Askep Asma Bronkhial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN.M DENGAN ASMA BRONKHIAL DI DESA JINGGLONG-LODOYO KABUPATEN BLITAR



Disusun oleh : Nama



: Dian Miftahul Mizan



NIM



: 04.03.0167



Kelas



: D/KP VI



Prodi



: Ilmu Keperawatan



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA 2006



1



KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah, karena telah dapat menyusun laporan Asuhan Keperawatan Pada Penyakit asma bronchial ini. Laporan ini di buat untuk memenuhi tugas nursing simulation progam (NSP) dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien TN.M dengan Asma Bronchial. Atas terselasaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Teman-taman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. 2. orang-orang yang telah memberikan keterangan dan informasi untuk penulisan laporan ini. 3. semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan ini. Laporan ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dan masukan dari berbagai pihak agar laporan ini menjadi lebih sempurna lagi. Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.



20 Februari 2005 Penulis



2



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses keperwatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuan keperawatan pada individu, klompok dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien terhadap penyakit. Proses keperawatan memberikan kerangka yang di butuhkan dalam asuhan keperawatan pada klien, kelurga, dan komunitas. Dan merupakan metode yang efisien dan membuat keputusan klinik serta pemecahan masalah baik aktual maupun potensial dalam mempertahankan kesehatan. Asma merupakan obstruksi jalan nafas akut episodek yang di akibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. Asma telah di definisikan sebagai gangguan yang di karakteristikan oleh parokisme rekurens mengi dan dyspnea yang tidak di sertai oleh penyakit jantung atau penyakit yang lain. B.TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Untuk memperoleh gambran nyata atau informasi tentang asuhan keperawatan pada pasien Asma Bronchial. Tujuan Kusus a.Mampu melakukan pengkajian pada pasien Asma Bronchial. b.Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Asma Bronchial. c.Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Asma Bronchial. d.Mampu melakukan evaluasi keperawatan pasa pasien Asma Bronchial.



3



C.BATASAN MASALAH Mengingat begitu banyak dan kompleksnya permasalahan yang timbul yang timbul pada kasus asma bronkeal maka penulis membatasi dengan tiga diagnosa saja.Yaitu: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya mucus. 2. Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi dan cemas. 3. Gangguan pola tidur b/d sekresi yang stasis dan nafas pendek D.METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA Dalam penulisan makalah ini penulis menggunkan metode deskriptif dan pendekatan study kasus yaitu suatu metode yang menggambarkan suatu keadaan khusus tentang pelaksanaan asuhan keperwatan yang di berikan kepada pasien mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dan di analisa berdasarkan tinjauan untuk melaksanakan teknik pengumpulan data. Adapun teknik yang di gunakan dalam pengumpulan data adalah: 1. wawancara atau anamnese penulis melakukan tanya jawab langsung dengan pasien dan keluarga. 2. observasi partisipatif dengan mewnjadikan pengamatan secara langsung pada pasien, dengan ikut aktif dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. 3. Study kepustakaan Menunjuk buku- buku yang berkaitan dengan kasus astma bronkial, yang berupa teori medis dan teori keperawatan, guna melengkapi materi study kasus yang bersifat teoritis. E.SISTEMATIKA PENULISAN Laporan study kasus ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Teori BAB III Tinjauan Kasus BABIV Pembahasan BAB V Penutup



4



BAB II TINJAUAN TEORI A. Lasndasan Teori Pengertian Asma Bronkhial 1.



Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang di tandai oleh spasme akut otot polos bronkus yang menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (corwin, E.J.2001:430)



1. Asma adalah keadaan klinik yang di tandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversible di pisahkan oleh masa di mana ventilasi relative mendekati normal (Price Sylvia,1994:149) 2. Asma adalah mengi berulang dan/ dan atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah di singkirkan (Mansjoer Arif,2000:461) Etiologi Penyebab asma bronchial secara pasti belum di ketahui tetapi kemungkinan karena beberapa factor yaitu: 1. Faktor ekstrensik (alergi) Biasanya terjadi pada anak- anak dan mengikuti penyakit alergi lain seperti ekzim 80-85%, penderita asma alergi di anggap sebagai atopik di cetuskan oleh kontak dengan allergen pada penderita yang sensitive. a. Adanya interaksi antigen Ig E. pada saat interksi akan di lepaskan zat mediator aktif, seperti: histamin slow reaction of nanpilaxis (SRA-A), serotonin bradikinin. Zat tersebut terutama histamine secara langsung menyebabkan penyempitan bronkus (broncopasme), edema, produksi kelenjar sepanjang saluran nafas. b. Adanya interaksi antigen dengan imunoglobin(Ig G) pada reaksi ini juga di lepaskan zat mediator aktif yang menyebabkan bronkopasme yang lebih lama dari reaksi type Ig E. kasus ini di jumpai pada serangan asma yang berhubungan



dengan pekerjaan (occupational



asma). Allergen yang bertanggung jawab jelas dan cara masuknya, yaitu: a). Alergen inhalan



5



Debu, rumah,tepung Sari, bulu burung, sepihan kulit, air liur, atau bulu binatang peliharaan (seperti: kucing, anjing, spora, jamur). b). Alergen ingestan Masuk ke tubuh melalui saluran pencernaan, misal:susu, telur, ikan, makanan yang berasal dari laut, obat- obatan dan bahan kimia. c). Alergen konstanta Masuk ke tubuh melalui kulit, seperti : obat- obatan, salep, logam (jam tangan dan perhiasan). 2. Faktor intrensik (non alergi ) Biasanya terjadi pada orang dewasa di atas 35 th. Serangan sering kali di cetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronchial. Golongan ini kuranga jelas landasan dan peranan reaksi imunologik dalam mencetuskan asma bronchial. Golongan non alergi yaitu : 1. Zat- zat kimia non alergi yang bersifata sebagai iritan termasuk di antaranya : ozon, nitrogen, eter, sulfur oksida, silikat, polutan dan udara lainya. 2. Factor fisik seperti perubahan iklim atau cuaca, bau- bauan. 3. Infeksi saluran pernafasan (virus influenza) 4. Aktifitas fisik : di sebut dengan sebutan exercise anduced astma karena kelelahan terutama pada suhu yang rendah dengan kelembaban udara yang kurang. 5. Obat- obatan, misal : aspirin dan zat warna tetrazin. 6. Ketegangan mental emosionaldapat merangsang pencetus serangan asma missal: ujian, nonton film, kunjungan ke rumah sakit, tertawa yang terlalu semangat. Manifestasi Klinis Pada waktu serangan tampak penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot bantu pernafasan bekerja dengan keras, tapi waktu tidak ada tidak ada gejala serangan klinis tidak tampak. Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk,



6



sesak, dan mengi (weezing) dan pada sebagian penderita di sertai rasa nyeri di dada. Beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut: 1. penserita asma yang secara klinis normal,tanpa kelainan pemeriksaan fisik maupun kelainan pemeriksaan fungsi parunya. Pada penderita ini timbul gejala asma bila ada factor pencetus baik di dapat secara alamiah maupun dengan tes profokasi bronchial di laboratorium. 2. penderita asma tanpa keluhan dan kelainan pada pemeriksaan fisiknya, tetapi funsi paru- parunya menunjukan tanda- tanda obstruksi jalan nafas. 3. penderita asma tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun pemeroksaan fungsi parunya menunjukkan tanda- tanda obstruksi jalan nafas. 4. penderita asma yang sering di jumpai baik pada praktek sehari- hari maupun di rumah sakit. Derajat berat asma berdasarkan aktifitas jasmani menurut Sherwood jones sebagi berikut: a.Derajat I



A: Dapat bekerja dengan agak susah. Tidur kadanga



terganggu. B: Dapat bekerja dengan susah payah, tidur sering kali terganggu b.Derajat II A: Tiduran atau duduk/ duduk. Bisa bangun dengan agak susah, tidur terganggu. B: Tiduran/ duduk, tidak bisa bangun. c. Derajat III : Tiduran/ Duduk, tidak bisa bangun. Nadi >120/ menit d. Darajat IV :pasien tidak bisa bergerak lagi dan kelelahan. 5.Status asmatikus Yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refraktan sementara terhadap pengobatan yang lazim di pakai.



7



Sooggin membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut: a.



Asma akut intermiten Di luar serangan, tidak ada gejala sama sekali, pemeriksaan fungsi parunya tanpa provokasi tetap normal. Penderita ini sangat jarang jatuh ke dalam status asmatikus dan dalam pengobatanya sangat jarang memerlukan kortikosteroid. Meskipun di katakana tidak berat tetapi aktifitas penderita seperti pekerjaan, sekolah, atau kegiatan olah raganya cukup terganggu. Factor pencetus: 1.



Infeksi saluran nafas terutama di sebabkan virus, missal : pilek, batuk kemudian rasa berat di dada kemudian di susul rasa sesak.



2.



Kegiatan jasmani (excercise induced astma/ EIA). Rasa sesak timbul beberapakali setelah kegiatan jasmani, penderita batuk dan agak sesak.



3.



Lingkungan pekerjaan (occupational astma/ asma akibat kerja), gejala: batuk, rasa berat di dada. Industri yang sering menyebabkan asma akibat kerja antara lain : gas- gas ammonia, asam klorida, sulfur dioksida, plastic, cat, debu tekstil dan deterjen.



4.



Obat- obatan seperti asam asetil salisilat, obat penyekat beta, pinisilin, bahan kontras,dll (drug induced asma).



b.



Asma akut dan status asmatikus Serangan asma dapat demikian beratnya hingga penderita segera mencari pertolongan. Obat- obatan Adrenegik beta dan teofilin disebut status asmatikus.



c.



Asma kronik persisten Pada asma kronik persisten selalu di temukan gejala- gejala obstruksi jalan nafas sehingga di perlukan pengobatan yang terus- menerus. Hal tersebut di sebabkan oleh karena saluran nafas penderita terlalu sensitive selalu adanya factor pencetus yang terus- menerus.



8



Patofisiologi Pathtway Alergen (Intrensik, Ekstrensik)



Sensitif bronchial mukosa Antibody Ig E Respon dinding sel mast Degranulasi sel mast Mengeluarkan mediator (histamine, serotonin, SRA-A, bradikinin)



Merangsang produk mukus



Penigkatan permeabilitas Kontraksi otot bronkus



Inefektif air way



Secret berlebih



oedema Penyempitan bronkus



Penutupan glotis Dis pnea



Inefektif pola nafas



Batuk Penigkatan metabolisme tubuh Anoreksia, mual



9



Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Nafsu makan menurun



Patofisiologi asma tampaknya melibatkan suatu hioperresponsivitas reaksi peradangan. Pada respon alergi di saluran nafas, antibody Ig E berkaitan dengan allergen dan menyebabkan degranulasi pada sel. Akibat degranulasi tersebut histamine di lepaskan. Histamine menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapile, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang interstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon Ig E yang sensitive berlebihan terhadap suatu allergen atau sel- sel mastnya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkopasme, pembentukan mucus, edema dan obstruksi aliran udarayang masuk akan terganggu atau tidak maksimal, respon fisiologi dari ituadalah nafasyang cepat atau terjadisesak nafas. Rangsangan psikologis dapat mencetuskan suatu rangsangan asma karena rangsangan simpatis menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis (Michele Woodley, MD dan Alison Whlan, MD, 1992) 1.



Oksigenasi 2-3 ltr/mnt



2.



Intubasi dan ventilasi mekanik



3.



Obat agonis adrenagik beta Inhaler: Albuterol, terbutalin, Metaproterenol (awal 1-2 semprot setiap 10-20 mnt/ sesuai kondisi )



4.



Nebulaizer: albuterol 2.5 mg/ ml dan metaproterenol 50 mg/ml bentuk larutan, di larutkan dalam larutan garam fisiologis dapat di hisap melalui nebulaizer dengan aliran udara ke atas selama 5-10 mnt.



5.



Parenteral: epinefrin 0.1 ml: 1000 di beerikan IC.



6.



Kortikosteroid: methylprednison 0.5- 0.1 ml/kg di berikan IV/ 6 jam.



7.



Theopilline: aminophillin/ theopillin bisa di berikan perora, maupun parenteral(IV atau Drip) 10



8.



Hydrasi



9.



Fisiotherapi dada



B. Askep Teori Pengkajian Identitas pasien. Identitas pasien meliputi: -



Nama



-



Umur



-



Agama



-



Jenis kelamin



-



Pendidikan



-



Pekerjaan



-



Alamat



Riwayat keperewatan/kesehatan. 1. Keluhan utama: pasien biasanya sulit bernafas 2. Riwayat kesehatan sekarang: data keadaan pasien saat diadakan pengkajian 3. Riwayat kesehatan masa lalu: berisikan data atau keterangan penyakit atau masalah kesehatan yang pernah di alami pasien pada masa lalu misalnya asma. 4. Riwayat kesehatan keluarga: berisikan data atau keterangan penyakit atau masalah kesehatan yang pernah di alami keluarga pasien misalny dalam keluarganya ada yang menderita asma. Pola fungsi kesehatan 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pada klien asma terdapat juga kebiasaan untuk merokok. 2. Pola aktifitas dan latihan : klien terkadang mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan kesadaran menurun. 3. Pola nutrisi dan metabolisme : pasien terkadang mengalami mual dan muntah. 4. Pola eliminasi 5. Pola tidur dan istirahat: biasanya pada pasien asma tidur ssering terbangun atau tergagu karena asmanya. 11



6. Pola kognitif dan perceptual 7. Pola toleransi dan koping stress : pasien biasanya mengalami stress psikologi. 8. Pola seksual reproduktif 9. Pola hubungan dan peran 10. Pola nilai dan keyakinan. Pemeriksaan fisik Berat badan dan tinggi badan Mata



: Retina, pupil



Paru



: Pernafasan, biasanya pada pasien asma frekuensi nafas lebih dari



Jantung



24x/mnt dan terdapat weezing.



:



Abdomen : Bising dan peristaltic. Pemeriksaan Penunjang 1. Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas refersibel 2. Tes Provokasi Bronkial untuk menunjukkan hiperaktifitas bronkus 3. Pemeriksaan Tes Kulit untuk menunjukkan adanya anti body Ig E yang spesifik dala tubuh. pemeriksaan Ig E total dan Ig E spesifik dalam serum pemeriksaan Ig E total tidak banyak dan hanya untuk menyokong adanya penyakit tropic. 4. Pemeriksaan Ig E spesifik lebih berarti dan di lakukan terutama bila tes kulit tidak dapat di kerjakan atau hasilnya kurang dapat di percaya. 5.Pemeriksaan Radiologi pemeriksaan itu di lakukan jika ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau komplikasi asma seperti pnemothoraks, pnemomediastinum, atelektasis, dll. 6. Analisis Gas Darah hanya di lakukan pada penderita dengan serangaan asma berat.pada keadaan tersebut bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik. 7. Pemerisaan Eosinofil Total Dalam Darah.



12



Pada penderita asma jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Selain dapat di pakai sebagai patokan untuik menentukan cukup tidaknya disis kortikosteroid yang di perlukan penderita asma dan bronchitis kronik. 8. Pameriksaan Sputum pentingnya untuk menilai adanya miselium aspergillus fumigatus. Diagnosa keperawatan Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya mucus. 2. Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi dan cemas. 3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, anoreksia, mual muntah. 4. Gangguan pola tidur b/d sekresi yang statis dan nafas pendek. 5. kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang informasi/ tidak mengenal sumber informasi.



Intervensi a.



Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya mucus.



Rencanan tindakan : 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu/ pelebaran nasal. R: kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernafasan berfariasi tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik. 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya nafas adventisius seperti: krikels, mengi, gesekan pleura. R: bunyi nafas menurun atau tidak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil. Ronkhi dan mengi menyertai jalan nafas / kegagalan pernafasan. 13



3. Tinggikan kepala dan Bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin. R: duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segman paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas. 4. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat. R: hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. 5. Observasi pola batuk dan karakter secret. R: kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat di akibatkan oleh kerusakan jaringan atau anti koagulan berlebihan. 6. Bantu pasien mengatasi takut/ ansietas. R: perasaan takut dan ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan bernafas/ terjadinya hipoksemia dan dapat secara actual meningkatkan konsumsi oksigen. 7. Bearikan oksigen tambahan R: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas. 8.



Bantu fisioterapi dada (misal: drainase postural, dan perkusi area yang tidak sakit ). R:



memudahkan



upaya



bernafas



dalam



dan



meningkatkan drainase secret dari segman paru ke dalam bronkus,di mana dapat lebih mempercepat pembuangan dengan batuk/ penghisapan. 9. observasi tanda- tanda vital R: mengetaahui perkembangan pasien. Kriteria hasil: 1. mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih.



14



2. menunjukkan prilaku untuk memperbaiki jalan nafas, misal batukl efektif b.



Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi dan cemas.



Rencanan tindakan : 1. auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal mengi, krikel ronkhi. R: beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dapat atau tidak di manifestasikan adanya bunyi nafas, adventius, misal penyebaran krikel basah (bronkhitis); bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tidak ada bunyi nafas (asma berat). 2. kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi R: takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat di temukan pada penerima atau selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafas dapat melambat dan ekspirai memanjang di banding inspirasi. 3. kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misal: peniggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. R: peninggian kepala saat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat akan mencsri posisi yang paling mudah untuk bernafas. Sokongan tangan atau kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. 4. pertahankan polusi lingkungan minimum, misal debu, asap dan bulu bantal yang berhuibungan dengan kondisi individu. R: pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat menstiger episode akut. 5. dorong/ Bantu latihan nafas abdomen atau bibir. R: memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. 15



6. Bantu fisioterapi dada (misal: drainase postural, dan perkusi area yang tidak sakit ). R:



memudahkan



upaya



bernafas



dalam



dan



meningkatkan drainase secret dari segman paru ke dalam bronkus,di mana dapat lebih mempercepat pembuangan dengan batuk/ penghisapan 7. Observasi tanda- tanda vital R: mengetaahui perkembangan pasien Kriteria hasil: 1.menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi ke dalam dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih. 2.berpartisipasi dalam aktifitas/ prilaku meningkatkan fungsi paru. c.



Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea,



anoreksia, mual muntah.



Rencanan tindakan: 1. kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi BB dan ukuran tubuh. R: pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. 2. auskultasi bunyi usus R: penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum ) yang berhubungan dengan pembatasan masukan cairan, pilihan makan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia. 3. berikan perawatan oral sering buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu. R: rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas. 4. berikan makanan sedikit- sedikit tapi sering R: untuk mengurangi mual dan muntah. 5. timbang BB sesuai indikasi 16



R: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Kriteria hasil: 1.menunjukkan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat. 2.menunjukkan prilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat. d.



kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang informasi/ tidak mengenal sumber informasi.



Rencanan tindakan: 1. jelaskan proses penyakit individu. Dorong pasien / orange terdekat untuk menanyakan pertanyaan. R: menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. 2. intruksi/ kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. R:



nafas



bibir



dan



abdominal/



diafragmatik



menguatkan otot pernafasan, membantu meminimkan kolaps jalan nafas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktifitas, kekuatan otot dan rasa sehat. 3. anjurkan menghindari agen sedative anti ansietas kecuali di resepkan/ di berikan oleh dokter untuk mengobaati kondisi pernafasan. R: mesakipun pasien mengkin gugup dan merasa perlu, sedative ini dapat merangsang pernafasan dan melindungi mekanisme batuk. 4. tekankan pentingnya perawatan oral/ kebersihan gigi R: menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, di mana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas. 5. diskusikan factor individu yang meningkatkan kondisi misal: udara terlalu kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei, aerosol, polusi



17



udara.Dorong pasien/ orang terdekat untuk mencari cara mengontrol factor ini dan sekitar rumah. R: factor lingkungan ini dapat menimbulkan atau meningkatkan iritasi bronchial menimbulkan peningkatan produksi secret dan menghambata jalan nafas. 6. kaji efek bahaya merokok dan menasehatkan menghentikan pada pasien dan atau orang terdekat. R:



penghentian



merokok



dan



menasehatakan



penghentian merokok ada atau orang terdekat. Kriteria hasil: 1.menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan tindakan 2.mengidentifikasi hubungan tindakan/ gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan factor penyebab. 3.melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan. e.



Gangguan pola tidur b/d sekresi yang statis dan nafas pendek.



Rencanan tindakan: 1. kurangi kebisingan R: memberi suasan ayang tenang nyaman sehingga pasien dapat merasa nyaman. 2. kaji masalah gangguan tidur pasien dan penyebab kurang tidur. R: memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan. 3. kondisikan tenpat tidur yang nyaman bersih dan bantal yang nyaman. R: meningkatkan tidur. Kriteria hasil: 1.pasien dapat tidur ± 8,5 jam setiap malam



18



2. secara verbal dapat mengatakan lebih rileks dan lebih segar.



19



BAB III TINJAUAN KASUS Tanggal dan jam pengkajian



:8-feb- 2006 19.30 WIB



Oleh



:Dian Miftahul Mz



1. Pengkajian a. Identitas pasien Nama



: TN. M



Umur



: 72 tahun



Agama



: Islam



Jenis kelamin



: Laki-laki



Pendidikan



:SD



Alamat



: Jingglong- Lodoyo- Blitar



Suku/bangsa



: Jawa/Indonesia



Perkerjaan



: Petani



b. Riwayat keperawatan/kesehatan Keluhan utama Pasien mengatakan sesak nafas Riwayat kesehatan sekarang Pasien sesak nafas mulai tahun 1984 dan selama ini pasien memeriksakan diri ke mantri desa jika sesaknya di rasa cukup berat di sertai batuk. Pasien mengatakan selama menderita sesak nafas belum pernah belum pernah rawat inap di RS karena sesaknya, tetapi Cuma rawat jalan saja dan biasanya setelah berobat memang sesaknya berkurang, tapi selang beberapa hari pengobatan sesaknya kambuh lagi sampai sekarang, Riwayat kesehatan dahulu Pasien mengatakan pernah menderita lever pada tahun 1983,dan menderita sesak nafas mulai tahun 1984. Riwayat kesehatan keluarga Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga yaitu anak pertama dari Tn.M yang mendrita sesak nafas. Genogram



20



Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien : Kawin c.Pola fungsi kesehatan 1. Pola persepsi - pemeliharaan kesehatan Pasien mengatakan bahwa sakit adalah suatu rasa tidak enak pada badan yang membuat kita menjadi tidak nyaman dan pasien mengatakan bahwa kesehatan merupakan suatu keadaan dimana dia dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gangguan pada tubuh dan persaannya (rohani). Pasien mengatakan bahwa merokok juga dpat merugikan kesehatan, tetapi pasien merupakan perokok aktif dimana tiap harinya habis ± 12 batang rokok, tapi pasien mencoba untuk berhenti merokok sejak menderita sesak nafas tahun 1984,dan pasien benar- benar bisa berhenti merokok ± pada tahun 1994. selama waktu 10 tahun itu pasien hanya bisa mengurangi merokoknya sedikit demi sedikit dan dengan dukungan dari istrinya pasien bisa benar- benar berhenti merokok. 2. Pola aktivitas - latihan



21



Sebelum sakit pasien dulunya seorang petani yang ulet, tetapi semenjak sakit, aktifitasanya agak di kurangi dan ± 5 tahun terkhir ini pasien biasanya hanya diam di rumah, kadang- kadang melakukan kegiatan yang di rasa bisa di kerjakan, dan lebih banyak istirahat. 3. Pola nutrisi dan metabolisme Sebelum sakit, pasien mengatkan bahwa sebelum sakit pasien makan 3x sehari dengan porsi 1 piring yang isinya nasi, sayur, tempe, tahu, kerupuk dan ayam terkadang juga makan nasi pecel 1 porsi habis. Pasien minum sehari ± 7 gelas/hari, kadang-kadang pasien minum kopi pada pagi hari. Pasien telah menerapkan intruksi diet rendah garam. Selama sakit, pasien tidak mengalami perubahan nafsu makan atau pola makan, frekuensi makan tetap 3x/hari 1 porsi piring habis, minum ± 6x/hari dan pasien tidak merasakan adanya mual mual dan muntah. 4. Pola eliminasi Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB biasbnya 1-3x sehari dengan konsistensi feses lembek dengan warna kuning dan BAK 3-5x sehari dengan warna kuning. Selama sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB frekuensinya 1-3x sehari dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. Dan BAK 3-4 kali sehari dengan warna kuning. 5. Pola tidur-istirahat Sebelum sakit, pasien mengatakan pasien jarang melakukan tidur siang keculi dalam keadaan lelah/mengalami kelelahan. Biasanya pasien tidur malam mulai pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.30 WIB dam lamanya tidur pasien ± 8,5 jam/ hr. Selama sakit pasien mengatakan merasa sulit memasuki awal tidur, terkadang terbangun pada malam hari karena sesak dan batuk beriaknya. Dan lamanya tidur ± 6 jam/ hr dan awal tidur malam mulai pukul 22.00 dan bangun pada pukul 04.00, mata pasien tampak lelah. 6. Pola kognitif – perceptual Pasien selama sakit mampu berkkomunikasi dan mengerti apa yang sedang dibicarakan, berespon dan berorientasi dengan baik



dengan



orang lain. Terdapat gangguan persepsi sensorik kadang- kadang berupa nyeri dada. 22



7. Pola toleransi - koping stress Selama menyelesaikan masalah pasien selalu terbuka dengan anggota keluarga yang lain sehingga ketika ada masalah selalu dipecahkan bersama terutama dengan istrinya dan anak-anaknya. 8. Persepsi diri/konsep diri Pasien mengatkan bahwa ia merasa tenang menghadapi masalahnya karena ia percaya bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya dan kepercayaan terhadap anak-anaknya yang dapat menggantikan perannya sewaktu menyelelesaikan masalah yang terdapat dirumah. Tetapi meskipun demikian pasien juga merasa cemas terhadap penyakitnya apakah bisa sembuh dengan total dan tidak terjangkit lagi. 9. Pola hubungan dan peran Hubungan pasien dengan keluarga baik dan dengan masayarakta sekiter juga baik. 10. Pola nilai dan keyakinan Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa ia selalu beribadah dengan tekun Selama sakit, sama seperti yang dilakukan sebelum sakit. a. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum Pasien tampak kesulitan dalam bernafas, ia mengatakan sesak nafas. Pasien dalam keadaan kompos mentis. 2. Pemeriksaan tanda vital Nadi



: 84x/menit dengan irama regular, cepat agak lemah



Tekanan darah : 130/80 mmHg Pernafasan



: 32x/menit, irama tidak baraturan(ngos-ngosan ), suara weezing.



Suhu tubuh



: 36,8ºC



3. Pemriksaan kulit dan rambut Kulit



: Sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), turgor baik (kurang



dari 2 detik), edema (-). Rambut



: Warna putih, distribusi merata tidak botak dan



4. Pemriksaan kepala dan leher 23



lebat.



Kepala



: Mata, reflek pupil (+), konjungtiva tidak anemis, kornea tidak ikterik, tapi mata pasien tampak lelah. Telinga, pada daun telinga, liang telinga, membrane timpani, mastoid tidak ada tanda adanya peradangan dan terlihat bersih, pendengaran baik. Mulut, bibir gusi dan lidah radang (-), tidak memakai gigi pasangan, kondisi gigi terdapat caries. Hidung, tidak terdapat polip, sekrer/lendir (-).



Leher



: Massa (-), nyeri telan (-).



5. Pemeriksaan dada Paru-paru



: Bentuk dada simetris, pergerakan nafas tidak teratur, suara nafas weezing.



Jantung



: denyut nadi agak cepat dan iramanya regular/teratur, frekuensi



84x/menit,



tidak



ada



suara



jantung



tambahan. Tekanan darah 130/80 mmHg. 6. Pemeriksaan abdomen Tidak ada lesi pada dinding/kulit perut, ketegangan dinding perut (-), nyeri tekan (-), peristaltic 35x/mnt 7. Ektrimitas Edema (-), rentang gerak baik, kekuatan otot



5



5 5



b. Pemriksaan penunjang



9 Februari 2006 Pengkaji



24



5



(Dian Miftahul Mizan)



1. Analisa data Symtom Etiologi DS : *Pasien mengatakan sesak



nafas



sertai



di banyaknya mucus



batuk



Problem Bersihan jalan nafas tidak efektif



bercampur riak DO :



* pasien terlihat sulit



bernafas



(dispnea) *terdapat weezing *R=32x/mnt



DS : *pasien mengatakan hiperventilasi dan cemas. kalao



bernafas



ngos- ngosan. * Pasien merasa kawatir penykitnya dapat (perasaan



tidak sembuh takdir



terancam/



25



Pola nafas tidak efektif



impending doom) DO :*ekspirasi memanjang *pasaien tampak benafas pursed lip (dgn bibir) *nafas pendek *R=32x/mnt DS :* pasien mengatakan sekresi yang statis dan Gangguan pola tidur merasa



sulit nafas pendek



memasuki



awal



tidur,



terkadang



terbangun



pada



malam hari karena sesak



dan



batuk



beriaknya. DO: *nafas pendek *produksi sputum * terdapat weezing *mata tampak lelah



2. Prioritas masalah 1.Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya mucus. 2.Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi dan cemas. 3.Gangguan pola tidur b/d sekresi yang stasis dan nafas pendek.



26



INTERVENSI Tanggal



No. Dx



Tujuan



Intervensi



8 feb 06



1



Setelah di lakukan  Kaji



Rasional



frekuensi,  Kecepatan



tindakan



kedalaman



keperawatan



pernafasan



selama 3x24 jam di



ekspansi



dada.



Dispnea



harapkan



Catat



upaya



terjadi



saluran



pernafasan



pasien



biasanya dan



meningkat. dan



pernafasan



peningkatan kerja



menjadi bersih.



termasuk



nafas.



Dengan



penggunaan



criteria



hasil:



Bantu/



1. Tidak da secret



nasal.



dan



2.



otot



Kedalaman



pelebaran



pernafasan



weezing,



berfariasi tergantung



suaara



derajat



pernafasan



nafas.



Ekspansi



vesikuler



dada



terbatas



Pasien



dapat



gagal



yang



melakukan



berhubungan



batuk efektif



dengan atelektasis



dan



atau nyeri dada pleuritik.  Lakukan vibrasi



 Memudahkan upaya bernafas



27



dalam dan meningkatkan drainase secret dari segman paru ke dalam bronkus,di mana dapat lebih mempercepat pembuangan dengan batuk/ penghisapan  Observasi pola



 Mengetaahui



batuk dan karakter



perkembangan



secret



pasien



 Tinggikan



kepala  Duduk



tinggi



dan



Bantu



memungkinkan



mengubah



posisi.



ekspansi



paru



Bangunkan pasien



dan memudahkan



turun dari tempat



pernafasan.



tidur dan ambulasi



Pengubahan



sesegera mungkin.



posisi



dan



ambulasi meningkatkan pengisian



udara



segman



paru



berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.  Anjurkan keluarga



28



pasien/  Hidrasi pasien



membantu



untuk



menurunkan



meningkatkan



kekentalan



masukan



secret,



cairan



pasien 3000



sampai ml/



sesuai



Penggunaan



hari



cairan



toleransi



dapat



jantung, memberikan



hangat



menurunkan air



spasme bronkus.



hangat. 8 feb 06



2



Setelah di lakukan tindakan



 Auskultasi



bunyi  Beberapa derajat



keperawatan



nafas, catat adanya



spasme bronkus



selama 3x24 jam di



bunyi nafas misal



terjadi



harapkan



pola



mengi,



obstruksi



nafas pasien efektif



ronkhi.



Dengan



krikel



dengan jalan



nafas dapat atau



criteria



tidak



di



hasil:



manifestasikan



1. Frekuensi nafas



adanya



16-24x/ mnt



bunyi



nafas, adventius,



2. Kedalaman



misal penyebaran



pernafasan



krikel



dalam rentang



(bronkhitis);



normal



bunyi



nafas



redup



dengan



basah



ekspirasi



mengi



(emfisema); atau tidak ada bunyi nafas



(asma



berat).  Kaji/



pantau  Takipnea



frekuensi pernafasan,



29



biasanya catat



pada



ada beberapa



rasio



inspirasi/



ekspirasi



derajat dan dapat di temukan pada penerima



atau



selama stress / adanya



proses



infeksi



akut.



Pernafas



dapat



melambat



dan



ekspirai memanjang



di



banding inspirasi.  Kaji pasien untuk  Peninggian posisi



yang



kepala saat tidur



nyaman,



misal:



mempermudah



peniggian



kepala



fungsi pernafasan



tempat



tidur,



dengan



duduk



pada



menggunakan



sandaran tidur.



tempat



gravitasi. Namun, pasien



dengan



distress akan



berat mencsri



posisi



yang



paling



mudah



untuk



bernafas.



Sokongan tangan atau kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan



otot



dan dapat sebagai alat dada.



30



ekspansi



 Memberikan  Dorong/ latihan abdomen



Bantu



pasien



nafas



cara



atau



bibir.



beberapa untuk



mengatasi



dan



mengontrol dispnea



dan



menurunkan jebakan udara.  Memudahkan  Bantu



fisioterapi



upaya



bernafas



(misal:



dalam



dan



dada drainase



postural,



meningkatkan



dan perkusi area



drainase



yang tidak sakit )



dari segman paru ke



secret dalam



bronkus,di mana dapat



lebih



mempercepat pembuangan dengan



batuk/



penghisapan  Mengetaahui  Observasi



tanda-



tanda vital



perkembangan pasien.  Memberikan



 Kaji gangguan pasien penyebab 8 feb 06



3



Setelah di lakukan



tidur.



masalah tidur dan kurang



informasi



dasar



dalam menentukan rencana keperawatan.



tindakan keperawatan



 Memberi suasan



selama 3x24 jam di 31



harapkan



pasien  Kurangi



dapat



ayang



tenang



nyaman sehingga



kebisingan



mengidentifikasi



pasien



teknik untuk tidur.



merasa nyaman.



Dengan



criteria



hasil:



dapat



 Memningkatkan  Kondisikan tempat



tidurdengan



1. Pasien dapat



tidur yang nyaman



posisi



semi



tidur ± 8,5



bersih dan bantal



fowler



pasien



jam



yang nyaman.



dapat



setiap



malam



bernafas



dengan



2. Secara verbal



cukup



nyaman dan bisa



dapat



meningkatkan



mengatakan



tidur.



lebih



rileks



dan



lebih  Beri posisi tidur



 meningkatkan



segar.



tidur.



semi fowler



IMPLEMENTASI Tgl/ jam



No.



8-2-2006



DX 1



20.00



Implementaasi  Mengkaji



Respon frekuensi,  Pasien



Ttd mengatakan



kedalaman pernafasan dan



sesak nafas dan merasa



ekspansi dada dengan cara



ngos- ngosan bernafas.



mengukur



dan



Hasil pengukuran R=



mencatat upaya pernafasan



32x/ mnt, nafas weezing



respirasi



termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran nasal.  Melakukan



vibrasi



32



pada  Setelah di lakuakan



daerah dada dan punggung



vibrasi pasien bisa batuk



pasien.



secara spontan dan mearasa nyaman.



 Meninggikan



kepala



dan  pasien dapat bernafas



membantu mengubah posisi



agak lega.



pasien.  menyarankan pasien untuk  Pasien mengerti dan minum 3000 ml/ hr untuk



melaksanakan saran



menurunkan



yang di anjurkan.



kekentalan



secret.  Mengobservasi pola batuk  Pasien mengatakan dan karakter secret.



secret/ riaknya dan batuknya sudah agak berkurang.



2



3



 Mengajarkan



ke



pasien  Pasien



mengerti



dan



latihan nafas abdomen atau



melakukan apa yang di



bibir.



ajarkan.



 Mengkaji



masalah  Pasien



mengatakan



gangguan tidur pasien dan



kurang



bisa tidur di



penyebab kurang tidur.



sebabkan karena sesak nafas dan batuknya.



 Memberi posisi tidur semi  Pasien fowler.



9-2-2006 08.00



2







mengatakan



merasa lebih nyaman



Mengkaji



frekuensi  Pasien



kelihatan



pernafasan, mencatat rasio



bernafas dengan ngos-



inspirasi/ ekspirasi.



ngosan,



ekspirai



memanjang di banding



33



inspirasi.  Mengajarkan



ke



pasien  Pasien



mengerti



dan



latihan nafas abdomen atau



melakukan apa yang di



bibir.



ajarkan.



 Melakukan fisioterapi dada  Setelah ( vibrasi)



di



lakuakan



vibrasi pasien bisa batuk secara



spontan



dan



mearasa nyaman.  Mengukur TTV



 dengan hasil TD: 130/ 80 R : 28x/mnt N : 84x/mnt S : 37o C



11.00



3



 Mengkaji



masalah  Pasien



mengatakan



gangguan tidur pasien dan



kurang



penyebab kurang tidur.



sebabkan karena sesak nafas



bisa tidur di dan



batuknya,



lama tidur ± 6 jam/ hr.  Mengkondisikan



tempat  Pasien



tidur yang nyaman bersih



mengatakan



merasa lebih nyaman.



dan bantal yang nyaman.   Memberi posisi tidur semi 1



Pasien



mengatakan



merasa lebih nyaman.



fowler.  Melakukan



vibrasi



pada  Setelah



di



lakuakan



daerah dada dan punggung



vibrasi pasien bisa batuk



pasien.



secara



efektif



dan



mearasa nyaman.  Mengobservasi pola batuk  pasien dan karakter secret.



lendir dan



mengatakan batuknya



sudah mulai berkurang.



34



9-2-2006



1



 Mengkaji



19.00



frekuensi, 



Pasien



mengatakan



kedalaman pernafasan dan



sesak nafasnya



ekspansi dada dengan cara



agak berkurang dengan



mengukur



R: 28x/ mnt.



respirasi



dan



sudah



mencatat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu/ pelebaran nasal. 



Melakukan vibrasi pada  Setelah



di



lakuakan



daerah dada dan punggung



vibrasi pasien bisa batuk



pasien.



secara



efektif



dan



mearasa nyaman. 



Menyarankan pasien untuk  Pasien



mengerti



minum 3000 ml/ hr untuk



melaksanakan



menurunkan



yang di anjurkan.



kekentalan



dan saran



secret.







Mengobservasi pola batuk  dan karakter secret.



pasien



mengatakan



lendir dan



batuknya



sudah mulai berkurang. 2



 Mengkaji



frekuensi  pasien



mengatakan



pernafasan, mencatat rasio



nafasnya



inspirasi/ ekspirasi.



begitu



sudah ngos-



tidak ngosan



lagi.  Melakukan fisioterapi dada  ( vibrasi)



Setelah di lakuakan vibrasi pasien bisa batuk secara



efektif



dan



mearasa nyaman. 3



 Mengobservasi tidur pasien  Pasien



mengatakan



sudah bisa tidur dengan lebih sesak



35



nyenyak nafasnya



karena dan



batuknya



sudah



membaik, lama tidur 8, 5jam/ hr.



10-2-2006



1



08.30



 Melakukan



vibrasi



pada  Setelah



di



lakuakan



daerah dada dan punggung



vibrasi pasien bisa batuk



pasien.



secara



efektif



dan



mengatakan sudah tidak ada riakya lagi, dan pasien



kelihatan



nafasnya



tidak



ada



weezing. 2



 Mengkaji



frekuensi  Pasien mengatakan pola



pernafasan, mencatat rasio



nafasnya



sudah



inspirasi/ ekspirasi.



membaik ngosan



tidak lagi.



kelihatan dengan



ngosPasien



bernafas teratur,



tidak



menggunakan Bantu



otot



pernafasan,



R:



28x/ mnt 3



 Mengobservasi tidur pasien  Pasien



mengatakan



sudah bisa tidur dengan lebih sesak



nyenyak nafasnya



batuknya



karena dan sudah



membaik, lama tidur 8, 5jam/



hr.



Pasien



kelihatan lebih segar dan lebiha rileks



36



EVALUASI Tanggal



No.



Catatan Perkembangan



11-2-2006



Dx 1



S: Pasien mengatakan bisa batuk secara efektif dan mengatakan sudah tidak ada riakya lagi. O: Nafas pasien tidak ada weezing, tidak ada secret, dan pasien bisa batuk efektif. A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi



11-2-2006



2



S: Pasien mengatakan nafasnya sudah tidak ngosngosan lagi. O: Pasien bernafas dengan teratur, tidak menggunakan otot Bantu pernafasan, R: 28x/ mnt A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi



37



TTD



11-2-2006



3



S: Pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan lebih nyenyak O: Pasien kelihatan lebih segar dan lebiha rileks A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi



BAB VI PEMBAHASAN



Pada pembahasan ini akan diungkap kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan pada pasien Tn.M dengan astma bronkial. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas maka kesenjangan yang terjadi akan diuraikan dalam setiap komponen proses keperawatan. Dan komponen yang mengalami kesenjangan dimana pada kasus tidak muncul tetapi terdapat pada teori atau sebaliknya di teori ada tetapi pada kasus tidak muncul. A. Pengkajian Pada pengkajian untuk pemeriksaan penunjang tidak di cantumkan di karenakan pasien dulunya sudah pernah foto torak tetapi hasil fotonya hilag.



B. Diagnosa keprewatan



38



Disnosa keperawatan yang muncul pada teori tetapi tidak terdapat pada kasus yaitu Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, anoreksia, mual muntah. Idagnosa ini tidak muncul mungkin ini di karenakan pasien menderita astma bronchial sudah kronis sehingga astmanya tidak berpengaruh lagi terhadap pola makan. Kemudian unutuk yang diagnosa kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang informasi/ tidak mengenal sumber informasi tidak di angkat karena penulis sudah membatasi pada rumusan masalah pada kasus Tn.M hanya mengangkat tiga diagnosa saja yang oleh penulisa sudah di prioritaskan. C.Intervensi dan Implementasi Intervesi yang disusun berdasarkan diagnosa yang muncul seperti pada tinjaun kasus pada bagian intervensi dan tidak semua intervensi dapat dilakukan karena mungkin keterbatasan alat dan tenaga. D. Evaluasi Evalusi merupakan langkah terakir dari proses keperawatan dengan cara melakuakan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dimana pada tujuan intervensi pada kasus pasien Tn.M tujuan intevensi telah tercapai untuk diagnosa 1 dan 3 namun pada diagnosa 2 masalah masih belum teratasi, hal dapat di lihat dari criteria evaluasi yang telah di tetapkan sebelumnya



PENUTUP KESIMPULAN 1.



Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang di tandai oleh spasme akut otot polos bronkus yang menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (corwin, E.J.2001:430)



2.



Asma adalah keadaan klinik yang di tandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversible di pisahkan oleh masa di mana ventilasi relative mendekati normal (Price Sylvia,1994:149)



3.



Asma adalah mengi berulang dan/ dan atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah di singkirkan (Mansjoer Arif,2000:461)



SARAN



39



Kebanyakan orang sering mengabaikan tentang kesehatanya, di karenakan lebih berat untuk meniggalkan pekerjaanya. Saran dengan adanya hal ini adalah : 1. Perlu diadakannya pendidikan kesehatan pada masyarkat tentang pola hidup yang sehat bagaiamana cara mencegah sedini mungkin resiko terjadinya astma, di antaranya dengan mengetahui factorfactor yang bisa menimbulkan terjadinya astma. DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J, 2000, Buku saku patofisiologi, EGC Jakarta Kapita Selekta Kedokteran edisi I dan II Media Aesculapius FKUI 2000 Nanda, International, 2005, Nursing Diagnosis : Definition & Classification, Philadelphia PRICE, Syilvia Anderson, 1995, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, EGC Jakarta



40