak sukrosa, soft drink dan pastries. Evaluasi biologi - Untuk melihat apakah rongga mulut pasien dapat menerima perubahan -



yang terjadi. Dilakukan dengan cara penyemenan sementara. Evaluasi biologi ini meliputi adaptasi jaringan lunak-pontik, ketepatan marginal yang fit, hubungan oklusal, titik kontak, estetik, dan over



5



extension dari retainer. Bahan anti karies dan plak - Penggunaan bahan-bahan ini dapat menghambat terbentuknya karies dan



plak. - Dapat menggunakan fluoride atau chlorhexidine. 6 Mikroleakage - Terjadi karena tepi restorasi yang tidak menutup dengan baik sehingga -



menyebabkan masuknya oral fluids yang mengandung bakteri dan debris. Faktor yang mempengaruhi mikroleakage antara lain ketepatan tepi



restorasi, bahan semen dan teknik penyemenan. 7 Kondisi periodontal - Bentuk restorasi dari GTC yang tidak memadai (misal over contoured) dapat mengakibatkan timbulnya penyakit periodontal.



8



Hal yang perlu diperhatikan antara lain crown margin, kelebihan semen



dihilangkan, dan kekasaran permukaan. Kebiasaan jelek - Kebiasaan jelek yang perlu diperhatikan seperti bruxism, menggigit jari, kuku dan bibir.



Daftar Pustaka



1. Barclay,



C.W;



Walmsley,



A.D.



1998.



Fixed



and



Removable



Prosthodontics.Birmingham: Churcill Livingstone, hal 115. 2. Prajitno, H.R. 1994. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan: Pengetahuan Dasar dan Rancangan Pembuatan. Jakarta : EGC.