Analisa Ekonomi RDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA KELAYAKAN PROYEK



I.



ANALISIS EKONOMI (BIAYA MANFAAT)



Analisa Manfaat dan Biaya Sosial (AMBS) diwajibkan untuk dibuat untuk proyek PPP di Indonesia yang merupakan penilaian dari biaya sosial dan manfaat dari proyek dari sudut pandang masyarakat. Jika dalam suatu proyek manfaat sosial lebih besar daripada biaya sosial, maka proyek dianggap layak secara ekonomis dan proyek harus dilaksanakan oleh pemerintah.



Ukuran pertama yang digunakan dalam menghitung AMBS ialah Nilai bersih Ekonomi Saat Ini atau Economic Net Present Value (ENPV): jika ENPV positif, maka proyek ini layak secara ekonomis. Kadang-kadang ENPV disebut "surplus sosial" (jika positif). Tingkat surplus ini bisa menjadi indikator dari jumlah dukungan pemerintah yang dapat diberikan kepada proyek. Jika jumlah dukungan pemerintah yang diminta melebihi surplus, maka akan lebih baik untuk menerapkannya sebagai Project sektor publik atau Proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD. Ukuran kedua ialah Tingkat ekonomi pengembalian internal atau Economic Internal Rate of Return (EIRR): jika EIRR lebih besar daripada rate diskon sosial, maka proyek ini layak secara ekonomis. Ukuran ketifa ialah Rasio Manfaat / Biaya atau Benefit /Cost Ration (B/C Ratio): jika rasio lebih dari satu, maka proyek ini layak secara ekonomis.



Dalam menghitung ENPV, EIRR dan B/C ratio, yang SCBA didasarkan pada perbandingan 2 situasi: "With Project – Dengan Proyek" dan "Without Project – Tanpa Proyek” tersebut. Dengan dasar perhitungan adalah “Tanpa proyek”. Dimana pilihan "Dengan Proyek” adalah pilihan pertama atau “Pilihan yang Disukai” dan hal ini harus menjadi solusi paling murah dengan teknologi yang direkomendasikan.



Asumsinya adalah Belanja modal (Capex) dan operasi & pemeliharaan (Opex) harus diestimasi pada basis keadaan yang optimal. Dan semua biaya / harga yang digunakan dalam AMBS adalah harga "ekonomi" (kadang-kadang disebut "biaya sumber daya" atau "biaya akuntansi"). Ini berarti harga dikurangi pembayaran transfer (yaitu subsidi), pajak Bab I - 1



(misalnya tidak PPN) dan elemen monopoli (ini adalah kekuatan pasar distorsi harga, sehingga menghasilkan "sewa" yang optimal). Proses memperkirakan harga ekonomi disebut "shadow pricing". Faktor konversi standar atau Standard Conversion Factor (SCF) sebagai cara penghitungan yang paling sering digunakan.



Perhitungan Manfaat Sosial adalah Biaya yang tidak jadi dikeluarkan dengan adanya proyek atau Saving from Existing Cost. Dalam hal TPPAS Nambo ini, Manfaat Sosial adalah Biaya Pengelolaan Existing terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah dan proyeksinya. Sedangkan dalam perhitungan Biaya Sosial adalah Biaya Lingkungan dan Biaya yang harus ditanggung masyarakat disekitar proyek dalam masalah lingkungan dan kemasyarakatan serta proyeksinya.



Hasil Perhitungan EIRR adalah 14%, ENPV adalah Rp 240 juta dan B/C Ratio adalah (NPV Manfaat Sosial) 4 : 3 (NPV Biaya Sosial). Dimana EIRR ini lebih besar dari FIRR dan ENPV lebih besar daripada FNPV serta Manfaat Sosial lebih besar daripada Biaya Sosial.



II.



ANALISIS KEUANGAN



Analisis keuangan terdiri dari Business Analysis, Credit Analysis, Industry Analysis dan Accounting Analysis. Pada semua Financial Analysis tersebut, didasarkan pada Financial Model yang memperkirakan Laba/Rugi dalam jangka pendek dan panjang yang berasal dari Laporan Laba Rugi (Profit & Loss Statement), Posisi Harta Perusahaan yang berasal dari Laporan Neraca (Balance Sheet), perhitungan Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value and Payback yang berasal dari Laporan Arus Kas (Cash Flow).



Penyusunan Financial Model didasarkan pada Asumsi-asumsi yang digunakan yaitu Costing Parameter (Capital Expenditure atau Capex dan Operational Expenditure atau Opex), Capital Parameter (Debt Ratio, Cost of Equity, Interest Rate dan WACC / Weighted Cost of Capital), Conssession & Regulatory Parameter (Construction Periode, Conssession Periode, Tax Rate dan Depression Method) dan Revenue & Costing Parameter (Tipping Fee awal dan pertumbuhannya, RDF price awal dan pertumbuhannya dan Escalasi harga).



Hasil Business Analysis adalah Project Returns yaitu Hasil Analisis berupa Project IRR,Project NPV, DCSR (Debt Service Coverage Ratio) dan Payback. Hasil Credit Analysis adalah perbandingan IRR, NPV dan DCSR terhadap Interest dan WACC. Industrial Analysis ialah memperbandingan IRR dan NPV terhadap Conssession Period dan Revenue Parameter



Bab I - 2



(terutama harga RDF dan pertumbuhannya). Pada Accounting Analysis adalah analysis terhadap Balance Sheet, Income Statement dan Cash Flow Statement.



4.2.1.



Financial Model



Dalam menilai kelayakan proyek, financial model disusun berdasarkan Costing Parameter (Capital Expenditure atau Capex dan Operational Expenditure atau Opex), Capital Parameter (Debt Ratio, Cost of Equity, Interest Rate dan WACC / Weighted Cost of Capital), Conssession & Regulatory Parameter (Construction Periode, Conssession Periode, Tax Rate dan Depression Method) dan Revenue & Costing Parameter (Tipping Fee awal dan pertumbuhannya, RDF price awal dan pertumbuhannya dan Escalasi harga). Costing Parameter yang digunakan dalam TPPAS Nambo ialah



Costing Parameters MSW tonage Capital Expenditure



1.500 tonage per day Tonage of Waste per day Total cost would be equally spread across construction 464.447.390 000 IDR period



Working Capital



77.190.938



000 IDR



Operating Expenditure



61.752.750 000 IDR per year Per year (from date it being operational)



Working Capital is 15 month Opex (1,25 times Opex)



Dimana Costing Parameter ialah input MSW sebesar 1.500 ton per hari atau sekitar 525.000 ton per tahun. Besar MSW sebesar 1.500 ton per hari ini yang akan menentukan skala Pabrik dan nanti akan digunakann untuk memperkirakan produksi RDF per hari. Perhitungan Capital Expenditure sebesar Rp 464,5 Milyar dan perhitungan Opex sebesar 61,75 Milyar per tahun yang diperkirakan akan meningkat sebesar inflasi yaitu sekitar 3-4% per tahun.



4.2.1.1. Revenue Model



Salah satu tolok ukur penting dalam menentukan kelayakan proyek adalah pernyataan pendapatan atau Revenue Recognition. Pendapatan dari proyek TPPAS Nambo adalah dari Tipping Fee dan Penjualan RDF. Dimana Revenue Model ini dinyatakan dalam bagan sebagai berikut:



Bab I - 3



Revenue Model Tipping Fee Income



RDF Income



Debt



Equity



DSCR OPEX



Free Cash Flow



Dividen



CAPEX



Pendapatan dari Tipping Fee terutama digunakan untuk membiaya pengeluaran Operational atau OPEX. Saldo dari Pengeluaran Tipping Fee yang telah digunakan untuk OPEX adalah Free Cash Flow, dan setelah ditambah dengan Pendapatan dari RDF (RDF Income), maka saldo dan pendapatan RDF digunakan untuk membiayai Pengeluaran Capital. Dengan adanya Debt dari pihak bank yang mempunyai Interest Rate, maka perlu dihitung DSCR yang dalam jangka panjang nilainya harus lebih dari 1 (satu), berarti Proyek mempunyai dana untuk melunasi hutang dan adanya Deviden untuk Investor sebagai pengembalian Equity-nya.



4.2.1.2. Expenditure Model



Pengeluaran untuk proyek TPPAS Nambo terbagi 3 yaitu Pengeluaran Capital (CAPEX), Pengeluaran Operational (OPEX) dan Modal Kerja (Working Capital) dimana Modal Kerja ini diperoleh dari Pinjaman karena Proyek harus beroperasi minimal satu tahun untuk memperoleh Pendapatan, baik dari Tipping Fee maupun Penjualan RDF. a. Pengeluaran Capex Pengeluaran Capex untuk TPPAS Nambo diperkirakan sebesar 464,5 Milyar digunakan untuk: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 14



Equipment Shredder Belt Conveyor sorting Dump Truk Baller Wheel Loaders Drum Screen Blower Windrow Turner Piping Weigh Bridge Metal separator Biodrying facility and equipment Building, road drainage, utility



Cost, IDR (000) 6.652.659 3.441.031 6.882.062 1.223.478 13.764.123 3.899.835 53.527 2.599.890 4.542.161 4.588.041 2.339.901 290.575.930 77.239.670



Bab I - 4



15 16



Engineering, design layout Contingency Jumlah



23.399.009 23.246.074 464.447.390



** Equipment price include mechanical instalation and electrical & instrumentation



b. Pengeluaran Opex Pengeluaran Opex untuk TPPAS Nambo diperkirakan sebesar 61,75 Milyar digunakan untuk: Currency: '000 IDR No.



Position



1 Plant Manager 2 Preprocessing manager 3 Composting manager 4 RDF Manager 5 accounting and GA manager 7 Maintenance manager 8 Sekretaris PM 9 Admin dan staff 10 Accounting staff 11 Maintenance staff 12 GA Staff 13 Laboratorium 14 Operator peralatan 15 Driver umum 16 Operator alat berat 17 Driver dump truck 18 Operator RDF



Total



Salary / month



Salary + Benefit 30% / year



1



15.000



240.000



1



10.000



160.000



1



10.000



160.000



1



10.000



160.000



1



10.000



160.000



1



10.000



160.000



1



4.000



64.000



8



3.000



384.000



4



4.500



288.000



8



3.500



448.000



4



3.500



224.000



4



3.500



224.000



12



3.000



576.000



2



3.000



96.000



10



4.000



640.000



10



3.500



560.000



12



3.500



672.000 Bab I - 5



19 Personil sorting 20 Helper 21 Security Total



No



36



2.050



1.180.800



9



2.050



295.200



12



3.000



576.000



139



Item



1 Bahan bakar



Unit



506.540



2 Macinery and equipment Maintenance 3 Listrik



7.268.000



18.071.200 14.957.500



Cost / year Ltr / year per year



kwh



4 Chemical



per year



5 Odor elimitaning



per year



6 Bug replement



per year



7 landfill



220.000



8 Civil Maint



per ton per year



Total cost



Total O&M in a year



5.065.400 18.071.200 14.957.500 313.150 200.000 200.000 14.537.500 1.140.000 54.484.750



61.752.750



c. Modal Kerja



Sehubungan dengan perkiraan operasional tahun pertama, setelah konstruksi selesai, maka proyek akan beroperasi setahun terlebih dahulu dan tahun kedua proyek baru akan memperoleh Pendapatan dari Tipping Fee dan Penjualan RDF.



Sehingga dengan demikian Proyek harus meminjam Modal Kerja sebesar 1 (satu) hingga 1,25 (satu seperempat) kali dari besar OPEX yang diperkirakan. Pinjaman ini bersifat Subsidiary, Jangka Pendek dan harus segera dilunasi oleh proyek



Bab I - 6



4.2.2.



Asumsi-Asumsi



4.2.2.1. Asumsi Perkembangan Produksi RDF



Setelah konstruksi usai pada 2017, TPPAS Nambi akan memulai tahap operasi selama 25 tahun ke depan dan akan berakhir pada 2042. Perkiraan hasil RDF yang dihasilkan dari 1500 ton sampah MSW tersebut adalah berdasarkan 3 situasi berikut: a. Pesimis Pada kondisi ini diperkirakan produksi RDF yang dihasilkan adalah 30% dari 1500 ton sehari atau sekitar 450 ton RDF sehari. b. Moderat Pada kondisi ini diperkirakan produksi RDF yang dihasilkan adalah 35% dari 1500 ton sehari atau sekitar 525 ton RDF sehari c. Optimis Pada kondisi ini diperkirakan produksi RDF yang dihasilkan adalah 40% dari 1500 ton sehari atau sekitar 600 ton RDF sehari



Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis, Moderat dan Optimis diatas.



4.2.2.2. Asumsi Perkembangan Biaya OPEX Pada Tahap operasional adalah saat proyek mulai menghasilkan pendapatan, dan juga memikul biaya operasional. Perkiraan biaya operasional adalah berdasarkan 3 situasi berikut: a. Pesimis Pada kondisi ini biaya OPEX akan naik 5% per tahun dari Rp 61,75 Milyar. b. Moderat Pada kondisi ini biaya OPEX akan naik 4% per tahun dari Rp 61,75 Milyar. c. Optimis Pada kondisi ini biaya OPEX akan naik 3% per tahun dari Rp 61,75 Milyar. Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis, Moderat dan Optimis diatas.



Bab I - 7



4.2.2.3. Asumsi Perkembangan Besar Tipping Fee



Salah satu sumber pendapatan Badan Usaha adalah dari Tipping Fee yaitu biaya Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Perkiraan besar Tipping Fee adalah berdasarkan 3 situasi berikut: a. Pesimis Pada kondisi ini perkembangan Tipping Fee akan naik 1% per tahun dari Tipping Fee awal sebesar Rp 126.000 per ton Sampah b. Moderat Pada kondisi ini perkembangan Tipping Fee akan naik 10% per 3 (tiga) tahun dari Tipping Fee awal sebesar Rp 126.000 per ton Sampah c. Optimis Pada kondisi ini perkembangan Tipping Fee akan naik 5% per tahun dari Tipping Fee awal sebesar Rp 126.000 per ton Sampah. Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis, Moderat dan Optimis diatas.



4.2.2.4 Asumsi Perkembangan Harga RDF



Sumber pendapatan Badan Usaha yang lain adalah dari Penjualan RDF, yang berdasarkan harga RDF. Perkiraan besar Harga RDF adalah berdasarkan 3 situasi berikut: a. Pesimis Pada kondisi ini Harga RDF awal adalah Rp 250.000 per ton RDF dan perkembangan harganya adalah 2% per tahun. b. Moderat Pada kondisi ini Harga RDF awal adalah Rp 350.000 per ton RDF dan perkembangan harganya adalah 3% per tahun. c. Optimis d. Pada kondisi ini Harga RDF awal adalah Rp 450.000 per ton RDF dan perkembangan harganya adalah 4% per tahun. Hasil IRR, NPV, DSCR and Payback dihitung berdasarkan masing-masing kondisi Pesimis, Moderat dan Optimis diatas.



Bab I - 8



4.2.3.



Hasil Analisis (IRR, PBP, NPV, Tipping Fee)



Berdasarkan 4 (empat) Asumsi diatas yaitu Produksi RDF, Perkembangan Biaya OPEX, Besar Tipping Fee dan Perkiraan Harga RDF dan berdasarkan 3 (tiga) kondisi diatas yaitu Pesimis, Moderat dan Optimis.



Hasil Perhitungannya adalah sebagai berikut:



4.2.3.1 Pesimis



Hasil Perhitungan IRR adalah ....%, NPV adalah Rp.......... DCSR sebesar dan



Payback



sebesar ...... Berdasarkan kondisi keuangan ini maka dapat dikatakan pada kondisi pesimis ini, proyek adalah tidak layak.



4.2.3.2 Moderat



Hasil Perhitungan IRR adalah ....%, NPV adalah Rp.......... DCSR sebesar dan



Payback



sebesar ...... Berdasarkan kondisi keuangan ini maka dapat dikatakan pada kondisi pesimis ini, proyek adalah layak.



4.2.3.3 Optimis



Hasil Perhitungan IRR adalah ....%, NPV adalah Rp.......... DCSR sebesar dan



Payback



sebesar ...... Berdasarkan kondisi keuangan ini maka dapat dikatakan pada kondisi pesimis ini, proyek adalah layak.



Bab I - 9



III.



MANAJEMEN RESIKO



Manajemen Resiko atau Pengelolaan resiko adalah proses identifikasi sistematis dan kuantifikasi resiko yang diikuti dengan penerapan strategi yang tepat untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko dan jika mungkin, untuk mengurangi konsekuensi dari peristiwa resiko yang terjadi. Sedang Alokasi resiko adalah proses mengalokasikan tanggung jawab mengelola resiko tertentu dan menyepakati bagaimana konsekuensi dari kegagalan peserta untuk mencegah peristiwa risiko. Resiko dialokasikan melalui perjanjian kontraktual oleh pihak proyek. Badan Usaha akan mencari kompensasi untuk setiap resiko yang diterima melalui tingkat pengembalian atau pihak yang tidak dapat melakukan mitigasi resiko tertentu tidak boleh diserahkan resiko tersebut.



4.4.1.



Identifikasi Resiko



Secara garis besar untuk TPPAS Nambo ada 4 (empat) macam ketegori utama resiko yang relevan dengan kontrak tersebut, yaitu: 1. Resiko pembangunan atau penyelesaian proyek, meliputi resiko peningkatan biaya, resiko keterlambatan penyelesaian, resiko perencanaan, resiko perizinan; 2. Resiko pengoperasian, meliputi resiko biaya pengoperasian, resiko kelalaian Badan Usaha, resiko ketersediaan Sampah Perkotaan (MSW) dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok, dan resiko lingkungan hidup; 3. Resiko keuangan, meliputi resiko pasar, resiko jatuhnya harga RDF, resiko kelalaian mitra kerja sehingga kalori RDF tidak terjaga, resiko inflasi, resiko kurs mata uang asing, resiko suku bunga dan resiko pembiayaan kembali (refinancing), dan 4. Resiko akibat dari peristiwa yang mengganggu, meliputi resiko politik, resiko perubahan undang-undang, resiko perubahan peraturan, resiko konvertibilitas dan repatriasi valuta asing, resiko keadaan kahar alam dan resiko keadaan kahar politik.



Bab I - 10



4.4.2.



Alokasi Resiko



Berdasarkan prinsip dan klasifikasi macam resiko yang mungkin timbul dalam kontrak TPPAS Nambo, maka resiko-resiko yang mungkin timbul perlu dikelola dan dialokasikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama ini. Perkiraan alokasi resiko untuk kerjasama Konsesi antara Pemda Provinsi Jawa Barat (sebagai Penanggung Jawab Proyek/PJP) dengan Badan Usaha adalah seperti pada tabel berikut:



Alokasi Resiko KPS dalam TPPAS Nambo AlokasiRes iko N o



Jenis Kategori Resiko



1.



Resiko Kegagalan dalam Pembangu nan dan penyelesai an proyek



A



Resiko terjadinya peningkatan biaya



B



Resiko perijinan



D



Resiko kesalahan perencanaa n



2.



Resiko Kinerja Proyek



A



Resiko peningkata n biaya pengopera sian



InstiusiKoordinasiMitigasi Mitigasi



P EMD A



Bad an Usa ha



Hedging



Diusulkanuntukkerjasama dg PT SMIuntuk Contract/Invoice Financing



Koordinasi dengan BPLHD



Pengurusan Ijin Lingkungan berdasarkan PP 27 / 2012



v



V



v



v



v



Perencana yang baik



Kontrak Jangka Panjang



Perjanjian dengan Stake holder (Supplier, Serikat Buruh LSM Persampahan dll)



Bab I - 11



AlokasiRes iko N o



B



Jenis Kategori Resiko



C



D



Resiko lingkungan hidup



3.



Resiko kredit (Keuangan ) proyek



A



Mitigasi P EMD A



Resiko kelalaian Badan Usaha



Resiko ketersedia an Sampah Perkotaan



Resiko Pasar



B



Resiko Sensitifitas



C



Resiko kelalaian mitra kerja (Wanprest asi)



InstiusiKoordinasiMitigasi



Bad an Usa ha



v



Buat SOP yang baik



Dinas Kebersihan Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok



V



Koordinasi dan kontrak dengan Pihak Pemda dan adanya sangsi bagi kegagalan penyediaan sampah dibawah 1500 ton per hari



Sesuai Ijin Lingkungan berdasarkan PP 27 / 2012



V



Ikuti dan teliti AMDAL yang baik



Perjanjian jangka panjang dengan Off taker RDF (Pabrik Semen dll)



v



Marketing Plan dan Survey Demand yang baik



v



Proyeksi Harga RDF yang mendekati kenyataan



v



v



DukunganPih akke 3 (misalnya LC)



Diusulkanuntukkerjasamadengan Bank untuk currency hedgingdan PT SMI untuk financing



Bab I - 12



AlokasiRes iko



InstiusiKoordinasiMitigasi Mitigasi



N o



Jenis Kategori Resiko



D



Resiko kurs mata uang asing



v



Hedging dan Dukungan Pihak ke 3



E



Resiko suku bunga



v



Hedging dan Dukungan Pihak ke 3



F



Resiko pembiayaa n kembali (Refinanci ng)



G



4.



A



B



Resiko Transfer Asset



P EMD A



Bad an Usa ha scheme serta bentuk dukungan pihak ke 3 yang lain.



Dukungan Pihak ke 3 v



v



DukunganPih akke 3



Resiko peristiwa menggang u



Resiko politik



Resiko perubahan UndangUndang



Koordinasi dengan Pemda, LSM dan sosialisasi masyarakat



v



v



Koordinasi dengan Pemda, LSM dan sosialisasi masyarakat Koordinasi dengan Pemda, LSM dan sosialisasi masyarakat



C



Resiko perubahan peraturan



v



D



Resiko konvertibilit



v



v



Hedging dan Dukungan



KoordinasidenganPemerintahProvinsidanLembaga Pemerintahterkait



Diusulkanuntukkerjasamadengan Bank untuk currency hedging



Bab I - 13



AlokasiRes iko N o



Jenis Kategori Resiko



Mitigasi P EMD A



Bad an Usa ha



as dan repatriasi valuta asing



E



Resiko keadaan kahar politik



InstiusiKoordinasiMitigasi



Pihak ke 3



v



Kontrak yang solid dengan Pemda dengan jaminan Pemerintah



Sumber : Disarikan dari Risk Management Handbook for PPP in the Water Sector, PURSE Project, 2005



4.4.3.



Mitigasi Resiko



4.4.3.1 Resiko Penyelesaian Proyek akibat adanya Peningkatan Biaya Kemungkinan kenaikan biaya dikurangi dengan jalan melaksanakan penetapan biaya didepan (Hedging). Dalamrencana budgetyang dibuat sebelum komitmen untuk proyek, Pihak Swasta dapat melakukan ’hedging’ (perlindungan nilai) yaitu membayar sejumlah nilai tertentu kepada Pihak ke-3 dan Pihak ke-3 menjamin pada anggaran yang sudah disepakati (committed), bila terjadi kenaikan biaya karena faktor eksternal, maka Pihak ke-3 yang mengganti selisih biaya tersebut. Salah satu Pihak ke-3 yang menyediakan layanan Hedging adalah Bank BNI (http://www.ptbni.com.sg/?GPID=16), terutama berupa ’currency hedging’ termasuk hedging nilai tukar yaitu menghindarkan dari resiko perubahan nilai tukar.



4.4.3.2 Resiko Penyelesaian Proyek akibat Keterlambatan Faktor External Apabila penyebab keterlambatan adalah faktor operasional (kesalahan desain, masalah kontraktor pelaksana dll) maka resiko seperti ini akan dibebankan ke Badan Usaha. Badan Usaha dapat melakukan ’Hedging’ kepada pihak ke-3, bila keterlambatan disebabkan oleh faktor eksternal, seperti keterlambatan pengiriman bahan bangunan, keterlambatan karena adanya kesulitan transportasi dll.



Bab I - 14



5



Resiko Keuangan akbat Kenaikan Biaya Pengoperasian



Untuk menghindari resiko kenaikan biaya operasi, Badan Usaha harus melaksanakan Kontrak Jangka Panjang dengan semua pihak Pemangku Kepentingan (Stakeholder), misalnya dengan Supplier Bahan Kimia untuk kesepakatan harga jangka panjang.



6



Resiko Keuangan akibat kenaikan Biaya Modal Kerja Badan Usaha harus mempunyai kemampuan modal kerja yang memadai. Selain itu, resiko ini dapat di-diversifikasi melalui dukungan pihak ketiga (misalnya; Bank dan lembaga keuangan lainnya)dengan memberikan Performance Bonds (Jaminan Pelaksanaan) atau Letter of Credit yang akan menyediakan dana jika Pihak Swasta mengalami kekurangan modal kerja. Perlu dicatat bahwa penambahan dana pinjaman(credit enhancement) dapat mengakibatkan peningkatan biaya yang bisa menambah beban keuangan proyek. Badan Usaha dapat bekerjasama dengan PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) untuk Contract Financing (http://www.ptsmi.co.id/financingscheme.php) agar kebutuhan Modal Kerja dapat terjamin sesuai dengan kemajuan kerjasesuai dengan kesepakatan dengan Pemberi Kerja (Project Owner).



7



Resiko Keuangan akibat Resiko Pasar Badan Usaha harus memiliki perencanaan marketing (marketing plan) agar perilaku konsumen (costumer behaviour) dapat diidentifikasi (misal: Kontrak Pembelian RDF, Perkiraan Harga RDF hingga tahun 2042 dll). Badan Usaha juga harus melakukan survey demand dengan baik dalam melakukan analisa pasar, serta mempertimbangkan aspek demografi dan daya beli dari target pasar, seluruh aspek penilaian tersebut sebaiknya dimasukan kedalam proyeksi keuangan selama masa Konsesi.



8



Resiko Peristiawa yang mengganggu akibat Kahar Bencana Alam dan Kahar Politik Mitigasi yang dapat dilakukan Badan Usaha dengan menegosiasikan kontrak yang solid dengan pihak Pemerintah dengan menekankan jaminan pihak Pemerintah pada setiap butir dalam perjanjian keadaan terburuk (worse case scenario) yang mungkin terjadi.



Bab I - 15