Analisis Joglosemar Sebagai Kutub Pertumbuhan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PERAN JOGLOSEMAR SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MAKALAH Untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Pengembangan Wilayah yang dibina oleh Nailul Insani, S.Pd, M.Sc.



Disusun Oleh: Kelompok 1 Offering A Adli Mulkan Aziz



(160721614415)



Agnes Clarita Manurung



(160721614515)



Alma Subar Linti Janah



(160721614451)



Bayu Aji Pangestu



(160721614416)



Dahlia Putri Purnamasari



(160721600933)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI FEBRUARI 2018



BAB I PENDAHULUAN



Pada bagian ini akan dijelaskan (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, dan juga (3) tujuan dari penulisan makalah. 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan yang terjadi pada suatu wilayah merupakan proses bertumbuhnya sektor-sektor yang dapat diukur dari segi kuantitas maupun kualitas. Pertumbuhan tersebut meliputi berbagai sektor seperti industri, perdagangan, pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya. Apabila pertumbuhan bergerak secara cepat dan menunjukan peningkatan yang stabil, maka suatu wilayah tadi bisa dikatakan sebagai pusat pertumbuhan. Wilayah pusat pertumbuhan akan berperan penting bagi wilayah di sekitarnya, yaitu turut mempengaruhi pertumbuhan. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di Asia Tenggara (ASEAN) yang memiliki wilayah-wilayah pusat pertumbuhan, misalnya Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya (Pulau Jawa). Ketiga wilayah tersebut pertumbuhannya sangat pesat, sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang mempengaruhi atau memberikan imbas terhadap wilayah atau kawasan lain di sekitarnya. Pengembangan wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan memilki skala pengembangan wilayah (regional development) yang berbeda-beda. Ada yang berskala nasional (Jakarta, Kalimantan, Surabaya, Yogyakarta) dan ada pula yang berskala regional (Jabodetabek, Bogor-Puncak-Cianjur, Joglosemar, Gerbangkertosusila). Jogja, Solo, dan Semarang atau yang disingkat menjadi Joglosemar adalah kawasan-kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan (growth central area) di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain menjadi pusat pemerintahan, ketiga wilayah tersebut juga memiliki sektor-sektor unggulan. Sebagai contoh Yogyakarta memiliki sektor pendidikan unggulan berupa sejumlah besar pergurtuanperguruan tinggi. Teori Pusat Pertumbuhan suatu wilayah merupakan suatu tempat yang menjadi pusat aktivitas. Pusat pertumbuhan sangat dibutuhkan untuk melayani berbagai kebutuhan penduduk. Tetapi dalam praktik nyata, pusat pertumbuhan juga memiliki kelemahan yang berubah menjadi dampak negatif, dikarenakan dapat menghambat pertumbuhan wilayah sekitar yang memiliki interaksi dengan wilayah pusat pertumbuhan.



1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, berikut ini dipaparkan rumusan masalah dalam makalah. 1) Bagaimana konsep teori kutub pertumbuhan? 2) Bagaimana ciri-ciri kutub pertumbuhan? 3) Bagaimana tahapan pembangunan kawasan pusat pertumbuhan? 4) Bagaimana peran Jogja, Solo, Semarang (joglosemar) sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta? 5) Bagaimana kelemahan teori kutub pertumbuhan?



1.3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini dipaparkan tujuan penulisan makalah. 1) Menjelaskan isi konsep teori kutub pertumbuhan 2) Menjelaskan ciri-ciri kutub pertumbuhan. 3) Menjelaskan tahapan pembangunan kawasan pusat pertumbuhan 4) Menjelaskan peran Jogja, Solo, Semarang (joglosemar) sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 5) Menjelaskan kelemahan teori kutub pertumbuhan?



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Konsep Dasar Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory) Teori pusat pertumbuhan menyatakan bahwa pembangunan wilayah harus dilakukan melalui investasi industri di pusat-pusat. Investasi industri menggunakan bahan aku hasil pertanian sebagai bahan mentah. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi kosentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya), dan secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang menyebabkan berbagai usaha tertarik untuk berlokasi di daerah yang bersangkutan dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada (Mahdi, 2003). Teori pusat pertumbuhan yang dikemukakan oleh Perroux (1950, dalam Mahdi, 2003) merupakan teori Central Place sebagai suatu model dan struktur regional spasial. Pertumbuhan tidak akan terjadi hanya pada tempat tertentu yang disebut pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan merupakan kumpulan industri yang mampu menggerakkan pertumbuhan yang dinamis dalam perekonomian yang saling berhubungan satu sama lain melalui hubungan input-output di sekitar industri. Inti teori Perroux yaitu: 1) Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pengembangan suatu daerah. Keterkaitan antar-industri sangat



erat,



maka



perkembangan



industri



unggulan



akan



mempengaruhi



perkembangan industri lain yang berhubungan dengan industri unggulan. 2) Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian karena akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah. 3) Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (unggulan) dengan industri yang relatif pasif atau industri yang mengandung industri unggulan. Konsep dasar teori pusat pertumbuhan (growth pole theorya) yang berdasarkan pada ekonomi dan pengembangannya dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1) Konsep leading industrie (industri utama) dan perusahaan pendukung dinyatakan sebagai penggerak dari aktivitas ekonomi lainnya di pusat pertumbuhan.



2) Konsep polarisation menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik dari industri utama mengurangi polarisation dari unit-unit ekonomi yang lain ke dalam growth pole. Polarisasi ekonomi ini akan mengarah kepada polarisasi geografis dengan arus sumber-sumber dan konsentrasi aktivitas ekonomi pada jumlah terbatas dari pusat pertumbuhan dalam suatu daerah. 3) Konsep spread effects menyatakan bahwa disaat kualitas industri pendukung berjalan dinamis dari pusat pertumbuhan akan memancarkan ke daerah sekitarnya.



2.2 Ciri-Ciri Kutub Pertumbuhan Kutub pertumbuhan mempunyai beberapa ciri-ciri, yaitu: 1) Adanya hubungan intern dari berbagai kegiatan. Hubungan internal sangat menentukan dinamika suatu kota. Ada keterkaitan satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong sektor lain karena saling terkait. 2) Ada efek penggandaan (multiplier effect). Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek penggandaan. Permintaan akan menciptakan produksi, baik sektor tersebut maupun sektor yang akhirnya akan terjadi akumulasi modal. 3) Adanya konsentrasi geografis. Konsentrasi geografis dari berbagai sektor/fasilitas selain menciptakan efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. 4) Bersifat mendorong daerah belakangnya. Dalam hal ini antara kota dan dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. 5) Pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tata ruang. Akan tetapi terjadi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensintasnya. 6) Salah satu cara untuk menggalakkan kegiatan pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration economies” sebagai faktor pendorong utama. 7) Bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakang untuk dapat mengembangkan dirinya.



2.3 Tahapan Pembangunan Kawasan Pusat Pertumbuhan Pembangunan kawasan pusat pertumbuhan diperlukan beberapa tahapan agar dalam pelaksanaan pembangunan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, beberapa tahapan pembangunan kawasan pusat pertumbuhan diantaranya yaitu; Tahap pertama, Penetapan lokasi pusat pertumbuhan dengan memperhatikan berbagai keuntungan lokasi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Dapat dilakukan dengan penyiapan peta jalan yang terpadu yang dapat menjangkau seluruh wilayah cakupannya.



Dapat menguntungkan apabila pada lokasi tersebut terdapat pelabuhan sehingga biaya transport lebih rendah. Tahap kedua Penelitian potensi ekonomi wilayah terkait berikut komoditi unggulan yang sudah dimiliki dan atau potensial untuk dikembangkan. Dengan menggunakan prinsipprinsip Teori Lokasi, selanjutnya ditentukan pula komoditi mana yang dapat diolah pada lokasi pusat pertumbuhan dan produk yang dapat dipasarkan ke seluruh wilayah terkait. Tahap ketiga, Menganalisis keterkaitan hubungan input dan output dari masingmasing industri dan kegiatan yang potensial dikembangkan pada pusat pertumbuhan bersangkutan. Keterkaitan ini dapat dilihat melalui besarnya proporsi input yang diperoleh dan proporsi output yang digunakan oleh industri dan kegiatan ekonomi yang potensial dikembangkan pada pusat pertumbuhan tersebut. Tahap keempat, Menentukan jenis prasarana dan sarana yang diperlukan untuk pengembangan pusat pertumbuhan tersebut. Mengingat industri penghuni pusat pertumbuhan umumnya adalah industri pengolahan dan pemasaran, baik untuk produk pertanian dan industri, maka jenis prasarana dan sarana yang diperlukan pada pusat ini juga haruslah terkait langsung dengan kegiatan tersebut. Tahap kelima, Pembentukan organisasi yang mengelola dan mengkoordinasikan komplek industri atau pusat pertumbuhan tersebut. Pembentukan organisasi pengelola ini sangat penting artinya agar pengembangan komplek industri dan pusat pertumbuhan tersebut dapat dilakukan secara terarah dan terpadu.



2.4 Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Daerah ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Terdiri atas satu kotamadya dan empat kabupaten yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta berada pada posisi strategis, di bagian tengah pulau Jawa sehingga jarak ke kota-kota lain di sekitarnya relatif dekat.



Peta Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta



Kota Yogyakarta sebagai pusat pertumbuhan memiliki kegiatan perekonomian daerah antara lain meliputi sektor Investasi, Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, Pertanian, Ketahanan Pangan, Kehutanan, Perkebunan, Perikanan, Kelautan, Energi, dan Sumber Daya Mineral serta Pariwisata. Kegiatan perekonomian tersebut dilakukan dengan kerjasama dengan daerah disekitarnya. Adanya kegiatan perekenomian yang dilakukan menyebabkan laju pertumbuhan penduduk sebagai perkembangan dari Kota Yogyakarta. 2.4.1 Potensi Pariwisata Yogyakarta memiliki potensi daya tarik wisata yang kuat, diantaranya 1) memiliki objek wisata yang sangat beragam, 2) memiliki beragam kerajinan yang dapat diadikan cinderamata, 3) memiliki sumber daya manusia berkualitas, dan 4) industri kreatif yang menjadi pendukung pariwisata berkembang dengan baik. Selain itu didukung oleh keberadaan sarana pendukung pariwisata yang mencukupi. Kondisi tersebut memperkuat daya tarik Yogyakarta sebagai destinasi wisata baik bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Berbagai potensi terkait dengan kegiatan ekonomi menyebabkan Kota Yogyakarta terus berkembang. Hal tersebut dikarenakan potensi pariwisata menarik minat investasi dan wisatawan untuk berkunjung sehingga menambah jumlah lalu lintas barang dan jasa yang terjadi. Pada kawasan ini terdapat pusat perbelalanjaan yaitu pasar Malioboro yang terlatak dekat dengan obyek wisata sejarah lainya. Obyek wisata sejarah yang berdekatan dengan Malioboro seperti; Keraton Yogyakarta, Alun-alun Utara, Masjid Agung, Benteng Vredeburg, Museum Sonobudoyo dan Kampung Kauman. Potensi yang beragam dan kesiapan dalam hal sarana penunjang kegiatan pariwisata seperti transportasi, penginapan, pusat perbelanjaan, akomodasi, restoran, dan industri souvenir serta Biro Perjalanan Wisata (BPW). Selain mengandalkan potensi wisata budaya, Yogyakarta memiliki tempat menarik yang layak dikunjungi oleh para wisatawan, eperti wisata alam, wisata kuliner, dan wisata benlanja. Salah satu potensi wisata alam yang dikungjungi masyarakat adalah pantai Parangtritis yang terletak di Kabuapten Bantul.



Gambar Pantai Parangtritis 2.4.2 Potensi Pendidikan



Yogyakarta memiliki daya tarik tesendiri dalam bidang pendidikan. Salah satunya terdapat perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Tingkat urbanisasi yang semakin meningkat menyebabkan pemerintah melakukan pembangunan seperti fasilitas jalan, transportasi dan tempat tinggal. Pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta didapatkan juga dari sektor pendidikan, dengan daya tarik tersebut mampu membuka peluang usaha baru yang dapat menambah pendapatan daerah sehingga menyebabkan Kota Yogyakarta semakin berkembang. 2.4.3 Potensi Industri Industri kerajinan mebel kayu/besi terdapat di kawasan Yogyakarta, Sleman dan Bantul. terdapat usaha besar seperti PT, CV, UD maupun pengrajin mebel skala mikro kecil (UKM). Beberapa perlengkapan rumah tangga diproduksi dengan menggunakan bahan baku kayu jati, meranti, sengon, kayu lapis, dan bahan dasaar besi serta bambu. Beberapa perlengkapan yang diproduksi yaitu meje, kursi, rak, buffet dan lemari.



Gambar Industri Mebel Yogjakarta memiliki industri batik yang terdapat di Dusun Tancep Kabupaten Gunung Kidul, Imogiri Kabupaten Bantu, Sapon Kabupatan Kulon Progo, Turi Kabupaten Sleman dan Taman Sari di Kota Yogyakarta. Batik Yogyakarta tidak hanya dijual pada daerah lokal saja tetapi juga ekspor di beberapa provinsi di Indonesia. Industri batik memiliki peranan yang penting yaitu sebagai penggerak perekonomian daerah yaitu dengan sebagai penyedia lapangan pekerjaan.



Gambar Industri Batik 2.5 Kota Solo



Kota Solo atau juga dikenal kota Surakarta merupakan salah satu kota pusat kebudayaan Jawa. Hal ini menjadikan kota Surakarta sebagai salah satu kota tujuan wisata. Selain itu terdapat industri - industri, pusat perbelanjaan, sekolah yang berkembang cukup pesat, sehingga menjadi tujuan sebagian besar masyarakat untuk berwisata, berbelanja dan bersekolah, baik dari dalam kota Surakarta maupun dari daerah lain. Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan (WP) VIII, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Surakarta terletak pada persimpangan jalur transportasi regional dan sekaligus sebagai daerah tujuan dan bangkitan pergerakan, sebagai dampaknya pertumbuhan ekonomi, aktivitas, serta pertumbuhan fisik kota di Surakarta melaju pesat. Selain hal tersebut Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki potensi cukup besar sebagai pusat kegiatan ekonomi, dalam hal ini peran sektor industri masih dominan pada pembentukan APBD kota bersama dengan sektor Perdagangan, sehingga sektor industri masih merupakan driving force perekonomian di Kota Surakarta. Kota Surakarta memiliki lima sub industri unggul yaitu; industri makanan dan minuman, industri mebel, industri pakain jadi, industri tekstil dan produk tekstil, dan percetakan. Diantra kelima industri yang mendominasi menjadi industri unggulan adalah Industri Kecil Menengah (IKM) yaitu berupa pakaian jadi. Berikut tabel analisis unggulan Kota Surakarta berdasarkan industri unggulan. Tabel. 1 Analisis Industri Unggulan Kota Surakarta tahun 2008 – 2013 No



KBLI 2009



1



2



JUMLAH



TENAGA KERJA



VALUE ADDED



PERUSAHAAN



(ORANG)



( Rp. 000)



3



4



5



1



Makanan dan Minuman



463



3.073



227.354.000



2



Tekstil dan Produk Tekstil



376



4.831



256.350.000



3



Pakaian Jadi



219



2.067



941.787.902



4



Percetakan



198



1.543



287.796.000



5



Mebel/ Furniture



132



839



53.660.306



Sumber: Konsentrasi spasial industri – industri Kota Surakarta Pakaian jadi menjadi industri unggulan Kota Solo karena menjadi salah satu sentra batik terbesar di Jawa Tenggah. Berikut tabel IKM Kota Solo.



Tabel 2. Produk Industri Kecil Menengah di Kota Solo



No



1 2 3 4 5 6 7



Nama Produk/Industri



Nilai Produksi/ tahun



Batik dan Produk Batik 48.008.448.000.000 Logam/Besi 12.720.000 Makanan 180.544.134.500 Mebel 2.789.000.000 Percetakan 9.152.955.000 Plastik 6.394.012.500 Tekstil dan Produk 25.271.415.000.000 Tekstil



Investasi



672.333.340 53.415.000 3.386.740.000 2.048.751.000 3.220.009.500 8.802.650.000 663.385.000



Unit Usaha 7 2 37 5 23 7 10



Jumlah Tenaga Kerja 108 8 142 105 194 1.088 2.523



Sumber: Analisis Kopetensi Produk Unggulan Daerah pada Batik Tulis dan cap Solo di Dati II Kota Surakarta (2008) . Batik dan produk batik Solo sebenarnya sama dengan daerah lain, akantetapi produk batik Solo memiliki motif kompetensi unggulan produk dengan corak klasik, terasa sangat kental makna filosofis. Beberapa diantaranya simbol batik solo yaitu sido mulyo simbol kebahagiaan, sido dadi simbol kemakmuran, satrio wibowo simbol kemartabatan, dan tikel asmorodono simbol cinta. Karena hal tersebutlah batik solo memiliki kualitas unggulan dan banyak peminat terbesar di Jawa Tengah. Batik dan produk batik kota Solo memiliki pangsa pasar Asia, Amerika, Afrika serta Eropa. Untuk pangsa pasar Amerika, Afrika dan Eropa, Batik yang diinginkan batik bermotif sederhana, yang penting motif gambar pada kain tersebut dilakukan dengan proses batik. Dari adanya indutri kecil menegah tersebut yang masing masing tersebar dikota solo maka akan membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat.



2.6 Kota Semarang (Kedung Sepur) Semarang merupakan salah satu Kota Metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa pada tahun 2010 (BPS, 2012). Kota Semarang sebagai Ibukota Propinsi Jawa Tengah terus berkembang pesat dalam pertumbuhannya, walaupun begitu kota ini masih tergolong over bounded city dimana masih banyak kenampakan fisik di kota ini yang belum mencerminkan sebuah kondisi kekotaan. Dalam perkembangannya, kota akan berkecenderungan merembet ke daerah-daerah pinggiran untuk mendorong lahan-lahan di daerah urban fringe tersebut terkonversi menjadi lahan terbangun. Proses pekembangan Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu kota yang mempunyai ciri khas, yaitu Kota Pegunungan dan Kota Pantai. Di daerah pegunungan mempunyai ketinggian 90 - 359 meter di atas permukaan laut sedangkan di daerah dataran rendah mempunyai ketinggian 0,75 - 3,5 meter di atas



permukaan laut. Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/ Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan Kota Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah. Kota Semarang selain sebagai Ibukota Jawa Tengah juga merupakan pusat dari Kawasan Strategis Nasional Kedung Sepur.



Peta Wilayah Kedung Sepur



Kawasan Perkotaan Kedung Sepur (Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga-SemarangPurwodadi) terletak di Provinsi Jawa Tengah yang terdiri atas Kota Semarang sebagai kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya yang meliputi Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, dan Kota Salatiga. Hampir setengah dari penduduk Kawasan Perkotaan Kedung Sepur berdomisili di Kota Semarang. Jumlah penduduk akhir tahun rencana (2027) diperkirakan kurang lebih 6.812.557 jiwa dan 2.356.251 jiwa (35%) bermukim di Kota Semarang. Kondisi fisik Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sangat beragam dengan ketinggian 0–99 m dpl dan ketinggian 100 – 499 m dpl pada sebagian kawasan di bagian utara dan timur, serta ketinggian 500-999 m dpl dan ketinggian di atas 1.000 m dpl di bagian selatan dan barat daya.



Dasar penetapan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur sebagai salah satu Kawasan Stratetgis Nasional adalah PP No. 26 tahun 2008 tentang RTRWN. Pertimbangan penetapan Kedung Sepur sebagai kawasan perkotaan antara lain luas penggunaan lahan perkotaan yang cukup mendominasi; pola pergerakan yang cukup tinggi ke Kota Semarang dari kota-kota di sekitarnya seperti Kab. Semarang, Kab. Kendal, dan Kab. Demak; serta aspirasi stakeholder. Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan jumlah penduduk, Kawasan Perkotaan Kedung Sepur cenderung terus tumbuh dan mengarah pada penyatuan fisik dengan tingkat interaksi yang sangat tinggi serta dalam upaya menghadapi tantangan era globalisasi dimasa depan. Oleh karenanya diharapkan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur mampu memanfaatkan peluang melalui penerapan prinsip “kemandirian lokal”. Prinsip ini diyakini mampu menggali potensi dan warna lokal secara optimal dan kemudian dapat memanfaatkannya sebagai identitas Kawasan Perkotaan Kedung Sepur agar dapat bersaing dalam kegiatan pembangunan di bidang sosial ekonomi dan budaya maupun politik. Secara umum dapat diartikan bahwa dengan memanfaatkan potensi lokal, diharapkan akan dapat berkembang lebih cepat. Di samping itu, Kawasan Perkotaan Kedung Sepur diharapkan terwujud kerja sama diantara kabupaten/ kota terkait untuk dapat menciptakan manfaat kepada semua masyarakat yang ada di dalamnya melalui mekanisme yang jelas. Dengan demikian, diharapkan akan terwujud pemanfaatan ruang yang sama-sama terkait, berkesinambungan, dan berkelanjutan antar kabupaten/ kota. 2.7 Kritik teori kutub pertumbuhan 1) Pemberdayaan masyarakat lokal perlu dilakukan untuk menjamin penerapan program pembangunan dengan baik. 2) Kebijakan dari teori ini akan memprioritaskan pada strategi industry perkotaan dengan demikian maka akan terdapat tuntutan untuk mendistribusikan investasi dari daerah kota ke daerah pedesaan. 3) Fakt



a menunjukan bahwa besarnnya suatu industry secara tersendiri tidak cukup



menjamin keberhasilan pertumbuhan Ekonomi 4) Tidak memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai proses Algomerasi.: contohnya industry–industry tertarik mengadakann algomerasi bukan karena sifat– sifat oligopolistic industry pendorong, akan tetapi karena penghematan–penghematan eksternal yang dihasilkan oleh daerah-daerah perkotaan besar 5) Peranan industry pendorong selalu di tafsirkan terlalu berlebihan.



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Pusat pertumbuhan merupakan kumpulan industri yang mampu menggerakkan pertumbuhan yang dinamis dalam perekonomian yang saling berhubungan satu sama lain melalui hubungan input-output di sekitar industri. Poin-poin penting teori Perroux yaitu, dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pengembangan suatu daerah, pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian karena akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah, perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (unggulan) dengan industri yang relatif pasif atau industri yang mengandung industri unggulan. Ciri-ciri kutub pertumbuhan yaitu terdapat hubungan intern dari berbagai kegiatan. ada efek penggandaan (multiplier effect), adanya konsentrasi geografis, bersifat mendorong daerah belakangnya, pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tata ruang, Salah satu cara untuk menggalakkan kegiatan pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration economies” sebagai faktor pendorong utama, bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakang untuk dapat mengembangkan dirinya. Joglosemar merupakan segitiga emas pengembangan ekonomi Kabupaten/Kota Yogyakarta, Solo dan Semarang sebagai kota utama/simpul kawasan. Sebagai kabupaten/kota yang berada pada satu blok yang memiliki interaksi berdasarkan intensitas aliran barang sebagai bentuk hubungan antar daerah. Kawasan kerjasama berbatasan secara administrasi sebagai upaya unuk mrningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan usaha mengembangkan potensi dan komoditas unggulan dari masing-masing daerah sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Pemusatan wilayah terjadi pada kota kota utama, hal ini mengindikasikan adanya backwash effect. Fenomena tersebut jika terjadi terus menerus akan mengakibatkan penyerapan sumberdaya dari kota kota kecil ke kota besar tersebut. Faktor pemusatan wilayah yang paling dominan adalah ketersediaan fasilitas ekonomi. Ukuran pemusatan dengan parameter jumlah fasilitas ini hanya menunjukkan pemusatan berdasarkan banyaknya fasilitas.



DAFTAR PUSTAKA



Arif, Muhammad. 2016. Konsentrasi Sapsial Industri – Industri Unggulan Kota Surakarta. Universty



Research



Coloquium.



Dari



https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6710/4.%20Muhammad%20A rif%20dan%20Yuni%20Prihadi%20Utomo.pdf?sequence=1. Mahi, Ali Kabul. 2016. Pengembangan Wilayah Teori & Aplikasi. Kencana. Jakarta Noviani, Rita. 2006. Kinerja Perekonomian Kawasan Andalan Joglosemar Tahun 1996 – 2006.



Dari



https://www.researchgate.net/publication/319299619_Kinerja_Perekonomian_Kawasan _Andalan_Joglosemar_Tahun_19962006/fulltext/59a1873fa6fdcc1a314d55cb/3192996 19_Kinerja_Perekonomian_Kawasan_Andalan_Joglosemar_Tahun_19962006.pdf?origin=publication_detail. Priyadi, Unggul. 2017. Identifikasi Pusat dan Wilayah Hiterland di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (Online). (http://jurnal.uii.ac.id/). Diakses pada 20 Februari 2018 Sifataru. 2017. Sistem Informasi Pemanfaatan Ruang Kawasan Kedung Sepur. (Online). sifataru.atrbpn.go.id/kawasan/Kedung-Sepur. Diakses pada tanggal 20 Februari 2018 Soebagiyo, Daryono. Analisis Kompetensi Produk Unggulan Daerah Pada Batik Tulis Dan Cap Solo Di Dati II Kota Surakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan, (Volume 9, No.2). Dari https://www.researchgate.net/publication/266488836_ANALISIS_KOMPETENSI_PR ODUK_UNGGULAN_DAERAH_PADA_BATIK_TULIS_DAN_CAP_SOLO_DI_D ATI_II_KOTA_SURAKARTA. Sumarmi. 2012. Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Aditya Media Publishing. Malang Wahyudin, Didin. 2013. Determinan Pertumbuhan Ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. (Online). (http://journal.umy.ac.id/index.php/esp/article). Diakses pada 20 Februari 2018