Askep Penyandang Cacat - Kel, 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYANDANG CACAT/DISABILITAS



Disusun Oleh Kelompok 3 : 1. Wenny Hartati



(1826010035)



2. Nimi



(1826010005)



3. Wahyu Anugera Khasanah (182601000) 4. Titania Aulia Putri



(1826010022)



5. Yeti Septaria



(1826010015)



6. Nurni Hamidah



(1826010028)



Dosen Pengampu : Ns. Devi Listiana, S.Kep.,M.Kep



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU 2021



KATA PENGANTAR



Keanugrahan inspirasi dari Tuhan Yang Maha Esa menjadi kekuatan kepada penulis untuk segera dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, tiada ada kata yang terindah selain dapat mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Penyandang Cacat/Disabilitas”. Makalah ini adalah salah satu dari tugas mata kuliah Sistem Pencernaan. Di dalam makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Penyandang Cacat/Disabilitas” menjelaskan agar mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam lagi tentang Asuhan Keperawatan Pada Penyandang Cacat/Disabilitas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ns. Devi Listiana, S.Kep.,M.Kep yang telah memberi tugas makalah ini. Jika didalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, maka penulis memohon maaf.



Bengkulu, Oktober 2021



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................................. 2 C. Tujuan ................................................................................................. BAB II PEMBAHASAN A. Pengerti Bencana ................................................................................. 4 B. Klasifikasi Bencana ............................................................................. 4 C. Proses Terjadinya Bencana .................................................................. 5 D. Penegrtian Penyandang Cacat/Disabilitas ........................................... 5 E. Klasifikasi Penyandang Cacat/Disablitas ............................................ 7 F. Penyadang Cacat Dalam Bencana ....................................................... 10 G. Drajat Kecacatan .................................................................................. 12 H. Hak-Hak Penyandang Cacat/Disabilitas .............................................. 14 I. Penatalaksanaan ................................................................................... 16 J. Pencegahan .......................................................................................... 17 K. Askep Teoritis ..................................................................................... 18 BAB III KASUS A. Pengkajian ............................................................................................ 22 B. Analisa Data ......................................................................................... 24 C. Intervensi ............................................................................................. 26 D. Implementasi ........................................................................................ 28 E. Evaluasi ................................................................................................ 30 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 32 B. Saran .................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Setiap orang dilahirkan berbeda. Tidak ada manusia yang benarbenar sama meskipun mereka kembar. Perbedaan tersebut dapat terjadi pada kondisi fisik dan non fisik.Merupakan hal wajar jika setiap orang berbeda dalam banyak hal seperti warna kulit, bentuk jasmani, minat, potensi atau kecerdasan. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari disamping individu yang secara fisik normal sering kita jumpai, ada pula individu yang memiliki fisik tidak normal,yang sering dikenal sebagai penyandang cacat. Masalah penyandang cacat bukan merupakan masalah yang kecil, terutama di negara seperti Indonesia.Karena permasalahan yang dihadapi meliputi segala aspek hidup dan kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan. Penyandang cacat tubuh sebagai salah satu penyandang masalah kesejahteraan social perlu mendapat perhatian agar mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya.Penyandang cacat tubuh adalah mereka yang tubuhnya tidak normal sehingga menghambat kemampuannya untuk melaksanakan fungsi sosialnya di masyarakat.Mereka masih bisa berpikir normal, dapat melihat, mendengar, beraktivitas dan berbuat sesuatu. Penyandang cacat tubuh secara psikis akan mengalami rasa rendah diri dan kesulitan dalam menyesuaikan diri di masyarakat, karena perlakukan masyarakat/lingkungan sekitar berupa celaan atau belas kasihan ketika memandang mereka. Pada saat memberikan pelayanan kesehatan, perawat komunitas harus mempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu kemanfaatan dimana semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus memberikan manfaat yang besar bagi komunitas, pelayanan keperawatan kesehatan komunitas dilakukan bekerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan



bersifat berkelanjutan serta melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral, asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervensi, klien dan, lingkungannya termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan, pelayanan keperawatan komunitas juga harus memperhatikan prinsip keadilan dimana tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari komunitas itu sendiri. B. Rumusan Masalah a. Apa Pengertian Benccana ? b. Apa Klasifikasi Bencana ? c. Bagaimana Proses Teradunya Bencana ? d. Apa Pengertain Penyandang Cacat/Disabilitas ? e. Apa Klasifikasi Penyandang Cacat ? f. Bagaimana Penyandang Cacat Dalam Bencana ? g. Apa Saja Derajat Kecacatan ? h. Apa saja Hak-Hak Penyandang Cacat/Disabilitas ? i. Bagaiamana Penatalaksanaannya ? j. Bagaiaman Pencegahannya ? k. Bagaimana Askep Teoritisnya ? l. Bagaiamana Askep Kasusnya ? C. Tujuan a. Untuk Mengetahui Pengertian Benccana. b. Untuk Mengetahui Klasifikasi Bencana. c. Untuk Mengetahui Proses Teradunya Bencana. d. Untuk Mengetahui Penyandang Cacat/Disabilitas. e. Untuk Mengetahui Klasifikasi Penyandang Cacat. f. Untuk Mengetahui Penyandang Cacat Dalam Bencana. g. Untuk Mengetahui Derajat Kecacatan. h. Untuk Mengetahui Hak-Hak Penyandang Cacat/Disabilitas.



i. Untuk Mengetahui Penatalaksanaannya. j. Untuk Mengetahui Pencegahannya. k. Untuk Mengetahui Askep Teoritisnya. l. Untuk Mengetahui Askep Kasus.



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Bencana Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2007 pasal 1, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (Paramesti, 2011). Bencana merupakan suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam danatau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana tidak terjadi begitu saja, namun ada faktor kesalahan dan kelalaian manusia dalam mengantisipasi alam dan kemungkinan bencana yang dapat menimpanya (Nartyas, 2013). B. Klasifikasi Bencana Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam



atau



faktor



non



alam



maupun



faktor



manusia



sehingga



mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yaitu :



a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi dan wabah penyakit. c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat. d. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam penggunaan teknologi dan atau insdustri yang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya. C. Proses Terjadinya Bencana Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3 tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari pra bencana, pada saat tanggap darurat, dan pasca bencana.



D. Pengertian Penyandang Cacat/Disabilitas Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat indonesia yang memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan serta peran yang



sama dalam segala aspek kehidupan maupun penghidupan seperti halnya WNI lain. Penyandang cacat tubuh



adalah seseorang yang mempunyai



kelainan tubuh padaalat gerak yang meliputi tulang, otot danpersendian baik dalam struktur atau fungsinyayang dapat mengganggu atau merupakanrintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layak. penyandang cacat berarti setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecatatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya Dalam Konvensi International Hak-Hak Penyandang Cacat dan Protokol Opsional Terhadap Konvensi (Resolusi PBB 61/106 13 Desember 2006) penyandang cacat berarti setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecatatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya. Berdasarkan



pengertian-pengertian



tersebut,



penyandang



cacat/disabilitas diakui sebagai bagian integral bangsa Indonesia, yang tidak



terpisahkan



dari



anggota



masyarakat



lainnya.



Penyandang



cacat/disabilitas mempunyai kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama sebagai warga negara Indonesia. Penyandang cacat/disabilitas merupakan aset negara bidang Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagaimana manusia lainnya. Potensi yang dimiliki penyandang cacat/disabilitas dapat dikembangkan sesuai dengan talenta yang dibawa sejak lahir. Namun karena kecacatan yang disandangnya penyandang cacat/disabilitas mengalami hambatan fisik, mental dan sosial, untuk mengembangkan dirinya secara maksimal. Menurut WHO (1980), pengertian penyandang cacat dibagi menjadi 3 hal yaitu:



a. Impairment yang merupakan suatu kehilangan atau ketidaknormalan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomi. b. Disability diartikan sebagai suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment. c. Handycap diartikan kesulitan/kesukaran dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat baik dibidang sosial ekonomi maupun psikologi



yang



dialami



oleh



seseorang



yang



disebabkan



ketidaknormalan tersebut. E. Klasifikasi Penyandang Cacat Pasal 1 ayat (1) UU No 4 Tahun 1997 mengatur bahwa penyandang cacat adalah orang yang berkelainan fisik dan/atau mental. Secara khusus pasal ini menegaskan bahwa kelainan tersebut dapat diklasifikasi menjadi 3 golongan yaitu : cacat fisik, cacat mental serta cacat fisik dan mental. Adapun penjelasan tiap golongan menurut ketentuan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : 1. Cacat Fisik Cacat fisik adalah kelainan fisik, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi penyandangnya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Jenis-jenis cacat fisik meliputi: 1) Cacat Tubuh yaitu : Cacat yang terjadi karena anggota tubuh tidak lengkap. Ketidaklengkapan ini merupakan bawaan dari lahir, kecelakaan,



maupun



akibat



penyakit



yang



menyebabkan



terganggunya mobilitas yang bersangkutan, misalnya: amputasi tangan, paraplegia, kecacatan tulang, cerebral palsu. 2) Cacat Rungu Wicara yaitu : Kecacatan sebagai akibat hilangnya atau terganggunya fungsi pendengaran dan atau fungsi bicara baik disebabkan oleh kelahiran, kecelakaan maupun penyakit.



3) Cacat Netra yaitu : Cacat yang dialami seseorang sehingga terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh hilang atau berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan maupun penyakit. Kecacatan ini yang terdiri dari: 



Buta Total, artinya seseorang tidak dapat melihat sama sekali obyek didepannya, jadi fungsi penglihatannya telah hilang.







Persepsi Cahaya, artinya seseorang mampu membedakan adanya cahaya atau tidak, tetapi tidak dapat menentukan objek atau benda apa yang ada didepannya.







Memiliki Sisa Penglihatan atau sering disebut Low Vision, artinya seseorang dapat melihat samar-samar benda yang ada didepannya dan tidak dapat melihat jari-jari tangan yang digerakkan dalam jarak 1 meter.



2. Cacat Mental 1) Cacat Mental Retardasi Adalah kecacatan karena seseorang yang perkembangan mentalnya (IQ) tidak sejalan dengan pertumbuhan usia biologis nya. 2) Eks psikotik adalah kecacatan seseorang yang pernah mengalami gangguan jiwa. 3. Cacat Fisik dan Mental Cacat ini juga disebut cacat ganda. Artinya seseorang memiliki kelainan pada fisik dan mentalnya. Adapun tentang jenis-jenis penyandang disabilitas dalam Perda No 4 Tahun 2012 diatur pada Pasal 3. Penggolongan jenis-jenis penyandang disabilitas dalam Perda No 4 Tahun 2012 adalah sebagai berikut : 1. Gangguan Penglihatan Merupakan gangguan yang dapat terjadi karena berbagai sebab, baik itu yang terjadi sejak lahir karena bermacam-macam faktor, kelainan genetik, maupun yang disebabkan oleh penyakit tertentu, dan gangguan atau kerusakan penglihatan yang terjadi pada saat



usia kanak-kanak, remaja maupun usia produktif (dewasa), yang disebabkan oleh banyak hal seperti kecelakaan, penyakit dan sebab sebab lainnya. 2. Gangguan Pendengaran Merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. 3. Gangguan Bicara Merupakan disebabkan



kesulitan



antara



lain



seseorang oleh



untuk



gangguan



berbicara pada



yang



organ-organ



tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut, lidah, dan akibat gangguan pendengaran. 4. Gangguan Motorik dan Mobilitas Jenis gangguan ini meliputi disabilitas yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerakan otot yang terkadang membatasi mobilitas. 5. Cerebral Palsy Suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. 6. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif Gangguan yang terjadi pada seorang anak sehingga anak tersebut selalu bergerak, mengetuk-ngetuk jari, menggoyanggoyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain tanpa alasan yang jelas, berbicara tanpa henti, dan bergerak gelisah sering kali disebut hiperaktif. Anak-anak tersebut juga sulit berkonsentrasi pada tugas yang sedang dikerjakannya 7. Autis Suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk



hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif dalam waktu yang tertentu yang wajar. 8. Epilepsi Merupakan penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan. 9. Tourette’s Syndrome Kelainan saraf yang muncul pada masa kanak-kanak yang dikarakteristikan dengan gerakan motorik dan suara yang berulang serta satu atau lebih tarikan saraf yang bertambah dan berkurang keparahannya pada jangka waktu tertentu. 10. Gangguan Sosialitas, Emosional, dan Perilaku Terjadi karena individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/kelainan,



tidak



memiliki



sikap,



melakukan



pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain. 11. Retardasi Mental Kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. F. Penyandang Cacat Dalam Bencana Seperti halnya manusia pada umumnya, ketika terjadi suatu bencana akan timbul beberapa kejadian atau situasi baik psikologis maupun mental yang dialami oleh korban, termasuk juga penyandang cacat seperti kepanikan yang luar biasa. Hal ini terjadi karena kurangnya kesiapsiagaan dan pemahaman tentang bencana dan dampak yang mungkin timbul.



Karena keterbatasan yang dimilikinya, penyandang cacat dan kelompok rentan lainnya seperti ibu hamil, lansia, anak-anak, orang sakit, dll perlu mendapat prioritas penanganan pada saat terjadi bencana, setelah dan sebelum bencana terjadi Hal yang penting utnuk dilakukan dalam penanganan penyandang cacat adalah cara atau pendekatan yang dilakukan ketika berinteraksi. Hal ini penting, mengingat penyandang cacat mempunyai persepsi yang berbeda akan keterbatasan dirinya dan persepsi masyarakat sendiri tentang penyandang cacat yang menganggap sebagai beban, inferior, dan lain-lain. Berikut



beberapa



panduan



dasar



untuk



berinterkasi



dengan



penyandang cacat sebelum, saat dan setelah terjadi bencana : 1. Bertanyalah Dulu Sebelum Anda Membantu Hanya karena seseorang tersebut adalah penyandang cacat, janganlah beranggapan bahwa ia membutuhkan pertolongan. Apabila lingkungannya aksesibel, penyandang cacat biasanya dapat melakukan segala sesuatu dengan baik.Seorang penyandang cacat dewasa mengharapkan dirinya diperlakukan sebagai pribadi yang mandiri. Tawarkan bantuan hanya ketika anda melihat seorang tersebut tampak membutuhkannya. Apabila ia memerlukan bantuan, bertanyalah bagaimana anda dapat membantunya sebelum anda melakukannya. 2. Peka Terhadap Kontak Fisik Beberapa penyandang cacat bergantung kepada kedua tanagn mereka utnuk menjaga keseimbangan.Memegang kedua tangannya walaupun anda bermaksud membantunya justru dapat membuatnya kehilangan keseimbangan.Hindarilah menepuk kepala seseorang atau memegangi



kursi



roda



atau



tongkatnya.



Penyandang



cacat



menganggap alat bantu mereka sebagai bagian dari hal personal mereka. 3. Pertimbangkan Sebelum Anda Bicara. Hendaknya Anda berbicara langsung kepada penyandang cacat, bukan kepada pendampingnya atau penerjemah bahasa isyaratnya.



Bercakap-cakap ringan dengan penyandang cacat merupakan hal yang baik, berbicaralah kepadanya sebagaimana apa yang Anda lakukan juga kepada orang lain. Hormatilah privasinya. Apabila Anda bertanya tentang



kecacatannya,



ia



mungkin



akam



merasa



Anda



memperlakukannya sebagai orang cacat, bukan sebagai manusia. ( Namun demikian banyak penyandang cacat merasa nyaman terhadap rasa ingin tahu anak-anak yang alami dan tidak merasa keberatan ketika seorang akan menanyakan sesuatu kepadanya). 4. Jangan Berasumsi Para penyandang cacat adalah pengambil keptusan terbaik mengenai apa yang dapat maupun yang tidak dapat mereka lakukan. Janganah mengambil keputusan untuk mereka mengenai bagaimana mereka terlibat dalam aktivitas tertentu.Dalam situasi tertentu, mengabaikan seseorang karena berasumsi tentang keterbatasannya dapat menjadi pelnggaran terhadap hak penyandang cacat. 5. Menanggapi Permintaan Dengan Ramah Ketika seorang penyandang cacat menanyakan suatu pelayanan di perusahaan Anda, itu bukanlah sebuah keluhan. Itu justru menunjukan bahwa ia mer asa cukup nyaman di perusahaan Anda untuk menyatakan apa yang ia butuhkan. Apabila ia mendapatkan tanggapan yang positif, barangkali ia akan kembali lagi dan menceritakan kepada teman-temannya tentang pelayanan bagus yang ia terima. Pada saat terjadi bencana, panduan dasar berinteraksi dengan penyandang cacat hanya digunakan sebagai acuan penanganan, sedangkan yang menjadi prioritas utama bagi penolong adlah keselamatan nyawa.Prinsip sebanyak mengkin jumlah korban yang dapat dielamatkan jiwanya adalah yang utama. G. Derajat Kecacatan Dalam Pasal 13 UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dikatakan bahwa setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan



kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Berdasarkan derajat kecacatannya dibedakan : 1. Cacat Tubuh Ringan Yaitu mereka yang menderita cacat tubuh dimana kebutuhan aktifitas hidup sehari-harinya tidak memerlukan pertolongan orang lain. Termasuk dalam golongan cacat ini adalah amputasi tanganatau kaki salah satu, cerebral palcy ringan, layuh salah satu kaki, tangan/kaki bengkok dan sebagainya. 2. Cacat Tubuh Sedang Yaitu mereka yang menderita cacat tubuh,dimana kebutuhan aktivitas hidup sehari-harinya Harus dilatih terlebih dahulu, sehingga untuk seterusnya dapat dilakukan tanpa pertolongan. Termasuk Golongan ini adalah cerebral palcy sedang, amputee dua tangan atas siku, muscle destrophy sedang, scoliosis dan seterusnya. 3. Cacat Tubuh Berat Yaitu mereka yang untuk kebutuhan aktivitas hidup sehari-harinya selalu memerlukan pertolongan orang lain, antara lain amputee dua kaki atas lutut dan dua tangan atas siku, cerebral palcy berat, layuh dua kaki dan dua tangan, paraplegia beratdan sebagainya. (Departemen Sosial, 2008). Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 4 Tahun 1997 dan Pasal 1 angka 2 PP No 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat yang dimaksud dengan derajat kecacatan adalah berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang. Pada Pasal 2 PP No 43 Tahun 1998 diatur bahwa penentuan jenis dan tingkat kecacatan yang disandang oleh seseorang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. Lebih lanjut Pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 104/MENKES/PER/II/1999 tentang Rehabilitasi Medik, dinyatakan bahwa penyandang cacat dapat dibedakan dalam jenis dan



derajat kecacatan yang meliputi cacat fisik, cacat mental dan cacat fisik dan mental. Cacat fisik meliputi cacat bahasa, penglihatan, pendengaran, skeletal, rupa, visceral dan generalisata. Cacat mental meliputi cacat intelektual dan psikologi lainnya. Cacat fisik dan mental mencakup kecacatan baik yang dimaksud dalam kriteria cacat fisik dan cacat mental. Pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 104/MENKES/PER/II/1999 tentang Rehabilitasi Medik mengatur bahwa derajat kecacatan dinilai berdasarkan keterbatasan kemampuan seseorang dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari yang dapat dikelompokan, antara lain : a. Derajat Cacat 1 : mampu melaksanakan aktifitas atau mempertahankan sikap dengan kesulitan. b. Derajat



Cacat



2



:



mampu



melaksanakan



kegiatan



atau



mempertahankan sikap dengan bantuan alat bantu. c. Derajat Cacat 3 : dalam melaksanakan aktifitas, sebagian memerlukan bantuan orang lain dengan atau tanpa alat bantu. d. Derajat Cacat 4 : dalam melaksanakan aktifitas tergantung penuh terhadap pengawasan orang lain. e. Derajat Cacat 5 : tidak mampu melakukan aktifitas tanpa bantuan penuh orang lain dan tersedianya lingkungan khusus. f. Derajat Cacat 6 : tidak mampu penuh melaksanakan kegiatan seharihari meskipun dibantu penuh orang. H. Hak-Hak Penyandang Cacat/Disabiltas Hak adalah segala sesuatu yang harus diberikan pada sesorang.Hak boleh digunakan atau tidak digunakan.Hak asasi adalah manusia diatur dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hak-hak penyandang cacat/disabilitas dalam Deklarasi diatur dalam Pasal 3 sampai 13. Hak-hak tersebut meliputi : 1. hak yang melekat untuk menghormati martabat manusia 2. hak sipil dan politik



3. hak atas kemandirian 4. hak atas pelayanan jasa 5. hak atas jaminan ekonomi 6. hak atas pertimbangankebutuhannya yang khusus 7. hak untuk berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial, kreatif, atau rekreasi 8. hak



atas



perlindungan



terhadap



perlakuan



eksploitatif



atau



merendahkan martabat 9. hak atas bantuan hukum 10. hak atas konsultasi 11. hak atas informasi hak-haknya dalam Deklarasi Hak penyandang cacat/disabilitas yang diatur dalam Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas yang telah disahkan dengan UU No 11 Tahun 2009 meliputi : 1. hak atas aksesibilitas 2. hak untuk hidup 3. hak memperoleh jaminan perlindungan dan keselamatan penyandang disabilitas dalam situasi berisiko, termasuk situasi konflik bersenjata, darurat kemanusiaan, dan terjadinya bencana alam 4. hak atas kesetaraan pengakuan di hadapan hokum 5. hak atas akses terhadap keadilan 6. hak atas kebebasan dan keamanan 7. hak atas kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia 8. hak atas kebebasan dari eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan 9. hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya 10. hak untuk memperoleh dan mengubah kewarganegaraan 11. hak untuk hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat 12. hak atas mobilitas pribadi



13. hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat serta akses terhadap informasi 14. hak memperoleh penghormatan terhadap keleluasaan pribadi 15. hak memperoleh penghormatan terhadap rumah dan keluarga 16. hak atas pendidikan, kesehatan, habilitasi dan rehabilitasi hak atas pekerjaan dan lapanga kerja 17. hak untuk mendapatkan standar kehidupan dan perlindungan sosial yang layak bagi mereka sendiri dan keluarganya 18. hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan publik 19. hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya, rekreasi, hiburan dan olah raga 20. hak untuk memperoleh jaminan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas perempuan dan anak-anak Menurut Pasal 5 UU No 4 Tahun 1997 dikatakan bahwa setiap penyandang cacat/disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Lebih lanjut dalam Pasal 6 UU No 4 Tahun 1997 ditegaskan bahwa setiap penyandang cacat/disabilitas berhak memperoleh: 1. pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan ; 2. pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya ; 3. perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya ; 4. aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya ; 5. rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial ; dan 6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampu-an, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. I. Penatalaksanaan



1. Mendengarkan Dengan Penuh Perhatian Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan : 



Pandang klien ketika sedang bicara.







Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.







Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.



2. Menunjukkan Penerimaan Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menerima : 



Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.







Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.







Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.







Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien.



J. Pencegahan Pelayanan yang diberikan oleh keperawatan komunitas mencakup kesehatan komunitas yang luas dan berfokus pada pencegahan yang terdiri dari tiga tingkat yaitu : 1. Pencegahan Primer Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada penghentian penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan primer mencakup peningkatan derajat kesehatan secara umum dan perlindungan spesifik. Promosi kesehatan secara umum mencakup pendidikan kesehatan baik



pada individu maupun kelompok. Pencegahan primer juga mencakup tindakan spesifik yang melindungi individu melawan agen-agen spesifik misalnya tindakan perlindungan yang paling umum yaitu memberikan imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu hamil, penyuluhan gizi bayi dan balita. 2. Pencegahan Sekunder Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi penyakit lebih awal dengan mengobati secara tepat. Kegiatan-kegiatan yang mengurangi faktor resiko dikalifikasikansebagai pencegahan sekunder misalnya



memotivasi



keluarga



untuk



melakukan



pemeriksaan



kesehatan secara berkala melalui posyandu dan puskesmas. 3. Pencegahan Tersier Yang mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada seseorang dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang mengalami kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi sesuai dengan kemampuannya, misalnya mengajarkan latihan fisik pada penderita patah tulang. K. Asuhan Keperawatan Teoritis a. Pengkajian 1. identitas data Nama: Tempat / Tanggal lahir: Umur: Nama Ayah: Nama Ibu: Pekerjaan Ayah: Pekerjaan Ibu: Alamat:



Agama: Suku / Bangsa: Pendidikan Ayah 2. Keluhan Utama Pada tanggal 01 November 2020 dilakukan pengkajian dengan keluhan utama gatal dan timbul bintik-bintik merah (rash) pada bagian hampir seluruh tubuh. 3. Riwayat Masa Lalu 1) Penyakit waktu kecil 2) Riwayat MRS 3) Obat -obatan yang pernah digunakan 4) Tindakan Operasi 5) Alergi 6) Kecelakaan 4. Riwayat Kesehatan Sekarang 1) Diagnosa Medis 2) Tindakan Operasi 3) Status Nutrisi 4) Status CairanObat –obatan 5. pemeriksaan fisik 1) Keadaan Umum 2) TB/BB 3) Mata 



Simetris kanan/kiri







Conjungtivitis







Sekres







Purulen







Strabismus







Gerakan bola mata



4) Hidung







Bentuk







Cuping Hidung



5) Mulut , Gusi, dan Gigi 



Bentuk mulut







Saliva







Palatum







Lidah



6) Telinga 



Bentuk







Cairan



7) Tengkuk 8) Dada 9) Jantung 10) Genetalia 11) Ekstreamitas 12) Kulit b. Diagnosis Keperawatan 1. Ketidaberdayaan



berhubungan



dengan



program



perawatan/pengobatan yang kompleks atau jangka panjang 2. Penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan hamabatan fisik 3. Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan pola koping yang berbeda diantara klien dan orang terdekat 4. Intervensi No



Diagnosa



1



Ketidaberdayaan berhubungan dengan program



Intervensi -



Identifikasi harapan pasien dan keluarga dalam pencapaian hidup



perawatan/pengobatan yang kompleks atau jangka panjang



2



3



Penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan hamabatan fisik



Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan pola koping yang berbeda diantara klien dan orang terdekat



-



Pandu mengingat kembali kenangan yang menyenagkan



-



Libatkan pasien secara aktif dalam perawatan



-



Anjurkan mengukapkan persaan terhadap kondisi dengan realistis



-



Identifikasi peran yang ada dalam keluarga



-



Identifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi



-



Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan peran yang tidak diinginkan



-



Diskusikan perubahan peran yang diperlukan akibat penyakit atau ketidakmampuan



-



Identifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini



-



Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan, keluarga.



-



Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau antar anggota keluarga



-



Fasilitasi pengamabilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka panjang , jika perlu



BAB III ASKEP KASUS Kasus Seorang laki-laki bernama Tn.B dengan umur 45 tahun yang tinggal ditempat pengungsian pasca bencana,Tn.B mengatakan menglami lumpuh dikakinya akibat tertiban pohon yang tumbang karena banjir, Tn.B Menyatakan merasa malu dengan anggota keluarga nya karena tidak mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas seperti sebelumnya, merasa sedih,cemas, sangat khawatir dengan anggota kelurganya, ia merasa tidak bisa menjalankan tugas sebagai kepala keluarga yang baik. Tn.B terlihat tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga dengan baik, Tn. B terlihat bergantung kepada anggota keluarganya, terlihat kurang bertanggung jawab dalam menjalankan peran nya sebagai kepala keluarga karena keterbatasan fisik yang dialaminya.Hasil pengkajian ttv didapat : Nadi 100 x/menit, Tekanan darah 120/70 mmhg,RR 20x/menit,Suhu 36oC. A. Pengkajian 1. Identitas Data a. Identitas Klien Nama: Tn.B Umur: 45 Th Pendidikan: smp Status : menikah Pekerjaan :petani Alamat: jln. Melati indah Agama: Islam Suku / Bangsa: Jawa / Indonesia



b. identitas Penanggung Jawab Nama: Ny. C Umur: 44 Th Pekerjaan: ibu rumah tangga Alamat: jln.melati indah Agama: islam Suku/bangsa:jawa/indonesia Hubungan dengan klien:istr 2. Riwayat Kesehatan Sekarang Tn.B mengatakan menglami lumpuh dikakinya akibat tertiban pohon yang tumbang karena banjir, Tn.B Menyatakan merasa malu dengan anggota keluarga nya karena tidak mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas seperti sebelumnya, merasa sedih,cemas, sangat khawatir dengan anggota kelurganya, ia merasa tidak bisa menjalankan tugas sebagai kepala keluarga yang baik. 3. Riwayat Masa Lalu Sebelumnya Tn.B mengtakan Tidak pernah mengalami riwayat penyakit apapun 4. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum: Compos mentis 2) TB/BB: 160 cm/50 kg 3) Mata 



Simetris kanan/kiri







Conjungtivitis







Sekres: Dalam batas normal







Purulen: Tidak terdapat purulen







Strabismus: Tidak ada strabismus







Gerakan bola mata: Tidak ada kelainan pada gerakan pada bola mata.



4) Hidung 



Bentuk: Simetris







Cuping Hidung: Tidak ada kelainan



5) Mulut , Gusi, dan Gigi 



Bentuk mulut: Tidak ada kelainan,







gigi bersih







Palatum: Tampak Kering







Lidah: bersih



6) Telinga 



Bentuk: Simetris kanan/kiri







diadalam lobang telinga terlihat ada kotoran sedikit



7) Tengkuk: Normal (tidak kelainan) 8) Dada: Normal (tidak ada kelainan) 9) Jantung: Dalam batas normal 10) Genetalia: Tidak ada kelainan pada genetalia 11) Kulit: bersih 12) Ekstremitas atas: 



Simitres kana dan kiri







kuku nya sedikt panjang dan terlihat sedikit kotor



13) Ekstremitas bawah: 



dikaki sebelah kiri menglami lumpuh tidak bisa berfungsi secara normal







kukunya bersih



B. Analisa Data Nama Pasien   : Tn.B Umur               : 45 tahun No. Reg           : 11060868                              



No Data Penunjang 1. Data Subyektif :  menyatakan tidak mampu melaksanakan aktivitas sebelumnya  merasakan nyata malu



Etiologi Program perawatan/pengobata n yang kompleks atau jangka panjang



MasalahKeperawatan Ketidakberdayaan



 Data Obyektif :  bergantung pada orang lain 2.



3.



Data Subyektif : Hambatan Fisik Penampilan Peran Tidak  merasa harapan Efektif tidak terpenuhi merasa cemas Data Obyektif :  kurang bertangung jawab menjalankan peran Data Subyektif : Pola koping yang Ketidakmampuan  terlalu khawatir berbeda diantara klien koping keluarga dengan anggota dan orang terdekat keluarga   Data Obyektif :  tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga



C. Diagnosa Keperawatan



1. Ketidaberdayaan berhubungan dengan program perawatan/pengobatan yang kompleks atau jangka panjang (D.0092) 2. Penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan hamabatan fisik (D.0125) 3. Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan pola koping yang berbeda diantara klien dan orang terdekat (D.0093) D. lntervensi Keperawatan Nama Pasien   : Tn.B Umur               : 45 tahun No. Reg           : 11060868    



N



Diagnosa



O



Keperawatan



1.



Ketidakberdayaan



Tujuan



Setelah dilakukan intervensi Klien selama 2×45 menit mampu menunjukan dengan kriteria hasil: -klien menjadi lebih semangat untuk hidup -klien menjadi lebih semangat Untuk melakuakn perawartan



Intervensi



-



Identifikasi harapan pasien dan keluarga dalam pencapaian hidup



-



Pandu mengingat kembali kenangan yang menyenagkan



-



Libatkan pasien secara aktif dalam perawatan



-



Anjurkan mengukapkan persaan terhadap



kondisi dengan realistis 2.



Setelah Penampilan peran tidak dilakukan efektif intervensi Klien selama 2×45 menit mampu menunjukan dengan kriteria hasil:



-



Identifikasi peran yang ada dalam keluarga



-



Identifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi



-



Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan peran yang tidak diinginkan



-



Diskusikan perubahan peran yang diperlukan akibat penyakit atau ketidakmampua n



-



Identifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini



-



Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan, keluarga.



-klien menerima perannya dalam keluarga dengan keterbatasannya -klien berusaha untuk melakukan perannya dalam keluarga semampunya



3.



Ketidakmampuan koping keluarga



Setelah dilakukan intervensi Klien selama 2×45 menit mampu menunjukan dengan kriteria hasil: -klien



tampak



rileks



-



-klien mampu berkolaborasi dengan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan perawatan



Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau antar anggota keluarga



-



Fasilitasi pengamabilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka panjang , jika perlu



E. Implementasi Keperawatan Nama Pasien   : Tn.B Umur               : 45 tahun No. Reg           : 11060868     N



No. Dx



Tgl/jam



Tindakan



O 1.



Ketidaberdayaan



10.12.2020



-



mengidentifikasi harapan pasien dan keluarga dalam pencapaian hidup



-



mempandu mengingat kembali kenangan yang menyenagkan



-



melibatkan pasien secara aktif dalam



09.00 wib



perawatan



2.



Penampilan tidak efektif



peran 10.12.2020



menganjurkan mengukapkan persaan terhadap kondisi dengan realistis



-



mengidentifikasi peran yang ada dalam keluarga



-



mengidentifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi



-



memfasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan peran yang tidak diinginkan



-



mendiskusikan perubahan peran yang diperlukan akibat penyakit atau ketidakmampuan



-



mengidentifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini



-



mendengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan, keluarga.



-



memfasilitasi



10.00 wib  



3.



-



Ketidakmpuan koping 10.12.2020 keluarga 11.00 wib



pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga atau antar anggota keluarga -



memfasilitasi pengamabilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka panjang , jika perlu



                    



F. Evaluasi Keperawatan Nama Pasien   : Tn.B Umur               : 45 tahun No. Reg           : 11060868     N



No D.x



Jam



Evaluasi



O 1.



Ketidakberdayaan



12 am



S: -klien berusaha melakukan aktivitasnya semampunya -klien mengatakan tidak malu O: -klien berusaha untuk mandiri dengan mengurangi untuk tidak



bergantung anggota keluarga



pada



A: -tujuan belum tercapai semua P: -ntervensi dilanjutkan 2.



Penamplan peran tidak 12 am efektif



masih



S: -klien menerima keadaan yang terjadi pada dirinya sekarang -klien mengatakan tidak cemas lagi O: -klien berusaha semampunya menjalankan perannya A: -masalah belum teratasi P: -intervensi dilanjutkan



3.



Ketidakmpuan koping 12 am keluarga



masih



S: -klien mengtakan tidak terlalu khawatir lagi dengan anggota



keluarga O: -klien berusaha semampunya memenuhi kebutuhan keluarga A: -masalah teratasi P: -intervensi dihentikan



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat indonesia yang memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan serta peran yang sama dalam segala aspek kehidupan maupun penghidupan seperti halnya WNI lain. Penyandang cacat tubuh



adalah seseorang yang mempunyai



kelainan tubuh padaalat gerak yang meliputi tulang, otot danpersendian baik dalam struktur atau fungsinyayang dapat mengganggu atau merupakanrintangan



dan hambatan baginya untukmelakukan kegiatan



secara layak. B. Saran Saran



dari



penulis,



semoga



asuhan



keperawatan



tentang



Penyandang Cacat/Disabilitas dalam bencana mudah untuk memahaminya, dan brmanfaat untuk yang membaca.



DAFTAR PUSTAKA



Dorland, 2006, Kamus Kedokteran, Penerbit Buku Kedoteran EGC Jakarta. Marilyne E, 1999, Doengus. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd. Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC R, Fallen. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. (2010). Yogyakarta: Nuha Medika Vaughan, 2000, General Oftamology, Jakarta.