ANALISIS VEGETASI DENGAN METODE PLOTLESS - Rev [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Spesies Latihan 4 (Analisis Vegetasi Dengan Metode Plotless)



Oleh: Biologi A Kelompok 1



JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2018



1



Nama Kelompok : 1. Radiatul Magfiroh



(21501061049)



2. Nubdatul Fikroh



(21501061054)



3. Miftahul Mukarromah



(21501061058)



4. Silvia Eka Safitri



(21601061003)



5. Hanim Nur Afifah



(21601061009)



6. Asa Rizky Maulana



(21601061015)



7. Erin Novita Agustina



(21601061017)



8. Edi Santoso



(21601061019)



9. Siti Rahmawati Wahyuningsih



(21601061030)



10. Yulan Hardias Putri



(21601061032)



11. Nia Novita Nurrohmah



(21601061040)



12. Baihaqi Musytawan



(21601061043)



13. Dewi Malinda



(21601061049)



14. Sofiyah Puji Lestari



(21601061051)



15. Firlina Laila Putri



(21601061054)



16. Maimunah



(21601061060)



17. M Abdul Qodir Jailani



(21601061071)



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar belakang Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di



dunia, setelah Brasilia (Rosadi dkk, 2004). Terdapat 28.000 jenis tumbuhan yang ditemukan di Indonesia dari 230.000 jenis tumbuhan yang dikenal di dunia. Kekayaan tumbuhan tersebut sampai saat ini belum dipelajari dengan baik oleh bangsa Indonesia, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya referensi-referensi tentang tumbuhan Indonesia (Asia) yang ditulis oleh orang Indonesia (Prihanta, 2004). Konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk saat ini dan masa yang akan datang. Usaha konservasi berupa relokasi (diliarkan di alam bebas) bagi tumbuhan paku telah dilakukan di TAHURA Ronggo Soeryo Cangar. Namun, upaya rehabilitasi tumbuhan paku bukan hal mudah untuk dilakukan. Hal ini karena selain memerlukan waktu lama, tumbuhan paku yang hidup di alam juga memerlukan habitat atau tempat tumbuh pada pohon inang dengan karakter dan lingkungan tumbuh yang spesifik. Kawasan TAHURA Ronggo Soeryo Cangar termasuk hutan hujan tropik, dimana didalamnya menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi. Vegetasi yang menutupi wilayah ini meliputi semak belukar dan vegatasi pohon besar. Struktur vegetasi yang demikian merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan paku epifit (Metusala, 2006). Adanya aktivitas perluasan lahan di TAHURA Ronggo Soeryo Cangar seperti, penebangan pohon dan penggundulan hutan untuk kawasan industri, pemukiman dan lahan perkebunan atau pertanian merupakan permasalahan tersendiri bagi kelestarian keanekaragaman hayati (biodiversitas) di dalamnya. Aktivitas perluasan lahan di TAHURA Ronggo Soeryo Cangar ini akan mengakibatkan eksistensi tumbuhan yang terdapat di dalam hutan ini akan rusak dan hilang, sehingga akan berdampak langsung bagi keberadaan tumbuhan yang berada dihabitat aslinya hidupnya terganggu. (Romaidi dkk, 2012) 1.2



Tujuan Menerapkan metode plotless, yaitu point cetred quarter method, untuk



mempelajari karakter suatu komunitas, meliputi: frekuensi, kerapatan, dan dominasi.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Dasar Teori Ekosistem alam merupakan satu kesatuan habitat alami tempat bernaung-nya



seluruh makhluk (manusia, tumbuhan, dan hewan). Makhluk tersebut masing-masing berada dalam suatu komunitas tertentu, dimana mereka saling berinter-aksi satu dengan lainnya. Ekosistem memiliki manfaat yang besar untuk peme-nuhan kebutuhan manusia. Pemanfaatan sumber alam di ekosistem tersebut tentunya akan menyebabkan terjadinya perubahan suatu ekosistem, sehingga pada akhirnya akan mengubah komunitasnya. Keadaan ini dapat mempengaruhi kemampuan auto-operasi dari sistem dan keseimbangan struktur fungsional. Oleh kare-na itu, kesatuan dan keseimbangan struktur fungsional ini harus dipertahankan dalam setiap pemanfaatan dan pengelolaan suatu ekosistem. (Maridi dkk, 2015) Komunitas tumbuhan pada suatu daerah menurut Parejiya et al (2013) merupakan fungsi waktu; meskipun altitude, kemiringan, latitude, hujan, dan kelembaban memegang peran penting dalam pembentukan komunitas tumbuhan dan komposisinya. Variasi keanekaragaman spesies di bawah gradien lingkungan merupakan topik penyelidikan ekologi utama dan dijelaskan sebagai interaksi antara iklim, produktivitas, interaksi biotik, heterogenitas habitat, dan sejarah. Penutupan tumbuhan (plant cover) dalam suatu kawasan yang terdiri dari beberapa komunitas tumbuhan yang membentuk vegetasi. Vegetasi menurut Maarel (2005) merupakan didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari sekelompok besar tumbuhan yang tumbuh dan menghuni suatu wilayah. Vegetasi juga didefinisikan sebagai keseluruhan tumbuhan dari suatu area yang berfungsi sebagai area penutup lahan, yang terdiri dari beberapa jenis seperti herba, perdu, pohon, yang hidup bersamasama pada suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, serta lingkungannya dan memberikan kenampakan luar vege-tasi (Agustina, 2008; Maryantika, 2010; Susanto, 2012).



4



Vegetasi memegang peran penting pada banyak proses yang berlangsung di ekosistem yang diantaranya diungkapkan oleh Smith, et .al (2000) antara lain: (a) penyimpanan dan daur nutrisi; (b) penyim panan karbon; (c) purifikasi air; serta (d) keseimbangan dan penyebaran komponen penting penyusun ekosistem seperti detrivor, polinator, parasit, dan predator. Perubahan vegetasi menurut Stirling dan Wilsey (2001) berpengaruh penting terhadap stabilitas, produktivitas, struktur tro-fik, serta perpindahan komponen ekosistem. Oleh karena itu, monitoring terhadap perubahan struktur dan komposisi vegetasi harus dilakukan secara berkala agar diketahui kondisi umum ekosistem di sekitarnya. Salah satu cara untuk memantau perubahan struktur dan komposisi vegetasi dilakukan melalui analisis vegetasi. Analisis vegetasi menurut Susanto (2012) merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Satuan vegetasi yang dipelajari dalam analisis vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat. Hasil analisis vegetasi tumbuhan disajikan secara deskriptif mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya (Indriyanto, 2008). Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme. Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif sehingga dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif (Indriyanto, 2008). Namun, persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data agar dapat mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh (Maridi dkk, 2015) Point cetre quarter method atau metode kiarter adalah salah satu metode yang tidak memerlukan luas kuadrat atau luas tempat pengambilan sample tertentu (plotless). Cara ini terdiri atas suatu seri titik-titik yang telah di tentukan dilapangan



5



dengan letak titik-titik yang mungkin tersebar secara random atau merupakan suatu garis lurus, berupa deretan titik-titik (Sistematik). Umumnya penyusunan titik-titik brdasarkan garis lurus, searah mata angina atau arah kompas. Setiap titik-titik merupakan pusat atau titik sampling (sampling point) dari 4 kuadran yang terbagi sesuai dengan arah mata angin, sehingga disebut pula teknik atau metode titik perempat. (Hayati, 1998) Prinsip dasar dari metode ini adalah berdasarkan pengukuran jarak terdekat antar tanaman atau jarak terdekat suatu pohon dengan titik sampling, penentuan titik dapat digambarkan sebagau berikut: Apabila pohon atau anak pohon tersebar seperti gambar, dengan nomor 1, 2, 3, 4….dst. Serta angka I, II, III dan IV menunjukkan kuadran, maka jarak yang terdekat dengan individu pohon atau anak pohon berturutturut ditunjukkan pada pohn dengan nomor 1, 3, 7 dan 10. (Hayati, 1998)



6



BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1



Waktu dan Tempat



Adapun waktu dan tempat dilaksanakan praktikum kali ini adalah sebagai berikut: Hari / Tanggal : Sabtu-Minggu / 27-28 Oktober 2018 Waktu



: 16.00-13.00 WIB



Tempat



: Taman Hutan Raya R. SOERJO – Jawa Timur



3.2



Alat dan Bahan 1. Alat ukur atau meteran 2. Tali raffia 3. Pasak kayu 4. Kompas 5. Kalkulator 6. Buku identifikasi Flora oleh Van steenis



3.3



Langkah kerja 1. Pada lokasi suatu vegetasi hutan, tentukan titik-titik sampling dengan cara sistematik atau random. Digunakan kompas untuk menentukan arah mata angina. Jika cara sistematik yang digunakan, maka jarak antara titik sepanjang garis lurus sama. Titik sampling dapat ditentukan langsung pada garis utama atau pada garis transek yang dibuat tegak lurus dengan garis utama. 2. Dibuat dua garis tegak lurus melalui masing-masing titik, mengkuti arah mata angin Sehingga diperoleh empat kuadran. 3. Pada setiap kuadran ditentukan sebuah pohon paling dekat dengan titik sampling. Diidentifikasi pohon tersebut sampai diperoleh nama spesiesnya. Kemudian diukur jarak pohon dengan titik sampling dan keliling batang pohon setinggi dada dan tinggi pohon. Selanjutnya dihutung diameter batang untuk dikonversikan dengan basal area (Lampiran tabel konversi diameter-area menurut Cox, 1972). 7



4. Dicatat data lapang dalam tabel tabulasi. Titik



Kuadran



Spesies



Sampling 1



Jarak



Keliling



DBH



BA



(m)



(cm)



(cm)



(cm2)



1 2 3 4



2 Dst Jumlah



5. Dihitung karakter komunitas dengan rumus sebagai berikut: a. Rata-rata jarak (D): πœ– π‘—π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘˜ π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 πœ– 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒 π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 b. Densitas (kerapatan) pohon dalam 100 m2 π‘™π‘’π‘Žπ‘  π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘Ž 𝐷2 c. Densitas setiap spesies: πœ– 𝑖𝑛𝑑.π‘‘π‘–π‘Žπ‘ 𝑠𝑝 πœ– 𝑖𝑛𝑑.π‘‘π‘–π‘Žπ‘ 𝑠𝑝



π‘₯ π‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘‘π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š 100 π‘š2



d. Densitas relatif (KR): π‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘‘π‘–π‘Žπ‘ 𝑠𝑝 π‘₯ 100% π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘‘π‘’π‘›π‘ π‘–π‘‘π‘Žπ‘  π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž 𝑠𝑝 e. Dominasi setiap (cm2/100 m2) Densitas tiap sp, x rata-rata BA tiap sp f. Dominasi relatif (DR): π‘‘π‘œπ‘šπ‘–π‘›π‘Žπ‘ π‘– π‘‘π‘–π‘Žπ‘ 𝑠𝑝 π‘₯ 100% π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘‘π‘œπ‘šπ‘–π‘›π‘Žπ‘ π‘– π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž 𝑠𝑝 g. Frekuensi relatif (KR): πœ– π‘‘π‘–π‘‘π‘–π‘˜ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘™π‘–π‘›π‘” π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘ π‘‘π‘–π‘Žπ‘ 𝑠𝑝 π‘₯ 100% πœ– π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘–π‘˜ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘™π‘–π‘›π‘” 8



h. Frekuensi relatif (KR): π‘“π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘‘π‘–π‘Žπ‘ 𝑠𝑝 π‘₯ 100% π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘“π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž 𝑠𝑝 i. Nilai penting (NP) = KR + FR + DR 6. Hasil perhitungan ditabulasi sebagai berikut: Spesies



KR



FR



DR



NP



....



...



...



...



...



...



...



...



...



...



Jumlah



100



100



100



300



7. Dilakukan suatu pembahasan dan penarikan kesimpulan dari hasil yang diperoleh.



9



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1



Hasil Pengamatan



4.1.1



Tabel Hasil Pengamatan Vegetasi Pohon Dengan Metode Plotless



Titik



Kuadran



Spesies



Jarak (m) Keliling



sampling 1.



1



Pohon



10 m



DBH



BA



(cm)



(cm)



(cm2)



57 cm



18,15 cm 268,80 cm2



pasang (Quercus sundaica) 2



A



55 m



47,5 cm



15,13 cm 176,71 cm2



3



Pohon



5m



88.5 cm



28,18 cm 615,75 cm2



pasang (Quercus sundaica) 4



Cemara



98 m



77,5 cm



24,68 cm 490,87 cm2



gunung (Casuarina equisetifolia) 2.



1



Litsea



10,6 m



80 cm



cm2



glutinosa



2



Litsea



13,3 m



83,5 cm



B



26,59 cm 551,54 cm2



glutinosa



3



25,48 cm 510,70



25 m



44 cm



14,01 cm 153,94 cm2



10



4



Cemara



59 m



61 cm



19,43 cm 298,65 cm2



gunung (Casuarina equisetifolia) 3.



1



A



48 m



78 cm



24,84 cm 490,87 cm2



2



Pohon



23 m



68,5 cm



21,81 cm 380,18 cm2



pasang (Quercus sundaica) 3



A



11,6 m



81,5 cm



25,95 cm 530,93 cm2



4



B



12,4 m



58,5 cm



18,63 cm 283,53 cm2



4.



1



Litsea



67,5 m



45 cm



14,33 cm 165,13 cm2



glutinosa



2



Pohon



94,5 m



67,5 cm



21,50 cm 363,05 cm2



pasang (Quercus sundaica) 3



Pohon



13,2 m



78,5 cm



25 cm



490,87 cm2



pasang (Quercus sundaica) 4



B



35 m



71,5 cm



22,77 cm 415,48 cm2



5.



1



Pohon pasang



43 m



50 cm



15,92 cm 201,06 cm2



(Quercus



11



sundaica)



2



Cemara



15 m



53 cm



16,88 cm 226,98 cm2



gunung (Casuarina equisetifolia) 3



Pohon



10,5 m



25 cm



7,96 cm



50,27 cm2



pasang (Quercus sundaica) 4



Pohon



12,1 m



50 cm



15,92 cm 201,06 cm2



pasang (Quercus sundaica) Jumlah 4.1.2



734,7



1266



403,16



6866,37



Hasil Karakter Komunitas a. Rata-rata jarak (D): =



πœ– π‘—π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘˜ π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 πœ– 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒 π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘Ž 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠



=



734,7 π‘š 20



= 36,735 b. Densitas (kerapatan) pohon dalam 100 m2 =



25000 π‘π‘š 1349,46



= 18,53 c. Densitas setiap spesies:



12



Spesies



Jumlah



Jumlah pohon per 100 m2



Pohon pasang



8/25000= 0,00032



0,032



Spesies A



3/25000=0.00012



0,012



Spesies B



3/25000=0.00012



0,012



Cemara gunung



3/25000=0.00012



0,012



3/25000=0.00012



0,012



(Quercus sundaica)



(Casuarina equisetifolia) Litsea glutinosa Total



0,08



d. Densitas Relatif (KR): Spesies



Densitas Relatif (KR)



Pohon pasang (Quercus sundaica)



0.032/0,08 x 100 = 40



Spesies A



0.012/0,08 x 100 = 15



Spesies B



0.012/0,08 x 100 = 15



Cemara gunung (Casuarina equisetifolia) 0.012/0,08 x 100 = 15 Litsea glutinosa



0.012/0,08 x 100 = 15



Jumlah



100



e. Dominasi setiap (cm2/100 m2) Spesies



Densitas



Rata-rata BA



Dominasi 100 m2



sp Pohon pasang



0,032



321,38



10,28



Spesies A



0,012



399,52



4,79



Spesies B



0,012



284,32



3,41



Cemara gunung



0,012



338,83



4,06



(Quercus sundaica)



(Casuarina



13



equisetifolia) Litsea glutinosa



0,012



409,87



1,98



0,08



24,52



Jumlah f. Dominasi Relatif (DR): Spesies



Dominansi sp



Dominansi relatif (DR)



Pohon pasang



10,28



10,28/24,52 x 100 = 41,92



Spesies A



4,79



4,79/24,52 x 100 = 19,54



Spesies B



3,41



3,41/24,52 x 100 = 13,91



Cemara gunung



4,06



4,06/24,52 x 100 = 16,56



1,98



1,98/24,52 x 100 = 8,07



(Quercus sundaica)



(Casuarina equisetifolia) Litsea glutinosa



100 Jumlah g. Frekuensi sp Spesies



Frekuensi sp



Pohon pasang (Quercus sundaica)



4/5 = 0,8



Spesies A



2/5 = 0,4



Spesies B



3/5 = 0,6



Cemara gunung (Casuarina equisetifolia)



3/5 = 0,6



Litsea glutinosa



2/5 = 0,4 2,8



Jumlah h. Frekuensi relatif (FR) Spesies



Frekuensi sp



Frekuensi relatif (FR)



Pohon pasang (Quercus



4/5 = 0,8



0,8/2,8 x 100 = 28,57



sundaica)



14



Spesies A



2/5 = 0,4



0,4/2,8 x 100 = 14,27



Spesies B



3/5 = 0,6



0,6/2,8 x 100 = 21,43



Cemara gunung (Casuarina



3/5 = 0,6



0,6/2,8 x 100 = 21,43



2/5 = 0,4



0,4/2,8 x 100 = 14,27



2,8



99,97



equisetifolia) Litsea glutinosa Jumlah i. Nilai Penting (NP) Spesies



Nilai Penting (NP)



Pohon pasang (Quercus sundaica)



40 + 28,57 + 41,92 = 110,49



Spesies A



15 + 14,27 + 19,54 = 48,81



Spesies B



15 + 21,43 + 13,91 = 50,34



Cemara gunung (Casuarina equisetifolia)



15 + 21,43 + 16,56 = 45,83



Litsea glutinosa



15 + 14,27 + 8,07 = 44,50 300



Jumlah 7. Hasil Perhitungan Ditabulasikan Sebagai Berikut: Spesies



KR



FR



DR



NP



Pohon pasang



40



28,57



41,92



110,49



Spesies A



15



14,27



19,54



48,81



Spesies B



15



21,43



13,91



50,34



Cemara gunung



15



14,27



16,56



45,83



15



21,43



8,07



44,5



100



99,97



100



299,97



(Quercus sundaica)



(Casuarina equisetifolia) Litsea glutinosa Jumlah



15



4.2



Pembahasan Pada kegiatan praktikum lapang yang dilaksanakan oleh mahasiswa biologi



universitas islam maang angkatan 2016 telah dilakukan pengamatan mengenai vegetasi di suatu kawasan taman hutan raya R. Soerjo (TAHURA) kabupaten Malang. Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan untuk menganalisis vegetasi berupa pohon menggunakan metode Point Centered Quarter (PCQ). Metode PCQ ini dilakukan dengan cara membagi plot menjadi 5 kuadran dan menentukan titik tengah dari kuadran tersebut. Kemudian, mencari pohon yang jaraknya paling dekat dengan titik tengah dari kuadran tersebut. Metode Point Centered Quarter (PCQ) merupakan metode sampling tanda petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan (Cottam, 1956). Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa spesies pohon yang ditemukan dalam 5 plot kawasan taman hutan raya R.Soerjo ditemukan 5 macam spesies pohon yang termasuk dalam hitungan analisis vegetasi menggunakan metode PCQ ini. Spesies pohon tersebut antara lain, Pohon pasang (Quercus sundaica), Spesies A, Spesies B, Cemara gunung (Casuarina equisetifolia), dan Litsea glutinosa. Setelah dilakukan perhitungan untuk mencari densitas relatif, dominasi relatif, dan frekuensi relatif hingga ketiga komponen tersebut di jumlah untuk mencari indeks nilai penting (INP) didapatkan spesies yang memiliki indeks nilai penting paling besar ialah Pohon pasang (Quercus sundaica) dengan indeks nilai penting sebesar 110,49 %. Sedangkan pohon dengan indeks nilai penting terendah adalah spesies Litsea glutinosa, pohon tersebut memiliki indeks nilai penting sebesar 44,50 %. Pohon pasang (Quercus sundaica) meruakan tanaman yang memiliki indeks nilai penting yang paling tinggi dari pada tumbuhan yang didapatkan saat pengamatan PCQ yakni sebesar 110,49 %. Hal ini berarti Pohon pasang (Quercus sundaica) merupakan spesies yang mendominasi, yaitu spesies yang paling banyak ditemukandi setiap kuadran titik sampling pada analisis dengan metode point centered quarter. Spesies ini ditemukan pada 4 dari 5 kuadran kecuali pada kuadran ke-2. Klasifikasi dari Pohon pasang (Quercus sundaica) adalah sebagai berikut:



16



Kingdom



: Plantae



Divisio



: Magnoliophyta



Classis



: Magnoliopsida



Ordo



: Fagales



Familia



: Fagaceae



Genus



: Quercus



Spesies



: Quercus sundaica



Sedangkan untuk Klasifikasi Cemara Casuarina equisetifolia L. menurut Gembong Tjitrosoepomo , 2013 di dalam buku Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta sebagai berikut :



Regnum



: Plantae



Divisio



: Spermatophyta



Subdivisio



: Angiospermae



Classis



: Dicotyledoneae



Subclassis



: Monochlamydeae/ Apetalae



Ordo



: Casuarinales/ Verticillatae



Familia



: Casuarinaceae



Genus



: Casuarina



Species



: Casuarina equisetifolia



Untuk Klasifikasi untuk Spesies Litsea glutinosa menurut Kosterman ,1992 di dalam jurnal nya sebagai berikut : Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies



: : : : : : : : : :



Plantae (Tumbuhan) Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Spermatophyta (Menghasilkan biji) Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Magnoliidae Laurales Lauraceae Litsea Litsea glutinosa



17



BAB V PENUTUP 5.1



Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa spesies pohon yang



ditemukan dalam 5 plot kawasan taman hutan raya R.Soerjo ditemukan 5 macam spesies pohon yang termasuk dalam hitungan analisis vegetasi menggunakan metode PCQ ini. Spesies pohon tersebut antara lain, Pohon pasang (Quercus sundaica), Spesies A, Spesies B, Cemara gunung (Casuarina equisetifolia), dan Litsea diversifolia. Setelah dilakukan perhitungan untuk mencari densitas relatif, dominasi relatif, dan frekuensi relatif hingga ketiga komponen tersebut di jumlah untuk mencari indeks nilai penting (INP) didapatkan spesies yang memiliki indeks nilai penting paling besar ialah Pohon pasang (Quercus sundaica) dengan indeks nilai penting sebesar 110,49 %. Sedangkan pohon dengan indeks nilai penting terendah adalah spesies Litsea glutinosa, pohon tersebut memiliki indeks nilai penting sebesar 44,50 %.



18



DAFTAR PUSTAKA Agustina, D.K. (2008). Studi Vegetasi di Hutan Lindung RPH Donomulyo BK PH Sengguruh KPH Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Biologi Fakultas Saintek UIN Mau-lana Malik Ibrahim Malang Hayati, A 1998. Petunjuk praktikum analisis vegetasi: FMIPA Universitaas Islam Malang Indriyarto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara. Maarel, E.V.D. 2005. Vegetation Ecology. Victoria: Blackwell Publish-ing. Maryantika, N., Lalu, M.J., Andie, S. (2010). Analisa Perubahan Vegetasi Ditinjau dari Tingkat Ketinggian dan Kemiringan Lahan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Spot 4 (Studi Kasus di Kabupaten Pasuru-han). (Online) Maridi, Saputra A dan Agustina P. Analisis Struktur Vegetasi di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. jurnal BIOEDUKASI Volume 8, Nomor 1 Halaman 28-42. ISSN: 1693-2654 Februari 2015. Metusala 2006. Ekologi tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. Prihanta, W. 2004. Identifikasi Pteridophyta Sebagai Database Kekayaan Hayati di Lereng Gunung Arjuno. Malang: PUSLIT FKIP Biologi UMM. Parejiya, N.B., Detroja, S.S, Pan-chal, N.S. (2013). Vegetation Analysis at Bandiyabedi Forest in Surendranagar District of Gujarat State of India. In-ternational Journal of Life Sciences Biotechnology and Pharma Research, 2(2): 241247. Romaidi, Maratus, S. dan Minarno E. Jenis-Jenis Paku Epifit Dan Tumbuhan Inangnya Di Tahura Ronggo Soeryo Cangar. Jenis-Jenis Paku Epifit (0815) jurnal El-Hayah Vol. 3, No.1 (2012)



19



Rosadi, B., Amran Saru, Rika Pratiwi 2006. Bioteknologi dan Aplikasinya di Berbagai Bidang: Suatu Tinjauan Umum. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Smith, P.L. Wilson, B., Nadolny, C., Lang, D. (2000). The Ecological Ro-le of The Native Vegetation of New South Wales. New South Wales: Native Vegetation Advisory Coun-cil Stirling, G., & Wilsey B. (2001). Empirical Relationships between Species Rich-ness, Evennes, and Proportional Diversity. The American Naturalist 158 (3): 286-299. Susanto, W. (2012). Analisis Vegetasi pada Ekosistem Hutan Hujan Tropis untuk Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya Raden Soerjo (Wilayah Pengelolaan Cangar-Kota Batu) Kosterman AJGH,1987, β€œLauraceae”, 7ed Chemistry for Res.Indonesia 57 , 1-63



20



21