Biografi Sultan Hasanudin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIOGRAFI SULTAN HASANUDIN



Ayam Jantan dari Timur, pasti sudah tidak asing lagi dengan julukan tersebut. Siapa lagi kalau bukan Sultan Hasanudin, seorang pahlawan nasional Indonesia yang terkenal karena memiliki keberanian dan sifat yang gigih untuk membela Indonesia dari penjajahan pasukan Belanda.Semangat juang dan sikap nasionalisme membuat Sultan Hasanudin dinobatkan menjadi salah satu pahlawan nasional. Sultan Hasanudin sebagai pahlawan nasional yang juga merupakan Raja Gowa di usia muda membuktikan bahwa beliau adalah orang yang berani, tidak mudah menyerah, mempunyai semangat patriotisme yang sudah tidak diragukan lagi. Karena itu, artikel ini kan membahas perjalan hidup atau biografi Sultan Hasanudin.



Nama Lengkap I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Nama Populer Sultan Hasanudin Tempat Lahir, Tanggal Lahir Gowa, Sulawesi Selatan,12 Januari 1631 Meninggal Gowa, 12 Juni 1670 (pada umur 39 tahun) Agama Islam Orang tua Sultan Malikussaid (Ayah) - Sabbe To’mo Lakuntu (Ibu) Istri I Bate Daeng Tommi, I Mami Daeng Sangnging, I Daeng Talele, dan I Hatijah I Lo’mo Tobo Anak Karaeng Galesong, Sultan Amir Hamzah, Sultan Muhammad Ali Dikenal dengan nama Sultan Hasanudin, beliau lahir dengan nama asli I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mttawang Karaeng Bonto Mangape. Sultan Hasanudin lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Januari 1631 M dan Meninggal di usia yang masih terbilang cukup muda, yaitu 39 tahun pada 12 Juni 1670. Beliau kemudian dimakamkan di Komplek Pemakaman Raja-raja Gowa, Sulawesi Selatan. Sultan Hasanudin atau I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mttawang Karaeng Bonto Mangape dilahirkan dari seorang Ibu bernama Sabbe To’mo Lakuntu dan Ayah Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke 15. Beliau merupakan anak kedua dan mempunyai 3 saudara yakni Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je’ne, Karaeng Bonto Majanang, dan Karaeng Tololo. Sebelumnya, Sultan Hasanudin memiliki nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mttawang Karaeng Bonto Mangape, namun setelah memeluk agama Islam, beliau mengganti nama menjadi Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, atau lebih dikenal degan sebutan Sultan Hasanudin saja. Sultan Hasanudin melakukan pembelajaran atau pendidikan di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Masjid Bontoala yang membuatnya



menjadi pemuda religius, jujur, berani, namun tetap rendah hati dengan jiwa patriotisme yang tinggi. SULTAN HASANUDIN MENJADI RAJA GOWA Sultan Hasanudin kecil telah memiliki ciri-ciri kepemimpinan, kecerdasan, serta rajin dalam belajar banyak hal. Karenanya, beliau lebih unggul dibandingkan ketiga saudaranya yang lain. Kepandaian dalam bersosialisasi dengan banyak orang dalam istana maupun pendatang seperti pedagang membuatnya lebih dikenal. Kerajaan Gowa, merupakan salah satu kerajaan, yang waktu itu merupakan salah satu kerajaan yang menjadi incaran pemerintah Belanda, karena Gowa adalah kerajaan besar di wilayah timur yang menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Sultan Hasanudin kecil berusia 8 tahun sudah ditinggalkan oleh kakeknya, Raja Gowa ke 14, dan digantikan oleh ayahnya, Sultan Malikussaid sebagai Raja Gowa ke 15 pada 15 Juni 1639. Semenjak kepemimpinan ayahnya, Hasanudin telah diajari berbagai macam hal tentang kepemimpinan, ilmu pemerintahan, hingga strategi perang. Di Usia yang masih sangat muda, yakni 21 tahun, Hasanudin telah diberikan kepercayaan untuk membantu ayahnya bertahan dari pemerintahan Hindia Belanda. Pada Noember 1653, di usia muda 22 tahun, Sultan Hasanudin diangkat menjadi Raja Gowa ke 16. Sultan Hasanudin diperintahkan oleh ayahnya sebelum wafat agar menjadi pemimpin yang berani dan berpengetahuan. PERJUANGAN MELAWAN PEMERINTAHAN BELANDA Saat Sultan Hasanudin menjadi Raja Gowa ke 16. Pemerintah Belanda sangat ingin memonopoli rempah-rempah, yang saat itu sedang dikuasai oleh kerajaan Gowa. Belanda melalui VOC, melarang daerah Makassar untuk melakukan perdagangan dengan berbagai negara, yang merupakan musuh belanda seperti Portugis. Keinginan tersebut di tolak mentah-mentah oleh Sultan Hasanudin. Tahun 1966, pemerintahan Belanda di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Spellman yang ingin menguasai semua kerajaan kecil di wilayah timur Nusantara. Namun, untuk menaklukkan kerajaan Gowa, mereka belum berhasil karena Sultan Hasanudin menggabungkan beberapa kerajaan kecil bagian timur Nusantara untuk melawan pemerintahan Belanda saat itu. Peperangan selalu terjadi di antara kerajaan Gowa dan Pemerintah Belanda dan diakhiri dengan perjanjian perdamaian dan gencatan senjata. Namun Belanda selalu melanggar perjanjian tersebut dan tentunya hal itu merugikan Sultan Hasanudin dan Kerajaan Gowa yang dipimpinnya. Belanda tidak mau kalah dan slelau mendesak kerajaan Gowa dengan menambah pasukan peperangan dan akhirnya membuat Gowa semakin lemah. Pada 18 Noember 1667, Sultan Hasanudin bersedia melakukan Perjanjian Bungaya yang membuat Kerajaan Gowa sangat dirugikan dan membuat perang pecah kembali pada 12 April 1668. Sultan Hasanudin dan pasukan Kerajaan Gowa melakukan peperangan dan perlawanan yang sengit. Namun, pada 24 Juni 1969, tentara luar membantu pemerintah Belanda dan berhasil melumpuhkan Benteng Sombaopu, benteng pertahanan paling kuat dalam Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa sempat terpecah belah karena desakan dari pemerintah Belanda hingga pemuka kerajaan Gowa seperti Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese menyerah. Namun, Sultan Hasanudin tetap pada pendiriannya, tetap bersiteguh untuk terus melawan dan enggan bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Namun kemudian, pada 29 Juni 1969, Sultan Hasanudin turun dari tahta Raja Gowa dan digantikan oleh anaknya yang bernama I Mappasomba Daeng Nguraga yang bergelar Sultan Amir Hamzah sebagai Raja Gowa ke 17. Setelahnya, pada 12 Juni 1670 Sutan Hasanudin meninggal dunia dalam usia 39 tahun dan dimakamkan di pemakaman Raja Gowa dalam benteng Kale Gowa, Talamate.



SULTAN HASANUDIN SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL Karena memiliki sifat gigih dan berani, Sultan Hasanudin diberikan julukan de Haav van de Oesten, alias Ayam Jantan dari Timur, dalam melawan Kolonial Belanda. Karena jasanya yang sangat besar dengan semangat juang, jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi, Sultan Hasanudin ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional. Keputusan ini berdasarkan Surat Keputusan Republik Indonesia No. 087/TK/1973 pada tanggal 6 November 1973. Selain ditetapkan dan diabadikan sebagai nama pahlawan nasional yang berjasa dalam melawanian kolonialisme Belanda, nama Sultan Hasanudin juga diabadikan sebagai nama Bandar Udara yang terkenal di Makassar yaitu Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin. Namanya yang sangat besar dan jasanya yang terkenal di Makassar, membuat nama beliau juga diabadikan sebagai nama salah satu universitas ternama di Makassar yaitu Universitas Hasanudin dan diabadikan pula sebagai nama jalan di berbagai kawasan baik di Makassar maupun di berbagai nama jalan pahlawan di Indonesia. Tak hanya diabadikan sebagai pahlawan nasional, nama bandar udara internasional, nama universitas, dan nama jalan. Nama beliau juga diabadikan sebagai salah satu perangko di Indonesia bergambarkan beliau dan bertuliskan nama beliau, Sultan Hasanudin Sultan Gowa XI. Sultan Hasanudin, sang ayam jantan dari timur, membuat perlawanan yang sangat kuat terhadap kolonialisme belanda. Hal ini tentu harus kita petik pelajarannya. Bahwa, meskipun tidak didukung oleh teknologi semaju Belanda, pasukan yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin sanggup membuat Belanda kewalahan.