Bahan Tugas SP2KP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 : Latar Belakang Bab II : Tinjauan Pustaka Bab III : Analisa Kasus Bab IV : Pembahasan Bab V : Kesimpulan dan saran



BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan mengalami perubahan mendasar pada abad ke 21. Perubahan tersebut merupakan dampak dari perubahan kependudukan dimana masyarakat semakin berkembang yaitu dari segi pendidikan, lebih sadar akan hak dan hukum, serta menuntut dan semakin kritis terhadap berbagai bentuk pelayanan keperawatan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini (Agus Kuntoro, 2010). Masyarakat menuntut rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kebutuhan pasien harus dapat dilayani oleh rumah sakit secara mudah, cepat, akurat, dan dengan biaya yang terjangkau (Ilyas, 2004). Meningkatnya tuntutan masyarakat disarana kesehatan terutama dirumah sakit, secara berkesinambungan rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pemberian pelayanan kesehatan, salah satunya adalah keperawatan dirumah sakit (Depkes RI). Berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor: 123/Menkes/SK/XI/2005 tentang registrasi dan praktek keperawatan, yang berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan khususnya dibidang asuhan keperawatan maka dibentuklah suatu tim Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP). Pengembangan dari MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional) ini adalah SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional).



1



Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) adalah suatu tatalaksana struktur dan proses mandiri yang menjamin partisipasi semua perawat dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan definisi asuhan keperawatan, pemberian asuhan keperawatan, dan evaluasi dari asuhan keperawatan tersebut (Hoffart & Woods, 1996 dalam Modul pelatihan SP2KP RSUP dr.M.Djamil, 2012). Pelaksanaan SP2KP merupakan aplikasi nilainilai profesional dalam praktik keperawatan, manajemen dan pemberian asuhan keperawatan dan pengembangan profesional diri. Komponen pelaksanaan SP2KP terdiri dari aplikasi nilainilai profesional dalam praktik keperawatan, Manajemen dan pemberian asuhan keperawatan, dan Pengembangan profesional diri (Kemenkes RI, 2010). Pelaksanaan melibatkan kerjasama profesional antara kepala ruangan, perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta adanya CCM (Clinical Care Management). Perawat primer bertugas untuk mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya, merencanakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up) perkembangan pasien. Perawat asosiet bertugas untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan dan memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana. Clinical care management bertugas untuk membimbing PP dan PA dalam implementasi SP2KP untuk melakukan ronde keperawatan,



memberi masukan saat diskusi kasus pada PP dan PA, bekerja sama dengan kepala ruangan, dan mengevaluasi implementasi SP2KP.



2



Banyak rumah sakit yang menerapkan model dan sistem SP2KP. Menurut hasil penelitian Rantung, dkk (2013) mengatakan bahwa manajemen dan pemberian asuhan keperawatan lebih baik diruangan SP2KP dari pada non-SP2KP. Pelaksanaan komponen SP2KP sangat penting untuk dilaksanakan terutama oleh perawat pelaksana yang memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien. Pelayanan keperawatan di rumah sakit, menuntut adanya peningkatan kualitas serta profesionalisme sumber daya manusia keperawatan (Muninjaya, 2004). Untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional salah satunya membutuhkan sebuah pendekatan manajemen keperawatan. Proses manajemen keperawatan dalam aplikasi di lapangan berada sejajar dengan proses keperawatan sehingga keberadaan manajemen keperawatan juga dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan proses keperawatan. Proses keperawatan, sebagaimana juga proses manajemen terdiri atas kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (staffing), pengawasan (actuating), dan pengendalian (controling) (Gillies 1985, dalam Agus Kuntoro, 2010). Salah satu dari fungsi manajemen yaitu fungsi pengorganisasian adalah penentuan penggunaan metode penugasan. Metode penugasan tersebut digunakan dalam SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional). Rumah sakit umum pusat DR.M.Djamil Padang didirikan pada tahun 1953, Rumah sakit ini adalah rumah sakit tipe B yang terdiri dari empat bagian instalasi rawat inap, yaitu Instalasi Kebidanan dan Anak, Instalasi Rawat Bedah, Instalasi Non Bedah, dan Instalasi Ambun Pagi. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit



3



pemerintah yang menjadi rumah sakit rujukan untuk wilayah sumatera bagian tengah dan juga sebadgai rumah sakit pendidikan dan penelitian. Alur pelayanan pasien rawat inap adalah melalui IGD untuk kasus-kasus emergensi, sedangkan untuk kasus-kasus berencana pasien harus mendaftar terlebih dahulu di bagian pendaftaran masing-masing instalasi rawat inap setelah mendapat rujukan dari praktik dokter, poli klinik, poli khusus, atau bagian yang lainnya. Kasus dan kondisi pasien akan menentukan dimana tempat pasien akan dirawat (Profil RSUP DR. M. Djamil 2015). Ambun pagi merupakan salah satu ruang rawat inap di rumah sakit DR. M. Djamil Padang. Pada ruangan ini metode SP2KP diterapkan mulai dari awal tahun 2012. Jumlah tenaga pelaksana keperawatan yang ada di Ambun pagi sebanyak 59 orang yang aktif dengan latar belakang pendidikan S1 sebanyak 4 orang, DIII 54 orang dan SPK 1 orang, ditambah 1 orang pengelola perawatan, 1 orang Ka.SPF, 1 orang penanggung jawab logistik dan 3 orang kepala ruangan yang mempunyai latar belakang pendidikan S1 1 orang dan D3 Keperawatan 2 orang, sedangkan perawat yang pernah mendapatkan pelatihan SP2KP berjumlah 7 orang. Jumlah kapasitas tempat tidur ruangan Ambun pagi adalah sebanyak 84 tempat tidur. Ambun



pagi mempunyai 3 kelas rawatan, yang masing-masing kelas rawatannya dikepalai oleh seorang kepala ruangan, yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun dan telah pernah mengikuti pelatihan manajemen kepala ruangan. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan digunakan SP2KP.



4



Penelitian oleh Ana rohmiyati (2009) tentang pengalaman perawat dalam menerapkan MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang MPKP. Dalam pelaksanaannya perawat banyak menemukan hambatan-hambatan dari segala aspek. Hambatan tersebut adalah kurangnya jumlah tenaga keperawatan, dukungan manajemen yang kurang, kurangnya supervisi,kurang motivasi, belum adanya penghargaan atau reward, serta kurangnya fasilitas sarana dan prasarana untuk terlaksananya kegiatan diruangan MPKP. Berdasarkan studi pendahuluan di Ruangan Ambun pagi, saat ini Penerapan proses keperawatan profesional masih belum optimal, serta mayoritas perawat yang masih banyak DIII keperawatan. Metode pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas. Berdasarkan wawancara dengan 2 orang perawat diruangan Ambun Pagi pada bulan Desember 2015. Menurut perawat 1 diperoleh informasi bahwa perawat tersebut belum memahami mengenai SP2KP. Dalam melaksanakan SP2KP perawat hanya mengerjakan instruksi dari kepala ruangan tanpa ia mengetahui cara pemberian asuhan keperawatan yang benar pada SP2KP. Perawat 2 mengatakan sudah memahami SP2KP. Pelaksanaan SP2KP di ruangan ini belum maksimal, belum dilaksanakannya ronde keperawatan dalam melaksanakan implementasi keperawatan. Dalam timbang terima pun perawat belum optimal dalam memperkenalkan dirinya.



5



Untuk mengetahui atau memahami secara mendalam mengenai proses pelaksanaan dan hambatan pelaksanaan SP2KP dibutuhkan metode pengkajian mendalam. Hal ini dapat dipenuhi dengan metode penelitian kualitatif. Menurut Afiyanti & Rachmawati (2014), tujuan studi fenomenologi ini adalah mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menganalisis data secara mendalam, lengkap, dan terukur untuk memperoleh intisari (essence) pengalaman hidup individu dalam bentuk cerita, narasi, dan bahasa / perkataan masing – masing individu. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa perlu menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi untuk mengetahui persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP diruangan Ambun Pagi RSUP DR.M.Djamil Padang tahun 2016”. B. RUMUSAN MASALAH



Perawat perlu memahami secara mendalam dalam melaksanakan SP2KP agar kedepannya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Selain itu belum banyak penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP di RSUP DR. M. Djamil Padang. Diperlukan studi eksploratif untuk mendapatkan pemahaman perawat mengenai sistem tersebut. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini merumuskan pertanyaan : Bagaimana persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP di ruangan Ambun Pagi RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2016.



6



C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengeksplorasi, memahami dan mendapatkan makna dari persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP diruangan Ambun pagi RSUP DR.M.Djamil Padang tahun 2016. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Diperolehnya gambaran pengetahuan dan keterampilan perawat tentang SP2KP di ruangan Ambun Pagi. 2. Tereksplorasinya pengalaman perawat dalam melaksanakan SP2KP di ruangan Ambun Pagi. 3. Tereksplorasinya gambaran tentang hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan SP2KP di ruangan Ambun Pagi. 4. Diperoleh gambaran tentang dukungan dalam melaksanakan SP2KP di ruangan Ambun Pagi.



7



D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan daapat bermanfaat bagi : 1. Bagi RSUP dr.M.Djamil Padang Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam melakukan evaluasi pelaksanaan SP2KP terutama oleh perawat



pelaksana dan mengidentifikasi pelaksanaan SP2KP untuk dapat menjadi acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan khususnya keperawatan. 2. Bagi peneliti Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP. 3. Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar pada penelitian selanjutnya terutama hal terkait perkembangan dalam lingkup manajemen keperawatan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan SP2KP.



Pengertian SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional ) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya. Salah satu upaya dalam peningkatan indikator mutu pelayanan keperawatan adalah melalui SP2KP. SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit. Komponennya terdiri dari: perawat, profil pasien, sistem pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional, fasilitas, sarana prasarana (logistik) serta dokumentasi asuhan keperawatan. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut : 1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.



2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners. 3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat ditingkatkan terutama dengan profesi lain. 4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode



modifikasi



keperawatan



primer



,



setiap



PP



merawat



9-10



klien.



5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya. 6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan. Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai profesional sebagai inti model Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional. 2. Pendekatan Manajemen Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif. 3. Metode pemberian asuhan keperawatan



Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien. 4. Hubungan professional Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medic. 5. Sistem kompensasi dan penghargaan PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada pendidikan ners spesialis. Peran PP dalam SP2KP Dalam pengembangan konsep SP2KP, perawat PP berugas dalam menjalankan komunikasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokterm, ahli gizi, farkamasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan hasil pengkajiannya dan yang berhubungan dengan perawatannya pasien, sehingga dapat membantu dalam memutuskan tindakan medis nantinya. Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai : 1. Pedoman bagi PP-PA 2. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan ( renpra ). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah sakit ). Fungsi Perawat Melakukan Konferen



Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah terima shift. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas lebih jauh didalam konferensi. Konferensi akan efektif jika PP telah membuat renpra dan membuat rencana apa yang akan dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam diskusi antara PP–PA tentang rencana asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait. Ketika PP melakukan konferensi, biasanya melalui tahap pre konferen, konferen, dan post konferen. Pada saat konferen PP akan menjelaskan mengenai renpra yang telah dibuat, dan untuk menyatukan pendapat antara perawat PP dan PA Sumber



:



https://www.scribd.com/doc/186519462/SP2KP,



diakses



tanggal



28



juli2016



http://askep-ebenzalukhu.blogspot.co.id/2011/01/sp2kp-sistem-pemberian-pelayanan.html, diakses



tanggal



28



juli2016



http://ningsuwarsih-undip.blogspot.co.id/2014/03/mpkp-model-praktek-keperawatan.html, diakses tanggal 28 juli2016



BAB VIII SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN PROFESIONAL



1. Pengertian SP2KP Dan MPKP SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya (Perry, Potter. 2009). Model Pelayanan Keperawatan Profesional (MPKP) diartikan sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang diperlukan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan tersebut. Model pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu model yang memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Model PKP terdiri lima subsistem yaitu: nilai-nilai profesional yang merupakan inti dari model MKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan keperawatan,



pendekatan manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan, system kompensasi dan penghargaan (Hoffart & Woods, 1996, dalam Sudarsono, 2000).



2. Jenis model praktek keperawatan profesional Menurut Sudarsono (2000), berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP dan masukan dari berbagai pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu model PKP yang disebut Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:



a. Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset sera memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. b. Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10). c. Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer. d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan



profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan. 3. Aplikasi nilai-nilai profesional dalam praktik Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. MPKP merupakan model praktek keperawatan profesional yang mewujudkan nilai-nilai profesional. Nilai-nilai profesional yang diterapkan pada MPKP adalah: a. Pendekatan Manajemen ( Management Approach ) b. Penghargaan karir ( compensatory rewards ) c. Hubungan Profesional ( professional relationship) d. Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system ).



a. Pendekatan manajemen (Management Approach) Pendekatan manajemen (khususnya manajemen keperawatan ) merupakan salah satu nilai profesional yang diperlukan dalam mengimplementasikan praktek keperawatan profesional. Pendekatan manajemen yang digunakan dalam pengelolaan keperawatan diruang MPKP meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan serta pengendalian. 1. Fungsi Perencanaan Perencanaan merupakan rincian kegiatan tentang apa, bagaimana masingmasing dan dimana kegiatan akan dilaksanakan. Perencanaan diruang MPKP adalah kegiatan perencanaan yang melibatkan seluruh perawat ruang MPKP mulai dari kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim/perawat pelaksana. Perencanaan yang disusun oleh perawat yang terlihat di ruang MPKP disesuaikan dengan peran dan fungsi masing-masing. Perencanaan yang diterapkan adalah rencana harian, mingguan dan bulanan.



a. Rencana Harian Rencana harian adalah rencana aktifitas pada tiap shift oleh perawat asosiet/perawat pelaksana, perawat primer/ketua tim dan kepala ruangan. 1) Rencana Harian Perawat Pelaksana Perawat pelaksana akan membuat rencana yang ditujukan pada tindakan keperawatan untuk sejumlah pasien yang dirawat pada shift dinasnya. 2) Rencana harian ketua tim Isi rencana harian ketua tim adalah penyelenggaraan asuhan keperawatan pada pasien di timnya, melakukan supervisi perawat pelaksana untuk menilai kompetensi secara langsung dan tidak langsung, serta on the job trainning yang dirancang, kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya yang merawat pasien dalam timnya. Ketua tim sebaiknya hanya dinas pagi, karena pada pagi hari banyak kegiatan atau tindakan yang dilakukan dan merencanakan kegiatan sore dan malam. 3) Rencana harian kepala ruangan Isi kegiatan harian kepala ruangan meliputi semua kegiatan yang dilakukan oleh seluruh SDM yang ada di ruangan dalam rangka menghasilkan pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas. Kepala ruangan harus mengetahui kebutuhan ruangan dan mempunyai hubungan keluar dengan unit yang terkait untuk memenuhi kebutuhab tersebut. Demikian pula dengan asuhan keperawatan, kepala ruangan sebagai



narasumber



utama



atau



konsultan



untuk



menjamin



terlaksananya asuhan keperawatan pada semua tim di ruangan. b. Rencana Bulanan Ketua tim dan kepala ruangan membuat rencana bulanan berhubungan dengan peningkatan asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan. 1) Rencana Bulanan Kepala Ruangan Setiap akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi hasil ke empat pilar atau nilai MPKP dan berdasarkan hasil evaluasi tersebut, kepala ruangan akan membuat rencana tindak lanjut dalam rangka peningkatan kualitas hasil. Dalam fungsi perencanaan, kepala ruangan



membuat laporan tentang evaluasi rencana harian yang dibuat oleh ketua tim dan perawat pelaksana. 2) Rencana bulanan ketua tim Setiap akhir bulan ketua im melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan didalam tim nya yaitu askep dan kinerja perawat pelaksana. Berdasarkan hasil tersebut, dibuat rencana tindak lanjut untuk perbaikan pada bulan berikutnya. Ketua tim membuat laporan evaluasi rencana kegiatan harian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana dan melaporkan hasil audit asuhan keperawatan serta melakukan perbaikan asuhan keperawatan dengan merencanakan diskusi langsung.



2. Pengorganisasian a. Pengorganisasian tenaga Pengorganisasian



diruangan



MPKP



menggunakan



pendekatan



sistem/metode penugasan tim dan SDM perawat diorganisasikan dengan menggunakan metode penugasan perawat primer dan tim keperawatan yang dimodifikasi. Perawat dibagi dalam tim sesuai dengan jumlah pasien diruangan. Jumlah pasien untuk tiap tim 8-10 orang, dan jumlah perawat antara 6-10 orang, untuk itu akan dibuat struktur organisasi daftar dinas dan daftar pasien. b. Klasifikasi Pasien Pasien diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi yang dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat ketergantungan klien : 1) Perawatan Total: klien memerlukan 7 jam perawatan langsung per 24 jam, 2) Perawatan Parsial : klien memerlukan 4 jam perawatan langsung per 24 jam, 3) Perawatan Mandiri: klien memerlukan 2 jam perawatan langsung per 24 jam. Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori di atas adalah sebagai berikut : a) Kategori I : Perawatan mandiri/self care Kegiatan sehari-hari dapat dilakukan sendiri, penampilan secara umum baik, tidak ada reaksi emosional, pasien memerlukan orientasi



waktu, tempat dan pergantian shift, tindakan pengobatan biasanya ringan dan sederhana. b) Kategori II : Perawatan sedang/partial/intermediate care Kegiatan sehari-hari untuk makan dibantu, mengatur posisi waktu makan, memberi dorongan agar mau makan, eliminasi dan kebutuhan diri juga dibantu atau menyiapkan alat untuk ke kamar mandi. Penampilan pasien sakit sedang. Tindakan perawatan pada pasien ini monitor tanda-tanda vital, periksa urin reduksi, fungsi fisiologis, status emosional, kelancaran drainase atau infus ]. Pasien memerlukan bantuan pendidikan kesehatan untuk mendukung emosi 5 – 10 menit/shift. Tindakan dan pengobatan 20 – 30 menit/shift atau 30 – 60 menit/shift dengan mengobservasi efek samping obat atau reaksi alergi. c) Kategori III : Perawatan total/intensive care Kebutuhan sehari-hari tidak bisa dilakukan sendiri, semua dibantu oleh perawat, penampilan sakit berat. Pasien memerlukan observasi terus menerus.



3. Pengarahan Pengarahan dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu program motivasi, manajemen konflik, dan supervisi. Program motivasi dimulai dengan membudayakan cara berfikir positif bagi setiap SDM dengan mengungkapkannya melalui pujian (reinforcement) pada setiap orang yang bekerja bersama-sama. Kebersamaan dalam mencapai visi, dan misi merupakan pendorong kuat untuk focus pada potensi masing-masing anggota. Pengawasan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan saat tindakan atau kegiatan sedang berlangsung, misalnya perawat pelaksanan sedang melakukan banti balutan, maka katm mengobservasi tentang pelaksanaan dengan memperhatikan apakah standar kerja dijalankan. Pengawasan terkait pula dengan kinerja dan kompetisi perawat, yang akan berguna dalam program jenjang karir perawat bersangkutan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui pelaporan atau dokumen yang menguraikan tindakan dan kegiatan yang telah dilakukan.



Pengawasan



biasanya



dilakukan



oleh



perawat



yang



lebih



berpengalaman, ahli atau atasan kepada perawat dalam pelaksanaan kegiatan atau tindakan. Di ruang rawat pengawasan dilakukan kepada kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana.



4. Fungsi Pengendalian Pengendalian adalah upaya mempertahankan mutu, kualitas atau standar. Output (hasil) dari suatu pekerjaan dikendalikan agar memenuhi keinginan (standar) yang telah ditetapkan. Pengendalian difokuskan pada proses yaitu pelaksanaan asuhan keperawatan dan pada output (hasil) yaitu kepuasan pelanggan, keluarga, perawat dan dokter. Kepala ruangan akan membuat laporan hasil kerja bulanan tentang semua kegiatan yang dilakukan. Audit dokumentasi keperawatan dilakukan pada rekam medik yang pulang atau yang sedang dirawat lalu dibuat rekapitulasinya untuk ruangan.



a. Penghargaan karir (Compensatory Rewards) Keperawatan merupakan SDM kesehatan yang mempunyai kesempatan paling banyak untuk melakukan praktek profesionalnya pada pasien di berbagai tatanan khususnya pada pasien yang dirawat di rumah sakit serta memberikan asuhan 24 jam terus menerus. Untuk sejumlah pasien diperlukan sejumlah perawat karena perawat senantiasa ada di antara pasien, berbeda dengan profesi kesehatan lain yang memerlukan waktu sesaat dan tidak terus menerus sehinggajumlah mereka tidak sebanyak perawat.Untuk itu, kemampuan perawat melakukan praktek keperawatan professional perlu dipertahankan, dikembangkan dan ditingkatkan melalui manajemen SDM/kinerja perawat yang konsisten dan disesuaikan dengan perkembangan iptek keperawatan. Untuk MPKP pemula, diharapkan karu dan katim mempunyai latar belakang pendidikan minimal DIII Keperawatan serta seluruh perawat pelaksana minimal DIII. 1. Orientasi kerja Semua perawat yang bekerja di ruang MPKP harus melalui masa orientasi berupa pemberian informasi tentang budaya kerja MPKP dan



orientasi di ruang rawat MPKP. Selama masa orientasi dievaluasi kinerja dalam melaksanakan budaya kerja MPKP. 2. Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB) Pendidikan keperawatan berkelanjutan dapat berupa pendidikan formal yaitu peningkatan pendidikan dari SPK ke DIII keperawatan, DIII Keperawatan ke S1 Ners Keperawatan, atau S1 Ners ke S2 Keperawatan dan seterusnya. Selain itu dapat dilakukan pendidikan informal secara on the job training yaitu pelatihan/bimbingan secara terus menerus sambil bekerja, misal perawat pelaksana dapat meningkatkan kompetensinya dengan bimbingan katim, dapat meningkatkan kemampuan manajenal katim dengan bimbingan kepala ruangan. Out the job training yaitu pelatihan yang diselenggarakan dalam kurun waktu tertentu, misalnya pelatihan 4 hari atau lebih. Perawat harus meninggalkan pekerjaannya sementara. Pelatihan yang diikuti akan dirancang sesuai dengan pengembangan kemampuan yang terkait. 3. Pengembangan Jenjang Karir Perawat Pengembangan jenjang karir adalah pengembangan peran dan tanggung jawab. Seorang perawat yang telah sukses di ruang MPKP merupakan asset keperawatan untuk pengembangan MPKP di ruang rawat lain, artinya menjadi pembaharu. Ia dapat pula berperan sebagai narasumber bagi rumah sakit lain yang ingin mengembangkan MPKP. Demikian juga perawat asosiet dapat berkembang menjadi perawat primer dan perawat primer menjadi karu. b. Hubungan Profesional ( Profesional Relationship) Hubungan pnofesional antara anggota tim keperawatan dan profesi dokter memberi suasana ilmiah dan profesional di ruang MPKP. Untuk itu direncanakan kegiatan yang akan memberi kesempatan bagi tenaga kesehatan berbagi pendapat dan pengalaman, baik dalam pelayanan maupun asuhan pada pasien dan keluarga. Interaksi antara profesi diselenggarakan berupa: 1) Hubungan profesional antar perawat a) Operan, yaitu komunikasi dan serah terima antara shift pagi, sore dan malam. Operan dari malam ke pagi dan dari pagi ke sore



dipimpin oleh katim, sedangkan openan dan sore ke malam dipimpin oleh penanggungjawab shift sore. b) Konfenensi awal (pre conference) yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh katim. Jika yang berdinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian) dan tambahan rencana dan katim atau PJ tim. Pre conference dipimpin oleh katim atau PJ tim. c) Konferensi akhir (post conference) yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan berikutnya. Isi post conference adalah hasil asuhan keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau PJ tim. d) Studi kasus dapat dilakukan pada tingkat tim atau ruangan pada kasus pasien baru, pasien yang tidak berkembang, pasien yang meninggal, pasien dengan masalah yang jarang ditemukan. e) Rapat keperawatan dapat dilakukan satu bulan sekali untuk mengevaluasi hasil kerja secara keseluruhan membagi informasi, peraturan/perkembangan IPTEK yang dipimpin oleh katim. f) Pendelegasian tugas yang jelas diberikan kepada perawat yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Kepala ruangan dapat mendelegasikan tugas kepada katim, demikian pula katim dapat mendelegasikan tugas kepada perawat pelaksana.



c. Hubungan profesional antara perawat dan dokter 1) Kolaborasi antara katim dan dokter Katim bertanggungjawab berkolaborasi dengan dokter yang merawat pasien yang ada di timnya. Jika katim tidak dinas/tidak di tempat, maka ia harus mendelegasikan kolaborasi dengan dokter kepda perawat yang merawat pasien yang bersangkutan. Sesuai dengan pengorganisasian perawat, maka dokter, fisioterapis dan ahli gizi dapat berdialog dengan perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien



tertentu. Hubugan kemitraan dapat ditumbuhkan sehingga iklim kerja yang saling menghargai dapat tencipta. 2) Instruksi dokter melalui telpon dibuatkan pedomannya. Misalnya perlu ada saksi penerima telpon dan 1x24 jam kemudian dokter harus mengganti instruksi lisan menjadi instruksi tertulis. 3) Studi kasus multidisiplin, yaitu membahas kasus bersama-sama tim terkait. Misalnya setiap pasien baru dibahas bersama tindakan dan berbagai pihak untuk kepentingan pasien. Hal ini perlu agar terlaksana asuhan terpadu dan holistik. 4) Rapat ruang rawat, bersama seluruh petugas kesehatan yang bekerja di ruangan tersebut untuk membahas hasil total pelayanan kesehatan ruang rawat.



4. Manajemen Dan Pemberian Asuhan Keperawatan Sistem pemberian asuhan keperawatan dibagi dua yaitu manajemen asuhan keperawatan untuk pasien dan pendidikan kesehatan bagi keluarga. A. Manajemen asuhan keperawatan Manajemen asuhan keperawatan terkait erat dengan metode penugasan perawat. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Formulir pengkajian disediakan sama dengan yang digunakan pada ruang rawat lain di RS. Perawat primer/katim bertanggung jawab melakukan pengkajian dan menetapkan masalah dan diagnosa keperawatan. Kemampuan pengkajian, penetapan masalah, dan tindakan yang tepat merupakan kemampuan intelektual. Implementasi tindakan keperawatan akan dilakukan oleh perawat pelaksana yang ditetapkan sesuai dengan daftar pasien. Pendokumentasian juga dilakukan oleh yang melakukan tindakan. Kemampuan melaksanakan tindakan keperawatan merupakan kemampuan yang harus dilatih agar mencapai tujuan sesuai dengan masalah keperawatan yang dialami pasien. Kemampuan ini harus disupervisi dan didokumentasikan oleh katim dalam rangka penilaian kinerjanya. B. Pendidikan kesehatan bagi keluarga Pendidikan kesehatan bagi keluarga pasien merupakan paket asuhan keperawatan yang tidak dapat dipisahkan dan asuhan keperawatan pada pasien. Sejak keluarga mengantarkan pasien untuk dirawat di rumah sakit dan keluarga setuju



dirawat di ruang MPKP maka keluarga merupakan bagian dan sistem pemberian asuhan keperawatan pasien. Program pendidikan kesehatan disesuaikan dengan masalah yang dialami oleh pasien. Perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit masalah yang dialami, tanda dan gejalanya, tindakan yang dapat keluarga lakukan dan follow up yang perlu dilakukan di rumah.



5. Pengembangan Profesional Diri Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan consumer minded terhadap pelayanan yang diterima. Hal ini didasarkan pada tren perubahan saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, perawat dapat mendefinisikan, mengimplementasikan, dan mengukur perbedaan bahwa praktik keperawatan harus dapat dijadikan sebagai indikator agar kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional di masa depan terpenuhi. Sementara kualitas layanan keperawatan pada masa mendatang belum jelas, peran perawat harus dapat menunjukkan dampak yang positif terhadap sistem pelayanan kesehatan. Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di Indonesia: 1) Definisi peran perawat, 2) Komitmen terhadap identitas keperawatan, 3) Perhatian terhadap perubahan dan tren pelayanan kesehatan kepada masyarakat, 4) Komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan melalui upaya yang kreatif dan inovatif (Nursalam, 2001). Menurut Nursalam (2001), peran perawat di masa depan harus berkembang seiring dengan perkembangan iptek dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai perawat profesional, maka peran yang diemban adalah CARE yang meliputi: Keterangan: C = Communication Ciri khas perawat profesional di masa depan dalam memberikan pelayanan keperawatan harus dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat, cepat. Artinya setiap melakukan komunikasi (lisan maupun tulis) dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya harus memenuhi ketiga unsur di atas dengan didukung suatu fakta yang memadai. Profil perawat masa depan yang terpenting adalah mampu berbicara dan menulis bahasa asing, minimal bahasa Inggris.



Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya persaingan/pasar bebas pada abad ke-21 ini. A = Activity Prinsip melakukan aktivitas/pemberian asuhan keperawatan harus dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada pasien. Aktivitas tersebut harus ditunjang dengan menunjukkan kesungguhan dan sikap empati dan bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diemban. Hal ini diperlukan pada saat ini dan masa yang akan datang dalam upaya mewujudkan jati diri perawat dan menghilangkan masa lalu keperawatan yang hanya bekerja seperti robot dan berada pada posisi inferior dari tim kesehatan lainnya. Yang penting diantisipasi di masa depan adalah ketika memberikan asuhan harus berdasarkan ilmu yang dapat/tepat diaplikasikan di institusi tempatnya bekerja. R = Review Prinsip utama dalam melaksanakan peran tersebut adalah moral dan etik keperawatan. Dalam setiap memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Hal ini penting guna menghindarkan kesalahan-kesalahan yang dapat berakibat fatal terhadap konsumen dan eksistensi profesi keperawatan yang sedang mencari identitas diri. Dalam melaksanakan peran profesionalnya, perawat harus menerapkan prinsip-prinsip etik yang meliputi: (1) Justice: keadilan, 2) Autonomy: asas menghormati autonomi, 3) beneficience (asas manfaat) dan non-maleficiency, 4) Veracity: asas kejujuran, 5) confidentiality; asas kerahasiaan. Untuk menghindari kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, maka perlu diterapkan tindakan keperawatan dengan prinsip “CWIPAT”–Check the order,Wash your hands, Identitify the clients, Provide savety and privacy, Assess the problem; and Teach or Tell the clients (Nursalam, 2001).



E = Education Dalam upaya meningkatkan kualitas layanan keperawatan di masa depan, perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi dengan secara kontinu menambah ilmu melalui pendidikan formal/nonformal, sampai pada suatu keahlian tertentu. Sedangkan karakteristik “Nurse Millenium” yang diharapkan adalah:



Keterangan:



C = Career Di masa depan, perawat dalam memberikan asuhan kepada klien, harus mempunyai dasar pendidikan dan keahlian yang memadai. Keahlian dan dasar pendidikan yang tinggi merupakan indikator jaminan kualitas layanan kepada konsumen dan menghindarkan dari kesalahankesalahan yang fatal. Perawat juga dituntut untuk menguasai tentang konsep manajemen secara keseluruhan, khususnya manajemen keperawatan. Di masa depan, bukanlah sesuatu yang aneh apabila seorang perawat menduduki jabatan sebagai “top manager” di sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk mencapai karier tersebut, maka perawat harus terus bekerja keras. A = Activity Perawat harus memahami tentang semua tindakan yang dia lakukan, baik dari segi keilmuan maupun etik dan moral keperawatan. Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan akan pelaksanaan pelayanan keperawatan yang profesional.



R = Role Dalam melaksanakan perannya di masa depan, perawat dituntut mampu bekerja sama dengan profesi lain. Perawat harus dapat membedakan peran yang dimaksudkan.



E = Enhancement Prinsip utama pelayanan keperawatan adalah pengembangan diri secara terus menerus seiring dengan perkembangan zaman yang dinamis dan selalu berubah setiap saat. Perawat dituntut untuk menunjukkan independensi dalam memberikan asuhan dan tumbuhnya rasa percaya diri yang tinggi. Hal ini bisa ditempuh dengan mempersiapkan dan membekali diri yang baik mulai dari sekarang.