Analisis Lemak Dan Zat Aditif Pada Makanan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS LEMAK DAN ZAT ADITIF (disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analis Kimia Air, Makanan, dan Minuman)



Disusun oleh Ismi Fitriani



3119062



INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga beliau dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari masa kejahiliaan menuju masa kebenaran sehingga kita bisa istiqomah di jalannya. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga makalah “Analis Lemak Dan Zat Aditif” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analis Kimia Air, Makanan, dan Minuman. Penulis berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan pembaca juga agar menambah wawasan. Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalaha dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun materi, penulis memohon maaf. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh



Bandung, 6 Oktober 2020



Penulis



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lemak merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur C,H dan O. Lemak atau lipid merupakan salah satu nutrisi diperlukan tubuh karena berfungsi menyediakan energi sebesar 9 kilokalori/gram, melarutkan vitamin A,D,E,K dan dapat menyediakan asam lemak esensial bagi tubuh manusia. Selama proses pencernaan, lemak dipecah menjadi molekul yang lebih kecil, yaitu asam lemak dan gliserol. Lemak merupakan unit penyimpanan yang baik untuk energi. Berdasarkan struktur kimianya, lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak tak jenuh biasanya cair biasanya cair pda suhu kamar, minyak nabati dan lemak yang ditemukan dalam biji merupakan contoh dari lemak tak jenuh sedangkan lemak jenuh biasanya padat pada suhu kamar dan ditemukan dalam daging, susu,keju, miyak kelapa, dan minyak kelapa sawit (Poedjiadi, 1994). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) menganjurkan konsumsi lemak berkisar 15-30% dari total kebutuhan energi. Jumlah tersebut dianggap memenuhi kebutuhan asam lemak esensial dan membantu penyerapan vitamin larut lemak. Dari kebutuhan tersebut paling banyak 10% berasal dari lemak jenuh dan 3-7% lemak tidak jenuh dan konsumsi kolesterol dianjurkan kurang dari 300 mg sehari (Guthrie, H.A 1989 : 47). Lemak memiliki peranan terhadapmkasus kardiovaskular. Menurut Jacobse asupan lemak jenuh tinggi dalam diet dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Selain itu, peningkatan konsumsi lemak jenuh pada beberapa kelompok masyarakat mengakibatkan peningkatan konsentrasi kolesterol dalam darah. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama baik di negara maju maupun Negara berkembang, dengan persentase terbesar 46 %. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, terdapat 38 juta orang meninggal disebabkan oleh penyakit kronis salah satu diantaranya disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi kematian akibat penyakit jantung, hipertensi dan stroke mencapai 39,4 %. Peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya kesehatan. Saat ini sebagian masyarakat cenderung memilih produk - produk pangan rendah lemak dan rendah kolesterol. Produk rendah lemak mulai banyak tersedia di pasar.dan terus meluas pada pengembangan produk baru.



Untuk menjamin kualitas zat pangan hasil olahan, pihak produsen zat pangan telah banyak melakukan usaha pencegahan dari serangan mikroba terhadap produk-produk zat pangan. Antara lain dengan menambahkan zat Aditif ke dalam zat pangan tersebut tujuan pemberian zat Aditif pada zat pangan adalah untuk mempertahankan kualitas produk zat pangan tersebut. Zat aditif pada makanan dapat dibedakan menjadi dua golongan utama yaitu golongan yang tidak disengaja (incidental) dan golongan yang sengaja (intentional) ditambahkan pada makanan (Tranggono, 1990). Incidental additives : dapat berupa : peptisida, polychlorinated biphenyl (PCB), asbes, antibiodika, logam logam tertentu dan toksin jamur, sedangkan “Intentional addistives” dapat berupa : zat kimia yang sengaja dicampurkan ke dalam zat makananan berperan antara lain sebagai zat aditif. at Aditif pada makanan dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu mudah menguap (volatile), tidak stabil dan stabil. Zat aditif yang mudah menguap seperti etilen oksida dan propilen oksida digunakan untuk sterilisasi tertentu. Zat aditif yang tidak stabil seperti dietil bikarbonat dan hexamine, yang penggunaannya sangat terbatas bahkan sudah dilarang di beberapa negara. Senyawasenyawa stabil seperti asam benzoat dan garamnya, ester para hidroksi benzoate, asam sorbet dan garamnya, belerang dioksida dan senyawa sulfit sudah diizinkan untuk digunakan sebagai zat aditif. Zat aditif terdiri dari senyawa organik dan anorganik zat Aditif antara lain asam benzoate, asam sorbat, asam propionate, asam asetat dan garam garamnya. Zat aditif anorganik antara lain senyawa sulfida senyawa nitrit dan nitrat. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui jenis analisis lemak dan zat aditif 2. Untuk mengetahui prinsip kerja analisis lemak dan zat aditif 3. Untuk mengetahui prosedur kerja analisis lemak dan zat aditif C. Rumusan Masalah 1. Apa saja jenis analisis lemak dan zat aditif ? 2. Bagaimana prinsip kerja analisis lemak dan zat aditif? 3. Bagaimana prosedur kerja analisis lemak dan zat aditif?



BAB II PEMBAHASAN A. Lemak Lemak merupakan senyawa organic yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam zat pelarut organic non polar, seperti aseton, alcohol, eter, benzene, kloroform dan sebagainya lemak tersusun atas rantai hidrokarbon Panjang berantai lurus, bercabang, atau membentuk struktur siklis. Lemak esensial merupakan precursor pembentukan hormone tertentu seperti prostaglandin, lemak juga berperan sebagai penyusun membrane yang sangat penting untuk berbagai tugas metabolisme, lemak juga dapat melarutkan berbagai vitamin, yaitu vitamin A, D, E dan K. (Setiadji, 2007). Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, dan penting dalam diet karena beberapa alasan. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi dan mengandung lemak esensial. Namun konsumsi lemak berlebihan dapat merugikan kesehatan, misalnya kolesterol dan lemak jenuh. Dalam berbagai makanan, komponen lemak memegang peranan penting yang menentukan karakteristik fisik keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa dan penampilan. Karena itu sulit untuk menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak (low fat), karena jika lemak dihilangkan, salah satu karakteristik fisik menjadi hilang. Lemak juga merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa tak enak dan produk menjadi berbahaya. Analisis lemak dalam makanan meliputi : • Kadar lemak total • Jenis lemak yang ada • Sifat fisikokima lemak, seperti kristalisasi, titik leleh, titik asap, rheologi, densitas dan warna • Struktur lemak dalam makanan. Sifat Lemak dalam makanan biasanya dinyatakan sebagai komponen yang larut dalam pelarut organik (seperti eter, heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air. Senyawa yang termasuk golongan ini meliputi triasilgliserol, diasilgliserol, monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, sterol, karotenoid dan vitamin A dan D. Fraksi lemak sendiri mengandung campuran kompleks dari berbagai jenis molekul. Namun triasilgliserol merupakan komponen utama sebagian besar makanan, jumlahnya berkisar 90-99% dari



total lemak yang ada. Triasilgliserol merupakan ester dari tiga asam lemak dan sebuah molekul gliserol. Asam lemak yang ditemukan di makanan bervariasi panjang rantainya, derajat ketidakjenuhannya dan posisinya pada molekul gliserol. Akibatnya fraksi triasilgliserol sendiri mengandung campuran kompleks dari berbagai jenis molekul yang berbeda. Masing-masing jenis lemak mempunyai profil lemak yang berbeda yang menentukan sifat fisikokimia dan nutrisinya. Istilah lemak, minyak dan lipid sering digunakan secara berbeda oleh ahli makanan. Umumnya yang dimaksud lemak adalah lipid yang padat, sedangkan minyak adalah lipid yang cair pada suhu tertentu. Pemilihan dan Persiapan Sampel Validitas hasil analisis tergantung sampling yang baik dan persiapan sampel sebelum dilakukan analisis. Idealnya komposisi sampel yang dianalisis harus mendekati sama dengan kondisi makanan saat sampel diambil. Preparasi sampel pada analisis lemak tergantung pada jenis makanan yang dianalisis (contoh daging, susu, kue dan krim), sifat komponen lemak (seperti volatilitas, peluang oksidasi, kondisi fisik) dan jenis prosedur analisis yang digunakan (seperti ekstraksi solven, ekstraksi non-solven, instrumentasi). Untuk menentukan prosedur preparasi sampel, perlu diketahui struktur fisik dan lokasi lemak penting dalam makanan. Umumnya preparasi sampel harus ilakukan dalam lingkungan yang meminimalkan perubahan spesifik terhadap lemak. Jika oksidasi menjadi masalah, penting untuk melakukan preparasi sampel dalam atmosfer nitrogen, temperatur rendah, minim cahaya atau dengan penambahan antioksidan. Bila kandungan lemak padat atau struktur kristal penting, perlu dilakukan kontrol suhu dan penanganan sampel secara khusus. Penentuan Kadar Lemak total dalam makanan perlu ditentukan karena: Faktor ekonomi, Aspek legal (mematuhi standar/aturan pelabelan nutrisi), Aspek kesehatan (perkembangan makanan rendah lemak), Aspek kualitas (sifat makanan tergantung kadar lemak total), Faktor proses (kondisi proses tergantung kadar lemak total) Karakteristik fisikokimia utama dari lemak yang digunakan untuk membedakan lemak dari komponen lain dalam makanan adalah kelarutannya dalam pelarut organik, ketidaktercampuran dengan air, karakteristik fisik (densitas yang rendah dan sifat spektroskopik. Teknik analisis berdasarkan ketiga karakter di atas diklasifikasikan menjadi : (i) ekstraksi solven (ii) ekstraksi non-solven (iii) metode instrumental B. Analisis Lemak a. Uji kuantitatif lemak



Penentuan adanya lipida atau lemak dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan berbagai macam analisa. Salah satunya adalah dengan menggunakan analisa kuantitatif untuk menentukan adanya lipida yaitu: 1) Bilangan Iodium Bilangan iodium merupakan ukuran derajat ketidakjenuhan, menunjukkan jumlah ikatan rangkap C=C dalam sejumlah lemak atau minyak. Bilangan iodium dinyatakan sebagai gram iodium



yang diserap per 100 g sampel. Semakin tinggi derajat



ketidakjenuhan, semakin banyak iodium terserap dan semakin tinggi nilai bilangan iodium. Prosedur untuk menentukan bilangan iodium yaitu sejumlah lemak atau minyak yang sudah dilarutkan dalam solven, direaksikan dengan sejumlah iodium (bisa digunakan I2, ICl atau IBr), sehingga terjadi adisi halogen pada ikatan rangkap. Kalau digunakan ICl atau IBr, larutan KI ditambahkan untuk mereduksi sisa ICl menjadi iodium (I2) bebas. Iodium yang terlepas dititrasi dengan Natrium tiosulfat standar menggunakan indikator amilum dan bilangan iodium dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:



Dimana :



2) Bilangan Penyabunan Penyabunan adalah proses pemutusan lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya alkali. Bilangan penyabunan merupakan jumlah basa yang diperlukan untuk menyabunkan sejumlah lemak atau minyak, dinyatakan sebagai miligram KOH yang dibutuhan untuk menyabunkan 1 gram sampel. Bilangan



penyabunan merupakan indeks rata-rata berat molekul triasilgliserol dalam sampel. Semakin kecil bilangan saponifikasi, semakin panjang rata-rata rantai asam lemak. Prosedur untuk menentukan bilangan penyabunan yaitu larutan alkoholik kalium hidroksida berlebih ditambahkan ke dalam sampel dan larutan dipanaskan



untuk



menyabunkan lemak. KOH yang tidak bereaksi dititrasi dengan HCl standar menggunakan indikator fenolftalein dan bilangan penyabunan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :



Dimana :



3) Penentuan Angka Asam Angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH/KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terrdapat dalam satu gram lemak atau minyak. Angka asam 



ml NaOH x N NaOH x BM NaOH gram contoh



Angka asam 



ml KOH x N KOH x 56,1 gram contoh ( g )



4) Penentuan Angka Ester Penentuan angka ester angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester. Angka ester dihitung dengan selisih angka penyabunan dengan angka asam. Angka ester = angka penyabunan –angka asam 5) Bilangan Asam Lemak Bebas (FFA)



Pengukuran keasaman suatu lemak menunjukkan jumlah asam lemak yang dihidrolisis dari triasilgliserol. Asam lemak adalah persentase bobot dari asam lemak tertentu (misalkan persen asam oleat). Bilangan asam didefinisikan sebagai mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak yang ada di 1 g lemak atau minyak. Bilangan asam sering digunakan sebagai indikator kualitas untuk minyak goreng, dengan nilai batas adalah 2 mg KOH/ g minyak. Prosedur untuk menentukan bilangan asam yaitu pada sampel lemak cair, ditambahkan etanol 95% netral dan indikator pp. Sampel kemudian dititrasi dengan NaOH dan persen asam lemak bebas dihitung dengan persamaan sebagai berikut :



Dimana :



6) Bilangan Peroksida Bilangan peroksida didefinisikan sebagai miliequivalen (mEq) peroksida per kg sampel. Bilangan peroksida ditentukan dengan titrasi redoks. Diasumsikan bahwa senyawa yang bereaksi di bawah kondisi uji adalah peroksida atau produk sejenis dari oksidasi lipid. Prosedur untuk menentukan bilangan peroksida yaitu lemak atau sampel minyak dilarutkan dalam asam asetat glasial-isooktan (3:2). Dengan penambahan kalium iodida berlebih (yang akan bereaksi dengan peroksida), akan diproduksi iodium. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan Na thiosulfat standar dengan indikator amilum. Bilangan peroksida dihitung dengan persamaan sebagai berikut :



Dimana :



Untuk penentuan dalam sampel makanan, kerugian dari metode ini adalah sampel yang digunakan sekitar 5 g, sehingga sulit mendapat jumlah yang cukup bila sampel akan rendah lemak. Makanan berkualitas baik, lemak dan minyak yang berbau segar akan mempunyai bilangan peroksida nol atau mendekati nol. Bilangan peroksida >20 menunjukkan kualitas minyak atau lemak yang sangat buruk, biasanya teridentifikasi dari bau yang tidak enak. Untuk minyak kedelai, bilangan peroksida 1-5, 5-10 dan >10 menunjukkan berturut-turut tingkat oksidasi rendah, sedang dan tinggi. 7) Bilangan Reichert Meisel (BRM) BRM adalah jumlah 0,1 N basa yang diperlukan setiap lima gram lemak untuk menetralkan asam-asam lemak yang mudah menguap pada distilasi, yaitu asam lemak dengan C4 dan C6 (butirat dan kaproat). Analisis ini banyak digunakan untuk menganalisis pemalsuan mentega yang dicampur minyak lain. Nilai BRM untuk mentega antara 24-34, lebih tinggi dari minyak lain. Angka Reichert-Meissel = 1,1 x (ts – tb) Dimana ts = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi sampel tb = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi blanko 8) Bilangan Kirschner Baru (New Kischner Value – NKV) BKB adalah jumlah ml basa 0,1 N yang diperlukan setiap 5 gram lemak/minyak untuk menetralkan asam lemak volatile yang garam-garam peraknya larut dalam campuran etanol air. Penentuan ini dapat digunakan untuk membedakan margarine dan



mentega sehingga tidak terjadi pemalsuan. Distilat hasil penentuan BKB ditambah Ag2SO4 dan akan terbentuk garam perak yang larut dalam air. Kemudian diasamkan dengan asam sulfat dan didistilasi. Distilat dititrasi dengan 0,1 N NaOH, maka BKB dapat dihitung sebagai berikut. NKV 



A x 121(100  B) 20.000



A = bilangan Kirschner B = ml alkali untik menitrasi 100 ml distilat pada BRM 9) Bilangan Hehner Bilangan Hehner dipakai untuk menentukan jumlah asam lemak yang tidak larut dalam air. Lemak dengan berat molekul yang tinggi akan mempunyai bilangan Hehner yang rendah. Filtrat yang diperoleh dari uji bilangan penyabunan, diuapkan alkoholnya. Sabun dilarutkan dalam air panas dan ditambah HCl pekat sehingga terbentuk asam lemak bebas. Bila campuran tersebut segera didinginkan, diperoleh lapisan asam lemak yang tak larut dalam air. Lapisan ini disaring dan ditimbang.



b. Uji kualitatif lemak Penentuan adanya lipida atau lemak dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan berbagai macam analisa. Salah satunya adalah dengan menggunakan analisa kualitatif untuk menentukan adanya lipida atau tidak yaitu: 1) Uji Kelarutan Lipid Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terhadap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya lipid tersebut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar. 2) Uji Acrolein Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke



dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih. 3) Uji Ketidakjenuhan pada Lipid  Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan sebagai indikator perubahan. Asam lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan ke dalam tabung sambil dikocok dan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan timbulnya warna merah asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening. Warna merah yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak. Trigliserida yang mengandung asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap dapat diadisi oleh golongan halogen. Pada uji ketidakjenuhan, pereaksi iod hubl akan mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang selama reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi iod hubl. 4) Uji Ketengikan  Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan. Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi lipid. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel. Adanya antioksidan dalam minyak atau lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati, dan kadang-kadang sengaja ditambahkan ke dalam minyak atau lemak (F.G Winarno,2004). Proses kerusakan lemak berlangsung sejak pengolahan sampai siap konsumsi. Terjadinya peristiwa ketengikan tidak hanya terbatas pada bahan pangan berkadar lemak tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada bahan berkadar lemak rendah. Sebagai contoh ialah biskuit yang terbuat dari tepung gandum tanpa penambahan mentega putih akan menghasilkan bau yang tidak enak pada



penyimpanan jangka panjang disebabkan ketengikan oleh oksidasi. Padahal kadar lemaknya lebih kecil dari 1% (F.G Winarno,2004). Antioksidan terdiri dari antioksidan primer dan sekunder: 



Antioksidan Primer Antioksidan primer yaitu suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam dan dapat pula buatan. Antioksidan alam diantaranya tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, dan asam askorbat. Antioksidan alam yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E. Tokoferol ini mempunyai banyak ikatan rangkap yang mudah dioksidasi sehingga dapat melindungi lemak dari oksidasi. Antioksidan sintetik ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan untuk mencegah ketengikan. Antioksidan yang banyak digunakan sekarang adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun, oleh karena itu penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah didapat dan ekonomis. Pada bahan makanan pemakaiannya harus dicantumkan. Empat antioksidan yang sering digunakan adalah Butylated



Hydroxyanisole (BHA), Butylated



hydroxytoluene (BHT),



Propylgallate (PG), dan NDGA (Nodrihidroquairetic Acid). 



Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga digolongkan sebagai sinergik. Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di- atau trikarboksilat, dapat mengikat logam-logam. Misalnya satu asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti sering dilakukan pada minyak kacang kedelai. EDTA (Etildiamin tetraasetat) adalah squestran logam yang sering digunakan dalam minyak salad. Penentuan uji ketengikan yang dapat dilakukan adalah bilangan peroksida, jumlah karbonil, oksigen aktif, uji asam tiobarbiturat, dan uji Oven Schaal. i.



Bilangan Peroksida Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam



pelarut asam asetat dan kloroform (2:1), kemudian iodin yang berbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3 (F.G Winarno,2004). ii.



Jumlah Karbonil Jumlah karbonil ditentukan tidak secara langsung dengan menambahkan senyawa tertentu yang dengan karbonil membentuk warna, lalu dititrasi. Cara Kreiss memakai pereaksi floroglusinol, sedangkan cara Lappin Clark memakai pelarut 2,4dinitrofenilhidrazin (F.G Winarno,2004).



iii.



Oksigen Aktif Oksigen aktif dihitung dengan cara melewatkan udara dengan keadaan tertentu pada lemak yang dipanaskan pada suhu tetap 100°C. Kemudian diukur waktu yang diperlukan sampai dihasilkan 20 miliekuivalen peroksida. Cara ini sering dipakai untuk menentukan keadaan awal lemak dengan atau tanpa antioksidan (F.G Winarno,2004).



iv.



Uji Asam Tiobarbiturat Uji asam tiobarbiturat dipakai untuk menentukan adanya ketengikan. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat menghasilkan warna merah. Intensitas warna menunjukkan derajat ketengikan (F.G Winarno,2004).



v.



Uji Oven Schaal Uji ove schaal sering dilakukan pada industri biskuit. Bahan dimasukkan dalam gelas bersih dengan tutup yang agak longgar supaya udara masih bisa masuk. Kemudian dipanaskan sampai 65°C. Dalam selang waktu tertentu diukur bau dan rasanya (F.G Winarno,2004).



5) Uji Salkowski untuk Kolesterol Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau.  6) Uji Lieberman Buchard Uji Lieberman Buchard merupakan uji kualitatif untuk kolesterol. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran. Sebanyak 10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkowski). Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan.



Tabung dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi polimer yang mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna hijau ini menandakan hasil yang positif (WikiAnswers 2008). Reaksi positif uji ini ditandai dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi hijau tua. c. Metode – metode 1. Uji kuantitatif Metode Ekstraksi Solvent suatu metode yang digunakan untuk mengekstraksi minyak dengan bantuan pelarut organik (Anggorodi, 1985) teknik pemisahannya menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Proses ekstraksi lemak menggunakan metode solvent extracted pada prinsipnya memiliki kesamaan dengan teknik penentuan lemak kasar. Perbedaannya, pada metode ini pada umumnya dilakukan pada skala yang lebih besar. Pelarut yang digunakan juga umumnya tidak menggunakan eter, melainkan menggunakan heksana. Penggunaan pelarut heksana memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu kekurangan dari pelarut heksana yaitu menimbulkan efek negatif berupa penyakit dan pencemaran udara. Pelarut heksana merupakan materi yang mudah terbakar dan memiliki biodegradabilitas yang rendah. Oleh karena itu diperlukan alternatif yang lebih aman. Etanol dan isopropil alkohol dapat digunakan sebagai alternatif heksana, mengingat heksana merupakan materi yang sangat mudah terbakar dan biodegradabilitasnya rendah, beresiko menimbulkan penyakit dan menyebabkan pencemaran udara. Untuk menghasilkan ekstraksi lemak yang sempuma, sejumlah lemak harus ditambahkan. Hal yang harus diperhatikan juga dalam preparasi sampel adalah pengeringan, pengecilan ukuran, hidrolisis asam, pemilihan solvent. Dibawah ini ada beberapa metode uji kuantitatif metode ekstraksi solvent: 1) Metode Soxhlet Metode Soxhlet merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan solvent (pelarut) cair secara kontinu. Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru,umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstandengan adanya pendingin balik (kondensor). Prinsip Soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.



Metode Soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan leboh sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ektraksi. Waktun yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus midah menguap dan hanya diguanakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas. Prinsip kerjanya yaitu Ekstraksi lemak dengan pelarut lemak seperti petroleum eter, petroleum benzena, dietil eter, aseton, methanol, dll. Berat lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya. Prosedur Kerja Metode Ekstraksi Soxhlet: • Sediakan labu lemak yang ukurannya sesuai, keringkan dalam oven, dinginkan dalam desikator dan timbang. • Timbang 5 gram sampel dalam bentuk tepung langsung dalam saringan timbel, yang sesuai ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wool yang bebas lemak • Letakkan timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. • Tuang pelarut dietil eter atau petroleum eter ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. • Lakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. • Distilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. • Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan dinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya tersebut. Berat lemak dapat dihitung. Berat lemak (g) % lemak = _______________ x 100 Berat sampel 2) Metode Goldfisch Metode Goldfish merupakan metode yang mirip dengan metode Soxhlet kecuali labu ekstraksinya dirancang sehingga solven hanya melewati sampel, bukan merendam sampel. Hal ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi, tapi dengan kerugian bisa terjadi “saluran solven” dimana solven akan melewati jalur tertentu dalam sampel sehingga ekstraksi menjadi tidak efisien. Masalah ini tidak terjadi pada metode Soxhlet, karena sampel terendam dalam solven.



Prinsip kerjanya yaitu Melarutkan lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelarut lemak selama beberapa waktu menggunakan metode ekstraksi dengan alat soxhlet/goldfish. Lemak yang terekstraksi (larut dalam pelarut) akan terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet/gelas goldfish), kemudian dipisahkan dalam pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam oven suhu 105 0C. Pelarut akan menguap, sedangkan lemak tidak akan menguap karena titik didih lemak lebih dari 105 0C, sehingga akan tertinggal dalam wadah untuk ditentukan beratnya. Prosedur kerja metode goldfish: 



Timbang kira-kira 5 g bahan kering dan halus dan pindahkan ke dalam kertas saring atau kertas aluminium (aluminium foil) yang dibentuk sedemikian rupa sehingga membungkus bahan dan dapat masuk dalam thimble, yaitu pembungkus bahan yang terbuat dari alumina yang porous.







Pasang bahan dan thimble pada sample tube, yaitu gelas penyangga yang bagian bawahnya terbuka, tepat dibawah kondensor alat distilasi Goldfisch.







Masukan pelarut, misalnya petroleum-ether secukupnya (paling banyak 75 ml) dalam gelas piala khusu yang telah diketahui beratnya. Pasanglah piala berisi pelarut ini pada kondensator sampai tepat dan tak dapat diputar lagi.







Jangan lupa mengalirkan air pendingin pada kondensor. Naikkan pemanas listrik sampai menyentuh bagian bawah gelas piala dan nyalakan pemanas listriknya.







Lakukan ekstraksi selama 3-4 jam. lalu matikan pemanas listriknya dan turunkan. Setelah tidak ada tetesan pelarut, ambillah thimble dan sisa bahan dalam gelas peyangga.







Pasanglah gelas piala penampung pelarut (solvent-recovery-tube) ditempat gelas peyangga tadi. Gelas piala yang berisi pelarut dan minyak yang terekstraksi, dipasang lagi dan dilanjutkan pemanasan sampai semua pelarut menguap dan tertampung dalam gela spiala penampung pelarut. Pelarut yang tertampung dapat digunakan lagi.







Lepaskan gelas piala yang berisi minyak dari alat distilasi dan lanjutkan pemanasan diatas alat pemanas sampai berat konstan. Timbang berat minyak dan hitunglah persen minyak dalam bahan.



3) Metode Supercritical Fluid Extraction



Ekstraksi solven dapat dilakukan dengan alat khusus menggunakan CO2 superkritik sebagi pelarut, yang sangat ramah lingkungan karena tidak menggunakan pelarut organik. Bila CO2 ditekan dan dipanaskan di atas temperatur kritis tertentu, akan menjadi cairan superkritik, yang mempunyai karakteristik gas maupun cairan. Karena CO2 berbentuk gas maka mudah berpenetrasi ke dalam sampel dan mengekstraksi lemak, dan karena juga berbentuk cair maka CO2 dapat melarutkan sejumlah besar lemak (terutama pada tekanan tinggi).  Senyawa yang diekstraksi ini kemudian dapat langsung dimasukkan ke sistem pemisahan kromatografi



seperti Supercritical



Fluid



Chromatography, Gas



Chromatography atau HPLC. Prinsip dari alat ini adalah sampel makanan dipanaskan dalam bejana bertekanan



tinggi



kemudian



dicampur



dengan



cairan



CO2 superkritik.



CO2 mengekstraksi lemak dan membentuk lapisan solven terpisah dari komponen air. Tekanan dan suhu solven kemudian diturunkan menyebabkan CO2 berubah menjadi gas, sehingga menyisakan fraksi lemak. Kandungan lemak dalam makanan dihitung dengan menimbang lemak yang terekstraksi, dibandingkan dengan berat sampel. Metode Ekstraksi Non-Solvent adalah Sejumlah ekstraksi cair tidak menggunakan pelarut organik untuk memisahkan lemak dari bahan lain dalam makanan, contohnya dengan metode Babcock, Gerber dan Deterjen, yang sering digunakan untuk menentukan kadar lemak dalam susu dan produk olahan (dairy product). Dibawah ini ada beberapa metode uji kuantitatif metode ekstraksi non-solvent: 1) Metode Babcock Metode Babcock adalah uji pertama fabrik yang murah dan praktis yang dapat digunakan untuk menentukan kandungan lemak susu. Prinsip Analisisnya yaitu Penentuan volume lemak sampel cair dengan proses pelarutan sampel pada pelarut organic. Dasar pada proses ini ialah bahwa apa saja di dalam susu kecuali lemak yang terlarut dalam asam sulfat. Lemak ini mengapung ke atas. Pemusingan (centrifuge) memastikan pemisahan yang sempurna dengan tanpa gelembung dalam lemak, dan kandungan lemak dapat diukur menggunakan gelas ukur pada tabung uji dan jumlah susu awal yang digunakan diketahui.



Prosedur kerja Metode Babcock: • Sejumlah sampel susu dipipet secara akurat ke dalam botol Babcock. • Asam sulfat dicampurdengan susu, yang akan mendigesti protein, menghasilkan panas dan merusak lapisan yang mengelilingin droplet lemak, sehingga melepaskan lemak. • Sampel kemudian disentrifuse saat masih panas (55-60oC) yang akan menyebabkan lemak cair naik ke leher botol. • Leher botol telah diberi skala yang menunjukkan persen lemak. • Metode ini membutuhkan waktu 45 • menit, dengan presisi hingga 0,1%. • Metode ini tidak menentukan kadar fosfolipid dalam susu, karena berada di fase air atau di antara fase lemak dan air. 2) Metode Gerber Metode ini mirip dengan metode Babcock, tapi menggunakan asam sulfat dan isoamil alkohol, dengan bentuk botol yang sedikit berbeda. Metode ini lebih cepat dan sederhana dibanding metode Babcock. Isoamil alkohol digunakan untuk mencegah pengarangan gula karena panas dan asam sulfat, yang pada metode Babcock menyebabkan sulitnya pembacaan skala. Sama seperti metode Babcock, metode ini tidak menentukan posfolipid. Prinsip Pengujian metode Gerber adalah mereaksikan cairan dengan H2SO4 dan amil alkohol, kemudain kadar lemak dapat dibaca dari butirometer standar. 3) Metode Deterjen Sampel dicampur dengan kombinasi surfaktan dalam botol Babcock. Surfaktan akan menggantikan membran yang menyelubungi droplet emulsi dalam sampel susu, menyebabkan lemak terpisah. Sampel disentrifugasi sehingga lemak akan berada di leher  botol sehingga kadar bisa ditentukan.



C. Zat adiktif Zat aditif merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan, baik pada saat memproses, mengolah, atau menyimpan makanan.Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan berguna untuk mempertahankan nilai gizi pada makanan tersebut yang mungkin rusak atau hilang



selama proses pengolahan. Fungsi zat aditif adalah untuk meningkatkan kualitasnya yang meliputi rasa,penampilan,warna,keawetan dan lain lain. Manfaat Zat aditif pada umumnya digunakan sebagai penambah rasa,aroma warna, pemanis, antioksidan, penyedap, pemutih, penambah gizi, perenyah dan pengisi, pengering, pemantap, pencegah buih, pengkilap, dan pencegah lengket. Zat ini dapat diperoleh dari bahan bahan alami yang diolah dari tumbuh tumbuhan dan juga dapat dibuat (sintetis). Klasifikasi zat adiktif yaitu: i.



Pewarna Pewarna merupakan zat yang dapat memberi warna pada makanan dan memberikan tampilan yang menarik dalam penyajiannya. Kecenderungan manusia menyukai makanan dengan tampilan yang menarik menyebabkan banyak orang menggunakan zat aditif sebagai pewarna makanan. Namun, terkadang ada orang yang menggunakan pewarna yang berbahaya sebagai campuran makanan. jenis pewarna yang digunakan sebagai campuran makanan ada pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami dapat diperoleh dari ekstrak tumbuh - tumbuhan. Pewarna alami cenderung lebih aman untuk dikonsumsi karena tidak melalui proses kimiawi. Pewarna sintetik dapat diperoleh dari hasil pengolahan dalam industri pewarna makanan. Pewarna ini berupa bahan - bahan kimia yang merupakan hasil sintesis dilaboratorium. Penggunaan bahan pewarna sintetik sebagai pewarna makanan dapat membahayakan bagi kesehatan. Saat ini banyak ditemukan makanan yang menggunakan pewarna buatan yang biasanya digunakan dalam industri tekstil. Jika kita sering mengkonsumsi makanan yang dicampur dengan pewarna tersebut,dapat mengakibatkan penyakit kanker.



ii.



Pemanis Pemanis adalah zat yang ditambahkan kepada makanan atau minuman sehingga menimbulkan rasa manis. Bahan pemanis ini terdiri dari dua jenis, yaitu pemanis alami danpemanis buatan. Pemanis alami disebut sukrosa yang dapat diperoleh dari olahan gula tebu, gula aren, dan gula merah. Sedangkan, pemanis sintetik berupa zat kimia yang dapat ditambahkan kepada makanan untuk menimbulkan rasa manis pada makanan. Ada dua jenis pemanis yang digunakan sebagai campuran makanan yaitu pemanis alami dan pemanis sintetis. Pemanis alami dapat diperoleh dari bahan-bahan nabati ataupun hewani. Selain itu pemanis alami juga berfungsi sebagai sumber energi, sehingga jika kita mengkonsumsinya secara berlebihan maka akan mengakibatkan kegemukan. Adapun beberapa pemanis alami antara lain: gula tebu,



gula jawa, gula are, madu dan kulit kayu manis. Pemanis buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan. Pemanis buatan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Adapun beberapa pemanis SINTETIS antara lain: sakarin, asfartam, Asesulfam K, dan siklamat. iii.



Pengawet Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan lama dan tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan dari proses pembusukan oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen, untuk itu batasan penggunaan



bahan



pengawet



sebaiknya



sesuai



dengan



Peraturan



Menteri



Kesesehatan. Ada dua jenis pengaawet yang digunakan sebagai campuran makanan yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), ADI (Acceptable Daily Intake), dan juga Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya. GRAS (Generally Recognized as Safe) umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Berikut ini adalah contoh-contoh pengawet alami : garam dapur, bawang putih, dan asam cuka. ADI (Acceptable Daily Intake) bersifat sintetis dan jika digunakan jangka Panjang bioasa berefek terhadap Kesehatan, contohnya yatu asam asetat, benzoate, sulfit, propil galat, propianat, garam nitrit, dan sorbat. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya zat-zat pengawet yang bukan untuk makanan dan sudah dilarang penggunaannya tetapi masih sering dipakai oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Beberapa diantaranya yaitu: boraks atau natrium tetraborat dan formalin. iv.



Penyedap Bahan penyedap rasa merupakan bahan tambahan makanan yang berguna untuk melezatkan bahan makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan penyedap ini terdapat dalam bentuk alami dan buatan. Ada dua jenis penyedap yang digunakan sebagai campuran makanan yaitu penyedap alami dan penyedap buatan. Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan. Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai bumbu makanan, beberapa di antaranya : bawang, merica, terasi, dauns alam, Jahe, cabai. Sedang penyedap buatan yaiyu monosodium glutamate atau yang sering dikenal MSG.



v.



Pengental atau penstabil



Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan Emulsifier. Macam-macam bahan pengental makanan yaitu telur, gelatin, lesitin (fosfatidil kolina), tepung kanji, kedelai, dan susu bubuk. D. Analisis Zat Adiktif 1. Jenis Analisisis a. Pewarna Prinsip Analisa zat warna sintetik dapat dilakukan dengan metode sederhana, salah satunya dengan alat kromatografi kertas, dengan peralatan yang sederhana pula seperti gelas, air, dan kertas saring. Sehingga tidak diperlukannya adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Keuntungan analisis sederhana ini adalah cara analisisnya tidak memerlukan ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun. 1) Analisis pewarna kuantitatif : 



Larutkan sampel zat warna ke dalam air, sehingga didapat konsentrasi 1 gr/L







Teteskan larutan tersebut pada ujung kertas ± 2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran 10 x 2,5 cm







Masukkan kertas kromatografi ke dalam gelas kimia 200 ml yang telah diisi air secukupnya (diletakkan 1 – 1,5 cm dari dasar gelas kimia tersebut)







Angkat kertas kromatografi dan keringkan di udara







Amati warna yang terbentuk pada rembesan kertas.



2) Analisis pewarna kualitatif: 



Larutkan sampel zat warna ke dalam air, sehingga didapat konsentrasi 1 gr/L







Teteskan larutan tersebut pada ujung kertas ± 2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran 10 x 2,5 cm







Masukkan kertas kromatografi ke dalam gelas kimia 200 ml yang telah diisi air secukupnya (diletakkan 1 – 1,5 cm dari dasar gelas kimia tersebut)







Angkat kertas kromatografi dan keringkan di udara







Amati warna yang terbentuk pada rembesan kertas.



b. Pemanis 1) Uji pemanis Sakarin (Misalnya pada permen karet)



Untuk mengetahui bagaimana kadar sakarin yang terdapat dalam permen karet dapat dilakukan melalui pemeriksaan kuantitatif dengan titrasi asam basa sebagai berikut : 



Na-sakarin terlebih dahulu dilarutkan dengan air kemudian menambahkan HCl. Kemudian sakarin dapat diekstraksi dengan chloroform dan etanol. Dimana perbandingan chloroform: etanol adalah (9:1).







Kemudian hasil ekstraksi dititrasi dengan larutan NaOH dimana dengan penambahan indicator Brom Thymol Blue. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna biru yang dihasilkan.



2) Uji pemanis siklamat (Misalnya Pada teh kemasan) Prinsip kerja uji pemanis siklamat: siklamat dengan NO 2 membentuk senyawa berwarna kuning. Sampel yang mengandung siklamat akan menghasilkan hasil yang sama dengan standar. Untuk mengetahui bagaimana kadar siklamat yang terdapat dalam teh kemasan dapat dilakukan melalui pemeriksaan kuantitatif dengan eksperimen sebagai berikut : 



Sampel diambil sebanyak 5 ml kemudian ditambahkan BaCl2 10% sebanyak 2,5 ml, dan didiamkan selama 30 menit.







Kemudian endapan dipisahkan dengan filtratnya dengan cara disaring menggunakan kertas saring Whatman 40. Lalu ditambahkan 2,5 ml HCl 10% dan ditambahkan lagi 2,5 ml NaNO2 10% dan dipanaskan di atas pemanas air.







Kemudian diamati hingga terdapat endapan putih yang menunjukkan adanya siklamat. Penentuan kadar siklamat ditentukan dengan cara menyaring endapan putih dari BaSO4 dengan kertas saring. Lalu dikeringkan.







Kemudian ditimbang massa siklamat pada neraca analitik hingga berat konstan.



c. Pengawet Prinsip analisis Zat Pengawet Pada Makanan: 



Asam Benzoat atau Asam Salisilat Asam Benzoat dalam sampel dipisahkan dengan diekstraksi menggunakan pelarut tertentu dalam suasana asam. Filtrat yang mengandung Asam Benzoat diuapkan dan dilarutkan, kemudian direaksikan dengan FeCl3 sehingga menimbulkan hasil yang khas (endapan berwarna merah).







Asam Borat Sampel yang diasamkan menciptakan hasil yang khas dengan turmerik yaitu noda berwarna merah hasil reaksi turmerik dengan asam borat.



1) Uji kuantitatif larutan asam benzoate Larutan asam benzoat hasil ekstraksi dipipet sebanyak 10,0 mL dengan pipet volume, kemudian di masukkan kedalam labu Erlenmeyer 250 mL. Larutan tersebut ditambah 2-3 tetes indikator PP dan selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH yang telah dibakukan dengan larutan asam oksalat sampai terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merahmuda yang stabil selama 15 detik. Volume larutan NaOH yang digunakan dicatat. Pengulangan titrasi dilakukan masing-masing 3 kali (Apriyantono, dkk., 1989). 2) Uji kualitatif asam benzoate: Larutan asam benzoat hasil ekstraksi bahan diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan larutan NH3 sampai larutan tersebut menjadi basa. Larutan tersebut kemudian diuapkan di atas penangas air. Residu yang diperoleh, dilarutkan dengan air panas dan disaring. Selanjutnya, ditambahkan 3-4 tetes FeCl3 0,5%.Adanya endapan yang berwarna kecoklatan menunjukkan adanya asam benzoate d. Penyedap 1) Uji Kuliatatif MSG 



Spot Test







1 mL larutan sampel (± 1 dari 30 bagian)







Tambahkan 1 mL Triktohidindena hidrat TS dan 100 mg Natrium Asetat







Masukkan ke dalam Waterbath selama 10 menit







Bila timbul warna ungu maka + MSG



2) Uji kuantitatif •



Kadar MSG







0,4 gram contoh MSG dipanasi dalam labu kjedhal dengan 0,5 gram Cusulfat, 4,5 gram kalium sulfat dan 20 ml H2 SO4 (p) samapai cairan menjadi jernih. Pemanasan dilanjutkan hingga 3 jam, lalu dinginkan. Larutan dipindahkan ke dalam labu destilasi, cuci dengan air suling dan encerkan hingga volume 200 ml, tambahkan 80 ml NaOH 30 %, kemudian amonia yang terdestilasi ditampung dalam 25 ml H2 SO4 0,1 N dan indikator merah metil. Bila 2/3



volume larutan telah terdestilasi, titer kelebihan H2 SO4 dengan NaOH 0,1 N. dan hitung kadar kemurnian MSG. •



Kemurniaan MSG % :







(25 x N as sulfat) – (V NaOH x N NaOH) x 0,1 x 0,187 x 100%







berat MSG (mg)



e. Pengental atau Penstabil 



Polysorbat 60 dalam bumbu: prinsip :Polysorbat dari bumbu isian diektraksi dengan campuran kloroformalalkohol absolut. Dan disaponifikasi dengan alkohol, KOH dan diasamkan. Asam lemah diekstaksi dengan heksana. Larutan polyol dalam air didesalting dengan resin penukar ion dan barium posphomolibdat sebagai pengendap. Polyoksietil polyol sebagai kopleks asam heterololy yang tidak larut. Endapa dikeringkan sampai berat konstan dan kandungan polysorbat dihitung secara gravimetri.







Sodium lauryl sulfat : kolorimetri







KLT: Pengemulsi diekstraksi dengan lemak dengan pelarut koroform dan metanol.



BAB III PENUTUP A. Simpulan 1. Lemak adalah senyawa yang merupakan ester dari asam lemak dengan gliserol yang kadang-kadang mengandung gugus lain yang bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti eter, aseton, kloroform, dan benzene. 2. Analisis lemak secara kualitatif dapat dilakukan dengan melakukan uji kelarutan lipid, uji  Acrolein, uji ketidakjenuhan pada lipid, uji ketengikan, uji Salkowski untuk kolesterol, dan uji Lieberman Buchard. 3. Analisis lemak secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menentukan bilangan iodium, bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan ester, bilangan peroksida, bilangan Reichert Meisel (BRM), bilangan Kirschner Baru, dan bilangan Hehner. 4. Metode - metode dalam analisis lemak diantaranya, metode soxhlet, metode babcock, dan metode goldfish. 5. Zat aditif merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan, baik pada saat memproses, mengolah, atau menyimpan makanan.Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan berguna untuk mempertahankan nilai gizi pada makanan tersebut yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan. 6. Klasifikasi zat aditif yaitu: pewarna, pemanis, pengawet, penyedap dan penstabil/pengental.



DAFTAR PUSTAKA Arianto, Dicki. 2014. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Lemak. Internet. Tersedia: http://dicki25.blogspot.co.id/2014/08/uji-kualitatif-kuantitatif-lemak.html. (diakses pada tanggal 9 Oktober 2020) Baraba, Nargis. 2015. Tugas Evaluasi Gizi. Internet. Tersedia: https://nargisbaraba.wordpress.com/2015/12/05/tugas-evaluasi-gizi/ (diakses pada tanggal 8 Oktober 2020) Puspita, Fika. 2014. Laporan Praktikum Analisis Pangan Lemak. [online]. Tersedia : http://fikapuspita.blogspot.co.id/2014/09/laporan-praktikum-analisis-panganlemak.html (diakses pada tanggal 9 Oktober 2020)



https://id.scribd.com/presentation/378845659/ANALISIS-ZAT-ADITIF