Bank Soal 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Model Soal-Jawab 3: 1. Tujuan hukum agraria untuk mencapai kaidah-kaidah yang mengatur hubungan bumi, air ruang udara dan kekayaan alam yg terkandung di dalamnya: a. Tujuan diundangkannya UUPA sebagai tujuan Hukum Agraria Nasional dimuat dalam Penjelasan Umum UUPA, yaitu: 1) Meletakan dasar-dasar penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka maayarakat yang adil dan makmur. 2) Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. 3) Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. b. Untuk mencapai tujuan tsb poin a. maka dibutuhkan asas-asas hukum agraria : -Asas Nasionalitas (Pasal 1  UUPA) (1)   Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia. (2)   Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. (3)   Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2)  pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi. -Asas Hak Menguasai Negara (Pasal 2 UUPA) (1)   Atas dasara ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasikekuasaan seluruh rakyat. Perkataan “dikuasai” bukan berarti “dimiliki”  akan tetapi pengertian yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk pada tingkatan tertinggi. (2)   Hak menguasai dari Negara termasud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk: (a)  Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. (b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. (c)  Menentukan dan mengatur hhubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.



-Asas Pengakuan Hak Ulayat (Pasal 3 UUPA) Dengan mengingat etentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. --Pasal 5 UUPA Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasioanal dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. -Asas Tanah mempunyai Fungsi Sosial (Pasal 6 UUPA) Semua ha katas tanah mempunyai fungsi sosial. -Asas Perlindungan (Pasal 9 (1) jo. pasal 21 ayat 1 UUPA): Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. -Asas Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan --(Pasal 9 (2)): Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. --Pasal 11 (20) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat diamana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah. -Asas Tanah untuk Pertanian Pasal 10 (1) UUPA Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak ats tanh pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan tau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. --Pasal 12 UUPA (1)  Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya. (2)   Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria. --Pasal 13. (1)  Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara



Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. (2)   Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasiorganisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. (3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang. (4)  Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria.    



Asas Tata Guna Tanah Pasal 7 UUPA Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. -



c. Hak ke-Agrariaan: 1) HM: 2) HGU: 3) HGB: 4) Hak Pakai: 5) HPL: 6) HPH: 7) Hak Gadai: 8) Hak Usaha Bagi-Hasil: 9) Hak Menumpang: 10) Hak Sewa: d. Penggunaan istilah : -BPN: Badan Pertanahan Nasional hanya meliputi ruang lingkup administrasi dan birokrasi pertanahan yang lebih sempit pemahamannya dibanding Agraria (tanah hanya berobyek tanah yang merupakan salah satu bagian dari obyek hukum agraria). Hal mana di dasarkan pada pemahaman Agraria dalam arti sempit yaitu Hukum Tanah adalah keseluruhan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang berupa lembaga hukum dan hubungan konkrit dengan tanah. -Agraria: obyek hukum agraria meliputi: bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hal mana di dasarkan pada pemahaman Agraria dalam arti luas yaitu suatu kelompok berbagai bidang hukum yang mengatur penguasaan atas sumber-sumber alam yang berupa lembaga hukum dan hubungan konkrit dengan sumber alam. --penggunaan istilah ini akan lebih tepat jika menggunakan istilah “AGRARIA” karena istilah tersebut berdemensi yang terintegrasi dengan masalah “Tata Guna Agraria” atau



“Agrarian Use Planning” yang meliputi: 1) Tata Guna Tanah (land use planning). 2) Tata Guna Air (water use palnning). 3) Tata Guna Ruang Angkasa (air use planning). 2. (a) Sertifikat adalah tanda bukti hak yang kuat. Apa maksudnya ? (b) Sistem apa yang dianut jelaskan kelebihan dan kekurangannya serta solusinya ? (c) Bagaimana agar kekuatannya maksimal ? a. Sertifikat adalah tanda bukti yang terkuat maksudnya selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. b. Konsep yang dipilih adalah Sistem publikasi yang digunakan UUPA dan PP No.24/1997 adalah stelsel publisitas negatif (berunsur positif). -Alasan pemilihan konsep ini adalah untuk efisiensi dan efektifitas pendafataran tanah, atas pertimbangan wilayah Indonesia yang terbentang dan terbagi atas pulau-pulau. -Penjelasan atas sistem tsb adalah: Sistemnya bukan negatif murni (mengandung unsure positif), karena dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, bahwa pendaftaran menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, demikian juga dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2), 32 ayat (2) dan 38 ayat(2). -artinya stelsel publisitas negatif, bentuk karakter negatif dinyatakan secara tegas dalam penjelasan pasal 32 PP No. 24 tahun 1997 yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan tidak menggunakan sistem publikasi positif, namun negatif. Karakter negatif muncul karena tidak adanya kompensasi yang diberikan apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam rangka penerbitan sertifikat hak atas tanahnya, yaitu terdaftarnya nama seseorang di dalam register bukanlah berarti absolute menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain -Berkarakter stelsel publisitas positif. Karakter positif tersebut dapat dilihat antara lain: 1) Adanya panitia pemeriksaan tanah "barrister and conveyancer" yang disebut panitya A dan B yang tugasnya melakukan pengujian dan penelitian " examiner of title". dari penelitian tersebut maka akan dilakukan pengujian dan menyimpulkan bahwa setidaknya berisi: pertama, lahan atau bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftaran adalah dalam keadaan baik dan jelas; kedua, bahwa atas permohonan tersebut tidak ada sengketa dalam kepemilikannya; ketiga, bahwa atas kenyakinan panitia permohonan tersebut dapat diberikan; keempat, bahwa terhadap alat bukti yang dijadikaan alas hak untuk pengajuan pendaftaran tidak ada orang yang berprasangka dan keberatan terhadap kepemilikan pemohon tersebut. Tujuannya untuk menjamin kepastian hukum tanah yang didaftarkan (pasal 19 UUPA). ---Dari mana sumber konsep tsb? Sumber konsep dari sistem pendaftaran yang berlaku di Australia yang lazim disebut Sistem Torrens. Torrens adalah nama penemu sistem tersebut. Sir Robert Richard



Torrens adalah anggota First Colonial Ministry dari provinsi South Australia, mengambil inisiatif untuk mengintroduksi pendaftaran tanah yang di Australia, yang dikenal sebagai Real Property Act Nomor. 15 Tahun 1857-1858. Sistem ini kemudian di dunia dikenal dengan sistem Torrens atau Torrens System. Konsep kepastian hukum pada Torens System adalah bersifat Indefeasible Title yaitu Negara menjamin kebenaran data-data tanah (baik yuridis maupun fisik) yang disajikan dalam buku tanah dan bertanggungjawab atas data-data tersebut sehingga, jaminan kepastian hukum atas data-data tersebut bersifat mutlak. Adanya jaminan konpensasi ganti rugi oleh Negara apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan prosedur. ---Kelebihan dan kelemahan konsep Torrens tsb? Pendaftaran tanah yang dianut oleh sistem Torrens ini tentu mempunyai kelebihan dan kelemahan. Keuntungan pendaftaran sistem Torrens ini, yaitu 1) menetapkan biayabiaya yang tak dapat diduga sebelumnya, 2) meniadakan pemeriksaan yang berulangulang, 3) meniadakan kebanyakan rekaman, 4) secara tegas menyatakan dasar haknya, 5) melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat, 6) meniadakan (hampir tak mungkin) pemalsuan, 7) tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan taksasi yang menjengkelkan (berbelit-belit), oleh karena yang memperoleh kemanfaatan dari sistem tersebut yang membayar biaya, 8) meniadakan alas hak pajak, 9) dia memberikan suatu alas hak yang abadi, oleh karena negara menjaminnya tanpa batas. Keuntungan yang terdapat dalam pendaftaran sistem Torrens tersebut, dapat diambil beberapa hal, yaitu 1) dia mengganti kepastian dari ketidak-pastian; 2) dia shilling dan waktu penyelesaian dari bulanan menjadi harian (efektif dan efisien); 3) dia mengubah menjadi singkat (efektif) serta jelas dari ketidakjelasan dan bertele-tele. --Kelemahannya adalah memerlukan penyidikan dan waktu yang cukup lama, kondisi geografis di Indonesia pada saat itu belum memungkinkan, akan tetapi kondisi sekarang dengan adanya tehnologi mutakhir semua kelemahan semestinya dapat diatasi, dengan penerapan tehnologi mutakhir dalam sistem pendafatarn atas tanah. --Solusi untuk mengatasi kelemahan kebijakan hukum pertanahan pada sistem pendaftaran tanah dalam pelaksanaan stelsel publisitas negatif (berunsur positif) pada sistem birokrasi dan pelayanan publik BPN, yaitu sistem tersebut perlu didukung dengan pembenahan substansi, struktur dan kultur yang baik, sehingga perlu dilakuka rule breaking ats kebijakan tsb, sebagai berikut: 1) Negara berserta seluruh komponen yang membidangi pertanahan, harus segera melakukan “Reforma Agraria” dengan melakukan rekonstruksi budaya (mental) dimulai sejak rekrutmen pejabat/pegawai BPN, pejabat/pegawai kecamatan dan pejabat/pegawai kelurahan, serta pengangkatan Notaris-PPAT dan melakukan rekonstruksi kebijakan hukum pertanahan pada pilihan stesel publisitas yang ideal untuk saat ini (menggunakan stelsel publisitas progresif) dalam sistem pendafataran tanah guna menunjang tertib hukum dalam sistem birokrasi dan



pelayanan publik BPN, sehingga bisa memberikan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum terhadap penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan HAT. 2) DPR dan Presiden harus segera melakukan penataan struktur kelembagaan, antar departemen terhadap HAT, sehingga secara struktural penataan tanah tidak terjadi tumpang tindih antar lembaga atau departemen. DPR dan Presiden harus secara tegas memberikan kewenangan kepada kepala BPN/Menteri Agraria atas penataan dan pengaturan semua urusan keagrariaan. DPR dan Presiden diharapkan bisa membentuk payung hukum dan sekaligus membuat kebijakan pembentukan hakim ad-hoc guna penyelesaian kasus-kasus sengketa pertanahan di tubuh BPN, khususnya yang terkait dengan penyelesaian sengketa tanah dengan model mediasi penal melalui lembaga ADR yang akan dibentuk pada tingkat pra-pendaftaran HAT. 3) Lembaga Legislatif bersama Pemerintah dan dukungan Stakeholders dan masyarakat bersama-sama melakukan rekonstruksi kebijakan hukum pertanahan, pada penataan terhadap struktur, substansi dan kultur sistem birokrasi dan pelayanan publik BPN. Hasil penelitian memberikan temuan dan analisis untuk mengetahui, mengidentifikasi, mengungkap, menggambarkan, dan menjelaskan berbagai konsep membangun sistem birokrasi dan pelayanan publik pertanahan, yang sinkron (sesuai) dengan kemajuan teknologi, untuk secara tegas merekomendasikan pada pemerintah agar BPN diwajibkan dan harus berani segera melaksanakan/mewujudkan/menerapkan pelayanan publik dengan konsep pelayanan on-line system pada sistem pendaftaran tanah) dan harmoni dengan budaya hukum Indonesia (terintegrasi dengan pemerintah Daerah), sehingga dalam penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, akan dapat menjamin kepastian dan perlindungan hukum. Khususnya dalam bentuk rekonstruksi kebijakan hukum pertanahan pada sistem birokrasi dan pelayanan publik BPN; di antaranya diperlukan rekonstruksi kebijakan hukum pertanahan, pada penambahan asas akurasi dan asas hak kodrati atas tanah (dengan tetap memperhatikan penguatan hak-hak rakyat dan fungsi sosial HAT termasuk hak masyarakat hukum adat terhadap hak atas tanah), maka perlu dilakukan pembenahan secara menyeluruh atas data base sebagai standarisasi bentuk birokrasi pertanahan baik pada pra-pendaftaran HAT, pelaksanaan pendafataran HAT, dan juga kejelasan bentuk pertanggungjawaban pada postpendafataran HAT, dengan pembenahan pada sistem pengawasan yang lebih responsif. c. Agar kekuatannya maksimal maksudnya yaitu yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik dan secara nyata menguasainya maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi mentuitut hak setelah 5 tahun sejak diterbitkannya Sertifikat itu tidak mengajukan keberatan ke Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau



gugatan ke pengadilan. (lihat PP No. 24 Tahun 1997 pasal 32 ayat 2). 3. Konsep Hukum Agraria atau Hukum Tanah Nasional: a. Jelaskan Hubungan Fungsional antara Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional ? -Hubungan Fungsional antara Hukum Adat dan HTN maksudnya bahwa pembangunan Hukum Tanah Nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma Hukum Adat dalam peraturan-peraturan perundang-undangan (menjadi Hukum yang tertulis). Dengan ketentuan bahwa selama peraturan-peraturan tersebut belum ada, maka normanorma Hukum Adat bersangkutan tetap berlaku penuh. Hukum Adat dalam UUPA sebagai dasar Hukum Tanah Nasional, artinya dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional Hukum Adat berfungsi sebagai sumber utama dalam memgambil bahan-bahan yang diperlukan, sehingga Hukum Adat dalam hubungannya dengan Hukum Tanah Nasional, bukanlah sekedar pemanis atau pernyataan kosong, melainkan harus diterima dan ditafsirkan sebagai kehendak yang sebenarnya dari pembentuk Undang-Undang yang melahirkan UUPA. Sedang dalam hubungannya dengan Hukum Tanah Nasional positif, norma-norma Hukum Adat berfungsi sebagai hukum yang melengkapi artinya keberadaannya sampai kapanpun harus dihormati serta tetap menjadi norma-norma atau nilai-nilai yang hidup. b. Kita ketahui, bahwa dalam Konsiderans dinyatakan oleh UUPA, bahwa "perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah." Juga, bahwa dalam pasal 5 ada pernyataan, bahwa "Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan angkasa ialah hukum adat." Jelaskan maksud dari konsideran tersebut ? -Perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah diartikan bahwa norma-norma hukum adat yang telah dibersihkan dari unsurunsur pengaruh asing dan norma hukum adat itu dalam kenyataannya masih hidup dan mengikat masyarakat. Konsiderans tersebut tersebut menunjukan, bahwa hukum adat merupakan sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional. Konsepsi hukum tanah nasional bertujuan untuk mengembangkan pengertian yang bersumber dari hak ulayat sebagaimana dalam Pasal 1 Ayat (2), serta memerhatikan rumusan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengakui dan menempatkan hak bangsa sebagai  hak penguasaan atas tanah yang tertinggi atas seluruh wilayah Indonesia sebagai kesatuan tanah air terhadap seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu sebagai bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa hak-hak penguasaan atas tanah yang lain, termasuk hak ulayat dan hak-hak individual atas tanah sebagaimana dimaksudkan oleh penjelasan umum secara langsung atau pun tidak langsung semuanya bersumber pada hak bangsa. c. Konsep Hukum Agraria/HTN yaitu: 1) Hukum Tanah Nasional bersifat komunalisti, yaitu ditunjukkan oleh Psal 1 ayat 2: Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagi karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.



2) Komunalistik yaitu memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hakhak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung kebersamaan. maka dalam Hukum Tanah Nasional semua tanah dalam wilayah Negara kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. 3) Hukum Tanah Nasional adalah Hak Bangsa Pasal 1  UUPA a)   Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia. b)   Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. c)   Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2)  pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi. --Jadi, bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia menjadi hak dari Bangsa Indonesia, tidak semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja. Demikian pula, tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Dalam pasal 3 ayat 3 ini berarti bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, maka dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut. 4) Hukum Tanah Nasional adalah Hak Menguasai oleh Negara. --Pasal 2 UUPA a)



Atas dasara ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.



--Perkataan “dikuasai” bukan berarti “dimiliki”  akan tetapi pengertian yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk pada tingkatan tertinggi. b)



Hak menguasai dari Negara termasud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk: (1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. (2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.



(3) Menentukan dan mengatur hhubungan-hubungan hukum antara orang-orang



dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa d. Herarki/tingkatan penguasaan HAT menurut UUPA: 1) Hak Bangsa Indonesia (Pasal 1) 2) Hak Menguasai dari Negara (Pasal 2) 3) Hak Ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan masih ada (Pasal 3) 4) Hak-hak Individual: a) Hak-hak atas tanah (Pasal 4); -primer : HM, HGU, HGB yang diberikan oleh negara, Hak Pakai Yang diberikan oleh negara (Pasal 16). -sekunder : HGU dan Hak Pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi-Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa dllnya (Pasal 37, 41, dan 53) b) Hak atas tanah Wakaf (Pasal 49); Hak jaminan atas tanah (Hak Tanggungan; Pasal 23, 33, 39, dan 51 UUPA dan UUHT No. 4 Th. 1996). Penjelasan dari herarki tsb adalah: --Pembentukan HTN (Hukum Tanah Nasional) yang diawali lahirnya UUPA berusaha melakukan unifikasi hukum tanah adat dan barat menjadi hukum tanah yang bersifat tunggal (Hak Penguasaan Atas Tanah). Tanah disini dimaknai secara filosofis yang cenderung diartikan sebagai land dan bukan soil. Sehingga tanah dipandang dari multi dimensional dan multi aspek. Urutan vertikal mengenai hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional (UUPA) dalam susunan berjenjang/Herarki: (1) Pertama: Hak bangsa, sebagai yang disebut dalam Pasal 1 UUPA, merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama. Hak bangsa ini dalam penjelasan Umum Angka II UUPA dinyatakan sebagai hak ulayat yang dingkat pada tingkat yang paling atas, pada tingkat nasional, meliputi semua tanah di seluruh wilayah negara. (2) Kedua: Hak menguasai dari negara sebagaimana yang disebut dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan hak penguasaan atas tanah sebagai penugasan pelaksanaan hak bangsa yang termasuk bidang hukum publik, meliputi semua tanah bersama bangsa Indonesia. (3) Ketiga: Hak ulayat, dari masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih ada, hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah bersama masyarakat hukum adat tertentu. Keempat: Hak perorangan yang memberikan kewenangan untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil manfaat tertentu dari suatu bidang tanah tertentu, yang terdiri dari : a) Hak atas tanah, berupa hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai,  hak milik atas satuan rumah susun, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan yang ketentun pokoknya terdapat dalam UUPA, serta hak lain dalam hukum adat setempat, yang merupakan hak penguasaan



atas tanah untuk dapat memberikan kewenangan kepada pemegang haknya, agar dapat memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki dalam memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya (Pasal 4, 9, 16, dan BAB II UUPA). b) Hak atas tanah wakaf, yang merupakan penguasaan atas suatu bidang tanah tertentu, bekas hak milik (wakaf) yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagalan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran agama islam (Pasal 49 UUPA jo Pasal 1 PP No. 28 tahun 1977). c) Hak tanggungan, sebagai satu-satunya lembaga jaminan hak atas tanah dalam hukum tanah nasional, merupakan hak penguasaan atas tanah yang memberi kewenangan kepada kreditor tertentu untuk menjual lelang bidang tanah tertentu yang dijadikan jaminan bagi pelunasan piutang tertentu dalam hal debitor cidera janji dan mengambil pelunasan dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului dari hak-hak kreditor (rechts prevelijk) yang lain (Pasal 57 UUPA jo Pasal 1 UU No. 4 tahun 1996). e. Tujuan akhir dari kebijakan agraria nasional adalah terwujudnya kondisi kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD NRI, UUPA dan TAP MPR IX/2001, sebagai konsekuensi dari pemberian Hak Menguasai Negara (HMN) atas pengelolaan pertanahan dan sumberdaya alam lainnya secara: 1) Berkeadilan: mengacu pada ketentuan menimbang huruf a TAP MPR No. IX Tahun 2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ditegaskan bahwa bahwa sumber daya agraria/sumber daya alam meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan Nasional yang wajib disyukuri. Oleh karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. 2) Transparansi, artinya kebijakan Agraria Nasional harus dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu mendapatkan diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan yaitu BPN, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau oleh masyarakat atau stakeholders. Transparansi harus menjadi salah satu solusi untuk mencapai good governance di bidang Agraria. 3) Partisipatif artinya bahwa kebijakan Agraria Nasional harus dibangun berdasarkan Peran serta masyarakat (partisipasi masyarakat dan stakeholders sangat penting untuk  dilibatkan) dalam pengkajian atas rencana, substansi kebijakan dan implementasi kebijakan Agraria Nasional, dengan tujuan membuat kebijakan agraria yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas secara adil. Kebijakan Agraria Nasional memerlukan data, informasi, dokumen/ referensi yang sesuai kemampuan memahami data, informasi, dokumen/referensi. Hal mana bisa dicapai jika kebijakan tersebut bersifat Partisipatif & Aspiratif. 4) Akuntabel artinya kebijakan Agraria Nasional berorientasi pada kegiatan penataan, penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah, dan harus secara



berencana dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional.Tata guna tanah harus diikuti dengan usaha untuk menata proyek-proyek pembangunan, baik yang diprakarsai pemerintah maupun yang tumbuh dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan daftar sekala prioritas, sehingga di satu pihak dapat tercapai tertib penggunaan tanah, sedangkan di pihak lain tetap dihormati peraturan perundangan yang berlaku. 4. Program Landreform dalam politik hukum agraria bertujuan memberdayakan petani dengan mewujudkan akses terhadap lapangan kerja, yang dijamin dengan akses terhadap modal dan pasar produksi. Program Landreform sangat ditentukan oleh kondisi suatu negara, sebab Landreform merupakan sasaran atau target yang harus diwujudkan oleh pemerintah suatu negara. Oleh karena itu, suatu negara yang telah beralih dari negara agraris menuju negara industri, berarti pemerintahnya mampu mewujudkan tujuan Landreform tersebut. a) Di Indonesia program Landreform meliputi: (1) Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah; (2) Larangan pemilikan tanah secara absentee atau guntai; (3) Reditribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah-tanah yang terkena larangan absentee, tanah-tanah bekas swapraja dan tanah-tanah negara; (4) Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan; (5) Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian; (6) Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian disertai larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil. b) Dasar utama dari landreform ialah UUPA masing-masing diatura pada: (1) Pasal 7 UUPA yang mengatakan: “Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan” (2) Pasal 10 UUPA Ayat 1: “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan; Ayat 2: “Pelaksanaan daripada ketentuan dalam ayat (1) Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan” (3) Pasal 17 UUPA Ayat 1; Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan dalam Pasal 2 Ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum; Ayat 2; Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat ; Ayat 3; Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh pemerintah dengan ganti rugi,untuk selanjutnya



dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah. Ayat 4; Tercapainya batas maksimum termaksud dalam ayat (1) ini yang akan ditetapkan dengan peraturan perundang-an,dilaksanakan secara berangsur-angsur. c) Langkah selanjutnya untuk mewujudkan program landreform tsb adalah: --Sebagai pelaksanaan dari ketentuan pokok yang telah disebutkan tadi telah ditetapkan Undang-undang nomor 38 Prp.tahun 1960 tentang penggunaan dan penetapan luas tanah untuk tanaman-tanaman tertentu, kemudian disempurnakan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 1964 (L.N. 1964 no.188).Undang-undang no.38 Prp. tahun 1960 disusul undang-undang lainnya yaitu undang- undang 56 Prp.tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.Pada mulanya keduanya dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pemgganti Undang-undang, kemudian berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1961 (L.N. 1961 no.3) disahkan menjadi Undang-undang. Sebagai aturan pelaksanaan dari perundang-undangan tersebut di atas berangsur-angsur kemudian keluar aturan pelaksanaannya yaitu : (1) Peraturan Pemerintah nomor 224/1960 tentang pembagian tanah dan pemberian ganti rugi (L.N.1961 no.280,T.L.N.232); (2) Keputusan Menteri Agraria tanggal 31 Desember 1960 nomor SK. 978/KA/1960 tentang penegasan luas maksimum tanah pertanian; (3) Keputusan Presiden tanggal 5 April 1961 no.131/1961 yang kemudian diubah dan diperbaiki dengan Keputusan Presiden tanggal 6 September 1961 no.509/1961 dan Keputusan Presiden tang-gal 17 Oktober 1964 no.263 tentang Organisasi pengelenggara-an Landreform; (4) Instruksi Menteri Dalam Negeri tanggal 18 September 1973 tentang larangan penguasaan tanah yang melampaui batas. 5. Istilah tata guna tanah biasa juga dikenal dengan istilah asingnya sebagai “Land Use Planning”. Apabila istilah tata guna tanah dikaitkan dengan obyek hukum agraria nasional (UUPA), maka penggunaan istilah tersebut kurang tepat. Hal ini dikarenakan obyek hukum agraria meliputi: bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan tata guna tanah hanya berobyek tanah yang merupakan salah satu bagian dari obyek hukum agraria. Maka istilah yang tepat adalah “Tata Guna Agraria” atau “Agrarian Use Planning” yang meliputi : a. Tata Guna Tanah (land use planning) b. Tata Guna Air (water use palnning) c. Tata Guna Ruang Angkasa (air use planning) -Dalam ketentuan menimbang huruf a TAP MPR No. IX Tahun 2001 Tentang Pembaruan Agraria Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ditegaskan bahwa sumber daya agraria/sumber daya alam meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan Nasional yang wajib disyukuri. Penjelasannya adalah -Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil



(Pasal 1 PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah). Tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya. Sedangkan pengertian penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang per orang, kelompok orang atau badan hukum dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1960 pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Sedangkan tanah menurut PP 16 Tahun 2004 ialah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Penatagunaan tanah merupakan bagian dari sub sistem penataan ruang wilayah yang dituangkan dalam rencana tata ruang wilayah. Rencana tata ruang wilayah ialah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek administrative dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan.