125 97 71 MB
Indonesian Pages [109] Year 2017
Burung-burung di Taman Nasional Matalawa
Luthfi R Yusuf Simon Onggo E H Benny E Purnama Rimba Bintoro Heri Andri BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
i
ii
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
iii
iv
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
v
Burung-burung di Taman Nasional Matalawa (Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti)
Penulis: Luthfi R Yusuf Simon Onggo E H Benny E Purnama Rimba Bintoro Heri Andri ISBN: 978-602-60691-1-5 Desain sampul dan tata letak: Simon Onggo E H Penerbit: Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti Kantor: Jln. Adam Malik KM 5, Kel. Kambajawa Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur Telp: (0387) 61914 E-mail: [email protected]
Cetakan pertama, November 2017 Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
Burung-burung di Taman Nasional Matalawa
Luthfi R Yusuf Simon Onggo E H Benny E Purnama Rimba Bintoro Heri Andri
Dicetak dengan anggaran DIPA BTN Matalawa 2017
Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti
vi
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
vii
DAFTAR ISI
viii
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Sambutan Menteri LHK
x
Sambutan DIRJEN KSDAE
xii
Sambutan Bupati Sumba Timur
xiv
Kata Pengantar Kepala Balai TN Matalawa
xvi
Selayang Pandang Kawasan Taman Nasional Matalawa
2
Eksplorasi Burung Sumba
8
Tentang Buku
14
Kondisi Umum
18
Savana Sebagai Habitat Burung Endemik
26
Burung, Agama Marapu dan Budaya Sumba Timur
34
Serangan Hama Belalang Kembara dan Perburuan Burung
50
Deskripsi Jenis
56
Daftar Jenis
174
Daftar Pustaka
184
Tentang Penulis
190
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
ix
SAMBUTAN Kawasan Taman Nasional Matalawa bagaikan oasis yang menjadi sumber mata air bagi pulau Sumba yang daratannya didominasi padang savana.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc
I
ndonesia merupakan negara Megabiodiversiti yang dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang luas dengan tingkat keunikan ekologi yang sangat tinggi. Khusus untuk kelas avifauna, Indonesia adalah negara terkaya keempat dengan memiliki 1.666 jenis burung dan termasuk peringkat pertama dalam tingkat endemisitas, jauh diatas negaranegara lain. Namun sampai dengan saat ini, masih banyak kekayaan alam hayati yang belum terdokumentasi dan
x
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
terdeskripsikan dengan baik, sehingga masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui kekayaan hayati yang ada. Padahal peran keanekaragaman hayati sangat penting untuk masa depan Indonesia dan dunia terutama untuk bio-energi, bio-medicine, air dan lain-lain. Wilayah ekoregion Indonesia terdiri dari: Ekoregion Paparan Sunda yang dipengaruhi ekologi Asia; Ekoregion Paparan Sahul yang dipengaruhi oleh ekologi Australia; dan Ekoregion Wallacea yang memiliki kekhasan tersendiri. Diantara ketiganya, Wallacea termasuk ekoregion yang masih minim informasi, publikasi dan promosi. Oleh karena itu, buku “Burungburung di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti” semacam ini sangat banyak manfaatnya dan sangat berarti. Tidak hanya sebagai tampilan informasi semata, tetapi juga untuk penyampaian pengetahuan dan nasihat kepada publik. Tidak hanya sebagai bahan pertimbangan kebijakan scientific based management, tetapi juga untuk perencanaan jangka panjang sekaligus untuk
promosi pengembangan ekowisata yang saat ini menjadi tren dunia. Saya merasa bangga dan menyampaikan penghargaan yang tinggi atas lahirnya buku ini. Sangat kita harapkan bermunculan karya-karya lain setelah ini. Akhirnya, semoga Allah Subhanahuwata’ala memberikan rahmat-Nya, sehingga kita dapat memenuhi capaian kinerja yang telah dirumuskan. Yang untuk itu semua kita akan mampu memperbaiki kondisi tapak di setiap jengkal tanah air tercinta Indonesia.
Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
xi
SAMBUTAN Kawasan yang lestari menjadi habitat yang nyaman bagi kehidupan satwa liar seperti julang sumba yang endemik ini.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ir. Wiratno, M.Sc
K
awasan konservasi di Indonesia merupakan merupakan salah satu yang terpenting di dunia. Bentang alam yang luas dan beragam serta spesifik, sangat linier dengan kompleksitas tantangan dalam mengelola permasalahan yang ada dalam setiap kawasan. Oleh karena itu, strategi pengelolaan kawasan konservasi saat ini dan yang akan datang, wajib dilakukan dengan pelibatan para pihak yang tergantung
xii
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
dan memiliki kepentingan akan kawasan tersebut. Satu hal lain yang sangat penting dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah akselerasi dan validitas informasi mengenai satwaliar dan tumbuhan, serta potensi komponen lainnya dalam kawasan tersebut yang selalu diupdate oleh pengelola dan accessible oleh khalayak umum. Buku semacam ini merupakan salah satu instrumen awal yang mencerminkan keseriusan pengelola dalam pengelolaan kawasan dan sekaligus pelayanan publik. Terlebih karya ini merupakan hasil keringat dan buah pemikiran anak bangsa, sehingga diharapkan bisa menjadi motivasi untuk melahirkan karya-karya berikutnya. Dua dasawarsa yang lalu, Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (Matalawa) merupakan dua kawasan konservasi yang ditunjuk untuk melindungi burung-burung endemik. Kini menjelma menjadi Matalawa yang terus berinovasi dan mempromosikan potensi kawasannya, sehingga tidak hanya dinikmati oleh masyarakat setempat tetapi juga bisa dikunjungi oleh wisatawan dari
pulau lain dan bahkan dari negara lain. Sekali lagi, buku ini menjadi energi positif bagi kebangkitan pengelola kawasan konservasi yang tidak hanya di Matalawa tetapi juga kesatuan kawasan-kawasan konservasi lain di negara tercinta ini. Kami mengapresiasi sekali atas lahirnya karya-karya semacam ini, dan terus mendorong untuk munculnya ide-ide dan pemikiran baru yang fresh dari anak-anak bangsa. Kepada para pihak yang telah meluangkan waktu untuk terwujudnya karya ini, kami ucapkan terimakasih. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita sekalian untuk dapat berpartisipasi di bidang tugas kita masing-masing dalam rangka mewujudkan citacita luhur Bangsa Indonesia.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
xiii
SAMBUTAN Ekspresi budaya masyarakat Sumba mencerminkan kedekatannya terhadap alam, terlihat dari beragam motif tenun ikat dan pahatan dalam batu kubur yang menampilkan sosok satwa-satwa liar.
Bupati Sumba Timur Drs. Gidion Mbilijora, M.Si
M
atalawa adalah Sumba, dan Sumba adalah Matalawa, dua bentuk wilayah yang terikat mutualisme dan memiliki kepentingan yang sama yakni Kemajuan Pembangunan dan Kelestarian Hutan Sumba. Matalawa membentang di tengah-tengah Sumba, dan hamparan Sumba kokoh tersangga Matalawa yang tegak menjulang. Saya menyambut gembira atas terbitnya buku “Burung-burung di
xiv
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Taman Nasional Matalawa”, karena melalui publikasi ini, kita masyarakat Sumba akan menjadi lebih mengenal kekayaan yang dimiliki. Hal ini penting, karena data dan informasi yang lengkap mengenai potensi yang dimiliki, akan menimbulkan rasa bangga dan kepercayaan diri masyarakat Sumba. Bagi Pemerintah Sumba Timur, buku informasi semacam ini sangat bermanfaat sebagai bagian dari salah satu strategi pembangunan daerah yaitu “optimalisasi informasi dalam rangka promosi prospek kepariwisataan melalui kemitraan”. Informasi-informasi dalam buku ini sangat bermanfaat untuk kami, karena tidak hanya bercerita tentang kekayaan burung-burung di Sumba tetapi juga menjelaskan budaya dan kepercayaan di Tana Humba ini. Buku ini pun menyajikan kronologis fenomena serangan hama belalang yang kerap kali menghantui para petani. Mengenai fenomena serangan hama tersebut, kami menduga ada kaitannya dengan kondisi populasi burung-burung di Sumba. Semoga buku ini hadir untuk meningkatkan
kecintaan masyarakat Sumba terhadap burung-burung yang ada di sekitarnya dan turut melestarikannya. Untuk itu, kepada Balai Taman Nasional Matalawa, saya harapkan agar lebih meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan Pemerintah Sumba Timur. Dengan demikian, kita tetap bisa bersama-sama mengelola kawasan dan kekayaan yang terkandung didalamnya supaya lebih bermanfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Sumba secara umum dan khususnya bagi kemajuan pembangunan Sumba Timur. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita sekalian.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
xv
KATA PENGANTAR Kepak sayap Kakatua Sumba yang selalu ada di atas Kawasan Matalawa menandakan bahwa kawasan ini masih menjadi rumah terbaik bagi koloni mereka.
Kepala Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti Maman Surahman, S.Hut, M.Si
A
lhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur mari kita panjatkan ke khadirat ALLAH Subhanahuwata’ala karena atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan “Buku Burung-burung di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (Matalawa)”. Buku ini disusun tidak hanya untuk media informasi keanekaragaman burung yang ada di
xvi
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
dalam kawasan, tetapi juga sebagai sarana promosi untuk mendorong dan mendukung pengembangan ekowisata khususnya birdwatching. Sebagai kawasan konservasi yang tujuan utamanya untuk melindungi burung dan habitatnya, terutama burung endemik, maka buku semacam ini merupakan salah satu alat yang harus dimiliki oleh pengelola. Upaya pendokumentasian data visual burung yang dilengkapi dengan deskripsi setiap jenis, merupakan informasi penting yang bisa dipakai sebagai acuan dalam memutuskan kebijakan dan melaksanakan kegiatan. Selain itu, Taman Nasional Matalawa sudah sejak lama terkenal ke mancanegara sebagai salah satu destinasi wisata birdwatching, sehingga mudahmudahan buku ini segera diterbitkan dalam bahasa internasional. Kami mengucapkan terimakasih kepada pada para pihak atas sambutan, saran, kritik, kontribusi dan partisipasinya dalam penyusunan buku ini terutama kepada Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dr. Siti Nurbaya, Bapak Direktur Jenderal KSDAE Ir. Wiratno, M.Sc, Bapak Bupati Sumba Timur Drs. Gidion Mbilijora, M.Si, Dr. Karyadi Baskoro, Prof. Ani Mardiastuti, Swiss Winanis, Imam Taufiqurahman, Okky Hidayat, Burung Indonesia, masyarakat Sumba dan seluruh pegawai Matalawa. Kami juga menyadari bahwa buku ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat berharap menerima saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan buku ini.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
xvii
Hamparan hutan primer yang masih alami adalah salah satu habitat terbaik bagi sebagian burung-burung di Matalawa 18
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
1
Selayang Pandang Kawasan Taman Nasional Matalawa
Seakan masih belum percaya bahwa buku ini akhirnya terbit juga. Masih banyak kekurangan memang, namun diharapkan melalui buku perdana inilah kami akan mengetahui kekurangannya. Buku ini terlahir dari inspirasi dan motivasi.
2
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Salah satu inspirasi terbesar adalah kreatifitas dan kerja keras rekanrekan PEH di Taman Nasional Baluran yang sejak sewindu yang lalu telah berhasil menyusun buku yang luar biasa berjudul “Burung-burung Taman Nasional Baluran”. Awalnya terlihat mudah untuk menyusun buku semacam ini, karena seolah-olah hanya menampilkan foto, menambahkan tulisan dan mengumpulkan. Namun apa yang mereka alami, kami pun mengalami proses perjuangan yang hampir sama. Perjuangan yang sebenarnya adalah konsisten mendokumentasikan dan menulis apa yang kita dokumentasikan, sehingga pada akhirnya mengantarkan kami pada penerbitan buku ini. Adapun yang menjadi motivasi terbesar adalah rasa tanggungjawab kami sebagai pengelola kawasan konservasi yang ditunjuk dan dimandatkan untuk untuk melindungi kekayaan jenis burung Sumba, terutama burung-burung endemik. Tentu hadirnya buku ini adalah suatu keharusan, karena sangat tidak
Kombinasi hutan sekunder dan savana di perbukitan, memperkaya keanekaragaman burung-burung Kawasan Matalawa
etis jika kita mengaku kaya namun tidak mengetahui apa-apa saja yang menjadi kekayaan kita. Sumba ini sangat spesial, pulau kecil tapi memiliki dua kawasan taman nasional yaitu Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. Dua kawasan taman nasional tersebut kini menjadi Taman Nasional Matalawa (perpaduan dari keduanya). Awalnya kedua taman nasional memiliki flagship spesies masing-masing yakni kakatua sumba (Cacatua sulphurea) dan julang sumba (Rhyticeros everetti), namun kini
harmoni dan perpaduan keduanya. Setelah bergabung, Taman Nasional Matalawa pun menjadi lebih spesial. Luasannya yang kurang dari 10 % luas Sumba, memiliki peran, fungsi dan manfaat yang begitu banyak bagi kehidupan mahluk hidup yang tinggal di pulau ikonik ini. Beberapa publikasi menyebutkan bahwa tegakan hutan alam yang tersisa di Sumba sebagian besar terdapat di kawasan taman nasional. Begitu juga dengan ribuan mata air yang mengalirkan airnya menjadi puluhan air terjun dan sungai-sungai besar, BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
3
menjadikan Matalawa sebagai kawasan perlindungan hidrologi yang sangat penting. Perpaduan antara variasi ekosistem dan tegakan hutan dengan daerah aliran sungai yang beragam merupakan rumah yang nyaman bagi lebih dari 150 jenis burung yang tinggal didalamnya baik sebagai penetap maupun sebagai pengunjung musiman (migran).
Hutan Billa, salah satu habitat yang lengkap dengan perpaduan ekosistem sungai yang diapit oleh ekosistem hutan dengan variasi ketinggian dan ekosistem savana.
4
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Sampai saat ini kawasan hutan Matalawa beserta isinya masih erat hubungannya dengan budaya setempat. Beberapa lokasi dalam kawasan masih digunakan sebagai tempat ritual Marapu, salah satu kepercayaan setempat. Ritual tersebut terkadang masih melibatkan salah satu genus dalam avifauna yaitu Gallus varius alias ayam hutan hijau atau Manutata (bahasa Sumba) sebagai bahan persembahannya. Selain itu, di bagian barat kawasan
taman nasional terdapat ritual Po’du yakni sebuah agenda adat tahunan untuk berburu. Untungnya satwa target untuk berburu tersebut bukan burung, melainkan babi hutan. Pada beberapa tempat dalam kawasan ditemukan kuburan atau kumpulan dari banyak kuburan, baik yang diduga sejak jaman megalitik maupun yang diduga sekitar setengah abad yang lalu. Hal ini menunjukan bahwa wilayah yang kini menjadi Taman Nasional Matalawa sudah sejak lama menjadi lingkungan yang ideal baik bagi mahluk hidup seperti flora, fauna, manusia dan bahkan untuk sesuatu selain itu. Pada sudut pandang sosial ekonomi, potensi-potensi dari Taman Nasional Matalawa sudah sejak lama dimanfaatkan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat secara langsung. Beberapa aliran sungai sudah dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air minum, irigasi pertanian, usaha perikanan dan upaya konversi menjadi energi listrik. Selain itu, beberapa potensi yang menyuguhkan daya tarik sudah dikelola untuk bisa dinikmati oleh para pengunjung baik lokal maupun mancanegara. Selain cerita manis, kawasan taman nasional beserta burung-burung yang ada didalamnya pernah mengalami pengalaman kelam, terutama sejak 1990-an. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, saat itu Sumba
+
Transformasi logo dua kawasan konservasi menjadi Taman Nasional Matalawa
pernah mengalami over populasi kakatua sumba yang mengakibatkan terganggunya aktifitas pertanian masyarakat khususnya jagung. Sehingga masyarakat pernah menganggap Si Jambul Jingga sebagai “hama”. Salah satu reaksi masyarakat terhadap “gangguan” tersebut, adalah upaya penangkapan dengan berbagai cara. Apalagi tingginya permintaan pasar dari luar untuk kakatua sumba menyebabkan semakin maraknya perburuan yang mengakibatkan populasinya menurun dengan sangat drastis. Kondisi ini mendapatkan perhatian dari dunia internasional dan mengkategorikan kakatua sumba BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
5
Tangga bambu yang dahulu ditancapkan oleh pemburu untuk menangkap Kakatua Sumba, kini sudah terbalut kulit pohon Mara (Tetrameles nudiflora)
sebagai jenis yang critically endangered atau sangat terancam punah dalam Redlist IUCN (International Union for Conservation of Nature) tahun 2007 dan Appendix 1 CITES (Convention on International Trade of Endangered Species Flora and Fauna). Menurut Prof. Ani Mardiastuti (Guru Besar IPB) bahwa kakatua sumba (C.s.citrinocristata) anak jenis dari kakatua-kecil jambu kuning (Cacatua sulphurea) merupakan burung yang lebih banyak dicari oleh kolektor burung dibandingkan dengan kakatuakecil jambul kuning lainnya karena jambulnya yang berwarna jingga tidak dimiliki oleh anak jenis lain. Kini sejak ada pengelola taman nasional, perburuan terhadap kakatua sumba sudah tidak terjadi lagi. Namun 6
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
perburuan terhadap jenis burung tertentu masih ditemukan walaupun frekuensinya relatif jarang. Adapun jenis-jenis burung yang masih menjadi target perburuan diantaranya : ayam hutan hijau (Gallus varius), branjangan jawa (Mirafra javanica), pipit-pipitan atau bondol (Lonchura sp); dan merpatimerpatian seperti punai sumba (Treron teysmani). Selain pemburu lokal yang sering beraksi di dalam kawasan taman nasional, sudah umum terdengar bahwa pemburu internasional pun sering mengunjungi Matalawa. Akan tetapi cara “berburu” si pemburu internasional ini berbeda, yakni hanya menggunakan teropong (mono/ binokuler) dan kamera mereka “laras panjang” atau lebih popular disebut sebagai birdwatcher. Mereka berburu untuk bisa menikmati tarian dan kicauan burung di alam dan membidik fotonya sebagai buah tangan yang bisa menjadi media untuk berbagi informasi kepada pecinta burung di belahan dunia lainnya. Adalah Langgaliru yang sudah sangat terkenal ke mancanegara untuk wisata birdwatching ini. Selain itu, terdapat lokasi lain dalam kawasan taman nasional yang menjadi target para birdwatcher mancanegara diantaranya:
Manurara dan Watumbelar. Tercatat sekitar 37 orang dari 148 wisatawan mancanegara adalah para birdwatcher dari 12 negara yang secara khusus mengunjungi Langgaliru untuk melihat keindahan ragam burung dalam taman nasional. Kajian potensi pengembangan ekowisata birdwatching di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru terlah dibuat sejak tahun 2011. Kajian ini sangat penting sebagai saran dan masukan bagi pengelola Matalawa agar bisa mengimplementasikan strategi pengelolaan ekowisata birdwatching guna meningkatkan kunjungan wisata
guna menambah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan mendongkrak kesejahteraan masyarakat setempat. Merespon hasil kajian tersebut, Taman Nasional Matalawa pun sedang dalam proses melakukan beberapa langkah-langkah nyata untuk meningkatkan kunjungan wisata terutama birdwatching. Salah satunya adalah kegiatan birding dan lomba fotografi burung. Buku ini melengkapi event tersebut sebagai upaya untuk mempromosikan potensi wisata birdwatching di Taman Nasional Matalawa.
Aktifitas pengamatan burung tidak hanya dilakukan oleh PEH Matalawa, tetapi juga oleh wisatawan dari mancanegara.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
7
Eksplorasi Burung Sumba
Sumba oh Sumba…Sumba adalah pulau yang penulis kenal sejak satu dasawarsa yang lalu. Sebagian orang Indonesia belum bisa membedakan antara Sumba dengan Sumbawa. Hal yang istimewa ketika satu setengah abad yang lalu sudah menjadi target eksplorasi para peneliti burung dari Eropa.
Pohon kadauki atau sebangsa beringin (Ficus sp) adalah salah satu pohon pakan Julang Sumba
8
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Pada buku ini catatan sejarah survei burung di Sumba dikelompokan menjadi dua periode berdasarkan peristiwa kemerdekaan Negera Republik Indonesia tahun 1945. Pada fase sebelum kemerdekaan, eksplorasi burung pertama kali dilakukan pada pertengahan abad ke-18. Penamaaan burung Cacatua sulphurea citrinocristata oleh Fraser pada 1844 dan Larius roratus cornelia oleh Bonaparte pada 1853, menunjukan bahwa setidaknya dua author (penulis jurnal) tersebut telah melakukan studi burung Sumba satu
abad sebelum kemerdekaan. Mayr (1944) menceritakan bahwa peneliti selanjutnya yang datang ke Sumba adalah Riedel pada tahun 1880 sebagai orang pertama yang melakukan koleksi spesimen burung. Pada tahun 1882 Meyer berhasil mencatat 40 jenis burung. Sepuluh tahun kemudian J.Buettikofer dan 14 tahun kemudian E.Hartert mempublikasikan paper burung Sumba. Delapan belas tahun berselang (atau pada awal abad ke-19), kunjungan H.F.C. Ten Kate dan William Doherty serta Alfred Everett berhasil mencatat sebanyak 103 jenis burung. Pada tahun 1928 secara khusus Stebers berkunjung ke LanggaliruSumba dan berhasil mendeskripsikan secara detail spesimen Microeca stresemani yang sekarang menjadi Rhinomyias oscillans stressemani atau Sikatan-rimba ayun. Informasi mengenai Sikatan-rimba ayun kemudian diperbaharui oleh Rensch pada tahun 1931. Bahwa yang hidup di Sumba jarang dijumpai ditajuk teratas suatu pohon dan dilihat dari pakannya tidak seperti sikatan pada umumnya. Kemudian pada tahun 1938, Riffley melakukan ekspedisi ke beberapa pulau di Indonesia khusus untuk jenis Seriwang Asia (Tersiphone paradise). Ia mengatakan bahwa hampir seluruh individu jantan di Sumba berekor panjang dan berwarna putih. Rasio jantan berekor putih dengan yang berwarna “rufous” adalah 15:3.
Individu betina Myzomela Sumba, salah satu burung endemik Sumba.
Sementara pulau lain di Indonesia rasio tersebut berkisar antara 3:1 sampai dengan 7:1. Eksplorasi selanjutnya dilakukan oleh K.W. Dammerman pada tahun 1926, B.Rensch pada tahun 1931 dan Stein mulai tahun 1932. Stein adalah orang pertama yang merangkum daftar jenis/taksonomi burung Sumba dengan cukup rinci. Sedangkan Ernst Mayr pada tahun 1944 sebagai peneliti terakhir pada era pra-kemerdekaan yang berhasil mencatat perjumpaan 121 jenis burung di Sumba ini. Setelah kemerdekaan Indonesia, peneliti asing mulai berdatangan, salah satunya adalah E.R Sutter yang BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
9
melakukan ekspedisi ke Sumba pada tahun 1949 (Linsley et al, 1998). Namun sejak saat itu hingga tiga dasawarsa kemudian tidak diketahui ada ornithologis yang melakukan penelitian burung di Sumba. John MacKinnon adalah orang yang memulai lagi survei burung di Sumba pada tahun 1979 dengan hasil berupa daftar jenis yang sudah terdokumentasikan secara sistematik. Publikasi hasil penelitiannya tersebut sangat terkait dengan jenisjenis endemik Sumba dan cukup berpengaruh dalam meningkatkan frekuensi kunjungan para birdwatcher asing ke Sumba. Lokasi yang menjadi favorit kunjungan para birdwatcher mancanegara adalah Langgaliru-Lewa. Lokasi tersebut merupakan bagian dari Taman Nasional Matalawa. Review Jenis Burung Kawasan Taman Nasional
dalam
Komposisi jenis burung di Sumba merupakan cerminan dari posisi geografis dan kondisi ekologis pulau Sumba itu sendiri. Posisi geografis yang lebih dekat dengan Pulau Flores dibandingkan dengan Pulau Timor, menyebabkan jenis burung di Sumba lebih banyak kemiripan jenis burung dengan Flores dibandingkan dengan Timor. Kondisi ekologis Sumba yang lebih kering (arid) dan tanpa 10
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
dataran tinggi (hanya 1.200 mdpl), menyebabkan kekayaan jenis burung di Flores lebih tinggi dibandingkan Sumba. Dalam hal endemisitas, walaupun Sumba tidak memiliki genus (marga) yang endemik, namun setidaknya memiliki 8 jenis endemik (yang kini menjadi 11 jenis endemik). Untuk tingkat sub-jenis, Sumba memiliki 23 sub-jenis endemik (yang sekarang menjadi 22 sub-jenis endemik) karena sub-jenis tersebut naik menjadi tingkat jenis endemik. Adapun jenis endemik Sumba terdiri dari: julang sumba (Rhyticeros everetti), cabai sumba (Dicaeum wilhelminae), burungmadu sumba (Cinnyris buettikoferi), gemak sumba (Turnix everetti), myzomela sumba (Myzomela dammermani), punai sumba (Treron teysmanii), sikatan sumba (Ficedula harterti), sikatancoklat sumba (Muscicapa segregeta), pungok sumba (Ninox sumbaensis), pungok wengi (Ninox rudolfi), dan walik rawamanu (Ptilinopus dohertyi). Sebagian besar peneliti yang melakukan survei burung di Sumba, hampir selalu mengambil salah satu lokasi penelitian dalam kawasan konservasi baik sebelum ataupun sesudah menjadi taman nasional. M.Takandjandji merupakan salah satu peneliti Indonesia sekaligus putra daerah yang melakukan survei burung Sumba pada tahun 1996. Ia memilih lokasi pengamatan di hutan Wundut yang merupakan bagian dari
taman nasional. Saat itu ia berhasil mengidentifikasi 52 jenis burung dari 30 famili. Jumlah jenis yang dijumpainya tersebut lebih banyak daripada jumlah jenis yang ia peroleh di lokasi Kombapari di luar taman nasional. Takandjandji dan Sutrisno (1996) menuliskan hasil inventarisasi burung yang dilakukan oleh Jones dan Banjaransari pada tahun 1990 tercatat 158 jenis (7 jenis diantaranya merupakan endemik Sumba). Sedangkan penelitian Jepson (1994) menyatakan sebanyak 9 dari 181 jenis yang dijumpainya merupakan jenis burung langka dan terancam punah dari 181 jenis. Penelitian Jati pada tahun 1998, berhasil mencatat 97 jenis burung termasuk salah satunya burungmadu sriganti (Nectarina jugularis) dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides).
Betetkelapa paruh-besar, salah satu dari lima burung paruh bengkok yang ada di Kawasan Matalawa
Kedua jenis tersebut pertama kali dijumpai di Sumba dan disertakan dalam daftar jenis kolektif oleh Burung Indonesia. Perjumpaan burungmadu sriganti kemudian dikonfirmasi oleh Himakova pada tahun 2009, sedangkan perjumpaan bondol jawa telah dikonfirmasi oleh Bashari dan Wungo pada tahun 2007 dan oleh LIPI pada tahun 2016. Tahun 2001, Persullessy dan Trainor berhasil mencatat 90 jenis burung (7 jenis diantaranya endemik) dalam kawasan Manupeu Tanah Daru. Lemberg dan Rabenak (2007) berdasarkan komunikasi secara personal di wilayah Praingkareha kawasan Laiwangi berhasil mencatat 23 BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
11
Tabel 1. Daftar lokasi monitoring dan rata-rata perjumpaan No
jenis burung. Namun dua jenis dalam catatan tersebut belum terkonfirmasi oleh peneliti lainnya yakni Fregata andrewsi (cikalang pulau christmas) dan Sula abotti atau angsa-batu coklat. Pada tahun 2007, Bashari dan Wungo (Tim Burung Indonesia) yang melakukan survei hampir di seluruh kawasan Manupeu Tanah Daru berhasil mencatat 119 jenis burung.
Catatan Perjumpaan oleh Pengelola Taman Nasional Matalawa Pengelola Taman Nasional Matalawa terdiri dari 119 sumber daya manusia, dengan rincian 68 orang PNS dan 51 orang tenaga kontrak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17 orang adalah tenaga fungsional PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) yang selalu konsisten melakukan monitoring burung di beberapa lokasi yang telah ditetapkan. Walaupun anggota-anggota PEH tersebar di kantor balai (kota) dan kantor seksi/resort (lapangan), namun saat menjadi tim untuk berupaya kompak melaksanakan kegiatan monitoring dengan tertib. Selain anggota PEH, ada juga rekan-rekan Polisi Kehutanan (Polhut) dan Penyuluh Kehutanan yang tertarik untuk melakukan pengamatan burung. Kegiatan pengamatan burung yang sudah dilakukan terdiri dari kegiatan monitoring yang resmi penugasan 12
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
dari kantor dengan dukungan anggaran. Selain itu, terdapat kegiatan pengamatan burung yang dilandasi dengan minat atau hobi dan menggunakan anggaran pribadi. Kedua jenis kegiatan tersebut memiliki tujuan yang sama yakni mengamati, mencatat, dan memotret burung yang dijumpai. Sedangkan penulisan deskripsi dan artikel tentang burung tersebut, hanya beberapa PEH saja yang menekuninya. Sampai saat ini hampir seluruh bagian hutan Matalawa sudah pernah dijelajahi oleh pengelola. Akan tetapi tidak semua dari wilayah tersebut telah diamati secara khusus untuk diambil data perjumpaan burungnya. Terdapat sekitar 9 lokasi (site) dari total wilayah-wilayah hutan dalam kawasan Matalawa yang secara rutin dilakukan monitoring burung yaitu: Billa, Mahaniwa, Praingkareha, Laikokur, Lokuwatungodu, Watucidung, Maloba, Ubukora dan Lokuhuma. Berdasarkan kombinasi antara hasil riset sebelumnya di kawasan Taman Nasional Matalawa dengan koleksi catatan perjumpaan dan dokumentasi foto yang terkumpul sampai dengan buku ini diterbitkan, diperoleh sebanyak 156 jenis burung yang pernah dijumpai di dalam kawasan. Daftar lokasi (site) yang rutin dilakukan monitoring tersaji pada tabel 1 halaman berikutnya.
1
Lokasi
Billa
Rata-rata perjumpaan (jenis/ pengamatan) 21 – 50
Jenis-jenis umum (mudah dijumpai)
Jenis langka (sulit dijumpai)
perkici oranye, kakatua sumba, punai sumba, julang sumba, pergam hijau
sikatan-rimba ayun, sikepmadu australia, gemak sumba, sikatan bubik, tionglampu biasa.
2
Mahaniwa
17 – 26
pergam hijau, perkici oranye, betet-kelapa paruh besar, kakatua sumba, ayamhutan hijau,
gosong-kaki merah, myzomela sumba, cabai gesit, burungmadu kelapa, elang paria.
3
Praingkareha
17 - 32
pergam hijau, perkici oranye, betet-kelapa paruh besar, nuri bayan, kakatua sumba
elangular jari-pendek, sikatan bubik, walik rawamanu, kacamata gunung, cikukua tanduk
4
Laikokur
26 - 33
perkici oranye, nuri bayan, betet-kelapa paruh besar, seriwang nusa tenggara, pergam hijau
uncal kuoran, kepudang-sungu sumba, kipasan arafura, eang bondol, sikatan bubik.
5
Lokuwatungodu
20 - 33
perkici oranye, nuri bayan, gosong kakimerah, betetkelapa paruh-besar, kakatua sumba.
junai mas, elang tiram, pecukpadi belang, elangular jari pendek, itik benjut.
6
Watucidung
28
julang sumba, kakatua sumba, perkici oranye, bubut alang-alang, betetkelapa paruhbesar.
isapmadu australia, cabai gesit, cabai gunung, elang bondol, sikatan paruh-lebar
7
Maloba
29
kirik-kirik australia, nuri bayan, betetkelapa paruh-besar, perkici oranye, kakatuasumba
gosong kaki-merah, kepudang-sungu besar, elanglaut perut putih, wiwik uncuing, kepudangkuduk hitam.
8
Ubukora
24
kakatua sumba, julang sumba, perkici oranye, betetkelapa paruhbesar, nuri bayan.
baza pasifika, Itik alisputih, branjangan jawa, serak padang, uncal kuoran
9
Lokuhuma
27 - 32
bubut alang-alang, pipit benggala, betetkelapa paruhbesar, kakatua sumba, nuri bayan
elang tikus, alap-alap sapi, elang bondol, sikatan paruh lebar, seriwang nusa tenggara
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
13
Tentang Buku
Buku edisi pertama ini ditujukan untuk masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Sumba dan lebih khusus untuk anak-anak sekolah (SD, SMP, SMA), kaum Ibu dan lainnya yang berada disekitar Kawasan Taman Nasional Matalawa. Pada buku ini pembaca bisa melihat berbagai foto burung, habitat atau kawasan dan foto lainnya yang secara keseluruhan merupakan hasil yang diperoleh para penulis selama “jalan-jalan” menelusuri berbagai titik dalam kawasan Taman Nasional dan sekitarnya. Beberapa foto merupakan kontribusi dari teman sesama rimbawan/PEH, dan pihak lain yang menyumbangkan fotonya. Secara umum inti buku ini adalah menjelaskan tentang burung-burung yang sudah pernah dijumpai di dalam dan di sektiar kawasan Taman Nasional, dengan komponen sebagai berikut : Jumlah Jenis Di dalam buku terdapat penjelasan 115 jenis burung yang pernah dijumpai secara langsung oleh para penulis (dari 159 jenis yang pernah tercatat). di Kawasan Taman Nasional dan sekitarnya.
14
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Urutan Jenis Urutan deskripsi jenis berdasarkan lampiran Daftar Burung Indonesia nomor 2 yang diterbitkan oleh Indonesian Ornithologist Union (IdOU) tahun 2007. Adapun jenisjenis yang baru dideskripsikan sebagai jenis baru (terpisah dari jenis sebelumnya), disisipkan ke urutan daftar tersebut. Tata Nama Penulisan identitas jenis terdiri dari : nama lokal Indonesia (yang dicetak tebal), kemudian dibawah nama lokal Indonesia tersaji berturut-turut dari kiri ke kanan : nama latin, nama dalam bahasa Inggris (English name), dan nama lokal daerah setempat. Deskripsi Penjelasan yang ditulis pada setiap halaman deskripsi terdiri dari hasil pengamatan langsung penulis di Kawasan Taman Nasional yang dilengkapi dengan tambahan informasi berdasarkan referensi pada laman Handbook of the Birds of the World dan Kutilang Indonesia. Informasi yang disajikan terdiri dari : nama lokal indonesia, nama lokal Sumba, nama latin, nama internasional, foto, famili, satus perlindungan di Indonesia, status keterancaman internasional berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of
Nature), status dalam perdagangan internasional berdasarkan lampiran CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), morfologi singkat yang tidak terlihat pada gambar, distribusi/sebaran, makanan, habitat, sarang, perilaku, dan perjumpaan secara spesifik di kawasan-kawasan hutan lingkup Taman Nasional. Peta Peta yang ditampilkan adalah peta dua kawasan secara bersamaan yaitu Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti dalam lingkup Pulau Sumba supaya pembaca mudah memahami gambaran awal kondisi habitat burung TN MATALAWA. Pada edisi pertama ini, peta hanya disajikan sebelum halaman deskripsi jenis. Status Status perlindungan terdiri dari Dilindungi dan Tidak Dilindungi, berdasarkan Undang-undang (UU) No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Status Keterancaman berdasarkan IUCN yang terdiri dari simbol : CR : Critically Endangered (Sangat Terancam Punah) EN : Endangered (Terancam Punah / Genting)
VU NT LC
: Vulnerable (Terancam / Rentan) : Near Threatened (Hampir Terancam) : Least Concern (Resiko Rendah / Kurang Menghawatirkan)
Status Peraturan Perdagangan Internasional menurut CITES : A I : Appendix 1 yaitu semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila diperdagangkan A II : Appendix 2 yaitu semua jenis yang statusnya belum terancam tetapi akan terancam apabila dieksploitasi berlebihan A III : Appendix 3 yaitu semua jenis yang juga dimasukan dalam peraturan di dalam perdagangan dan negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan. Status sebaran jenis berdasarkan buku panduan lapang Burungburung Wallacea dan Daftar Burung Indonesia, terdiri dari : E : Endemik, yaitu jenis endemik Pulau Sumba E sp : Sub-spesies Endemik yaitu anak jenis yang endemik Pulau Sumba BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
15
16
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
17
Kondisi Umum
Sumba termasuk pulau yang cukup besar dan merupakan salah satu pulau yang terletak di posisi terluar Indonesia. Luas pulau Sumba sekitar 11.005 km2 dan memiliki 31% kawasan hutan dengan komposisi terbesar (57%) berupa kawasan konservasi.
Kawasan konservasi yang ada di pulau Sumba pada masa sebelum reformasi (1998) adalah Cagar Alam (CA) Langgaliru. Posisi CA tersebut berdekatan dengan Hutan Lindung Manupeu, Hutan Lindung TanadaruPraimamongu Tidas, Hutan Lindung/ Hutan Produksi Terbatas Praing PalendiTanadaru. Pada tahun 1998, penggabungan kawasan-kawasan hutan tersebut ditunjuk menjadi Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dengan luas ±87.984,09 ha. Pada saat yang sama, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor SK.576/Kpts-II/1998 tanggal 3 Agustus 1998 ditunjuk juga Taman Nasional Laiwangi Wanggameti dengan luas sekitar ±47.014 ha. Tahun 2016 terjadi penggabungan dua pengelola kawasan tersebut menjadi Balai Taman Nasional Matalawa atau kependekan dari Manupeu Tanah “Cekungan Goa Kanabubulang akibat tumbukan meteor yang kini menjadi salah satu tipe habitat burung yang unik dan spesifik
18
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Daru dan Laiwangi Wanggameti. Penggabungan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia nomor P.7/Menlhk/Setjen/ OTL.0/1/2016. Proses tata batas yang telah berlangsung pada kedua kawasan ini memperbaharui luas kawasan menjadi 50.128,383 ha untuk kawasan Manupeu Tanah Daru sesuai SK.3911/MenhutVII/KUH/2014 tanggal 14 Mei 2014. Sedangkan untuk kawasan Laiwangi Wanggameti menjadi 41.772,18 ha berdasarkan SK.1158/MenLHK-PKTL/ KUH/PKTL.2/4/2016 tanggal 8 April 2016, sehingga saat ini luas kawasan Taman Nasional Matalawa sekitar 9% dari luas daratan Sumba. Secara geografis kawasan Taman Nasional Matalawa berada pada 119o26’5,64”-119o53’21,172” BT dan 9o53’32,013-9o29’43,809” LS untuk kawasan Manupeu Tanah Daru dan 120o03’-120o19’ BT dan 9o57’-10o03’ LS untuk kawasan Laiwangi Wanggameti. Secara administratif kawasan Taman Nasional Matalawa berbatasan langsung dengan tiga kabupaten yaitu: Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur. Kawasan Manupeu Tanah Daru terpisah sekitar 35 – 40 km dari kawasan Laiwangi Wanggameti. Adapun batas-batas kawasan Manupeu Tanah Daru secara detail terdiri dari:
•
Barat Desa Katikuloku, Desa Hupumada, Desa Rewarara, Desa Baliloku – Kec. Wanokaka; Desa Kalembukuni, Desa Beradolu – Kec. Loli; Desa Umbu Pabal – Kec. Katikutana.
•
Timur Desa Mondulambi, Desa Kangeli, Desa Umamanu, Desa Bidipraing, Desa Watumbelar – Kec.Lewa Tidahu.
•
Utara Desa Manurara, Desa Malinjak, Desa Tanamodu, Desa Okawacu – Kec. Katikutana Selatan; Desa Maradesa Selatan dan Desa Umbulanggang – Kec. Umbu Ratu Nggay Barat.
•
Selatan Desa Konda Maloba – Kec. Katikutana Selatan dan Samudera Hindia.
Sewindu yang lalu desa-desa yang berbatasan dengan Kawasan Manupeu Tanah Daru sebanyak 23 Desa. Saat ini sudah bertambah 8 desa pemekaran. Kondisi tersebut pada satu sisi merupakan salah satu indikator peningkatan kuantitas dan kualitas masyarakat. Namun pada sisi lain sangat mungkin menjadi awal peningkatan tantangan pengelolaan kawasan. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
19
PULAU SUMBA Waitabula
La
ut
Sa wu
Waikabubak Waingapu Manupeu Tanah Daru
Sa
mu
de
ra H
ind
ia Laiwangi Wanggameti
20
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
21
Sedangkan batas-batas kawasan Laiwangi Wanggameti secara detail terdiri dari : •
Barat Desa Wudi pandak dan Desa Praingkareha – Kec.Tabundung; Desa Wahang – Kec. Pinu Pahar.
•
Timur Desa Wanggameti – Kec.Matawai Lapau; Desa Nangga dan Desa Tandulajangga – Kec.Karera.
•
Utara Desa Katikutana – Kec.Matawai Lapau; Desa Billa dan Waikanabu – Kec.Tabundung.
•
Selatan Desa Nggongi dan Desa Praimadita – Kec.Karera; Desa Wanggabewa dan Desa Lailunggi – Kec.Pinu Pahar.
Gabungan dua kawasan menjadi kawasan Taman Nasional Matalawa memiliki variasi ketinggian dari 0 sampai dengan 1.224 meter dpl dan terdiri dari beberapa tipe hutan yang paling lengkap di Sumba. Dengan demikian kawasan Taman Nasional Matalawa merupakan representasi dan harapan terakhir ekologi Sumba ini. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman Nasional Matalawa berada pada variasi tipe iklim C (agak basah) sampai dengan F (kering) dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 100 – 2000 mm. Ekosistem terestrial di kawasan Manupeu Tanah Daru sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim kering yang panjang dengan curah hujan yang rendah. Namun khusus wilayah Gunung Wanggameti cukup lembab/ basah dengan rata-rata kelembaban diatas 71%. Berdasarkan penafsiran citra landsat
Salah satu jalan akses dalam kawasan Taman Nasional Matalawa yang cukup penting dalam upaya pengamatan burung dan memudahkan wisatawan untuk mencapai birdwatching.
22
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
ETM 7+ diketahui bahwa ekosistem terestrial di kawasan Manupeu Tanah Daru terklasifikasi menjadi 4 tipologi vegetasi, yakni: padang savana terbuka, hutan tropika kering, hutan semi awet hijau dan hutan mangrove. Berdasarkan peta tutupan lahan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru terdiri dari hutan (primer/sekunder) sebanyak 66,47%; hutan tanaman 1,25%; semak belukar 10,34%; padang rumput/savana 21,79%; lahan basah 0,11% dan pasir pantai 0,04%. Lahan basah yang ada terdiri dari sungai, danau, rawa; dan lainnya (BTNMT, 2015). Sedangkan menurut penafsiran citra landsat tahun 2000, kawasan Manupeu Tanah Daru terbagi menjadi 11 tipe habitat berdasarkan tutupan hutan yaitu : 1. Hutan primer: tersusun rapat atas pohon-pohon tinggi (>30
Danau Laputi, salah satu lahan basah yang menjadi habitat beberapa jenis burung pemakan ikan dan serangga air.
meter), minim anakan/semai. 2. Hutan sekunder tinggi: terdiri dari pohon-pohon tinggi, tidak terlalu rapat, terdapat banyak anakan/semai. 3. Hutan sekunder muda: didominasi pohon yang lebih pendek, umumnya jenis pioneer, tajuk terpencar, lantai hutan dipadati anakan/semai. 4. Hutan campuran/terpencar: koloni kecil hutan sekunder dengan luasan kurang dari satu hektar, dikelilingi oleh koloni alang-alang atau campur kebun. 5. Hutan pantai dan pantai: hutan BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
23
yang berbatasan langsung dengan bibir pantai, berpasir dan dipengaruhi pasang surut. 6. Alang-alang/semak/ padang rumput: hamparan koloni alang-alang dan semak taikabala (Eupatorium odoratum). 7. Mangrove: didominasi dengan jenis bakau Rhizophora apiculata, Avicenia alba, Bruguiera gymnorhiza, Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Soneratia caseolaris dsb. 8. Tegalan/kebun: eks-kebun masyarakat baik yang masih dimanfaatkan atau sudah ditinggalkan. 9. Lahan basah darat: areal genangan air permanen atau temporer (sungai, danau) 10. Sawah: eks-sawah yang masih berbentuk lahan sawah
11. Pemukiman: eks-rumah/ kampung atau enclave. Kawasan Taman Nasional Matalawa merupakan hulu dari aliran sungai yang sangat penting di Sumba diantaranya: DAS Nggongi, DAS Lailunggi, DAS Linggit, DAS Kambaniru, DAS Tondu, DAS Wahang, DAS Praigaga, DAS Kadahang, DAS Palamedo, DAS Mamboro, DAS Labariri, DAS Praihau, DAS Tidas, DAS Tadanyalu, DAS Lailiang, DAS Lisi, dan DAS Tangairi. Kawasan Manupeu Tanah Daru terdiri dari tujuh zona yaitu: zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi dan budaya dan zona khusus. Sedangkan kawasan Laiwangi Wanggameti terdiri dari lima zona yaitu: zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional dan zona khusus. Zona yang paling besar
Hutan sekunder tinggi di wilayah Maloba dengan komposisi pohon bertajuk tinggi namun tidak terlalu rapat.
24
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
luasannya adalah zona rimba mencakup lebih dari 50% luas kawasan yang sengaja ditetapkan untuk menyangga zona inti. Luasan zona inti itu sendiri sekitar 24% dari luas kawasan. Zona inti adalah area yang paling dilindungi atau dijaga karena di dalamnya terdapat jenis-jenis flora dan
fauna yang menjadi mandat penunjukan kawasan Taman Nasional. Singkatnya zona inti merupakan habitat utama burung-burung endemik yang menjadi spesies kunci Matalawa. Adapun zona lainnya didesain untuk melindungi zona inti dan mengakomodasi kewajiban pengelolaan.
vegetasi campuran yang terdiri dari hutan sekunder dan didominasi koloni alang-alang serta semak belukar.
Salah satu ekosistem sungai yang diapit oleh hutan sekunder yang tipis dan berada di tengahtengah vegetasi alangalang.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
25
Savana Sebagai Habitat Burung Endemik
Taman Nasional Matalawa memiliki daya tarik yang sangat unik dimana bagian wilayahnya selalu terdapat hamparan padang savana yang cukup luas atau padang yang diapit oleh tutupan hutan.
26
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Bagian dasar padang savana tersusun batuan karang yang keras yang dengan mudah dijumpai sehingga beberapa orang menyebut sebagai pulau karang. Hamparan karang tersebut menyebabkan solum tanah diatasnya sangat tipis sehingga didominasi oleh padang rumput dengan luasan yang cukup beragam. Rumput dan semak menjadi jenis dominan yang menempati lingkungan dengan kondisi seperti ini. Padang savana di Taman Nasional Matalawa dibedakan atas dua tipe, yaitu savana derivatif dan savana klimaks iklim. Savana derivatif yaitu savana yang terbentuk karena proses konversi lahan hutan. Oleh karena itu, savana tipe ini bisa terdapat di daerah beriklim basah. Sedangkan savana klimaks iklim adalah savana yang terjadi secara alami. Menurut klasifikasi Whittakker, daerah dengan curah hujan tahunan di antara 500 – 1.500 mm dan suhu udara rata-rata 25-300C memiliki tipe vegetasi asli savana. Pada umumnya topografi Taman Nasional Matalawa adalah berbukit,
sampai dengan keadaan bergunung dengan lereng-lereng agak curam sampai sangat curam. Topografi yang agak datar sampai bergelombang terdapat di bagian tenggara dan selatan dari Taman Nasional Matalawa. sedangkan yang lainnya memiliki topografi berbukit sampai bergunung dengan memiliki lereng-lereng agak curam Kelompok hutan Laiwangi Wanggameti termasuk dalam kelas lereng 3 yaitu agak curam (15 % - 25%), kelas lereng 4 yaitu curam (25%-45%) dan kelas lereng 5 yaitu sangat curam (> 45%). Padang savana merupakan habitat alami bagi jenis satwa baik dari golongan mamalia maupun aves. Habitat tersebut mampu mendukung perkembangbiakan beberapa jenis
Savana yang dikelilingi oleh tutupan hutan campuran adalah habitat terbaik bagi Gemak Sumba.
burung. Jenis satwa selain mamalia pada habitat yang didominasi oleh rumput tersebut adalah burung. Beberapa jenis burung yang sering dijumpai di ekosistem padang Taman Nasional Matalawa adalah myzomela sumba (Myzomela dammermani), apung tanah (Anthus novaeseelandiae), cici padi (Cisticola juncidis), bubut alang-alang (Centropus bengalensis), dan cikrak kutub (Phylloscopus borealis), decu belang (Saxicola caprata), kacamata wallacea (Zosterops wallacei), gereja erasia (Passer montanus), kirikkirik laut (Merops philippinus), kirikkirik australia (Merops ornatus) dan jenis-jenis raptor. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
27
Di savana perbukitan sering terlihat beberapa jenis raptor berburu mangsa.
Jenis-jenis tumbuhan berbunga di tepian padang sangat disukai oleh jenisjenis burung pemakan madu seperti myzomela sumba misalnya bunga kaliandra. Burung-burung pemakan biji dan serangga sering dijumpai memanfaatkan rumput sebagai bahan dasar sarang. Sedangkan raptor memanfaatkan tipe ekosistem savana sebagai tempat berburu. Sehingga keberadaan padang savana di Taman Nasional Matalawa yang termasuk dalam kawasan Wallacea menjadi lebih unik untuk kegiatan birdwatching. 28
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Ragam jenis tumbuhan beberapa jenis burung
untuk
Sudah barang tentu tumbuhan bawah mendominasi ekosistem padang. Sedangkan wilayah berhutan didominasi dengan pepohonan. Padang savana Taman Nasional Matalawa merupakan salah satu tipe ekosistem padang yang menyimpan kekayaan jenis tumbuhan. Sebagai contoh Padang Pahar yang lokasinya berada tepat di tengah tengah kelompok hutan Laiwangi. Padang Pahar merupakan padang
ilalang dengan luas sekitar 120 ha dan dikelilingi oleh hutan dengan kondisi yang masih baik. Padang savana ini ditumbuhi beberapa jenis tanaman yakni alang (Imperata cylindrica), kamalatua (Micrania micranta), mapu (nama lokal), rumba lambat, rumba rara, rumba ritak, wulung gaduk. Jenis-jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di savana adalah nggai atau cimung (Timonius timon) dan kananggar atau haku (Dillenia pentagyna). Wanggameti, Praimahala, dan Umbulangan adalah lokasi-lokasi di Taman Nasional Matalawa yang banyak dijumpai kaliandra bunga merah (Calliandra calothyrsus). Kaliandra cukup banyak tumbuh di pinggiran padang. Ketika berbunga sangat disukai burung myzomela sumba (Myzomela erythrocephala). Keberadaan tumbuhan dalam rangkaian rantai makanan akan selalu menjadi top produsen, karena selalu berperan dalam pemenuhan kebutuhan pakan dan sarang. Jenis vegetasi penting untuk kakatua sumba yang berada di padang savanna Matalawa adalah kananggar (Dillenia pentagyna) dan kapapang (Phaseolus lunatus), dadap (Erythrina sp), lamo (Melia azedarach). Sementara jenis-jenis pakan kakatua sumba antara lain kayarak (Quercus piriformis), kahitau (belum teridentifikasi), lamo (Melia azedarach),
kapapang/kacang hutan (Phaseolus lunatus), kahembi omang (Engelhardia spicata), tadamuru (Terminalia supicata), bunga dadap (Erythrina sp), jarik rundu (belum teridentifikasi), kaduru (Palaquium sp), tanggala (Cloxylon longifolium), kandinu miting (Melochia umbellata), tambura (Cleidin javanicum), kalumbang (Sterculia foetida). Dari jenis-jenis tersebut terdapat tiga jenis pohon pakan yang mampu hidup di padang. Sedangkan untuk pohon sarang tidak dijumpai di ekosistem padang hanya sebatas pohon tengger yaitu kananggar (Dillenia sp.). Burung-burung dari family Estrildidae dan Monarchidae membuat sarang dengan bahan baku rumput dan ranting kering. Kebutuhan bahan sarang akan dengan mudah didapatkan pada lokasi terbuka seperti padang. Seperti pada gambar di bawah seriwang asia yang memanfaatkan rumput sebagai bahan baku dalam pembuatan sarang. Hubungan Spesies Ikon dengan Padang Taman Nasional Matalawa memiliki burung ikon yakni kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) dan julang sumba (Rhyticeros everetti). Keduanya merupakan burung endemik. Lokasi terbuka seperti padang mendukung ketersediaan bahan sarang dan makanan baik dari jenis reptil maupun serangga-serangga kecil. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
29
Keberadaan tumbuhan bawah dan pakan yang mencukupi mampu membentuk rantai makan dalam lingkup ekosistem padang. Rantai makanan tersebut menempatkan dua tingkatan ( jenis burung) yang dianggap predator dari pakan yang tersedia pada ekosistem tersebut. Serangga mudah ditemukan saat terjadinya kebakaran berlangsung seperti kutu daun maupun serangga lainnya yang beterbangan dikarenakan habitatnya terganggu. Dalam kondisi tersebut seringkali terlihat burungburung berdatangan terutama jenis jenis raptor. Gambar di bawah menempatkan dua tingkatan burung predator dalam ekosistem padang. Secara sederhana rantai makanan di habitat padang dapat digambarkan seperti gambar berikut. Tipe ekosistem tersebut juga mempengaruhi perilaku jenis-jenis burung endemik yang membuat sarang pada lubang kayu. Keberadaan padang mampu mempermudah masuknya cahaya matahari dan meningkatnya suhu pada saat siang hari. Lubanglubang sarang pada pohon sarang biasanya mengarah ke tempat terbuka. Kebutuhan akan cahaya matahari yang cukup diduga menjadi alasan penempatan sarang di lokasi tersebut. Lokasi Unggulan Pengamatan Beberapa lokasi di Taman Nasional 30
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Matalawa memiliki kelimpahan burung yang cukup tinggi direkomendasikan untuk aktivitas birdwatching. Tingkat kelimpahan jenis, endemisitas dan akses yang relatif mudah menjadi beberapa kriteria dalam merekomendasikan lokasi pengamatan. Beberapa lokasi yang memiliki keunggulan untuk dijadikan lokasi birdwatching diantaranya adalah site pengamatan Billa, Ubukora, Lokuhuma dan Langgaliru. Lokasi birdwatching Taman Nasional Matalawa merupakan perpaduan antara kawasan hutan tertutup dan padang savana. Karena perbedaan dua tipe ekosistem tersebut akan memudahkan mengamati burung yang sedang terbang maupun bertengger. Tercatat perjumpaan 49 jenis burung di lokasi pengamatan Billa dengan metode point count. Tingkat perjumpaan tersebut menunjukkan kelimpahan yang cukup tinggi, walaupun dilakukan tanpa menggunakan metode jalur. Faktor pendukung lainnya adalah akses lokasi yang berada tidak jauh dari ibukota kecamatan. Dua kondisi tersebut menjadi alasan habitat Billa direkomendasikan untuk kegiatan pengamatan. Sementara untuk lokasi pengamatan Ubukora dengan karakteristik tutupan lahan berupa perpaduan antara padang dan hutan merupakan ciri khusus tempat keluarnya kakatua sumba (C. sulphurea citrinocristata). Kakatua sumba biasa
teramati keluar dari hutan tertutup melintasi padang pada rentang waktu 05.30 – 06.30 waktu setempat. Dalam kegiatan - kegiatan monitoring yang rutin dilakukan, selalu teramati burung paruh bengkok sering melintas dan bermain di tajuk hutan bagian atas yang berada di sekitar padang savana. Burung-burung tersebut yaitu kakatua-kecil jambul jingga (C. sulphurea citrinocristata), julang sumba (R. everetti), perkici pelangi, nuri bayan (E. roratus), nuri pipi merah (G. geoffroyi), betet kelapa paruh besar (T. megalorynchos). Sedangkan lokasi pengamatan Lokuhuma dan Langgaliru dapat dijadikan alternatif lain untuk kegiatan birdwatching jika mempertimbangkan ketersediaan waktu yang sangat singkat dan akses yang lebih mudah bagi para pengamat.
Salah satu raptor yang sedang mengintai dan berburu mangsa saat terjadi kebakaran padang.
Elang alap sedang berburu makanan saat kebakaran padang.
Simulasi rantai makanan pada ekosistem padang
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
31
Gangguan Ekosistem Padang Kebakaran padang masih menjadi gangguan bagi keberlangsungan hidup sebagian besar satwa liar. Karakteristik kawasan yang sebagian wilayahnya merupakan padang savana sangat berpotensi menimbulkan kebakaran hutan. Kondisi rumput dan serasah yang kering dalam masa cuaca ekstrim menjadi faktor lingkungan yang mendukung terjadinya api. Selain itu, kelalaian masyarakat masih menjadi faktor utama terjadinya kebakaran tersebut. Area padang yang beragam luasan dari yang kecil maupun yang sangat luas menjadi lokasi yang paling sering terkena dampak kebakaran 32
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
baik di dalam maupun di luar kawasan taman nasional. Permasalahan yang rutin terjadi pada setiap musim kemarau atau pada rentang bulan Juli sampai dengan Oktober, diharapkan mendapat perhatian dan dukungan dari multi pihak untuk membantu mengatasi persoalan karhutla tersebut. Kebakaran pada setiap musim kering berdampak pada aktifitas breeding dan bersarang bagi jenis-jenis burung di habitat padang. Berdasarkan laporan kegiatan montoring burung, terdapat jenis yang data perjumpaannya sangat minim yaitu gemak sumba (Turnix everetti), gemak totol (Turnix maculosa), puyuh coklat (Coturnix ypsilophora), dan puyuh batu (Coturnix chinensis).
Jenis-jenis tersebut habitat utamanya adalah di padang. Upaya pencegahan kejadian kebakaran menjadi kegiatan prioritas pengelola untuk melindungi burung-burung tersebut. Terutama dalam melindungi gemak sumba (Turnix everetti) yang merupakan satwa endemik dan masuk dalam kategori terancam (vulnerable) menurut IUCN. Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) diharapkan dapat mencegah terjadinya kebakaran di dalam kawasan taman nasional. Sebagai langkah antisipatif pengelola selalu membuat sekat bakar untuk menghambat menjalarnya api dari luar kawasan ke hutan taman nasional.
Tipe hutan di Sumba yang terpecah-pecah dan bertopografi berbukit-bukit seperti di hutan Matalawa ini.
Dengan demikian padang savana sangat bermanfaat bagi perkembangan jenis-jenis burung tersebut.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
33
Burung, Agama Marapu dan Budaya Sumba Timur
Sumba selain dianugerahi keindahan alamnya juga memiliki pesona budaya yang sangat menarik untuk ditelusuri. Adatistiadat dalam budaya orang Sumba sangat erat kaitannya dengan ritual Marapu, yang merupakan agama tradisional yang telah lama ada dan secara turun temurun dianut oleh masyarakat Sumba.
34
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Permasalahan yang cukup mendasar bagi pelestarian budaya Sumba dan agama Marapu adalah makin menurunnya minat pemuda dalam melestarikan budaya lokal serta makin sedikitnya orang-orang yang memiliki pengetahuan mengenai budaya lokal orang Sumba. Mereka yang masih memiliki pengetahuan tersebut pada umumnya memperolehnya secara lisan dari orang tua mereka, oleh karena itu menjadi sangat penting untuk menulis budaya orang Sumba begitupun ritual agama Marapu dalam bentuk tulisan sehingga kelestariannya dapat terus terjaga. Pada bab ini penulis mencoba mengambil sedikit bagian dari budaya sumba dan ritual agama Marapu khususnya yang terkait dengan penamaan burung-burung yang ada di Pulau Sumba. Ada sekitar 35 jenis burung yang akan dipaparkan dalam bab ini yang semuanya terangkum dalam lebih dari 19 famili dengan maksud agar memudahkan pembaca dalam bentuk yang lebih ringkas. Hal lainnya adalah ruang lingkup dalam
buku ini hanya terkait dengan rumpun suku serta kelompok masyarakat dalam strata “Kabihu”. “Kabihu” sendiri merupakan salah satu dari tiga strata sosial dalam masyarakat Sumba yang terdiri dari “Rato” atau “Maramba” yang merupakan strata tertinggi diikuti oleh “Kabihu (orang merdeka)” dan terakhir dikenal istilah “Ata (hamba)”. Pada tulisan ini “Kabihu” yang diwawancarai berasal dari enam wilayah yaitu Kambera, Kapunduk, Rindi, Lewa, Tabundung dan Tidas yang kesemuanya berada di wilayah Sumba Timur. Dalam istilah konservasi dikenal istilah Cultural Keytone Species (Spesies Kunci Budaya/SKB) yang merujuk pada jenis flora dan fauna yang dikenal oleh masyarakat disuatu wilayah tertentu dimana masyarakat tersebut berafiliasi terhadap jenis tersebut secara ekonomi
Keterkaitan burung dalam budaya Sumba salah satunya terlihat dari ukiran batu kubur Sumba.
maupun budaya dan utamanya jenisjenis tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dan unik dalam membentuk karakter dan identitas masyarakat sebagaimana dimaksud. Pada umumnya jenis flora dan fauna ini diasosiasikan dengan masyarakat adat atau lokal disuatu wilayah. Di daerah Sumba Timur misalnya, banyak ditemukan penggunaan hewan seperti kuda dan burung dalam pembuatan kain tradisional, tarian dan cerita rakyat. Pengetahuan mengenai Spesies Kunci Budaya menjadi sangat penting dalam hal konservasi dikarenakan keberadaan hutan dalam kawasan konservasi merupakan habitat utama bagi spesies BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
35
mereka yang telah meninggal ini dipercaya sebagai perantara doa dan permohonan kepada sang Pencipta. Ajaran Marapu juga menjelaskan hubungan keselarasan antara manusia dengan alam, hal ini dapat terlihat dari berbagai macam upacara adat yang ada serta aturan-aturan yang terdapat dalam bentuk pantun dan syair adat. 1. Famili Acciptridae
Manutata (ayam hutan), salah satu jenis dari bangsa burung yang sangat penting dalam kebudayaan Sumba
tersebut untuk berkembangbiak. Hal lain yang jauh lebih penting adalah manakala degradasi hutan yang terjadi sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia. Pemerintah berupaya menanggulanginya melalui kegiatan-kegiatan seperti restorasi dan rehabilitasi yang pada pelaksanaannya membutuhkan keterlibatan dan peran aktif dari masyarakat lokal, maka pendekatan melalui istilah Spesies Kunci Budaya bisa menjadi alternatif pendekatan yang sangat penting bagi keberhasilan program-program restorasi dan rehabilitasi tersebut. Poin utama lainnya yang penting adalah 36
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
sistem sosial dimasyarakat adat dan atau lokal seringkali diabaikan dalam upaya konservasi, hal ini kadang menimbulkan jurang pemisah antara ilmu alam dan ilmu sosial didalam mengelola kawasan konservasi. Penggunaan Spesies Kunci Budaya sangat mungkin dapat berperan penting menjembatani masalah-masalah tersebut. Kebudayaan masyarakat lokal Sumba pada dasarnya adalah manifestasi dari kepercayaan asli dari masyarakat Sumba yaitu Marapu. Ajaran Marapu secara garis besar mempercayai adanya hubungan yang sangat erat antara manusia yang tinggal di muka bumi dengan yang telah meninggal,
Nama lokal “Ikitu” merujuk pada jenis elang bondol (Haliastur indus), burung ini diidentifikasi oleh masyarakat Sumba Timur sebagai elang yang memiliki leher berwarna putih bersih, sedangkan “Mbaku” menjelaskan jenis burung elang yang banyak terlihat didekat pantai (Haliaetus leugocaster) dengan ukuran badan yang lebih besar dari “Ikitu” dan berwarna coklat gelap (Pandion haliaetus). Jenis burung pada famili ini yang juga dapat diidentifikasi melalui nama lokal oleh masyarakat di wilayah Kambera yaitu jenis elang tikus (Elanus caeruleus) yang dikenal dengan istilah “Kuu”. 2. Famili Alcedinidae Raja udang dikenal dengan istilah “Kahiku” dalam bahasa dan budaya Sumba. Sedikit informasi mengenai jenis ini dalam masyarakat Sumba baik di Kambera, Kapunduk, Rindi, Lewa, Tabundung dan Tidas. “Kahiku”
dikenal sebagai jenis yang sering terlihat sepanjang sungai untuk mencari makan, di pulau Sumba sendiri dikenal beberapa jenis burung raja udang diantaranya cekakak australia (Halycon sancta), cekakak kalung coklat (Halycon australasia), cekakak sungai (Halycon chloris), rajaudang erasia (Alcedo atthis) dan rajaudang merah api (Ceyx erithaca). Masyarakat Sumba di keenam “Kabihu” menyebut kesemua jenis tersebut sebagai “Kahiku”. 3. Famili Anatidae “Randi” merupakan istilah lain untuk bebek dalam bahasa lokal di Sumba Timur. Dalam bahasa Rindi, Lewa, Kambera dan Tidas, mereka mengelompokkan jenis bebek dalam satu nama saja dan tidak mempunyai istilah lain untuk jenis-jenis yang berbeda. Pada umumnya bebek didaratan Sumba merupakan jenis migran dan dapat mudah ditemui disepanjang wilayah yang berair seperti Danau Pahulubandil di Sumba Timur. 4. Famili Ardeidae Kata “Ahu Ramuku” dalam bahasa beberapa “Kabihu” di Sumba Timur merujuk pada famili kuntul-kuntulan seperti kuntul kerbau (Bubulcus ibis), kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul perak (Egretta intermedia) dan kuntul besar (Egretta alba). Jenis burung BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
37
ini dapat dengan mudah terlihat di daerah-daerah persawahan di sekitar Kambera dan Lewa. Masyarakat suku Tidas dalam budaya Marapu mengenal istilah Nggaha Oriangu yang artinya berkumpul dan tentram yang mana disimbolkan dalam bentuk gambar burung kuntul. 5. Famili Bucerotidae “Nggokaria” dalam bahasa Sumba Timur merupakan jenis burung yang menjadi lambang bagi Taman Nasional Manupeu Tanah Daru sebelum digabung dengan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti pada awal tahun 2016 yaitu julang sumba. Julang sumba merupakan salah satu jenis burung endemik di pulau Sumba dengan nama ilmiah R. everetti. Dalam adat masyarakat Kapunduk, agama Marapu membagi kelas masyarakat menjadi 3 (tiga) bagian yaitu Maramba (raja), Kabihu (Klan) dan Ata (pelayan). Dalam dongeng masyarakat Kapunduk yang masih memegang teguh adat budaya Marapu, diceritakan bahwa seorang Maramba bernama Ndelu berhasil memanjat sampai dengan delapan lapisan kerajaan dilangit akan tetapi akhirnya dia mati akibat diserang oleh ilmu gaib dan secara ajaib kembali hidup dan pulang ke kerajaanya dalam bentuk menyerupai “Nggokaria” dan membawa biji jagung sebagai bahan 38
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
makanan bagi rakyatnya. 6. Famili Cacatuidae/Psitacidae “Kaka” adalah bahasa Sumba Timur yang berarti burung kakatua jambul jingga. Jenis burung paruh bengkok ini merupakan jenis burung endemik dan flag spesies bagi Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti. Motif kakatua dapat ditemui dalam kerajinan tenun ikat dalam warna-warna utama merah (kombu) dan biru (wora) yang dikenal dengan istilah hinggi. Motif tersebut pada umumnya digambarkan dalam bentuk tegak dan memiliki arti simbolik sebagai kekuasaan alam semesta. Dalam agama Marapu dikenal istilah Kaka Ratu yaitu burung kakatua yang memiliki perawakan kecil akan tetapi matanya berwarna merah menyala yang memiliki arti sebagai pemimpin dan merupakan bentuk penjelmaan dari Rato atau pemimpin agama Marapu. Di dalam kebudayaan masyarakat Sumba termuat larangan berburu hewan dan menyebut kakatua dalam pesan-pesannya diantaranya berbunyi “ambu kutu dunja mata da kaka lakandoaka, ambu hambulunja nggoru da buti lunggu ana“ yang artinya kurang lebih sebagai berikut: janganlah menggendong burung kakatua dalam sarangnya dan jangan pula iri pada seekor monyet yang sedang menggendong anaknya.
7. Famili Caprimulgidae Burung cabak dikenal dalam budaya Sumba dengan istilah “manja wai”, jenis burung ini sering dikaitkan dengan arwah nenek moyang dikarenakan karakteristiknya yang memiliki kaki pendek, sehingga sering disalah artikan sebagai burung sakti yang tidak memiliki kaki tetapi memiliki kemampuan untuk terbang. “Manja wai” dikenal oleh suku Kambera dan Lewa, sedangkan suku Tidas mengenal istilah “manja wai” dalam arti yang lain yaitu dingin atau tempat yang dingin dan memang faktanya burung ini mudah dilihat dan aktif pada waktu malam (dalam cuaca dingin) hari dilantai tanah, sedangkai wai berarti air dan dialam burung jenis ini sering terlihat disepanjang daerah aliran air. 8. Famili Columbidae “Rawa” dalam bahasa Sumba berarti pergam atau merpati. Orang Sumba Timur telah mampu mengidentifikasi beberapa jenis pergam diantaranya pergam hijau (Ducula anea) dikenal dengan istilah “Rawa kamukumu”, punai sumba (Treron teysmanii) yang merupakan salah satu jenis burung endemik di pulau Sumba dikenal dengan istilah rawa kakoruk, sedangkan rawa tana dalam budaya Sumba merujuk pada jenis Chalcophaps indica. Jenis lain yang masuk dalam famili BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
39
Tabel 1. Istilah adat untuk penanda waktu yang mengandung kata “koka”
Columbidae dan sangat mudah ditemui di pulau Sumba adalah burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan dikenal dengan nama lokal yaitu “Mbara”. 9. Famili Cuculidae “Kutuk” merupakan istilah dalam bahasa Sumba Timur untuk menyebut burung yang dikenal secara umum dengan nama bubut alang-alang. Jenis burung ini mudah ditemui baik didalam kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti maupun di sekitar pemukiman dan lahan pertanian masyarakat disekitar taman nasional. Jenis burung ini merupakan pemakan ulat, laba-laba dan berbagai jenis serangga lainnya yang mudah dijumpai dalam habitat belukar, payau, daerah berumput terbuka dan padang/ savana. 10. Famili Falconidae Istilah lokal “Tariku” merujuk pada jenis alap-alap kawah (Falco pelegrinus) yang memiliki ciri-ciri yaitu berukuran sama dengan “Mbaku” atau elang bondol (Haliastur indus) dengan ukuran kaki yang lebih besar. Masyarakat Tidas mengatakan bahwa mereka sering melihat “Tariku” menerkam anak monyet dan babi. Jenis lainnya yang dikenal oleh masyarakat Sumba Timur dalam famili Falconidae adalah “Kapaha” yang merujuk pada jenis alap-alap sapi (Falco 40
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
molluccensis). 11. Famili Meliphagidae “Koka” merupakan istilah dalam bahasa Sumba Timur untuk burung yang dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai cikukua tanduk (Philemon buceroides). Masyarakat di Tabundung mengenal ritual adat menanam padi dengan istilah “la tjumbu ko” yang berarti waktu untuk memulai menanam padi bagi masyarakat dimana waktu penanaman tersebut ditandai dengan kedatangan “koka” dari tempat yang sangat jauh dan muncul hanya pada saat musim tanam dan hanya dapat dilihat oleh “rato” (pemuka agama Marapu). Dalam budaya masyarakat Rindi, burung Koka juga dijadikan sebagai penanda waktu sebagaimana terlihat pada tabel 1. 12. Famili Meropidae Istilah “Kapiru” dalam bahasa Sumba Timur dikenal dengan nama umum untuk jenis Kirik-kirik Australia. Jenis ini banyak terlihat di dataran rendah sepanjang garis pantai Sumba Timur. Jenis burung ini berbiak di Australia pada musim dingin dan bermigrasi ke wilayah timur Indonesia termasuk pulau Sumba.
No
Istilah adat
Penanda
Waktu
1
Mandalora marau
Sepertiga malam
02.00 (pagi dini hari)
2
Marai Romu Marau
Menjelang bintang pagi terbit
03.00 (pagi dini hari)
3
Marai Romu Mareni
Bintang pagi mendekati terbit
04.00 (pagi dini hari)
4
(Hunga) Marai Romu
Bintang pagi terbit
04.30 (pagi dini hari)
5
Pini Hakaheungu Na Koka
Terdengar bunyi nyanyian burung Koka
'05.00
6
Hada Rudungu
Malam telah hampir habis, waktu dimulainya aktivitas untuk bekerja (keluar dari rumah) dan waktu mulai bagi orang yang akan memulai perjalanan jauh
05.0005.30
Sumber : (G. L. Forth, 1983) Time and temporal classification in Rindi, Eastern Sumba. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 139(1), 46
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
41
13. Famili Phasianidae “Powa” atau yang dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai burung puyuh oleh masyarakat Sumba Timur dapat dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu “Powa Manu” yang memiliki ukuran lebih besar (Turnix maculosa) dan “Powa Ndau” (Turnix everetti) yang berukuran lebih kecil dan merupakan jenis endemik Sumba. Pembedaan nama jenis burung Puyuh ini dalam nama lokal menunjukkan bahwa masyarakat lokal telah mampu mengidentifikasi dua jenis burung puyuh ini yang apabila dilihat sekilas, ukuran dan warna kedua jenis burung puyuh ini tidak jauh berbeda. Jenis lain dalam famili ini yang banyak dikenal dalam budaya Sumba adalah “Manu/Mahawurungu” atau yang biasa kita kenal sebagai ayam hutan (Gallus varius) (G. Forth, 2006). Jenis ayam hutan ini banyak terlihat dan tersebar diseluruh wilayah Pulau Sumba. “Manu” sering dijadikan sebagai motif lukis pada kain tenun tradisional masyarakat di Rindi, Tabundung, Tidas dan Kambera. Dalam ritual adat budaya Marapu, “Manu” dijadikan sebagai korban persembahan pendahuluan dalam memulai doa. Bagian hati ayam/”Manu” dipercaya oleh masyarakat lokal yang beragama Marapu sebagai media untuk melihat masa depan, hal ini berfungsi untuk memutuskan apakah suatu 42
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
kegiatan akan dimulai atau dihentikan. Istilah “Manu” juga sering dijumpai dalam syair adat. “Manu” diidentikkan sebagai sosok seorang manusia yang memiliki karakter dan pengaruh yang baik bagi masyarakat, ayam yang berkokok setiap pagi dilambangkan sebagai orang tua yang bertanggung jawab membesarkan dan memberi makan bagi anak-anaknya. Wello, YE (2008) dalam skripsinya memberikan beberapa contoh penggunaan kata “manu” dalam syair adat walaupun pengertian “Manu” dalam tulisannya merujuk pada Ayam Kampung (G. domestica) dan beberapa syairnya dapat dilihat pada tabel di samping. “Manu” dalam keseharian masyarakat Sumba tidak hanya berfungsi dalam hal budaya tetapi juga sangat erat kaitannya dengan perekonomian lokal dimana “Manu” dijadikan sebagai alat barter dalam perdagangan di pasar lokal dibeberapa wilayah di Kabupaten Sumba Tmur, Sumba Tengah, dan Sumba Barat. 14. Famili Pittidae Bunyi “parapau” yang keluar dari nyanyian jenis burung yang sering terlihat dilantai hutan dan kemudian oleh masyarakat suku Tidas burung tersebut dinamakan berdasarkan suaranya yaitu “parapau” atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan burung paok
laus (Pitta elegans). Di dalam kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti, burung ini banyak terdapat disekitar Danau Laputi di kawasan hutan Praingkareha.
Tabel 2. Penggunaan istilah “Manu” dalam syair adat masyarakat Sumba. No
Bahasa Adat
Makna
1
Inna manu ama wawi
Pemimpin baik dan bijaksana
2
Ana wawi luluru ana manu nyanyaru
Menggambarkan anak yang kehilangan orang tua atau rakyat yang kehilangan pemimpinnya
3
Dina kabu watu manu heku wawa
Menggambarkan derajat belis (mas kawin) paling rendah yang diberikan
4
Njara monu manu wolu
Menggambarkan kebesaran orang Sumba
5
Ina manu ama rendi
Pemimpin yang melakukan apapun untuk melindungi rakyatnya
Sumber : Wello, Yohana Elsi. “Spesies kunci budaya (cultural keystone species) masyarakat Sumba di sekitar Taman Nasional Manupeu Tanadaru, Nusa Tenggara Timur.” (2008).
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
43
15. Famili Psittaculidae “Kariku” merupakan istilah lokal bagi masyarakat Sumba Timur untuk menyebut burung jenis bayan (Electus roratus). Jenis burung ini memiliki warna dengan perbedaan mencolok antara kelamin jantan dan betina dimana masyarakat Sumba Timur dengan menggunakan bahasa lokalnya, membedakan nama bagi burung bayan tersebut berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan warnanya. Kelamin betina berwarna merah disebut “Kariku Rara” (Rara=merah-red) sedangkan yang jantan berwarna hijau disebut “Kariku Muru” (Muru=hijau-red). Jenis burung paruh bengkok lain dalam famili Psittaculidae yaitu jenis burung betet kelapa (Tanygnathus megalorynchos) yang dalam bahasa Rindi, Lewa, Kambera dan Tidas dikenal dengan nama lokal “katala”. Jenis lain yang cukup banyak ditemui dalam kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti adalah perkici oranye (Trichoglossus haematodus) atau yang dikenal dalam bahasa Sumba sebagai “Pirihu”. Jenis lainnya, yaitu nuri pipi merah (Geoffroyus geofroyii) juga dikenal dalam budaya Sumba oleh suku Kambera dengan nama “Wowangu”. Trekait dengan famili Psittaculidae, masyarakat suku Tabundung mengenal istilah “Katala Hamulangi” yang berarti seperti burung betet yang pandai berbicara, 44
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
bergaul dan merangkul banyak pihak. Istilah ini sering digunakan sebagai penggambaran bagi orang dalam suku tersebut yang dihormati seperti ketua adat suku Tabundung. 16. Famili Rallidae “Mabihu” atau disebut “Mabihi” oleh suku di Kambera merujuk pada jenis burung yang sering terlihat di areal persawahan atau dikenal dengan istilah burung mandar dalam bahasa umum di Indonesia. Nama Sumba lain yang dikenal dalam famili ini adalah “Kulu Kawaki” yang merujuk pada sejenis burung mandar berkaki merah yang kemungkinan besar adalah jenis Rallina fasciata yang bisa dilihat pada areal persawahan dan danau alami seperti di danau Kedumbul, Sumba Timur.
Ayam hutan dan satwa lainnya selalu menjadi bagian dari ornamen batu kubur Sumba
Sedangkan “Yapi” (Gallinula tenebrosa) dalam adat istiadat masyarakat suku Tidas dikenal sebagai jenis burung yang dapat digunakan sebagai pertanda akan datangnya hujan dan atau musim hujan serta dikenal juga sebagai jenis burung yang bukan merupakan burung hama, sehingga kedatangan dan bunyi burung ini menjadi patokan bagi masyarakat lokal untuk mulai bercocok tanam. 17. Famili Scolopacidae Istilah “pipi” hanya dikenal dalam bahasa lokal oleh Suku Rindi dan tidak dikenal oleh suku Tidas, dimana BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
45
kedua suku ini sama-sama menempati wilayah selatan Sumba Timur di daerah Praingkareha. Masyarakat Rindi mengenal “pipi” sebagai istilah untuk burung jenis Sandpiper (Curlew sand piper). 18. Famili Strigidae “Wangi” merujuk pada penamaan burung hantu atau serak bagi masyarakat di wilayah Sumba Timur. Ada tiga jenis burung hantu di pulau Sumba akan tetapi masyarakat Sumba hanya mengenal istilah “wangi” saja bagi ketiga jenis burung hantu tersebut tanpa membeda-bedakan penamaan pada setiap jenis yang sudah dikenal secara umum oleh dunia internasional. Dalam adat masyarakat suku Kambera, Tabundung dan Tidas burung ini dikenal sebagai simbol pertanda tidak baik, terutama bagi mereka yang akan keluar malam hari, dan istilah pertanda tidak baik ini dikenal dengan nama “katawau”. 19. Famili Zosteropidae, Estrildidae dan Dicaeidae Istilah ”manjilu” dalam bahasa lokal Sumba Timur di wilayah Tabundung merujuk pada semua jenis burungburung yang berukuran sangat kecil seperti burung pipit, gelatik, cabe gunung dan kacamata, dimana semua jenis burung tersebut masuk kedalam beberapa famili seperti Zosteropidae, 46
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Estrildidae dan Dicaeidae. Masyarakat asli Sumba Timur yang berasal dari enam wilayah yaitu Kambera, Kapunduk, Rindi, Lewa, Tabundung dan Tidas telah mengenal berbagai jenis burung melalui bahasa lokal mereka dan beberapa diantaranya seperti “manu”, “koka” dan “kaka” sangat erat kaitannya dengan budaya dan adat Sumba Timur. “Manu”/ayam hutan banyak dipakai dalam syair-syair adat, “koka”/cikukua tanduk digunakan oleh masyarakat Sumba didalam adat mereka sebagai penanda waktu dan “kaka”/kakatua jambul jingga banyak digunakan sebagai motif kain tradisional masyarakat Sumba. Hal ini menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberadaan burung-burung di pulau Sumba dengan adat istiadat
Kakatua dalam motif kain tenun Sumba menandakan betapa pentingnya Kakatua dalam budaya Sumba
masyarakatnya. Jika demikian maka kesadaran masyarakat untuk menjaga keberadaan burung-burung di Sumba sebetulnya sudah tertanam di dalam keseharian hidup mereka, sehingga pendekatan melalui adat istiadat dan budaya didalam mendukung berbagai program kerja dan aksi konservasi yang dilakukan oleh Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti menjadi hal yang patut diperhitungkan oleh para pengambil kebijakan.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
47
Alam dan satwaliar adalah inspirasi utama para pengrajin tenun Sumba dalam melukiskan motif-motifnya.
48
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
49
Serangan Hama Belalang Kembara dan Perburuan Burung
“Iya ada jutaan belalang sempat berada di bandara pada Sabtu (10/6/2017) kemarin, tapi tidak lama, karena setelah itu terbang lagi masuk kota,” kata Bupati Sumba Timur, Gidion Mbiliyora kepada Kompas. com, Senin (12/6/2017) pagi.
Jutaan individu belalang kumbara yang secara periodik selalu menyerang beberapa lahan dan area pertanian di beberapa kota di Sumba.
50
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Penggalan wawancara yang diambil dari harian Kompas tersebut dapat menggambarkan bagaimana situasi Kota Waingapu saat itu dimana berjuta-juta belalang kembara (Locusta migratoria) beterbangan ke sana kemari dengan pergerakan yang sulit diprediksi, belum lagi dampaknya terhadap sawah dan kebun palawija bagi para petani yang dapat mengakibatkan gagal panen. Fenomena ini tentu banyak menyeret perhatian khalayak ramai dan banyak diberitakan oleh
media nasional baik secara daring maupun langsung. Pada bab ini penulis mencoba untuk mengeksplorasi lebih jauh lagi mengenai serangan hama belalang kembara di pulau Sumba dan kaitannya dengan predator alaminya yaitu beberapa jenis burung pemakan serangga seperti burung branjangan (Mirafra javanica). Serangan hama belalang kembara di Kota Waingapu meliputi kecamatan Rindi, Kahaungu eti, Pandawai, Haharu, Matawai La Pawu dan Umalulu dan terjadi pada minggu kedua bulan Juni tahun 2017, kejadian ini mendapat perhatian yang sangat serius dari Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pemda NTT berupaya menanganinya dengan melakukan penyemprotkan insektisida dalam jumlah dan konsentrasi yang sangat besar. Tindakan ini tentunya akan memberikan dampak negatif atau bahkan mungkin lebih jauh dapat menimbulkan bencana ekologis terhadap lingkungan. Pemakaian insektisida dalam jumlah besar dan konsentrasi yang tinggi akan mematikan serangga lain yang merupakan predator alami belalang kembar tersebut. Dampak negatif lainnya dari penggunaan insektisida secara masif dalam jangka panjang yaitu terjadinya pencemaran terhadap lingkungan dan terbawanya zat berbahaya dari insektisida kedalam produk hasil pertanian dan perkebunan masyarakat
Sumba Timur. Puncaknya, pada tanggal 17 Juni 2017, Pemerintah Kabupaten Sumba Timur menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas serangan hama belalang kembara kepada tanaman pertanian di wilayah itu (republika. co.id, 2017). Tindakan jangka pendek yang diambil oleh Pemda Sumba Timur untuk menangani serangan hama belalang kembara tentu saja perlu dipertimbangkan lebih lanjut, hal ini dikarenakan cara penyelesaian dengan menggunakan insektisida secara besarbesaran sudah acap kali dilakukan ketika serangan hama belalang kembara dalam jumlah besar terjadi di Sumba Timur. Tindakan ini mengindikasikan bahwa belum adanya pencegahan yang dilakukan secara sistematis oleh instansi yang berwenang untuk meminimalkan dampak kerusakan baik dari segi ekonomi dan lingkungan dalam jangka waktu menengah dan panjang. Bukan yang Pertama Kali Berdasarkan diskusi kecil di lokasi kejadian, masyarakat di Prailiu mengatakan bahwa serangan hama belalang kembara yang lebih besar pernah terjadi pada tahun 1998 dan serangan tahun ini sebetulnya sudah dimulai sejak pertengahan bulan Juni 2016 dan areal yang yang terkena dampak dari serangan ini terus meluas sampai ke Kecamatan Haharu BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
51
Individu belalang kumbara dewasa melakukan migrasi lokal untuk memenuhi kebutuhan pakan sebelum menetaskan telur-telurnya.
di sebelah Barat yang berdekatan dengan Kabupaten Sumba Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya serangan hama Belalang Kembara bukanlah kejadian baru di Sumba Timur dan kejadian serupa terus berulang dengan periode tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Koesmaryono, Hana dan Tasmin, menyatakan bahwa serangan hama belalang kembara dipengaruhi oleh perubahan iklim dimana intensitas serangan akan semakin tinggi apabila curah hujan meningkat yang biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Maret begitupun sebaliknya. Belalang kembara secara umum memiliki tiga fase populasi yang pertama adalah fase soliter dimana belalang kembara memiliki perilaku individual dengan julah populasi yang rendah dalam suatu hamparan dan pada fase ini belalang kembara tidak mengakibatkan kerusakan. Fase kedua adalah fase transisi (transient) dimana populasi belalang kembara sudah mulai tinggi dengan membentuk kelompok kecil dan sudah mulai harus diwaspadai 52
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
yang selanjutnya apabila lingkungan mendukung, maka kelompok kecil tersebut akan terus meningkat jumlahnya dan memasuki fase gregarius dalam bentuk gerombolan besar. Pada fase ini, belalang bersifat agresif sekaligus rakus dan dapat menyebabkan kerusakan total pada areal pertanian yang berakibat kegagalan panen (Kalshoven, 1981; Lecoq, 1999). Dengan mengetahui ketiga fase tersebut dengan baik, maka sebenarnya bisa diambil kebijakan sebagai antisipasi dini terhadap serangan hama belalang kembara. Pengendalian hama belalang kembara pada fase soliter dapat dilakukan melalui pengendalian hayati yang aman terhadap lingkungan misalnya dengan melepaskan predator alaminya pada sentra-sentra populasi hama belalang kembara. Apabila populasi hama belalang kembara sudah meledak maka penggunaan insektisida merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh sebagaimana Pemda Kabupaten Sumba Timur lakukan, akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah jenis bahan kimiawi
Masyarakat Sumba tidak panik terhadap serangan hama belalang kumbara, karena sudah terjadi berulang kali.
apa yang digunakan dalam insektisida tersebut. Jenis Dieldrin sangat tidak dianjurkan karena membahayakan lingkungan dan penggunaan insetisida lain yang memiliki persistensi rendah dimungkinkan seperti Fenitrothion, Fenobukarp dan Fipronil (Sudarsono, H., 2012). Hal lain yang bisa dipertimbangkan apabila serangan hama belalang kembara terjadi adalah pemanfaatannya secara ekonomis bagi masyarakat Sumba Timur. Pada saat peninjauan di lapangan, masyarakat tidak berminat sama sekali untuk mengkonsumsi belalang tersebut dikarenakan baunya yang menyengat membuat
tidak berselera untuk dimakan, akan tetapi penulis berpendapat bahwa ini hanya masalah dalam hal teknik pengolahannya saja. Strategi lain yang bisa digunakan adalah pemanfaatan belalang kembara sebagai pakan ternak karena pulau Sumba terkenal dengan padang savannanya dan merupakan daerah penghasil ternak sapi dan kerbau untuk konsumsi masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Pemanfaatan belalang kembara sebagai pakan ternak tentunya sangat menarik bagi masyarakat sehingga ledakan populasi belalang kembara dapat dimanfaatkan sebagai insentif bagi para peternak di Sumba Timur. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
53
Pelepasliaran Burung Branjangan Hasil Sitaan Petugas Penelitian mengenai musuh alami belalang kembara berupa patogen, parasitoid, dan predator di Sumba Timur masih minim sekali. Salah satu predator alami yang juga bisa ditemukan didalam kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (Matalawa) adalah jenis burung branjangan. Pada bulan Agustus tahun 2015, Balai TN Laiwangi Wanggameti yang pada saat itu belum bergabung dengan Balai TN Manupeu Tanah Daru melepaskan sekitar 900 ekor burung branjangan jawa (Mirafra Javanica) di stasiun penelitian milik Balai Penelitian Kehutanan di Waingapu. Burung-burung tersebut merupakan hasil sitaan di pelabuhan oleh aparat kepolisian dan Polisi Kehutanan (Polhut) Balai TN Laiwangi Wanggameti. Burung branjangan merupakan salah satu jenis burung kicauan yang diburu oleh para hobis karena keistimewaannya yaitu kemampuan burung tersebut berkicau sembari terbang di tempat (hovering). Burung ini termasuk burung tanah (bushlark) yang banyak dijumpai dalam habitat semak dengan pakan utama berupa biji-bijian dan serangga termasuk belalang. Di Sumba, burung ini banyak ditemui di padang rumput/savana. Pernah sesekali penulis melihat anak-anak berburu jenis ini menggunakan ketapel, 54
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
dan setelah ditanya akan diapakan burung tersebut, mereka menjawab apabila terluka parah maka akan mereka konsumsi tetapi apabila masih hidup dan luka ringan akan mereka jual ke pengumpul di Kota Waingapu seharga Rp.2000 per ekor, tentunya mendengar hal ini sangatlah miris karena selain dihargai sangat murah, fakta tersebut jelas memberikan gambaran bahwa predator alami belalang kembara yaitu burung branjangan populasinya di alam sangat mungkin menurun karena mendapat tekanan yang luar biasa dari para pemburu dan masyarakat lokal.
dan jenis penggunaan insektisida serta sasarannya. Secara jangka panjang, dengan mengetahui dinamika populasi belalang kembara maka Pemda Sumba Timur dapat mendeteksi peringatan dini dan mengambil sikap atau tindakan penyelamatan utamanya di sektor pertanian sebelum serangan hama belalang kembara dalam jumlah besar mengakibatkan kerugian dan gagal panen. Balai TN Matalawa pun dapat berpartisipasi dalam hal mengeksplorasi faktor ekologis apa saja yang dapat
mempengaruhi ledakan jumlah belalang kembara, salah satunya yaitu dengan melakukan sosialisasi dan pencegahan perburuan burung branjangan atau jenis burung pemakan serangga lainnya. Penyadartahuan mengenai pentingnya melindungi jenis burung pemakan serangga seperti branjangan jawa menjadi hal yang vital agar masyarakat bisa melihat dampak dan keterkaitannya secara langsung apabila populasi burung tersebut menurun secara drastis di alam liar.
Pentingnya Menjaga Keseimbangan Ekosistem Tindakan pencegahan dan pengendalian untuk mengontrol populasi belalang kembara hanya bisa dilakukan apabila penelitian yang bersifat lokal dilakukan untuk mengetahui bagaimana perilaku biologi belalang kembara, faktor ekologis apa saja yang berpengaruh dan bagaimana dinamika populasinya. Dari penelitian tersebut maka bisa diambil berbagai kebijakan baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Dalam jangka pendek, dengan mengetahui perilaku biologi dan fase hidup belalang kembara maka dapat diambil tindakan pencegahan baik yang dilakukan secara alami maupun non alami dengan mempertimbangkan kadar
Ratusan belalang yang sengaja ditangkap untuk dijadikan pakan ternak.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
55
Deskripsi Jenis
56
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
57
Cikalang kecil
Pecuk-padi belang
Fregata ariel | Lesser Frigatebird | -
Phalacrocorax melanoleucos | Little Pied Cormorant | Kehi (STh)
FAM FAM
Fregatidae
76 cm
LC
Terdapat dua Cikalang (besar dan kecil) yang diketahui rutin berkunjung ke wilayah pantai Sumba, namun yang lebih sering dijumpai di dalam taman nasional adalah jenis yang kecil. Selain ukuran tubuhnya yang lebih kecil, juga dapat dilihat dari adanya bercak putih pada bagian bawah yang berbentuk cekung. Cikalang kecil dan besar sama-sama memiliki kantung paruh yang bewarna merah dan bisa mengembung menjadi besar. Jantan hampir seluruh tubuhnya berwarna hitam. Betina kecoklatan pada kepalanya. Fase remaja masih memiliki rona putih dan merah pada beberapa bagian tubuhnya. Statusnya bukan penetap melainkan hanya sebagai pengunjung rutin untuk mencari makan dan berkembangbiak. Makanan utamanya adalah ikan terbang, namun juga memangsa cumi-cumi, telur, anakan burung laut dan bangkai ikan. Sayangnya Sang Cakalang terkenal dengan perilakunya yang terkadang mencuri makanan burung lain (kleptoparasitic).
58
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Phalacrocoracidae
60 cm
LC
Burung perairan ini dikenal juga dengan nama pecuk belang kecil. Perbedaannya dengan pecuk lainnya adalah warna putihnya yang hampir di seluruh tubuhnya. Ciri khasnya adalah warna kuning pada paruh dan kulit mukanya. Sang pecuk dijumpai satu individu karena pada umumnya memang hidup soliter atau dalam kelompok kecil saja di badan-badan air seperti kolam, saluran air, muara, laguna dan pantai untuk mencari mangsa berupa ikan, serangga dan hewan perairan lainnya. Sama halnya dengan Kuntul Australia, sang pecuk ini baru dijumpai di Pantai Lokulisi kawasan hutan Manupeu Tanah Daru. Sang pecuk suka bertengger pada ranting atau dahan yang tidak berdaun di tajuk pohon. Penglihatan sang pecuk cukup tajam, sehingga para untuk memotretnya harus mengendap-endap.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
59
cangak merah
Cangak/kuntul Australia
Ardea purpurea | Purple Heron | Nggokare (STh)
Egretta novaehollandiae | White-faced Heron | Tewa (STh)
FAM FAM
Ardeidae
80 cm
LC
Bulunya tidak semerah bulu si myzomela sumba, dan dalam bahasa inggris pun sebutannya “purple”, namun dibandingkan dengan cangak-cangak lain dalam famili Ardeidae, si cangak ini terlihat paling kemerahan. Perawakan yang tinggi dengan leher yang panjang dan lengkung, serta ornamen bulu tembolok yang lebih panjang tergerai menjadi salah satu ciri utamanya. Karakteristik burung perairan dengan bentang sayap yang lebar, menjadikan Si Cangak memiliki sebaran habitat yang sangat luas dari Afrika, Erasia sampai dengan Indonesia dan Filipina. Salah satu dari tiga anak jenisnya bisa dijumpai di sekitar Kawasan Taman Nasional yakni “malinensis”, lebih sering dijumpai di perairan dataran rendah dan cenderung mendekati pantai, namun pernah dijumpai di sekitar kawasan hutan Manurara pada ketinggian lebih dari 500 meter dpl. Kesehariannya lebih sering dilakukan disekitar sungai atau sawah, dan juga kolam untuk mencari pakan berupa ikan, kodok, serangga dan binatang air lainnya. Tidak terlalu terancam oleh keberadaan pengamat burung/fotografer, sehingga cukup mudah untuk diambil dokumentasi fotonya. 60
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM FAM
Ardeidae
68 - 70 cm
LC
Secara umum cangak mudah dijumpai di wilayah perairan baik tawar maupun laut. Khusus di kawasan taman nasional, baru Pantai Lokulisi yang menjadi satusatunya tempat perjumpaan cangak berwajah putih ini. Apabila dilihat lebih dekat, maka terlihat iris mata dan kakinya yang panjang berwarna kuning. Uniknya pada masa berkembang-biak (breeding), bulunya bisa terlihat merah-kecoklatan atau merah-tembaga di leher dan dada. Australia melekat pada namanya, karena cangak banyak dijumpai hampir di seluruh daratan Australia. Sebarannya meliputi New Zealand, Papua New Guinea hingga Indonesia. Sayangnya burung ini sulit untuk dijumpai, karena bukan penetap di suatu tempat melainkan sebagai pengunjung yang tidak teratur waktunya. Ia selalu berpindah-pindah dari suatu perairan dangkal ke perairan dangkal lainnya.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
61
Kuntul karang
kuntul kerbau
Egretta sacra sacra | Pacific Reef Egret | -
Bubulcus ibis | Cattle Egret | -
FAM
Ardeidae
50 cm
LC
Lagi-lagi nama menunjukkan perilaku harian atau habitat favoritnya. Penyematan “karang” pada sang kuntul ini karena perilaku hariannya mencari makan yang lebih banyak dilakukan di sekitar karang. Lebih sering dilakukan pada saat air laut sedang surut. Karena banyak ikan-ikan kecil dan binatang laut lainnya terjebak dalam lekukan karang. Kuntul karang ini mengalami dua fase warna bulu yang sangat kontras, yakni abuabu gelap yang lebih umum. Fase warna putih terjadi saat musim berbiak. Ukuran tubuhnya lebih besar daripada kuntul kerbau, dengan kepala lebih langsing serta leher lebih panjang. Sedangkan pembeda dengan kuntul lainnya adalah tungkainya kehijauan dan tubuhnya relatif lebih pendek dengan paruh berwarna pucat. Walauppun bukan spesies migran, tapi penyebaran tempat hidupnya hampir diseluruh pesisir Asia Timur, Pasific Barat hingga Indonesia dan Australia. Khusus di Pulau Sumba, hanya anak jenis “sacra” yang hampir selalu dijumpai disepanjang pantai dalam kawasan Taman Nasional, terutama pantai Konda, Maloba, Lokulisi, dan Tangairi. 62
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM FAM
Ardeidae
46 - 56 cm
LC
Nama “kerbau” pada sang kuntul mencerminkan kedekatannya dengan mamalia-mamalia besar khususnya kerbau. Kerbau dan kuntul menyukai tempattempat perairan dangkal, seperti sawah dan rawa sebagai tempat mencari makan. Makanan kuntul tidak hanya ikan dan binatang kecil, tetapi juga lalat dan serangga kecil yang berada di sekitar atau menempel pada tubuh kerbau. Mereka saling menguntungkan satu sama lain. Sang kuntul mudah dijumpai di kawasan hutan Manurara dan sekitarnya, terutama pada saat musim penghujan dan saat panen padi. Walaupun dominan warna putih, pembeda dengan kuntul lainnya terletak pada tubuhnya yang lebih tegap dan leher lebih pendek, kepala lebih membulat, serta paruhnya lebih pendek dan tebal. Pada waktu berbiak, bulunya tetap dominan putih namun ada bulu berwarna jingga di kepala, leher dan dada. Sang kuntul termasuk pendiam, hanya terdengar kuakan saat mereka berkumpul di koloninya. Dari tiga anak jenis yang tersebar diseluruh dunia, hanya anak jenis “coromandus” yang menetap dan terlihat di dalam dan di sekitar taman nasional. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
63
blekok sawah
Elang Tiram
Ardeola speciosa | Javan Pond Heron | -
Pandion haliaetus | Osprey | Anyia/Ikitu (STh)
FAM FAM
Ardeidae
45 cm
LC
Jenis yang satu ini memiliki keterkaitan dengan sawah sebagai tempat favoritnya. Hampir semua perjumpaan terjadi pada sore hari di areal pesawahan baik yang berada di pinggir kawasan taman nasional, maupun yang berada di tengah pemukiman. Individu yang teramati bervariasi mulai dari yang soliter hingga beberapa individu yang tergabung dalam kelompok kecil. Keberadaan kuda, kerbau dan burung-burung lain didekatnya seolah tidak menjadi ancaman, akan tetapi blekok sawah tetap menjaga jarak dengan manusia. Pewarnaan bulu kepala dan tubuh dominan putih dan coklat bercoret. Kerap berubah pada fase berbiak menjadi kuning tua pada dada dan kepala, hitam pada punggung, putih pada perut bawah dan bagian tubuh lainnya berwarna coklat bercoret. Berbeda dengan burung air lainnya yang selalu migrasi, blekok sawah bukan jenis yang migran. Dua anak jenis yang ada hidup tersebar luas dari Semenanjung Malaysia hingga Indonesia. Khusus yang menetap di wilayah pulau Sumba adalah anak jenis speciosa. 64
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Acciptridae
50-66 cm
Dilindungi
LC
A II
Salah satu burung raptor migran yang secara teratur mengunjungi Sumba yaitu elang tiram. Perjumpaan sang elang dalam kawasan taman nasional terjadi di pantai Lokulisi terjadi pada bulan Juli tahun 2012. Saat itu sepasang elang sedang terbang dari timur ke barat sejajar dengan garis pantai dan seringkali melakukan manuvermanuver yang hebat. Apabila anda melihat sepasang elang yang terbang di sekitar pantai dan terlihat seperti memakai kalung hitam di atas perutnya yang putih bersih, itulah sang elang tiram. Jika dilihat lebih dekat, pada kepalanya terdapat jambul pendek dan bisa ditegakan. Sang elang tersebar luas dan sering mengunjungi perairan Indonesia untuk mencari makan dan berbiak. Sebelum menyelam untuk menangkap ikan, sang elang terbang berputar-putar mengintai, kemudian bermanuver menuju perairan. Dari empat anak jenis yang ada, hanya cristatus yang dijumpai di kawasan pesisir pantai taman nasional. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
65
baza pasifik
sikepmadu asia
Aviceda subcristata | Pacific Baza | Ikitu/Kapaha (ST, STh)
Pernis ptilorhynchus | Chrested Honey-Buzzard | Kapaha (ST)
FAM
Acciptridae
35-46 cm
Dilindungi
LC
A II
Baza pasifik termasuk raptor diurnal atau yang lebih sering aktif siang hari. Raptor ini menetap di wilayah Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Di Sumba sering kali terlihat di pinggiran hutan yang tidak terlalu rapat tajuknya seperti di hutan La Au, Paumbapa, Manurara dan Praingkareha. Raptor yang berjambul ini suka mengamati mangsa dari tempatnya bertengger di ranting pohon. Warna dada abu-abu dan perutnya putih dengan garis-garis (palang) melintang warna coklat tua. Matanya berwana kuning keemasan. Mangsa favoritnya berupa beberapa jenis seranga seperti kumbang, belalang, dan ulat. Ia juga memangsa katak pohon, kadal, anakan burung dan buah-buahan kecil. Dari 13 anak jenis yang tersebar secara regional di Indonesia Timur dan Australia, hanya satu anak jenis yaitu “timorlaoensis” yang bisa djiumpai di kawasan Taman Nasional.
66
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Acciptridae
52-68 cm
Dilindungi
LC
A II
Raptor (burung pemangsa) ada yang menetap dan berpindah (migrasi). Kata “madu” yang disematkan pada namanya karena ia sering memakan madu, memburu tawon, lebah, serangga, reptile, mamalia kecil dan bahkan buah-buahan. Sikep-madu asia termasuk yang ikut migrasi saat musim dingin di belahan bumi utara (Asia, Jepang hingga Rusia) sekitar bulan Oktober sampai November. Di hutan Billa dan Praingkareha beberapa kali terlihat terbang berputar (soaring) dan jarang terlihat bertengger. Warna bulu hitam dan kepala yang relatif kecil. Saat terbang bulu bagian bawah terlihat lebih terang dan di ekornya terdapat garis-garis hitam. Seluruh jenis raptor adalah pemakan daging (karnivora). Dari 6 anak jenis yang tersebar secara global, hanya anak jenis “orientalis” yang migrasi dan bisa dijumpai di Sumba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
67
elang tikus
Elang paria
Elanus caeruleus | Black-winged Kite | Mbaku tahik (ST), Anyia (STh)
Milvus migrans affinis | Black Kite | Ikitu (STh)
FAM
Acciptridae
30-37 cm
Dilindungi
LC
A II
Target buruan utama burung pemangsa ini jelas yaitu tikus. Namun seringkali ia juga memangsa kadal, ular, serangg serta anak burung lainnya. Sering terlihat bertengger di tajuk pohon sedang mengamati tikus di savanna, pinggiran hutan, dan lahan pertanian. Raptor ini cukup mudah dikenali dari warna tubuh yang putih dan punggungnya abu-abu hitam. Saat terbang dengan gaya hovering, ujung sayapnya terlihat hitam dan matanya merah tajam. Beberapa kali terlihat di pinggir hutan sekitar Wanggameti, Kawundut, Taman Mas dan Wudipandak. 68
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Acciptridae
46-66 cm
Dilindungi
LC
A II
Mudah dikenali saat terbang karena memiliki ekor bercabang membentuk huruf “V” yang khas. Tubuhnya berwarna gelap, coklat kehitaman dengan muka berwarna lebih pucat. Jenis raptor ini tersebar luas dari Afrika, Eropa hingga Australia. Burung ini lebih banyak dijumpai di dekat pemukiman dan wilayah pinggiran hutan seperti di Malinjak, Tanamodu, dan Dasa Elu. Sering terlihat terbang meluncur mencari mangsa berupa tikus, ular, kadal, serangga, dan burung-burung kecil. Elang paria merupakan jenis yang rutin bermigrasi, terutama saat musim dingin. Dari tujuh anak jenis yang tersebar di dunia, hanya affinis yang dijumpai di dalam dan di sekitar kawasan taman nasional.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
69
elang bondol
Elanglaut perut-putih
Haliastur indus intermedius | Brahminy Kite | Ikit (ST), Anyia (STh)
Haliaeetus leucogaster | White-bellied Sea Eagle | -
FAM
Acciptridae
44-52 cm
Dilindungi
LC
A II
Menatap langit di Sumba kerap kali akan mendapati elang bondol yang terbang dengan tenang. Maskot DKI Jakarta ini umum ditemukan di habitat hutan, padang, lahan budidaya sampai di pemukiman penduduk. Anak ayam yang berkeliaran seringkali menjadi incaran burung pemangsa ini. Raptor ini tersebar di seluruh nusantara dari Sumatra sampai Papua. Elang bondol dewasa mudah dikenali dengan ciri kepala sampai perut berwarna putih, sementara lainnya coklat sampai coklat tua. Saat terbang ujung sayapnya terlihat menjari dan berwarna hitam. Warna bulu saat remaja ( juvenile) berbeda dengan dewasa, sehingga seringkali menyebabkan kesalahan saat indentifikasi.
70
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Acciptridae
75-85 cm
Dilindungi
LC
A II
Raptor yang paling besar di Sumba adalah elanglaut perut-putih. Burung pemangsa ini mudah dijumpai di wilayah pesisir pantai seperti di Tangairi dan Mondulambi. Elanglaut sering terlihat sangat tegap bertengger pada pohon dipinggir perairan. Sarangnya terbuat dari ranting berlapis dedaunan dan diletakan pada pohon tinggi untuk digunakan setiap tahun. Sering terlihat terbang soliter untuk mencari mangsa. Terkadang mendapat intimidasi dari alap-alap (Falco sp), namun Sang Elanglaut tidak menghiraukan gangguan tersebut. Hal itu terjadi karena persaingan dalam mempertahankan teritori. Walaupun terbang dengan kepakan sayap yang pelan, tetapi ia kuat dan mampu menangkap ikan pada permukaan laut dengan manuver yang menakjubkan. Elanglaut ini mudah dikenali dari warna perutnya yang putih dan ekornya menyerupai baji. Pada fase remaja warna bulunya coklat pucat, menjadi putih pada saat sudah dewasa. Wilayah persebarannya cukup luas dari India sampai Australia.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
71
elangular jari-pendek
elangrawa tutul
Circaetus gallicus | Short-toed Snake Eagle | Kapaha (ST), Anyia (STh)
Circus assimilis| Spotted Harrier | Anyia (STh)
FAM
Acciptridae
62-70 cm
Dilindungi
LC
A II
Raptor ini dikenal dengan ciri kaki dan paruh yang kuat, cakar yang tajam dan tatapan mata yang tajam. Namanya memperjelas ular sebagai mangsa utama target buruannya. Anatomi Sang Elang ini bisa mengantisipasi gigitan ular berbisa. Saat terbang, tubuhnya terlihat kokoh dengan kepala yang cukup besar. Warna bulu bagian bawah coklat terang dengan palang hitam. Ekor bergaris sama hingga empat garis. Bagian dada sampai perut terdapat garis-garis melintang yang samar. Elang ini mampu terbang hovering seperti Elang tikus. Selain ular, ia makan reptil lainnya. Sering terlihat di wilayah peralihan hutan dan padang seperti di Wudipandak, Billa, dan Lokulisi Tanamodu.Sebarannya luas dari Afrika hingga Asia. Anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah “gallicus”.
72
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Acciptridae
50-61 cm
Dilindungi
LC
A II
Sang Elangrawa lebih besar dari Elang Bondol tapi lebih kecil dari Elanglaut Perutputih. Jantan lebih kecil dibanding betina. Saat bertengger tubuh tampak tegak dan kaki tampak panjang dan ramping. Tubuh bagian bawah abu-abu kebiruan dan merah karat dengan totol-totol putih. Ia mendiami habitat savana, padang rumput dengan sedikit pohon, lahan pertanian sampai ketinggian 1000 m, dan secara umum menghindari daerah perairan. Di sekitar Taman Mas dan Waimanu selalu terlihat soliter. Sang jantan sangat teritorial dan sering terbang tinggi mengitari teritorinya. Satu-satunya keluarga Elang-rawa yang memiliki kebiasaan bersarang pada pohon yang masih hidup. Ia terbang pendek ketika berburu burung terestrial seperti gemak, dan juga hewan lainnya seperti tikus, reptil. Tersebar hanya di Indonesia bagian Timur hingga Australia. Ia rutin migrasi ke Sumba. Musim berbiak pada bulan Juli-Desember, tetapi waktu bersarang dapat terjadi kapan saja tergantung curah hujan dan ketersediaan pakan. Telur 2-4 (biasanya 3) yang dierami 32-34 hari. Sarang tersusun atas ranting dan dedaunan pohon, serta diletakkan pada pohon hidup pada ketinggian 2-15 m di atas permukaan tanah. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
73
elangalap coklat
alap-alap sapi
Accipiter fasciatus tjendanae | Brown Goshawk | Kapaha (ST)
Falco moluccensis | Spotted Kestrel | Tarik (ST)
FAM
Acciptridae
44-52 cm
Dilindungi
LC
A II
Elangalap coklat berukuran sedang, kira-kira lebih kecil dari elang bondol dan lebih besar dari alapalap sapi. Ia sering terlihat terbang di antara tajuk-tajuk pohon. Terkadang hinggap di pohon gugur daunnya. Raptor ini memiliki kepala abu-abu dengan tengkuk (leher belakang) berwarna merah-karat. Sayap bagian atas abu-abu sementara perutnya putih dengan palang coklat kemerahan. Pernah dijumpai di sekitar hutan Praingkareha dan Billa. Masa berbiak pernah teramati pada bulan Juli-Agustus selama ± 1 bulan. Sang induk meletakan sarangnya pada dahan pohon Kapuk (Ceiba sp) dengan ketinggian sekitar 17 meter diatas permukaan tanah. 74
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Falconidae
30 cm
Dilindungi
LC
A II
Raptor yang imut ini sebarannya hanya di Indonsia. Saat terjadi kebakaran di padang seringkali mengundang burung-burung pemangsa untuk berpesta. Serangga beterbangan dan tikus keluar dari sarangnya. Siap jadi santapan raptor. Alapalap sapi biasanya mengamati dulu mangsanya dari tempat bertengger, kemudian meluncur menangkap buruan dengan kaki dan dibawa kembali bertengger. Pernah terlihat menyerang Elanglaut perut-putih. Punggungnya berwarna coklat dengan garis-garis hitam. Sementara sayap bawahnya berwarna putih dengan perut juga putih dan bertotol hitam. Ekornya putih keabu-abuan dengan ujungnya berpalang hitam. Seringkali hinggap di pucukpucuk pohon dan ranting kering. Sarangnya yang berupa tumpukan ranting yang tebal dan besar pernah ditemukan di hutan Billa. Di Sumba belum pernah dijumpai raptor dengan pewarnaan seperti Alap-alap ini. Ia pun sering terlihat di Manurara dan Tanamodu. Dari 2 anak jenis yang tersebar di Indonesia, hanya anak jenis “microbalius” yang dijumpai dan menetap di Sumba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
75
alap-alap kawah
belibis kembang
Falco peregrinus | Peregrine Falcon | -
Dendrocygna arcuata | Wandering Whistling Duck
FAM
Falconidae
35-51 cm
Dilindungi
LC
AI
Salah satu raptor yang cantik. Ciri khasnya adalah warna bulu yang hitam hingga ke muka dengan pangkal paruh berwarna kuning. Betina lebih besar daripada jantan. Pada fase remaja, bulu kecoklatan dengan coretan pada perut. Habitatnya adalah daerah terbuka, peralihan hutan dan padang alang-alang atau semak, terutama yang terdapat dinding batu yang terjal vertikal. Ia meletakan sarang pada lubang di dinding batu vertikal dengan ketinggian lebih dari 20 meter dari permukaan tanah. Hidup berpasangan. Mampu terbang cepat, akrobatik dan melakukan gaya hovering. Pakannya terdiri dari tikus padang, serangga, dan berbagai jenis reptil. Terdiri dari 19 anak jenis yang termasuk migran dan tersebar luas di dunia. Anak jenis yang dijumpai Gua Kanabubulang dan Tebing Mahaniwa dalam kawasan taman nasional ini adalah “ernesti”.
76
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Anatidae
40-45 cm
LC
Diantara keluarga Anatidae atau itik-itikan, Si Belibis ini yang paling susah dan jarang dijumpai. Dalam koloni-koloni itik yang saling berbaur dengan jumlah yang banyak, hanya terdapat sedikit saja individu Si Belibis. Perjumpaanya baru terjadi di bagian selatan taman nasional tepatnya Danau Paji Konda Maloba. Cukup mudah dibedakan dengan Itik Benjut dan Itik Alis karena leher Si Belibis ini relatif lebih panjang dari keduanya. Bulu-bulu putih cukup kontras di sayapnya walaupun sedang tertutup. Makanannya berupa rerumputan, tumbuhan air serangga dan hewan-hewan kecil lainnya. Kelompok Belibis bisa berbaur dengan itik lain ketika sedang mencari makan di perairan yang sama. Sarang terletak tidak jauh dari wilayah perairan tempat ia makan. Dari tiga anak jenis yang tersebar dari Filipina sampai dengan Australia, hanya sub-spesies arcuata yang dijumpai di Sumba.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
77
itik benjut
itik alis
Anas gibberifrons | Sunda Teal | Raditama (STh)
Anas superciliosa | Pacific Black Duck
FAM
Anatidae
42 cm
LC
Susah gampang untuk menjumpai dan mengenali Si Benjut ini, yakni di perairan tawar sekitar pantai Lokulisi Tanamodu dan Danau Paji Konda Maloba. Pun saat sudah di “benjut spot” kita masih harus jeli membedakan antara Si Benjut, dan burung air lainnya, karena terkadang koloni-koloni burung air dengan pewarnaan tubuh yang mirip tersebut berbaur satu sama lain. Adalah sang jantan yang mudah dikenali dengan cara melihat tonjolan kepalanya, dengan begitu maka rombongan yang mengekor dibelakannya adalah benjut-benjut yang lain. Aktifitas hariannya adalah mencari makan berupa serangga kecil atau invertebrata lainnya yang ia cari di perairan airtawar. Bahkan saat sibuk mencari makan, Si Benjut termasuk sangat peka terhadap kedatangan manusia. Oleh karena itu para birdphotographer harus sabar mengendap-endap dan tidak tergesa-gesa dalam membidik Si Benjut. Secara lokal, belum ditemukan ancaman serius terhadap Si Benjut karena masyarakat setempat tidak mengkonsumsinya. Dari tiga anak jenis yang tersebar secara global, hanya gibberifrons yang dijumpai dan berbiak secara lokal di Pulau Sumba dan wilayah sekitaran Nusa Tenggara lainnya. 78
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Anatidae
47-60 cm
LC
Itik alis pernah terlihat di beberapa tipe perairan di sekitar kawasan. Di wilayah Praingkareha, Padiratana, Manu rara dan Wara terdapat sungai-sungai kecil yang membelah hutan yang tajuknya rapat. Sementara di wilayah selatan seperti di Nggongi dan Praimadita ada beberapa danau kecil atau embung yang kering di saat kemarau. Bahkan di danau Paji Konda maloba hampir selalu dijumpai koloni sang itik. Saat berdiri atau berenang, itik alis dikenali dari badannya yang coklat kehitaman dan alisnya yang putih. Di bagian sayap terdapat warna hijau tua. Sayap bagian bawah berwarna putih dan ujungnya hitam, jelas terlihat saat terbang. Dari 3 anak jenis yang tersebar di Indonesia – Asutralia, hanya anak jenis “rogersi” yang dijumpai di Sumba.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
79
GOSONG KAKI MERAH
PUYUH COKLAT
Megapodius reinwardt | Orange-footed Scrubfowl | Kalauki (ST, STh, SB)
Coturnix ypsilophora raltenii | Brown Quail | Powa (ST), Puawa (STh)
FAM
Megapodiidae
30-47 cm
Dilindungi
LC
Burung yang seperti ayam berjambul ini termasuk kelompok burung yang meletakan telurnya di dalam tanah. Sarangnya berupa gundukan tanah yang tersusun atas tanah, serasah dan ranting kecil. Sarang yang pernah diukur memiliki tinggi 90 – 150 cm dan panjang 3 – 9,3 meter. Sang Gosong lebih sering terlihat mencari makan dan berjalan cepat di lantai hutan. Ia memiliki 2 variasi suara yang kerap terdengar di pagi dan sore hari. Jika merasa terganggu, ia akan terbang pendek menuju dahan pohon yang lain. Sang Gosong bisa dijumpai di sebagian besar wilayah Taman Nasional. Dari 8 anak jenis yang tersebar di Indonesia, PNG dan Australia, hanya anak jenis “reinwardt” yang menetap di Sumba. 80
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Phasianidae
18 cm
LC
Serupa tapi tidak sama, ya inilah antara puyuh dan gemak walaupun tidak berkerabat tetapi keduanya memiliki perilaku dan karakteristik fisik yang mirip. Ukuran tubuh puyuh sedikit lebih besar dari gemak, dan secara taksonomi tidak termasuk famili Turnicidae melainkan satu keluarga sama ayam-ayaman. Si Puyuh ini bersarang dipermukaan tanah dalam semak-semak atau padang alang-alang. Makanan favoritnya biji-bijian dan serangga-serangga kecil. Sayapnya yang relatif kecil mampu menjadi senjata untuk melarikan diri walaupun hanya terbang dengan jarak pendek. Tidak disangka si puyuh coklat ini mampu hidup pada berbagai level ketinggian suatu wilayah yakni hingga ketinggian 3.700 meter dpl. Beberapa ras dari puyuh ini sudah didomestikasi dan sudah dibudidayakan terutama untuk dimanfaatkan telurnya. Sampai saat ini diketahui terdapat sembilan anak jenis yang tersebar Indonesia, Australia, New Zealand, khusus yang menetap di Sumba adalah anak jenis “raltenii”. Sang puyuh pernah dijumpai di kawasan hutan Taman Mas, Resort Dasa Elu. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
81
AYAMHUTAN HIJAU
GEMAK TOTOL
Gallus varius | Green Junglefowl | Manu Tata (ST, STh, SB)
Turnix maculosa sumbana | Red-backed Buttonquail | Puawa (STh)
FAM
Phasianidae
42-60 cm
LC
Setiap pagi dalam keheningan hutan, kokok ayamhutan hijau ini lantang menyambut hari baru. Secara sengaja ia sulit dijumpai secara langsung dan lama, namun secara tidak sengaja ia pernah dijumpai hampir di seluruh kawasan Taman Nasional. Bahkan di jalan raya sekitar Tanah Daru yang ramai dilalui kendaraan bermotor. Ia sangat cepat lari dan terbang menghindar ketika berpapasan dengan manusia atau kendaraan. Ciri yang menonjol dari ayam hutan hijau adalah jenggernya cenderung yang mulus tidak bergerigi dan berwarna keunguan. Sang Ayamhutan merupakan jenis endemik Indonesia karena sebarannya hanya di Jawa sampai dengan Alor. 82
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Turnicidae
12-15 cm
LC
Siapa yang sangka hamparan alang-alang adalah tempat hidup si mungil ini. Tidak mudah untuk bisa melihat dan mengamati aktifitas gemak totol, karena hampir sebagian besar perjumpaan terjadi secara tidak sengaja. Walaupun hidup dalam kelompok kecil, namun pergerakannya sulit dideteksi karena ukuran dan warna tubuhnya yang memungkinkan mereka bisa menyelinap tanpa membuat riuh hamparan alang-alang. Tidak terjadi perubahan warna bulu yang signifikan selama pertumbuhan menuju dewasa, hanya saja iris mata pada remaja berwarna gelap sedangkan ketika dewasa berwarna putih. Dibandingkan jantan, sang betina lebih sering bersuara terutama pada musim berbiak. Sama dengan semua keluarga puyuh dan gemak, kemampuan terbangnya terbatas hanya untuk jarak pendek dan kesulitan untuk terbang yang keduakalinya secara berturut-turut. Itu sebabnya walaupun tersebar dari Indonesia hingga Australia, si Mungil ini menetap dan menjadi anak jenis sendiri pada sebagian pulaupulau di Indonesia bagian timur, termasuk Pulau Sumba dengan anak jenis endemik “sumbana”. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
83
TIKUSAN CERULING
KAREO PADI
Rallina fasciata | Red-legged Crake | -
Amaurornis phoenicurus | White-breasted Waterhen | Kulirkawaki (ST)
FAM
Rallidae
23 cm
LC
Merupakan salah satu dari delapan burung dalam famili Rallidae yang terdapat di Sumba. Walaupun ukuran tubuhnya mirip kareo padi (Amaurornis phoenicurus), akan tetapi pewarnaan tubuhnya sangat berbeda. Si kaki merah ini dijumpai saat asik tidur bertengger pada ranting pohon kecil di pinggir sungai kecil. Karena sebelumnya belum pernah dijumpai, maka perjumpaan pada saat itu menjadi catatan baru (new record) untuk Sumba. Si kaki merah ini termasuk omnivora karena makanan yang menjadi favorinya adalah biji-bijian, rumput, ikan kecil, belalang, dan cacing. Pencarian makanan sering dilakukan pada pagi hari dengan mengendap-endap disepanjang aliran sungai. Sedangkan malam hari adalah masa tidurnya, sehingga malam adalah saat yang lebih tepat untuk bisa menjumpainya lebih dekat. Si kaki merah ini diketahui sebagai pengembara (vagrant) sehingga memiliki sebaran tempat hidup yang luas dari India hingga Australia termasuk diantaranya di kawasan hutan taman nasional yang ada di Sumba. 84
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Rallidae
28-33 cm
LC
Burung yang tinggal di wilayah perairan atau lahan yang basah ini lebih suka berjalan dari pada terbang. Ketika merasa terganggu burung berkaki panjang ini akan berlari, kalaupun terbang hanya jarak pendek saja. Kareo padi memiliki warna coklat tua pada sayap dan punggung sampe ekor. Sementara kepala, leher, sampai perut berwarna putih. Paruhnya hijau pucat sedikit kemerahan di pangkal paruhnya. Jenis burung yang bisa berenang bahkan menyelam ini sering ditemukan di danau Laputi dan di sungai-sungai seperti di wilayah Billa, Katikuai, Mahaniwa, dan Karera. Dari 4 anak jenis yang tersebar luas dari India hingga Indonesia, hanya anak jenis “leucomelanus” yang menetap di Sumba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
85
CEREKPASIR BESAR
GAJAHAN KECIL
Charadrius leschenaultii leschenaultii | Greater Sand Plover
Numenius minutus | Little Curlew | -
FAM
Charadriidae
20-25 cm
LC
Burung-burung pantai yang berlarian di pasir dapat kita saksikan di pantai Modulambi dan Konda yang berada di sekitar kawasan taman nasional. Gerakannya yang gesit membuat proses pengambilan foto menjadi tidak mudah. Di pantai tersebut paling tidak dapat ditemukan tiga jenis burung pantai. Namun Sang Cerek ini memiliki ciri khas dibandingkan perancah pasir lainnya yakni tungkai kakinya terlihat lebih panjang dibandingkan dalam proporsionalitas tubuhnya dibandingkan trinil pantai. Tiga anak jenis sang Cerek memiliki sebaran habitat yang sangat luas dari Eropa Timur, Afrika bagian Timur hingga China dan Australia, namun yang rutin migrasi ke kawasan pantai pulau Sumba hanya anak jenis “leschenaultii” bersama delapan jenis cerek lainnya.
86
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Scolopacidae
30 cm
LC
Cukup mudah dijumpai walaupun hanya dilokasi tertentu yakni pesisir pantai selatan taman nasional dan sekitarnya, seperti Lokulisi dan Konda Maloba. Hal yang tidak mudah adalah membedakan antara tiga jenis yang diduga pernah bermigrasi ke daratan Sumba yaitu: Gajahan kecil, Gajahan Erasia dan Gajahan Timur. Salah satu ciri pembedanya adalah ukuran tubuhnya yang relatif lebih kecil/pendek dibandingkan jenis lain dan dengan paruh yang tidak terlalu melengkung. Aktifitas hariannya adalah berjalan menelusuri pesisir pantai untuk mencari mangsa berupa hewan-hewan kecil seperti serangga pantai, cacing dan lain sebagainya. Sedangkan aktifitas rutin tahunannya adalah bermigrasi ke wilayah lain seperti Filipina dan Australia.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
87
TRINIL PANTAI
DARALAUT JAMBUL
Actitis hypoleucos | Common Sandpiper | -
Sterna bergii cristata | Swift Tern/tGreat Crested Tern
FAM
Scolopacidae
19-21cm
LC
Sang Trinil yang hampir selalu dijumpai di sepanjang pantai di pulau Sumba adalah jenis yang migran. Rentang habitatnya luas, hidupnya tidak hanya di sekitar pantai melainkan bisa sampai ke area pesawahan pada ketinggian lebih dari 1.000 meter dpl. Makanan favoritnya adalah krustacea, serangga dan inverterbrata kecil lainnya yang tersedia banyak di sekitar pantai dan persawahan. Walaupun sering terlihat berbaur dengan burung pantai lainnya seperti genus gajahan dan genus cerek, akan tetapi sang trinil mudah dibedakan karena postur tubuhnya lebih kecil dari gajahan, dan paruhnya lebih pendek serta tidak melengkung dibandingkan gajahan. Selain itu, kaki sang trinil lebih pendek dari cerek. Cukup mudah dijumpai di Pantai Mondulambi, Konda Maloba, dan Lokulisi. 88
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Laridae
Dilindungi
43-53 cm
LC
Memiliki jambul walaupun tidak seindah kakatua sumba, namun jambul sang daralaut bisa berubah warna dari hitam pada musim panas menjadi berbintik putih pada saat peralihan musim ke musim dingin, dan terakhir berbintik abu-abu pada musim dingin. Saat mencari mangsa, mereka sering terlihat berbaur dengan daralaut lainnya, maka sebagai pembedanya adalah warna paruhnya yang kuning. Sang Daralaut merupakan penerbang sekaligus perenang yang ulung sehingga mangsanya cukup bervariasi seperti: ikan, cumi-cumi, serangga, kepiting dan bahkan anakan penyu. Walaupun hidup sebagai penetap, namun kehidupan enam anak jenis Sang Dara sudah tersebar cukup luas mulai dari Afrika hingga Asia Tenggara dan Australia, termasuk Sumba yang dihuni oleh anak jenis “cristata atau cristatus”. Walaupun pernah dijumpai dalam koloni dengan jumlah yang banyak, namun peluang perjumpaan Sang Dara Laut di Kawasan Taman Nasional tergolong sulit.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
89
ENDEMIK
ENDEMIK
PUNAI SUMBA
WALIK RAWAMANU
Treron teysmannii | Sumba Green Pigeon | Rawa kakorok (ST)
Ptilinopus dohertyi | Red-naped Fruit Dove | Rawa manu (ST, STh, SB)
FAM
Columbidae
Sang Punai merupakan salah satu jenis endemik Sumba. Punggung sang jantan berwarna merah manggis, sementara sang betina hijau daun. Ia sering terlihat berkelompok saat mencari makan dan bertengger di pohon tidur pada siang menjelang petang. Burung pemakan biji-bijian ini bisa dijumpai di Billa, Praingkareha, Mahaniwa, Wanggameti, Umbulanggang dan Manurara. Salah satu pakan favoritnya adalah buah Cimung / Nggay (Timonius timons) dan Tabulu (Glocidion sp). 90
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
28-29 cm
NT
FAM
Columbidae
33-35 cm
VU
Cukup mudah mengenali salah satu jenis endemik sumba yang cantik ini, warna merah di tengkuk (atas leher) tampak menonjol di antara kepalanya yang putih krem. Leher dan dadanya merah-jambu pucat sementara punggung dan perut gelap. Agak sulit ditemukan karena suka menempati tajuk pohon yang tinggi. Makanan utamanya buah dan biji-bijian seperti kadauki, malihi, tera, dan piddi. (nama latinnya) burung yang berukuran cukup besar (33-35 cm) ini pernah tercatat di wilayah hutan Billa, Wudipandak, Mahaniwa, Paumbapa, dan Wanggameti. Sang Walik pun lebih sering terlihat sendiri (soliter) dan pernah terdengar beberapa variasi suara. Makanan utamanya adalah biji-bijian seperti Kadauki, Tera (Arthocarpus elasticus), Piddi (Ficus sp), Mapdu/Kadurawa (Elaeocarpus sp). Ia pernah dijumpai di wilayah hutan Billa, Widupandak, Mahaniwa, Paumbapa, Wanggameti, Manurara dan Langgaliru.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
91
WALIK KEMBANG
PERGAM HIJAU
Ptilinopus melanospila | Black-naped Fruit Dove | Rawa nggoku (ST)
Ducula aenea | Green Imperial Pigeon | Rawa mukmuk (ST, STh)
FAM
Columbidae
21-27 cm
LC
Kepalanya yang putih dengan tengkuk hitam menandai walik kembang ini pejantan. Walik kembang betina seluruh tubuhnya hijau. Jika dilihat dari bawah jenis walik kembang memiliki ekor warna merah lembayung dan perut bawah kekuningan. Makanan utamanya buah dan biji-bijian, seperti biji beringin (Ficus sp). Burung ini membuat sarang dari ranting-ranting yang ditata jarang-jarang sehingga terlihat rapuh. Sang pejantan lebih sering terlihat sedang mengerami telur yang jumlahnya 1-2 butir saja. . Dari 4 anak jenis hanya “melanauchen” yang bisa dijumpai di Sumba. 92
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Columbidae
40-47 cm
LC
Cukup mudah menemukan burung pergam hijau ini di kawasan taman nasional. Saat bertengger biasanya burung ini mengeluarkan suara derukan yang menggema cukup keras dan dalam: wuuukk wuuuuukk wuuukkkk. Sehingga masyarakat Sumba menamainya rawa mukmuk. Burung yang termasuk jenis merpati (dove) ini seringkali terbang menukik saat hendak bertengger. Biasanya terbang berkelompok 2-6 ekor. Suka memakan buah beringin dan buah karkaka. Dari 12 anak jenis yang tersebar luas dari India hingga Indonesia, hanya anak jenis “polia” yang dijumpai di Sumba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
93
MERPATIHUTAN METALIK
UNCAL BUAU
Columba vitiensis metallica| Metallic Pigeon
Macropygia emiliana | Ruddy Cuckoo Dove | Manu omang (ST) FAM
Columbidae 37-41 cm LC
FAM
Ya inilah genus utama dari keluarga merpati di habitat alami. Pada fase tertentu bulu tenggorokannya berwarna putih, namun yang dijumpai saat pengamatan di kawasan hutan Mondulambi hampir semua bulunya hijau tua metalik atau mengkilap. Secara morfologi mudah dibedakan dengan keluarga merpati lainnya, namun secara individu tidak mudah untuk dijumpai. Perilakunya yang teramati yakni sedang bertengger pada dahan pohon dipinggir jalan akses menuju. Mondulambi. Sang merpati ini sangat peka terhadap pergerakan peneliti yang mencoba mendekat untuk mengambil fotonya. Kesehariannya sang merpati hidup sendirian atau dalam kelompok kecil dan tidak menetap, sehingga kurang umum dijumpai. Pakannya berupa buah-buahan kecil atau biji-bijian yang bisa diperolehnya dari mulai lantai hutan sampai dengan kanopi pohon. 94
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Columbidae
30-37 cm
LC
“Kembaran” Uncal Kuoran ini sama-sama masih termasuk keluarga merpati. Disebut kembar karena sepintas bentuk, ukuran dan warna sangat mirip. Hanya berbeda di iris lingkaran dalam mata yang berwarna kebiruan. Jantan dan betina pun hanya bisa terlihat dari warna bulu leher dan dada, jika mengkilat maka itu jantan.Termasuk burung yang misterius, karena suaranya kerap kali terdengar namun wujudnya sangat jarang untuk terlihat. Perjumpaan pertama kali terjadi di pada tajuk pohon sekitar 25 meter dari permukaan tanah di hutan primer Tanadaru disekitar aliran sungai Lokuyengu. Berbeda dengan kembarannya, Si Uncal Buau ini hanya tersebar di Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Lombok, Sumbawa dan Flores. Khusus di Sumba, perjumpaan Si Uncal Buau baru tercatat oleh lima peneliti. Dari tujuh anak jenis yang tersebar, hanya anak jenis emiliana yang sudah tercatat perjumpaanya di Sumba.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
95
UNCAL KOURAN
TEKUKUR BIASA
Macropygia ruficeps | Little Cuckoo Dove | Manu omang (ST)
Streptopelia chinensis | Spotted Dove | Mbara manu (ST)
FAM
Columbidae
27-30 cm
LC
Salah satu jenis burung keluarga merpati ini adalah uncal kouran atau little cuckoo-dove. Keluarga Columbidae atau sejenis merpati memiliki banyak marga antara lain dederuk, tekukur, uncal, perkutut, delimukan, junai, pergam, walik, dan punai. Persebarannya sangat luas mencakup Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sunda Kecil, bahkan sampai Semenanjung Malaysia dan Myanmar. Uncal kouran berukuran sedang (30 cm) dengan warna badan coklat kemerahan dan ekornya panjang. Punggung dan sayap lebih gelap dibandingkan warna perut dan dada. Burung pemakan biji dan buah ini pernah ditemukan di wilayah hutan Billa, Praingkareha, Mahaniwa, dan Wanggameti. Dari 4 anak jenis yang tersebar lokal di Indonesia, hanya anak jenis “orientalis” yang bisa dijumpai dan menetap di Sumba.
96
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Columbidae
27,5-30 cm
LC
Burung tekukur biasa sering dijumpai sedang mencari makan di tanah dan jalanjalan yang dilalui kendaraan bermotor. Biasanya di jalanan dekat perkampungan dan pinggir hutan. Badannya berwarna coklat kemerahjambuan dan ekor panjang yang berwarna putih di tepinya. Terdapat totol-totol warna putih dan hitam di belakang leher. Punggung dan penutup sayap berwarna coklat dengan totol gelap. Pakannnya hampir sama dengan jenis-jenis lain dari suku Columbidae. Di Sumba burung ini relatif aman dari perburuan. Dari 3 anak jenis yang tersebara di Asia Tenggara, hanya anak jenis “trigina” yang bisa dijumpai di Kawasan Taman Nasional.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
97
PERKUTUT LORENG
DELIMUKAN ZAMRUD
Geopelia maugei | Barred Dove | Mbara nggulu (ST)
Chalcophaps indica | Common Emerald Dove | Rawa tana (ST, STh, SB)
FAM
Columbidae
Loreng-loreng pada jenis ini terdapat pada leher sampai dada. Punggung dan sayap berwarna coklat (kadru tua). Kulit tanpa bulu di sekitar mata berwarna kuning. Suka mencari makan berupa biji-bijian di permukaan tanah. Badannya lebih kecil dari tekukur biasa. Sarang dan warna burung hampir menyatu dengan warna ranting pohon yang mati, sehingga hampir tidak dikenali karena kamuflasenya dengan lingkungan sekitarnya. 98
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
22-25 cm
LC
FAM
Columbidae
23-27 cm
LC
Gemar melesat cepat, burung delimukan zamrud ini seolah sedang terburu-buru mengejar sesuatu. Gerakannya gesit melewati tajuk hutan yang rapat. Meski terbangnya cepat, sayapnya yang hijau mengkilap dan dada sampai ekor coklat membuatnya mudah dikenali. Pada jenis betina tidak memiliki mahkota abu-abu. Burung pemakan biji ini kerap juga ditemui di permukaan tanah saat sedang mencari makan.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
99
JUNAI EMAS
PERKICI ORANGE
Caloenas nicobarica nicobarica | Nicobar Pigeon
Trichoglossus capistratus fortis | Marigold Lorikeet | Pirih (ST) Peruh (STh) FAM
Columbidae 32-38 cm Dilindungi
NT
AI
FAM
Junai emas termasuk burung terestrial dan bersarang di atas pohon dengan ketinggian 2-12 meter dari permukaan tanah, dengan bentuk sarang yang kurang beraturan dan hanya tersusun dari ranting-ranting saja. Walaupun hanya satu butir telur setiap masa berbiak, akan tetapi kedua induknya mengeraminya secara bergantian. Kawasan hutan yang pernah terjadi perjumpaan dengan si gondrong ini adalah Langgaliru, Lokulisi-Tanamodu dan Ubukora-Manurara. Makanannya selain buah dan biji-bijian, juga hewan atau serangga kecil. Tempat hidup merpati gondrong ini tersebar luas hampir seluruh Asia Tenggara sampai ke kepulauan Solomon, Andaman dan Nikobar. Meski memiliki daerah sebaran yang luas dan memiliki beberapa sub-jenis, Junai mas saat ini menjadi perhatian nasional dan internasional karena sudah menunjukan penurunan populasi global. 100
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Psittacidae
26 cm
NE
A II
Nyanyian perkici di pagi hari menyemarakkan suasana hutan. Keras dan melengking. Bersahutan karena mereka jarang sendiri, selalu berpasangan atau bergerombol. Saat terbang perkici mudah dikenali dari warna kuning orange di dada dan sayap bawah. Kontras dengan badannya yang hijau dan suasana hutan yang redup. Umum ditemui di seluruh kawasan taman nasional. Selain memakan biji-bijian, burung ini sering terlihat menghisap bunga pohon mara dan karunding. Seperti jenis paruh bengkok lainnya, burung ini juga menempati lubang pohon sebagai sarang. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
101
KAKATUA JAMBUL-KUNING
NURI BAYAN
Cacatua sulphurea citrinocristata | Citron-crested Cockatoo | Kaka (ST, STh, SB)
Eclectus roratus | Eclectus Parrot | Karik (ST, STh, SB)
FAM
Psittacidae
33-35 cm
Dilindungi
CR
AI
Ia anak jenis endemik Sumba. Jambulnya jingga menjadi pembeda utama dari jenis kakatua lainnya. Jantan memiliki iris mata hitam sedangkan betina berwarna merah. Saat terbang tubuhnya yang putih sangat kontras dengan suasana hutan yang cenderung gelap sehingga mudah dikenali. Bahkan sebelum burung paruh bengkok ini terlihat, keberadaannya sudah bisa diketahui dari suaranya yang keras. Masyarakat Sumba menamai burung ini “kaka” karena suaranya yang seperti berteriak “ kaaaaaak kaaaaak kaaaaaakk”. Makanannya buah-buahan seperti : Kalumbang/ Kapaka (Sterculia foetida), Lamua (Melia azedarach), Kayarak (Magnolia sp), Bunga kapok hutan (Bombax malabaricum), Kananggar (Dilenia sp). Untuk menjumpainya bisa berkunjung ke hutan Billa, Manurara, Laikokur dan lainnya. 102
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Psittacidae
35-42 cm
Dilindungi
LC
A II
Dalam keluarga paruh bengkok, jenis jantan dan betina biasanya mirip. Namun nuri bayan ini berbeda, jantan tubuhnya dominan hijau dan betina merah. Jenis ini termasuk dimorfisme seksual yang artinya memiliki perbedaan sistematik luar antar individu yang berbeda jenis kelamin dalam spesies yang sama. Seperti jenis paruh bengkok lainnya, nuri bayan juga menggunakan lubang pohon sebagai sarang. Nuri bayan betina pernah terlihat memasuki sarang di hutan Praingkareha dan di Wara. Namun perjumpaan saat terbang tercatat di beberapa wilayah antara lain Paumbapa, Billa, Mahaniwa, La Pahar, dan Wahang (Laitaku). BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
103
nuri pipi-merah
betetkelapa paruh-besar
Geoffroyus geoffroyi | Red-cheeked Parrot | Wowang (ST)
Tanygnathus megalorynchos sumbaensis | Great-billed Parrot | Katala (ST, STh)
Psittacidae
FAM
104
21-27 cm
LC
A II
Nuri yang berukuran 21-30 cm ini lebih kecil dari pada jenis paruh bengkok lainnya. Meski badannya kecil tapi suaranya melengking sehingga keberadaannya dapat diketahui. Biasanya burung ini suka hinggap di pucuk pohon ataupun ranting kering. Warna tubuhnya hijau, hanya bagian kepalanya saja yang berwarna merah dan sedikit biru di leher. Pejantan memiliki warna merah yang jelas dan terang dibandingkan betina yang lebih pudar. Cukup mudah dijumpai di seluruh kawasan taman nasional. Burung ini biasanya membuat sarang di pohon yang sudah mati dan lapuk. Lubang yang dibuat ukurannya kecil, hanya cukup untuk satu badannya yang masuk. Pernah terlihat bertikai dengan perling kecil karena mereka membuat lubang sarang di pohon yang sama.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Psittacidae
33-43 cm
LC
A II
Dari paruhnya yang merah dan besar, burung ini menjadi mudah dikenali. Tubuhnya hijau dengan bahu hitam bertanda kuning. Seperti jenis paruh bengkok lainnya, suara betet ini keras dan kasar. Bisa juga bersuara sambil terbang. Menjelang petang biasanya burung ini berkumpul di satu pohon tertentu, bisa mencapai belasan ekor. Ketika siang lebih sering terlihat sendiri, baik saat mencari makan atau mencari sarang. Beberapa kali burung ini teramati sedang memantau lubang sarang di pohon mara yang biasanya digunakan julang dan burung paruh bengkok lainnya. Bahkan pernah berebut sarang dengan kakatua jambul-jingga. Betet berada dalam sarang dan kakatua berusa mengusirnya dengan terbang di sekitar lubang, berteriak, dan memekarkan jambulnya. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
105
wiwik uncuing
kedasi emas
Cacomantis sepulcralis | Rusty-breasted Cuckoo | Tutukrijak (ST)
Eclectus roratus | Shining Bronze Cuckoo | -
FAM
Cuculidae
23-24 cm
LC
Burung yang suka bermain di semak dan tajuk pohon yang tidak terlalu tinggi ini cukup sulit dijumpai. Kicauannya yang khas, “wiiiit wiiiiitt wiiiiiittt”, panjang dan berulangulang menandakan kehadirannya. Di seluruh kawasan siulan burung ini kerap terdengar tapi jarang terlihat bentuknya. Secara umum tubuh bagian bawah berwarna coklat merah-karat, sementara punggung, sayap, dan ekor coklat keabu-abuan. Kepalanya abu-abu dengan iris coklat dan lingkar mata kuning.
106
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Cuculidae
16-17 cm
LC
Siapa menyangka pada sore hari di puncak Praimahala salah satu titik tertinggi kawasan hutan Tanah Daru, dijumpai sang kedasi emas sedang bertengger membelakangi mentari dan mencari makan di pohon kaliandra yang sedang berbunga. Biasanya sang kedasi makan ulat daun, kumbang, semut-semutan dan lalat buah. Sang Kedasi rutin bermigrasi ke utara yang salah satunya pulau Sumba ketika di Australia dan sekitarnya sedang musim dingin, kemudian kembali ke selatan untuk berkembang biak. Dari tiga anak jenis ada yakni harterti, layardi, dan lucidus, hanya anak jenis lucidus yang rutin bermigrasi ke pulau Sumba. Kebiasaan sehari-harinya adalah bersembunyi pada pohon rindang di kawasan terbuka dan yang paling aneh adalah kebiasaan menaruh telur-telurnya pada sarang burung lain untuk dierami oleh indukan burung lain.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
107
tuwur australia
karakalo australia
Eudynamys cyanocephala | Australian Koel
Scythrops novaehollandiae | Channel-billed Cuckoo | Kangaka (ST) FAM
Cuculidae 39-46 cm LC
FAM
Termasuk jenis yang sexual dimorfisme artinya antara jantan dan betina memiliki pewarnaan bulu yang berbeda dan sangat mencolok, yakni bulu tubuh sang jantan dominan warna keabu-abuan pucat sedangkan bulu sang betina didominasi warna coklat disertai bintik-bintik putih pada tubuh bagian atas dan garis-garis hitam pada ekornya. Sang jantan sangat sulit dibedakan dengan pejantan tuwur asia, padahal keduanya pernah tercatat sebagai penetap di kawasan hutan taman nasional. Sedangkan untuk betina jenis ini memiliki tudung (bagian atas kepala hingga leher) berwarna hitam, adapun tudung kerabatnya tidak berwarna hitam. Keduanya cukup misterius dan tidak mudah untuk dijumpai. Satu-satunya perjumpaan dalam lima tahun terakhir ini terjadi di hutan Manurara wilayah tengah kawasan taman nasional. Padahal kesehariannya aktif pada berbagai tipe habitat mulai dari hutan pesisir pantai, hutan sekunder bahkan pekarangan dataran rendah sampai ketinggian 500 meter dpl. 108
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Cuculidae
60 cm
LC
Hampir serupa dengan Gagak, namun Sang Karakalo ini berwarna dominan putih agak keabu-abuan dari bulu kepala, leher, perut bagian bawah hingga ekor. Bulu sayap abu-abu dengan bercak hitam. Ciri khas lainnya adalah iris, lingkaran mata dan garis mata menuju hidung merah. Sang Karakalo termasuk burung migran yang sulit dijumpai. Perjumpaan pertama terjadi di sekitar Wudipandak yang berbatasan dengan Hutan Billa. Aktifitas harian sering dilakukan secara soliter dan terkadang dalam kelompok kecil.Habitatnya adalah tajuk pohon di hutan primer atau sekunder, tepian sungai, hutan pantai, mangrove dan areal yang terbuka. Pakannya berupa buah ara/beringin (Ficus sp), serangga dan terkadang bangkai. Sang Karakalo terkenal sebagai parasit pada sarang Gagak.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
109
bubut alang-alang
serak jawa
Centropus bengalensis | Lesser Coucal | Kutuk (ST, STh)
Tyto alba | Barn Owl | Katowai (ST) FAM
Tytonidaee 29 - 44 cm LC
A II
FAM
Cuculidae
31-42 cm
LC
Tak salah burung ini diberi nama alang-alang karena memang tempat bermainnya di padang savanna yang banyak alang-alang. Namun sering juga ditemukan di pinggiran hutan dan di lahan pertanian masyarakat. Burung pemakan serangga ini sering mencari mangsanya di tanah. Meski tubuhnya besar (37-38 cm) namun terbangnya tidak bisa jauh dan tinggi. Kepala sampai ekornya berwarna hitam, sementara sayap berwarna coklat kemerahan. Meski tubuhnya besar, namun terbangnya tidak jauh dan tinggi. Pada fase remaja, bulu kepala, leher dan perut berwarna kecoklatan berbintik putih. Tersebar luas dari India hingga Asia Tenggara. Terdapat 5 anak jenis dan yang menetap di Sumba adalah anak jenis “sarasinorum”.
110
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Jenis-jenis burung hantu (owl) termasuk burung pemangsa karena memiliki ciriciri kaki yang kuat, cakar yang tajam, paruh kuat, mata dan pendengaran tajam. Burung pemangsa yang aktif siang hari (diurnal) disebut raptor. Jenis raptor merujuk pada keluarga Accipitridae dan Falconidae. Sementara jenis burung hantu (owl) aktif di malam hari. Serak jawa ini berbulu putih dari muka hingga perut, sementara punggung dan sayapnya abu-abu. Saat mencari mangsa, serak jawa ini mengandalkan cara terbangnya yang tanpa suara dan pendengarannya yang tajam. Bola matanya yang menghadap ke depan memberikan penglihatan yang bersifat binokuler dan stereoskopik. Lehernya bisa diputar 2700 dalam empat arah kiri, kanan, atas, dan bawah. Kemampuan melihat dalam gelap mencapai 3-4 kali kemampuan manusia. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
111
ENDEMIK
serak padang
pungguk sumba
Tyto longimembris | Eastern Grass-Owl
Ninox sumbaensis | Little Sumba Hawk-Owl | Wengi (ST)
FAM
Tytonidae
32-36 cm
LC
A II
Di antara jenis-jenis burung nokturnal yang terdapat di Pulau Sumba, si serak ini adalah yang paling besar ukuran tubuhnya, dan ukuran betina lebih besar dan lebih berat daripada jantan. Malam hari adalah saat si burung hantu ini untuk menangkap mangsanya berupa tikus dan binatang pengerat lainnya. Jika jumpa dengan jenis ini di alam, akan cukup sulit untuk membedakannya dengan Serak Jawa (Tyto alba) karena memiliki penampakan yang relatif sama, bedanya sebagian bulu pada kepala dan punggung lebih gelap. Pada beberapa habitat, si burung hantu ini dijumpai pada lubang pohon dan tidak merasa terancam oleh kedatangan manusia, sehingga cukup mudah untuk mengambil fotonya. Namun pernah juga dijumpai pada saat pagi menjelang siang burung hantu ini terbang dari suatu titik di pinggir hutan Taman Mas dan melintasi padang alang-alang kemudian menuju ke suatu titik di tengah padang tersebut. Walaupun sebaran tempat hidupnya luas, si burung hantu ini sudah menjadi penetap di Sumba yakni anak jenis “longimembris”. 112
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Strigidae
23 cm
NT
A II
Pungguk sumba merupakan spesies baru yang ditemukan tahun 2002 oleh Jerry Olsen dkk. Sejak tahun 1980an para peneliti belum bisa mengetahui jenis ini. Akhirnya setelah melakukan studi komparasi spesimen Ninox novaeseelandiae dan Ninox scutulata, mereka menyimpulkannya menjadi spesies baru setelah adanya perbedaan struktur DNA, morfologi, dan vokalisasi. Burung yang masuk kategori endemik ini berukuran kecil sekitar 23 cm. Kepalanya coklat keabu-abuan, mukanya abu-abu dengan alis mata keputih-putihan. Tenggorokan dan dada atas merah karat bercoret gelap, sedangkan dada bawah putih bercoret gelap. Punggung dan sayap atas bergaris merah karat dan coklat gelap. Kaki kuning dan berbulu. Habitatnya adalah hutan primer dan hutan sekunder (600 – 950 meter dpl). Mampu hidup berdekatan dengan Pungguk Wengi. Cara menjumpainya bisa dengan mengenali dan mengikuti suaranya di malam hari. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
113
ENDEMIK
pungguk wengi
cabak maling
Ninox rudolfi | Sumba Boobook | Wengi (ST)
Camprimulgus macrurus schlegelii | Large-tailed Nightjar | Kapi padang (ST)
FAM
Strigidae
30-36 cm
NT
A II
Tubuh pungguk wengi lebih besar daripada pungguk sumba. Frekuensi suaranya pun lebih cepat dari pungguk Sumba. Jenis endemik Sumba ini pernah dijumpai di sekitar hutan Paulubandil, Praingkareha, Billa dan Lewa. Burung ini memiliki mahkota berbintik dengan bagian bawah putih berpalang coklat. Sayap dan punggung berwarna lebih gelap. Iris berwarna coklat (Olsen, 2002). Menghuni hutan primer dan sekunder dari dataran rendah hingga ketinggian 1.000 meter dpl. Lebih sering dijumpai beraktifitas secara soliter dan bisa berdekatan dengan pungguk sumba.
114
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Caprimulgidae
25-29 cm
LC
Termasuk burung yang tidak mudah untuk dijumpai secara langsung, karena selain bukan tipe burung diurnal yang aktif, juga karena komposisi dan pewarnaan bulunya yang sangat sempurna menyerupai habitatnya. Akan tetapi kita bisa menyimak suara saja yang sayup-sayup terdengar pada petang hingga dini hari. Apabila dilihat lebih seksama, maka iris matanya berwarna coklat dan kaki coklat keabuan. Ciri khas yang membedakan dengan cabak kota adalah bercak putih mencolok pada dua pasang bulu ekor terluar. Khusus betina memiliki bercak kuning tua dan garis putih pada tenggorokan. Si cabak maling ini tidak banyak tingkah, pada siang hari hanya beristirahat pada lekukan tanah yang teduh atau di bawah pepohonan. Sarangnya berupa lekukan dangkal pada tanah atau rumput pendek dan sering digunakan sebagai tempat istirahat selingan di saat berburu belalang, kumbang dan serangga lainnya. Mudah dijumpai saat melintasi jalan menuju Mahaniwa pada malam hari, mereka akan terlihat terbang menghindar saat kendaraan lewat. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
115
walet sapi
rajaudang erasia
Collocalia esculenta | Glossy Swiftlet | Mbera laja (ST)
Alcedo atthis | Common Kingfisher | Kahik luku (ST)
FAM
Apodidae
9-10 cm
LC
Burung walet sapi selalu terlihat lalu lalang di wilayah terbuka pinggiran hutan, lahan basah (sungai dan danau), serta di pemukiman. Terbangnya cepat dan tidak beraturan, bisa membelok kapan saja. Kemampuan ini dibutuhkan untuk mencari mangsa di udara dan terkadang menyambar makanan di permukaan air. Biasanya terbang bergerombol. Burung yang memiliki punggung biru tua mengkilap dan perut bawah keputih-putihan ini membuat sarang di dalam gua atau pinggir tebing. Sarang berbentuk mangkuk dan terbuat dari lumut. Walet sapi hidup tersebar luas di Indonesia. Terdapat 32 anak jenis, dan anak jenis yang bisa dijumpai di Kawasan Taman Nasional adalah “sumbawae”.
116
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Alcedinidae
16-18 cm
Dilindungi
LC
Sesuai namanya, rajaudang erasia sering ditemukan di wilayah perairan seperti sungai dan danau. Selain udang, ikan-ikan kecil juga menjadi santapannya. Burung berparuh panjang ini biasanya mengincar mangsa dari ranting yang menjorok ke air. Begitu mangsa lengah, burung ini menukik masuk ke dalam air dan menyantapnya di tempat bertengger. Burung ini memiliki punggung warna biru terang sementara sayapnya biru gelap. Badan bagian bawah merah karat dengan leher putih. Terdapat bintik putih pada sisi leher serta strip jingga yang melewati mata dan meliputi penutup telinga. Sebarannya luas mencakup Eropa dan Asia. Terdapat 7 anak jenis, dan yang menetap di Sumba adalah anak jenis “floresiana”. Aliran sungai Lokuyengu dan sungai Billa menjadi lokasi yang pas untuk bisa menjumpai Sang Rajaudang.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
117
udang api
cekakak kalung coklat
Ceyx erithacus/erithaca | Oriental Dwarf Kingfisher | Kahik luku (ST)
Halcyon australasia | Cinnamon-banded Kingfisher | Kahik (ST)
FAM
Alcedinidae
12-14 cm
Warna bulunya yang indah membuatnya selalu dicari para pengamat burung. Untuk menemukannya tentu harus menyusuri jalur yang dekat sungai. Makanannya berupa ikan-ikan kecil, udang, dan serangga air. Saat bertengger, kepalanya seringkali mengangguk-angguk. Sementara saat masih remaja dadanya kuning semburat jingga. Paruh saat dewasa berwarna jingga, sementara saat ramaja coklat gelap. Terdapat 4 anak jenis yang tersebar dari India hingga Asia, dan anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah “rufidorsum”. 118
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Dilindungi
LC
FAM
Alcedinidae
21 cm
Dilindungi
NT
Termasuk burung endemik di Nusa Tenggara. Penanda utamanya terlihat dari warna coklat yang melingkari kepalanya. Dibawah pita coklat ada pita hitam. Makanannya terdiri dari cicak, kadal dan jenis-jenis serangga. Terdiri dari 5 anak jenis dan yang dijumpai di Sumba adalah anak jenis “Australasia”. Habitatnya berupa aliran sungai di hutan primer atau sekunder. Secara umum tidak mudah dijumpai, namun Hutan Billa adalah lokasi yang pas untuk menjumpainya. Ia merupakan burung target foto para pengamat burung / birdwatcher. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
119
cekakak australia
cekakak sungai
Halcyon sancta | Sacred Kingfisher | Kahik padang (ST)
Halcyon chloris | Collared Kingfisher | Kahik marada (ST)
FAM
Alcedinidae
22 cm
Dilindungi
LC
Terlihat mirip dengan cekakak sungai, pembedanya adalah dada sampai perutnya putih kusam dan terdapat semburat warna coklat muda, sedangkan cekakak sungai putih bersih. Sering terlihat sendiri dan berpasangan di wilayah pinggiran sungai dan pinggiran pantai selatan Taman Nasional. Makanannya berupa : serangga dan hewan-hewan kecil. Merupakan jenis yang migran dari Australia. Terdapat 5 anak jenis, salah satunya adalah “sancta” yang dijumpai di Sumba. Sering terlihat sendiri dan berpasangan di wilayah pinggiran sungai. Makanannya antara lain serangga dan vertebrata kecil.
120
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Alcedinidae
23-25 cm
Dilindungi
LC
Jenis ini umum dijumpai di wilayah pinggir hutan, sungai, danau, dan pemukiman. Sering hinggap di kabel listrik. Cekakak sungai mirip dengan cekakak australi, yang membedakan adalah warna perutnya. Cekakak sungai lebih putih, bersih, tidak ada semburat coklat muda. Mahkota, sayap, punggung, dan ekor biru kehijauan. Lebih sering terlihat dan beraktifitas sendiri (soliter) tapi terkadang terlihat bersama 2-3 individu lain bertengger pada pohon yang sama. Sebarannya sangat luas di seluruh dunia dan terdapat 49 anak jenis. Ras atau anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah “chloris”.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
121
kirikkirik laut
kirikkirik australia
Merops philippinus| Blue-tailed Bee-eater | Kapiru (ST), Kahu (STh)
Merops ornatus | Rainbow Bee-eater | Kapiru (ST)
FAM
Meropidae
29 cm
LC
Pada siang atau sore hari di hampir seluruh wilayah di kawasan taman nasional, terutama yang tidak jauh dari habitat pantai, setidaknya dapat dijumpai dua jenis kirikkirik baik secara soliter maupun tergabung dalam kelompok-kelompok kecil. Dibandingkan dengan kirikkirik australia, jenis kirikkirik laut relatif lebih mudah untuk dijumpai. Ciri yang membedakan dua jenis ini adalah adanya coretan hitam pada tenggorokan kirikkirik australia. Walaupun makanan kesukaannya adalah lebah, akan tetapi saat mencari mangsa seringkali sang kirikkirik berbaur dengan kawanan walet untuk mencari serangga lain sebagai mangsanya. Setelah mendapatkan mangsanya, sang kirikkirik bertengger sejenak pada ranting pohon untuk melanjutkan menelan mangsanya itu. Jenis ini termasuk yang migran secara teratur dan periodik dalam jumlah banyak menuju habitat favoritnya yaitu yang berupa areal terbuka. Tempat hidup sang kirikkirik tersebar cukup luas di Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk pulau Sumba. Cukup mudah dijumpai di Taman Mas, Billa, Konda Maloba dan Praingkareha. 122
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Meropidae
19-21 cm
LC
Cara terbang kirikkirik australi sangat akrobatik. Dari posisi bertengger, burung ini meluncur kemudian berputar, biasanya kembali ke tempat semula. Burung ini lebih sering ditemukan di lokasi terbuka seperti pinggiran hutan atau lahan pertanian. makanannya antara lain lebah, tawon, capung, rayap, kumbang, dan serangga lainnya. Mirip kirikkirik laut, pembedanya adalah garis hitam pada tenggorokan sang kirikkirik Australia. Tubuhnya berwarna kehijauan, ada garis hitam melalui mata yang dibatasi oleh garis di atas dan di bawahnya. Ujung sayapnya berwarna jingga dan tunggirnya biru. Ekornya hitam dengan perpanjangan ekor seperti kawat. Secara umum cara hidup dan bersarang mirip dengan kerabatnya tersebut.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
123
ENDEMIK
tionglampu biasa
julang sumba
Eurystomus orientalis | Oriental Dollarbird | Njaki (ST)
Rhyticeros everetti | Sumba Hornbill | Ngguanggali, Gogali (ST, STh, SB)
FAM
Coraciidae
27-32 cm
LC
Burung ini dinamai “dollar bird” karena adanya bercak bulat warna biru muda di ujung sayapnya. Ciri yang tampak saat terbang ini mirip dengan uang dollar yang juga memiliki lingkaran di tengahnya. Seluruh tubuhnya berwarna abu-abu kebiruan gelap. Paruhnya dan kakinya berwarna merah. Burung pemakan serangga ini bersarang di lubang pohon, biasanya memakai bekas sarang burung paruh bengkok. Pakannya berupa serangga terutama kumbang, ulat, semut, rayap dan serangga kecil lainnya. Habitatnya cukup beragam mulai dari hutan primer, hutan sekunder, sekitar areal aliran sungai hingga hutan conifer. Sebaran habitat Sang Tiong secara global cukup luas. Dari 10 anak jenis yang ada, hanya anak jenis “pacificus” yang dijumpai di Sumba.
124
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Bucerotidae
55-70 cm
Dilindungi
VU
A II
Dari belasan jenis Julang/Rangkong yang ada di Indonesia, tanduk (pada paruh) Julang Sumba lebih pendek dan pipih dibandingkan yang lainnya. Tanduknya berkembang seiring dengan bertambah usia. Paruhnya berfungsi sebagai perangkat akustik untuk memperbesar suaranya yang bisa terdengar hingga ribuan meter. Kepala dan leher jantan merah karat kekuningan, sedangkan pada betina berwarna hitam. Julang menetaskan telur di dalam lubang pohon, terutama jenis Mara (Tetrameles nudiflora). Sarangnya unik karena si betina harus masuk di dalamnya dan tugas pejantan mengirimpan makan setiap hari. Julang seringkali terlihat berpasangan yang menunjukan sifatnya yang monogami yaitu setia dengan satu pasangan sampai mati. Cukup mudah dijumpai di hutan Billa, Mahaniwa, Manurara dan Maloba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
125
paok laus
branjangan jawa
Pitta elegans | Elegant Pitta | Parapau (ST, STh, SB)
Mirafra javanica | Horsfield’s Bush Lark | Manginu (ST)
FAM
Pittidae
19-20 cm
Dilindungi
LC
Burung yang cantik ini bernama paok la’us. Dengan bulunya yang berwarnawarni ini tak salah jika dalam bahasa Latin disebut Pitta elegans. Membuat orang yang melihatnya mudah terpesona. Namun untuk sekadar mengintip keindahan bulunya ternyata tidak mudah. Hanya suaranya saja yang kerap terdengar menggema dari lantai rimba. Jenis ini lebih sering berjalan di tanah, mengorek semak untuk mencari makan. Dan jika dia mendengar atau merasakan kedatangan manusia maka dengan sekejap terbang entah kemana. Si cantik yang pemalu. Habitatnya cukup beragam mulai dari hutan primer, hutan sekunder hingga hutan yang terfragmentasi atau terdegradasi. Pakannya berupa kumbang kecil, ulat, dan keong-keong kecil. Si Cantik ini merupakan jenis burung endemik Indonesia. Terdapat 5 anak jenis dan salah satunya yang hanya bisa dijumpai di Sumba adalah “maria”.
126
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Alaudidae
13-15 cm
LC
Sang brangjangan sangat mirip sekali dengan apung tanah, baik bentuk dan warna bulu, juga tempat hidupnya yaitu padang alang-alang. Branjangan jawa berwarna coklat dengan perut dan punggung bercoret dan bertotol lebih gelap. Saat terbang bulu ekor luar yang putih akan lebih terlihat. Sayapnya berwarna merah karat. Burung yang memiliki suara bagus ini banyak dipelihara para pecinta burung kicauan. Di luar kawasan taman nasional banyak terjadi penangkapan liar karena banyaknya permintaan dari luar pulau. Sedangkan di dalam kawasan Taman Nasional cukup sulit untuk dijumpai. Terdapat 16 anak jenis Sang Brangjangan yang tersebar luas dari Afrika hingga Australia. Anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah “parva”.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
127
layanglayang batu
layanglayang loreng
Hirundo tahitica | Pacific Swallow
Hirundo striolata striolata | Striated Swallow
FAM
Hirundinidae
13-14 cm
LC
Nama si mungil ini sama sekali tidak mencerminkan korelasinya dengan bentuk ‘layang-layang’ dan juga sifat ‘batu’, akan tetapi mungkin karena perilaku terbangnya yang sering melayang-layang dan sarangnya yang terbuat dari lumpur kemudian mengering terlihat seperti batu. Khusus di habitat pantai dalam kawasan taman nasional, biasanya layang-layang batu sering berbaur dengan layanglayang loreng sehingga untuk bisa membedakannya memerlukan alat bantu seperti binokular atau lensa-tele. Ciri pembeda utama dengan layang-layang loreng adalah pewarnaan bulu tubuh bagian bawah yang tidak bercak loreng hitam dan ekornya lebih pendek serta ukuran tubuhnya lebih kecil. Penyebaran hidupnya cukup luas dari India selatan hingga Papua dan terdiri dari delapan anak jenis dan yang menetap di pulau Sumba adalah anak jenis “javanica”. Sang Layang-layang batu lebih mudah dijumpai di sepanjang kawasan hutan pantai terutama bagian Selatan kawasan taman nasional, padahal ia bisa hidup sampai ketinggian lebih dari 1000 meter dpl. 128
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Hirundinidae
13-14 cm
LC
Sang loreng ini lebih toleran terhadap aktifitas manusia dan infrastruktur artifisial di sekitarnya. Kabel listrik seringkali menjadi tempat tenggernya saat sedang mencari mangsa yang berupa serangga kecil. Sang loreng ini sering dijumpai di wilayah pinggiran hutan dan pemukiman di sekitar kawasan. Walaupun pewarnaan dominannya hampir sama dengan kerabatnya layanglayang batu, namun sang loreng memiliki ciri khusus berupa coretan atau garisgaris warna hitam pada bulu perut dan dadanya, dan apabila terbang lebih sering melayang daripada mengepakan sayapnya sehingga ekornya terlihat seperti gunting terbuka. Penyebaran empat anak jenis layanglayang loreng cukup luas mulai dari India sampai dengan Asia Tenggara dan yang dijumpai serta menetap di Kawasan Taman Nasional adalah anak jenis “striolata”. Baik sang loreng dan sang layang batu, keduanya memiliki sarang berbentuk cangkir yang terbuat dari lumpur-lumpur yang disimpan di mulut kemudian ditempelkan sudut dinding dan129 di BURUNG-BURUNGpada DI TAMAN NASIONAL MATALAWA bawah kontruksi jembatan.
kicuit batu
apung tanah
Motacilla cinerea | Grey Wagtail
Anthus novaeseelandiae | New Zealand Pipit
FAM
Motacillidae
17-20 cm
LC
Di Kawasan Laiwangi, kicuit batu pernah ditemukan di sekitar Sungai Katikuai. Sedangkan di Kawasan Tanadaru pernah dijumpai di Sungai Lokuyengu. Ia terbang mengikuti aliran sungai dan berhenti diantara bebatuan. Burung ini memiliki sayap dan punggung warna abu-abu. Bagian dada, perut dan tunggir berwarna kuning. Tenggorokan sang jantan berwarna hitam, sementara sang betina berwarna putih. Sebarannya sangat luas dari Eropa, Afrika hingga Asia Tenggara. Terdapat 6 anak jenis, dan yang bisa dijumpai di Sumba adalah anak jenis “robusta”.
130
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Motacillidae
17-18 cm
LC
Sang penyamar yang lincah ini cukup sering dijumpai, terutama di habitat padang alang-alang. Bulunya sangat mirip dengan warna rumput semak alang yang sudah mengering. Sang burung akan terlihat lebih jelas pada areal bekas terbakar. Terdapat enam anak jenis yang tersebar luas dari India hingga Indonesia. Khusus yang sudah menetap di Indonesia, jenisnya berubah dari Apung Sawah (Anthus rufulus) menjadi Apung Tanah. Anak jenis yang menetap di Sumba adalah “albidus”. Sang Apung lebih banyak dijumpai secara soliter dengan posisi berdiri tegak. Ia sangat aktif mencari pakan di habitat bekas terbakar. Termasuk omnivora karena pakannya terdiri dari serangga kecil dan biji-biji rumput. Ia rutin migrasi antara musim panas dan musim dingin. Sampai saat ini lokasi yang cukup mudah untuk menjumpai Sang Apung adalah kawasan hutan Taman Mas.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
131
kepudangsungu besar
kepudangsungu sumba
Coracina novaehollandiae | Black-faced Cuckooshrike
Coracina dohertyi | Pale-shouldered Cicadabird
FAM
Campephagidae
32-35 cm
LC
Sungguh sangat syahdu pada siang hari yang panas saat kita berteduh dibawah pohon, kemudian mendengar lirihan suara Sang Kepudang yang cukup melengking. Apabila sudah terbiasa, spontan kita akan menengok mencari sumber suara. Arahkannlah ke dahan atau ranting pohon yang terletak ditepi hutan, maka akan dijumpai sesosok burung abu-abu bersih rapi dan berpipi hitam. Terkadang Sang Kepudangsungu terlihat sedang memakan serangga kecil atau belalang yang ia temukan didahan pohon tersebut. Namun harus hati-hati karena pewarnaah bulu pada fase remaja lebih mirip dengan burung kangkok ranting. Hampir semua perjumpaan selalu soliter, walaupun ada pengamat lain pernah menjumpainya dalam kelompok kecil. Penyebarannya Sang Kepudang yang terdiri dari tiga anak jenis ini terbatas di Indonesia Timur hingga Australia dan anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah C.n.melanops.
132
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Campephagidae
24 cm
LC
Diantara tiga jenis Kepudangsungu yang bisa dijumpai di Taman Nasional, hanya Sang Kepudangsungu Sumba yang memiliki seksual dimorfisme dimana sang jantan memiliki tampilan berbeda dengan betina sehingga mudah dibedakan antara keduanya. Sang jantan berwarna lebih gelap dan garis-garis hitam pada bulu tubuh bagian bawahnya hampir tidak kelihatan, sedangkan bulu tubuh bagian bawah pada beina penuh dengan garis-garis hitam yang jelas walaupun bagian atasnya mirip Kepudangsungu lainnya. Salah satu keunikannya adalah sebarannya yang terbatas hanya di tiga pulau di Nusa Tenggara yakni : Sumbawa, Flores dan Sumba, walaupun namanya menyandang nama Pulau Sumba. Khusus yang lebih sering teramati dalam Kawasan Taman Nasional wilayah Taman Mas dan Manurara, belum pernah terlihat berdekatan dengan Kepudangsungu lainnya dan bahkan antara jantan dan betina. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
133
kapasan sayap-putih
anis nusa-tenggara
Lalage sueurii | White-shouldered Triller
Zoothera dohertyi | Chestnut-backed Thrush |-
FAM
Campephagidae
17-18 cm
LC
Untungnya hanya ada satu jenis kapasan di pulau Sumba ini, sehingga tidak perlu khawatir tertukar dengan kapasan Kemiri yang memiliki banyak kemiripan. Sang jantan kadang-kadang dagunya berwarna kekuningan, sedangkan sang betina mempunyai pinggiran merah karat pada bulu terbangnya. Kapasan sayap-putih cukup mudah dijumpai di areal terbuka, lahan pertanian atau semak-semak, terutama saat membawa serangga dimulutnya yang ia ambil dari tanah atau dari pohon lain. Di Sumba baru dijumpai di sekitar kawasan hutan Umbu Pabal dan Dasa Elu. Menurut peneliti lain, sarangnya berbentuk cawan dangkal dan tersusun dari akar-akar halus dan bahan lainnya, serta diletakan pada batang pohon kecil beberapa meter di atas permukaan tanah. 134
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Turdidae
16-18 cm
NT
“Namanya menggambarkan identitas habitatnya” berlaku pada burung Anis ini yang merupakan jenis endemik Nusatenggara. Sang Anis hanya terdapat di pulaupulau Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba dan Timor. Namun sayangnya Sang Anis sudah mempunyai nama pasaran “anis ampenan” yang menandakan bahwa ia salah satu target perburuan dan penjualan burung (hunting and trading of birds). Ukurannya tubuhnya kecil, namun kombinasi warna bulunya sangat harmoni sehingga Sang Anis ini termasuk burung cantik yang enak dipandang. Termasuk burung yang gampang-gampang susah untuk dijumpai. Perjumpaannya cukup sering dan terjadi dibeberapa lokasi dalam kawasan Taman Nasional seperti Taman Mas, Langgaliru dan Tanahdaru. Habitat kesukaannya adalah sekitar aliran sungai dibawah vegetasi hutan yang masih baik.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
135
cicakoreng timur
cici padi
Megalurus timoriensis inquirendus | Tawny Grassbird
Cisticola juncidis fuscicapilla | Zisting cisticola | FAM
Sylviidae 20 cm LC
FAM
Tidak beda dengan kerabatnya, Si Cica ini mudah dijumpai pada area ekotone atau peralihan dari berhutan ke area yang lebih terbuka seperti semak, sawah dan padang alang-alang, terutama di dekat area restorasi Taman Mas dalam kawasan taman nasional. Pada fase dewasa yang normal ukuran tubuh Si Cica bisa lebih besar dua kali dari Si Cici-padi, jadi lebih mudah dibedakan antara keduanya. Walaupun ukuran tubuhnya lebih besar, namun sebaran tempat hidup Si Cica lebih sempit dibandingkan kerabat kecilnya itu yakni hanya tersebar dari Filipina sampai Australia. Uniknya, sebaran tersebut terisolasi oleh masing-masing pulau sehingga melahirkan sepuluh anak jenis yang lima diantaranya hanya ada di Sulawesi, Ambon dan sekitarnya, Timor, Papua, dan anak jenis “inqurendus” yang hanya ada di Sumba. 136
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Sylviidae
10-12 cm
LC
Si mungil Cici yang lincah ini lebih sering dijumpai diarea perbatasan kawasan berhutan dengan padang alang-alang, semak belukar atau sawah dan kebun. Walaupun tidak ada cici-cici lain yang hidup didaratan Sumba ini, namun ukuran dan penampakan tubuhnya yang kecil tidak mudah dibedakan dengan jenis-jenis yang kecil terutama dengan Cica koreng timur, apalagi keduanya menghuni habitat yang sama. Pada fase dewasa ekor Cici padi lebih pendek daripada ekor Cicakoreng timur. Pakan utamanya adalah serangga kecil, terutama yang terdapat disekitar habitatnya. Meskipun tubuhnya kecil, namun ia mampu menganyam rumput campuran menjadi sarang bulat berongga untuk meletakan 3-5 butir telurnya setiap masa berbiaknya yang hampir sepanjang tahun. Tidak disangka persebaran hidup Si Cici mungil sangat luas di empat benua (Eropa, Afrika, Asia dan Australia) dan terbagi menjadi 18 anak jenis yang salah satunya menjadi penetap di daratan Sumba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
137
cikrak kutub
decu belang
Phylloscopus borealis| Artic warbler
Saxicola caprata | Pied Bush Chat | Manginu miting (ST)
FAM
Sylviidae
12 cm
LC
Si cikrak ini masih kerabatnya Cici padi dan Cica koreng timur dalam Famili Sylviidae. Sepintas ketiganya memiliki tampilan yang mirip, namun Si Cikrak cukup khas dengan alis mata putih kekuningan. Apabila dilihat lebih dekat, maka si Cikrak ini memiliki iris mata coklat tua dan paruhnya terdiri dari 2 warna, bagian atas coklat dan bagian bawah kuning. Selain itu Si Cikrak ini lebih sering dijumpai dibawah tegakan hutan yang cukup rapat, sedangkan kedua kerabatnya lebih sering dijumpai dipadang alang-alang dan semak-belukar. Walaupun kecil, si Cikrak ini termasuk burung migran musiman antar benua. Sebaran habitatnya tiga anak jenis Si Cikrak ini cukup luas dan belum diketahui secara pasti anak jenis yang dijumpai di Sumba ini apakah xanthodyras atau kennicotti. Perjumpaan di dalam Kawasan Taman Nasional pernah terjadi di kawasan Hutan Langgaliru dan Billa.
138
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Muscicapidae
13-14 cm
LC
Kecil, lincah dan eksis adalah ciri dari keseharian Sang Decu, terutama sang jantan yang lebih aktif daripada betina. Eksis karena sering terlihat disekitar pemukiman, pekarangan dan kebuh yang berbatasan dengan hutan. Bahkan pernah bersarang pada bambu penyangga persemaian yang tingginya tidak lebih dari 200 cm. Sexual dimorfisme juga terjadi pada Sang decu, yakni si pejantan dominan hitam dan betina dominan coklat. Walaupun kecil, namun Sang Decu memiliki sebaran luas hingga lintas negara dan terdiri dari 16 anak jenis. Uniknya yang menetap di Pulau Sumba menjadi anak jenis tersendiri yakni S.c.francki, yang berbeda dengan anak jenis lainnya diluar pulau. Khusus di Taman Nasional, Sang Decu termasuk yang mudah dijumpai hampir diseluruh areal terluar kawasan, terutama yang berbatasan dengan kebun, sawah dan pemukiman. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
139
ENDEMIK
sikatan bubik
sikatan coklat-sumba
Muscicapa dauurica | Asian Brown Flycather-
Muscicapa segregeta | Sumba Brown Flycatcher | -
FAM
Muscicapidae
12 cm
LC
Jika kerabat sikatan yang lainnya memiliki pewarnaan yang cerah dan mencolok, si bubik ini dominan satu warna saja seperti yang terlihat pada gambar. Dalam keluarga besarnya, si bubik terbagi menjadi tiga ras yakni ras pengembara latirostris, ras Kalimantan umbrosa dan ras pengembara williamsoni. Si bubik yang dijumpai di kawasan hutan Umbulanggang Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti termasuk ras yang pertama dengan ciri utama adalah warna lingkar matanya. Pada umumnya burung-burung berukuran mini sering hidup dalam suatu koloninya, namun si bubik ini lebih sering soliter dan bahkan tidak canggung untuk berada dalam kelompok campuran seperti kacamata wallacea, cabai gunung dan burung madu dalam menangkap serangga atau hanya bertengger di atas pohon. Perilakunya yang tidak mau diam serta tidak menetap membuat jenis ini agak sulit untuk dijumpai. Makanan kesukaannya adalah serangga, kumbang, lebah dan larva kunang-kunang. Tempat hidup si bubik ini adalah tepi hutan, kebun, hingga hutan perbukitan. 140
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Muscicapidae
13 cm
NT
Belum banyak tulisan dan sangat minim dokumentasi mengenai Sikatan CoklatSumba. Ia sulit dijumpai baik di dalam maupun di luar Taman Nasional. Secara taksonomi, Sikatan Coklat-Sumba baru terpisah menjadi jenis tersendiri. Sebelumnya para ornitologis masih mengklasifikasikannya ke dalam saudara terdekatnya yakni Muscicapa dauurica alias Sikatan bubik. Sepintas mirip, namun ada beberapa pembeda yakni paruh Sikatan Coklat-Sumba 2 mm lebih panjang dari Sikatan Bubik. Selain itu, formasi bulu primer pada ujung sayapnya cenderung rata dibandingkan dengan Sikatan Bubik yang panjang bulu sayapnya dan bertingkat. Keduanya termasuk burung sebaran terbatas yang sangat langka perjumpaannya. Lokasi yang baik untuk menjumpainya adalah Hutan Billa. Habitatnya berupa hutan dataran rendah. Pakan kesukaannya adalah serangga-serangga kecil baik yang terdapat di pohon atau di lantai hutan. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
141
ENDEMIK
sikatan sumba
sikatan kepala-abu
Ficedula harterti | Sumba Flycatcher | -
Culicicapa ceylonensis | Grey-headed Canary-Flycatcher | Manginu (ST)
FAM
Muscicapidae
11 cm
LC
Sikatan Sumba cukup susah dibedakan dengan Sikatan Coklat-Sumba. Ciri pembedanya adalah warna perut Sikatan Sumba yang lebih putih. Bulu tubuh bagian atasnya lebih coklat daripada Sikatan Coklat-Sumba. Harmoni warna coklat, putih-keabuan dan sedikit merah karat dikombinasikan dengan aktifitas harian terbang pendek pada ranting-ranting pohon kecil dibawah tegakan, cukup menyulitkan untuk mengambil fotonya. Habitatnya adalah hutan primer dan sekunder dari dataran rendah sampai ketinggian 930 meter dpl. Sikatan Sumba relatif lebih mudah dijumpai daripada Sikatan Coklat Sumba, yakni pernah dijumpai di Billa, Praingkareha, Wanggameti dan Langgaliru. Dari empat lokasi tersebut, Langgaliru merupakan lokasi terdekat dan mudah untuk birdwatching danberburu foto Sikatan Sumba.
142
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Muscicapidae
12-13 cm
LC
Si kepala abu ini pertama-tama diketahui karena suaranya yang cukup nyaring dan kontras dengan suasana hutan primer yang senyap. Kehadirannya sering menjadi hiburan pada saat para pengamat sudah mulai lelah karena belum menemukan burung yang ia cari. Walaupun jarang menjadi target para birdwatcher, namun aksi-aksinya pada ranting dahan pohon roboh selalu menjadi target para birdwarcher yang membawa kamera. Manurara dan Praimahala menjadi spot yang cukup favorit untuk menjumpai Si kepala abu ini. Lima anak jenis dari Si Kepala-abu tersebar luas dan uniknya hanya C.c.connectens anak jenis yang endemik pada satu pulau yakni Sumba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
143
seriwang NUSA TENGGARA
kehicap kacamata
Terpsiphone floris | Nusa Tenggara Paradise Flycatcher | kanuhu (ST), Laule (STh)
Monarcha trivirgatus | Spectacled Monarch | Manginu (ST)
FAM
Monarchidae
20-22 cm
LC
Ekornya yang putih dan panjang membuat burung ini disebut asian paradise flycatcher atau dalam bahasa latin Terpsiphobe paradisi. Persebaran di wilayah Indonesia mencakup pulau Sumatra, Kalimantan, dan kepulauan Sunda Kecil (Sumbawa, Flores, Lomblen, Alor, Sumba). Sesuai namanya, seriwang asia, jenis ini dapat ditemukan di seluruh Asia Tenggara sampai selatan China dan Semenanjung India. Burung yang cantik ini di Kalimantan lebih dikenal dengan nama tali mayat dan tali pocong. Tempat bermainnya di sekitar semak atau di bawah tajuk pohon. Cukup mudah ditemukan namun tingkah lakunya gesit, jarang hinggap lama di ranting dan selalu berpindah cabang. Seriwang asia memasuki masa berkembang biak sekitar bulan Oktober. Sang pejantan yang berbulu putih dan kepala hitam sedang mengerami telur dalam sarang. Sementara si betina yang bulunya berwarna coklat merah-karat sedang mencari makan. Pasangan ini akan bergantian mengerami sampai menetas. 144
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Monarchidae
14-16 cm
LC
Sesuai dengan namanya, penampakan burung ini seolah-olah sedang memakaikacamata atau topeng warna hitam. Sama-sama memakai kacamata, namun ukuran tubuh Sang Kehicap lebih besar dengan pewarnaan yang lebih banyak daripada Sang Kacamata Limau atau Kacamata Walacea. Tidak termasuk burung yang melakukan migrasi, dan sembilan anak jenis yang ada memili tempat menetap masing-masing yang tersebar cukup luas dari Australia, Papua dan Nusa Tenggara. Anak jenis yang dijumpai di Pulau Sumba dan pulaupulau lainnya di Nusa Tenggara Timur adalah trivirgatus. Sang Kehicap dijumpai pada pagi dan siang hari ketika ia sedang berburu serangga di tepi hutan kawasan Hutan Manurara. Secara lebih luas biasa beraktifitas pada area peralihan hutan dan non hutan atau semak belukar sampai dengan ketinggian 1.200 meter dpl. Sarangnya unik berbentuk mangkuk kecil yang tersusun atas kulit batang, serat tumbuhan, paku-pakuan dan jaring laba-laba. Biasanya sarang diletakan pada percabangan pohon didekat air atau diantara rumpun liana yang menjalar pada batang pohon. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
145
sikatan paruh-lebar
kipasan arafura
Myiagra ruficollis | Broad-billed Flycatcher | -
Rhipidura dryas sumbensis | Arafura Fantail | Manginu hanggebar (ST)
FAM
Monarchidae
15-15,5 cm
LC
Sebutan ‘paruh-lebar’ tidak serta merta menunjukan betapa lebarnya paruh Sang Sikatan ini. Penampakan dan ukuran tubuhnya tidak ada yang aneh dan tidak jauh berbeda dengan empat sikatan lainnya. Hanya saja warna tubuhnya yang lebih harmoni antara oranye putih dan abu kebiruan, sehingga mirip Kehicap kacamata. Selain serangga, Si Paruh-lebar ini sering terlihat beraktifitas dikoloni kaliandra (Calliandra sp) kawasan hutan Praimahala dan Umbulanggang dan sesekali memilah-milah bunganya mudanya. Padahal Si Paruh-lebar pernah dijumpai juga dihabitat mangrove pantai Mondulambi. Individuindividu yang dijumpai tersebut merupakan anak jenis “ruficollis”, salah satu dari tiga anak jenis yang tersebar di kawasan Timur Indonesia hingga wilayah Utara Australia. 146
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Rhipiduridae
16-17 cm
LC
Burung ini tiada duanya, karena secara taksonomi hanya Sang Kipasan satu-satunya keluarga Rhipiduridae yang ada di Sumba. Secara morfologi pun burung ini merupakan satu-satunya burung kecil (15-18 cm) yang lincah menarinarikan ekornya yang mengembang seperti kipas. Cukup mudah dijumpai pada hutan sekunder atau vegetasi yang tidak terlalu rapat, karena ia sering terbang pendek dari ranting pohon ke pohon yang lain terutama ketika ia mengejar serangga sebagai mangsa utamanya. Sebagian masyarakat Sumba menyebutnya “Kahouhou” sampai dengan sekarang, tapi para pakar burung mengganti nama Kipasan dadahitam / Rufous fantail (Rhipidura rufifrons) menjadi Rhipidura dryas sumbensis yang sebarannya terbatas hanya di Pulau Sumba.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
147
kancilan dada-karat
gelatikbatu kelabu
Pachycephala fulvotincta | Rusty-breasted Whistler | Manginu hanggebar (ST)
Parus major | Great Tit | Manginu (ST)
FAM
Pachycephalidae
16-19 cm
LC
Sebelumnya termasuk ke dalam jenis Kancilan Emas (Pachycephala pectoralis), namun sekarang terpisah menjadi Kancilan Dada-karat. Tubuh bagian bawah terlihat kuning keemasan apabila sedang bertengger dibawah tajuk yang tidak terlalu rapat dan terkena cahaya matahari. Suatu keberuntungan bisa melihatnya, karena sering mendengar kicuan tanpa bisa melihat wujudnya. Suaranya sangat nyaring dan mudah dibedakan dengan jenis lain. Ia mulai berkicau sebelum matahari terbit, siang dan menjelang petang. Aktifitas hariannya sering dilakukan secara soliter dan terkadang dengan pasangan. Ia bisa berbaur dengan burung lain dalam berburu mangsanya. Habitatnya adalah hutan dengan tajuk cukup rapat dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 1.200 meter dpl. Merupakan endemik Indonesia, karena hanya tersebar di Jawa Timur, Sumbawa, Flores, Alor, Sumba, Selayar dan Sulawesi. Terdiri dari lima anak jenis. Anak jenis yang hanya dijumpai di Sumba adalah “fulviventris” 148
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Paridae
12,5-14 cm
LC
Si Cantik Gelatik ini tiada duanya baik di Pulau Sumba, karena merupakan satusatunya famili Paridae yang tercatat di Indonesia. Namun jangan khawatir tidak bisa berjumpa dengan Si Cantik Gelatik, karena untuk menjumpainya cukup mudah yakni dengan meluangkan waktu sore-sore untuk pengamatan disekitar Pos Jaga Kambatawundut Taman Nasional. Lokasinya mudah diakses karena berada pada lintasan jalan propinsi, dan sudah terdapat fasilitas yang memadai untuk beristirahat sambil pengamatan. Walaupun banyak burung-burung lain yang berada disana, namun Si Cantik Gelatik sangat mudah dibedakan karena selain warnanya yang khas, juga perilakunya yang lincah aktif naik turun pada pohon untuk menangkap serangga sebagai mangsanya. Tidak disangkan si Cantik Gelatik ini walaupun penetap, tetapi memiliki penyebaran yang luas dari Eropa, Afrika hingga Asia dengan terdiri dari 31 anak jenis yang tiga anak jenis diantaranya menetap di Indonesia. Khusus yang dijumpai di dalam Kawasan Taman Nasional adalah anak jenis “cinereus”. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
149
ENDEMIK
cabai gesit
cabai SUMBA
Dicaeum agile | Thick-billed Flowerpecker | -
Dicaeum wilhelminae | Sumba Flowerpecker | FAM
Dicaeidae 8 cm LC
FAM
Dicaeidae
9-10,4 cm
LC
“Kecil-kecil cabe gesit”, merupakan ungkapan yang representatif untuk si mungil ini, karena tubuhnya yang kecil, gerakannya yang gesit, pewarnaannya yang tidak mencolok sering membuat pengamat gigit jari, karena sulitnya mendapatkan kesempatan untuk mengamati dan apalagi memfotonya. Walaupun bukan burung yang cantik rupanya, namun betapa bahagianya ketika pada suatu pagi di hutan Manurara Kawasan Taman Nasional, berhasil mengamati dan mendapatkan fotonya. Saat itu tidak hanya Si Gesit ini yang teramati, tetapi juga burung-burung kecil lainnya seperti Mizomela dan Burungmadu yang sedang mencari makan di pohon Cimung / Nggai (Timonius timons) berupa serangga kecil, nektar dan buag kecil. Habitatnya di hutan dataran rendah dan hutan rawa. Sebaran hidupnya cukup luas mulai dari India hingga seluruh Asia Tenggara dengan terdiri dari 11 enak jenis yang salah satunya menetap di daratan Sumba. 150
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Ciri khas jantan adalah warna merah menyala pada dadanya. Sang betina dominan warna coklat pada tubuh bagian atasnya dan ciri khasnya warna merah pada tunggirnya. Iris matanya biru atau coklat. Aktifitas harian sangat lincah seakan tidak pernah diam kecuali saat berjemur menyeka bulu-bulunya. Habitatnya berupa hutan pegunungan dan perbukitan mulai ketinggian 500 – 1.200 meter dpl. Mudah dijumpai di Hutan Umbulanggang dan Langgaliru. Pakannya berupa buah-buahan kecil, benang sari, nektar dan serangga. Sang Cabai merupakan salah satu jenis Endemik Sumba. Jenis ini sebelumnya merupakan anak jenis “wilhelminae” yang sebarannya terbatas di Pulau Sumba. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA 151
ENDEMIK
burungmadu kelapa
burungmadu sumba
Anthreptes malacensis | Brown-throated Sunbird | Manginu (ST)
Cinnyris buettikoferi | Apricot-breasted Sunbird | Manginu kataitak (ST)
FAM
Nectariniidae
12-14 cm
Dilindungi
LC
Sang jantan yang terlihat lebih cantik karena memiliki bulu penutup kepala hingga leher yang berkilap-kilap ketika terkena cahaya matahari. Sedangkan si betina lebih sederhana yakni hanya dominan hijau kecoklatan pada tubuh bagian atas dan kuning-kehijauan pada tubuh bagian bawah. Iris matanya merah. Keduanya sangat teritorial yakni galak terhadap burung-burung kecil lain yang berada disekitar pohon pakan yang disuakinya. Pakannya terdiri dari nektar bunga, serangga kecil, ulat, laba-laba dan buah-buahan yang sangat kecil. Sarang berbentuk kantung dan menggantung di ranting. Sang Madu Kelapa merupakan penetap. Ia suka beraktifitas pada habitat pekarangan atau perkebunan yang ada pohon kelapanya. Ia juga hidup di Hutan mangrove dan habitat berhutan campuran sampai ketinggian 1.200 meter dpl. Cukup mudah dijumpai di perbukitan Umbulanggang dan sekitar Pantai Maloba. Terdiri dari 16 anak jenis yang tersebar cukup luas di Asia Tenggara. Anak jenis yang hanya dijumpai di Sumba adalah “rubrigena”. 152
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Nectariniidae
11 cm
Dilindungi
LC
Ciri khas sang jantan ialah warna jingga menyala pada bulu perutnya. Sang betina tidak memiliki warna yang mencolok dan mengkilap pada tubuhnya. Perbedaan dengan pejantan Burungmadu Kelapa adalah letak aksesoris kilap terletak diatas kepala dan leher, sedangkan pada Burungmadu Sumba dibawah kepala dan leher. Suaranya halus pelan mendesis biasa terdengar pada pagi hingga sore hari ketika ia terbang dari bunga ke bunga yang lain. Ia juga sangat agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Aktifitas harian Sang Madu Sumba hampir selalu dilakukan secara soliter. Sarangnya berbentuk memanjang kebawah terbuat dari anyaman rumput, dan mengantung pada ranting mulai ketinggian sekitar tiga meter diatas permukaan tanah. Habitatnya terdiri dari hutan campuran, tepi hutan, kebun dan pekarangan. Mudah dijumpai di Hutan Manurara, Katikuloku, dan Billa. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
153
kacamata wallacea
kacamata limau
Zosterops wallacei | Yellow-ringed White-eye | Manginu kaungi (ST)
Zosterops citrinellus | Ashy-bellied White-eye | Manginu kaungi (ST)
FAM
Zosteropidae
11,5 cm
LC
Sepintas terlihat tidak berkacamata, padahal ia memiliki lingkaran mata (kacamata) berwarna kuning. Ciri khasnya adalah warna jingga di atas paruhnya. Sang Kacamata Wallacea hanya dijumpai di Nusa Tenggara meliputi Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Lomblen dan Sumba. Aktifitas harian sering dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri dari tiga individu. Terkadang berbaur dengan Kacamata limau. Pakannya berupa buah-buahan kecil dan bunga-bungaan. Habitatnya berupa mangrove dan hutan dataran rendah seperti di Mondulambi. Ia juga dijumpai di hutan sekunder seperti Hutan Wara dan di habitat hutan primer seperti di Hutan Manurara.
154
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Zosteropidae
10-11 cm
LC
Hanya ada dua jenis burung Kacamata (Zosterops) yang bisa dijumpai dalam Kawasan Taman Nasional dan seluruh daratan Sumba. Ukuran dan penampakan bulunnya hampir sama. Sang Limau memiliki lingkar mata berwarna putih sehingga tampak jelas seolah memakai kacamata. Kedua jenis Kacamata tersebut bisa hidup dalam habitat yang sama, meliputi tepi hutan, perdu, hutan sekunder, hutan primer, hutan mangrove hingga pekarangan. Kacamata Limau mudah dijumpai di sekitar Manurara, Tanamodu sampai ke pantai Lokulisi dan Tangairi. Terdiri dari tiga anak jenis yang sebarannya terbatas di Nusa Tenggara, Timor Leste dan pulau-pulau kecil di ujung Timur Laut Australia. Anak jenis yang bisa dijumpai di daratan Sumba adalah “citrinellus”.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
155
ENDEMIK
isapmadu australia
myzomela sumba
Lichmera indistincta | Brown Honeyeater | Manginu koka (ST)
Myzomela dammermani | Sumba Myzomela |
FAM
Meliphagidae
12-16 cm
Dilindungi
LC
Sama-sama menghisap madu namun memiliki kekerabatan yang cukup jauh dengan Burungmadu. Individu yang dijumpai di Taman Nasional dominan coklat kehijauan. Paruhnya lebih pendek dan tidak lebih lengkung daripada Burungmadu. Proporsi tubuhnya lebih panjang daripada Burungmadu. Sang Isapmadu lebih mudah dijumpai karena kerap beraktifitas di pekarangan dan kebun disamping pemukiman penduduk. Suaranya yang sangat nyaring, bervariasi dan sering terdengar sepanjang hari. Ia sering mencari pakan secara berkelompok yang terdiri dari 3-5 individu. Terdiri dari 5 anak jenis yang sebarannya cukup luas di wilayah Timur Indonesia hingga Australia. Anak jenis yang baru dideskripsikan yakni L.i.limbata adalah yang bisa dijumpai di Pulau Sumba dan beberapa pulau di wilayah Nusa Tenggara. 156
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Meliphagidae
Dilindungi
11 cm
LC
Burung ini sangat istimewa karena baru saja para peneliti menyatakan burung ini sebagai jenis tersendiri yang Endemik Sumba. Sebelumnya ia termasuk anak jenis Myzomela kepala-merah. Walaupun bentuk tubuh dan paruh sangat mirip dengan Burungmadu, namun secara taksonomi terpisah cukup jauh karena berbeda Famili. Sang Myzomela cukup mudah dikenali karena kombinasi warna di tubuhnya yang tidak dimiliki jenis lain di Sumba ini. Namun sang betina cukup berbeda dengan warna bulu yang kecoklatan dan hanya sedikit warna merah pada dahi dan sekitar paruhnya. Habitatnya berupa tepian hutan primer atau hutan sekunder yang berbatasan dengan lahan budidaya dari dataran rendah sampai ketinggian 930 meter dpl. Aktifitas lebih sering dilakukan secara soliter di pohon Cimung atau Nggai (Timonius timons). Lokasi yang direkomendasikan untuk menjumpai Sang Myzomela adalah Manurara.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
157
cikukua tanduk
pipit benggala
Philemon buceroides | Helmeted Friarbird | Koka, Kuakiyo (ST, STh, SB)
Amandava amandava | Red Avadavat | Manginu kanu (ST)
FAM
Meliphagidae
32-36 cm
Dilindungi
LC
Sang Cikukua ini sangat unik, ia tampak memakai topeng dan memiliki warna bulu yang sederhana. Suaranya termasuk yang paling nyaring dan enak didengar ketika berada di dalam hutan. Ia lebih sering beraktifitas secara soliter. Habitatnya terdiri dari hutan primer, hutan sekunder atau pada habitat peralihan keduanya. Tajuk pohon merupakan tempat favoritnya untuk berjemur dan bernyanyi. Terkadang ia turun pada rumpun Kaliandra (Caliandra sp) yang sedang berbunga. Ia memakan bunga dan menghisap nektar bunga Koppa atau kapuk hutan (Bombax malabaricum) dan buah Cimung (Timonius timons). Sang Cikukua bisa dijumpai di Billa, Mahaniwa, Praingkareha, Manurara, Tangairi, Umbulanggang dan Tanadaru. Sebaran hidup 10 anak jenis Sang Cikukua cukup luas di Indonesia Timur hingga Australia. Anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah neglectus, yang tersebar dari Lombok hingga Alor. 158
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Fringillidae
9.5 cm
LC
Sang Pipit Benggala hidup dalam koloni yang terdiri dari puluhan ekor. Mereka sering terbang bergerombol di atas semak dan menggelayut pada rumput dan semak. Walaupun ukuran dan bentuk tubuh mirip dengan pipit/bondol, namun si merah ini tidak satu famili dengan bondol-bondol lain yang ada di Kawasan Taman Nasional. Sang jantan berwarna merah menyala dengan bintik-bintik putih sangat mencolok. Betina kelihatan lebih sederhana karena yang berwarna merah hanya paruh, iris dan tunggirnya. Jantan lebih aktif daripada betina. Habitat koloni Sang Pipit terdiri dari semak, tepi hutan, kebun dan lahan pertanian. Ia mudah dijumpai di hutan Taman Mas. Sebarannya cukup luas dan upaya introduksi telah terjadi pada beberapa wilayah. Khusus yang menetap di daratan Sumba adalah anak jenis “flavidifentris”dan merupakan salah satu dari tiga anak jenis yang tersebar secara global.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
159
pipit zebra
bondol jawa
Taeniopygia guttata| Zebra Finch|-
Lonchura leucogastroides | Javan Munia | -
FAM
Estrilidae
10 cm
LC
Ya satu lagi burung yang Endemik Indonesia, karena tempat hidupnya hanya di pulau-pulau Nusa Tenggara, stermasuk Sumba. Walaupun secara lengkap belum diketahui anak-anak jenis yang tersebar di pulau-pulau tersebut, namun sudah bisa dipastikan Si Zebra yang bisa dijumpai di Sumba adalah anak jenis T.g.guttata. Si Zebra ini sangat mudah dibedakan dengan pipit atau bondol yang lain karena warna bulunya yang khas tidak diserupai dengan warna bulu jenis yang lain. Aktifitas sehari-harinya lebih sering bergerombol dalam koloni-koloni sepanjang hari terutama ketika sedang mencari pakan pada habitat tertentu. Pakannya berupa biji-bijian terutama padi dan biji-biji yang tergeletak ditanah. Di Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti lebih mudah menjumpai jenis ini daripada di kawasan hutan Manupeu Tanah Daru.
160
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Estrildida
10-11 cm
LC
Di Pulau Jawa, Sang Bondol yang endemik Indonesia ini sangat mudah dijumpai. Sedangkan di Pulau Sumba, terutama di dalam Kawasan Taman Nasional, Sang Bondol termasuk yang cukup sulit dijumpai. Hal ini karena sebaran habitat Sang Bondol hanya di Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok. Namun diduga terintroduksi ke wilayah lain termasuk Sumba dan bahkan Singapura serta semenanjung Malaysia. Warna tubuhnya sederhana. Paruh, mata dan kaki nya pun berwarna serupa, yakni kehitaman. Aktifitas hariannya sering dilakukan dengan berpasangan atau koloni kecil. Pakannya terdiri dari biji-bijian baik yang masih di tankainya atau sudah jatuh ke tanah. Habitatnya terdiri dari lahan pertanian, padang rumput, kebun, tepi hutan sampai ketinggian 1.200 meter dpl. Pernah dijumpai dalam vegetasi kaliandra atau semak pada batas kawasan berhutan dengan padang alang-alang di Laputi, Praingkareha.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
161
bondol taruk
bondol peking
Lonchura molucca | Black-faced Munia | Manginu karaha/manginu omang (ST)
Lonchura punctulata | Scaly-breasted Munia | Manginu karaha/manginu omang (ST) FAM
Estrildidae
11-12 cm LC
FAM
Estrildidae
10-11 cm
LC
Bondol Taruk adalah salah satu jenis asli dan hanya ada di Indonesia. Ia terdiri dari dua anak jenis yang sebarannya terbatas di Kangean, Nusa Penida, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah “propinqua”. Ciri khasnya adalah coretan atau bercak halus berwarna coklat pada perut. Aktifitas hariannya selalu dilakukan dalam koloni. Mereka cukup toleran terhadap kehadiran burung-burung lain di dekat area koloninya. Pakannya terdiri dari biji-biji rumput atau semak dan serangga kecil. Lebih mudah dijumpai diarea terbuka, terutama lahan pertanian atau budidaya sampai dengan sekitar pekarangan dan pemukiman, bahkan di taman-taman kota. Area perbatasan Taman Nasional disekitar Taman Mas dan Konda Maloba merupakan tipe habitat yang banyak dijumpai Sang Bondol.
162
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Sang Peking lebih mirip dengan Bondol taruk. Pembedanya adalah bercak pada bulu perutnya menyerupai sisik reptil atau sisi ikan. Pada fase remaja, bulu tubuh bagian bawah berwarna kuning tua tanpa bercak yang menyerupai sisik. Aktifitas harian sering dilakukan dalam koloni. Sang Peking cukup mudah dijumpai di habitat semak terbuka, sawah dan tempat berperdu tinggi atau padang rumput. Ia sangat aktif bergerak ketika mencari biji-bijian rumput (Panicum sp, Digitaria sp, Pennisetum sp) sebagai makanan favoritnya. Terdiri dari 11 anak jenis yang tersebar luas dari India hingga Australia. Khusus anak jenis “sumbae” hanya terdapat di daratan Sumba.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
163
bondol pancawarna
bondol kepala-pucat
Lonchura quinticolor | Five-coloured Munia | Manginu uhu (ST)
Lonchura pallida | Pale-headed Munia | Manginu uhu (ST)
FAM
Estrildidae
11,5 cm
LC
Pancawarna yang disematkan pada namanya sepintas tidak mencerminkan lima warna berbeda yang dimilikinya, seolah seperti warna pelangi. Melainkan hanya perbedaan tipis yang membentuk gradasi dari warna dominan coklat, hingga coklat kemerah-merahan, keemasan, coklat tua pada bulu bagian belakang dan warna lebih terang pada bulu perut. Tidak terlalu sulit untuk membedakan sang pancawarna dengan bondol taruk, bondol peking dan bondol kepala-pucat, karena masing-masing mempunyai ciri utama. Tipe habitat tempat hidupnya mirip dengan bondol-bondol lainnya, yakni di padang rumput/alang-alang, hutan bekas tebangan, hingga pesawahan sampai ketinggian 1.200 meter dpl, terutama di kawasan taman nasional yang berbatasan langsung dengan pemukiman, terutama di wilayah Lewa. Bondol pancawarna juga merupakan burung asli dan hanya ada di Indonesia, malah lebih spesifik endemik Nusa Tenggara dan belum diketahui pembagian jenisnya.
164
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Estrildidae
11 cm
LC
Ukuran tubuh Sang Bondol sama kecilnya dengan bondol-bondol lain. Ciri pembedanya adalah warna muka dan kepala yang cenderung putih kecoklatan. Pada fase remaja, warna muka coklat keabu-abuan. Sang Bondol merupakan penetap dan aktifitas hariannya sering dilakukan dala kelompok kecil. Pakan kesukaannya biji-bijian terutama yang masih dipohon. Sang Bondol kepalapucat merupakan burung asli dan hanya ada di Indonesia dan belum diketahui pembagian anak jenisnya. Ia tersebar di beberapa pulau pada Kawasan Sulawesi dan Nusa Tenggara. Meskipun ada didalam kawasan Taman Nasional, namun Sang Bondol lebih sering dijumpai di area pekarangan dan pemukiman. Habitatnya berupa padang rumput, lahan pertanian dan semak belukar di tepi hutan sampai ketinggian 1.000 meter dpl.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
165
burungGereja Erasia
perling kecil
Passer montanus | Eurasian Tree Sparrow | Manginu karenja (ST)
Aplonis minor | Short-tailed Starling | Leba nggangga (ST, STh, SB)
FAM
Ploceidae
14-15 cm
LC
Sekilas mirip keluarga bondol atau pipit, namun ukuran tubuhnya lebih besar dan terdapat titik hitam pada bulu pipinya yang putih. Pada fase remaja, bulu berwarna lebih pucat dengan tanda khas yang tidak begitu jelas. Aktifitas harian Burunggereja sering dilakukan bersama pasangan atau koloni. Pakannya terdiri dari biji-biji rumput, semak dan tanaman pertanian. Burunggereja sangat baik dalam bertahan hidup. Ia mampu hidup di habitat yang terganggu dan toleran terhadap aktifitas manusia seperti sekitar pemukiman, pedesaan dan bahkan perkotaan. Sarangnya sering diletakan pada atap rumah atau bangunan. Burunggereja terdiri dari 10 anak jenis yang tersebar luas di Eropa dan Asia. Terdapat dua anak jenis yang menetap di Indonesia, salah satunya adalah “malaccensis” yang bisa dijumpai di Sumba.
166
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Sturnidae
18 cm
LC
Bulu dominan Sang Pering terlihat hitam seperti Gagak. Padahal bulu jantan Sang Perling mengkilat kehijauan. Betina atau individu yang masih remaja (immature), warna bulunya kecoklatan di bagian sayap dan tubuh bagian belakang, serta terdapat bercak-bercak coklat pada bagian dada dan perut. Jika koloni Sang Perling sudah mengusasai suatu tajuk pohon untuk tengger atau tidur, maka tidak ada jenis lain yang bisa masuk ke pohon tersebut. Pakannya terdiri dari buah-buahan kecil dan serangga kecil. Sang Perling bersarang pada lubang kayu di pohon yang sudah mati. Ia lebih mudah dijumpai di pemukiman dan perkotaan. Pernah dijumpai di Umbulanggang-Tanadaru. Anak jenis yang ada di Sumba BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
167
kerak kerbau
kepudang Kuduk-hitam
Acridotheres javanicus| White-vented Myna| -
Oriolus chinensis | Black-naped Oriole | Rara kalu (ST)
FAM
Sturnidae
25 cm
LC
Nama belakangnya “kerbau” adalah karena kedekatan dengan koloni kerbau dalam aktifitas sehari-hari. Kombinasi dengan warna kuning yang mencolok pada paruh, iris mata dan kakiknya, serta warna putih pada ujung ekornya, menambah pesona Sang Jalak. Perjumpaan dalam Kawasan Taman Nasional baru dilaporkan satu peneliti, oleh karena itu tempat yang terbaik untuk pengamatan Sang Jalak adalah kawasan pesawahan sekitar kawasan Taman Nasional seperti di Manurara, Mondulambi, dan Wanokaka. Waktu yang tepat untuk pengamatannya adalah saat masa pra-tanam atau pasca-panen padi ketika koloni kerbau sedang beraktifitas pada sawah tersebut. Makanan utamanya adalah serangga atau kutu kerbau sehingga selalu menjadi contoh simbiosis mutualisme. Nama jenis “javanicus” berarti bahwa sebarannya hanya di Jawa dan sedikit nyebrang ke Bali. Namun karena Sang Jalak merupakan burung target untuk peliharaan, maka sampai dengan saat ini sudah menjadi satwa “feral” yang artinya menyebar karena diintroduksi manusia dan sudah menjadi burung penetap (berkembangbiak) ditempat tersebut. 168
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Oriolidae
23-28 cm
LC
Termasuk burung yang sangat cantik dan enak dipandang. Pada fase remaja, bagian yang berwarna hitam masih berwarna kecoklatan dan tubuh bagian bawah putih dengan bercak hitam. Suara khasnya lirih dan merdu. Aktifitas hariannya sering dilakukan sendiri dan bersama pasangan. Pakannya terdiri dari serangga, hewan kecil dan buah-buahan terutama buah beringin (Ficus sp). Sarang berbentuk cangkir, tersusun dari rumput dan ranting. Jumlah telur 2-3 butir. Kepudang Kuduk-hitam terdiri dari 20 anak jenis yang tersebar luas, sebanyak 14 anak jenis diantaranya ada di Indonesia. Anak jenis yang dijumpai di Sumba dan wilayah Nusa Tenggara Timur lainnya adalah ras “broderipi”. Ia cukup mudah dijumpai di hutan Manurara, Tangairi, Taman Mas dan Kambata wundut.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
169
srigunting wallacea
kekep babi
Dicrurus densus | Wallacean Drongo | Wandi buti (ST), Leba Gaga (STh)
Artamus leucorhynchus | White-breasted Woodswallow
FAM
Dicruridae
23-38 cm
LC
Srigunting Wallacea penampakannya mirip Gagak, sehingga masyarakat setempat menyebutnya Leba Gaga yang artinya keponakan Gagak. Ciri khasnya adalah ekornya yang bercabang seperti gunting terbuka. Aktifitas hariannya sering dilakukan secara soliter (sendiri) dan bersama pasangannya. Mangsa kesukaannya adalah serangga-serangga kecil. Ia suka terbang pendek dengan melayang tanpa mengepakan sayap. Suaranya sangat nyaring dan sangat mudah dikenali. Habitatnya terdiri dari hutan primer, hutan sekunder, tepi hutan dan daerah terbuka sampai ketinggian 1.200 meter dpl. Ia sering dijumpai di sekitar kawanan monyet pemakan kepiting. Ia bisa dijumpai di sebagian besar wilayah Taman Nasional, terutama di Manurara, Langgaliru, Tanamodu, Tangairi, Billa, Praingkareha dan Mahaniwa. Terdiri dari enam anak jenis yang tersebar secara terbatas di Maluku dan Nusa Tenggara. Anak jenis yang dijumpai di Sumba adalah “sumbae” dan tidak terdapat di wilayah lain.
170
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
FAM
Artamidae
18,5 cm
LC
Ukuran tubuhnya sedikit lebih besar dari keluarga pipit atau bondol, dan hanya terdiri dari dua warna. Namun satu hal yang patut diacungi jempol adalah keberaniannya dalam bertarung menghadapi burung-burung pemangsa yang jauh lebih besar darinya seperti elang, alap-alap dan gagak. Tindakan sang kekep menyerang para pemangsa bukan tanpa alasan, melainkan diduga untuk melindungi teritori koloni kekep dari ancaman para pemangsa tersebut. Saat terbang terlihat seperti burung layang-layang, namun bentuk sang kekep terlihat segitiga lebar dengan ekor persegi, sedangkan burung layang-layang ekornya belah seperti gunting terbuka. Walaupun terdiri dari sembilan anak jenis yang tersebar dari Filipina, hingga Australia, akan tetapi kekep yang menetap di pulau Sumba adalah anak jenis albiventer, yang tersebar dari pulau Lombok hingga pulau Wetar.
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
171
gagak kampung Corvus macrorhynchos | Large-billed Crow | Nggangga (STh, ST, SB)
FAM
Corvidae
46-59 cm
LC
Sang Gagak tidak memiliki warna lain selain hitam, kecuali irisnya yang coklat. Suaranya khas dan tidak ada yang sama di daratan Sumba ini. Mudah dijumpai dan sangat mudah dikenali baik di hutan maupun di perkampungan. Aktifitas harian selalu dilakukan soliter dan bersama pasangannya. Ia termasuk omnivora atau pemakan hewan maupun tumbuhan, dan bahkan memakan bangkai dari berbagai jenis binatang. Sang Gagak sering terlibat perkelahian dengan beberapa jenis elang dan berhasil mengusir elang tersebut. Kemampuannya bertahan hidup yang luar biasa menyebabkan luasnya persebaran tempat hidup Sang Gagak. Dari 11 anak jenis yang tersebar secara global, hanya “macrorhynchos” yang dijumpai di daratan Sumba.
172
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
173
Daftar Jenis
174
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
175
No
Family
Nama Indonesia
Nama Latin
1
Fregatidae
Cikalang Kecil
Fregata ariel
Lesser Frigatebird
2
Phalacrocoracidae
Pecuk-padi Belang
Phalacrocorax melanoleucos
Little Pied Cormorant
3
Ardeidae
Cangak Merah
Ardea purpurea
4
Ardeidae
Cangak / Kuntul Australia
Egretta novaehollandiae
5
Ardeidae
Kuntul Karang
Egretta sacra
Anak Jenis
malinensis
sacra
Nama Inggris
Nama Lokal Sumba
Kehi
Purple Heron
nggokare
White-faced Heron
Tewa / Karata
Pacific Reef Egret
6
Ardeidae
Kuntul Kerbau
Bubulcus ibis
coromandus
Cattle Egret
7
Ardeidae
Blekok Sawah
Ardeola speciosa
speciosa
Javan Pond Heron
8
Acciptridae
Elang Tiram
Pandion halieatus
cristatus
Osprey
Anyia / Ikitu
9
Acciptridae
Baza Pasifik
Aviceda subcristata
timorlaoensis
Pacific Baza
Ikitu / kapaha
10
Acciptridae
Sikepmadu Asia
Pernis ptilorhynchus
orientalis
Crested Honey Buzzard
Kapaha
11
Acciptridae
Elang Tikus
Elanus caeruleus
hypoleucos
Black-winged Kite
Anyia /Mbaku tahik
12
Acciptridae
Elang Paria
Milvus migrans
affinis
Black Kite
Ikitu / Mbaku
13
Acciptridae
Elang Bondol
Haliastur indus
intermedius
Brahminy Kite
Anyia / Ikitu
14
Acciptridae
Elanglaut Perut-putih
Haliaeetus leucogaster
White-bellied Sea Eagle
15
Acciptridae
Elangular Jari-pendek
Circaetus gallicus
Short-toed Snake Eagle
Anyia / Kapaha
16
Acciptridae
Elangrawa Tutul
Circus assimilis
Spotted Harrier
Anyia / Mbaku
17
Acciptridae
Elangalap Cokelat
Accipiter fasciatus
tjendanae
Brown Goshawk
Mbaku
18
Falconidae
Alap-alap Sapi
Falco moluccensis
microbalius
Spotted Kestrel
Kapirung
ernesti
19
Falconidae
Alap-alap Kawah
Falco peregrinus
20
Anatidae
Belibis Kembang
Dendrocygna arcuata
Peregrine Falcon Wandering Whistling Duck
21
Anatidae
Itik Benjut
Anas gibberifrons
22
Anatidae
Itik Alis (Itik Gunung)
Anas superciliosa
rogersi
Pacific Black Duck
Randi matamba
23
Megapodiae
Gosong Kaki Merah
Megapodius reinwardt
reinwardt
Orange-footed Scrubfowl
Kalauki
24
Phasianidae
Puyuh Coklat
Coturnix ypsilophora
raaltenii
Brown Quail
Puawa
Green junglefowl
Manutata
sumbana
Red-backed button-quail
Puawa ndau
25
Phasianidae
Ayamhutan Hijau
Gallus varius
26
Turnidae
Gemak Totol
Turnix maculosa
27
Rallidae
Tikusan Ceruling
Rallina fasciata
Sunda Teal
Red-legged Crake
28
Rallidae
Kareo Padi
Amaurornis phoenicurus
leucomelanus
White-breasted Waterhen
29
Charadriidae
Cerekpasir Besar
Charadrius leschenaultii
leschenaulti
Great Sand Plover
30
Scolopacidae
Gajahan Kecil
Numenius minutus
little Curlew
31
Scolopacidae
Trinil Pantai
Actitis hypoleucos
Common sandpiper cristata
Kulirkawaki
32
Laridae
Daralaut Jambul
Sterna bergii
33
Columbidae
Punai Sumba
Treron teysmanii
Sumba Green Pigeon
Rawa kakorok
34
Columbidae
Walik Rawamanu
Ptilinopus dohertyi
Red-naped Fruit Dove
Rawamanu
35
Columbidae
Walik Kembang
Ptilinopus melanospila
Black-naped Fruit Dove
Rawa nggoku Rawa mukmuk
melanauchen
Swift Tern
36
Columbidae
Pergam Hijau
Ducula aenea
polia
Green Imperial Pigeon
37
Columbidae
Merpatihutan metalik
Columba vitiensis
metalica
Metalic pigeon
38
Columbidae
Uncal Buau
Macropygia emiliana
emiliana
Ruddy Cuckoo Dove
Manu omang
39
Columbidae
Uncal Kouran
Macropygia ruficeps
orientalis
Little Cuckoo Dove
Manu omang
40
Columbidae
Tekukur Biasa
Streptopelia chinensis
tigrina
Spotted Dove
Mbara manu
176
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
177
41
Columbidae
Perkutut Loreng
Geopelia maugei
42
Columbidae
Delimukan Zamrud
Chalcophaps indica
indica
Barred Dove
Mbara nggulu
Common Emerald Dove
Rawa tana
43
Columbidae
Junai Emas
Caloenas nicobarica
nicobarica
Nicobar pigeon
44
Psittaciidae
Perkici Oranye
Trichoglossus capistratus
fortis
Marigold lorikeet
Pirih
45
Psittaciidae
Kakatua Jambul-kuning (Sumba)
Cacatua sulphurea
citrinocristata
Yellow-crested Cockatoo
Kaka
46
Psittaciidae
Nuri Bayan
Elcectus roratus
cornelia
Eclectus parrot
Karik / Karak
47
Psittaciidae
Nuripipi Merah
Geoffroyus geoffroyi
floresianus
Red-cheeked Parrot
Kadingu / Wowing
48
Psittaciidae
Betetkelapa Paruh-besar
Tanygnathus megalorynchos
sumbensis
Great-billed Parrot
Katala
49
Cuculidae
Wiwik Uncuing
Cacomantis sepulclaris
sepulclaris
Rusty-breasted Cuckoo
Tutukrijak
lucidus
50
Cuculidae
Kedasi Emas
Chrysococcyx lucidus
51
Cuculidae
Tuwur Australia
Eudynamys cyanocephala
Australian Toel
Kuk
52
Cuculidae
Karakalo Australia
Scythrops novaehollandiae
Channel-billed Cuckoo
Kangaka
53
Cuculidae
Bubut Alangalang
Centropus bengalensis
javanensis
Lesser coucal
Kutuk
sumbaensis
Shining Bronze Cuckoo
54
Tytonidae
Serak Jawa
Tyto alba
Barn Owl
Katowei
55
Tytonidae
Serak Padang
Tyto longimembris
Eastern Grass-Owl
Katowei
56
Stringidae
Pungok Sumba
Ninox sumbaensis
Little Sumba Hawk-Owl
Wengi
57
Stringidae
Punggok Wengi
Ninox rudolfi
58
Caprimulgidae
Cabak Maling
Caprimulgus macrurus
schlegelii
Pungguk Wengi
Wengi
Large-tailed Nightjar
Kapi padang
59
Apodidae
Walet Sapi
Collocalia esculenta
sumbawae
Glossy Swiflet
mbera laja
60
Alcedinidae
Rajaudang Erasia
Alcedo atthis
floresiana
Common Kingfisher
Kahik luku
61
Alcedinidae
Udang Api
Ceyx erithaca
rufidorsum
Oriental Dwarf Kingfisher
Kahik luku
62
Alcedinidae
Cekakak Kalung-coklat
Halcyon australasia
australasia
Cinnamon-banded Kingfisher
Kahik marada
63
Alcedinidae
Cekakak Australia (Cekakak Suci)
Halcyon sancta
sancta
Sacred Kingfisher
64
Alcedinidae
Cekakak Sungai
Halcyon chloris
chloris
Collared Kingfisher
Kahik marada
65
Meropidae
Kirikkirik Laut
Merops philippinus
philippinus
Blue-tailed Bee-eater
Kapiru
Rainbow Bee-eater
Kapiru
pacificus
Oriental Dollarbid
ananjaki
66
Meropidae
Kirikkirik Austarlia
Merops ornatus
67
Coracidae
Tionglampu Biasa
Eurystomus orientalis
68
Bucerotidae
Julang Sumba
Rhyticeros everetti
69
Pittidae
Paok Laus
Pitta elegans
maria
Elegant Pitta
70
Alaudidae
Branjangan Jawa
Mirafra javanica
parva
Singing bush-lark
Sumba Hornbill
71
Hirundinidae
layanglayang Batu
Hirundo tahitica
javanica
Pacific Swallow
72
Hirundinidae
Layanglayang Loreng
Hirundo striolata
striolata
Striated Swallow
73
Motacilidae
Kicuit Batu
Motacilla cinerea
cinerea
Grey Wagtail
74
Motacilidae
Apung Tanah
Anthus novaeseelandiae
albidus
New Zealand Pipit
melanops
75
Campephagidae
Kepudangsungu Besar
Coracina novaehollandiae
76
Campephagidae
Kepudangsungu Sumba
Coracina dohertyi
Black-faced Cuckooshrike Pale-shouldered Cicadabird
77
Campephagidae
Kapasan Sayap-putih
Lalage sueurii
White-shouldered Triller
78
Turdidae
Anis Nusatenggara
Zoothera dohertyi
Chestnut-backed Thrush
79
Sylvidae
Cicakoreng Timur
Megalurus timoriensis
178
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
parapau / kaparapau
inguirendus
Tawny Grassbird BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
179
80
Sylvidae
Cici Padi
Cisticola juncidis
81
Sylvidae
Cikrak Kutub
Phylloscopus borealis
fuscicapilla
82
Muscicapidae
Decu Belang
Saxicola caprata
francki segregata
Zitting Cisticola Arctic Warbler Pied Bush Chat
83
Muscicapidae
Sikatan Bubik
Muscicapa dauurica
84
Muscicapidae
Sikatan Coklat-sumba
Muscicapa segregeta
Sumba Brown Flycather
85
Muscicapidae
Sikatan Sumba
Ficedulla harterti
Sumba Flycatcher
Manginu miting
Asian Brown Flycatcher
86
Muscicapidae
Sikatan Kepala-abu
Culicicapa ceylonensis
connectens
Grey-headed Canary flycatcher
87
Monarchidae
Seriwang Asia
Tersiphone paradisi
sumbaensis
Asian Paradise Flycatcher
Kahuhu
88
Monarchidae
Kehicap Kacamata
Monarcha trivirgatus
trivirgatus
Spectacled Monarch
Manginu tadung
89
Muscicapidae
Sikatan Paruh-lebar
Myiagra ruficollis
ruficolis
Broad-billed Flycatcher
90
Rhipiduridae
Kipasan Arafura
Rhipidura dryas
sumbensis
Arafura Fantail
Manginu hanggebar
91
Pachycephalidae
Kancilan Dada-karat
Pachycephala fulvotincta
fulvifentris
Rusty-breasted Whistler
Manginu hanggebar
agile
Thick-billed Flowerpecker
92
Paridae
Gelatikbatu Kelabu
Parus major
93
Dicaediae
Cabai Gesit
Dicaeum agile
Great Tit
94
Dicaediae
Cabai Gunung
Dicaeum sanguinolentum
wihelminae
Blood-breasted Flowerpecker
95
Nectarinidae
Burungmadu Kelapa
Anthreptes malacensis
rubrigena
Brown-throated Sunbird
96
Nectarinidae
Burungmadu Sumba
Cinnyris buettikoferi
Apricot-breasted Sunbird
97
Zosteropidae
Kacamata Wallaacea
Zosterops wallacei
98
Zosteropidae
Kacamata Limau
Zosterops citrinellus
citrinelus limbata
99
Meliphagidae
Isapmadu Australia
Lichmera indistincta
100
Meliphagidae
Myzomela Sumba
Myzomela dammermani
Manginu kataitak
Yellow-ringed White-eye
Manginu kaungi
Ashy-bellied White-eye
Manginu kaungi
Brown Honeyeater
Manginu koka
Sumba Myzomela
101
Meliphagidae
Cikukua Tanduk
Philemon buceroides
neglectus
Helmeted Friarbird
Kokakio
102
Fringilidae
Pipit Benggala
Amandava amandava
flavidifentris
Red avadavat
manginu kanu
guttata
103
Estrilidae
Pipit Zebra
Taeniopygia guttata
104
Estrilidae
Bondol Jawa
Lonchura leucogastroides
105
Estrilidae
Bondol Taruk
Lonchura molucca
106
Estrilidae
Bondol Peking
Lonchura punctulata
107
Estrilidae
Bondol Pancawarna
Lonchura quinticolor
108
Estrilidae
Bondol Kepala-pucat
Lonchura pallida
109
Ploceidae
Gereja Erasia
Passer montanus
Esrtildine Finch Javan Munia
sumbae
malaccensis
Black-faced Munia
Manginu karaha
Scaly-breasted Munia
Manginu karaha
Five-coloured Munia
Manginu uhu
Pale-headed Munia
Manginu uhu
Tree Sparrow
Manginu karenja Leba nggangga
110
Sturnidae
Perling Kecil
Aplonis minor
Short-tailed starling
111
Sturnidae
Kerak Kerbau
Acridotheres javanicus
White vented myna
112
Oriolidae
Kepudang Kuduk-hitam
Oriolus chinensis
broderipi
Black-naped Oriole
Rarakalu
113
Dicruridae
Srigunting Wallacea
Dicrurus densus
sumbae
Wallacean Drongo
Wandi buti / Kato buti
114
Artamidae
Kekep Babi
Artamus leucorhynchus
albiventer
White-breasted Woodswallow
115
Corvidae
Gagak Kampung
Corvus macrorhynchos
macrorhynchos
Large-billed Crow
Nggangga / gaga
Daftar jenis yang belum terdeskripsikan: 116
Fregatidae
Cikalang Besar
Fregata minor
Great Frigatebird
117
Phalacrocoracidae
Pecuk-padi Hitam
Phalacrocorax sulcirostris
Little Black Cormorant
180
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
181
118
Phalacrocoracidae
Pecuk-ular Asia
Anhinga melanogaster
119
Ardeidae
Cangak Abu
Ardea cinerea
120
Ardeidae
Cangak Laut
Ardea sumatrana
121
Ardeidae
Kuntul Besar
Egretta alba / ARDEA ALBA
122
Ardeidae
Kuntul Perak
Egretta intermedia
123
Ardeidae
Kuntul Kecil
Darter jouyi
Grey Heron
modesta
Great Egret
Egretta garzetta
nigripes
Little Egret
javanicus
Striated Heron
renschi
Bonelli's Eagle
124
Ardeidae
Kokokan Laut
Butorides striata
125
Ardeidae
Bambangan Merah
Ixobrychus cinnamomeus
126
Acciptridae
Elang Bonelli
Hieraaetus fasciatus
Great-billed Heron
Yellow-billed Egret
Cinnamom Bittern
Yapi
127
Falconidae
Alap-alap Australia
Falco longipennis
hanielli
Australian Hobby
128
Phasianidae
Puyuh Batu
Coturnix chinensis
lineata
King quail
Puawa
129
Turnidae
Gemak Sumba
Turnix everetti
Sumba Buttonquail
Puawa manu mabihu
130
Rallidae
Mandarpadi Kalung-kuning
Gallirallus philippensis
philippensis
Buff-banded rail
131
Rallidae
Mandar Kelam
Gallinula tenebrosa
frontata
Dusky-Moorhen
132
Charadriidae
Cerekpasir Mongolia
Charadrius mongolus
mongolus
Lesser sand Plover
133
Scolopacidae
Gajahan Erasia
Numenius arquata
orientalis
Eurasian Curlew
134
Scolopacidae
Gajahan Timur
Numenius madagascariensis
Eastern Curlew
135
Scolopacidae
Trinil Rawa
Tringa stagnatilis
Marsh Sandpiper
136
Scolopacidae
Trinil Semak
Tringa glareola
137
Recurvirostridae
Gagangbayang Belang
Himantopus leucocephalus
138
Laridae
Daralaut Tiram
Gelochelidon nilotica
139
Laridae
Daralaut Biasa
Sterna hirundo
140
Laridae
Daralaut Tengkuk-hitam
Sterna sumatrana
141
Columbidae
Perkutut Jawa
Geopelia striata
142
Cuculidae
Kangkok Ranting
Cuculus saturatus
Wood Sandpiper leucocephalus
White-headed stilt
longipennis
Common Tern
Gull-billed Tern
Black-naped Tern Zebra Dove lepidus
Oriental Cuckoo
143
Cuculidae
Tuwur Asia
Eudynamis scolopacea
malayana
Asian Toel
144
Caprimulgidae
Cabak Kota
Caprimulgus affinis
kasuidori
Savana nightjar
145
Apodidae
Walet Sarang-putih
Collocalia fuciphagus
fuciphaga
Edible-nest Swiftlet
146
Apodidae
Kapinis Laut
Apus pacificus
pacificus
Fork-tailed Swift
147
Apodidae
Kapinis Rumah
Apus affinis / nipalensis
House Swift
148
Hirundinidae
Layanglayang Asia/api
Hirundo rustica
Barn Swallow
149
Hirundinidae
Layanglayang Pohon
Cecropis nigricans
150
Hirundinidae
Layanglayang Bidadari
Cecropis ariel
nigricans
Tree Martin
151
Motacilidae
Kicuit Kerbau
Motacilla flava
similima
Yellow wagtail
152
Motacilidae
153
Campephagidae
Apung Petchora
Anthus gustavi
gustavi
Pechora pipit
Kepudangsungu Topeng
Coracina personata
sumbensis
154
Wallacean cuckoo Shrike
Laniidae
Bentet Coklat
Lanius cristatus
Brown shrike
155
Turdidae
Cingcoang Coklat
Brachypteryx leucophrys
Lesser Shortwing
156
Sylvidae
Kerakbasi Besar
Acrocephalus orientalis
157
Muscicapidae
Sikatanrimba Ayun
Rhinomyias oscillans
Zosteropidae
Kacamata Gunung
Zosterops montanus
158
182
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Fairy Martin
Kawiru
Oriental Reed Warbler stressemani
Russet-backet Jungle Flycatcher Mountain white-eye
Manginu kaungi BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
183
DAFTAR PUSTAKA
Agista, D & Rubyanto, D. 2001. Telaah awal status Kakatua kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea parvulla) di Taman Nasional Komodo. Bogor: Birdlife Indonesia – PHPA. Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. 2015. Buku Statistik Taman Nasional Laiwangi Wanggameti Tahun 2015. Waingapu: Balai Taman Nasional Manupeu Laiwangi Wanggameti. Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. 2015. Buku Statistik Taman Nasional Manupeu Tanah Daru Tahun 2015. Waingapu: Balai Taman Nasional Manupeu Manupeu Tanah Daru. Bashari, H & E.Y, Wungo. 2007a. Birds at Manupeu Tanadaru National Park. Sumba: Burung Indonesia. Bashari, H & E.Y, Wungo. 2007b. Birds at Sumba Island. Sumba: Burung Indonesia. Birdlife International. 2001. Threatened Birds of Asia: The Birdlife International Red Data Book. Cambridge: Birdlife International. Coates, BJ & Bishop KD. 1997. Panduan Lapangan BurungBurung di Kawasan Wallacea (Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara) Bogor: BirdLife InternationalIndonesia Program & Dove Publication. DEPHUT. 2007. 50 Taman Nasional di Indonesia. Bogor: DEPHUT, JICA, LHI. Forth, G. 2006. WORDS FOR ‘BIRD’ IN EASTERN INDONESIA. Journal of Ethnobiology, 26(2), 177-207. doi: 10.2993/0278-0771 (2006) 26[177 : WFBIEI] 2.0.CO;2 Forth, G. L. 1983. Time and temporal classification in Rindi, Eastern Sumba. Bijdragen tot de Taal, Land- en Volkenkunde, 139(1), 46. Garibaldi, Ann, and Nancy Turner. “Cultural keystone species: implications for ecological conservation and restoration.” Ecology and society 9.3 (2004). Heyne, K. 1988. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta : Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Himakova IPB. 2009. Studi Konservasi Lingkungan di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Bogor : Fakultas Kehutanan – Institut Pertanian Bogor. Imansyah dkk. 2005. Sebaran dan karakteristik pohon sarang 184
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Kakatua kecil Jambul-Kuning (Cacatua sulphurea parvula) di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo. Denpasar : CRES Komodo Project – Taman Nasional Komodo. [Laporan no 4]. Jati, A. 1998. Kelimpahan dan Distribusi Jenis-jenis Burung berdasarkan Fragmentasi dan Stratifikasi Habitat Hutan Cagar Alam Langgaliru, Sumba. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2010. Cacatua sulphurea. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threathened Species. Version 2010. 4.www.iucnredlist.org. Jones, M., D. Juhaeni, H. Banjaransari, W.Banham, L. Lace, M. Lisley, and S. Marsden. 1994. The status, ecology, and conservation of the forest birds and butterflies on Sumba. England :.Departement of Biological Science, Mancester Metropolitan University. LIPI. 2016. Ekspedisi Widya Nusantara Bioresources Sumba. Bogor. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Linsley, M.D., M.J. Jones & S.J. Marsden. 1998. A Review of the Sumba Avifauna. Kukila 10: 60-90. Mackinnon J, Phillips K, van Balen B. 1998. Seri Panduan Lapangan: Burung-Burung Di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI. Mauro, I. 1999. Preliminary report on birds recorded from Wallacea: Sulawesi, Moluccas & Lesser Sundas. Mayr, E. 1944. The Birds of Timor and Sumba. New York : Bull. American Museum of National History. Vol. 83 Article 2. Milton, D. & S.Harding. 1994. Birdwatching Trip Report from Sumba, Indonesia (27/8 - 1/9 04). A report from birdtours.co.uk. Monk, K.A., Y. de Fretes, G. Reksodiharjo-Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Prenhallindo. Jakarta. Owen, D. F. 1963. The Rufous and White Forms of An Asiatic Paradise Flycather, Terpiphone paradisi. Ann Arbor USA: Museum of Zoology, University of Michigan. Persulessy, YE & C Trainor. 2001. Status Jenis Burung Endemik dan Sebaran Terbatas di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru Pulau Sumba, Indonesia. Jakarta: Forest Inventory and Monitoring Project. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
185
186
Raharjaningtrah, W., A.B. Ora, 1994. Laporan Pelepasan Kakatua Cempaka Cacatua sulphurea citrinocristata di Sumba Timur (terbatas). Bogor : BirdLife International-Indonesia Programme & Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Rensch, B. 1931. Die Vogelwelt von Lombok, Sumbawa und Flores. Mitteil. Zool. Mus. Berlin, vol. 17, p.560. Riley, J.H. 1938. Birds from Siam and the Malay peninsula in the United States National Museum collected by Drs. Hugh M.Smith and William L. Abbot, Bull. U.S Nat.Mus. 172. Setiawan, I. 1996. Status Cacatua sulphurea parvula di Nusa Penida, Bali dan Sumbawa Nusa Tenggara Barat Indonesia. Bogor : PHPA/Birdlife International. [Report no 6]. Setiawan, I., Putra E, Yudha P, Basuki OP, Purwandana D, Suryakusumah A, Agista D. 2001. Telaah Status Bioekologi dan Upaya Pelestarian Kakatua kecil Jambul-Kuning (Cacatua sulphurea) di Pulau Masakambing, Jawa Timur, dan Pulau Nusa Penida, Bali. Bogor : Birdlife International IP. Stebers, H. C. 1930. Fauna Buruana, Aves. Treubia, vol. 7, p.284. SUB-BIPHUT. 1993. Statistik. Kupang : Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan. Sukmantoro, W., M. Irham., W. Novarino., F. Hasudungan., N. Kemp., M. Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia No 2. Bogor : Indonesian Ornithologists Union. Takandjandji, M., & E. Sutrisno. 1996. Inventarisasi Burung Bayan (Eclectus roratus cornelia) dan Jenis Burung Lainnya Di Pulau Sumba. Kupang: Balai Penelitian Kupang. [Buletin Litbang Kupang Vol 1 No 3 pp 87-101]. Takandjandji, M., E. Sutrisno, Sumanto SE. 2002. Habitat dan Populasi Burung Kakatua jambul jingga (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Sumba Barat : Balai Litbang Kupang. [Buletin Penelitian Kehutanan 6(1) : 45-62]. Trainor, C.R., P.J. Benstead, K. Martin, D. Lesmana, D. Agista, M.C. Benstead, R. Drijvers, and I. Setiawan. 2006. New Bird Records for Nusa Tenggara Island: Sumbawa, Moyo, Sumba, Flores, Pulau Besar, and Timor. Kukila Vol. 13 (6-22). Vaurie. 1952. Review of The Bird Genus Rhinomyias (Muscicapini). City of New York : American Meseum of Natural History. Wello, Yohana Elsi. 2008. “Spesies kunci budaya (cultural keystone species) masyarakat Sumba di sekitar Taman Nasional Manupeu Tanadaru, Nusa Tenggara Timur.” [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Wibawanto, BR. 2011. Kajian Potensi dan Pengembangan Ekowisata Birdwatching di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Winnasis, S., A. Toha., Sutadi. 2009. Burung-burung Taman Nasional Baluran. Banyuwangi : Balai Taman Nasional Baluran. Yamazaki, T., Nitani Y., Lim, K.C., Kasorndorkbua, C. Rahman, Z., dan Supriatna, A. 2012. Field Guide to Raptors of Asia, Vol. 1, Migratory Raptors of Oriental Asia. Asian Raptor Research and Conservation Network. Daftar Website Acuan Identifikasi dan Deskripsi: http://www.kutilang.or.id/burung http://www.hbw.com/user http://www.bio.undip.ac.id/sbw/spesies http://www.RAIN.com/spesies http://www.fobi.web.id http://www.birdlife.org/datazone/spesies http://www.environment.gov.au/cgi-bin/spart/public/publicspecies http://www.naturia.per.sg/buloh/birds http://www.planetofbirds.com http://www.avibirds.com/pdf http://www.wildbirdgallery.com/images/birds http://www.ntt.bps.go.id/luas daerah provinsi Nusa Tenggara Timur menurut Pulau diakses pada tanggal 29/07/2017 pukul 10.01 wita. Laporan kegiatan: Asnawi MIS, Ngara DAN, Nugraha A. 2017. Laporan Monitoring Julang Sumba di Site Monitoring Watucidung. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Bintoro R, Alifianto H, Hastomo SOE, Njurumana U. 2016. Laporan Pembinaan Lubang Sarang Burung Endemik Di Billa. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Bintoro R, Andri H, Harviansyah I. 2016[Ags]. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Mahaniwa. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Bintoro R, Permadi TA, Neha K. 2016[Ags]. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Lokuhuma. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Darmawan B, Neha K, Yuniar N. 2016. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Lokuhuma. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Gunawan, Nasriyanto AB, Gabriel G. 2016. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Ubukora. BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA 187
Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Kama PRP, Alifianto H, Ngara DAN. 2016[Nov]. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Mahaniwa. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Mulik JA, Sianturi ARM, Gunawan. 2016 [Nov]. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Billa. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Ngara DAN, Utomo HS, Herdiyanto DA. 2017. 2016. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Laikokur, Laratu dan Tanabara. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Okthalamo V, Purnawa BE, May O. 2016. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Praingkareha. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Pribadi EY, Sianturi ARM, Harviansyah I. 2016. Laporan Monitoring Julang Sumba di Site Monitoring Maloba. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Purnama, BE, Anjani A. 2016. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Praingkareha. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Sianturi ARM, Utomo HS, Alifianto H. 2016. Laporan Monitoring Julang Sumba di Site Monitoring Mahaniwa. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Wiyanto T, Yuniar N, Asnawi MIS. 2016[Ags]. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Mahaniwa. Waingapu : Balai Taman Nasional Matalawa. Yusuf LRY. 2011. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Lokuwatungodu. Waikabubak : Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Yusuf LRY. 2012. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Lokuwatungodu. Waikabubak : Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Yusuf LRY. 2013. Laporan Monitoring Kakatua Sumba di Site Monitoring Lokuwatungodu. Waikabubak : Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru.
188
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
Kontributor Foto: 1. Simon Onggo 2. Luthfi R Yusuf 3. Heri Andri 4. Boby Darmawan 5. Rimba Bintoro 6. Benny E Purnama 7. Hastoto Alifianto 8. B. Rio Wibawanto 9. Oki Hidayat 10. Eka Yanuar 11. Vivery Okthalamo 12. Swiss Winasis 13. Jaelani
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
189
TENTANG PENULIS
Luthfi R Yusuf Luthfi R Yusuf lahir di Ciamis, 11 Juni 1984. Kuliah di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor 2003 - 2008. Sejak bekerja di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru mulai tahun 2010, Avifauna menjadi fokus perhatiannya. Ia mulai menulis buku burung pada tahun 2012. Setelah selesai studi lanjutan di MPDK-Universitas Gadjah Mada 2014-2016, penulis bersama empat penulis lain kembali fokus untuk menyelesaikan penyusunan buku Burung di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti.
Simon Onggo E H Penulis sebelumnya bekerja di Taman Nasional Wakatobi. Tinggal di Sumba sejak Mei 2011 karena mulai bertugas di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. Ia terpaksa meninggalkan hobi lamanya yaitu menyelam, karena seluruh kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti adalah berupa ekosistem terrestrial (daratan). Ia memiliki ketertarikan akan fotografi terutama burung. Simon lahir pada tanggal 8 April 1988 di Magelang, tepat diantara kaki Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Ia berhasil menyelesaikan kuliah di Diploma Ekowisata Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2009.
Benny E Purnama Benny Ermmyadi Purnama lahir di Citeureup, 19 Agustus 1982. Lulusan dari Institut Pertanian Bogor tahun 2005 ini bergabung dengan TN Matalawa pada tahun 2010 sebagai staf Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan disaat itulah ketertarikannya pada dunia burung dan fotografi dimulai. Pada tahun 2014-2016, Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 di James Cook University – Australia dengan ketertarikan pada pengembangan masyarakat lokal dalam hal pengelolaan sumberdaya alam di Kepulauan Siau, Tagulandang dan Biaro di Sulawesi Utara.
Rimba Bintoro Rimba Bintoro lahir di Yogyakarta tanggal 8 Mei 1985 menyelesaikan jenjang sarjana (S1) Budidaya kehutanan pada tahun 2003 di Instiper Yogyakarta. Sempat bekerja di bidang Kultur Jaringan sebelum bergabung di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti sebagai staf Pengendali Ekosistem Hutan pada tahun 2009. Tugas tersebut membawa penulis untuk mengenal dunia perburungan di sumba. Berawal dari catatan-catatan singkat saat dilapangan, penulis mengumpulkan informasi kebiasaan burung di habatatnya. Saat ini penulis masih eksis di bidang pengamatan burung sebagai bagian pekerjaan sekaligus hobi.
Heri Andri Lulusan dari Sekolah Kehutanan Menengah Atas Makasar Angkatan XI tahun 2012. Mulai bekerja di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti sejak tahun 2007 sebagai Polisi Kehutanan. Ketertarikannya pada burung berawal karena sering dilibatkan dalam kegiatan pengamatan dan peneliti burung di kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. Memiliki hoby belajar fotografis alam liar terutama burung dan ikut serta dalam mengumpulkan foto burung.
190
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
191
192
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
193
194
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
195
196
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA
197
198
BURUNG-BURUNG DI TAMAN NASIONAL MATALAWA