Buku Tanya Jawab Surat Al Fatihah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



‫اللهم صلى وسلم على سيدنا محمد‬ Bismillahirrahmanirrahim



Segala puji bagi Allah yang mana Allah senantiasa melimpahkan Rahmat dan kasih, sayang-Nya kepada kita semua, sehingga menjadikan kita hambahamba Allah yang senantiasa bertaqwa kepada-Nya dan semoga membawa bekal yang terbaik di sisi Allah yaitu TAQWA sebagaimana firman Allah :



‫وتزودوا فان خير الزاد التقوى‬ Artinya : Dan cari oleh bekal maka sebaik baik bekal itu adalah TAQWA . Shalawat beriring salam kita curahkan kepada junjung kita Nabi besar MUHAMMMAD SALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM dan para sahabatnya dan para Tabi'in tabi' Tabi'in sampai kepada para ulama ,baik ulama mutaqaddimin ulama mutakhirin dan ulama mu'tabar senantiasa Allah cucur kan Rahmat dan kasiha sayangnya kepada mereka semuanya sampai akahir zaman nantinya Amiin Amiin ya Rabbal 'alamiin . Buku ini adalah merupakan suatu catatan, yang mana rringkasan sederhana dari hasil pengajian yang di jalankan baik itu pengajian bapak bapak setiap malam Ahad setelah magrib dan majlis pengajian madrasah ibu-ibu setiap Ahad pagi jam 10 pagi di Mesjid Al Hijrah Puri Agung 3. Maka penulis namakanlah buku yang sederhana ini : "SEKEDAR CATATAN ILMU " yaitu TERJEMAHAN MUQADDIMAH TAFSIR MARAH LABID KARANGAN SYEIKH NAWAWI AL BANTANI dan terjemahan Tafsir Surat AL FATIHAH saja, akan tetapi untuk mengambil berkah dari buku ini saya cantumkan biografi pengarang kitab Tafsir Syeikh Nawawi Al Bantani yaitu Tafsir Marah LABID di sertai dengan 40 tanya jawab seputar Al fatiha berdasarkan Mazhab Syafi'i yang mu'tabar ( yang terkenal ). Sebenarnya persoalan tanya jawab dari surat Al fatiha ini banyak sekali akan kita bahas akan tetapi karna keterbatasan saya sehingga saya cukupkan saja sampai 40 tanya jawab saja. Timbul pertanyaan mengapa sampai 40, karna saya Ittiba' kitab Imam Nawawi yaitu Kitab HADIS ARBA'IN yang mana jumlah 40 1



hadis walaupun sebenarnya 42 hadis di dalamnya, makanya mengikuti beliau untuk mengambil berkah .Apalagi peserta pengajiannya rata rata usia 40an semua. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan bagi siapa saja yang ingin mengulang- ulang kajinya tentang Al-Fatihah yang menjadi induk Al-Qur'an atau Ummul Al Qur'an.



Penyusun:



Muhammad Ali Nafiah



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1 Biografi Syeikh Bawawi Al-Bantani ......................................................................................... 7 Kitab Tafsir Marah Labid .......................................................................................................... 8 Definisi dan Jenis Metode Tafsir ......................................................................................... 8 Corak Tafsir Marah Labid ....................................................................................... 10 Muqoddimah Tafsir Maroh Labid .......................................................................................... 16 Terjemahan Surat Al Fatihah Dalam Kitab Tafsir Marah Labid ............................................ 20 Empat Ilmu Dalam Surat Al Fatihah ...................................................................................... 25 42 Tanya Jawab Seputar Al Fatihah ....................................................................................... 29 1. Apa ketentuan membaca Surat Al-Fatihah dalam Shalat ? .......................................... 29 2. Apa saja nama-nama surat Al-Fatihah ? ............................................................... 34 3. Apa hukum Imam Diam Sejenak Setelah Membaca al-Fatihah? ............................. 40 4. Apa Hukum Menambah Bacaan Rabbighfirli Wa Li Walidayya sebelum Bacaan Ãmin dalam Surat Al-Fatihah ? ................................................................................... 44 5. Bagaimana Hukum Mengucapkan Amin setelah Membaca Surat Al-Fatihah ? ........48 6. Ada seseorang tidak Baca Amin Setelah Al-Fatihah Shalat, Apa Perlu Sujud Sahwi? 56 7. Baca Amin Tiga Kali Setelah Baca Surah Al-Fatihah, Apakah Ada Dalilnya? .........58 8. Apa ada anjuran Mengucapkan Amin Setelah Membaca Al-Fatihah ? ..................... 59 9. Bagaimana Cara Shalat Bagi Orang Yang Tak Hafal Al-Fatihah ? .......................... 60 10. Apakah ada syarat membaca surat Al-Fatihah dalam sholat ? ................................. 62 11. Cukupkah, Membaca Al-Fatihah pada Shalat di Dalam Hati? ................................ 64 12. Apa makna di Balik Rahasia Surah Al-Fatihah Menurut Kiai Sholeh Darat?........... 65 13. Apakah ada tata cara Berdoa dengan Surah Al-Fatihah Saat Sakit ? ........................ 67 14. Apa hukum membaca Surat Al-Fatihah Ketika Shalat Menurut 4 Mazhab? .............68 15. Bolehkah menutup do’a dengan membaca surah Al Fatihah? ................................ 70 16. Dalam shalat Jenazah, sebaiknya Al Fatihah Dibaca Pelan atau Keras? ................... 72 17. Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al Qur’an untuk orang masih Hidup? ....... 74 18. Apa hukum menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad? .......................... 75 19. Mengapa surat Al Fatihah di jadikan bacaan Ruqyah apa kaga ada alasannya ?........ 76 20. Adakah dalil bahwa Rasul menyebut surat Al Fatihah sebagai surat paling agung ? .78 3



21. Mengapa setiap akan berdoa, di akhir doa, membuka kajian, menutup pengajian dan sebagainya selalu membaca Surat Al Fatihah ? ..................................................... 79 22. Mana yang lebih Afdhal berhenti ( waqaf ) pada setiap ayat menyambungnya pada surat Al Fatihah ? ...................................................................................................... 80 23. Membaca Alhamdulillah karena Bersin, Apakah Memutus Bacaan Al -Fatihah?...... 81 24. Terlanjur Membaca Al Fatihah, apakah boleh membaca do’a Iftitah? ..................... 82 25. Bagaimana komentar dalam kitab Abi syuja yaitu Al ghayatu wa taqrib tentang Bismillah dalam surat Al Fatihah ?..................................................................... 85 26. Penggantian huruf saat membaca Al Fatihah dalam shalat? .................................... 86 27. Hukum Membaca Surat Al Fatihah Di Akhir Majlis? ............................................ 87 28. Hukum membaca Ta’awudz dalam Shalat? .......................................................... 87 29. Bagaimana hukumnya ,wajib atau sunatkah membaca Bismillahirrahmanirrahiim pada awal Al-Fatihah pada tiap tiap sembahyang? ........................................................ 91 30. Makmum belum selesaikan Al Fatihah, Imam keburu Ruku’, Bagaimana sikap makmum ketika itu ? ......................................................................................... 92 31. Hukum membaca do’a Iftitah setelah surat Al-Fatihah? ......................................... 96 32. Menjaga kualitas sholat, salah satunya adalah dengan menjaga kaidah bacaan dari surat Al Fatihah ............................................................................................... 97 33. Bagaimana hukumnya bacaan Al Fatihah tanpa di ikuti Basmalah menurut 4 Mazhab ? ..................................................................................................................... 100 34. Bagaimana hukumnya orang sembahyang makmum, tetapi si Imam dalam membaca Al Fatihah ada satu tasydid yang tertinggal dan apakah si Makmum harus mengulangi sembahyang ? ................................................................................................. 104 35. Bagaimana pelaksanaan sholat orang yang muallaf ( orang baru masuk Islam ) atau orang yang belum mampu membaca Al Fatihah ? ............................................... 105 36. Sahkah shalatnya makmum dengan tampa membaca Al- Fatihah? ........................ 106 37. Mengapa Al-Qur'an diawali dengan Surat Al-Fatihah ? .......................................108 38. Mengapa dalam sembayang 5 waktu itu mesti membaca surah Al- Fatihah, tidak surah yang lain nya? .................................................................................................108 39. Dalam shalat apakah makmum wajib melengkapi bacaan Al-Fatihah yang tidak selesai dan imam langsung ruku’? .................................................................... 110 40. Kalau sembahyang di rumah sendirian ( sembahyang Maghrib ,Isya dan Shubuh ) membaca Al Fatihah dan surahnya pada raka'at ke satu dan kedua, tidak kedengaran oleh orang lain, sah atau tidak sembahyang itu ? ................................................. 113 4



41. Ada berapa tempat di anjurkan ketika mengulangi membaca surat Al Fatihah dalam sholat ? .......................................................................................................... 114 42. Apa keunikan yang lain dari surat Al Fatihah ? ....................................... 115 Dokumentasi Foto Kegiatan Pengajian ................................................................................. 116



5



BIOGRAFI SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI



6



BIOGRAFI SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi itulah namanya. Beliau adalah salah satu ulama besar dari Nusantara yang banyak berjasa dalam perkembangan ajaran islam melewati aktivitas dakwah dan pemikiran-pemikirannya yang mendunia. Beliau lahir di desa Tanara, kecamatan Tirtayasa, Banten bagian utara tepatnya pada tahun 1230 H atau 1814 M. Desa Tanara terletak kira-kira 30 km di sebelah utara kota Serang.[1] Dari beberapa referensi yang penulis baca, terutama yang berbicara tentang perjalanan hidup Syeikh Nawawi al-Bantani, tidak disebutkan mengenai tanggal berapa Syeikh Nawawi ini dilahirkan.Yang disebutkan di beberapa referensi hanya bulan dan tahun kelahirannya saja yaitu pada bulan Muharram(dalam kalender Hijriyah) dan bulan Desember(dalam kalender Masehi). Terdapat beberapa versi pula tentang tahun kelahiran Syeikh Nawawi, versi yang pertama yaitu yang muncul dari seorang penulis bernama Chaidar yang menyebutkan bahwa Syeikh Nawawi lahir pada tahun 1230 H yang bertepatan dengan tahun 1813 M. Semua referensi yang membahas tentang Syeikh Nawawi al-Bantani nampaknya sepakat bahwa beliau dilahirkan pada tahun 1230 H, namun yang agak keliru dari apa yang dituliskan oleh Chaidar adalah mengenai tahun kelahirannya dalam tahun Masehi, yang kemudian menjadi sasaran kritikan dari penulis lainnya seperti Yuyun Rodiana. Yuyun Rodiana mengatakan bahwa jika dilihat dari persesuaian antara tahun Hijriyah dan Masehi, tahun 1230 H itu sama dengan tahun 1814 atau 1815 M, jelasnya adalah bulan Muharam 1230 H sama dengan dengan bulan Desember 1814 M. Akan tetapi jika kelahiran Syeikh Nawawi alBantani ini adalah setelah bulan Muharram, maka tahun Masehinya adalah 1815 M, persisnya adalah antara bulan Januari dan November 1815 M.[3] Demikianlah mengenai tahun kelahiran Syeikh Nawawi al-Bantani, walaupun terjadi beberapa perbedaan, namun itu bukanlah perbedaan yang rumit, karena hanya berkisar pada masalah penetapan tahun Masehi saja. Beliau wafat di Mekah tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah bertepatan tahun 1897 M. Syeikh Nawawi at-Tanari al-Bantani al-Jawi atau yang lebih dikenal dengan Kiai Nawawi Banten itu sebetulnya bernama asli Muhammad bin Umar Ali bin Arabi. Beliau disebut sebagai Kiai Nawawi at-Tanari al-Bantani al-Jawi karena beliau berasal dari Tanara, Banten dan tergolong sebagai Ulama’ Jawi atau Ulama’ yang berbangsa Melayu. Namun ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan atas asalusul nama panggilan yang dinisbatkan kepada Syeikh Nawawi ini adalah 7



mengenai nama Nawawi, yang di sini penulis masih mempertanyakan dari mana nama Nawawi ini diambil, sementara jika kita lihat nama asli beliau adalah Muhammad. Jika yang kita ingin pertanyakan adalah nama belakang beliau yang diimbuhi dengan kata at-Tanari al-Bantani al-Jawi, maka itu sudah tampak jelas bahwa nama itu diambil dari asal daerah tempat beliau dilahirkan. Lantas bagaimana dengan kata Nawawi itu sendiri? ini adalah pertanyaan yang penulis rasa penting untuk didiskusikan.



Kitab Tafsir Marah Labid A. Definisi dan Jenis Metode Tafsir Metodologi penafsiran adalah metode tertentu yang digunakan oleh mufassir dalam penafsirannya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada umumnya metode penafsiran terbagi menjadi empat, yaitu metode ijmali (global), tahlili (analitis), muqoron (perbandingan), maudhu’i (tematik). Metode penafsiran ijmali adalah metode penafsiran yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tetapi komprehensif dengan bahasa yang popular, mudah dimengerti dan enak dibaca. Metode penafsiran tahlili adalah metode yang berupaya menafsirkan ayat demi ayat al-Qur’an dari setiap surah-surah al-Qur’an dengan seperangkat alat-alat penafsiran (diantaranya asbabul nuzul, munasabat, nasikh mansukh dan lain-lain). Metode penafsiran muqoron adalah metodde penafsiran dengan membandingkan teks ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus yang sama. Metode penafsiran maudhu’i adalah metode menafsirkan dengan menghimpun semua ayat dari berbagai surah yang berbicara tentang satu masalah tertentu yang dianggap menjadi tema sentral. B. Metode Tafsir Marah Labid Salah satu karya Syekh Nawawi adalah “al-Munir li Ma’alim at-Tanzil” atau dalam judul lain “Marah Labid Likasyfi Ma’na Qur’an Majid”. Tafsirnya yang berhalaman 985 atau 987 beserta daftar isinya. Tafsir al-Munir terdiri dari 2 jilid, jilid pertama berjumlah 510 atau 511 halaman beserta daftar isinya dan jilid kedua berjumlah 475 atau 476 halaman beserta daftar isinya dan diselesaikan pada rabiul akhir 1305 H. Di lihat dari cover yang diterbitkan oleh penerbit dari Surabaya-Indonesia, tafsir ini memiliki dua nama, pertama al-munir dan kedua al-tafsir Marah Labid. Al-tafsir Munir diperkirakan 8



diberikan oleh pihak penerbit. Sedangkan al-tafsir Marah Labid berasal dari Syekh Nawawi langsung. Tafsir al-munir ini dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan metode ijmali (global). Dikatakan ijmali karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syeikh Nawawi menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan padat, sehingga pun mudah dipahami. Sistematika penulisannya pun menuruti susunan ayat-ayat dalam mushaf. Tafsir al Munir li Ma’alim at Tanzil terlihat sangat detail dalam menafsirkan setiap kata per-kata pada setiap ayat, mungkin karena kepiawian beliau dalam bidang bahasa yang tidak diragukan lagi. Berikut contoh penafsiran kata per-kata oleh Syekh Nawawi dalam Kitab tafsirnya:



( ‫الحمد هللا) والشكر هلل بنعمه السوابغ على عباده الذين هداهم لإليمان‬ ‫(رب العالمين ) أى خالق الخلق ورازقهم ومحولهم من حال الى حال‬ ‫(الرحمن ) أى العاطف على البار والفاجر بالرزق لهم ودفع اآلفات عنهم‬ Pada jilid pertama marah labid ini di mulai dari surah al-fatihah sampai dengan surah al-kahfi dan jilid dua di mulai surah maryam sampai surah an-nas. Penafsiran yang terlihat dalam kitab marah labid terdapat di dalam garis, sedangkan di luar garis adalah kitab al-wajir tafsir al-qur’an al-aziz oleh Imam Abi Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi. Maka, dilihat dari cara penyusunan ayat, Syeikh Nawawi menggunakan metode secara tahlili, yakni berurutan dari surat pertama sampai surat terakhir dan tidak dikelompokkan sesuai tema tertentu. Selain menggunakan penafsiran metode ijmali dan tahlili, ternyata dalam kitab al-Munir kami juga menemukan metode muqoron (perbandingan) pada penafsiran surah al-Fatihah ayat 4 yang dibandingkan dengan surah al-Infithar ayat 19. Berikut redaksi yang tertera dalam Kitab Tafsir al-Munir:



‫ملك يوم الدين) يا ثبا ت األ لف عند عاصم و الكسائي و يعقوب القيامة‬ ‫كما قال تعالى يوم ال تملك نفس لنفس شيئا و األمر يومئذ هللا و عند الباقين‬ ‫بخذق األلف و المعنى أى المتصرف في أمر القيامة با ألمر والنهى‬ Maka, dengan demikian tafsir al-Munir juga menggunakan metode penafsiran muqoron dilihat dari penafsiran surah Al-Fatihah ayat 4 tersebut meskipun kami belum menganalisis seluruh penafsiran ayat secara keseluruhan.



9



Adapun karakterisitik dari kitab tafsir Marah Labid diantaranya: • Penafsiran baru dimulai dari halaman ke dua sedangkan halaman pertama dimulai dengan pembukaan. • Terdapat kolofon atau penjelasan di bagian akhir tentang penafsiran pada jilid 1 dan jilid 2. • Page ayat selalu berada di dalam kurung. • Huruf-huruf muqoto’ah tidak ditafsirkan, walaupun ada yang ditafsirkan itu juga menggunakan kata ‫ ) )قيل‬yang nilainya ini pun dikategorikan lemah. • Terkadang menggunakan kata (ayyu hadza) sebelum penafsiran. Akan tetapi ada juga yang tidak. • Diawali dengan penyebutan nama surat, periode makiyyah dan madaniyyah • Terdapat penyebutan tentang jumlah ayat bahkan menyebutkan jumlah huruf dan jumlah kalimat. Hal ini menunjukan bahwa beliau itu sangat teliti. • Terdapat juga penjelsan tentag asbabun nuzul, ragam qiraat, dan penjelsan tentang nahwu dan sharaf. C. Corak Tafsir Marah Labid Alasan yang mendasari percetakan dan penulisan Marah labid ini, sumber referensi menyebutkan ada dua kemungkinan yaitu; Pertama, Syekh Nawawi dikenal sebagai pemimpin Koloni Jawa di Mekkah yang memperoleh penghormatan paling besar. Sehingga masyarakat jawa pada waktu itu memintanya untuk memberikan ilmu pengetahuannya mengenai al-Quran. Kedua, literatur tafsir di Indonesia yang lengkap sebanyak 30 juz sampai abad 18-an hanyalah Tafsir Tarjuman al-Mustafîdh karya ‘Abd Ra’uf Singkili dan itupun ditulis dalam bahasa Melayu sehingga tidak menutup kemungkinan mereka tidak puas dengan merujuk kepada satu kitab. Praktisnya, permintaan ini tidak langsung ditanggapi oleh Imam Nawawi. Akan tetapi, Imam Nawawi justru seakan-akan takut untuk melangkah. Berdasarkan referensi bahwa ketakutan ini merupakan refleksi dari sifat ihtiath (hati-hati) yang dimilkinya. Lebih lanjutnya Nawawi mengungkapkan bahwa ketakutan tersebut lebih karena adanya pagar ketat yang tersurat dalam hadist Rasul Muhammad SAW yang berbunyi: 10



‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ ‫اب فَقَ ْد‬ ُ ‫قَا َل َر‬ َ ‫ص‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ َ ‫آن ِب َرأْ ِي ِه فَأ‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫سله َم َم ْن قَا َل فِي ْالقُ ْر‬ َ ‫أَ ْخ‬ ‫طأ‬ Rasul SAW bersabda: ”Barang siapa menafsirkan (berkomentar) al-Quran dengan mengedepankan pemikirannya, meskipun penafsirannya benar, maka ia telah bersalah”. ‫سو ُل ه‬ ‫ فَ ْليَتَبَ هوأْ َم ْق َعدَهُ ِمنَ النهار‬،‫آن بِ َرأْيِ ِه‬ ُ ‫قَا َل َر‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ َم ْن قَا َل فِي ْالقُ ْر‬:‫صلهى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسله َم‬ Rasul SAW bersabda:”Barang siapa menafsirkan al-Quran dengan berdasarkan pada pemikirannya, maka hendaknya ia menyiapkan tempat duduk di dalam neraka”. Setelah sekian lama waktu berjalan, permintaan rekan-rekannya untuk tetap menulis tafsir akhirnya terwujud akhirnya Imam Nawawi memutuskan untuk menulis tafsir.. Dalam tafsir Marah labid ini Imam Nawawi menampakan konsisitensi kehati-hatiannya. Buktinya adalah dalam penulisan tafsir tersebut Nawawi tidak mengedepankan ide-idenya saja, namun ia mengikuti dan mengutip kitab-kitab tafsir yang mu’tabarah (sudah diakui) yang telah ditulis ulama sebelumnya. Adapun salah satu karya yang dijadikan rujukan adalah Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhr al-Din al-Razi. Kata corak dalam literatur sejarah tafsir, biasanya digunakan sebagai terjemahan dari kata al-laun, bahasa arab yang berarti warna. Jadi corak tafsir adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran. Tafsir merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual seorang mufasir ketika ia menjelaskan ujaran-ujaran al-Quran sesuai dengan kemampuannya yang sekalipun mneggambarkan minat dan horizon pengetahuan sang mufasir. Minat ini muncul pada abad pertengahan. Keanekaragaman corak penafsiran sejalan dengan keanekaragaman disiplin ilmu yang berkembang pada saat itu. Di sisi lain ilmu yang berkembang pada Abad pertengahan ini yang bersentuhan langsung dengan keislaman adalah ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu bahasa dan sastra, serta filsafat. Berdasarkan referensi dalam buku yang berjudul Metodologi Ilmu Tafsir disebutkan ada tujuh jenis corak, yaitu; 11



1. Corak Hukum Atau yang disebut juga dengan tafsir Fiqhy. Tafsir ini lebih berkonsentrasi pada ayat-ayat hukum dalam al-quran. Tafsir ayat al-Ahkam ini berusia sudah sangat tua karena kelahirannya bersamaan dengan kelahiran tafsir al-quran itu sendiri. 2. Corak Falsafi Penafsiran al-Quran berdasarkan logika atau berdasarkan pemikiran filsafat yang rasional dan radikal. 3. Corak Ilmiah Penafsiran al-Quran yang menggunakan pendekatan istilah-istilah ilmiah dalam rangka mengungkapkan al-Quran. Dalam tafsir ini al-Quran tidak hanya bersifat ilmu keagamaan yang bersifat keyakinan akan tetapi juga meliputi semua ilmu keduniaan. Ulama yang menafsirkan dengan corak ini adalah al-Ghazali Terdapat komentar salah satu ulama yang menyatakan bahwa seandainya kita ingin menafsirkan al-quran dengan bercorak ilmiah itu boleh dilakukan akan tetapi kita juga harus melihat aspek syar’inya, bahwa alquran diturunkan untuk petunjuk bagi umat manusia. 4. Corak Pendidikan Lebih berorientasi pada ayat-ayat tentang pendidikan. Kitab dengan corak ini lebih sedikit dibanding dengan yang lainnya. Seperti Namadzij Tarbawiyyah min al-Quran al-Karim (karya Ahmad Zaki Tafafah, 1980 M). Ahmad izzan mengatakan bahwa sebenarnya kitab ini bukan bercorak tarbawi, kitab ini lebih kepada penggalian metode al-quran. 5. Corak Akhlak Lebih berorientasi pada ayat-ayat tentang ahlak dan menggunakan pendekatan ilmu ahlak. 6. Corak Teologis Tafsir yang bertujuan untuk membela sudut pandang sebuah aliran teologis. Tafsir semacam ini lebih banyak membicarakan tema-tema teologis dari pada mengedepankan pesan-pesan pokok al-Quran. Terkadang mereka menggunakan ayat untuk membenarkan atas pahampaham teologis. Katagorisasi ayat yang dipakai al-Quran sendiri, seperti Muhkam dan Mutasyabih merupkan sumber toeritis tentang perbedaan penafsiran yang dibangun atas keyakinan-keyakinan teologis.



12



7. Corak Sufi Tafsir sufi terbagi dua, ada tafsir sufi isyari (penakwilan ayat al-Quran yang berbeda dengan makna lahirnya yang kemudian disesuaikan dengan petunjuk khusus yang diterima para tokoh) dan tafsir sufi nadhary (tafsir sufi yang dibangun untuk mempromosikan salah satu teori mistik dengan menggeser tujuan al-quran kepada tujuan dan target mistis mufassir. Mengenai corak yang digunakan oleh Imam Nawawi adalah menurut referensi bahwa tafsir ini dikategorikan dalam corak riwayah/ mat’sur. Karena tafsir ini belum memenuhi persyaratan untuk dikaitkan menempuh corak bi rayi. Pernyataan ini dapat disimpulkan karena dalam permulaan pernyataan di dalam tafsirnya pada bab pembukaan, Imam Nawawi mengatakan bahwa ia takut menafsirkan al-Quran dengan tafsir pemikiran murninya (bil rayi) saja. Hal ini terbukti dalam praktisnya bahwa Imam Nawawi banyak mengutip hadis-hadis rasulullah saw, pendapat sahabat, tabiin, atau para tokoh yang dianggapnya mutabar dalam menjelaskan ayat tertentu. Hal ini diperkuat dengan disebutkannya nama beberapa sahabat dan tabi’in seperti Abu Bakar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, al-Dahak, dan Qatadah dalam menafsirkan ayat tertentu. Dalam keterangan mengenai ini ada pendapat yang menyatakan bahwa tulisan syeikh Nawawi yang terkenal adalah tafsir al-Munir yang ditulisnya selama tiga tahun (1302-1305H/ 1887-1890) dengan judul asli Murah Labid li Kasyfi Ma’na al-quran al-majid. Kitab tafsir ini termasuk tafsir yang ilmiah dan rasional diantara sebagian kitab tafsir sebelumnya. Kitab ini dipergunakan sebagai rujukan di Universitas al-Azhar, sehingga namanya terkenal di sana. Jadi dapat disimpulkan bahwa tafsir ini bercorak rasional. Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang ada mengenai berbagai macam corak ini dan didapati juga dalam beberapa referensi bahwa Marah Labid ini menggunakan corak bil Rayi yang lebih khusunya bernuansa sufi (corak sufi). Kendati demikian terdapat juga dalam referensi yang lain yang menyatakan bahwasanya Marah Labid ini bercorak bil Riwayah, dengan bukti bahwa dalam pembukaan kitab Marah labid itu Imam Nawawi menyebutkan beberapa kitab-kitab yang jadi rujukan beliau diantaranya Futuhat ilahiyah, mafatihul Ghaib, Sirojil Munir dan tanwir al-Muqabbas dan tafsir Abu Su’ud. 13



Karena dalam pra-makalah ini kami tidak mengkaji kitabnya secara keseluruhan dan karena penentuan jenis corak itu bersifat subyektif maka kami menraik dua kesimpulan di atas mengenai corak Kitab Marah Labid ini. adapun seandainya ada pengetahuan yang baru yang bisa dipertanggungjawabkan mengenai jenis corak ini maka kami akan dengan senang hati akan mendiskusikan kembali. Mengingat bahwa tafsir marah labid ini ditulis dalam bahasa Arab yang tidak lain berarti menggunakan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing di sini memberikan nilai positif dan negatifnya. Nilai positif dan negatifnya yaitu bahwa Literatur-literatur tafsir al-Quran yang muncul dari tangan para muslim nusantara, dengan keragaman bahasa dan aksara yang digunakan, mencerminkan adanya “hirarki”, baik “hirarki tafsir” itu sendiri di tengah-tengah karya-karya tafsir lain, maupun “hirarki pembaca” yang menjadi sasarannya. Misalnya penggunaan bahasa Arab, seperti yang ditemuh oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid, dari segi sasaran –dengan memperimbangkan bahasa Arab- tafsir ini lebih mudah diakses oleh para peminat kajian al-Quran international, namun pada posisi yang lain, yakni dalam konteks Indonesia sendri karya tafsir ini tentu lebih bersifat elistis. Sebab, seperti kita tahu bahwa tidak semua muslim Indonesia mahir berbahasa Arab. Demikian juga litaratur yang ditulis dengan bahasa daerah-jawa atau sunda misalnya- dan menggunakan huruf arab pegon, pada satu sisi akan memudahkan bagi komunitas muslim yang kebetulan satu daerah dan menguasai bahasa lokal tersebut. Namun apabila pada cakupan keindonesian, model ini pun juga pada akhirnya tidak bisa menghindar dari elistisnya, sebab seakan-akan karya ini ditulis khusus untuk daerah pemakai bahasa tersebut. Sebenarnya ini bukan menjadi pokok pembahasan makalah ini akan tetapi karena melihat dari Kitab Tafsir Marah Labid ini berbahasa Arab sehingga kita bisa mengetahui kebijakan disaat kita akan menghasilkan karya tertentu.



14



MUQODDIMAH TAFSIR MAROH LABID



15



MUQODDIMAH TAFSIR MAROH LABID



‫الر ِحيْم‬ ‫الر ْحمٰ ِن ه‬ ‫ِ ِب ْس ِم هللاِ ه‬ Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang



َ َ‫ش ْيءٍ ِلع‬ ‫ َوا ْست َ ْسلَ َم‬،‫ش ْيءٍ ِل ِع هزتِ ِه‬ َ ‫ َوذَ هل ُك ُّل‬،‫ظ َمتِ ِه‬ َ ‫ض َع ُك ُّل‬ َ ‫ي تَ َوا‬ ْ ‫اَ ْل َحمدُ ِ هّلِلِ اله ِذ‬ ‫ام‬ َ ‫ض َع ُك ُّل‬ َ ‫ُك ُّل‬ ُ َ‫ ف‬.‫ش ْيءٍ ِل ُم ْل ِك ِه‬ َ ‫َار‬ َ ‫ َو َخ‬،‫درتِ ِه‬ َ ‫س ْب َحانَ هللاِ ش‬ َ ُ‫ش ْيءٍ ِلق‬ َ ‫ع ْاأل َ ْح َك‬ ‫ض ْالعُلُ ْو ِم‬ ِ ‫ع ٰلى َما فَت َ َح ِم ْن غ ََو ِام‬ َ ُ‫ أَ ْح َمدُه‬.‫ْال ُم َم ِيزَ بَيْنَ ْال َح ََل ِل َو ْال َح َر ِام‬ ‫ِ ِبإِ ْخ َراجِ ْاأل َ ْف َهام‬. Segala puji bagi Alloh yang segala sesuatu merendahkan diri di hadapan kebesaran-Nya, merasa hina di hadapan keagungan-Nya, berserah diri kepada kekuasan-Nya, serta tunduk patuh di dalam kerajaan-Nya. Maka, Maha Suci Alloh yang telah mensyariatkan hukum-hukum yang membedakan antara yang halal dan yang haram. Ku panjatkan segala puji kepada-Nya atas segala ilmu samar yang telah dibukakan-Nya dengan mengeluarkan segala kepahaman [sehingga menjadi mudah dipahami].



‫ع ٰلى آ ِل ِه‬ ‫ص ََلة ُ َوال ه‬ ‫َوال ه‬ َ ‫ َو‬،‫ي أَزَ ا َل بَيَانَهُ ُك هل ِإ ْب َه ٍام‬ َ ‫س ََل ُم‬ َ ‫ع ٰلى‬ ْ ‫سيِ ِدنَا ُم َح هم ٍد اله ِذ‬ ‫ت ْاألَيهام‬ ِ ‫س ََل ًما دَائِ َمي ِْن َما دَا َم‬ ْ َ‫ِوأ‬ ِ ‫ص َحا ِب ِه أُو ِلي ْال َمنَا ِق‬ َ ‫ص ََلة ً َو‬ َ ‫ب َو ْاأل َ ْح ََل ِم‬ َ . Semoga sholawat (rahmat) dan salam (kesejahteraan) terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw yang keterangannya dapat melenyapkan segala kesamaran, dan semoga pula terlimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya yang mempunyai perjalanan hidup yang terpuji dan kemurahan hati, dengan sholawat dan salam yang abadi sepanjang hari. ﴿



‫ِي‬ ُ ‫ي قَ ْد أَ َم َر ِن ْي َب ْع‬ ْ ‫ض ْاأل َ ِع هزةِ ِع ْند‬ ٌّ ‫أَ هما َب ْعدُ﴾ فَ َيقُو ُل أَ ْحقَ ُر ْال َو ٰرى ُم َح همدٌ ن ََو ِو‬ َ ‫ان‬ ً ‫آن ْال َم ِج ْي ِد فَتَ َردهدْتُ فِ ْي ٰذ ِل َك زَ َم‬ َ‫ط ِوي ًَْل خ َْوفًا ِمن‬ َ ُ ‫أَ ْن أَ ْكت‬ ِ ‫ب تَ ْف ِسي ًْرا ِل ْلقُ ْر‬ ‫سلهم‬ َ ُ‫صلهى هللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ِالدُّ ُخ ْو ِل فِ ْي قَ ْو ِل ِه‬:







16



Adapun setelah itu﴿Manusia yang paling rendah, Syekh Muhammad Nawawi, mengatakan bahwa sebagian ulama yang kuhormati telah menganjurkan kepadaku agar aku menulis sebuah tafsir [yang menerangkan makna-makna] AlQur'an yang mulia. Pada mulanya aku ragu untuk melakukannya. Hal ini berlangsung cukup lama karena kekhawatiranku akan ancaman yang terkandung dalam sabda Nabi Saw [yang mengatakan]:



َ ‫اب فَقَ ْد أ َ ْخ‬ " ‫علَ ْي ِه‬ َ ُ‫صلهى هللا‬ َ ‫ص‬ َ ‫ َوفِ ْي قَ ْو ِل ِه‬."َ‫طأ‬ َ َ ‫رآن بِ َرأْيِ ِه فَأ‬ ِ ُ‫َم ْن قَا َل فِي ْالق‬ ‫سلهم‬ َ ‫ِو‬ َ : "Barang siapa yang membicarakan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri, kendati ia benar, namun sesungguhnya dia telah keliru". Dan [disebutkan] dalam sabda Nabi Saw lainnya:



"‫رآن ِب َرأْ ِي ِه فَ ْل َيت َ َب هوأْ َم ْق َعدَهُ ِمنَ النهار‬ ِ ُ‫"ِ َم ْن قَا َل ِفي ْالق‬. "Barang siapa yang membicarakan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri, hendaklah ia bersiap-siap untuk menempati kedudukannya di dalam neraka".



‫ْس‬ ‫اء ِبال ه‬ ِ َ‫َل ْقتِد‬ ِ َ‫سل‬ ِ ْ ‫فَأ َ َج ْبت ُ ُه ْم إِ ٰلى ٰذ ِل َك ِل‬ َ ‫ف فِ ْي تَ ْد ِوي ِْن ْال ِع ْل ِم إِ ْبقَا ًء‬ َ ‫ق َولَي‬ ِ ‫علَى ْالخ َْل‬ َ‫اص ِريْن‬ ِ َ‫ع ْونًا ِل ْي َو ِل ْلق‬ َ ‫ َو ِل َي ُك ْونَ ٰذ ِل َك‬.ٌ‫ان تَ ْج ِد ْيد‬ َ ٍ ‫ع ٰلى فِ ْع ِل ْي َم ِز ْيدٌ َو ٰل ِك ْن ِل ُك ِل زَ َم‬ ‫ب َو ِمنَ الس َِراجِ ْال ُمنِي ِْر‬ ِ ‫ِمثْ ِل ْي َوأَ َخ ْذتُهُ ِمنَ ْالفُت ُ ْو َحا‬ ِ ‫اِل ٰل ِهيه ِة َو ِم ْن َمفَاتِيْحِ ْالغَ ْي‬ ِِ ‫ت‬ ‫سعُ ْود‬ ُّ ‫اس َو ِم ْن تَ ْف ِسي ِْر أَبِي ال‬ ِ َ‫ِو ِم ْن ت َ ْن ِوي ِْر ْال ِم ْقب‬ َ . Pada akhirnya kupenuhi anjuran itu karena mengikuti jejak ulama Salaf yang selalu membukakan ilmu agar dapat dimanfaatkan oleh generasi berikutnya. Selain itu, yang kulakukan tidak menambah sesuatu pun. Akan tetapi, setiap zaman menuntut adanya pembaharuan dan agar usahaku ini dapat membantuku untuk mengingat-ingat kembali yang telah kupelajari, dan dapat membantu orang-orang yang lalai seperti diriku ini. Dan yang menjadi rujukanku dalam menulis kitab tafsir ini adalah: Tafsir Al-Futuhatul Ilahiyyah (syarah Tafsir Jalalain), Tafsir Mafatihul Gaib, As-Sirojul Munir, Tanwirul Miqbas (tafsir Ibnu 'Abbas) danTafsir Abu Su'ud.



17



‫علَى‬ ِ ‫ار ِخ ْي ِه " َم َرا ٌح لَ ِب ْيدٌ ِل َك ْش‬ َ ‫ َو‬."ٍ‫آن َم ِج ْيد‬ َ ‫َو‬ ٍ ‫ف َم ْع ٰنى قُ ْر‬ ِ َ‫س هم ْيتُهُ َم َع ْال ُم َوافَقَ ِة ِلت‬ ‫ع ِب ُح ْس ِن‬ ُ ‫ َو ْاآلنَ أ َ ْش َر‬.‫ِي‬ ِ ‫ َوإِلَ ْي ِه تَ ْف ِوي‬،‫ِي‬ ْ ‫ْض ْي َوا ْستِنَاد‬ ْ ‫ْال َك ِري ِْم ْالفَتهاحِ اِ ْعتِ َماد‬ ‫ِتَ ْو ِف ْي ِق ِه َو ُه َو ْال ُم ِعي ُْن ِل ُك ِل َم ْن لَ َجأ َ ِبه‬. Tafsir ini sesuai dengan latar belakang penulisannya, aku beri nama dengan "Maroh Labiid (Terminal Burung, atau dengan kata lain: tempat peristiharatan yang nyaman bagi orang-orang yang datang dan pergi) Likasyfi Ma'na Qur'aanim Majiid (untuk menyingkap makna Al-Qur'an yang mulia)". Hanya kepada Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Memutuskan aku berpegang teguh, hanya kepadaNya pula aku berserah diri dan bersandar. Dan sekarang kumulai pembahasan tafsir berkat kebaikan taufik-Nya. Dia-lah yang selalu membantu dan menolong setiap orang yang berlindung kepada-Nya.



18



TERJEMAHAN SURAT AL FATIHAH DALAM KITAB TAFSIR MARAH LABID



19



TERJEMAHAN SURAT AL FATIHAH DALAM KITAB TAFSIR MARAH LABID



َ ‫ص َرا‬ ‫ط الهذِينَ إِلَى‬ ‫سبْعِ آيات] َوال ه‬ ُ ِ َ‫سابعَة‬ َ ُ‫ورة ُ ْالفَاتِ َح ِة َم ِكيهةً أَ ْو َمدَنِيهة‬ َ ‫س‬ َ ُ‫سابعَة‬ ‫ب‬ ِ َ‫آخرهَا إِ هن َكان‬ ُ ‫غي َْر ْال َم ْغ‬ ‫ت ْالبَ ْس َملَةُ ِم ْن َها َو ِإ هن لَ ْم تَ ُك ْن َمنُّ َها فَال ه‬ ِ ‫ضو‬ ‫ع َل ْي ُه ْم ِإ َلى آخرهَا‬ َ surat alfatihah diturunkan dimekah atau dimadinah sebanyak 7 ayat] dan ayat yang ketujuh adalah shirathal ladhina sampai akhir ayat jika basmalah dihitung termasuk dari bagian surat alfatihah dan jika basmalah tidak termasuk bagian dari surat alfatihah maka ayat yang ketujuh adalah ghairil maghdhubi ‘alaihim sampai akhir ayat



‫ت‬ ِ ‫ ِع ْل ُم ْاألُصو ِل َوقَ ْد َج َم َع‬:‫وم أَ َحدههَا‬ َ ٌ‫َو ِهي ُم ْشت َ ِملَة‬ ِ ُ‫علَى أ َ ْر َبعَ ِة أ َ ْن َواعٍ ِمنَ ْالعُل‬ َ‫ى الهذِين‬ ِ ‫يم َوالنُّبُ هوا‬ ‫الر ْح َمنَ ه‬ ‫ب ْال َعالَ ِمينَ ه‬ ِ ‫ى ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َر‬ ‫ت فِ ه‬ ‫ْاِللَ ِهيهاتُ فِ ه‬ َ ‫الر ِح‬ ْ ْ ْ ‫أَنَ ِع َم‬ َ ‫ت‬ َ ‫علَ ْي ُه ْم َوالد‬ ِ ‫ى َما ِل َك َي ْو ِم الد‬ ‫هار ْاآل ِخ َرة َ ِف ه‬ ِ‫ ِعل ُم الفُ ُروع‬:‫ِين َوثَا ِنيِ َها‬ ُ ‫َوأَ ْع‬ ‫اش‬ ِ ‫ظ ِم ِه ْال ِع َبادَا‬ ِ ‫ور ْال َم َع‬ ِ ‫ان ِِ إِلَى أ ُ ُم‬ ِ َ‫ت َو ِهي َما ِليهةٌ َو َبدَنِيهةٌ َو ُه َما ُم ْفتَ ِق َرت‬ ‫ضي َها ْاأل َ َو ِام ُر‬ ِ ‫ِمنَ ْال ُم َعا َم ََل‬ ِ َ ‫ت َو ْال َمنَا ِك َحاتُ َو َال بِ ْد لَ َها ِمنَ ْاأل َ ْح َك ِام الهتِى تَ ْقت‬ ‫والنواهي‬ dan surat alfatihah ini mengandung atas 4 macam daripada ilmu ; yang pertama : ilmu ushuluddin (ilmu pokok dalam agama islam) dan sungguh dikumpulkan sifat-sifat ketuhanan dalam ayat alhamdu lillahi rabbil ‘alamina arrahmanir rahimi dan sifat-sifat kenabian dalam ayat alladzina an’amta ‘alaihim dan kehidupan akhirat dalam ayat maliki yaumiddini dan yang kedua : ilmu hukum dan sebesar-besar ilmu hukum adalah perkara-perkara ibadah dan itu terkait masalah harta dan badan dan keduanya itu butuh kepada perkara-perkara kehidupan yang berupa muamalah dan pernikahan dan harus perkara ibadah itu



20



memiliki daripada hukum-hukum yang menuntutnya adanya perintah-perintah dan larangan-larangan



‫ى‬ ِ ‫صي ِل ْال َك َم َاال‬ ِ ‫ ِع ْل ُم تَ ْح‬:‫َوثَا ِلثَ َها‬ ِ ‫ت َو ِهي ِع ْل ُم ْاأل ْخ ََل‬ ‫ق َو ِم ْنهُ اِلستقامة ِف ه‬ ‫ه‬ ‫ت ال ه‬ ُ ‫هاك نَ ْست َ ِع‬ ‫ش ِريعَةُ ُكله َها‬ ِ َ‫ين َوقَ ْد َج َمع‬ َ ‫ َو ِإي‬:‫َارةِ ِبقَ ْو ِل ِه‬ َ ‫الط ِريقَةَ َوإِلَى ذَ ِل َك ْاِلش‬ َ ‫الص َرا‬ ‫ع ِن ْاأل ُ َم ِم ْالخَا ِليَ ِة‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ار‬ ِ ‫ى‬ َ َ‫ ِع ْل ُم ْالق‬:‫يم َو َرابِ َع َها‬ ِ َ‫ص َو ْاأل َ ْخب‬ ‫فِ ه‬ َ ‫ط ْال ُم ْستَ ِق‬ ْ ‫ى الهذِينَ أَنَ ِع َم‬ َ ‫اء َو‬ ‫علَ ْي ُه ْم َو ْاألشق َيا َء‬ ِ ‫َوقَ ْد َج َم َع‬ ُّ ‫ت ال‬ ِ ‫س َعدَا ُء ِمنَ ْاأل َ ْنبِ َي‬ َ ‫ت‬ ‫غي َْر ُه ْم ِف ه‬ َ ‫ى‬ ‫علَ ْي ُه ْم َو َال الض ِهالين‬ ُ ‫غي َْر ْال َم ْغ‬ ِ ‫ضو‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ِ ِمنَ ْال َكفه‬ ‫ار فِ ه‬ dan yang ketiga : ilmu untuk menghasilkan kesempurnaan-kesempurnaan hidup dan itu adalah ilmu akhlaq dan diantaranya adalah istiqamah dalam jalan kebenaran dan hal itu diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala : wa iyyaka nasta’inu dan sungguh dikumpulkan syari’at semuanya dalam jalan yang lurus dan yang keempat : ilmu kisah-kisah dan berita-berita tentang umat-umat yang terdahulu dan sungguh dikumpulkan orang-orang yang bahagia dari kalangan para nabi dan selain mereka dalam ayat alladzina an’amta ‘alaihim dan orang-orang yang celaka dari kalangan orang-orang kafir dalam ayat ghairil maghdhubi ‘alaihim wa ladh dhaalina.



‫الر ِحيم‬ ‫الر ْح َم ِن ه‬ ‫ (ِ ِب ْس ِم هللاِ ه‬1) ‫علَى‬ َ ‫ِين سناؤه فَ ََل‬ َ ‫يم َملَ َكهُ َو ُه َو‬ َ َ ‫ش ْي ٌء أ‬ ِ ‫ بَ َها ُء هللاِ َوالس‬:‫ْالبَا َء‬ َ ‫علَى ِم ْنهُ َو ْال ِم‬ ‫ش ْي ِء قَدِير‬ َ ‫ِ ُك ِل‬.* bismillahir rahmanir rahimi : dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang huruf ba pada bismillah maknanya keagungan Allah



‫ِوالسِين‬ َ :* ‫س ِميع‬ َ ‫ِاِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه‬. ‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه َم ِجيدَ َم ِليك‬:‫ِو ْال ِمي ُم‬ َ .* 21



‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه هللا‬:‫ف‬ ُ ‫ِو ْاأل ْل‬ َ . ‫ِو ه‬ َ ‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه ِل‬:‫الَلَ ُم‬ ‫طيْف‬ َ .* ‫ اِ ْب ِتدَا ُء اِ ْس ِم ِه هَادِي‬:‫و ْال َها ُء‬. َ ‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه َر هزاق‬:‫الرا ُء‬ ‫ِو ه‬ َ .* ‫ اِ ْبتِدَا ُء اِ ْس ِم ِه َح ِليم‬:‫ِ َو ْال َحا ُء‬. ُ ُّ‫ِوالن‬ ‫ اِ ْب ِتدَا ُء اِ ْس ِم ِه نَا ِف ٌع َونُور‬:‫ون‬ َ .* dan huruf sin maknanya ketinggian Allah maka tidak ada sesuatu yang paling tinggi daripada Allah dan huruf mim maknanya kerajaan Allah dan Dia Allah atas segala sesuatu maha kuasa dan huruf ba pada bismillah adalah permulaan namanya bari’ (dzat yang mengadakan) bashir (dzat yang maha melihat) dan huruf sin adalah permulaan namanya sami’ (dzat yang maha mendengar) dan huruf mim adalah permulaan namanya majid (dzat yang maha mulia) malik (dzat yang memiliki) dan huruf alif adalah permulaan namanya Allah dan huruf lam adalah permulaan namanya lathif (dzat yang maha mengasihi) dan huruf ha adalah permulaan namanya hadii (dzat yang memberi petunjuk) dan huruf ra pada arrahman adalah permulaan namanya razzaq (dzat yang memberi rizqi) dan huruf ha adalah permulaan namanya halim (dzat yang maha bijaksana) dan huruf nun adalah permulaan namanya nafi’ (dzat yang memberi manfaat) dan nur (dzat yang beri cahaya petunjuk).



ُّ ‫ِ ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َوال‬. ‫علَى ِع َبا ِد ِه الهذِينَ ُهدَاِ ِه ْم ِل ْإلي َمان‬ ‫ش ْك َر هلل ِبنَعَ ِم ِه ال ه‬ َ ِ‫س َوا ِبغ‬ ‫) َو ُم َح ِو ِل ِه ْم ِم ْن َحا ٍل ِإلَى َحال‬2 ( َ‫ب ْالعالَ ِمين‬ ِ ‫ِ َر‬ alhamdu lillahi: segala puji bagi Allah dan bersyukur kepada Allah dengan sebab nikmat-nikmatnya yang sempurna atas hamba-hambanya yang mana Allah memberikan petunjuk mereka kepada keimanan [rabbil ‘alamina: Tuhan semesta alam] yakni Tuhan itu yang menciptakan makhluk dan memberi rezki mereka dan merubah-rubah mereka dari satu kondisi menuju kondisi yang lain.dan memberi



22



rezki mereka dan merubah-rubah mereka dari satu kondisi menuju kondisi yang lain



‫ع ْن ُهم‬ ِ ‫اط‬ ِ ‫ي ْال َع‬ ‫ ه‬. َ ‫ق َودَ ْفعِ اآلفات‬ َ ‫ف‬ ِ َ‫ار َو ْالف‬ ِ ‫اج ِر ِب‬ ِ ‫علَى ْال َب‬ ‫ِالر ْح َم ِن أَ ه‬ ِ ‫الر ْز‬ Yang Maha Penyayang artinya : Lembut atas orang yang melakukan kebaikan dan orang yang jahat dengan rezki dan menolak kemudharatan dari pada mereka.



‫وب ِفي الدُّ ْن َيا ويرحمهم ِفي ْاآل ِخ َر ِة‬ ‫ه‬ َ ُ‫علَ ْي ُه ِم الذُّن‬ َ ‫ي الهذِي يَ ْست ُ ُر‬ ‫) أ َ ه‬3 (ِِ ‫الر ِح ِيم‬ ‫ِفَيَ ْد ُخلُ ُه ِم ْال َجنهة‬. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang artinya : Menutup ia Allah atas mereka segala dosa dalam dunia dan mengasihi mereka di Akhirat maka Allah memasukan mereka akan surga .



‫ب‬ ِ ‫) ِبإِثْبَا‬4 ( ‫الدي ِْن‬ ِ ‫مٰ ِل ِك يَ ْو ِم‬ ِ ‫ت ْاأل ْل‬ ِ ‫سائِي ِ َويَ ْعقُو‬ ِ ‫ع‬ َ َ‫ف ِع ْند‬ َ ‫اص ٍم َو ْال ِك‬ ‫ى أَ ْم َر ْال ِقيَا َم ِة‬ ِ ‫ص ِر‬ ِ ‫ف ْاأل ْل‬ ِ ‫ ْالبَقهي ِْن بِ َح ْذ‬:‫َك َما قَا َل تَعَالَى‬ َ َ‫ي ْال ُمت‬ ‫ف َو ْال ُمعَنهى أَ ه‬ ‫ف فِ ه‬ ‫ِب ْاأل َ ْم ِر َوالنه ْهي‬ Maliki yaumid dini: yang memiliki hari pembalasan] dengan menetapkan alif menurut bacaan imam ‘ashim dan imam alkisa-i dan imam ya’qub artinya yang mengatur urusan semuanya dihari kiamat sebagaimana firman Allah ta’ala : hari dimana seseorang tidak memiliki kuasa terhadap orang lain sedikitpun dan semua perkara ketika itu hanya milik Allah semata ; dan menurut para ahli qiraah yang lain : kata maliki dengan dibuang alifnya dan maknanya adalah yang mengatur dalam urusan kiamat dengan memerintah dan melarang.



ُ ‫هاك نَ ْستَ ِع‬ ‫] أي‬5‫ين‬ َ ‫اك[ َوإِي‬ َ ‫هاك نَ ْعـبُدُ َواِيا ه َك نَ ْستَ ِع ْي ُن) أي َال نُعَبِدُ أ َحدًا ِس َو‬ َ ‫(إِي‬ ُ ‫ِب َك نَ ْستَ ِع‬ ‫علَى‬ ْ ‫ص َي ِة إِ هال بِ ِع‬ َ ٌ ‫ص َمتِ َك َو َال قُ هوة‬ ِ ‫ع ِن ْال َم ْع‬ َ ‫علَى ِع َبادَتِ َك فَ ََل َح ْو َل‬ َ ‫ين‬ ‫ِ ه‬ ‫ع ِة إِ هال بِتَ ْوفِي ِقك‬ َ ‫الطا‬ 23



[iyyaka na’budu: hanya kepada Engkau kami menyembah] Artinya : Kami tidak menyembah seorangpun selain Engkau ya Allah [wa iyyaka nasta’inu: dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan] artinya hanya denganmu kami mohon pertolongan atas penyembahan terhadapMu maka tidak ada daya upaya menghindar dari maksiat kecuali dengan penjagaanMu ya Allah dan tidak ada kekuatan atas perbuatan taat kecuali dengan pertolonganMu.



َ ‫الص َرا‬ ‫اِل ْس ََل ِم أ َ ِو ْال ُم َعنهى أ ْدمنَا‬ ِ ‫ِإ ْهدنَا‬ ‫يم ) أ َ ه‬ ِ ْ ‫ِين‬ ِ ‫ي ِز ْدنَا ِهدَايَةً إِلَى د‬ َ ‫ط ْال ُم ْستَ ِق‬ َ ‫ص َرا‬ ( ‫علَ ْي ِهم) َم ْهدِيِينَ إِلَ ْي ِه‬ َ ‫ط ال ِذيْنَ اَ ْنعَ ْم‬ َ ‫ت‬ ِ ) ُ‫ِين الهذِينَ َمنَ ْنت‬ ‫أَ ه‬ ِ ‫يد‬ ُّ ‫صدِيقَي ِْن َوال‬ ‫صا ِل ِحين‬ ِ َ‫ش َهد‬ ‫اء َوال ه‬ ‫ِين ِمنَ النبين َوال ه‬ َ ِ ‫علَ ْي ُه ْم ِبالد‬ ْ َ‫َضب‬ َ ‫ي‬ َ ِ‫علَ ْي ِه ْم َو َال الض ِهال ْين‬ ُ ‫غي َْر ْال َم ْغ‬ ِ ‫ضو‬ َ (‫ت‬ ِ ‫ِين ْاليَ ُهو ِد الهذِينَ غ‬ ‫ب) أ َ ه‬ ِ ‫غي ِْر د‬ َ ‫أَي َو‬ ‫ارى‬ َ ‫ِين النه‬ َ ‫ص‬ ِ ‫غي َْر د‬ Ihdinash shirathal mustaqima: tunjukanlah kepada kami jalan yang lurus] artinya tambahkanlah kepada kami hidayah kepada agama islam atau maknanya : tetapkanlah kami sebagai orang-orang yang mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus. Shirathal ladzina an’amta ‘alaihim: yakni jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka] artinya agama yang Engkau berikan anugerah atas mereka dengan memperoleh agama, yaitu para nabi, ashshiddiqin (orang-orang yang jujur), asysyuhada (orang-orang yang mati syahid) dan ashshalihin (orang-orang shaleh) [ghairil maghdhubi: bukan orang yang dimurkai] artinya bukan orang yahudi yang Engkau murkai [‘alaihim wa ladh dhallina : Atas mereka dan juga bukan orang-orang yang sesat] artinya : Bukan agama nashrani



‫ار َوالضهالُّونَ ُه ِم‬ ُ ‫ ْال َم ْغ‬:ُ‫اِل ْس ََل ِم َويُقَال‬ ُ ‫ض‬ ُ ‫علَ ْي ُه ْم ُه ِم ْال َكفه‬ َ َ‫الهذِين‬ َ ‫وب‬ َ ‫ضلُّوا‬ ِ ْ ‫ع ِن‬ ْ ‫ِال ُمنَافِقُونَ ِأل َ هن هللاَ تَعَالَى ِذ ْكر‬



24



‫ى آيتين ث ُ هم‬ ِ ‫ى أ َ ْر َب َع آيات ث ُ هم ثَنَى ِب ِذ ْك ِر ْال َكفه‬ ‫ار فِ ه‬ ‫ى أَ هو َل ْال َبقَ َر ِة فِ ه‬ ‫ْال ُمؤْ ِمنِينَ فِ ه‬ ٌ ‫ث ُ ْل‬ َ َ‫ى ث‬ َ‫ئ بَ ْعدَ فَ َرا ِغ ِه ِمن‬ ُ َ‫ع ْش َرةَ آيَ ِة ؛ َوي‬ َ ‫َلث‬ ِ ‫ار‬ ِ َ‫س ُّن ِل ْلق‬ ‫ث ِب ِذ ْك ِر ْال ُمنَافِ ِقينَ فِ ه‬ ‫ ِآمينَ َو ُه َو إسم بِ ُم َعنًّى فَ َع ًّل أَ ْم َر َو ُه َو ِإ ْستجب‬:‫ْالفَا ِت َح ِة أ َ ْن َيقُو َل‬ Yang mereka tersesat dari islam dan dikatakan : Yang dimurkai atas mereka, mereka adalah orang-orang kafir dan orang-orang yang sesat mereka adalah orang-orang munafik ; karena Allah ta’ala menyebutkan orang-orang mukminin diawal surat albaqarah dalam 4 ayat kemudian yang kedua dengan menyebutkan orang-orang kafir dalam 2 ayat kemudian yang ketiga dengan menyebutkan orang-orang munafik dalam 13 ayat ; dan disunahkan bagi pembaca setelah selesainya dia dari membaca alfatihah untuk mengucapkan : aamiin dan kata aamiin itu adalah isim dengan makna fi’il amar, yaitu kabulkanlah doaku.



EMPAT ILMU DALAM SURAT AL -FATIHAH Menurut Syekh Nawawi al-Bantani dalam tafsirnya Marah Labid fi Tafsir alQur’an al-Majid, ayat-ayat dalam surah al-Fatihah ini menjadi prinsip atas empat ilmu pokok yang ada dalam Islam. ❖ Pertama adalah ‘ilm al-Ushul (ilmu tentang dasar-dasar agama/ketuhanan). Dalam ilmu tersebut, terkandung tentang ilmu bagaimana kita mengenal Allah, mengenal para Nabi, dan adanya hari akhir. Kandungan pertama terdapat dalam ayat Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamin, Arrahmaanirrahiim. Kandungan kedua dalam potongan ayat « … alladziina an’amta ‘alaihim… ». Kandungan ketiga terdapat dalam potongan ayat « Maaliki yaumid Diin ». ❖ Ilmu kedua adalah ‘ilm al-Furu’. Ilmu ini utamanya berisi tata acara ibadah baik ibadah fisik maupun ibadah melalui harta. Dari ibadah fisik dan harta tersebut, kita juga mengenal aspek lain dalam ‘ilm al-furu’ yaitu persoalan kehidupan yang tercakup dalam muamalah (tata cara berinteraksi sesama manusia terutama dalam persoalan harta) dan munakahat (tentang pernikahan antara laki-laki dan perempuan). Semuanya ini sebenarnya tercakup di dalam potongan ayat “al-shiraathal mustaqiim”.



25



❖ Ilmu ketiga adalah ‘ilm al-Akhlaq. Ilmu ini berisi tentang tata cara istiqamah (teguh dan konsisten) menjalankan ajaran agama. Ini tercakup sebenarnya di dalam potongan ayat, “iyyaaka nasta’iin”. ❖ Ilmu keempat adalah ‘ilm al-Qashas wa al-Akhbar. Ilmu tentang kisah-kisah dan cerita Nabi dan umat terdahulu. Ilmu tentang ini terkandung intisarinya di dalam ayat « alladziina an’amta ‘alaihim » untuk menyebut mereka yang beriman. Dan di dalam ayat « ghair al-maghdhubi ‘alaihim wa laaddhalliin » untuk menyebut mereka yang kafir dan membangkang kepada Tuhan. Kesimpulan-kesimpulan seperti ini banyak dirumuskan oleh para ulama terdahulu untuk menegaskan bahwa segala ilmu yang ada di dunia ini sebenarnya merupakan intisari yang terdalam dalam Alquran. Saya mencoba menghadirkan contoh lain tentang upaya para ulama untuk menyimpulkan bahwa segala sesuatu di dunia ini pada dasarnya sumbernya berasal dari Alquran, lalu al-Fatihah, Bismillah, huruf ba di awal kalimat, sampai titik di huruf ba itu sendiri. Berikut saya kutipkan dari kitab Hasyiyah Baijuri ‘ala Ibn Qasim karya Syaikh Ibrahim al-Baijuri. Karya ini merupakan catatan dan komentar atas kitab Fath al-Qarib, kitab fikih bermazhab Syafi’i :



‫عةٌ فِي ْالبَ ْس َملَ ِة ومعاني‬ َ ‫عةٌ فِي ْالفَاتِ َح ِة ومعاني ْالفَاتِ َحةَ َم ْج ُمو‬ َ ‫ا ْلقُ ْرآنَ َم ْج ُمو‬ ْ ‫عةٌ فِي بَائِ َها‬ َ ‫البَ ْس َملَةَ َم ْج ُمو‬. ُ ‫ون َما َي ُك‬ ُ ‫ي بِي َكانَ َما َكانَ َو ِبي َي ُك‬ ‫ون ومعاني ْال َبا َء فِي‬ ُّ ‫َار‬ ِ ‫َو ُم َعنهاُهَا ْاِلش‬ َ ‫ي أَ هن ذاته تَعَالَى نُ ْق‬ َ ‫نُ ْق‬ ‫طةُ ْال ُو ُجو ِد ْال ُم ْستَ َم ِد ِم ْن َها ُك هل‬ ‫َار ه‬ ِ ‫طتِ َها … َو ُم َعنها َ َها ْاِلش‬ ‫ِ ْال َم ْو ُجود‬ Makna-makna dalam kitab-kitab (kitab suci terdahulu) terkumpul di dalam Alquran. Dan makna dalam Alquran itu terkumpul di dalam al-Fatihah. Makna dalam al-Fatihah terkumpul dalam kalimat basmalah. Makna dalam basmalah itu terkumpul dalam huruf ba-nya. Salah satu dimensi isyarat maknanya adalah « Karena Allah segala sesuatu yang ada menjadi ada, dan karena-Nya segala sesuatu yang akan ada menjadi ada ». Makna dalam huruf ba’ itu terkumpul dalam 26



titiknya. Dimensi isyarat maknanya adalah bahwa Zat Allah itu adalah titik menjadi sumber segala sesuatu yang ada di alam wujud ini. Kalau melihat ketajaman para ulama dalam meresapi makna agama, kitab suci, dan relasi keduanya dengan Pencipta Alam Semesta ini, saya selalu terkesima.



‫قال علي عليه السالم‬: ‫لو شئت ألوقرت سبعين بعيرا في تفسير فاتحة الكتاب‬. Berkata Sayyidina Ali Karamallahu wajha : " Jikalau aku berkehendak mengarang tafsir niscaya dapat aku penuhi akan 70 unta dari tafsir Al Fatihah " ( Kitab Sairus Salikin jilid 1 halaman 182)



27



42 TANYA JAWAB SEPUTAR AL FATIHAH



28



TANYA JAWAB SEPUTAR AL FATIHAH



• Pertanyaan 1 Apa ketentuan membaca Surat Al-Fatihah dalam Shalat ? Dalam mazhab Syafi’i, hukum membaca surat al-Fatihah saat berdiri dalam salat adalah fardu (wajib). Tidak sah salat bagi yang tidak membaca surat alFatihah. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab:



‫ص ََلةِ َو ُر ْك ٌن ِم ْن أ َ ْر َكانِ َها‬ ٌ ‫علَ ْي َها فَ ْر‬ ‫وض ال ه‬ ِ ‫ض ِم ْن فُ ُر‬ َ ‫َوقِ َرا َءة ُ ْالفَاتِ َح ِة ِل ْلقَاد ِِر‬ َ ُ ‫َو ُمتَ َعيِنَةٌ َال يَقُو ُم َمقَا َم َها ت َ ْر َج َمت ُ َها بِغَي ِْر ْال َع َربِيه ِة َو َال قِ َرا َءة‬ ‫آن‬ ِ ‫غي ِْرهَا ِم ْن ْالقُ ْر‬ ‫الر ُج ُل‬ ِ ‫ص َل َوا‬ ُ ‫ت فَ ْر‬ ‫َو َي ْستَ ِوي ِفي تَعَيُّ ِن َها َج ِمي ُع ال ه‬ ‫ض َها َونَ ْفلُ َها َج ْه ُرهَا َو ِس ُّرهَا َو ه‬ َ ‫ض‬ ْ ‫ي َو ْالقَائِ ُم َو ْالقَا ِعدُ َو ْال ُم‬ ِ‫ط ِج ُع َوفِي َحا ِل ِشدهة‬ ‫سافِ ُر َوال ه‬ َ ‫َو ْال َم ْرأَة ُ َو ْال ُم‬ ُّ ‫ص ِب‬ َ ‫ف َو‬ ‫اِل َما ُم َو ْال َمأ ْ ُمو ُم َو ْال ُم ْنفَ ِرد‬ ِ ‫ِ ْالخ َْو‬ َ ‫غي ِْرهَا‬ ِ ْ ‫س َوا ٌء فِي تَعَيُّنِ َها‬ Hukum membaca surat al-Fatihah dalam salat bagi yang mampu adalah fardu (wajib) dan termasuk salah satu rukun salat. Surat al-Fatihah itu tidak bisa diganti dengan terjemahannya dalam Bahasa lain, juga tidak bisa diganti dengan bacaan surat atau ayat lain, ataupun diganti dengan bacaan zikir. Kewajiban itu berlaku di seluruh salat, baik fardu atau sunat, baik salat jahr (bacaan dikeraskan) atau sirr (bacaan dipelankan), bagi laki-laki dan perempuan, bagi musafir dan menetap, anak kecil dan dewasa, yang salat berdiri, duduk, dan berbaring, salat dalam keadaan aman dan dalam kondisi ketakutan (perang), baik bagi imam, makmum, dan yang salat sendiri, dan lainnya. Di antara dalil wajibnya membaca surat al-Fatihah dalam salat adalah hadis riwayat dari Ubadah bin al-Shamit RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:



‫ال صَلة لمن ال يقرأ فيها بفاتحة الكتاب‬ 29



Tidak ada salat (tidak sah salat/tidak dihitung salat) bagi yang tidak membaca surat al-fatihah dalam salat. (H.R. al-Bukhari dan Muslim)



ْ‫ص ََلة ً لَ ْم َي ْق َرأ‬ ‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫قَا َل أَبُو ُه َري َْرةَ قَا َل َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫صلهى‬ َ ‫سله َم َم ْن‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫ي ِخدَا ٌج يَقُولُ َها ثَ ََلثًا‬ ِ ‫فِي َها بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬ َ ‫ب فَ ِه‬ Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang salat tetapi tidak membaca al-Fatihah, maka salatnya terputus. Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. (H.R. Muslim) Masih banyak dalil lainnya yang tidak perlu diutarakan lebih lanjut, dan tidak perlu pula menjadi perdebatan bagi selain pengikut mazhab Syafi’i. Selain itu, dalam mazhab Syafi’i, bacaan basmalah adalah salah satu ayat dari surat al-Fatihah (ayat pertama) dan juga ayat lainnya selain surat al-Taubah. Oleh karena itu, wajib juga membaca basmalah dalam surat al-Fatihah pada salat. Di antara dalilnya adalah hadis:



‫ إنها أم الكتاب والسبع‬،‫ فاقرؤوا بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫إذا قرأتم الحمد هلل‬ ‫ بسم هللا الرحمن الرحيم إحدى آياتها‬،‫المثاني‬ Apabila kamu membaca surat Alhamdulillah (surat al-Fatihah) maka bacalah basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Sesungguhnya surat Alhamdulillah (surat al-Fatihah) itu adalah ummul kitab (induknya al-Qur’an) dan Al-Sab’u al-matsani (tujuh yang berulang), sedangkan bismillahirrahmanirrahim adalah ayat pertamanya. (H.R al-al-Daruquthni dan al-Bayhaqi, sahih) Mengingat membaca surat Al-Fatihah adalah wajib hukumnya karena merupakan salah satu rukun salat, maka cara membaca surat al-Fatihah pun mesti diperhatikan. Membaca surat al-Fatihah harus memperhatikan ketentuan cara membaca al-Qur’an (hukum tajwid). Syekh Nawawi alBantani al-Jawi dalam kitabnya Kasyifah al-Suja menjelaskan beberapa aturan yang mesti dipenuhi ketika membaca surat al-Fatihah, khususnya dalam salat: 30



Pertama, Al-Tartib, maksudnya membaca surat al-Fatihah mesti tertib sesuai urutan ayat. Dimulai dari bismillahirrahmanirrahim sampai walaadldlallin. Tidak boleh terbalik susunan ayatnya. Apabila ada yang terbalik, maka harus ia ulangi. Kedua, Al-Muwalah, maksudnya adalah membaca surat al-Fatihah mesti berkesinambungan, tidak ada jeda panjang antar ayat, serta tidak dipisah dengan bacaan lain yang bukan termasuk ayatnya. Apabila ada jeda atau ada pemisah antara satu ayat dengan ayat lain, maka harus diulang bacaannya. Contohnya: ketika seseorang sedang membaca ayat dari surat al-Fatihah, tibatiba ia kaget karena ada kucing melompat di kepalanya sehingga ia membaca astaghfirullah secara spontan. Maka bacaan astaghfirullah ini telah memisah bacaan surat al-Fatihahnya, sehingga harus diulangi lagi membacanya. Imam Nawawi menjelaskan dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab:



‫قال الشافعي واألصحاب تجب قراءة الفاتحة مرتبة متوالية ألن النبي‬ ” ‫صلى هللا عليه وسلم ” كان يقرأ هكذا ” وثبت أنه صلى هللا وسلم قال‬ ‫صلوا كما رأيتموني أصلي ” فإن ترك الترتيب فقدم المؤخر وأخر المقدم‬ ‫فإن تعمد ذلك بطلت قراءته وال تبطل صَلته ألن ما فعل أنه قرأ آية أو‬ ‫آيات في غير موضعها ويلزمه استئناف الفاتحة‬ Imam Syafi’i dan para ulama mujtahid mazhab Syafi’i menyatakan bahwa wajib hukumnya membaca surat al-Fatihah dalam salat secara tertib dan berkesinambungan. Dalilnya adalah karena Rasulullah SAW membaca surat Al-Fatihah secara tertib dan muwalah (berurutan dan berkesinambungan), dan juga ada hadis “salatlah kamu sebagaimana kamu melihatku salat”. Apabila membaca al-Fatihah tidak tertib, seperti mendahulukan ayat yang kemudian lalu mengakhirkan ayat yang lebih dahulu, apabila membaca seperti itu disengaja, maka bacaan al-Fatihahnya batal, tetapi tidak batal salatnya. Alasannya karena melakukan hal itu (membaca al-Fatihah tidak tertib, membaca ayat tidak sesuai dengan urutannya) berarti telah membaca



31



ayat tidak sesuai tempatnya, oleh karena itu mesti diulang membaca AlFatihah nya. Ketiga, Mura’atu Hurufiha, maksudnya adalah menjaga semua huruf-huruf dalam surat al-Fatihah yang dibaca. Menurut Syekh Nawawi al-Bantani, jumlah huruf surat al-Fatihah adalah sekitar 138 huruf, maka huruf ini mesti dijaga. Mengurangi huruf atau mengganti suatu huruf dengan huruf lain bisa membatalkan salat. Semua huruf tersebut mesti diucapkan dari makhraj (tempat) keluar hurufnya. Keempat, Mura’atu Tasydidatiha, maksudnya adalah menjaga tasydidtasydidnya. Di dalam surat al-Fatihah ada sekitar empat belas tasydid. Tasydid-tasydid itu merupakan bentuk dari huruf-huruf yang bertasydid yang karenanya maka keempat belas tasydid tersebut harus dijaga dalam pembacaannya. Dengan menjaga tasydid-tasydid itu sama saja dengan menjaga huruf Surat al-Fatihah yang juga wajib hukumnya untuk dijaga. Kelima, an Laa Yaskuta Saktatan Thawilah, maksudnya adalah tidak berhenti di tengah bacaan dengan diam yang panjang, dengan maksud memotong bacaan. Kecuali kalau memang ada udzur, seperti tidak tahu, lupa, atau lupalupa ingat. Dan an Laa Yaskutan Saktatan Qashiratan Yaqshidu biha Qath’a al-Qiraah, maksudnya adalah tidak berhenti di tengah bacaan dengan diam sejenak dengan maksud memotong bacaan. Keenam, Qiraah Kulli Ayatiha, minha al-Basmalah, maksudnya membaca seluruh ayat dalam surat al-Fatihah, termasuk bismillahirrahmanirrahim, karena basmalah adalah ayat pertama dalam surat al-Fatihah sebagaimana kita singgung di atas. Ketujuh, ‘Adam al-Lahn al-Mukhilli bi al-Ma’na, maksudnya adalah tidak ada lahn (kesalahan bacaan) yang dapat mengubah makna kata atau kalimat atau ayat. Contoh kesalahan baca yang bisa merusak makna adalah kata “an’amta” yang dibaca secara salah menjadi “an’amtu.” Kesalahan baca ini bisa merusak makna dari “Engkau memberi nikmat” menjadi “saya memberi nikmat.”



32



Kedelapan, an Takuna Al-Qiraah Haalata Al-Qiyam fi Al-Fardh, maksudnya adalah membaca surat Al-Fatihah itu ketika berdiri pada salat fardu. Apabila dibaca ketika ruku’, i’tidal, sujud, atau duduk antara dua sujud, maka tidak boleh dan tidak sah salat. Kesembilan, an Yusmi’a Nafsahu al-Qiraah, maksudnya adalah seluruh surat Al-Fatihah itu dibaca dan dapat didengar orang diri sendiri. Setiap huruf dalam surat Al-Fatihah yang dibaca harus bisa didengar oleh diri sendiri bila pendengaran orang yang salat dalam keadaan sehat atau normal. Bila pendengarannya sedang tidak sehat (suara bisa terdengar bila lebih dikeraskan dari biasanya), maka cukup membaca surat al-Fatihah dengan suara yang kalau pendengarannya normal maka suara itu bisa terdengar, tidak harus dikeraskan sampai benar-benar dapat didengar oleh telinganya sendiri yang sedang tidak normal. Kesepuluh, An Laa Yatakhallalaha Dzikrun Ajnabi, maksudnya adalah Sebagaimana contoh pada syarat kedua di atas bahwa bacaan surat al-Fatihah di dalam salat tidak boleh diselingi oleh kalimat zikir lain yang tidak ada hubungannya dengan salat. Lain halnya bila kalimat yang menyelingi itu ada kaitannya dengan kebaikan salat seperti mengingatkan imam bila terjadi kesalahan. Sebagai contoh ketika imam membaca ayat atau surat setelah membaca al-Fatihah lalu terjadi kesalahan atau kelupaan baca umpamanya, makmum boleh mengingatkannya meskipun ia sendiri sedang membaca surat al-Fatihah. Namun perlu diingat, selagi imam masih mengulang-ulang bacaan ayat yang salah atau lupa tersebut, maka makmum tidak boleh mengingatkannya. Bila dalam keadaan demikian, makmum mengingatkan imam padahal ia sendiri sedang membaca al-Fatihah maka terpotonglah bacaan al-Fatihahnya. Tambahan juga, semua lafaz dalam surat al-Fatihah mesti diniatkan untuk membaca surat Al-Fatihah. Apabila ada yang dibaca dengan tidak niat AlFatihah, maka tidak sah. Contohnya, ada yang membaca “alhamdulillahi rabbil ‘alamin” ketika membaca al-Fatihah, tetapi ucapan tersebut spontan karena sebelumnya ia bersin, maka bacaan “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin” tadi dianggap bukan bagian dari ayat surat Al-Fatihah. Begitu juga kalau dia membaca ayat dengan menaikkan volume suaranya untuk mengusir hewan di depannya, maka tidak sah. Ia harus mengulangi bacaan Al-Fatihahnya. 33



Syarat-syarat di atas harus dipenuhi setiap umat Islam yang sudah mampu untuk membaca al-Fatihah. Oleh karena itu, semestinya umat Islam wajib belajar membaca al-Qur’an secara benar, setidaknya yang paling utama didahulukan adalah bacaan surat al-Fatihah, karena ia merupakan salah satu rukun salat.



• Pertanyaan 2 Apa saja nama-nama surat Al-Fatihah ? Nama-nama lain Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah merupakan salah satu surat yang istimewa, karena ia menjadi surat yang wajib dibaca dalam salat. Ada banyak riwayat tentang penyebutan surat al-Fatihah dengan sebutan atau nama yang lain. Imam alSuyuthi dalam karyanya al- Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an menyebutkan bahwa jumlah nama dari surat al-Fatihah adalah sekitar dua puluhan nama. Sedangkan al-Fairuzabadi dalam kitabnya Bashair Dzawi al-Tamyiz fi Lathaif al-Kitab al-‘Aziz berpendapat bahwa surat al-Fatihah memiliki hampir tiga puluh nama. Berikut ini adalah nama-nama surat al-Fatihah yang diuraikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ syarh alMuhadzzab:



‫لفاتحة الكتاب عشرة أسماء حكاها اِلمام أبو اسحق الثعلبي وغيره‬ ‫(أحدها) فاتحة الكتاب وجاءت األحاديث الصحيحة عن النبي صلى هللا‬ ‫ قالوا سميت به ألنه يفتتح بها المصحف‬.‫عليه وسلم في تسميتها بذلك‬ ‫والتعلم والقراءة في الصَلة وهي مفتتحة بالحمد الذي يفتتح به كل أمر ذي‬ ‫بال وقيل ألن الحمد فاتحة كل كتاب (الثاني) سورة الحمد ألن فيها الحمد‬ ‫(الثالث) و (الرابع) أم القرآن وأم الكتاب ألنها مقدمة في المصحف كما أن‬ ‫مكة أم القرى حيث دحيت الدنيا من تحتها وقيل ألنها مجمع العلوم‬ ‫والخيرات كما سمي الدماغ أم الرأس ألنه مجمع الحواس والمنافع قال ابن‬ ‫دريد األم في كَلم العرب الراية ينصبها األمير للعسكر يفزعون إليها في‬ 34



‫حياتهم وموتهم وقال الحسن ابن الفضل سميت بذلك ألنها إمام لجميع‬ ‫القرآن يقرأ في كل ركعة ويقدم على كل سورة كأم القرى ألهل اِلسَلم‪.‬‬ ‫وقيل سميت بذلك ألنها أعظم سورة في القرآن ثبت في صحيح البخاري‬ ‫عن أبي سعيد بن المعلى رضي هللا عنه قال قال لي رسول هللا صلى هللا‬ ‫عليه وسلم ” ألعلمنك سورة هي أعظم السور في القرآن قبل أن تخرج‬ ‫من المسجد فأخذ بيدي فلما أراد أن يخرج قلت له ألم تقل ألعلمنك سورة‬ ‫هي أعظم سورة في القرآن قال الحمد هلل رب العالمين هي السبع المثاني‬ ‫والقرآن العظيم الذي أوتيته ” (الخامس) الصَلة للحديث الصحيح في‬ ‫مسلم إن النبي صلى هللا عليه وسلم قال ” قال هللا تعالى قسمت الصَلة‬ ‫بيني وبين عبدي ” وهو صحيح كما سبق بيانه قريبا (السادس) لسبع‬ ‫المثاني للحديث الصحيح الذي ذكرناه قريبا سميت بذلك ألنها تثنى في‬ ‫الصَلة فتقرأ في كل ركعة (السابع) الوافية – بالفاء – ألنها ال تنقص‬ ‫فيقرأ بعضها في ركعة وبعضها في أخرى بخَلف غيرها (الثامن) الكافية‬ ‫ألنها تكفي عن غيرها وال يكفي عنها غيرها (التاسع) األساس روي عن‬ ‫‪.‬ابن عباس (العاشر) الشفاء فيه حديث مرفوع‬ ‫‪Pertama, Fatihah al-Kitab (Pembuka al-Kitab/al-Qur’an). Ada banyak hadis‬‬ ‫‪yang menyebutkan surat al-Fatihah dengan sebutan Fatihah al-Kitab, di‬‬ ‫‪antaranya adalah hadis dari Abu Hurairah berikut :‬‬



‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ ‫ص ََلة ً لَ ْم يَ ْق َرأْ ِفي َها ِبفَا ِت َح ِة‬ ‫قَا َل َر ُ‬ ‫َّللاُ َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلهى َ‬ ‫سله َم َم ْن َ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫ي ِخدَا ٌج يَقُولُ َها ثَ ََلثًا‬ ‫ْال ِكتَا ِ‬ ‫ب فَ ِه َ‬ ‫‪35‬‬



Rasulullah SAW bersabda: siapa yang mendirikan suatu salat, tetapi ia tidak membaca fatihah al-kitab (surat al-Fatihah), maka salatnya terputus. Rasulullah mengatakannya sebanyak tiga kali. (H.R. Muslim) Surat al-Fatihah dinamai Fatihah al-Kitab (Pembuka al-Kitab) karena mushaf dibuka dengan surat al-Fatihah, begitu pula pembukaan belajar (juga dibuka dengan al-Fatihah), dan dibuka pula membaca al-Qur’an dalam salat. Surah ini juga dimulai dengan pujian (al-Hamdu), yang biasanya dipakai sebagai pembuka segala urusan yang bermanfaat atau karena pujian (al-Hamdu) adalah pembuka semua kitab. Ayat pujian (Alhamdulillah) dalam surat alFatihah merupakan ayat kedua, tetapi oleh para ulama tetap disebut dengan pembuka yaitu ibtida’ idhafi (kalimat pembuka sebelum masuk ke dalam pembahasan sesungguhnya, tetapi sudah didahului oleh kalimat lain sebelumnya, yaitu basmalah sebagai ibtida’ hakiki/kalimat pembuka sesungguhnya, tanpa didahului kalimat sebelumnya). Kedua, surat al-Hamdu (pujian). Di antara hadis yang menyebut surat alFatihah dengan surat al-Hamdu adalah hadis berikut:



‫ إنها أم الكتاب والسبع‬،‫ فاقرؤوا بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫إذا قرأتم الحمد هلل‬ ‫ بسم هللا الرحمن الرحيم إحدى آياتها‬،‫المثاني‬ Apabila kamu membaca surat Alhamdulillah (surat al-Fatihah) maka bacalah basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Sesungguhnya surat Alhamdulillah (surat al-Fatihah) itu adalah ummul kitab (induknya al-Qur’an) dan al-sab’u al-matsani (tujuh yang berulang), sedangkan bismillahirrahmanirrahim adalah ayat pertamanya. (H.R al-Daruquthni dan al-Bayhaqi, sahih) Dinamakan surat Al-Hamdu (pujian), karena pujian kepada Allah merupakan salah satu ayatnya. Ketiga dan keempat, Ummul Qur’an dan Ummul Kitab. Di antara hadis yang menyebutkan surat al-Fatihah dengan Ummul Qur’an adalah hadis riwayat Abu Hurairah RA berikut:



36



ُ ‫س ْب ُع ْال َمثَانِي َو ْالقُ ْر‬ ‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ ‫آن‬ ‫ي ال ه‬ ُ ‫قَا َل َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫سله َم أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬ َ ‫آن ِه‬ ‫ِ ْال َع ِظيم‬ Rasulullah SAW bersabda: Ummul Qur’an (surat al-Fatihah) adalah al-Sab’u al-Matsani (tujuh yang diulang) dan al-Qur’an yang agung. (H.R. al-Bukhari) Di antara hadis yang menyebutkan surat al-Fatihah dengan Ummul Kitab adalah hadis riwayat Abu Hurairah RA :



‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ ‫آن َوأ ُ ُّم‬ ُ ‫قَا َل َر‬ ِ ‫سله َم ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ب ْالعَالَ ِمينَ أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬ ‫س ْب ُع ْال َمثَانِي‬ ‫ب َوال ه‬ ِ ‫ْال ِكتَا‬ Rasulullah SAW bersabda: Surat Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin (Surat alFatihah) adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, dan al-Sab’u al-Matsani. (H.R. Abu Daud) Alasan surat al-Fatihah dinamakan dengan Ummul Qur’an (Induk al-Qur’an) dan Ummul Kitab (Induk al-Kitab) adalah karena al-Fatihah merupakan pembuka dari mushaf al-Qur’an dimana isi al-Qur’an membentang di bawahnya. Ada juga yang berpendapat bahwa alasannya adalah karena alFatihah merupakan kumpulan segala ilmu dan kebaikan, sebagaimana otak disebut induk kepala karena otak adalah tempat indra dan manfaat berkumpul. Ibn Duraid menjelaskan bahwa kata al-Umm (induk) dalam bahasa Arab juga berarti bendera yang ditegakkan pemimpin negara untuk militer, sebagai perlindungan tentara saat hidup dan mati. Al-Hasan bin al-Fadhl berpendapat bahwa al-Fatihah disebut induk karena al-Fatihah adalah pemimpin al-Qur’an secara keseluruhan, dibaca pada setiap rakaat, dan lebih didahulukan dari surat-surat lainnya, sama seperti gelar Ummul Qura bagi Mekah bagi umat Islam. Pendapat lain mengatakan bahwa surat Al-Fatihah disebut induk karena ia merupakan surat paling agung dalam al-Qur’an. Dalam Sahih al-Bukhari diriwayatkan dari Abu Sa’id bin al-Ma’li RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadaku: Sungguh aku akan mengajarkanmu satu surat yang 37



merupakan surat paling agung dalam al-Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid. Beliau lalu meraih tanganku, saat hendak keluar aku berkata kepada beliau: Bukankah engkau bilang akan mengajariku satu surah yang paling agung dalam al-Qur’an? Beliau menjawab: surat Alhamdulillahirabbil ‘alamin (al-Fatihah). Itu adalah tujuh ayat yang diulang-ulang dan ayat alQur’an yang paling agung yang diturunkan kepadaku. (H.R. al-Bukhari) Kelima, al-Shalat (salat). Di antara hadis yang menyebutkan surat al-Fatihah disebut dengan al-shalat ada dalam riwayat Imam Muslim: Rasulullah SAW bersabda:



‫ِقَا َل ه‬ ‫سأَل‬ ْ ِ‫ع ْبدِي ن‬ ‫س ْمتُ ال ه‬ َ َ‫ص ََلةَ بَ ْينِي َوبَيْن‬ َ ‫صفَي ِْن َو ِل َع ْبدِي َما‬ َ َ‫َّللاُ تَ َعالَى ق‬ Allah SWT bersabda: Aku membagi al-Shalat (surat al-Fatihah) antaraKu dan hambaKU dua bagian. Dan untuk hambaKu apa yang mereka minta. (H.R. Muslim dalam sebuah hadis cukup panjang) Keenam, al-Sab’u al-Matsani (tujuh yang diulang-ulang). Di antara hadis yang menyebutkan surat al-Fatihah disebut dengan al-Sab’u al-Matsani adalah hadis yang sudah disinggung beberapa kali di atas:



ُ ‫س ْب ُع ْال َمثَانِي َو ْالقُ ْر‬ ‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ ‫آن‬ ‫ي ال ه‬ ُ ‫قَا َل َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫سله َم أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬ َ ‫آن ِه‬ ‫ِ ْال َع ِظيم‬ Rasulullah SAW bersabda: Ummul Qur’an (surat al-Fatihah) adalah al-Sab’u al-Matsani (tujuh yang diulang) dan al-Qur’an yang agung. (H.R. al-Bukhari) Surat al-Fatihah disebut al-Sab’u al-Matsani (tujuh yang diulang-ulang) karena surat al-Fatihah dibaca secara berulang-ulang di setiap salat pada setiap rakaatnya. Setidaknya seorang muslim membaca surat al-Fatihah secara berulang-ulang sebanyak tujuh belas kali dalam sehari semalam. Ketujuh, al-Wafiyah (Sempurna). Al-Fatihah disebut al-Wafiyah karena surat al-Fatihah tidak boleh dibaca setengah-setengah, atau dibagi setengah di dua rakaat menurut jumhur ulama’, melainkan harus dibaca lengkap satu surat di 38



setiap rakaat. Berbeda dengan surat-surat lain yang dapat dibaca setengahsetengah (tidak seluruh surat secara lengkap). Kedelapan, al-Kafiyah (Cukup). Al-Fatihah disebut al-Kafiyah karena alFatihah dapat mencukupi dari surat-surat yang lain dalam salat, tetapi membaca seluruh surat lain pun dianggap tidak cukup dalam salat kecuali mesti membaca al-Fatihah. Kesembilan, Al-Asas (Dasar). Al-Fatihah disebut al-Asas sebagaimana riwayat dari al-Sya’bi dari sahabat ibn Abbas RA:



‫واساس الفاتحه بسم هللا‬، ‫واساس القران الفاتحه‬، ‫اساس الكتب القرآن‬ ‫الرحمن الرحيم ؛ فإذا اعتللت او اشتكيت فعليك بالفاتحه تشفى‬ Asas kitab-kitab adalah al-Qur’an, asas al-Qur’an adalah al-Fatihah, dan asas al-Fatihah adalah bismillahirrahmanirrahim. Apabila kamu sakit atau ingin mengadu, maka hendaklah kamu membaca al-Fatihah, itu akan memberikanmu penawar. Kesepuluh, al-Syifa’ (penawar). Al-Fatihah disebut sebagai al-Syifa’ sebagaimana hadis riwayat dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda:



‫فاتحة الكتاب شفاء من كل سم‬ Al-Fatihah itu adalah al-Syifa’ (penawar) dari segala racun (H.R. al-Tirmidzi dan al-Hakim) Ini adalah nama-nama surat al-Fatihah yang disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab. Selain nama-nama ini, alFatihah juga disebut dengan al-Ruqyah (obat, sebagaimana hadis riwayat alBukhari dan Muslim), al-Waqiyah (tameng pelindung), Surah al-Tsana’ (Surat Pujian), al-Kunz (perbendaharaan), al-Nur (cahaya), Surah al-Syukr (Surat Kesyukuran), Surah al-Du’a (Surat Permintaan), Surah Ta’lim alMasalah (Surat Pengajaran Beberapa Perkara), Surah al-Munajah (Surat Bermunajat), Surah al-Tafwidl (Surat Penyerahan Diri). Semakin kita



39



mengetahui samudera kemuliaan al-Fatihah semoga menambah rasa cinta kita kepada al-Qur’an. Aamiin Wallahu A’lam



• Pertanyaan 3 Apa hukum Imam Diam Sejenak Setelah Membaca al-Fatihah?. Hukum Imam Diam Sejenak Setelah Membaca al-Fatihah Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam mazhab Syafi’i wajib hukumnya bagi makmum dalam salat jamaah untuk membaca surat al-Fatihah, baik dalam salat sendiri maupun berjamaah, baik salatnya jahr (dikeraskan) maupun salat sirr. Diantara dalilnya adalah hadis-hadis sahih berikut:



‫صَلَةَ ِل َم ْن لَ ْم يَ ْق َرأْ ِبأ ُ ِم القُ ْرآن‬ َ َ‫ِال‬ Dari Ubadah bin Shamit RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidak sah salat kecuali dengan membaca ummil-quran (surat al-Fatihah)”(H.R. alBukhari dan Muslim) Juga hadis :



ُ ‫ِالَ ت ُ ْج ِز‬ ‫الر ُجل فِي َها ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَاب‬ ‫صَلَة ٌ الَ يَ ْق َرأ ُ ه‬ َ ‫ئ‬ Tidak sah salat seseorang yang tidak membaca Fatihatul-kitab (Surat AlFatihah) Namun, dalam mazhab Syafi’i juga memperhatikan kewajiban makmum untuk mendengarkan bacaan imam, khususnya ketika di dalam salat yang bacaan imamnya dikeraskan (jahr). Allah SWT berfirman:



ُ ‫ئ ْالقُ ْر‬ ‫صتُوا‬ َ ‫َو ِإذَا قُ ِر‬ ِ ‫آن فَا ْستَ ِمعُوا لَهُ َوأَ ْن‬



40



Dan apabila dibacakan Al-Quran, dengarkannya dan perhatikan. (QS. AlA’raf : 204). Sepintas terlihat ada dua dalil yang bertentangan. Dalil pertama, kewajiban membaca surat al-Fatihah. Dalil kedua, kewajiban mendengarkan bacaan surat al-Fatihah yang dibaca imam. Oleh karena itu, untuk mengkompromikan dua dalil tersebut serta untuk terlaksananya dua perintah tersebut, maka seyogianya bagi imam untuk memberikan waktu sejenak sekira-kira makmum dapat menyempurnakan bacaan al-Fatihahnya selepas imam membaca al-Fatihah. Dalilnya adalah sebagai berikut :



ْ ‫ان َح ِف‬ ‫سو ِل ه‬ ‫صلهى‬ ُ ‫ع ْن َر‬ َ ‫ظت ُ ُه َما‬ َ ‫س ِن‬ َ َ‫ع ْن قَتَادَة‬ َ َ ‫س ُم َرةَ قَا َل‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬ َ ِ‫َّللا‬ ِ َ‫س ْكتَت‬ ْ ‫صي ٍْن َوقَا َل َح ِف‬ ُ ‫سله َم فَأ َ ْن َك َر ذَ ِل َك ِع ْم َر‬ ‫ه‬ ‫س ْكتَةً فَ َكتَ ْبنَا إِلَى‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ظنَا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ان ب ُْن ُح‬ َ ‫ي أَ ْن َح ِف‬ ‫س ِعيدٌ فَقُ ْلنَا ِلقَتَادَةَ َما‬ ٍ ‫أُبَي ِ ب ِْن َك ْع‬ َ َ‫ب ِب ْال َمدِينَ ِة فَ َكت‬ َ ‫س ُم َرة ُ قَا َل‬ َ ‫ظ‬ ٌّ َ‫ب أُب‬ َ ‫ص ََلتِ ِه َو ِإذَا فَ َر‬ ‫ان ال ه‬ َ‫غ ِم ْن ْال ِق َرا َء ِة ث ُ هم قَا َل َب ْعد‬ َ ‫ان قَا َل ِإذَا دَ َخ َل ِفي‬ ِ َ‫س ْكتَت‬ ِ َ‫هَات‬ ‫} ِذَ ِل َك َو ِإذَا قَ َرأَ { َو َال الضها ِلين‬ Dari Qatadah, dari Hasan, dari Samurah bin Jundub, ia berkata; “Ada dua saktah (jeda sejenak dengan tidak membaca bacaan) yang aku hafal dari Rasulullah SAW, “. Namun, hal itu diingkari oleh Imran bin Hushain, lalu ia berkata; “Kami menghafal hanya ada satu saktah.” Maka kami pun menulis surat kepada Ubai bin Ka’ab di Madinah, lalu Ubai menulis balasan sebagaimana yang dihafal oleh Samurah.” Sa’id berkata; “Kami bertanya Qatadah, “Dua saktah itu letaknya di mana saja?” ia menjawab, “Jika ia telah masuk salat dan ketika selesai dari membaca bacaan (Al Fatihah).” Setelah itu ia berkata lagi, “Jika membaca wa laadh dhallin.”. (H.R. al-Tirmidzi, hadis ini mempunyai banyak penguat).



ُ‫ فَإِنهه‬، ‫اِل َم ِام‬ ُ ‫ع ْن ِهش َِام ب ِْن‬ َ َ‫ع ْر َوة‬ َ َ ‫ى ا ْق َر ُءوا فِى‬ ِ ‫س ْكت َ ِة‬ ‫ يَا بَنِ ه‬: ‫ع ْن أَبِي ِه أَنههُ قَا َل‬ ‫صَلَة ٌ ِإاله ِبفَاتِ َحة‬ َ ‫ِالَ تَتِ ُّم‬ 41



Dari Hisyam bin ‘Urwah, dari Ayahnya, ia berkata: Hai Anakku, bacalah olehmu (surat Al-Fatihah) pada saat imam saktah (diam sejenak setelah membaca Al-Fatihah). Sesungguhnya salat tidak sempurna melainkan dengan membaca Al-Fatihah. (H.R. Al-Bayhaqi). Kesimpulannya, imam mesti diam sejenak setelah ia membaca al-Fatihah (secara jahr/keras dalam salat jamaah) untuk memberikan kesempatan kepada makmum membaca surat Al-Fatihah. Lama waktu diam ini disesuaikan dengan kondisi, sekira-kira makmum dapat membaca al-Fatihah secara sempurna dengan bacaan murattal, standar. Setelah makmum membaca alFatihah, maka ia mesti konsentrasi untuk mendengarkan bacaan surat/ayat yang dibaca oleh Imam. Lalu bagaimana kalau imam tetap tidak diam sejenak setelah membaca alFatihah, melainkan langsung “tancap gas” membaca surat/ayat pilihan? Mengingat status membaca Al-Fatihah adalah rukun salat dalam mazhab Syafi’i, maka makmum harus tetap membaca al-Fatihah dan menyempurnakan bacaannya meskipun imam sedang membaca ayat/surat pilihan, bahkan meskipun imam kemudian ruku’ (karena cepatnya bacaan imam). Lalu bagaimana kalau makmum datang agak telat sehingga ketika ia akan takbiratul ihram imam sedang membaca al-Fatihah, apakah ia diam mendengarkan bacaan Imam atau membaca doa iftitah? Imam Al-Ramli sebagaimana disampaikan oleh Imam Zakaria Al-Anshari menyatakan dalam Hasyiyah Al-Jamal bahwa jika makmum dapat memperkirakan waktunya cukup untuk membaca iftitah dan Al-Fatihah hingga imam ruku’, maka ia disunahkan membaca iftitah. Namun, bacaan iftitahnya sunah dilakukan dengan cepat. Hal ini dilakukan supaya ia bisa segera mendengarkan bacaannya imam.



‫ام ِه ا هـ‬ ِ ‫ع‬ ِ ‫اء ِاال ْفتِتَاحِ إذَا َكانَ يَ ْس َم ُع قِ َرا َءة َ إ َم‬ َ ُ‫اِل ْس َراعُ ِبد‬ ِ ‫س ُّن ِل ْل َمأ ْ ُم‬ َ ُ‫َوي‬ ِ ْ ‫وم‬ ‫ش َْر ُح م ر‬ 42



Dan disunnahkan bagi makmum mempercepat membaca doa iftitah, jika ia mendengar bacaan imamnya. Demikian penjelasan Imam al-Ramli. Namun, kalau dalam perkiraan si makmum bacaannya itu lelet, tidak bisa cepat, dan dapat menghilangkan masa untuk mendengarkan bacaan imam serta untuk membaca al-Fatihah, maka mestilah diam untuk mendengarkan bacaan imam serta membaca al-Fatihah ketika nanti imam diam sejenak. Tambahan Dalam mazhab kita (Syafi’i) disukai bagi imam untuk diam sejenak pada empat tempat di salat yang jahr (dikeraskan bacaan al-Qur’annya). Imam Nawawi RA dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab mengatakan:



ْ ‫ص ََل ِة ْال َج ْه ِريه ِة‬ ٍ ‫س َكتَا‬ ‫ب‬ ُّ ‫يُ ْستَ َح‬ ‫إل َم ِام ِفي ال ه‬ َ ‫ع ِق‬ َ )‫(األُولَى‬ َ ‫ب ِع ْندَنَا أَ ْر َب ُع‬ ِ ْ ‫ت ِل‬ َ‫(والثهانِيَةُ) بَيْنَ قَ ْو ِل ِه َو َال الضها ِلين‬ َ ُ‫اِل ْح َر ِام يَقُو ُل فِي َها د‬ َ ‫تَ ْك ِب‬ ِ ْ ِ‫يرة‬ َ ِ‫عا َء ِاال ْستِ ْفتَاح‬ َ ٌ‫س ْكتَة‬ ُ ‫ط ِويلَةٌ بِ َحي‬ ‫ْث يَ ْق َرأ ُ ْال َمأ ْ ُمو ُم‬ َ َ‫س ْكتَةٌ لَ ِطيفَةٌ (الثها ِلثَةُ) بَ ْعدَ ِآمين‬ َ َ‫َو ِآمين‬ َ‫ص َل بِ َها َبيْن‬ ُّ ‫(الرا ِب َعةُ) َب ْعدَ فَ َرا ِغ ِه ِم ْن ال‬ ‫ْالفَا ِت َحةَ ه‬ ِ ‫س ْكتَةٌ لَ ِطيفَةٌ ِجدًّا ِليَ ْف‬ َ ِ‫ورة‬ َ ‫س‬ ْ ‫الر ُكوع‬ ُّ ِ‫يرة‬ َ ‫ِال ِق َرا َءةِ َوتَ ْك ِب‬ Disukai di dalam mazhab kita agar imam diam sejenak pada empat tempat di salat yang dikeraskan bacaannya: Pertama, diam sejenak setelah takbiratul ihram. Ini untuk memberikan kesempatan bagi makmum membaca doa iftitah (Al-Istiftah). Kedua, diam sejenak antara saat membaca al-Fatihah antara ayat wa laadh dhallin (‫ََو َال الضها ِلين‬ ِ ). Diam ini berfungsi agar ada َ ) dengan aamin ( ‫ََآمين‬ pemisah antara bacaan al-Fatihah dengan bacaan aamin. Ketiga, diam sejenak setelah imam membaca surat al-Fatihah sebelum membaca surat/ayat al-Qur’an pilihan. Ini untuk memberikan kesempatan bagi makmum membaca surat al-Fatihah.



43



Keempat, diam sejenak setelah selesai membaca surat/ayat pilihan sebelum takbir untuk turun ke ruku’. Diam ini berfungsi agar ada pemisah antara bacaan surat/ayat pilihan dengan bacaan takbir untuk ruku’. Dalil tempat pertama sampai ketiga sudah disebutkan di atas. Dalil tempat keempat adalah hadis juga dari Samurah bin Jundub RA, tetapi dengan redaksi berikut:



َ ‫س ْكتَتَي ِْن إذَا ا ْستَ ْفت َ َح َوإِذَا فَ َر‬ ‫غ ِم ْن ْال ِق َرا َءةِ ُك ِل َها‬ َ ُ‫أَنههُ َكانَ يَ ْس ُكت‬ Bahwasanya Rasulullah SAW dahulu diam sejenak pada dua tempat, yaitu apabila membaca doa iftitah, dan ketika telah selesai membaca ayat/surat keseluruhannya. (H.R. Abu Daud.[]



• Pertanyaan 4 Apa Hukum Menambah Bacaan Rabbighfirli Wa Li Walidayya sebelum Bacaan Ãmin dalam Surat Al-Fatihah ? Rabbighfirli wa Li Walidayya Banyak ditemukan di masyarakat ada yang membaca doa “rabbighfirli wa li walidayya” setelah membaca surat al-Fatihah sebelum ãmin dalam salat. Sebagian mengatakan bahwa tambahan doa ini adalah bidah, sementara sebagian lagi tetap mengamalkannya karena begitu diajarkan oleh ulama mereka. Bagaimana hukumnya? Permasalahan ini cukup sukar dijawab karena dalam literatur mazhab Syafi’i klasik tidak ditemukan bahasannya. Akan tetapi, salah seorang imam hadis bernama al-Bayhaqi RA dalam kitabnya al-Sunan al-Kubra menuliskan sebuah riwayat sebagai berikut:



‫سو َل ه‬ ( ‫ ِحينَ قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ُ ‫س ِم َع َر‬ َ َ ُ‫ أَنهه‬: ‫ع ْن َوائِ ِل ب ِْن ُح ْج ٍر‬ َ ِ ‫ب ا ْغ ِف ْر ِلى ِآمين‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ ِ ‫ َر‬: ‫علَ ْي ِه ْم َوالَ الضها ِلينَ ) قَا َل‬ ِ ‫ضو‬ َ ‫ب‬



44



Dari Wail bin Hujr, sesungguhnya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda (setelah membaca ayat “ghairil maghdhubi ‘alaihim wa lãdh dhallin”, beliau berdoa “rabbighfirli (Wahai Tuhanku ampunilah aku)”, ãmin (H.R. alBayhaqi). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Al-Thabarani dalam kitabnya alMu’jam. Imam al-Dzahabi mengomentari hadis ini bahwa hadis ini adalah hadis munkar yang masuk kategori dhaif jiddan (sangat lemah). Dalam silsilah rawinya ada al-‘Uthoridi dan ayahnya, keduanya merupakan rawi yang banyak dikomentari oleh para ahli hadis. Begitu juga dalam rawinya ada Abu Abdillah al-Yahsubi yang dihukumi majhul (tidak diketahui statusnya dalam ilmu hadis). Hadis ini kemungkinan dihukumi munkar karena menyelisihi hadis-hadis semisal yang perawinya tsiqah yang dalam redaksi hadisnya tidak ada tambahan doa rabbighfirli tersebut. Adapun tentang hukum mengamalkannya, sepertinya para ulama mazhab Syafi’i mutaqaddimin tidak mengamalkan hadis ini, sehingga mereka pun tidak membahasnya dalam kitab-kitab mereka. Namun, para ulama mazhab Syafi’i muta’akhirin dan era belakangan ada yang membahasnya. Di antaranya adalah Syekh Abu Bakar (al-Bakri) bin Muhammad Syatha alDumyati (guru dari Syekh Ahmad Khatib al-Mangkabawi/Minangkabawi) dalam kitabnya yang termasyhur I’anah al-Thalibin ‘ala Halli Alfazhi Fath alMu’in menguraikan sebagai berikut:



(‫ سوى رب اغفر لي‬:‫)قوله‬ ‫ فإنه ال يضر للخبر‬،‫أي أنه يستثنى من التلفظ بشئ التلفظ برب اغفر لي‬ ‫ رب‬:* )‫ أنه – صلى هللا عليه وسلم – قال عقب * (وال الضالين‬:‫الحسن‬ ‫ ولوالدي ولجميع‬:‫ وينبغي أنه لو زاد على ذلك‬:‫وقال ع ش‬.‫اغفر لي‬ ‫اه‬.‫لم يضر أيضا‬.‫المسلمين‬. (Perkataan pengarang Fath Al-Mu’in: selain rabbighfirli) artinya : Dikecualikan dari membaca sesuatu adalah melafazhkan doa rabbighfirli. Sesungguhnya berdoa dengan rabbighfirli tidak memberi mudharat 45



(kerusakan), karena ada khabar/hadis hasan bahwa Nabi Muhammad SAW berdoa dengannya selesai membaca wa lãdh dhallin, rabbighfirli. Dan kalau begitu pantas juga kalau ditambah doa tersebut dengan redaksi wa li walidayya wa li jami’il muslimin, maka juga tidak memberi mudharat (kerusakan) Syekh Bakri Syatha ketika membahas tentang Imam yang mesti memisahkan antara wa lãdh dhallin dengan bacaan ãmin saat membaca surat al-Fatihah dalam salat, menjelaskan bahwa semestinya imam memisahkannya dengan diam sejenak dan tidak berkata apa-apa, kecuali memisahkannya dengan berdoa rabbighfirli karena ada riwayatnya. Akan lebih baik juga ditambah dengan mendoakan kedua orang tua dan seluruh umat Islam dengan redaksi wa li walidayya wa li jami’il muslimin. Berdoa ini dianggap tidak memberi kerusakan, artinya tidak membuat salat batal, serta tidak menghilangkan keutamaan imam diam sejenak untuk memberikan pemisah antara ayat wa lãdh dhallin dengan bacaan ãmin. Al-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar yang dikenal dengan Sayyid Ba ‘Alawi (Mufti Negeri Hadramaut) dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin (kumpulan fatwa-fatwa para imam muta’akhkhirin) mengungkapkan sebagai berikut:



‫ ال يطلب من المأموم عند‬: ‫ قال الشريف العَلمة طاهر بن حسين‬: ‫فائدة‬ ، ‫ وإنما يطلب منه التأمين فقط‬، ‫فراغ إمامه من الفاتحة قول رب اغفر لي‬ ‫وقول ربي اغفر لي مطلوب من القارىء فقط في السكتة بين آخر الفاتحة‬ ‫ رأيت‬: ‫ أخبر الطبراني عن وائل بن حجر قال‬: ‫ وفي اِليعاب‬.‫وآمين اهـ‬ ‫ آمين ثَلث مرات‬: ‫رسول هللا دخل الصَلة فلما فرغ من فاتحة الكتاب قال‬ ‫ ولم أر من صرح‬، ‫ ويؤخذ ممن ندب تكرير آمين ثَلثا ً حتى في الصَلة‬، ‫بذلك اهـ‬.



46



Al-Syarif al-‘Allamah Thahir bin Husein berkata: Seorang makmum setelah imam selesai membaca al-Fatihah tidak diwajibkan membaca “rabbighfirli”. Yang dituntut dari makmum hanyalah membaca “ãmin” saja. Membaca “rabbighfirli” hanya dituntut dari orang yang membaca al-Fatihah ketika ada diam sejenak antara surat al-Fatihah dengan bacaan “ãmin”. Dalam kitab alI’ab, disebutkan bahwa Imam al-Thabarani mengutarakan riwayat dari Wail bin Hujr, ia berkata: Aku melihat Rasulullah SAW salat, ketika beliau selesai membaca surat al-Fatihah beliau berkata: “Ãmin” sebanyak tiga kali. Disimpulkan dari anjuran mengulang ãmin tiga kali ini bahkan dalam salam, tetapi aku tidak melihat ada yang menjelaskan demikian. Uraian para ulama di atas menjelaskan hukum sebagai berikut : Pertama, boleh hukumnya, bahkan dianjurkan berdoa rabbighfirli setelah membaca wa lãdh dhallin sebelum bacaan ãmin dalam salat, apalagi di luar salat. Kalau doa tersebut ditambah dengan redaksi wa li walidayya wa li jami’il muslimin, maka tidak apa-apa. Kedua, dalam salat jamaah, yang membaca doa tersebut adalah yang membaca surat al-Fatihah. Artinya ketika imam yang membaca surat alFatihah, maka yang membaca hanyalah imam saja, tidak bagi makmum. Makmum membacanya ketika ia membaca surat al-Fatihah. Kesimpulannya adalah bahwa perkara ini adalah perkara ikhtilaf. Bagi yang menyukai membaca doa rabbighfirli wa li walidayya setelah membaca wa lãdh dhallin sebelum bacaan ãmin dalam surat al-Fatihah, maka mereka bertaqlid kepada pendapat-pendapat ulama mujtahid di atas. Bagi yang tidak membaca, maka juga tidak apa-apa, karena bisa jadi bertaqlid kepada pendapat-pendapat ulama mujtahid lain yang tidak membacanya. Tidak ada pendapat yang lebih utama satu dari yang lain dalam masalah ini. Jangan banyak menghabiskan waktu untuk berdebat dalam perkara yang status hukumnya masih diperselisihkan (ikhtilaf). Dalam perkara ikhtilaf, ada kaidah fikih yang dijelaskan oleh Imam al-Syuyuthi RA dalam kitabnya alAsybah wa al-Nazhair sebagai berikut:



‫علَيْه‬ ُ َ‫ِ َال يُ ْن َك ُر ْال ُم ْختَل‬ َ ‫ َو ِإنه َما يُ ْن َك ُر ْال ُم ْج َم ُع‬،‫ف فِ ْي ِه‬ 47



Masalah yang masih diperselisihkan status hukumnya, maka tidak boleh diingkari. Yang harus diingkari adalah masalah yang status ketidakbolehannya (keharamannya) telah disepakati. Syekh Muhammad Mustafa al-Zuhaili (adik Syekh Wahbah al-Zuhaili) dalam kitabnya al-Qawa’id al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fî al-Madzahib alArba’ah menjelaskan tentang kaidah di atas:



‫ وإنما يجب إنكار فعل‬،‫ ألنه يقوم على دليل‬،‫فَل يجب إنكار المختلف فيه‬ ‫ ألنه ال دليل عليه‬،‫يخالف المجمع عليه‬ Tidak diwajibkan menolak masalah-masalah yang masih diperselisihkan (status boleh atau tidak bolehnya), karena (pendapat-pendapat boleh atau tidak boleh itu) masih berdasarkan pada dalil. Penolakan harus diterapkan pada perbuatan yang menyalahi kesepakatan ulama (atas boleh atau tidak bolehnya), karena tidak berdasarkan dalil.[]



• Pertanyaan 5 Bagaimana



Hukum



Mengucapkan



Amin



setelah



Membaca



Surat



Al-Fatihah ? Semua ulama sepakat bahwa hukum mengucapkan amin/ãmin (istilahnya ta’min) setelah membaca surat al-Fatihah adalah sunah. Kesunahan ini berlaku bagi imam dan makmum setelah imam membaca surat al-Fatihah dalam salat jahr (dikeraskan bacaannya). Kesunahan juga berlaku bagi masing-masing imam dan makmum yang membaca surat al-Fatihah secara sendiri-sendiri. Begitu pula sunah bagi orang yang salat sendiri, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, salat dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring, salat fardu atau sunah. Kesunahan mengucapkan Amin/ ãmin juga berlaku bagi yang membaca surat Al-Fatihah di luar salat. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ syarh AlMuhadzzab menyatakan:



48



َ ‫ين ِل ُك ِل َم ْن فَ َر‬ ُ ‫س ُّن التهأ ْ ِم‬ ٍ‫ص ََلة‬ ْ َ‫قَا َل أ‬ َ ‫غ ِم ْن ْالفَاتِ َح ِة‬ َ ُ‫ص َحابُنَا َوي‬ َ ‫س َوا ٌء َكانَ فِي‬ ‫شدُّ ا ْستِ ْحبَابًا‬ َ َ‫ص ََلةِ أ‬ ِ ‫َار َج َها قَا َل ْال َو‬ ‫ي لَ ِكنههُ فِي ال ه‬ ُّ ‫اح ِد‬ ِ ‫أَ ْو خ‬ Ashhab kita (ulama mujtahid dalam mazhab Syafi’i) berpendapat bahwa disunahkan mengucapkan amin bagi setiap orang yang selesai membaca surat al-Fatihah, baik di dalam salat maupun di luar salat. Al-Wahidi berpendapat bahwa di dalam salat lebih dianjurkan. Ucapan amin makmum dalam salat berjamaah dianjurkan untuk diucapkan bersamaan dengan ucapan amin imam, tidak sebelum atau sesudahnya. Dalildalil tentang aturan mengucapkan amin tersebut banyak ditemukan dalam hadis Rasulullah SAW, di antaranya adalah sebagai berikut:



‫صلهى ه‬ ‫سو َل ه‬ ‫ي ه‬ ” ‫سله َم قَا َل‬ ُ ‫ع ْنهُ أ َ هن َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ع ْن أَ ِبي ُه َري َْرة َ َر‬ َ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ‫غفَ َر ه‬ َ ‫إذَا امن االمام فأمنوا فَلنه َم ْن َوافَقَ تَأ ْ ِمينُهُ تَأ ْ ِمينَ ْال َم ََلئِ َك ِة‬ ‫َّللاُ لَهُ َما‬ ‫” ِتَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬ Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Apabila imam mengucapkan amin, maka ucapkan juga lah amin oleh mu (para makmum). Sesungguhnya siapa yang bersamaan ucapan ãminnya dengan ucapan amin para malaikat, Allah ampuni dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari, Muslim, Malik, Abu Daud, al-Tirmidzi, dan lain-lain)



‫صلهى ه‬ ‫سو َل ه‬ ‫سله َم قَا َل ” إذَا قَا َل‬ ً ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ أ َ ْي‬ ُ ‫ضا أَ هن َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ْ َ‫اء ِآمينَ فَإِ ْن َوافَق‬ ْ َ‫أَ َحدُ ُك ْم ِآمينَ قَال‬ ‫إحدَا ُه َما ْاأل ُ ْخ َرى‬ ْ ‫ت‬ ‫ت ْال َم ََل ِئ َكةُ ِفي ال ه‬ ِ ‫س َم‬ ‫غفَ َر ه‬ َ ِ“ ‫َّللاُ لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬ Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Apabila salah seorang kamu mengucapkan amin, maka para malaikat di langit juga mengucapkan amin. Sesungguhnya siapa yang bersamaan ucapan ãminnya dengan ucapan 49



amin para malaikat, Allah ampuni dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari dan Muslim)



َ ‫اِل َما ُم‬ ‫علَ ْي ِه ْم َوال الضها ِلينَ فَقُولُوا‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ ِ ‫ضو‬ َ ‫ب‬ ِ ْ ‫فِي ِر َوا َي ٍة لَهُ ” إذَا قَا َل‬ ُ ‫” ِ ِآمينَ فَإِنههُ َم ْن َوافَقَ قَ ْولُهُ قَ ْو َل ْال َم ََلئِ َك ِة‬ ‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬ Dalam riwayat lain: Apabila imam selesai membaca ghairil maghdlubi ‘alaihim wa laadldlallin, maka ucapkanlah amin. Sesungguhnya siapa yang bersamaan ucapan aminnya dengan ucapan amin para malaikat, Allah ampuni dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari dan Muslim, ini redaksi riwayat alBukhari)



ُ ‫َولَ ْف‬ َ ‫ئ‬ ُ ‫ار‬ ‫علَ ْي ِه ْم وال الضالين فَقَا َل َم ْن‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ ِ ‫ضو‬ َ ‫ب‬ ِ َ‫ظ ُم ْس ِل ٍم ” إذَا قَا َل ْالق‬ ُ ‫اء‬ ‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْن ِبه‬ ‫” ِخ َْلفَهُ ِآمينَ فَ َوافَقَ قَ ْولُهُ قَ ْو َل أَ ْه ِل ال ه‬ ِ ‫س َم‬ Dalam redaksi riwayat Muslim: Apabila qari’ (imam) selesai membaca ghairil maghdlubi ‘alaihim wa laadldlallin, maka orang yang di belakangnya ucapkanlah amin. Sesungguhnya siapa yang bersamaan ucapan ãminnya dengan ucapan amin para penduduk langit (malaikat), Allah ampuni dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari dan Muslim, ini redaksi riwayat Muslim)



‫صلهى ه‬ ‫ي ه‬ ‫سله َم قَا َل‬ ً ‫ع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ أَ ْي‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ضا َر‬ َ ‫َو‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫ع ْن النه ِبي‬ َ ‫ض‬ ُ ‫ار‬ َ‫ئ فَأ َ ِمنُوا فَإِ هن ْال َم ََلئِ َكةَ ت ُ َؤ ِم ُن فَ َم ْن َوافَقَ تَأ ْ ِمينُهُ تَأ ْ ِمين‬ ِ َ‫” إذَا أَ همنَ ْالق‬ ْ “ ُ ‫ِال َم ََلئِ َك ِة‬ ‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم ِم ْن ذَ ْنبِه‬ Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Apabila qari’ (imam) mengucapkan amin, maka ucapkan juga olehmu amin. Sesungguhnya para malaikat juga mengucapkan ãmin. Siapa yang bersamaan ucapan ãminnya dengan ucapan amin para malaikat, Allah ampuni dosanya yang terdahulu. (H.R. al-Bukhari)



50



‫صلهى ه‬ ‫ي ه‬ ‫علَ ْي ِه‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ع ْن َوائِ ِل ابن ُح ُج ٍر َر‬ َ َ ” ‫ع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫ي‬ ‫س ِم ْعتُ أ َ هن النه ِب ه‬ َ ‫ض‬ َ َ ‫سله َم قَ َرأ‬ ” ‫غي ِْر المغضوب عليهم وال الضالين فقال آمين مد بها صوته‬ َ ‫َو‬ ٌ ‫ي َوقَا َل َحد‬ ‫س ٌن َو ِفي ِر َوا َي ِة أَ ِبي دَ ُاود ” َرفَ َع بِ َها‬ َ ‫ِيث َح‬ ُّ ‫رواه ابودواد َوال ِت ْر ِم ِذ‬ ٌ َ‫س ٌن ُك ُّل ِر َجا ِل ِه ثِق‬ ُ‫ي َج هر َحه‬ َ ‫ص ْوتَهُ ” َو ِإ ْسنَادُهُ َح‬ ٍ ِ‫ات هإال ُم َح همدَ بْنَ َكث‬ َ ‫ير ْال َع ْبدَ ه‬ َ ُ‫ين َو َوثهقَه‬ ‫غي ُْرهُ َوقَ ْد َر َوى له البخاري‬ ٍ ‫اب ُْن َم ِع‬ Dari Wail bin Hujur RA, ia berkata: Aku mendengar Nabi Muhammad SAW membaca ghairil maghdlubi ‘alaihim wa laadldlallin, lalu beliau mengucapkan amin, beliau memanjangkan suaranya. (H.R. Abu Daud dan al-Tirmidzi, alTirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.) Dalam riwayat Abu Daud dengan redaksi: Beliau mengangkat suaranya. (H.R. Abu Daud, sanadnya hasan, seluruh rijal hadisnya tsiqah, kecuali Muhammad bin Katsir al-‘Abdi yang dijarh/dianggap cacat oleh Yahya bin Ma’in, tetapi para ulama ahli hadis lainnya menganggapnya tsiqah, dan al-Bukhari meriwayatkan darinya).



َ ‫سله َم إذَا فَ َر‬ ‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ ‫غ ِم ْن‬ ُ ‫ع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ قَا َل ” َكانَ َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ْ ُ‫هارق‬ ‫ط ِني ِ َوقَا َل‬ َ ‫آن َرفَ َع‬ َ ‫ص ْوتَهُ فَقَا َل ِآمينَ ” َر َواهُ أَبُو دَ ُاود َوالد‬ ِ ‫ِق َرا َء ِة أ ُ ِم ْالقُ ْر‬ ُ ‫س ٌن َو َهذَا لَ ْف‬ ٌ ‫َّللاِ َهذَا َحد‬ ‫ع ْب ِد ه‬ ‫ص ِحي ٌح‬ َ ‫ظهُ َوقَا َل ْال َحا ِك ُم أَبُو‬ َ ‫َهذَا إ ْسنَادٌ َح‬ َ ‫ِيث‬ ‫صلهى ه‬ ‫سو ُل ه‬ َ ‫سله َم إذَا تَ ََل‬ ‫غي ِْر‬ ُ ‫َو ِفي رواية ابي داود ” َو َكانَ َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫ف‬ ُ ‫ْال َم ْغ‬ ِ ‫ص‬ ‫علَ ْي ِه ْم َوال الضها ِلينَ َقا َل ِآمينَ َحتهى َي ْس َم َع َم ْن يَ ِلي ِه ِم ْن ال ه‬ ِ ‫ضو‬ َ ‫ب‬ ‫ِ ْاأل َ هو ِل ” َر َواهُ اب ُْن َما َج ْه َوزَ ادَ فَيَ ْرتَ ُّج ِب َها ْال َم ْس ِجد‬ Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW apabila selesai membaca ummul qur’an (surat al-Fatihah) beliau mengangkat suaranya dan mengucapkan amin. (H.R. Abu Daud, al-Daruquthni, dan Ibn Majah). AlDaruquthni mengatakan bahwa sanad hadis ini hasan. Ini adalah lafaz riwayat dari al-Daruquthni. Al-Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih. Dalam riwayat Abu Daud dengan redaksi: Rasulullah SAW apabila selesai membaca 51



ghairil maghdlubi ‘alaihim wa laadldlallin, beliau mengucapkan amin (dengan suara dikeraskan) sehingga didengar oleh orang yang mengikutinya di saf pertama. Dalam riwayat Ibn Majah ditambah dengan redaksi: Sehingga masjid bergemuruh akibatnya (mengucapkan amin tersebut).



َ ‫ع‬ ‫َوقَا َل ال ه‬ ‫طاءٍ قَا َل‬ َ ‫ع ْن‬ َ ٍ‫ع ْن اب ِْن ُج َريْج‬ َ ‫ي ِفي ْاأل ُ ِم أَ ْخ َب َرنَا حكم بن خَا ِل ٍد‬ ُّ ‫شا ِف ِع‬ ُّ َ‫ُك ْنتُ أَ ْس َم ُع ْاألَئِ همةَ ابْن‬ ‫الزبَي ِْر َو َم ْن بَ ْعدَهُ يَقُولُونَ ِآمينَ َو َم ْن خ َْلفَ ُه ْم ِآمينَ َحتهى‬ ‫ه‬ ‫يح ِه َهذَا االثر عن ابن الزبير‬ ِ ‫ص ِح‬ َ ‫ي فِي‬ ُّ ‫َار‬ ِ ‫إن ِل ْل َم ْس ِج ِد لَلَ هجةً َوذَ َك َر ْالبُخ‬ ‫تعليقا‬ Imam Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm: Hakam bin Khalid mengabarkan kepada kami dari Ibn Juraij dari ‘Atha’, ia berkata: Aku mendengar para imam, yakni Ibn Zubair dan imam-imam setelahnya mengucapkan amin, begitu juga orang yang mengikuti mereka di belakangnya juga mengucapkan amin, sehingga masjid pun bergemuruh. Al-Bukhari menyebutkan atsar ini dalam kitab sahihnya dari ibn Zubair secara muallaq. Tentang redaksi amin, maka ada beberapa cara mengucapkannya sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ syarh al-Muhadzzab:



‫ان مشهورتان (أفصحهما) وأشهرهما وأجودهما‬ ِ َ‫َوأَ هما لُغَاتُهُ فَ ِفي ِآمينَ لُغَت‬ ْ ‫يف ْال ِم ِيم َوبِ ِه َجا َء‬ )ُ‫(والثها ِنيَة‬ ِ ‫ت ِر َوا َياتُ ْال َحدِي‬ ِ ‫عند العلماء آمىنَ ِب ْال َم ِد ِبتَ ْخ ِف‬ َ ‫ث‬ ً‫ي لُغَة‬ ٌ َ‫يف ْال ِم ِيم َح َكاهَا ثَ ْعل‬ ِ ‫ب َوآخ َُرونَ … َو َح َكى ْال َو‬ ِ ‫ص ِر َو ِبتَ ْخ ِف‬ ْ َ‫أَ ِمينَ ِب ْالق‬ ُّ ‫اح ِد‬ …‫اِل َمالَ ِة ُم َخفهفَةَ ْال ِم ِيم وحكاها عن حمزة ولكسائي‬ ِ ْ ‫ثَا ِلثَةً ِآمينَ بِ ْال َم ِد َو‬ ‫س ِن‬ ً ‫ي ِآمينَ ِب ْال َم ِد أَ ْي‬ ِ ‫َو َح َكى ْال َو‬ َ ‫ي ذَ ِل َك‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬ ُّ ‫اح ِد‬ َ ‫ضا َوتَ ْشدِي ِد ْال ِم ِيم قَا َل ُر ِو‬ ْ … ‫سي ِْن ابن ْالفَضْل‬ ْ َ‫ِالب‬ َ ‫ص ِري ِ َو ْال ُح‬



52



Pertama, “amiin” diucapkan dengan memanjangkan hamzah dan meringankan bacaan mim. Cara membaca ini merupakan cara yang paling fasih, paling masyhur, dan paling bagus menurut para ulama. Kedua, “amiin” diucapkan dengan memendekkan hamzah dan meringankan bacaan min. Cara membaca ini diriwayatkan oleh Tsa’lab dan lainnya. Ketiga, “eemiin” diucapkan dengan memanjangkan hamzah serta mengucapkannya dengan imalah (antara fathah dan kasrah) dan dengan meringankan bacaan mim. Cara membaca ini diriwayatkan dari Hamzah dan al-Kisai. Keempat, “aammiin” diucapkan dengan memanjangkan hamzah dan mentasydidkan huruf mim. Cara membaca ini diriwayatkan oleh al-Wahidi dari al-Hasan al-Bashri dan al-Husain bin al-Fadl. Cara membaca ini dikomentari oleh para ulama sebagai cara membaca amin yang syadz (jarang dan menyelisihi yang lebih sahih), munkar, dan ditolak. Cara membaca ini merupakan salah satu cara membaca yang salah, tetapi banyak diucapkan oleh orang awam. Adapun makna dari kata amin tersebut, Imam Nawawi menjelaskan:



‫ص ٍه‬ ُ ‫قَا َل أَ ْه ُل ْال َع َر ِبيه ِة ِآمينَ َم ْو‬ ِ ‫عةٌ َم ْو‬ َ ‫ضو‬ َ ‫ض َع ا ْس ِم ِاال ْس ِت َجا َب ِة َك َما أَ هن‬ ‫ت فَإِ ْن َح هر َك َها‬ ِ ‫ص َوا‬ ِ ‫س ُكو‬ ُّ ‫عةٌ ِلل‬ ُ ‫َم ْو‬ ْ َ ‫ف ِألَنه َها َك ْاأل‬ ُ ‫ت قَالُوا َو َح ُّق ِآمينَ ْال َو ْق‬ َ ‫ضو‬ ‫س ْر‬ ‫اء ال ه‬ ِ َ‫محرك ووصلها بشئ بَ ْعدَهَا فَتَ َح َها ِال ْلتِق‬ َ ‫سا ِكنَي ِْن قَالُوا َوإِنه َما لَ ْم ت ُ ْك‬ ْ ‫ْف َو‬ ‫ف ْالعُلَ َما ُء ِفي َم ْعنَاهَا‬ ِ ‫ِل ِثقَ ِل ْال َح َر َك ِة َب ْعدَ ْال َي‬ َ َ‫اختَل‬ َ ‫اء َك َما فَتَ ُحوا أَيْنَ َو َكي‬ )‫(وقِي َل‬ ُ ‫(فَقَا َل) ْال ُج ْم ُه‬ ِ ‫ور ِم ْن أَ ْه ِل اللُّغَ ِة َو ْالغ َِري‬ َ ْ‫ب َو ْال ِف ْق ِه َم ْعنَاهُ الله ُه هم ا ْستَ ِجب‬ ‫ع َلى َهذَا‬ َ ‫(و ِقي َل) َال َي ْقد ُِر‬ َ ‫(و ِقي َل) َال ت ُ َخيِبْ َر َجا َءنَا‬ َ ‫(وقِي َل) ا ْف َع ْل‬ َ ‫ِل َي ُك هن َكذَ ِل َك‬ َ ‫(وقِي َل) ُه َو‬ ‫طا َب ُع ه‬ َ ‫(وقِي َل) ُه َو‬ ِ ‫ع ْن ُه ْم ْاآلفَا‬ َ ‫علَى ِع َبا ِد ِه َي ْدفَ ُع بِ ِه‬ َ ِ‫َّللا‬ َ ‫ت‬ َ ‫غي ُْر َك‬ ‫(وقِي َل) ُه َو ا ْس ُم ه‬ ‫وز ْالعَ ْر ِش َال يَ ْعلَ ُم تَأ ْ ِويلَهُ هإال ه‬ ‫َّللاِ تَ َعالَى َو َهذَا‬ ِ ُ‫َك ْن ٌز ِم ْن ُكن‬ َ ُ‫َّللا‬ ‫غي ُْر ذَ ِل َك قَ ْولُهُ َحتهى ه‬ َ )‫(و ِقي َل‬ ‫ي ِبفَتْحِ الَلمين‬ ٌ ‫ض ِع‬ َ َ ‫يف ِجدًّا‬ َ ‫إن ِل ْل َم ْس ِج ِد لَلَ هجةً ِه‬ 53



Ahli bahasa Arab menyatakan bahwa kata amin adalah kata yang dimaknakan dengan makna al-Istijabah (harapan agar dikabulkan), sebagaimana kata shah dimaknakan dengan makna perintah untuk diam. Kata amin tersebut pada dasarnya dibaca dengan waqaf (asalnya adalah ãmiina menjadi ãmiin). Namun, kalau bacaan amin tersebut tidak dibaca waqaf melainkan disambungkan dengan membaca kalimat setelahnya, maka harus dibaca dengan fathah huruf nun (harus dibaca ãmiina kalau disambungkan dengan kata setelahnya), tidak dibaca kasrah huruf nun-nya, sama seperti kata ayna dan kayfa. Tentang makna kata amin, para ulama berbeda pendapat : a. Menurut mayoritas ahli bahasa dan ahli fikih, makna kata amin adalah Ya Allah kabulkanlah. b. Makna kata amin adalah supaya hendaknya demikian. c. Makna kata amin adalah tunaikanlah. d. Makna kata amin adalah jangan Engkau sia-siakan harapan kami. e. Makna kata amin adalah tiada yang mampu untuk itu selain Engkau. f. Makna kata amin adalah cap stempel Allah untuk para hambaNya sebagai pengusir bala dan musibah g. Makna kata amin adalah salah satu perbendaharaan arsy, tidak ada yang mengetahui maknanya selain Allah SWT. h. Makna kata amin adalah salah satu asma Allah SWT. Setiap manusia pasti pernah melakukan perbuatan dosa, baik itu dosa kecil maupun besar. Namun, Allah Swt. tidak memberatkan seorang hamba untuk memohon ampun. Karena ada beberapa cara yang ringan untuk menghapus dosa yang telah lalu, salah satunya yaitu dengan mengucapkan ‘amin’ pada saat shalat berjamaah. Ucapan amin yang dibaca seseorang ketika shalat berjamaah dapat menjadi penggugur dosa, dengan syarat ucapan amin tersebut bertepatan dengan aminnya para malaikat. Rasulullah saw. bersabda.



ُ ‫اِل َما ُم فَأ َ ِمنُوا فَإِنههُ َم ْن َوافَقَ تَأ ْ ِمينُهُ تَأ ْ ِمينَ ْال َمَلَئِ َك ِة‬ ‫غ ِف َر لَهُ َما تَقَد َهم‬ ِ َ‫ِإذَا أَ همن‬ ‫ِم ْن ذَ ْنبِه‬ ِ 54



Apabila Imam mengucapkan amin maka ikutilah, karena barangsiapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin para Malaikat, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim) Amin diucapkan dengan memanjangkan “Aa” dan “mii” (Aamiin) yang berarti kabulkanlah ya Allah. Dalam hal ini perlu diperhatikan panjang pendeknya ucapannya amin karena jika tidak tepat panjang dan pendeknya bisa berarti lain. Hukum membaca amin adalah sunah dan juga dianjurkan untuk dikeraskan saat imam membaca Alfatihah saat shalat Magrib, Isya, dan Subuh. Kata amin merupakan permohonan kepada Allah agar rangkaian doa yang terkandung dalam Alfatihah yang kita senandungkan dikabulkan Allah Swt. Sebagaimana yang disabdakan Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Allah Swt. membagi Alfatihah antara Dia dan hamba-Nya. Jika dibedah, Alfatihah memang terdiri atas dua bagian, bagian berisi pujian kepada Allah Swt. dan bagian berisi permohonan hamba kepada Tuhannya. Kata amin sangat mudah sekali ucapkan tapi di balik amalan yang mudah ini Allah simpan penebus dosa dan kesalahan dengan syarat ucapan Amin tersebut bertepatan dengan ucapan aminnya para malaikat. Sebagian ulama mengatakan bahwa malaikat yang dimaksud adalah para malaikat yang ada di langit, ada pula yang mengatakan maksudnya adalah para malaikat yang mendampingi manusia. Apakah perempuan juga mengeraskan suara Amin saat shalat? Ketika Imam melakukan kekeliruan gerakan atau bacaan shalat, kaum laki-laki hendaknya mengucapkan kalimat tasbih, sedangkan perempuan menepuk tangan. Hal ini yang menunjukkan bahwa perempuan tidak dianjurkan mengeraskan suara. Benarkah demikian? Menurut Ibnu Hajar, beliau berkata :



55



‫وكان منع النساء من التسبيح ألنها مأمورة بخفض صوتها في الصَلة‬ ‫مطلقا لما يخشى من االفتتان ومنع الرجال من التصفيق ألنه من شأن‬ ‫النساء اهـ‬ Wanita tidak diperkenankan mengucapkan tasbih ketika ingin mengingatkan imam, wanita diperintahkan untuk memelankan suaranya dalam shalat. Hal ini dikarenakan takut menimbulkan godaan. Sedangkan laki-laki dilarang menepuk punggung telapak tangan karena yang diperintahkan adalah perempuan. (Fathul Bari, 3: 77) Menurut pendapat para ulama mazhab Syafii, wanita saat shalat sendiri atau berjamaah dengan wanita lain dan bersama laki-laki mahramnya, maka dianjurkan untuk mengeraskan kata Amin. Namun jika ia shalat dan terdapat laki-laki bukan mahramnya, maka dianjurkan untuk melirihkan bacaannya. Wa Allahu A’lam bis Shawab.



• Pertanyaan 6 Ada seseorang tidak Baca Amin Setelah Al-Fatihah Shalat, Apa Perlu Sujud Sahwi? Sudah maklum bahwa hukum membaca Amin setelah Al-Fatihah adalah sunnah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Namun bagaimana jika kita sengaja tidak baca Amin setelah Al-Fatihah dalam shalat, apakah kita perlu sujud sahwi.Kalimat Amin sangat berkaitan dengan surah Al-Fatihah, dan kalimat-kalimat doa lainnya. Hampir setiap kita membaca surah AlFatihah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat, kita pasti membaca Amin setelahnya. Jarang kita meninggalkan membaca Amin setelah membaca surah Al-Fatihah, terutama dalam shalat. Anjuran membaca Amin setelah surah Al-Fatihah, terutama dalam shalat, setidaknya bersumber dari hadis. Hadis pertama diriwayatkan oleh Imam AlTirmidzi dari Wail bin Hujr, dia berkata : 56



َ‫علَ ْي ِه ْم َوال‬ َ ( : ُ ‫س ْو َل هللاِ صلى هللا عليه و سلم َي ْق َرأ‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ ِ ‫ض ْو‬ َ ‫ب‬ َ ‫ص ْوتَه‬ َ ‫ ِآميْنَ َمده ِب َها‬: ‫ِالض ِهاليْنَ ) فَقَا َل‬ Aku mendengar Rasulullah Saw membaca ‘ghairil maghdhubi ‘alaihim waladhdhallin’, lalu beliau mengucapkan Amin, dengan memanjangkan suaranya. Hadis kedua diriwayatkan oleh Imam Al-Thabrani dari Wail bin Hujr, dia berkata;



َ ‫صَلَةَ فَلَ هما فَ َر‬ َ َ‫ب قَا َل ِآميْنَ ثََل‬ ‫ث‬ ُ ‫َرأَيْتُ َر‬ ‫س ْو َل هللاِ دَ َخ َل ال ه‬ ِ ‫غ ِم ْن فَا ِت َح ِة ْال ِكتَا‬ ‫ِ َم هرات‬ Aku melihat Rasulullah Saw masuk melaksanakan shalat, setelah beliau selesai membaca surah Al-Fatihah, beliau mengucapkan Amin tiga kali. Meski Amin sangat berkaitan dengan surah Al-Fatihah, namun ia bukan bagian dari surah Al-Fatihah, dan mengucapkannya hanya sunnah, bukan wajib. Karena itu, menurut para ulama, terutama ulama Syafiiyah, jika kita sengaja meninggalkan membaca Amin setelah Al-Fatihah dalam shalat, maka shalat kita tetap sah, tidak batal dan tidak perlu melakukan sujud sahwi. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah AlKuwaitiyah berikut;



‫المذاهب االربعة على ان المصلي لو ترك امين واشتغل بغيرها ال تفسد‬ ‫صَلته وال سهو عليه النه سنة فات محلها‬ Menurut pendapat ulama empat madzhab, bahwa jika orang yang melaksanakan shalat meninggalkan mengucapkan Amin, dan ia sibuk membaca lainnya, maka shalat tidak rusak dan dia tidak perlu melakukan sujud. Ini karena membaca Amin adalah sunnah yang tempatnya sudah hilang. 57



• Pertanyaan 7 Baca Amin Tiga Kali Setelah Baca Surah Al-Fatihah, Apakah Ada Dalilnya? Surah Al-Fatihah adalah surah yang paling sering kita baca, terutama pada saat kita melaksanakan shalat. Lalu setelah selesai membaca, kita disunnahkan membaca Amin. Umumnya kita membaca Amin hanya satu kali, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Namun ada sebagian yang membaca hingga tiga kali. Bagimana hukum membaca Amin tiga kali setelah membaca surah Al-Fatihah, apakah boleh? (Baca: Arti Amin dalam Bahasa Arab) Para ulama telah sepakat bahwa membaca Amin setelah selesai membaca surah Al-Fatihah hukumnya adalah sunnah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Ha lini berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim, bahwa Nabi Saw bersabda :



َ ‫صفُوفَ ُك ْم ث ُ هم ْليَ ُؤ هم ُك ْم أ َ َحدُ ُك ْم فَإِذَا َكب َهر فَ َكبِ ُروا َو ِإذَا قَا َل‬ ‫غي ِْر‬ ُ ‫صله ْيت ُ ْم فَأَقِي ُموا‬ َ ‫ِإذَا‬ ْ ‫علَ ْي ِه ْم َوالَ الض ِهالينَ فَقُولُوا ِآمينَ يُ ِج ْب ُك ُم ه‬ ‫َّللا‬ ُ ‫ِال َم ْغ‬ ِ ‫ضو‬ َ ‫ب‬ Apabila kalian shalat maka luruskanlah shaf (barisan) kalian kemudian hendaknya salah seorang diantara kalian menjadi imam. Apabila imam bertakbir maka kalian bertakbir dan bila imam mengucapkan ‘ghairil maghdhubi ‘alaihim waladhdhallin’, maka ucapkanlah ‘Amin, niscaya Allah mengabulkannya. Juga disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Tirmidzi dari Wail bin Hujr, dia berkata :



َ‫علَ ْي ِه ْم َوال‬ َ ( : ُ ‫س ْو َل هللاِ صلى هللا عليه و سلم َي ْق َرأ‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ ِ ‫ض ْو‬ َ ‫ب‬ َ ‫ص ْوتَه‬ َ ‫ ِآميْنَ َمده ِب َها‬: ‫ِالض ِهاليْنَ ) فَقَا َل‬ Aku mendengar Rasulullah Saw membaca ‘ghairil maghdhubi ‘alaihim waladhdhallin’, lalu beliau mengucapkan Amin, dengan memanjangkan suaranya. 58



Dua hadis ini dijadikan dalil oleh para ulama mengenai kesunnahan membaca Amin. Adapun mengenai membaca Amin sampai tiga kali, terdapat sebagai ulama mengatakan bahwa hal itu tidak masalah, bahkan sunnah. Hal ini karena dalam sebuah disebutkan bahwa Nabi Saw pernah membaca Amin sampai tiga setelah selesai membaca surah Al-Fatihah. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin berikut :



‫أَ ْخ َب َر ه‬ ‫صَلَةَ فَلَ هما‬ ُ ‫ع ْن َوائِ ِل ب ِْن َح َج ٍر َقا َل َرأَيْتُ َر‬ ‫س ْو َل هللاِ دَ َخ َل ال ه‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫الطب َْران‬ َ ‫فَ َر‬ َ َ‫ب قَا َل ِآميْنَ ثََل‬ ٍ ‫ث َم هرا‬ َ‫ب تَ ْك ِري ُْر ِآميْن‬ ِ ‫غ ِم ْن فَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬ َ َ‫ت َويُؤْ َخذُ ِم هم ْن نَد‬ ‫ص هر َح ِبذَ ِلك‬ ‫ِثََلَثا ً َحتهى ِفي ال ه‬ َ ‫صَلَ ِة َولَ ْم أ َ َر َم ْن‬ Imam Al-Thabrani mengeluarkan hadis dari Wail bih Hujr, dia berkata; Aku melihat Rasulullah Saw masuk melaksanakan shalat, setelah beliau selesai membaca surah Al-Fatihah, beliau mengucapkan Amin tiga kali. Dari hadis ini diambil mengenai pendapat sebagian ulama yang menganjurkan mengulang Amin sampai tiga kali, bahkan sampai di dalam shalat. Namun saya tidak pernah melihat ulama yang menjelaskan demikian.



• Pertanyaan 8 Apa ada anjuran Mengucapkan Amin Setelah Membaca Al-Fatihah ? Kita tentu sudah biasa mendengar bahkan mengucapkan kata amin setelah membaca al-Fatihah. Baik di luar shalat maupun di dalam shalat. Bahkan kebiasaan ini sudah kita lakukan jauh hari, saat kita masih kecil dulu di pengajian Al-Quran yang diselenggarakan di Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) atau pengajian di masjid-masjid. Saat itu mungkin kita bisa dikatakan tidak tahu-menahu terkait hal itu, bagaimana hukumnya, dan dosakah jika kita tidak mengucapkan amin setelah membaca Al-Fatihah? Mustafa al-Khin dan Mustafa al-Bugha dalam Fiqh Manhaji ala Madzhabi Imam as-Syafii menjelaskan bahwa hukum ta’min (mengucapkan amin) setelah membaca Al-Fatihah adalah sunnah untuk setiap orang yang melakukan shalat. 59



Saat membaca Al-Fatihah dengan keras (jahr), maka disunnahkan pula membaca amin dengan keras. Namun jika pelan (sirr), maka disunnahkan membaca amin dengan pelan. Adapun makna amin adalah kabulkanlah wahai Tuhanku! (istajib ya rabbi). Dalil kesunahan membaca amin ini tertulis dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah berikut:



‫ فإن من وافق تأمينه تأمين المَلئكة غفر له ما تقدم‬.‫إذا أمن اِلمام فأمنوا‬ ‫من ذنبه‬ “Jika imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah (makmum) amin. Karena sesungguhnya jika ucapan amin makmum yang sesuai dengan ucapan amin malaikat, maka akan diampuni dosa yang telah lalu.” Wallahu A’lam.



• Pertanyaan 9 Bagaimana Cara Shalat Bagi Orang Yang Tak Hafal Al-Fatihah ? Bagi kamu yang belum hafal alfatihah, ini caranya untuk tetap bisa shalat Rukun shalat yang wajib ditunaikan setelah niat, takbiratul ihram, dan berdiri bagi yang mampu adalah membaca surat Al-Fatihah pada tiap rakaat. Dikarenakan Al-Fatihah rukun shalat, maka orang yang tidak membaca surat Al-Fatihah secara sengaja shalatnya tidak sah. Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Muin menjelaskan sebagai berikut:



‫ورابعها قراءة فاتحة كل ركعة في قيامها لخبر الشيخين “ال صَلة لمن لم‬ ‫يقرأ بفاتحة الكتاب” أي في كل ركعة‬



60



Artinya, “Rukun shalat keempat ialah membaca Al-Fatihah pada tiap rakaat shalat saat berdiri berdasarkan hadis riwayat Al-Bukhari-Muslim (Syaikhaini), ‘Tidak sah shalat orang yang tidak membaca al-Fatihah’, maksudnya pada tiap rakaat” (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, Jakarta, Darul Kutub Islamiyyah, 2009 halaman 38). Berdasarkan hadits itu, para ulama menghukumi tidak sah shalat orang yang tidak membaca Al-Fatihah. Pertanyaannya, bagaimana dengan shalat orang yang belum pandai membaca surat Al-Fatihah, misalnya orang yang baru masuk Islam, atau orang yang baru tobat sementara umurnya sudah tua dan sulit menghafal surat Al-Fatihah dengan sempurna. Seluruh ulama sepakat bahwa tidak ada toleransi shalat bagi setiap umat Islam. Maksudnya, bagi orang yang memenuhi persyaratan shalat harus mengerjakan shalat dalam kondisi apapun, termasuk orang yang tidak hafal surat Al-Fatihah. Bagi orang yang tidak hafal surat Al-Fatihah, Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan sebagai berikut:



‫ومن جهل جميع الفاتحة ولم يمكنه تعلمها قبل ضيق الوقت وال قراءة في‬ ‫ لزمه قراءة سبع آيات ولو متفرقة ال ينقص حروفها عن‬،‫نحو مصحف‬ ‫ وهي بالبسملة بالتشديدات مائة وستة وخمسون حرفا‬،‫حروف الفاتحة‬ ‫ ولو قدر على بعض الفاتحة كرره ليبلغ قدرها وإن لم‬.‫بإثبات ألف مالك‬ ‫يقدر على بدل فسبعة أنواع من ذكر كذلك فوقوف بقدرها‬ Artinya, “Orang yang tidak tahu (hafal) seluruh ayat dalam surat al-Fatihah dan tidak mungkin mempelajarinya sampai waktu shalat berakhir, dan tidak bisa pula membaca mushaf, wajib baginya untuk membaca tujuh ayat, meskipun berbeda-beda, dan jumlah hurufnya tidak kurang dari jumlah huruf surat Al-Fatihah. Jumlah huruf surat Al-Fatihah sekitar 156 beserta basmalah, tasydid, dan alif pada “‫”مالك‬.



61



Kalau tidak mampu dibolehkan mengulang-ulang sebagian ayat dalam surat Al-Fatihah sampai durasinya sama. Kalau tidak mampu juga, dibolehkan menggantinya dengan tujuh macam zikir. Bagi yang tidak mampu juga wajib diam sesuai durasi waktu baca surat al-Fatihah,” (Lihat Zainuddin AlMalibari, Fathul Mu’in, Jakarta, Darul Kutub Islamiyyah, 2009, halaman 39). Dari penjelasan di atas, orang yang tidak hafal shalat dibolehkan membaca surat Al-Fatihah dengan menggunakan mushaf Al-Quran. Kalau tidak pandai membaca Al-Quran dibolehkan membaca tujuh ayat yang jumlah hurufnya sama dengan Al-Fatihah, meskipun dari surat yang berbeda-beda. Bila tidak ada surat atau ayat lain yang dihafal dibolehkan membaca sebagian surat Al-Fatihah dan mengulang-ulanginya sesuai lama membaca surat AlFatihah. Kalau tidak hafal sama sekali surat Al-Fatihah dan ayat lain, dibolehkan membaca tujuh macam zikir, misalnya:



‫سبحان هللا والحمد هلل وال إله إال هللا وهللا أكبر وال حول وال قوة إال باهلل‬ ‫العلي العظيم وما شاء هللا كان وما لم يشأ لم يكن‬ Subhanallâh wal hamdulillâh wa lâ ilâha illallâh wallâhu akbar wa lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘adzîm wa mâsyâ allâhu kâna wa mâ lam yasya’ lam yakun. Kalau tidak hafal dan mampu membaca zikir di atas dibolehkan diam sesuai dengan durasi membaca surat Al-Fatihah. Meskipun demikian, setiap umat Islam diwajibkan untuk terus belajar agar ibadahnya sempurna, terutama belajar membaca Al-Quran. Paling tidak surat Al-Fatihah hafal di luar kepala, minimal bisa membaca surat Al-Fatihah meskipun tidak hafal. Wallahu a’lam



• Pertanyaan 10 Apakah ada syarat membaca surat Al-Fatihah dalam sholat ? Lima Syarat Ketika Membaca Al Fatihah di Dalam Salat :



62



Salah satu rukun salat adalah membaca Al Fatihah di setiap rakaat. Oleh karena itu tidaklah sah salat seseorang yang tidak membaca Al Fatihah. Namun, ketika membaca Al Fatihah di dalam salat pun harus memperhatikan syarat-syaratnya. Dan berikut adalah lima syarat yang harus diperhatikan saat membaca Al Fatihah di dalam salat. Sebagaimana yang telah diterangkan di dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii karya Mustafa Al-Khan dan tim penulis lainnya. ❖ Pertama, hendaknya bacaan Al Fatihah terdengar oleh dirinya sendiri. Jadi, tidak boleh membaca Al Fatihah di dalam hati atau hanya menggerakgerakkan mulut tanpa ada suara. ❖ Kedua, hendaknya membaca Al Fatihah dibaca secara tertib, sesuai makhraj hurufnya dan tampak tasydidnya. Sehingga, ketika membaca Al Fatihah di dalam salat haruslah hati-hati. Terlebih memperhatikan tajwidnya, makhrajnya, tasydidnya dan panjang pendek bacaan. ❖ Ketiga, hendaknya tidak melakukan kesalahan bacaan yang sampai mengubah makna/arti lafal yang dibaca. Namun, jika kesalahannya masih bisa ditoleransi dengan tidak mengubah makna bacaan, maka salatnya tidak batal. ❖ Keempat, bacaan Al Fatihah dibaca dengan menggunakan bahasa Arab (sesuai dengan Alquran). Oleh karena itu tidaklah sah membaca terjemahan Al Fatihah dengan bahasa apapun. Hal ini disebabkan terjemahan Al Fatihah bukanlah Alquran. ❖ Kelima, Al Fatihah dibaca ketika musalli (orang yang melaksanakan salat) masih dalam keadaan berdiri. Sehingga, jika ia rukuk dan masih menyempurnakan bacaan Al Fatihah, maka bacaan Al Fatihahnya batal, dan ia wajib kembali kepada posisi berdiri. Demikianlah lima syarat membaca Al Fatihah yang harus diperhatikan bagi orang yang sedang salat. Adapun bagi orang yang belum mampu membaca Al Fatihah. Maka, ia boleh menggantinya dengan ayat apapun yang ia hafal sebanyak tujuh ayat sebagai ganti Al Fatihah. Seandainya ia belum hafal sama sekali ayat yang ada di dalam Alquran. Maka, ia boleh mengganti Al 63



Fatihahnya dengan bacaan zikir yang berdurasi sepanjang Al Fatihah, baru kemudian dia rukuk. Wa Allahu A’lam bis Shawab.



• Pertanyaan 11 Cukupkah, Membaca Al-Fatihah pada Shalat di Dalam Hati? Shalat, baik fardhu atau-pun sunnah memiliki cara yang sama seperti yang pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Di dalam shalat terdapat dua aspek, yaitu aspek dzohir dan bathin. Kedua aspek tersebut yang harus (wajib) dijaga adalah aspek dzohir yang berkaitan dengan rukun dan syarat. Sedangkan aspek bathin yang berkaitan dengan ke-khusyu-an hanya sebagai penyempurna saja. Perlu diketahui bahwa shalat memiliki peran ganda. Selain sebagai ibadah, juga sebagai perantara bagi seorang hamba untuk bermunjat (berbisik) kepada Tuhan-nya. [Lihat; Sayyid Muhammad Alawi, Risalatu Al-Muawanah, 1/7] Dengan sebab kesakralan ini, Nabi Muhammad Saw. selalu mengingatkan pada Ummat-nya agar mengerjakan shalat sesuai dengan apa yang telah beliau contohkan. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda :



‫ص ِلي‬ َ ُ ‫صلُ ْوا َك َما َرأَ ْيت ُ ُم ْونِ ْي أ‬ َ ِ (…Shalatlah kalian sebagaimana aku shalat…) [H.R. Al-Bukhori] Hadis tersebut sangat simpel. Nabi hanya ingin supaya gerakan shalat yang telah dicontohkan dan dilakukan itu diikuti oleh umatnya. Berdasarkan hadis ini, dan ditambahkan dengan hadis lainnya, para ahli fikih membuat ketentuan rukun dan syarat tentang shalat. Diantaranya adalah rukun qowli (berupa ucapan), yaitu membaca surah al-fatihah. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda :



‫ص ََلةَ ِل َم ْن لَ ْم يَ ْق َرأْ ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَاب‬ َ َ‫ِال‬ (…tidak ada shalat (yang diterima) bagi orang yang tidak membaca fatihah…) [H.R. Al-Bukhari]



64



Namun belakangan ini banyak masyarakat muslim yang belum sepenuhnya memahami tentang standarisasi daripada qira’atu al-fatihah. Ada saja masyarakat muslim yang masih gagal dalam mempraktikkan rukun ini (membaca al-fatihah). Sehingga setiap kali membaca fatihah sering kali tidak terdengar suara bacaan-nya sekalipun bagi dirinya sendiri. Padahal jika ini betul-betul terjadi maka akibatnya akan sangat fatal, yaitu batalnya shalat yang dia kerjakan. Menurut Al-Handawani dan Al-Fadhali bahwa yang dimaksud daripada “Qira’ah” adalah membaca yang sekiranya bacaan tersebut bisa didengar oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, bacaan fatihah seseorang yang diucapkan di dalam hati tidak akan bisa dibenarkan. Karena membaca di dalam hati tidak termasuk membaca. Akibat daripada bacaan fatihah yang tertolak itu akan menyebabkan shalat menjadi tidak sah. Namun ada sebagian pendapat Ulama bahwa apabila orang yang shalat telah menerapkan bacaan fatihah-nya maka sudah dianggap cukup, dengan alasan yang wajib adalah melafalkan, bukan mendengarkan. Pendapat tersebut adalah pendapatnya Imam Al-Karkhi. Akan tetapi di dalam Kitab Al-Muhith, Ulama telah memilihkan bahwa pendapat yang Ashah (kuat) adalah pendapatnya AlHandawani dan Al-Fadhali yang mengatakan batal. [Lihat; Khazinah AlAsror/53.



• Pertanyaan 12 Apa makna di Balik Rahasia Surah Al-Fatihah Menurut Kiai Sholeh Darat? Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam tidak hanya berisi petunjuk dan pedoman. Di dalamnya terdapat keistimewaan-keistimewaan. Surah al-Quran yang menjadi ummul Quran (ibunya Al-Quran) yakni surah al-Fatihah misalnya. Sebagai induk dari Al-Quran surah ini memiliki banyak rahasia dan keistimewaan. Surah yang diturunkan di kota Makkah (Makiyah) ini merupakan surah yang paling sering dibaca oleh umat Islam. Untuk mengakhiri sebuah doa, para muslim mengakhirinya dengan surah al-Fatihah. Untuk membuka sebuah acara, Al-Fatihah selalu menjadi penandanya. Bahkan, di dalam menjalankan shalat, Al-Fatihah merupakan salah satu rukun yang tidak boleh ditinggalkan. 65



Sehingga umat Islam dalam sehari membaca surah Al-Fatihah minimal sebanyak 17 kali di dalam salat wajib. Al-Fatihah memiliki tujuh ayat. Meskipun di kalangan ulama terjadi perbedaan jumlah ayat al-Fatihah. Misalnya Imam Malik yang menyebut surah al-Fatihah hanya berjumlah enam ayatDi dalam surah al-Fatihah terdapat 139 huruf. Dari kesemuanya itu ada 7 huruf dari 28 huruf hijaiyah yang tidak masuk dalam alFatihah. Tujuh huruf itulah yang sering disebut sebagai sawaqithul fatihah. Tujuh huruf yang masuk sebagai sawaqithul fatihah yaitu huruf fa’, jim, syin, tsa’, dho’, kho’, dan za. Kesemmuanya tergabung dalam istilah Fajasya nadhokhoza. Menurut kiai Sholeh Darat dalam Minhaj al-Atqiya’ fi Syarhi Ma’rifat al-Adzkiya’ ila Thoriqil Auliya’, huruf-huruf ini merupakan huruful adzab. Sehingga ia tidak terdapat dalam surah al-Fatihah. Kiai Sholeh Darat kemudian menjelaskan bahwa huruf fa’ singkatan dari iftiroq atau firoq yang berarti perpecahan. Surah al-fatihah secara implisit menjaga para pembacanya dari bahaya perpecahan. Sehingga aneh jika umat Islam yang setiap hari membaca surah al-Fatihah minimal 17 kali justru mengajak dan menyebabkan perpecahan di antara setiap warga negara. Huruf jim mengisyaratkan pada kata jahannam. Dengan surah al-Fatihah, umat Islam akan diselamatkan dari bahayanya neraka jahanam. Huruf syin menunjuk pada kata syaqowah yang berarti kesengsaraan. Barangkali ini yang diajarkan para ulama dahulu hingga sampai di kehidupan kita sekarang. Aktivitas sehari-hari kita, berdoa, memulai acara, dan lainnya selalu memasukan surah al-Fatihah sebagai spirit untuk terhindar dari kesengsaraan hidup. Huruf tsa’ yang bermaksud tsubur. Kata tsubur memiliki arti kerusakan. Huruf dho’ merujuk pada kata ladho yang berarti nyala api. Mereka yang membaca al-Fatihah akan terjaga dari siksa api dan kerusakan di dunia dan akhirat. Huruf kho’ mengisyaratkan pada kata khoziy. Kata ini memiliki makna kehinaan. Sedangkan huruf za merujuk pada kata zaqqum yang berarti makanan beracun. Sehingga umat Islam yang membaca surah al-Fatihah dapat terhindar dari tujuh adzab yang telah disebutkan di atas.



66



Menurut kiai Sholeh Darat, tujuh huruf sawaqithul fatihah juga merupakan simbol yang sesuai dengan bumi dan langit yang berjumlah tujuh lapisan. Di setiap lapisan atau tingkatan langit terdapat 14 kedudukan. 14 tingkatan ini menyimbolkan 14 huruf syamsiyah dan 14 huruf qomariyah. Selain itu, tidak masuknya tujuh huruf sawaqithul fatihah dalam surah alFatihah karena ketujuh huruf itu menunjukan ismullah al a’dhom (nama Allah yang Maha Agung). Huruf ini menyembunyikan sebuah rahasia ilmu Allah. Ketujuhnya adalah simbol kebaikan dan keselamatan. Barang siapa yang membaca al-Fatihah akan mendapatkan rahmat yang tersembunyi di balik ilmullah (ilmu Allah) tersebut. Rahmat-Nya ini ialah sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terbesit dalam hati seorang manusia. Maka inilah rahasi di balik sawaqithul fatihah. Kiai Sholeh Darat tidak menejelaskan lebih detail rahasia ini karena tidak diperkenankannya membuka rahasia sawaqithul fatihah kecuali mereka orang-orang tertentu. Fihi asrorun la yajuzu kasyfuha lighoiri ahliha (di dalamnya terdapat rahasia-rahasia yang tidak diperbolehkan membukanya kepada selain ahlinya). Wallahu a’lam bis showab…



• Pertanyaan 13 Apakah ada tata cara Berdoa dengan Surah Al-Fatihah Saat Sakit ? Surah Al-Fatihah memiliki banyak keutamaan, di antaranya menjadi perantara berdoa untuk sebuah penyakit. Berdoa dengan surah al-Fatihah saat sakit itu berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Baihaqi, bahwa Nabi Saw pernah berkata sahabat Jabir;



ْ َ‫ورةٍ نَزَ ل‬ ‫ قَا َل‬،ِ‫سو َل هللا‬ ُ ‫ بَلَى يَا َر‬:‫آن؟ قَا َل‬ ُ ‫ أ ُ ْخبُ ِر َك ِب َخي ِْر‬،‫يَا َجا ِب ُر‬ َ ‫س‬ ِ ‫ت فِي ْالقُ ْر‬ ‫فِيَها ِشفَا ٌء ِم ْن ُك ِل دَاء‬: ‫ وأحسبه قال‬:‫ب قال راوي الحديث‬ ِ ‫ِفَاتِ َحةُ ْال ِكتَا‬



67



Wahai Jabir, maukah aku beritahu padamu tentang surah terbaik yang terdapat dalam Al-Quran? Jabi menjawab; Iya, wahai Rasulullah. Rasullah berkata; Yaitu surah Al-Fatihah. Menurut perawi hadis ini, Nabi menambahkan redaksi; Surah Al-Fatihah itu bisa menjadi obat dari setiap penyakit. Adapun tata cara menyembuhkan penyakit dengan surah Al-Fatihah ini, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Al-Dairabi dalam kitab Fathul Malikil Majid, adalah sebagai berikut; Pertama, meletakkan tangan pada tubuh yang terkena penyakit. Kedua, kemudian membaca surah Al-Fatihah sekali. Ketiga, setelah membaca surah Al-Fatihah, lalu membaca doa berikut sebanyak tujuh kali:



‫ار ِك اْالَ ِمي ِْن اْل َم ِكي ِْن‬ َ ‫س ْو َء َما اَ ِجدُ َوفُ ْح‬ ُ ‫ع ِن ْي‬ َ ْ‫اَلله ُه هم ا ْذهِب‬ َ ‫شهُ ِبدَع َْو ِة نَبِ ِي َك اْل ُم َب‬ ‫ِ ِع ْندَك‬ Allohummadzhib ‘annii suu-a maa ajidu wa fuhsyahuu bi da’wati nabiyyikal mubaarokil amiinil makiin ‘indaka. Ya Allah, hilangkanlah dariku keburukan apa yang aku temukan dan alami serta kekejiannya melalui doa Nabi-Mu yang diberkahi, yang dipercaya lagi teguh pendirian di hadapan-Mu



• Pertanyaan 14 Apa hukum membaca Surat Al-Fatihah Ketika Shalat Menurut 4 Mazhab? Di antara polemik yang sering menjadi masalah di masyarakat adalah hukum membaca surat al-Fatihah ketika shalat. Pertanyaan tersebut yakni perihal bagaimana hukum membaca surat al-Fatihah ketika shalat? Untuk mengetahuinya, mari simak ulasan di bawah ini:



68



Syekh Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitabnya Rawai’ al Bayan fi Tafsiri Ayat al-Ahkam (j. 1 h. 44-46) menuturkan perbedaan ulama tentang wajibkah membaca al-Fatihah dalam shalat? Pertama, mazhab mayoritas ulama (imam Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal) berpendapat bahwasanya membaca surat al-Fatihah ketika shalat merupakan syarat sah shalat. Sehingga orang yang tidak membaca surat alFatihah ketika shalat padahal ia mampu maka shalatnya dihukumi tidak sah. Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut:



‫صلهى ه‬ ‫سو َل ه‬ َ‫ص ََلة‬ ِ ‫ام‬ ُ ‫ع ْن‬ ِ ‫ص‬ ُ ‫ت أَ هن َر‬ ‫ع َبادَةَ ب ِْن ال ه‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سله َم قَا َل َال‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫ِ ِل َم ْن لَ ْم يَ ْق َرأْ ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَاب‬ “Dari Ubadah bin Shamit bahwasanya Rasulullah Saw. pernah bersabda ‘tidak sah shalatnya seseorang yang tidak membaca surah al-Fatihah’”. (Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Shahih Bukhari, jus 1 hal 152)



‫صَلَة ً َل ْم‬ َ َ ‫ع ْن أَ ِبى ُه َري َْرة‬ َ َ ‫صلهى‬ َ ‫ قَا َل « َم ْن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ع ِن النه ِب ِى‬ َ – ‫ى ِخدَا ٌج – ثََلَثًا‬ ‫غي ُْر تَ َمام‬ ِ ‫ِ َي ْق َرأْ فِي َها ِبأ ُ ِم ْالقُ ْر‬ َ ‫آن فَ ْه‬ “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah Saw. bersabda ‘barang siapa shalat kemudian tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) maka shalatnya kurangbeliau mengulanginya tiga kali- tidak sempurna.’” (Muslim bin Al-Hajjaj anNaisaburi, Shahih Muslim, jus 2 hal 9) Kedua, mazhab imam Tsauri dan Abu Hanifah berpendapat sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa shalat dianggap cukup (sah) meski tanpa membaca Al-Fatihah namun hal ini jelek. Meski tidak diwajibkan membaca Al-Fatihah, orang yang shalat tetap diwajibkan membaca ayat Al-Qur’an yang mana saja, minimal 3 ayat yang pendek atau 1 ayat yang panjang. Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut:



69



‫س َر ِمنَ ْالقُ ْرآن‬ ‫ِفَا ْق َر ُءوا َما تَيَ ه‬ “Maka bacalah apa yang mudah dari (ayat-ayat) Al-Qur’an” (Q.S alMuzammil ayat 20) Ayat di atas menunjukkan bahwa yang wajib adalah membaca ayat apa saja yang mudah dalam Al-Qur’an. Mazhab Tsur dan Abu Hanifah juga menggunakan dalil hadis dari Ubadah bin Shamit di atas, namun mereka menafsiri kata la shalata dengan kamilatan (tidak sempurna):



‫ص ََلةَ ِل َم ْن لَ ْم َي ْق َرأْ ِبفَا ِت َح ِة ْال ِكتَاب‬ َ ‫ِ َال‬ “Tidak sempurna shalatnya seseorang yang tidak membaca surah al-Fatihah.” Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat perihal wajibkah membaca Al-Fatihah ketika shalat. Mayoritas ulama mengatakan bahwasanya membaca al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib, sementara sebagian yang lain (Abu Hanifah dan Tsauri) berpendapat sebaliknya. Demikianlah ragam pendapat para ulama perihal apakah wajib membaca AlFatihah dalam shalat ataukah tidak yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Ali as-Shabuni, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam



• Pertanyaan 15 Bolehkah Menutup Doa dengan Membaca Surah Alfatihah? Kebiasaan umat Muslim Nusantara setelah berdoa adalah mengakhiri doa tersebut dengan membaca surah Alfatihah. Mereka berharap doa yang dipanjatkan bisa dikabulkan oleh Allah dengan wasilah bacaan surah Alfatihah. Setiap selesai berdoa, baik setelah salat wajib atau lainnya, berdoa sendirian atau berjemaah, mereka selalu menutupnya dengan surah Alfatihah. Bolehkah menutup doa dengan surah Alfatihah?



70



Disebutkan dalam kitab Shahih Shifati Shalatin Nabi Saw. bahwa menutup doa dengan surah Alfatihah sangat dianjurkan, bahkan termasuk amalan sunah yang disyariatkan. Hal ini dikarenakan surah Alfatihah merupakan surah paling agung dalam Alquran dan membacanya merupakan amal saleh. Bertawassul dengan amal saleh merupakan perkara yang di sepakati oleh para ulama.



‫من السنة ان يختم الداعي دعاءه بالصَلة على النبي صلى هللا عليه وسلم‬ ‫ثم بقراءة سورة الفاتحة‬ “Termasuk bagian dari sunah adalah orang yang berdoa mengakhiri doanya dengan membaca salawat kepada Nabi Saw., kemudian membaca surah Alfatihah.” Oleh karena itu, dianjurkan untuk menutup doa dengan surah Alfatihah sebagai wasilah dan perantara supaya doa yang dipanjatkan diterima oleh Allah. Para sahabat Nabi SAW. menjadikan surah Al Fatihah sebagai wasilah dan perantara terpenuhinya kebutuhan dunia, termasuk untuk menyembuhkan penyakit. Disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Alkhudri, dia berkisah;



‫سو ِل ه‬ ‫سفَ ٍر‬ ْ َ‫سا ِم ْن أ‬ ُ ‫ب َر‬ ً ‫أَ هن نَا‬ ِ ‫ص َحا‬ َ ‫ َكانُوا فى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ‫ فَقَالُوا َل ُه ْم ه َْل‬.‫ضيفُو ُه ْم‬ ِ ‫فَ َم ُّروا ِب َح ٍى ِم ْن أَ ْح َي‬ ِ ‫اء ْال َع َر‬ َ َ‫ب فَا ْست‬ ِ ُ‫ضافُو ُه ْم فَ َل ْم ي‬ ٌ ‫ص‬ ُ‫ فَقَا َل َر ُج ٌل ِم ْن ُه ْم نَعَ ْم فَأَتَاهُ فَ َرقَاه‬.‫اب‬ َ ‫ق فَإِ هن‬ َ ‫س ِيدَ ْال َح ِى لَدِي ٌغ أَ ْو ُم‬ ٍ ‫فِي ُك ْم َرا‬ َ ‫ى قَ ِطيعًا ِم ْن‬ ‫ َوقَا َل‬.‫غن ٍَم فَأَبَى أَ ْن يَ ْقبَلَ َها‬ ِ ‫الر ُج ُل فَأُع‬ ‫ب فَبَ َرأَ ه‬ ِ ‫بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬ َ ‫ْط‬ ‫صلى هللا عليه‬- ‫ى‬ ‫ فَأَتَى النه ِب ه‬.-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َحتهى أَ ْذ ُك َر ذَ ِل َك ِللنهبِ ِى‬ ‫َّللاِ َو ه‬ ‫سو َل ه‬ .‫ب‬ ُ ‫ فَقَا َل يَا َر‬.ُ‫ فَذَ َك َر ذَ ِل َك لَه‬-‫وسلم‬ ِ ‫َّللاِ َما َرقَيْتُ ِإاله ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬



71



‫س ْه ٍم‬ َ ‫ َو َما أَ ْد َر‬: ‫س َم َوقَا َل‬ ‫فَتَبَ ه‬ َ ‫ ُخذُوا ِم ْن ُه ْم َواض ِْربُوا ِلى ِب‬: ‫ ث ُ هم قَا َل‬.ٌ‫اك أَنه َها ُر ْق َية‬ ‫ِ َم َع ُكم‬ “Ada sekelompok sahabat Nabi Saw. berada dalam perjalanan, lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. Penduduk kampung tersebut lantas berkata kepada sekolompok sahabat tersebut, ‘Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah (mengobati) karena pembesar kampung tersengat binatang atau terserang demam.’ Di antara para sahabat lantas berkata, ‘Iya ada.’ Lalu dia pun mendatangi pembesar tersebut dan dia meruqyahnya (mengobatinya) dengan membaca surat Alfatihah dan tak lama pembesar tersebut sembuh. Lalu yang mengobati tadi diberikan seekor kambing, namun dia enggan menerimanya. Dia berkata, ‘Saya mau melaporkan terlebih dahulu kepada Nabi Saw. Lalu dia mendatangi Nabi Saw. dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidaklah mengobati kecuali dengan membaca surat Alfatihah.’ Rasulullah Saw. lantas tersenyum dan berkata, ‘Bagaimana engkau bisa tahu Alfatihah adalah ruqyah?. Beliau pun bersabda, ‘Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.” Hadis ini menjelaskan bahwa surah Alfatihah bisa dijadikan wasilah untuk mengobati, dan karena itu bisa juga dijadikan wasilah agar sebuah doa diterima Allah dengan membacanya setelah doa tersebut.



• Pertanyaan 16 Dalam shalat jenazah, sebaiknya Al Fatihah dibaca pelan atau keras? Salat jenazah memiliki rukun dan tata-cara pelaksanaan yang berbeda dari rukun dan tata-cara salat pada umumnya. Imam Abu Ishaq Assyairazi menyebutnya dengan solatun wahidah, salat tersendiri yang tidak sama dengan salat lainnya. Tentunya termasuk dengan tata-cara membaca surah Alfatihah. Apakah dalam salat jenazah, sebaiknya Alfatihah dibaca pelan atau keras?



72



Menurut kebanyakan ulama, sebaiknya surah Al Fatihah dibaca pelan dalam salat jenazah, baik dilaksanakan di waktu malam maupun siang hari. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Abu Ishaq Assyairazi dalam kitabnya Almuhazzab berikut:



‫ فلم يختلف فيها الليل‬، ‫ وسننها اِلسرار‬.……‫والسنة في قراءتها اِلسرار‬ ‫والنهار‬ “Sunahnya dalam membaca Alfatihah adalah dipelankan…sunah-sunah salat jenazah adalah dipelankan, dan tidak ada bedanya salat jenazah tersebut dilaksanakan di waktu malam maupun siang hari.” Bahkan menurut Imam Syafii sebagaimana dikutip Imam Nawawi dalam kitabnya Almajmu, tidak hanya surah Alfatihah, seluruh bacaan dalam seluruh salat jenazah disunahkan dibaca pelan semua, mulai dari salawat kepada Nabi Saw. dan keluarganya, doa kepada jenazah maupun doa kepada diri sendiri dan seluruh kaum Muslim. Hanya ketika melakukan takbir dan salam saja yang disunahkan untuk dikeraskan dan dinyaringkan.



‫ ويخفي القراءة‬: ‫وظاهر نص الشافعي في المختصر اِلسرار ألنه قال‬ ‫ ولو‬، ‫ ولم يفرق بين الليل والنهار‬، ‫ هذا نصه‬، ‫ ويجهر بالتسليم‬، ‫والدعاء‬ ‫كانا يفترقان لذكره‬ “Teks Imam Syafii dalam kitab Almukhtashar dengan jelas mengatakan untuk dipelankan. Beliau berkata, ‘Hendaknya orang salat jenazah mempelankan bacaan Alfatihah dan doa, dan mengeraskan salam.’ Ini adalah teks perktaan Imam Syafii dan beliau tidak membedakan antara dilaksanakan di waktu malam atau siang hari. Andaikan antara salat jenazah yang dilaksanakan malam dan siang hari berbeda, maka beliau pasti akan menyebutkannya.”



73



• Pertanyaan 17 Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al Qur’an untuk orang masih hidup? Ulama Ahlussunnah wal Jamaah telah sepakat akan sampainya pahala bacaan Alquran yang dihadiahkan oleh orang yang masih hidup kepada yang sudah meninggal dunia. Lalu bagaimana jika hadiah pahala bacaan Alquran tersebut dihadiahkan kepada orang yang masih hidup? Apakah hal ini diperbolehkan? Terkait pahala bacaan Alquran yang dihadiahkan untuk orang-orang yang masih hidup, maka Syeikh Dr. Ali Jum’ah telah menjawabnya.



‫ لكن يجوز لإلنسان على سبيل‬،‫األصل أن ثواب القراءة يكون لصاحبها‬ ً ‫الدعاء أن يقول‬ ‫ “اللهم هب مثل ثواب عملي هذا أو قراءتي هذه إلى‬:‫مثَل‬ ‫ وهبة الثواب على جهة الدعاء مما اتفق‬،”‫ حيًّا كان أو ميتًا‬،‫فَلن أو فَلنة‬ ‫عليه العلماء‬. Pada dasarnya pahala membaca Alquran adalah milik pembacanya. Tetapi, boleh bagi manusia atas dasar doa mengatakan semisal “Allahumma Hab Mitsla Tsawabi Amali Hadza Au Qiraati Hadzihi Ila Fulan au Fulanah, Hayyan kana au Mayyitan.” Ya Allah, berikanlah semisal pahala amalku ini atau bacaanku ini untuk si fulan (laki-laki) atau fulanah (perempuan), baik dia masih hidup atau telah tiada. Pemberian hadiah pahala tersebut adalah kategori doa sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama. Berdasarkan keterangan Syekh Ali Jumah di laman Darul Ifta’ Al-Misriyyah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pahala membaca Alquran untuk orang yang masih hidup adalah boleh. Sebagaimana doa yang boleh kita panjatkan atas nama siapapun, maka membaca Alquran pun demikian. Bahkan ulama telah sepakat akan kebolehan menghadiahkan amal kebajikan atau membaca Alquran baik untuk yang masih hidup atau telah meninggal. Oleh karena itu, maka sangat boleh sekali jika kita membaca Alquran atau melakukan hal-hal kebaikan apapun kita hadiahkan untuk orang tua atau guruguru kita, baik mereka masih hidup atau telah tiada. Wa Allahu a’lam bis shawab. 74



• Pertanyaan 18 Apa hukum menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad? Sebelum menghadiahkan Al-Fatihah pada para ulama, para wali dan ahli kubur, kita umumnya mengawalinya dengan menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad dan keluarganya terlebih dahulu. Rasanya kurang sempurna jika kita tidak menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad sebelum para ulama, para wali dan lainnya. Sebenarnya, bagaimana hukum menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad? (Baca: Hukum Membacakan Surah Alfatihah untuk Kesembuhan Penyakit) Menurut para ulama, menghadiahkan Al-Fatihah, bacaan Al-Quran dan amalan-amalan lainnya untuk Nabi Muhammad dan keluarganya hukumnya adalah boleh. Tidak masalah menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad, bahkan hal itu bisa menambah kemuliaan dan kesempurnaan untuk beliau. Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Ihsan Jampes dalam kitab Sirajuth Thalibin:



‫ هل تجوز قراءة الفاتحة للنبي صلى هللا عليه وسلم أوال؟ قال‬:‫فائدة‬ ‫ والمعتمد‬،‫ أي معاشر المالكية‬:‫ ال نص في هذه المسئلة عندنا‬:‫األجهوري‬ ‫عند الشافعية جواز ذلك فنرجع لمذهبهم فَل يحرم عندنا والكامل يقبل‬ ‫زيادة الكمال قاله الشيخ أحمد تركي في حاشية الخرشي‬ Faidah: Apakah boleh atau tidak membaca (mengirim) Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad Saw? Al-Ajhuri mengatakan; Masalah ini menurut kami (kalangan ulama Malikiyah) tidak ada nashnya. Sementara pendapat yang kuat di kalangan ulama Syafi‘iyah membolehkan menghadiahkan Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad. Maka kami mengikuti pendapat mereka sehingga hal itu tidak haram bagi kami. Orang sempurna tetap menerima peningkatan kesempurnaan sebagaimana dikatakan Syekh Ahmad Tarki dalam Hasyiyah Al-Kharasyi.



75



Imam Al-Buhuti dari kalangan ulama Hanabilah dengan tegas membolehkan menghadiahkan pahala kebaikan untuk Nabi Muhammad, tentu di antaranya adalah menghadiahkan Al-Fatihah. Dalam kitab Kasyful Qina’, beliau berkata sebagai berikut :



‫كل قربة فعلها المسلم وجعل ثوابها أو بعضها كالنصف والثلث أو الربع‬ ‫ حتى لرسول‬،‫ لحصول الثواب له‬،‫لمسلم حي أو ميت جاز ذلك ونفعه ذلك‬ ‫هللا صلى هللا عليه وسلم‬ Semua ibadah yang dilakukan seorang muslim, dan dia hadiahkan semua pahalanya atau sebagiannya, seperti setengah, sepertiga, atau seperempat kepada muslim yang lain, baik masih hidup atau sudah mati, hukumnya boleh dan bisa bermanfaat bagi penerima, bahkan boleh menghadiahkan pahalanya untuk Rasulullah SAW.



• Pertanyaan 19 Mengapa surat Al Fatihah di jadikan bacaan Ruqyah apa kaga ada alasannya ? Ini Alasan Surat Alfatihah Cocok Digunakan untuk Ruqyah Dalam riwayat disebutkan ada beberapa surat yang sering digunakan untuk ruqyah oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabat. Salah satunya adalah surat Alfatihah, dalam sebuah riawayat diceritakan



ْ َ‫ار َيةٌ فَقَال‬ ْ ‫ِير لَنَا فَنَزَ ْلنَا فَ َجا َء‬ ‫ت إِ هن‬ َ َ ‫ع ْن أَ ِبي‬ ٍ ‫س ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِري ِ قَا َل ُكنها ِفي َمس‬ ِ ‫ت َج‬ ُ‫ام َمعَ َها َر ُج ٌل َما ُكنها نَأْبُنُه‬ َ ‫س ِلي ٌم َو ِإ هن نَفَ َرنَا‬ ٌ ‫غي‬ َ ِ ‫س ِيدَ ْال َحي‬ َ ٍ ‫ْب َف َه ْل ِم ْن ُك ْم َرا‬ َ ‫ق َف َق‬ ‫ت‬ َ ‫سقَانَا لَبَنًا فَلَ هما َر َج َع قُ ْلنَا لَهُ أَ ُك ْن‬ َ ‫بِ ُر ْقيَ ٍة فَ َرقَاهُ فَبَ َرأ َ فَأ َ َم َر لَهُ بِثَ ََلثِينَ شَاة ً َو‬ ُ ‫ت ُ ْحس‬ ‫ب قُ ْلنَا َال ت ُ ْح ِدثُوا‬ َ ‫ِن ُر ْقيَةً أَ ْو ُك ْن‬ ِ ‫ت تَ ْرقِي قَا َل َال َما َرقَيْتُ ِإ هال ِبأ ُ ِم ْال ِكتَا‬ ْ َ‫سله َم فَلَ هما قَ ِد ْمنَا ْال َمدِينَة‬ ‫صلهى ه‬ َ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ‫ي أَ ْو نَ ْسأ َ َل النه ِب ه‬ َ ِ‫ش ْيئًا َحتهى نَأت‬ 76



‫صلهى ه‬ ‫سله َم فَقَا َل َو َما َكانَ يُ ْد ِري ِه أَنه َها ُر ْقيَةٌ ا ْق ِس ُموا‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫ذَ َك ْرنَاهُ ِللنه ِبي‬ ‫س ْهم‬ َ ِ‫َواض ِْربُوا ِلي ب‬ Dari Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Dalam sebuah perjalanan jauh, kami singgah di suatu tempat. Kemudian datang hambasahaya perempuan berkata, ‘ketua kampung kami sakit, adalah di antara kalian yang bisa meruqyah? Lalu salah seorang di antara kita bangkit dan kami tidak tahu sebelumnya dia bisa meruqyah. Kemudian laki-laki itu meruqyahnya sehingga si ketua kampung itu sembuh. Karena itu sang ketua kampung menyuruh memberinya hadiah 30 kambing dan kami dijamu dengan susu kambing. Ketika dia kembali kami bertanya kepadanya apakah dia ahli meruqyah atau pernah meruqyah? Laki-laki itu menjawab, saya hanya membacakannya Ummul Kitab (Alfatihah). Kami katakana padanya agar jangan menceritakan hal ini hingga kita datang atau menanyai Rasulallah. Ketika kita sudah sampai Madinah kami menceritakannya kepada Nabi Saw, beliau berkata, ‘siapa yang mengajarinya bahwa Surat Alfatihah adalah bacaan ruqyah? Kalau begitu bagibagi saja hadiahnya dan jangan lupa untuk saya.’.” (HR. Bukhari) Ibnu Hajar dalam Fathul bari berkata, hadis ini menjelaskan keistimewaan Surat Alfatihah sebagai penyembuh penyakit. Menurut Imam Al-Qurthubi, surat Alfatihah cocok dijadikan sebagai bacaan meruqyah karena karena kandungan makna di dalamnya yang mencangkup seluruh aspek ajaran Islam. Di mana dalam surat Alfatihah mengandung pujian kepada Allah, penekanan untuk selalu menyembah-Nya dengan ikhlas, memohon petunjuk dari-Nya, sekaligus isyarat dan pengakuan akan lemahnya seorang hamba untuk bertahan jika tanpa nikmat karunia-Nya. Selain itu, Surat Alfatihah juga menjelaskan tentang hari akhir sekaligus akibat perbuatan orang-orang yang enggan berserah diri. Wallahu’alam



77



• Pertanyaan 20 Adakah dalil bahwa Rasul menyebut surat Al Fatihah sebagai surat paling agung ? Suatu ketika Rasulullah pernah menyebutkan surat Alfatihah sebagai surat yang paling agung dan istimewa, dalam sebuah riwayat diceritakan



‫صلهى ه‬ ‫علَ ْي ِه‬ َ ُ‫َّللا‬ َ َ‫ص ِلي فَد‬ َ َ ‫ع ْن أَ ِبي‬ َ ‫ي‬ َ ُ ‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم َعلهى قَا َل ُك ْنتُ أ‬ ُّ ‫عانِي النه ِب‬ ‫ص ِلي قَا َل أَلَ ْم يَقُ ْل ه‬ ‫سو َل ه‬ ‫َّللاُ ا ْستَ ِجيبُوا‬ ُ ‫سله َم فَلَ ْم أ ُ ِج ْبهُ قُ ْلتُ يَا َر‬ َ ‫َو‬ َ ُ ‫َّللاِ إِنِي ُك ْنتُ أ‬ َ ‫ع ِل ُم َك أَ ْع‬ ‫آن قَ ْب َل أَ ْن‬ ُ ‫ظ َم‬ ُ ‫لر‬ ‫ِ هّلِلِ َو ِل ه‬ َ ُ ‫عا ُك ْم ث ُ هم قَا َل أ َ َال أ‬ َ َ‫سو ِل ِإذَا د‬ َ ‫س‬ ِ ‫ورةٍ فِي ْالقُ ْر‬ ‫سو َل ه‬ ‫َّللاِ ِإنه َك‬ ُ ‫تَ ْخ ُر َج ِم ْن ْال َم ْس ِج ِد فَأ َ َخذَ ِبيَدِي فَلَ هما أَ َر ْدنَا أَ ْن ن َْخ ُر َج قُ ْلتُ يَا َر‬ َ ‫ع ِل َمنه َك أَ ْع‬ ‫س ْب ُع‬ َ ‫قُ ْل‬ ‫ي ال ه‬ ُ ‫ظ َم‬ ِ ‫آن قَا َل ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َر‬ َ ُ ‫ت َأل‬ َ ‫س‬ ِ ‫ور ٍة ِم ْن ْالقُ ْر‬ َ ‫ب ْال َعالَ ِمينَ ِه‬ ْ ُ ‫ِال َمثَانِي َو ْالقُ ْر‬ ‫آن ْالعَ ِظي ُم الهذِي أُوتِيتُه‬ Dari Abu Sa’id bin al-Mualla berkata, “Aku sedang shalat kemudian Rasulullah memanggilku maka aku tidak bisa menjawabnya. Lalu aku berkata wahai Rasulullah tadi saya sedang shalat. Kemudian beliau bersabda, ‘bukankah Allah pernah berfirman jawablah panggilang Allah dan RasulNya?, kemudian beliau berkata, maukah kau aku beritahu surat yang paling agung di dalam Alquran sebelum keluar dari masjid?’, kemudian beliau menarik tanganka hingga ketika kita hendak keluar aku berkata kepada beliau, wahai Rasulullah bukankah engkau akan memberitahukanku surat yang paling agung dalam Alquran?” beliau bersabda, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, dia adalah tujuh yang diulang dan al-Quran al-‘Adzim yang diberikan kepadaku,” (HR. Bukhari) Surat Alfatihah disebut pula Ummu Alquran, dinamakan demikian karena Surat Alfatihah adalah surat pembuka dalam Alquran. Namun adapula ahli tafsir yang mengatakan bahwa penamaan ini karena surat Alfatihah mengandung pujian terhadap Allah, perintah untuk menyembah-Nya, sekaligus ancaman dan janji, termasuk di dalamnya juga disebutkan sifat-Nya; 78



yang maha pengasih lagi maha penyayang. Karena kandungan makna yang terdapat dalam surat Alfatihah inilah surat tersebut disebut Ummu Alquran. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan maksud daripada surat yang paling agung adalah besarnya pahala yang didapatkan karena membaca Alfatihah meskipun banyak surat lain yang lebih panjang darinya karena Alfatihah adalah surat yang selalu dibaca dalam shalat baik shalat fardhu atau shalat sunnah karena itulahlah surat Alfatihah disebut alsab’u almasani. Berdasarkan hadis inilah para ulama berpendapat bahwa Alsab’u almasani dan Alquran adalah dua pegangan yang akan menyelamatkan umat dari kesesatan. Karena ini adalah dua perkara yang dengannya Rasululah tenang meninggalkan umatnya. Wallahu’alam.



• Pertanyaan 21 Mengapa setiap akan berdoa, di akhir doa, membuka kajian, menutup pengajian dan sebagainya selalu membaca Surat Al Fatihah ? Berikut adalah dalil-dalilnya; Hadis pertama:



،‫ بينما جبريل قاعد عند النبي صلى الله عليه وسلم‬:‫ قال‬،‫عن ابن عباس‬ ‫ ” هذا باب من السماء فتح اليوم‬:‫ فقال‬،‫ فرفع رأسه‬،‫سمع نقيضا من فوقه‬ ‫ هذا ملك نزل إلى األرض لم‬:‫ فقال‬،‫ فنزل منه ملك‬،‫لم يفتح قط إال اليوم‬ :‫ أبشر بنورين أوتيتهما لم يؤتهما نبي قبلك‬:‫ وقال‬،‫ فسلم‬،‫ينزل قط إال اليوم‬ ” ‫ لن تقرأ بحرف منهما إال أعطيته‬،‫ وخواتيم سورة البقرة‬،‫فاتحة الكتاب‬ ‫رواه مسلم‬ Ibnu Abbas berkata, ketika Jibril duduk di dekat Nabi maka Jibril mendengar suara dari atas, ia mengangkat kepalanya dan berkata: “Ini adalah pintu langit 79



yang tidak pernah dibuka kecuali har ini” Lalu turun malaikat. Jibril berkata: “Ini adalah malaikat yang tidak pernah turun ke bumi kecuali hari ini”. Ia mengucap salam lalu berkata: “Kabarkan dengan 2 cahaya yang diberikan kepadamu, yang tidak diberikan pada seorang nabi sebelum kamu. Yaitu Fatihah dan ayat-ayat akhir Surat Baqarah. Tidak kamu baca sehuruf pun kecuali dikabulkan untukmu” (HR Muslim) Hadis kedua;



‫ إن سيد الحي‬:‫ فأتتنا امرأة فقالت‬،‫ نزلنا منزال‬:‫ قال‬،‫عن أبي سعيد الخدري‬ ‫ ما كنا نظنه يحسن‬،‫ فهل فيكم من راق؟ فقام معها رجل منا‬،‫ لدغ‬،‫سليم‬ ‫ أكنت‬:‫ فقلنا‬،‫ وسقونا لبنا‬،‫ فأعطوه غنما‬،‫ فرقاه بفاتحة الكتاب فبرأ‬،‫رقية‬ ‫ ما رقيته إال بفاتحة الكتاب … فأتينا النبي صلى الله‬:‫تحسن رقية؟ فقال‬ ‫ «ما كان يدريه أنها رقية؟ اقسموا‬:‫ فقال‬،‫عليه وسلم فذكرنا ذلك له‬ ‫»واضربوا لي بسهم معكم‬ Abu Said al-Khudri berkata: “Kami singgah di sebuah tempat, lalu datang wanita dan berkata: “Kepala suku kami disengat binatang. Adakah yang bisa mengobati?” Lalu seorang Sahabat berdiri, menurut kami dia tidak ahli mengobati. Ia meruqyat dengan Fatihah, ternyata sembuh. Mereka memberinya kambing dan memberi minuman susu. Kami bertanya: “Kamu bisa ruqyat?” Dia menjawab: “Saya hanya membacakan Fatihah”. Lalu kami mendatangi Nabi dan cerita di atas. Nabi bersabda: “Dari mana dia tahu Fatihah adalah ruqyah? Bagikan kambingnya dan beri aku bagian bersama kalian” (HR Muslim).



• Pertanyaan 22 Mana yang lebih Afdhal berhenti ( waqaf ) pada setiap ayat menyambungnya pada surat Al Fatihah ?



80



Jawaban : Di sunatkan menyambung Basmalah dengan Al Hamdulillah bagi imam dan selainya karena ada Warid : siapa yang melakukan itu maka Allah mengampuni dia ,di terima kebaikan - kebaikannya , dimaafkan kesalahan kesalahanya ,di selamatkan dia dari neraka ,dari azab qubur ,azab hari qiyamat dan ketakutan yang sangat dahsyat .Berkata Ibnu Hajar Al Haitami dalam dua syarah Irsyad sebaik sebaik waqaf di ujung - ujung ayat itu lebih Afdhal karena mengikut . Disunatkan waqaf pada ujung setiap ayat dari surah Al fatiha sehingga atas akhir basmalah sebagaimana dalam Tuhfah ,Berbeda dengan apa yang di dalam kitab Mughni muhtaj dan Fathul jawad dimana dia berkata :di sunatkan menyambung Basmalah dan Al hamdulillah demikian di sebutkan dalam kitab As Syamsul Munirah jilid 1,hal 190.



• Pertanyaan 23 Membaca Alhamdulillah karena Bersin, Apakah Memutus Bacaan AlFatihah? Dalam kitab Safinatun Najah disebutkan bahwa salah satu syarat membaca Surah al-Fatihah saat shalat adalah tidak menyisipkan bacaan dzikir lain di tengah al-Fatihah. Bagaimana jika di tengah-tengah membaca al-Fatihah saya bersin, apakah tetap disunnahkan membaca Alhamdulillah? Jika saya membaca Alhamdulillah, apakah dinilai telah menyisipkan bacaan dzikir lain di tengah Al-Fatihah? Jawaban : Orang bersin saat shalat tetap disunnahkan membaca Alhamdulillah. Akan tetapi, membacanya secara sirr (dengan suara pelan/lirih; tidak keras). Begitu pula apabila bersinnya di tengah-tengah membaca Surah al-Fatihah, tetap disunnahkan membaca Alhamdulillah. Namun, Anda harus mengulang alFatihah lagi dari awal karena terbilang telah menyisipkan bacaan dzikir lain, yakni bacaan Alhamdulillah, di tengah-tengah al-Fatihah. Yang dimaksud dengan “bacaan dzikir lain” (dzikr ajnabiy) adalah bacaanbacaan yang tidak ada hubungan dengan kemaslahatan shalat. Adapun dzikir yang memiliki hubungan kemaslahatan dengan shalat maka tidak apa-apa. 81



Tidak perlu mengulang membaca Fatihah dari awal. Contohnya, di tengahtengah makmum sedang membaca Fatihah, dia mendengar imam selesai membaca Fatihah, maka si makmum membaca aamiin. Walaupun Fatihah si makmum terputus disebabkan membaca aamiin, dia tidak perlu mengulang lagi Fatihah dari awal. Alasannya, karena bacaan aamiin memiliki hubungan dengan kemaslahatan shalat. Referensi Sayyid Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Nailul Raja’ bi Syarhi Safinatin Naja’, (Libanon & Jeddah: Darul Minhaj, 2007), hlm. 173 dan 176.



• Pertanyaan 24 Terlanjur membaca Al Fatihah, Apakah boleh membaca do’a Iftitah? Salah satu kesunnahan dalam shalat adalah membaca doa iftitah yang dibaca setelah takbiratul ihram dan sebelum al-Fatihah. Bagaimana hukumnya jika lupa membaca doa iftitah, dan baru tersadar saat sedang atau setelah membaca Al-Fatihah, apakah boleh kembali ke doa Iftitah? Jawaban : Menurut mayoritas ulama (selain ulama Malikiyah), hukum membaca doa iftitah adalah sunnah, yakni pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca ta’awudz atau al-Fatihah. Sementara menurut ulama Malikiyah, membaca doa iftitah hukumnya adalah makruh. Membaca doa iftitah dihukumi sunnah apabila memenuhi lima syarat berikut: 1) Bukan shalat Jenazah, karena dalam shalat Jenazah tidak disunnahkan membaca doa iftitah. 2) Tidak khawatir kehilangan waktu ada’ (lawan kata qadha’), yaitu waktu yang bisa digunakan untuk melakukan satu rakaat. Jika waktu shalat sempit atau khawatir waktu shalat akan segera habis maka tidak disunnahkan membaca doa iftitah. 3) Bagi makmum, dia tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk membaca sebagian surah al-Fatihah. Jika makmum khawatir kehilangan kesempatan jika membaca doa iftitah, maka tidak disunahkan membaca doa iftitah. 4) Bagi makmum, dia masih menjumpai imam dalam posisi berdiri. Bila menjumpainya dalam posisi selain berdiri, seperti imam telah i’tidal, maka 82



tidak disunahkan membaca doa iftitah, tetapi makmum langsung ikut menyusul mengikuti posisi imam. 5) Tidak terlanjur membaca ta’awwudz atau surah al-Fatihah. Jika sudah terlanjur membaca ta’awwudz atau surah al-Fatihah maka tidak disunahkan membaca doa iftitah. Berdasarkan penjelasan di atas, kembali kepada doa iftitah (setelah terlanjur membaca ta’awudz atau Fatihah) tidaklah disunnahkan karena waktu kesunnahan membacanya telah terlewat, yakni setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca ta’awudz atau al-Fatihah. Lantas, bagaimana jika tetap kembali kepada doa iftitah, apakah membatalkan shalat? Shalatnya tetap sah (tidak batal) karena pada dasarnya bacaan iftitah merupakan ucapan/bacaan (dzikir), dan menambah ucapan/bacaan baik berupa doa maupun dzikir tidaklah membatalkan shalat. Hanya saja, dia tidak mendapatkan pahala kesunnahan dari iftitah tersebut karena sudah terlewat waktunya. Bukankah memutus perkara fardhu demi melaksanakan kesunnahan (qath’u fardhin li naflin) itu dilarang dan membatalkan shalat? Teori umumnya memang qath’u fardhin li naflin itu dilarang. Namun, perlu diketahui bahwa larangan yang sehingga membatalkan shalat ini hanya berlaku apabila perkara fardhu yang diputus tersebut merupakan rukun fi’ly (rukun yang berupa perbuatan/gerakan badan). Misalnya, orang lupa tasyahud awal dan sudah terlanjur melaksanakan rukun fi’ly berupa berdiri, maka dia dilarang kembali ke posisi tasyahud awal. Jika tetap kembali ke posisi tasyahud awal, padahal dia tahu bahwa itu dilarang, maka batallah shalatnya. Berbeda halnya apabila perkara fardhu yang diputus tersebut merupakan rukun qauly (rukun yang berupa ucapan/bacaan), seperti membaca surah alFatihah, maka tidak membatalkan shalat. Walaupun semestinya memang tidak perlu atau tidak usah kita memutus Fatihah dan kembali kepada doa iftitah.



83



‫‪Referensi :‬‬ ‫‪Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, Jilid 1, Cet. II,‬‬ ‫‪(Damaskus: Darul Fikr, 1985), hlm. 689.‬‬



‫ي َو َي ْق َرأُ‪ ،‬لَ هما َر َوى‬ ‫اال ْس ِت ْفتَاحِ‪ ،‬بَ ْل يُ ْك ِب ُر ْال َم ْ‬ ‫عا ُء ْ ِ‬ ‫قَا َل ْال َما ِل ِكيهةُ‪ ُ:‬يُ ْك َرهُ دُ َ‬ ‫ص ِل ُّ‬ ‫سله َم‪َ ،‬وأَبَا بَ ْك ٍر‪َ ،‬و ُ‬ ‫ي هللاُ‬ ‫ع َم َر َر ِ‬ ‫صلهى هللاُ َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ي َ‬ ‫أَ ْن َ‬ ‫ض ه‬ ‫س قَا َل‪َ “:‬كانَ النهبِ ُّ‬ ‫ب ْالعَالَ ِمين‬ ‫ع ْن ُه َما‪، ،‬يَ ْفتَتِ ُحونَ ال ه‬ ‫ص ََلَةَ ب{ ْال َح ْمدُ ِّلِلِ َر ِ‬ ‫‪َ ِ}“.‬‬ ‫الر ْك َع ِة ْاأل ْولَى‪،‬‬ ‫عا ُء ْ ِ‬ ‫ور‪ :‬يَ ُ‬ ‫اال ْس ِت ْفتَاحِ بَ ْعدَ الت ه ْح ِري َم ِة ِفي ه‬ ‫َوقَا َل ْال ُج ْم ُه ُ‬ ‫س ُّن دُ َ‬ ‫اج ُح ِلدِي‬ ‫َو ُه َو ه‬ ‫الر ِ‬ ‫‪Abu Bakar bin Muhammad Zainal Abidin Syatha (Sayyid Abu Bakar Syatha),‬‬ ‫‪I’anah ath-Thalibin, juz 1, (Semarang: Karya Thoha Putra, tth), hlm. 145.‬‬ ‫‪Lihat pula dalam Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqhi ‘ala al-Madzahib al‬‬‫‪Arba’ah, juz 1, (Beirut: Darul Fikr, 2008), hlm. 213.‬‬



‫س ُّن بِ ُ‬ ‫ص هرحٍ ِب َها ُكلُّ َها فِي‬ ‫ش ُر ِ‬ ‫عا َء ِاال ْفتِتَاحِ ِإنه َما يَ ُ‬ ‫اص ُل أَ هن دُ َ‬ ‫َو ْال َح ِ‬ ‫وط َخ ْم َ‬ ‫س ٍة ُم َ‬ ‫َك ََلَ ِم ِه أَ ْن يَ ُكونَ فِي َ‬ ‫اء‬ ‫َاف فَ هو َ‬ ‫ت َو ْقتُ ْاألَدَ ِ‬ ‫ص ََلَةِ ْال ِجنَازَ ةِ َوأَ هن َال يَخ ُ‬ ‫غي ِْر َ‬ ‫ض ْالفَاتِ َح ِة َوأ َ هن َال يُ ْد ِركُ ْاِل َما ُم فِي َ‬ ‫غي ِْر‬ ‫َاف المأموم فَ هو َ‬ ‫ت َب ْع ُ‬ ‫َوأَ هن َال َيخ ُ‬ ‫ع‬ ‫الر ْم ِلي ِ َوأَ هن َال يَ ْش َر ُ‬ ‫ْال ِقيَا ِم فَلَ ْو أَ ْد َر َكهُ فِي ْ ِ‬ ‫اال ْعتِدَا ِل لَ ْم يَ ْفتَتِ ْح َك َما فِي ش َْرحِ ه‬ ‫ي ُم ْ‬ ‫ْ‬ ‫طلَقًا ِفي الت ه َع ُّو ِذ أَ ِو ْال ِق َراءة‬ ‫ِال َم ْ‬ ‫ص ِل ُّ‬ ‫‪Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in,‬‬ ‫‪Cet. I, (tt: Darul Fikri, tth), hlm. 63.‬‬



‫عا ُء ِاال ْفتِتَاحِ ِبال ُّ‬ ‫س ْه ًوا‪َ ,‬وخ ََر َج ِبذَ ِل َك َمالُو‬ ‫ش ُروعِ فِي َما بَ ْعدَهُ َ‬ ‫َويَفُوتُ دُ َ‬ ‫ع ْمدًا أَ ْو َ‬ ‫سانُهُ فَ ََل يَفُوت‬ ‫سبَقَ ِل َ‬ ‫ِ َ‬



‫‪84‬‬



• Pertanyaan 25 Bagaimana komentar dalam kitab Abi syuja yaitu Al ghayatu wa taqrib tentang bismillah dalam surat Al Fatihah ?



‫قال المؤلف رحمه هللا‬ ‫وبسم هللاِ الرحمن الرحيم ءايةٌ منها‬ ‫وقراءة ُ الفاتح ِة‬ ِ “Dan membaca al Fatihah, Bismillahirrahmanirrahim adalah ayat dari al Fatihah” PENJELASAN : Rukun shalat yang ke empat adalah membaca surat Al Fatihah. a. Membaca al Fatihah bisa dengan hafalan atau dengan membaca mushhaf, atau dituntun oleh seseorang yang ada didekatnya. b. Dalam membaca al Fatihah wajib memperhatikan huruf-huruf dan tasydid-tasydidnya. c. Apabila seseorang menggugurkan satu huruf saja dalam membaca al Fatihah maka bacaan al Fatihahnya tidak sah. d. Demikian juga apabila seseorang mengganti huruf, misalnya mengganti dzal pada ‫ الذين‬dengan za’ sehingga menjadi ‫الزين‬. e. Apabila seseorang salah dalam membaca al Fatihah tanpa sengaja maka dia harus langsung kembali pada bagian yang salah dan meralatnya. f. Apabila seseorang melakukan kesalahan membaca secara sengaja, padahal dia tahu bahwa dia salah (tidak sabqullisan) maka bacaan dan shalatnya rusak. g. Apabila seseorang menyangka bahwa bacaannya itu sudah benar, tetapi sebenarnya bacaannya itu salah, maka dirinci: - Jika kesalahan tersebut merubah makna maka batal shalatnya. - Seperti orang yang menghilangkan tasydid pada lafadz ‫إياك نعبد‬. Lafadz ‫ االياك‬tanpa tasydid dalam bahasa Arab artinya cahaya matahari. Bahkan jika seseorang mengetahui maknanya kemudian tetap membacanya tanpa tasydid maka dia jatuh pada kekufuran, karena seakan-akan dia mengakatakan: “kepada cahaya matahari kami menyembah”. - Apabila tidak merubah makna maka tidak batal shalatnya.



85



h. Dalam membaca al Fatihah seseorang juga harus tidak memisahkan antara kalimat-kalimatnya dengan pemisah yang lama, karena jika lakukan berarti dia tidak menjaga muwalah. i. Jika memisahnya sekitar waktu untuk bernafas, atau misalnya seseorang menguap maka bacaannya tidak rusak. j. Basmalah adalah ayat pertama dalam surat Al Fatihah, ini dalam madzhab Syafi’i. k. Apabila seseorang tidak mampu membaca surat al Fatihah maka dia boleh menggantinya dengan tujuh ayat dalam Al Qur’an, jika tidak mampu maka membaca dzikir, sekira huruf-hurufnya tidak kurang dari huruf-huruf al Fatihah. l. Jumlah huruf dalam Al Fatihah adalah 156 huruf. m. Apabila seseorang bisa membaca separo al Fatihah maka dia harus membaca yang dia mampu untuk membacanya dan selebihnya diganti dengan ketentuan di atas n. Apabila tidak mampu membaca alfatihah dan penggantinya sebagaimana disebutkan di atas maka dia diam selama cukup untuk membaca al Fatihah.



• Pertanyaan 26 Penggantian huruf dalam Al-Fatihah Entah dengan alasan apa (mungkin karena tidak pernah mengaji), kebanyakan saat membaca Al Fatihah dalam shalat, huruf Dlad diganti dengan huruf Dza’. Apakah hal tersebut dapat membatalkan shalat? Jawab: Menurut pendapatnya al-Fakhrûr ar-Râzi tidak batal, karena sulitnya membedakan kedua huruf tersebut. Referensi:



‫ مكتبة دار‬67 : ‫بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صحـ‬ ‫الفكر‬ َ َ‫ظا ًء فِي ْالفَاتِ َح ِة ب‬ َ َ‫َم ْسأَلَةُ ب ) لَ ْو أ َ ْبدَ َل الضهاد‬ ْ َ‫طل‬ ( ِ ‫صح‬ َ َ ‫صَلَتُهُ فِي اْأل‬ َ ‫ت‬ ُ ‫ي يَ ُج ْو ُز تَ ْق ِل ْيدُهُ أَنه َها الَ تَ ْب‬ ‫ط ُل ِلعُ ْس ِر الت ه ْميِي ِْز بَ ْينَ ُه َما َوفِي‬ ٌّ ‫َو ُمقَابِلُهُ َو ْجهٌ قَ ِو‬ 86



َ َ‫الر ِازي ِ تَ ُج ْو ُز ْال ِق َرا َءة ُ ِبإِ ْبدَا ِل الضهاد‬ ‫ظا ًء ِلتَشَابُ ِه ِه َما َو َهذَا‬ ‫تَ ْف ِسي ِْر ْالفَ ْخ ِر ه‬ ُّ ‫عدَ َم الت ه ْش ِد ْي ِد َوالتهن‬ ‫علَ ْي ِه ْم اهـ‬ ُ ‫ع ِن ْال َع َو ِام َويُ ْو ِج‬ ُ ‫يُخ َِف‬ َ ِ‫َطع‬ َ ‫ب‬ َ ‫ف‬ Pertanyaan dan jawaban ini terkutip didalam buku KANG SANTRI volume 1 menyingkap problematika umat buku satu halaman 112.



• Pertanyaan 27 Hukum Membaca Surat Al Fatihah Di Akhir Majlis Adakah keterangan dari kitab atau lainnya yang menyatakan bahwa surat alfatihah itu dibaca setelah membaca surat atau Al-Qur'an.. bukankah al-fatihah itu artinya pembukaan tetapi kasus yang saya temukan ini al-fatihah di baca sebagai penutupan. Mohon penjelasannya...? Hal itu adalah boleh, bahkan dianggap baik secara syar'i sebagaimana keterangan dalam kitab nihayatul mufid disebutkan : Masalah syin : telah berlaku kebiasaan umum muslimin di semua tempat yaitu mentartibkan baca surat al fatekhah dan membacanya setelah berdoa dalam akhir majlis - sampai perkataan mushonnef -maka ini adalah hal yang dianggap baik secara sayr'ie walaupun tdk terdapat asalnya dari kitab dan sunnah. Wallohu a'lam. Referensi : - Kitab nihayatul mufid halaman 17-19 :



ْ ‫َج َر‬ َ‫يب ْالفَا ِت َح ِة َو ِق َراء ِت َها َب ْعد‬ َ ‫عا َم ِة ْال ُم ْس ِل ِمينَ ِب َج ِمي َع االقطار ت َ ْر ِت‬ َ ُ ‫عادَة‬ َ ‫ت‬ ‫ الى ه‬-‫ام ْال ُم َجا ِل ِس‬ ‫ان لَ ْم‬ ِ ‫الدهع َْوا‬ َ ‫سنَةُ ش ََر‬ َ ‫ فَ ِهي ُم ْستَ ْح‬-‫ان قَا َل‬ ٍ ‫عا َو‬ ‫ت فِ ه‬ َ َ‫ى ِخت‬ ‫سنهة‬ ْ ِ‫ ِيَ ُك ْن لَ َها ا‬٠ ُ ‫ب َو‬ ٍ ‫ص ِل ِم ْن ِكتَا‬ • Pertanyaan 28 Hukum membaca Ta’awudz dalam Shalat? Semua ulama, selain mazhab imam Malik serta riwayat dari Atha’ dan Sufyan al-Tsauri, berpendapat bahwa disunnahkan membaca ta’awudz sebelum



87



membaca surat al-Fatihah dalam salat. Dalilnya adalah firman Allah SWT surat Al-Nahl ayat 98:



َ ‫ش ْي‬ ‫اّلِلِ ِمنَ ال ه‬ ‫ت ْالقُ ْرآنَ فَا ْستَ ِع ْذ ِب ه‬ ‫ان الرجيم‬ َ ْ‫فَإِذَا قَ َرأ‬ ِ ‫ط‬ Apabila kamu membaca al-Qur’an maka mohon perlindunganlah kepada Allah dari setan yang terkutuk Imam al-Syirazi membawakan hadis yang menjadi dalil juga kesunnahan membaca ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah dalam salat. Hadisnya sebagai berikut:



َ ‫ش ْي‬ ‫س ِميعِ ْالعَ ِل ِيم ِم ْن ال ه‬ ‫ه‬ ‫صلهى ه‬ ‫ان‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ال ه‬ ُ َ‫سله َم قَا َل أ‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ِ ‫ط‬ ‫إن النه ِب ه‬ ‫الر ِج ِيم َونَ ْف ِخ ِه َونَ ْفثِه‬ ‫ِ ه‬ Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berdoa: Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari keburukan dan kesombongannya. (H.R. al-Tirmidzi) Adapun mazhab Maliki berpendapat bahwa ta’awudz tidak dibaca (tidak diwajibkan dan tidak pula dianjurkan) ketika salat, sementara al-Abdari meriwayatkan dari Atha’ dan Sufyan al-Tsauri serta riwayat dari Daud alZhahiri berpendapat bahwa hukum membaca ta’awudz adalah wajib. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ta’awudz dibaca dalam salat sebelum membaca surat al-Fatihah. Sementara sebagian lagi seperti Abu Hurairah, Ibn Sirin, dan al-Nakha’i berpendapat bahwa ta’awudz dibaca setelah selesai membaca al-Qur’an, berdalil dengan tekstual ayat di atas. Ayat tersebut dimaknai dengan “apabila engkau telah (selesai) membaca al-Qur’an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” Mayoritas ulama berpendapat bahwa makna dari ayat yang dimaksud adalah “apabila engkau hendak membaca alQur’an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” Bacaan ta’awudz dalam salat yang jahr (dikeraskan bacaannya) dapat dibaca secara jahr (keras) atau sirr (pelan). Menurut pendapat yang kuat dalam 88



mazhab Syafi’i, ta’awudz dalam salat dibaca pada setiap rakaat. Imam Nawawi menjelaskan:



‫اضي أَبُو ه‬ ‫ب‬ ُ َ‫َب ا ْستِ ْحب‬ ُ ‫َو ْال َم ْذه‬ ِ ‫الط ِي‬ ِ َ‫ص هح َحهُ ْالق‬ َ ‫اب الت ه َع ُّو ِذ فِي ُك ِل َر ْك َع ٍة َو‬ ‫ي َوال ه‬ ‫ي‬ ِ ‫ي ِفي ْال َبس‬ ‫ي َو ه‬ ُّ ‫ِيط َو‬ ُّ ‫الرا ِف ِع‬ ُّ ‫شا ِش‬ ُّ ‫الرو َيا ِن‬ ُّ ‫َو ِإ َما ُم ْال َح َر َمي ِْن َو ْالغَزَ ا ِل‬ ‫ِوآخ َُرون‬ َ Pendapat mazhab adalah bahwa disunnahkan membaca ta’awudz pada setiap raka’at. Pendapat ini dibenarkan oleh Qadhi Abu Thayyib al-Thabari, Imam al-Haramaini, al-Ghazali dalam kitab al-Basith, al-Ruyani, al-Syasyi, alRafi’i, dan lain-lain. Apabila seseorang lupa atau sengaja tidak membaca ta’awudz dalam salat, maka tidak ada sanksi baginya, karena membaca ta’awudz adalah sunah hay’ah dalam salat, yang kalau tertinggal tidak wajib sujud sahwi. Imam Nawawi sebagaimana mengutip pendapat Imam Syafi’i berkata:



‫قَا َل ال ه‬ ‫ع ْمدًا فَإِ ْن تَ َر َكهُ عمدا أو سهوا فليس‬ َ َ‫ي فِي ْاأل ُ ِم لَ ْو ت َ َر َك التهعَ ُّوذ‬ ُّ ‫شافِ ِع‬ ‫عليه سجود سهو‬ Imam Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm: kalau seseorang meninggalkan membaca ta’awudz, baik sengaja ataupun karena lupa, maka ia tidak perlu sujud sahwi. Ada beberapa redaksi bacaan ta’awudz sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi berikut:



َ ‫ش ْي‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ )‫الر ِج ِيم‬ ُّ ‫صفَتُهُ فَ َم ْذ َهبُنَا أَنههُ يُ ْستَ َح‬ ُ َ‫ب أَ ْن يَقُو َل (أ‬ ‫ان ه‬ ِ ‫َوأَ هما‬ ِ ‫ط‬ ‫اضي أَبُو ه‬ ‫ب أَ ْن َيقُو َل‬ ُّ ‫ي يُ ْست َ َح‬ ِ ِ‫الطي‬ ِ َ‫َو ِب ِه قَا َل ْاأل َ ْكثَ ُرونَ قَا َل ْالق‬ ُّ ‫ب َوقَا َل الث ه ْو ِر‬ َ ‫ش ْي‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِج ِيم ه‬ ‫إن هللا هو السميع العليم) وقال الحسن ابن‬ ُ َ ‫(أ‬ ‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ َ ‫ش ْي‬ ‫الر ِج ِيم) َونَقَ َل ال ه‬ ‫س ِميعِ ْالعَ ِل ِيم ِم ْن ال ه‬ ‫ي‬ ‫عوذُ بِا َ هّلِلِ ال ه‬ ُ َ ‫صا ِلحٍ يَقُو ُل (أ‬ ‫طا ِن ه‬ َ ُّ ‫شا ِش‬ 89



َ ‫ش ْي‬ ‫س ِميعِ ْال َع ِل ِيم ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِج ِيم ه‬ ‫إن ه‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ال ه‬ ُ َ‫صا ِلحٍ (أ‬ ‫ان ه‬ َ َ‫َّللا‬ َ ‫ع ْن ْال َح‬ َ ‫س ِن ب ِْن‬ ِ ‫ط‬ ‫ب ال ه‬ ‫ع ْن أَ ْح َمدَ ب ِْن َح ْنبَ ٍل واحتج‬ ‫ُه َو ال ه‬ ُ ‫اح‬ ِ ‫ش‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ام ِل َهذَا‬ َ ‫س ِمي ُع ْال َع ِلي ُم) َو َح َكى‬ ‫بقول هللا تعالى (وإما ينزغنك من الشيطان نزع فاستعذ باهلل انه سميع‬ ‫ص َحابُنَا ِبقَ ْو ِل ه‬ َ‫ت ْالقُ ْرآن‬ ِ ‫عليم) َو َحدِي‬ ْ ‫س ِعي ٍد َو‬ َ ْ‫َّللاِ تعلى (فَإِذَا قَ َرأ‬ ْ َ‫احتَ هج أ‬ َ ‫ث أ َ ِبي‬ َ ‫ش ْي‬ ‫اّلِلِ ِمنَ ال ه‬ ‫ِفَا ْستَ ِع ْذ بِ ه‬ ‫ان الرجيم) فَقَ ْد ا ْمتَثَ َل ْاأل َ ْمر‬ ِ ‫ط‬ Tentang redaksi ta’awudz ada beberapa pendapat: Pertama, mazhab kita (Syafi’i) dan juga merupakan pendapat mayoritas ulama, dianjurkan mengucapkan:



َ ‫ش ْي‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِجيم‬ ُ َ ‫ِأ‬ ‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ Kedua, menurut Sufyan al-Tsauri, redaksi ta’awudz yang dianjurkan adalah:



َ ‫ش ْي‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِج ِيم ه‬ ‫إن هللا هو السميع العليم‬ ُ َ‫أ‬ ‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ Ketiga, menurut al-Hasan bin Saleh, pendapat ini juga dipastikan oleh alBadaniji, dan diriwayatkan oleh al-Rafi’i, ta’awudz dengan redaksi:



َ ‫ش ْي‬ ‫س ِميعِ ْال َع ِل ِيم ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِجيم‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ال ه‬ ُ َ ‫ِأ‬ ‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ Keempat, Al-Qaffal Al-Syasyi menukilkan pula dari Al-Hasan bin Saleh, dan pengarang kitab al-Syamil menghikayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal dengan redaksi:



َ ‫ش ْي‬ ‫س ِميعِ ْالعَ ِل ِيم ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِج ِيم ه‬ ‫إن ه‬ ‫س ِمي ُع ْالعَ ِليم‬ ‫َّللاَ ُه َو ال ه‬ ‫عوذُ بِا َ هّلِلِ ال ه‬ ُ َ ‫ِأ‬ ‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ Imam Syafi’i menjelaskan bahwa pada dasarnya semua bentuk redaksi ta’awudz (mohon perlindungan kepada Allah) sudah cukup untuk mendapatkan pahala Sunnah, tetapi redaksi yang utama adalah sebagaimana redaksi yang disepakati oleh mayoritas ulama. Imam Nawawi menukil pernyataan Imam Syafi’i sebagai berikut:



90



‫قَا َل ال ه‬ ‫علَى‬ ْ َ‫ي فِي ْاأل ُ ِم َوأ‬ ُ ‫ص َحابُنَا َي ْح‬ َ ‫ص ُل الت ه َع ُّوذُ بِ ُك ِل َما ا ْشت َ َم َل‬ ُّ ‫شافِ ِع‬ َ ‫ش ْي‬ َ ‫ش ْي‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ ‫ِ ِاال ْستِ َعاذَةِ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِجيم‬ ُ َ ‫ضلَهُ أ‬ ‫ان ه‬ َ ‫ان لَ ِك هن أ َ ْف‬ ِ ‫ط‬ ِ ‫ط‬ Imam Syafi’i berpendapat dalam al-Umm dan para ashhab kami (ulama mujtahid): menunaikan anjuran membaca ta’awudz sudah hasil (cukup) dengan membaca setiap lafaz yang mengandung permohonan diberikan perlindungan Allah dari setan. Namun, redaksi ta’awudz yang paling utama adalah redaksi:



َ ‫ش ْي‬ ‫عوذُ ِبا َ هّلِلِ ِم ْن ال ه‬ ‫الر ِجيم‬ ُ َ ‫ِأ‬ ‫ان ه‬ ِ ‫ط‬ Wallahu A’lam



• Pertanyaan 29 Bagaimana hukumnya ,wajib atau sunatkah membaca Bismillahirrahmanirrahiim pada awal Al Fatihah pada tiap tiap sembahyang? Jawaban : Membaca Fatiha adalah rukun sembahyang .Rukun adalah wajib .Sedangkan bismillahirrahmanirrahim adalah satu ayat dari pada fatiha .maka membaca bismillah dalam fatiha sembahyang adalah wajib . Dalilnya sebagaimana tersebut dalam zubadnya syeikh Ibnu Ruslan :



‫س ِبقَ ★ َو ْال ُح ُروف َ َو ْال ه‬ ‫ش ِد نُ ِط ِِق‬ ُ ‫ِ َو ْال َح ْمدُ َال ِفي َر ْك َع ٍة ِل َم ْن‬ َ َ‫ف ِب َح ْرفٍ أ‬ ‫ط ًَّل‬ َ ‫★لَ ِو ابدا ْال َح ْر‬ ‫ب تَ ْرتِيبِ َها َم َع ْال َو َال‬ َ ‫اج‬ ِ ‫َو َو‬ Artinya : (rukun yang ke empat ) adalah (membaca ) alhamdu ( maksudnya fatiha )tidak pada raka'at orang yang masbuk .( Baca alhamdu itu )bersama Bismillah dan dengan segala hurufnya dan tasydidnya .jika sekiranya di tukar satu huruf saja 91



dari fatiha dengan huruf lain niscaya membatalkan .Dan wajib mentartibkan segala ayatnya serta berturut - turut .Tersebut dalam Ghayatul bayan bagi Al ' Allamah fahamah Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Arramli Al Anshari halaman 95 sebagai berikut :



ْ ُّ‫ب الن‬ َ‫ص ِح ْي ًحا اِب ُْن ُخزَ ْي َمة‬ ‫صلهى ه‬ ُ ‫فَيَ ِج‬ َ ُ‫َّللا‬ َ .ً‫ع ْلي ِه َوسله َم إياَهَا آيَة‬ َ ِ‫طقَ بِها ِل ِعدهة‬ ‫ِو ْال َحا ِكم‬ َ Artinya : maka hadis wajiblah menuturkan Bismillah karena Rasullullah Wallahu 'alaihi wasallam menghitung Bismillah tersebut .telah di shahihkan oleh Ibnu khuzaimah dan Al hakim . Demikianlah pula dalam kitab Iaantut Thalibin bagi Assyyid Abi bagi Bakr bin Ibnu 'arif Billah Assayyid Syara' Addimyati ,Juz pertama halaman 139 sebagai berikut :



‫ فَإِنه َها‬،‫الر ِحي ِْم‬ ً ‫ص هح اَ ْي‬ ‫الر ْحمٰ ِن ه‬ ‫َّللا ه‬ ‫ ِإذَا قَ َرأْ ِْت ُ ْم َبالفَا ِت َح ِة قَا ْق َرأ ُ ْو ِب ْس ِم ه‬: ‫ضا ﷺ‬ َ ‫َو‬ ‫الر ِحي ِْم إح ٰدى آيَتِ َها‬ ‫آن وال ه‬ ‫الر ْحمٰ ِن ه‬ ‫َّللاِ ه‬ ‫ ِب ْس ِم ه‬، ‫س ْب ُع المثَانِى‬ ِ ‫أ ُ ُّم ْالقُ ْر‬ Artinya : Dan sahlah pula sabda nabi ‫ ﷺ‬Apabila kamu membaca Fatiha maka bacalah bismillahirrahmanirrahim maka sesungguhnya ia itu ibunya Al- Qur'an danTujug pujian dan Bismillahirrahmanirrahim itu salah satu ayat dari padanya . Pertanyaan dari Sjamsuddin Jln. A GG 3 No 11, Kelurahan Karang Anyar Jakarta . Dalam buku Taudihu Adillah 100 Masalah Jilid 1 halaman 109 karangan K.H.M.SJAFI'I HADZMI, Penerbit Menara Kudus .



• Pertanyaan 30 Makmum belum selesaikan Al-Fatihah, Imam keburu Ruku’, Bagaimana sikap makmum ketika itu ?



92



Dalam shalat apakah makmum wajib melengkapi bacaan Fatihah-nya? Misal saya shalat Isya’ bermakmum kepada Zaid dan ketika rakaat ketiga bacaan Fatihah saya tidak selesai, hanya sampai iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’in dan imam langsung ruku’, apakah Fatihah saya tetap dilanjutkan atau setelah iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’in langsung mengikuti ruku’? Imam dalam shalat jamaah memiliki fungsi yang begitu penting bagi makmum. Wajib bagi makmum untuk mengikuti segala gerakan imam. Tidak boleh ada perbedaan gerakan dengan imam. Hal ini sesuai dengan hadits:



‫إنما جعل اِلمام ليؤتم به فَل تختلفوا عليه فإذا كبر فكبروا وإذا ركع‬ ‫فاركعوا‬ “Imam itu dijadikan hanya untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihi imam. Jika imam telah takbir maka takbirlah kalian. Jika imam telah ruku’ maka ruku’lah kalian.” (HR Bukhari Muslim) Terkait bacaan Fatihah-nya, makmum terbagi dalam dua jenis. Pertama, makmum muwafiq, yakni mereka yang mendapati imam pada saat berdiri sebelum ruku’ dan menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya sendiri sebelum imam beranjak untuk ruku’. Maka dalam keadaan demikian wajib bagi makmum untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya. Kedua, makmum masbuq, yaitu mereka yang mendapati imam pada saat berdiri sebelum ruku’ tapi tidak menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya dirinya sendiri karena imam sudah ruku’ terlebih dahulu sebelum bacaan Fatihah-nya ia baca secara komplet. Dalam keadaan demikian wajib baginya untuk langsung mengikuti ruku’ imam, tanpa perlu melanjutkan secara komplet bacaan Fatihah-nya. Sebab Fatihah-nya sejatinya telah ditanggung oleh imam. Dua pembagian makmum ini secara tegas dijelaskan dalam kitab Nihayah az-Zein:



‫وإن وجد اِلمام في القيام قبل أن يركع وقف معه فإن أدرك معه قبل‬ ‫الركوع زمنا يسع الفاتحة بالنسبة للوسط المعتدل فهو موافق فيجب عليه‬ ‫إتمام الفاتحة ويغتفر له التخلف بثَلثة أركان طويلة كما تقدم وإن لم يدرك‬ 93



‫مع اِلمام زمنا يسع الفاتحة فهو مسبوق يقرأ ما أمكنه من الفاتحة ومتى‬ ‫ركع اِلمام وجب عليه الركوع معه‬ “Jika makmum menemukan imam pada saat berdiri sebelum ruku’, maka makmum berdiri bersamanya. Jika makmum menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah dengan bacaan yang tengah-tengah, maka ia disebut makmum muwafiq, wajib baginya untuk menyempurnakan bacaan Fatihah dan dimaafkan baginya muundur dari imam tiga rukun yang panjang. Seperti penjelasan yang telah lalu. Dan jika makmum tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah maka ia dinamakan makmum masbuq. Ia wajib membaca Fatihah yang masih mungkin untuk dibaca, dan ketika imam ruku’ maka wajib baginya untuk ruku’ bersama dengan imam.” (Syekh Muhammad Nawawi alJawi, Nihayah az-Zein, hal. 124) Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh penanya di atas konteksnya ketika terjadi pada rakaat ketiga, berarti makmum tidak dapat menyempurnakan bacaan Fatihah secara komplet di pertengahan rakaat. Maka dalam keadaan tersebut jika bacaan Fatihah imam memang terlalu cepat—sekiranya makmum yang bacaannya tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lamban) tidak dapat menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan Fatihah-nya—maka ia dihukumi makmum masbuq, sehingga ia langsung ruku’ mengikuti imam tanpa perlu melanjutkan bacaan Fatihah-nya, sebab bacaan Fatihah-nya telah ditanggung oleh imam. Ketentuan ini juga berlaku ketika hal yang sama (bacaan imam terlalu cepat) terjadi di rakaat-rakaat lainnya. Seperti yang dijelaskan dalam Hasyiyah I’anah at-Thalibien:



‫وأما لو أسرع االمام حقيقة بأن لم يدرك معه المأموم زمنا يسع الفاتحة‬ ‫للمعتدل فإنه يجب على المأموم أن يركع مع االمام ويتركها لتحمل االمام‬ ‫ ولو في جميع الركعات‬،‫لها‬.



94



“Jika Imam membaca Fatihah dengan cepat, sekiranya makmum tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet dengan bacaan yang tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lamban) maka wajib bagi makmum untuk ruku’ bersama dengan imam dan meninggalkan bacaan Fatihah-nya, sebab Imam sudah menanggung bacaan Fatihah makmum, meskipun hal ini terjadi di semua rakaat.” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibien, Juz 2, hal. 40) Sedangkan ketika bacaan imam biasa-biasa saja, hanya saja bacaan makmum terlalu lamban hingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan Fatihah-nya secara komplet maka dalam keadaan demikian makmum tetap wajib melanjutkan bacaannya sampai selesai selama ia tidak tertinggal dari imam melebihi tiga rukun yang panjang. Sekiranya bacaan Fatihah-nya sudah selesai sebelum imam beranjak dari sujudnya yang kedua. Ketertinggalan makmum dalam hal ini merupakan uzur yang dimaafkan, sebab ia tergolong makmum muwafiq yang mestinya mendapatkan waktu yang cukup untuk menyempurnakan Fatihah. Hal ini ditegaskan dalam kitab Fath al-Wahab:



‫ـ (والعذر كأن أسرع إمام قراءة وركع قبل إتمام موافق) له (الفاتحة) وهو‬ ‫بطئ القراءة (فيتمها ويسعى خلفه ما لم يسبق بأكثر من ثَلثة أركان‬ ‫طويلة) ـ‬ “Contoh uzur seperti imam membaca Fatihah dengan cepat dan ruku’ sebelum makmum muwafiq menyempurnakan Fatihah-nya, karena faktor bacaan dia yang pelan. Maka makmum wajib menyempurnakan bacaannya dan melanjutkan rukunnya di belakang imam selama imam tidak mendahuluinya lebih dari tiga rakaat yang panjang.” (Syekh Zakaria AlAnshari, Fath al-Wahab, Juz 1, hal. 117) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal yang menjadi pijakan adalah apakah ditemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet atau tidak. Ketika bacaan imam terlalu cepat sampai-sampai makmum yang bacaannya tengah-tengah (kecepatan sedang) tidak selesai membaca Fatihah secara komplet maka makmum dalam keadaan ini langsung mengikuti imam tanpa perlu meneruskan Fatihah-nya. Sedangkan ketika bacaan imam tengahtengah yang mestinya para makmum biasanya dapat menyempurnakan 95



Fatihah-nya secara komplet, tapi karena bacaan salah satu makmum yang terlalu lamban maka dalam keadaan demikian wajib bagi makmum tersebut untuk meneruskan dan dimaafkan baginya tertinggal dari imam dengan tiga rukun yang panjang. Sedangkan standar bacaan dianggap cepat atau lamban disesuaikan dengan penilaian masyarakat di wilayah sekitar (‘urf). Wallahu a’lam.



• Pertanyaan 31 Hukum membaca do’a Iftitah setelah surat Al-Fatihah? Seperti yang telah diketahui bahwa tempat yang disunnahkan untuk membaca doa iftitah dalam shalat adalah setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca ta’awudz dari Al-Fatihah. Jadi bagaimana jika saya lupa membaca doa iftitah di tempat tersebut. Bolehkah saya menggantinya di tempat lain seperti setelah membaca Al-Fatihah atau setelah saya membaca surat pendek? Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Doa iftitah dibaca setelah takbiratul ihram baik pada shalat wajib maupun shalat sunnah. Doa iftitah ini dibaca ketika waktu yang tersisa masih cukup untuk melaksanakan shalat hingga selesai tanpa keluar dari waktunya. Dalam shalat berjamaah doa iftitah dianjurkan bagi makmum dengan kelapangan waktu yang memungkinkannya untuk mengejar rukuk bersama imam.



‫قوله (وسن) وقيل يجب (بعد تحرم) بفرض أو نفل ما عدا صَلة جنازة‬ ‫(افتتاح) أي دعاؤه سرا إن أمن فوت الوقت وغلب على ظن المأموم‬ ‫إدراك ركوع اِلمام (ما لم يشرع) في تعوذ أو قراءة ولو سهوا‬ Artinya, “(Dianjurkan) ada ulama mengatakan, diwajibkan (setelah takbiratul ihram) shalat wajib, atau shalat sunnah selain shalat jenazah (membaca doa iftitah) doa yang dibaca perlahan jika aman dari luputnya waktu shalat dan 96



kuat pada sangka makmum mendapatkan rukuk imam (selama ia belum mulai masuk) membaca ta‘awudz, atau surat Al-Fatihah meski karena lupa.”(Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 170).



Adapun mereka yang terlanjur membaca ta’awudz atau Surat Al-Fatihah tidak perlu membaca doa iftitah. Mereka tidak dianjurkan lagi membacanya karena telah kehilangan momentumnya sebagaimana keterangan pada Kitab I‘anatut Thalibin berikut ini.



ُ ‫عدَ ِم‬ ‫ات‬ َ َ‫ع فِي ذَ ِل َك ف‬ ِ ْ ‫ِس ُّن‬ َ ‫ش ُروعٍ فِي تَ َع ُّو ٍذ أ َ ْو قِ َراءة ٌ فَإِ هن ش ََر‬ َ َ‫اال ْفتِتَاحِ ُمدهة‬ ‫ت َم َح ِله‬ ِ ‫ِب لَهُ ْالعُودُ ِإلَ ْي ِه ِلفَ َوا‬ ُ ‫علَ ْي ِه فَ ََل يُ ْند‬ َ ِ Artinya, “(Seseorang) dianjurkan membaca doa iftitah selagi ia belum mulai membaca ta‘awwudz atau Surat Al-Fatihah. Jika telah mulai masuk ke dalam bacaan itu, maka luputlah anjuran (untuk membaca doa iftitah). Ia tidak dianjurkan untuk kembali padanya (doa iftitah) karena telah luput tempat (momen)-nya.” (Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha AdDimyathi, I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 170).



• Pertanyaan 32 Menjaga kualitas sholat, salah satunya adalah dengan menjaga kaidah bacaan dari surat Al Fatihah. Terdapat banyak huruf dan makhraj yang rawan salah, apabila diucapkan dengan ucapan yang salah maka makna dari ayat tersebut berubah. Bahkan bisa jadi maknanya berlawanan dari apa yang dimaksud ayat-ayat tersebut, apa saja kesalahan itu ? Jawaban : ADA 7 KESALAHAN FATAL KETIKA MEMBACA AL-FATIHAH : a) Bacaan Basmalah BENAR.



‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬ 97



Dengan Nama ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. SALAH



‫بسم هللا الرهمن الرهيم‬ Dengan Nama ALLAH Maha Menurunkan penyakit melalui hujan gerimis yg berkepanjangan. Jangan menyamakan h‫ ح‬dengan H‫ه‬ b) Ayat 1 BENAR



‫الحمد هلل رب العالمين‬ Segala Puji hanya untuk ALLOH Tuhan Pemelihara Alam semesta. SALAH



‫الهمد هلل رب اآللمين‬ Segala diam, pasif dan mati untuk ALLOH Tuhan Pemelihara segala penyakit. Jangan menyamakan ‫ ع‬dengan ‫ؤ ئ أ‬



c) Ayat 2 BENAR



‫الرحمن الرحيم‬ Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. SALAH



‫الرهمن الرهيم‬ Maha Menurunkan penyakit melalui hujan gerimis yg berkepanjangan. Jangan menyamakan h‫ ح‬dengan H d) Ayat 3 BENAR



‫مالك يوم الدين‬ 98



Yang Menguasai hari pembalasan. SALAH



‫مالكي يوم الدين‬ Yang Menguasaiku / Yang menjadi Tuhanku adalah hari pembalasan. (bukan ALLAH tuhanku). Memberi spasi di MALIKI ,-, YAUMIDDIN saat membaca ayat ini adalah sama dengan memanjangkan bacaaan ‫ مالك‬menjadi ‫مالكي‬. e) Ayat 4 BENAR



‫إياك نعبد و إياك نستعين‬ Hanya kepadaMu kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan. SALAH



‫إيياكا نأبد و إيياكا نستئين‬ Kami lebih abadi dari Engkau, dan kami minta perpanjangan waktu. Jangan memanjangkan bacaan pendek dan jangan memendekkan bacaan panjang Jangan menukar ‫ ع‬dengan ‫ ء‬/ ‫إ ؤ ئ‬ f) Ayat 5 BENAR



‫اهدنا الصراط المستقيم‬ Tunjuki kami jalan yg lurus SALAH



‫اهدنا السرات المستكيم‬ Berikan kami sertifikat segundukan seperti gundukan punuk onta. Jangan mengganti : ‫ ص‬dengan ‫س‬ 99



‫ ط‬dengan ‫ت‬ ‫ ق‬dengan ‫ك‬ g) Ayat 6 dan 7 BENAR



‫صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم وال الضآلين‬ Yaitu jalan orang orang yg Engkau berikan nikmat, bukan jalan orang orang yg Engkau murkai dan bukan jalan orang orang yg sesat. SALAH



‫سرات الذين أنئمت أليهم كير المكدوب أليهم وال الدآلين‬ Yaitu sertifikat org org yg kau beri seperti auman singa yg keras dan sertifikat seujung kuku dan sertifikat yg ngeles. Jangan menukar : ‫ ص‬dengan ‫س‬ ‫ ع‬dengan ‫ئ ؤ أ ء‬ ‫ غ‬dengan ‫ك‬ ‫ ض‬dengan ‫د‬ Dari pemaparan di atas, terlihat jelas kesalahan-kesalahan fatal yang bisa merubah kandungan makna di dalam setiap ayat. Mari kita sama-sama saling memperbaiki bacaan, terus menerus melakukan perbaikan dalam bacaan al Quran.



• Pertanyaan 33 Bagaimana hukumnya bacaan Al Fatihah tanpa di ikuti basmalah menurut 4 Mazhab ? Jawaban : Menurut Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal, basmalah itu salah satu ayat dari surat Al fatiha ,sehingga wajib di baca beserta Fatihah ,dan apabila Fatiha tidak di baca tanpa basmalah maka hukunya tidak sah . Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas ,basmalah itu tidak termasuk ayat dari surat Alfatihah,sehingga tidak wajib di 100



baca bersama Fatiha ,tetapi sunah saja . Dan praktiknya mereka tidak pernah tidak membaca basmalah sebelum Fatihah hanya saja mereka membacanya pelan sebagaimana kita baca " Ta'awwudz ". Dasar pengambilan : Kitab Rahmatul Ummah ,Hamisy dari Kitab mizanu Al kubra juz 1 halaman 39 :



‫واختلفوا فىي البسملة فقال الشافعي وأحمد هي آية من الفاتحة تجب‬ ‫ قراءتها معها وقال أبو حنيفة ومالك ليست من الفاتحة فال تجب‬. Mereka berbeda pendapat mengenai : " Basmalah " maka berkata Imam Syafi'i dan Ahmad : " basmalah itu adalah satu ayat dari Al fatiha yang wajib membacanya bersama Al fatiha . Dan Imam Abu Hanifah dan Malik berkata : " Basmalah itu tidak termasuk Surat alfatiha sehingga tidak wajib membacanya ". Demikian pertanyaan yang penulis kutib dari buku Tanya Jawab Hukum Islam buah karya dari KH Achmad Masduqi Mahfudh halaman 213 . Sedangkan Syekh Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitabnya Rawai’ Al-Bayan fi Tafsiri Ayat al-Ahkam (j. 1 h. 37-42) menuturkan perbedaan pendapat perihal tersebut, Pertama, mazhab imam Syafi’i mengatakan bahwa basmalah merupakan bagian ayat dari surah al-Fatihah dan juga di setiap awal surah. Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut :



َ ‫صالَةَ بِبِ ْس ِم‬ َ ‫ى‬ َ ‫أَنَه َكانَ يَ ْفتَتِح ال‬: ‫ع ْنه َما‬ ِ‫ّللا‬ َ ‫ّللا‬ ِ ‫ع ِن اب ِْن ع َم َر َر‬ َ َ ‫ض‬ ‫الر ِح ِيم‬ َ ‫الر ْح َم ِن‬ َ “Dari Sahabat Umar ra. bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. membuka shalat dengan bacaan bismillāhir rahmānir rahīm” (H.R. al-Baihaqi). Dari hadis di atas diketahui bahwasanya basmalah merupakan bagian ayat dari surah Al-Fatihah. 101



َ ‫ع ْن أَنَس قَا َل َب ْينَا َرسول‬ َ‫ات يَ ْوم َبيْن‬ َ َ‫ّللاِ –صلى هللا عليه وسلم– ذ‬ َ ْ َ‫أ‬ ‫ض َح َك َك يَا‬ ْ َ‫سه متَبَسِما فَق ْلنَا َما أ‬ َ ْ‫ظه ِرنَا ِإ ْذ أَ ْغفَى إِ ْغفَا َءة ث َم َرفَ َع َرأ‬ ْ َ‫ّللاِ َقا َل أ ْن ِزل‬ َ ‫ َف َق َرأَ ِب ْس ِم‬. ‫ورة‬ َ ‫َرسو َل‬ ‫الر ْح َم ِن‬ َ ِ‫ّللا‬ َ ‫ت‬ َ ‫ى آنِفا س‬ َ ‫ع َل‬ َ ‫الر ِح ِيم ِإنَا أَ ْع‬ ‫ص ِل ِل َر ِب َك َوا ْن َح ْر ِإ َن شَانِئَ َك ه َو األ َ ْبتَر‬ َ ‫ط ْين‬ َ َ َ‫َاك ْال َك ْوثَ َر ف‬ “Pada suatu hari ketika Rasulullah Saw. ada di antara kami, beliau tertidur sebentar, kemudian mengangkat kepalanya dalam keadaan tersenyum, lalu kami bertanya, ‘apa yang membuat engkau tertawa wahai Rasulullah? ‘ Beliau menjawab, ‘baru saja diturunkan kepadaku suatu surat, lalu beliau membaca, ‘ Bismillāhir Rahmānir Rahiīm, Innā A’thaināka Al-Kautsar Fashalli Lirabbika Wanhar, Inna Syāniaka Huwa al-Abtar.” (H.R. Muslim) Melalui hadis di atas diketahui bahwa basmalah juga merupakan bagian ayat dari setiap surah dari surah-surah al-Qur’an. Kedua, mazhab imam Malik berpendapat bahwasanya basmalah bukanlah bagian ayat dari surah al-Fatihah maupun di setiap awal surah dari surah-surah al-Qur’an. Mereka berargumen dalil sebagai berikut :



َ ‫ى‬ ‫ع ِن النَبِ ِى –صلى هللا عليه وسلم– َكانَ يَ ْفتَتِح‬ َ ِ‫عائ‬ َ ‫ع ْن َها‬ َ ‫ّللا‬ ِ ‫شةَ َر‬ َ ‫ع ْن‬ َ َ ‫ض‬ َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬ َ ‫ال‬ ِ ‫ير َو ْال ِق َرا َءة َ ِب ْال َح ْمد ِ َلِلِ َر‬ ِ ‫صالَةَ ِبالت َ ْك ِب‬ “Dari ‘Aisyah ra. dari Rasulullah Saw. bahwasanya beliau membuka shalat dengan bacaan takbir dan alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīin.” (H.R. al-Baihaqi)



‫ف النَبِ ِى –صلى هللا عليه وسلم– َوأَ ِبى‬ َ َ ‫ع ْن أَن َِس ْب ِن َما ِلك قَا َل‬ َ ‫صلَيْت خ َْل‬ َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬ ِ ‫َب ْكر َوع َم َر َوعثْ َمانَ فَ َكانوا َي ْستَ ْفتِحونَ ِب ْال َح ْمد ِ َلِلِ َر‬ َ ‫لَ يَ ْذكرونَ ِب ْس ِم‬ ‫آخ ِرهَا‬ ِ ‫الر ِح ِيم فِى أ َ َو ِل قِ َرا َءة َولَ فِى‬ َ ‫الر ْح َم ِن‬ َ ِ‫ّللا‬



102



“Dari sahabat Anas bin Malik berkata ‘aku shalat di belakang Rasulullah Saw., Abu Bakar, Umar dan Utsman ra. mereka semua membuka shalat dengan bacaan ‘alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīin’ seraya tidak mengucapkan bismillāhir rahmānir rahīm baik di awal maupun di akhir bacaan.” (H.R. Muslim) Ketiga, mazhab imam Abu Hanifah mengatakan bahwasanya basmalah memang merupakan bagian dari al-Qur’an akan tetapi bukan termasuk ayat dari setiap awal surah dari surah-surah al-Qur’an. Fungsi basmalah hanya sebagai pemisah diantara surah-surah dalam al-Qur’an. Mereka berargumen menggunakan dalil sebagai berikut :



َ ‫صلَى‬ ‫سلَ َم‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫ي هللا‬ ِ ‫عبَاس َر‬ َ ‫ع ْن اب ِْن‬ َ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫ع ْنه َما أ َ َن َرس ْو َل هللا‬ َ ‫ض‬ َ ‫علَ ْي ِه بِ ْس ِم‬ ‫الر ْح َم ِن‬ ُّ ‫ص َل ال‬ ْ َ‫َكانَ َل يَ ْع ِرف ف‬ َ ِ‫ّللا‬ َ ‫ورةِ َحتَى يَ ْن ِزل‬ َ ‫س‬ ‫الر ِح ِيم‬ َ “Dari sahabat Ibnu Abbas ra. bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. tidak mengetahui pemisah antar surah sampai turun kepadanya ayat bismillāhir rahmānir rahīm. (H.R Abu Daud) Dari ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat terkait apakah basmalah merupakan ayat dari al-Qur’an ataukah tidak. Sebagian berpendapat bahwasanya basmalah merupakan ayat dari al-Qur’an, sementara pendapat yang lain mengatakan sebaliknya. Demikianlah ragam pendapat para ulama lintas mazhab perihal basmalah yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Ali as-Shabuni .Penulis Aqimus Sholah tanya jawab tuntas permasalah sholat Haji Najib Hasan Lubis guru saya saya sendiri beliau berpendapat : untuk menjaga kesahihan sholat bagi yang mewajibkan membaca Basmalah ,maka sebaiknyalah bagi mereka yang menjadi imam agar membaca Basmalah walaupun dibaca dengan sir ( pelan) .Bagi jamaah haji Indonesia yang sholat di mesjid Al haram atau Masjid Nabawi sebaiknya mengikut imam meskipun terkadang tidak terdengar bacaan sir dari imam dalam membaca Basmalah .Wallahu 'alam . Buku Aqimus Sholah Tanya jawab tuntas permasalahan Shalat halaman 272.



103



• Pertanyaan 34 Bagaimana hukumnya orang sembahyang makmum, tetapi si Imam dalam membaca Al Fatihah ada satu tasydid yang tertinggal dan apakah si Makmum harus mengulangi sembahyang ? Jawaban : Orang yang meninggalkan satu tasydid dari pada Fatiha ,walaupun ia hanya haiat ul harfi hukumnya sama seperti meninggalkan satu huruf dari padanya .Maka orang tersebut termasuklah dalam katagori Ummi menrut ibarat Fuqoha dalam kitab kitab mereka.



ٌ ‫ار‬ ‫ئ بِأ ُ ِميِ) َو ُه َو‬ ِ َ‫( َو َال) قُ ْد َوة َ( ق‬ ُ‫ع ْنه‬ ُ ‫َل ِب ْالفَا ِت َح ِة أ َ ْو َب ْع‬ َ َ‫ ِبأ َ ْن يُ ْع ِجز‬،‫ َولَ ْو ِب َح ْرفٍ ِم ْن َها‬،‫ض َها‬ ِ ‫َم ْن يُخ‬ .ٍ‫ص ِل ت َ ْشدِيدَة‬ ْ َ‫ع ْن أ‬ َ ‫ أ َ ْو‬،‫ع ْن ُم ْخ ِر ِج ِه‬ َ ‫اج ِه‬ َ ‫ أَ ْو‬،‫ِب ْال ُك ِليه ِة‬ ِ ‫ع ْن ِإ ْخ َر‬ Artinya : Dan TIDAK SAH seorang Qori’ bermakmum pada seorang yang Ummi, yaitu orang yang merusak bacaan fatihahnya, atau SEBAGIAN dari fatihah itu, meski hanya satu huruf, baik karena tidak bisa membaca secara keseluruhannya atau tidak sesuai makhrojnya, atau tasydidnya. Para pendengar yang budiman ,khususnya sdr penanya ,yaitu yth sdt M.Sam'un ,hanya sukar atasnya menandaskan tasydid itu sahlah mengikutinya serta makruh . Sebagaimana tersebut dalam kitab Ianantuth Tholibin pada juz dan halaman yang sama :



ْ ‫ص َل الت َ ْشدِي ِد َوتَ َعذَ َر‬ ‫ص َح ِال ْق ِتدَاء بِ ِه َم َع‬ ْ َ‫سنَ أ‬ َ ‫ت‬ َ ‫َولَ ْو أَ ْح‬ َ ‫علَ ْي ِه ْالم َبالَغَة‬ ‫ْال َك َرا َه ِة‬



104



Artinya : Jika pandai ia akan ashal Tashdid ,dann' uzur atasnya bersangkutan ,sahlah perikutan itu serta makruh . Kalau nyata tidak sahnya perikutan makmum kepada imam ,dan hala tersebut di ketahuinya ,maka tidaklah sah sembahyangnya dan wajib ia mengulangi sembahyangnya itu. Terkutip pertanyaan ini dalam buku Taudihul Adhillah 100 masalah jilid 2 karangan K.H.M.SYAFI'I HADZAMI penerbit menara Kudus.



• Pertanyaan 35 Bagaimana pelaksanaan sholat orang yang muallaf ( orang baru masuk Islam ) atau orang yang belum mampu membaca Al Fatihah ? Jawab : Di temukan dalam kitab Ibanatul Al -Ahkam jilid 1 halaman 304 - 305 Karya Assayid Alawi bin Abbas Al Maliki cetakan darul Fikri pada hadis yang ke 228 :



‫ي َه‬ ‫ع ْب ِد َ ه‬ ‫ ( َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى‬: ‫ قَا َل‬-‫ع ْن ُه َما‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ َر‬- ‫َّللاِ ب ِْن أَبِي أَ ْوفَى‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫َو‬ َ ‫ض‬



‫ش ْيئًا‬ َ ‫آن‬ ِ ‫ ِإنِي َال أَ ْستَ ِطي ُع أ َ ْن آ ُخذَ ِم ْن اَ ْلقُ ْر‬: ‫اَلنه ِبي ِ صلى هللا عليه وسلم فَقَا َل‬ ‫َّللاِ َو ْال َح ْمدُ ِ هّلِلِ َو َال ِإلَهَ ِإ هال َ ه‬ ‫س ْب َحانَ َ ه‬ ِ ‫ي‬ ُ‫َّللا‬ ُ “ : ‫ قَا َل‬. ]ُ‫]م ْنه‬ ٌ ‫فَ َع ِل ْم ِني َما يُ ْج ِزئ ُ ِن‬ َ ‫ ) ا َ ْل َحد‬. . . ‫َّللاُ أَ ْكبَ ُر َو َال َح ْو ٌل َو َال قُ هوة ً ِإ هال ِبا َ هّلِلِ اَ ْل َع ِلي ِ اَ ْل َع ِظ ِيم‬ ‫َو َ ه‬ ُ‫ َر َواه‬. ‫ِيث‬ ْ ُ‫هارق‬ ‫ي َو ْال َحا ِك ُم‬ َ ‫أَ ْح َمدُ َوأَبُو دَ ُاودَ َوالنه‬ َ ‫ي َو‬ َ ‫ص هح َحهُ اِب ُْن ِحبهانَ َواَلد‬ ُّ ِ‫طن‬ ُّ ِ‫سائ‬ Abdullah Ibnu Aufa Radliyallaahu ‘anhu berkata: Ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam seraya berkata: Sungguh aku ini tidak bisa menghafal satu ayat pun dari al-Qur’an maka ajarilah diriku sesuatu yang cukup bagiku tanpa harus menghapal al-Qur’an. Beliau bersabda: “Bacalah subhanallaah walhamdulillah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar walaa haula walaa quwwata illa billaahil ‘aliyyil ‘adziim (artinya= Maha Suci Allah segala puji hanya bagi Allah tidak ada Tuhan 105



kecuali Allah dan Allah Maha Besar tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah yang Maha Tinggi lagiMaha Agung).” Hadits riwayat Ahmad Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban Daruquthni dan Hakim. MAKNA HADITS : Membaca Surah al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat yang wajib dipelajari bagi setiap orang yang baru masuk Islam supaya dia dapat membacanya ketika dalam shalat. Barang siapa yang masuk Islam lalu dia tidak menemukan seseorang pun yang mengajarkannya membaca Surah alFatihah atau waktunya terllalu ssempit hingga tidak sempat belajar Surah alFatihah, maka Surah al-Fatihah boleh digantikan dengan membaca zikir, tasbih, tahmid dan tahlil agar membolehkannya mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Setelah itu, dia mesti belajar membaca al-Fatihah untuk shalatshalat yang akan datang, sekalipun dia terpaksa bermusafir ke negeri lain jika dia mempunyai biaya. FIQH HADITS : Barang siapa yang tidak mampu membaca al-Fatihah ketika dalam shalat, karena waktu yang terlalu sempit atau tidak ada orang lain yang mau mengajarkannya, maka dia boleh membaca penggantinya berupa zikir sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis ini.Kalau zikir seperti yang diatas belum mampu juga di baca dan di hapal maka sholatlah dia sesanggupnya . Hendaklah dia berdiri seukuran lamanya orang baca Al Fatiha dan hendaklah ia duduk seukuran lamanya orang yang duduk tasyahud. Wallahu a’lam bisshowab..



• Pertanyaan 36 Ada seseorang yang shalat berjamaah sementara ma’mum yang berada dibelakangnya imam tidak membaca fatihah tetapi dia mendengarkan bacaannya imam ketika baca fatihah. Sahkah shalatnya makmum dengan tampa membaca Al- Fatihah? 106



Jawaban : Tidak sah karena fatehah termasuk rukun yang wajib dibaca bagi imam dan makmum.



٩١ ‫ ص‬١ ‫اسعاد الرفيق ج‬ ‫الركن الرابع قراءة جميع أيات الفاتحة أو بدلها في قيام كل ركعة او‬ .‫بدلها في فرض او نفل حفظا او تلقينا او نظرا في نحو مصحف‬ Rukun sholat yang ke empat adalah membaca fatehah atau penggantinya ketika berdiri di semua rokaat baik berupa sholat fardu atau sunnat. Membacanya karena hafal atau di tuntun atau dengan cara melihat pada mushaf.



‫اال لمعذور لسبق حقيقة او حكما كزحمة ونسيان وبطء حركة كأن لم‬ ‫يقم من السجود اال واالمام راكع او قريب منه فتسقط كلها في االولى‬ .‫وبعضها في الثانية‬ Terkecuali tidak membaca fatehah karena ada udzur, seperti : Berdesak desakan atau lupa bahwa dia wajib baca fatehah, maka boleh tidak baca fateha langsung rukuk bersama imam. Atau makmum termasuk lambat gerakannya, maka boleh langsung rukuk bersama imam walaupun fatehahnya tidak sempurna.



‫ دار الفكر‬٤٣-٤٢ ‫ ص‬٢ ‫إعانة الطالبين ج‬ ‫او لم تشتغل بشيئ بأن سكت بعد تحرمه وقبل قراءته وهو عالم بان‬ .‫واجبه الفاتحة‬ Jika makmum setelah takbir dan sebelum baca fahehah diam sedangkan dia tahu bahwa kewajibannya baca Al -Fatihah. 107



‫او استمع قراءة اِلمام قرأ وجوبا من الفاتحة بعد ركوع اِلمام… الخ‬ Atau makmum hanya mendengarkan bacaan fatehahnya imam, maka dia wajib baca fatehah walaupun imam ruku’ dia tidak boleh ikut. (harus membaca fateha sesuai lamanya kelalaian). Yang dimaksud lalai disini adalah: diam setelah takbir atau mendengar bacaan imam.



• Pertanyaan 37 Mengapa Al-Qur'an diawali dengan Surat Al-Fatihah ??? Jawaban : Al-Qur'an diawali dengan Surat Al-Fatihah sebab al fatihah ummul qur'an / ummul kitab, dan ini sudah ketetapan yang diajarkan nabi saw. Kata ummu di sini bisa diartikan ibu, asal, pangkal, sumber atau induk. kitab asror tartibul qur'an (1/74) :



‫ افتتح سبحانه كتابه بهذه السورة; ألنها جمعت مقاصد‬: ‫سورة الفاتحة‬ ،‫ واألساس‬،‫ وأم الكتاب‬،‫ أم القرآن‬:‫القرآن; ولذلك كان من أسمائها‬ .‫فصارت كالعنوان وبراعة االستهَلل‬ Surat Al-Fatihah : Allah subhanahu wa ta'ala membuka dengan surat ini, karena surat ini mengumpulkan;memuat tujuan-tujuan Al-Qur'an. Dan karena itulah termasuk dari nama-namnya adalah: Ummul Qur'an, Ummul Kitab, AlAsas, maka seakan seperti judul dan baroatul istihlal (istilah dalam ilmu sastra arab/balaghoh).



• Pertanyaan 38 Mengapa dalam sembayang 5 waktu itu mesti membaca surah Al-Fatihah, tidak surah yang lain nya? Jawaban: 108



Dijadikannya SURAT AL FATIHAH rukun dalam shalat karena : a. Berdasarkan hadits Nabi “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca fatihahnya Al-Qur’an”. b. Berdasarkan hadits Nabi “Tidak mencukupi shalat yang didalamnya tidak dibaca Fatihahnya Al-Qur’an”. c. Berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Nabi sebagimana keterangan dalam shahih Bukhari-Muslim “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mengerjakan shalat”. Al-Fiqh Al-Islaam II/24 :



‫ هو‬:‫ ركن القراءة الواجبة في الصَلة‬:)‫ (غير الحنفية‬: ‫وقال الجمهور‬ ‫ «ال صَلة لمن لم يقرأ بفاتحة‬: ‫ لقوله صلى هللا عليه وسلم‬،‫الفاتحة‬ »‫ «ال تجزئ صَلة ال يقرأ فيها بفاتحة الكتاب‬:ً‫الكتاب» وقوله أيضا‬ ‫ مع خبر‬،‫ ولفعله صلى هللا عليه وسلم كما في صحيح مسلم‬، )1( »‫ «صلوا كما رأيتموني أصلي‬:‫البخاري‬ Mayoritas Ulama Fiqh selain kalangan Hanafiyyah menyatakan, Rukun bacaan yang wajib dibaca dalam shalat adalah FATIHAH berdasarkan hadits Nabi “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca fatihahnya al-Quran” dan sabda Nabi lainnya “Tidak mencukupi shalat yang didalamnya tidak dibaca Fatihahnya al-Quran” dan berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Nabi sebagimana keterangan dalam shahih Bukhari-Muslim “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mengerjakan shalat”. [ Al-Fiqh al-Islaam II/24 ]. Keterangan diambil dari Fatkhul Mu'in, Hamis I'anatut Tholibin :



‫ورابعها قراءة فاتحة كل ركعة فى قيامهالخبرالشيخين الصَلة لمن لم‬ ‫يقرأبفاتحة الكتاب أى فى كل ركعة اه فتح المعين هامش إعانةالطالبين‬ 1:138 109



Rukun sholat yang ke empat adalah membaca surah Al-Fatihah pada setiap rokaat pada waktu berdiri, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Asysyaikhoni (Bukhori - Muslim) "tidak sah sholat bagi yang tidak membaca surah Al-Fatihah" maksudnya pada setiap raka'at. Sedang membaca aamiin dipenghujung surat tersebut hukumnya sunnah.



• Pertanyaan 39 Dalam shalat apakah makmum wajib melengkapi bacaan Al-Fatihah-nya? Misal saya shalat Isya’ bermakmum kepada Zaid dan ketika rakaat ketiga bacaan Al-Fatihah saya tidak selesai, hanya sampai iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'in dan imam langsung ruku’, Apakah Al-Fatihah saya tetap dilanjutkan atau setelah iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'in langsung mengikuti ruku’?



Jawaban: Imam dalam shalat jamaah memiliki fungsi yang begitu penting bagi makmum. Wajib bagi makmum untuk mengikuti segala gerakan imam. Tidak boleh ada perbedaan gerakan dengan imam. Hal ini sesuai dengan hadits:



‫إنما جعل اإلمام ليؤتم به فال تختلفوا عليه فإذا كبر فكبروا وإذا ركع‬ ‫فاركعوا‬ “Imam itu dijadikan hanya untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihi imam. Jika imam telah takbir maka takbirlah kalian. Jika imam telah ruku’ maka ruku’lah kalian.” (HR Bukhari Muslim) Terkait bacaan Fatihah-nya, makmum terbagi dalam dua jenis. Pertama, makmum muwafiq, yakni mereka yang mendapati imam pada saat berdiri sebelum ruku’ dan menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya sendiri sebelum imam beranjak untuk ruku’. Maka dalam keadaan demikian wajib bagi makmum untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya. Kedua, makmum masbuq, yaitu mereka yang mendapati imam pada saat berdiri sebelum ruku’ tapi tidak menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya dirinya sendiri karena imam sudah ruku’ terlebih dahulu sebelum bacaan Fatihah-nya ia baca secara 110



komplet. Dalam keadaan demikian wajib baginya untuk langsung mengikuti ruku’ imam, tanpa perlu melanjutkan secara komplet bacaan Fatihah-nya. Sebab Fatihah-nya sejatinya telah ditanggung oleh imam. Dua pembagian makmum ini secara tegas dijelaskan dalam kitab Nihayah Az-Zein:



‫وإن وجد اإلمام في القيام قبل أن يركع وقف معه فإن أدرك معه قبل‬ ‫الركوع زمنا يسع الفاتحة بالنسبة للوسط المعتدل فهو موافق فيجب‬ ‫عليه إتمام الفاتحة ويغتفر له التخلف بثالثة أركان طويلة كما تقدم وإن‬ ‫لم يدرك مع اإلمام زمنا يسع الفاتحة فهو مسبوق يقرأ ما أمكنه من‬ ‫الفاتحة ومتى ركع اإلمام وجب عليه الركوع معه‬ “Jika makmum menemukan imam pada saat berdiri sebelum ruku’, maka makmum berdiri bersamanya. Jika makmum menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah dengan bacaan yang tengah-tengah, maka ia disebut makmum muwafiq, wajib baginya untuk menyempurnakan bacaan Fatihah dan dimaafkan baginya muundur dari imam tiga rukun yang panjang. Seperti penjelasan yang telah lalu. Dan jika makmum tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah maka ia dinamakan makmum masbuq. Ia wajib membaca Fatihah yang masih mungkin untuk dibaca, dan ketika imam ruku’ maka wajib baginya untuk ruku’ bersama dengan imam.” (Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi, Nihayah az-Zein, hal. 124) Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh penanya di atas konteksnya ketika terjadi pada rakaat ketiga, berarti makmum tidak dapat menyempurnakan bacaan Fatihah secara komplet di pertengahan rakaat. Maka dalam keadaan tersebut jika bacaan Fatihah imam memang terlalu cepat—sekiranya makmum yang bacaannya tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lamban) tidak dapat menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan Fatihahnya—maka ia dihukumi makmum masbuq, sehingga ia langsung ruku’ mengikuti imam tanpa perlu melanjutkan bacaan Fatihah-nya, sebab bacaan Fatihah-nya telah ditanggung oleh imam. Ketentuan ini juga berlaku ketika hal yang sama (bacaan imam terlalu cepat) terjadi di rakaat-rakaat lainnya. Seperti yang dijelaskan dalam Hasyiyah I’anah At-Thalibien: 111



‫وأما لو أسرع المام حقيقة بأن لم يدرك معه المأموم زمنا يسع الفاتحة‬ ‫للمعتدل فإنه يجب على المأموم أن يركع مع المام ويتركها لتحمل‬ ‫ ولو في جميع الركعات‬،‫المام لها‬. “Jika Imam membaca Fatihah dengan cepat, sekiranya makmum tidak menemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet dengan bacaan yang tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lamban) maka wajib bagi makmum untuk ruku’ bersama dengan imam dan meninggalkan bacaan Fatihah-nya, sebab Imam sudah menanggung bacaan Fatihah makmum, meskipun hal ini terjadi di semua rakaat.” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibien, Juz 2, hal. 40) Sedangkan ketika bacaan imam biasa-biasa saja, hanya saja bacaan makmum terlalu lamban hingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan Fatihah-nya secara komplet maka dalam keadaan demikian makmum tetap wajib melanjutkan bacaannya sampai selesai selama ia tidak tertinggal dari imam melebihi tiga rukun yang panjang. Sekiranya bacaan Fatihah-nya sudah selesai sebelum imam beranjak dari sujudnya yang kedua. Ketertinggalan makmum dalam hal ini merupakan uzur yang dimaafkan, sebab ia tergolong makmum muwafiq yang mestinya mendapatkan waktu yang cukup untuk menyempurnakan Fatihah. Hal ini ditegaskan dalam kitab Fath Al-Wahab:



‫ـ )والعذر كأن أسرع إمام قراءة وركع قبل إتمام موافق(له‬ )‫الفاتحة(وهو بطئ القراءة )فيتمها ويسعى خلفه ما لم يسبق بأكثر من‬ ‫ثالثة أركان طويلة(ـ‬ “Contoh uzur seperti imam membaca Fatihah dengan cepat dan ruku’ sebelum makmum muwafiq menyempurnakan Fatihah-nya, karena faktor bacaan dia yang pelan. Maka makmum wajib menyempurnakan bacaannya dan melanjutkan rukunnya di belakang imam selama imam tidak mendahuluinya lebih dari tiga rakaat yang panjang.” (Syekh Zakaria alAnshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 117) 112



Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal yang menjadi pijakan adalah apakah ditemukan waktu yang cukup untuk membaca Fatihah secara komplet atau tidak. Ketika bacaan imam terlalu cepat sampai-sampai makmum yang bacaannya tengah-tengah (kecepatan sedang) tidak selesai membaca Fatihah secara komplet maka makmum dalam keadaan ini langsung mengikuti imam tanpa perlu meneruskan Fatihah-nya. Sedangkan ketika bacaan imam tengahtengah yang mestinya para makmum biasanya dapat menyempurnakan Fatihah-nya secara komplet, tapi karena bacaan salah satu makmum yang terlalu lamban maka dalam keadaan demikian wajib bagi makmum tersebut untuk meneruskan dan dimaafkan baginya tertinggal dari imam dengan tiga rukun yang panjang. Sedangkan standar bacaan dianggap cepat atau lamban disesuaikan dengan penilaian masyarakat di wilayah sekitar (‘urf). Wallahu a’lam.



• Pertanyaan 40 Kalau sembahyang di rumah sendirian ( sembahyang Maghrib ,Isya dan Shubuh ) membaca Al Fatihah dan surahnya pada raka'at ke satu dan kedua, tidak kedengaran oleh orang lain, sah atau tidak sembahyang itu ? Jawab : Menyaringkan fatiha dan sirih bagi imam dan munfarid pada dua rakaat Magrib ,Isya dan shubuh bukanlah syarat atau rukun sembahyang ,Oleh karnanya sahlah sembahyang tanpa menyaringkan Hanya makruh sembahyang di sirkan (di pelankan) pada sunat di jaharkan . Tersebut dalam kitab Hasyaitul Bajuri juz1 halaman 167 sebagai berikut :



‫واذاأسر في موضع الجهر أوجهر في موضع اِلسرار كره إال لعذر‬ Artinya : Jika ia membaca sir pada tempat jahar atau ia baca jahar tempat sir dimakruhkanlah ,terkecuali karena ' uzur . Demikian di sebutkan dalam Kitab Taudihu Adhillah pada jilid 3 halaman 196 - 197 karya KHM SYAFI'I HADZMI.



113



Jadi seorang yang sholat itu sunah mengeraskan suaranya baik seorang jadi imam atau Munfarid,Adapun perempuan bila mengeraskan suaranya saat sholat sendirian menurut BUYA YAHYA ( ZAINUL MA'RIF )pimpinan pesantren ALBAHJAH di CERIBON dalam youtube beliau bahwa perempuan mengencangkan suara saat sholat sendirian tidaklah masalah kalau itu didepan suaminya atau saudara Mahramnya tapi bila di dengar oleh Ajnabi (orang lain ) maka haramlah hukumnya mengencangkan suara dalam sholat didepan mereka .Oleh karna itu Orang yang sholat sendirian lanjut beliau ( BUYA YAHYA ) bacaanya Al fatihanya hanya menggerak gerakan bibirnya saja tanpa mendengarkan bacaanya sendiri di telinganya maka hukumnya batallah sholahnya. Wallahu ‘alam.



• Pertanyaan 41 Ada berapa tempat di anjurkan ketika mengulangi membaca surat Al Fatihah dalam sholat ?



ْ ‫ت‬: ‫اض َع‬ ِ ‫س ِة َم َو‬ َ ِ‫طلَب ا‬ َ ‫ص َالة ِفي َخ ْم‬ َ ‫عادَة ْالفَا ِت َح ِة ِف ْي ال‬ ‫اذَا قَ َرأ قَ َرهَا ْالمأم ْوم قَ ْب َل اِ َمامه‬.ِ١، َ َ‫ث َم ا‬،‫ َو ِلعا َ ِج ِز قَ َرأَهَا قَا ِعدا‬.٢ ، ‫ام‬ َ ‫طقَ ْال ِق َي‬ ‫عدَت َها‬ َ ِ‫طس ب ْعد قِرأَتِ َها فَتَ ِجب ا‬ َ ‫ َو َم ْن نَذَ َر قِ َرأَتِ َها كلَ َما‬.٣ ، َ ‫ع‬ ‫ب اَن يَ ْنت ِق َل ِل ْلخَت َم ِة األ ْخ َرى في ِعدهَا نَ ْدبا‬ ُّ ‫ص َالةِ ي ْستَ َح‬ َ ‫َتم فِي ال‬ َ ‫ َو َم ْن خ‬.٤ ، ْ َ‫ َو َم ْن لَ ْم َي ْحف‬.٥. َ ‫ظ‬ ‫س ْور ِة قَلَه اِبْن ِعما َ ِد‬ ُّ ‫ع ِن ال‬ َ ‫غي َْرهَا في ِعيْدهَا‬ Artinya : "Di tuntut mengulangi Al fatiha dalam pada lima tempat : 1. Apabila makmum membaca Fatiha sebelum imam membacanya . 2. Karena lemah membacanya dalam keadaan duduk kemudian dia sanggup berdiri. 3. Orang bernazar membacanya setiap dia bersin ,Apabila dia bersin setelah membaca Al-Fatihah maka wajib membaca Al-Fatihah.



114



4. Orang yang mengkhatamkan Al Qur'an dalam sholat di aunatkan baginya berpindah untuk khatam yang berikutnya mengulangi Al-Fatihah. 5. Orang yang hanya hafal surat Al-Fatihah, maka setelah membaca faiha sunat mengulangi membaca Al-Fatihah. Demikian disebutkan dalam kitab BUGHYATUL MUSYTARSYIDIN HALAMAN 59 pertanyaan tertulis dalam buku guru saya seorang IMAM MESJID AL QANITIN DI SKIP MEDAN pada buku beliau yang berjudul AQIMUS SHOLAH JAWABAN TUNTAS PERMASALAHAN SHOLAT HALAMAN 289 pada soal yang ke 217.



• Pertanyaan 42 Apa keunikan yang lain dari surat Al Fatihah ? Jawab : Huruf - huruf Hijaiyah yang terdapat dalam surat Al fatiha berjumlah 22 dan para sahabat Nabi di kala turunya surat Al fatiha berjumlah 22 orang. Huruf - Huruf Hijaiyyah yang tidak ada pada surat Al Fatihah ada 7 huruf yaitu : 1. Tsa yang berarti Tsabur (pengusiran ) 2. Jim yang berarti Jahim ( Neraka Jahim ) 3. Kha yang berarti Khauf ( rasa takut ) 4. Zay yang berarti Zalim (pohon dalam neraka ) 5. Syin yang berarti Syaqawah ( kesengsaraan ) 6. Zha yang berarti AZ Zhulmah ( Kezaliman ) 7. Fa yang berarti Firaq (Kesengsaraan ) Siapa yang meyakini dan membaca surat ini dengan pengagungan dan penghormatan maka dia akan aman dari ketujuh perkara tersebut .Demikian di sebutkan dalam TERJEMAHAN TAFSIR RUHUL BAYAN ,JILID 1 HALAMAN 89-90. Diantara 114 jumlah dalam Alquran hanya surat Al fatihah saja yang tidak ada huruf Fa.



115