ASKEP KEL.4 REG.2 Kelainan Kongenital [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN KONGENITAL : ATRESIA ANI



Dosen Mata Kuliah : Ns. Titi Astuti, M.Kep., Sp.Mat. Disusun oleh: Kelompok 4 Str Reguler 2 Mustika Ayu Pitaloka



(1914301068)



Feni Meliani



(1914301085)



Rara Suci Ariyati



(1914301077)



Sindi Artika



(1914301065)



Amri Wijaya Rahman



(1914301094)



Augy Alfandito



(1914301093)



Evita Adhe Rahma E



(1914301079)



Veronica Anggraini



(1914301091)



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES TANJUNGKARANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG TAHUN AKADEMIK 2021/2022 i



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Keperawatan Anak. Makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak Dengan Kelainan Kongenital : Atresia Ani ” Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen kami Ibu Ns. Titi Astuti, M.Kep., Sp.Mat. serta teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik. Kami berharap, makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun supaya makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.



Bandar Lampung, 25 Agustus 2021



Penyusun, Kelompok 4



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



1



1.2 Rumusan Masalah



1



1.3 Tujuan



1



BAB II TINJAUAN TEORI 1.1 Definisi Atresia Ani



2



1.2 Etiologi Atresia Ani



2



1.3 patofisiologi Atresia Ani



3



1.4 Pohon Masalah Atresia Ani



4



1.5 Manifestasi Klinis



5



1.6 Komplikasi



6



1.7 Klasifikasi



6



1.8 Pemeriksaan Penunjang



7



1.9 Penatalaksanaan



7



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian



10



2.2 Diagnosa



14



2.3 Intervensi, Implementasi dan Evaluasi



15



BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan



25



3.2 Saran



25



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada lakilaki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers, 2006). Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. Menyikapi kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia ani. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Konsep Medis Dari Atresia Ani? 2. Bagaimana Konsep Keperawatan Dari Atresia Ani? 1.3 Tujuan 1. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Medis Atresia Ani 2. Untuk Mengetahui Bagaiman Konsep Keperawatan Dari Atresia Ani



BAB II TINJAUAN TEORI 1.1 DEFINISI Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. 1.2 ETIOLOGI Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. 2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.



3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. 4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom 21) 5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.



1.3 PATOFISIOLOGI Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).



1.4 POHON MASALAH



1.5 MANIFESTASI KLINIS 1.



Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.



2.



Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.



3.



Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.



4.



Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).



5.



Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.



6.



Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.



7.



Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)



GAMBARAN KLINIS :



1.6 KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain: a.



Asidosis hiperkloremia.



b.



Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.



c.



Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).



d.



Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).



e.



Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.



f.



Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).



g.



Prolaps mukosa anorektal.



h.



Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah, 2005).



1.7 KLASIFIKASI a.



Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.



b.



Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.



c.



Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.



d.



Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.



1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. 2.



Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.



3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal. 4.



Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.



5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi. 6.



Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan : a.



Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.



b.



Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.



c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur. 1.9 PENATALAKSANAAN 1.



Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup



kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel 2.



Pengobatan a.



Aksisi membran anal (membuat anus buatan)



b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205).



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI 2.1 PENGKAJIAN 2.1.1 IDENTITAS PASIEN Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis 2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN a. Keluhan Utama : Distensi abdomen b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran d.Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain e.Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani 2.1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN a.



Pola persepsi terhadap kesehatan Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan



b.



Pola aktifitas kesehatan/latihan Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi. AKTIFITAS



0



1



2



3



4



Mandi







Berpakaian







Eliminasi







Mobilitas ditempat tidur







Pindah







Ambulansi







Makan



.







Keterangan : 0 : Mandiri 1 : Dengan menggunakan alat bantu 2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain 3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu 4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas c. Pola istirahat/tidur Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain d. Pola nutrisi metabolik Klien hanya minum ASI atau susu kaleng e.Pola eliminasi Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium f. Pola kognitif perseptual Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada orang lain g. Pola konsep diri 1)



Identitas diri



: belum bisa dikaji



2)



Ideal diri



: belum bisa dikaji



3)



Gambaran diri : belum bisa dikaji



4)



Peran diri



: belum bisa dikaji



5)



Harga diri



: belum bisa dikaji



h. Pola seksual Reproduksi Klien masih bayi dan belum menikah i. Pola nilai dan kepercayaan Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan j. Pola peran hubungan Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara mandiri k. Pola koping Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap adanya suatu masalah



2.1.4 PEMERIKSAAN FISIK Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).  Pemeriksaan Fisik Head to toe 1. Tanda-tanda vital • Nadi : 110 X/menit. • Respirasi : 32 X/menit. • Suhu axila :37º Celsius. 2.



Kepala Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.



3. Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat. 4. Hidung Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir. 5.



Mulut Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.



6.



Telinga Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna



7. Leher Tidak ada webbed neck. 8. Thorak Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest, pernafasan normal 9.



Jantung Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur



10. Abdomen Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus 11. Getalia Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis. 12. Anus Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic. 13. Ektrimitas atas dan bawah Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat 14. Punggung Tidak ada penonjolan spina gifid 15. Pemeriksaan Reflek a. Suching + b. Rooting + c. Moro + d. Grip + e. Plantar + 2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Dx pre operasi a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion. b. Risiko hipovolemia berhubungan dengan menurunnya intake, muntah. c. ansietas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan. 2. Dx Post Operasi a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan. b.



Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.



c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan. d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.



2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN 1.



Diagnosa Pre Operasi No. 1.



Diagnosa Konstipasi



Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan 1. Lakukan enema



b/d ganglion tindakan keperawatan selama 1x 24 jam



meningkatkan



sesuai order



kenyaman pada anak



2. Kaji bising usus dan abdomen setiap



mempertahankan



4 jam



BAB dengan



1. Evaluasi bowel



atau irigasi rectal



Klien mampu pola eliminasi



Rasional



3. Ukur lingkar abdomen



2. Meyakinkan berfungsinya usus 3. Pengukuran lingkar abdomen



teratur



membantu



KH : Penurunan



mndeteksi trjadinya



distensi



distensi



abdomen, meningkatnya kenyamanan 2.



Resiko



Setelah dilakukan 1. Monitor intake –



hipovolemia



tindakan



b/d



keperawatan



menurunnya selama 1x 24 jam



output cairan



mengidentifikasi status cairan klien



2. Lakukan



intake,



Klien dapat



pemasangan infus



muntah



mempertahankan



dan berikan cairan



keseimbangan



IV



cairan



1. Dapat



3. Observasi TTV



2. Mencegah dehidrasi



3. Mengetahui



KH: Output urin



kehilangan cairan



1-2



melalui suhu tubuh



ml/kg/jam, capill ary refill 3-5 detik, trgor kulit baik, membrane mukosa lembab



4.Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,



yang tinggi 4. Mengetahui tandatanda dehidrasi



takanan darah ortostatik) 3.



ansietas



Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg



orang tua



tindakan



istilah yg



mengerti kondisi



b/d kurang



keperawatan



dimengerti tentang



klien



pengetahuan selama 1x 24 jam



1. Agar orang tua



anatomi dan



tentang



Kecemasan orang fisiologi saluran



penyakit



tua dapat



pencernaan normal.



dan



berkurang



2. Gunakan alat,



prosedur



KH: Klien tidak



media dan gambar



tersebut diharapkan



perawatan



lemas



Beri jadwal studi



dapat membantu



diagnosa pada



menurunkan



orang tua



kecemasan



3. Beri informasi



2. Pengetahuan



3. Membantu



pada orang tua



mengurangi



tentang operasi



kecemasan klien



kolostomi 2. Diagnosa post oprasi No



Diagnosa



Tujuan



1.



Gangguan



Setelah dilakukan



integritas



tindakan



kulit b/d



keperawatan selama



kolostomi.



1 x 24 jam



Intervensi 1. Hindari kerutan pada tempat tidur 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap



integritas kulit



bersih dan kering



KH : - temperatur



1. Mencegah perlukaan pada kulit



diharapkan dapat dikontrol.



Rasional



2. Menjaga ketahanan kulit



3. Monitor kulit akan 3. Mengetahui adanya kemerahan



adanya tanda



jaringan dalam



kerusakan



batas normal,



jaringan kulit



sensasi dalam batas 4. Oleskan



4. Menjaga



normal, elastisitas



lotion/baby oil



kelembaban



dalam batas normal,



pada daerah yang



kulit



hidrasi dalam bats



tertekan



normal, pigmentasi 5. Monitor status dalam batas normal,



nutrisi klien



5. Menjaga keadekuatan



perfusi jaringan



nutrisi guna



baik.



penyembuhan luka



2.



Resiko



Setelah dilakukan



infeksi b/d



tindakan



gejala infeksi



tanda infeksi



prosedur



keperawatan selama



sistemik dan lokal



lebih dini



pembedaha



1 x 24 jam



n



diharapkan klien



kontaminasi



bebas dari tanda-



dari pengunjung



tanda infeksi



1. Monitor tanda dan 1. mengetahui



2. Batasi pengunjung 2. menghindari



3. Pertahankan



KH : bebas dari



teknik cairan



tanda dan gejala



asepsis pada klien



infeksi



yang beresiko 4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah



3. mencegah penyebab infeks



4. mengetahui kebersihan luka dan tanda infeksi



5. Ajarkan keluarga klien tentang



dapat di deteksi



tanda dan gejala



lebih dini



infeksi 6. Laporkan kecurigaan infeksi



4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN



5. Gejala infeksi



6. Gejala infeksi dapat segera teratasi



 Diagnosa Pre oprasi Tanggal 25 Agustus 2021



Jam 9.10 wib



Diagnosa



Implementasi



Konstipasi b/d



1.Enema atau irigasi rectal sesuai



ganglion



order



TTD



2.Mengauskultasi bising usus dan abdomen 3. Mengukur lingkar abdomen 25 Agustus 2021



9.25 wib



Resiko



1. Memonitor intake – output cairan



Hipovolemia



2. Memasang infus



b/d



3. Mengobservasi TTV



menurunnya



4. Memonitor status hidrasi



intake, muntah



(kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, takanan darah ortostatik)



25 Agustus 2021



9.40 wib



ansietas orang



1. Menjelaskan dengan istilah yg



tua b/d kurang



dimengerti tentang anatomi dan



pengetahuan



fisiologi saluran pencernaan normal.



tentang



2. Menggunakan alat, media dan



penyakit dan



gambar



prosedur



2. Memberi jadwal studi diagnosa



perawatan



pada orang tua 3. Memberi informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi



 Diagnosa Post Oprasi Tanggal 26 Agustus 2021



Jam 10.00 wib



Diagnosa Gangguan integritas kulit b/d kolostomi.



Implementasi 1. Menghindarkan kerutan pada tempat tidur 2. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 3. Memonitor kulit akan adanya kemerahan 4. Mengoleskan lotion/baby oil pada daerah yang tertekan



TTD



5. Memonitor status nutrisi klien 26 Agustus 2021



10.20 wib



Resiko infeksi b/d prosedur pembedahan



1. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2. Membatasi pengunjung 3. Mempertahankan teknik cairan asepsis pada klien yang beresiko 4. Menginspeksi kondisi luka/insisi bedah 5. Mengajarkan keluarga klien tentang tanda dan gejala infeksi 6. Melaporkan kecurigaan infeksi



5.EVALUASI KEPERAWATAN  Diagnosa Pre oprasi Tanggal 25 Agustus 2021



Jam 15.00 wib



Diagnosa



Evaluasi



Konstipasi b/d



S : Klien mampu mempertahankan



ganglion



pola eliminasi BAB dengan teratur O : distensi abdomen menurun A : Diagnosa keperawatan konstipasi teratasi P : Intervensi dihentikan



25 Agustus 2021



16.00 wib



Resiko



S : Klien dapat mempertahankan



Hipovolemia



keseimbangan cairan



b/d



O : Output urin 1-2



menurunnya



ml/kg/jam, capillary refill 3-5



intake, muntah



detik, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab A : Diagnosa keperawatan Resiko kekurangan volume cairan teratasi P : Intervensi dihentikan



TTD



25 Agustus 2021



11.00 wib



Ansietas orang



S : orang tua mengatakan sudah



tua b/d kurang



tidak cemas



pengetahuan



O : klien tidak lemas



tentang



A : Diagnosa Keperawatan Cemas



penyakit dan



orang tua Teratasi



prosedur



P : Intervensi dihentikan



perawatan  Diagnosa Post Oprasi Tanggal 26 Agustus 2021



Jam 11.30 wib



Diagnosa



Evaluasi



Gangguan



S : integritas kulit klien dapat



integritas kulit



terkontrol



b/d kolostomi.



O : Temperatur jaringan dalam batas normal, sensasi dalam batas normal, elastisitas dalam batas normal, hidrasi dalam batas normal, pigmentasi dalam batas normal, perfusi jaringan baik. A : Diagnosa Keperawatan Gangguan integritas kulit teratasi P : Intervensi dihentikan



26 Agustus 2021



14.30 wib



Resiko infeksi



S : Klien sudah tidak mengalami



b/d prosedur



infeksi



pembedahan



O : tanda gejala infeksi tidak ada A : Diagnosa Keperawatan Resiko infeksi teratasi P : Intervensi dihentikan



TTD



BAB IV PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley, 1996). Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Secara fungsional, atresia ani dibagi menjadi 2 yaitu tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dan tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap abdomen, CT Scan dan Pemeriksaan fisik rektum. Penatalaksanaan Medis yang sering dilakukan pada pasien atresia ani yaitu pada Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital dan Colostomi sementara. 3.2 SARAN Sebagai seorang perawat yang professional, maka seharusnya kita bisa melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir terutama pada anggota badan yang rentan mengalami kelainan kongenital seperti anus. Hal yang harus dilakukan adalah bayi dilakukan colok dubur untuk mengetahui apakah bayi mempunyai anus atau tidak. Lalu dianjurkan bayi untuk menginap di klinik atau RS dalam waktu 24 jam untuk mengetahui apakah bayi sudah mengeluarkan mekonium atau tidak, kalau dalam jangka waktu tersebut bayi sudah mengeluarkan mekonium maka bayi tidak mengalami kelainan. Untuk ibu bayi yang mengalami atresia ani sebaiknya bias berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan perawatan bayinya tersebut. Bayi terkadang dilakukan  pembedahan kolostomi dan harus dirawat secara ekstra agar kolostomi tersebut tidak  mengalami infeksi.



DAFTAR PUSTAKA Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html