Bab V Modus Teori Kegagalan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB V MODUS DAN TEORI KEGAGALAN



5.1



Pendahuluan Suatu struktur dikatakan gagal bila struktur tersebut tidak dapat lagi berfungsi dengan baik.



Dengan demikian definisi kegagalan berbeda menurut kebutuhan yang berlainan. Untuk penerapan struktur tertentu, deformasi yang kecil barangkali sudah dianggap gagal, sedang pada struktur yang lain hanya kerusakan total dapat dianggap gagal. Hal ini sangat mencolok terlihat pada bahan komposit. Pada bahan ini, kerusakan internal mikroskopik (yang tidak diamati mata) dapat terjadi jauh sebelum kerusakan nyata terlihat. Kerusakan internal mikroskopik ini terjadi dalam beberapa bentuk, seperti : 1. patah pada serat (fiber breaking) 2. retak mikro pada matriks (matrix microcrack) 3. terkelupasnya serat dari matriks (debonding) 4. terpisahnya lamina satu sama lain (delamination) Foto mikrograf pada Gambar (5.1) menunjukkan jenis-jenis kerusakan internal mikroskopik tersebut.



Kerusakan ini sama sekali tidak dapat diamat dengan mata telanjang, dan baru terlihat



bila mata frekuensi kerusakannya cukup besar di suatu tempat yang sama. Karena itu pada kondisi sebenarnya sangat susah untuk menentukan kapan suatu bahan komposit dikatakan rusak atau gagal.



Apakah permulaan timbulnya kerusakan mikro sudah menyebabkan bahan tersebut



dikatakan rusak/gagal?. Atau, bila kerusakan mikro tersebut masih dapat ditoleransi, berapa besar toleransi yang diijinkan?. Karena rumitnya masalah tersebut, pada kebanyakan kasus struktur, bahan komposit dikatakan gagal, bila bahan tersebut telah rusak total ketika mendapat beban tertentu, atau kurva tegangan-regangan yang ditunjukkan tidak lagi linier. Dan ini berlaku baik untuk lapisan tunggal maupun lamina.



Gambar 5.1. Kerusakan internal yang terjadi pada bahan komposit. (a) pemisahan antara serat dan matriks (dedonding), (b) pemisahan antar lamina (delamunation), (c) retak pada matriks (microcrack) (Ref.2.)



Gambar 5.1c….lanjutan…..



5.2



Modus Kegagalan pada Lamina Pada umumnya ada tiga macam pembebanan yang menyebabkan suatu bahan komposit



rusak. Yaitu pembebanan tarik dan tekan, baik dalam arah longitudinal maupun transversal, serta geser. Pada kasus kombinasi kedua tipe ini patah serat terjadi disembarang tempat, dibarengi dengan kerusakan matriks.



Modus kerusakan berwujud seperti sikat (brush type) seperti terlihat pada



Gambar 5.3c.



Gambar 5.3. Modus kerusakan pada bahan komposit akibat beban tarik longitudinal (a) brittle failure (b) dedonding (c) brush-type (Ref.1) Modus kegagalan diatas di-pengaruhi oleh beberapa hal, seperti kekuatan serat dan matriks, maupun fraksi volume serat dan matriks. Bila fraksi volume serat pada bahan komposit mengecil, modus patah yang terjadi kebanyakan bertipe getas. Suatu percobaan dengan bahan komposit serat gelas (fiberglass) menunjukkan bahwa bila fraksi volume serat, Vf < 0,40, modus kegagalan yang terjadi bertipe getas.



Pada fraksi volume menengah, 0,40 < Vf < 0,65, modus yang terjadi adalah patah



getas dan dedonding, sedang bila Vf < 0,65, menunjukkan patah getas, dedonding, serat tercabut dari matriks, atau bahkan matriks rusak akibat gaya geser.



Ini akan terjadi bila kandungan void



(gelembung udara) pada bahan tersebut diabaikan. 5.2.2



Modus Kegagalan Akibat Beban Tekan Longitudinal.



Bila bahan komposit



diberi beban tekan searah serat, serat akan berfungsi sebagai kolom (column) pada pondasi elastis (elastic foundation). Karena itu modus kegagalan yang terjadi kebanyakan adalah



buckling serat (microbuckling).



Pada bahan komposit dengan fraksi volume serat yang



rendah (Vf < 0,40), microbuckling bahkan dapat terjadi saat matriks masih berada dalam kondisi elastis.



Tetapi pada kebanyakan aplikasi praktis, microbucklin serat biasanya



diikuti dengan yielding pada matriks dan atau debonding dan microcrack pada matriks. Ada dua macam microbuckling yang dapat terjadi, yaitu : 1. microbuckling se-fasa (gambar 5.4a) 2. microbuckling beda fasa (Gambar 5.4b)



Gambar 5.4. Modus kegagalan akibat beban tekan longituidinal (a) microbuckling sefasa (b) microbuckling beda fasa Microbuckling se-fasa terjadi bila kekakuan geser matriks (matrix shear stiffness) tidak cukup kaku untuk menjaga serat agar tetap tegak, dan serat-serat tersebut tergeser kesamping dalam arah yang sama. Karena itu modus microbuckling yang terjadi disebut modus geser. Microbuckling beda fasa terjadi bila kekakuan transversal matriks (matrikx transversal stiffness) tidak cukup kaku untuk menahan pergeseran kesamping, sehingga serat-serat melengkung ke samping pada fase yang berbeda.



Karena itu modus



microbuckling seperti ini sering disebut modus tarik. Modus seperti ini sering terjadi bila fraksi volume serat sangat rendah. Pada aplikasi praktis, modus microbuckling se-fasa lah yang sering terjadi. Modus seperti ini sering diikuti dengan kegagalan “kink-band” (kink band falure), seperti terlihat dalam foto pada gambar (5.5)



Gambar 5.5. Kink-band failure yang terjadi pada beban kompresi. Kerusakan ini sering didahului oleh microbuckling sefase. Foto ini diambil dari percobaan trree-point bending pada bagian tekan (Ref.4) Bila ukuran serat relatif “tebal”, maka microbuckling belum sempat terjadi, sudah keduluan modus-modus kegagalan yang lain.



Dan modus kegagalan yang akan terjadi



tergantung dari kekuatan geser (shear strength) bahan matriks. Bila kekuatan geser matriks rendah, matriks tidak mampu menahan gaya geser yang terjadi pada interface antara serat dan matriks, dan terjadi modus kegagalan geser seperti pada Gambar (5.6).



Gambar 5.6. kerusakan geser pada beban tekan longitudinal (a) kerusakan geser Pada matriks (b) kerusakan geser pada serat (Ref.1)



5.2.3



Modus Kegagalan Akibat Beban Tarik Transversal. Serat yang tegak lurus arah



pembebanan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada interface antara serat dan matriks dan pada matriks itu sendiri.



Karena itu bahan komposit yang nebdapat beban



transversal akan gagal pada interface antara serat dan matriks atau pada matriks. Meskipun kadang-kadang terjadi juga kegagalan transversal pada serat, bila arah-arah serat sangat acak dan lemah dalam arah transversal. Dengan demikian modus kegagalan akibat beban tarik transversal terjadi karena : 1. kegagalan tarik pada matriks 2. debonding pada interface antara serat dan matriks. Gambar (5.7) menunjukkan modus kegagalan tarik pada matriks tersebut.



Gambar 5.7. Kegagalan pada bahan komposit akibat beban tarik transversal (Ref.1) 5.2.4. Modus Kegagalan Akibat Baban Tekan Transversal.



Komposit satu arah



(lamina) yang dibebani dalam arah transversal biasanya gagal karena gaya geser (shear failure) pada matriks; yang dapat diikuti dengan debonding atau terhimpitnya serat (fiber crushing). Maka modus kegagalan pada kasus ini adalah : 1. Kegagalan geser pada matriks 2. Kegagalan geser pada matriks yang diikuti debonding maupun fiber crushing. Gambar (5.8) menunjukkan kegagalan lamina akibat beban tekan transversal. Penelitian juga menunjukkan bahwa bila bahan komposit dibebani arah transversal, beban tersebut rusak geser pada sudut tertentu. Gambar (5.9) secara jelas menunjukkan foto spesimen komposit yang mendapat beban tekan tersebut.



Gambar 5.8. Modus kegagalan lamina akibat beban tekan transversal (Ref.1)



Gambar 5.9. kerusakan geser akibat beban tekan transversal pada carbon-fibrereinforced plastics (Ref.3)



5.2.5. Modus Kegagalan Akibat Beban Geser. Pada kasus ini kegagalan dapat terjadi karena kegagalan geser pada matriks, debonding, atau kombinasi keduanya.



Dengan



demikian modus kegagalan pada kasus ini adalah : 1. Kegagalan geser pada matriks 2. Kegagalan geser dan debonding 3. Debonding antara serat dan matriks. Gambar (5.10) menunjukkan kegagalan lamina ini akibat beban geser. Terlihat pada kasus-kasus di atas, modus kegagalan ini dipengaruhi semata-mata oleh kekuatan geser matriks.



Gambar 5.10. Modus kegagalan lamina akibat beban geser (a) longitudinal/short transverse shear failure (b) longitudinal transverse shear failure (c) transverse/short shear failure (Ref.4)



5.3.



Modus Kegagalan pada Laminat Laminat multiarah mengalami semua modus kegagalan yang dapat terjadi pada lamina



seperti yang telah diterangkan di depan. Malah pada lamina ini muncul modus-modus kegagalan lain yang tidak terdapat pada lamina.



Misalnya modus kegagalan yang disebabkan oleh



tertahannya (tidak bebasnya) deformasi transversal tiap-tiap lamina, karena nisbah Poisson (Poisson’s ratio) yang berbeda-beda untuk setiap lamina. Juga modus kegagalan yang disebabkan oleh munculnya tegangan interlaminar (interlaminar stressess) pada batas dan pinggir laminat tegangan-tegangan tersebut menyebabkan terjadinya delaminasi antara satu lamina dengan lamina lainnya dalam laminat multiarah tersebut. Karena itu modus kegagalan pada laminat merupakkan gabungan antara modus kegagalan lamina dan modus kegagalan delaminasi serta modus kegagalan akibat pengaruh interaksi antara tiap-tiap lamina. Modus kegagalan yang terjadi pada laminat akibat beban-beban kombinasi karena itu tergantung pada beberapa hal. Seperti :kombinasi serat-matriks yang di pakai, konfigurasi susunan laminat serta perbandingan beban-beban yang terjadi. perhatian khusus.



Hal yang terakhir ini perlu mendapat



Meskipun pada kebanyakan kasus, modus kegagalan laminat lebih banyak



ditentukan oleh beban yang dominan yang bekerja pada laminat tersebut, pengaruh beban-beban lain tidak dapat diabaikan begitu saja, meskipun beban sekunder itu secara nyata mempengaruhi atau bahkan menentukan modus kegagalan yang akan terjadi. Sebagai contoh adalah beban geser pada beban tekan yang dominan. Meskipun beban geser pada kombinasi beban tersebut kecil, hal ini cukup menentukan modus kegagalan yang terjadi. Bila kombinasi yang terjadi sama besar atau sama penting, akan menyulitkan perkiraan modus kegagalan yang akan terjadi. Di bawah ini modus kegagalan delaminasi akan didiskusikan; dan beberapa contoh kasus laminat yang dikenai uniaksial akan didiskusikan pula. 5.3.1



Pengaruh Tegangan Interlaminar : Modus Kegagalan Delaminasi. Pada kasus



laminat multiarah, pada tempat yang jauh dari pinggir/batas laminat, tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap lapis terutama ditahan oleh system serat. Di dekat pinggir laminat tersebut, tegangan-teganan tersebut didistribusikan ke sekitarnya oleh matriks, dalam bentuk tegangan geser. Dengan demikian di pinggir laminat tersebut timbul tegangan interlaminar dan teganga kelupas (Peel stress) yang sangat tinggi. Tegangan-tegangan tersebut dapat menyebabkan terjadinya delaminasi.



Seperti telah diterangkan pada Bab IV, besar



tegangan-tegangan ini bervareasi sepanjang ketebalan laminat, tergantung dari konfigurasi susunan lapisan (stacking sequence).



Susunan yang berbeda akan menumbulkan besar



tegangan interlaminar yang berbeda pula, sehingga kekuatannya pun secara teori berbeda pula, seperti yang juga telah ditunjukkan dalam Bab IV. 5.3.2. Beberapa Contoh Laminat Multiarah 5.3.2.1. Gaya Tarik Uniaksial pada Laminat 0o/90o.



Pada konfigurasi



susunan seperti ini, gaya tarik pada lapisan 0o diambil oleh serat, sedang pada lapisan 90o



terutama ditahan oleh matriks. Maka retak pertama akan terjadi pada matriks



di lapisan 90o, bila regangan yang terjadi melebihi regangan maksimum yang dapat ditahan matriks. Bila matriks pada lapisan 90o tersebut retak, lapisan ini tidak dapat lagi ikut menyangga lapisan 0o. Kadang-kadang adanya retak tersebut menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada lapisan 0o, sehingga kekuatan lapisan ini lebih rendah dibanding bila tidak ada lapisan 90o sama sekali. Bila beban membesar, akhirnya kerusakan total serat-serat pada lapisan 0o atau disintegrasi matriks terjadi. 5.3.2.2.Gaya Tekan Uniaksial pada Laminat 0o/90o.



Kegagalan pada laminat



multiarah yang mendapat gaya tekan belum sepenuhnya dimengerti saat ini, karena kesulitan percobaan pada kondisi ini dan kompleksnya modus kegagalan yang terjadi Tetapi sebagian besar kegagalan yang terjadi pada kasus ini sama dengan pada kasus lamina satu arah. Yaitu modus kegagalan “ kink- band”. Kink dapat pula terjadi pada lapisan 0o karena kerapatan serat yang bervareasi pada lapisan 90o. Lapisan 90o ini pada umumnya menambah kestabilan lapisan 0o. Dan meskipun kekuatan tarik susunan ini lebih rendah dibanding lapisan 0o saja seperti telah disebutkan pada paragraph di atas, kekuatan buckle-nya lebih tinggi. Untuk kombinasi serat matriks tertentu, delaminasi dapat terjadi, bermula dari pinggir laminat atau retak dalam (internal cracking). Hal ini kemudian diikuti oleh buckling Euler. 5.3.2.3. Kegagalan pada Laminat +/- 45o. Tekanan Uniaksial.



Karena Beban Tarik dan



Pada laminat tipe ini, beban tarik uniaksial akan



diuraikan menjadi beban longitudinal pada arah serat dan gaya geser pada matriks. Ada 3 modus kegagalan yang dapat terjadi pada susunan ini : 1. rusak geser murni pada serat – matriks 2. delaminasi, yang dimulai oleh tegangan interlaminar dan kelupas yang besar di pinggir laminat (Gambar 5.11)



3. disintegrasi pada matriks (terutama terjadi pada matriks yang getas) yang diikuti oleh tersobeknya serat karena kombinasi tarik dan tekuk.



Gambar 5.11. Delaminasi pada susunan +/- 45o akibat beban tarik (Ref.4)



5.4. Kriteria Kegagalan (Failure Criterria) Pada setiap prosedur perancangan struktur, selalu terdapat langkah membandingkan beban yang terjadi dengan beban yang diijinkan.



Pembandingan tersebut perlu agar struktur mampu



menahan beban yang terjadi dan tidak rusak/gagal. Pada bahan isotrop, ini hanya berarti membandingkan tegangan atau regangan utama dengan tegangan dan regangan yang diijinkan pada material tersebut dan menggunakan kriteria patah tertentu untuk kasus-kasus tegangan multiaksial. Arah tegangan dan regangan utama tidak berpengaruh bagi material isotrop.



Sedang pada bahan orthotropic/komposit, kekuatan bahan



berbeda menurut arah, sehingga mungkin saja terjadi arah tegangan utama untuk tidak berimpit dengan arah kekuatan maksimum. Untuk mengatasi hal ini, pada bahan komposit, kekuatan selalu didefinisikan pada arah-arah sumbu utama bahan. Dengan demikian definisi kekuatan pada bahan komposit adalah : 1. Kekuatan tarik dan tekan dealam arah serat (X1 dan Xc) 2. Kekuatan tarik dan tekan dalam arah tegak lurus serat (Y1 dan Yc) 3. Kekuatan geser (S) Karena itu untuk meramal kekuatan struktur komposit, tegangan dan regangan haruslah ditransformasikan terlebih dahulu kea rah sumbu-sumbu utama bahan, menurut Persamaan (3.12) dan (3.13), yaitu : σ x  σ 1      σ 2  = [T ] σ y  τ  τ   12   xy 



dan



(5.1)



ε x   ε1       ε 2  = [T ]  ε y  γ  γ   12   xy 



baru kemudian dibandingkan dengan tegangan dan regangan yang diijinkan.



Untuk mengetahui



saat awal kerusakan/kegagalan struktur komposit tersebut digunakan kriteria patah yang sesuai. Pada paragraf ini akan diberikan beberapa criteria kegagalan yang dapat digunakan untuk meramal kegagalan suatu struktur komposit tertentu.



Mengingat banyaknya modus kegagalan



yang dapat terjadi pada bahan komposit, seperti yang telah diterangkan pada paragraf terdahulu dan yang kebanyakan bersifat mikromekanik, maka harus tetap diingat bahwa pada umumnya tidak ada satu teori (yang didasarkan atas satu kriteria kegagalan tertentu ), yang dapat mencakup semua modus kegagalan yang ada pada bahan komposit.



Hal ini terjadi karena kebanyakan teori



kegagalan yang dikenal selama ini dikembangkan atas dasar harga-harga makromekanik, yang pada umumnya hanya berdasarkan harga rata-rata tegangan /regangan lamina tunggal.



Karena itu



penggunaan salah satu kriteria kegagalan tertentu haruslah dilakukan dengan hati-hati dengan tetap memperhatikan batas-batas penggunaannya. 5.4.1



Pemilihan criteria.



Ada beberapa pendekatan pengkajian kekuatan bahan



komposit laminat yang dikenai beban multiaksial.



Dengan demikian kriteria-kriteria



kegagalan yang yang berbeda pun telah dikembangkan.



Setiap kriteria kegagalan yang



dikembangkan, pada batas-batas tertentu selalu ditunjang dengan percobaan, tetapi tetap saja kriteria tersebut tidak dapat digunakan secara umum dengan keyakinan seratus persen. Ini disebabkan beragamnya interaksi tegangan yang bekerja pada berbagai kombinasi serat/matriks dan kombiansi susunan laminat.



Karena itu pemilihan suatu kriteria



kegagalan tertentu banyak ditentukan oleh tersedianya macam data yang tersedia atau mudah didapat. Karena itu kriteria-kriteria kegagalan yang dikemukakan di sini didasarkan atas 3 alasan utama : 1. Kemudahan mencari data-data kekuatan 2. Frekuensi pemakaiannya 3. Ketepatannya. 5.4.2. Tipe-tipe Kriteria Kegagalan.



Delapan kriteria kegagalan untuk lamina



tunggal satu arah dengan gaya –gaya bidang (in-plane loading) akan diberikan disini. Kriteria-kriteria ini akan dibagi dalam 3 kategori besar : 1. kriteria yang didasarkan atas kondisi independen



2.



gabungan antara kondisi independen dan interaksi



3. interaksi sepenuhnya 5.4.2.1. Kondisi Independen. a. Kriteria Tegangan Maksimum Pada kriteria ini kegagalan lamina terjadi bila salah satu dari ketiga tegangan



σ1 , σ 2 dan τ12 mencapai tegangan yang diijinkan, atau : σ1 = X t atau − X c



atau σ 2 = Yt atau −Yc atau τ12



(5.3)



=S



b. Kriteria Regangan Maksimum Kriteria ini sama dengan diatas, yaitu kegagalan lamina terjadi bila salah satu ketiga komponen regangan ε1 , ε 2 dan γ12 , mencapai harga yang diinginkan, atau



ε 1 = ε X t atau − ε X c atau ε 2 = ε γ t atau − ε γ c atau γ12



=γ12



(5.4)



s



Persamaan (5.4) di atas dapat diberikan dalam suku-suku tegangan, yang untuk system tegangan biaksial menjadi σ1 −υ12σ 2 = X t atau − X c



atau σ 2 −υ12σ1 = Yt atau −Yc atau τ12



(5.3)



=S



Gambar (5.12) melukiskan pengaruh perubahan sudut tegangan yang bekerja σθ1 , terhadap sumbu utama bahan dan membandingkan antara hasil percobaan dan perhitungan dengan kriteria di atas. Sedang Gambar (5.13) adalah bentuk stressfailure envelope untuk criteria tegangan dan regangan maksimum.



Bila tegangan



yang bekerja masih berada di dalam ruang envelope, berarti struktur masih aman.



Gambar 5.12. Perbandingan hasil percobaan dengan (a) kriteria regangan maksimum (b) kriteria tegangan maksimum, dengan bahan GFRP (Ref.4)



Gambar 5.12b……..lanjutan



Gambar 5.13. Stress failure envelope untuk criteria regangan dan tegangan maksimum (Ref.4) 5.4.2.2. Gabungan Kondisi Independen dan Interaktif. a.



Kriteria Grant-Sanders Metode ini menggunakan beberapa kriteria yang terpisah. Beberapa



diantaranya berbentuk sederhana, lainnya mengikut sertakan interaksi antara komposen tegangan dan regangan. Hal ini dilakukan agar peramalan modus-modus kegagalan yang terjadi pada lamina dapat lebih tepat. Untuk lamina, kriteria yang digunakan adalah : σ1 = X t atau − X c



atau εm1 atau ε m 2 = ε m atau τ12



dengan :



Sf :



=S f



atau S m



kekuatan geser lamina tegak lurus/ memotong serat



S m : kekuatan geser matriks sejajar serat



εm1 : regangan pada matriks searah serat εm 2 : regangan pada matriks tegak lurus serat



εm : regangan maksimum yang diijinkan pada matriks Untuk kombinasi tarik dan geser, kriteria Grant-Sanders menyaratkan



(5.6)



 γ 12   γ mx



2



2



  ε   +   = 1  εm 



(5.7)



ε = ε1 atau ε2



dengan :



γ mx : regangan geser yang diijinkan pada matriks



Untuk kombinasi gaya tekan dan geser τ12 KS m







σ1 Xc



=1



dengan K adalah factor yang ditentukan berdasarkan percobaan. Besar K ≈ 1,5. Metode Grant-Sanders ini membutuhkan lebih banyak parameter yang harus ditentukan dengan percobaan dibanding dengan kriteria-kriteria lain yang akan dikemukakan di sini. Karena itu metode ini jarang dipakai karena kesulitan tersebut. Metode ini hanya dipakai bila diinginkan peramalan modus kegagalan yang lebih tepat. Karena itu percobaan-percobaan untuk mendapatkan parameterparameter di atas hanya relevan bila memang diinginkan peramalan modus kegagalan yang lebih tepat.



b. Kriteria Puck b.1 Kriteria Puck Sederhana Kriteria ini dikembangkan dari anggapan bahwa kegagalan serat dalam arah longitusinal ditentukan oleh σ1 dan kegagalan matriks oleh σ2 dan τ12 , atau σ1 = X t atau − X c



dan (5.9) 2



2



 σ 2   τ 12    +  =1 Y   S 



Pada persamaan kedua ini Y harus diganti dengan Yt dan Yc tegangan dari tanda σ2 .



b.2 Kriteria Modifikasi Puck.



Bila menggunakan kriteria Puck seperti pada Persamaan (5.9) di atas, ditemukan bahwa bila terdapat perbedaan yang besar antara kekuatan tarik dan tekan suatu bahan, hasil yang lebih sesuai dengan hasil percobaan dpat diperoleh dengan mengambil suatau elips yang memiliki titik-titik kegagalan Yt , Yc dan S. Dengan demikian kriteria modifikasi Puck adalah : σ1 = X t atau − X c



dan



(5.10) 2



2



1 σ 22 1   τ 12   +  + σ 2  −  =1 Yt Yc  Yt YC   S 



Kriteria ini menggabungkan perhitungan yang sederhana dengan percobaan yang sederhana pula dan masih mengikut sertakan interaksi tegangan-tegangan baik tekan maupun tarik, meskipuninteraksinya lebih sedikit disbanding Tsai-Wu dan kurang fleksibel dibanding Puppo-Evensen yang akan dikemukakan nanti. Yang menarik dari kriteria ini adalah pemisahan antara modus kegagalan serat dan matriks, sehingga dengan menggunakan kriteria ini dapat diketahui apakah kegagalan terjadi pada matriks atau serat.



Gambar (5.14) menunjukkan failure envelope kriteria ini. Terlihat bila τ 12 = 0 dan σ 1 = 0 , kurva kriteria ini menunjukkan kesesuaian dengan Tsai-Hill, Tsai-Wu maupun Puppo-Evensen.



5.4.2.3. Kondisi Interaksi Sepenuhnya. a.



Kriteria Tsai-Hill Kriteria ini dikembangkan dari kriteria umum luluh Hill untuk bahan



anisotropic. Untuk lamina Orthotropik, kriteria ini menjadi : 2



2



2



 σ 1  σ 1σ 2  σ 2   τ 12  +  +  =1   − X2  Y   S  X



(5.11)



dengan X dan Y harus diganti dengan X1 dan Xc atau Y1 dan Yc tergantung dari tanda σ1 dan σ2



.



Berbeda dengan kriteria-kriteria terdahulu, kriteria ini hanya menggunakan satu persamaan berbentuk ellipsoidal tiga dimensi pada sumbu-sumbu σ1 , σ2 dan



τ12 . Gambar (5.15) menunjukkan bentuk elips tiga dimensi ini dalam koordinat ruang



σ1 , σ2 dan τ12 .



Gambar 5.15. Bentuk failure envelope bahan orthotropic dengan beban-beban bidang (Ref. 4)



Untuk mempermudah penggambaran, kurve pada Persamaan (5.11) sering dilukiskan dalam dua dimensi, dengan memperkenalkan factor K, yaitu : 2



2



 σ 1  σ 1σ 2  σ 2  +  = K   − X2  Y  X



(5.12)



dengan Gambar (5.16) menunjukkan perbandingan hasil perhitungan dengan menggunakan kriteria tersebut dengan hasil percobaan.



Gambar 5.16. Perbandingan Tsai-Hill dengan hasil percobaan dengan bahan GFRP (Ref.4)



b.



Kriteria Tsai-Wu



Kriteria ini dikembangkan dari kriteria umum kegagalan bahan anisotrop laminat pada tegangan bidang (plane stress), yaitu : 6   B σ + Aijσ 1σ j  = 1  ∑ ∑ i i i =1  j =1  6



(5.13)



dengan Bi dan Aij adalah konstanta-konstanta bahan. Kriteria diatas sebenarnya berlaku untuk laminat. Tetapi karena pada kasus tersebut, konstanta-konstanta bahan yang diperlukan sangat banyak, Persamaan (5.13) di atas sering disederhanakan untuk kasus lamina tunggal pada tegangan bidang. Sehingga persamaan di atas berubah menjadi : A11σ 12 + 2 A12σ 1σ 2 + A22σ 22 + A66σ 62 + B1σ 1 + B2σ 2 = 1



(5.14)



dengan konstanta-konstanta bahan :



A11 =



1 Xt Xc



;



B1 =



1 1 − Xt Xc



A22 =



1 Yt Yc



;



B2 =



1 1 − Yt Yc



A66 =



(5.15)



1 S2



Faktor A12 yang belum terdefinisikan di atas, ditentukan dengan percobaan biaksial. Tetapi karena percobaan biaksial sangat sulit, sehingga sulit mendapatkan data A12 yang representative, harga ini dicari dengan membuat persamaan non-dimensional sebagai berikut : x 2 + 2 A12• xy + y 2 + z 2 + B1• x + B2• y = 1



(5.16)



dengan :



x = σ 1 ( A11 )



1



2



,



y = σ 2 ( A22 )



1



2



,



z = τ 12 ( A66 )



1



2



B1• = A12• =



Xc − Xt



( Xt Xc )



1







, B2 =



2



Yc − Yt



( Yt Yc )



1



2



A12



( A11 A22 )



1



2



Bila tegangan geser ditiadakan (z = 0), maka Persamaaan (5.16) di atas akan sepadan dengan criteria umum Von Misses, yang berbentuk x 2 − xy + y 2 = 1



bila harga A12• = −



1 dan 2



A66 = 0



Dengan demikian dengan anggapan criteria di atas sepadan dengan criteria umum Von Misses, maka harga A12 adalah :



A12 = −



1 ( A11 A22 ) 12 2



Kriteria Tasi-Wu ini sering dipakai dalam analisis-analisis laminat dan sering diberikan pula dalam criteria regangan. Gambar (5.17) menunjukkan perbandingan antara criteria ini dengan hasil percobaan.



Gambar 5.17. Perbandingan criteria tensor Tsai-Wu dengan hasil percobaan dengan Bahan BFRP



c.



Kriteria Puppo-Evensen



Kriteria ini secara khusus dimaksudkan untuk menganalisis laminat menggunakan data-data tegangan yang diijinkan untuk lamina tunggal. Kriteria ini diturunkan dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan kekuatan yang timbul pada arahan serat yang berbeda. Kriteria ini menggunakan dua persamaan yang penggunaannya tergantung dari factor φ, yang didefinisikan sebagai :



φ=



3S 2 Xt Xt



Harga φ ini pada umumnya kecil ( φ