Analisis Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik Cerpen "Gerobak" Karya Seno Gumira Ajidarma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENGANTAR SASTRA JEPANG



ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK CERPEN “GEROBAK” KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA Dosen Pengampu: Winda Ika Tyaningrum,M.A



DISUSUN OLEH :



`



165110200111021



CHRISTIAN ELBRIANNO YOGA P. LAWOTAN



165110201111007



ARMANIA BAWON KRESNAMURTI



165110201111009



GRASELLA HANSEN



165110201111011



ADITYA WAHYU AKHMAD SETYAWAN



PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017



A. Sinopsis Salah satu cerpen Kompas tahun 2005-2006 yang berjudul “Gerobak” karya Seno Gumira Ajidarma ini bermula dari keheranan tokoh “aku” yang keheranan karena melihat banyak gerobak berisikan manusia (di dalam cerpen disebutkan dengan sebuah keluarga kecil) pada masa bulan puasa hingga menjelang masa lebaran. Tokoh “aku” yang dalam cerpen ini disebutkan dengan sudut pandang anak kecil yang lugu dan penuh rasa ingin tahu, tertegun ketika Sang Kakek menyebutkan bahwa gerobak itu datang dari “Negeri Kemiskinan”. Tokoh “aku” mengamati perkembangan gerobak-gerobak tersebut yang pada akhirnya memenuhi kotanya. Disebutkan bahwa gerobak itu akan menghilang setelah masa lebaran karena mereka kembali ke negeri asalnya setelah selesai menuai sedekah dari orang-orang kota, namun terjadi kejanggalan. Pada masa setelah lebaran, gerobak-gerobak itu bertambah banyak dan memenuhi kota. Malah mereka menduduki rumah-rumah orang kota. Cerita berakhir ketika mereka dikisahkan tidak bisa pulang ke Negeri Kemiskinan karena negeri mereka telah terendam lumpur. B. Unsur Intrinsik 1. Tema Kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat 2. Plot Cerita Gerobak memiliki plot lurus (progresif) yang ditandai dengan kedatangan gerobak-gerobak putih sebelum lebaran, sampai gerobakgerobak tersebut tidak kunjung kembali-kembali juga pada saat lebaran tiba. Selain itu ada pula plot tunggal yang menjelaskan bahwa tokoh Aku adalah sebagai tokoh protagonis yang ada pada karya sastra “Gerobak”.



Bagan Plot "Gerobak" 6 5 4 3 2 1 0 Perkenalan



Pengenalan masalah



Peningkatan ketegangan masalah



Pra-klimaks



Klimaks



Anti klimaks



Bagan Plot "Gerobak"



a. Perkenalan: Kedatangan gerobak-gerobak putih ke kota (“Kira-kira sepuluh hari sebelum Lebaran tiba, gerobak-gerobak berwarna putih itu akan muncul di berbagai sudut kota kami, seperti selalu terjadi dalam bulan puasa tahun-tahun belakangan ini.”) b. Pengenalan masalah: Gerobak putih itu berhenti di depan rumah gedung kakek tokoh Aku. (“Salah satu dari gerobak itu berhenti pula di depan rumah gedung kakekku.”) c. Peningkatan ketegangan masalah: Gerobak-gerobak putih itu semakin semakin bertambah setiap harinya dan orang-orang gerobak putih itu semakin menguasai tempat-tempat di daerah Aku tinggal sehingga banyak meresahkan tetangga Aku. (“Demikianlah gerobak-gerobak itu dari hari ke hari makin banyak saja tampaknya.”) (“Manusia-manusia gerobak ini seperti bersikap dunia adalah milik mereka sendiri. ...Tetangga-tetangga juga sudah mulai jengkel.”) d. Klimaks: Mengetahui bahwa orang-orang gerobak tidak akan pulang (“’Mereka masih di sini Kek, padahal hari Lebaran sudah berlalu,’ kataku kepada Kakek. Lagi-lagi Kakek menghela napas.



‘Mereka memang tidak bisa pulang ke mana-mana lagi sekarang.’”) e. Anti klimaks: Mengetahui bahwa orang-orang gerobak putih itu tidak memiliki tempat untuk kembali lagi. (“’Bukankah mereka bisa pulang kembali ke Negeri Kemiskinan?’ ‘Ya, tetapi Negeri Kemiskinan sudah terendam lumpur sekarang, dan tidak ada kepastian kapan banjir lumpur itu akan selesai.’”) (“Aku tidak terlalu paham bagaimana lumpur bisa merendam Negeri Kemiskinan. Apakah maksudnya lumpur kemiskinan? Aku hanya tahu, setelah hari Lebaran berlalu, gerobak-gerobak putih sama sekali tidak pernah berkurang. ...Barangkali saja untuk selama-lamanya.”) Cerita ini juga memiliki konflik eksternal yang ditandai dengan kontak sosial antar aku dan orang-orang gerobak. 3. Penokohan Nama Tokoh Aku



Perwatakan Tokoh



Pembuktian Watak Ingin tahu, penasaran, polos  “Dari mana dan mau ke mana? Aku tidak pernah berada di batas kota dan melihat gerobak-gerobak itu masuk kota. Mereka seperti tiba-tiba saja sudah berada di dalam kota, kadang terlihat berhenti di berbagai tanah lapang....”  Apa maksud Kakek? Apakah mereka akan menculik aku? Ataukah setidaknya mereka akan melompat masuk jendela dan merampas



Kakek



Sibuk, pekerja keras







Nenek



Suka memberi, namun agak sedikit pongah











Manusiamanusia gerobak



Dilukiskan sebagai manusia dekil, miskin







makanan enakenak untuk berbuka puasa ini? “Aku tidak bertanya lebih lanjut, karena kakekku adalah orang yang sibuk. Di samping menjadi pejabat tinggi, perusahaannya pun banyak sekali, dan Kakek tidak pernah membagi pekerjaannya yang berat itu dengan orang lain. Semuanya ia tangani sendiri.” Nenek misalnya selalu mengirimkan makanan yang berlimpahlimpah kepada gerobak yang menggelar tenda di depan rumah. “Bagaimana nasib cucu-cucu kita nanti,” katanya kepada Nenek, “apakah mereka harus berbagi tempat tinggal dengan kere unyik itu?” “Sekarang aku mengerti kenapa orangorang itu



tampak sangat amat dekil.”  “Mereka datang dari Negeri Kemiskinan..” 4. Latar Latar tempat: Cerita ini bertempatkan di kota. Latar waktu: Cerita ini dimulai di tahun 2006 ketika memasuki bulan puasa, hari Raya, dan paska hari Raya di saat Lumpur Lapindo mulai menjadi bencana nasional. Latar sosial: Cerita ini berkembang ketika masyarakat sedang mudik ketika lebaran tiba. Lalu, ketika masyarakat yang dalam keadaan kesenjangan sosial bersaing dengan masyarakat borjuis. 5. Sudut Pandang Sudut Pandang yang diambil di dalam karya sastra ini ialah dengan gaya persona pertama, yaitu gaya Aku, yang mengisahkan keadaan dan kesadaran diri tokoh Aku terhadap orang-orang gerobak putih. (“Karena tidak pernah betul-betul mengamati, aku hanya melihat gerobak-gerobak itu selintas pintas, ketika sedang berjalan merayapi berbagai sudut kota.”) 6. Bahasa Pemilihan diksi yang digunakan oleh penulis karya sastra Gerobak ini ialah dengan menggunakan bahasa konotatif , contohnya ialah “Negeri Kemiskinan”. Penulis menggunakan pilihan diksi yang mengandung arti lain untuk menyindir kaum masyarakat yang tidak mampu yang berada di dalam lingkup kesenjangan sosial di dalam masyarakat. 7. Moral Pengarang menyampaikan pesan dalam bentuk tidak langsung karena di dalam cerita banyak sekali terjadi konflik secara tingkah laku, misalnya: a. Ketika para pendorong gerobak terus berdatangan ke kota dan meminta sedekah makanan untuk berbuka puasa dari pembantu kakek. Namun pembantu kakek terlambat mengantar kolak karena tentu mendahulukan Kakek, mendapat omelan panjang dan pendek dari orang-orang gerobak tersebut. Poin ini menyampaikan bahwa sebaiknya kita mensyukuri apa yang sudah diberi oleh orang lain tanpa mengeluh dengan keadaan. b. ketika nenek berkata “siapa pula suruh merendam negeri mereka dengan lumpur” dan “kita harus menerima segala akibat perbuatan kita. Heran kenapa manusia tidak pernah cukup puas dengan apa



yang sudah mereka miliki”. Poin ini menjelaskan bahwa akibat perbuatan manusia sendirilah yang mengakibatkan orang lain menjadi susah karena terlalu mementingkan kepentingannya sendiri diakibatkan rasa yang tidak puas. C. Unsur Ekstrinsik 1. Sastra dan Psikologi Secara psikis, manusia gerobak memiliki tingkat egoisan lebih tinggi karena memiliki rasa pembenaran terhadap segala buruk peristiwa yang terjadi. Mereka merasa apa pun dapat dilakukan tanpa mendapat pertentangan dari masyarakat. Jika mereka disalahkan sekali pun, mereka memiliki pembenaran dengan mengkambing hitamkan peristiwa banjir lumpur yang telah mereka alami beserta segala oknum yang terlibat. 2. Sastra dan Masyarakat Cerpen ini lahir dari sekat sosial antara masyarakat Borjuis kota besar (dalam cerpen ini diwakili oleh tokoh “Aku”, Kakek dan Nenek) yang berkehidupan mapan dengan masyarakat Marjinal (dilukiskan dengan tokoh “Manusia-manusia Gerobak”). Selain itu, dalam cerpen ini Seno Gumira Ajidarma juga melukiskan masyarakat pengemis yang memanfaatkan bulan Ramadhan untuk mencari peruntungan dari belas kasihan orang-orang. Hal menarik dari sudut pandang masyarakat dalam cerpen “Gerobak” dapat dilihat dari tahun penulisannya, yaitu pada tahun 2006 serta pelukisan cerita bahwa kaum gerobak tidak bisa pulang ke Negeri Kemiskinan karena negeri mereka terendam lumpur. Hal ini dipahami sebagai analogi pengarang terhadap peristiwa Lumpur Lapindo yang terjadi pada tahun 2006. Cerita ini mengambil insipirasi tokoh serta pelukisan masyarakat marjinal dari bencana nasional tersebut. 3. Sastra dan Pemikiran Cerpen ini mengangkat topik kesenjangan pemikiran antara masyarakat borjouis dan marjinal. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan pemikiran antara keluarga “Aku” dan manusia gerobak. Keluarga “Aku” cenderung menjauhi kaum miskin karena ingin terhindar dari segala risiko bahwa kaum miskin lebih memiliki kemungkinan untuk berbuat kejahatan lebih tinggi akibat rendahnya tingkat ekonomi mereka. Sedangkan manusia gerobak di cerpen tersebut memiliki pemikiran bahwa sebagai warga miskin, mereka memiliki pemikiran orang miskin paling benar. Pembenaran tersebut menyebabkan mereka dapat bertingkah laku semenang-menang hingga memasuki rumah orang lai



DAFTAR PUSTAKA Ajidarma, Seno Gumira. 2007. Kumpulan Cerpen Kompas 2005-2006: Ripin. Jakarta: Kompas Gramedia