Ashma Choirunnisa - 19330135 - Laporan Praktikum Farmakologi - Efek Lokal Obat (Metode Anastesi Lokal) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EFEK LOKAL OBAT ( METODE ANASTESI LOKAL )



Dosen pembimbing : Apt.Theodora, M.Farm



Disusun Oleh : Ashma Choirunnisa 19330135 Kelas A



PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2021



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat bius local / anastesi local atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara local pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika local atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan local merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. Obat bius local mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lender. Di samping itu anastesi local mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya anestesi local mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglion otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua jaringan otot. Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika local secara sintesis dan yang pertama adalah prokain dan benzokain pada tahun 1905, yang disusul oleh banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan cinchokain. Kemudian muncul anastetika modern seperti lidokain (1947), mepivakain (1957), prilokain (1963), dan bupivakain (1967). Sesuai dengan uraian di atas, maka penulis akan membahas lebih lanjut tentang jenis anastesi local yaitu prokain, serta reaksi kerja obat prokain, farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping, interaksi obat, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan prokain. 1.2 Tujuan Percobaan 1. Mengenal berbagai teknik untuk menyebabkan anastesi local pada hewan coba. 2. Memahami faktor yang melandasi perbedaan dalam sifat dan potensi kerja anastetika local. 3. Memahami faktor yang mempengaruhi potensi kerja anastetika local. 1.3 Prinsip Percobaan Dengan membandingkan faktor dari dua obat yang digunakan yang dapat mempengaruhi efek utama dari anasrter lokal



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Anastetika local adalah obat yang menghambat konduksi saraf apabila dikenakan secara local pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Contoh anastetika local adalah kokain dan ester asam para amino benzoate (PABA) yaitu prokain dan lidokain. Beberapa teknik untuk menyebabkan anastesi local pada hewan coba di antaranya: - Anastesi local metode permukaan Efek anastesi ini tercapai ketika anastetika local ditempatkan di daerah yang ingin dianastesi.



- Anastesi local metode regnier Mata normal apabila disentuh pada kornea akan memberikan respon refleks ocular (mata berkedip). Jika diteteskan anstestika local, respon refleks ocular timbul setelah beberapa kali kornea disentuh sebanding dengan kekuatan kerja anastetika dan besaran sentuhan yang diberikan. Tidak adanya respon refleks ocular setelah kornea disentuh 100 kali dianggap sebagai tanda adanya anastesi total.



- Anastesi local metode infiltrasi Anastetika local yang disuntikkan ke dalam jaringan akan mengakibatkan kehilangan sensasi pada struktur sekitarnya. - Anastesi local metode konduksi Respon anastesi local yang disuntikkan ke dalam jaringan dilihat dari ada/ tidaknya respon Haffner. Respon Haffner adalah refleks mencit yang apabila ekornya dijepit, maka terjadi respon angkat ekor/ mencit bersuara. Anestesika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikiam menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007) Salah satu obat anestetika lokal yang sering dipergunakan adalah lidokain. Pada percobaan ini akan diamati efek anestesia permukaan dari obat tersebut dengan metode yang sederhana Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetikum lokal, antara lain: - Tidak merangsang jaringan



- Tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen - Toksisitas sistemis rendah - Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lender - Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama - Dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pemanasan (sterilisasi). Struktur dasar anastetika lokal pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amio hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alkohol) atau amida dengan suatu gugus-aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar daya kerja anastetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007) Anastetika lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut : a. Senyawa-ester: kokain dan ester PABA (benzokain, prokain, oksibuprokain, tetrakain). b. Senyawa-amida: lidokain dan prilokain, mepivakain, bupivakain dan chincokain c. Lainnya: fenol, benzilalkohol dan etilklorida. Anestetika lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana pemakaian anestetika umum tidak dibutuhkan. Jenis anestetika lokal yang paling banyak digunakan sebagai suntikan adalah sebagai berikut:  Anestetika permukaan (topikal), sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham. Anestesia permukaan juga dapat digunakan secara lokal untuk melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk mengukur tekanan okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambeien/wasir.  Anestetika infiltrasi, yaitu suntikan yang diberikan pada atau sekitar jaringan yang akan dianestetisir, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya pada praktek THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) atau daerah kulit dan gusi (pencabutan gigi).  Anestetika blok atau penyaluran saraf (juga disebut konduksi), yaitu dengan injeksi di tulang belakang pada suatu tempat dimana banyak saraf terkumpul



sehingga mencapai daerah anestesi yang luas, terutama pada operasi lengan atau kaki, juga bahu. Lagi pula digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007)



BAB III METODOLOGI PRATIKUM 3.1 Alat, Bahan dan Prosedur 1. Anastesi Lokal Metode Permukaan Hewan coba Obat Alat



: Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg : - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes - Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch



Prosedur : 1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator. 2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0. CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur.



3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci: a. Mata kanan : tetes mata prokain HCL 2% sebanyak 1-2 tetes b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes 4. Tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit. 5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-5, 10, 15, 20, 30, 45, 60. 6. Catat dan tabelkan pengamatan. 7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada kedua mata kelinci. 2. Anastesi Lokal Metode Regnier Hewan coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg Obat : - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes - Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes Alat : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch Prosedur : 1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator. 2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0. CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur. 3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci: a. Mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes



4. Tutup kelopak mata kelinci selama satu menit. 5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-8, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 60. 6. Ketentuan metode Regnier: a. Pada menit ke-8: - Jika pemberian aplikator sampai 100 kali tidak ada respon refleks okuler maka dicatat angka 100 sebagai respon negative. - Jika pemberian aplikator sebelum 100 kali terdapat respon refleks okuler maka dicatat angka terakhir saat memberikan respon sebagai respon negative. b. Pada menit ke-15, 20, 25, 30, 40, 50, 60 : Jika pemberian aplikator pada sentuhan pertama terdapat respon refleks okuler maka dicatat angka 1 sebagai respon negative dan menit-menit yang tersisa juga diberi angka 1. c. Jumlah respon refleks okuler negative dimulai dari menit ke-8 hingga menit ke-60. Jumlah ini menunjukkan angka Regnier dimana efek anastetika local dicapai pada angka Regnier minimal 13 dan maksimal 800. 7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada mata kanan dan kiri kelinci. 8. Catat dan tabelkan pengamatan. 3. Anastesi Lokal Metode Infiltrasi Hewan coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg Obat : - Larutan prokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC - Larutan prokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak 0,2 ml secara SC - Larutan lidokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC - Larutan lidokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak 0,2 ml secara SC Alat : Gunting, alat cukur, spuit injeksi 1 ml, peniti, kotak kelinci, spidol, stop watch Prosedur : 1. Siapkan kelinci. Gunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih kulitnya (hindari terjadinya luka). 2. Gambar empat daerah penyuntikan dengan jarak ±3 cm. 3. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke-0. CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan peniti dan ritme harus diatur.



4. Suntikkan larutan obat tersebut pada daerah penyuntikan. 5. Cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 60. 6. Catat dan tabelkan pengamatan.



4. Anastesi Lokal Metode Konduksi Hewan coba Obat



: Mencit putih, jantan (jumlah 3 ekor), bobot tubuh 20-30 g : - Larutan prokain HCl 0,5 mg/kgBB mencit secara IV - Larutan lidokain HCl secara IV - Larutan NaCl 0,9% secara IV : Spuit injeksi 1 ml, kotak penahan mencit, pinset, spidol



Alat Prosedur : 1. Siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon Haffner pada menit ke-0. 2. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit. 3. Mencit pertama disuntik dengan larutan prokain HCl secara IV. 4. Mencit kedua disuntik dengan larutan lidokain HCl secara IV. 5. Mencit ketiga disuntik dengan larutan NaCl 0,9%. 6. Cek ada/ tidaknya respon Haffner (ekor mencit dijepit lalu terjadi respon angkat ekor/ mencit bersuara) pada menit ke-10, 15, 20, 25, 30. 7. Catat dan tabelkan pengamatan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional. 2020. PenuntunPraktikum Farmakologi. 2. Mardjono,Mahar.(1995).Farmakologi dan Terapi Edisi 4,Jakarta,Gaya Baru. 3. Mardjono, Mahar.(2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Jakarta, Gaya Baru. 4. Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 1978. Obat-Obat Penting hal 407. Jakarta: CV. Permata. 5. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta