Case Auricular Pseudocyst Ferdy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus



Penatalaksanaan Pseudokista Daun Telinga dengan Menggunakan Teknik Bolster



Presentan



: dr. Ferdy Azman



Hari/ Tanggal



: Rabu/ 19 Oktober 2016



Waktu



: 07.30 WIB



Tempat



: Ruang Konferensi Poliklinik Bagian THT-KL Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang



Oponen



: dr. Irwandanon



Notulen



: dr. Adrian Erindra



Moderator



: dr. Rossy Rosalinda, Sp.THT-KL



Pembimbing



: dr. Al Hafiz Sp.THT-KL dr. Sukri Rahman Sp.THT-KL (K), FICS dr. Dolly Irfandy Sp. THT-KL



Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil, Padang 2016



0



Penatalaksanaan Pseudokista Daun Telinga dengan Menggunakan Teknik Bolster Ferdy Azman



Abstrak Pendahuluan: Pseudokista daun telinga merupakan pembesaran kistik asimptomatis non inflamasi tanpa disertai nyeri, idiopatik serta relatif jarang ditemukan, biasanya berlokasi di daerah lateral atau posterior daun telinga. Etiologi definitif penyakit ini masih belum jelas, akan tetapi diperkirakan adanya trauma tekan yang konstan pada daun telinga dapat menjadi faktor pencetus terbentuknya pseudokista. Tatalaksana terutama dilakukan dengan tujuan untuk mencapai resolusi komplit, mencegah kemungkinan terjadinya rekurensi serta mempertahankan struktur daun telinga. Injeksi kortikosteroid, aspirasi jarum, serta teknik penekanan merupakan modalitas tatalaksana yang umum dilakukan. Teknik penekanan dengan bolster merupakan suatu teknik penekanan dari kedua sisi dengan menggunakan kasa. Laporan Kasus: Dilaporkan 2 kasus pasien yang dilakukan prosedur dengan bolster. Kasus pertama pasien laki-laki 35 tahun dengan pseudokista daun telinga kanan. Kasus kedua pasien laki-laki 49 tahun dengan pseudokista daun telinga kanan yang rekuren. Kesimpulan: Tatalaksana pseudokista daun telinga dengan penekanan menggunakan bolster merupakan metode yang aman dan efektif, murah, serta minimal risiko untuk terjadinya rekurensi Kata kunci: pseudokista daun telinga, seroma daun telinga, bolster Abstract Introduction:. Pseudocyst of auricle is an asymptomatic, painless, non-inflamed, idiopatic and uncommon cystic swelling, usually found in lateral or posterior of auricle. Definitive etiology of this conditions remains elusive. However, it is proposed that a constant friction on the auricle could induce the formation of pseudocyst. Management of auricle pseudocyst mainly purposed to achieved complete resolution and to prevent recurrence and to maintain the auricle architecture. Corticosteroid injection, needle aspiration and compression technique are some of the common management technique for this condition. Compression technique with bolster is a compression technique on both sides of the auricle using gauze. Case report: Two cases of patient which treated with bolster technique has been reported. First case is a 35-years-old male with pseudocyst of auricle on the right ear. Second case is a 49years-old male with recurrent pseudocyst of auricle on the right ear. Conclusion:



1



treatment of auricle pseudocyst using bolster methods can be advantageous as it is safe, effective, cheap and can suppress risk of recurrence Keywords: auricular pseudocyst, auricular seroma, bolster Pendahuluan Pseudokista daun telinga, dikenal juga dengan istilah seroma pseudoaurikula, pseudokista enkondral, kista intrakartilago, dan kondromalasia kistik.1 Kondisi ini secara klinis memiliki karakteristik berupa pembesaran kistik asimptomatis biasanya berukuran 1 hingga 5 cm, non inflamasi tanpa disertai nyeri, bersifat jinak dan idiopatik serta jarang terjadi, umumnya berlokasi di daerah anterior atau posterior dari heliks, permukaan lateral atau anterior dari aurikula, terutama pada fossa scaphoid atau triangular.2 Pseudokista daun telinga disebabkan oleh akumulasi cairan intrakartilago. Pada umumnya, pseudokista daun telinga biasanya terbentuk dalam 4 hingga 12 minggu. Kondisi ini biasanya sulit untuk ditatalaksana karena seringnya terjadi rekurensi dan adanya deformitas aurikula yang lainnya.2 Hasil dari drainase kista ini menghasilkan cairan yang steril, kental serta kaya akan glikosaaminoglikan. Berdasarkan sebuah penelitian, pseudokista daun telinga secara predominan terjadi pada pria muda (93%) dan sebagian besar bersifat unilateral (87%). Meskipun Engel melaporkan penyakit ini pertama kali di populasi Cina pada tahun 1966,



tidak tampak adanya perdisposisi ras pada pseudokista daun telinga. Adanya predisposisi ras (khususnya cina) memang dilaporkan pada laporan demografis Engel, tetapi penyakit ini juga ditemukan dalam jumlah yg cukup besar di negara-negara lain.3 Etiologi dari penyakit ini masih belum diketahui, akan tetapi, banyak ahli berpendapat bahwa trauma minor berulang yang menyebabkan terbentuknya pseudokista ini, terutama pada pasien dengan defek kongenital intrakartilago yang sudah ada sebelumnya yang berkaitan dengan saluran vaskuler dan limfe.4 Para ahli lain berpendapat bahwa pseudokista disebabkan oleh degenerasi kartilago yang disebabkan oleh dilepaskannya enzim kondrosit lisosom.5 Secara histologis, pseudokista aurikula memiliki karakteristik berupa kavitas intrakartilago yang kekurangan lapisan epitel, sehingga disebut pseudokista. Ditemukan pula penipisan irregular dan hialinisasi kartilago perifer pada kavitas tersebut. Tahap lanjut dari pseudokista juga dapat menunjukkan adanya fibrosis intrakartilago dan jaringan granulasi.6 Dikutip dari Lim et al dalam review histologis dari 16 kasus, menemukan adanya infiltrat mononuklear perivaskuler dengan predominan limfosit pada seluruh kasus. Respon 2



inflamasi ini, yang terlihat pada jaringan konektif yang berada di dekat permukaan segmen anterior kartilago aurikula, berlawanan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pseudokista merupakan penyakit non inflamasi. Aspirasi jarum dari lesi tersebut menghasilkan cairan sewarna minyak kekuningan, kental, dan mengandung albumin serta memiliki osmolaritas, glukosa dan konsentrasi protein yang mirip dengan plasma.7 Diagnosis dilakukan berdasarkan manifestasi klinis dan tidak adanya tanda-tanda infeksi. Diagnosis diferensial dari pseudokista daun telinga mencakup selulitis, polikondritis relaps, kondrodermatitis heliks dan hematoma subperikondrial sekunder terhadap trauma.3 Tatalaksana yang ideal untuk penyakit ini sangatlah beragam menurut literatur. Hasil terbaik didapatkan dengan teknik drainase insisi, diikuti oleh obliterasi kimia dan mekanis seperti dressing penekanan dengan bolster serta jahitan kompresi.4 Anatomi Telinga memiliki bentuk yang unik secara morfologi. Lapisan kulit pada permukaan lateral berbeda dari bagian medialnya. Kulit permukaan lateral menempel dengan erat pada perikondrium dan kurang akan jaringan subkutan.8 Lapisan fasial antara kulit dan perikondrium mengandung pembuluh



pleksus subdermis. Permukaan medial telinga memiliki kulit yang tidak menempel erat yang mengandng lemak subkutan. Sehingga, kulit pada bagian medial akan lebih tebal jika dibandingkan dengan bagian lateralnya serta memiliki mobilitas yang lebih tinggi. Lapisan kulit medial merupakan tempat donor yang baik untuk skin graft dan flap. Struktur tulang dari telinga terdiri dari kartilago elastis, yang memenuhi dua pertiga dari aurikula. Kemampuan kartilago ini untuk menjadi fleksibel sambil mempertahakankan kontur topografis yang kompleks, membedakannya dari bentuk kartilago organ lainnya yang lebih kaku seperti pada septum nasi atau iga. Sehingga jika dilakukan rekonstruksi menggunakan kartilago dari iga ataupun septum, menghasilkan aurikula post rekonstruksi yang lebih kaku. 9 Telinga luar terdiri dari kerangka kartilago yang kompleks dan terdiri dari banyak lipatan dan involusi, yang membuat rekonstruksi telinga menjadi suatu hal yang cukup menantang (gambar 1). Tiga tingkatan kartilago membentuk kompleks konka, kompleks antiheliks-antitragus dan kompleks heliks-lobus. Terdapat beberapa elemen vital pada telinga ‘normal’ – scapha, konka, heliks, antiheliks, tragus, dan lobus. Elemen lainnya yang tidak begitu vital adalah lekukan antitragus, antitragus, dan tuberkel Darwin.8,9



3



Gambar 1. Gambaran anatomis aurikula8



Aurikula terbentuk dari cabang brankial pertama (mandibular) dan kedua (hyoid) pada minggu ketiga hingga keenam masa gestasi dan mengalami inervasi sesuai dengan tempat asalnya. Nervus aurikula mayor, dari percabangan nervus III (okulomotorius) mempercabangi bagian anterior dan posterior yang mensyarafi tragus dan crus heliks dari cabang brankial pertama. Nervus aurikulotemporal, cabang dari nervus V (trigeminus) dan nervus oksipital minor, dari percabangan nervus II (optikus), menginervasi struktur arkus brankial yang kedua (heliks, scapha, antiheliks, konka, antitragus, lobus dan meatus auditorius eksterna). Kemudian, meatus auditorius eksterna mendapat inervasi saraf sensoris dari percabangan nervus glosofaringeal dan



nervus Arnold, yang merupakan cabang aurikular dari nervus vagus.8,9 Suplai vaskuler pada telinga luar terdiri dari dua jaringan terhubung yang membentuk cabang aurikula posterior dan arteri temporal superfisial, keduanya merupakan percabangan dari arteri karotis eksterna. Pembuluh vena terdiri dari aurikula posterior, temporal superfisial dan vena retromandibular. Pembuluh limfe diduga berasal dari bentuk embrionya, dimana pembuluh aurikula superior menuju nodus mastoid dan nodus servikal superior sedangkan pembuluh limfe konka dan meatus menuju nodus parotis dan 8,9 infraklavikula. Seiring dengan pertumbuhan telinga dari masa anak-anak menjadi dewasa, anatomisnya tetap sama, akan



4



tetapi kartilagonya menjadi semakin kurang lentur. Terdapat beberapa proporsi anatomis untuk estetika telinga normal. ketika kepala sedang pada posisi anatomis, telinga berada pada permukaan yang membentang antara alis hingga kolumela sepanjang kurang lebih 6-7 cm secara posterior terhadap pinggiran orbita lateral. Axis panjang telinga pada sebagian besar orang terletak pada sudut 15-20° secara posterior dari nasal bridge. Lebar telinga kira-kira sebesar 50-65% dari panjangnya jika diukur secara tegak lurus terhadap axis panjang (lebar 3.0-4.5 cm, panjang 5.5-7.5 vm). Aspek inferolateral dari heliks menonjol sebesar 1.5 – 2.0 cm dari kepala pada sudut 21-30°. Memahami anatomi normal serta proporsi estetika telinga luar merupakan kunci untuk prosedur rekonstruktif. 8 Sejarah Kasus pertama pseudokista daun telinga didokumentasikan pada pertengahan 1800, yaitu pada tahun 1846, ketika Hartmann melaporkan pembengkakan kistik daun telinga pada 12 pasien. Lebih lanjut pada tahun 1866, setelah melakukan pemeriksaan histopatologi terperinci, Meyer menginterpretasikan lesi yang serupa dan menyebutnya 10 ‘kondromalasia’. Hansen juga melaporkan penemuannya akan 6 kasus pada pria dewasa sehat dan menyebut penyakit ini sebagai kista intrakartilago, akan tetapi kemudian



setuju bahwa istilah ‘pseudokista’ lebih tepat untuk digunakan.4 Lesi ini telah dikenal dengan istilah seroma aurikula pseudokista endokondral, kista intrakartilago, kondromalasia kistik dan kondromalasia kistik idiopatik jinak. Karena penyakit ini tidak umum ditemukan, pseudokista daun telinga bisa jadi mengalami misdiagnosis sehingga tidak dilaporkan oleh para klinisi.3 Etiologi Meskipun banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan etiologi dari pseudokista aurikula, penyebab definitif belum dapat dijelaskan. Awalnya, etiologi ini dijelaskan pada tahun 1966, ketika itu dikemukakan bahwa aktivitas enzim lisosom ekstraselular dapat memicu terbentuknya pseudokista. Akan tetapi, penelitian lainnya tidak menemukan bukti adanya peningkatan lisosom dengan mikroskop elektron ataupun analisis cairan pseudokisa, sehingga mematahkan hipotesis awal ini.11 Teori lainnya mengemukakan bahwa terdapat defek embriologis yang meninggalkan jaringan residu di aurikula, sehingga menjadi faktor predisposisi bagi seseorang untuk membentuk pseudokista. Defek ini membuat aurikula menjadi lebih rentan terhadap luka atau trauma minor yang kemudian menyebabkan membesarnya jaringan residu tersebut yang diikuti dengan akumulasi cairan.12 5



Gambar 2. Perdarahan aurikula9



Setelah mengamati adanya infiltrasi limfositik perivaskuler pada pemeriksaan histologis, para ahli berpendapat akan adanya kaskade inflamasi yang terlibat dalam etiologi pembentukan pseudokista.7 Infiltrat limfosit yang ditemukan dalam spesimen eksisi pseudokista juga telah dilaporkan.5 Akan tetapi, hal ini juga dibantah oleh peneliti lain yang menggambarkan pseudokista sebagai lesi non inflamasi, yang menemukan kurangnya infiltrat limfosit



perivaskuler pada pemeriksaan 13 histologi. Salah satu hipotesis yang mendapat banyak dukungan menyatakan bahwa trauma ringan kronis memiliki peranan penting dalam pembentukan pseudokista. Misalnya, gesekan kronis yang terjadi akibat aktivitas sehari-hari seperti membawa beban pada bahu atau berbaring di bantal yang keras semalaman dapat menyebabkan terjadinya produksi berlebih dari glikosaminoglikan, yang menyebabkan nekrosis kartilago 6



iskemik kompresif.12 Kumpulan mikrokista yang ada kemudian bersatu untuk membentuk pseudokista. Akan tetapi, perlu diingat bahwa hanya sedikit sekali dari pasien yang menyatakan adanya riwayat trauma ataupun aktivitas sehari-hari yang menyebabkan gesekan yang dapat mendukung teori ini.14 Serupa dengan teori ini, teori lain juga mengemukakan bahwa adanya gesekan yang konstan pada telinga yang disebabkan oleh penggunaan helm sepeda motor atau earphone dapat mengakibatkan iskemik perikondral dan degenerasi kartilago serta pembentukan 15 pseudokista. Peningkatan kadar lactate dehydrogenase (LDH) 4 dan 5, sebagaimana juga dengan ditemukannya hemosiderin pada cairan pseudokista, mendukung teori ini. Pada kartilago aurikula, LDH 4 dan 5 merupakan komponen enzim utama, sehingga adanya trauma harian pada kartilago dapat menyebabkan dilepaskannya enzim ini yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya.3 Baru-baru ini, teori dengan basis hormonal telah dikemukakan; teori ini dikemukakan sehubungan dengan fakta adanya predominansi pria pada kasus pseudokista daun telinga. Dikemukakan bahwa adanya pengaturan hormon spesifik-gender yang mempengaruhi potensi aktivasi sitokin sebagai respon terhadap trauma ringan kronis pada pria dan wanita.



Testosteron telah terbukti dapat memicu produksi interleukin (IL) dari monosit, terutama interleukin IL-1β.5 Interleukin ini, ditemukan pada cairan pseudokista, diketahui memiliki peranan penting pada kaskade inflamasi. Berlawanan dengan hal ini, estradiol dan progesteron diketahui memiliki efek inhibisi terhadap mediator inflamasi yang serupa, yang menurunkan respon terhadap trauma ringan pada wanita.12 Inhibisi yang disebabkan oleh hormon ini mencegah terjadinya kaskade inflamasi yang berperan dalam destruksi kartilago, sehingga melindungi wanita dari pembentukan pseudokista aurikula.3 Gambaran Histologi dan Diagnosis Pemeriksaan histologi pada pseudokista aurikula menunjukkan adanya ruang kistik intrakartilago, yang memiliki ciri khas kurangnya lapisan epitel. Dindingnya mengandung material eosinofil yang tak berbentuk, sering dengan celah kecil. Terdapat fibrosis lokal pada pinggiran kista, yang diduga akan meningkat seiring dengan lamanya usia pseudokista tersebut.16 Dermis dan epidermis terlihat relatif normal. Kartilago yang berdekatan dengan area kista menampakkan adanya perubahan degeneratif dengan inflamasi 13 minimal. Penelitian terbaru melaporkan adanya infiltrat inflamasi yang sebagian besar terdiri dari limfosit.16 Pada sebuah kasus yang diteliti pada 16 pasien, peneliti 7



melaporkan adanya inflamasi perivaskuler limfositik yang superfisial pada degenerasi kartilago aurikula. Sebagai tambahan, adanya tanda-tanda dini dari jaringan granulasi dan fibroplasia yang terlihat dalam beberapa hari pertama setelah adanya gejala klinis, secara perlahan menjadi lebih menonjol pada lesi yang lebih lanjut.17 Pada kasus-kasus tanpa adanya pemeriksan histopatologi, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dimana pasien biasanya mengeluhkan adanya pembengkakan yang tidak nyeri dan berisi cairan pada sepertiga atas aurikula, dengan kulit sekitarnya normal atau sedikit meradang.18 Diagnosis juga ditegakkan dengan menilai karakteristik dari cairan yang diaspirasi yaitu berupa cairan jernih yang tidak dilapisi oleh epitel, cairan ini dapat berisi jaringan granulasi ataupun fibrosa.11 Biasanya juga tidak ditemukan adanya bukti infeksi. Diagnosis diferensial dari penyakit ini adalah hematoma superikondral sekunder terhadap trauma, kondrodermatitis heliks, selulitis, kista epidermis, perikondritis trauma, kista dermoid, abses dan polikondritis relaps.19 Tatalaksana Meskipun saat ini telah ditemukan beberapa pilihan terapi untuk pseudokista aurikula, masih terdapat tingkat rekurensi yang tinggi pada pasien. Beberapa terapi juga



berisiko akan kerusakan kartilago atau adanya distorsi/deformitas yang jelas pada aurikula.12 Akan tetapi, penundaan tatalaksana dapat menyebabkan deformitas aurikula yang signifikan, sehingga intervensi harus segera dipertimbangkan. Tujuan dari tatalaksana adalah untuk mencapai resolusi pseudokista sehingga tidak terjadi rekurensi dengan tetap mempertahankan struktur aurikula.5 Terapi konservatif pada pseudokista daun telinga telah dilakukan dengan cara pemberian injeksi kortikosteroid – triamsinolon 20 mg ke dalam kavitas pseudokista.20 Terapi konservatif tersebut diatas dilaporkan dengan tingkat keberhasilan sedang. Adanya risiko atropi dan deformitas aurikula permanen membatasi penggunaan modalitas ini.21 Agen injeksi lainnya yang potensial adalah minosiklin, yang berperan sebagai sklerosan dan agen anti inflamasi dengan supresi LDH 4 dan 5.2 Meskipun terdapat penelitian kasus tunggal yang menunjukkan keefektifan minosiklin, hasil review literatur menunjukkan keterbatasan dalam kesembuhan jangka panjang.12 Aspirasi jarum merupakan teknik operasi yang paling sering digunakan untuk menatalaksana pseudokista aurikula. Akan tetapi, jika dilakukan secara independen, biasanya lesi akan mengalami rekurensi dalam 1 minggu.7 Untuk menurunkan tingginya tingkat rekurensi ini, dressing kompresi biasanya digunakan 8



bersamaan dengan aspirasi. Pada penelitian kasus berskala kecil yang terdiri atas 10 pasien, cetakan plaster Paris digunakan untuk kompresi telinga selama 2 minggu setelah dilakukannya aspirasi pseudokista. Pada follow up setelah 1 tahun, resolusi komplit diamati pada seluruh pasien.12 Penelitian lain melaporkan tingkat keberhasilan sedang pada penggunaan dressing kompresi setelah dilakukannya intervensi bedah, yang menyebabkan resistensi dan rekurensi pseudokista.5 Metode lainnya yang serupa, yaitu menggunakan tindakan bolster dengan kancing, yaitu dengan menjahitkan kancing baju steril pada sisi anterior dan posterior aurikula untuk mengkompresi jaringan longgar yang terjadi akibat dekompresi kartilago. Kancing baju ini dipertahankan selama 5 hingga 7 hari untuk mencegah rekurensi pseudokista. Tindakan ini menurunkan tingkat rekurensi hingga lebih dari 60%, akan tetapi rekurensi masih ditemukan, biasanya dalam minggu pertama setelah tindakan bedah.22 Lebih lanjut, meningkatnya ketebalan telinga terlihat dalam jumlah yang signifikan pada pasien sebagai akibat dari tindakan bedah. Penelitian lainnya telah melaporkan ditemukannya perikondritis, fibrosis, menurunnya kekuatan kartilago dan deformitas telinga cauliflower yang terjadi sebagai akibat prosedur tersebut.20



Dilakukannya teknik membuka atap kista (deroof) pada pseudokista setelah dilakukan insisi dan drainase merupakan alternatif yang sederhana, aman dan efektif serta meningkatkan tingkat resolusi pada pasien yang telah gagal ditatalaksana secara konservatif.4 Pada penelitian yang melibatkan 20 pasien yang memiliki lesi sebagai efek samping dari aspirasi atau tindakan bedah dengan kancing. Dilakukan dengan anestesi lokal, bagian dasar dari pseudokista dikuretase dengan hati-hati dan dikauter. Tindakan ini dapat menyingkirkan kartilago yang terdegenerasi, yang diasumsikan sebagai penyebab terjadinya rekurensi. Dilaporkan resolusi komplit pada 20 pasien tersebut dengan menggunakan teknik ini, pada follow up 1 hingga 3 bulan. Akan tetapi, harus diingat bahwa teknik ini memerlukan komitmen waktu dan saran baik dari dokter.19



Gambar 3. Teknik bolster menggunakan kassa23



9



LAPORAN KASUS Kasus pertama Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 29 Juli 2016. Keluhan utama pasien adalah bengkak pada daun telinga kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pada telinga kanan tidak ada, riwayat trauma pada telinga tidak ada, telinga kanan pasien sering terhimpit saat tidur sebelumnya, riwayat gigitan serangga tidak ada. Pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas normal Pemeriksaan hidung dan tenggorok dalam batas normal. Pemeriksaan pada daun telinga kanan ditemukan adanya edema, tidak hiperemis, tidak terdapat nyeri tekan (gambar 4). Liang telinga kanan ditemukan dalam batas normal. Pemeriksaan pada telinga kiri seluruhnya dalam batas normal. Diagnosis kerja pada kasus ini adalah pseudokista daun telinga kanan. Direncanakan untuk dilakukan insisi dan ekplorasi pseudokista dalam general anastesi. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, PT, APTT, didapatkan dalam batas normal. Tanggal 1 Agustus 2016 dilakukan operasi. Pasien tidur terlentang di meja operasi dalam general anestesi. Dilakukan aseptik dan antiseptik di lapangan operasi. Dilakukan infiltrasi dengan adrenalin 1:200.000 pada percabangan arteri temporal superfisial daun telinga kanan. Dilakukan insisi pada daerah



konka secara horizontal, keluar cairan bening ± 2 cc, dilakukan ekplorasi hingga bersih. Selanjutnya dilakukan pemasangan bolster dengan kasa pada sisi anterior dan posterior daun telinga, difiksasi dengan penjahitan benang silk 3.0. Telinga kanan ditutup dengan kassa, operasi selesai. Diagnosis pasca operasi adalah post insisi dan eksplorasi pseudokista daun telinga kanan. Diberikan terapi IVFD RL 8 jam/kolf, drip tramadol 50 mg dalam infus RL, seftriakson 2x1 gram intravena. Follow up hari pertama pasca operasi, terdapat nyeri pada telinga kanan, keluar cairan dari kassa tampon telinga tidak ada, demam tidak ada. Pasien boleh pulang dan diberikan terapi klindamisin 3x300 mg per oral, asam mefenamat 3x500 mg per oral. Kontrol 3 hari lagi ke poliklinik THT-KL. Tanggal 5 Agustus 2016 (empat hari pasca operasi) pasien kontrol ke poliklinik THT-KL dengan keluhan nyeri telinga masih ada. Pemeriksaan fisik keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal. Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Telinga kanan terpasang tampon, darah mengalir tidak ada, pus tidak ada. Pasien didiagnosis dengan post insisi dan eksplorasi pseudokista daun telinga. Pasien diberi terapi clindamicyn 3x150 mg dan asam mefenamat 3x500 mg.



Pada tanggal 8 agustus 2016 (satu minggu pasca operasi) pasien kontrol dengan keluhan tidak ada.



10



Pemeriksaan fisik, keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal. hidung dan tenggorok dalam batas normal. Telinga kanan terpasang kassa tampon. Pasien dilakukan pelepasan pada Bolster. Evaluasi pada telinga kanan edem minimal, fluktuatif tidak ada, hiperemis tidak ada, pus tidak ada. Pada tanggal 15 agustus 2016 (2 minggu pasca operasi) pasien kontrol dengan keluhan tidak ada, bengkak di telinga tidak ada. Pemeriksaan fisik, teinga kanan udem tidak ada, hiperemis tidak ada, komplikasi seperti cauliflower ear tidak ada. Pada tanggal 30 september 2016 (2 bulan pasca operasi) pasien kontrol dengan keluhan tidak ada, bengkak ditelinga kanan tidak ada. Kasus Kedua Seorang laki-laki usia 49 tahun datang ke poliklinik THT-KL RS Swasta Padang pada tanggal 8 agustus 2016 dengan keluhan utama bengkak pada daun telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu, sebelumnya pasien merasakan bengkak ditelinga 1 bulan yang lalu dan pasien telah dilakukan aspirasi dan pemasangan gips pada telinga kanan di RS Swasta 3 minggu yang lalu. Nyeri pada telinga kanan tidak ada, riwayat trauma pada telinga tidak ada, telinga kanan pasien sering terhimpit saat memakai helm, riwayat gigitan serangga tidak ada, demam, batuk dan pilek tidak ada. Pada pemeriksaan fisik status generalis hasil dalam batas normal



Pada pemeriksaan fisik didapatkan hidung dan tenggorok dalam batas normal. Pemeriksaan telinga kanan adanya edema, fluktuatif, luka robek tidak ada, tidak terdapat nyeri tekan (gambar 5). Pemeriksaan liang telinga kanan ditemukan dalam batas normal. Pemeriksaan pada telinga kiri seluruhnya dalam batas normal. Pemeriksaan darah lengkap dan konsul penyakit dalam yang dilakukan sehubungan dengan rencana tindakan operasi, didapatkan hasil dalam batas normal. Tanggal 9 agustus 2016 dilakukan operasi. Pasien tidur terlentang di meja operasi dalam general anestesi. Dilakukan aseptik dan antiseptik di lapangan operasi. Dilakukan infiltrasi dengan adrenalin 1:200.000 pada percabangan arteri temporal superfisial pada daun telinga kanan. Dilakukan insisi pada daerah konka secara horizontal, keluar cairan bening ± 1 cc, dilakukan ekplorasi hingga bersih. Selanjutnya dilakukan pemasangan Bolster dengan kasa pada sisi anterior dan posterior daun telinga, difiksasi dengan penjahitan benang silk 3.0 sehingga bolster kassa anterior dan posterior terfiksasi. Telinga kanan ditutup dengan kassa tampon, operasi selesai. Diagnosis pasca operasi adalah post insisi dan eksplorasi pseudokista daun telinga kanan. Diberikan terapi IVFD RL 8 jam/kolf, drip tramadol 50 mg dalam infus RL, seftriaxon 2x1 gr intravena. 11



Keterangan gambar: Gambar 4a: sebelum operasi Gambar 4b: pemasangan bolster bagian belakang Gambar 4c: pemasangan bolster bagian depan Gambar 4d: follow up 1 minggu setelah operasi Gambar 4e: follow up 2 bulan setelah operasi



Gambar 5a. Kasus 2Sebelum operasi Gambar 5b. Kasus 2. Setelah operasi (follow up 2 bulan)



12



Follow up hari pertama pasca operasi, terdapat nyeri pada telinga kanan, keluar cairan dari tampon telinga tidak ada, demam tidak ada. Pasien boleh pulang dan diberikan terapi klindamisin 3x300 mg per oral, asam mefenamat 3x500 mg per oral. Kontrol 3 hari lagi ke poliklinik THTKL. Tanggal 13 Agustus 2016 (empat hari pasca operasi) pasien kontrol ke poliklinik THT-KL dengan keluhan tidak ada. Pemeriksaan fisik keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal. Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Telinga kanan terpasang kassa tampon, darah mengalir tidak ada, pus tidak ada. Pasien didiagnosis dengan post insisi dan eksplorasi pseudokista daun telinga kanan. Pasien diberi terapi klindamisin 3x300 mg. Pada tanggal 16 agustus 2016 (satu minggu pasca operasi) pasien kontrol dengan keluhan tidak ada. Pemeriksaan fisik, keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal. Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Telinga kanan terpasang kassa. Pasien dilakukan pelepasan pada bolster. Evaluasi pada telinga kanan edem tidak ada, fluktuatif tidak ada, hiperemis tidak ada, pus tidak ada. Pada tanggal 30 september 2016 (2 bulan pasca operasi) pasien kontrol dengan keluhan tidak ada, bengkak ditelinga kanan tidak ada.



Diskusi Telah dilaporkan dua kasus yang telah dilakukan prosedur insisi dan eksplorasi pseudokista auricular dengan teknik bolster yaitu pada kasus pertama laki-laki, 35 tahun dengan pseudokista aurikula dekstra telah dilakukan insisi dan eksplorasi pseudokista dengan teknik bolster. Kasus kedua pada pasien laki-laki, 49 tahun dengan pseudokista aurikula dekstra telah dilakukan insisi dan eksplorasi pseudokista dengan teknik bolster. Sedangkan untuk kecenderungan lokasi pseudokista apakah lebih dominan pada telinga kiri atau kanan, secara teori, hal ini cenderung pada kebiasaan sehari-hari pasien yang membuat satu telinga lebih sering terpapar pada gesekan jika dibandingkan dengan telinga lainnya, seperti kebiasaan tidur yang lebih sering miring ke kanan, pemakaian earphone, dan lain-lain.12 Adanya predisposisi pseudokista pada pria jika dibandingkan dengan wanita, yaitu sebesar 93% ditemukan pada pria muda sebagaimana yang dilaporkan oleh Ramadass3, sesuai dengan kasus yang ditemukan. Kedua pasien yang didiagnosa dengan pseudokista berjenis kelamin pria. Pseudokista daun telinga juga cenderung untuk bersifat unilateral (87%)3, yang juga ditemukan pada kedua kasus ini.



13



Secara umum, tatalaksana pseudokista yang efektif diharapkan adanya resolusi komplit tanpa adanya rekurensi. Adanya reakumulasi dari cairan kista hampir selalu terjadi setelah dilakukan aspirasi cairan sederhana ataupun insisi dan drainase. Untuk mencegah rekurensi, digunakan teknik bolster atau kompresi setelah dilakukannya drainase. Teknik bolster dilakukan dengan menggunakan bolster kapas ataupun kasa, penutup, prostese telinga kompresif aquaplast, kompresi dengan menggunakan klip ataupun teknik bolster dengan menggunakan kancing baju telah dilakukan dengan sukses.2 Penggunaan teknik bolster sebagai tatalaksana pseudokista aurikula pertama kali dijelaskan oleh Cohen dan Katz.11 Tidak lama setelah dilakukannya insisi kista, mereka memberikan asam trikloroasetat 50% secara intrakavitas untuk memicu terjadinya fibrosis. Untuk memungkinkan adanya penekanan pada permukaan, bekas luka operasi kemudian dijahit dengan bantuan kancing baju yang ditempatkan pada permukaan anterior dan posterior aurikula. Tidak ditemukan adanya rekurensi pada 9 bulan setelah tindakan. 22 Sebagai tindak lanjut dari aspirasi atau drainase kista, kompresi tekanan dan teknik bolster tanpa dilakukan medikasi intralesi telah dilaporkan keefektifannya. Dikutip dari salah satu penelitian Ophir dan Marshak, yang menatalaksana



Sembilan pasien dengan pseudokista aurikula dengan menggunakan teknik aspirasi dan teknik bolster.22 Tidak ditemukan rekurensi pada semua pasien, serta hasil yang didapatkan terlihat layak secara kosmetik.22 Pada kasus ini, pertama-tama dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan pada daerah chonca secara horizontal yang kemudian diekplorasi dan dikuret hingga bersih. Setelahnya dilakukan pemasangan bolster dengan kassa pada sisi anterior dan posterior daun telinga, difiksasi dengan penjahitan benang silk 3.0 sehingga bolster kassa anterior dan posterior terfiksasi. Telinga kanan kemudian ditutup dengan tampon. Kassa dipilih sebagai bolster karena murah, mudah didapat, serta aman dan dapat diterima oleh tubuh.24 Di sisi lain, penggunaan gips kurang efektif karena sifatnya yang kedap udara dapat menimbulkan terjadinya gesekan konstan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya 21 rekurensi. Berdasarkan penelitian yang telah ada, serta hasil tatalaksana pada pasien, pemberian medikamentosa tambahan seperti kortikosteroid ataupun asam triklorasetat intralesi yang juga bertujuan untuk kompresi lesi diasumsikan tidak perlu, karena dapat digantikan dengan teknik bolster kasa atau kancing baju. Sebagai metode yang aman dan efektif, terutama jika dibandingkan dengan penggunaan agen injeksi ataupun 14



teknik bedah yang lebih rumit yang berisiko akan deformitas dan rekurensi, teknik insisi dan drainase serta teknik bolster dapat digunakan sebagai pilihan utama untuk tatalaksana pseudokista daun telinga2.



6.



Kesimpulan 1. Pseudokista merupakan kelainan pada daun telinga dengan risiko rekurensi yang tinggi. 2. Teknik Bolster merupakan tatalaksana yang aman dan efektif untuk pseudokista. 3. Prosedur teknik bolster relatif mudah, aman dan dapat mengurangi risiko terjadinya rekurensi.



8.



7.



9.



10.



DAFTAR PUSTAKA 11. 1.



2.



3.



4.



5.



Paul A, Pak H, Welch M, Toner C. Pseudocyst of the auricle: diagnosis and management with a punch biopsy. J Am. 2001. Han A, Li L, Mirmirani P. Successful Treatment of Auricular Pseudocyst Using a Surgical Bolster : A Case Report and Review of the Literature. 2006;44106:102-104. Ramadass T, Ayyaswamy G. pseudocyst of auricle etiopathogenesis , treatement update and literature review. 2006;58(2):6-9. Khan NA, Ahmad S. Pseudocyst of Pinna and Its Treatment with Surgical Deroofing: An Experience at Tertiary Hospitals. 2013;(2). Kanotra SP, Lateef M. Pseudocyst of pinna : a recurrence-free approach. Am J Otolaryngol Neck Med Surg. 2009;30(2):73-79.



12.



13.



14.



15.



16.



Laschen J, Datema FR, Lohuis PJFM. Bilateral Auricular Pseudocyst : Recognizing and Treating. 2014:690-694. Rehman A, Sangoo MA, Hamid S, Wani AA, Kirmani MH, Khan NA. Recurrent Pseudocyst Pinna : A Rational Approach to Treatment. 2013;3(7):1-4. Cheney ML, Tessa AH, Vito CQ. Reconstruction of The Auricle. Baker Local Flaps in Facial Reconstruction. Second Edition. Mosby. USA; 2007. 581-624 Hanson SE, Ashis YM, Michael LB. Ear Reconstruction. Local Flaps in Facial Reconstruction, Saunders. Second Edition. Vol 126.; 2010. 55-72. Khan K, Mondal K, Guha M, et al. Bilateral recurrent auricular pseudocyst : Importance of fineneedle aspiration cytology and lactate dehydrogenase estimation. 2013;19(4):208-210. Cohen V, Fortier-riberdy G, Saliba I, Davar S. A Case of Auricular Pseudocyst. 2016:2-3. Sheaffer A, Sahu J, Lee J. Pseudocyst of the Auricle: An Uncommon Entity of the Ear. Now patients can Spend less time. 2012. Weedon D. Weedon’s Skin Pathology: Expert Consult-Online and Print.; 2009. Purwar A, Shetty V, Khanna S, Gupta S. Pressure appliance to prevent the recurrence of auricular seroma : A new clinical trial. J Oral Biol Craniofacial Res. 2012;3(1):42-44. Ruda JM, Piliang M, Anne S. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology Pseudocyst of the auricle in a very young child . Int J Pediatr Otorhinolaryngol Extra. 2014:3-5. Elston D. Lever’s Histopathology of the Skin. J Am Acad Dermatol. 15



17.



18.



19.



20.



21.



2009. Accessed September 7, 2016. Ming LC, Hong GY, Shuen CS, Lim L. Pseudocyst of the Auricle : A Histologic Perspective. 2004;(July):1281-1284. Avuzer REHAY. Recurrent Auricular Pseudocyst : A New Treatment Recommendation With Curettage and Fibrin Glue. 2003:1080-1083. Patigaroo SA, Mehfooz N, Patigaroo FA, Kirmani MH, Waheed A, Bhat S. Clinical characteristics and comparative study of different modalities of treatment of pseudocyst pinna. Eur Arch Oto-Rhino-Laryngology. 2012;269(7):1747-1754. Bage A, Bage N. Pseudocyst of the auricle: management options. Natl J. 2012. Singh D, Goswami R, Dudeja V. Management of Auricular Pseudocyst : A Comparative Study.



22.



23.



24.



2014;2(5):457-462. Goktay F, Aslan C. Successful treatment of auricular pseudocyst with clothing button bolsters alone. J Dermatolog Treat. 2011;22(5):285-287. Midface - Additional material - AO Surgery Reference. https://www2.aofoundation.org/wp s/portal/!ut/p/a0/04_Sj9CPykssy0x PLMnMz0vMAfGjzOKN_A0M3 D2DDbz9_UMMDRyDXQ3dw9w MDAzMjfULsh0VAbWjLW0!/?b one=CMF&segment=Midface&sh owPage=A&contentUrl=srg/popup /additional_material/92/X70examination.jsp. Accessed September 7, 2016. Kim TY, Kim DH, Yoon MS. Treatment of a recurrent auricular pseudocyst with intralesional steroid injection and clip compression dressing. Dermatologic Surg. 2009;35(2):245-247.



16