Analisis Struktur I - 03 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CHAPTER 02



2.1



Analisis Struktur Analisis struktur bukan merupakan tahapan akhir dalam sebuah proses perancangan, tetapi



merupakan alat yang digunakan untuk mendukung proses perancangan dari sebuah struktur. Tujuan utama dari analisis struktur adalah untuk membantu dalam membuat keputusan-keputusan penting dalam proses perancangan struktur. Pada umumnya hasil dari suatu proses analisis struktur pada sebuah struktur yang menerima beban-beban yang bekerja, adalah berupa respon struktur tersebut yang berbentuk perubahan posisi elemen atau bentuk konfigurasi struktur. Gaya-gaya internal pada terjadi pada elemen-elemen struktur berupa gaya aksial, gaya geser, momen lentur dan momen torsi. Dalam analisis dan perancangan struktur ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode elastis dan metode plastis (inelastis). Kedua metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan serta tujuan tersendiri dalam penggunaannya. Dalam analisis struktur ini, hanya akan di bahas analisis struktur metode elastis untuk struktur-struktur sederhana dengan konsep dasar analisis struktur yang dibatasi untuk struktur dalam bidang (planar system), sedangkan untuk analisis struktur tiga dimensi atau struktur ruang, memiliki konsep dasar yang sama tetapi dengan perhitungan numerik yang lebih kompleks.



Gambar 2.1 Aplikasi analisis struktur



2.1.1 Analisis Metode Elastis Analisis dengan metode elastis dilakukan untuk menghitung gaya-gaya dalam yang bekerja pada struktur yang diakibatkan oleh gaya-gaya luar yang berkerja pada struktur tersebut, seperti gaya aksial, gaya geser, momen dan puntir. Analisis dengan metode elastis didasarkan pada anggapan bahwa, gaya-gaya dalam yang berkerja pada struktur tersebut masih dalam keadaan dan batas-batas elastis, serta defleksi yang terjadi pada struktur masih cukup kecil. Dalam analisis struktur dengan metode elastis ada banyak metode yang dapat digunakan untuk penyelesaian analisis elastis seperti, metode Cross, metode Sloope deflection, metode Clayperon, metode Kani, metode Takabeya, metode Mutto, metode analogi kolom, metode matriks dan lain sebagainya.



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



9



CHAPTER 02 Analisis elastis dapat dengan mudah dilakukan pada semua jenis struktur, karena dalam analisis ini semua gaya-gaya dalam yang terjadi masih dianggap dalam kondisi elastis sehingga penggunaannya dapat digunakan pada semua jenis bahan, baik yang bersifat getas maupun bahan yang bersifat daktail. Pada umumnya hasil perhitungan dengan metode elastis berupa gaya-gaya dalam yang digunakan dalam proses perancangan struktur atau memeriksa keamanan struktur.



2.1.2 Analisis Metode Plastis Analisis dengan metode plastis pada umumnya digunakan untuk menentukan besarnya beban runtuh atau beban ultimit yang terjadi pada suatu struktur serta perilaku keruntuhannya. Dalam analisis dengan metode plastis gaya-gaya dalam yang bekerja pada suatu struktur telah melebihi batas elatis dan nilai defleksi yang terjadi sudah cukup besar. Dengan demikian penggunaan analisis plastis hanya dapat digunakan pada bahan yang sifatnya daktail seperti baja dan beton bertulang dengan pendetailan yang cukup baik. Salah satu keuntungan dari penggunaan metode plastis adalah penggunaan persamaan matematik yang relatif mudah, bila dibandingkan dengan penggunaan persamaan matematik dalam metode elastis untuk perhitungan struktur-struktur tak tentu berderajat banyak seperti struktur portal, portal beratap lancip dan balok menerus. Akan tetapi analisis dengan metode plastis tidak dianjurkan penggunaannya pada analisis struktur statis tertentu (determinate structures) maupun struktur-struktur sederhana dengan pin connected members. Selain itu, salah satu tujuan dari analisis plastis adalah untuk menentukan besarnya beban runtuh yang terjadi pada struktur, disamping untuk mengetahui perilaku dari tegangan-regangan pada material apakah telah melampaui batas elastis pada saat terjadi keruntuhan struktur.



2.2



Idealisasi Struktur



2.2.1 Idealisasi Balok Sederhana Struktur balok sederhana banyak dijumpai pada struktur jembatan dimana, gelagar jembatan yang berfungsi untuk mendukung beban dari pelat jembatan yang selanjutnya dialihkan ke perletakan jembatan untuk diteruskan ke tanah.



Idealisasi



Gambar 2.2 Idealisasi balok sederhana



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



10



CHAPTER 02 2.2.2 Idealisasi Balok Menerus Struktur balok menerus banyak juga dijumpai pada struktur jembatan dimana, mempunyai beberapa perletakan sekaligus, hanya saja perilaku mekanika pada struktur balok menerus berbeda dengan balok sederhana.



Idealisasi



Gambar 2.3 Idealisasi balok menerus



2.2.3 Idealisasi Struktur Gantung Struktur gantung (cantilever) dapat berupa struktur balok yang dijepit salah satu ujungnya dan salah satu ujung lainnya menggantung yang dapat mendukung beban titik, beban merata dan kombinasi beban atau seperti yang tergambar di bawah ini.



Gambar 2.4 Idealisasi cantilever



2.2.4 Idealisasi Struktur Rangka Struktur rangka (frame) merupakan struktur yang terdiri dari kumpulan elemen-elemen batang yang dapat berupa batang tarik atau batang tekan yang dihubungkan dengan sendi atau jepit dimana beban dianggap bekerja pada setiap sambungan (joint).



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



11



CHAPTER 02



Gambar 2.5 Idealisasi struktur rangka



2.2.5 Idealisasi Struktur Portal Struktur portal merupakan struktur yang terdiri dari kumpulan elemen-elemen batang horisontal dan vertikal yang berhubungan secara kaku, dimana pada umumnya terdapat pelat untuk kepentingan fungsional yang melimpahkan beban ke elemen horisontal selanjutnya dari elemen horisontal dilimpahkan ke elemen vertikal untuk diteruskan ke tanah melalui pondasi.



Gambar 2.6 Idealisasi struktur portal



Di dalam struktur portal dikenal dua jenis portal yaitu, portal tidak bergoyang dan portal bergoyang. Disebut sebagai portal tidak bergoyang apabila bentuk portal adalah simetris dan beban yang bekerja juga simetris, serta apabila portal mempunyai kaitan dengan struktur lainnya. Sedangkan dikatakan sebagai portal bergoyang apabila beban yang tidak simetris bekerja pada portal yang tidak simetris dan portal simetris atau beban simetris bekerja pada portal yang tidak simetris. Untuk selengkapnya pembahasan mengenai portal dan proses perhitungan portal akan dibahas pada babbab selanjutnya dengan berbagai kondisi dan metode perhitungan.



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



12



CHAPTER 02



Gambar 2.7 Jenis portal



2.3



Pembebanan Pada Struktur



2.3.1 Bentuk Beban Faktor beban merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perhitungan analisis ataupun perancangan sebuah struktur. Dalam peraturan untuk struktur baja dan beton dan jembatan, sudah menggunakan metode ultimit untuk analisis dan perancangan, sedangkan analisis dan perancangan dengan metode elastis hanya sebagai pilihan saja. Pada dasarnya agar suatu struktur dan komponennya dapat memenuhi syarat-syarat keamanan dan kelayakan pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban yang ada, maka harus diperhitungkan faktor-faktor beban tersebut, sesuai dengan sifat dan kebutuhan dari setiap faktor-faktor tersebut, sehingga untuk setiap perhitungan faktor beban, mempunyai persamaan tersendiri sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang telah ditetapkan. Secara umum struktur disebut sebagai himpunan dari elemen-elemen bahan yang berfungsi menyalurkan beban dan gaya dengan aman, sehingga dalam proses perencanaan suatu struktur, perhitungan akan kombinasi beban dan gaya yang bekerja dalam suatu struktur menjadi hal yang sangat penting. Adapun jenis-jenis beban yang bekerja pada struktur sesuai dengan jenis dan fungsi struktur, antara lain : 1. Beban mati (dead loads) Adalah berat sendiri dari suatu struktur atau elemen-elemen struktur yang sifatnya tetap dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur tersebut, termasuk segala unsurunsur tambahan yang ada di dalamnya. 2. Beban hidup (live loads) Adalah beban yang sifatnya tidak tetap dan dapat bergerak yang terjadi akibat kegiatan penghunian atau pengunaan suatu struktur atau bangunan yang di dalamnya termasuk beban-beban yang disebabkan oleh barang-barang yang dapat berpindah-pindah atau dapat bergerak seperti beban kendaraan pada struktur jembatan. 3. Beban angin (wind loads) Adalah beban yang bekerja pada suatu struktur atau gedung yang diakibatkan oleh tekanan ataupun pergerakan udara atau angin.



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



13



CHAPTER 02 4. Beban gempa (earthquake loads) Adalah beban yang terjadi akibat adanya pergerakan tanah yang disebabkan oleh gempa yang bersifat lateral. Selain itu beban gempa menghasilkan goyangan terhadap struktur arah lateral dan merupakan fungsi dari berat, tinggi dan bentuk struktur. 5. Beban tekanan (preassure loads) Beban tekanan adalah beban yang dapat dihasilkan oleh adanya tekanan dari udara, gas, air dan tanah. Pada umumnya penggunaan perhitungan terhadap beban tekanan hanya pada struktur-struktur tertentu disesuaikan dengan letak, fungsi dan kondisi struktur tersebut, seperti pada struktur dinding penahan tanah (retaining wall) dan pondasi yang mengalami tekanan tanah, pada struktur pelat lengkung dan cangkang yang mengalami tekanan udara, pada reaktor nuklir yang mengalami tekanan gas, pada struktur dam atau bendungan yang mengalami tekanan air dan lain sebagainya. 6. Beban khusus (special loads) Adalah beban yang terjadi akibat perbedaan suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan pondasi (settlement), susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperti gaya rem, gaya sentrifugal, gaya dinamis akibat mesin-mesin dan pengaruhpengaruh khusus lainnya. Dalam perhitungan suatu komponen struktur untuk suatu keperluan perencanaan, sangat perlu untuk mengikuti langkah-langkah dan ketentuan yang sudah ditetapkan, hal ini dimaksudkan guna mencapai suatu hasil yang maksimal dan memenuhi standar sesuai dengan faktor keamanan yang sudah ditetapkan.



2.3.2 Idealisasi Bentuk Beban Dalam idelisasi dan perhitungan struktur, terdapat bermacam-macam bentuk beban yang merupakan idealisasi dari faktor beban yang ada di sekitar kita. Komponen beban yang ada di sekitar kita tersebut, kemudian diformulasikan dalam bentuk-bentuk beban untuk mempermudah proses perhitungan dan distribusinya dalam analisis struktur. Adapun bentuk- bentuk beban, antara lain : 1. Beban Titik Beban titik atau beban terpusat adalah beban yang terkosentrasi pada satu titik atau satu area. Sebagai contoh adalah beban roda, beban manusia dan lain sebagainya. 2. Beban terbagi merata Beban terbagi merata adalah beban yang terdistribusi secara merata sepanjang batang. Sebagai contoh adalah berat sendiri struktur dan lain sebagainya. 3. Beban segitiga Beban segitiga adalah beban berbentuk segitiga, biasanya dapat berupa beban tekanan tanah, tekanan air serta penyebaran beban pada lantai atau pelat. 4. Beban trapesium Beban trapesium biasanya penyebaran beban pada lantai beton bertulang dan sebagainya. 5. Beban merata yang besarnya berubah-ubah pada setiap titik. Beban merata yang besarnya berubah-ubah pada setiap titik dalam fungsi jarak Q = Q(x).



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



14



CHAPTER 02



Gambar 2.8 Bentuk-bentuk beban



2.3.3 Komponen Beban Pada Struktur Berdasarkan SNI 03 1727 1989 tentang Tata cara pembebanan untuk rumah dan gedung, bahwa bahan bangunan atau komponen-komponen struktur mempunyai harga-harga tersendiri seperti yang ditampilkan dalam tabel di bawah ini.



Tabel 2.1 Berat sendiri bahan bangunan Bahan Bangunan



Berat



Baja



7850 kg/m3



Batu alam



2600 kg/m3



Batu belah, batu bulat, batu gunung



1500 kg/m3



Batu karang



0700 kg/m3



Batu pecah



1450 kg/m3



Besi tuang



7250 kg/m3



Beton



2200 kg/m3



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



15



CHAPTER 02 Tabel 2.1 Lanjutan Bahan Bangunan



Berat



Beton bertulang



2400 kg/m3



Kayu kelas I



1000 kg/m3



Kerikil, koral kering udara sampai lembab



1650 kg/m3



Pasangan batu merah



1700 kg/m3



Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung



2200 kg/m3



Pasangan batu cetak



2200 kg/m3



Pasangan batu karang



1450 kg/m3



Pasir kering udara sampai lembab



1600 kg/m3



Pasir jenuh air



1800 kg/m3



Pasir koral, kerikil kering udara sampai lembab



1850 kg/m3



Tanah, lempung dan lanau kering udara sampai lembab



1700 kg/m3



Tanah, lempung dan lanau basah



2000 kg/m3 11400 kg/m3



Timah hitam



Tabel 2.2 Berat sendiri komponen gedung Bahan Bangunan



Berat



Adukan per cm tebal dari semen



21 kg/m2



Adukan per cm tebal dari kapur, semen merah, tras



17 kg/m2



Aspal, bahan-bahan mineral penambah per cm tebal



14 kg/m2



Dinding pasangan bata merah tebal 1 bata



450 kg/m2



Dinding pasangan bata merah tebal 0,5 bata



250 kg/m2



Tabel 2.3 Beban hidup pada struktur Point a b



c



Bahan Bangunan Lantai dan tangga rumah tinggal kecuali yang disebut dalam point b. Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting bukan untuk toko, pabrik atau bengkel. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit.



Berat 250 kg/m2 125 kg/m2 250 kg/m2



d



Lantai ruang olah raga



400 kg/m2



e



Lantai ruang dansa



500 kg/m2



Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan seperti masjid, f



gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop, panggung penonton dengan



400 kg/m2



tempat duduk tetap. g



Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau penonton berdiri.



500 kg/m2



h



Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c.



300 kg/m2



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



16



CHAPTER 02 Tabel 2.3 Lanjutan Point



Bahan Bangunan



Berat



i



Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan g.



500 kg/m2



j



Lantai dari ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g.



250 kg/m2



Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, k



toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan dengan beban



400 kg/m2



hidup yang tersendiri dengan nilai minimum. l



m



2.4



Lantai gedung parkir bertingkat untuk lantai bawah



800 kg/m2



Lantai gedung parkir bertingkat untuk tingkat selanjutnya



400 kg/m2



Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan dengan nilai minimum.



300 kg/m2



Pembebanan Untuk Struktur Baja Perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan batas dan



kemampuan layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban sebagai berikut : 1. Beban hidup dan mati seperti diisyaratkan dalam SNI 03 1727 1989, atau penggantinya. 2. Untuk perencanaan alat pengangkat (crane), semua beban yang relevan yang diisyaratkan pada SNI 03 1727 1989 atau penggantinya. 3. Untuk perencanaan tetap lorong pejalan kaki, tangga, semua beban yang relevan yang diisyaratkan pada SNI 03 1727 1989 atau penggantinya. 4. Pembebanan gempa sesuai dengan SNI 03 1726 1989 atau penggantinya. 5. Beban-beban khusus lainnya sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan berdasarkan kombinasi beban-beban di atas maka, struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi beban yang ada sebagai berikut : 1,4D



(2.1)



1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)



(2.2)



1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H) + (L L atau 0,8W)



(2.3)



1,2D + 1,3W + (L L + 0,5 (La atau H)



(2.4)



1,2D ± 1,0E + (L L)



(2.5)



0,9D ± (1,3W atau 1,0E)



(2.6)



D = Adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga dan peralatan layan tetap. L = Adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung termasuk beban kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti beban angin, hujan dan lain-lain. La = Adalah beban hidup di atap yang timbul selama perawatan oleh pekerja, peralatan, material, atau selama penggunaan biasa oleh orang atau benda bergerak. H = Adalah beban hujan tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air. W = Adalah beban angin. E = Adalah beban gempa yang ditentukan menurut SNI 03 1726 1989 atau penggantinya.



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



17



CHAPTER 02 2.5



Pembebanan Untuk Struktur Beton Terhadap kombinasi beban terfaktor dan gaya geser terfaktor yang terjadi, maka dalam SNI 03



2847 2002 disebutkan bahwa struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor yang bekerja pada struktur, sesuai dengan ketentuan SNI 03 2847 2002. Selain itu, komponen struktur harus memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang sudah ditetapkan, sehingga dapat menjamin tercapainya perilaku struktur yang cukup baik pada tingkat beban kerja.



2.5.1 Kuat Perlu Agar suatu struktur dan komponennya dapat memenuhi syarat-syarat keamanan dan kelayakan pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban yang ada, maka harus diperhitungkan Faktorfaktor beban tersebut, sesuai dengan sifat dan kebutuhan dari setiap faktor-faktor tersebut, sehingga untuk setiap perhitungan faktor beban, mempunyai persamaan tersendiri sesuai dengan SNI 03 2847 2002, sebagai berikut : 1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan U = 1,4 D



(2.7)



Kuat perlu untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)



(2.8)



2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu: U = 1,2 D + 0,5 L + 1,3 W + 0,5 (A atau R)



(2.9)



Dimana kombinasi beban harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya dan : U = 0,9 D + 1,3 W



(2.10)



Setiap kombinasi beban D, L, W dan U tidak boleh kurang dari persamaan (2.8). 3. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai : U = 1,2 D + 0,5 L  1,1 E



(2.11)



Atau U = 0,9 D  1,1 E



(2.12)



Dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03 1726 1989 F tentang Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung atau penggantinya. 4. Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam perencanaan, maka pada Persamaan (2.8) ditambahkan 1,6.H kecuali bahwa pada keadaan di mana D atau L mengurangi pengaruh H, maka nilai U maksimum ditentukan dengan mengganti 1,2.D pada persamaan (2.8) dengan 0,9.D dan nilai L diambil sama dengan nol. Untuk setiap kombinasi dari D, L, dan H, nilai kuat perlu U tidak boleh lebih kecil dari persamaan (2.8).



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



18



CHAPTER 02 5. Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida F, yang berat jenisnya dapat ditentukan dengan baik, dan ketinggian maksimumnya terkontrol, diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban tersebut harus dikalikan dengan faktor beban 1,3 dan ditambahkan pada semua kombinasi beban yang memperhitungkan beban hidup. 6. Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam perencanaan maka pengaruh tersebut harus disertakan pada perhitungan beban hidup L. 7. Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu sangat menentukan dalam perencanaan, maka kuat perlu U minimum harus sama dengan: U = 0,75(1,2 D + 1,2T + 1,6 L)



(2.13)



Tetapi nilai U tidak boleh kurang dari : U = 1,2 (D + T)



(2.14)



Perkiraan atas perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu harus didasarkan pada pengkajian yang realistis dari pengaruh tersebut selama masa pakai. 8. Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus digunakan faktor beban 1,2 terhadap gaya penarikan tendon maksimum. Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh beban tersebut dikalikan dengan faktor 1,2. 9. Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh beban tersebut dikalikan dengan faktor 1,2.



2.5.2 Kuat Rencana Kuat rencana atau kuat rancang yang dipakai adalah dengan mengambil nilai kuat rancang yang tersedia pada suatu komponen struktur sambungan dengan komponen struktur yang lain ataupun terhadap penampangnya dengan kriteria lentur, beban normal, geser atau torsi yang diambil sebagai kekuatan nominal yang dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan (). Dalam SNI 03 2847 2002 besarnya nilai kuat rencana dan faktor reduksi kekuatan ditentukan sebagai berikut : 1. Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban normal, geser, dan torsi, harus diambil sebagai hasil kali kuat nominal, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari tata cara ini, dengan suatu faktor reduksi kekuatan  dalam nilai reduksi dibawah ini. 2. Faktor reduksi kekuatan  ditentukan sebagai berikut : (1) Lentur murni tanpa beban aksial adalah sebesar 0,80. (2) Beban aksial dan beban aksial dengan lentur, dimana untuk beban aksial dengan lentur, kedua nilai kekuatan nominal, yaitu beban aksial dan momen harus dikalikan dengan satu nilai  yang sesuai seperti di bawah ini : a. Beban aksial tarik dan beban aksial tarik dengan lentur adalah sebesar 0,80. b. Beban aksial tekan atau beban aksial tekan dengan lentur dibagi lagi menurut komponen struktur yang dipakai, sebagai berikut :



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



19



CHAPTER 02  Komponen struktur tulangan spiral atau sengkang ikat adalah sebesar 0,70.  Komponen struktur dengan sengkang biasa adalah sebesar 0,65. Apabila dari hasil perhitungan didapat ataupun diketahui bahwa nilai aksial tekannya cukup rendah, maka nilai  dapat dinaikan ataupun diperbesar dengan tetap mengacuh pada syarat-syarat sebagai berikut : a. Untuk komponen struktur dimana nilai tegangan leleh baja tulangan (fy) yang tidak melampaui 400 MPa dengan tulangan simetris dan dengan (h – d’ – ds) dibagi h tidak kurang dari 0,65 nilai , dan dapat dinaikan nilainya secara linier menjadi 0,80 untuk nilai Pn yang berkurang dari 0,10.f’c.Ag ke nol. b. Untuk komponen struktur beton bertulang yang lain, nilai  dapat ditingkatkan secara linier menjadi, 0,80 untuk keadaan dimana nilai Pn berkurang dari nilai terkecil antara 0,10.f’c. Ag dan Pnb ke nol. c. Di daerah rawan gempa, komponen struktur penahan gempa tanpa penulangan transversal sebesar 0,50. (3) Geser dan torsi 0,75 Kecuali pada struktur yang bergantung pada sistem rangka pemikul momen khusus atau sistem dinding khusus untuk menahan pengaruh gempa : a. Faktor reduksi untuk geser pada komponen struktur penahan gempa yang kuat geser nominalnya lebih kecil dari pada gaya geser yang timbul sehubungan dengan pengembangan kuat lentur nominalnya 0,55. b. Faktor reduksi untuk geser pada diafragma tidak boleh melebihi faktor reduksi minimum untuk geser yang digunakan pada komponen vertikal dari sistem pemikul beban lateral. c. Geser pada hubungan balok-kolom dan pada geser balok perangkai yang diberi tulangan diagonal 0,80. (4) Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengangkuran pasca tarik 0,65. (5) Daerah pengangkuran pasca tarik 0,85. 3. Perhitungan panjang penyaluran sesuai dengan butir 12 SNI 03 2847 2002 tidak memerlukan faktor reduksi .



2.6



Distribusi Beban Dari Pelat Perhitungan pembebanan dilakukan dengan, asumsi bahwa struktur yang ditinjau harus dapat



menahan semua beban yang bekerja pada struktur, sesuai dengan keadaan dan kondisi lapangan dimana struktur tersebut akan dibangun. Dalam perhitungan pembebanan, terlebih dahulu haruslah menghitung terjadinya penyebaran beban, baik yang diakibatkan oleh beban mati, beban hidup ataupun beban-beban lainnya. Analisis penyebaran beban dapat dilakukan dengan metode amplop (envelope) yaitu, dengan menarik garis 450 pada denah, sehingga dapat dilakukan analisis terhadap bentuk penyebaran beban tersebut, baik yang yang berupa beban segitiga atau beban trapesium. Adapun salah satu cara perhitungan penyebaran beban adalah sebagai berikut :



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



20



CHAPTER 02



Gambar 2.9 Penyebaran beban dari pelat



Gambar 2.10 Pemerataan beban segitiga dan trapesium



Untuk beban segitiga : Ls = 1/2 . L . t RA = RB = 1/2 . Ls C1 = RA . (1/2 . L) – 1/2 . Ls . (1/3 . t)



(2.15)



C2 = 1/8 . h . L2



(2.16)



Selanjutnya persamaan (2.15) disamakan dengan persamaan (2.16) untuk mendapatkan besarnya nilai h : C 1 = C2 . h h = C1/C2 Untuk beban trapesium : Ls = 1/2 . a . t Lp = b . t RA = RB RA = Ls + 1/2 . Lp C1 = RA . (1/2 . L) – Ls . (1/3 . a + 1/2 . b) – 1/2 . Lp . (1/4 . b) 2



C2 = 1/8 . h . L



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



(2.17) (2.18)



21



CHAPTER 02



Selanjutnya persamaan (2.17) disamakan dengan persamaan (2.18) untuk mendapatkan besarnya nilai h : C1 = C2 . h h = C 1 / C2 Apabila pemerataan beban telah selesai dilakukan, maka berat bangun trapesium atau segitiga dapat dihitung berdasarkan persamaan : wp = n . h . Qu



(2.19)



Dimana : wp = berat bangun trapesium atau segitiga. n = jumlah bangun yang didistribusikan ke balok atau portal. h = tinggi ekivalen hasil pemerataan beban. Qu = beban kombinasi yang bekerja pada struktur. Contoh 2.1 : Diketahui sebuah struktur satu lantai dengan denah seperti tergambar. Apabila data-data beban yang bekerja pada struktur diketahui :  Berat air hujan pada pelat atap



: 100 kg/m2



 Beban hunian kantor pada pelat lantai



: 250 kg/m2



 Berat plafond dan penggantung



: 50 kg/m2



 Berat tegel tebal 1 cm



: 24 kg/m2



 Berat adukan tebal 1 cm



: 21 kg/m2



 Berat dinding



: 250 kg/m2



 tebal pelat atap



: 10 cm



Hitunglah tinggi ekivalen (h) dan beban merata yang bekerja pada portal A – A !



Gambar 2.11 Distribusi beban dari pelat ke balok



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



22



CHAPTER 02 Penyelesaian : Perhitungan tinggi ekivalen (h) :



Gambar 2.12 Distribusi beban dari pelat ke portal A – A



Untuk beban trapesium : Ls



= 1/2 . a . t = 1/2 . 2 . 2 = 2



Lp



= b.t = 4.2 = 8



RA1



= RA2



RA1



= Ls + 1/2 . Lp = 2 + 1/2 . 8 = 6



Dengan menggunakan persamaan (2.17) dan persamaan (2.18) : C1 = RA . (1/2 . L) – Ls . (1/3 . a + 1/2 . b) – 1/2 . Lp . (1/4 . b) = 6 . (1/2 . 8) – 2 . (1/3 . 2 + 1/2 . 4) – 1/2 . 8 . (1/4 . 4) = 6 . 4 – 2 . 2,6667 – 4 . 1 = 24 – 5,3340 – 4 = 14,6666 C2 = 1/8 . h . L2 = 1/8 . h . 82 = 8.h C1 = C2 . h h = 14,6666 / 8 = 1,8333 Perhitungan pembebanan pelat atap : Perhitungan beban mati (DL) :  Berat sendiri pelat  Berat plafond dan penggantung



:



0,10 x 2400



= 240 kg/m2 =



50 kg/m2



= 290 kg/m2



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



23



CHAPTER 02 Perhitungan beban hidup (LL) : = 100 kg/m2



 Beban air hujan pada pelat atap Perhitungan beban kombinasi (Qu) : Qu = 1,2 . DL + 1,6 . LL = 1,2 . 290 + 1,6 . 100 = 348 + 160 = 508 kg/m2 Beban merata pada portal A – A :  Berat bangun trapesium A – A :



1 x 1,8333 x 508



=



931,32 kg/m1



 Berat sendiri balok



0,20 x (0,30 – 0,10) x 2400 =



96,00 kg/m1



:



= 1027,32 kg/m1



Contoh 2.2 : Diketahui sebuah struktur dua lantai dengan denah seperti tergambar. Apabila data-data beban yang bekerja pada struktur diketahui : : 100 kg/m2



 Berat air hujan pada pelat atap



 Tebal pelat atap



: 10 cm



: 250 kg/m



2



 Tebal pelat lantai : 12 cm



: 50 kg/m



2



 Tinggi dinding



 Berat tegel



: 24 kg/m



2



 Berat adukan



: 21 kg/m2



 Berat dinding



: 250 kg/m2



 Dimensi balok



: 20 x 30 cm2



 Beban hunian kantor pada pelat lantai  Berat plafond dan penggantung



: 4m



Hitunglah tinggi ekivalen (h) dan beban merata yang bekerja pada portal B – B tersebut ! A



B



C



D



A D



B



C



D



D



E



E



4.00 m



E



E



4.00 m



F



F A



B 4.00 m



C



F



F A



B



C



4.00 m



Gambar 2.13 Distribusi beban dari pelat ke balok



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



24



CHAPTER 02



B



O



B



Gambar 2.14 Distribusi beban segitiga pada portal B – B



Penyelesaian : Perhitungan tinggi ekivalen (h) portal B - B :



Gambar 2.15 Pemerataan beban segitiga pada portal B – B



Pemerataan bangun segitiga B1 – O1 dan O2 – B2 : Ls



= 1/2 . L . t = 1/2 . 4 . 2 = 4



RB1



= RO1



= RO2



= RB2



= 1/2 . Ls = 1/2 . 4 = 2 C1



= RB1 . (1/2 . L) – 1/2 . Ls . (1/3 . t) = 2 . (1/2 . 4) – 1/2 . 4 . (1/3 . 2) = 2,6667



C2



= 1/8 . h . L2 = 1/8 . h . 42 = 2.h



C1 = C2 . h h = 2,6667 / 2 = 1,3334



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



25



CHAPTER 02 Perhitungan pembebanan pelat atap : Perhitungan beban mati (DL) :  Berat sendiri pelat



:



0,10 x 2400



 Berat plafond dan penggantung



= 240 kg/m2 =



50 kg/m2



= 290 kg/m2 Perhitungan beban hidup (LL) : = 100 kg/m2



 Beban air hujan Perhitungan beban kombinasi (Qu) : Qu = 1,2 . DL + 1,6 . LL = 1,2 . 290 + 1,6 . 100 = 348 + 160 = 508 kg/m2 Beban merata B – O :



= 1354,73 kg/m1



 Berat bangun trapesium B1 – O1



:



2 x 1,3334 x 508



 Berat sendiri balok



:



0,20 x (0,30 – 0,10) x 2400 =



96,00 kg/m1



q1 = 1450,73 kg/m1 Beban merata O – B : = 1354,73 kg/m1



 Berat bangun trapesium O2 – B2



:



2 x 1,3334 x 508



 Berat sendiri balok



:



0,20 x (0,30 – 0,10) x 2400 =



96,00 kg/m1



q2 = 1450,73 kg/m1 Perhitungan pembebanan pelat lantai : Perhitungan beban mati (DL) :  Berat sendiri pelat



:



0,12 x 2400



= 288 kg/m2



 Berat plafond dan penggantung



=



50 kg/m2



 Berat adukan



=



21 kg/m2



 Berat tegel



=



24 kg/m2



= 383 kg/m2 Perhitungan beban hidup (LL) : = 250 kg/m2



 Beban hunian kantor Perhitungan beban kombinasi (Qu) : Qu = 1,2 . DL + 1,6 . LL = 1,2 . 383 + 1,6 . 250 = 459 + 400 = 859 kg/m2 Beban merata B – O :



= 2290,78 kg/m1



 Berat bangun trapesium B1 – O1



:



2 x 1,3334 x 859



 Berat sendiri balok



:



0,20 x (0,30 – 0,12) x 2400 =



 Berat dinding di atas balok



:



250 x 4



86,40 kg/m1



= 1000,00 kg/m1 q3 = 3377,18 kg/m1



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



26



CHAPTER 02 Beban merata O – B : = 2290,78 kg/m1



 Berat bangun trapesium O2 – B2



:



2 x 1,3334 x 859



 Berat sendiri balok



:



0,20 x (0,30 – 0,12) x 2400 =



 Berat dinding di atas balok



:



250 x 4



86,40 kg/m1



= 1000,00 kg/m1 q4 = 3377,18 kg/m1



q1 = 1450,73 kg/m1



q2 = 1450,73 kg/m1



q3 = 3377,18 kg/m1



B



q4 = 3377,18 kg/m1



O



B



Gambar 2.16 Beban merata pada portal B – B



ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN



27