Bartolinitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Bartolinitis [PDF]

PRESENTASI KASUS

BARTOLINITIS

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit d

10 0 838 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

PRESENTASI KASUS



BARTOLINITIS



Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RST Tk II Soedjono Magelang



Pembimbing : dr. Susilowati , Sp.KK



Disusun oleh : Sonia Basaria Sagala 1610221089



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2016



LEMBAR PENGESAHAN



PRESENTASI KASUS



Bartolinitis



Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RST Tk II Soedjono Magelang



Oleh :



Sonia Basaria Sagala 1610221089



Magelang, Januari 2016 Telah dibimbing dan disahkan oleh, Dokter pembimbing



dr. Susilowati, Sp.KK



BAB I PENDAHULUAN



Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis mayor atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini. Kelenjar bartolini adalah kelenjar bilateral yang terletak pada vulva, normalnya diameter kurang dari 1 cm, dan sekresi mukus untuk lubrikasi vagina. Duktus pada bartolini, normalnya dilapisi oleh epitel transisional. Kelenjar bartolini dapat membesar dan melebar jika duktus tersumbat. Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartolin. Etiologi bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian dalam vagina. Infeksi alat kelamin wanita bagian bawah biasanya disebabkan oleh : virus (kondiloma akuminata dan herpes simpleks), jamur (kandida albikan), protozoa (amobiasis dan trikomoniasis), dan bakteri (neiseria gonore). Manifestasi klnis dari bartolinitis pada vulva adalah perubahan warna kulit, membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar, dan nyeri tekan. Selain itu, gejala lain adalah kelenjar bartolini membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan atau duduk, juga dapat disertai demam. Keluhan lain yang dapat muncul pada bartolinitis adalah keputihan, gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan suami, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin dan terdapat abses pada daerah kelamin. Bartolinitis merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dari 50 wanita akan mengalami bartolinitis dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.



Penyakit ini cukup sering rekurensi. Bartolinitis sering kali timbul pada gonorrhea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya streptokokus. Pada bartolinitis akut kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul didalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Anatomi Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal inferior.1 Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira-kira 2-2,5 cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palapasi. seperti pada gambar dibawah ini:



B. Histologi Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau kuboid. Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel epitel kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi abtara traktus urinarius dengan traktus genital.2,3



C. Fisiologi Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.



D. Kelainan pada kelenjar bartholin Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini. Kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.



Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini. Bentuk-bentuk kelainan pada kelenjar Bartholin :  Bartholinitis  Kista bartholini  Abses bartholini  Keganasan (berupa adenokarsinoma maupun karsinoma skuamosa)



1. Bartolinitis II.1 DEFINISI Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tidak bisa berjalan juga dapat disertai demam seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.



II.2 EPIDEMIOLOGI Bartolinitis merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dari 50 wanita akan mengalami bartolinitis dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.



II.3 ETIOLOGI Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian dalam vagina bagian luar. Mulai dari Chlamydia gonorroea dan sebagainya. Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas vagina. Biasanya disebabkan oleh :



a. Infeksi alat kelamin wanita bagian bawah biasanya disebabkan oleh : - Virus : kondiloma akuminata dan herpes simpleks - Jamur : kandida albikan - Protozoa : amobiasis dan trikomoniasis - Bakteri : neiseria gonorea b. Infeksi alat kelamin wanita bagian atas disebabkan oleh : - Virus : klamidia trakomatis dan parotitis epidemika - Jamur : asinomises - Bakteri :neiseria gonore, stafilokokus dan E.coli



II.4 GEJALA KLINIS Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri dan dispareunia. Penyakit ini cukup sering rekurens. Dapat terjadi berulang, akhirnya menahun dalam bentuk kista bartolin. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Biasanya, pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.



II.5 PATOFISIOLOGI Obstruksi dari saluran bartolini distal bisa karena retensi sekresi dengan resultan dilatasi saluran dan formasi kista. Kista bisa menjadi infeksi dan akhirnya berkembang menjadi abses. Kista saluran bartolini bisa saja tidak tampak sebelum menjadi abses. jika kista saluran bartolini tampak kecil dan tidak menjadi inflamasi, akan tampak asimptomatik. Jika kista menjadi infeksi, akan tampak bentuk abses. Obstruksi duktus  Penumpukan sekret mukus







Pembengkakan (kista bartholin)  Kista dapat



mengalami peradangan (bartholinitis) terutama bila terjadi infeksi  Kista yang terinfeksi dapat berkembang menjadi abses (abses bartholin).



II.6 GAMBARAN KLINIS Pada vulva terjadi perubahan warna, kulit,membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar, nyeri tekan. Kelenjar bartolin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan atau duduk, juga dapat disertai demam Kebanyakkan wanita dengan penderita ini datang ke sarana kesehatan dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan suami, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin. Terdapat abses pada daerah kelamin. Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa hapusan urethra dan vulva dengan metode blue atau gram, positif bila dijumpai banyak sel nanah dan diplokokkus intra maupun ekstraseluler. Pada bartholinitis akuta kelenjar membesar, merah nyeri dan lebih panas dari pd daerah sekitarnya.isinya cepat menjadi nanah yg dpt keluar melalui duktusnya, atau jika duktus tersumbat, mengumpul didalamnya menjadi abses yg kadang sebesar telur bebek. Jika abses perlu diberi antibiotik, jika bernanah mencari jalan sendiri atau dikeluarkan dg sayatan. Radang pd glandula Bartholini dpt terjadi berulang-ulang dan akhirnya dpt menjadi menahun dlm bentuk kista Bartholini.



II.6 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya, dengan beberapa….biasanya dapat menegakkan diagnosis. 1. Bartolinitis 2. Kista Bartolini 3. Abses Bartolini



II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium



2. Pemeriksaan Kultur  untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab infeksi dan untuk mengetahui ada tidaknya kaitan dengan penyakit menular seksual seperti Gonore. Dari pemeriksaan ini juga dapat diketahui antibiotik yang tepat untuk diberikan terhadap pasien.



II.8 PENATALAKSANAAN • Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin • Infeksi Neisseria gonorrhoe: Ciprofloxacin 500 mg single dose Ofloxacin 400 mg single dose Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil) Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil) • Infeksi Chlamidia trachomatis: Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po • Infeksi Escherichia coli: Ciprofoxacin 500 mg oral single dose Ofloxacin 400 mg oral single dose Cefixime 400 mg single dose • Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus : Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po. Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.



II.9 PROGNOSIS - Quo ad vitam



: Ad bonam



- Quo ad fungtionam



: Ad bonam



- Quo ad sanationam



: Dubia ad bonam



- Quo ad cosmeticum



: Ad bonam



2. Kista Bartolinitis II.1 DEFINISI Kista bartholini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktus bartholini



II.2 EPIDEMIOLOGI Kista Bartholini merupakan kista yang sering terjadi pada vulva. Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitiantelah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun). Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia reproduktif, antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.



II.3 ETIOLOGI Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat. Penyebab penyumbatan diduga akibat infeksi atau adanya pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. Penyebab sumbatan : 1. Infeksi Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang umum, seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia. 2. Non infeksi :  Stenosis / atresia congenital  Trauma mekanik  Inspissated mucous



II.4 GEJALA KLINIS Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit ini bisa menjadi asimptomatik. Biasanya ditemukan ketika seorang wanita datang ke dokter untuk pemeriksaan umum tanpa keluhan apapun, tanpa rasa sakit vagina. Kista Bartolini menyebabkan pembengkakan labia di satu sisi, dekat pintu masuk ke vagina. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri. Jika kista tumbuh



lebih



besar



dari



diameter



1



inci,



dapat



menyebabkan



ketidaknyamanan ketika duduk, atau selama hubungan seksual. Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar (berisi nanah, dan menjadi bengkak). Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva. Pasien berjalan mengegang ibarat menjepit bisul diselangkangan. Pada bartholinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas dari daerah sekitarnya.. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktus tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah akan mencari jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada kelenjar bartholin dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartholin.  Biasanya unilateral  Berbentuk bulat sampai oval, berukuran 1-5 cm  Tidak terasa nyeri  Terletak pada labia mayora bagian 1/3 posterior, menonjol ke arah introitus



 Kista yang membesar menimbulkan rasa tidak nyaman/mengganggu saat berjalan, duduk atau coitus  Bila meradang



: nyeri, demam, disertai tanda radang lainnya



 Bila terbentuk abses : fluktuasi (+)  Dapat disertai pembesaran kelenjar limph femoral dan inguinal



II.5 PATOFISIOLOGI  Bentuk Infeksi Bentuk kista duktus Bartholini akan berakibat langsung pada obstruksi saluran keluar. Sehingga produksi mukus untuk membasahi berkurang. Terlepas dari pengertian ini, penyebab utama dari terjadinya kista ini masih tidak diketahui. Bentuk abses cenderung berkembang pada populasi dengan penyebaran penduduk yang sama pada mereka yang beresiko tinggi terinfeksi penyakit menular seksual. Tercatat wanita dengan kista kelenjar duktus bartholini bilateral akan dianggap terinfeksi Neiseria Gonorrhoeae (GO). Akan tetapi penelitian telah membuktikan bahwa spektrum luas dari organisme yang bertanggung jawab atas terbentuknya kista dan abses ini, oleh Tanaka dan teman (2005) telah menguji 224 pasien dan hampir 2 spesies bakteri per kasus telah terisolasi. Mayoritas disebabkan oleh bakteri aerob, dengan E Coli pada umumnya. Yang menarik hanya 5 kasus



yang terkait Neiseria



Gonorrhoeae atau Chlamidyia Trachomatis. Teori lain, obstruksi duktus termasuk perubahan konsistensi mukus, trauma mekanik dari penjahitan episiotomi yang buruk, atau kelainan kongenital. Sejak penyimpanan mukus mudah menjadi kista distensi. Ukuran dan kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh stimulasi seksual. Karena itu, penumpukan cepat diobservasi selama rangsangan seksual memuncak.  Bentuk Keganasan Setelah menopause, kista dan abses duktus kelenjar Bartholini yang tidak biasa harus dicurigai sebagai keganasan. Karsinoma kelenjar Bartholini jarang dijumpai, insidensinya 0,1 per 100.000 wanita (Visco, 1996). Mayoritas lesi bersifat karsinoma skuamosa atau adenokarsinoma. Oleh



karena kanker jarang, eksisi kelenjar Bartholin tidak diindikasikan, sebagai gantinya pada wanita usia >40 tahun dengan drainase kista dan biopsi dari dinding kista cukup untuk menghilangkan kecurigaan kearah keganasan.



II.6 DIAGNOSIS Pembesaran kelenjar Bartholin dapat menyerupai massa vulvovaginal yang lainnya. Kebanyakan kista unilateral, bulat/lonjong, keras. Disekeliling abses secara khas ada eritem dan sakit pada palpasi. Massa biasanya terlokalisasi di labia mayor posterior atau vestibula bawah. Mengingat kebanyakan kista dan abses pasti asimetri dari anatomi labial, beberapa kista kecil terdeteksi dengan palpasi. Abses Bartholin yang pecah secara spontan akan memperlihatkan suatu area yang lembut dimana akan lebih mudah terjadi ruptur.



Pemeriksaan kista bartholini



Hasil pemeriksaan ginekologi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap Kista Bartholin adalah sebagai berikut: 



Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit, unilateral, dan tidak disertai dengan tanda – tanda selulitis di sekitarnya.







Jika berukuran besar, kista dapat tender.







Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent. Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap abses Bartholin sebagai berikut:







Pada perabaan teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah sekitar yangeritema dan edema.







Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses.







Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi







Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang purulen



Kista Bartholin harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva lainnya. Karena



kelenjar



Bartholin



mengecil



saat



usia



menopause,



suatu



pertumbuhan massa pada wanita postmenopause perlu dievaluasi terhadap tanda – tanda keganasan, terutama bila massanya bersifat irreguler, nodular, dan keras.



II.7 PENATALAKSANAAN Kista yang kecil, tanpa keluhan tidak perlu ditangani, kecuali untuk mengeluarkan neoplasma pada wanita 40 tahun lebih. Teknik multiple berlaku untuk penanganan kista yang menyebabkan gejala atau menjadi infeksi. Ini termasuk incisi dan drainasi, marsupialisasi, eksisi kelenjar bartholin yang terjadi pada kasus yang recurent. Seperti yang telah dijelaskan bahwa kista dapat terjadi berulang dan biasanya terinfeksi. Untuk itu pemberian antibiotik diperlukan untuk meringankan infeksinya kemudian dilakukan tindakan marsupialisasi. Pada wanita menopause, eksisi bedah dianjurkan karena risiko adenokarsinoma Bartholin, yang cenderung berada di jaringan yang berdekatan ke dinding kista. Salah satu penanganan kista dan abses kelenjar bartholin yang memiliki gejala nyeri dan pembengkakan pada kelenjar bartholin adalah incisi dan drainase. Anestesi lokal diinjeksikan diatas abses, dan incisi dibuat di permukaan sebelah dalam dari pintu masuk vagina. Setelah bahan abses dikeluarkan, rongga abses dibalut dengan gauze atau kateter kecil ( kateter word ).



Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin. Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline Kateter word ini memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin, setelah dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu, dan penderita dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin, secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak kelihatan. Ini menahan rongga terbuka dan membantu pengaliran berikutnya.



Kateter word



Dengan gauze, maka alat dikeluarkan setelah 24-48 jam. Jika memakai kateter kecil maka dibiarkan sampai beberapa minggu untuk mengurangi dari dampak rekuren. Karena penyebab kista bartholin juga bisa dari penyakit menular seksual maka pemberian antibiotik sangat dianjurkan. Kelenjar bartholini yang terinfeksi ditangani dengan antibiotik misalnya, Ceftriaxon 125 mg atau Cefixime 400 mg, Clindamycin atau flagyl dapat ditambahkan untuk kuman yang anaerob. Azitromisin dapat diberikan jika terdapat Chlamydia trachomonas.



Namun incisi dan drainase dapat memberikan bantuan yang sementara, namun pada akhirnya dapat menjadi terhambat dan berulang. Eksisi kista mungkin diperlukan dalam kasus berulang atau pada pasien pascamenopause.



Marsupialisasi atau pembentukan kantong, dipakai terutama untuk tindakan pembedahan eksteriorisasi kista dengan melakukan reseksi pada bagian dinding anterior dan jahitan pada bagian tepi irisan sisa kista ke tepi kulit yang terdekat, sehingga membentuk kantong yang sebelumnya merupakan kista tertutup. Pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word terjadi rekurensi. Prinsipnya membuat insisi elips dengan skalpel diluar atau didalam cincin hymen, tidak diluar labium mayor karena dapat timbul fistel selain itu hasilnya jadi jelek, insisi harus cukup dalam mengiris



kulit dan dinding kista dibawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi dibersihkan. Kemudian dinding kista didekatkan dg kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0 dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.



Teknik marsupialisasi :



1. Pemeriksaan dalam (PD) dikerjakan untuk mengetahui luasnya abses. 2. Labia ditarik kemudian dijahit, dan pintu masuk vagina terlihat, dan incisi dibuat di



atas mukosa vagina dan mempertemukan



pintu vagina dengan dinding kelenjar.



Dinding kista diincisi dan isi didalamnya terlihat.



Kandungan



abses



dikeluarkan



Ambil kultur dari abses dan dinding abses dipegang dengan klem Allis



Dinding kista dijahit dengan benang jahit absorbable 3.0 ke kulit introitus lateral dengan mukosa vagina medial



Marsupialisasi komplit, umumnya tidak dibutuhkan pembalutan atau drain, antibiotik diberikan berdasarkan hasil kultur. Dapat melakukan aktivitas seksual setelah 4 minggu.



Pengobatan Medikamentosa Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan abses bartholin: 1. Ceftriaxone Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose . 2. Ciprofloxacin Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNAgyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari 3. Doxycycline Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari 4. Azitromisin Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untuk C trachohomatis. Dosis yang dianjurkan: 1 g PO 1x



BAB III STATUS PASIEN



III.1 IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. S



Umur



: 36 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Alamat



: Rindam, Magelang



Agama



: Islam



Status



: Menikah



No. RM



: 147xxx



Masuk RS



: 12 Januari 2017



III.2 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan pada tanggal 12 Januari 2017, pukul 10.00 WIB  Keluhan utama Muncul benjolan di kemaluan  Riwayat penyakit sekarang Benjolan muncul kurang lebih 2 minggu yang lalu sehabis berhubungan seksual dengan suami. Pasien mengira hanya bengkak biasa sehabis berhubungan intim, namun benjolan tersebut tidak hilang saat diraba dan terasa nyeri. Awalnya benjolan tersebut kecil hanya sebesar kelereng namun lama – lama membesar. Pasien juga mengalami demam, sesudah demam turun benjolan tersebut membesar kembali. Benjolan tersebut berada di sebelah kanan pada bibir kemaluan. Benjolan disertai dengan kemerahan dan terasa sakit terutama saat berjalan dan duduk. Selain benjolan, terdapat cairan berwarna putih jumlahnya sedikit dan berbau amis yang keluar dari kemaluan pasien.



 Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.  Riwayat penyakit keluarga - Riwayat penyakit serupa seperti pasien, pada keluarga disangkal - Riwayat penyakit sistemik pada keluarga, disangkal  Riwayat pengobatan Pasien sudah minum obat seperti asam mefenamat dan amoksilin, nyerinya berkurang namun benjolannya tetap ada.



III.3 PEMERIKSAAN FISIK  Status generalis - Keadaan umum



: Tampak sakit ringan



- Kesadaran



: Kompos mentis



- Tekanan darah



: 110/70 mmHg



- Laju nadi



: 87 x/mnt



- Laju pernapasan



: 16 x/mnt



- Suhu



: 36,2 °C



- SpO2



: 98 %



- Head to toe



: Tidak dilakukan



 Status Venerologikus - Inguinal : KGB tidak teraba membesar, nyeri (-) - OUE : Eritema (+) - Liang Vagiana : Eritema (+), duh tubuh (+), berwarna putih jumlah sedikit dan berbau amis - Vulva : Tampak massa di labia minora dextra dengan diameter 1,5cm, disertai eritema - Perineum dan Anus : tidak ada kelainan



III.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG  Tidak dilakukan pada pasien, namun pada teori sebaiknya dilakukan pemeriksaan : - Laboratorium : darah lengkap, SGPT/SGOT, urea dan creatinin - Pemeriksaan Kultur  untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab infeksi dan untuk mengetahui ada tidaknya kaitan dengan penyakit menular seksual seperti Gonore. Dari pemeriksaan ini juga dapat diketahui antibiotik yang tepat untuk diberikan terhadap pasien.



III.5 RESUME Pasien (Ny. S, 36 th) datang dengan keluhan adanya benjolan di kemaluan. Benjolan muncul kurang lebih 2 minggu yang lalu sehabis berhubgungan seksual dengan suami. Pasien mengira hanya bengkak biasa sehabis berhubungan intim, namun benjolan tersebut tidak hilang saat diraba dan terasa nyeri. Benjolan tersebut berada di sebelah kanan pada bibir kemaluan. Benjolan disertai dengan kemerahan dan terasa sakit terutama saat berjalan dan duduk. Selain benjolan tersebut, terdapat cairan berwarna putih jumlahnya sedikit dan berbau amis yang keluar dari kemaluan pasien. Awalnya benjolan tersebut kecil hanya sebesar kelereng disertai dengan demam dan keputihan, kemudian bisa mengecil kembali. Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga pasien tidak ditemukan keluhan hal serupa. Pasien mengaku sudah mengkonsumsi obat seperti asam mefenamat dan amoksisilin



III.6 DIAGNOSIS BANDING Bartolinitis Kista bartolini Abses bartolini



III.7 DIAGNOSIS Bartolinitis



III.8 PENATALAKSANAAN Ciprofloxacin 2x500mg /7 hari Asam Mefenamat 3x500mg/5 hari Fusycom Cream



III.9 PROGNOSIS  Ad vitam



: dubia ad bonam



 Ad fungsionam



: dubia ad bonam



 Ad sanationam



: dubia ad bonam



BAB IV PEMBAHASAN



Bartolinitis merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dari 50 wanita akan mengalami bartolinitis dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini cukup sering rekurensi. Bartolinitis sering kali timbul pada gonorrhea, akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya streptokokus. Pada bartolinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul didalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan. Diagnosis bartolinitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus. Pada anamnesis didapatkan keluhan benjolan di kemaluan, yang dirasakan nyeri sejak kurang lebih dua minggu yang lalu. Benjolan tersebut berada di sebelah kanan pada bibir kemaluan. Benjolan yang disertai kemerahan terasa sakit terutama saat berjalan dan duduk. Selain benjolan tersebut, terdapat cairan berwarna putih, jumlahnya sedikit dan berbau yang keluar dari kemaluan pasien. Pasien mengaku nyeri saat berhubungan seksual dengan suaminya. Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Status venerologikus: Liang Vagina : Eritema (+), cairan berwarna putih (+), jumlah sedikit, dan berbau. Vulva : tampak massa di labia minora dextra dengan diameter ± 1,5cm, disertai eritema. Berdasarkan dari pemeriksaan fisik tersebut sesuai dengan teori tentang bartolinitis. Dalam menegakkan diagnosis bartholinitis, perlu juga dilakukan pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab infeksi dan



untuk mengetahui ada tidaknya kaitan dengan penyakit menular seksual seperti Gonore. Dari pemeriksaan ini juga dapat diketahui antibiotik yang tepat untuk diberikan terhadap pasien. Selain itu, perlu juga dipikirkan apabila terjadi pembengkakan pada kelenjar bartolini kemungkinan lain adalah kista bartolini dan abses bartolini. Kista bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimptomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Gejala yang paling umum seperti nyeri, dispareunia, rasa tidak nyaman saat duduk atau berjalan. Tanda kista bartolini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Ada kalanya bartolinitis menjadi abses karena duktus kelenjar tertutup dan terjadi proses pernanahan didalam kelenjar tersebut. Gambaran klinis pada abses bartolini yaitu akut, pembengkakan labia unilateral disertai nyeri. Abses bartolini biasanya berkembang selama dua sampai empat hari dan dapat menjadi lebih besar dari 8 cm. Cenderung pecah dan mengering empat sampai lima hari, dispareunia, kesulitan dalam berjalan atau duduk. Ditemukan adanya vaginal discharge terutama jika infeksi disebabkan oleh organisme menular seksual, dan dapat disertai demam. Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu secara umum dan khusus. Penatalaksanaa umum pada pasien ini yaitu dengan menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan pengobatannya. Penatalaksanaan khusus untuk pasien ini yaitu berupa terapi sistemik antibiotik spektrum luas. Diberikan Ciprofloxacin 500mg 2x sehari untuk menahan sintesis dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu juga diberikan Asam Mefenamat 500mg 3x sehari untuk mengurangi nyeri, serta diberikan antibiotic topical fusycom cream. Prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan secara teratur. Tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat rekurensi.



DAFTAR PUSTAKA



Alan H. DeCherney MD, Lauren Nathan MD, T. Murphy Goodwin MD, Neri Laufer MD. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. Chapter 37. Benign Disorders of the Vulva & Vagina. Copyright ©2006 The McGraw-Hill Companies. Bradshaw, Cuningham FG, Halvorson, Hoffman, Shaffer, Schorge. Williams Gynecology, Section 1 Benign General Gynecology, chapter 4. Benign Disorders of the Lower Reproductive Tract. New York : McGraw-Hill 2008 Bradshaw, Cuningham FG, Halvorson, Hoffman, Shaffer, Schorge. Williams Gynecology, Section 6 Atlas of Gynecologic Surgery, Chapter 41. Surgeries for Benign Gynecologic Benign General Gynecology. New York : McGraw-Hill 2008 Curtis, Michele G.; Overholt, Shelley; Hopkins, Michael P. Glass' Office Gynecology, 6th Edition, Chapter 5. Benign Disorders of the Vulva and Vagina. Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins. Fortner, Kimberly B.; Szymanski, Linda M.; Fox, Harold E.; Wallach, Edward E. Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, The 3rd Edition Gynecologic Oncology, chapter 40. Diseases of the Vulva. Copyright ©2007 Lippincott Williams & Wilkins. Wiknjosastro Hanifa, Prof, dr. DSOG. Bab 11 Radang dan beberapa penyakit lain pada alat-alat genital wanita. Ilmu Kandungan, Edisi kedua, Cetakan Ke VI. Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2008.