ANALISIS KADAR DISSOLVES OXYGEN (DO) DAN DERAJAT KEASAMAN (PH) PADA AIR LIMBAH BATIK X DI PUSTEKLIM YOGYAKARTA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS KADAR DISSOLVES OXYGEN (DO) DAN DERAJAT KEASAMAN (pH) PADA AIR LIMBAH BATIK X DI PUSTEKLIM YOGYAKARTA



LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Matakuliah Praktik kerja lapangan (PKL)



Disusun oleh : MUHAMMAD RIFQI AKRAM No. Mhs: 18612018



PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM



UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2021



ANALISIS KADAR DISSOLVES OXYGEN (DO) DAN DERAJAT KEASAMAN (pH) PADA AIR LIMBAH BATIK X DI PUSTEKLIM YOGYAKARTA Disusun Oleh : MUHAMMAD RIFQI AKRAM 18612018 Telah diajukan dihadapan panitia penguji Praktik Kerja Lapangan Prodi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Maret 2021



Mengetahui, Teknikal Manager PUSTEKLIM,



Pembimbing Lapangan PUSTEKLIM,



Herman Sudjarwo



Juni Rachmadansyah Menyetujui,



Dosen Penguji,



Dosen Pembimbing



Febi Indah Fajarwati, M.Sc. NIK. 156121311



Rudy Syah Putra, Ph.D NIK. 986120103



Ketua Prodi Kimia FMIPA UII,



Dr. Dwiarso Rubiyanto, S.Si., M.Si. NIK. 016120101



KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb. Alhamdulillah, wassholaatu wassalamu’alaa rosulillahi, wa’alaa ‘aalihi wasohbihi waman waalah. Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan ini adalah salah satu syarat mata kuliah praktik kerja lapangan (PKL) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia dan laporan ini juga sebagai bukti penulis telah melaksanakan dan menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah (PUSTEKLIM). Laporan ini dibuat dan di selesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak yang turut andil membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu saya selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Allah SWT



karena



berkatnya



penulis



diberi kemudahan



untuk



menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. 2. Orang tua serta keluarga yang telah membantu dan memberikan dukungannya dalam mengerjakan Laporan Praktik Kerja Lapangan ini. 3. Bapak Prof. Riyanto, S.Pd., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia. 4. Bapak Dr. Dwiarso Rubiyanto, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia. 5. Bapak Rudy Syah Putra, Ph.D selaku pembimbing dari Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan motivasi, nasehat dan saran hingga laporan ini dapat tersusun dengan baik. 6. Bapak Herman Sudjarwo selaku Technikal Meneger Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah (PUSTEKLIM) yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dalam praktek kerja lapangan ini.



7. Bapak Juni Rachmadansyah selaku pembimbing instansi di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah (PUSTEKLIM) yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL). 8. Bapak Widodo dan Bapak Fajar selaku pengurus IPAL Jongkang yang telah membantu dan memberikan kesempatan untuk mengambil sampel limbah IPAL. 9. Teman-teman kelompok Praktik Kerja Lapangan di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah (PUSTEKLIM) yang telah memberikan canda tawa dan bantuan selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Penulis menyadari bahwa laporan praktik kerja lapangan ini masih sangat jauh dari sempurna, baik penyusunannya maupun penyajiannya disebabkan oleh keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, segala bentuk masukan yang membangun sangat penulis harapkan baik itu dari segi metodologi maupun teori yang digunakan untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga laporan praktik kerja lapangan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Atas perhatian dan waktunya saya ucapkan Terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Yogyakarta, Maret 2021



Penulis



Muhammad Rifqi Akram



iv



ANALISIS KADAR DISSOLVES OXYGEN (DO) DAN DERAJAT KEASAMAN (pH) PADA AIR LIMBAH BATIK X DI PUSTEKLIM YOGYAKARTA Muhammad Rifqi Akram No Mhs: 18612018



INTISARI



Telah dilakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) mengenai analisis kadar Dissolves Oksigen (DO) dan pH (Derajat Keasaman) pada air limbah di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair (PUSTEKLIM), Yogyakarta. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses penentuan kadar dissolve oxygen (DO) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah IPAL Pabrik Batik X dan mengetahui kadar oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH) air limbah di IPAL Pabrik Batik X telah sesuai dengan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Analisis sampel air limbah dilakukan dengan metode iodometri. Kadar DO yang diperoleh pada sampel inlet sebesar 8,87 mg/L, dan pada sampel outlet sebesar 9,93 mg/L. Kemudian kadar pH yang diperoleh pada sampel inlet sebesar 7,0, dan pada sampel outlet sebesar 6,0. Hasil Analisa DO dan pH menunjukan bahwa kadar DO dan pH dalam air limbah inlet dan outlet Pabrik Batik X memiliki kadar aman di bawah ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan.



Kata kunci : air limbah, IPAL Pabrik Batik X, titrasi iodometri, dissolve oxygen (DO), pH



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ……………..………………………………………………. i HALAMAN PENGESAHAN ……….…………………….……...…………...… ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1



Latar Belakang ......................................................................................... 1



1.2



Rumusan Masalah .................................................................................... 2



1.3



Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2



1.4



Manfaat Penelitian .................................................................................... 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4 2.1 Profil Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair (PUSTEKLIM) ............................................................................................ 4 2.1.1



Sejarah PUSTEKLIM ....................................................................... 4



2.1.2



Visi PUSTEKLIM ............................................................................. 4



2.1.3



Misi PUSTEKLIM ............................................................................ 4



2.1.4



Logo dan Struktur Organisasi PUSTEKLIM .................................... 4



2.2



Dasar Teori ............................................................................................... 5



3.2.1



Limbah .............................................................................................. 5



3.2.2



Air Limbah ........................................................................................ 6



3.2.3



Limbah Cair Industri Batik ............................................................... 7



3.2.4



Karakteristik Limbah Cair Batik ....................................................... 7



3.2.5



Dampak Air Limbah ......................................................................... 8



3.2.6



Parameter Pengukuran Kualitas Limbah ........................................... 9



3.2.7



Baku Mutu Air Limbah ................................................................... 10



3.2.8



Dissolved oxygen (DO)................................................................... 11



3.2.9



Titrasi Iodometri.............................................................................. 12



3.2.10



Derajat Keasaman (pH) ................................................................... 12



BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 14 3.1



Waktu dan Tempat ................................................................................. 14



3.2



Alat dan Bahan ....................................................................................... 14



3.2.1



Alat .................................................................................................. 14



3.2.2



Bahan............................................................................................... 14



3.3



Metode Analisis ...................................................................................... 14



3.3.1



Persiapan Pembuatan pereaksi ........................................................ 14



3.3.2



Standarisasi Natrium Tiosulfat ........................................................ 15



3.3.3



Preparasi Sampel ............................................................................. 16



3.3.4



Analisis DO ..................................................................................... 16



3.3.5



Pengukuran pH (Derajat Keasaman) ............................................... 17



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 18 4.1



Lokasi Pengambilan dan Pengujian Sampel Air Limbah Batik ............. 18



4.2



Penentuan kadar Dissolved oxygen (DO) ............................................... 19



4.3



Pengukuran Derajat Keasaman (pH) ...................................................... 22



BAB V PENUTUP................................................................................................ 24 5.1



Kesimpulan ............................................................................................. 24



5.2



Saran ....................................................................................................... 24



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25 LAMPIRAN .......................................................................................................... 27



vii



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Logo PUSTEKLIM ….....……………………………….………….….5 Gambar 2. Struktur Organisasi PUSTEKLIM……………………….…..….……..5 Gambar 3. Sampel Inlet dan Sampel Outlet ……….…..…...…………………... 18



viii



DAFTAR TABEL Tabel 1. Baku Mutu Air Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air………….11 Tabel 2. Hasil Dissolved Oxygen (DO)…………………………….……………..21 Tabel 3. Hasil pengukuran pH……………………………...……….………….... 23



ix



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan industri batik di Indonesia menempati kategori industri skala besar, menengah, kecil dan bahkan skala rumah tangga (home industry). Hal ini menyebabkan pencemaran yang ditimbulkan oleh industri batik tidak hanya terjadi pada kawasan industri, tetapi terjadi juga di pemukimaman padat penduduk. Salah satu UKM Yogjakarta dapat menghasilkan limbah cair sekitar 125 liter per kilogram batik (Yulianto, 2012) dan di Pekalongan sekitar 100 liter per kilogram batik (Wicaksono, 2012). Limbah merupakan hasil sisa dari sebuah proses yang tidak dapat digunakan kembali. Limbah dibagi menjadi dua bagian sumber yaitu limbah yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan limbah yang berasal dari nondomestik (pabrik, industri dan limbah pertanian). Limbah merupakan salah satu masalah yang harus ditangani dengan baik. Penanganan limbah yang kurang memadai dengan penerapan teknologi yang tidak sesuai akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan berdampak pada kesehatan dari masyarakat sekitar karena limbah dapat mengandung bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair (PUSTEKLIM) adalah lembaga pengembangan teknologi tepat guna untuk membantu masyarakat atau pihak yang membutuhkan dalam mengolah air limbah demi menjaga kelestarian sumberdaya air. PUSTEKLIM Merekomendasikan penerapan teknologi IPAL untuk mencapai hasil yang optimal. Pada Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan analisis oksigen terlarut (DO) dengan metode iodometri dan pengukuran derajat keasaman (pH) dari air limbah IPAL Pabrik Batik X dengan metode iodometri. Analisis dilakukan di PUSTEKLIM, Yogyakarta. Sampel yang dianalisis yaitu sampel inlet dan sampel outlet dengan masing-masing dua kali pengulangan. Kadar DO dan pH yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air. Berdasarkan hal tersebut penulis menyusun



1



laporan praktik kerja lapangan mengenai penentuan kadar dissolve oxygen (DO) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah IPAL Pabrik Batik X.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam PKL ini adalah : 1. Bagaimanakah proses penentuan kadar dissolve oxygen (DO) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah IPAL Pabrik Batik X? 2. Apakah kadar oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH) air limbah di IPAL Pabrik Batik X telah sesuai dengan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air?



1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam Praktik Kerja Lapangan ini, yaitu : 1. Mengetahui proses penentuan kadar dissolve oxygen (DO) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah IPAL Pabrik Batik X 2. Mengetahui kadar oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH) air limbah di IPAL Pabrik Batik X telah sesuai atau belum dengan baku mutu air



menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang



Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 1.4 Manfaat Penelitian Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu : 1. Bagi Mahasiswa a. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan. b. Memperluas pengetahuan, pengalaman, dan wawasan sebelum terjun di dunia kerja.



2



c. Menanamkan dan menumbuhkan sikap disiplin kerja dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan sehingga dapat diandalkan di dunia kerja. d. Memiliki pengalaman bersosialisasi dengan dunia kerja. e. Melatih diri dalam menghadapi situasi dan kondisi lingkungan kerja. f. Memperdalam



dan



meningkatkan



kualitas,



keterampilan,



dan



kreativitas. 2. Bagi Program Studi a. Terjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara fakultas atau jurusan atau program studi FMIPA UII dengan instansi. b. Sebagai bahan masukan untuk evaluasi sejauh mana kurikulum yang telah diterapkan sesuai dengan kebutuhan kerja yang terampil dibidangnya. c. Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan untuk evaluasi programprogram pada Program Studi FMIPA UII. 3. Bagi PUSTEKLIM a. Mendapat masukan, baik saran maupun gagasan dari mahasiswa maupun dosen pembimbing yang dapat bermanfaat bagi pengembangan proses di PUSTEKLIM. b. Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas Pendidikan yang ada di perguruan tinggi. c. Terjalin hubungan Kerjasama yang saling menguntungkan antara PUSTEKLIM dan mahasiswa Program Studi Kimia FMIPA UII.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair (PUSTEKLIM) 2.1.1 Sejarah PUSTEKLIM Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair (PUSTEKLIM) adalah lembaga pengembangan teknologi tepat guna untuk membantu masyarakat atau pihak yang membutuhkan dalam mengolah air limbah demi menjaga kelestarian sumber daya air. Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair (PUSTEKLIM) didirikan oleh dua LSM yaitu Yayasan Dian Desa dari Jogja dan Asian People Exchange (APEX) dari Tokyo pada tahun 2002. PUSTEKLIM bergiat di bidang pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air limbah cair dengan merekomendasikan penerapan teknologi IPAL komunal domestik dengan kombinasi anaerobic – aerobic untuk mencapai hasil yang optimal. 2.1.2



Visi PUSTEKLIM Terwujudnya lingkungan yang bebas dari pencemaran limbah cair



demi menjaga kelestarian sumber daya air untuk kehidupan. 2.1.3



Misi PUSTEKLIM Mengembangkan,



memperkenalkan,



dan



menyebarluaskan



teknologi tepat guna dalam mengolah air limbah untuk membantu masyarakat mewujudkan lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah. 2.1.4



Logo dan Struktur Organisasi PUSTEKLIM PUSTEKLIM memiliki logo dan struktur organisasi seperti yang



ditunjukan pada gambar 1 dan 2 berikut:



4



Gambar 1. Logo PUSTEKLIM



Direktur : Ir. Anton Sudjarwo



Co Direktur : Dr. Nao Tanaka



Manager Umum/Teknikal : Herman Sudjarwo



Staff Teknik



Staff Humas



Staff Laboratorium



Staff WorkShop



Gambar 2. Struktur Organisasi PUSTEKLIM 2.2 Dasar Teori 3.2.1 Limbah Limbah adalah sisa dari suatu usaha maupun kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, dan makhluk hidup lainnya (Mahida, 1984). Bahan-bahan yang sering ditemukan dalam limbah antara lain senyawa organik yang dapat terbiodegradasi, senyawa organik yang mudah menguap,



5



senyawa organik yang sulit terurai, logam berat yang toksik, padatan tersuspensi, zat hara, mikrobia patogen, dan parasit (Waluyo, 2010). 3.2.2 Air Limbah Air limbah merupakan bahan buangan yang berbentuk cair dan mengandung bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan bersifat berbahaya. Karena sifatnya tersebut, air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Contoh air limbah yaitu air dari suatu daerah pemukiman, perkantoran dan industri yang telah dipergunakan untuk berbagai 8 keperluan. Air limbah tersebut harus dikumpulkan, diolah terlebih dahulu, dan dibuang untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat dan baik (Khaliq, 2015). Menurut (Suharto, 2011) air limbah atau limbah cair dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok antara lain, yaitu: 1. Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan perkantoran. Contohnya yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan air tinja. 2. Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan tanah. Aliran air hujan di permukaan tanah dapat melewati dan membawa partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga dapat disebut limbah cair. 3. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukaan. Air limbah dapat merembes ke dalam saluran pembuangan melalui pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan luapan dapat melalui bagian saluran yang membuka atau yang terhubung ke permukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau perkebunan. 4. Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri. Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari industri



6



tekstil, air dari industri pengolahan makanan, sisa cucian daging, buah, atau sayur. 3.2.3 Limbah Cair Industri Batik Limbah Cair Industri Batik Bahan baku yang digunakan dalam produksi pada industri batik adalah malam dan pewarna, baik pewarna alami dan buatan (sintetik). Malam batik terbuat dari campuran bahan organik sintetis maupun bukan sintetis, sebagai bahan perintang warna pada proses pembatikan. Bahan baku pembuatan malam batik terdiri dari tujuh macam, yaitu damar mata kucing, gondorukem atau resina 9 colophonium, kote (lilin lebah), parafin, microwax, kendal dan lilin bekas (residu dari proses pembatikan) (Susanto, 1980). Limbah cair industri batik berasal dari kegiatan pengolahan kain, pewarnaan, dan pelorodan. Beberapa industri batik memakai pewarna sintetik yang di dalamnya terkandung senyawa kimia berbahaya yaitu berupa logam berat. Senyawa logam berat yang terdapat pada buangan industri batik cetak, diduga adalah krom (Cr), Timbal (Pb), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), dan Mangan (Mn). Senyawa logam berat dapat menyebabkan kanker pada mahluk hidup. Selain itu, proses pengolahan kain dan pewarnaan, menghasilkan limbah cair yang mengandung zat-zat kimia yang berpotensi meningkatkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) dan warna air limbah (Sembiring, 2008, Rashidi dkk, 2012). Pada umumnya, air limbah batik memiliki kadar organik tinggi dan bersifat basa. Zat warna dalam air limbah batik umumnya sukar terdegradasi karena sifatnya yang mampu menahan kerusakan oksidatif dari cahaya matahari (Manurung, 2004). 3.2.4 Karakteristik Limbah Cair Batik limbah cair batik memiliki karateristik suhu, keasamam (pH), Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), serta Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi (Rohasliney dan Subki, 2011). Suhu yang tinggi akan mengakibatkan kandungan oksigen terlarut dalam air menurun yang akan membunuh organisme dan limbah organik akan meningkatkan kadar nitrogen menjadi senyawa nitrat yang menyebabkan bau busuk (Sastrawijaya, 1991).



7



Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia dan zat warna dalam proses produksi batik. Bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan batik antara lain: soda kaustik (NaOH), soda abu (Na2CO3), soda kue (NaHCO3), asam sulfat (H2SO4), sulfit, dan nitrit (Muljadi dan Muniarti 2013). Sedangkan zat warna yang digunakan antara lain: zat warna asam, zat warna basa, zat warna direk, zat warna reaktif, zat warna naftol, dan zat warna bejana. Selain itu komponen dari zat mordan (pengunci warna) yang digunakan dalam proses fiksasi pada pembuatan kain batik menggunakan beberapa unsur zat kimia, antara lain: tawas (KAl(SO4)2), tunjung (Fe(SO4)), pijer/boraks, air kapur (Ca(OH)2), kalsium karbonat (CaCO3), kalsium hidroksida (Ca(OH)2), asam sitrat (C6H8O7), tembaga(II) sulfat (Cu2(CH3COO)4), besi sulfat (FeSO4.7H2O), dan kalium dikromat (K2Cr2O7). Apabila air limbah dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu, maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama ekosistem perairan (Lilin Indrayani, 2018) 3.2.5 Dampak Air Limbah Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah sebagai berikut: 1. Gangguan kesehatan Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu di dalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan



gangguan



kesehatan



bagi



makhluk



hidup



yang



mengkonsumsinya. Adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain). 2. Penurunan kualitas lingkungan Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya: sungai dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen



8



yang terlarut (Dissolved Oxygen) di dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu,dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya. Adakalanya, air limbah juga dapat merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai peruntukannya. 3. Gangguan terhadap keindahan Adakalanya



air



limbah



mengandung



polutan



yang



tidak



mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut. Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut. 4. Gangguan terhadap kerusakan benda Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa saluran air limbah) dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material (Mulia,2005). 3.2.6 Parameter Pengukuran Kualitas Limbah Parameter Pengukuran Kualitas Limbah Untuk mengetahui kualitas air limbah, dapat dilakukan beberapa parameter uji pengukuran kualitas air limbah. Indikator air yang telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati, antara lain yaitu suhu, pH, warna, bau dan rasa. Selain itu dapat diamati dari adanya endapan, koloidal dan bahan pelarut, dan adanya mikroorganisme 9



(Wardhana, 1995). Indikator kualitas kimiawi air yang sering digunakan antara lain BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), pH, CO2 terlarut, padatan total, bahan padat tersuspensi dan bahan-bahan tersuspensi organik, Nitrogen dan Fosfor, logam berat, dan padatan anorganik (Eckenfelder, 1978). 3.2.7 Baku Mutu Air Limbah Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari usatu usaha atau kegiatan. Dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan, didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah. Sedangkan daya tamping beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban penceparan tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 82, 2001). Baku mutu air limbah meliputi parameter, kadar, volume, dan beban pencemaran, paling banyak yang masih diperbolehkan dibuang ke media lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dengan kriteria mutu air berdasarkan kelas adalah sebagai berikut:



10



Tabel 1. Baku Mutu Air Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air PARAMETER SATUAN I



KELAS II III



IV



FISIKA Temperatur Residu Terlarut Residu Tersuspensi KIMIA ANORGANIK pH BOD COD DO Keterangan:



o



C



Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi 3 3 3 5



mg/L



1000



1000



1000



2000



mg/L



50



50



400



400



mg/L mg/L mg/L



6-9 2 10 6



6-9 3 25 4



6-9 6 50 3



5-9 12 100 0



Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum dan nilai DO merupakan batas minimum.



3.2.8 Dissolved oxygen (DO) Oksigen terlarut atau DO (Dissolved oxygen) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Umtuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses



11



difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin. 2005). Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/lt. Kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 mg/L selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%.4 3.2.9 Titrasi Iodometri Titrasi iodometri yaitu titrasi yang tidak langsung dimana oksidator yang dianalisa kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai, selajutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan titrasi dengan larutan standar. Titrasi iodometri ini termasuk golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer elektron. Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan larutan baku primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu yang lama. Warna larutan iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan kanji,karena warna biru tua dari kompleks kanjiiodium dipakai untuk suatu uji peka terhadap iodium (Underwood,2004). 3.2.10 Derajat Keasaman (pH) Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH = log 1/H+ , dimana H+ adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepas sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa (Zammi dkk., 2018). Derajat keasaman (pH) merupakan parameter yang penting dalam pengendalian limbah cair. Kadar pH yang baik adalah kadar dimana masih 12



memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan konsentrasi yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihan oleh karena itu pH yang baik bagi air minum dan air limbah adalah netral (Pamungkas, 2016).



13



BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat PKL ini dilakukan selama satu bulan yaitu sejak tanggal 25 Januari 2021 sampai dengan 25 Februari 2021 di PUSTEKLIM, Yogyakarta. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu erlenmeyer 300 mL (pyrex), buret, klem dan statif, pipet ukur 5mL;10mL;25mL (pyrex), pipet tetes, labu ukur 50mL;100mL (pyrex), kaca arloji, gelas beaker (schoot duran), pengaduk kaca, corong gelas, spatula, neraca analitik (ohauss), ball pipet (d&n), botol winkler (schoot duran), botol akuades. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sampel air limbah (Inlet dan outlet) IPAL Pabrik Batik X, mangan sulfat monohidrat (MnSO4.H2O) p.a (Merck), amilum (C6H10O5)n p.a (Merck), natrium hidroksida (NaOH) p.a (Merck), kalium iodida (KI) p.a (Merck), natrium tiosulfat (Na₂S₂O₃) p.a (Merck), kalium dikromat (K₂Cr₂O₇) p.a (Merck), natrium azida (NaN₃) p.a (Merck), asam sulfat (H₂SO₄) pekat p.a (Merck), akuades (H₂O). 3.3 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan yaitu SNI 06-6989.14-2004 tentang Air dan Air Limbah – Bagian 14: Cara Uji Oksigen Terlarut secara Yodometri (Modifikasi Azida). 3.3.1 Persiapan Pembuatan pereaksi a. Pembuatan Larutan MnSO₄ Larutan MnSO₄



dibuat dengan melarutkan padatan



gram MnSO₄.H₂O sebanyak 16,9 gram dengan pelarut akuades dalam gelas kimia. Larutan kemudian dipindahkan ke labu ukur



14



50 mL lalu ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. b. Pembuatan larutan alkali iodida azida Larutan alkali iodida azida dibuat dengan melarutkan dari campuran 50 gram padatan NaOH dan 15 gram padatan KI dengan akuades, diencerkan sampai 10 mL. Larutan ditambahkan 1 gram NaN3 dalam 4 mL akuades. c. Pembuatan larutan amilum 2% Larutan indikator amilum dibuat dengan melarutkan 2 gram amilum dalam pelarut akuades dalam gelas kimia. Larutan kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 mL lalu ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Larutan selanjutnya dipindah dalam gelas kimia dan dipanaskan sambal diaduk hingga mendidih. Larutan kemudian didinginkan. d. Pembuatan Larutan K₂Cr₂O₇ 0,1 N Larutan K₂Cr₂O₇ 0,1000 N dibuat dengan melarutkan 0,4904 gram K₂Cr₂O₇ dengan sedikit akuades dalam gelas beaker. Larutan kemudian dipindahkan dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan akuades hingga tanda batas. Larutan kemudian dikocok hingga homogen. e. Pembuatan Larutan Na₂S₂O₃ 0,1 N Larutan Na₂S₂O₃ 0,1 N dibuat dengan melarutkan padatan gram Na₂S₂O₃ sebanyak 22,7 gram dengan pelarut akuades dalam gelas kimia. Larutan kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 mL lalu ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. 3.3.2 Standarisasi Natrium Tiosulfat Akuades diambil sebanyak 80 mL dan dimasukkan kedalam gelas beaker. Akuades kemudian ditambahkan sambil diaduk 1 mL H₂SO₄ pekat, 10 mL 0,1 N K₂Cr₂O₇ dan 1 gram KI. Larutan diaduk dan disimpan di tempat



15



gelap selama 10 menit. Larutan dititrasi larutan dengan 0,1 N Na₂S₂O₃ sampai terjadi perubahan warna. Volume Na₂S₂O₃ yang ditambahkan dicatat dan kemudian dihitung normalitas Na₂S₂O₃ sebenarnya dengan rumus 1 sebagai berikut: N Na2 S2 O3 =



N2 ×V2 V1



(1)



Keterangan : N



= normalitas Na₂S₂O₃



V1



= mL Na₂S₂O₃ yang digunakan



V2



= mL K₂Cr₂O7 yang digunakan



N2



= normalitas larutan K₂Cr₂O7



(SNI 6989.72-2009) 3.3.3



Preparasi Sampel Sampel dipreparasi dengan cara diambil 20 mL sampel, kemudian dimasukkan dalam botol winkler 250 mL. Sampel kemudian ditambahkan aquades aerasi hingga meluap, lalu ditutup botol winkler. Sampel dalam botol winkler dikocok beberapa kali agar homogen.



3.3.4



Analisis DO Larutan MnSO₄



dan larutan alkali iodida azida ditambahkan



masing-masing sebanyak 1 mL ke dalam sampel pada botol winkler, ditutup segera dan dihomogenkan hingga terbentuk endapan. Endapan dibiarkan mengendap selama 10 menit. Larutan sampel ditambahkan H₂SO₄ pekat sebanyak 1 mL. botol winker ditutup kembali dan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna. Sampel dipipet sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel pada erlenmeyer dititrasi dengan Na₂S₂O₃ hingga menjadi kuning jerami. Sampel diberi indikator amilum sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi kembali dengan Na₂S₂O₃ sampai mencapai titik akhir titrasi dengan ditandai perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. Volume titrasi dicatat dan dihitung kadar DO. Perhitungan dilakukan menggunakan rumus 2 sebagai berikut:



16



𝑉×𝑁×8000×𝐹



Oksigen terlarut (𝑚𝑔⁄𝐿) = (



50𝑚𝐿



) (2)



Keterangan : V = mL Na₂S₂O₃ N = normalitas Na₂S₂O₃ F = faktor (volume botol dibagi volume botol dikurangi volume pereaksi MnSO₄ alkali iodida azida) (SNI 6989.72-2009) 3.3.5



Pengukuran pH (Derajat Keasaman) Pengukuran pH dilakukan dengan dimasukkan sejumlah sampel inlet dan outlet ke dalam masing-masing gelas beaker. Kemudian kertas pH universal dicelupkan ke dalam masing-masing gelas beaker yang telah berisi sampel inlet dan outlet.



17



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Lokasi Pengambilan dan Pengujian Sampel Air Limbah Batik Pada kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Limbah (PUSTEKLIM) Yogyakarta ini dilakukan analisis kadar Oksigen terlarut (dissolved oxygen=DO) dan derajat keasaman (pH) pada sampel air limbah industri batik yaitu Pabrik Batik X yang berlokasi di Banguntapan, Yogyakarta. Penelitian ini dimulai dengan pengambilan sampel air limbah di IPAL Pabrik Batik X yang dilakukan pada awal bulan Februari 2021. Sampel diambil pada dua titik yang berbeda, yaitu titik inlet (saluran masuk sebelum pengolahan) dan titik outlet (saluran keluar setelah pengolahan) yang ditujukan pada gambar 3 sebagai berikut:



Gambar 3. Sampel Inlet (A) dan Sampel Outlet (B) Pengujian sampel air limbah batik dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Limbah (PUSTEKLIM) Yogyakarta. Dalam pengujiannya, tidak dilakukan analisis pada semua parameter uji melainkan hanya beberapa parameter yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu Oksigen terlarut (dissolved oxygen=DO) dan derajat keasaman (pH). Hasil analisis DO dan pH pada sampel air limbah tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai pada baku mutu air yang tertera pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.



18



4.2 Penentuan kadar Dissolved oxygen (DO) Oksigen terlarut atau DO ( Dissolved oxygen ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Umtuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO ( Dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik.jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Pengukuran oksigen terlarut untuk mengetahui jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme dalam mendegradasi bahan buangan organik secara aerob (fardiaz, 1992). Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000) Natrium thiosulfat digunakan sebagai primer dalam penentuan DO. Natrium thiosulfat memiliki kemurnian yang tinggi, namun selalu terdapat ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, sehingga zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baru primer. Larutan natrium thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam titrasi iodometri harus distandarisasi terlebih dahulu dengan kalium dikromat yang merupakan standar primer. Tujuan dilakukan standarisasi yaitu untuk mengetahui konsentrasi Na₂S₂O₃ yang sebenarnya, karena pada proses pembuatan Na₂S₂O₃ mungkin terjadi kesalahan sehingga diperoleh konsentrasi yang tidak tepat atau larutan telah terkontaminasi. Akuades ditambahkan asam sulfat pekat, kalium dikromat, dan kalium iodida. Fungsi penambahan asam sulfat pekat yaitu untuk memberikan suasana asam pada larutan, karena larutan terdiri dari kalium dikromat dan kalium iodida yang berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah, sementara



19



padatan kalium iodida berfungsi untuk membuat kelarutan kalium iodida yang sukar larut dalam air menjadi besar dan untuk mereduksi analit. Terbentuk larutan berwarna coklat tua. Larutan didiamkan di tempat gelap selama 10 menit agar pH asamnya tidak terus naik karena mengandung iodium yang peka terhadap oksigen Larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai mencapai titik akhir titrasi dengan ditandai terjadinya perubahan warna larutan menjadi kuning. Volume penambahan natrium thiosulfat yang diperoleh yaitu sebanyak 22,7 mL. Hasil perhitungan standarisasi diperoleh konsentrasi natrium tiosulfat yang sebenarnya yaitu 0,044 N. Hasil standarisasi dibandingkan dengan teoritis menunjukkan hasil yang sesuai. Kadar DO diukur dengan mengukur kandungan oksigen pada sampel hari ke 0, dilakukan dengan metode titrasi winkler. Prinsip penentuan nilai DO dengan metode titrasi winkler adalah titrasi iodometri (modifikasi azida). Pada metode ini, volume yang akan ditentukan adalah volume larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan untuk titrasi iodium (I2) yang dibebaskan (Andika,2020). Sebelum pengujian dilakukan, sampel dipreparasi terlebih dahulu dengan dilakukannya pengenceran sampel dengan akuades aerasi. Larutan sampel kemudian ditambahkan mangan sulfat dan alkali iodida azida . Fungsi penambahan mangan sulfat yaitu untuk mengikat oksigen menjadi Mn(OH)2 yang akan mengalami oksidasi menjadi MnO2 berhidrat, sementara alkali iodida azida berfungsi sebagai katalisator karena zat organik sangat sukar bereaksi. Reaksi terjadi ditandai dengan terbentuknya endapan coklat pada larutan pada larutan. Larutan sampel kemudian ditambahkan H₂SO₄ pekat untuk melarutkan endapan yang terbentuk (Putra, 2017). Sampel dalam botol winkler dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat hingga berwarna kuning jerami, kemudian ditambahkan indikator amilum. Larutan mengalami perubahan warna dari kuning jerami menjadi biru kehitaman menandakan terbentuknya kompleks iod-amilum yang disebabkan molekul iod terikat kuat dengan amilum. Indikator amilum berfungsi sebagai indikator yang mengikat ion-ion yang ada pada



20



larutan alkali iodida azida karena warna biru kehitaman kompleks iod-amilum berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Sampel dititrasi kembali hingga mencapai titik akhir titrasi dengan ditandai perubahan warna larutan dari biru kehitaman menjadi tidak berwarna. Proses titrasi harus dilakukan segera setelah penambahan amilum. Hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Penambahan indikator amilum menjelang titik akhir titrasi dilakukan untuk menghindari amilum yang terikat atau mengikat iod yang menyebabkan volume Na2S2O3 keluar lebih banyak dari yang seharusnya (Andika,2020). Reaksi yang terjadi sebagai berikut : Mn2+(aq)+ 2OH–(aq) +1/2O2(g) –> MnO2(s) + H2O(l) MnO2(s)+ 2I–(aq)+ 4H+(aq) –> Mn2+(aq) + I2(aq)+ 2H2O(l) I2(aq) + 2S2O32-(aq) –> S4O62-(aq)+ 2I–(aq) Reaksi keseluruhan : 2S2O32-(aq) + 2H+(aq)+ 1/2O2 (g) –> S4O62-(aq)+ H2O(g) Volume penambahan natrium thiosulfat dicatat dan dihitung nilai DO. Berikut merupakan tabel hasil perhitungan DO : Tabel 2. Hasil Dissolved Oxygen (DO) Sampel



Volume



Volume



Volume rata-



sampel (mL)



Na₂S₂O₃



rata Na₂S₂O₃



(mL)



(mL)



Inlet



50



Outlet



50



1,4 1,1 1,5 1,3



DO (mg/L)



1,25



8,87



1,4



9,93



Pada sampel limbah inlet memiliki kadar DO yang cukup rendah karena belum dilakukan pengolahan, dimana inlet tersebut berasal dari air limbah IPAL Pabrik Batik X yang diketahui terdapat bahan-bahan kimia dan zat warna yang digunakan dalam proses produksi batik di pabrik tersebut. Apabila air limbah



21



dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu dalam skala besar, maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama ekosistem perairan (Lilin Indrayani, 2018). Pada sampel air limbah outlet telah mengalami kenaikan kadar oksigen terlarut, dimana pada titik ini air limbah sudah mengalami proses pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap sampel air Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pabrik Batik X diperoleh pada sampel inlet diperoleh kadar DO sebesar 8,87 mg/L dan pada sampel outlet diperoleh kadar DO sebesar 9,93 mg/L. Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/lt. Kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 mg/L selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%. Hasil analisis menunjukkan dari sampel air limbah outlet hasil pengolahan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pabrik Batik X memiliki kadar DO yang aman di bawah ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan, sedangkan sampel inlet memiliki kadar DO yang lebih sedikit dibanding dengan sampel hasil pengolahan atau outlet akan tetapi kadar tersebut masih lebih besar dari kadar DO minimum yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 4.3 Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Keasaman suatu cairan dapat diukur dan dianalisis menggunakan parameter Derajat Keasaman (pH). Keasaman air diukur dengan pH yang ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Hasil pengukuran pH pada sampel air limbah industri batik pada IPAL Pabrik Batik X dapat dilihat pada Tabel 3. berikut:



22



Tabel 3. Hasil pengukuran pH



Sampel



Hasil Pengukuran



Inlet



7,0



Outlet



6,0



Kadar Maksimum Munurut Baku Mutu 6,0-9,0



Dari hasil pengukuran parameter pH yang tertera pada Tabel 3. di atas, kedua sampel tersebut memiliki nilai pH yang berbeda. Pada sampel outlet memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel inlet, yang berarti air limbah pada sampel outlet bersifat lebih asam dibandingkan dengan air limbah pada sampel inlet. Nilai pH pada kedua sampel tersebut telah memenuhi syarat dalam standar baku mutu yang tersedia yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air karena masuk dalam rentang nilai pH dengan kadar maksimum yang diperbolehkan untuk parameter pH yaitu 6,0-9,0. Derajat



keasaman



(pH)



air



akan



sangat



menentukan



aktivitas



mikroorganisme, pada pH antara 6,5-8,3 aktivitas mikroorganisme sangat baik. Pada pH yang sangat kecil atau sangat besar, mikroorganisme tidak aktif, atau bahkan akan mati (Pamungkas, 2016). pH air limbah yang melebihi baku mutu (>9,0) menandakan limbah tersebut bersifat sangat basa yang mana dapat menyebabkan terdapat banyaknya endapan pada air limbah. Sedangkan pH air limbah yang kurang dari ambang batas baku mutu (