Analisis Pertumbuhan Tanaman c3 Akibat Perbedaan Naungan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN C3 PADA PERBEDAAN NAUNGAN



Oleh : Indrawati (B1A016025) Anggini Laras P. (B1A015023) Chita Kusumawati (B1A015070) Nikolaus Widyasmara (B1A015101) Rombongan : II Kelompok : 2 Asisten : Anisatul Khabibah Zaen



LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HERBISIDA



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2018



I. PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Sektor pertanian sekarang ini sangat penting bagi kehidupan, karena berperan untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pangan (Noviyanti et al., 2014). Tanaman terung merupakan salah satu komoditas tanaman sayuran yang permintaan pasarnya cukup tinggi di Indonesia. Terung merupakan tanaman C3 yang tumbuh baik pada cahaya dengan intensitas cahaya rendah (Kusumasiwi et al., 2013). Tanaman C3 adalah tanaman yang mempunyai lintasan atau siklus PCR (Photosynthetic Carbon Reduction) atau sering disebut siklus calvin yang dapat menghasilkan asam organik yang mengandung 3 atom C. Jaringan yang terlibat dalam proses fotosintesis adalah jaringan mesofil. Tanaman C3 mempunyai titik kompensasi cahaya berkisar antara 50 dan 150 ppm, dan fotosintesis jenuh pada kisaran 1000 - 4000 footcandle. Banyak tumbuhan C3 dapat hidup di bawah lantai hutan yang tertutupi kanopi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan tumbuhan C3 yang dapat beradaptasi terhadap kekurangan cahaya, atau dengan kata lain tumbuhan C3 dapat beradaptasi terhadap cahaya dalam jumlah sedikit yang bersifat difus (Hillis et al., 2012). Pertumbuhan tanaman terong sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Berbagai adaptasi dilakukan oleh tanaman ini untuk mengatasi berbagai kondisi lingkungan yang mungkin dapat merugikan bagi pertumbuhannya. Adanya cahaya dan naungan adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman dalam ekosistem. Faktor lingkungan tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, morfologi, fisiologi dan biokimia. Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa cahaya memainkan peran kunci dalam mengubah sifat tanaman. Perbedaan morfologi dan fisiologis tumbuhan dalam reaksi pertumbuhan terhadap naungan atau cahaya rendah intensitasnya sangat penting di semua jenis hutan yang ada di dunia (Kwon & Woo, 2016). Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman terong adalah cekaman abiotik. Beberapa cekaman abiotik antara lain cekaman kekeringan dan kekurangan intensitas cahaya matahari yang cukup. Hal ini merupakan kendala lingkungan yang menyebabkan penyerapan air dari tanah lebih sulit diserap oleh tumbuhan. Kemampuan tanaman untuk beradaptasi pada kondisi kekeringan yakni dengan cara menjaga tekanan turgor pada kondisi potensial air jaringan yang



rendah, penyesuaian osmotik, dan toleransi dehidrasi melalui protoplasma. Adaptasi tumbuhan terhadap kekurangan intensitas cahaya matahari yang cukup dilakukan dengan berbagai adaptasi baik melalui morfologi maupun fisologi (Ilahi et al., 2018). Mengingat banyaknya manfaat buah terung dan meningkatnya permintaan terung, perlu diketahui berbagai adaptasi yang dilakukan tanaman terung terhadap kekurangan cahaya sehingga bisa diaplikasikan pada sistem budidaya terung dengan memberinya kondisi intensitas cahaya optimal sehingga produktivitas terung bisa meningkat dan mampu meningkatkan kualitas ekonomi petani. B. Tujuan Mengamati adaptasi tanaman daun lebar terhadap kekurangan cahaya matahari.



II.



MATERI DAN METODE



A. Materi Alat yang digunakan dalam praktikum ini berupa polybag, penggaris, kamera, dan paranet 0 %, 55 %, 75 %, 100 %. Bahan yang digunakan adalah Terong (Solanum melongena).



B. Metode Cara kerja dalam praktikum kali ini : 1. Benih terong ditumbuhkan sampai mempunyai tiga buah daun di bawah sinar matahari penuh. 2. Setelah mempunyai tiga buah daun, tanaman terong diletakkan pada naungan yang berbeda yakni 0% naungan, 55 % naungan, 75 % naungan, dan 100% naungan. 3. Tanaman terong dibiarkan berada dalam kondisi perlakuan masing-masing, dan ditunggu sampai 3 minggu. 4. Setiap minggu dilakukan pengamatan dengan parameter pengamatan antara lain warna daun, tinggi tanaman, panjang internodus 3-4 dan 4-5 serta perlakuan naungan yang mampu beradaptasi dengan baik.



III.



HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Hasil Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Pertumbuhan Tanaman C3 pada Perbedaan Naungan Parameter



Warna Daun Tinggi Tanaman



0%



55%



1



2



3



1



2



3



Hijau



Hijau



Hijau



Hijau



Hijau



Hijau



Pucat



kekuningan



12 cm



16 cm



18 cm



10 cm



18 cm



19,5 cm



0,5 cm



2,5 cm



3 cm



1,5 cm



2,5 cm



3 cm



0,8 cm



1,5 cm



2 cm



1 cm



4 cm



4 cm



Panjang Internodus 34 Panjang Internodus 45



Parameter



75% 1



2 Hijau



Warna Daun



Hijau



sedikit kecokla tan



Tinggi Tanaman



100% 3



1



2



3



Hijau



Coklat



Coklat



Hijau kecoklat an



9 cm



10 cm



10,5 cm



9 cm



6 cm



1,2 cm



2,5 cm



2,5 cm



1 cm



0,5 cm



Panjang Internodus 34 Panjang Internodus 45



(Tanaman mati) (Tanaman Mati) (Tanaman



1,3 cm



1,5 cm



1,5 cm



1,5 cm



1 cm



Mati)



B



A



D



C



Gambar 1. Tanaman S.melongena Minggu ke-1. (A) Penutupan 0%, (B) Penutupan 55%, (C) Penutupan 75% (D) Penutupan 100%



A



B



C



D



Gambar 2. Tanaman S.melongena Minggu ke-2. (A) Penutupan 0%, (B) Penutupan 55%, (C) Penutupan 75% (D) Penutupan 100%



A



B



C



D



Gambar 3. Tanaman S.melongena Minggu ke-3. (A) Penutupan 0%, (B) Penutupan 55%, (C) Penutupan 75% (D) Penutupan 100%



B. Pembahasan Presentase kematian tanaman terung dari minggu ke-1 hingga minggu ke-3 adalah sebagai berikut. Pada minggu ke-1, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 0% adalah 0%, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 55% adalah 10%, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 75% adalah 20%, dan presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 100% adalah 30%. Pada minggu ke-2, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 0% adalah 0%, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 55% adalah 20%, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 75% adalah 40%, dan presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 100% adalah 80%. Pada minggu ke-3, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 0% adalah 0%, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 55% adalah 20%, presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 75% adalah 60%, dan presentase kematian tanaman terung dengan penutupan paranet 100% adalah 100%. Presentasi kematian tanaman terong semakin meningkat pada tiap minggunya dan presentase kematian tertinggi sebagian besar dialami oleh tanaman terung dengan penutupan paranet 75% dan 100%. Hal ini sesuai dengan pendapat Svriz et al. (2014), tanaman memerlukan intensitas cahaya matahari yang cukup untuk pertumbuhannya. Walaupun untuk setiap tanaman membutuhkan intensitas cahaya matahari yang bervariasi, tetapi sinar matahari tetap merupakan komponen vital untuk pertumbuhan tanaman. Dewi et al. (2017) menambahkan bahwa intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi juga dapat menekan pertumbuhan tinggi tanaman, sebaliknya intensitas cahaya matahari yang terlalu rendah menyebabkan ruas memanajang dan sampai batas tertentu menyebabkan tanaman etiolasi. Perubahan warna daun tanaman terung dari minggu ke-1 hingga minggu ke-3 adalah sebagai berikut. Pada minggu ke-1, warna daun tanaman terung belum terlalu terlihat perubahannya. Hal ini bisa dilihat dari warna daun dengan penutupan paranet 0%, 55%, 75%, dan 100% adalah hijau. Pada minggu ke-2, warna daun tanaman terung dengan penutupan paranet 0% adalah hijau, warna daun tanaman terung dengan penutupan paranet 55% adalah hijau pucat, warna daun tanaman terung dengan penutupan paranet 75% adalah hijau sedikit kecoklatan, dan warna daun tanaman terung dengan penutupan paranet 100% adalah coklat. Pada minggu ke-3, warna daun



tanaman terung dengan penutupan paranet 0% adalah hijau, warna daun tanaman terung dengan penutupan paranet 55% adalah hijau kekuningan, warna daun tanaman terung dengan penutupan paranet 75% adalah hijau sangat kecoklatan, dan warna daun tanaman terung dengan penutupan paranet 100% adalah coklat. Perubahan warna daun semakin meningkat pada tiap minggunya dengan perlakuan penutupan paranet yang semakin meningkat juga Menurut Suci et al. (2018) Intensitas cahaya merupakan banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per satuan luas dan persatuan waktu. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya mathari dibutuhkan untuk berlangsungnya proses fotosintesis dan untuk fotostimulus seperti pembentukan klorofil, pigmen, perluasan daun, pertunasan, dan pembungaan. Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Panjang internodus tanaman terung dari minggu ke-1 hingga minggu ke-3 adalah sebagai berikut. Pada setiap minggu nya panjang internodus 3 - 4 dan 4 - 5 dari tanaman terung dengan penutupan paranet 0% dan 55% adalah semakin meningkat. Panjang internodus 3 - 4 dan 4 - 5 dari tanaman terung dengan penutupan paranet 75% adalah meningkat pada mulanya lalu pada minggu kedua dan ketiga tetap. Panjang internodus 3 - 4 dan 4 - 5 dari tanaman terung dengan penutupan paranet 100% adalah semakin menurun karena pada minggu ketiga tanaman terung mati. Kurepin et al. (2007) menyatakan bahwa cahaya memberikan pengaruh penting terhadap pertumbuhan tanaman termasuk pertumbuhan internodus. Terung (Solanum melongena L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting sebagai bahan pangan sebagian besar masyarakat Indonesia. Terung memiliki banyak varietas dengan berbagai bentuk dan warna khas. Tiap-tiap varietas memiliki penampilan dan hasil yang berbeda. Buah terung mengandung serat yang tinggi sehingga bagus untuk pencernaan, kulit terung terutama terung ungu bagus untuk kesehatan kulit, kandungan fitonutriennya bagus untuk kinerja otak. Terung juga diketahui bagus untuk kesehatan jantung, menekan kolesterol dan diabetes. Terung diketahui memiliki zat antikanker, kandungan tripsin (protease) yang terkandung pada terung merupakan inhibitor yang dapat melawan zat pemicu kanker (Sahid et al., 2014). Terung tergolong tanaman



yang sangat sensitif terhadap kondisi kekeringan selama tahap pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini dikarenakan terung membutukan air dalam jumlah yang besar pada tahap pertumbuhan dan perkembangannya (Ilahi et al., 2018).



Terung merupakan salah satu jenis tumbuhan C3. Tumbuhan C3 menerima cahaya hasil saringan dari kanopi pohon disebelah atasnya dalam kondisi terbatas. Oleh karena itu, tumbuhan C3 akan mengarahkan daun untuk menerima cahaya dalam kondisi sedikit. Selain itu, daun akan mengalami perluasan dan daun beradaptasi menjadi sangat tipis. Tumbuhan yang mampu hidup di lantai hutan hanya tumbuhan yang mempunyai daun lebar. Sementara itu, tumbuhan rerumputan dan teki tidak mampu beradaptasi terhadap cahaya dalam jumlah yang sangat sedikit (Goldsworthy & Fisher, 1992). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan perlakuan yang paling dapat beradaptasi dengan baik terhadap adanya naungan yang diberikan pada tanaman terung adalah perlakuan dengan penutupan paranet 55% pada tanaman terung. Iklim mikro merupakan iklim di sekitar tanaman budidaya yang berperan penting dalam pertumbuhan dan hasil tanaman budidaya. Penutupan dengan paranet 100% menyebkan suhu udara di sekitar tanaman lebih tinggi dibanding dengan perlakuan penutupan paranet lainnya. Sehingga pada perlakuan ini tanaman tidak menerima cukup cahaya untuk pertumbuhannya dan akhirnya tanaman mati. Walaupun tanaman terung merupakan tanaman C3 yang dapat hidup dengan konsentrasi cahaya yang rendah, tetapi tanaman terung mempunyai titik batas minimal dan maksimal cahaya optimum yang dibutuhkannya untuk pertumbuhan (Kusumasiwi et al., 2013). Selain itu faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi. Terbentuknya bagian vegetatif dan generatif ini merupakan hasil proses asimilasi atau fotosintesis yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi. (Kadarisman et al., 2011). Berdasarkan aktivitas fotosintesisnya, pada mulanya semua tumbuhan darat merupakan tumbuhan tipe C3. Adaptasi tumbuhan terhadap faktor suhu, ketersedian air dalam tanah dan CO2 melalui mekanisme fotosintesisnya menghasilkan 3 tipe tumbuhan yaitu C3, C4 dan CAM serta beberapa tipe antara seperti C3-C4 dan C4like. Tumbuhan C3 memiliki satu macam enzim katalisator fiksasi CO2 yaitu Rubisco (RuBP carboxylase oxygenase). Pada kondisi panas dan CO2 terbatas, tumbuhan C3 beradaptasi dengan memiliki dua macam enzim katalisator yaitu PEP carboxylase dan Rubisco di dua sel fotosintetik yaitu mesofil dan bundle sheath yang tampak pada struktur anatominya yang disebut Kranz anatomy. Bundle sheath merupakan selapis sel yang mengelilingi berkas pengangkut dan mengandung klorofil. Tumbuhan yang



memiliki struktur tersebut digolongkan ke dalam tipe tumbuhan C4 (Campbell et al., 2008). Tanggapan terhadap peningkatan intensitas cahaya berbeda antara tumbuhan yang cocok untuk kondisi ternaungi (shade plant; indor plant); dengan tumbuhan yang bisa tumbuh pada kondisi tidak ternaungi. Tumbuhan cocok ternaungi menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada intensitas cahaya tinggi. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaungi mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya yang lebih rendah, laju fotosintesis lebih tinggi pada intensitas cahaya yang sangat rendah, titik kompensasi cahaya lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka. Hal tersebut menyebabkan tumbuhan cocok ternaungi dapat bertahan hidup pada kondisi ternaungi (intensitas cahaya rendah) saat tumbuhan cocok terbuka tidak dapat bertahan hidup. Tanaman yang tumbuh pada lingkungan berintensitas cahaya rendah memiliki akar yang lebih kecil, jumlahnya sedikit dan tersusun dari sel yang berdinding tipis. Hal ini terjadi akibat terhambatnya translokasi hasil fotosintesis dari akar. Ruas batang tanaman lebih panjang tersusun dari sel-sel berdinding tipis, ruang antar sel lebih besar, jaringan pengangkut dan penguat lebuh sedikit. Daun berukuran lebih besar, lebih tipis dan ukuran stomata lebih besar, sel epidermis tipis, tetapi jumlah daun lebih sedikit, ruang antar sel lebih banyak. Penghalangan cahaya matahari oleh parapara atau naungan akan mengurangi laju fotosintesis. Radiasi sinar matahari dapat memberikan efek tertentu pada tumbuhan bila cahaya tersebut diabsorbsi. Secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung melalui fotosintesis dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman akibat respon metabolik yang langsung (Haryanti, 2010).



IV. KESIMPULAN



Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa adaptasi tanaman daun lebar (terong) terhadap kekurangan cahaya matahari bisa dilakukan secara morfologi maupun fisiologi. Secara morfologi, tanaman terung akan membuat daunnya mengalami perluasan dan daun beradaptasi menjadi sangat tipis. Secara fisiologis, tanaman terung memiliki laju fotosintesis yang rendah pada intensitas cahaya tinggi. Laju fotosintesisnya juga mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya yang lebih rendah.



DAFTAR PUSTAKA



Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V. & Jackson, R. B., 2008. BIOLOGI. Jakarta: Erlangga. Dewi, N. A., Widaryanto, E., & Heddy, Y. B. S., 2017. Pengaruh Naungan pada Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.). Jurnal Produksi Tanaman. 5(11), pp. 1755-1761. Goldsworthy, P. R., & Fisher, N. M., 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Haryanti, S., 2010. Pengaruh Naungan yang Berbeda Terhadap Jumlah Stomata dan Ukuran Porus Stomata Daun Zephyranthes rosea Lindl. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 18(1), pp. 41-48. Hillis, D. M., Sadava, D., Heller, H. C. & Price, M. V., 2012. Principles of Life. USA: Sinauer Associates Inc. Ilahi, R. N. K., Isda, M. N., & Rosmaina., 2018. Morfologi Permukaan Daun Tanaman Terung (Solanum melongena L.) Sebagai Respons Terhadap Cekaman Kekeringan. Al-Kauniyah: Journal of Biology. 11(1), pp. 41-48. Kadarisman, N., Purwanto, A., & Rosana, D., 2011. Peningkatan Laju Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Melalui Spesifikasi Variabel Fisis Gelombang Akustik pada Pemupukan Daun (Melalui Perlakuan VariasiPeak Frekuensi). Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Perapan MIPA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Kurepin, L. V., Emery, R. J. N., Pharis, R. P., & Reid, D. M., 2007. Uncoupling Light Quality From Light Irradiance Effect in Helianthus annuus Shoots: Putative Roles for Plant Hormones in Leaf and Internode Growth. Journal of Experimental Botany. 58(8), pp. 2145-2157. Kusumasiwi, A. W. P., Muhartini, S., & Trisnowati, S., 2013. Pengaruh warna mulsa plastik terhadap pertumbuhan dan hasil terung (Solanum melongena L.) tumpangsari dengan kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.). Vegetalika, 1(4), pp.118-127. Kwon, M. Y., & Woo, S. Y., 2016. Plants Responses to Drought and Shade Environment. Afr. J. Biotechnil. 15(2), pp. 29-31 Noviyanti, R., Yuliani., Ratnasari, E., & Ashari, H., 2014. Pengaruh Pembetian Naungan Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Stroberi varietas Dorit dan Varietas Lokal Berastagi. LenteraBioI. 3(3), pp. 242-247. Sahid, O. T., Murti, R. H., & Trisnowati, S., 2014. Hasil dan Mutu Galur Terung (Solanum melongena L.). Vegetalika. 3(2), pp. 45-58.



Suci, C. W., & Heddy, S., 2018. Pengaruh Intensitas cahaya Terhadap Keragaman Tanaman Puring (Cidiaeum variegetum). Jurnal Produksi Tanaman. 6(1), pp. 161-169. Svriz, M., Damascos, M. A., Lediuk, K. D., Varela, S. S., & Barthelemy, D., 2014. Effect of Light on the Growth and Photosyhthesis of an Invasive Shrub in its Native Range. AoBPlants. 6, pp. 60-61.