Asma Eksaserbasi Pedoman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Asma merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan didunia saat ini.



Badan kesehatan dunia/WHO memperkirakan 235 juta orang penduduk dunia menderita asma. Jumlah penderita asma di Amerika mencapai 25 juta orang, asma eksaserbasi setiap harinya mencapai 44.000 penderita, setiap tahun



1,75 juta



penderita asma datang berobat ke unit gawat darurat untuk mendapatkan pengobatan. Asthma And Allergy Foundation menyatakan 33 ribu penderita asma meninggal setiap tahunnya di Amerika.1 Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada tahun 1995 pada anak sekolah usia 13-14 tahun, prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 meningkat menjadi 5 %. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan terutama kejadian eksaserbasinya.



yang perlu mendapat perhatian secara serius 2



Pedoman penatalaksanaan asma diharapkan dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Beberapa pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi telah dipublikasikan agar dapat digunakan oleh dokter dan tenaga medis diunit gawat darurat, tetapi saat ini aplikasi pedoman penatalaksanaan masih rendah, dan kepatuhan dokter untuk menerapkan pedoman ditemukan belum optimal. Banyak penderita tidak mendapatkan perawatan berdasarkan pedoman, walau telah ditentukan pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi dirumah sakit. 3 Penelitian di Amerika Serikat yang meneliti penggunaan penatalaksanaan asma, mengenai aplikasi pedoman National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) dan American thoracic society (ATS) hanya 60% penderita yang dilaporkan ditatalaksana sesuai pedoman eksaserbasi



dengan baik.



3,2



Penelitian



multicenter di Canada yang meneliti aplikasi pedoman Canadian Thoracic Society (CTS) menemukan hanya sebanyak 26,4% unit gawat darurat yang mengadopsi dengan baik. Dokter di Kuwait yang memakai Global Initiative for Asthma (GINA)



1



dari 376 dokter, hanya 37% dokter yang menggunakan pedoman asma. 4 Penelitian diunit gawat darurat di Oman yang menggunakan pedoman British thoracic Society (BTS), dalam tatalaksana inisial sejumlah 3% penderita mendapat terapi oksigen, 25 % nebulisasi inisial dan hanya 24 % mendapat steroid sistemik.



5



Penelitian di



Jepang dengan jumlah sampel yang lebih besar, menemukan bahwa kepatuhan penggunaan pedoman asma diunit gawat darurat tidak optimal.



6



Data diatas



menggambarkan tatalaksana asma eksaserbasi belum sesuai dengan yang diharapkan. Sering dijumpai penatalaksanaan diunit gawat darurat yang tidak sesuai dengan pedoman, hal ini akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penderita asma. Tujuan penatalaksanaan asma eksaserbasi adalah untuk mengurangi atau menghilangkan



obstruksi aliran udara dan hipoksemia sesegera mungkin, agar



terhindar dari kondisi yang mengancam jiwa penderita dan selanjutnya merencanakan pencegahan kekambuhan dimasa depan.



7



Penatalaksanaan asma pada penulisan ini



khusus pada penatalaksanaan asma eksaserbasi difasilitas gawat darurat. . 1.2



Tujuan penulisan : Mengetahui penatalaksanaan asma eksaserbasi dari beberapa pedoman



penatalaksanaan asma eksaserbasi seperti GINA, BTS, ATS dan CTS untuk menambah wawasan, melakukan



pengobatan yang tepat untuk



komplikasi, dan meningkatkan hasil klinis penderita asma eksaserbasi.



2



menghindari



BAB II DEFINISI DAN DIAGNOSIS



2.1. Definisi Asma dan Asma Eksaserbasi Ada beberapa pendapat mengenai definisi asma, definisi asma menurut pedoman penatalaksanaan asma CTS asma adalah gejala yang bersifat rekuren, seperti episode berulang sesak nafas, dada terasa sempit, adanya wheezing atau batuk yang sering memburuk pada malam dan dini hari dan ditemukan tanda tanda obstruksi saluran napas. Gejala tersebut sering berhubungan dengan infeksi virus saluran napas, atau stelah paparan allergen iritan dan dapat sembuh dengan bronkodilator atau pengobatan dengan anti inflamasi. 8 Pada rekomendasi penatalaksanaan asma BTS, mendefinisikan asma sebagai adanya lebih dari satu gejala seperti wheezing, sesak napas, dada terasa sempit, batuk dan variabilitas hambatan aliran udara.9 Menurut definisi GINA dan ATS, asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan melibatkan banyak sel dan elemen selular, inflamasi kronik disebabkan oleh hiperresponsif saluran napas yang mengarah pada episode berulang wheezing, sesak napas, dada terasa sempit, dan batuk, terutama pada malam hari atau dini hari. Episode ini biasanya berhubungan dengan hambatan aliran udara, yang sering reversible atau sembuh sendiri secara spontan atau dengan pengobatan .7,10 Definisi asma eksaserbasi terdapat beberapa variasi istilah, menurut BTS asma eksaserbasi adalah asma dengan manifestasi klinis yang bertambah berat, eksaserbasi ditandai dengan adanya episode serangan, dimana pasien membutuhkan pengobatan tambahan.9 Pada penelitian penelitian di unit gawat darurat lebih sering memakai istilah acute severe asthma daripada eksaserbasi, penelitian lain menggunakan istilah treatment failure atau asthma attack.7,9 Menurut GINA, ATS, dan CTS, asma eksaserbasi (asthma attack atau acute asthma) adalah episode peningkatan progresif sesak napas, batuk, wheezing, atau rasa sempit didada atau kombinasinya, eksaserbasi ditandai dengan penurunan aliran udara ekspirasi yang



3



dapat diukur dengan pemeriksaan fungsi paru seperti menilai peak expiratory flow atau force expiratory volume (PEF atau FEV1). 7,8,10



2.2.



Diagnosis Asma Eksaserbasi Asma eksaserbasi adalah suatu keaadaan dengan episode perburukan akut atau



sub akut yang progresif pada penderita asma. Anamnesis ditemukan gejala sesak napas, batuk, wheezing, dada berat atau kombinasi gejala gejala tersebut. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, dan penggunaan otot bantu napas.



7,8,9,10



Eksaserbasi ditandai dengan penurunan aliran



udara ekspirasi, pemeriksaan fungsi paru pada asma eksaserbasi (PEF) merupakan pemeriksaan objektif



untuk menentukan



derajat



eksaserbasi. Kadang pasien



mengalami penurunan signifikan PEF tetapi keluhan penderita tidak banyak meningkat. Keadaan seperti ini dapat terjadi pada penderita dengan riwayat near fatal asthma. 11 Pemeriksaan PEF asma eksaserbasi pada beberapa pedoman terdapat perbedaan (variasi) dalam nilai dasar untuk eksaserbasi. GINA menetukan nilai PEF yang masih diatas 80 % dari nilai prediksi didukung oleh gejala klinis tergolong pada kelompok eksaserbasi ringan.



7



Menurut ATS, eksaserbasi ringan dengan nilai PEF



lebih dari 70%. 14 BTS menyatakan nilai PEF lebih dari 75% tergolong pada asma eksaserbasi ringan. 9



4



BAB III PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI DIUNIT GAWAT DARURAT



Penatalaksanaan asma eksaserbasi yang tidak sesuai seperti pengobatan yang tidak adekuat, memulangkan penderita terlalu dini, pemberian pengobatan (saat pulang) yang tidak tepat, penilaian respons pengobatan yang kurang tepat menyebabkan tindakan selanjutnya menjadi tidak sesuai. Kondisi penanganan seperti diatas menyebabkan perburukan asma, menyebabkan eksaserbasi berulang dan semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma akut berat bahkan fatal. 7,8,9,10



Langkah awal penatalaksanaan



eksaserbasi yaitu penilaian awal penderita



asma dan penilaian derajat eksaserbasi. Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan dan menilai respon pengobatan. Langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan apa yang akan dibutuhkan penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain). 7,9 Tujuan pengobatan asma eksaserbasi adalah mengurangi atau menghilangkan obstruksi aliran udara dan hipoksemia sesegera mungkin, dan merencanakan 7,8,9,10



pencegahan kekambuhan dimasa depan. meningkatkan



hasil



penatalaksanaan,



dokter



Untuk mencapai tujuan dan harus



mengetahui



pedoman



penatalaksanaan yang telah direkomendasikan . 12,13



3.1



Pemeriksaan Awal ( Inisial Assessment )



3.1.1



Penilaian Riwayat Penilaian riwayat eksaserbasi meliputi: kapan mulai gejala, durasi gejala,



keterbatasan aktifitas dan gangguan tidur . pengobatan yang telah digunakan, dosis yang biasa digunakan, dosis yang dipakai jika dalam perburukan, respon pengobatan, waktu mula terjadinya dan penyebab/ pencetus eksaserbasisaat itu, dan ada tidaknya risiko tinggi untuk keadaan fatal/ kematian.



7



Sebagai



tambahan menurut ATS,



dokter harus mengetahui jenis obat, dosis dan waktu terakhir pemakaian obat



5



sebelum serangan, riwayat kunjungan berobat diluar kunjungan rutin (planning), kunjungan ke unit gawat darurat, dan dirawat dirumah sakit karena eksaserbasi asma terutama satu tahun terakhir. Sangat penting untuk mengetahui riwayat adanya episode serious respiratory insufficiency (seperti kehilangan kesadaran atau intubasi), penyakit jantung, penyakit yang diperburuk oleh terapi kortikosteroid seperti diabetes atau hipertensi. 10,14 Keadaan eksaserbasi dapat mengalami perburukan dan beresiko kematian. Penderita asma yang beresiko tinggi kematian membutuhkan lebih perhatian dan kewaspadaan dari dokter, 7 penderita tersebut antara lain dengan : 1. Riwayat near fatal asthma dengan intubasi dan ventilator mekanik 2. Dirawat atau mendapat pengobatan asma diunit gawat darurat dalam 1 tahun terakhir. 3. Dalam pemakaian atau baru berhenti memakai glukokortikosteroid oral 4. Baru berhenti memakai glukortikosteroid inhalasi 5. Sangat bergantung pada beta 2 agonis inhalasi, terutama lebih dari 1 canister salbutamol atau ekivalennya dalam sebulan 6. Gangguan pskiatri, atau masalah psikososial, termasuk pengguna sedative 7. Riwayat tidak patuh pengobatan asma atau perencanaan asma Penelitian case control oleh Jalaludin et al menemukan bahwa penderita yang masuk rumah sakit memiliki faktor prilaku dan social, lebih beresiko mengalami kematian, yaitu penderita asma dengan riwayat:



pengguna alkohol atau



penyalahgunaan obat obatan, sulit untuk mematuhi pengobatan, masalah pekerjaan, masalah keuangan, dan pulang atas permintaan sendiri dari perawatan rumah sakit. 15 3.1.2



Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang



Pemeriksaan fisik yang penting dinilai pada penderita seperti : penilaian kemampuan penderita mengucapkan atau menyelesaikan kalimat, frekuensi nadi, penggunaan otot bantu napas, dan lain lainya. Pemeriksaan juga mencakup identifikasi faktor komplikasi seperti pneumonia, atelektasis, pneumotorak atau pneumomediastinum.



7



Menurut ATS, pemeriksaan fisik meliputi penilaian derajat



eksaserbasi dan status keadaan pasien secara keseluruhan. Penilaian tersebut



6



termasuk derajat alertness, tanda sianosis, respiratory distress dan wheezing. Kemungkinan obstruksi saluran napas atas harus dapat disingkirkan seperti yang disebabkan oleh: benda asing, epiglotis, penyakit organik laring, disfungsi pita suara, penyempitan trakea intrinsik dan ekstrinsik.



14



Pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometri (FEV1 ) dan PEF meter. Pengukuran PEF atau FEV 1 dilakukan sebelum pengobatan dimulai dan satu jam setelah pengobatan.



7



Menurut BTS Pemeriksaan dilakukan diawal kunjungan



dan 30 sampai 60 menit setelah pengobatan inisial, pemeriksaan ini membantu menentukan derajat eksaserbasi. penderita



9



pemeriksaan ini tidak direkomendasikan pada



dengan life threatening exacerbation atau penderita dengan tanda



sianosis.14 Penilaian saturasi oksigen dilakukan dengan menggunakan pulse oximetry. Saturasi oksigen dibawah 95 % merupakan indikator eksaserbasi



lebih dari hanya



eksaserbasi ringan. Manfaat lain penilaian saturasi oksigen yaitu membantu menentukan adekuat atau tidak terapi oksigen. Menurut GINA dan ATS target terapi oksigen yang dicapai yaitu lebih dari 90%,



7,14



sedangkan menurut BTS saturasi



oksigen setidaknya mencapai 94-98%, 9 menurut CTS lebih dari 94%. 16 Pemeriksaan foto torak bukan suatu pemeriksaan rutin di unit gawat darurat, tidak semua penderita asma dilakukan foto torak. Foto torak dapat dilakukan jika diduga ada komplikasi kardiopulmoner, penderita yang harus dirawat, penderita yang tidak respon pengobatan, dan penderita yang diduga pneumotorak,



7



Literatur lain



berpendapat foto torak dilakukan bila dicurigai ada asma yang mengancam jiwa, membutuhkan ventilasi mekanik, diduga ada pneumotorak atau pneumomediastinum, dan tidak respon pengobatan yang diinginkan. 9 Pemeriksaan analisa gas darah tidak dilakukan pada semua penderita, pemeriksaan ini dilakukan pada penderita dengan PEF 30-50 % prediksi, penderita yang tidak respon dengan pengobatan awal atau penderita yang mengalami perburukan. Nilai PaO2 kurang dari 60 mmHg (8kPa) dan peningkatan PaCO2 lebih dari 45 mmHg (6kPa) mengindikasikan adanya gagal napas. 7



7



3.2



Penilaian Derajat Eksaserbasi Derajat asma eksaserbasi yang direkomendasikan oleh GINA terdiri dari 4



derajat yaitu: ringan, sedang, berat dan respiratory arrest imminent. Derajat ringan menurut GINA yaitu penderita dengan PEF lebih dari 80% dari nilai prediksi setelah bronkodilator dan PCO2 < 45 mmhg, derajat sedang dengan PEF 60-80% dari nilai prediksi dan PCO2 < 45 mmHg, derajat berat dengan PEF < 60% dari nilai prediksi dan PCO2 > 45 mmHg. (tabel 1). 7 Tabel 1. Derajat Eksaserbasi Asma Menurut GINA



Gejala dan Tanda



Ringan



Berat Serangan Akut Sedang Berat



Keadaan Mengancam jiwa



Sesak napas, jika Posisi



Berjalan Dapat tidur terlentang



Berbicara Duduk



Istirahat Duduk membungkuk



Cara berbicara Kesadaran



Satu kalimat Mungkin gelisah



Beberapa kata Gelisah



Kata demi kata Gelisah



Frekuensi napas Nadi Pulsus paradoksus



meningkat < 100 -



meningkat 100 –120 + / - 10 – 20 mmHg



> 30/menit > 120 + > 25 mmHg



-



+



+



Torakoabdominal paradoksal



Mengi



Akhir ekspirasi paksa



Akhir ekspirasi



Inspirasi dan ekspirasi



Silent Chest



APE PaO2 PaCO2 SaO2



> 80% > 80 mHg < 45 mmHg > 95%



60 – 80% 80-60 mmHg < 45 mmHg 91 – 95%



< 60% < 60 mmHg > 45 mmHg < 90%



Otot Bantu Napas dan retraksi suprasternal



Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun



Bradikardia -



dikutip dari 7



8



Pada tahun 2012 BTS merekomendasikan pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi, bertujuan mengurangi angka rawatan penderita asma dirumah sakit dan angka kunjungan ke unit gawat darurat. BTS mengelompokkan asma eksaserbasi dengan struktur derajat yang berbeda seperti : near fatal asthma, life threatening asthma, acute severe asthma, moderate asthma exacerbation dan brittle asthma. 9 Asma eksaserbasi ringan tidak di masukkan dalam pembagian derajat eksaserbasi ini, eksaserbasi yang paling berat dikategorikan pada near fatal asthma dan life threatening asthma. Nilai PEF paling tinggi adalah kelompok eksaserbasi sedang (moderate) dengan PEF > 50-75 % prediksi. Menurut BTS pengukuran nilai PEF asma eksaserbasi hanya digunakan jika nilai terbaik PEF dalam dua tahun terakhir tidak diketahui. Saturasi oksigen dan analisa gas darah hanya dirinci untuk kategori near fatal asthma dan life threatening asthma (tabel 2). 9 Penilaian derajat eksaserbasi diunit gawat darurat menurut BTS dapat dilihat pada pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Derajat Asma Eksaserbasi Berdasarkan BTS Near-fatal asthma Life threatening asthma



PaCO2 naik dan atau butuh ventilasi mekanik



Asma berat dengan : Klinis Altered conscious Exhaustion Arrhythmia Hypotension Cyanosis Silent chest Poor respiratory effort



Penilaian level PEF 50% of the time over a period >150 days) despite intense therapy - Type 2: sudden severe attacks on a background of apparently well controlled asthma



PEF 33-50% terbaik atau prediksi - Frek Napas ≥25/m - Denyut Jantung ≥110/m - tidak mampu menyelesaikan kalimat



dikutip dari 9 9



Tabel 3. Derajat Eksaserbasi Menurut American Thoracic Society RINGA N



SEDANG



BERAT



RESPIRATORY ARREST



SIMPTOM Sesak napas



Bicara



berjalan



istirahat



Bisa berbaring



duduk



kalimat



beberapa kata



Kesadaran



Mungkin gelisah



Frek napas Nadi Pulsus paradoksus



meningkat < 100 -



Gelisah



meningkat 100 –120 10-25 mmHg



Otot Bantu Napas suprasternal Mengi



APE



+



istirahat duduk kedepan kata demi kata



Gelisah



> 30/menit > 120 > 25 mmHg



Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun



Bradikardia -



+ Torakoabdominal paradoksal



Akhir ekspirasi paksa > 70%



Akhir ekspirasi 40 – 69%



PaO2



Tidak perlu (N)



PaCO2



< 42 mmHg



>60 mmHg/ tdk perlu < 42 mmHg



SaO2



> 95%



90 – 95%



Inspirasi dan ekspirasi < 40%



Silent Chest



42 mmHg Bisa Gagal napas < 90%



dikutip dari 14



10



Pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi juga disusun dan dipublikasikan oleh American Thoracic Society (ATS)



pada tahun 2009.



tersebut pembagian derajat asma eksaserbasi



14



Dalam pedoman



yang direkomendasikan oleh ATS



hampir sama dengan GINA. Perbedaan terletak pada penilaian fungsional, ATS memiliki rentang PEF yang lebih rendah dan nilai saturasi yang hampir sama dengan GINA (tabel 3 )14 Menurut literatur lain, seperti derajat asma eksaserbasi yang direkomendasikan Canadian Thoracic Society (CTS), derajat asma eksaserbasi terdiri dari 4 derajat, yaitu: mild , moderate, severe, dan near death. Derajat eksaserbasi tersebut kemudian dikelompokkan menurut Canadian Triage Acuity Scale ( CTAS), dimana derajat eksaserbasi mild merupakan CTAS level 3, moderate CTAS level 3, severe CTAS level 2 dan near death adalah eksaserbasi CTAS level 1. CTAS level akan menentukan penatalaksanaan eksaserbasi sesuai algoritma CTS. Tabel 4. Derajat asma eksaserbasi Canadian Thoracic Society



dikutip dari 16



11



3.3



Algoritma Pengobatan dan Penggunanaan Obat Secara umum penatalaksanaan pengobatan asma dalam keadaan eksaserbasi



yaitu dengan: pemberian oksigen, inhalasi beta 2 agonis kerja cepat, bronkodilator tambahan (ipratropium bromide dan teofilin), kortikosteroid



sistemik, inhalasi



kortikosteroid, magnesium. 7,8,9,14 Algoritma Penatalaksanaan asma eksaserbasi di unit gawat darurat yang direkomendasikan GINA pada tahun 2013, setelah dilakukan pemeriksaan awal langkah berikutnya adalah pemberian pengobatan awal yaitu 7 : 1.



Pemberian oksigen (target saturasi >90%), pemberian oksigen diberikan melalui kanula nasal atau masker, terapi oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen diatas 90%. Bagaimanapun juga pemberian oksigen tetap dilanjutkan walaupun tidak tersedia pulse oximetry.



2.



Inhalasi beta 2 agonis terus menerus selama 1 jam.



3.



Jika tidak ada respon atau penderita sebelumnya memakan kortikosteroid oral atau dalam episode berat maka diberikan kortikosteroid sistemik. pemberian sedasi merupakan kontraindikasi. Setelah pasien mendapat pengobatan awal (oksigen, inhalasi beta 2 agonis kontinu,dan kortikosteroid sistemik), penderita dievaluasi ulang setelah 1 jam. Evaluasi 1 jam pertama akan menentukan penatalaksanaan berikutnya. Jika



penderita perbaikan dan memenuhi kriteria pulang maka penderita dipulangkan. Penderita asma eksaserbasi sedang dan berat diterapi sesuai derajat eksaserbasi: 



Penderita



eksaserbasi sedang ( PEF 60-80%). Pemeriksaan fisik penderita



ditemukan gejala eksaserbasi sedang, ditemukan penggunaan otot bantu napas. Penderita pada keadaan ini diterapi dengan inhalasi beta 2 agonis kerja singkat ditambah dengan inhalasi antikolinergik setiap 60 menit, kortikosteroid oral dan pengobatan dilanjutkan 1-3 jam.



12







Penderita eksaserbasi berat (PEF kurang dari 60%). Merupakan resiko near fatal asthma. Pemeriksaan fisik ditemukan gejala yang berat walaupun saat istirahat dan ditemukan retraksi dinding dada. Penderita dengan keadaan ini tidak perbaikan dengan pengobatan inisial. Penderita ditatalaksana dengan terapi inhalasi sama dengan kasus sedang, tetapi terapi ditambahkan dengan kortikosteroid dan magnesium intravena. Kedua derajat eksaserbasi diatas dievaluasi 1 sampai 2 jam kemudian. Setelah evaluasi 1 sampai 2 jam, penderita dinilai ulang respon



pengobatannya. kemudian dibagi menjadi 3 kelompok respon pengobatan yaitu: penderita respon baik, respon tidak lengkap, respon buruk. Penderita diberikan pengobatan sesuai dengan hasil penilaian respon pengobatan. 7 1. Respon baik : Bila respon perbaikan bertahan lebih dari 1 jam, pemeriksaan fisik normal, PEF lebih dari 70% dan saturasi lebih dari 90 %. Bila kondisi penderita stabil dan dalam pengamatan memperlihatkan perbaikan (respon semakin membaik), penderita akan diperbolehkan pulang. Penderita yang dibolehkan pulang dianjurkan tetap melanjutkan inhalasi beta 2 agonis, oral kortikosteroid, diberikan kombinasi inhalasi. Penderita diberikan penjelasan untuk memakai obat dengan benar, evaluasi action plan, follow up dalam waktu dekat 2. Respon tidak lengkap: merupakan



faktor resiko terjadinya near fatal asthma.



Pemeriksaan fisik ditemukan tanda eksaserbasi ringan atau sedang. PEF < 60%, saturasi oksigen tidak perbaikan. Penderita pada keadaan ini diterapi dengan inhalasi beta 2 agonis dengan atau tanpa antikolinergik, kortikosteroid sistemik, magnesium intravena. Dilakukan monitoring PEF, saturasi oksigen, dan frekuensi nadi. Penderita dengan respon ini segera dirawat, bila perburukan atau respon tidak lengkap dalam 6 sampai 12 jam pertimbangkan untuk dirawat di ruang intensif. 3. Respon buruk : merupakan eksaserbasi berat, penderita tampak mengantuk atau bingung. Pada pemeriksaan ditemukan juga PEF kurang dari 30%, PCO2 lebih dari 45 mmHg, PO2 kurang dari 60 mmHg. Penderita dirawat diruang intensif (kemungkinan intubasi dan ventilasi mekanik). 7, 17



13



PENILAIAN AWAL Riw. penyakit, pemeriksaan fisik, penggunaan otot bantu napas, frek. nadi, frek. napas, APE atau VEP1, saturasi O2,AGD



TERAPI awal Oksigen untuk mencapai saturasi O2 90% Inhalasi agonis 2 aksi singkat, selama 1 jam Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respons segera/jika akhir-akhir ini mendapat steroid peroral atau jika serangan asmanya berat Sedasi merupakan kontraindikasi PENILAIAN SETELAH 1 JAM PF, PEF, SO2, LAINNYA MODERATE: PEF 60-80% PRED/BEST PF: Gejala sdg, otot bantu napas(+) Thy/ O2 Inhalasi agonis 2, Anti kolinergik Kortikosteroid oral Lanjut thy 1-3jam



SEVERE : RIW faktor risiko Near fatal asma, PEF 70% Tidak ada distres Saturasi O2 >90%



Respons inkomplet Respons buruk. Resiko near fatal asthma Resiko near fatal asthma Pem. Mild -moderate Pem. Severe, bingung, gelisah APE 60% pred/ best Obat Oral atau inhalasi Di RUMAH: Inhalasi beta 2 agonis, pertimbangkan steroid oral dan kombinasi inhaler.Edukasi



Respon buruk(lihat atas) Masuk ICU Respon inkomplet dalam 6-12 jam (lihat atas)



Pertimbangkan masuk ICU jika tidak perbaikan dalam 6- 12 jam Lihat sebelah



Gambar 1 : Algoritma penatalaksanaan asma eksaserbasi unit gawat darurat menurut GINA . 14



dikutip dari 7



British



Thoracic



Society



tahun



2012



merekomendasikan



pedoman



penatalaksaan asma diunit gawat darurat. Langkah penatalaksanaan yaitu: pemeriksaan awal, penentuan derajat eksaserbasi, dan pengobatan. BTS langsung melakukan pembagian eksaserbasi tanpa melalui pengobatan inisial seperti GINA. PEF lebih atau kurang dari 75% menjadi nilai dasar objektif oleh BTS dalam terapi setiap tahap. Penatalaksanaan dilakukan dalam rentang waktu 2 jam (gambar 3). Pemeriksaan inisial, penilaian derajat eksaserbasi dan pemberian pengobatan inisial dilakukan dalam waktu 5 menit. Kriteria derajat eksaserbasi sesuai dengan pembagian derajat asma eksaserbasi menurut BTS (tabel 2). 9,18 Untuk pengobatan inisial berdasarkan derajat eksaserbasi penderita ,yaitu: Eksaserbasi sedang : diberikan salbutamol inhalasi inisial 4 puff, selanjutnya setiap 2 menit 2 puff sampai dengan 10 puff, pemberian disarankan dengan spacer. Untuk eksaserbasi berat diberikan nebulisasi salbutamol 5 mg melalui oksigen. Khusus penderita dalam kondisi life threatening asthma,



penderita segera dirawat unit



intensive care (ICU) . 9 Setelah pemantauan 15-20 menit, penderita eksaserbasi sedang dan berat dilakukan penilaian ulang, yaitu : Penderita yang secara klinis stabil dan PEF >75% berpeluang besar untuk dipulangkan. Penderita dengan PEF < 75 % diulang pemberian inhalasi salbutamol dan ditambahkan prednisone oral 40-50 mg. 9,18 Penilaian dimenit ke 60 untuk eksaserbasi yang sebelumnya dengan PEF 75%) berpotensial untuk rawat jalan. Penderita yang tidak ditemukan tanda eksaserbasi berat tetapi dengan PEF 50-75% atau masih dengan tanda eksaserbasi berat atau PEF < 50 % maka akan terus diobservasi dan dilakukan monitoring. Jika menit ke 120 penderita stabil dan PEF >50% dipertimbangkan untuk rawat jalan. Sedangkan yang masih dengan eksaserbasi berat atau PEF < 50 % penderita harus dirawat. 9,18 Perbedaan pedoman BTS dengan GINA adalah dalam setiap penilaian respon pengobatan. Pada BTS dengan derajat eksaserbasi sedang dan berat, tidak dinilai saturasi oksigen, dan PEF lebih dari 50% masih dapat dipertimbangkan untuk rawat jalan.



15



Gambar 2. Algoritma Asma Eksaserbasi Menurut BTS. dikutip dari 9



16



Sebelumnya tahun 1999 American thoracic society



merekomendasikan



algoritma penatalaksanaan asma eksaserbasi diunit gawat darurat. Pada alur penatalaksanaan asma eksaserbasi menurut ATS, setelah penderita dilakukan pemeriksaan awal, tanpa melalui penatalaksanaan pengobatan awal selanjutnya derajat eksaserbasi segera di bagi menjadi 3 derajat yaitu 



14



:



Ekaserbasi ringan-sedang : yaitu penderita dengan PEF ≥ 40 %, pemberian oksigen dengan target saturasi > 90%, inhalasi beta 2 agonis kerja singkat lebih dari 3 dosis dalam 1 jam pertama. Oral kortikosteroid jika tidak ada respon yang cepat, atau jika penderita sebelumnya telah diobati dengan oral kortikosteroid.







Eksaserbasi berat : penderita dengan PEF < 40%, inhalasi beta 2 agonis kerja singkat ditambah dengan inhalasi ipratropium setiap 20 menit atau kontinu 1 jam. Juga ditambahkan dengan oral kortikosteroid.







Impending or actual respiratory arrest : dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik, nebulisasi beta 2 agonis kerja singkat dan ipratropium, kortikosteroid intravena. Penderita dirawat di ruang intensif. Penderita dengan eksaserbasi derajat sedang dan berat, dilakukan pemeriksaan ulang. Dievaluasi ulang



gejala penderita, pemeriksaan fisik, PEF, dan saturasi



oksigen. Eksaserbasi pada kedua derajat ini diberikan terapi sama dengan GINA (terapi setelah pemeriksaan ulang). Selanjutnya serupa dengan GINA, penderita dinilai respon pengobatannya. Penderita dengan respon baik akan dipulangkan, penderita dengan respon tidak lengkap selanjutnya dirawat, dan penderita dengan respon buruk dirawat diruang intensif. Penderita yang diperbolehkan pulang adalah penderita kriteria respon pengobatan yang baik, dengan FEV1 atau PEF >70%. Algoritma penatalaksanaan asma eksaserbasi menurut ATS dapat dilihat pada gambar 3.



14



17



Gambar 3. Algoritma Asma Eksaserbasi Dari Konsensus ATS dikutip dari 14



18



Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi Menurut CTS dikutip dari 19



19



Canadian



Thoracic



Society



pada



tahun



2006



merekomendasikan



penatalaksanaan asma eksaserbasi diunit gawat darurat. Setelah penderita dilakukan pemeriksaan awal, penderita dikelompokkan menjadi 2 kelompok derajat eksaserbasi yaitu: kelompok pertama eksaserbasi ringan, sedang, berat , dan kelompok kedua disebut



near death . Derajat eksaserbasi ditambahkan kriteria Canadian Triage



Aquity Scale (CTAS levels).



Kelompok pertama eksaserbasi ringan, sedang, berat



diterapi dengan terapi yang sama. near death dirawat di ruang rawat resusitasi. Setelah dievaluasi 20 menit kemudian, hampir sama dengan GINA kemudian dinilai respon pengobatan . Penderita respon pengobatan baik dapat dipulangkan, sedangkan penderita dengan respon incomplete dirawat dirawatan intensif atau berkemungkinan dapat pulang jika respon menjadi baik. Algoritma penatalaksanaan asma menurut Canadian Thoracic Society lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5,16,19 dan pemberian obat obatan untuk tatalaksana asma eksaserbasi sebagai berikut: 1. Oksigen GINA merekomendasikan pemberian oksigen diberikan sesegera mungkin, pada keadaan eksaserbasi saturasi oksigen diupayakan agar mencapai 90%- 93% . Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pulse oxymetry.



7



Menurut BTS



pemberian oksigen harus segera diberikan untuk mencapai saturasi oksigen 94-98%, 9 sedangkan menurut ATS target saturasi adalah 94 %,



14



sedangkan menurut CTS



saturasi oksigen dipertahankan agar lebih dari 90% . 16,19 2. Inhalasi Beta 2 Agonis Kerja Singkat Inhalasi beta 2 agonis kerja singkat merupakan pengobatan yang paling efektif untuk bronkospasme,



dan harus diberikan mulai dari awal pengobatan ketika



penderita datang,7,8,9,14 Menurut GINA,CTS dan ATS pemberian paling efektif dan efisien adalah dengan menggunakan inhalasi dosis terukur ( metered dose inhaler/ MDI ) atau dengan spacer device. 7,8,14 BTS menyatakan bahwa pemberian beta 2 agonis paling baik dengan MDI atau wet nebulisation driven by oxygen, karena dengan air driven compressor



dapat beresiko menurunkan saturasi oksigen.



9



Bronkodilator formoterol dengan onset yang cepat dan durasi yang lama, memiliki



20



keefektifan yang sama, tetapi harganya lebih mahal. Kombinasi formoterol dan budesonide diawal eksaserbasi memberikan hasil yang baik. Levabuterol merupakan bronkodilator yang lebih kuat daibandingkan albuterol. Dalam penelitian dengan jumlah sampel yang besar, dengan semua sampel tanpa pengobatan kortikosteroid sebelumnya, mempelihatkan



pemberian levabuterol menghasilkan lebih rendah



dalam jumlah penderita yang dirawat dirumah sakit. 20 Menurut GINA untuk asma eksaserbasi pemberian paling baik yaitu dengan cara kontinu kemudian dilanjutkan secara intermiten sesuai kebutuhan untuk penderita.7 Menurut CTS pemberian beta 2 agonis inhalasi paling baik dengan meningkatkan dosis 1 puff setiap 30-60 detik. Dosis



tergantung pada respon



individual terhadap pengobatan, literature lain menyarankan inhalasi beta 2 agonis dapat diberikan 20-40 puff, kemudian dibutuhkan.



21



dapat diberikan dengan kontinu bila



BTS menyarankan pemberian dengan cara interval 15-30 menit atau



kontinu, pada keaadaan berat dengan nebulisasi kontinu salbutamol 5-10 mg/ jam.



9



ATS menekankan bahwa lama pemberian beta 2 agonis secara pasti belum diketahui keamanannya, karena ada potensial cardiotoxicity, hanya beta 2 agonis kerja singkat yang selektif digunakan, seperti albuterol, levabuterol, dan pirbuterol. ATS merekomendasikan pemberian dengan interval 20-30 menit, untuk asma yang berat diberikan dengan kontinu.14 Untuk pemakaian beta 2 agonis intravena, GINA,CTS, dan ATS menyatakan pemberian beta 2 agonis intravena pada asma eksaserbasi saat ini belum ada bukti kuat untuk mendukung hal itu.7,10,14 Menurut GINA dan CTS, Intravena beta 2 agonis dipertimbangkan pada eksaserbasi berat yang memerlukan rawatan intensif (ICU)22,23 BTS menjelaskan, Penderita yang telah mendapatkan beta 2 agonis interval atau nebulisasi kontinu (seperti salbutamol 5-10 mg/jam), dan masih belum ada respon yang adekuat pengobatan awal maka pemberian salbutamol intra vena dosis tinggi (10 mg) mungkin akan lebih efektif, beta 2 agonis juga dapat diberikan pada penderita dengan ventilator,



9



indikasi parenteral bronkodilator menurut CTS pada



keadaan ketika inhalasi beta 2 agonis tidak efektif, seperti penderita yang terlalu lemah melakukan inspirasi, atau batuk yang terlalu sering.16



21



3. Terapi Steroid Kortikosteroid sistemik Pada dasarnya keempat pedoman merekomendasikan pemberian kortikosteroid sistemik,



karena dapat mempercepat perbaikan asma eksaserbasi. Pemberian



kortikosteroid harus diberikan pada semua derajat asma. Semakin cepat diberikan maka akan memberikan hasil yang lebih baik. Perlu dipertimbangkan untuk asma eksaserbasi ringan diberikan kortikosteroid sistemik jika7,9,14,16 : 



Tidak respon setelah inhalasi beta 2 agonis kerja cepat.







Penderita mengalami eksaserbasi walau telah mendapat kortikosteroid oral sebelumnya.







Eksaserbasi sebelumnya diberikan kortikosteroid oral Menurut GINA, BTS, CTS dan ATS pemberian kortikosteroid oral sama efektifnya dengan intravena, pemberian oral lebih diutamakan karena intravena bersifat lebih invasif dan lebih mahal. CTS, prednisone



14,16,24,25



Berdasarkan rekomendasi BTS dan



tablet dapat diberikan dengan dosis 40-50 mg/ hari,9,16 BTS



merekomendasikan pemberian dosis 2x25mg dari pada 8-10 x 5 mg. pada kasus tertentu dengan cara oral tidak dapat diberikan, metyl prednisolon intramuskular 160mg dapat sebagai alternative.9 Prednisone diberikan paling sedikit selama 5 hari atau sampai perbaikan,9 sedangkan GINA merekomendasikan pemberian selama 7 hari.



26,27



Pedoman ATS menyarankan pemberian 5-10 hari untuk mencegah early



relapse. Menurut tsi JJ et al



pemberian deksametason oral selama 2 hari dapat



mengobati asma, tetapi bila lebih dari 2 hari akan ada kemungkinan efek metabolik.28 GINA dan BTS menyatakan, pemberian dengan kortikosteroid oral tidak perlu ditapering off pada pemberian selama beberapa minggu selama pasien mendapatkan maintenance dengan kortikosteroid inhalasi.7, 9 Metyl predinisolon intravena diberikan untuk pasien yang dirawat, diberikan dengan dosis 60 sampai 80 mg dosis tunggal atau hidrokortison 300 sampai 400 mg dosis terbagi. Dosis 40 mg metyl prednisolon atau hidrokotison 200 mg biasanya



22



cukup pada umumnya.7 Pedoman asma eksaserbasi diunit gawat darurat kortikosteroid intravena metyl prednisolon tidak di temukan dalam pedoman BTS. BTS menyarankan pemberian hidrokortison intravena.9



Inhalasi Kortiko Steroid Pedoman GINA menyarankan pemberian inhalasi kortikosteroid dalam asma eksaserbasi dinilai sangat efektif.7 Penelitian yang dilakukan oleh Nicolson et al menemukan bahwa kombinasi inhalasi kortikosteroid dosis tinggi dengan salbutamol pada asma eksaserbasi memberikan efek bronkodilatasi yang sangat besar, dari pada hanya dengan inhalasi salbutamol saja.29 Masalah biaya menjadi pertimbangan untuk pemilihan penggunaan inhalasi kortikosteroid.7 ATS menjelaskan bahwa pemakaian inhalasi kortikosteroid dosis tinggi boleh diberikan diunit gawat darurat, walaupun belum cukup bukti efikasi inhalasi lebih baik dari pada kortikosteroid sistemik.14 Sementara itu BTS menyatakan manfaat pemberian inhalasi kortikosteroid yang ditambahkan dengan sistemik kortikosteroid masih belum diketahui, dan perlu bukti baru untuk merekomendasikan pemakaian inhalasi kortikosteroid dosis tinggi, atau inhalasi kortikostroid dosis tinggi lebih baik daripada oral kortikosteroid diunit gawat darurat.



30



Pedoman CTS tahun 1999 dan 2009 belum merekomendasikan inhalasi



kortikosteroid diunit gawat darurat. 4. Inhalasi Ipratropium Bromide Pedoman GINA, BTS, ATS dan CTS merekomendasikan kombinasi nebulisasi beta 2 agonis dengan



antikolinergik (ipratropium bromide), karena



merupakan bronkodilator yang sangat baik daripada diberikan secara terpisah, dengan kombinasi memperlihatkan perbaikan PEF dan FEV1 dan dapat mengurangi resiko rawatan.7,9,14,16 BTS menjelaskan, pemberian inhalasi ipratropium bromide tidak perlu diberikan untuk asma eksaserbasi ringan atau asma setelah tidak eksaserbasi.9 ATS merekomendasikan penggunaan inhalasi ipratropium bromide pada asma eksaserbasi diunit gawat darurat, pemberian dosis tinggi multipel ipratropium



23



bromide 0,5 mg atau 8 puff dengan MDI ditambahkan pada pemberian beta 2 agonis untuk meningkatkan efek bronkodilatasi. Kombinasi ipratropium bromide dan inhalasi beta 2 agonis telah memperlihatkan manfaat terutama penderita dengan obstruksi saluran napas yang berat. 14 5. Aminofilin Penelitian yang dilakukan oleh Prameswaran et al dan Nair P et al menemukan bahwa penggunaan aminofilin dalam penatalaksanaan asma eksaserbasi tidak banyak memberikan manfaat dibandingkan dengan beta 2 agonis, juga karena efek samping aminofilin maka direkomendasikan tidak masuk dalam pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi dewasa GINA dan ATS.



31



CTS juga tidak merekomendasikan



penggunaan aminofilin karena tidak signifikan memberikan efek bronkodilator dan memiliki efek samping yang beresiko, dibandingkan dengan inhalasi beta 2 agonis .32 Tetapi aminofilin intravena dapat diberikan



untuk asma eksaserbasi berat yang



dirawat dan telah melewati masa kritis. 16 BTS menyatakan bahwa pemakaian aminofilin intra vena dapat digunakan pada keaadaan near fatal asthma atau life threatening asthma dan harus dikonsultasikan dengan dokter ahli, jika sebelumnya pasien telah mendapatkan aminofilin atau teofilin oral maka kadar dalam darah harus diperiksa, kadar aminofilin dalam darah diperiksa setiap hari jika aminofilin infus digunakan.



9



Penelitian lain mengenai



manfaat aminofilin oleh David H et al menemukan aminofilin intra vena dengan yang ditambahkan dengan nebulisasi albuterol dan methyl prednisolon, memberikan manfaat pada asma eksaserbasi pada pasien yang dirawat dirumah sakit dan dapat ditoleransi dengan dosis dalam therapeutic range. 33



24



6. Magnesium Sulfat Pedoman GINA, ATS, CTS, dan BTS menyatakan, pemberian magnesium sulfat tidak rutin diberikan pada asma eksaserbasi namun bermanfaat pada beberapa pasien. Berdasarkan penelitian magnesium dapat membantu perbaikan PEF atau FEV1. 7,34 Penelitian oleh Rowe bh et al , penderita dengan FEV1 25% sampai dengan 30% prediksi, dapat mengalami perbaikan dengan mencapai FEV



1



lebih dari 60%



setelah 1 jam pengobatan. GINA dan ATS menyarankan, magnesium sulfat diberikan dalam bentuk infus dengan lama pemberian lebih dari 20 menit dengan dosis 2 gr.7,16 BTS dan CTS



merekomendasikan pemberian



magnesium sulfat dengan dosis



tunggal 135mg-1152 mg dengan kombinasi beta 2 agonis.



9,36



Indikasi pemberian



magnesium sulfat seperti pada keadaan : asma eksaserbasi berat yang tidak respon dengan baik pada pengobatan awal dengan terapi inhalasi bronkodilator, 16 near fatal asthma atau life threating asthma.



9, 14



Nebulisasi salbutamol diberikan bersama



dengan magnesium sulfat isotonik juga dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan cairan fisiologis. belum diteliti



37



Pemberian magnesium sulfat secara berulang



manfaat dan keamanannya, pemberian dengan



ulangan dapat



menyebabkan hypermagnesemia. 9 7. Leukotrien Modifiers Saat ini baru sedikit data yang menyarankan penggunaan leukotrien modifiers pada asma eksaserbasi.7,9 Penelitian yang pernah dilakukan oleh Ramsay CF et al yang juga direkomendasikan GINA, menyatakan penggunaan montelukast oral pada asma eksaserbasi menghasilkan peningkatan PEF pagi hari yang signifikan dibandingkan terapi tanpa montelukast.38 ATS dan CTS sementara ini belum memberikan rekomendasi pemakaian leukotrien dalam pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi. Pedoman BTS yang dipublikasikan tahun 2012 menekankan, tidak cukup bukti dalam beberapa penelitian untuk merekomendasikan leukotrien dalam penatalaksanaan asma eksaserbasi.



25



3. 4 Kriteria Pulang Dari Rumah Sakit Rekomendasi yang dikeluarkan oleh GINA, ATS dan CTS, penderita dengan PEF lebih dari 70 % bisa pulang dengan follow up dan penatalaksanaan yang baik dirumah 7,14,16 Menurut BTS penderita yang boleh untuk rawat jalan setelah pengobatan di unit gawat darurat



yaitu penderita yang stabil, respon yang sangat baik dengan



pengobatan awal, dan dengan PEF lebih dari 75% , penderita dengan PEF kurang dari 75% beresiko besar untuk relap. Pasien dengan asma berat dan memiliki resiko psikososial untuk severe or fatal attack walaupun PEF > 75%



sebaiknya



dipertimbangkan untuk dirawat. 9 Penatalaksanaan penderita yang boleh pulang dari unit gawat darurat antara lain dengan :



7,9,14,16







Bronkodilator tetap dilanjutkan.







Oral kortikosteroid minimal selama 7 hari, 7atau sampai 14 hari .16







Penderita harus diberikan atau tetap melanjutkan inhalasi kortikosteroid.







Evaluasi ulang tehnik penggunaan inhalasi bronkodilator dan pegukuran APE penderita di







Penderita dan keluarga diingatkan untuk mendatangi atau menghubungi pelayanan kesehatan primer atau dokter ahli paru dalam 24 jam setelah diperbolehkan pulang



26



BAB IV PERBANDINGAN UMUM DAN APLIKASI PEDOMAN



Penelitian yang dilakukan oleh Timothy R Myers meneliti perbandingan 5 pedoman penatalaksanaan asma yaitu: GINA,



National Asthma Education



Prevention Program (NAEPP . US), CTS, Australia Asthma Guideline (AAC), dan BTS. Penelitian tersebut menemukan secara umum BTS memiliki konten utama pedoman



yang paling lengkap. Pedoman



penatalaksanaan asma eksaserbasi



termasuk ventilasi mekanik dan aspek critical care, kelima pedoman memiliki topik pembahasannya. 37 Penelitian yang dilakukan oleh RJ Meijer et al yang meneliti 5 pedoman yaitu: GINA, NAEPP, AAC, BTS dan International Consensus Report (ICR) . Penelitian tersebut menemukan BTS lebih fokus pada chronic and acute severe asthma, NAEPP dan lebih banyak dalam bentuk complete list dari pada pedoman dan algoritma yang memandu penatalaksanaan, ICR dan AAA lebih banyak step plan dan algoritma namun sedikit penjelasan, GINA dianggap lebih mudah dipahami, konsisten, tersusun skematik dan ketentuan yang jelas. Kesimpulan penelitian, bahwa kelima pedoman merupakan



pedoman



komprehensif



untuk



dokter,



perbedaan



pedoman



berkemungkinan dari penelitian penelitian yang mendasari rekomendasi. Sulit menentukan rekomendasi mana yang penting dan cost effective, sehingga rumah sakit, dokter, dan penderita akan terkendala dalam biaya. 39 Lima pedoman tersebut menekankan pentingnya penggunaan reliever untuk semua penderita asma pada semua derajat eksaserbasi. Ada seperti konsesus umum diantara kelima pedoman untuk reliever yang paling baik adalah beta 2 agonis. Mirip dengan pedoman lainnya dalam asma eksaserbasi, BTS merekomendasikan penanganan segera dengan oksigen sesuai kebutuhan, dosis tinggi inhalasi bronkodilator serta kortikosteroid sistemik, dan jika dibutuhkan diberikan bronkodilator intravena, direkomendasikan penilaian dan pemeriksaan ulang yang berkala, menyediakan pedoman untuk melanjutkan atau menghentikan pengobatan. BTS memiliki pengobatan dengan algoritma untuk mengilustrasikan pengobatan,



27



kriteria rawat inap intensif, dan monitoring pengobatan. Rekomendasi juga mencakup penekanan untuk penggunaan pemeriksaan tambahan, perencanaan pasien pulang, dan komunikasi dengan dokter untuk follow up. 37 Pedoman GINA



dipublikasikan untuk penatalaksanaan asma skala



internasional. Perbedaan kemampuan negara untuk melakukan pengobatan asma secara finansial mendorong GINA untuk membuat pedoman pengobatan terbaru yang komprehensif, pengobatan disesuaikan dengan kebutuhan dan sumber daya. Menurut beberapa laporan, rekomendasi pedoman penatalaksanan GINA sesuai untuk banyak dokter.7,37 Aplikasi pedoman penatalaksanaan diharapkan mengurangi angka morbiditas, mortalitas penderita asma dan meningkatkan hasil klinis. Upaya dilakukan dengan memberikan edukasi pada klinisi untuk meningkatkan kepedulian, pengetahuan, dan dapat memahami rekomendasi pedoman.



7,37,38



Menggunakan pedoman oleh seluruh



tenaga kesehatan dalam pelayanan untuk penderita asma merupakan suatu hal yang tidak mudah, banyak kesulitan yang ditemui untuk penggunaan pedoman seperti : infrastruktur kesehatan yang tidak memadai diberbagai negara, distribusi obat obatan yang dibutuhkan



tidak merata, faktor budaya disuatu daerah dimana penderita



menolak pengobatan yang sesuai rekomendasi, dan kurangnya kepatuhan dokter yang menggunakan pedoman. 7,38



28



BAB V KESIMPULAN Tujuan penatalaksanaan asma eksaserbasi adalah untuk mengurangi atau menghilangkan obstruksi aliran udara dan hipoksemia sesegera mungkin. Untuk meningkatkan keberhasilan penatalaksanaan



eksaserbasi dibutuhkan pedoman



penatalaksanaan yang terdiri dari : penilaian awal penderita asma. penilaian derajat eksaserbasi, memberikan pengobatan tepat, menilai respons pengobatan dan menentukan tatalaksana lanjutan. Pedoman penatalaksanaan harus diketahui dan diaplikasikan dokter agar dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita asma. Mengetahui beberapa pedoman bermanfaat untuk menambah wawasan untuk penatalaksanaan asma eksaserbasi.



29



DAFTAR PUSTAKA 1.



Asthma and Allergy Foundation Of America. Asthma facts and Figure. Morbidity and Mortality Report. NCHS, U.S. CDC. 2003



2.



Depkes RI Dirjen pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, pengendalian penyakit tidak menular. Pedoman pengendalian penyakit asma. Jakarta :Penerbit Depkes RI; 2008. p3-4



3.



Richard A. F, Mona K, Jeffrey A, Susan J. R, Lauren Berger et al . Physician specialty as a key determinant of guidelines-based asthma care. Chest journal 2003;p4-124



4.



Fahad N, Ghaleb A , Nawaf A, Mohamed IK. Perception of primary care physicians about guidelines of bronchial asthma. Alexandria Journal of Medicine Alexandria Journal of Medicine 2014; 50: p17–24.



5.



Sawsan A, Aida I, Muna A, Abdulaziz M, Omar A. Documentation of the management of asthma exacerbation in adults by primary health care physicians in a teaching hospital in oman. SQU Med J 2010 : 10; p335-340



6.



Kohei H, Takuyo C, Yusuke H, Hiroko W, Yusuke T et al. Quality of care for acute asthma in emergency departments in japan: a multicenter observational study. Japanese Emergency Medicine Network Investigators. 2013 :45; p33-40



7.



Global Initiative for Asthma (GINA) : Global strategy for management and prevention. GINA publication 2012: p 2-128



8.



Canadian Thoracic Society Asthma (CTS). Diagnosis Management for children six years of age and over, and adults. Can Respir J Vol 2012: 19(2):p127-164



9.



British Thoracic Society. British guidelines on the management of asthma. NHS Evidence publication 2012 :5; p 4-126



10.



American Thoracic Society Documents. An Official American Thoracic Society/European Respiratory Society Statement: Asthma control and exacerbations.standardizing endpoints for clinical asthma trials and clinical practice .Am J Respir Crit Care Med 2009:180; pp 59–99.



30



11.



Miller M, Lee J, Blanc P, Pasta D, Gujrathi S et al. tenor risk score predicts health care in adult with severe or difficult asthma . European Respiratory Journal 2006:28; p 45-55.



12.



Hargreave F, Dolovich J, Newhouse M. The assessment and treatment of asthma. Journal Allergy Clininical Immunology 1990;85:p111-1098.



13.



Beveridge R, Grunfeld A, Hodder R, Verbeek P. Canadian Associationof Emergency Physicians/Canadian Thoracic Society Asthma. Advisory committee. Guidelines for the emergency management of asthma in adults. CMAJ 1996;155:p25-37.



14.



American Thoracic Society :Managing asthma exacerbations in the emergency department. American Thoracic Society journal 2009:6; p 357–366.



15.



Jalaludin B, Smith M, Chey T, Orr N, Smith W et al. Risk factors for asthma deaths. AustNZ J Pub Health 1999;23(6):p595-600.



16.



Canadian Thoracic Society : Canadian asthma consensus report management asthma in adult. CMAJ 1999: 161; p 1-64



17.



Global initiative for asthma: Global strategy for management and prevention. GINA publication 2011.p5-64



18.



British Thoracic Society : British guidelines on the management of asthma quick reference guide. BTS SIGN publication 2011.p 18



19.



Canadian Thoracic Society. Emergency Department Protocol Initiative. In: provincial emergency service project publication 2006: p 1-25



20.



Nowak R, Emerman C, Hanraham J, parsey M, Hanmania N et al . A comparison of levabuterol with racemic albuterol in treatment asthma exacerbation. American Journal Emergency Medicine 2006: 24; p67-259



21.



Beveridge C, Grunfeld F, Hodder V, Verbeek PR. guidelines for the emergency management of asthma in adults. CMAJ 1996;155:p25-37



22.



Travers A, Jones A, Kelly K, Camargo C, Barker S et al. Intravenous beta2agonists for acute asthma in the emergency department. Cochrane database system 2001: p2



23.



Browne GJ, Penna AS, Phung X, Soo M. Randomised trial of intravenous salbutamol in early management of acute severe asthma. Lancet 1997;349:5-301



31



24.



Ratto D, Alfaro C, Sipsey J, Glevski M, Sharma O. Are intravenous corticosteroid required in status asthmaticus ?. JAMA 1988: 260; p9-527



25.



Rowe BH, Spooner C, Ducharme FM, Bretzlaff JA, Bota GW. Early emergency department treatment of acute asthma with systemic corticosteroids (Cochrane Review). London: John Wiley & Sons Ltd. Issue 3. 2001.



26.



Gries D, Moffit D, Pulo S, Carter E. Single dose intramuscularly dexametason is effective as oral prednisone to treat asthma. JPJ 2000; 136 ; p298-303



27.



Lahn M, Bijur P, Gallagher EJ. Randomized clinical trial of intramuscular vs oral methylprednisolone in the treatment of asthma exacerbations following discharge from an emergency department. Chest 2004; 126: p 8-362



28.



Lederle F, Pluhar R, Josep A, Niewohner D. Tappering of corticosteroid therapy. Arch Intern Med 1987: p147:3-2201



29.



Rodrigo G, Rodrigo C. Inhaled flunisolide for acut asthma. Am J Respir crit care med 1998: 157; p698-703



30.



Edmonds ML, Camargo CA, Jr., Pollack CV, Jr., Rowe BH. Early use Inhaled corticosteroids in the emergency department treatment of acute asthma. Cochrane Database Syst Rev. 2000



31.



Parameswaran N, Stephen J, Brian H. Addition of intravenous aminophylline to inhaled beta2-agonists in adults with acute asthma.cochrane library 2012.



32.



Littenberg B. Aminophylline treatment in severe, acute asthma. A meta-analysis. JAMA 1988;259; p84-1678



33.



Huang D, O'Brien RG, Harman E, Aull L, Reents S et al. Does aminophylline benefit adults admitted to the hospital for an acute exacerbation of asthma?. Pub Med 2010. p23-45



34.



Mohammed S, Goodacre S. Intravenous and nebulised magnesium sulphate for acute asthma: systematic review and meta-analysis. Emergency Medicine Journal 2007;24:p30-823



35.



Rowe B, Bretziaff J, Bordan C, camargo, Maning G. magnesium sulfat for treating asthma .cochrane data base. 2000;p2-16



36.



Blitz M, Blitz S, Beasely R, Diner BM, Hughes R, Knopp JA, et al. Inhaled magnesium sulfate in the treatment of acute asthma. Cochrane base 2005:p1-10 32



37.



Timothy R Myers. Guidelines for asthma management : A Review and comparison of 5 current pedomans. Respiratory care Journal 2008: 3: p751-769



38.



Robert N; Eli M, Michael B, Kevin M, Dennis D et al .Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) Guideline by asthma care specialists and primary care physicians: comparison of results from the 2009 asthma insight and management (aim) and 1998 asthma in america (aia) surveys. Chest. 2011; p140240.



39.



Meijer RJ, kerstjen H, postma D. Comparison of guideline and self management in asthma. European Respiratory Journal 1997:p1163-1172



33



34