Clinical Ethics [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Etika Klinik Pada Psikiatri



zulvikar



Etika Klinik Pada Psikiatri



Pendahuluan Pembangunan dalam bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan seperti diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (Pemerintah RI, 2009). Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan. Landasan utama bagi para dokter untuk melakukan tindakan medis terhadap pasiennya adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan tersebut harus terus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri (Depkes, 2008). Penyelenggaraan praktek kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai kegiatan ini seyogyanya dilakukan oleh dokter yang memiliki etika moral yang tinggi. Selain itu keahlian dan kewenangan secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, senifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan dan pengawasan serta pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Adji, 1991: Allen. 2001)). Dalam rangka mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka praktik kedokteran diatur dalam suatu undang undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Pemerintah RI, 2004). Praktik kedokteran dari dahulu sampai sekarang dipandu berdasarkan prinsip etik yaitu nil nocere (do no harm) dan bonum facere (do good for the patients). prinsip etik tersebut diterapkan sebagai norma etik kedokteran, yang sebenarnya telah dipergunakan sejak adanya orang dalam masyarakat yang mempunyai tugas mengobati orang sakit. Walaupun tidak tertulis, norma ini menggariskan kelakuan orang yang mengobati terhadap orang yang diobatinya. Diantara norma tersebut, norma yang tertua dan telah digariskan 2



adalah sumpah dokter Hindu yang ditulis pada tahun 1500 sebelum Masehi. Inti dari sumpah tersebut adalah: jangan merugikan penderita yang sedang diobati. Setelah itu dikenal sumpah Hippocrates yang azas-azas etika medis yaitu kewajiban berbuat baik. kewajiban untuk tidak nenimbulkan cedera atau menimbulkan kerugian pada pasien, kewajiban berbudi dan berperilaku luhur, kewajiban menghormati hidup imsani sejak masih dalam kandungan, azas tidak serakah dan menyadari keterbatasan diri sndiri, dan azas menjaga kerahasiaan pasien (Hope, 2004; Paola et al., 2009; Rogers & BraunackMeyer, 2009). Dokter memiliki profesi yang istimewa karena ia berhadapan dengan begitu banyak segi-segi kehidupan manusia. Profesi dokter dianggap profesi luhur dan mulia karena berkaitan dengan penyelamatan manusia, the noblest profession, karena objek dari profesi dokter adalah manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang dianggap paling mulia (Garret et al., 2009; Jonsen et al., 2005). Dalam praktik sehari-hari, pasien mempercayakan dirinya kepada dokter untuk diperiksa dan diobati. Terjadi suatu hubungan yang khusus antara dokter dan pasien yang sangat spesifik, yaitu hubungan yang personal, didasari kepercayaan, karena pasien menyadari bahwa dokter akan menyimpan rahasianya. Pada umumnya, secara hukum hubungan dokter dengan pasien mempakan suatu hubungan ikhtiar atau usaha maksimal. Dokter tidak menjanjikan kepastian kesembuhan, akan tetapi berikhtiar sekuatnya untuk kesembuhan pasiennya (Hanafiah & Amir, 2007; Rogers & Braunack-Meyer, 2009). Individu yang menetapkan profesi dokter sebagai pilihannya selayaknya menyadari sungguh-sungguh bahwa tanggung jawab dan tuntutan masyarakat terhadapnya adalah sebagai penolong dan pihak yang selalu lebih mengutamakan kewajiban diatas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya. Dokter mernpunyai tanggung jawab yang besar, bukan saja terhadap manusia lain dan hukum. tetapi terpenting adalah terhadap keinsyafan batinnya sendiri, dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasien dan keluarganya akan menerima basil usaha dari seorang dokter, bila ia percaya akan keahlian dan kesungguhan dokter tersebut, sehingga mereka tidak menganggap masalah ataupun memperbesar masalah bila usaha penyembuhan yang dilakukan itu gagal (Adjie, 199; Isfandyarie, 2005; Rogers & Braunack-Meyer, 2009). Hakikat profesi dokter adalah bisikan nurani dan panggialan jiwa untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan berlandaskan moralitas yang kental. Prinsip-prinsip 3



kejujuran, keadalian, empati, keikhlasan, kepedulian kepada sesama dalam rasa kemanusiaan, rasa kasih sayang, dan ikut merasakan penderitaan orang lain yang kurang beruntung. Dengan demikian, seorang dokter tidak boleh egois, melainkan harus mengutamakan kepentingan orang lain, membantu mengobati orang sakit. Seorang dokter harus memiliki Intellectual Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ) yang tinggi dan seimbang. Sikap mental fundamental yang harus melekat secara mutlak pada pribadi seorang dokter yang baik dan bijaksana yang mendasari profesi luhur dokter yaitu: ketuhanan, rasa kemanusiaan, kemurnian niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmiah, dan sosial.



Falsafah Etika Etik (Ethics) berasal dari kata Latin yaitu berkaitan dengan kata mores dan ethos, yang berarti akhlak. adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap yang baik, dan yang layak. Umumnya kedua kata ini dalam rangkaian mores of community (kesopanan masyarakat) dan elos of the people (akhlak manusia). Jadi etika sangat berkaitan dengan moral dan akhlak, yang nilai luhur dalam tingkah laku dan juga berhubungan sangat erat dengan hati nurani (Campbell et al., 2005; Rogers & Braunack- Meyer, 2009). Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen pendidikan dan Kebudayaan, etika adalah: 1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. 2. Kumpulan atau seperangkat azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3. Nilai yang benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Terdapat beberapa pengertian etika, yaitu pengertian generik, untuk berbagai cara atau alat menganalisis atau memahami aspek nilai moral dari suatu perbuatan, sikap, atau karakter manusia. Etika umum (etika filosofis, etika teoritis) merupakan tilsafat moral, adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang moral dan moralitas. Etika khusus (etika praktis, etika terapan) adalah penerapan teori-teori dan metodologi etika untuk menganalisis dan memahami masalah- masalah, praktik-praktik, atau kebijakan-kebijakan pada bidang khusus tertentu kegiatan manusia. Seiring berdirinya pusat pengkajian tentang etik, nuka etika terapan berkembang sesuai bidang peminatan seperti etika terkait 4



kebijakan publik, dan etika terkait dengan ekonomi dan bisnis, etika biomedis yang Saat ini berkembang menjadi etika medis kontemporer. Dalam arti lebih sempit, pengertian etika adalah pedoman atau aturan moral untuk menjalankan profesi. Profesi berasal dari bahasa latin professio, yang berani pengakuan atau pernyataan publik. Menurut Posner (1995), profesi merupakan suatu pekerjaan yang tidak hanya membutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan kecerdasan umum, tetapi juga penguasaan khusus yang merupakan abstraksi dari ilmu pengetahuan atau beberapa bidang lain yang diyakini memiliki struktur intelektual seperti teologi atau hukum atau militer. Dalam bidang kesehatan, profesi kedokteran sudah dikenal sejak ada manusia yang merasa sakit, tetapi pengertian profesi Saat itu tidak dalam keilmuan dan teknologi seperti sekarang. Walaupun dari waktu ke waktu terjadi perubahan dan perkembangan dalam ilmu dan teknologi kedokteran, tapi ada satu hal yang tidak berubah, yaitu niat dan tujuannya yang mulia untuk memberikan pelayanan terbaik kepada penderita. Dahulu niat tersebut diungkapkan dengan menggunakan istilah "Do nol inflict harm to the patients" (Dokter Hindu) atau "Per primum non nocere" (Hippocrates) nurani (Campbell et al., 2005; Jacobalis, 2006; Rogers & Braunack-Meyer, 2009). Beberapa teori etika klasik yang kemudian menjadi landasan filosofis-ilmiah yang kemudian menjadi landasan etik medis atau etik kedokteran yang sudah dikenal sebelum adanya Sumpah Hippocrates adalah: teori berbasis kewajiban (lakukanlah kewajiban dengan baik, jangan lihat hasilnya. Secara moral hal itu dinilai baik); teori berbasis konsekuensi (yang secara moral baik atau benar); teori hukum kodrat (pada dasarnya manusia adalah makhluk yang rasional, karena itu cenderung akan berbuat baik dan menghindari melakukan hal-hal yang buruk. Ratio adalah rahmat tuhan); teori budi luhir atau character ethics yang berasal dari Aristoteles dan diperbaharui oleh Santo Thomas Acquinas (keluhuran moral ditandai oleh sifat-sifat berani, bersahabat, tenang, sabar dan jujur. Keluhuran intelektual ditandai oleh kearifan, kemampuan nwmbuat penilaian yang tepat, serta sifat kehati-hatian) nurani (Campbell et al., 2005; Rogers & Braunack- Meyer, 2009; samil, 2001).



5



Etika Profesi Kedokteran Pekerjaan dokter merupakan pekerjaan profesi yaitu pekerjaan yang memerlukan pendidikan dan pelatihan tertentu, memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Pekerjaan pmfesi umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.



Pendidikan sesuai standar



2.



Mengutamakan panggilan kemanusiaan



3.



Berlandaskan etik yang mengikat seumur hidup



4.



Legal melalui perizinan



5.



Belajar sepanjang hayat



6.



Anggotanya bergabung dalam organisasi profesi



Profesi dokter, seperti juga profesi ahli hukum merupakan profesi tertua yang termasuk restricted profession yang memiliki ciri yang lebih khusus yaitu pekerjaan atau kegiatan



yang



dilakukan



dengan



penuh



kepercayaan



(trust)



dan



kerahasiaan



(confidentially), dan hubungan antara tenaga profesional tersebut dengan client nya merupakan hubungan interpersonal. Kegiatan tenaga profesional tersebut diatur dalam kode etik profesi yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi profesi (Campbell et al., 2005; Rogers & Braunack-Meyer, 2009: Samil, 2001). Etik kedokteran mengatur masalah yang berhubungan dengan sikap para dokter terhadap sejawat, para pembantunya serta terhadap masyarakat dan pemerintah, dan yang sangat penting adalah mengatur tentang sikap dan tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya. Etika kedokteran diperlukan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, karena itu disebut juga etika klinik. Filosofi moral dari etika kedokteran tertuang dalam empat Prinsip Dasar Etika Kedokteran sebagai berikut: 1. Autonomy : Pasien berhak menentukan apa yang dilakukan terhadap tubuhnya, artinya pasien berhak untuk mendapat informasi dan pelayanan yang terbaik, ikut sena pada penentuan tindakan klinik dalam kedudukan yang setara. Orang dewasa yang kompeten dapat menolak atau menerima perawatan dan obat-obatan atau 6



tindakan operasi karena mereka bebas dan rasional. Keputusan itu harus dihormati, bahkan jika keputusan tersebut tidak dalam kepentingan yang terbaik untuk pasien. 2. Beneficence : Semua penyedia layanan kesehatan harus berusaha untuk meningkatkan kesehatan pasien, dengan melakukan yang paling baik untuk pasien dalam setiap situasi. Walaupun apa yang baik untuk satu pasien mungkin tidak baik bagi pasien yang lain, sehingga setiap situasi harus dipertimbangkan secara individual. Artinya apapun yang dilakukan oleh seorang dokter kepada pasiennya, hanya demi kebaikan pasien tersebut. 3. Non maleficence : "Pertama, tidak membahayakan" adalah landasan etika kedokteran. Dalam setiap situasi, penyedia layanan kesehatan harus nwnghindari tindakan yang menyebabkan kerugian kepada pasien. Dokter juga harus menyadari doktrin efek ganda, di mana pengobatan yang ditujukan untuk kebaikan, dapat saja secara tidak sengaja menyebabkan kerugian. Artinya walaupun tindakan yang dilakukan adalah dengan niat baik, tapi tetap harus dijaga agar tidak merugikan pasien. 4. Justice : Keadilan pemberian pelayanan kesehatan.



Beneficence dan non malficence, bila dilaksanakan dengan benar sudah menggambarkan kompetensi klinik, sedangkan autonomy dan adalah gambaran niat, sikap dan perilaku dokter dalam kompetensi klinis tersebut secara manusiawi, yang merupakan ciri Kompetensi etik. Autonomy atau hak penentuan nasib sendiri diaplikasikan dalam praktik kedokteran sebagai persetujuan atas dasar informasi atau dikenal dengan istilah Informed Consent untuk setiap tindakan, baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik. Pasal 2 Peraturan Mentri Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/ 1989 menyatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan dimaksud diberikan setelah pasien nrndapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang akan dilakukan serta risiko yang dapat ditimbulkannya.



7



Etika Klinik Etika klinik adalah pendekatan terstruktur untuk pertanyaan etis dalam kedokteran klinis. Etika klinik tergantung pada disiplin yang lebih besar dari bioetika, yang pada gilirannya mengacu pada disiplin ilmu seperti filsafat moral, hukum kesehatan, keterampilan komunikasi, dan kedokteran klinis. Para ahli disebut "bioetika" harus menguasai bidang ini. Namun, dokter pada praktek kedokteran sehari-hari dapat mengelola dengan pemahaman dasar tentang isu-isu etika kunci tertentu seperti persetujuan dan kehidupan akhir perawatan. Pusat dari aplikasi praktis etika klinik adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pertanyaan etis dan untuk mencapai kesimpulan yang masuk akal dan rekomendasi untuk tindakan. Prinsip Etika Klinik 1. Medical Indication (indikasi medis) Dengan pertimbangan diagnostik, perjalanan penyakit, kondisi pasien, prognosis dan alternatif pengobatan diambil keputusan : - Life saving (demi keselamatan jiwa) - Preventive (pencegahan), Promotive (promosi) - Curative (pengobatan) · Simtomatik · Kausal · Paliatif - Rehabilitative (rehabilitasi), Cosmetic (keindahan) 2. Quality of life (kualitas hidup) 3. Patient’s preferrences (pemahaman dan keyakinan pasien) 4. Contextual feature (situasi dan kondisi umum)



Etika Klinik Pada Psikiatri Seperti di bidang lain kedokteran, analisis etika dan refleksi di psikiatri dapat berpusat pada banyak kegiatan yang berbeda, tujuannya selalu untuk menghasilkan 8



perilaku sesuai dengan keyakinan masing-masing, adat istiadat masyarakat, norma kultural dan untuk menghormati martabat manusia. Di antara kegiatan tersebut, praktek klinis, penelitian ilmiah, pengajaran dan advokasi yang paling menonjol. Sejak bioetika digunakan sebagai dialog rasional untuk merumuskan, konsep, dan memecahkan dilema yang dihadapi para praktisi dan peneliti, dan nilai-nilai "makna universal" yang dapat ditafsirkan berbeda oleh orang dalam situasi yang berbeda atau posisi dalam hidup, gelombang bioetika baru telah berpusat sekitar pembentukan lembaga sosial yang bersifat dialogis. Komisi nasional, dewan kelembagaan, komite penelitian etika, komite etika rumah sakit punya tujuan yang sama yaitu untuk menyatukan pendapat yang berbeda, ekspektasi, bentuk keahlian, kepentingan sosial, dan mempraktekkan musyawarah dan konfrontasi dalam semangat toleransi dan demokratis. Dalam hal ini, bioetika memanifestasikan keyakinan bahwa kelangsungan hidup manusia sangat bergantung menemukan cara untuk berurusan dengan perbedaan orientasi filosofis, keyakinan moral, dan ideologis. Namun seberapapun diterima secara luasnya praktek komite etik dalam penelitian dan pengaturan klinis, perlu dicatat bahwa, dalam keadaan khusus atau di tempat-tempat dimana keputusan yang cepat harus diambil atau tidak cukup tenaga kerja yang tersedia, pembahasan mengenai etika mungkin perlu dipertimbangkan. Konsultasi etika adalah salah satu contoh, di mana para ahli di bidang penalaran moral praktis menyarankan praktisi pada subyek, atau membahas kasus. Analisis kasuistik oleh para sarjana yang kompeten juga mungkin bisa membantu. Dalam kasus apapun, ide pembahasan etika melalui pemikiran interdisipliner dan analisis dialogis adalah penting untuk tujuan utama yang harus dicapai



Prinsip Bioetika dan Etika Medis Pada Psikiatri Dalam praktek psikiatri, kepatuhan terhadap kode etik yang berlaku adalah penting, tetapi adanya kode yang ditulis, dan dengan sendirinya, bukan merupakan jaminan perilaku etis dalam praktisi. Sebagai fakta, kode tersebut biasanya mengungkapkan apa yang praktisi ingin menjadi namun tidak dipraktekkan dalam keseharian. Praktek psikiatri, mungkin lebih dari praktek spesialisasi medis lainnya, menempatkan penekanan berat pada orang-orang yang mungkin tidak selalu merasa perlu untuk bantuan ahli atau mungkin justru sering bertemu dengan pasien yang sangat tidak kompeten untuk menyadari apa 9



kebutuhan riil mereka. Pelatihan etika menuntut perhatian untuk jenis tertentu dari tantangan. penelitian kejiwaan, di sisi lain, menghadapi tuntutan yang sama seperti penelitian biomedis atau biologi, dengan syarat, bagaimanapun, bahwa mungkin menggabungkan daerah yang akan jatuh pada apa yang kita mungkin secara bebas sebut "ilmu-ilmu sosial". Demikian halnya, misalnya, studi tentang khasiat dari psikoterapi atau pada pelaksanaan model alternatif untuk perawatan kesehatan mental, di mana persepsi subyek dan peserta tidak dapat dikecualikan sebagai "bias penelitian" dan menjadi bagian dari hal yang sangat penting untuk diteliti. Di antara pertimbangan lain, perdebatan placebo dalam psikiatri jauh lebih rumit daripada dalam pengobatan murni organik. Harus diingat bahwa imperatif etis pertama dalam penelitian ini adalah kemampuan teknis dan protokol penelitian tanpa pertimbangan yang memadai dari pekerjaan sebelumnya, desain penelitian rusak, atau penanganan yang tidak tepat dari data yang sudah tidak etis, bahkan sebelum dimulai. Mungkin dokumen yang paling banyak dikenal mengenai etika penelitian manusia adalah Declaration of Helsinki, the Belmont Report, the Council of International Organizations for Medical Science (CIOMS) Guidelines and the European Guidelines. Informasi kunci dalam semua dokumen tersebut adalah persetujuan dari pihak peserta penelitian, tinjauan independen dari aspek etis dari proposal, manfaat masyarakat setelah selesai uji klinis, , dan penelitian dengan populasi yang rentan atau subyek tidak kompeten. Pertimbangan juga diberikan kepada penelitian dengan adanya konflik kepentingan, keuangan atau sebaliknya, penelitian dengan anak-anak dan wanita hamil, dan dilema yang terkait dengan kerahasiaan, privasi dan penyebaran informasi ilmiah atau faktual. Telah menjadi kebiasaan untuk menggunakan kerangka kerja prinsip konseptual untuk mengatasi dan merumuskan dilema etika kedokteran. The Belmont Report memperkenalkan gagasan bahwa prinsip di balik penalaran moral dalam penelitian dengan subyek manusia perlu dibahas mengenai hal-hal seperti otonomi, beneficence, nonmaleficence, dan keadilan. Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa istilah "formal" dalam konteks ini berarti bahwa setiap prinsip mungkin memiliki ekspresi yang berbeda atau isi dalam budaya yang berbeda atau lingkungan institusional. Otonomi, misalnya, meskipun univocal dalam arti gramatikal, berbeda dalam masyarakat Islam dan masyarakat sekuler dan, sementara sangat dihargai di beberapa wilayah di dunia, mungkin memiliki aturan dan batasan yang berbeda-beda.



10



Tantangan Bioetik Pada Penlitian dan Praktek Psikiatri Psikiater dan profesional kesehatan mental lainnya menghadapi tantangan berurusan dengan manusia dalam kondisi kerentanan tinggi dan membangun hubungan dengan orang-orang yang intim tetapi terpisah. Artinya, seorang psikoterapis atau psikiater klinis harus dalam kepemilikan semua informasi yang relevan tentang seseorang agar efektif, tetapi pada saat yang sama ia harus menjaga jarak yang diperlukan agar tidak mengambil peran berbeda dari terapis (teman, kekasih, mentor) dan menjaga sudut pandang ilmiah. Penelitian di beberapa aspek kesehatan mental dibebankan dengan nada emosional, tapi fakta ini seharusnya tidak menghalangi sikap teknis dalam semua hal yang berkaitan dengan desain dan konduksi. Tidak ada pembenaran dapat diberikan untuk kelemahan dalam sebuah penelitian ilmiah, bahkan jika ini dilakukan untuk tujuan yang sangat manusiawi. Intervensi, jika dipertimbangkan dalam konteks bioetika, harus memenuhi setidaknya tiga kondisi. Pertama, harus sesuai dengan masalah yang dihadapi. Kedua, harus baik dalam arti bahwa hal itu baik untuk orang-orang yang menerimanya tetapi juga untuk orang-orang yang melakukan itu. Ketiga, harus adil, dalam arti bahwa hasil yang dapat digeneralisasi untuk seluruh masyarakat. Jika "koordinat" tindakan yang sah ini disimpan dalam pikiran, bersama dengan menghormati martabat manusia, maka semua orang akan mengerti bahwa seorang profesional yang baik mengakui kewajiban untuk menginformasikan subyek atau pasien dan hak tersebut dalam rangka untuk mencapai tujuan dari lembaga ilmiah dan profesi kesehatan. Selain praktek klinis dan penelitian kejiwaan, seperti dicatat sebelumnya, ada konteks lain di mana perilaku etis sangat penting. Mengajar psikiatri menyajikan tantangan penting. Siswa harus tahu bagaimana untuk membantu melindungi kerahasiaan dan privasi, menghindari stigmatisasi dan menahan diri dari melibatkan hal pribadi dalam kehidupan orang-orang yang mereka memperlakukan. Belajar dengan cara berlatih melakukan terus menerus (learning by doing) dan belajar dengan contoh (learning by example) merupakan dua strategi utama dalam pembelajaran psikiatri. Adanya kebutuhan usaha terencana pada pihak pengajar. Kegiatan profesional juga melibatkan dimensi etis. Selain dari tugas terhadap pasien, ada tugas dan kewajiban terhadap sesama anggota profesi atau rekan-rekannya di lembaga yang sama. Konflik kepentingan di mana motif dimanifestasikan tidak bertepatan dengan motivasi 11



sekunder, baik secara sadar atau tidak sadar hadir. Hal ini diperlukan untuk menemukan cara-cara di mana ajaran etika tradisional dilengkapi dengan lembaga dialogis disebut bioetika, untuk itu dalam konteks musyawarah dan diskusi di mana toleransi dan pemahaman keanekaragaman dapat meningkatkan seni penyembuhan dan menyembuhkan.



Prosedur Komplain Etika Klinik Pada Psikiatri A. Langkah awal 1.



Komplain etik bisa disampaikan oleh pasien atau oleh penjaga pasien atau oleh keluarga pasien atau orang lain yang mengetahui tentang dugaan tindakan pelanggaran etik.



2.



Orang yang mengirimkan komplain disebut Pengadu dan Psikiater yang melakukan pelanggaran etika disebut “tertuduh”



3.



Komplain yang dilayangkan kepada Psikiater harus berupa: a.



Laporan tertulis



b.



Ditanda tangani oleh pengadu



c.



Dialamatkan ke cabang perhimpunan daerah Psikiater tertuduh, jika dialamatka ke perhimpunan pusat maka akan di kirimkan oleh perhimpunan pusat ke perhimpunan cabang.



B. Tindakan pada bukti ekstrinsik 1.



Komplain harus berdasa pada bukti ekstrinsik, termasuk dokumen yang berkaitan dengan complain



2.



Perhimpunan cabang dapat melakukan tidakan etik walaupun tidak ada complain didalam suatu dugaan pelanggaran etik



3.



Bukti ekstrinsik bisa berupa formal yudisial atau laporan administrative, sumpah persidangan, kesaksian persidangan, rekam medis, atau dokumen yang serupa



C. Review yuridiksi 1.



Ketika complain diterima oleh perhimpunan cabang, perhimpunan cabang harus mengulas untuk menentukan yuridiksi atas masalah ini. 12



2.



Review mempertimbangkan : a.



Apakah psikiater tertuduh adalah anggota pengurus pusat dan pengurus cabang?hanya complain terhadap psikiater yang masuk keanggotaan yang akan di investigasi. Jika psikiater yang di complain tidak tergabung didalam keanggotaaan perhimpunan psikiater, maka perhimpunan cabang akan memberitahukan kepada pengadu bahwa psikiater yang di adukan buka anggota perhimpunan dan tidak dapat mengambil tindakan.



b.



Apakah psikiater yang dikomplain adalah anggota perhimpunan cabang? Maka complain akan diteruskan ke perhimpunan pusat bagian etik



c.



Apakah aduan kejadiannya lebih dari 10 tahun? Aduan akan ditindak lanjuti jika kejadian kurang dari 10 tahun. Pada kasus anak kecil, batas waktu 10 tahun tidak dihitung sampai anak berumur 18 tahun. Jika complain lebih dari 10 tahun, perhimpunan cabang akan memberitahukan kepada pengadu bahwa tidak ada tindakan yang akan diambil.



d.



Jika komplain melanggar yuridiksi maka perhimpunan harus menindaklanjuti



e.



Jika tidak melanggar etika perhimpunan maka tidak akan diltindaklanjuti oleh ketua komite etik perhimpunan psikiater.



D. Catatan : semua prosedur pada review harus tercatat dan terkirim dengan sistem yang memberikan tanda terima dan tersertifikasi.



13



Referensi



1. Jonsen, Siegler, Winslade (2010). Clinical Ethics: A Practical Approach to Ethical Decisions in Clinical Medicine, Seventh Edition. McGraw Hill Professional. 2. Darwin, Ervati (2014). Etika Profesi Kesehatan, Edisi l, Deepublish, Yogyakarta. 3. American Psychiatric Association (2010). The Principles of Medical Ethics, 2013 Edition. United States of America. 4. MENTAL HEALTH POLICY PAPER FERNANDO LOLAS Bioethics Unit (2016). Ethics in psychiatry: a framework. Pan American Health Organization, Chile



14