Buku Ajar Sistem Transportasi Laut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 KONSEP TRANSPORTASI LAUT



1.1



Pengertian Transportasi Transportasi merupakan sarana Bantu yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Melalui sarana Bantu inilah peradaban manusia terbentuk dan mencapai wujudnya seperti saat ini (kehidupan modern yang bercirikan ketergantungan terhadap teknologi). Semakin tinggi peradaban suatu kelompok masyarakat, semakin tinggi pula tingkat ketergantungan terhadap sarana transportasi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa manusia sangat tergantung kepada transportasi yang merupakan alat Bantu untuk mencapai suatu tujuan. Secara khusus moda transportasi yang konvensional (darat, laut dan udara) dapat lebih diperinci menjadi 5 (lima) komponen. Hal ini disebabkan karena semakin berkembangnya teknologi di segala sektor termasuk di sektor transportasi. Adapun kelima moda transportasi tersebut adalah : (1)



Dengan kereta api,



(2)



Melalui perairan (dengan kapal),



(3)



Dengan truk,



(4)



Dengan Pesawat udara,



(5)



Melalui pipa.



Walaupun terdapat beberapa ragam sarana transportasi, kesemuanya memiliki kesamaan yaitu memiliki elemen yang sama (Common factor) pada saat dilakukan aktivitas transportasi. Terdapat 3 (tiga) common factor yang terlibat dalam aktivitas transportasi, yaitu :



1



(1)



Komoditi (barang ataupun manusia) yang diangkut/dipindahkan



(2)



Tersedianya alat angkut



(3)



Terdapat rute yang dapat dilalui beserta prasarana penunjangnya seperti (terminal, pelabuhan dan Bandar udara)



Sinergi ketiga elemen transportasi tersebut berfungsi untuk meningkatkan nilai komoditi yang diangkut. Peningkatan nilai yang terjadi dapat berupa : (4)



Nilai tempat (place utility) Nilai tempat terjadi jika barang (atau manusia) dipindahkan dari suatu tepat (asal) ke suatu tempat (tujuan) dimana barang (atau manusia) tersebut bernilai lebih tinggi.



(5)



Nilai waktu (time utility) Nilai waktu berarti bahwa layanan transportasi terjadi pada saat diperlukan.



1.2



Pengertian transportasi Laut dan Elemen-elemennya Transportasi laut bukanlah suatu sistem yang terdiri sendiri, tetapi merupakan mata rantai dari moda transportasi yang lain. Porsi peran transportasi laut tergantung dari kondisi geografis serta pola perdagangan suatu wilayah/negara. Elemen transportasi laut dapat dibedakan menajdi 2 (dua), yaitu : (6)



Komponen utama Komponen utama adalah komoditi dan kapal sebagai alat angkut. Komoditi mulanya dimiliki oleh pemilik barang (cargo owner). Dalam aktivitas transportasi laut, cargo owner berkedudukan sebagai pengirim



barang



(shipper)



yaitu



individu



atau



badan



hukum/perusahaan yang memiliki muatan untuk dikirim dari suatu pelabuhan adalah tertentu (pelabuhan pemuatan) guna diangkut ke 2



suatu



pelabuhan



tujuan.



Sedangkan



kapal



disebut



sebagai



pengangkut barang (carrier) yakni suatu perusahaan pelayaran selaku operator atau pemilik kapal (shipowner) yang melaksanakan pengangkutan barang dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan. Dalam melakukan aktivitasnya, shipowner akan menunjuk sebuah agen pelayaran (shipping agent) untuk mewakili aktivitasnya di suatu daerah. Agen pelayaran (shipping agent) adalah individu atau badan hukum



yang



bertindak



mewakili



segala



kepentingan



suatu



perusahaan pelayaran / shipowner dalam jangka waktu tertentu baik secara tetap maupun sementara. Pihak terakhir selaku penerima barang disebut pula sebagai consignee (7)



Komponen pendukung Komponen



pendukung



adalah



pelabuhan



beserta



perangkat



pendukungnya. Perangkat pendukung yang dimaksud dapat berupa perusahaan jasa ekspedisi muatan kapal laut (EMKL/forwarder), perusahaan



pergudangan



(warehousing),



stevedoring,



serta



perusahaan lighterage. Forwarder adalah orang atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha pengurusan berbagai macam dokumen dan formalitas yang diperlakukan untuk memasukkan maupun mengeluarkan barang dari kapal atau gudang pelabuhan. Warehousing merupakan usaha penyimpanan barang-barang di dalam gudang pelabuhan menunggu untuk dimuat ke dalam sebuah kapal, atau menunggu untuk dikeluarkan dari gudang (gudang pabean) yang berada di bawah pengawasan pihak bea cukai (setelah dibongkar dari sebuah kapal). Stevedoring adalah usaha bongkar muat barang dari/ke kapal. Lighterage adalah usaha jasa pengangkutan muatan kapal laut dari dermaga ke suatu kapal yang berlabuh di luar dermaga (karena keterbatasan kedalaman kolam pelabuhan)



dan



sebaliknya.



Di



Indonesia,



usaha



forwarder,



stevedoring dan lighterage dapat dilaksanakan oleh sebuah badan usaha.



3



1.3



Perbandingan Transportasi Laut dengan moda transportasi lainnya, sedikitnya diketahui 7 (tujuh) kriteria pengiriman barang : (8)



Kecepatan waktu pengantaran (tavel time)



(9)



Frekuensi pengiriman terjadual,



(10)



Keandalan dalam memenuhi jadual pada waktunya,



(11)



Kemampuan menangani angkutan dari berbagai barang,



(12)



Banyaknya tempat singgah atau bongkar muat,



(13)



Biaya per satuan berat dan jarak (ton-km atau ton-mil),



(14)



Jaminan atas kerusakan atau kehilangan barang.



Di antara tujuh kriteria di atas, khusus untuk angkutan barang faktor jarak serta volume barang yang diangkut sangat mempengaruhi pemilihan moda transportasi. Faktor jarak biasanya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : (15)



Jarak dekat (kurang dari 300 km),



(16)



Jarak menengah (300-800 km),



(17)



Jarak jauh (lebih dari 800 km).



Sedangkan besarnya volume barang yang diangkut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) pula, yaitu : (18)



Skala kecil (kurang dari 300,000 ton),



(19)



Skala menengah (300,000-1.000,000 ton),



(20)



Skala besar (lebih dari 1000 ton).



Apabila



barang



yang



hendak



diangkut



bervolume



kecil



serta



membutuhkan waktu yang cepat untuk sampai di tempat tujuan, maka moda udara dan truk merupakan pilihan utama. Bila volume barang besar serta biaya yang murah menjadi pilihan, maka moda kereta api dan kapal adalah pilihan yang tepat. Meskipun sama-sama dapat dikategorikan moda darat, truk memiliki keunggulan dari pada kereta api karena dapat melayani pengangkutan barang lebih cepat untuk sampai di tempat tujuan. 4



1.4



Dasar-dasar Operasi Pelayaran dan Pelabuhan Operasi pelayaran (shipping process) sebenarnya merupakan suatu rangkaian pengiriman barang dari si pengirim (shipper/consignor) sampai dimuat ke sebuah kapal yang berada di suatu pelabuhan untuk dibawa ke suatu tempat tujuan dimana si penerima barang (consigner) berada. Proses pergerakan barang yang dimulai dari tempat asal sampai di tempat tujuan akan diurus oleh beberapa pihak, sesuai dengan lokasi barang tersebut berada. Pola penangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan akhir secara keseluruhan dapat melibatkan beberapa moda transportasi. Jenis interaksi antar moda transportasi ini ditentukan oleh kombinasi beberapa faktor seperti : (21)



Jumlah carrier yang terlibat selama proses pemindahan barang,



(22)



Jumlah serta macam tipe pengangkutan yang terlibat,



(23)



Pihak-pihak yang bertanggung jawab selama proses penangkutan (dari sudut pandang carrier),



(24)



Bagaimana



tanggung



jawab



tersebut



ditentukan



serta



diimplementasikan selama proses pengangkutan barang. Secara umum terdapat 4 (empat) jenis pola pengangkutan barang secara keseluruhan yang dapat melibatkan beberapa moda transportasi. Pola operasi yang dimaksud adalah : (25)



Unimodal Pola sejenis ini meupakan pemindahan barang yang melibatkan satu carrier (perusahaan jasa pengangkutan) atau lebih, akan tetapi hanya satu jenis tipe pengangkutan. Misalnya, suatu muatan yang akan diangkut dari satu pelabuhan asal ke suatu pelabuhan tujuan (‘port-to-port’ seafreight) serta akan transit di beberapa pelabuhan antara (intermediate port) akan dilakukan oleh 2 (dua) perusahaan pelayaran atau lebih. Perusahaan pelayaran ini hanya akan melayani angkutan laut saja. Dalam proses ini, satu carrier akan memikul tanggung jawab secara penuh sesuai dengan yang diisyaratkan 5



dalam kontrak pengangkutan barang. Akan tetapi, sebenarnya setiap carrier yang terlibat bertanggung jawab pada ruas rute yang dilayaninya. Besarnya tanggung jawab dapat bervariasi antara satu carrier dengan yang lain (biasanya ditentukan oleh volume pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing carrier). (26)



Combined Transport Pola angkutan sejenis ini adalah angkutan barang yang melibatkan satu carrier atau lebih, dengan menggunakan moda transportasi yang berbeda. Moda transportasi yang dimaksud adalah kombinasi moda jalan raya dan kereta api, meskipun terkadang melibatkan moda



transportasi



perairan



pedalaman



(sungai/danau).



Pola



angkutan seperti ini hanya berlaku bila muatan yang akan diangkut berbentuk unit seperti petikemas, palet, dll. Tanggung jawab yang harus dipikul oleh carrier yang terlibat tergantung dari kesepkatan. Sehingga dapat tejadi satu carrier tidak memiliki tanggung jawab sama sekali. (27)



Multimodal Pola angkutan jenis ini melibatkan dua carrier atau lebih, dengan menggunakan moda transportasi yang berbeda. Contohnya adalah pemindahan muatan kapal laut yang bersifat



door-to-door akan



melibatkan penggunaan moda transportasi jalan raya maupun kereta api dari/ke suatu pelabuhan. Dalam hal ini satu carrier memikul tanggung jawab keseluruhan seperti yang disebutkan dalam kontrak pengangkutan. (28)



Intermodal Pola angkutan jenis ini adalah pergerakan barang dari tempat asal ke tempat tujuan yang dilakukan oleh dua carrier atau lebih, dengan mengguanakan moda transport yang berbeda. Sebagai contoh, adalah suatu muatan yang akan diangkut dari satu pelabuhan asal ke suatu pelabuhan tujuan (port-to-port’ seafreight), melibatkan moda 6



transportasi jalan raya serta kereta api. Akan tetapi, meskipun ssatu carrier yang memikul tanggung jawab pengangkutan secara keseluruhan, tanggung jawab terhadap segala kerusakan menjadi tanggungan carrier pada saat terjadi kecelakaan.



7



BAB 2 DEMAND DAN SUPPLY TRANSPORTASI LAUT



2.1



Faktor-faktor



yang



Menimbulkan



Demand



dan



Supply



Transportasi Laut Dari sekian banyak faktor yang mempenagruhi sisi permintaan dan penyediaan jasa transportasi laut, 10 faktor (terbagi dua masing-masing ke kedua sisi) dapat dipilih. Kesepuluh faktor itu dianggap sebagai faktor terpenting meskipun tidak dapat dipungkiri jika ditinjau dari sudut pandang yang berbeda, faktor yang dimaksud dapat berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi “Demand” (29)



Kondisi perekonomian nasional/regional/internasional (the world economy) Tidak dapat disangkal bahwa daktur terutama yang mempengaruhi demand terhadap transportasi laut adalah kondisi perekonomian dunia



(world



economy).



Hal



ini



dapat



dijelaskan



bahwa



perekonomian dunia dipacu oleh adanya aktivitas ekspor dan impor, dimana saran utama yang dipakai adalah kapal laut. Kegiatan ekspor/impor ini dapat berupa pembelian bahan baku oleh negaranegara



industri



maupun



sebaliknya



pembelian



barng-barang



manufaktur oleh negara-negara berkembang. Sehingga dapat dikatakan bahwa sangatlah penting untuk mengetahui kondisi perekonomian global untuk dapat memperkirakan tingkat demand terhadap transportai laut. Sebaliknya, tidaklah mudah untuk menggambarkan hubungan antara transportasi laut dengan perekonomian dunia. Terdapat 3 (tiga)



8



aspek perekonomian dunia yang berpengaruh besar terhadap dua pelayaran : (a)



Aspek pertama



adalah



terjadinya siklus bisnis pelayaran



(businees cycles), (b)



Aspek kedua adalah perlunya memperhatikan trend hubungan jangka panjang antara pertumbuhan angkutan laut dengan pertumbuhan ekonomi secara dunia.



(c)



Aspek ketiga adalah kemungkinan terjadi economic shock yang bersifat tidak terduga.



(30)



Pola perdagangan yang memanfaatkan angkutan laut (sea borne commodity trade). Pengaruh perdagangan komoditas terhadap permintaan angkutan laut mengandung 2 (dua) pola penting yang berhubungan dengan periode pengangkutan dan dengan jenis komoditi yang diangkut. (a)



Pola pertama : pola angkutan jangka pendek yang bersifat musiman (seasonal)



(b) (31)



Pola kedua : pola angkutan jangka menengah-panjang.



Jarak rata-rata angkutan laut (average haul) Jarak sangat memengaruhi besarnya permintaan terhadap angkutan laut. Sebagai contoh adalah permintaan pengangkutan lewat satu ton minyak mentah dari Timur Tengah ke negara-negara Eropa barat melalui Tanjung Harapan, Afrika Selatan adalah dua atau tiga kali lebih banyak daripada permintaan angkutan laut dengan jumlah yang sama dari Benghazi, Libya ke Marseille, Perancis. Meskipun, dalam beberapa kasus seperti perdagangan produk yang berasal dari minyak bumi, jarak pengapalan terhadap komoditi dapat dikatakan stabil, jarak pengapalan telah mengalami peningkatan secara signifikan. 9



(32)



Biaya transportasi yang tersedia di pasar (transport cost) Banyak hal yang berkaitan dengan perdagangan lewat laut tergantung dari aspek ekonomi operasi pelayaran, komoditi akan diangkut dari sumber yang jauh jika biaya operasi pelayaran dapat ditekan sampai batas yang dapat diterima atau terdapatnya suatu keuntungan (benefit) dalam bentuk kualitas produk. Hal ini menyebabkan biaya transportasi menjadi faktor yang sangat menentukan bagi dunia industri. Pengalaman menunjukkan bahwa biaya transportasi memiliki kontribusi 20-30% dari beaya produksi total. Salah satu cara untuk menekan beaya transportasi adalah dengan



meningkatkan



efisiensi



kinerja



operasi



pelayaran,



menciptakan kapal-kapal berukuran besar serta meningkatkan efektivitas kinerja organisasi perusahaan pelayaran. (33)



Situasi politik (political event) Situasi politik dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab berfluktuasinya permintaan terhadap angkutan laut dimana akibatnya tidak dapat diramalkan : tiba-tiba dan biasanya tidak diharapkan. Istilah situasi politik (political event) di sini adalah semua hal yang berhubugan dengan perang, revolusi ataupun nasionalisasi asset milik perusahaan asing di suatu negara.



Faktor-faktor yang mempengaruhi “Supply” Secara umum dapat dikatakan bahwa, penyediaan sarana jasa angkutan laut adalah lambat dan relatif sulit untuk mengantisipasi perubahan permintaan. Pengadaan armada kapal baru akan memerlukan waktu beberapa



tahun,



dimana



hal



ini



akan



menyebabkan



terjadinya



keterlambatan (time-lag) respon terhadap peningkatan permintaan. Kapal yang telah dibuat, tetapi tidak diperlukan pada saat selesai, akan menjadi permasalahan



tersendiri



karena



harus



digunakan



selama



umur



ekonomisnya. (15-30 tahun). 10



Faktor-faktor yang mempengaruhi “Supply” (a)



Kapasitas angkut armada nasional/regional/dunia (world fleet)



(b)



Kemampuan produksi galangan nasional/regional/dunia (shipbuilding output)



(c)



Kebijakan pembesituaan dan “hilang”-nya kapal (scrapping and losses)



(d)



Kinerja dan produktifitas armada pelayaran (fleet performance)



(e)



Perhatian terhadap lingkungan (operating environment)



(34)



Kapasitas angkut armada nasional/regional/dunia (world fleet) Kapasitas armada dunia (yang merupakan akumulasi armada nasional serta regional) merupakan hal pertama yang harus dibahas sehubungan dengan penyediaan sarana jasa transportasi laut. Armada kapal merupakan “stock” kapal. Hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik armada ini adalah bagaimana armada itu berubah dari waktu ke waktu serta bagaimana jenis/tipe kapal yang ada di dalamnya.



(35)



Kemampuan produksi galangan nasional/regional/dunia (shipbuilding output) Armada kapal yang dibicarakan sebelumnya merupakan akumulasi produksi yang dihasilkan oleh galangan kapal selama kurun waktu 20



tahunan.



Besarnya



output



produksi



galangan



tersebut



disesuaikan menurut tingkat permintaan tehadap angkutan laut khususnya terhadap jenis kapal tertentu. Penyesuaian yang harus dilakukan oleh galangan tidaklah mudah karena bisnis galangan merupakan bisnis jangka panjang (long-cycle business), dimana hal tersebut akan menimbulkan time-lag antara penyerahan dan pemesanan kapal (1-4 tahun) tergantung dari ukuran serta jenis kapal yang dipesan dan kapasitas produksi suatu galangan. 11



(36)



Kebijakan pembesituaan dan “hilang”-nya kapal (scrapping and losses) Tingkat pertumbuhan armada kapal tergantung dari kesetimbangan antara jumlah kapal-kapal baru yang dipesan dengan jumlah yang harus “dikeluarkan” dari operasi. “Pengeluaran” itu dilakukan dengan pembesituaan (scrapping) atau tenggelamnya (losses) kapal pada saat beroperasi. Terdapat 4 (empat) faktor utama yang mempengaruhi kebijakan scrapping :



(37)



(i)



Umur kapal



(ii)



Kondisi teknologi yang dipakai



(iii)



Pasaran harga besi tua



(iv)



Keputusan bisnis.



Kinerja dan produktivitas armada pelayaran (fleet performance and productivity) Produktivitas merupakan salah satu indikator untuk mengetahui apakah kapasitas armada kapal telah digunakan secara efektif atau belum. Hal ini disebabkan karena jumlah komoditi yang dikapalkan dalam jangka waktu tertentu dapat berubah-ubah tegantung dari situasi yang terjadi dalam periode tersebut. Secara sederhana produktivitas dari sautu armada kapal dapat dihitung dengan membagi ton-mil total dari komoditi yang dikapalkan dalam tahun tertentu dengan bobot mati (deadweight/DWT) armada yang dipergunakan untuk mengangkut komoditi tersebut. Produktivitas dari sebuah armada kapal tergantung dari 3 (tiga) faktor : (a)



Kecepatan operasi rata-rata kapal



(b)



Utilisasi bobot mati (DWT)



(c)



Jumlah hari berlayar 12



(38)



Kondisi operasional pelayaran (operating environment) Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, banyak hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan penyediaan armada kapal untuk memenuhi permintaan akan angkutan laut. Hal-hal tersebut dapat bersifat tiba-tiba atau berdampak dalam waktu lama. Regulasi



mengenal



keselamatan



serta



lingkungan



yang



berhubungan dengan operasional kapal dikeluarkan karena kapal dipandang sebagai sumber pollutant. Akan tetapi regulasi ini dapat mempengaruhi kapasitas sebuah armada. Sebagai contoh adalah air ballast terpisah di kapal tanker akan mengurangi ruang muat. Ketentuan ini mulai dirasakan perlu sejak awal tahun 1970-an, dimana setiap kapal tanker harus dilengkapi dengan air ballast terpisah. Jika aturan ini diterapkan. Maka diperkirakan akan mengurangi kapasitas armada kapal tanker sampai sebesar 20%. Belakangan sejak awal tahun 1990-an, diperoleh bukti ilmiah bahwa pemakaian air ballast yang tidak terkontrol akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan terutama pada biota laut.



2.2



Peran Transportasi Laut dalam Perdagangan Nasional dan Internasional



Dilihat dari volume komoditi yang diperdagangkan secara internasional, terlihat jelas pentingnya peranan transportasi laut. Sekitar 75% volume perdagangan dunia diangkut lewat laut dengan berbagai macam variasi kapal pengangkut. Kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang tediri dari ribuan pulau besar dan kecil yang dipisahkan oleh lautan yang luas, mengharuskan



tersedianya



angkutan



laut



yang



andal



untuk 13



menghubungkan seluruh wilayah kepulauan tersebut. Sarana transportasi laut merupakan sarana yang paling murah sehingga dapat dijangkau oleh sebagian besar lapisan masyarakat. Sebagai akibat tersedianya transportasi laut bagi perdagangan nasional Indonesia adalah terbentuknya suatu jaringan pemerataan hasil-hasil pembangunan serta pendapatan. Jika secara nasional hal tersebut dapat dicapai maka secara internasional (kegiatan ekspor impor) dapat dilakukan dengan baik pula. Dengan lain kata, tulang punggung aktivitas perdagangan internasional adalah kokohnya perdagangan nasional yang dimotori oleh system transportasi laut. Akan tetapi kondisi pelayaran nasional



di



Indonesia



sejak



awal



decade



1980-an



tidaklah



menggembirakan karena lebih didominasi oleh keberadaan kapal-kapal milik perusahaan pelayaran asing. Kapal-kapal tersebut dapat dengan leluasa beroperasi karena Paket Deregulasi November 1988 (Paknoy 88) yang membolehkan perusahaan pelayaran berdiri tanpa memiliki armada sendiri.



14



BAB 3 TIPE KARGO DAN JASA PENGAPALAN



3.1



Tipe-tipe Muatan yang Diangkut Lewat Transportasi Laut Secara umum, perdagangan dunia yang memanfaatkan jasa transportasi laut (world seaborne trade) meliputi pengangkutan dua jenis muatan yaitu muatan cair dan kering (liquid and dry cargo). Jenis yang pertama berjumlah kira-kira 49,2 % dari jumlah total yang dikapalkan, sedangkan yang kedua kira-kira 50,8 %. Prosentase muatan ini mengalami perubahan seiring dengan semakin berkurangnya pemakaian minyak bumi beserta produk yang berbahan dasar minyak. Di antara sekian banyak kategori muatan kering, bijih besi (iron ore), batu bara dan biji-bijian (grain) merupakan kelompok yang memiliki prosentase tebanyak. Ketiga komoditi tersebut rarta-rata meliputi 35 % dari jumlah total muatan kering yang dikapalkan. Hal ini berarti bahwa barang umum (general cargo) yang terdiri dari bermacam variasi komoditi, memiliki prosentase 15-20% dari volume total perdagangan dunia komoditi yang memanfaatkan jasa angkutan laut. Secara lebih spesifik, muatan dapat dibedakan menurut 2 (dua) sudut pandang : (39)



Menurut kondisi fisik (physical state) Muatan kering (dry cargo)



(a)



Muatan jenis ini, seperti yang tersirat, adalah kering. Akan tetapi pengertian kering di sini lebih ditujukan untuk barang belum jadi (bahan mentah) seperti bijih besi, batu bara, biji-bijian, fosfat, bauksit, alumunium, belerang, dan semen. Meskipun demikian, banyak juga barang-barang setengah jadi maupun jadi yang masuk kategori ini, seperti kayu lapis, barang kelontong dan barang-barang manufaktur.



15



Muatan cair (liquid cargo)



(b)



Sama seperti kategori di atas, muatan ini berbentuk cairan sehingga



memerlukan



tempat



khusus



paa



saat



dikapalkan/dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Komoditi jenis ini seperti minyak mentah, produk berbahan dasar minyak, bahan-bahan kimia, gas yang dicairkan dihasilkan dari explorasi minyak bumi (LPG), Gas Alam Cair LNG).



(40)



Menurut bentuk pada saat dikapalkan Bentuk yang dimaksud di sini adalah volume/ukuran sampai di mana suatu



muatan



dapat



dikapalkan



(dimasukkan



ke



tempat



penyimpanan di atas kapal) Bulk cargo (borongan)



(a)



Muatan berjenis ini adalah muatan yang secara alamiah tidak dapat dipisah-pisahkan/dibagi-bagi pada saat dibongkat/muat dari/ke atas kapal serta tidak memerlukan kemasan atau pembungkus khusus. Selain itu muatan jenis ini tidak perlu dihitung ke dalam unit-unit kecil karena dalam sekali pengapalan ia dapat memenuhi ruang palkah. Jadi muatan ini dikapalkan dalam bentuk besar/borongan yang dibongkar/muat dengan cara menuangkan, memompa, atau dengan sabuk berjalan. General cargo (campuran)



(b)



Berlawanan dengan muatan di atas, muatan jenis ini adalah muatan yang bervolume relatif kecil, dapat dihitung ke dalam unitunit kecil, serta berukuran bervariasi satu dengan yang lain. Muatan jenis ini pada saat dikapalkan ada yang memerlukan kemasan khusus maupun kemasan konvensional yang tidak standar. Muatan yang tidak memerlukan kemasan khusus biasanya dimasukkan ke dalam karung, kantong, kotak karton, bundel, drum, serta kotak kayu. Umumnya muatan jenis ini dapat diangkut oleh manusia (berat kira-kira 50 kg per unit) serta memiliki nilai tidak terlalu tinggi. 16



Klasifikasi lain berdasarkan :



(41)



Nilai dari muatan seperti barang dengan nilai rendah, sedang,



(a)



maupun tinggi (kayu gelondongan, olahan, mebel) (b)



Jarak pengapalan (muatan domestik, muatan ocean going)



(c)



Jenis pengapalan (ekspor-impor, transit), dll. Tipe kapal



(d)



Jenis kapal yang pertama-tama dioperasikan adalah kapal general cargo yang ditujukan untuk mengangkut segala macam jenis barang yang masing-masing tidak berjumlah banyak. Secara umum kapalkapal yang pernah diproduksi dan dioperasikan untuk melayani angkutan laut dapat diklasifikasikan menjadi 10 jenis, disesuaikan menurut muatan yang diangkut, peruntukan ataupun berdasarkan ciri khas yang dimiliki. (a) Tanker (b) Bulk Carrier (c) Kapal Peti kemas (d) General Cargo (e) Pengangkut Alat Berat (f) Kapal Ro-Ro (g) Kapal Ikan (h) Kapal Pesiar (i) Kapal Tunda dan Suplai Lepas Pantai (j) Kapal Cepat Tanker



(1)



Kapal jenis ini diperuntukkan untuk mengangkut berbagai macam muatan cair seperti minyak bumi, produk berbasis minyak, bahanbahan kimia, dan gas (LPG/LBG). Kebanyakan kapal dibuat khusus untuk mengangkut satu jenis muatan, tetapi terdapat pula kapal-kapal yang dirancang untuk dapat mengangkut beberapa 17



macam komoditi. Sebagai contoh adalah suatu kapal dirancang untuk dapat mengangkut produk minyak dan bahan-bahan kimia atau bahan-bahan kimia dan gas. Bulk Carrier



(2)



Bulk carrier merupakan jenis kapal yang dirancang (seperti halnya kapal tanker) untuk mengangkut muatan homogen dalam volume besar. Kapal Peti Kemas



(3)



Peti kemas adalah kotak kemasan yang dapat diisi dengan berbagai macam jenis muatan yang dikategorikan sebagai general cargo. Akan tetapi, muatan jenis lain juga dapat diangkut dengan peti kemas khusus seperti tank container (pengangkut minyak) dan reefer container (pengangkut bahan makanan yang cepat membusuk). Karena ukurannya yang standar, maka peti kemas dapat dengan mudah dipindahkan ke satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda transportasi yang berbeda-beda.



Keuntungan



pemakaian



peti



kemas



jika



dibandingkan dengan cara pengemasan yang lain adalah : pengurangan waktu bongkar muat di pelabuhan serta



(a)



mempercepat proses penyimpanan, proses cargo-handling memerlukan tenaga kerja yang



(b)



lebih sedikit karena lebih banyak dilakukan dengan peralatan bantu, Keamanan muatan yang ada di dalam peti kemas lebih



(c)



terlindung terutama dari kerusakan akibat proses bongkat/muat dan penyimpanan serta terlindung dari ancaman pencurian.



(4)



Kapal General Cargo



18



Kapal jenis ini merupakan kapal pengangkut segala macam muatan yang dapat dipisah-pisahkan ke dalam unit-unit kecil serta mempunyai variasi yang sangat banyak. Kapal ini umumnya berukuran kecil yaitu sekitar 25.000 DWT. Ukuran kapal ini dibatasi oleh kecepatan bongkar/muat serta waktu yang harus diperlukan dalam suatu pelabuhan. Kapal Pengangkat Muatan Berat



(5)



Kapal jenis ini adalah kapal yang khusus dirancang untuk mengangkut muatan yang berukuran besar dan berat. Kapal jenis ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : (i) Conventional heavy lift ship adalah kapal pengangkat muatan berat yang dilengkapi dengan paling tidak satu crane berkapasitas besat yang dipakai untuk membongkar muatmuatan dengan sistem lift-on lift-off. (ii) semi submersible adalah kapal yang tidak dilengkapi dengan crane seperti jenis konvensional. Kapal jenis ini bekerja dengan prinsip float-on float-off dengan mempergunakan bantuan ballast untuk mencapai sarat yang diinginkan. (iii) Doks lifts with heavy crane adalah jenis kapal yang merupakan kombinasi dua jenis pertama. Kapal Ro-Ro



(6)



Kapal jenis ini merupakan kapal yang memiliki kemampuan untuk memuat langsung muatan dengan kendaraan dari keluar/masuk lambung kapal. Prinsip pemuatan yang dipakai ini biasanya dikenal dengan roll-on roll-off. Selain mengangkut barang, kapal ini juga dapat mengangkut barang, kapal ini juga dapat mengangkut kendaraan berikut dengan penumpangnya. Kapal Ikan



(7)



Kapal jenis ini digunakan untuk menangkap ikan serta biota laut lainnya, kemudian mengangkutnya dari tempat penangkapan ke 19



pelabuhan pengumpul atau ke kapal pengumpul. Kapal jenis ini biasanya dirancang sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap, area penangkapan ikan serta metode penangkapnya. Kapal ikan yang beroperasi dekat dengan pelabuhan asal biasanya berukuran lebih kecil (kira-kira dengan panjang 40 km) dari pada kapal beroperasi jauh dari pelabuhan pangkalan. Setiap tipe kapal ikan harus mempunyai kemampuan manuver yang baik serta kemampuan tarik (bollard pull) yang relatif besar. Selain itu kapal ini harus mempunyai ruang penyimpanan yang memadai sehingga ikan masih segar pada saat diproses.



Kapal Pesiar



(8)



Saat ini kebanyakan kapal pengangkut penumpang jarak jauh adalah kapal pesiar (cruise), yang merupakan kapal pengangkut yang ingin bersenang-senang/plesiran. Kapal jenis ini umumnya beroperasi di Laut Karibia dan Laut Tengah. Beberapa wilayah di Indonesia kadang-kadang juga dikunjungi oleh kapal jenis ini terutama kawasan Indonesia bagian Timur. Kapal Tunda



(9)



Kapal tunda adalah kapal yang dipergunakan untuk membantu oleh gerak kapal lain yang disebabkan karena keterbatasan fasilitas pelabuhan terutama kedalaman serta sempitnya areal pelabuhan. Kapal jenis ini tidak memerlukan kecepatan tinggi tetapi kemampuan manuver serta daya (bollard pull) yang tinggi. Kapal jenis ini biasanya disebut kapal tunda (port tug boat).



(10)



Kapal Cepat



Kebanyakan kapal cepat adalah kapal pengangkut penumpang jarak pendek sampai dengan jarak menengah. Hal ini disebabkan 20



karena tarif kapal ini relatif mahal sehingga jarang dipakai untuk mengangkut barang. Kapal jenis ini memiliki kapasitas angkut yang relatif kecil jika dibandingkan dengan kapal biasa. Karena bedaya angkut kecil, maka jenis muatannya harus bernilai tinggi yakni penumpang.



3.2



Pelayaran Industrial Karena komponen utamanya pelayaran industri adalah tanker, maka pelayaran jenis ini disebut dengan tanker shipping. Karakteristik layanan yang disediakan pelayaran ini adalah seperti yang dimiliki oleh pelayaran liner : melayani dua pelabuhan secara tetap, meskipun jenis muatan yang diangkut berupa baik cargo baik kering maupun cair. Jenis barang yang diaangkut tersebut membuat tipe pelayaran iji hampir sama seperti pelayaran tramper. Jadi, dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa pelayaran industri merupakan tipe pelayaran yang terletak di antara kedua tipe pelayaran yang telah dibahas sebelumnya : lliner dan tramper. Sebagaimana telah disebutkan di atas, pelayaran tanker memegang porsi utama dalam pelayaran industri. Peranan pelayaran tanker bermula dari besarnya volume perdagangan minyak bumi dan produk berbasis minyak dalam skala perdagangan dunia. Dalam kaitan ini, tanker mewakili hampir 50% armada kapal dunia. Meskipun pelayaran tanker memiliki hampir 50% dari jumlah armada dunia, tetapi tipe pelayaran ini sangatlah rentan terhadap berbagai macam krisis baik krisis ekonomi maupun politik. Jenis muatan yang diangkut oleh kapal tanker dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) :



(a)



Dirty cargo : crude oil, aspal, minyak solar



(b)



Clean cargo : premium dan minyak tanah



21



Pembagian ini lebih dilakukan karena pertimbangan ekonomi sebab sangatlah sulit dan mahal untuk mengangkut produk berbasis minyak ke dalam suatu kapal tanker. Hal ini disebabkan karena kapal tanker harus dibersihkan sedemikian rupa sehingga layak dimuati produk minyak tersebut. Pembersihan ini memakan banyak biaya. Selain itu, karena produk berbahan baku minyak tersebut biasanya langsung didistribusikan kepada konsumen, kapal yang dipakai mengangkut relatif berukuran lebih kecil dari pada kapal yang mengangkut minyak mentah. Ukuran kapal jarang sekali melebihi 70.000 DWT. Armada tanker yang melayani angkutan minyak bumi tersebut sebagian besar terdaftar di/berbendera Liberia, Jepang, Norwegia, Yunani, Inggris, Panama, USA, Prancis dan Spanyol. Jumlah total armada tanker ini kirakira ¼ dari tonase dunia. Kapal-kapal yang dioperasikan umumnya berkecepatan rendah yaitu 12-16 knot. Sehubungan dengan operasional kapal-kapal



tanker



ini,



kemungkinan



terjadinya



kecelakaan



yang



membawa kerugian besar terhadap lingkungan sanatlah besar, sehingga kapal-kapal tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan. Antara lain persyaratan yang ditetapkan oleh Internastional Maritime Organization (IMO) tentang pencemaran air laut oleh tumpahan minyak bumi. Permintaan akan layanan angkutan tanker ini sebagian terbesar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan minyak besar seperti Exxon, Esso, Shell, British Petroleum (sekarang Beyond Petroloeum). Terdapat 2 (dua) cara untuk melakukan hal tersebut, yaitu : (c)



Sebagian terbesar dilakukan dengan armada sendiri



(d)



Sebagian kecil dengan mencarter.



Kondisi seoerti itulah yang menyebabkan secara tidak langsung perusahaan-perusahaanminyak tersebut memegang kontrol armada kapal tanker dunia.



22



3.3



Pelayaran Tramper Pelayaran ini merupakan jenis pelayaran yang mula-mula dikenal dalam sejarah peradaban manusia. Hal tersebut disebabkan oleh 2 (dua) sebab utama, yaitu :



(e)



Sebab-sebab teknis Karena alasan teknis kapal-kapal tidak akan berlayar pada saat cuaca buruk. Alasan teknis ini meliputi kondisi teknologi kapal yang tidak memungkinkannya berlayar dalam kondisi cuaca buruk. Jadi kondisi cuaca (angin, hujan atau gelombang) menjadi alasan utama apakah kapal beroperasi atau tidak.



(f)



Sebab-sebab komersial Permintaan angkutan muatan sangat tidak menentu karena harus menunggu kehadiaran pemilik barang yang harus berlayar bersma dengan barang yang dikapalkan. Sehingga transaksi tidak dapat secara teratur terjadi tanpa kehadiran pemilik barang.



Seiring dengan perkembangan teknologi (perbaikan konstruksi dan alatalat navigasi serta kemajuan teknologi komunikasi), hal di atas dapat diatasi. Akan tetapi jenis pelayaran ini tetap diperlukan karena industri membutuhkannya. Kalangan industri tetap membutuhkan dan bahkan sangat tergantung dengan pelayaran tanker, karena bahan mentah yang dibutuhan harus didatangkan dari tempat yang jauh dari tempat pemrosesan. Selain itu frekuensi kebutuhan kapal juga tidak tetap dalam satu waktu. Kapal-kapal yang dioperasikan secara tramper biasanya disewa/di-charter dengan cara voyage charter, sehingga tipe operasi pelayaran tramper sering disebut sebagai tipe pengoperasian kapal secara voyage charter.



23



Jenis kapal Kapal-kapal yang dioperasikan secara tramper kebanyakan mengangkut jenis muatan bulk (bulk cargo). Oleh karena itu jenis kapal yang dipakai disebut sebagai bulk carter. Besarnya permintaan angkutan jenis ini (serta angkutan laut secara umum) ditentukan oleh 2 (dua) faktor, yaitu : (g)



volume dan kuantitas cargo yang akan dikapalkan,



(h)



Jarak pengapalan



Jenis muatan Jenis bulk cargo yang biasanya diangkut adalah bijih besi, batu bara, bijibijian, bauksite/aluminium dan fosfat, serta berbagai macam komoditi lain dalam jumlah kecil seprti mangan, gula, logam non ferro, sisa besi olahan/scrap metal, belerang, semen, garam. Organisasi Kegiatan Pelayaran Tramper Dalam aktivitas pelayaran tramper, terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat, yaitu : (i) (ii)



Shipper (pemilik muatan / bulk cargo) Shipowner (pemilik kapal)



Kedua pihak di atas dihubungkan oleh broker, yang berkedudukan di shipping exchange dimana kontrak dibuat. Kontrak tersebut disebut dengan “charter party”. Pada saat sebuah kapal di-charter itu berarti pemilik kapal (shipowener) telah menyewakan kapalnya kepada pihak kedua (second party), sedangkan kapal yang telah disewa tersebut berada dalam kondisi “on charter”. Dokumen yang berisikan persyaratan kontrak disebut sebagai “charter party”. Hal-hal yang disebutkan dalam kontrak (seperti yang keluarkan oleh Gencon tahun 1922 dan direvisi tahun 1977, untuk voyage charter) :



24



(k)



Contracting parties Bagian ini memberikan rincian mengenal pemilik lapal, pen-charter dan kapal yang disewa.



(l)



Owner responsibility Bagian ini memerinci tanggung jawab pemilik kapal terhadap kehilangan atau kerusakan barang yang diangkut atau mengenai bentuk kompensasi yang harus diberikan oleh pemilik kapal.



(m)



Deviation Bagian ini memerinci bahwa kapal dapat singgah di pelabuhan manapun dalam keadaaan darurat seperti karena cuaca buruk untuk menyelamatkan kapal beserta isinya.



(n)



Payment of freight Klausul ini menyebutkan cara pembayaran. Biasanya ditetapkan uang tambang per ton (1.016 kg) atau ditetapkan berdasarkan kesepakatan di antara contracting party.



(o)



Loading of freight Klausul ini menerangkan cara pembagian ongkos bongkar/muat di antara pemilik kapal dan pencharter.



(p)



Laytime Bagian ini menerangkan jangka waktu yang dimiliki oleh pencharter untuk melakukan kegiatan bongkar/muat (laytime).



(q)



Demmurage Bagian ini menyebutkan besarnya denda/penalti setiap harinya karena kelebihan laytime.



(r)



Lien clause



25



Klausal ini menyebutkan bahwa pemilik kapal memiliki hak menahan barang karena tidak terbayarkan ongkos pengapalan dan demmurage oleh pen-charter.



(s)



Bill of lading ( B/L) Bagian



ini



menyebutkan



cara-cara



penyerahan



serta



penandatanganan dokumen pengapalan (B/L).



(t)



Cancelling clause Bagian ini menyebutkan bahwa jika sampai dengan tanggal yang disebutkan kapal tidak siap untuk memuat barang, maka pencharter berhak membatalkan kontrak.



(u)



General average Klausul ini menerangkan kewajiban bersama di antara pemilik kapal dan pen-charter jika terjadi kerusakan yang tidak terduga.



(v)



Indemnity Bagian ini menjelaskan tentang besarnya tanggungan/kompensasi akibat kerusakan.



(w)



Agency Klausul ini menetapkan broker atau agen di pelabuhan muat maupun di pelabuhan bongkar.



(x)



Brokerage Bagian ini menetapkan besarnya dan cara pembayaran brokerage free oleh pemilik kapal



(y)



General Strike clause Klausul



ini



menyebutkan



bahwa



kedua



belah



pihak



tidak



bertanggung jawab jika terjadi pemogokan di pelabuhan bongkar 26



maupun muat, sehingga menyebabkan keterlambatan penyerahan barang.



Di



dalamnya



menanggulangi



akibat



juga



diatur



mengenai



cara-cara



pemogokan



tersebut



terutama



penanggungan biaya yang terjadi menyusul pemogokan tersebut.



(z)



War risks Bagian ini menyebutkan jumlah kerugian akibat biaya tambahan yang timbul karena perang, serta bertanggung jawab maingmasing pihak berkenaan dengan hal tersebut.



(aa)



General ice clause Seperti dua klausul terakhir, bagian ini menyebutkan tanggung jawab masing-masing pihak jika terjadi gangguan akibat adanya gumpalan es di pelabuhan muat maupun bongkat.



Tipe Penyewaan/Kontrak Kapal Terdapat 3 (tiga) jenis kontrak (charter) pengapalan yang dipilih berdasarkan volume, kuantitas dan keadaan barang yang akan dikapalkan. Ketiga jenis kontrak tersebut adalah :



(bb)



Jenis charter ini ditetapkan berdasarkan jumlah pelayaran / voyage, sehingga sebuah kapal dapat di-charter untuk satu kali pelayaran (one voyage), berurutan (consecutive) atau pelayaran pulang-pergi (round trip voyage).



(cc)



Time charter Jenis kontrak ditetapkan berdasarkan jangka waktu tertentu sampai muatan tiba di tempat tujuan dengan sewa tertentu (tetap) per hari dan pert ton DWT.



27



(dd)



Bare boat/demise charter Jenis kontrak ini merupakan bentuk lain dari time charter, akan tetapi disertai tambahan bahwa pen-charter harus menyediakan awak, perlengkapan dan mengoperasikan kapal tersebut dengan biaya sendiri.



Ciri Perlayaran Tramper Setelah membahas beberapa aspek mengenai pelayaran tramper, maka dapat disimpulkan bahwa pelayaran jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :



(ee)



Tidak teratur karena ketersediaan muatan tidak menentu (karena permintaan yang tidak teratur)



3.4



(ff)



Jarak angkut relatif jauh.



(gg)



Kuantitas muatan besar dan homogen



(hh)



Ukuran kapal pengangkut relatif besar dan khusus.



Pelayaran Liner Berlawanan dengan tipe pelayaran tramper, pelayaran liner adalah bentuk operasi kapal yang secara teratur melayani rute dan pelabuhanpelabuhan yang sama, seperti yang dijadualkan. Selain itu pelayaran liner memiliki frekuensi layanan tetap tanpa memperhatikan load factor, jadi meskipun kapal tidak loaded/penuh, ia akan tetap dioperasikan. Kapal-kapal yang dioperasikan secara liner umumnya memiliki jarak tempuh relatif dekat, kecuali untuk beberapa jenis operasi seperti ocean going container vessel. Kapal-kapal yang dipakai tersebut berjenis general cargo yang memiliki kecepatan relatif tinggi (sampai dengan 20 knot). Seperti jenis kapal yang dioperasikan, jenis barang yang diangkut juga genaral cargo.



28



Tipe Pelayaran Liner Terdapat 3 (tiga) macam tipe operasi pelayar liner yang disesuaikan menurut jarak tempuh, yaitu :



(ii)



Ocean Liner Pelayaran jenis ini dilayani oleh kapal-kapal yang berlayar melintasi samudera seperti Atlantik Utara dan Pasifik



(jj)



Medium-range lines Pelayaran jenis ini mencakup wilayah regional seperti Eropa Barat, Asia Tenggara dan Karibia.



(kk)



Short liner Pelayaran jenis ini mencakup jarak yang relatif pendek serta dapat dibedakan menjadi : cabbotage/interinsulair yang merupakan pelayaran jarak



(i)



pendek yang berlangsung di dalam wilayah satu negara, serta (ii)



feeder service yang berlangsung antar negara yang



berbatasan. Jenis Pelabuhan yang Disinggahi Pada saat beroperasi kapal-kapal yang dioperasikan secara liner akan menyinggahi pelabuhan-pelabuhan seperti yang disebutkan dalam daftar/jadual pelayaran. Pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi tersebut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu : (12) Sport of departure (outward port) Pelabuhan ini adalah tempat di mana sebuah kapal mulai berangkat. (13) Port of destination Pelabuhan ini merupakan tujuan dari pelayaran 29



(14)



Intermediate port (way port) Pelabuhan jenis ini merupakan pelabuhan antara yang disinggahi kapal setelah meninggalkan pelabuhan asal tetapi belum mencapai pelabuhan tujuan.



Selain menurut kategori di atas, pelabuhan yang dilayani oleh pelayaran liner dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :



(15)



Principal port (base/berth port) Pelabuhan ini merupakan pelabuhan besar di suatu wilayah yang dilayani oleh pelayaran liner dan disebutkan dalam sailing list. Uang tambang yang dikenal untuk melayani pelabuhan ini biasanya seragam.



(16)



Additional port (outport) Pelabuhan ini biasanya pelabuhan kecil serta untuk melayani pelabuhan ini, uang tambang yang dikenai lebih tinggi daripada yang dikenai untuk pelabuhan pertama.



3.5.



Organisasi Pelayaran Liner Kapal / perusahaan pelayaran liner biasanya terorganisasi ke dalam suatu asosiasi yang



disebut conference dimana organisasi



ini



merupakan asosiasi beberapa perusahaan pelayaran yang beroperasi pada rute/wilayah yang sama dengan ongkos angkut (freight rate) yang sama. Organisasi ini bertujuan untuk :



(17)



Meniadakan / mengurangi persaingan



(18)



Memperkuat diri menghadapi pesaing baru (“bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”)



30



Di



dalam menerapkan



kebijakan



terhadap



anggotanya, sebuah



confernce mendasari pada hal-hal sebagai berikut :



(19)



Penetapan satu tarif persyaratan pemuatan



(20)



Penentuan



jumlah



keberangkatan



yang



tetap



bagi



setiap



perusahaan pelayaran (21)



Membatasi daerah operasi setiap anggota sehingga tidak terjadi pemupukan/kekosongan armada.



(22)



Penetapan sistem rabat/rebate system (pengurangan pembayaran)



(23)



Kesamaan sikap dalam menghadapi pesaing baru.



Satu perusahaan biasanya menadi anggota satu conference sesuai dengan wilayah di mana perusahaan tersebut beroperasi. Akan tetapi, kenyataannya, satu perusahaan kemungkinan dapat menjadi anggota dari lebih satu conference, sehingga terdapat :



(24)



Conference yang beranggotaan perusahaan yang melayani tujuan tertentu (inward/homebound conference)



(25)



Conference yang beranggotakan perusahaan yang beroperasi di pelabuhan keberangkatan (outward conference).



Meskipun suatu conference pada awalnya mempunyai tujuan yang positif, tetapi banyak yang tidak setuju terhadap keberadaan organisasi ini. Ketidaksetujuan terhadap keberadaan conference berdasarkan pada pemikiran bahwa :



(26)



Conference dianggap monopolistik yang menghambat terjadina persaingan bebas.



(27)



Tarif ditetapkan tidak secara demokratis (ditetapkan oleh anggota yang kuat secara financial).



(28)



Sistem rabat membatasi shipper untuk memilih carrier yang diingini. Hal ini karena adanya aturan :



31



pemberian deferred rebate (rabat yang ditunda) kepda



(a)



pelanggan (loyal shipper) pemberian dual rate system (pengurangan freight rate)



(b)



kepada shipper yang melakukan kontrak pengangkutan muatan dengan conference. Shipper dari negara-negara berkembang menganggap



(c)



freight rate yang ditetapkan terlalu tinggi. Kebijakan



(d)



suatu



conference



terhadap



perusahaan



pelayaran nasional menurunkan partisipasi perusahaan ini dalam pengangkutan muatan domestik. Dokumen yang Dipergunakan dalam Pelayaran Liner Tidak seperti dalam pelayaran tramper, dokumen yang digunakan dalam pelayaran liner relatif sedikit. Yang umum digunakan berjumlah 3 (tiga), yaitu :



(29)



Bill of Lading (dokumen pemuatan barang), B/L Bill



of



lading,



B/L,



merupakan



dokumen



pemuatan



serta



pengangkutan sejumlah barang milik shipper oleh suatu carrier dari suatu tempat/pelabuhan asal ke suatu pelabuhan tujuan. B/L merupakan bukti bahwa telah terjadi proses pengangkutan dengan persyaratan tertentu.



(30)



Manifest Manifest merupakan dokumen yang berisikan semua jenis muatan yang dimuat ke dalam sebuah kapal. Dokumen ini dibuat oleh agen kapal berdasarkan B/L masing-masing jenis barang. Jadi secara tidak langsung manifest merupakan kumpulan informasi yang berdasarkan B/L yang ada sesuai dengan pengapalan masingmasing barang. Manifest digunakan untuk keperluan kepabean/bea cukai, terutama pada saat kapal berlabuh di pelabuhan tujuan. Pihak bea cukai akan memeriksa keberadaan barang yang ada 32



dalam



kapal,



sesuai



dengan



manifest



yang



telah



dikirim



sebelumnya.



(31)



Letter of Indemnity Dokumen ini menyebutkan penggantian akibat kerusakan barang, diberikan oleh shipper untuk consignee.



33



BAB 4 DIMENSI KAPAL YANG EKONOMIS



4.1



Penentuan Dimensi Kapal yang Optimum Berbagai macam metode dapat dipakai untuk menentukan dimensi kapal yang optimal seperti dengan metode optimasi yang canggih. Di sini, dimensi kapal yang optimum dapat ditentukan dengan mencari kurva total cost (CT) terhadap jarak tempuh sesuai dengan ukuran (DWT) kapal. Setelah kurva didapatkan, ukuran kapal yang optimum dicari dengan mencari lokasi perpotongan antar kurva. Dalam analisis ini, beberapa variabel akan digunakan, yaitu : -



Co = capital cost kapal, harga kapal mula-mula



-



CD



= daily capital cost (dengan asumsi kapal beroperasi selama



350 hari) = Co* Capital Recovery Factor 350 -



CR



= daily running cost, beaya operasi kapal setiap hari



-



s



= kecepatan kapal, mil laut per hari



-



f



= konsumsi bahan bakar per hari (ton/hari)



-



p



= harga bahan bakar per ton



-



w



= DWT kapal



-



r



= kecepatan bongkar muat (ton/hari)



-



d



= jarak tempuh kapal (dalam keadaan kosong dan penuh)



Asumsi awal yang dipergunakan dalam analisis ini adalah beaya bongkar/muat (B/M) dan beaya pelabuhan untuk setiap ton muatan yang B/M adalah sama untuk sembarang tipe dan ukuran kapal. Selanjutnya adalah menformulasikan lamanya kapal berlayar di laut dan berada di



34



sebuah pelabuhan. Dalam perhitungan ini, tingkat utilisasi DWT kapal dianggap 100%. Selain itu, diasumsikan bahwa muatan sejumlah W harus sekaligus dibongkar dan dimuat, sehingga :



- waktu kapal selama singgah di pelabuhan =



2W r



Beaya yang harus dikeluarkan kapal selama berada di pelabuhan, C P, berbanding langsung antara waktu yang diperlukan untuk proses bongkat muat dengan jumlah daily capital cost serta daily running cost. Sehingga diperoleh :



Cp =



2W C + CR) r ( D



Sedangkan beaya yang diperlukan kapal selama berlayar sebanding dengan lama waktu kapal berlayar, daily capital cost, daily running cost, harga bahan bakar serta konsumsi bahan bakar per hari. Sehingga beaya yang timbul selama kapal berlayar, Cs :



Cs =



d d C D + C R ) + pf ( s s



Beaya total operasional kapal per hari, C T, yang dikeluarkan oleh suatu kapal dari suatu pelabuhan muat ke pelabuhan bongkar sejauh d adalah :



CT =



2W d d 2W d C D + C R ) + ( C D +C R ) + pf = C D +C R ) + ( C D + C R + pf ) ( ( r s s r s



Beaya total per ton dari muatan, CT :



CT =



2 d C D +C R ) + ( ( C + C + pf ) r sW D R



35



Dengan persamaan ini, kurva fungsi total cost masing-masing kapal sesuai dengan DWT dapat digambarkan, namun jika informasi masingmasing variabel tidak tersedia maka variabel-variabel tersebut dapat dicari/ditaksir



dengan



(perbandingan)



informasi



dari



kapal



lain.



Perhitungan tersebut didasarkan pada perbandingan DWT masing-masing kapal. Mencari Capital Cost, Co CO CO



1 2



=



W1 W2



2/3



( )



Perbandingan ini berlaku valid untuk kapal-kapal yang berukuran relatif besar. (64.500 DWT). DWT 15.000 26.600 64.500 120.000 167.500



Co 14 21 31 44 56



Co taksiran 11,7 17,2 31,0 46,9 58,6



Error (%) - 19% - 22 % 0% 6% 4%



Mencari Kecepatan Kapal, s



W S1 = 1 S2 W2



1/6



( )



Asumsi (dengan menggunakan 26.600 DWT BC sebagai acuan, pada kecepatan desain 14,5 knot) ini tidak mendapatkan hasil yang “mauk akal” karena keadaan sebenarnya kecepatan kapal tidak secara drastis berubah mengikuti ukuran kapal. Sehingga untuk model, kecepatan kapal ditetapkan 15 knot untuk semua ukuran kapal.



DWT 15.000



s sebenarnya 15,0



S taksiran



Error (%)



13,2



- 14% 36



26.600 64.500 120.000 167.500



15,1 15,2 15,5 15,0



14,5 16,8 18,6 19,7



- 4% 10 % 17 % 24 %



f taksiran



Error (%)



16 25 49 78 100



- 10% - 47% 0% -2 % -5 %



Mencari konsumsi Bahan Bakar, f



f1 W = 1 f2 W2



0,75



( )



DWT 15.000 26.600 64.500 120.000 167.500



f sebenarnya 18 37 49 80 105



Harga bahan bakar, p, dianggap sama di semua tempat (dalam model ini p = $180/ton) Mencari Running Cost (upah, asuransi, perawatan, perbaikan), C R



C R1 W = 1 C R2 W2



0,3



( )



DWT 15.000 26.600 64.500 120.000 167.500



CR 1.200.000 1.600.000 1.970.000 2.350.000 2.600.000



CR taksiran 1.271.820 1.510.299 1.970.000 2.373.300 2.623.027



Error (%) 6% -6% 0% 1% 1%



Daily Capital Cost, CD, ditetapkan dengan asumsi bahwa umur ekonomis kapal adalah 15 tahun dengan tingkat suku bunga 5% / tahun serta 350 hari operasi.



37



BAB 5 KECEPATAN KAPAL YANG EKONOMIS



5.1



Kecepatan Kapal yang Ekonomis Secara diketahui, kecepatan kapal dioptimalkan pada tahap perancangan. Kecepatan desain ini diperuntukan sedemikian rupa sehingga dapat meminimalkan required freight rate (RFR) pada saat kapal dioperasikan



RFR =



Annual Operating Costs + CR (ship first cost Annual Cargo Quantity



Required freight rate dapat dikatakan sebagai beaya rata-rata yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan kapal selama waktu tertentu (biasanya setahun) untuk setiap non muatan yang diangkut. Banyak hal lain yang harus diperhatikan pada saat menentukan tingkat kecepatan yang dianggap optimal, seperti kapal-kapal yang dioperaikan secara liner tentu tidak akan dioperasikan dengan kecepatan optimal tetapi kecepatan yang membuat kapal tersebut dapat mempertahankan jadual yang telah ditetapkan. Biasanya kecepatan ini lebih tinggi dari pada kecepatan desain. Selain untuk keperluan di atas, setiap kapal juga harus diberikan tambahan margin kecepatan untuk menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Akan tetapi penambahan ini harus dalam batas-batas tertentu sehingga tidak berlebihan, sebab hal ini tidak hanya akan meningkatkan beaya operasional kapal tetapi juga beaya konstruksi kapal. Pada saat kapal dioperasikan, terdapat tiga faktor yang menentukan kecepatan optimal kapal tersebut : harga BBM, freight rate / uang tambang, dan jarak pelayaran. Dihadapkan pada kondisi seperti ini,



38



pemilik kapal berupaya untuk memaksimalkan keuntungan (daily gross profit) yang diperoleh dari pengoperasian kapalnya. Akan tetapi, hal tersebut tidaklah dapat diperoleh hanya dengan meminimalkan semua beaya yang dibutuhkan untuk suatu pelayaran saja. Diasumsikan bahwa konsumsi bahan bakar setiap hari (waktu di pelabuhan diabaikan) sebanding dengan pangkat tiga kecepatan (Evans dkk., 1990). Sehingga daily gross profit (GS) :



GS =



RW − C R − pks3 d s



Dimana, GS



= gross profit atau surplus/hari



R



= freight rate/ton cargo



W



= DWT kapal



CR



= beaya operasional kapal (running cost) / hari



p



= harga BBM / ton



d



= jarak tempuh (baik pada saat bermuatan penuh dan



kosong), mil laut s



= kecepatan kapal, mil laut/hari



k



= konstanta konsumsi bahan bakar



Hal pertama yang dilakukan untuk mencari kecepatan optimal kapal adalah mendiferensialkan fungsi GS terhadap s dan kemudian hasil yang diproleh disamakan dengan nol.



d (GS) RW RW = − 3 pks3 = 0,s = ds d 3 pkd







39



Agar dapat mencari nilai k, konsumsi bahan bakar kapal pada kecepatan desain so harus diketahui. Hubungan di antara ketiga variabel tersebut adalah sebagai berikut : Konsumsi bahan bakar/hari = kso3 Contoh Sebuah kapal VLCC (Very Large Crude Carrier) berukuran 200.000 DWT,mempunyai konsumsi bahan bakar 120 ton/hari pada kecepatan 15 knot. Voyage charter rate dari Rotterdam ke Kuwait adalah W30. jika jarak tempuh pelayaran pulang pergi adalah 21.000/mil laut dan harga bahan bakar $180/ton, hitunglah kecepatan optimal kapal serta profit/hari. Running cost/hari adalah $7.000. Jawab : -



freight rate biasanya berpatokan pada yang disebut dengan world scale, W100.. Misalnya, 100 untuk persoala ini adalah $25



-



freight rate, W30 = 25*



-



sehingga







kecepatan



optimal



kapal,



s



RW = 226,8mil/hari = 9,45knot 3 pkd



GS =



-



30 = $7,5/hari 100



RW − CR − pks3 d s



Marginal Cost of Sea Transpot (US$/Ship-mile) Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan kecepatan optimal kapal adalah dengan menggunakan konsep marginal cost. Marginal cost adalah beaya yang diperlukan untuk menghasilkan tambahan satu unit 40



output dalam suatu waktu. Unit output yang dimaksud adalah ship-mile. Dalam angkutan laut, satu-satunya cara untuk meningkatkan output adalah sengan meningkatkan kecepatan kapal. Seperti yang telah disebutkan, konsumsi bahan bakar/hari sebanding ddengan pangkat tiga kecepatan kapal. Jika, -



CR= running cost/hari



-



n = waktu tempuh/perjalanan kapal, hari



-



s



-



p = harga BBM/ton



-



k



-



d = jarak tempuh/perjalanan kapal selama n hari, mil laut



= kecepatan desain kapal, mil/hari = konstanta bahan bakar



Maka, Total Variabel Cost (TVC) =



TVC =



C R . n + pkd .



CR .



d d + pks3 . s s



d2 n2



Dalam kaitannya dengan TVC, marginal cost (MC) adalah perubahan TVC terhadap jarak tempuh d, sehingga



MC =



d (TVC) d2 = 3pk 2 = 3pks 2 d (d ) n



Dari persamaan ini dapat didefinisikan bahwa, MC adalah beaya untuk memproduksi tambahan satu unit ship-mile dan sebanding dengan pangkat dua kecepatan desain kapal. Average Variabel Cost



41



Average Variabel Cost (AVC) aalah output rata-rata kapal dalam satu hari. AVC digunakan bersama dengan MC untuk mencari kecpatan optimal. Kecepatan optimal kapal diproleh pada saat AVC minimal atau pada saat kurva AVC menotong MC. Pada kondisi ini, MC = AVC.



AVC =



C TVC running cost fuel cost = R + pks 2 = + d s mil mil



Contoh : Carilah kecepatan kapal optimal sebuah bulk carrier berukuran 70.000 DWT yang mempunyai running cost/hari $ 5.000, konsumsi bahan bakar 50 ton/hari pada kecepatan 15 knot. Harga bahan bakar $100/ton. Jawab : -



-



k = 50/3603



MC = AVC Þ s =



CR 2pk



1/3



( )



C pk ⇒ MC =3 R 4



1/3



( )



Marginal Cost untuk Pelayaran Liner dan Tramper Marginal cost pada liner shipping dapat dengan mudah dicari karena dianggap semua beaya selain cargo handling cost adalah tetap. Jadi marginal cost adalah fungsi cargo handling cost. Sedangkan pada tramp shipping, marginal cost dapat dicari dengan hubungan seperti yang diterangkan di atas ; MC – 3 pks2. akan tetapi hubungan ini hanya berlaku pada saat kapal berlayar di laut karena mengabaikan waktu singgah di pelabuhan.



42



Dengan menggunakan hubungan s2 =



RW 3 pkd dapat icari bahwa, RW



adalah freight rate yang harus dibayar untuk jarak d atau freight rate per ship-mile atau cargo-mile = 3pks2 Dari hubungan ini dapat dketahui bahwa freight rate per ship-mile = MC.



Jika waktu singgah di pelabuhan diikutkan, maka terdapat dua komponen yang harus diperhatikan : pengeluaran selama berada di pelabuhan (D) serta waktu singgah di suatu pelabuhan (t). maka, d pks3 . RW−D s GS = − CR − d d +t +t s s



Untuk mencari harga s, diferensialkan persamaan ini terhadap s dan hasilnya disamakan dengan nol.







d(GS) R−W d pks2d d 2 pksd = ( −1 ) − 2 − ( − 1) − 2 − 2 2 ds d d s d s +t +t +t s s s







RW − D pks 2 d 2 pksd − − =0 2 2 d 2 d 2 d +t S +t s +t s s s



( )



( )



( )



( ) ( )



( ds + t ) = 0







(RW – D) – pks d – 2pks







(RW – D) – 3pks2d – 2 PKS3 t = 0







( )



2



s=







3



RW−D pk (3d+2st



Karena persamaan ini memiliki unsur s di kedua ruas, maka persamaan ini diselesaikan dengan iterasi. 43



Pengaruh waktu singgah di pelabuhan’ Jika sebuah kapal dinggah di sebuah pelabuhan, maka akan terjadi pengeluaran tambahan selama waktu berada dalam areal pelabuhan. Pengaruh dari D (pengeluaran selama berada di pelabuhan) dan t (waktu singgah di suatu pelabuhan), seperti dapat diduga sebelumnya, akan mengurangi kecepatan optimal kapal. Maka MC untuk kondisi ini, -



RW – D = pks2 (3d + 2st) 2



-



R=



3



3pks d 2 pks t D + + = MC W W W



Dengan menganalogikan hubungan AVC terdahulu, maka d d CR pks3 D CR t s s AVC = + + + w w w w



-



Untuk mencari harga s, diferensiasikan persamaan ini terhadap s dan samakan hasilya dengan nol untuk mencari nilai minimum.



-



C d 2pksd d (AVC) = − 2R + = 0 ⇒ d C R =2pks3 ds w sW



Kemudian



substitusikan



hasil



yang



diperoleh



ke



persamaan



R



sebelumnya.



-



-



R=



3CR d C R t D C R d C R d C R t D + +W= + + + 2sW W 2sW sW W W



d d CR pks3 D CR t s s R= + + + W W W W



44



Dari perhitungan ini, dapat disimpulkan bahwa NC = AVC pada titik minimum. Kecepatan optimal dapat dicari pada titik perpotongan antara MC dengan AVC.



45



BAB 6 JENIS-JENIS BEAYA OPERASI PELAYARAN



6.1



Beaya-beaya Operasi Beaya (cost) merupakan permasalahan yang penting bagi kelangsungan aktivitas sebuah organisasi, termasuk organisasi yang bergerak di bidang transportasi laut, yakni perusahaan pelayaran. Beaya yang timbul dalam operasi pelayaran dapat ditinjau dari 2 (dua) sisi : (32)



Beaya yang harus ditanggung oleh perusahaan pelayaran untuk menghasilkan jasa angkutan laut,



(33)



Beaya yang harus dipikul oleh pengguna jasa.



Kedua sudut pandang ini tentu sangat berbeda satu sama lain sehingga menyebabkan cara pembahasan. Dalam bahasan ini, jenis beaya yang pertama yang akan dibahas seiring dengan pembahasan operasi pelayaran di bab-bab lain. Jenis beaya 1 ini merupakan komponenkomponen pengeluaran yang harus diadakan oleh pemilik kapal (shipowner) untuk menghasilkan jasa angkutan laut. Cost merupakan faktor yang menentukan besarnya ongkos jasa yang harus dikenai pada pemakai jasa, yaitu tarif yang harus dibayar pada pelayaran liner serta charter rate pada pelayaran tramper. Meskipun demikian, cost bukan merupakan satu-satunya faktor yang dipakai untuk menetapkan ongkos tersebut. Seperti yang telah disebutkan di awal pembahasan ini, terdapat beragam kriteria mengenai cost. Salah satu kriteria yang paling sering digunakan adalah pembagian cost menjadi elemen yang bersifat tetap dan berubahubah sehingga masing-masing disebut sebagai fixed cost dan variabel cost. 1



Dalam bahasan ini, selanjutnya beaya sama dengan “cost”



46



Fixed cost, atau dapat pula disebut sebagai fixed overhead cost atau indirect cost, merupakan komponen beaya yang tidak berubah mengikuti jumlah output produksi. Sedangkan variabel cost sebaliknya yaitu merupakan komponen beaya yang berubah-ubah sesuai dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Definisi ini hanya berlaku jika aktivitas bisnis dilakukan dalam jangka pendek (short-term activity). Definisi di atas akan berubah jika waktu aktivitas adalah panjang (long-term business), terutama yang dianggap tetap. Sebab fixed cost juga akan ikut berubah meskipun tidak memiliki pola yang sama seperti variabel cost.



6.2



Beaya-beaya Berlayar Cost dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu : (I)



Overhead expenses



(II)



Operating expenses/Vessel overhead



(III)



Voyage expenses



(IV)



Cargo/direct cost



(b)



Overhead expenses Komponen beaya ini dianggap fixed cost dan berdiri dari : (I) Generas cost Beaya



jenis



accounting



ini cost



menjadi



beaya



(perhiutungan



menajemen



perusahaan,



pengeluaran-penerimaan



perusahaan), banking cost (uang merupakan pembayaran bungan pinjaman), beaya untuk perencanaan , dan lain-lain. (II) Marketing and advertising Beaya untuk melakukan pengumpulan serta pengolahan data (statistic), beaya untuk pembayaran agen (Agency fees), dan lainlain. (III)



Marine overhead



47



Beaya pengadaan suku cadang dan perlengkapan navigasi, peralatan kapal serta persediaan yang lain. (c)



Vessel’s Operating expenses/vessel overhead Beaya-beaya ini berhubungan dengan perawatan kapal pada saat dioperasikan. Mereka dapat diklasifikasikan sebagai fixed cost yang tidak dipengaruhi oleh output operasi pelayaran. Terdapat beberapa jenis beaya kategori ini, seperti : (I)



Perawatan dan perbaikan Beaya jenis ini meliputi beaya perawatan serta baikan untuk lampung serta bangunan atas kapal, motor penggerak utama serta



motor



bantuk,



propulsion



gear,



perlengkapan,



pengedokan, dan lain-lain. (II)



Survey Beaya ini digunakan untuk melakukan pengecekan kondisi kapal setiap empat bulan dan setahun sekali serta melakukan pemeriksaan akibat tubrukan.



(III) Asuransi Beaya ini digunakan untuk membayar premi asuransi lambung dan permesinan (hull and machinery), dan P & I Club. (IV) Staff cost Beaya ini meliputi biaya-biaya untuk gaji dan bunus anak buah kapal (ABK), tunjangan cuti (leave pay), tunjangan sosial (social security), tunjangan perjalanan (travel expenses), dan lain-lain. 48



(V) Penyediaan makanan, pencucian, dan penyediaan pakaian (VI) Radio (VIII)Persediaan cuku cadang kapal Vessel’s operating expenses dihitung untuk satu tahun operasi kapal kemudian dibagi 365 untuk mendapatkan biaya opeasi kapal setiap hari untuk setiap kapal. Hal ini dimaksudkan untuk dapat membuat perbandingan antara satu kapal dengan yang lain yang sejenis. (d)



Voyage expenses Beaya-beaya



dalam



kelompok



ini



berhubungan



dengan



pengoperasian kapal dalam kondisi normal, yang meliputi : (I)



Beaya bahan bakar (fuel cost) Beaya ini meliputi beaya penyediaan bahan bakar pada saat berlayaar, di pelabuhan (Asal dan tujuan) serta pada saat transit. Konsumsi bahan bakar pada saat di pelabuhan kira-kira seperlima dari konsumsi bahan bakar pada saat transit



(II)



Beaya perbulan (port due and charges) Beaya ini digunakan untuk membayar beaya masuk pelabuhan (harbour dues), beaya sandar (wharf due), lighthouse and buoy, pemanduan dan penundaan (pilotage and towage), port authority (polisi, sanitary dan bea cukai).



(III) Beaya keagenan (agency expenses) Beaya meliputi semua pengeluaran dan berhubungan dengan jasa yang disediakan oleh agen untuk kelancaran operasi kapal. 49



(e)



Cargo/direct cost Kelompok beaya ini tergolong variabel cost karena dasarnya bervariasi dengan jumlah serta sifat muatan yang dimuat/dibongkar ke/dari suatu kapal. Jika kapal itu adalah kapal penumpang, beaya ini tergantung dari jumlah penumpang. Beaya ini meliputi : (i)



Beaya yang digunakan untuk bongkar / muat barang Beaya ini meliputi beaya pengurusan dokumen bongkar muat (stevedoring), pengangkutan dari/ke kapal, perhitungan barang yang dibongkar muat (tallying), penimbangan/pengukuran, dan pengikatan barang.



(ii)



Passenger cost Beaya



ini



meliputi



beaya



untuk



pemenuhan



kebutuhan



penumpang di atas kapal (penumpang), upah steward, beaya penumpang yang harus dibayar selama sandar di sebuah pelabuhan, dan lain-lain.



6.3



Struktur Beaya Pelayaran Pada Umumnya Pada umumnya beaya yang diperlukan untuk aktivitas pelayaran mempunyai struktur sebagai berikut : (iii) Crew Costs (iv) Fule Costs (v)



Repair And Maintenance



(vi) Insurance (vii) Depreciation (viii) Port Dues and Charges (ix) Cargo Handling 50



(f)



Crew Costs Beaya untuk anak buah kapal (crew cost) berkisar antara 15-25% dari pengeluaran yang diperlukan untuk operasional kapal. Beaya ini tergantung dari : (i)



Ukuran kapal serta jumlah awak kapal sesuai dengan jenis



kapal (ii)



kebangsaan dari ABK



(iii) sistem pembayaran yang meliputi upah dasar, tunjangan cuti dan lembur Tergantung dari sistem pembayaran yang dipakai, crew cost dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu : (iv) Gaji/upah yang meliputi gaji dasar, lembur, pembayaran untuk pekerjaan khusus, tunjangan cuti, social security, bonus, dan lain-lain. (v)



Beaya perjalanan yang meliputi tiket perjalanan, bagasi, dan lain-lain.



(vi) Beaya lain yang meliputi tunjangan kesehatan, iuran serikat buruh, pelatihan dan pekaian. Cew cost berbanding lurus dengan jumlah ABK serta ukuran kapal yang diawaki. Kondisi negara di mana kapal tersebut didaftarkan (flag of registry) ikut dalam menentukan besarnya jumlah ABK. Jumlah ABK sebuah kapal tidaklah berbanding lurus dengan ukuran kapal atau tidak proporsional, kapal berukuran 100.000 DWT tidak memiliki awak kapal dua kali kapal berukuran 50.000 DWT. Kemungkinan kedua kapal memiliki ABK yang sama karena perbedaan teknologi yang dimiliki.



51



Jika jumlah ABK bertambah secara tidak proporsional dengan ukuran kapal, crew cost akan sebaliknya, dengan jumlah pengeluaran total kapal pada saat beroperasi. Porsi crew cost terhadap beaya total kapal akan menurun seiring dengan bertambahnya ukuran kapal. (g)



Fuel Costs Beaya bahan bakar (fuel cost) atau lebih lengkapnya bahan bakar dan pelumas (fuel and lubricating cost) kira-kira berjumlah antara 1225% dari beaya total operasi pelayaran. Meskipun macam cara telah dilakukan seperti mengembangkan motor penggerak yang irit. Akan tetapi beaya bahan bakar tetap



komponen utama dalam beaya



operasi kapal. Besarnya fule cost ditentukan oleh beberapa faktor seperti : (i)



Tipe motor penggerak Tipe motor penggerak dapat berupak tipe slow speed engine atau gas speed engine, disel atau turbin, motor dua langkah atau 4 langkah, segaris atau “V”.



(ii)



Besarnya BHP Besar BHP berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar dimana BHP motor penggerak sebanding dengan pangkat tiga kecapatan kapal yang dihasilkan.



(iii) Tipe bahan bakar yang dipakai Motor yang memakai bahan bakar “murah” (berkualitas rendah) akan mengkonsumsi lebih banyak dari pada motor yang memakai bahan bakar lebih “mahal” (berkualitas tinggi)



(iv) Harga bahan bakar 52



Tidak dapat dipungkiri bahwa besarnya fuel cost sangat diperlukan oleh beaya bahan bakar. Jadi meskipun motor yang dipakai relatif irit harga bahan bakar tinggi, maka fuel cost akan menjadi tinggi. (v)



Umur dan kondisi motor Motor yang berumur ditambah dengan kondisi tidak terawat (tidak di-overhaul secara teratur) akan mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak daripada motor yang relatif baru dan terawat).



(vi) Keterampilan dan pengalaman operator Motor yang diperasikan oleh tenaga yang berpengalaman akan lebih



sedikit mengkonsumsi



bahan



bakar. Hal



itu



erat



hubungannya dengan kinerja motor itu sendiri. Operator yang terampil akan lebih tahu bagaimana mengoperasikan motor sehingga dapat bekerja optimal dari pada operator yang baru. (vii) Kondisi badan kapal yang berada di bawah permukaan air Bahan kapal yang terendam di bawah permukaan air dapat ditumbuhi oleh berbagai macam jenis kerak (marine fouling) seperti beroperasi dalam waktu yang cukup lama. Kondisi ini dapat



menyebabkan



bertambahnya



tahan



badan



kapal



sehingga meningkatkan konsumsi bahan bakar (viii) Bentuk badan kapal (hull design) Sampai saat ini belum dapat ditetapkan dengan pasti bentuk badan kapal yang terendam di bawah air yang bagaimana dapat mengurangi konsumsi bahan bakar oleh motor penggerak kapal.



(ix) Kecepatan 53



Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsumsi bahan bakar sebuah kapal sebanding dengan pangkat tiga kecepatan kapal. Perhitungan fuel cost biasanya berdasarkan konsumsi bahan bakar harian dari motor penggerak sebuah kapal. Hal ini dilakukan dengan mengalikan total biaya daya kuda (HP) kapal dikalikan dengan konsumsi bahan bakar untuk tiap 1 (satu) HP. (h) Repair And Maintenance Perawatan serta perbaikan secara berkala kapal bertujuan untuk mempertahankan kelaiklautan (seaworthyness) kapal. Kegiatan ini memelukan beaya sekitar 10-15% dari beaya total operasional kapal. Beaya jenis ini tergantung dari beberapa hal seperti : (i)



Ukuran kapal



(ii)



Volume pekerjaan



(iii) Kondisi dan umur kapal (iv) Ongkos tenaga kerja (v)



(i)



Suku cadang atau material yang diperlukan



Insurance Beaya asuransi (insurance) kira-kira 6-12% dari total operasional kapal. Seorang pemilik kapal ikan mengasuransikan kapalnya dengan tujuan untuk memberikan perlindungan / tanggungan dari : (i)



Kerugian akibat kerusakan kapal (physical loss), serta



(ii)



Kewajiban membayar tuntutan dari pihak ketiga (liability to the third party) akibat kehilangan pendapatan.



54



Besarnya beaya asuransi yang harus dikeluarkan tergantung dari beberapa faktor, seperti : (iii) Nilai kapal sebenarnya (iv) Banyaknya item tanggungan (coverage) (v)



Pengalaman serta catatan pemilik kapal



(vi) Umur serta kondisi kapal (vii) Kecakapan ABK (viii) Jumlah kapal yang diasuransikan Item-item di atas itu dinegosiasikan oleh pemilik kapal dan penanggung asuransi (underwriter) untuk menentukan besarnya premi yang harus dibayar.



(j)



Depreciation Dipresiasi merupakan penurunan harga selama proses pemakaian yang besarnya berkisar antara 15-30% dari beaya total operasional kapal. Meskipun komponen biaya ini tidak nyata (hanya untuk digunakan dalam perhitungan neraca pembayaran/balance sheet perusahaan saja), ia digunakan untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar serta untuk mengalokasikan sejumlah untuk pergantian kapal (membeli kapal baru). Banyak cara digunakan untuk menghitung besarnya depresiasi ini, salah satu di antaranya adalah straight-line method. Metode ini dengan menggunakan rumus sederhana :



Rd =



V p −V d



55



Dimana : Rd



= tingkat depresiasi tahunan



Vr = harga awal kapal



(k)



Vs



= nilai akhir kapal pada saat dibesituakan



d



= umur ekonomis kapal



Port Dues and Charges Komponen beaya ini berkisar antara 8-12% dari beaya total opeasional kapal serta bervariasi tergantung dari lama waktu sandar di pelabuhan, ukuran kapal, serta besarnya ongkos sesuai yang ditetapkan



oleh



masing-masing



pelabuhan



yang



disinggahi.



Meskipun cukup besar, beaya in tidak dapat dihindari. Besarnya jenis ini terdiri dari : (i)



Harbour and port dues



(ii)



Towage and pilotage



(iii) Light dues (iv) Wharf dues Besarnya beaya pelabuhan ini ditetapkan sedemikian rupa sehingga faktor-faktor di atas tetapi tidak berdasarkan muatan yang diangkut.



(l)



Cargo Handling Beaya cargo handling tidak dapat ditentukan berapa porsinya terhadap beaya total operasional kapal karena besarnya sangat bervariasi. Besar biaya ini tergantung dari jumlah serta jenis muatan, yang meliputi ;



56



(i)



Stowage (penyimpanan muatan di gudang)



(ii)



Lasing and securing (penataan muatan di ruang muat)



(iii) Pemindahan muatan dari gudang ke kapal, dan sebaliknya (iv) Penimbangan (v)



Tallying (penimbangan dan pengukuran muatan)



Beaya jenis ini ditanggung sesuai dengan persyaratan pengapalan. Besar beaya ini biasanya relatif tinggi di pelabuhan yang memiliki tenaga kerja berkemampuan serta mempunyai efisiensi kerja tinggi.



57



BAB 7 PENENTUAN TARIF TAMBANG KAPAL



7.1. Skema Pembagian Beaya-beaya Ada dua faktor yang dijadikan dasar penetapan tarif tambang kapal (terutama untuk beaya barang) yaitu secara fisik dan secara nilai. Dari segi fisik, muatan kapal dapat dibedakan menjadi 2 (dua) : deadweight cargo dan measurement cargo. Pembagian ini berdasarkan faktor pemuatan (stowage faktor). Sedangkan untuk kategori nilai, prinsip umum yang dipakai adalah barang yang bernilai tinggi lebih (seperti produkproduk elektronika atau perhiasan), maka nilai tarif kapalnya pun menjadi lebih besar dibanding dengan nilai barang yang rendah (seperti bahan makanan, perkebunan, dan lainnya). Deadweight cargo adalah muatan yang memerlukan kurang dari 40 kaki kubik untuk setiap ton beratnya, sedangkan measurement cargo memerlukan volume ruang melebihi 40 kaki kubik untuk setiap ton beratnya. Yang termasuk ke dalam golongan deadweight cargo adalah barang-barang tambang (bijih besi, batu bara dan mangan) serta muatan biji-bijian (beras dan kopi). Sedangkan muatan berkategori measurement cargo seperti barang-barang manufaktor yang bernilai tinggi daripada deadweight cargo.



Contoh perthitungan uang tambang : Dua muatan A dan B akan dimuat ke dalam sebuah kapal. Muatan A memiliki ukuran 10 kaki 8 8 kaki x 6 kaki dan berisi mesin yang beratnya 3 ton, sedangkan muatan B berukuran 6 kaki x 4 4 kaki serta berisi mesin yang beratnya 3 ton. Uang tambang ditetapkan berdasarkan standar rate



58



yang terdapat pada buku tarif tambang yaitu sebesar £ 2,00 per freight ton. Freight ton adalah satu ukuran yang digunakan untuk menghitung uang tambang. Tentukanlah uang tambang untuk masing-masing muatan.



Cara menghitung uang tambang : (34) Muatan A bervolume 10 x 8 x 6 kaki kubik (cubic feet/cft) = 480 cft dan mempunyai berat 3 ton. Volume ini melebihi batas ukuran yaitu 3 x 40 cft sehingga muatan A dikategorikan sebagai measurement cargo. Jadi uang tambang yang dikenakan adalah :



480 x 2,00 = 40 £24,00



35. Muatan B bervolume 6 x 4 x 3 kaki cft = 72 cft dan mempunyai berat 3 ton. Volume ini kurang dari batas ukuran 40 cft sehingga muatan B tergolong measurement deadweight cargo. Jadi uang tambah yang dipakai untuk muatan ini adalah : 2 x 2,00 = £ 6,00



7.2. Tarif Tambang untuk Pelayaran Liner Penenuan tarif tambang didasarkan pada besarnya demand dan supply terhadap angkutan laut. Seperti jasa transportasi yang lain, tingkat permintaan terhadap angkutan laut disebabkan karena permintaan terhadap komoditi yang diangkut (devided demand) Sehingga permintaan terhadap angkutan laut dipengaruhi oleh elastisitas permintaan terhadap komoditi tersebut.



59



Elastisitas permintaan terhadap angkutan laut bervariasi menurut jenis komoditi. Dalam kondisi normal salah satu faktor penting yang mempengaruhi elastisitas permintaan terhadap angkutan laut adalah beaya angkutan yang berhubungan dengan harga komoditi yang diangkut.



Meskipun



dapat



diabaikan



beaya



angkutan



laut



dan



pengeluaran yang lain sehubungan dengan operasi angkutan laut sangat menentukan harga akhir dari suatu komoditi. Hal tersebut berkiar antara 8-15 %. Setiap tipe kapal kapal memiliki kekhasan sendiri-sendiri sesuai dengan jenis muatan yang diangkut. Ciri khas kapal ditandai dengan teknologi yang dipergunakan, teknologi ini umumnya menyebabkan muatan yang diangkut memperoleh penanganan yang memadai. Kapal-kapal khusus itu menyediakan fasilitas untuk muatan sehingga muatan menjadi sangat aman dan cepat untuk dibongkar muat. Hal itu menyebabkan tarif tambang untuk kapal-kapal khusus seperti itu sedikit berbeda dengan kapal besar biasanya menikmati skala ekonomi yang besar pula, yaitu dapat menekan beaya produksi angkutan untuk setiap unit muatan yang diangkut. Hal ini berarti pula, tarif yang dimiliki oleh kapal besar relatif lebih rendah dari pada kapal-kapal kecil. Kapal yang berukuran besar akan menikmati skala ekonomi seperti itu jika beroperasi dalam jarak jauh. Oleh karena itu kapal-kapal yang beroperasi antar negara/benua berukuran relatif lebih besar dari pada kapal-kapal antar pulau. Pemilik kapal atau operator pada prakteknya harus menentukan suatu tingkat tarif yang tepat sesuai dengan beaya yang dikeluarkan, tingkat profit yang diinginkan berdasarkan elemen kompetisi atau perolehan market (market share) yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Jadi tarif merupakn fungsi beaya dan profit dimana komponen beaya terdiri dari



60



kapital (modal untuk pengadaan kapal), beaya operasi kapal serta beaya pelayaran. Sehingga secara matematis tarif adalah : Tarif = f (beaya, profit) = beaya (kapital + operasi + voyage) + margin/profit yang diinginkan



7.3.



Jenis-jenis Charter Kapal Dibandingkan dengan charter rate pada pelayaran tramper, uang tambang pada pelayaran liner lebih bersifat tetap. Uang tambang ini ditetapkan secara sepihak oleh pemilik kapal, namun demikian ia tetap harus memperhatikan kemampuan pemakai jasa : seberapa besar pemakai jasa akan mampu membayar uang tambang. Untuk tambang yang ditetapkan tersebut disebut dengan tarif angkutan (tarif price). Selain tetap, rate yang ditetapkan untuk pelayaran liner relatif lebih stabil dari pada charter rate untuk pelayaran tramper. Pemilik barang dapat mengetahuinya sebelum mengunakan jasa kapal. Pada jasa liner biasanya terdapat tiga tipe tarif tambang yang dikenal yaitu nilai dasar (basic-rate), tambahan dana (surcharge), dan potongan harga/rabat (rebates).



Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran dari nilai pokok tarif adalah 



Rute kapal







Jenis-jenis komoditi muatan (commodity rate)







Faktor fisik muatan (berdasar berat ataupun volume)







Beaya transportasi terutama pada komponen jarak dan beaya pelabuhan 61







Aspek kompetisi







Periode waktu (per kuartal, semester, dan tahunan).



Tarif tambang untuk kapal yang dioperasikan secara liner ditetapkan berdasarkan kriteria measurement atau deadweight cargo. Jenis tarif yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan pelayaran akan sangat beragam sesuai dengan jumlah komoditi yang biasa diangkut secara regular. Khusu untuk barang-barang berharga, tarif yang dikenal disesuaikan menurut prosentase tertentu dari tarif normal. Tarif ini disebut dengan tarif ad valorem. Jika barang yang hendak dikapalkan berjumlah relatif besar, pemilik kapal biasanya menggunakan sistem open rates yang dapat dinegosiasikan. Hal ini sebagai antisipasi persaingan dengan kapal kapal tramper.



7.4.



Penentuan Dasar Tarif Tambang Kapal Kapal-kapal dioperasikan secara tramper jebanyakan dengan sistem charter sehingga tarif pengakapal muatan disebut charter rate. Charte rate ini disebutkan dalam sebuah kesepakatan pengangkutan barang yang disebut dengan charte party. Nilai barang yang diangkut secara tramper dapat diasumsikan tetap, karena penghasil barang (seller) dan pembeli barang (buyer) berjumlah sangat banyak serta memiliki bargaining power yang relatif sama. Dapat dikatakan bahwa situasi seperti ini adalah situasi persaingan sempurna. Hal ini menyebabkan tingkat prubahan harga komoditi sangat kecil dan dapat dianggap tetap. Kondisi ini menyebabkan harga komoditi relatif tetap/konstan. Harga akhir dari barang juga relatif tetap karena didukung oleh situasi pelayaran tramper. Kondisi pelayaran tramper yang dioperasikan secara charter berada dalam kondisi sama seperti kondisi komoditi : shipper dan shipowner brjumlah sangat besar. Tingkat persaingan yang terjadi dapat 62



dianggap sempurna sehingga menyebabkan charter rate relatif sama dan konstan. Oleh karena itu harga akhir dari barang tetap. Secara umum, berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai charter rate.: (36)



Tipe kapal



(37)



Situasi lalu lintas pelayaran dimana kapal dioperasikan



(38)



Kondisi pasar secara umum



(39)



Beaya harian yang harus ditanggung oleh pen-charter setiap hari (tergantung dari persyaratan dalam charte party.



(40)



Lamanya charter.



(41)



Persyaratan charter



(42)



Beaya-beaya yang harus ditanggung oleh pihak pen-charter dan shipowner



(43)



Beaya untuk survey yang harus diklarifikasi apakah menjadi tanggungan pen-charter dan shipowner.



(44)



Urgensi dari charter



(45)



Kemudian pelaksanaan charter dan shipowner



(46)



Dan lain-lain.



63



BAB 8 PRODUKTIVITAS PELAYARAN



8.1



Pengertian Produktivitas Pendanaan untuk investasi kapal umumnya berasal dari berbagai sumber karena jarang satu pihak mampu untuk melakukannya. Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah karena besarnya dana yang harus dihimpun. Sehingga kepemilikan kapal yang dioperasikan oleh sebuah perusahaan pelayaran juga bervariasi, tergantung dari sistem pendanaan yang dipakai. Faktor lain yang menjadi penyebab mengapa dana yang diperlukan untuk investasi kapal berasal dari beragam sumber adalah karena faktor resiko. Jika sumber dana hanya berasal dari satu sumber dalam hal ini adalah pemilik kapal itu sendiri, maka pada saat perusahaan mengalami kerugian, pemilik perusahaan yang sekaligus menjadi pemilik kapal harus menanggung kerugian itu sendiri. Pemilihan cara pendanaan kapal sangat menentukan kondisi cash flow perusahaan. Jenis-jenis pembeayaan yang dikenal dalam praktek investasi pelayaran adalah :



(47)



Pembeayaan dengan dana ekuitas (baik modal sendiri atau partnership) Untuk investasi berskala/bervolume kecil, sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal sendiri. Modal sendiri biasanya didapat dari profit yang dihasilkan atau yang disisihkan akibat reduksi beaya balik



64



pinjaman ataupun keberhasilan dalam menekan total beaya produksi atau jasanya. Bila pembeayaan modal sendiri ini tidak tidak cukup maka model pembeayaan yang dapat dilakukan adalah : Partnership, baik melalui aktivitas pengumpulan dana, atau



(a)



dengan mendirikan perusahaan bersama. Pembelian saham perusahaan oleh pihak manajemen atau



(b)



dengan sebagian saham dari saham karyawan. Konsolidasi dana melalui stock-market dimana perusahaan



(c)



mengelaurkan sejumlah saham yang diperjualbelikan secara bebas di pasar saham. Penggalian dana melalui perusahaan-perusahaan yang “kaya”



(d)



cash-flow



seperti;



dana



pensiun,



perusahaan-perusahaan



manajemen keuangan atau perusahaan-perusahaan “bapak angkat”. Sistem komandit yang dilakukan di jerman dan negara-negara



(e)



Skandinavia, dimana masyarakat dapat berpartisipasi dengan cara membeli surat-surat berharga yang diterbitkan untuk pembeayaan investasi maritim, dan sebagai kompensasi selain mendapatkan dividend (keuntungan) dari surat yang telah terbeli tadi, juga mendapatkan kompensasi pembebasan membayar suatu jenis pajak (pajak penghasilan) untuk persentasi tertentu yang tergantung dari besaran investasi awalnya tadi. Pemilik kapa yang mendapatkan sumber investasi secara ekuitas akan berada dalam posisi yang akan, selama ia dapat memenuhi kewajiban



untuk



membayar



beaya



operasi



perusahaan



dan



pelayaran kapal. Meskipun kapal tidak menghasilkan keuntungan, pemilik kapal masih tetap memiliki keleluasa di dalam mengatur operasional perusahaan.



65



(48)



Pinjaman Cara ini umumnya lebih populer dibandingkan dengan pola pendanaan ekuitas, yang biasanya dilakukan dalam bentuk bank komersial maupun dari pada investor institusional. Cara ini relatif mudah dan cepat dilakukan dari pada cara prtama karena persyaatannya lebih ringan dan relatif mudah dipenuhi. Perusahaan besar yang sudah berhasil melakukan usahanya akan relatif lebih mudah



untuk



mendapatkan



pinjaman



dibandingkan



dengan



perusahaan yang baru dan tidak berpengalaman. Hal itu umumnya disebabkan karena pihak enyedia pinjaman (creditor) dangat memperhatikan banfiditas calon peminjam yang ditunjukkan oleh kinerja perusahaan serta modal yang telah dimiliki. Sebelum memberi pinjaman, creditor akan mengambil langkahlangkah yang diperlukan untuk mengamankan pinjaman yang diberikan. Langkah-langkah tersebut dapat berupa : Creditor (pemberi pinjaman) akan mengambil jaminan pertama



(a)



dari kapal yang dibeli oleh debitor (peminjam) sebagai tindakan pertama



(clain)



seandainya



peminjam



tidak



mampu



mengembalikan pinjaman (default), Jaminan kapal yang lain harus diberikan untuk mengantisipasi



(b)



ketidakmampuan membembalikan pinjaman dengan syarat ada kepastian bahwa kapal tersebut dapat dijual sewaktu-waktu sehingga uang tunai diperoleh, Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas pen-charter-an jangka



(c)



panjang dibrikan kepada creditor sebagai jaminan kepastian pembayaran pinjaman, Jaminan pembayaran pinjaman dapat diberikan oleh berbagai



(d)



pihak yaitu pemilik kapal/perusahaan pelayaran, galangan dimana kapal tersebut dibangun, atau institusi pemerintah.



66



Biasanya faktor-faktor yang berpengaruh untuk pola peminjaman ini adalah : Rasio loan-toasset (gearing ratio)



(e)



Rasio ini merupakan perbandingan antara pinjaman (loan) dengan modal sendiri yang dimiliki oleh sebuah perusahaan pelayaran



(asset).



Rasio



ini



mencerminkan



banyaknya



(prosentase) pinjaman terhadap modal yang dimiliki oleh suatu perusahan yang hendak melakukan investasi. Modal untuk investasi ini diperoleh dari sebagian keuntungan yang disisihkan sehingga perusahaan dengan kinerja baik akan memiliki modal yang cukup untuk pengadaan kapal. Semakin rendah rasio tersebut



berarti



semakin



besar



pula



kemampuan



suatu



perusahaan untuk menyisihkan sebagian keuntungannya. Hal ini berarti bahwa perusahaan yang berpengalaman serta bereputasi baik akan memperoleh kesempatan untuk memperoleh pinjaman. Lama waktu atau periode investasi



(f)



Waktu investasi tergantung dari perkiraan waktu operasional kapal (umur ekonomis/economic life) kapal. Hal ini berkaitan erat dengan suku bunga yang diberikan. Waktu pengembalian pinjaman akan semakin pendek jika umur ekonomis kapal semakin pendek. Biasanya dalam praktek, pinjaman dibayar sebanyak 17 kali pembayaran yang dilakukan setiap enam bulan. Besaran interest-rate



(g)



Tingkat suku bunga (interest rate) yang diberikan oleh sebuah institusi



keuangan



ditanggungnya



mencerminkan



terutama



tehadap



resiko



yang



kemungkinan



harus



macetnya



pengembalian. Tingkat suku bunga ini sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain, tergantung dari situasi perekonomian negara bersangkutan. Negara-negara yang sudah maju dengan tingkat kestabilan ekonomi yang tinggi, tingkay suku bunga ini



67



sedemikian rendahnya sehingga tidak membebani pemilik kapal yang hendak investasi. Level dari currency rate nasional terhadap mata uang asing



(h)



Pinjaman yang diperoleh oleh pemilik kapal harus dibayar ke dalam mata uang (currency) dimana galangan pembuat kapal tersebut berada. Peminjam akan menanggung beban sangat tinggi jika terjadi perubahan nilai tukar mata uang terutama dalam kondisi resesi. Salah satu iat untuk mengatasi hal ini adalah membangun kapal di negara dimana peminjam berada shingga tidak terjadi fluktuasi pembayaran pinjaman. Pemilik kapal yang mendapatkan sumber investasi dari pinjaman akan menghadaoi situasi yang sangat berbeda dari pada mendapatkan pendanaan dari sumber ekuitas. Selain harus membayar beaya operasional kapal dan perusahaan secara umum, pemilik perusahaan harus membayar secara berkala dengan besar yang biasanya tetap. Jika ia hanya dapat membayar beaya operasional kapal dan perusahaan saja, tanpa dapat memenuhi kewajiban membayar bunga pinjaman, ia harus mengusahakan dana dari sumber lain untuk memenuhi kewajibannya itu. Ketidakmampuan memenuhi kewajiban itu akan menyebabkan pemilik kapal kehilangan hak penuh untuk menjalankan perusahaan, karena pihak penyedia dana (bank) akan ikut menentukan



jalannya



perusahaan



sebagai



kompensasi



dari



ketidakmampuan tersebut.



8.2



Pengertian Payload (49)



Kredit galangan Kredit adalah kredit yang biasanya diberikan oleh suatu institusi keuangan (misalnya Organization for Economic Coperation and Development / OECD, Asian Development Bank / DADB) kepada galangan kapal, yang tujuan untuk membantu baik pihak galangan kapal ataupun pemilik kapal untuk suatu pembangunan kapal baru. 68



(50)



Mengeluarkan surat berharga Hal ini dilakuan dengan cara menerbitkan suatu surat berharga (bond) yang sifatnya jangka panjang guna mendukung suatu pendanaan jangka panjang.



(51)



Leasing Jenis sistem pendanaan seperti ini merupakan suatu sistem pendanaan dimana seorang lessor (pemilik kapal) melimpahkan aset fisiknya yaitu kapal kepada seorang lessee (operator) untuk dipakai selama satu masa leasing yang disepakati. seorang lessee (operator) membayar sejumlah nilai sewa kepada di lessor untuk pengoperasian asset secara penuh. Nilai leasing kapal biasanya diatur oleh legislasi nasional dari setiap negara, di Indonesia badan yang ditunjuk untuk melakukan leasing kapal ini adalah ; P.T. PANN MULTI FINANCE yang berada di bawah Departemen Keuangan. Metode



pendanaan



dilakukan



dalam



jangka



panjang



yang



memberikan hak kepada perusahaan pelayaran (lessee) untuk mengatur kapal yang diperoleh secara leasing ini secara penuh. Selain itu pemilik kapal mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari ketode ini karena ia dapat membayar uang sewa (leasing fee) dalam jangka waktu lama. Periode leasing ini umumnya disesuaikan dengan economic-life dari kapal.



8.3



Pengertian Payload dan Ton Mile Pengertian Payload Payload merupakan kapasitas angkut sebenarnya dari sebuah kapal khususnya kapal barang. Payload adalah bagian terbesar dari DWT sebuah kapal setelah dikurangi bahan-bahan consumable seperti bahan 69



bakar, minyak pelumas dan air tawar. Kapasitas ruang muat sebuah kapal dapat dimaksimalkan dengan memaksimalkan payload. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan bunkering plan. Bunkering plan adalah rencana pengisian bahan bakar yang dapat diikuti oleh pengisian air tawar dan minyak pelumas.



Pengertian Ton-Mil Output jasa angkutan laut adalah terjadinya proses perpindahan sejumlah barang dari suatu tempat asal ke suatu tempat tujuan. Jadi, ton-mil adalah ukuran produktivitas sebuah kapal/armada akibat melakukan aktivitas pengangkutan sejumlah muatan (ton) serta menempuh jarak pengapalan tertentu (mil) tersebut. Akan tetapi nilai ton-mil yang dihasilkan tidaklah homogen karena daoat dihasilkan oleh jumlah muatan atau jarak pengapalan yang bervariasi. Sebagai contoh, 200 ton-mil dapat dihasilkan akibat pengapalan muatan seberat 200 ton dengan jarak 1 mil atau muatan sebanyak 100 ton sejauh 2 mil.



70



BAB 9 BILL OF LADING (KONOSEMEN)



9.1



Pengertian Bill of Lading Bill of Lading (B/L) adalah dokumen pengapalan/pengangkutan barang yang ditandatangani oleh carrier atau agen yang ditunjuk. Dokumen ini menyatakan bahwa sejumlah barang (seperti yang tertulis di dalamnya) dengan persyaratan pengiriman tertentu (sesuai dengan Incoterms) telah diterima



untuk



diangkut/dikapalkan



dengan



kapal



tertentu



)yang



disebutkan dalam dokumen) ke suatu tujuan yang telah ditetapkan (tercantum dalam dokumen). Jadi secara singkat B/L merupakan kontrak/bukti pengiriman sejumlah barang dari suatu tempat ke tempat tertentu. Namun demikian B/L bukan merupakan kontrak pengapalan yang sebenarnya, seperti yang dinyatakan dengan kegiatan penerimaan atau pengapalan barang oleh pemilik kapal maupun shipper, tetapi merupakan bentuk nyata dari persyaratan pengapalan.



9.2



Fungsi B / L B/L mempunyai beberapa fungsi yang merupakan :



(52)



Pernyataan oleh carrier bahwa sejumnlah barang telah dimuat ke dalam kapalnya.



(53)



Pernyataan (kontrak, meskipun tidak secara eksplisit) pengangkutan



(54)



Pemberian hak kepada pemegang untuk membongkar muatan seperti yang dinyatakan dalam dokumen.



71



9.3



Hal-hal yang disebutkan dalam Bill of Lading



(55)



Nama shipper (biasanya pengekspor muatan)



(56)



Nama kapal pengangkut muatan



(57)



Deskripsi muatan (kecuali jika muatan merupakan bulk cargo) termasuk tanda-tanda pengapalan, nomor pengemasan, isi volume dan berat



(58)



Tanda dan nomor identifikasi muatan



(59)



Nama pelabuhan pemuatan



(60)



Nama pelabuhan tujuan



(61)



Tarif tambang



(62)



Nama consignee atau agennya



(63)



Persyaratan kontrak pengapalan



(64)



Tanggal dimana muatan diterima dan/atau dimuat ke atas kapal



(65)



Nama dan alamat notify party (pihak yang akan diberitahukan pada saat barang tiba di tempat tujuan)



(66)



Jumlah B/L yang ditandatangani atas nama nahkoda kapal atau agennya, sebagai tanda terima barang



(67)



9.4



Tanda tangan nahkoda kapal atau agennya.



Tipe B / L B/L mempunyai banyak jenis sesuai dengan jenis pelayaran maupun jenis transit yang meliputi :



(68)



Shipped / Onboard B/L



Menurut the Carriage of Goods by Sea Act 1971 (Haque-visby Rules), shipper dapat meminta shipowner menyediakan B/L yang membuktikan bahwa muatan miliknya telah dikapalkan. Oleh karena itu, kebanyakan B/L jenis ini memiliki pesan “Shipped in Apparent good order and



72



condition’ yang menyatakan bahwa barang yang dimaksud telah berada di atas kapal. B/L jenis ini merupakan yang paling banyak digunakan karena dapat dijadikan bukti bahwa barang telah berada di atas kapal dan dapat dijadikan bukti untuk pihak bank supaya dapat mengeluarkan penjaminan finansial (khususnya untuk kegiatan ekspor).



(69)



Received (for shipment) B/L B/L jenis ini dibuat karena tidak dicantumkannya kata “shipped” (atau dikapalkan



ke



suatu



tempat



oleh



suatu



kapal)



dalam B/L



sebelumnya. B/L ini hanya menegaskan bahwa komoditi telah ditangani oleh pemilik kapal serta berada dalam pengawasannya. Dengan lain kata, barang belum dimuat tetapi akan dimuat dalam jangka waktu tertentu setelah dikeluarkan. B/L jenis ini berubah menjadi shipped B/L setelah barang dimuat.



(70)



Through B/L Jika dalam pengapalan suatu muatan dua carrier atau lebih terlibat, maka diperlukan suatu dokumen pemuatan yang sama untuk muatan tersebut. Untuk menghindari kesulitan karena proses perpindahan muatan tersebut ditangani oleh banyak carrier, maka perusahaan pelayaran akan mengeluarkan B/L yang daoat dipakai pada saat muatan tersebut sedang transit serta diberikan kepada carrier pertama yang menangani angkutan muatan tersebut. Dengan menggunakan jenis B/L ini, freight rate yang diperoleh adalah sama. Sehingga jenis ini lebih disukai terutama untuk muatan yang dikapalkan dalam bentuk peti kemas.



(71)



Stale B/L B/L harus sudah ada di pelabuhan tujuan pada saat muatan tiba di pelabuhan tujuan, supaya muatan segera dapat diserahkan kepada consignee oleh shipowner. Untuk menghindari kemungkinan muatan 73



tiba terlebih dahulu dari pada B/L, maka perusahaan pelayaran mengeluarkan B/L yang disebut “stale”.



(72)



Groupage and house B/L Barang-barang yang ada dalam sebuah peti kemas kebanyakan berasal dari satu consignor untuk beberapa consignee yang berada dalam suatu wilayah (negara). Barang-barang tersebut dikapalkan sebagai satu kesatuan (one consignment) sehingga perusahaan pelayaran



mengeluaran



groupage



B/L dan



freight



forwarder



mengeluarkan house B/L sebagai tanda terima dari B/L yang dikeluarkan



oleh



perusahaan



pelayaran.



Shipper



harus



mengklarifikasikan penggunaan house B/L kepada pihak bank sebelum melakukan pengiriman barang. Karena hal ini berhubungan dengan menyediakan dana oleh pihak bank.



(73)



Transhipment B/L Tipe B/L ini biasanya dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran jika tidak angkutan muatan tidak dapat dilakukan secara langsung dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan, tetapi harus singgah di satu atau beberaoa pelabuhan transit (intermediate port). Segala pengeluaran yang terjadi pada saat transit menjadi tanggungan shipowner.



(74)



Clean B/L Setiap B/L menyebutkan “In apparent good order and condition”, yang dimaksud adalah muatan yang disebutkan dalam B/L tersebut. Jika shipowener tidak memodifikasi statement tersebut, maka B/L disebut “clean” atau “unclaused”.



(75)



Claused B/L Jika shipowner tidak menyetujui salah satu / beberapa pernyataan yang ada dalam sebuah B/L, maka ia akan memodifikasi B/L tersebut dengan tambahan beberapa klausal. Sehingga B/L tersebut disebut 74



claused/foul/cloused B/L. klausul tambahan tersebut biasanya berbunyi



:



“inadequate



packaging”,



“unprotected



machinery”,



“second-hand” cases”, wet or stained cartons”, damages crates” atsu “cartons missing”. Pernyataan “shipped on deck under owner’s risk” dapat disebutkan sebagai di bawah heading B/L ini. B/L jenis ini biasanya tidak akan diakui/diterima oleh bank.



(76)



Negotiable B/L Jika dalam B/L terdapat kata-kata/pernyataan “or his or their assignn”, B/L ini adalah jenis negotiable B/L. akan tetapi beberapa tambahan harus dilakukan seperti penambahan kata “bearer” atau pihak yang lain yang disebutkan dalam pembukaan ke dalam pernyataan tersebut. B/L bersifat negotiable karena disetujui atau karena dapat dipindahtangankan.



(77)



Non-negotiable B/L Jika kata-kata “or his or their assignn” dihapus dari B/L, maka B/L tersebut



disebut



non-degotiable



B/L.



Hal



ini



mengakibatkan



consignee atau pihak lain yang disebutkan dalam B/L tidak dapat memindahkan kepemilikan barang dengan pentransferan B/L (seperti yang dapat dilakukan sengan menggunakan B/L sebelumnya).



(78)



Container B/L Seperti yang telah disebutkan dalam butir (3), (7) dan (9), jenis B/L yang paling berguna jika muatannya dikirim dengan peti kemas adalah clean, negotiable-through B/L karena jenis B/L seprti itu memungkinkan muatan untuk dipindahkan / dikapalkan ke tempat tujuan dengan menggunakan satu dokumen B/L. jenis B/L ini disebut sebagai container B/L.



(79)



B/L yang dipakai oleh charter party Dengan semakin berkembangnya combined transport operation, akan terjadi peningkatan jumlah muatan baik diangkut dengan 75



operasi liner maupun dengan menggunakan pelayaran tramper. Khusus untuk charter, pihak-pihak yang disebutkan dalam charter party akan mengeluarkan B/L, seperti yang disebutkan dalam Combined Transport Bill of Lading 1971 dengan kode Combiconbill.



(80)



Straight B/L Di Amerika Serikat, non-negitiable B/L disebut juga waybill atau straight B/L. jenis B/L ini hanya berlaku untuk barang-barang yang diekspor dari negara ini dan bukan sebaliknya, tidak berlaku untuk barang-barang impor dari luar Amerika Serikat.



(81)



Negotiable FIATA combined transport B/L Jenis dokumen ini disebut juga FIATA B/L (FBL) yang semakin banyak digunakan seiring dengan penggunaan combined transport. Tidak seperti yang disebutkan dalam butir (12), B/L ini bersifat negotiable. B/L ini dikembangkan oleh Federasi Internasional Assosiasi Agen Forwarding.



9.5



Bentuk B/L Secara umum, selain 14 tipe yang disebutkan di atas, terdapat 3 (tiga) bentuk B/L, yaitu :



(82)



Straight B/L B/L jenis ini dikeluarkan untuk pengangkutan barang kepada orang / pihak yang disebutkan di dalamnya.



(83)



Bearer B/L B/L jenis ini tidak mencantumkan nama pengirim sehingga dapat dipindahtangankan (diperjualbelikan).



(84)



Order B/L B/L jenis ini menyebutkan pihak yang memesan barang. 76



9.6



Proses Perpindahan B/L dalam Kegiatan Pelayaran B/L dapat diperjualbelikan jika berbentuk bearer B/L dimana nama pengirim tidak dicantumkan sampai dengan tujuan/pelabuhan akhir dimana barang akan dibongkar dan diterima oleh pemegang B/L terakhir.



9.7



Persyaratan Pengangkutan Incoterms (International Commercial Terms) adalah kumpulan 13 aturan standar perdagangan internasional yang biasanya digunakan sebagai acuan dalam kontrak dagang internasional. Aturan yang dikembangkan serta dikeluarkan oleh Kamar Dagang Internasional (Internasional Chamber of commerce/ICC) ini dapat disebut sebagai “jantung” dari perdagangan global/dunia karena secara jelas akan memerinci resiko serta tanggung jawab dari pihak pembeli (buyer/importer) dan penjual (seller/exporter) sehubungan dengan pergerakan barang yang terjdi di antara mereka. Aplikasi dari aturan ini adalah penggunaan tiga huruf kapital serta diikuti oleh nama tempat seperti FOB Port of Tanjung Perak, yang relatif mudan dimengerti serta diingat. Incoterms diperkenalkan pertama kali pada tahun 1936 di Eropa yang memiliki volume perdagangan internasional tinggi. Aturan ini dikeluarkan untk mencegah kesalahpahaman ataupun perselisihan akibat perbedaan aturan perdagangan di masing-masing negara. Sejak saat itu aturan tersebut telah mengalami penyempurnaan serta penyesuaian seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, sebanyak 5 kali, yaitu pada tahun 1953, 1967, 1980, 1990, dan 2000. penyempurnaan yang terakhir dilakukan dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001 dikenal sebagai incoterms 2000. Meskipun Incoterms adalah aturan standar yang berlaku secara Internasional, cakupannya tidaklah luas (hanya terbatas pada masingmasing aturan sebanyak 13 itu). Aturan ini tidak menyebutkan apa nama 77



dari barang ataupun kepemilikannya. Aturan ini seperti yang disebutkan di atas, disetujui oleh pihak penjual barang maupun pembeli. Aturan ini bukan merupakan sejenis hukum dagang namun sesuai dengan konvensi yang dikeluarkan oleh PBB (the UN Convention on Contracts for the International Sale of Goods) serta telah diratifikasi oleh anggotanya. Jadi, konvensi



inilah



yang



merupakan



rujukan



dari



aturan



perdagangan/Incoterms tersebut. Dari 13 istilah/aturan yang ada, yang paling banyak dipergunakan adalah EXW (Ex works), FOB (Free on Board), CIF (Cost, Insurance and Freight), DDU (Delivery Duty Unpaid), dan CPT (Carriage Paid To). Adapun aturan tersebut dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :



(85)



Kelompok E Aturan



dalam



kelompok



ini



menyebutkan



bahwa



pembeli



bertanggung jawab atas segala kebutuhan pengangkutan dari tempat asal suatu muatan (di tempat penjual) sampai ke tempat tujuan.



(86)



Kelompok F Aturan yang terdapat dalam kelompok ini menyebutkan bahwa beaya pengapalan ditanggung oleh penjual barang.



(87)



Kelompok C Aturan yang ada dalam kelompok ini menyebutkan bahwa beaya pengapalan ditanggung oleh penjual barang.



(88)



Kelompok D Aturan



dalam



menanggung



kelompok



segala



beaya



ini



menyebutkan



pengangkutan



bahwa



dan



penjual



hal-hal



yang



berhubungan sampai ke tempat tujuan.



78



Secara rinci, istilah-istilah yang ada dalam Incoterms 2000 dapat diterangkan sebagai berikut :



(89)



EXWm Ex works (… disebut nama tempat)



Ex works berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang, bila yang bersangkutan menempatkan barang tersebut untuk pembeli dan tempat kediaman penjual atau tempat lainyang ditentukan (seperti tempat kerja, pabrik, gudang, dan lainnya), belum diurus formalitas ekspornya dan juga tidak dimuat keatas kendaraan pengangkut manapun. Syarat ini merupakan kewajiban untuk mengambil barang-barang dari temat penjual. Namun bila pihak pembeli menginginkan penjual bertanggung jawab untuk memuat barang-barang pada saat pemberangkatan dan memikul semua resiko dan beaya pemuatan tu, maka hal itu harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang jelas di dalam kontrak jual beli. Syarat ini jangan dipakai bila pembeli tidak mungkin mengurus formalitas ekspor, baik langsung maupun tidak langsung. Di dalam hal seperti ini, maka sebaiknya dipakai cara FCA, asalkan penjual setuju bahwa dia akan melakukan pemuatan barang atas beaya dan resikonay sendiri.



(90)



FCA, Free carrier ( … disebut nama tempat) Free carrier berarti bahwa penjual melakukan penyerahan baangbarang yang sudah mendapat ijin ekspor kepada pengangkut yang ditunjuk pembeli di tempat yang disebut. Hrus dicatat bahwa pemilihan tempat penyerahan mempunyai dampak pada kewajiban bongkat muat barng-barng di tempat itu. Jika penyerahan terjadi di tempat penjual, maka penjual bertanggung jawab untuk memuat. Akan tetapi, jika penyerahan terjadi di tempat lain, penjual tidak bertanggung jawab untuk membongkar.



79



Syarat ini dapat dipergunakan tanpa memandang jenis-jenis moda transportasi yang dipakai. Carrier, berarti setiap orang dalam kontrak angkutan,



bertanggung



jawab



untuk



mengangkut



atau



menjamin



pelaksanaan pengangkutan dengn moda darat (kereta api, jalan raya), moda udara , moda laut/sungai atau dengan kombinasi dai alat angkut itu.



(91)



FAS, Free alongside ship ( … disebut nama pelabuhan) Free alongside ship berarti penjual melakukan penyerahan barangbarang bila barang-barang itu di tempatkan di samping kapal di pelabuhan pengapalan yang disebut. Hal ini berarti bahwa pembeli wajib memikul semua beaya dan semua resiko kehilangan atau keruskan atas barang-barang mulai saat itu. Syarat FAS menuntut penjual suaya mengurus formalitas ekspor. Syarat ini berlawann dengan versi incoterms yang sebelumnya (incoterms 1990) yang menuntut pembeli untuk menguruskan formalitas ekspor.



(92)



FOB, Free on board ( … disebut nama pelabuhan pengapalan) Free on board berarti bahwa pejual melakukan penyerahan barangbarang bila barang-barang tersebut telah melewati lambung kapal di pelabuhan pengapalan yang disebut. Hal ini berarti bahwa pembeli wajib memikul semua beaya dan resiko atas kehilangan atau kerusakan barang mulai dari titik itu. Syarat FOB menuntut penjual untuk menguruskan formalitas ekspor. Syarat ini hanya data dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja. Jika pihak-pihak bersangkutan tidak bermaksud untuk menyerahkan barang-barang melewati lambung kapal, maka syarat FCA yang harus dipakai.



(93)



CFR, Cost and freight (disebut nama pelabuhan tujuan) Cost and freight berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang bila barang-barang melewati lambung kapal di pelabuan pengapalan. Penjual wajib membayar beaya-beaya dan ongkos angkut yang perlu untuk pengangkutan muatan ke pelabuhan tujuan yang disebut. Setelah waktu penyerahan terjadi, resiko 80



kehilangan atau kerusakan atas barang-barang, termauk setiap beaya tamahan berpindah dari penjual kepada pembeli. Syarat CFR menuntut penjual untuk menguruskan formalitas ekspor. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk moda laut dan sungai saja. Jika pihakpihak terkait tidak bermaksud melakukan penyerahan barang melewati lambung kapal, maka sebaiknya memakai syarat CPT.



(94)



CIF, Cost insurance and freight ( … disebut nama pelabuhan tujuan) Cost insurance and freight berarti penjual melakukan penyerahan barang-barang melewati lambung kapal di pelabuhan pengapalan. Penjual wajib membayar semua beaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut muatan sampai ke pelabuhan tujuan yang disebut. Setelah penyerahan barang terjadi, resiko kehilangan atau kerusakan atas muatan termasuk setiap beaya tambahan berpindah dari penjual kepada pembeli. Namun dalam syarat CIF, penjual wajib pula menutup asuransi dan angkutan laut terhadap resiko kerugian atau kerusakan atas muatan yang mungkin diderita selama barang dalam perjalanan. Berkenaan dengan itu penjual wajib menutup asuransi dan membayar premi. Pembeli perlu memperhatikan bahwa dengan syarat CIF, penjual diwajibkan menutup auransi hanya dengan



syarat



pertanggungan



minimum.



Sekiranya



pembeli



menginginkan perlindungan yang lebih besar maka pembeli perlu mengadakan persetujuan dengan penjual dengan tegas, atau pembeli sendiri harus mengurus asuransi tambahan itu. Syarat CIF menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai. Jika pihak-pihak bersangkutan tidak bermaksud untuk menyerahkan barang melewati lambung kapal, maka syarat CIP yang harus dipakai.



(95)



CPT, Carrier paid to (… disebut tempat tujuan) Carrier paid to berarti bahwa penjal menyerahkan barng-barang kepada pengangkut yang ditunjuk sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut muatan itu 81



sampai ke tempat tujuan yang disebut. Hal ini berarti bahwa pembeli memikul semua resiko dan membayar setiap ongkos yang timbul setelah muatan yang diserahkan dengan cara demikian. Carrier, berarti setiap orang yang mendagakan kontrak angkutan, bertanggung



jawab



melakukan



atau



menjamin



terlaksananya



pengangkutan dengan kereta api, jalan darat, udara, laut, sungai atau dengan kombinasi dari alat angkut itu. Sekiranya dapat dipakai alat angkut pengganti untuk meneruskan pengangkutan sampai ke tempat tujuan yang dijanjikan, maka resiko (yang harus dipikul penjual) berakhir pada saat barang-barang telah diserahkan kepada pengangkut pertama. Syarat CPT mewajibkan penjual mengurus formalitas ekspor. Syarat ini dapat dipakai untuk alat angkut apa saja, termasuk multi modal transport.



(96)



CIP. Carriage and insurance and paid to ( … disebut nama tempat tujuan) Carriage and insurance paid to berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri serta berkewajiban untuk membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barng-barng itu sampai ke tempat tujuan yang disebut. Hal ini berarti bahwa pembeli memikul semua reiko dan membayar setiap ongkos yang timbul, setelah barang-barang yang diserahkan dengan cara seperti ini. Namun dengan syarat CIP, penjual juga wajib menutup asuransi terhadap resiko kerugian dan kerusakan atas barang yang menimpa pembeli selam barang dalam perjalanan. Pembeli perlu memperhatikan bahwa dengan menggunakan syarat CIP, penjual dituntut untuk menanggung asuransi hanya dengan syarat minimum. Sekiranya pembeli menginginkan perlindungan yang lebih besar, maka pembeli perlu mengadakan persetujuan dengan penjual, dimana secara tegas disebutkan bahwa pembeli harus mengurus sendiri asuransi tambahan itu. 82



Carrier, berarti setiap orang yang mengadakan kontrak angkutan, bertanggung



jawab



melakukan



ataumenjamin



terlaksananya



pengangkutan dengan kereta api, jalan darat, udara, laut, sungai atau dengn kombinasi dari alat angkut itu. Sekiranya dipakai pengangkut-pengangkut pengganti untuk meneruskan pengangkutan sampai ke tempat tujuan yang dijanjikan maka resiko (penjual) berakhir bila barang-barng telah diserahkan kepada pengangkut pertama. Syarat CIP menuntut penjal untuk mengurus formalitas eksport. Syarat ini dapat diaplikasikan untuk alat angkut apa saja, termasuk multi modal transpor.



(97)



DAF, Delivered at frontier ( … disebut tempat) Delivered at frontier berarti penjual menyerahkan barang-barang bila barang-barang itu telah ditempatkan ke dalam kewenangan pembeli pada saat datangnya alat angkut, belum dibongkat, sudah diurus formalitas ekspornya, naum belum diurus formalitas impornya, di tempat atau pada titik yang disebut di wilayah perbatasan, tetapi belum memasuki wilayah pabean dari negara yang bertetangga. Istilah “frontier” boleh dipakai untuk daerah perbatasan mana saja, termasuk perbatasan dari negara pengekspor itu sendiri. Oleh karena itu dalah penting sekali untuk merumuskan secara tepat tentang perbatasan itu, dengan selalu menyebutkan titik dan tempat dalam syarat itu. Namun, bila pihak-pihak terkait menginginkan penjual untuk bertanggungjawab membongkar barang-barang dari alat angkut yang baru tiba itu serta memikul resiko dan beaya pembongkaran, maka



hal



ini



harus



disebutkan



sejelas-jelasnya



dengan



menambahkan kata-kata yang tegas dalam kontrak jual beli bersangkutan.



83



Syarat ini dapat diaplikasikan pada alat angkut apa saja bilamana barang-barang itu harus diserahkan di perbatasan daratan. Bila penyerahan itu harus dilakukan di pelabuhan tujuan, di atas kapal atau di dermaga, syarat yang harus dipakai adaah DES atau DEQ.



(98)



DES, Delivered ex ship ( … disebut nama pelabuhan tujuan) Delivered ex ship berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang kepada pembeli, namun formalitas impor barang-barang tersebut belum diurus di pelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua beaya dan resiko terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai ke pelabuhan tujuan yang disebut sebelum dibongkar. Bila pihak-pihak terkait menginginkan penjual memikul beaya dan resiko pembongkaran barang-barang itu, maka sebaiknya dipakai syarat DEQ. Syarat ini hanya dapat dipakai bila barang-barang yang akan diserahkan di atas kapal di pelabuhan melalui laut atau sungai atau dengan multi modal transport n.



(99)



DEQ, Delivere ex quay ( … disebut nama pelabuhan tujuan) Delivered ex quay berarti bahwa penjjal menyerahkan barang-baang kepada pembeli di atas dermaga, namun formalitas impor barang tersebut belum diurus di pelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua beaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barng-barang itu sampai ke pelabuhan tujuan yang disebut dan membongkat barang-barang itu di atas dermaga. Syarat DEQ menuntut pembeli mengurus formalitas impor dan membayar semua beaya resmi, bea masuk, pajak-pajak, dan beaya-beaya lain yang dipungkut atas kegiatan impor. Syarat ini adalah kebalikan dari versi incoterms sebelumnya (Incoterms 1990) yang mengharuskan penjual untuk mengurus formalitas impor. Jika terdapat pihak yang menginginkan semua atau 84



sebagian dari beaya pengimporan atas barang menjadi tanggungan pihak penjual, maka hal ini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas di dalam kontrak jual-beli. Syarat ini hanya dapat dipakai bila barang-barang itu akan diserahkan melalui laut, sungai dan multi modal transport yang dibongkat dari suatu kapal ke atas dermaga di pelabuhan tujuan. Namun bila pihak-pihak terkait menginginkan bahwa hal tersebut menjadi tanggung jawab penjual, semua resiko dan beaya pengelolaan barang-barang mulai dari dermaga ke tempat-tempat lain (gudang, terminal, stasiun, dan lain-lain) di dalam kawasan pelabuhan atau di luar kawasan, syarat yang harus dipakai adalah DDU atau DDP.



(100)



DDU, Delivered duty unpaid (…disebut nama tempat tujuan)



Delivered duty unpaid berarti bahwa penjual menyerahkan barangbarang kepada pembeli yang formalitas impornya belum diurus, dan belum dibongkar dari atas kapal/alat angkut yang baru dating di tempat tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua beaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai ke sana, kecuali bea masuk (istilah ini termasuk tanggung jawab untuk mengurus formalitas pabean, pembayaran beaya resmi, secara formalitas, bea masuk pajak-pajak dan beaya lainnya yang diperlukan di negara tujuan). Bea masuk semacam itu harus dipikul oleh pembeli termasuk semua beaya dan resiko yang disebabkan oleh kegagalan untuk mengurus formalitas impor pada waktunya. Namun, bila pihak terkait menginginkan penjual yang akan menguruskan formalitas kepabeanan dan memikul beaya dan resiko yang ditimbulkannya, termasuk beaya impor lainnya, maka hal ini harus ditegaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang jelas di dalam kontrak jual beli. Syarat ini dapat dipakai untuk alat angkut apa saja, tetapi bila penyerahan barang akan dilakukan di pelabuhan tujuan di atas kapal atau di atas dermaga, syarat yang harus dipakai adalah DES atau DEQ. 85



(101)



DDP, Delivered duty paid, ( …, disebut tempat tujuan)



Delivered duty paid berarti penjual menyerahkan barang-barang kepada pembeli, sudah diurus formalitas impornya, namun belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang di tempat tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua beaya-beaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang itu sampai ke sana, termasuk bea masuk apapun (istilah ini termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean, pembayaran beaya resmi/formalitas, bea masuk, pajak-pajak dan beaya lainnya) yang diperlukan di negara



tujuan.



Sementara



syarat



EXW



menggambarkan



tanggungjawab yang minimal dari penjual, maka syarat DDP memberikan gambaran suatu tanggung jawab yang maksimal kepada penjual. Syarat ini hendaknya jangan dipakai secara langsung maupun tidak langsung kaena penjual tak akan mungkin memperoleh ijin impor. Namun, bila pihak-pihak terkait ingin mengeluarkan tanggung jawab penjual terhadap beberapa jenis beaya yang dikenakan atas impor barang-barang (seperti pajak pertambahan nilai / VAT), maka hal ini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas di dalam kontrak jual beli. Bila pihak-pihak terkait menginginkan pembeli yang akan memikul semua resiko dan beaya pengimporan ini, maka dipakai syarat DDU. Syarat ini boleh dipakai untuk semua jenis alat angkut, tetapi bila penyerahan barang akan dilakukan di pelabuhan tujuan di atas sebuah kapal atau di atas dermaga, maka syarat yang dipakai adalah DES atau DEQ.



86



BAB 10 SISTEM INFORMASI PELAYARAN



10.1 Pentingnya Sistem Informasi Pelayaran dalam Transportasl Laut Sistem informasi adalah pengaturan berbagai macam data yang telah diolah dan disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai manfaat dan nilai guna serta dapat digunakan sebagal alat bantu pengambilan keputusan untuk mencapai suatu tujuan. Sistem Informasi dapat bersifat manual dan otomatis. Sistem yang pertama dewasa ini tidak lagi dipergunakan karena telah tergantikan oleh teknologi informasi dan teknologi komputer. Dapat dikatakan bahwa sinergi teknologi lnformasi (yang diwakili oleh keberadaan Internet) dan teknolgi komputer dapat menciptakan suatu sistem informasi di bidang apapun, termasuk di bidang pelayaran/transportasl laut, sehingga dapat membantu mempercepat proses dalam bidang tersebut. Percepatan proses itu dapat mengurangi waktu tunggu jika prosedur tersebut dilaksanakan dengan sistem manual. Hal ini mengakibatkan terjadinya penghematan yang cukup signifikan (sekitar 25% dan beaya total yang terjadi jika dilakukan secara konvensional). Transportasi laut adalah aktivitas yang bersifat global (mendunia). Secara tradisional



pihak-pihak



yang



terlibat



dalam



kegiatan



ini



harus



mempersiapkan segala macam dokumen maupun prosedur yang diperlukan untuk keperluan lintas batas antar negara. Kepenluan ini adalah persyaratan yang mau tidak mau harus diikuti. Akan tetapi, proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga terkadang proses aliran muatan dan suatu tempat akan terhambat. Hal ini akan mengakibatkan muatan terlambat sampai di tempat tujuan. Keterlambatan ini



akan



menimbulkan



berbagai



macam



beaya



tambahan



yang



menjadikan harga barang ditempat tujuan akan semakin meningkat.



87



Pemakaian sistem informasi akan meminimalkan hambatan tersebut karena hampir semua prosedur pengurusan dokumen dapat diatasi dengan



teknologi



tersebut.



Proses



percepatan



yang



dihasilkan



memungkinkan terjadinya proses percepatan perdagangan. Di bidang pelayaran, sistem informasi merupakan faktor pemicu yang terbesar. Hal itu terutama disebabkan oleh bagaimana lalu-lintas kapal, dan fasilitasnya baik di darat dan di laut dapat terutilisasi dengan optimal bila terdapat kegiatan konsolidasi muatan (baik barang, penumpang dan binatang) pada tahap pre dan pasca pengapalan. Apalagi ditambah dengan pola distribusi produk global yang telah terintegrasi dan berpola transportasi multi dan intermodal, membuat Informasi merupakan prasyarat utama di dalam mencapai suatu tahap jasa yang efisien, efektif dan tlnggi nilai tambah. Teknologi informasi dewasa mi memungkinkan, semua pihak yang berkepentingan datam transportasi laut berkomunikasi “lebih dekat”. Masing-masing pihak akan merasa tidak ada hambatan waktu maupun tempat baik untuk mencari informasi yang diperlukan maupun mengurus segala macam kelengkapan pengangkutan barang.



Selain akibat



percepatan tersebut, tingkat kompetisi juga akan menjadi semakin ketat. Hal itu disebabkan pengguna jasa transportasi laut lebih leluasa memllih penyedia jasa sesuai yang diinginkannya. Akibatnya, harga yang ditawarkan serta yang akan diperoleh oleh pengguna jasa akan kompetitif.



88



10.2 E-commerce dalam Dunia Pelayaran Saat ini efisiensi pelabuhan dalam penyediaan jasa global sangat tergantung dari beberapa faktor seperti: (102) sistem komputer yang diaplikasiklan, (103) integrasi dari proses bisnis don manajemennya, serta (104) metode penyerahan barang yang riil kepada pengguna akhir dan aksesibilitas yang terbuka seluas-luasnya kepada seluruh jasa pengguna pelabuhan baik dalam skala lokal, regional, dan internasional. Kesemua faktor tersebut dapat beroperasi secara simultan karena keberadaan fasilitas Internet yang aplikasi bisnisnya biasa disebut dengan e-commerce (electronic-commerce). Internet memungkinkan setiap pihak yang berkepentingan dalam aktivitas transportasi laut untuk dapat secana langsung mendapatkan informasi yang diperlukan. Proses mi menjadi relatif



sangat



mudah



karena



media



Bantu



yang



dipergunakan



memungkinkan pengaksesari yang mandiri (self access). Media bantu yang dimaksud adalah adanya aplikasi Internet yang bersifat user friendly karena keberadaan komputer dan media komunikasi telepon. Proses ini akhirnya akan merangsang user (dalam hal ini adalah pemilik muatan) untuk melakukan transaksi bisnis secara langsung dengan fasilitas yang tersedia dalam aplikasi tersebut. Aplikasi Internet untuk kegiatan e-commerce yang bersifat user friendly itu memungkinkan user dapat dengan mudah memahami petunjuk yang disediakan untuk melakukan transaksi yang diinginkan. Melalui fitur-fitur yang tersedia, user dapat melakukan apa yang dilakukan tanpa harus bertemu muka dengan pihak penyedia jasa (perusahaan pelayaran) serta dapat mendapatkan jawaban atas transaksi yang telah dilakukan dalam waktu cepat.



89



Proses transaksi bisnis tradisional dalam dunia pelayaran akan selalu melibatkan banyak proses dan banyak pihak yang secara alamiah berkedudukan di tempat yang jauh satu dengan yang lain. Jarak merupakan kendala alamiah yang akhirnya dapat diatasi dengan keberadaan e-commerce tersebut. Ecommerce dapat mengurangi waktu yang biasanya diperlukan untuk pengurusan tnansaksi bisnis sehingga dapat mempercepat proses perdagangan yang memanfaatkan sarana transpontasi laut. Meskipun



e-commerce



dapat



mempercepat



terjadinya



proses



perdagangan komoditi yang memanfaatkan angkutan laut sebagai sarana bantu



pemindahan



barang,



e-commerce



sendiri



bukanlah



alat



perdagangan. Akan tetapi e-commerce merupakan alat bantu untuk melakukan transaksi. Prose perdagangannya masih tetap dilakukan secara konvensional dimana muatan tetap harus diangkut dengan sarana yang diinginkan. Selama proses pengangkutan barang dan tempat asal ke tempat tujuan, keberadaan



barang



tersebut



dapat



dilacak



(trackable).



Hal



ini



dimungkinkan kanena keberadaan fasilitas komunikasi satelit seperti INMARSAT.



10.3 Sistem Komunikasi dan lnformasi yang Terintegrasi [EDI Internet dan Intranet] Patut diingat bahwa suatu sistem mnformasi tidak akan dapat berfungsi secara maksimal jika sub sistem sub sistem pendukungnya tidak diintegrasikan dengan baik. Dalam hal sistem Informasi di bidang pelayaran, peranan sub sistem sebagai faktor penunjang yang lain sangat signifikan. Faktor penunjang itu adalah satelit komunikasi sepertl INMARSAT. Satelit ini memungkinkan penelusuran keberadaan barang



90



yang dikapalkan sehingga user (pemilik barang) dapat mengetahui posisi barangnya setiap saat. Selain itu, sistem pertukaran data secara cepat dapat dilakukan karena keberadaan Electronic Data Interchange (EDI). EDI dapat didefinisikan sebagai proses transfer data yang terstruktur sesuai dengan standar tertentu dan satu sistem komputer ke yang lain yang berada di tempat yang berbeda, dengan menggunakan media elektronika. Atau dengan definisi lain, EDI adalah proses transfer dan komputer ke komputer data transaksi komersial dan administratif dengan menggunakan standar yang telah disepakati (Donner, 1999). Standar yang disepakati itu disebut dengan electronic data interchange for administration, commerce and transport (EDIFACT). Struktur data yang diperoleh dengan membuat aturan khusus untuk mengumpulan beragam data menjadi sebuah beberapa



segmen.



Segmen-segmen



data



tersebut



kemudian



dikelompokkan menjadi pesan-pesan khusus. Banyak sekali manfaat dan penggunaan EDI itu dimana sebagian dapat dirasakan secara langsung sedangkan yang lain masih memerlukan pengembangan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Keuntungankeuntungan yang dimaksud adalah dapat : (105) Menghemat beaya clerical



kanena proses re-entry data dapat



dihindari, (106) Menghindari kesalahan-kesalahan akibat proses re-entry data, (107) Menghindari kesalahan-kesalahan akibat proses pengiriman data, (108) Meningkatkan manajemen informasi suatu perusahaan, (109) Membantu pemesanan, proses manufaktur dan penyerahan barang ke tempat tujuan tepat pada waktunya, (110) Memungkinkan pemercepatan proses penagihan dan pembayaran yang dapat (111) Memperbaiki kondisi aliran dana (cash flows)



91



(112) Mempercepat proses pemeriksaan barang di perbatasan serta pengeluaran barang di pelabuhan tujuan. Jika kedua sub sistem di atas menghubungkan beberapa sistem komputer yang berada dl tempat yang berbeda, maka terdapat pula sub sistemi yang menghubungkan beberapa komputer yang berada di tempat yang sama. Sejumlah komputer suatu tempat yang sama itu diperlukan untuk memproses transaksi bisnis yang telah dilakukan. Tindak lanjut dan transaksi bisnis itu memerlukan persetujuan beberapa pihak sepenti yang ditunjukkan oleb flow of business dan suatu proses. Prose ini terjadi dari satu komputer ke komputer lain di tempat yang sama. Proses ini akan dapat berlangsung dengan baik jika komputer tersebut terintegrasi ke dalam sebuah sub sistem (local area network (LAN)/Intranet) yang baik. Jadi keberadaan kedua sub sistem pertama tidak akan berarti banyak jika tidak ditunjang oleh keandalan sub sistem yang terakhir. Transaksi yang telah terjadi (dilakukan oleh user via Internet) kemudian ditindaklanjuti melalui serangkaian proses yang dilakukan, di dalam sebuah Intranet. Hasil yang diperoleh kemudian didistribusikan dengan bantuan EDI dan Internet.



92



BAB 11 PELABUHAN LAUT



11.1 Pengertian Pelabuhan Fungsi dasar dan sebuah pelabuhan adalah menyediakan fasilitas atau sarana penyandaran kapal yang aman, serta wilayah konsolidasi atau pembongkaran muatan. Jadi pelabuhan hanya merupakan tempat transit/singgah sementara barang yang diangkut oleh kapal. Karena fungsi inilah baik kapal dan barang yang memanfaatkan jasa sebuah pelabuhan tidak boleh berada di pelabuhan tersebut dalam waktu yang relatif lama. Sebagai tempat yang harus selalu siap menyediakan layanan baik sandar, bongkar muat maupun penyimpanan, pelabuhan harus dapat melakukan proses transfer muatan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. Secara garis besar ada dua kelompok operasi pelabuhan yaitu operasi untuk kapal dan operasi untuk muatan. Daerah operasi kapal di pelabuhan meliputi kolam pelabuhan dan dermaga, sedangkan operasi untuk muatan berlokasi di sepanjang dermaga di mana kapal sandar dan gudang/terminal muatan.



11.2 Jenis-jenis Jasa Pelabuhan Jenis jasa pelabuhan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) sesuai dengan entitas yang dilayani, yaitu kapal dan barang. Jasa yang disediakan untuk kapal dilakukan sejak kapal memasuki wilayah pelabuhan (channel-gate) langsung sandar di dermaga atau menunggu untuk sementara di kolam pelabuhan. Jasa-jasa yang dimaksud meliputi: 93



(113) Komunikasi kapal dengan darat Pada saat kapal berada di lingkungan pelabuhan, awak kapal perlu berkomunikasi dengan pihak yang berkaitan dengan keberadaan kapal yang diawakinya seperti agen, dan kantor cabang. Untuk itu sarana komunikasi disediakan oleh pihak pelabuhan. (114) Panduan alat-alat navigasi Untuk menghindari kecelakaan (tubrukan atau kandas), saat memasuki wilayah pelabuhan di waktu malam hari kapal dibantu oleh atat-alat navigasi seperti mercu suar dan bul navigasi. (115) Penjangkaran di area yang aman Meskipun kapal dapat menunggu di mana saja di kolam pelabuhan, namun



tidak



semua



tempat



dapat



dipakai



untuk



buang



sauh/jangkar. Areal yang diperlukan oleh sebuah kapal untuk buang sauh paling tidak berjarak satu kali panjang badan kapal itu. Untuk melakukan penjangkaran dengan aman, pihak pelabuhan telah menentukan daerah-daerah yang dapat dipakal oleh suatu kapal.



(116) Pemanduan kapal Setiap kapal (berukuran tertentu) yang masuk/keluar ke/dan wilayah suatu pelabuhan harus dipandu supaya terhindar dan kecelakaan.



94



(117) Pemisahan aliran air karena perbedaan pasang-surut (locking) Di



beberapa



tempat



(pelabuhan-pelabuhan



besar



berskala



internasional seperti Rotterdam), pelabuhan dilengkapi dengan peralatan pemisah aliran air karena di tempat di mana pelabuhan berada memiliki pasang surut yang tinggi. Kondisi ini dapat membahayakan keselamatan kapal yang hendak keluar masuk. Oleh kanena itu, pihak pelabuhan menyediakan sarana pemisah aliran air (locking) (118) Penarikan (towing) Kapal-kapal yang berukuran relatif besar tidak diijinkan untuk menjalankan motor penggerak utamanya karena dianggap dapat membahayakan alur pelayaran di suatu pelabuhan. Oleh karena itu, kapal-kapal tersebut harus ditunda/ditarik dengan kapal-kapal yang dimiliki oleh pelabuhan. (119) Mooring / unmooring Kapal harus berada dalam kondisi sedemikian rupa sehingga tidak mengalami pergerakan yang berlebihan pada saat sandar. Untuk itu, sebuah kapal harus diikat dengan tali secukupnya. Pengikatan ini (mooring) disediakan oleh pihak pelabuhan. Demikian pula pada saat kapal akan berangkat meninggalkan pelabuhan, tali pengikat akan dilepaskan (unmooring). (120) Proses penyandaran Sandar merupakan kondisi kritis yang dihadapi sebuah kapal pada saat berada di sebuah pelabuhan, oleh karena itu kapal harus dibantu sehingga tidak membahayakan keselamatan dirinya atau



95



kapal lain. Semakin padat suatu pelabuhan, relatif semakin lama proses sandar tersebut. Sedangkan jasa yang disediakan pihak pelabuhan untuk muatan adalah (Stophord, 1988): (121) Loading/unloading Fasilitas bongkar muat (loading/unloading) disediakan oleh pihak pelabuhan jika kapal tidak memiliki sarana tersebut atau tidak cukup. Kapal-kapal yang menggunakan jasa ini biasanya kapalkapal khusus seperti kapal peti kemas, bulk carrier dan tanker. Proses bongkar muat ini memakan waktu paling lama di antara operasi muatan yang lain. Sehingga keberadaan fasilitas bongkar muat yang baik dibantu oleh operator yang handal akan dapat mempercepat proses tersebut. (122) Penanganan muatan di atas kapal Muatan yang akan menempati ruang muat/palkah harus ditangani sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan keselamatan pelayaran maupun muatan itu sendiri. Terdapat beberapa muatan yang memerlukan penanganan khusus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan khususnya muatan berbahaya seperti bahan kimia. (123) Penanganan muatan di darat Pada saat muatan masih berada di darat, ia akan menempati seluasan dermaga sesuai dengan kebutuhan. Penempatan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu lalu lintas di dermaga.



96



(124) Operasi transfer muatan di dermaga (ke truk atau alat angkut yang lain) Muatan yang berada di atas dermaga harus dipindahkan secepat mungkin ke luar pelabuhan atau tempat penyimpanan. Operasi pemindahan ini dibantu dengan menggunakan peralatan yang dimiliki oleh pihak pelabuhan seperti forklift dan crane, (124) Operasi Penyimpanan Seandainya muatan yang akan diangkut tidak dapat segera dimuat ke atas sebuah kapal, maka muatan itu akan disimpan untuk sementara di gudang yang berada di lingkungan pelabuhan. Sebaliknya,



jika



sejumlah



muatan



tidak



dapat



segera



didistribusikan (karena menunggu proses bea cukai), muatan itu juga harus ditempatkan di suatu gudang yang ada di pelabuhan. (126) Operasi pengiriman dan penerimaan muatan Pada muatan datang di area pelabuhan, pihak pelabuhan akan mencatatnya demikian pula sebaliknya pada saat sejumlah muatan meninggalkan pelabuhan. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui volume barang yang keluar masuk melalui pelabuhan itu. (127) Penyediaan informasi aliran muatan pra dan pasca pengapalan Pihak-pihak yang berkepentingan dalam operasi pengapalan barang memerlukan informasi mengenai keberadaan baik kapal maupun muatan. Hal ini erat kaitannya dengan efisiensi kerja masing-masing pihak, seperti pihak consignee atau



freight



forwarder akan dapat segera mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan sewaktu kapal akan segera berlabuh. Tidak semua



97



pelabuhan menyediakan jasa ini tetapi telah banyak pelabuhan besar yang melakukannya. (128) Operasi pemindahan dengan moda lain selain laut Jika muatan yang telah dibongkar maupun yang akan dimuat memerlukan alat angkut yang tidak dapat disediakan oleh pihak EMKL, pihak pelabuhan dapat menyediakannya. Alat angkut tersebut dapat berupa tongkang atau head truck.



11.3 Elemen-elemen Produktivitas Pelabuhan Produktivitas pelabuhan diukur dengan baryaknya kapal yang membongkar muat muat per satuan waktu di suatu pelabuhan (output) dibandingkan dengan pengerahan sarana yang ada di pelabuhan itu (input). Produktivitas pelabuhan ditunjang oleh berbagai macam faktor, akan tetapi secara umum terdapat 3 (tiga) faktor yang dianggap sebagai faktor yang menentukan. Faktor-faktor tersebut adalah:



(1)



Kondisi fisik pelabuhan Pemilik kapal akan memilih pelabuhan yang memiliki fasilitas flsik yang memadai sebab keberadaan fasilitas ini akan membantu mempercepat proses bongkar muat dari/ke kapal. Fasilitas yang dimaksud meliputi kedalaman perairan, lebar dan panjang dermaga, kapasitas serta jenis peralatan yang ada baik di kolam pelabuhan maupun di dermaga. Kondisi fisik pelabuhan dapat dipertahankan supaya dapat membantu peningkatan kinerjanya. Hal ini dapat dilakukan dengan pemeliharaan maupun pengadaan. Kedalaman perairan dapat dipertahankan dengan pengerukan rutin. Kapasitas 98



dermaga dapat ditingkatkan dengan melebarkan dimensinya serta menambah peralatan bongkar muat dan gudang penyimpanan. Teknologi peralatan bongkar muat juga perlu diperhatikan terutama untuk



menangani



proses



bongkar



muat



kapal-kapal



yang



memerlukan peralatan khusus seperti kapal peti kemas dan bulk carrier. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah keberadaan kapal tunda dan pandu. Kedua unsur ini sangat membantu kelancaran kapal terutama pada saat memasuki areal pelabuhan dan sandar di dermaga, serta sebaliknya pada saat meninggalkan dermaga dan areal pelabuhan. (2)



Kinerja operator pelabuhan Keberadaan fasilitas yang memadai tanpa didukung oleh operator yang



andal



tidak



akan



berarti



banyak



untuk



meningkatkan



produktivitas layanan pelabuhan. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan operator di pelabuhan seperti dengan in-house training atau dengan studi banding ke pelabuhan yang



memiliki



operator



berpengalaman.



Operator



yang



berpengalaman akan meningkatkan utilitas serta efisiensi peralatan yang ada di suatu pelabuhan. (3)



Keterlibatan pihak bea cukai Pada saat kapal memasuki pelabuhan suatu negara, pihak bea cukai bertugas memeriksa barang-barang yang akan dibongkar di pelabuhan tersebut. Proses pemeriksaan ini akan memakan waktu yang cukup lama. Hal itu juga terjadi pada saat sejumlah muatan hendak diekspor ke luar wilayah suatu negara. Ketidakefisienan pemeriksaan akan menyebabkan barang-barang tersebut lama tertahan di pelabuhan itu. Hal ini akan menyebabkan pelabuhan itu dapat dikategorikan sebagai pelabuhan tidak efisien.



99



Berbagai cara diupayakan untuk menekan waktu pemeriksaan tersebut, seperti: (a)



Pemeriksaan dilakukan di luar area pelabuhan yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan di pelabuhan, atau



(b)



Perusahan



pelayaran



sebaiknya



memiliki



perwakilan/menyewa



tempat di pelabuhan di mana kapal tersebut akan berlabuh supaya kegiatan bongkar muat dapat segera dilaksanakan.



11.4 Kriteria Kinerja suatu pelabuhan diukur dengan beragam kriteria seperti kecepatan kapal meninggalkan pelabuhan (sejak masuk hingga keluar dan areal pelabuhan), kecepatan bongkar muat barang, serta lamanya sejumlah muatan berada di dermaga untuk mengunggu pengapalan atau setelah dibongkar. Untuk mengetahui tingkat kinerja suatu pelabuhan beberapa indikator dipakai, yaitu: (129) Ship turn-round time Ship turn-round time adalah lamanya kapal berada di sebuah pelabuhan dan dihitung sejak saat kapal tiba di areal pelabuhan sampai kapal itu meninggalkan areal pelabuhan. Waktu tinggal ini biasanya dinyatakan dalam hari atau dalam jam. Pihak pelabuhan biasanya membuat catatan bulanan serta tahunan untuk turnaround time rata-rata. Turn-around time rata-rata ditentukan dengan membagi jurnlah jam yang tercata selama satu bulan/tahun dengan jumlah kapal yang singgah di pelabuhan.



100



Akan tetapi, perhitungan tersebut berarti banyak karena waktu tinggal kapal di suatu pelabuhan ditentukan oleh (a) volume muatan, (b) fasilitas pelabuhan yang tersedia dan (c) komposisi muatan tersebut. Sehingga, sangatlah perlu untuk memilah-milah perhitungan tersebut berdasarkan jenis kapal yang sandar seperti tanker, bulk carrier, kapal peti kemas dan kapal general cargo, atau bahkan membaginya berdasarkan jenis perdagangan seperti domestik, regional dan samudera. (130) Tonnage handled per ship day in port Karena lama kapal tinggal di pelabuhan dipengaruhi oleh jumlah muatan yang dibongkar muat, indikator yang lebih berguna adalah jumlah (tonnage) yang ditangani setiap hari/jam selama kapal itu ada di pelabuhan. Jumlah muatan rata-rata yang ditangani setiap hari-kapal/jam-kapal (average tonnage handled per ship day/ship hour) diperoleh dengan membagi total muatan yang dibongkar muat dengan jumlah jam yang dibutuhkan oleh semua kapal cli pelabuhan itu. (131) Average vessel true at berth Indikator ni diperoleh dengan membagi jam total yang dibutuhkan semua kapal selama sandar dibagi dengan jumlah kapal. Indikator ini dipergunakan untuk mencari waktu sandar efektif sebuah kapal. (132) Average vessel time outside Indikator ini didapat dengan mengurangkan jam total yang diperlukan oleh sejumlah kapal di pelabuhan yang dikurangi dengan jam total kapal-kapal tersebut selama sandar di dermaga, kemudian dibagi dengan jumlah kapal yang singgah di pelabuhan.



101



Indikator ini dipergunakan untuk mencari waktu yang dipergunakan sebuah kapal pada saat sedang tidak sandar. (133) Average waiting (idle) time (1)



Menunggu untuk sandar di dermaga Waktu tunggu rata-rata kapal untuk dermaga diperoleh dengan



membagi



jam



total



sebuah



kapal



menunggu



mendapatkan tempat sandar dibagi dengan jumlah kapal yang sandar. (b)



Karena hujan Waktu tunngu rata-rata kapal karena hujan diperoleh dengan membagi jam total pekerjaan terhenti karena hujan dengan jumlah total kapal yang ditangani.



(c)



Karena sebab lain Waktu tunggu rata-rata kapal karena sebab lain diperoleh dengan membagi jam total penghentian kerja akibat suatu sebab dengan jumlah total kapal yang ditangani.



(134) Average Waiting Rate lndikator menunjukkan lamanya waktu tunggu sandar dibagi dengan jam total kapal berada dermaga (5a/3).



(135) Tons per gang hour



102



Indikator ini menunjukkan jumlah muatan (ton) yang ditangani oleh gang. Indikator mi diperoleh dengan membagi muatan total dengan jumlah gang total dan jam total yang dipergunakan untuk bekerja. (136) TEUs per crane (hook) hour Indikator ini digunakan untuk mencari tingkat kinerja crane pengangkat peti kemas yang dimiliki pelabuhan. Indikator ini dihitung dengan membagi jumlah TEU total yang ditangani dengan jumlah crane dan jam total pemakaian crane. (137) Dwell time Indikator ini dipengunakan untuk mengetahui lamanya sejumlah muatan tinggal di dermaga/ruang muat kapal. Indikator ini diperoleh dengan mengalikan jumlah muatan (ton) dengan waktu tinggal (hari) kemudian dibagi dengan jumlah muatan total yang ditangani. (138) Berth throughput Indikator ini digunakan untuk mencari efektivitas kinerja dermaga. Indikator ini diperoleh dengan membagi jumlah muatan total yang ditangani (ton) dengan jumlah dermaga. (139) Throughput per linear meter Indikator ini diperoleh dengan membagi jumlah muatan total yang ditangani di dermaga (ton) dengan panjang total dermaga. (140) Berth occupancy rate (%) Indikator ini dipakai untuk mengetahui tingkat pemakaian dermaga dalam waktu setahun. Indikator ini dihitung dengan membagi waktu 103



total kapal untuk sandar di dermaga (hari) dengan jumlah total dermaga dan 360 hari. Hasil yang diperoleh dikalikan 100 untuk mendapatkan nilai prosentasenya. (141) Berth utilization rate (%) Indikator ini dipakai untuk mengetahui tingkat penanganan kapal efektif. Indikator ini diperoleh dengan membagi waktu total kapal ditangani dengan waktu total sandar di dermaga kemudian dikalikan dengan 100 untuk mendapatkan nilai prosentasenya.



104



BAB 12 JASA-JASA PENDUKUNG TRANSPORTASI



12.1 Pengertian dan Fungsi Freight Forwarder Ini merupakan salah satu jenis perusahaan pendukunig kegiatan pelayaran/angkutan laut. Di Indonesia jenis usaha ini lebih dikenal sebagal ekspedisi muatan kapal laut (EMKL). Secara mendasar, fungsi freight forwarder atau usaha ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) adalah memberikan jasa pada salah satu atau seluruh dan tiga jenis kategori aktivitas besar yaitu transportasi darat, jasa penyimpanan, dan operasi pelabuhan dan lokasi asal barang ke tujuan barang melalul proses angkutan laut. Secara umum jasa yang disediakan oleh freight forwarder ada 2 (dua) jenis, yaitu: (142) Mengurus perpindahan muatan ke luar negeri lewat laut atas nama pengekspor atau shipper sehingga ia disebut sebagai export freight agent, (143) Mengurus pemasukan suatu muatan yang masuk dari luar negeri atas nama pengimpor sehingga ia disebut sebagai import freight agent/custom clearance agent/custom broker. Freight forwarder memiliki 4 (empat) aktivitas utama, yaitu: (144) Menyediakan pengemasan,



berbagai



macam



pergudangan,



layanan



keagenan



umum pelabuhan,



seperti serta



pengurusan bea cukai, 105



(145) Memberikan nasehat yang berhubungan dengan sistem distribusi barang secara internasional, (146) Berlaku sebagai agen shipper untuk memesan tempat di kapal yang bertindak atas nama shipper serta mengerjakan segala perintah yang diberikan kepadanya, (147) Bertindak sebagai seorang kepala operator biasanya dalam multi modal transportation yang melewati perbatasan beberapa negara serta melibatkan beberapa carrier. Jasa yang disediakan oleh freight forwarder secara rinci adalah sebagal benikut: (148) Ekpor (a)



Menganalisis cara pendistribusian muatan untuk memberikan alternatif pendistribusian,



(b)



Mengatur cara pengangkutan yang meliputi pemesanan tempat di kapal serta pemberangkatan muatan dari suatu tempat



ke



tempat



yang



disepakati



oleh



shipper



dan



consignee, (c)



Mengurus berbagai macam dokumen ekspor,



(d)



Mengurus dokumen dan prosedur yang berhubungan dengan pihak bea cukai



(e)



Membayar tarif tambang serta pungutan yang lain,



(f)



Mengemas dan menyimpan barang,



(g)



Mengurus asuransi muatan,



(h)



Konsolidasi, mengelompokkan muatan serta berbagai macam layanan khusus.



(149) Impor (a)



Memberitahu kedatangan barang di pelabuhan tujuan,



(b)



Mengurus ijin pengeluaran barang dan pihak bea cukai,



(c)



Membayar



pajak



pertambahan



nilai,



bea



masuk,



tarif



tambang, serta pungutan yang lain, 106



(d)



Menyerahkan barang kepada pengimpor,



(e)



Membagi-bagi muatan ke dalam bentuk yang lebih kecil dan kemudian mendistribusikannya.



Jasa-jasa yang disebutkan di atas tidak harus disediakan semuanya oleh sebuah perusahaan freight forwarder karena tergantung dan jenis pendagangan yang dilayani (ekspor-impor atau antar pulau) serta ketersediaan sarana di perusahaan itu sendiri,



12.2 Pengertian dan Fungsi Broker Transportasi Laut Fungsi dasar dan seorang shipbroker adalah mempertemukan pihak shipowner dan shipper sehingga tercapai kesepakatan pengapalan sejumlah muatan dan suatu pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan. Pada hakekatnya terdapat 3 (tiga) jenis broker dalam proses pen-charter-an kapal, yaitu: (1) Comptetitive broker Broker jenis ini bertindak mewakili kepentingan pemilik muatan (shipper) serta sering menjadi bagian dan perusahaan pemilik muatan. (2) Owner’s broker Broker jenis ini bertindak mewakili kepentingan pemilik kapal serta kerap menjadi bagian dan perusahaan pelayaran. (3) Cargo broker



107



Broker jenis ini tidak mewakili kepentingan pihak manapun karena dia merupakan perantara murni yang menghubungkan semua pihak sehingga dapat dicapai kesepakatan pengapalan.



12.3 Pengertian dan Fungsi Keagenan Transportasi Laut Agen adalah orang yang bertindak mewakili kepentingan seorang principal (pemilik kapal maupun pemilik barang). Ship’s agent adalah orang yang bertindak mewakili pemilik kapal/nahkoda kapal di suatu pelabuhan, baik secara tetap maupun tidak tetap. Jenis aktivitas yang dilakukan



oleh



seorang



kedatangan/keberangkatan



ship’s kapal,



agent



meliputi



penerimaan



kapal



persiapan untuk



bongkar/barang, pengurusan penbaikan kapal, pengurusan perbekalan dan bahan makanan, pengaturan dermaga di tempat kapal akan sandar, pemesanan kapal tunda, penyiapan perusahaan stevedoring, pengunusan kepabean (bea cukai), pembuatan bill of lading, pembuatan manifest dan lain-lain. Seorang ship’s agent



juga berperan untuk memasarkan



perusahaan pelayanan yang diageninya.



108



BAB 13 KERANGKA KEBIJAKAN DAN REGULASI TRANSPORTASI LAUT



13.1 Organisasi-organisasi Transportasi Laut Nasional dan InternasionaI Organisasi-organisasi yang berhubungan aktivitas transportasi laut yang bersifat nasional di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : (150) Organisasi pemerintah Organisasi pemerintah umumnya bernaung di bawah Departemen Perhubungan yaitu seperti Direktorat Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) dan Direktorat Perhubungan Darat (Ditjen Hubdar). Direktorat Jenderal yang pertama bertugas mengurusi sarana angkutan laut antar pulau seperti pengoperasian kapal-kapal penumpang. Perusahan Milik Negara yang bernaung di bawah direktorat ini adalah P.T. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI), sedangkan badan pengawas operasional kapal secara umum adalah pihak Kesyahbandaran. Secara



aktif



pihak



Direktorat



Jenderal



Perhubungan



Laut



mengusulkan serta menyempurnakan regulasi angkutan laut nasional dengan tujuan untuk memberdayakan sektor angkutan laut nasional. Bagian yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut adalah Sub Direktorat Lala. Dalam kaitannya dengan transportasi laut, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat hanya mengurusi angkutan penyeberangan (ferry). Perusahaan negara yang berada dl bawah direktorat ini adalah P.T. Angkutan, Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASOP).



109



Jenis angkutan ini diurusi oteh Dijen Hubdar karena ferry dianggap sebagal terusan dan angkutan darat. Badan pemerintah yang mengurusi soal ketenagakerjaan adalah Departemen Tenaga Kerja. Departemen ini berusaha membuat regulasi berupa Undang-undang Ketenagakerjaan berdasarkan aturan ILO sesuai dengan kondisi di Indonesia. (151) Organisasi Swasta Organisasi



swasta



yang



dimaksud



umumnya



wadah



yang



menaungi pemilik kapal serta industri perkapalan. Organisasi berperan



aktif



menyuarakan



aspek



praktis



dan



aktivitas



transportasi laut sehingga regulasi yang dikeluarkan pemerintah tidak merugikan baik pihak pemakal jasa maupun penyedia jasa. Organisasi yang dimaksud metiputi: (a)



Indonesian National Shipowners Association (INSA)



(b)



Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Ferry



(Gapasdaf) (c)



Ikatan Pengusaha Perkapalan Indonesia (Iperindo)



13.2 Regulasi-regulasi



Kualitas



Keselamatan



dan



Perlindungan



Lingkungan Laut United Nation Con frence on Trade and Development (UNCTAD) adalah badan PBB yang mengurusi masalah perdagangan serta pembangunan khususnya negara-negara berkembang. Transportasi laut merupakan aktivitas internasional yang berhubungan erat dengan perdagangan serta pembangungan baik nasional maupun dunia.



110



Organisasi utama yang mengurusi aktivitas transportasi laut adalah International Maritime Organization (IMO), dimana organisasi ini tetah mengeluarkan berbagai macam regulasi dan konvensi yang berhubungan dengan keselamatan pelayaran dan pencemaran lingkungan laut akibat aktivitas pelayaran. International Shipping Organization (1SF) adalah organisasi pemilik kapal internasional. Keberadaan



organisasi



ini



diatur oleh



International



Chamber of Shipping (ICS). ISF bertujuan untuk membantu pemilik kapal terhadap kerugian yang terjadi karena pemogokan buruh. Organisasi ini hanya terdapat di Eropa. ICS merupakan organisasi yang mewadahi organisasl-organisasi pemilik kapal di seluruh dunia (seperti INSA). Organisasi bertujuan untuk rnembantu menyebarluaskan penggunaan kebijakan serta regutasi di negara anggota sehingga dapat menunjang kepentingan operasional anggota secara internasional. International Association of Classification Societies (IACS) merupakan organisasi yang mewadahi badan badan klasifikasi utrama dunia, Organisasi ini bertujuan untuk mengusahakan peningkatan standar keselamatan kapal serta pencegahan polusi lingkungan laut. Sebuah badan klasifikasi akan diterima menjadi anggota bila memenuhi persyaratan standar IACS QSCS (certificate of conformity). Standar ini berdasarkan aturan ISO 9001 yang merupakan standar yang dibuat untuk menciptakan serta mempertahankan kesamaan dan konsistensi mutu dan operasi internal badan tersebut. IACS benanggotakan Bureau Veritas (By), Perancis, Germanischer Lloyd (GL), Jerman, Lloyd’s Register of Shipping (LR), Inggris, Det Norske Veritas (DNV), Norwegia, Register of Shipping, Eks Uni Sovyet, dan Paiski Rejestr Statkow, Polandia. international Association of Independent Tanker Owners (Intertanko) merupakan asosiasi pemilik kapal tanker dari berbagai negara maritim besar.



111



International Cargo Handling Coordination Association (ICHCA) dibuat dengan tujuan agar dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja penanganan serta



transportasi



barang



dengan



menggunakan



seluruh



moda



transportasi, pada semua tahap perpindahan barang di seluruh dunia.



112



DAFTAR PUSTAKA



Branch, Allan E. (1996). Elements of Shipping. Chapman & Hall, London, UK. Branch, Allan E. (1997). Elements of Port Operation and Management. Chapman & Hall, London, UK. Purba, Radiks. (1997). Angkutan Muatan Laut. Rineka Cipta, Jakarta. Purwaka, Tommy H. (1993). Pelayaran Antar Pulau Indonesia. Bumi Aksara, Jakarta. Salim, Abbas. (1995). Manajemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan. Pustaka Jaya, Jakarta. Stopford, Martin. (2000). Maritime Economics. Routledge, London, UK. Suyono, R.P.Capt. (2003). SHIPPING: Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut. PPM, Jakarta. Triatmodjo, Bambang. (2007). P e l a b u h a n . Beta Offset, Yogyakarta.



113



UPN ”VETERAN” JAKARTA FAKULTAS TEKNIK UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) GANJIL TA. 2012/2013 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERKAPALAN (Kelas Sore) Mata Kuliah : Sistem Transportasi Laut Semester / Sks : V (lima) / 2 sks Hari, Tanggal : Kamis, 8 November 2012 Waktu : 16.00 s/d 18.00 Dosen Penguji : Dr. Ir. Iskendar, MT Sifat Ujian : Tutup Buku ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------PERHATIAN: 1. Bacalah soal dengan teliti. 2. Gunakan alat hitung. 3. Pelanggaran terhadap tata tertib ujian akan diberikan sanksi akademis. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------SOAL: 1. a. Terangkan dengan singkat tentang komponen utama dan komponen pendukung pada transportasi laut. b. Uraikan faktor-faktor yang mempengaruhi demand dan supply transportasi laut. 2. a. Sebutkan ciri-ciri pelayaran tramper dan pelayaran liner. b. Uraikan dan terangkan struktur biaya pelayaran pada umumnya. 3. a. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi besaran dari nilai pokok tarif. b. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai charter rate. 4



a. Depresiasi Sebuah perusahaan pelayaran membeli sebuah kapal seharga Rp 6,26 milyar. Umur ekonomis 15 tahun. Diperkirakan nilai akhir kapal saat dibesituakan seharga Rp 950 juta. Hitung presentasi tingkat depresiasi tahunan. b. Uang tambang Dua muatan A dan B akan dimuat ke dalam sebuah kapal. Muatan A memiliki ukuran 10 x 8 x 6 kaki dan berisi mesin yang beratnya 3 ton, sedangkan muatan B berukuran 6 x 4 x 4 kaki serta berisi mesin yang beratnya 3 ton. Uang tambang ditetapkan berdasarkan standar rate yang terdapat pada buku tarif tambang yaitu sebesar US $ 2,50 per freight ton. Freight ton adalah satu ukuran yang digunakan untuk menghitung uang tambang. Tentukanlah uang tambang untuk masing-masing muatan. Selamat mengerjakan Acuan Soal



Dosen Penguji



Kaprodi S1 Teknik Perkapalan



114



Kurikulum Th. 2008 Silabus Mata Kuliah: Sistem Transportasi Laut



TTD Dr .Ir. ISKENDAR, MS



Drs.Ir.BAMBANG SUDJASTA,MT



115