Case Report Hifema [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CASE REPORT



HIFEMA OD



Disusun oleh:



Selly Famela Chasandra (1102012265) Preseptor:



dr. Laila Wahyuni, SpM



KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU MATA PERIODE 3 JANUARI 2017 – 3 FEBRUARI 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI BAB I STATUS PASIEN



IDENTITAS PASIEN No. CM



: 972669



Tanggal



: 10 Januari 2017



Nama



: Tn. A



Umur



: 52 tahun



Alamat



: Karang Pawitan



Pekerjaan



: Guru



ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 10 Januari 2017 Keluhan Utama



: Mata kanan nyeri sejak 2 hari SMRS



Anamnesa Khusus



: Pasien laki-laki usia 52 tahun datang dengan keluhan mata



kanan nyeri sejak 2 hari SMRS. Keluhan dialami pasien setelah sebelumnya terpukul raket saat bermain badminton. Pasien tidak mengalami perdarahan maupun penurunan kesadaran. Pasien hanya merasakan nyeri pada mata kanannya, disertai dengan mata merah dan pengelihatan yang sedikit kabur. Nyeri kepala dialami pasien disertai adanya perasaan silau. Keluhan nyeri pada mata dirasakan hilang timbul, namun kemudian dirasakan menetap dan memberat saat 1 hari SMRS. Pasien sempat melakukan pengobatan sendiri dengan obat tetes mata “CENDO LYTEERS” dan obat anti nyeri namun tidak ada perbaikan. Anamnesa Keluarga : - Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama - Riwayat penyakit hipertensi di keluarga disangkal - Riwayat penyakit diabetes di keluarga disangkal



Riwayat Penyakit Dahulu - Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya - Riwayat penyakit hipertensi disangkal - Riwayat penyakit diabetes disangkal 1



- Riwayat glaukoma disangkal - Riwayat operasi mata disangkal - Riwayat pemakaian kacamata diakui pasien (+2.50 dioptri ODS) Riwayat Sosial Ekonomi Pasien bekerja sebagai guru dan tinggal bersama anak dan istrinya Riwayat Gizi Gizi cukup PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI Visus SC



OD 0,4



OS 0,7



CC



-



-



STN



-



-



Koreksi



-



-



ADD



-



-



Posisi Bola Mata



Ortotropia



Ortotropia



Gerakan bola mata



Baik kesegala arah



Baik kesegala arah



PEMERIKSAAN EKSTERNAL



0



0



0



0 0



0



0



0



0



0 0



0 2



OS



OD



Tenang Tenang Tenang Tumbuh teratur ,



OS Tenang Tenang Tenang Tumbuh teratur,



Ap. Lakrimalis Konj. Tarsalis



madarosis (-), Trikiasis (-) Refluks (-) Hiperemis (+)



madarosis (-),Trikiasis (-) Refluks (-) Tenang



Superior Konj. Tarsalis



Hiperemis (+)



Tenang



Injeksi Siliar (+) Injeksi



Tenang



Konjungtiva (+) Jernih Sedang, Darah (+) pada 1/3



Jernih Sedang



BMD, Koagulum (+) Bulat, sentral, isokhor ± 3 mm



Bulat, sentral, isokhor ± 3 mm



+ + Coklat, Kripti (+), Sinekia (-) Jernih



+ + Coklat, Kripti (+), Sinekia (-) Jernih



OD Palpebra Superior Palpebra Inferior Margo Palpebra Silia



inferior Konj. Bulbi Kornea BMD Pupil Diameter pupil Reflex cahaya  Direct  Indirect Iris Lensa



PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSCOPY



OD



Silia Konjungtiva Kornea



OS



OD



OS



Tenang Hiperemis (+) Jernih



Tenang Tenang Jernih



3



BMD Pupil Iris Lensa Tonometri Palpasi



Darah (+) pada 1/3 BMD Bulat, sentral, isokhor Warna coklat, Kripti (+),



Sedang Bulat, sentral, isokhor Warna coklat, Kripti (+),



Sinekia (-) Jernih 16 mmHg Normal



Sinekia (-) Jernih Tidak diperiksa Normal



PEMERIKSAAN FUNDUSCOPY OS



OD



Media Refraktor Refleks Fundus Papil



OD



OS



Jernih (+) Bulat, berbatas tegas, warna



Jernih (+) Bulat, berbatas tegas, warna



kuning 0,3-0,4 2/3 Flat Jernih



kuning 0,3-0,4 2/3 Flat Jernih



CD Ratio A/V Ratio Retina Fovea Refleks RESUME



Pasien datang dengan keluhan mata kiri nyeri sejak 2 hari smrs. Keluhan disertai dengan mata merah dan pengelihatan kabur. Nyeri kepala (+), fotofobia (+). Riwayat trauma pada mata (+). Pada status oftalmologi, visus mata kanan 0,4. Pada konjungtiva tarsalis tampak hiperemis, konjungtiva bulbi terdapat injeksi siliar dan injeksi konjungtiva. Tampak darah pada 1/3 BMD. Status Oftalmologi\



OD



OS EKSTERNAL



Visus Konj. Tarsalis Superior Konj. Tarsalis inferior Konj. Bulbi BMD



0,4 Hiperemis (+) Hiperemis (+) Injeksi Siliar (+) Injeksi



0,7 Tenang Tenang Tenang



Konjungtiva (+) Sedang, Darah (+) pada 1/3



Sedang



BMD, Koagulum (+)



4



SLIT LAMP Hiperemis (+) Darah (+) pada 1/3 BMD



Konjungtiva BMD



Tenang Sedang



TONOMETRI 16 mmHg



Tidak diperiksa



DIAGNOSIS KERJA Hifema OD Grade I ec Trauma tumpul DIAGNOSIS BANDING RENCANA PEMERIKSAAN RENCANA TERAPI Nonfarmakologis 



:



Bed rest dengan elevasi kepala 300-450 (posisi semifowler)



Farmakologis



:







Prednisolon Ed 6 x 1 gtt







Cyclopentolate Ed 2 x 1 gtt







Asam Tranexamat 500 mg 3 x 1 tab







Natrium Diklofenak 50 mg 2 x 1 tab



PROGNOSIS Quo Ad Vitam



: Ad Bonam



Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI SUDUT BILIK MATA DEPAN Sudut bilik mata depan dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris1. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah2: 1. Garis Scwalbe, yang menandai berakhirnya endotel kornea. 2. Anyaman trabekula, yang terletak di atas kanal Schlemm. Pada potongan melintang, anyaman ini tampak berbentuk segitiga dengan dasar yang mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Sclemm. Bagian dalam anyaman ini yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea, sedangkan bagian luar yang berada di dekat kanal Sclemm disebut anyaman korneoscleral. Serat-serat longitudinal otot siliris menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut. 3. Taji sklera (scleral spur) merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliare dan kanal Sclemm, tempat iris dan corpus ciliare menempel.



6



Gambar 1. Anatomi bilik mata depan dan jaringan sekitarnya3



Selain ketiga struktur di atas, ada dua struktur lain yang juga membentuk bilik mata depan yaitu iris dan korpus siliaris. Iris merupakan bagian uvea sebagai perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Fungsinya untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata. Iris adalah perpanjangan dari corpus siliaris ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di bagian tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dan bilik mata belakang, yang masing – masing berisi aquaous humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot – otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.1,3 Perdarahan iris berasal dari circulus major iris. Kapiler – kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikan secara intravena. Persarafan sesoris iris melalui serabut – serabut dalam nervi seliaris.3 Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan oleh nervus occulomotorius (N.III) dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.3



7



Gambar 2. Sudut bilik mata depan4



2.2.



FISIOLOGI AQUOUS HUMOR 2.2.1. Produksi Cairan Aquous Cairan aquos diproduksi oleh korpus siliaris, tepatnya dari plasma darah di jaringan kapiler proccesus siliaris. Sebagai cairan yang mengisi bilik mata depan, cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan intraokuler, memberi nutrisi ke kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata anterior. Volumenya sekitar 250 µL dengan jumlah yang diproduksi dan dikeluarkan setiap harinya berjumlah 5 mL/hari. Cairan ini bersifat asam dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi cairan aquos kurang lebih mirip dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, laktat dan klorida yang lebih tinggi. Sedangkan konsentrasi protein, urea, glukosa, natrium bikarbonat dan karbon dioksida cairan aquos lebih rendah dari plasma.1 Kecepatan produksi cairan aquos diukur dalam satuan mikroliter per menit (µL/menit). Para peneliti di Amerika Serikat melakukan penelitian terhadap 300 orang dengan tekanan intraokuler normal yang berusia antara 3 sampai 38 tahun dengan menggunakan teknik penyaringan (scan) fluorofotometri. Dalam penelitian tersebut didapat bahwa kecepatan rata-rata aliran cairan aquos pada jam 8.00 – 16.00 berkisar antara 2,75 ± 0.63 µL/menit sehingga didapat batas normal produksi cairan aquos sekitar 1,8 –4,3 µL/menit. Kecepatan ini dalam sehari dapat bervariasi yang disebut dengan variasi diurnal yaitu kecepatan selama tidur ±1,5 kali lebih cepat dari pada pagi hari.4



8



2.2.2. Produksi Cairan Aquous Cairan aquos yang dihasilkan korpus siliaris berada di bilik mata belakang. Cairan ini kemudian akan mengalir melalui pupil masuk ke bilik mata depan. Aliran cairan aquos di dalam bilik mata depan mengarah ke perifer, ke arah anyaman trabekula yang berfungsi sebagai saringan dan masuk ke dalam kanal Schlemm. Saluran efferen kanal Schlemm terdiri dari ± 300 saluran pengumpul dan 12 vena aquos yang akan mengalirkan cairan ke dalam vena episklera. Jalur ini dikenal sebagai sistem kanalikuli atau sistem konvensional yang mengalirkan ± 83-69%



cairan aquos. Sejumlah 5-15% sisanya keluar melalui sistem



uveoskleral yaitu di antara berkas otot siliaris dan sela-sela sklera. Jalur alternatif ini disebut sistem ekstrakanalikuli atau sistem unkonvensional.3



2.3. HIFEMA 2.3.1. Definisi Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih.1,2 Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.3 Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.1 Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan bokade pupil.3 2.3.2. Epidemiologi Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita



9



terbanyak, yaitu sebesar 70%.2 Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 : 1.1.5 2.3.3. Etiologi Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata. Trauma tumpul tersebut mengenai bagian bola mata yang terekspos ke dunia luar tanpa perlindungan tulang orbita. Oleh karena itu, benda-benda yang cukup kecil seperti bola kecil, paintball, batu kerikil, atau peluru airgun merupakan penyebab trauma tersering yang dapat menimbulkan hifema. 6 Akan tetapi, hal ini tidak menutupi kemungkinan objek yang lebih besar dibandingkan tulang orbita untuk mengakibatkan trauma pada mata selama memiliki elastisitas yang cukup untuk mengenai bagian yang terekspos tadi.6,7 Sebagian kecil hifema terjadi oleh karena hal selain trauma tumpul tersebut diatas. Hifema dapat terjadi sebagai komplikasi post-operasi intraokuli.5 Selain itu, dapat pula terjadi hifema secara spontan, yang biasanya dapat disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi pada iris. Hifema spontan karena neovaskularisasi ini dapat ditemukan pada pasien diabetes mellitus, sikatriks, uveitis, dan neoplasma okular seperti retinoblastoma.8 2.3.4. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi10: 1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata 2. Hifema akibat tindakan medis 3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah. 4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah 5. Hifema akibat neoplasma Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu3: 1. 2.



Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma. Berdasarkan Standardization of Uveitis Nomenclatur, secara tampilan klinis hifema dibagi menjadi beberapa grade10:



1. 2.



Grade I Grade II



: darah mengisi kurang dari sepertiga BMD (58%) : darah mengisi sepertiga hingga setengah BMD (20%) 10



3. 4.



Grade III Grade IV



: darah mengisi hampir total BMD (14%) : darah memenuhi seluruh BMD (8%)



Gambar 3 . Klasifikasi Hifema11



2.3.5. Patofisiologi HIFEMA TRAUMATIKA Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema. Mekanisme pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi sehingga terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut matasehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah pada iris dan badan silier.12



11



Gambar 4. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata13



Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keuar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.5, 14 Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.7 Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari BMD dalam bentuk sel darah merah melalui sudut BMD menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea



12



menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.14 Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinnii. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular. 13 HIFEMA AKIBAT TINDAKAN MEDIS Mekanisme terjadinya hifema karena pembedahan sebagai berikut 10: ▪ Perdarahan intraoperatif disebabkan oleh trauma pada badan siliar atau iris. Dapat ditemukan pada iridektomi perifer, ekstraksi katarak, siklodialisis dan prosedur filtrasi (iridektomi perifer laser khususnya ▪



YAG laser). Hifema pada postoperatif awal karena dilatasi mendadak dari pembuluh darah uvea yang mengalami trauma dari spasme sebelumnya, atau karena adanya perdarahan konjungtiva yang masuk







ke bilik mata depan karena adanya saluran baru postoperasi. Perdarahan pada masa postoperatif lanjutan berasal



dari



neovaskularisasi karena proses penyembuhan setelah insisi pada korneasklera. Neovaskularisasi ini mudah rapuh karena trauma minor. Erosi kronis pada iris juga dapat menjadi penyebab hifema. HIFEMA AKIBAT INFLAMASI Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada BMD. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut BMD. Tetapi dapat juga 13



terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang BMD, mengotori permukaan dalam kornea. 12 HIFEMA AKIBAT NEOPLASMA Hifema pada kasus tumor intraokular atau neovaskularisasi berkaitan dengan kerapuhan pembuluh darah baru yang terbentuk karena iskemia yang memicu peningkatan pembentukannya. Hifema pada kasus ini akan muncul secara spontan tanpa perlu menunggu adanya trauma, karena pembuluh darah baru tersebut dapat pecah sewaktu-waktu dengan iritasi minimal.13 2.3.6. Manifestasi Klinik Seperti yang kita ketahui, bilik mata depan merupakan salah satu media refraksi pada mata. Oleh karena itu, apabila terdapat darah pada bilik mata depan, refraksi cahaya dari dunia luar akan terganggu dan secara langusng ketajaman penglihatan seseorang pun akan menurun. Tingkat penurunan ini tergantung pada banyaknya darah di dalam bola mata. Penurunan dapat bersifat ringan hingga tingkat hand movement ataupun light perception.10 Adanya darah yang mengisi bilik mata depan dapat meningkatkan tekanan intraokular secara langsung karena adanya peningkatan volume cairan di dalam bilik mata depan, sehingga menyebabkan kondisi glaukoma sekunder. Mekanisme lain terjadinya glaukoma sekunder adalah karena adanya gumpalan darah, eritrosit, atau fibrin yang menempel pada trabecular meshwork sehingga menghambat aliran masuk humor aquos ke dalam saluran tersebut. Dapat juga terjadi trauma pada trabecular meshwork ini berkaitan dengan trauma penyebab hifema sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular akut.7 Gejala yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intraokular, seperti nyeri pada mata, nyeri kepala, atau fotofobia juga dapat muncul.9 Menurut suatu studi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) lebih dari 21 mmHg terjadi pada 32% pasien dengan hifema. Tekanan yang tinggi ini juga memiliki keterkaitan grade hifema yang tinggi (3 atau 4). Pasien yang sebelumnya sudah memiliki faktor predisposisi glaukoma akan semakin mudah mengalami glaucoma.9 Pengamatan TIO sangat penting untuk menentukan langkah tatalaksana lanjutan. Selama fase akut hifema, seringkali ditemukan peningkatan TIO yang disebabkan oleh mekanisme diatas. Peningkatan TIO akut ini dapat diikuti oleh periode TIO normal ataupun di bawah normal setelah 24 jam pertama kejadian 14



hingga hari ke-6. Fenomena ini terjadi karena produksi humor aquos yang berkurang dan adanya uveitis. Hal ini juga dapat meningkatkan kejadian perdarahan sekunder. Seiring dengan pulihnya badan siliar, TIO akan kembali meningkat.13 Terdapat beberapa kondisi tertentu pada hifema yang tidak akan menyebabkan peningkatan TIO kedua, seperti pada hifema lebih dari 75% bilik mata depan. Pada kondisi ini, onset peningkatan TIO terjadi bersamaan dengan kemunculan hifema dan akan bertahan sampai hifema mengalami resolusi. Apabila terdapat segmen di bagian bilik mata depan yang tidak dapat diperbaiki atau terbentuknya sinekia anterior perifer, atau peningkatan TIO yang terus berlanjut hingga melebihi hari ke-6, pasien akan mengalami glaukoma.10, 13 Dapat pula ditemukan ghost cell pada glaukoma karena komplikasi hifema dengan perdarahan vitreus, dengan peningkatan TIO yang bertahan sekitar 2 minggu sampai 3 bulan setelah trauma. Ghost cells merupakan bentuk residu eritrosit yang kehilangan hemoglobin di vitreus setelah terjadinya perdarahan. Hal ini disebabkan ghost cell yang menghambat trabecular meshwork.15 Gejala penyerta lain yang dapat muncul pada hifema adalah kemunculan perdarahan sekunder. Perdarahan sekunder mungkin disebabkan ole hlisis dan retraksibekuan dan fibrin, yang berfungsi sebagai penyumbat pembuluh darah yang mengalami ruptur di awal trauma. Perdarahan sekunder ini dapatmemicu oleh peningkatan TIO dan pewarnaan kornea. Perdarahan sekunder terjadi pada 25% dari seluruh pasien hifema, dengan insiden terjadinya perdarahan sekunder yang lebih tinggi pada hifema grade 3 dan 4.10 Perdarahan sekunder di bilik mata depan bisa dideteksi dengan melihat adanya peningkatan jumlah darah secara nyata di bilik mata depan.Perdarahan sekunder umumnya terjadi pada rentang waktu hari ke-2 hingga hari ke-7 setelah trauma, dengan kemungkinan tersering terjadi pada hari ke-3 atau ke-4. Pada hifema grade 3 dan 4, dimana darah dari hifema berwarna gelap, akan muncul darah berwarna cerah di bagian perifer, tersering pada hari ke-4 hingga ke-6. Akan tetapi, hal ini belum tentu merupakan perdarahan sekunder dapat juga merupakan hasil dari disolusi clotting awal.1,10



15



Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun, bila ditemukan kasus hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar.1 Ditemukan darah di dalam bilik mata yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah BMD, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata tereasa sakit oleh karena glaucoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lebih menurun lagi. Pada iris dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia. 1,10 Pada hifema karena trauma, jika diemukan penurunan tajam penglihatan segera, maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, udem macula.2 2.3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Anamnesis Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau adanya darah pada bagian tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai dengan nyeri pada mata, gangguan penglihatan,dan sensitif terhadap cahaya. Bila terdapat riwayat trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian, jenis objek yang mengenai mata, arah terjadinya benturan, dan penggunaan pelindung mata saat kejadian. Riwayat penyakit mata perlu ditanyakan, terutama mengenai penyakit yang memengaruhi tekanan intraokuler. Riwayat indakan embedahan atau laser pada mata juga harus ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan hifema operatif. Riwayat penyakit lain seperti diabetes, hemoglobinopati, atau sickle cell disease juga perlu untuk ditanyakan untuk menentukan etiologi dan tatalaksana.1,7,8 Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Oftamologis Pemeriksaan oftamologis dilakukan secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan visus, lapang pandang, gerakan bola mata, mata bagian anterior dan posterior,serta TIO. Pemeriksaan dengan gonioskopi tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko perdarahan ulang. Pemeriksaan pada mata bagian anterior diharapkan bisa memberikan assesment mengenai grading hifema.12 Pemeriksaan Penunjang 16



Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi atau menyingkirkan diagnosis banding. Yang akan dinilai meliputi kondisi mata bagian posterior, adneksamata, dan orbita. Pemeriksaan yang umum dilakukan berupa ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan untuk melihat adanya tumor intraokuler. Dapat juga dilakukan angiografi pada iris untuk melihat adanya neovaskularisasi meskipun sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, kecuali pemeriksaan darah untuk melihat adanya sickle cell disease.10 Diagnosis Banding Beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran seperti hifema adalah12: ▪ Herpes simpleks keratitis ▪ Komplikasi glaukoma ▪ Manifestasi sickle cell disesase ▪ Xanthogranuloma juvenil 2.3.8. Tatalaksana Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :7 1) Menghentikan perdarahan atau menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder. 2) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata 3) Merawat dan mengobati jaringan sekitarnya 4) Meminimalisasi kerusakan lebih lanjut lagi. Prinsip pengobatan hifema dapat dilakukan antara lain dengan: 1. Tirah baring (bedrest total)3,7,8 Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal ) dengan elevasi kepala 30º - 45 º (posisi semifowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan evaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempuranaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini



17



harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sukar dilakukan, terlebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu diikat tangan dan kakinya ketempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar. 2.



Bebat Mata10,13 Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian



pendapat diantara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. 3.



Medikamentosa3,12 Tetes mata steroid dapat diberikan jangka pendek bersama dengan



dilatasi pupil. Steroid dapat menurunkan resiko perdarahan ulang, Steroid dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 40 mg/hari. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa pengguanaan asam aminokaproat oral untuk menstabilkan pembentukan pembekuan darah dan menurunkan resio perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100 mg/kgBB setiap 4 jam sampai maksimum 30g/ hari selama 5 hari. Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah iritis/iridosiklitis Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia posterior. Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan blood-aqueous



barrier,



meningkatkan



kenyamanan



pasien,



dan



memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Tetapi ternyata atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam mengurangi kejadian perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus. Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung pada tingkatnyeri yang dirasakan pasien Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproattopical dan/atau oral serta asam traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang. Dosis untuk asam aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4 jam, maksimal 30 gram/hari selama 5 hari. Dosis untuk asam traneksamat adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari. Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskuler dan kehamilan. Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dosis tPA adalah 10 mikrogram, diberikan injeksi intrakamera. Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian asetazolamid atau beta-blocker seperti timolol. 18



Jika timbul glaucoma, maka penatalaksanaan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari; asetazolamid 4 x 250 mg Dapat digunakan obat hiperosmotik seperti gliserin 50% yang diberikan larutan secara oral dengan dosis efektif 4 kali perhri 1 – 1,5 gr/kgBB atau 1cc per kgBB. Gliserin ini dapat dicampur dengan jeruk nipis agar tidak terlalu manis. Gliserin ini harus diminum sekaligus, bila tidak gliserin ini tidak efektif. Gliserin dapat digunakan untuk menurunkan TIO dalam 30 – 90 menitsetelah pemberian, dan akan bekerja selama 5 – 6 jam. 4.



Tindakan bedah 1,7,10 Perawatan cara ini akan dikerjakan bila ditemukan glaukoma



sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 5 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut: 



Elevasi TIO > 50 mmHg selama 5 hari







Elevasi TIO > 35 mmHg selama 7 hari.







Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 5 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.







Perdarahan yang masih bertahan selama > 10 hari untuk mencegah sinekia anterior perifer







Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral anterior synechiae)







Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu



19



studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi



pada



43%



pasien.



Pasien



dengan



sickle



cell



hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam. Tindakan bedah yang dikerjakan adalah :1,7, 14 1.



Parasentesis Parasentesis



merupakan



tindakan



pembedahan



dengan



mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam BMD pada hari 5-9. 2. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoscleranya sebesar 1200 2.3.9. Komplikasi Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah di bilik mata depan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain sinekia posterior, sinekia anterior perifer, pewarnaan kornea (corneal bloodstaining), dan atrofi optik. Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan segmen posterior seperti ruptur koroid, ablasio retino, perdarahan vitreus, dan dialisis zonular.10 1. Sinekia Posterior Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensadapat terjadi pada pasien dengan hifema traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis. Akan tetapi, komplikasi ini jarang terjadi pada pasien yang mendapat tatalaksana dengan baik. Sinekia posterior lebih banyak terjadi pada pasien hifema yang menjalani evakuasi lewat pembedahan.12 20



2. Sinekia Anterior Perifer Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering terjadi pada pasien dengan hifema yang menetap pada periode yang panjang, biasanya mencapai 9 hari atau lebih. Hal ini disebabkan oleh adanya iritis kronik akibat trauma awal atau adanya iritis kimiawikarena adanya darah di bilik mata depan.12 Kemungkinan penyebab lainnya adalah adanya bekuan di sudut bilik yang mengakibatkan fibrosis trabecular meshwork sehingga menutup sudut tersebut. 3. Pewarnaan Kornea (Corneal Bloodstaining) Pewarnaan kornea / corneal bloodstaining / hemosiderosis kornea terutama terjadi pada pasien dengan hifema total dan terkait pula dengan peningkatan TIO. Kemungkinan kemunculan komplikasi ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi integritas endotel seperti14: ▪ Kondisi endotel kornea awal ▪ Trauma bedah pada endotel ▪ Banyaknya bekuan yang mengalami kontak dengan endotel ▪ Peningkatan TIO berkepanjangan Pewarnaan kornea lebih sering terjadi pada pasien dengan hifema total yang bertahan selama minimal 6 hari berturut-turut, diikuti dengan peningkatan TIO lebih dari 25mmHg. Komplikasi ini lebih jarang terjadi pada hifema sebagian ataupun hifema dengan TIO normal, meskipun masih dapat terjadi pada kondisi hifema pada pasien dengan kerusakan endotel.10 Proses penyembuhan pewarnaan kornea membutuhkan waktu beberapa bulan. Secara umum, pewarnaan kornea dimulai dari sentral dan kemudian menyebar ke bagian perifer endotel kornea. Proses resolusi dari komplikasi ini merupakan kebalikan dari proses inisiasi. Resolusi akan dimulai dari bagian perifer kemudian menuju ke tengah.14



21



Gambar 5. Pewarnaan Kornea 14



4. Atrofi Optik Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik. Atrofi optik nonglaukomatosa yang terjadi pada pasien hifema dapat disebabkan oleh trauma inisial ataupun periode transien dari peningkatan TIO.7, 10 2.3.10. Prognosis Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung kepada tiga faktor utama, yaitu kerusakan organ mata lain, apakah terjadi perdarahan sekunder, serta apakah terjadi komplikasi layaknya glaukoma.7,12 Lebih dari 75% pasien dengan hifema memiliki visus akhir > 20/40. 7 Besar hifema tidak memengaruhi prognosis hifema. Perdarahan berulang sering dihubungkan dengan



terjadinya



peningkatan



tekanan



intraokuler,



blood



staining,



indikasioperasi, dan visus akhir yang buruk. Namun, sebenarnya penurunan visus pada pasien hifema lebih dipengaruhi oleh kerusakan segmen posterior (terutama retina) dibanding gangguan pada segmen anterior.5



22



BAB III PEMBAHASAN 1. Mengapa pada pasien ini didiagnosa sebagai Hifema OD Grade I ec. Trauma tumpul? Dari anamnesis diadapatkan pasien datang dengan keluhan mata kiri nyeri sejak 2 hari smrs. Keluhan disertai dengan mata merah dan pengelihatan kabur. Nyeri kepala (+), fotofobia (+). Riwayat trauma pada mata (+). Pada status oftalmologi, visus mata kanan 0,4. Pada konjungtiva tarsalis tampak hiperemis, konjungtiva bulbi terdapat injeksi siliar dan injeksi konjungtiva. Tampak darah pada 1/3 BMD. Status Oftalmologi OD



OS EKSTERNAL



Visus Konj. Tarsalis



0,4 Hiperemis (+)



0,7 Tenang



Superior Konj.



Hiperemis (+)



Tenang



inferior Konj. Bulbi



Injeksi Siliar (+) Injeksi



Tenang



BMD



Konjungtiva (+) Sedang, Darah (+) pada



Sedang



Tarsalis



1/3 BMD, Koagulum (+) SLIT LAMP Konjungtiva BMD



Hiperemis (+) Darah (+) pada 1/3 BMD



Tenang Sedang



TONOMETRI 16 mmHg Tidak diperiksa Oleh karena itu, pasien ini didiagnosis sebagai Hifema OD Grade I ec Trauma tumpul



2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini? Penatalaksanaan pasien ini :



23



Nonfarmakologis 



:



Bed rest dengan elevasi kepala 300-450 (posisi semifowler) Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan evaluasi jumlah perdarahannya, mempercepat absorbsi dari hifema dan mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder



Farmakologis 



:



Prednisolon Ed 6 x 1 gtt Kelompok obat kortikosteroid bekerja dengan cara menekan reaksi sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif. Dengan demikian, obat ini mengurangi inflamasi, pembengkakan, dan rasa sakit. Prednisolone sendiri juga ada secara alami di dalam tubuh manusia dan dihasilkan oleh kelenjar adrenal.







Cyclopentolate Ed 2 x 1 gtt Merupakan golongan obat siklopegik. Sikloplegik termasuk obat golongan anticholinergic yang mempunyai efek midriatik dan sikloplegik. Anticholinergic antagonist,



dikenal



muskarinik



juga



sebagai



antagonist,



antimuskarinik,



parasymphatic



cholinergic



antagonis



atau



parasymphatolitik. Reseptor muskarinik distimulasi oleh lepasnya asetilkolin dari ujung saraf parasimpatik. Setelah terstimulasi, otot siliaris berkontraksi, menarik badan siliaris ke depan. Hal ini mengurangi ketengangan pada ligament suspensor yang menahan lensa. Sehingga lensa menjadi makin konveks yang berarti peningkatan pada data refraksi untuk membuat akomodasi. Pada saat sikloplegia, reseptor dari siliaris dihambat sehingga tidak berikatan dengan asetilkolin dan akomodasi tidak terjadi. Otot siliaris tidak berkontraksi juga menyebabkan otot sphincter relaksasi sehingga terjadi sikloplegia dan midriasis 



Asam Tranexamat 500 mg 3 x 1 tab Asam traneksamat bekerja dengan mencegah degradasi atau pemecahan bekuan darah tersebut sehingga dapat mencegah, menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan yang tidak diinginkan.







Natrium Diklofenak 50 mg 2 x 1 tab



24



Natrium (Na) diklofenak merupakan obat golongan Non-Steroidal Anti Inflammatory



Drugs (NSAIDs).



Na



diklofenak



digunakan



untuk



mengurangi rasa nyeri pada pasien. 3. Bagaimana prognosis pada pasien ini? Quo Ad Vitam



: Ad Bonam



Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam



DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI; 2014 2. Kanski J . Clinical Ophtalmology. Sixth Edition. USA: Elsevier; 2007 3. Vaughan D, Riordan-Eva P, et al. Vaughan & Ashbury’s General Opthalmology. 17th edition. New York: McGraw-Hill Professional; 2007



25



4. The McGraw-Hill Company. Clinical Assesment in Glaucoma. USA: McGrawHill Company; 2003 [diakses pada 13 Januari 2017]. Tersedia pada : http://www.oculist.net/ 5. Wolters K. Traumatic hyphema: Epidemiology, anatomy, patophysiology. [diakses pada 13 Januari 2017]. Tersedia pada : http://www.uptodate.com/ 6. McCourt EA. Pediatric traumatic hyphema: a review of 138 consecutive cases. J AAPOS. [diakses pada 14 Januari 2016]. Tersedia pada : www.medline.gov 7. Edwards WC, Layden WE. Traumatic hyphema. A report of 184 consecutive cases. Am J Ophthalmol. [diakses pada 13 Januari 2016]. Tersedia pada : www.medlineplus.gov 8. Podolsky MM, Srinivasan BD. Spontaneous hyphema secondary to vascular tuft of pupillary margin of the iris. Arch Ophthalmol. [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada : www.ncbi.nlm.nih.gov 9. Hoskins HD. Secondary glaucoma. Heilman K, Richardson KT, eds. Glaucoma: Conceptions of a Disease, Pathogenesis, Diagnosis Therapy. Philadelphia Pa: WB Saunders; 1978. 376. . [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada : www.ncbi.nlm.nih.gov 10. Sheppard JD. Hyphema. [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada : URLL: //medicine.medscape.com 11. Wolters K. Traumatic Hyphema. [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada : http://www.uptodate.com/ 12. Paul R. Hyphema. [diakses pada 13 Januari 2016] Tersedia pada : http://cms.revoptom.com/handbook/sect4f.htm pada tanggal 14 Januari 2017 pukul 20.00. 13. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. Ocular trauma: principles and practice. New York: Thieme Medical Publishers; 2002. 14. J. D. Brodrick, 1972, Corneal blood staining after hyphaema. Brit. J_. Ophthal. (I 972) vol 56, p: 589 15. Surbhi B. Ghost Cells Glaucoma. http://eyewiki.aao.org/Main_Page



26



27