Basic Life Support [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BASIC LIFE SUPPORT TBM FKIK UI, TBM Medisar, TBM, Baswera Prada, TBMM Panacea, TBMM Humerus



1. BLS 1.1. Definisi BLS Basic Life Support adalah perawatan kegawatdaruratan medis yang diberikan kepada korban dengan keadaan atau cedera yang mengancam nyawa sebelum korban mendapatkan perawatan komprehensif di rumah sakit. Perawatan yang dimaksud dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti resusitasi jantung paru, kontrol perdarahan, asidosis dan keracunan, stabilisasi cedera dan luka, serta dasar pertolongan pertama.1 Basic Life Support yang dibahas pada bab ini dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung atau henti napas dan membutuhkan resusitasi jantung paru (RJP) atau Cardio-Pulmonary Resuscitation (CPR). Henti napas adalah berhentinya pernapasan spontan disebabkan gangguan jalan napas, baik parsial maupun total atau karena gangguan di pusat pernapasan, hal ini bisa menimbulkan henti jantung mendadak karena berhentinya suplai oksigen baik ke otak maupun ke otot jantung. Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif. Keadaan tersebut bisa disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau penyakit sekunder non-jantung. Henti napas dan henti jantung merupakan dua keadaan yang sering berkaitan, sehingga penatalaksanaannya tidak bisa terpisahkan. Tujuan utama pertolongan gawat darurat kardiovaskular adalah untuk mempertahankan, memelihara dan mengembalikan pasokan oksigen secara normal ke organ tubuh yang sangat membutuhkan oksigen seperti sel saraf, jantung, paru-paru, dan otak.2



1.2. Langkah-Langkah BLS 3 Ketika seorang penolong (melalui inspeksi) sudah mencurigai seseorang mengalami henti jantung di luar rumah sakit maka langkah-langkah pertolongan yang harus dilakukan secara sistematis adalah 3A, periksa kesadaran, panggil bantuan, lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP), gunakan Automatic External Debifrilator (AED), setelah stabil rujuk ke rumah sakit terdekat.



Gambar 1. Langkah-langkah pertolongan Basic Life Support (BLS) a.



3A: Amankan Diri, Amankan Lokasi, Amankan Pasien Sebelum masuk ke algoritma chain of survival, sebagai penolong terlatih harus memperhatikan keselamatan diri sendiri dengan menerapkan prinsip 3A, yakni anamankan diri, amankan lokasi, dan amankan korban. Amankan diri maksudnya adalah ketika melakukan pertolongan diharapkan penolong juga dalam keadaan aman, seperti memperthitungkan situasi tertentu yang dapat mengancam keselamatan penolong seperti pada kebakaran gedung, gempa bumi,tanah longsor, atau keadaan lain yang berbahaya jika penolong masuk ke area kejadian. Penolong juga wajib memakai alat pengaman diri untuk melindungi diri dari cairan tubuh pasien, seperti sarung tangan medis (hanscoen), masker, face shield, kaca mata, dan sepatu. Jika tidak tersedia alat pengaman diri di lokasi kejadian, penolong dapat menggunakan barang-barang sekitar sebagai alat pengaman diri seperti plastik sebagai sarung tangan. Prinsinya adalah penolong harus berupaya semaksimal mungkin agar tidak terkena cairan tubuh korban, yang mungkin saja bersifat infeksius bagi penolong. Memperkenalkan diri pada keluarga atau orang sekitar korban juga menjadi salah satu tindakan pengamanan diri dari tuduhan mencelakai korban sekaligus tindakan inform consent kepada keluarga untuk pertolongan yang akan diberikan. Memperkenalkan diri juga harus dilakukan dengan cepat dan efektif. Contohnya, “ selamat siang Ibu/Bapak saya Mawar, mahasiswa FK X, mohon izin untuk menolong korban”, atau “ selamat siang Ibu/Bapak, saya Melati, awam terlatih, mohon izin untuk melakukan pertolongan”. Selanjutnya adalah amankan lokasi. Amankan lokasi berarti penolong harus mendapatkan ruang yang sekondusif mungkin untuk memberikan



pertolongan. Mengamankan lokasi adalah mengatur situasi tempat pertolongan agar penolong dapat memberikan pertolongan dengan leluasa dan aman. Seperti meminta orang-orang yang berkerumun untuk mundur, meminta orang lain untuk membantu mengatur lalu lintas dan lain sebagainya. Mencari lokasi yang aman harus memerhatikan alas tempat korban akan dibaringkan. Dalam BLS dibutuhkan alas yang datar dan padat agar RJP yang diberikan dapat efektif. Yang ketiga adalah amankan korban dengan menilai resiko bahaya yang akan terjadi pada area kejadian. Seperti misalnya pada area kebakaran (red zone) penolong diharuskan untuk memindahkan pasien terlebih dahulu ke area kuning atau hijau lalu boleh memberikan pertolongan. Memberikan pertolongan di daerah merah akan sangat membahayakan korban dan juga penolong. Amanan korban juga dapat berarti memindahkan korban dari tempat kejadian yang kurang aman ke tempat pertolongan yang lebih aman. Seperti memindahkan dari jalan raya ke tepian jalan, dari lapangan olahraga ke luar lapangan, atau dari dalam gedung ke luar gedung yang sedang gempa. Melakukan transportasi korban sedapat mungkin dilakukan dalam kondisi korban yang stabil b.



Periksa Kesadaran Bagi awam, periksa kesadarah hanya dilakukan secara subjektif menentukan pasien ini sadar atau tidak sadar. Penilaian awam ini dapat melihat apakah mata korban terbuka atau tidak. Jika korban tidak membuka mata setelah dipanggil atau digoyangkan badannya maka dapat dikatakan korban tidak sadar. Berbeda dengan awam, tenaga kesehatan setidaknya dapat menggunakan pemeriksaan level kesadar AVPU. A: Alert (Awas) V: Voice (Respon terhadap suara) P: Pain (Respon terhadap nyeri) U: Unresponsive (tidak memberikan respon) A atau Alert artinya level kesadaran pasien masih baik, yakni dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Korban yang alert dapat mengetahui keberadaan orang-orang sekitarnya. Seperti misalnya, ketika enolong datang korban dapat menoleh kearah penolong. Level kesadaran Voice artinya pasien



memberikan respon ketika dirangsang dengan suara. Contohnya seorang korban yang bangaun ketika dipanggil,” Pak, Pak bangun, pak”. Level kesadaran Pain adalah korban tidak sadar dengan respon suara namun sadar dengan respon nyeri. Nyeri yang diberikan pada pasien dapat dilakukan dengna cara menekan kuku dengan pensil, menekan daerah sternum dengan keras di satu titik, atau menekan fossa supra orbita. Jika dengan meberikan rangsangan suara dan nyeri korban masih tidak dapat bangun maka level kesadaran korban adalah unresponsive. Walapun dengan cara yang berbeda memeriksa kesadaran harus dilakukan dengan cepat untuk mempercepat pertolongan yang didapatkan korban. c.



Panggil Bantuan Pertolongan dalam BLS hanya bersifat life saving yang sementara sehingga dibutuhkan fasilitas medis yang cukup untuk memberikan pertolongan lanjutan kepada korban. Setelah yakin bahwa pasien tidak sadar atau unresponsive maka selanjutnya yang dilakukan adalah memanggil bantuan. Memanggil bantuan yang dimaksud adalah meminta pertolongan kepada orang sekitar dan juga meminta pertolongan untuk tim medis yang lebih ahli. Tujuan dari panggil bantuan adalah memberikan pertolongan lebih lanjut sehingga diperlukan ambulan untuk membawa korban ke rumah sakit. Pihak yang bisa dimintai bantuan ambulan adalah AGD 118, Ambulan Dinas kesehatan Jakarta 119, atau Rumah Sakit terdekat. Sering kali penolong sulit untuk mendapatkan bantuan ambulan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masala tersebut adalah dengan mentraspor korban menggunakan taksi atau mobil pribadi miliki orang sekitar. Agar pertolongan yang diberikan sesuai maka penolong saat menelpon harus menyampaikan hal-hal yang penting seperti jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, kondisi korban, dan jenis bantuan yang dibutuhkan. Contoh,” selamat siang, ambulan 118, saya Mawar, mahasiswa FK X. Saya ingin menlaporkan terjadi kecelakaan motor di depan kampus FK X jumlah korban 1 orang laki-laki, keadaan unresponsive, saat ini akan dilakukan bantuan hidup dasar. Tolong kirimkan ambulan dengan peralatan lengkap. Terima kasih”.



d.



Algoritma BLS Untuk memberikan bantuan hidup dasar (basic life support-BLS) yang efektif, penolong harus menerapkan step-step berikut dengan sistematis. Step 1 : Periksa CAB secara simultan Step 2: Tangani C, jika aman lanjut ke step 3 Step 3: Tangani A, jika aman lanjut ke step 4 Step 4: Tangani B, jika sudah aman lakukan recovery position Tiga komponen vital yang harus diperhatikan dalam BLS adalah Airway (A), Breathing (B), dan Circulation (C). Hal pertama yang harus dilakukan seorang penolong ketika mencurigai korban henti jantung tak sadarkan diri adalah melakukan assessment ketiga komponen tersebut. Dalam memeriksa tidak ada komponen yang diprioritaskan sehingga pemeriksaan ABC dapat dilakukan secara simultan (sekaligus). Dari hasil pemeriksaan tersebut barulah diprioritaskan komponen yang akan ditatalaksana berdasarkan C>A>B. Jika hasil dari asessmen hanya terdapat satu komponan saja yang bermasalah maka segera tanganani komponen tersebut. Misalnya, ketika melakukan assesmen awal secara simultan didapatkan C teraba, B ada napas, namun Airway terdapat sumbatan maka tanganilah Airway pasien segera. Begitu pula jika yang bermasalah hanya Cirkulasi saja atau Breathing saja. Namun jika yang masalah lebih dari satu komponen maka penolong harus memprioritaskan C>A>B.



Gambar 2. Bagan pemeriksaan CAB secara simultan3



2. PENATALAKSANAAN AIRWAY Penilaian keadaan pasien dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda vital dan mekanisme trauma. Pada pasien yang terluka parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan ataupun sebagian, progresif maupun berulang. Airway merupakan prioritas utama pada critical care karena jika airway tersumbat, artinya aliran udara nafas tidak ada dan tidak beredarnya oksigen dalam sirkulasi darah, sehingga organ-organ vital mengalami penurunan fungsi. Pemeriksaan jalan nafas dilakukan untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Kelancaran jalan nafas dinilai meliputi obstruksi yang disebabkan oleh: benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur maksila/mandibula, fraktur laring dan fraktur trakhea. Usaha untuk membebaskan airway harus melindungi vertebrae cervical.4 Proteksi vertebrae cervicalis merupakan hal yang penting. ingat: anggaplah ada fraktur cervical pada setiap pasien multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan di atas klavikula. patokan urutan umum penanganan primary survey adalah:4 a.



Penilaian (mendeteksi patensi airway dan penilaian cepat adanya obstruksi)



1. Trauma maksilofasial (fraktur nasofaring & orofaring) 2. Trauma leher (luka tembus, kerusakan laring, kerusakan trachea, sumbatan jaringan lunak oleh darah) 3. Trauma laring (suara parau, emfisema subkutan, teraba fraktur) b.



Pengelolaan



1. Melakukan head tilt chin lift maneuver Pada pasien non-trauma cervical injury, teknik yang dapat dilakukan untuk membuka jalan nafas pada pasien ini adalah dengan teknik angkat kepala-angkat dagu (head tilt chin lift). Cara melakukan teknik head tilt chin lift : ü Letakan tangan kiri pada dahi pasien ü Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong ü Letakan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang pasien ü Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien secara bersamaan sampai kepala pasien pada posisi ekstensi



Gambar 3. Chin-lift Maneuver (Advance Trauma Life Support 9th Edition)5 2. Melakukan jaw thrust maneuver ü Letakan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien ü Kedua tangan memegang sisi kepala pasien ü Penolong memegang kedua sisi rahang ü Kedua tangan penolong menggerakan rahang ke posisi depan secara perlahan ü Pertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka



Gambar 4. Jaw-thrust Maneuver (Advance Trauma Life Support 9th Edition)5 3. Membersihkan airway dari benda asing Hal yang dapat dilakukan selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan pada mulut pasien apakah terdapat muntahan atau benda asing lainnya yang menyumbat jalan nafas. Apabila terdapat cairan atau terdengar suara gurgling maka cairan tersebut harus dihisap dengan kateter penghisap atau kepala pasien dimiringkan agar cairan tersebut dapat mengalir keluar dari mulut pasien. Apabila pasien dicurigai



cedera cervical maka teknik yang digunakan adalah log roll. Teknik ini membutuhkan kerjasama tim penolong sebanyak 3 orang dengan satu pemimpin atau pemberi aba-aba. Teknik ini juga dapat digunakan apabila penolong akan memasang papan pada bagian bawah pasien yang dicurigai cedera cervical untuk menghindari manipulasi pada leher yang berakibat fatal. Teknik ini yaitu: ü Penolong pertama sebagai pemimpin bertugas untuk memfiksasi leher dengan posisi berlutut berada di sisi kranial pasien. Penolong memegang kedua pundak pasien dengan ibu jari berada di bagian depan dan keempat jari lainnya berada di bagian belakang pundak sambil mendekatkan kedua lengan bawah di samping kepala pasien sehingga kepala dan leher pasien terfiksasi. ü Penolong kedua bertugas untuk memfiksasi tubuh bagian atas pasien dengan posisi berlutut berada di samping kanan tubuh bagian atas pasien. Kedua lengan penolong dilebarkan dengan tangan kiri memegang lutut kiri dan tangan kanan memegang bahu kiri pasien ü Penolong ketiga bertugas untuk memfiksasi tubuh bagian bawah pasien dengan posisi berlutut berada di samping kanan tungkai pasien. Kedua lengan penolong dilebarkan dengan tangan kiri memegang persendian kaki kiri dan tangan kanan memegang panggul kiri pasien ü Pemimpin memberikan aba-aba untuk bersiap secara bersama-sama memiringkan tubuh pasien ke kanan pada satu poros longitudinal ü Teknik ini dapat dilakukan pada sisi kiri pasien untuk memiringkan tubuh pasien ke kiri atau sebaliknya.



Gambar 5. Teknik Log Roll 4 Apabila dengan teknik menghisap cairan dengan kateter penghisap maupun teknik log roll tidak dapat berhasil mengeluarkan cairan dalam mulut pasien akibat cairan berupa lender yang kental maka dapat dilakukan teknik lain. Teknik ini



yaitu cross finger (ibu jari diletakan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban). Cara melakukan teknik cross finger : 1.



Silangkan ibu jari dan telunjuk penolong



2.



Letakan ibu jari pada gigi seri bawah korban/pasien dan jari telunjuk pada gigi seri atas



3.



Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut pasien



4.



Periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan atau benda asing yang menyumbat jalan nafas



Gambar 6. Teknik Cross Finger 4



3. PENATALAKSANAAN BREATHING Memastikan pasien bernafas taua tidak dilakukan dengan cara:4 Look à Lihat apakah ada tanda jejas, gerakan dada (gerakan bernafas), apakah gerakan tersebut simetris, penggunaan otot bantu nafas, frekuensi nafas, retraksi sela iga, sianosis pada kuku atau bibir. Listen à Dengarkan apakah suara nafas normal, apakah ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian) Feel



à Merasakan hembusan hawa ekspirasi dari lubang hidung atau mulut, apakah ada suara tambahan yang abnormal.



Gambar 7. Memeriksa pernapasan pasien4



Dalam pelaksanaannya, kadang kita mendapat suara tambahan. Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas antara lain: Snoring à suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukan pengecekan langsung dengan cara cross finger untuk membuka mulut. Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (contoh: gig palsu, dll). Gargling à suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (darah,dll) Crowing à suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena pembengkakan (edema) pada trachea. Tujuan primer pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertahankan oksigenasi adekuat untuk membuang CO2. Hal yang perlu diperhatikan saat memberi nafas bantuan antara lain:4 a.



Berikan nafas bantuan sesegera mungkin



b.



Berikan nafas bantuan sesuai dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali bantuan nafas setelah 30 kali kompresi pada kasus henti nafas dan henti sirkulasi



c.



Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung maupun mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) atau mulut ke masker.



3.1. Tanpa Alat a. Bantuan Nafas Mulut ke Mulut Teknik ini merupakan cara yang cepat dan mudah. Cara melakukan pertolongan adalah sebagai berikut :6,7 1. Posisikan diri di samping kanan pasien 2. Mempertahankan posisi head tilt chin lift 3. Jepit hidung pasien menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang melakukan head tilt chin lift 4. Buka sedikit mulut pasien 5. Tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir anda melingkari mulut pasien dengan menggunakan kain sebagai pembatas antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan penyakit.



6. Tiupkan udara secara lambat (setiap tiupan selama 1 detik pastikan sampai dada terangkat) 7. Mata memperhatikan gerakan pernapasan pada dada pasien.



Gambar 8. Pemberian bantuan nafas dari mulut ke mulut b. Bantuan Nafas Mulut ke Hidung Teknik ini dilakukan jika pernapasan mulut ke hidung tidak memungkinkan, misalnya pasien mengalami trismus. Cara melakukannya adalah sebagai berikut :6,7 1. Katupkan mulut pasien disertai dengan teknik chin lift 2. Buka mulut pasien saat ekshalasi



Gambar 9. Pemberian bantuan nafas dari mulut ke hidung c. Bantuan nafas dari mulut ke masker Cara melakukannya adalah sebagai berikut:1,2 1. Posisikan diri di samping kanan atau sisi atas (kranial) pasien 2. Mempertahankan posisi head tilt chin lift 3. Meletakan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C clamp (bila sendiri) yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong membentuk huruf “C” dan mempertahankan sungkup di muka pasien



4. Jari-jari ketiga, keempat dan kelima membentuk hufur “E” dengan meletakanya di bawah rahang untuk mengangkat dagu dan rahang bawah (ini akan mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka jalan nafas) 5. Tarik nafas panjang dan tiupkan udara secara lambat (setiap tiupan selama 1 detik, pastikan sampai dada terangkat) 6. Mata penolong memperhatikan dada pasien.



Gambar 10. Pemberian bantuan nafas dari mulut ke masker



3.2. Dengan Alat a. Ventilasi dengan alat bag-valve-mask Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang menempel pada sungkup muka. Volume kantung nafas ini 1600 ml. Alat ini bisa digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan disambungkan pada sumber O2. Bila alat tersebut disambungkan dengan O2, maka kecepatan aliran O2 bisa sampai 15 L/ menit.6



Gambar 11. Bag valve mask



Cara melakukannya adalah sebagai berikut :6,7 1. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah pasien 2. Meletakan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C clamp (bila sendiri) 3. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan ini adalah : ü Bila dengan 2 penolong, satu penolong pada posisi di atas kepala pasien menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah agar tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup dan mulut, jari-jari yang lain mengangkat rahang bawah dengan mengekstensikan kepala sembari melihat pergerakan dada. Penolong kedua secara perlahan memompa kantung sampai dada terangkat. ü Bila 1 penolong, dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir sungkup dan jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah (E-C clamp), tangan yang lain memompa kantung nafas. 4. Dapat juga dengan menghubungkan selang O2 dengan alat bag-valve-mask 5. Atur aliran O2 12-15 L/menit 6. Kecukupan ventilasi diamati dengan memperhatikan pergerakan dada pasien



Gambar 12. Bag-valve-mask



4. PENATALAKSANAAN CIRCULATION 4.1. Pada Neonatus8 Ketentuan untuk melakukan CPR pada neonatus menggunakan prinsip : a. Langkah Circulation-Airway-Breating (CAB) Langkah dalam kasus henti jantung neonatus dan anak sama dengan dewasa dikarenakan masih minimnya bukti untuk pemberian CPR pada neonatus dan anak. b. Laju dari Kompresi 100x – 120x/menit Pemberian laju kompresi sama dengan dewasa dikarenakan masih minimnya bukti untuk pemberian CPR pada neonatus dan anak.



c. Pemberian Kompresi saja tetap dapat dibenarkan Pemberian CPR dengan memberikan kompresi dan juga nafas merupakan tindakan paling efektif. Akan tetapi, pemberian kompresi saja tanpa pemberian nafas dapat dibenarkan karena sudah terbukti bahwa dengan pemberian kompresi saja sudah cukup efektif.



Gambar 13. (University of Washington School of Medicine)



4.2. Pada Anak8,9 Ketentuan untuk melakukan CPR pada anak dapat disamakan dengan neonates yaitu dengan ketentuan : a. Langkah Circulation-Airway-Breating (CAB) Langkah dalam kasus henti jantung neonatus dan anak sama dengan dewasa dikarenakan masih minimnya bukti untuk pemberian CPR pada neonatus dan anak. b. Laju dari Kompresi 100x – 120x/menit Pemberian laju kompresi sama dengan dewasa dikarenakan masih minimnya bukti untuk pemberian CPR pada neonatus dan anak.



c.



Pemberian Kompresi saja tetap dapat dibenarkan Pemberian CPR dengan memberikan kompresi dan juga nafas merupakan tindakan paling efektif. Akan tetapi, pemberian kompresi saja tanpa pemberian nafas dapat dibenarkan karena sudah terbukti bahwa dengan pemberian kompresi saja sudah cukup efektif. Letak perbedaan CPR pada anak, neonatus dan dewasa berada pada cara kompresi. Pada neonatus dan anak berusia kurang dari 1 tahun menggunakan 2 jari. Bagi anak dengan usia lebih dari 1 tahun menggunakan 1 tangan. Pada Dewasa menggunakan 2 tangan Berikut merupakan algoritma CPR pada anak berdasarkan AHA 2015



G Gambar 14. CPR pada anak dengan 1 penolong (2015 AHA Guidline Highlights)9



Gambar 15. CPR pada anak dengan 2 atau lebih penolong (2015 AHA Guidline Highlights)9



4.3. Pada Dewasa9,10,11 a. Baringkan korban di atas alas yang keras dan datar b. Penolong memosisikan tubuh di samping kanan korban c. Telusuri costae hingga menemukan titik tengah procc. Syphoid. Letakkan tangan pada 2 jari di atas procc. Syphoid, di tengah sternum.



Gambar 16. Posisi tangan untuk mengkompresi d.



Letakkan kedua tangan di atas di atas procc. Syphoid, di tengah sternum. Gunakan kedua tangan untuk memberikan kompresi pada korban tanpa menekuk kedua siku.



Gambar 17. Posisi tubuh penolong e.



Lakukan 30x kompresi 1. Kompresi dengan ritme yang adekuat dan teratur, kecepatan 100-120x / menit 2. Kompresi dengan kedalaman 11/2 -2 inci (3.4 – 5.0 cm) pada orang dewasa. 3. Berikan kesempatan pada jantung untuk melakukan full chest recoill



f.



Lakukan 2x napas buatan dalam jeda waktu 10 detik (1 detik @ napas) dengan melakukan head tilt, chin lift. Hindar ventilasi napas yang berlebihan.



g. Kembali lakukan step 3 -5 hingga 5 siklus CPR. Berikut merupakan algoritma CPR pada dewasa :



Gambar 18. Algoritma CPR pada dewasa (2015 AHA Guidline Highlights)9



4.4. Pada Lanjut Usia12 Pemberian CPR pada pasien lanjut usia pada umumnya disamakan dengan pasien dewasa. Akan tetapi, terdapat beberapa kesulitan dalam   resusitasi pasien geriatri. Kesulitan yang dialami bukanlah dalam prosedur pemberian CPR melainkan kesulitan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan dari CPR tersebut. Hal-hal ini disebabkan oleh perubahan patofisiologi akibat penuaan, khususnya sistem kardiovaskular. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat penurunan progresif dari kolagen, jaringan penyambung, dan lemak. Hal ini mengakibatkan penurunan compliance ventrikel, meningkatkan insidens sick sinus syndrome, atrium arrythmia, dan bundle branch block. Selain itu, juga terdapat pengerasan substansi pembuluh darah, mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik, peningkatan tahanan untuk pengosongan ventrikel, dan hipertrofi ventrikel. Perubahan-perubahan ini menuju kepada penurunan dalam laju jantung maksimal, kapasitas aerobik maksimal, puncak curah jantung saat latihan, dan puncak ejeksi fraksi



4.5. Prinsip Penggunaan AED13,14 a. Sebelum menggunakan AED, pastikan pasien berada di tempat yang kering atau bebas dari genangan air apapun karena air mengalirkan listrik b. Nyalakan AED dengan menekan tombol power on dan dengan mengangkat layar monitor ke atas. Langkat ini akan mengaktifkan dua fungsi, yaitu fungsi suara yang akan memberikan perintah darioperator serta fungsi perekaman ECG (Electrocardiogram). c. AED memiliki lembaran lengket yang memiliki sensor disebut elektroda. d. Buka bagian dada pasien. Keringkan dadanya jika basah. Jika pasien memiliki bulu dada yang tebal, anda mungkin perlu mencukurnya. Jika pada bagian dada pasien terdapat tempelan obat, lepaskan dan bersihkan obatnya sebelum memasang elektroda. Singkirkan kalung berbahan logam maupun logam pada bra. Logam juga dapat mengalirkan listrik dan menyebabkan luka bakar. e. Periksa tubuh pasien apakah terdapat alat medis yang terimplan seperti pacemaker dan implantable cardioverter defibrillator atau tidak. Periksa juga apakah pasien memiliki



gelang



peringatan



medis



atau



tidak.



Pada pasien dengan defibrillator terimplan, penolong masih dapat melakukan CPR dengan aman. Pada saat defibrillator tersebut mengalirkan listrik, penolong dapat



merasakan rasa menggelitik pada pasien. Perlu ditekankan bahwa pemberian arus listrik tersebut tidak akan membahayakan penolong. AHA merekomendasikan untuk memberikan waktu selama 30-60 detik kepada alat terimplan tersebut untuk menyelesaikan siklus terapinya sebelum melakukan defiribilasi secara eksternal f. Pasang 1 lembaran pada bagian tengah kanan dada di atas puting. Pasang 1 lembaran lainnya sedikit di bawah puting satunya lagi dan di sebelah kiri dinding dada. g. Bila tubuh terutama dada korban basah atau berkeringat, keringkan dengan kain atau handuk kering. Bila pad melekat pada rambut-rambut halus, lakukan penanganan yang dapat meminimalisir pelekatan pada rambut halus. Bila hal ini tidak ditangani, dan terdengar suara “check electrodes”, AED tidak akan berfungsi hingga masalah ini ditangani. h. Jika pasien memiliki alat yang terimplan, pasang elektroda dengan jarak minimal 1 inch dari alat terimplan atau tindikan sehingga arus listrik dapat mengalir dengan bebas antar 2 elektroda. Hal ini ditujukan untuk mencegah kerusakan pada pacemaker pada saat defibrilasi secara eksternal i. Periksa kembali apakah kabel terpasang dengan baik pada AED. Pastikan tidak ada yang menyentuh pasien kemudian tekan tombol “Analyze” dan dilanjutkan dengan menghindari segala pergerakan korban selama proses analisis. Kebanyakan AED membutuhkan waktu selama 5-15 detik untuk menganalisis ritme. AED akan mengeluarkan perintah “Stop CPR, do not touch patient, analyzing.” j. Sebelum penolong menekan tombol syok, pastikan tidak ada orang yang menyentuh tubuh korban. Selalu teriakan kalimat “Clear! Jauhi korban”. Semua orang yang ada di sekitar korban harus segera menjauh (cleared) pada step 3. Selalu periksa dengan seksama dan pastikan tidak ada orang yang melakukan kontak dengan korban. Bantuan oxygen harus segera dilepaskan karena dapat memicu terbakarnya AED. k. Ketika AED menampilkan signal “press to shock”, harus mengikuti perintah. Namun, penolong harus selalu memastikan bila tidak orang yang menyentuh tubuh korban dan tidak ada aliran oksigen yang mengalir. Syok akan membuat kontraksi pada tubuh korban secara tiba-tiba. l. AED akan melakukan syok sebanyak tiga kali dengan pengulangan analysis dan shock. Setelah itu, AED akan melakukan pengisian untuk pemberian CPR selama 2 menit. Setelah pemberian tiga kali syok



telah selesai, periksa tanda-tanda



sirkulasi. Bila belum ada, lakukan kompresi dan selamatkan ventilasi napas selama 2 menit. m. Jangan pernah melepaskan pad AED selama melakukan CPR n. Setelah 2 menit, AED akan mengintruksikan “Stop CPR, analysing”. AED akan menganalisis korban untuk mengetahui apakah korban dapat diberikan syok atau tidak. Bila iya, lakukan kembali langkah-langkah pemberian syok pada korban. o. Bila AED memberikan instruksi “no shock advised”, cek denyut nadi dan laju pernapasan korban. Bila ada, monitor jalan napas korban dan posisikan korban dalam posisi aman stabil.



Gambar 19. Letak Pad AED pada pria (National Heart Lung and Blood Institute13)



Gambar 20. Letak Pad AED pada wanita (National Heart Lung and Blood Institute13)



4.6. Rangkuman CPR9 Berikut merupakan tabel mengenai rangkuman High Quality CPR untuk penolong baik 1 penolong maupun 2 penolong



Gambar 21. (2015 AHA Guidelines Highlights)9



5. RECOVERY POSITION15,16,17 Posisi ini membantu korban semiconcscious atau unconscious untuk bernapas dan memungkinkan cairan mengalir dari hidung dan tenggorokan sehingga mereka tidak menghirupnya. Jangan gunakan posisi ini jika orang tersebut memiliki cedera utama, seperti cedera punggung atau cedera leher. Jika memungkinkan, tempatkan korban di sisi kiri nya untuk mengurangi risiko muntah. a. Dewasa Langkah-langkahnya : 1. Posisikan tangan kiri korban menjauhi ke kiri 2. Posisikan tangan kanan korban dengan punggung kanan tangan korban menyentuh pipi kiri korban. 3. Tekuk lutut kanan korban 4. Miringkan seluruh tubuh korban ke kiri dengan mendorong lutut korban yang tertekuk dan sambil menjaga stabilisasi kepala dan leher korban. Telapak kanan korban yang ada di pipi kiri menyentuh lantai, menyangga kepala korban, tetapi tetap jaga supaya kepala lebih rendah dari tubuh agar cairan dapat keluar dari mulut.



Gambar 22. Recovery Position (The Recovery Position - St John Ambulance)



Gambar 23. Langkah melakukan Recovery Position (BBC Bitesize - GCSE Physical Education)



Sangat penting untuk memeriksa napas korban terbuka, sehingga korban bisa bernapas dan darah atau muntah dari mulut mereka dapat keluar. Untuk melakukan hal ini, memiringkan kepala mereka kembali, dengan lembut memiringkan dagu mereka maju dan memastikan bahwa saluran napas mereka akan tetap terbuka dan jelas. Sampai bantuan tiba, tetap periksa bahwa korban bernapas. Jika korban berhenti bernapas, bersiap-siap untuk melakukan CPR (cardiopulmonary resuscitation). b.



Spinal Injury Jika korban dicurigai memiliki cedera tulang belakang, jangan mencoba untuk memindahkan mereka sampai layanan darurat datang. Jangan gunakan head-tilt, namun gunakan jaw-thrust, dengan cara meletakkan tangan Anda di kedua sisi wajah mereka dan dengan ujung jari Anda dengan lembut mengangkat rahang untuk membuka jalan napas. Jaga jangan sampai leher korban bergerak. Apabila ingin memiringkan mereka ke kiri, lakukan supaya punggung sampai kepala mereka selurus mungkin. Bila memungkinkan, cari 4 orang penolong, 2 di masing-masing sisi, supaya dapat menjaga kepala, tubuh dan kaki dalam sat ugaris lurus untuk korban dimiringkan.



Gambar 24. Recovery Position dengan kasus Spinal Injury (The Recovery Position - St John Ambulance) c.



Anak Tempatkan wajah bayi ke bawah lengan Anda dengan kepala sedikit lebih rendah dari tubuh. Posisikan kepala dan leher dengan tangan Anda, menjaga mulut dan hidung yang jelas. Menahan bayi di posisi ini akan menjaga jalan napas bayi tetap terbuka dan menghentikan bayi tersedak di lidah mereka atau menghirup muntah apapun.



Gambar 25. Recovery Position pada bayi (The Recovery Position - St John Ambulance)



6. RINGKASAN BLS 9 Komponen



Dewasa dan remaja



Anak-anak 1-8 tahun



Anak-anak