Behavioristik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “TEORI BEHAVIORISTIK” Diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran yang di ampu oleh: DR, Kartika Hajati, M.Pd



Disusun Oleh: Kelompok 1 (Satu) Yulisarah



H0416009



Darmawan



H0416011



Amiratu Assadia



H0416317



Rahmawati



H0416323



Arjun



H0416501



Sucipto Adiwiharja



H0416512



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SULAWESI BARAT MAJENE 2017



KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunianyalah saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Teori Behavioristik” tepat pada waktunya. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW. kepada keluarga, serta para sahabatnya dan seluruh umatnya yang tetap berpegang teguh pada ajaranNya dan yang selalu kita nantikan syafaatnya di yaumul kiyamah nanti. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran yang di ampu oleh Ibu Dr. KARTIKA HAJATI, M.Pd. Dalam penyusunan makalah ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, sehingga adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak manapun sangat diharapkan demi kesempurnaan selanjutnya, saya juga berharap semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini. Majene, 4 November 2017



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................................................1 B. Rumusan Masalah.......................................................................................1 C. Tujuan......................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Belajar menurut teori Behavioristik......................................... 3 B. Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik..................................................3 C. Tokoh-tokoh aliran behavioristik................................................................4 D. 4 Landasan teori Behavioristik................................................................... 9 E. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik....................................... 14 F. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran...................... 15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................ 18 B. Saran ......................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 19



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang



disampaikan.



Namun



bagaimana



melibatkan



individu



secara



aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya.



Pembelajaran merupakan



suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu teori Behavioristik? 2. Apa pengertian belajar menurut teori Behavioristik? 3. Apa saja landasan teori behavioristik? 4. Apa saja kekurangan dan kelebihan teori behavioristik? 5. Bagaimana aplikasi teori Behavioristik daam pembelajaran?



1



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa itu teori Behavioristik. 2. Untuk mengetahui apa pengertian belajar menurut teori Behavioristik. 3. Untuk mengetahui apa saja landasan teori behavioristik. 4. Untuk mengetahui apa saja kekurangan dan kelebihan teori behavioristik. 5. Untuk



mengetahui



bagaimana



pembelajaran.



2



aplikasi



teori



Behavioristik



daam



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Belajar menurut teori Behavioristik Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya. Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon. B. Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik 1. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak. 2. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari. 3. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satusatunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar. 3



4. Dalam



perkembangannya,



pandangan



Watson



yang



ekstrem



ini



dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi. 5. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi. 6. Banyak ahli membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan. C. Tokoh-tokoh aliran behavioristik 1. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Teori Thorndike ini sering disebut teori koneksionisme. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.



4



Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu : a. The Law of Effect (Hukum Akibat). Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya. b. The Law of Exercise (Hukum Latihan) Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: The Law of Use : hubunganhubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. The Law of Disue : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut. c. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan). Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan



5



cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. 2. John Watson (1878 – 1958) Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Pandangan utama Watson: a. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned. b. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p.173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will. c. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani



6



terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.] d. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports. e. Secara



bertahap



Watson



menolak



konsep



insting,



mulai



dari



karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain. f. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah. g. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh smana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan. h. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya. i. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus



7



oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol. 3. Clark L. Hull (1884 – 1952) Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Prinsip-prinsip utama teorinya : Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor. Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma)). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organism. 4. Edwin Guthrie. Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang



8



dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. 5. Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990). Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan lagi. D. 4 Landasan teori Behavioristik 1. Koneksionisme (connectionism) Koneksionisme (connectionism), merupaakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak



9



lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa yang menguasai stimulusrespons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-ulangan. Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949), dengan eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu: a. Law of readines, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan tersebut karena individu yang siap untuk merespon serta merespon akan menghasilkan respon yang memuaskan b. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang apa yang telah didapat. c. Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. 2. Pengkondisian (conditioning) Pengkondisian (conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme. Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat adalah sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar



10



kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat-alat yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan sebuah bunyi-bunyian. Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan 2 macam refleks, yaitu refleks bawaan dan refleks hasil belajar. Sebenarnya hasil-hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang kita perlukan sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan belajar yang perlu diperhatikan antara lain ialah bahwa dalam belajar perlu adanya latihanlatihan dan kebiasaan-kebiasaan yang telah melekat pada diri dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses belajar yang bersifat skill. 3. Penguatan (reinforcement) Penguatan (reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian



(conditioning)



yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya. Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak itu akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi. 4. Operant conditioning Operant conditioning, Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon .tingkah laku respon yang terjadi dari suatu rangsangan. Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan stimulus-respons. Tetapi berbeda dengan para



11



pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang. Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan. Beberapa konsep yang berhubungan dengan operant conditioning: a. Penguatan positiv (positeve reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan



mengulangi



prestasi



itu



dengan



harapan



dapat



hadiah



lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian). b. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya. c. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman. Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak



12



pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat



(reinforcement),



merupakan



program



pembelajaran



yang



menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping. Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi. Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.



13



E. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik  Kelebihan Teori Behavioristik 1. Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar. 2. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan. 3. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak. 4. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal. 5. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagianbagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu. 6. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul. 7. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. 8. Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung  Kekurangan Teori Behavioristik 1. Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.



14



2. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini. 3. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif. 4. Penggunaan



hukuman



yang



sangat



dihindari



oleh



para



tokoh



behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa. 5. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru. 6. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa. 7. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif. 8. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. 9. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. F. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau



15



pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus



16



dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.



17



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan: 1. Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. 2. Teori



behaviristik



terdiri



dari



dari



4



landasan:



koneksionisme,



pengkondisian, penguatan, dan Operant conditioning. 3. Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. 4. Teori behavioristik tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. 5. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. B. Saran Kita sebagai calon guru harusnya mampu mendidik para peserta didik kita dengan baik, dengan metode serta teori yang tepat sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Oleh karena itu pelajarilah teori-teori pembelajaran yang ada agar kita mampu menemukan kecocokan dalam metode mengajar yang tepat.



18



DAFTAR PUSTAKA Mulyana.



2017. Teori Belajar Behavioristik.https://sites.google.com/site /mulyanabanten/home/teori-belajar-behavioristik. Diakses pada hari Senin, 29 Oktober 2017 pada pukul 19:00 WITA.



Nudistaku. 2013. Makalah Teori Belajar Behavioristik. http://nudistaku. blogspot.co.id/2013/11/makalah-teori-belajar-behavioristik_9.html. Diakses pada hari Senin, 29 Oktober 2017 pada pukul 19:30 WITA. Elyrahmawati. 2015. Teori Belajar Behavioristik. http://elyrahmawati.web. unej.ac.id/2015/05/20/teori-belajar-behavioristik/. Diakses pada hari Sabtu, 4 November 2017 pada pukul 06:00 WITA. Teori Belajar. 2017. Teori Belajar Psikologi Behavioristik. http://teoribagus.com /teori-belajar-psikologi-behavioristik. Diakses pada hari Sabtu, 4 November 2017 pada pukul 07:00 WITA.



19