Askep Meningitis Kep Anak Kel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KEPERAWATAN ANAK “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PESYARAFAN : MENINGITIS”



DISUSUN OLEH : 1. FIRDA AULIA PUTRI



PO7220120 1676



2. MARYANTO



PO7220120



1679 3. MUHAMMAD SYAFIQ



PO7220120 1683



4. NOVI LIZA



PO7220120 1686



5. RESTI ANABILA PASMA



PO7220120 1689



6. RIA AGUSTINA



PO7220120 1690



7. SABRINA EKA SAPUTRI



PO7220120 1692



DOSEN PEMBIMBING : ASMARITA JASDA, S.KEP, M.SI, MED



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG PRODI DIII KEPERAWATAN TAHUN 2021



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita sampaikan kehadiran ALLAH SWT, karena denga rahmat dan ridhonya penulis mendapat hidayah sehingga penulis telah dapat menyelesaikan Tugas Keperawatan Anak “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Persyarafan : Meningitis” ini yang disusun berdasarkan materi yang telah ditentukan. Materi yang penulis tulis dalam makalah ini memang masih minim, karena penulis berharap mahasiswa dapat mengadakan pengembangan diri untuk mencari lagi materi – materi yang belum lengkap. Penulis bertujuan dengan makalah ini dapat membantu kita untuk belajar mandiri dan juga membuat mahasiswa lebih aktiv dan giat dalam belajar. Demikian makalah ini penulis susun dan penulis berharap bermanfaat dan dapat mendapingi kita dalam proses belajar, dan penulis juga mengucapkan terima kasih banyak.



Tanjungpinang, Oktober 2021



Penulis



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis( Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak usia balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun(Betz & Sowden, 2009). Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik lokal. Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala awal meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,56,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014). Infeksi otak merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada jaringan otak. Penyakit



infeksi



otak



bermacam-macam



seperti



Meningitis,



Meningoensefalitis, dan Abses serebri. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan piamater (leptomeningens) disebut meningitis.



Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013). Batticaca (2011) menjelaskan bahwa meningitis atau radang selaput otak merupakan infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla sipinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. Oragnisme yang merupakan penyebab umum meningitis meliputi Neisseria meningitis (meningitis meningokok), Haemopbilus influenzae, dan Streptococcus pneumoniae (organism ini biasanya terdapat di nasofaring). Organisme penyebab meningitis yang sering menyerang bayi (sampai usia 3 bulan) adalah Escberichid coli dan Listeria monocytogenes. Berdasarkan penyebabnya, meningitis dapat dibagi menjadi meningitis aseptik (aseptic meningitis) yang disebabkan oleh virus, dan meningitis bakterial (bacterial meningitis) yang disebabkan oleh berbagai bakteri (Batticaca, 2008). Gejala awal yang timbul akibat dari meningitis merupakan akibat dari infeksi dan peningkatan tekanan intracranial (TIK), nyeri kepala, mual dan muntah, demam, kejang, pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai dengan koma (Tarwoto, 2013). Dampak yang timbul



akibat



meningitis



yaitu



peningkatan



tekanan



intracranial,



hyrosephalus, infark serebral, abses otak, dan kejang (Tarwoto, 2003). Meningitis didefinisikan sebagai peradangan pada meningen yaitu membran yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu. Meningitis virus biasanya lebih ringan dan dapat sembuh sendiri secara spontan sehingga tidak membutuhkan pengobatan spesifik.



Meningitis bakteri dapat mematikan dan menyebabkan gangguan neurologis permanen di kemudian hari. Membedakan meningitis viral dan bakterial pada saat pasien datang di rumah sakit, dapat dilakukan dengan klinis maupun pemeriksaan penunjang. Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh apabila kita dapat membedakan meningitis bakterial dan viral secara cepat, yaitu menurunkan penggunaan antibiotik dan mengurangi perawatan di rumah sakit (Adetunde dkk., 2014; Chadwick, 2006; Chalumeau dkk., 2012; Lilihata dkk., 2014; Mago dkk., 2012). 1.2 Rumusan Masalah 1. Konsep Penyakit 2. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis 3. Contoh Kasus Asuhan Keperawatan 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikemukakan suatu konsep penyakit meningitis, asuhan keperawatan meningitis secara teoritis, contoh kasus asuhan keperawatan meningitis. 1.4 Manfaat Penulisan Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap makalah yang dibuat dan berguna bagi penulisan dan pembaca.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. KONSEP PENYAKIT 2.1. Definisi Meningitis Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membrane (selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab meningitis meliputi bakteri, virus, dan organisme jamur (Muttaqin,2008). Otak dan medul spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan piameter (leptomeningens) disebut meningitis. Peradangan pada bagian durameter disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur, atau karena toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri. Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis (Black,2009). Dari penjelasan diatas, kesimpulan penulis tentang meningitis adalah suatu reaksi peradangan seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinalis, yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak. 2.2



Anatomi Fisiologis Meningitis Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemekaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilo kalori energy setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakangerakan yang disadari, dan kemampuan untuk berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memor, perasaan emosional, intelegensi, berkomunikasi, sifat atau kepribadian dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and Norman D.Harris,2008)



Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut meningens yang terdiri dari 3 lapisan yaitu : 1. Durameter Lapisan paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak, berfungsi untuk melindungi jaringanjaringan yang halus dari otak dan medulla spinalis. 2. Arakhnoid Lapisan bagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jarring labalaba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subarachnoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan. 3. Piameter Lapisan paling dalam dari otak dan melekat pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah, berfungsi untuk melindungi otak secara langsung. Bagian-bagian otak : a. Otak Besar (Serebrum) Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan. Otak besar terbagi menjadi empat bagian yang



disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. 1) Lobus Frontal Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, member penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, dan kemampuan bahasa. 2) Lobus Parietal Berada ditengah berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan, dan rasa sakit. 3) Lobus Temporal Berada di bagian bawah berhubungan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi dalam bentuk suara. 4) Lobus Occipital Bagian paling belakang berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. b. Otak Kecil (Serebelum) Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cidera pada otak kecil dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerakan otot. c. Otak Tengah (Mesensefalon) Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting pada reflek mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.



d. Otak Depan (Diensefalon) Terdiri dari dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsangan dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif. e. Jembatan Varol (Pons Varoli) Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang. Meningitis atau radang selaput otak adalah radang pada membran yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan disebut meningen. Radang dapat disebabkan oleh infeksi oleh virus, bakteri atau juga mikroorganisme lain, dan walaupun jarang dapat disebabkan oleh obat tertentu. Meningitis dapat menyebabkan kematian karena radang yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang



Meningen terdiri atas tiga membrane yang bersama-sama dengan likuor serebrospinalis, membungkus dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang (sistem saraf pusat). Pia meter merupakan membrane kedap air yang sangat halus yang melekat kuat dengan permukaan otak, mengikuti seluruh liku-liku kecilnya. Arachnoid meter (disebutdemikian karena bentuknya yang menyerupai sarang laba-laba) merupakan suatu kantong longgar di atas pia meter. Ruang subarachnoid memisahkan membrane pia meter dan arachnoid dan terisi dengan cairan likuor serebrispinalis. Membran terluar, dura meter merupakan membrane telan yang kuat, yang melekat ke membrane arachnoid dan ke tengkorak (Torwoto,2013).



f. Limbic System (Sistem Limbik) Sistem limbic terletak dibagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Bagian terpenting dari limbic sistem adalah hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapatkna perhatian dan mana yang tidak. 2.3



Etiologi Meningitis Terdapat beberapa penyebab yang terjadi pada masalah meningitis yaitu bakteri, faktor predisposisi, faktor maternal, dan faktor imunologi. Menurut (Suriadi & Rita Yuliani 2006). Penyebab meningitis antara lain : a. Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumonia, Neisseria meningitis, hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. coli b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita c. Faktor maternal : ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, immunoglobulin, anak yang mendapat obat obat imunosupresi



defisiensi



e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan 2.4



Manifestasi Klinis Meningitis Gejala klinis yang timbul pada meningitis bakterial berupa sakit kepala, lemah, menggigil, demam, mual, muntah, nyeri punggung, kaku kuduk, kejang, peka pada awal serangan, dan kesadaran menurun menjadi koma. Gejala meningitis akut berupa bingung, stupor, semi-koma, peningkatan suhu tubuh sedang, frekuensi nadi dan pernapasan meningkat, tekanan darah biasanya normal, klien biasanya menunjukkan gejala iritasi meningeal seperti kaku pada leher, 11 tanda Brudzinksi (Brudzinki’s sign) positif, dan tanda Kernig (Kernig’s sign) positif (Batticaca, Fransisca, 2008). Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) gambaran klinis yang muncul pada anak dengan meningitis antara lain : A. Pada fase akut gejala yang muncul antara lain : a) Lesu



b) c) d) e)



Mudah terangsang Hipertermia Anoreksia Sakit kepala



B. Peningkatan tekanan intrakranial. Tanda-tanda terjadinya tekanan intracranial : a) Penurunan kesadaran b) Muntah yang sering proyektil (menyembur) c) Tangisan yang merintih d) Sakit kepala C. Kejang baik secara umum maupun lokal D. Kelumpuhan ekstremitas (paresis atau paralisis) E. Gangguan frekwensi dan rama pernafasan (cepat dengan irama kadang dangkal dan kadang dalam) F. Munculnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti ; kaku kuduk, regiditas umum, refleksi Kernig dan Brudzinky positif. 2.5



Klasifikasi Meningitis Meningitis terbagi menjadi dua golongan berdasarkan cairan otak : A. Meningitis Serosa. Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih (serous). Penyebab meningitis serosa yang paling sering terjadi adalah mycrobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya seperti virus, gondhii, toxoplasma dan rickettsia (Harsono, 1996). Meningitis tuberkulosa merupakan bagian dari meningitis serosa. Menurut (Tanto, 2014) bakteri tuberculosis masuk kedalam tubuh yaitu ke bagian paru secara inhalasi, setelah di fagosit oleh makrofag alveolar, system imun seluler mengenali antigen bakteri kemudian limfosit mengaktifkan system pertahanan. Meningitis terjadi apabila bakteri berhasil mencapai meningens dalam jumlah yang banyak. Namun, apabila bakteri yang mencapai meningens dalam julam yang kecil, bakteri tersebut akan berkolonisasi, bereplikasi, dan akan membentuk tuberkel yang disebut focus Rich di sekitar area subtal. Setelah bertahun-tahun focus Rich dapat menyebabkan meningitis tuberculosis.



Pada umumnya, perjalanan klinis meningitis melalui tiga tahap/stadium yaitu : 1. Stadium I : Prodromal Stadium ini terjadi selama 1-3 minggu serta gejala yang tidak spesifik dan belum adanya kelainan neurologis. Gejala yang dirasakan seperti demam, lemas, anoreksia, nyeri perut dan sakit kepala, siklus tidur berubah, mual, muntah, iritabel sampai apatis, dan tidak adanya penuruna kesadaran. Hasil dari pemeriksaan fisik memperlihatkan ubun-ubun bertambah besar dan menonjol pada bayi. Sedangkan anak yang lebih besar akan merasakan gelisah atau perubahan suasana hati yang sangat mencolok dan prestasi yang menurun. Stadium prodromal dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat apabila tuberkel pecah dan masuk ke dalam ruang sub-arakhnoid secara tiba-tiba sehingga perjalanan klinisnya dapat langsung melompat ke stadium berikutnya secara cepat. 2. Stadium II : Transisional/Meningitik Pada stadium transisional, terjadii penuruna kesadaran (tetapi tidak sampai terjadi koma),hidrosefalus, papilledema ringan dan ada tuberkel di koroid, serta kelumpuhan saraf kranial. Anak yang lebih besar akan merasakan sakit kepala hebat dan mengalami muntah, sedangkan bayi akan mengalami iritabel dan muntah. Meningitis tuberculosis salah satu ciri khas nya yaitu hidrosefalus terjadi sebelum adanya gejala ensafalitis. Menurut Harsono tahun 2015 pada stadium ini anak juga akan merasakan nyeri kepala yang bertambah hebat dan progresif menyebabkan anak berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal cry. 3. Stadium III : Terminal Stadium ini terjadi sangat cepat, yaitu selama 2-3 minggu. Pada stadium ini terjadi infark pada batang otak akibat lesi dari pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Gejala yan timbul yaitu tingkat kesadaran menurun sampai terjadi stupor dan koma, deifisit neurologi fokal makin berat, hingga perpireksia, papilledema, nadi dan pernafasan tidak teratur, pupil melebar dan tidak terangsang oleh cahaya dan sampai terjadi meninggal.



Stadium I, II, dan III seringkali tidak memiliki batas waktu yang jelas dan langsung dapat beprogresi dengan sangat cepat. Biasanya pasien yang tidak diobati dalam tiga minggu akan meninggal.



B. Meningitis Purulenta Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang melingkupi otak dan medulla spinalis. Penyebab dari penyakit ini berdasarkan golongan umur adalah masa neonatus oleh E.coli, streptokokkus beta hemolitikus, dan listeria monositogenes. Kelompok umur anak dibawah 4 tahun yaitu hemofilus influenza, meningokokus, dan pneumokokus. Kelompok umur diatass 4 tahun dan orang dewasa adalah meningokokus dan pneumokokus (Harsono, 2015). Penderita meningitis purulenta biasanya mengalami kesadaran yang menurun dan seringkali disertai dengan diare dan muntah-muntah. Meningitis purulenta umunya terjadi akibat adanya komplikasi lain. Kuman secara hematogen sampai ke selaput otak seperti pada penyakit pneumonia, bronkopneumonia, endocarditis, dan lain-lain (Fauziah, 2017). Menurut Berhman dkk tahun 2000, gambaran klinis meningitis purulenta seperti : 1. Mulai mendadak, dengan cepat manifestasi syok progresif, purpura, koagulasi intravaskuler tersebar, dan kadar kesadran mengurangi progresif, dramatis dan sering menunjukkan sepsis meningokokus mematikan dengan meningitis. Manifestasi ini dapat berkembang menjadi kematian selama 24 jam. 2. Tanda-tanda nonspesifik, disertai dengan infeksi sistemik atau bacteremia dan manifestasi spesifik iritasi meningeal dengan radang sistem saraf pusat. Tanda nonspesifik adalah demam (90-95%), anoreksia dan penurunan nafsu makan, gejala infeksi saluran pernafasan atas, myalgia, atralgia, takikardia, hipotensi dan gejala dikulit, seperti petekie, purpura, atau ruam macular eritematosa. Iritasi meningeal seperti kaku kuduk, nyeri pinggang, tanda Kernig (fleksi sendi pinggul 90 derajat dengan nyeri pada ekstensi kaki berikutnya), dan tanda Brudzinski (fleksi lutut dan pinggul yang tidak disengaja setelah fleksi leher saat telentang). Pada anak, terutama anak yang masih berusia kurang dari 12-18 bulan, tanda-tanda ini belum tampak begitu jelas.



3. Kenaikan tekanan intracranial, yaitu nyeri kepala, muntah, fontanela cembung atau diastis (pelebaran) sutura, paralisis saraf okulomotor atau abdusens, hipertensi, apnea dan hiperventilasi, sikap dekortikasi atau desebrasi, stupor, koma, dan tanda-tanda herniasi.



2.6



Komplikasi Meningitis Menurut (Riyadi, dkk, 2009) komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis antara lain, yaitu : a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural. b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler. c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intracranial. d. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat. e. Epilepsi. f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori. g. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.



2.7



Penatalaksanaan Meningitis Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) penatalaksanaan medis yang secara umum yang dilakukan di rumah sakit antara lain : a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui



penurunan berat badan anak atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.



b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ di bagi dalam dua kali pemberian diberikan selama dua hari. Sedangkan pemberian fenobarbital dua hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dua kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejangjuga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kumanpeningkatan suhu tubuh berasal dari kontraksi otot akibat kejang. c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/KgBB dibagi dalam enam dosis pemberian secara intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam empat dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pengambilan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal. d. Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsang depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat. e. Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan napas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mendukung kebutuhan metabolism yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernapasan karena peningkatan tekanan intracranial sehingga peril diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernapasan. Pemberian oksigen pada anak meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen. 2.8



Pemeriksaan Diagnostik Meningitis Pemeriksaan penunjang (Hudak dan Gallo, 2012)



1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat 2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab 3. Kultur urim, untuk menetapkan organisme penyebab 4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun 5. MRI, CT-scan/ angiorafi



2.9



Patofisiologi Meningitis Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus. Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).



2.10 WOC Meningitis Infeksi TB di orofaring



Cedera kepala



ISPA, stoiditis, otitis media



Septikemia ke meningen



Penghubung bagian dalam kepala dengan dunia luar



Nasoparing posterior, telingatengah & saluran mastoid Vena ke meningen



Bakteri Masuk Reaksi radang



hipertermia



Peningkatan permeabilitas pd darah



Penghubung infeksi bakteri



Trombus & penurunan aliran daerah serebral



Gangguan metabolisme akibat eksudat pada meningen



Meningitis



Proses infeksi



Edema serebral



produksi sputum pada saluran nafas



Proses desak ruang



Ketidaktahua n mengenai penyakit dan pengobatan



Ansietas



Perubahan proeses fisiologis



Peningkatan TIK Pusat kesadaran terganggu



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



Kejang Kesadaran somnolen Resiko cedera Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak Peningkatan pusat muntah



Kekurangan volume cairan



2.11 Masalah Keperawatan Prioritas 1. 2. 3. 4. 5.



Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak Hipertermia Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Kekurangan volume cairan Ansietas



2. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS 2.12 Asuhan Keperawatan Secara Teoritis Meningitis 2.12.1 Pengkajian 1. Pengkajian keperawatan Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin, 2008). a. Identitas 1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat. 2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien, pendidikan, prkerjaan dan alamat. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan Utama Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara PQRST. 3) Riwayat Kesehatan Dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami



pengobatan obat anti tuberkulosa yang mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.



sangat



berguna



untuk



4) Riwayat Kesehatan Keluarga Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat memacu terjadinya meningitis. c. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa 2) Tanda- Tanda Vital a) TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N = 90- 140 mmHg). b) Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i). c) Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i). Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C). 3) Pemeriksaan Head To Toe a) Kepala Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala. b) Mata Nerfus II, III, IV, VI :Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. c) Hidung Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman d) Telinga Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. e) Mulut Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. f) Leher Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis. Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis. Nerfus IX dan X : Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik Nerfus XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk g) Dada 1) Paru I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola nafas Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama



P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa. 2) Jantung I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial midklavikula sinistra RIC IV. P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-5 midklavikula. A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur. h) Ekstremitas Biasanya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki).Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga menggangu ADL. i) Rasangan Meningeal a. Kaku kuduk Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot .Fleksi menyebabkan nyeri berat. b. Tanda kernig positif Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna. c. Tanda Brudzinski Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan pingul: jika dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstermitas yang berlawanan. d. Pola Kehidupan Sehari-hari 1) Aktivitas / istirahat Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh 2) Eliminasi Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. 3) Makanan / cairan Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah disebabkan peningkatan asam lambung.



Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. 4) Hygiene Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri karena penurunan kekuatan otot. 2.12.2 Diagnosa Keperawatan 1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d pusat kesadaran terganggu 2. Hipertermia b.d proses infeksi 3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d proses infeksi 4. Kekurangan volume cairan b.d factor fisiologis 5. Ansietas b.d ketidaktahuan mengenai penyakit dan pengobatan 2.12.3 Intervensi Keperawatan NO. 1.



DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan Batasan karakteristik :  Massa tromboplastasin parsial abnormal  Massa prothrombin abnormal  Sekmen ventrikel kiri akinetik  Ateroklerosis aerotik  Diseksi arteri  Fibriliasi atrium  Miksoma atrium  Tumor otak  Stenosis carotid  Aneurisme serebri  Koagulopati (mis.,



NOC



NIC



Peripheral  Circulation status  Tissue prefusion : sensation management cerebral (manajemen sensasi perifer) Kriteria hasil : adanya  Mendemonstrasikan  Monitor daerah tertentu status sirkulasi yang yang hanya peka ditandai dengan :  Tekanan systole dan terhadap diastole dalam panas/dingin/tajam/ rentang yang tumpul  Monitor adanya diharapkan paretese  Tidak ada  Intruksikan ortostatikhipertensi untuk  Tidak ada tanda keluarga tanda peningkatan mengobservasi tekanan intracranial kulit jika ada isi (tidak lebih dari 15 atau laserasi  Gunakan sarung mmHg) tangan untuk  Mendemonstrasikan proteksi kemampuan kognitif gerakan yang ditandai  Batasi pada kepala, leher dengan : dan punggung  Berkomunikasi adanya dengan jelas dan  Monitor tromboplebitis sesuai dengan  Diskusikan kemampuan mengenai penyebab  Menunjukkan



2.



anemia sel sabit)  Kardiomiopati dilatasi  Koagulasi intravascular diseminata  Embolisme  Trauma kepala  Hierkolesterolemia  Hipertensi  Endocarditis infeksi  Katup prostetik mekanis  Stenosis mitral  Neoplasma otak  Baru terjadi infak miokardium  Sindrom sick sinus  Penyalahgunaan zat  Terapi trobolitik  Efek samping terkait terapi (bypass kardiopulmunal, obat) Hipertermia



perhatian, konsentrasi dan orientasi  Memproses informasi  Membuat keputusan dengan benar  Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter



Thermoregulation



perubahan sensasi



Fever treatment



 Monitor suhu Definisi : Kriteria hasil : Peningkatan shuhu sesring mungkin tubuh di atas kisaran  Suhu tubuh dalam  Monitor IWL normal rentang normal  Monitor warna dan Batasan  Nadi dan RR dalam suhu kulit karakteristik : rentang normal  Konvulsi  Monitor tekanan  Kulit kemerahan  Tidak ada perubahan darah, nadi, dan  Peningkatan suhu warna kulit dan tubuh diatas kisaran RR normal tidak ada pusing  Monitor penurunan  Kejang  Takikardi tingkat kesadaran  Takipnea  Monitor WBC, Hb,  Kulit terasa hangat dan Hct Fakto yang  Monitor intake dan berhubungan : output  Anastesia



 Penurunan respirasi  Dehidrasi  Pemajanan lingkungan yang panas  Penyakit  Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan  Peningkatan laju metabolisme  Medikasi  Trauma  Aktivitas berlebihan



 Berikan anti piretik  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam  Selimuti pasien  Lakukan



tapid



sponge  Kolaborasi pemberian



cairan



intravena  Kompres



pasien



pada lipat paha dan aksila  Tingkatkan sirkulasi udara  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil  Temperature regulation  Monitor



suhu



minimal tiap 2 jam  Rencanakan monitoring



suhu



secara kontinyu  Monitor TD, nadi, dan RR



 Monitor warna dan suhu kulit  Monitor tanda – tanda



hipertermi



dan hipotermi  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi  Selimuti untuk



pasien mencegah



hilangnya kehangatan tubuh  Ajarkan



pada



pasien



cara



mencegah keletihan



akibat



panas  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan



suhu



dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan  Beritahukan tentang



indikasi



terjadinya keletihan



dan



penanganan emergency



yang



diperlukan  Ajarkan



indikasi



dari hipotermi dan



penanganan



yang



diperlukan  Berikan anti piretik jika perlu Vital sign monitoring  Monitor TD, nadi, dan RR  Catat



adanya



fluktuasi



tekanan



darah  Monitor VS saat pasien



berbaring,



duduk, atau berdiri  Auskultasi



TD



pada lengan dan bandingkan  Monitor TD, nadi, RR



sebelum



selama dan setelah aktivitas  Monitor



kualitas



dari nadi  Monitor frekuensi dan



irama



pernafasan  Monitor suara paru  Monitor



adanya



cushing triad  (tekanan nadi yang



melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 3.



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



 Respiratory status : ventilation



Airway suction  Pastikan kebutuhan



Definisi : oral/ tracheal  Respiratory Ketidakmampuan untuk suctioning status : airway membersihkan sekresui atau obstruksi dari patency  Auskultasi suara saluran pernafasan nafas sebelum dan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas Kriteria hasil : sesudah suctioning Batasan Karakteristik  Mendemonstrasikan : batuk efektif dan  Tidak ada batuk suara nafas yang  Suara nafas tambahan  Perubahan frekuensi bersih, tidak ada nafas sianosis dan  Sianosis dyspneu (mampu  Kesulitan berbicara atau mengeluarkan mengeluarkan suara sputum, mampu  Penurunan bunyi nafas bernafas dengan  Dispneu mudah, tidak ada  Sputum dalam jumlah yang berlebihan pursed lips)  Batuk yang tidak  Menunjukkan jalan efektif  Orthopneu nafas yang paten  Gelisah (klien tidak merasa  Mata terbuka lebar tercekik, irama Faktor yang nafas, frekuensi



 Minta klien nafas dalam



sebelum



suction dilakukan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal



untuk



memfasilitasi suction nasotrakeal  Gunakan alat yang steril



setiap



melakukan tindakan  Anjurkan



pasien



untuk istirahat dan nafas



dalam



berhubungan :  Lingkungan :  Perokok pasif  Mengisap  Merokok  Obstruksi jalan nafas  Spasme jalan nafas  Mokus dalam jumlah berlebihan  Eksudat dalam jalan alveoli  Materi asing dalam jalan nafas  Adanya jalan nafas buatan  Sekresi bertahan/sisa sekresi  Sekresi dalam bronki  Fisiologis :  Jalan nafas alergik  Asma  Penyakit paru obstruktif kronik  Hyperplasi dinding bronkial  Infeksi disfungsi neuromuskular



pernafasan rentang



dalam



setelah



kateter



normal,



dikeluarkan



tidak ada suara nafas



nasotrakeal



dari



 Monitor



abnormal)  Mampu



status



oksigen pasien



mengidentifikasi



 Ajarkan



keluarga



dan mencegah factor



bagaimana



yang



dapat



melakukan suction



menghambat



jalan  Hentikan



nafas



cara suction



dan



berikan



oksigen



apabila



pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll Airway management  Buka jalan nafas, gunakan



teknik



chin lift atau jaw thrust bila perlu  Posisikan



pasien



untuk memaksimalkan ventilasi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan



alat



jalan nafas buatan



 Pasang mayo bila perlu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu  Keluarkan



secret



dengan batuk atau suction  Auskultasi



suara



nafas, catat adanya suara tambahan  Lakukan



suction



pada mayo  Berikan bronkodilator bila perlu  Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan  Monitor



respirasi



dan status O2 4.



2.12.4 Implementasi Keperawatan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan.Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tujuan dari pelaksana adalah membantu klien dalam



mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup penimgkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Pada tahap ini dilaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan pada rencana keperawatan yang telah dibuat sesuai teori dan hampir semua terlaksana. 2.12.5 Evaluasi Keperawatan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), evaluasi perkembangan klien dapat dilihat dari hasilnya.Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan feedback terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.



BAB III STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN