Bahasa Indonesia Keilmuan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bahasa Indonesia Keilmuan 1.



Bahasa Indonesia Keilmuan Bahasa Indonesia Keilmuan merupakan media pemapar berbagai gagasan keilmuan baik berupa konsep, fakta, prinsip, prosedur, teori, atau yang lainnya. A. Ciri-ciri ragam Bahasa Keilmuan 1. Cendekia Bahasa yang cendekia menandakan bahwa penulis adalah seorang terpelajar dan menguasai benar ketatabahasaan Bahasa Indonesia. Adapun arti lain dari bahasa yang cendekia, menurut (Suparno, 1994) bahasa yang cendekia diartikan sebagai bahasa yang mampu mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat. Menurut, (Sugono, 1986) bahasa yang cendekia adalah bahasa yang mampu membentuk pernyataan yang tepat dan saksama, serta abstrak. Contoh : Dengan terus meningkatnya pertumbuhan investasi, tidak berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua sehingga ternyata keadaannya biasa-biasa saja (kalimat tersebut tidak menunjukan bahasa yang cendekia), Investasi di Papua terus tumbuh, tetapi pertumbuhan ekonominya rendah. 2. Lugas dan jelas Bahasa Indonesia Keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah maka dari itu harus lugas dan tepat. Lugas artinya langsung mengungkapkan apa yang dimaksudkan oleh penulis. Contoh : Buah merah baik dikomsumsi karena tokcer untuk berbagai penyakit. Seharusnya, buah merah baik dikomsumsi karena mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit 3. Gagasan sebagai pangkal tolak Bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis. Contohnya dalam penulisan karya ilmiah harus diawali dengan pokok persoalan. Kata kerja dalam kalimat ini harus dalam bentuk pasif yakni berawalan di-, ter- atau ke-. Kalimat seperti ini mengedepankan pokok persoalan. Oleh karena itu, kata seperti penulis, saya atau kami harus dihilangkan. Dengan gagasan sebagai pangkal tolak maka akan lahir kalimat pasif. Penggunaan kalimat aktif dalam penulisan karya ilmiah hanya diperbolehkan jika dalam bentuk kutipan baik langsung maupun tidak langsung. Penggunaan bentuk kalimat pasif dalam karya ilmiah memang disyaratkan. Hal ini karena bentuk pasif bersifat tidak menonjolkan penulis, tetapi atas dasar fakta. Persyaratan ini tidak hanya dituntut untuk



bahasa Indonesia, bahasa lain pun demikian. Termasuk bahasa Inggris, Jepang, Perancis, bahasa Jawa dll. 4. Formal dan objektif Komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Selain itu, ciri penanda sekaligus pembeda BIK dengan non BIK dapat ditelusuri dalam tataran: bentukan kata, diksi, bentukan kalimat, dan pengembangan paragraf. B.



Pola pengembangan kosakata keilmuan Pola pengembangan kosakata keilmuan meliputi :



1. Pemberdayaan kosakata Bahasa Indonesia (BI)



baca, terbaca, keterbacaan sedia, tersedia, ketersediaan kikis, terkikis, keterkikisan oleh, perolehan, pemerolehan ancang, ancangan



PADANAN DALAM BAHASA INGGRIS readibility avaibility aerodibility aquisition approach



KOSAKATA BI LAMA



MAKNA LAMA



KOSAKATA BI YANG LAZIM



liput, meliput rujuk



Menutupi, menyelubungi, melingkupi Menikah lagi dengan istri yang telah diceraikan



ACUAN MAKNA BARU Menyatakan syarat.



sifat



MAKNA BARU berita referensi



2. Menyerap kosakata Bahasa Daerah Dalam penulisan karya ilmiah juga banyak memanfaatkan kosakata bahasa daerah, misalnya kosakata (a) bahasa Jawa: anjlok, ambrol, ampuh, ajek, bejat, bolong, bobrok, borok, cacat, cacah, cegat, cacat, dongkol, (b) bahasa Sunda; anjangsana, becus, nyeri, gurat, (c) dialek Jakarta: usut, usil, telak, (e) bahasa Minangkabau: acuh, asih, asuh, himbau, lambung, gigih, resah, dan senjang. Dalam konteks keilmuan, sumbangan kosakata bahasa daerah lebih banyak lebih banyak berkaitan dengan kosakata sosio-budaya. Kosakata yang dimaksud antara lain: ama, adil, asah, asih, asuh, luhur, gotong-royong, telaten, luhur, rukun, sabar, selaras, dsb. Untuk merawat dan mempertahankan kohesi sosial kata-kata seperti itu sangat sering digunakan.



dan



Misalnya, untuk indikator kepedulian sosial terhadap warga bencana alam di belahan wilayah kepulauan Indonesia. 3. Diksi Keilmuan Diksi keilmuan terdiri dari kosakata yang diambil dari kosakata bahasa Indonesia asli, penyerapan kosakata bahasa daerah, dan penyerapan kosakata bahasa asing yang sesuai standar. Diksi Keilmuan



Diksi Nonkeilmuan



pascasarjana



pasca sarjana



pedayung



pendayung



urin



air seni (konotasi negatif)



oksigen



zat asam (terjemahan terlalu panjang)



energy



daya, gaya, tenaga, kekuatan (terjemahan lebih dari satu) analisa



analisis



disain



desain



dsb.



dsb.



4. Kalimat keilmuan Penggunaan kalimat dalam penulisan karya ilmiah perlu dilakukan secara efektif. Keefektifan kalimat tersebut dapat diukur dari dua sisi, yaitu dari sisi penulis dan pembaca. Dari sisi penulis, kalimat dikatakan efektif jika kalimat yang digunakan dapat memahami gagasan keilmuan penulis secara tepat dan akurat. Dari sisi pembaca, pesan kalimat ditafsirkan sama persis dengan yang dimaksudkan penulisnya. Oleh sebab itu jika pembaca masih mengalami kebingungan, kesulitan yang mengakibatkan salah menafsirkan pesan kalimat maka kalimat tersebut belum dikatagorikan efektif. Kalimat dikatakan efektif jika memiliki ciri-ciri : gramatikal, logis, lengkap, sejajar, hemat, dan ada penekanan. 1. Gramatikal Kalimat memiliki ciri gramatikal jika kalimat tersebut disusun mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Untuk memperjelas pengertian tersebut, perhatikan kalimat-kalimat berikut : a. Pendapatmu tentang tafsiran karya sastra itu bersifat subjektif, tidak bisa diterima olehku. b. Mahasiwa Ekonomi akan ungkapkan perasaan mereka lewat unjuk karya ilmiah.



Dua kalimat di atas tidak gramatikal. Contoh kalimat (a)



tidak gramtikal karena



strukturnya tidak benar, kalimat (b) tidak gramtikal karena bentukan kata transitifnya tidak benar. 2. Logis Kalimat dikatakan logis jika jalan pikiran, atau gagasan keilmuan yang dinyatakan dalam kalimat dapat diterima kebenarannya oleh akal sehat pembaca. Perhatikan contoh kalimat berikut : a. Masalah perencanaan karangan ini mau saya jelaskan pada pertemuan yang akan datang. b. Di pabrik rokok Gudang Garam banyak membutuhkan tenaga kerja wanita, terutama yang belum menikah. Kedua kalimat di atas tidak logis. Kalimat (a) tidak logis karena pilihan katanya yang salah. Kata mau tidak tepat untuk konteks tersebut. Perencanaan karangan tidak mungkin mempunyai kemauan yang mempunyai kemauan adalah orangnya. Contoh kalimat (b) tidak logis karena di pabrik rokok Gudang Garam tidak mungkin membutuhkan tenaga kerja wanita, yang membutuhkan itu adalah pabrik rokok Gudang Garam. Penempatan kata depan (di) sebelum subjek mengakibatkan kalimat itu tidak logis. 3. Lengkap Dalam kalimat keilmuan diperlukan penggunaan unsur-unsur wajib, yakni penggunaan subjek, predikat, objek, dan keterangan secara jelas. Perhatikan contoh kalimat berikut ini : a. Para guru SD sebenarnya sudah berusaha menerapkan, tetapi KTSP itu memang rumit. b. Bank-bang di Indonesia sudah mulai berani meminjami pengusaha kecil . Dua contoh kalimat di atas tidak lengkap. Karena, contoh kalimat (a) dan (b) tidak mempunyai objek. 4. Sejajar Kesejajaran kalimat artinya kesamaan atau keserasian unsur kebahasaaan, misalnya bentukan kata, atau pola struktur yang digunakan dalam suatu kalimat. Gagasan atau informasi keilmuan yang sama hendaknya dinyatakan dalam bentukan kata atau pola struktur kalimat yang sama, sepadan atau sejajar. Perhatikan contoh kalimat berikut ini. a. Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini pimpinan lembaga peneliitian belum merekomendasi usulan penelitian ini. b. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar keadaan menjadi sehat, di antaranya adalah (i) berolahraga, (ii) istirahat secukupnya, dan (iii) minum yang banyak. Kedua kalimat di atas tidak sejajar. Contoh kalimat (a) tidak sejajar karena pola struktur klausa pertama terbentuk pasif dan pola struktur klausa kedua berbentuk aktif. Contoh kalimat (b) tidak sejajar karena rincian (i) berbentuk kata kerja (ii) berbentuk kata benda, dan (iii) berbentuk kata sambung.



5. Hemat Kalimat dikatakan hemat jika seluruh unsur yang digunakan dalam kalimat misalnya, kata, istilah, dan frasa benar-benar mendukung gagasan keilmuan penulisnya. Oleh sebab itu penggunaan kata, istilah, dan frasa secara mubazir, boros, atau berlebih-lebihan sebaiknya dihindari. Perhatikan conton berikut ini : a. Pembelajaran tentang sain saat ini perlu penanganan khusus karena banyak para siswa yang mengeluhkan kesulitan materi pembelajaran tersebut. b. Maksud daripada dicantumkannya subtopik latihan pada setiap modul adalah untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi. Kedua kalimat di atas tidak hemat karena menggunakan kata ‘tentang’ dan ‘daripada’ yang tidak mendukung gagasan penulisnya. Kedua kata dalam dua kalimat tersebut seharusnya dihilangkan. 6. Penekanan Gagasan atau informasi yang dipentingkan oleh penulis perlu diberi penekanan. Hal ini dilakukan oleh penulis agar informasi yang dinyatakan memperoleh perhatian dari pembaca. Penekanan unsur kalimat dilakukan dengan cara meletakkan unsur yang ditekankan di awal pernyataan, atau membubuhi partikel pementing, yakni ‘lah’, ‘kah’, dan ‘pun’. Perhatikan contoh berikut ini : a. Wanita karyawan sepatutnya mendapatkan perhatikan khusus dari perusahaan tempat mereka bekerja. Dalam contoh kalimat (a), yang ditekankan dalam kalimat tersebut adalah “karyawan wanita”. Karena itu, unsur tersebut diletakkan di awal kalimat. Demikian juga frasa karyawan wanita, kata karyawan menempati inti frasa. Kata tersebut berkedudukan sebagai kata yang diterangkan dan ditempatkan di awal frasa, sehingga susunannya bukanlah wanita karyawan, tetapi karyawan wanita. 5. Paragraf keilmuan Paragraf dalam penulisan karya ilmiah memiliki ciri hampir sama dengan paragraf pada umumnya. Yang membedakan adalah keketatan dalam pengembangan gagasan dan penyusunan kalimatnya. Gagasan dalam paragraf keilmuan dituntut pengembangannya secara utuh, dan lengkap. Kalimat-kalimat dalam paragraf keilmuan dituntut penyusunannya secara runtut atau memiliki kohesi dan koherensi. Berikut ini dicontohkan paragraf



keilmuan,



yakni:



kesatuan



gagasan,



keutuhan/kebertalian (koheren), dan kecukupan isi/kelengkapan gagasan. 1. Kesatuan Gagasan Paragraf dinyatakan memiliki kesatuan gagasan apabila seluruh uraian atau detil pengembangannya, seluruh detil penunjang tidak boleh menyimpang dari gagasan utama. Perhatikan contoh berikut :



(1) Sebuah Penelitian mengandung tiga unsure pokok, yakni apa yang diteliti, bagaimana penelitian itu dilaksanakan, dan mengapa penelitian itu dilaksanakan. (2) Pertanyaan pertama mengenai masalah penelitian, pertanyaan kedua mengenai metodologi penelitian, dan pertanyaan ketiga mengenai pentingnya penelitian. (3) Usaha untuk menjawab apa merupakan kegiatan pokok. (4) Oleh karena itu, kegiatan tersebut merupakan inti dari pelakasanaan suatu penelitian. Dalam contoh (1) di muka, kalimat (1) adalah kalimat utama, kalimat (2), (3), dan (4) adalah kalimat penjelas. Kalimat penjelasannya sama-sama mendukung gagasan utama (1) yakni masalah penelitian. 2. Kohesi / Koherensi Paragraf dinyatakan memiliki kebertalian atau koherensi apabila hubungan antar kalimat sebelum dan sesudahnya bersifat runtun atau tidak melompat-lompat. Paragraf bukanlah kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri. Paragraf dibentuk oleh beberapa kalimat yang mempunyai hubungan timbale-balik secara fungsional. Contoh (1)Dalam mengajarkan sesuatu, langkah pertama yang perlu dilakukan ialah menentukan tujuan (2) Tanpa adanya tujuan yang sudah ditetapkan, materi yang diberikan, metode yang digunakan, dan evaluasi yang dipilih, tidak akan memberikan manfaat bagi anak didik dalam menerapkan hasil proses belajar mengajar. (3) Dengan mengetahui tujuan, dapat ditentukan materi yang akan diajarkan, metode yang digunakan, serta bentuk evaluasinya. 3. Kecukupan Isi dan Gagasan Paragraf dinyatakan memiliki kesatuan isi dan gagasan apabila diuraikan sejumlah rincian atau detil penunjang sebagaimana dituntut oleh gagasan utama paragraf. Paragraf yang rincian atau detil penunjangnya tidak cukup disebut paragraf mini. Contoh (1) (1) Ilmu dan teknologi memberikan sumbangannya kepada perbaikan produksi pertanian denngan berbagai cara yang penting. (2) Pupuk yang diracik secara alamiah membuat tanah pertanian lebih produktif. C. Fungsi Bahasa Indonesia Keilmuan 1. Bahasa Nasional  sebagai lambang identitas nasional  sebagai lambang kebangsaan nasional  sebagai alat pemersatu bangsa  sebagai alat perhubungan antar suku dan budaya 2. Bahasa Resmi  sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan  sebagai sarana komunikasi resmi antar desa, daerah, provinsi dll  sebagai bahasa iptek  sebagai bahasa resmi kenegaraan



3. Fungsi Politis  kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara  kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi 4. Fungsi Hakiki  fungsi komunikasi  interpersonal  kelompok



2.



Karakteristik Bahasa Indonesia Keilmuan BIK merupakan media pemapar berbagai gagasan keilmuan baik berupa konsep, fakta, prinsip, prosedur, teori, atau yang lainnya. Dalam penulisan karya keilmuan perlu diperhatikan 7 asas, yaitu : Keobjektifan, Kejelasan, Keringkasan, Kelogisan, Kepaduan, Koherensi, Penekanan. Mengacu pada tujuh asas diatas maka secara umum BIK mempunyai lima karakteristik yaitu: a.



Objektif Kata-kata



yang



digunakan



harus



netral/tidak



memihak



dan



berorientasi



pada



gagasan/objeknya. b. Ringkas dan jelas komunikasi keilmuan adalah komunikasi lugas dan langsung pada inti informasi. Oleh sebab itu unsur bahasa yang digunakan juga lugas dengan menghindari kata-kata metaforis atau kata-kata konotatif. Komunikasi keilmuan harus langsung pada inti informasi dengan cara menggunakan unsur bahasa. c. Cendekia kecermatan dalam pemilihan kata. Penulis harus mampu memilih kata dengan cermat sehingga pernyataannya terbentuk dengan tepat, cermat, logis, dan abstrak. d. Formal Bahasa Indonesia yang digunakan untuk kegiatan keilmuan harus bersifat formal. e. Konsisten Penggunaan unsur bahasa dalam karya keilmuan digunakan secara konsisten. Unsur kebahasaan yang dimaksud adalah kosakata/istilah, bentukan kata, dan penggunaan singkatan. Dalam karya keilmuan jika sebuah istilah atau kata digunakan maka selanjutnya istilah/kata tersebut digunakan secara konsisten.



3.



Penerapan Bahasa Indonesia Keilmuan Penggunaan Bahasa Indonesia Keilmuan harus baik dan benar. Maksud dari bahasa benar adalah mengikuti kaidah yang dibakukan dan bahasa baik adalah mengikuti pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang baik dan benar mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Penggunaan unsur Bahasa Indonesia Keilmuan dalam karya ilmiah digunakan secara konsisten. Unsur kebahasaan yang dimaksud adalah kosakata atau istilah, bentukan kata, dan penggunaan singkatan. Hal itu berbeda dengan diksi dalam karya non keilmuan yang lebih menekankan pada kevariasian penggunaan kata. Dalam karya keilmuan jika sebuah istilah atau kata digunakan maka selanjutnya istilah atau kata tersebut digunakan secara konsisten. Maksudnya adalah kosakata/ istilah, bentukan kata, dan penggunaan singakatan. Bahasa merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa karena bahasa merupakan sarana untuk membuka wawasan bangsa (khususnya pelajar dan mahasiswa) terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dengan kata lain, bahasa merupakan sarana untuk menyerap dan mengembangkan pengetahuan. Gagasan tersebut telah mendorong usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan. Usaha pemodernan ini telah ditandai dengan dibentuknya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan diterbitkannya buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata Bahasa



Baku



Bahasa



Indonesia,



Ejaan



Bahasa



Indonesia



Yang



Disempurnakan, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Walaupun publikasi tersebut belum secara tuntas menggambarkan aspek kebahasaan yang diharapkan, publikasi tersebut memberi isyarat bahwa untuk memantapkan kedudukan bahasa Indonesia perlu ada suatu pembakuan baik dalam bidang ejaan maupun tata bahasa. Pembakuan ini merupakan suatu prasyarat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan. Publikasi itu merupakan salah satu sarana untuk menuju ke status tersebut. Kita memaklumi bahwa bahasa Inggris yang kita kenal sekarang memang dapat dikatakan mempunyai ejaan dan struktur bahasa yang baku. Karena itu, bahasa tersebut telah mencapai status untuk digunakan sebagai bahasa keilmuan. Tentu saja kedudukan semacam



itu tidak bisa terjadi begitu saja. Bahasa tersebut telah mengalami pengembangan dan perluasan dalam waktu hampir tiga abad untuk mencapai statusnya seperti sekarang. Status yang demikian akhirnya juga menjadi sikap mental bagi pemakai dan penuturnya. Artinya, kesalahan dalam penggunaan bahasa baik tata bahasa maupun ejaan (spelling) merupakan suatu kesalahan yang dianggap tercela dan memalukan apalagi di kalangan akademik. Sudah menjadi kebiasaan umum dalam penilaian pekerjaan tulis pelajar dan mahasiswa di Amerika bahwa salah eja akan mengurangi skor pekerjaan tulis tersebut. Hal seperti itu dapat terjadi karena pemilihan ejaan didasarkan pada kaidah yang baku dan bukan didasarkan atas selera pemakai. Bandingkan dengan keadaan di Indonesia khususnya di kalangan profesional dan akademik. Kesadaran akan adanya pedoman yang baku mencerminkan bahwa masyarakat mempunyai mentalitas untuk mengikuti apa yang menjadi ketentuan atau kesepakatan bersama. Memang dalam setiap ketentuan yang baku selalu ada penyimpangan. Akan tetapi, penyimpangan tentu saja diharapkan sangat minimal. Bila penyimpangan lebih banyak daripada ketentuan yang baku berarti ketentuan baku tersebut praktis tidak ada manfaatnya sama sekali. Dalam kehidupan sehari-hari, bila kebijaksanaan lebih banyak dari ketentuan yang telah digariskan, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Bila dalam kehidupan bermasyarakat lebih banyak kebijaksanaan (yang berarti penyimpangan) dari-pada ketentuan hukum yang berlaku maka kepercayaan masyarakat terhadap hukum menjadi berkurang dan akhirnya masyarakat lebih mempercayai atau menganut jalan simpang. Oleh karena itu, semboyan “bahasa menunjukkan bangsa” sebenarnya bukan sekadar ungkapan klise melainkan semboyan yang mempunyai makna filosofis yang sangat dalam. Sikap masyarakat terhadap bahasa barangkali dapat dijadikan indikator mengenai sikap masyarakat dalam hidup bernegara. Mungkinkah perilaku dalam penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini merupakan refleksi sikap mental kita yang selalu mengharapkan kebijaksanaan daripada mengikuti ketentuan yang berlaku. Begitu juga dalam hal ragam bahasa dalam konsep ilmiah yang menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa. Dalam hal bahasa, seperti karya tulis dan alporan penelitian harus memenuhi ragam bahasa formal atau terpelajar dan bukan bahasa informal atau pergaulan. Ragam bahasa terdiri atas dasar media atau sarana, penutur, dan pokok persoalan. Atas dasar media, ragam bahasa terdiri atas ragam bahasa lisan dan tulis. Atas dasar penuturnya, terdapat beberapa ragam yaitu dialek, terpelajar, resmi, dan takresmi. Dari segi pokok persoalan, ada berbagai ragam antara lain ilmu, hukum, niaga, jurnalistik, dan sastra.



Ragam bahasa dalam konsep ilmiah hendaknya mengikuti ragam bahasa yang penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas makna karena ragam bahasa ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa dalam konsep Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut dapat tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan. mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama. Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual yang sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal semacam itu, diperlukan struktur bahasa dan kosakata yang canggih. Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat.



Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya. Berikut ini terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam karya tulis ilmiah berupa penelitian, yaitu : 1.



Bermakna isinya



2.



Jelas uraiannya



3.



Singkat dan padat



4.



Berkesatuan yang bulat



5.



Memenuhi kaidah kebahasaan



6.



Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah



7.



Komunikatif secara ilmiah Aspek komunikatif hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang diharapkan dalam komunikasi ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah tidak selayaknya membatasi diri untuk menggunakan bahasa (struktur kalimat dan istilah) popular khususnya untuk komunikasi antarilmuwan. Karena makna simbol bahasa harus diartikan atas dasar kaidah baku, karya ilmiah tidak harus mengikuti apa yang nyatanya digunakan atau popular dengan mengorbankan makna yang seharusnya. Bahasa keilmuan tidak selayaknya mengikuti kesalahkaprahan.