Contoh Format Skripsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA KRISTAL XILITOL BERBAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DENGAN VARIASI SUHU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN SUMBER INTI KRISTAL



SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian



Oleh: NURUL ANNAZHIFAH 240210130070



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN JATINANGOR 2017



LEMBAR PENGESAHAN JUDUL



: KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA KRISTAL XILITOL BERBAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DENGAN VARIASI SUHU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN SUMBER INTI KRISTAL



NAMA NPM



: NURUL ANNAZHIFAH : 240210130070



FAKULTAS



: TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN



DEPARTEMEN



: TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN



Menyetujui dan Mengesahkan,



Ketua Komisi Pembimbing



Ketua Departemen Teknologi Industri Pangan



Dr. Efri Mardawati, S.TP., M.T. NIP. 19780312 200604 2 001



Dr. Ir. Mohamad Djali, M.S. NIP. 19610724 198801 1 001



Anggota Komisi Pembimbing



Nandi Sukri, S.Pi., M.Si. NIP. 19840920 201212 1 002



ii



ABSTRAK Larutan xilitol dari TKKS menghasilkan residu fermentasi. Oleh sebab itu, larutan xilitol membutuhkan pemurnian lebih lanjut untuk meningkatkan kemurniannya. Salah satu metode pemurnian tersebut adalah kristalisasi, dimana dalam prosesnya dipengaruhi oleh suhu dan penambahan sumber inti kristal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia kristal xilitol dengan variasi suhu pemanasan dan penambahan sumber inti kristal. Kriteria pengamatan utama yaitu kadar xilitol, kemurnian, titik leleh, kadar air, tingkat higroskopisitas, kelarutan, kadar kalori, dan rendemen kristal xilitol. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dilanjutkan dengan analisis deskriptif dan dua kali ulangan. Berdasarkan hasil penelitian, kadar kalori pada suhu 55oC lebih rendah yaitu berkisar 2,74-2,85 cal/g dibanding suhu 70oC yaitu 2,77-2,89 cal/g. Berbeda dengan kadar kalori, kelarutan kristal yang dihasilkan pada suhu penguapan 55oC lebih tinggi yaitu 99,33-99,87%, dibanding pada suhu 70oC berkisar 99,05-99,62%. Kadar air xilitol yang dihasilkan pada suhu pemanasan 55oC juga lebih tinggi yaitu berkisar 23,06-24,54 %, dibanding pada suhu penguapan 70 oC, yaitu 20,61 - 21,97 %. Tingginya nilai kadar air kristal disebabkan produk yang dihasilkan bersifat amorf dan sticky. Nilai kemurnian pada suhu 55oC berkisar antara 29,67-29,94%, dan suhu 70oC berkisar 29,7729,86%. Berdasarkan tingkat higroskopisitasnya, seluruh sampel kristal tergolong higroskopis (20,10%-25%), dengan kristal dari suhu pemanasan 55oC bersifat lebih higroskopis dibanding suhu 70oC. Kristal yang dihasilkan pada pembibitan 1% lebih cepat dan pembentukan kristal berupa butiran putih di dasar larutan, sedangkan pembentukan kristal pada pembibitan 0% cenderung membentuk lapisan putih. Kata Kunci: Kristalisasi, Suhu, Sumber Inti Kristal, Tandan Kosong Kelapa Sawit, Xilitol.



iii



ABSTRACT Xylitol solution from OPEFB produced fermentation residues. Therefore, it required further purification to increase its purity. One of the purification methods is crystallization, which in the process is influenced by several factors, there are temperature and the addition of crystal seeds. This research aimed to study the physicochemical characteristics of xylitol crystals with variation of heating temperature and addition of crystal seeds. The main observational criteria were crystal contents, purity, melting point, water content, hygroscopicity, solubility, caloric content, and crystal xylitol yield. This research was done by experimental method followed by descriptive analysis and twice replicate. Based on the results, caloric content at 55oC is ranged from 2.74 to 2.85 cal/g was lower than 70oC, 2.77-2.89 cal/g. Nevertheless, the solubility of crystals produced at temperature 55°C was 99.33-99.87%, it was higher than 70°C, 99.05-99.62%. The water content of xylitol produced at the heating temperature of 55oC was also higher which ranges from 23.06 to 24.54%, compared to the evaporation temperature of 70oC, 20.61 - 21.97%. The high value of crystalline water content due to the resulting product wass amorphous and sticky. The purity value at temperature 55oC ranged from 29.67-29.94%, and the temperature 70oC ranged from 29.77 to 29.86%. Based on the hygroscopicity, all samples were hygroscopic (20.10% -25%), with crystals of 55°C heating temperatures more hygroscopic than 70oC. The forming of xylitol crystals that was produced by adding 1% crystal seeds was faster and the crystalline formation was white grains at the bottom of the solution, while the crystal formation in the 0% crystal seeds tend to form a white coating. Keywords: Crystallization, Temperature, Crystal Seeds, Oil Palm Empty Fruit Bunches, Xylitol



iv



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan berkat, rahmat dan kasih sayangNya penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi yang berjudul “Kajian Sifat Fisikokimia Kristal Xilitol Berbahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan Variasi Suhu Pemanasan dan Penambahan Sumber Inti Kristal”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak, maka penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Efri Mardawati, STP., M.T., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Nandi Sukri, S.Pi., M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. In-In Hanidah, S.TP., M.Si., selaku dosen penelaah yang memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Dr. Ir. Mohamad Djali, M.Si., selaku Ketua Departemen Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjadjaran. 5. Dr. Ir. Edy Suryadi, MT., selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. 6. Orang tua dan adik yang selalu memberikan doa tiada batas selama ini dan kasih sayang yang luar biasa kepada penulis.



v



vi



7. Salma, Hilda, Indira, Shafira, Mesta, Dian, Ika, Pirda, Gita, Dara, Nadya, Parlan, dan Musa atas doa, semangat, bantuan dan dukungan yang diberikan. 8. Teman seperjuangan, Teknologi Industri Pangan 2013, yang telah menjadi teman sekaligus keluarga bagi penulis. 9. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun telah membantu kelancaran serta kemudahan bagi penulis selama proses penyusunan makalah. Penulis berharap skrispi ini dapat bermanfaat umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi penulis. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Jatinangor,



Agustus 2017



Penulis



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii ABSTRAK ............................................................................................................ iii ABSTRACT .......................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii I.



PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1.



Latar Belakang ......................................................................................... 1



1.2.



Identifikasi Masalah ................................................................................. 4



1.3.



Maksud dan Tujuan .................................................................................. 4



1.4.



Kegunaan Hasil Penelitian ....................................................................... 5



II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6 2.1.



Xilitol........................................................................................................ 6



2.1.1.



Pengertian Xilitol .............................................................................. 6



2.1.2.



Sifat Fisika Kimia Xilitol .................................................................. 7



2.1.3.



Standar Mutu Xilitol ......................................................................... 8



vii



2.1.4.



Keunggulan Xilitol ............................................................................ 9



2.1.5.



Bahan-Bahan yang Mengandung Xilitol ......................................... 10



2.1.6.



Tandan Kosong Kelapa Sawit ......................................................... 11



2.1.7.



Metode dalam Produksi Xilitol ....................................................... 14



2.2.



Kristalisasi .............................................................................................. 20



2.2.1.



Pengertian Kristalisasi ..................................................................... 20



2.2.2.



Mekanisme Kristalisasi ................................................................... 21



2.2.3.



Metode Kristalisasi.......................................................................... 23



2.2.4.



Kristalisasi Gula .............................................................................. 26



2.2.5.



Kristalisasi Xilitol ........................................................................... 27



2.2.6.



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kristalisasi ............................. 29



III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS............................................. 31 3.1.



Kerangka Pikiran .................................................................................... 31



3.2.



Hipotesis ................................................................................................. 38



IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN .................................................. 39 4.1.



Waktu dan Tempat Percobaan ................................................................ 39



4.2.



Bahan dan Alat Percobaan ..................................................................... 39



4.3.



Metode Penelitian ................................................................................... 40



4.4.



Pelaksanaan Percobaan ........................................................................... 41



4.4.1.



Pembuatan Hidrolisat Hemiselulosa dari TKKS............................. 41



viii



4.4.2.



Fermentasi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit ..................... 42



4.4.3.



Pemurnian Larutan Fermentasi dari Hidrolisat TKKS.................... 44



4.4.4.



Kristalisasi Xilitol ........................................................................... 44



4.5. V.



Kriteria Pengamatan ............................................................................... 50



HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 52 5.1.



Karakterisasi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) ............................ 52



5.2.



Komposisi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit ............................ 53



5.3.



Komposisi Hasil Fermentasi Hidrolisat ................................................. 57



5.4.



Komposisi dan Karakterisasi Kristal Xilitol........................................... 59



5.4.1.



Kadar Xilitol.................................................................................... 61



5.4.2.



Kemurnian ....................................................................................... 63



5.4.3.



Titik Leleh ....................................................................................... 64



5.4.4.



Kadar Kalori .................................................................................... 66



5.4.5.



Kadar Air......................................................................................... 67



5.4.6.



Tingkat Higroskopisitas .................................................................. 68



5.4.7.



Kelarutan ......................................................................................... 69



5.4.8.



Rendemen........................................................................................ 71



VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 72 6.1.



Kesimpulan ............................................................................................. 72



6.2.



Saran ....................................................................................................... 73



ix



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74 LAMPIRAN ......................................................................................................... 83



x



DAFTAR TABEL No.



Judul



Halaman



1.



Karakteristik Xilitol..........................................................



7



2.



Standar Mutu Xilitol..............................................................



9



3.



Perbandingan Tingkat Kemanisan dan Nilai Kalori Antara Xilitol dan Pemanis Lain.......................................................



10



4.



Kandungan Pentosan pada Tumbuhan..................................



10



5.



Komposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit.............................



14



6.



Hasil Kristalisasi dan Kemurniannya dari Media Sintetik....



28



7.



Hasil Kristalisasi Xilitol dan Kemurnian Kristal dari Larutan Menggunakan Metode Bioteknologi........................



29



8.



Variasi Percobaan..................................................................



40



9.



Komposisi Medium Inokulum...............................................



43



10.



Hasil Pengujian Karakterisasi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)........................................................................



52



11.



Komponen Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit...........



54



12.



Komponen Hasil Fermentasi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit..........................................................................



57



13.



Hasil Analisis Kadar Xilitol pada Kristal..............................



61



14.



Hasil Analisis Kemurnian Kristal Xilitol..............................



62



15.



Hasil Analisis Titik Leleh Kristal Xilitol..............................



63



16.



Hasil Analisis Kadar Kalori Kristal Xilitol...........................



65



17.



Hasil Analisis Kadar Air Xilitol............................................



66



18.



Hasil Analisis Tingkat Higroskopisitas Kristal Xilitol..........



67



19.



Hasil Analisis Yield Kristal Xilitol........................................



70



xi



DAFTAR GAMBAR No.



Judul



Halaman



1.



Struktur Xilitol.......................................................................



8



2.



Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Kelapa Sawit..................



11



3.



Sistematika Produksi Xilitol dari Bahan Berlignoselulosa...



13



4.



Metode Produksi Xilitol........................................................



15



5.



Skema Proses Produksi Xilitol..............................................



21



6.



Zona Kristalisasi....................................................................



22



7.



Skema Peralatan untuk Metode Penguapan Lambat.............



24



8.



Skema Peralatan untuk Metode Pendinginan Lambat..........



24



9.



Skema Peralatan untuk Metode Gradien Suhu......................



26



10.



Diagram Alir Proses Hidrolisis Xilitol..................................



46



11.



Pembuatan Agar Miring........................................................



47



12.



Penanaman Biakan Baru........................................................



47



13.



Pembuatan Inokulum.............................................................



48



14.



Fermentasi Hidrolisat TKKS.................................................



49



15.



Pemurnian Larutan Xilitol.....................................................



49



16.



Kristalisasi Xilitol..................................................................



50



17.



Isotermis Adsorpsi pada Kristal Karbohidrat........................



67



18.



Kelarutan Sukrosa dalam Air................................................



69



19.



Analisis Serat.........................................................................



90



20.



Analisis Hemiselulosa...........................................................



91



21.



Analisis Selulosa dan Lignin.................................................



93



22.



Analisis Kadar Air.................................................................



93



23.



Analisis Kadar Abu...............................................................



94



xii



DAFTAR LAMPIRAN No.



Judul



Halaman



1.



Prosedur Pengujian Pengamatan Utama................................



82



2.



Prosedur Pengujian Pengamatan Penunjang.........................



89



3.



Data Analisis Kadar Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit.....



95



4.



Data Analisis Kadar Air Tandan Kosong Kelapa Sawit.......



95



5.



Data Analisis Kadar Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit......



95



6.



Kurva Standar Xilosa, Glukosa, Asam Asetat, dan Etanol untuk Uji HPLC.....................................................................



96



7.



Data Analisis Komponen Hidrolisat TKKS..........................



97



8.



Data Analisis Komponen Hasil Fermentasi Hidrolisat.........



99



9.



Data Analisis Kadar Xilitol pada Kristal...............................



100



10.



Data Analisis Kemurnian Kristal Xilitol...............................



116



11.



Data Analisis Titik Leleh Kristal Xilitol...............................



116



12.



Data Analisis Kadar Kalori Kristal Xilitol............................



117



13.



Data Analisis Kadar Air Kristal Xilitol.................................



118



14.



Data Analisis Tingkat Higroskopisitas Kristal Xilitol...........



119



15.



Data Analisis Kelarutan Kristal Xilitol pada T ruang (25oC)



120



16.



Data Analisis Yield Kristal Xilitol.........................................



121



17.



Dokumentasi Proses Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit......................................................................................



122



18.



Dokumentasi Proses Fermentasi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit..........................................................................



19.



Dokumentasi Kristalisasi Hasil Fermentasi...........................



xiii



123 124



I.



PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang



Xilitol merupakan gula alkohol alami yang tersusun dari 5 atom karbon dan merupakan bahan yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian karena berpotensi sebagai pemanis alami dan sumber karbohidrat yang baik terutama untuk penderita diabetes (Pepper and Olinger, 1988). Kandungan kalori xilitol yang lebih rendah dari gula sukrosa menyebabkan pemanis ini aman untuk penderita diabetes dan hiperglikemia. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa xilitol tidak menyebabkan kerusakan gigi, mampu menurunkan 80% kemungkinan penularan penularan bakteri Streptococcus mutans dari ibu ke bayi yang merusak gigi, mampu meningkatkan kepadatan tulang sehingga dapat melawan osteoporosis serta dapat meningkatkan aktivitas neutrofil yang berguna untuk melawan berbagai infeksi (Rahayu, 2014). Saat ini, xilitol komersil diproduksi melalui hidrogenasi kimia D-xylose dari hidrolisis asam dan bahan yang mengandung lignoselulosa. Akan tetapi, metode ini membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi, sehingga metode alternatif dibutuhkan agar produksi xilitol lebih efektif, misalnya menggunakan mikroorganisme (Misra et al., 2011). Mikroogranisme yang digunakan yaitu dari jenis bakteri, jamur dan khamir. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa produksi xilitol dengan menggunakan khamir menghasilkan rendemen xilitol lebih banyak dari pada produksi xilitol menggunakan bakteri dan jamur.



1



2



Keunggulan pembuatan xilitol dengan metode mikrobiologi antara lain tidak menimbulkan masalah lingkungan karena tidak terbentuk limbah logam, biaya yang relatif murah karena prosesnya berlangsung pada suhu kamar dan tekanan 1 atm, juga terdapat banyak jenis mikroorganisme mampu menghasilkan enzim xilosa reduktase yang dapat mengubah xilosa menjadi xilitol serta memanfaatkan hemiselulosa berupa xilan yang terdapat pada bahan pertanian. Saat ini, industri kelapa sawit merupakan salah satu industri perkebunan yang mengalami pertumbuhan signifikan, tidak hanya di wilayah Kalimantan, tetapi juga ke daerah Jawa Barat, seperti Bogor. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2015), total produksi minyak kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 26 juta ton, tahun 2013 mencapai 27,8 juta ton, tahun 2014 mencapai 29,3 juta ton, dan kemudian pada tahun 2015 meningkat sekitar 31,3 juta ton. Data ini menunjukkan bahwa produksi minyak kelapa sawit meningkat dari tahun ke tahun. Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu limbah hasil produksi minyak kelapa sawit, dimana limbah tersebut merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa. Limbah ini merupakan limbah padat yang paling banyak dihasilkan oleh industri kelapa sawit yaitu sekitar 22-23% dari total tandan buah segar yang diolah. Adanya kandungan lignoselulosa pada bahan tersebut menjadikan tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku dalam produksi xilitol. Proses produksi xilitol dari tandan kosong kelapa sawit adalah koversi hemiselulosa menjadi xilosa melalui pretreatment dan hidrolisis, serta reduksi xilosa menjadi xilitol (Mardawati, et al., 2015).



3



Bila



hemiselulosa



dihidrolisis,



maka



akan



dihasilkan



komponen



penyusunnya berupa monosakarida yang tersusun atas lima buah rantai karbon. Salah satu hasil hidrolisis hemiselulosa ini adalah xilosa. Setelah dihidrolisis, akan didapat xilosa serta beberapa karbohidrat lainnya, seperti glukosa, dan fruktosa sebagai produk samping (Putri, 2008). Proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit kemudian diikuti dengan fermentasi hidrolisat agar dihasilkan larutan xilitol (Mardawati, et al., 2015). Larutan xilitol merupakan residu fermentasi. Oleh sebab itu, larutan xilitol membutuhkan pemurnian lebih lanjut agar dihasilkan xilitol murni. Salah satu metode pemurnian tersebut adalah kristalisasi. Kristalisasi membutuhkan energi yang lebih rendah dibanding proses destilasi dan proses lain yang biasanya digunakan untuk pemurnian suatu bahan (Martinez, et al., 2015). Kristalisasi merupakan proses pembentukan partikel zat padat di dalam suatu fase homogen. Prinsipnya adalah pemisahan suatu sistem zat padat-cair melalui alih massa dari fase cair ke fase padat (kristal). Kristalisasi banyak digunakan untuk pemurnian xilitol karena dapat menghasilkan senyawa polyol dalam bentuk murni dan konsistensi padat dari suatu larutan yang tidak murni. Senyawa yang sangat larut seperti xilitol dapat dikristalisasi dengan berbagai metode, diantaranya adalah penguapan zat pelarut yang meningkatkan konsentrasi, pendinginan yang menurunkan kelarutan, presispitasi, atau saltingout, yang penggunaannya didasarkan pada kelarutan, dan temperatur (Martinez, et al., 2015). Proses ini akan menguapkan kadar air, dan menghilangkan kandungan kotoran yang terdapat pada bahan. Proses kristalisasi sendiri dipengaruhi oleh



4



beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur, dimana penurunan temperatur akan menginduksi pembentukan kristal secara cepat, serta sumber inti kristal, dimana inti yang terbentuk memiliki kecenderungan mempercepat kristalisasi. Semakin rendah suhu kristalisasi yang digunakan, dapat menghasilkan rendemen kristal yang tinggi, akan tetapi hasil ini berlawanan terhadap tingkat kemurnian kristal yang dihasilkan (Sampaio, et al., 2006). Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pemanasan dan penambahan sumber inti kristal pada proses kristalisasi terhadap karakteristik fisikokimia kristal xilitol yang dihasilkan.



1.2.



Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai



berikut: “Bagaimana karakteristik fisikokimia kristal xilitol berbahan baku tandan kosong kelapa sawit yang dibuat dengan variasi suhu pemanasan dan penambahan sumber inti kristal xilitol pada proses kristalisasi?”



1.3.



Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik fisikokimia



kristal xilitol yang dibuat dengan variasi suhu pemanasan dan penambahan sumber inti kristal xilitol pada proses kristalisasi. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh variasi suhu pemanasan dan penambahan sumber inti kristal xilitol pada proses kristalisasi terhadap karakteristik fisikokimia kristal xilitol yang dihasilkan.



5



1.4.



Kegunaan Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai



karakteristik kristal xilitol berbahan baku tandan kosong kelapa sawit dan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan kristal xilitol.



II.



TINJAUAN PUSTAKA



2.1.



Xilitol



2.1.1. Pengertian Xilitol



Xilitol merupakan gula alkohol dengan lima atom karbon. Xilitol disebut sebagai pemanis alami karena secara alami ditemukan dalam sayuran dan buahbuahan serta memiliki tingkat kemanisan yang hampir sama dengan sukrosa (Makinen, 2008). Xilitol pertama kali dibuat dari pohon Birch oleh masyarakat Finlandia selama perang dunia kedua. Kelangkaan pasokan gula yang terjadi pada tahun 1930 mendorong para peneliti mencari gula alternatif bagi penderita diabetes. Bersamaan dengan itu, peneliti menemukan bahwa metabolisme xilitol di dalam tubuh tidak membutuhkan insulin, sehingga di tahun 1960-an xilitol telah dikonsumsi sebagai pengganti gula bagi para penderita diabetes. Selain itu, Food and Drug Administration (FDA) menyatakan keuntungan xilitol lainnya yaitu xilitol tidak mempunyai efek toksik (Sellman, 2008). Xilitol berpotensi untuk diaplikasikan pada industri pangan, tetapi volume penggunaannya kemungkinan kecil karena harga dan ketersediaannya. Biasanya xilitol digunakan untuk pembuatan kembang gula, atau pada produk kesehatan seperti pencuci mulut dan sikat gigi (Affleck, 2000), dan pada industri farmasi untuk pemanis atau agen pelapis untuk produk farmasi (Parajo, et al., 1998). Saat ini, xilitol diizinkan untuk digunakan pada makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk kesehatan di lebih dari 50 negara (Povelainen, 2008). Penjualan xilitol



6



7



berkembang sangat cepat dan diperkirakan hampir US$ 340 juta/tahun dan harganya berkisar US$ 6-7 / kg (Rafiqul dan Sakinah, 2013).



2.1.2. Sifat Fisika Kimia Xilitol Gula poliol dalam pemanis buatan terdiri dari beberapa macam, misalnya sorbitol, ertritol, dan xilitol. Xilitol sendiri merupakan poliol dengan 5 atom karbon, dan merupakan pemanis dengan tingkat kemanisan menyerupai kemanisan sukrosa, namun lebih rendah kalori. Tingkat kemanisan merupakan karakteristik penting dalam produk pemanis alami, dimana karakteristik tersebut harus sesuai dengan daya terima konsumen terhadap rasa dan kualitas dari produk itu sendiri. Hal ini lah yang menjadikan xilitol sebagai produk yang bernilai tinggi dan banyak dimanfaatkan di bidang pangan, maupun industri industri (Mun, 2015). Karakteristik xilitol dapat dilihat pada Tabel 1, dan struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel. 1. Karakteristik Xilitol No. Karakteristik 1. Rumus molekul 2. Berat molekul 3. Wujud 4. Bau 5. Titik leleh 6. Titik didih 7. Densitas (densitas bulk) (15oC) 8. Densitas larutan (specific gravity) (pada 20oC) 9. Kelarutan (pada 20oC) 10. pH dalam air (100 g/liter) 11. Viskositas (pada 20oC) 12. Refractive index (25oC) (Sumber: Nabors, 2012 dalam Mun, 2015)



C5H12O5 152,15 g/mol Bubuk atau kristal putih Tidak berbau 92-96 oC 126oC 1,5 g/L 10% 1.03g/mL; 60% 1.23g/mL 169 g / 100 g H2O 5-7 10% 1,23 ; 40% 4,18 ; 50% 8,04 ; 60% 20,63 10% 1,3471 ; 50% 1,4132



8



Gambar 1. Struktur Xilitol Sumber: (Putri, 2008)



Kelarutan xilitol tergantung pada suhu dan komposisi campuran pelarut; kelarutan dalam air menurun dari 85 menjadi 50 g/100g larutan ketika suhu diturunkan dari 60oC menjadi 0 oC, dan dari 85 menjadi 20g/100g larutan pada suhu 60 oC ketika konsentrasi etanol pada campuran pelarut meningkat dari 0 menjadi 95,3% (Vyglazov and Khol’kin, 1984). Dapat dikatakan bahwa indeks refraksi, densitas, dan viskositas menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi etanol dari 0 menjadi 95,3g/100g dan suhu menurun dari 60 oC menjadi 0 oC (Martinez, et. al., 2015).



2.1.3. Standar Mutu Xilitol Sebelum suatu produk dikomersilkan, produk tersebut harus memenuhi standar yang ada. Berdasarkan Food and Agriculture Organization, standar mutu xilitol dapat dilihat pada Tabel 2.



9



Tabel 2. Standar Mutu Xilitol Karakteristik Deskripsi Nama Kimia Xilitol Rumus Kimia C5H12O5 Berat Molekul 152,15 Kadar Logam Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101% pada keadaan anhidrous Warna Berwarna putih Bentuk Serbuk Bau Tidak berbau Kelarutan Sangat larut dalam air, sedikit larut dalam etanol Titik Leleh 92-96oC Kemurnian Air: tidak lebih dari 0,5% (metode Karl Fischer) (Sumber: FAO, 2001)



2.1.4. Keunggulan Xilitol Xilitol dapat menghambat pertumbuhan bakteri dalam mulut, sehingga bermanfaat untuk mencegah karies, dan menjaga pH saliva. Berdasarkan penelitian, xilitol juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pneumoniae dalam nasofaring, sehingga dapat mengurangi infeksi telinga tengah dan sinusitis (Putri, 2008). Menurut Putri (2008), xilitol memiliki beberapa keuntungan dibanding pemanis lain, yaitu: 



Xilitol bersifat nonkariogenik, artinya tidak menyebabkan karies pada gigi, karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik Streptococcus mutans (Makinen, 2008).







Xilitol sebagai pemanis yang aman digunakan oleh setiap orang. Pernyataan ini telah dikeluarkan oleh Food and Drug Administration (FDA).







Xilitol memiliki nilai kalori 2,4 kal/g, lebih rendah dibanding gula pada umumnya, seperti glukosa yang memiliki nilai kalori sebesar 4 kal/g.



10







Xilitol memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan sukrosa dan lebih manis dari sorbitol (Kiet et al., 2006). Perbandingan nilai kalori dan tingkat kemanisan pemanis dengan sukrosa dapat dilihat pada Tabel 3.



Tabel 3. Perbandingan Nilai Kalori dan Tingkat Kemanisan Pemanis dengan Sukrosa Nilai Kalori Sifat Tingkat Kemanisan Nama Gula (kal/g) Kariogenik (Sukrosa) Sukrosa 4 Ya 1,0 Glukosa 4 Ya 0,7 Fruktosa 4 Ya 1,5 Laktosa 4 Ya 0,2 Xilitol 2,4 Tidak 1,0 Sorbitol 2,6 Tidak 0,6 Mannitol 1,6 Tidak 0,5 Maltitol 2,1 Tidak 0,9 Aspartam 0,0 Tidak 180 Sakarin 0,0 Tidak 300 Sumber: (Kiet et al., 2006)



2.1.5. Bahan-Bahan yang Mengandung Xilitol Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu bahan yang dapat menghasilkan xilitol. Akan tetapi, masih terdapat beberapa bahan yang juga mengandung xilosa. Bahan-bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Pentosan pada Tumbuhan Tanaman Tongkol jagung Kulit gandum Kulit almond Kayu Ampas tebu Kulit bunga matahari Kulit hazelnut Tandan Kosong Kelapa Sawit Kayu eucalyptus Sekam padi



(Sumber: Modifikasi Ullmann, 2000)



Kandungan Pentosan (%) 30-32 29-32 30 27 25-27 25 23 21-23 20 16-18



11



2.1.6. Tandan Kosong Kelapa Sawit Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2015), total produksi minyak kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 26 juta ton, tahun 2013 mencapai 27,8 juta ton, tahun 2014 mencapai 29,3 juta ton, dan kemudian pada tahun 2015 meningkat sekitar 31,3 juta ton. Data ini menunjukkan bahwa produksi minyak kelapa sawit meningkat dari tahun ke tahun, dan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit kasar terbesar (Mardawati et al., 2015). Tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 2.



Gambar 2. Kelapa Sawita (kiri) dan Tandan Kosong Kelapa Sawitb (kanan) (Sumber:Nuryanah, 2014a ; Kop, 2015b)



Selama produksi minyak kelapa sawit kasar, Industri juga memproduksi biji palem (palm kernel) dan limbah padat, seperti tandan kosong kelapa sawit, dan kulit, serta limbah cair. Produksi 1 ton minyak kelapa sawit menghasilkan 0,22 ton tandan kosong kelapa sawit, 0.12 serat, 0.05 ton kulit, dan 2.5-3.75 ton limbah cair (Rupani et al., 2010). Tandan kosong kelapa sawit sendiri merupakan limbah padat yang paling banyak dihasilkan oleh industri kelapa sawit yaitu sekitar 22-23% dari total tandan buah segar yang diolah. Limbah-limbah tersebut



12



berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk industri lain (Mardawati et al., 2015). Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu limbah hasil produksi minyak kelapa sawit, dimana limbah tersebut merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa. Adanya kandungan lignoselulosa pada bahan tersebut menjadikan tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku dalam produksi xilitol. Menurut Mardawati, et al. (2015), proses produksi xilitol dari tandan kosong kelapa sawit dapat melalui konversi hemiselulosa menjadi xilosa melalui pretreatment dan hidrolisis, serta reduksi xilosa menjadi xilitol, dimana hidrolisis enzimatik dari tandan kosong kelapa sawit diikuti dengan fermentasi hidrolisat. Sistematika produksi xilitol dari bahan berlignoselulosa seperti tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 3.



13



Note: XR: xylose reductase. XDH: xylitol dehydrogenase. XK: xylulose kinase. ACS: acetyl-CoA synthetase. AADH: acetylating acetaldehyde dehydrogenase. ADH: alcohol dehydrogenase.



Gambar 3. Sistematika Produksi Xilitol dari Bahan Berlignoselulosa (Sumber: Wei et al., 2015)



Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah biomassa utama yang dihasilkan dari proses pembuatan minyak kelapa sawit. Berdasarkan Visvanathan et al., 2009), 0,22 ton tandan kosong kelapa sawit diproduksi dari buah tandan segar, atau 1,1 ton tandan kosong kelapa sawit diproduksi untuk setiap ton minyak kelapa sawit. Komponen utama pada tandan kosong kelapa sawit adalah selulosa, lignin, dan hemiselulosa (Mardawati et al., 2015). Di Indonesia, tandan kosong kelapa sawit saat ini banyak diproduksi untuk produk non-pangan, seperti pembuatan pupuk organik, dan papan serat. Adanya komponen utama pada tandan



14



kosong kelapa sawit menjadikan bahan ini dapat diolah menjadi produk pangan berupa xilitol. Komposisi utama tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit (basis kering) Komposisi Jumlah (%) Selulosa 43,00-43,47 Hemiselulosa 22,93-23,67 Lignin 21,28-22,10 (Sumber: Mardawati et al., 2014) Hemiselulosa merupakan polimer dari monomer gula (gula-gula anhidro) yang dapat dikelompokkan menurut penyusunnya yaitu heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa), pentosa (xilosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa), asam heksuronat (glukoronat, metilglukoronat dan galakturonat) dan deoksiheksosa (rhamnosa dan fruktosa) (Richana, dkk., 2007). Rantai utama hemiselulosa dapat hanya terdiri atas satu macam monomer saja (homopolimer), misalnya xilan, atau dapat terdiri dua atau lebih monomer (heteropolimer), misalnya glukomanan (Kulkarni et al., 1999). Bila hemiselulosa dalam tandan kosong kelapa sawit dihidrolisis, maka akan dihasilkan komponen penyusunnya berupa monosakarida yang tersusun atas lima buah rantai karbon. Setelah proses hidrolisis akan didapat xilosa serta beberapa karbohidrat lainnya, seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa sebagai produk samping (Putri, 2008). Xilan dapat diproses menjadi gula xilitol, melalui proses hidrolisis xilan menjadi xilosa, kemudian dihidrogenasi menjadi xilitol (Richana, dkk., 2007).



2.1.7. Metode dalam Produksi Xilitol Xilitol merupakan salah satu tipe gula alkohol, yang biasa digunakan pada industri pangan atau pun obat-obatan sebagai subtitusi gula untuk masyarakat



15



yang menderita diabetes dan obesitas, untuk mengurangi gingivitis dan mengontrol halitolis. Xilitol dapat diproduksi dengan metode kimia maupun bioteknologi menggunakan xilosa murni atau hidrolisat hemiselulosa yang mengandung xilosa (Martinez, et. al., 2015). Metode produksi xilitol dapat dilihat pada Gambar 4.



Gambar 4. Metode Produksi Xilitol (Sumber: Parajo, et al., 1998)



Xilitol secara industri dapat diproduksi dengan reduksi katalitik dari Dxilosa murni, tapi juga bisa diproduksi dengan metode bioteknologi. Xilosa diekstraksi dari bahan lignoselulosa dengan asam atau hidrolisis enzimatik. Secara industri, xilitol dihasilkan dengan hidrogenasi kimia dari D-xilosa murni dengan bantuan katalis Nikel pada suhu dan tekanan tertentu (Melaja and Hämäläinen, 1977). Metode kimia (konvensional) untuk produksi xilitol membutuhkan energi



16



dan biaya yang cukup besar, dan proses pemurniannya membutuhkan biaya yang cukup besar. Sebagai alternatif metode konvensional, dua metode bioteknologi dapat digunakan; diantaranya dengan memanfaatkan mikoba, dan dengan bantuan enzim. Metode bioteknologi ini dinilai merupakan metode alternatif yang dapat menghasilkan xilitol dengan kualitas tinggi dan dengan biaya yang terjangkau (Rafiqul dan Sakinah, 2013).



2.1.7.1.Metode Ekstraksi Xilitol secara alami terdapat pada sayuran dan buah-buahan, seperti selada, kembang kol, raspberry, strawberry, anggur, pisang, dan juga terdapat pada khamir, rumput laut, dan jamur. Xilitol dapat dihasilkan dari bahan baku tersebut dengan metode ekstraksi solid-liquid. Akan tetapi, rendemen xilitol yang dihasilkan sangat kecil, yaitu 900 mg/100 g, sehingga metode ini kurang ekonomis (Pepper and Olinger, 1988).



2.1.7.2.Metode Kimiawi Metode ini menggunakan agen hidrolisis berupa asam kuat, dan agen hidrogenasi berupa hidrogen (H2) untuk mengubah xilosa menjadi xilitol, dengan katalisator Nikel (Ni). Rendemen xilitol yang dapat dihasilkan mencapai 50-60%. Keuntungan menggunakan metode ini adalah kemurnian xilitol yang dihasilkan relatif tinggi, gula yang terhidrogenasi dapat dengan mudah dipisahkan dari campuran poliol. Akan tetapi, metode ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu membutuhkan energi dan biaya yang tinggi, tidak ramah lingkungan, proses



17



pemurnian relatif panjang (Rafiqul dan Sakinah, 2013), serta membutuhkan xilosa murni ketika hidrogenasi (Parajo, et.al., 1998), sehingga bahan baku limbah pertanian tidak cocok menggunakan metode ini. Hal ini disebabkan xilitol yang dihasilkan dari limbah pertanian masih mengandung residu dan membutuhkan pemurnian bila ingin dihidrogenasi menggunakan metode kimia.



2.1.7.3.Metode Fermentasi Metode



ini



dapat



dilakukan



dengan



memanfaatkan



aktivitas



mikroorganisme, berupa bakteri (Enterobacter, Corynebacterium sp), kapang (Rhosporidium torulides, Fusarium oxysporum, Petromyces albertensis), maupun khamir (Candida tropicalis, Debaromyces hansenii) (Parajo, et.al., 1998). Keuntungan dari metode ini adalah harga lebih terjangkau dibanding metode kimia, hemat energi, produktivitas tinggi, ramah lingkungan, dan tidak membutuhkan xilosa murni yang artinya pembuatan xilitol dengan metode ini dapat menggunakan bahan baku berupa limbah pertanian. Akan tetapi, kerugian metode ini adalah membutuhkan waktu yang relatif panjang, membutuhkan banyak air (Rafiqul dan Sakinah, 2013), dan menghasilkan larutan xilitol yang tidak murni, sehingga membutuhkan proses pemurnian. Menurut Rafiqul dan Sakinah (2013), produksi xilitol dengan proses mikroba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kondisi kultur (suhu, pH, pengadukan, aerasi, inhibitor sel), nutrisi, kebutuhan air, dan jenis proses (Tomotani et al., 2009). Proses mikroba juga membutuhkan waktu yang cukup lama, mulai dari preparasi inolukum, sterilisasi yang membutuhkan



18



banyak energi, waktu, dan kerja keras. Menurut Ghindea, et. al (2010), faktorfaktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Konsentrasi Xilosa Itu dibuktikan secara eksperimental bahwa salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan yeast dalam proses fermentasi adalah konsentrasi



substrat



mempengaruhi



(D-xylose).



produksi



xilitol.



Konsentrasi Dengan



cara



xilosa



awal



dapat



ini,



dalam



kasus



mikroorganisme yang dapat tumbuh dalam kondisi tekanan osmotik yang tinggi atau pada glucides konsentrasi tinggi, konsentrasi xilosa awal yang tinggi dapat menghasilkan jumlah xilitol yang lebih tinggi. Pada saat yang sama ketika konsentrasi awal xiloss naik, harus dilakukan peningkatan oksigen, sehingga menghindari penghambatan pertumbuhan mikroba. Studi eksprimen tentang strain C. tropicalis menunjukkan bahwa, pada konsentrasi xilosa tinggi dan dalam tingkat aerasi optimal, pertumbuhan sel yang signifikan terjadi pada awal proses fermentasi dan tingkat produksi xilitol sangat meningkat. 2. Sumber Karbon Itu dibuktikan secara eksperimental bahwa, dalam kasus C. tropicalis, penggunaan D-glukosa sebagai substrat dalam konsentrasi rendah, mengarah dalam efisiensi produksi. Efek ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa D-glukosa digunakan dalam pertumbuhan sel, sedangkan D-xylose dikonsumsi setelah pertumbuhan. Pengaruh faktor ini juga terbukti



19



menjadi spesifik untuk spesies tertentu, karena hasil yang serupa belum dikonfirmasi dalam kasus lain, seperti pada C. guilliermondii.



3. Sumber Nitrogen Di antara sumber nitrogen, ekstrak yeast dan urea merupakan nutrisi yang disukai oleh yeast untuk memproduksi xilitol. Sumber nitrogen memberikan efek stimulasi telah dibuktikan oleh penelitian pada beberapa strain C. boidinii. 4. Konsentrasi dan Usia Inokulum Proses fermentasi dapat dipengaruhi juga oleh umur inokulum, ini mempengaruhi aktivitas metabolisme dan kelangsungan hidup sel. Sebuah perbaikan produksi xilitol oleh C. guilliermondii (0.75g/L/jam), mulai dari inokulum 24h dan konsentrasi awal xilosa 54,5 g/L telah berhasil dilakukan. 5. Kondisi Aerobik Oksigen merupakan faktor penting dalam degradasi xilosa oleh yeast. Hal ini telah dibuktikan bahwa dalam kondisi anaerobik total, benar-benar menghentikan jalur metabolisme yang menghasilkan xilitol dari xilose. Tingkat oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme xilose juga merupakan komponen spesifik untuk setiap spesies. Sebagai contoh, C. tropicalis menunjukkan maksimum produktivitas di kondisi semi-anaerob, hasil serupa yang dikonfirmasi juga ketika menggunakan D.hansenii strain (4-22 mmol/L/menit).



20



6. Suhu dan pH Suhu optimal eksperimental telah ditemukan berada di sekitar nilai 30°C, dengan variasi kecil tidak secara signifikan mempengaruhi konsentrasi xilitol yang akan dihasilkan. Namun, ketika sel-sel yang tumbuh pada suhu luar 37°C, produktivitas mengalami penurunan drastis. Nilai pH awal yang digunakan selama proses fermentasi dipilih berdasarkan pada spesies yang digunakan. pH optimal untuk D. hansenii adalah 5,5, sedangkan untuk C. parapsilosis, C. guilliemondii dan C. boidinii masing-masing adalah 4,5-5, 6.0, dan 7.0.



2.2.



Kristalisasi



2.2.1. Pengertian Kristalisasi Kristalisasi banyak digunakan untuk pemurnian xilitol karena dapat menghasilkan senyawa seperti polyol dalam bentuk murni dan konsistensi padat dari suatu larutan yang tidak murni. Kristalisasi sendiri membutuhkan energi yang lebih rendah dibanding destilasi atau pun metode lain yang biasa digunakan untuk pemurnian larutan. Senyawa yang sangat larut seperti xilitol dapat dikristalisasi dengan berbagai alternatif metode, seperti evaporasi zat pelarut yang meningkatkan konsentrasi, pendinginan yang menurunkan kelarutan (Nývlt et al., 2001), presipitasi, atau salting-out, dimana pemakaian metode tergantung pada kelarutan dan suhu yang digunakan (Martinez, et. al., 2015). Skema proses produksi kristal xilitol dapat dilihat pada Gambar 5.



21



Gambar 5. Skema Proses Produksi Kristal Xilitol (Sumber: Martinez, et.al., 2015)



2.2.2. Mekanisme Kristalisasi Proses kristalisasi terbagi ke dalam 3 zona. Zona pertama adalah zona metastabil,dimana kelebihan zat terlarut pada konsentrasi kesetimbangan akan diendapkan pada kristal yang ada, tetapi tidak ada pembentukan kristal baru. Zona kedua adalah zona intermediet, dimana kristal lama dan baru akan tumbuh, dan



22



pembentukan inti kristal akan terjadi secara bersamaan. Zona ketiga adalah zona labil, dimana inti kristal akan terbentuk secara spontan. Zona dalam kristalisasi dapat dilihat pada Gambar 6.



Gambar 6. Zona Kristalisasi (Sumber: Barrett et al., 2002)



Ketiga zona ini tidak hanya dikontrol berdasarkan titik kesetimbangan, melainkan juga berdasarkan beberapa parameter lain, seperti agitasi, suhu, kemurnian larutan, dan laju pendinginan (Martinez, et. al., 2015). Padatan kristal dapat diproduksi dengan cara yang efisien, yaitu dengan mengontrol laju pendinginan untuk menghasilkan larutan lewat jenuh (supersaturated) dan mempertahankannya di dalam zona metastabil, sehingga meminimalisir pembentukan kristal baru (Nývlt et al., 1985), dan untuk mengontrol kemunculan inti kristal dan pertumbuhan kristal (Martinez, et. al., 2015).



23



2.2.3. Metode Kristalisasi Metode kristalisasi secara umum terbagi ke dalam metode yang menggunakan pemanasan (suhu tinggi), dan menggunakan suhu rendah (cooling). Secara rinci, metode tersebut berupa evaporasi lambat, pendinginan lambat, kombinasi evaporasi lambat dan pendinginan lambat, difusi gas, difusi pelarut, difusi reaktan, sublimasi, konveksi (Jones, 1981). Pemilihan metode dapat didasarkan pada sifat kimia senyawa, higroskopisitas, jumlah bahan yang digunakan, dan sebagainya.



2.3.3.1.



Metode Evaporasi Lambat Metode ini merupakan jalan termudah untuk menumbuhkan kristal dan



bekerja maksimal pada senyawa yang tidak sensitif terhadap suhu. Metode ini dapat dilakukan dengan cara menyiapkan larutan yang terdiri dari senyawa dalam pelarut yang sesuai. Larutan harus dijenuhkan atau mendekati jenuh. Larutan kemudian dipindahkan ke cawan pertumbuhan kristal yang bersih, kemudian ditutup. Penutup yang digunakan sebaiknya tidak terlalu rapat, misalnya menggunakan alumunium foil dengan beberapa lubang untuk penguapan pelarut, dan kemudian ditempatkan pada tempat yang steril dan biarkan larutan terevaporasi (Jones, 1981). Laju kristalisasi tergantung laju penguapan pelarut yang dapat diatur dengan mengubah jumlah lubang. Peralatan yang digunakan untuk metode ini dapat dilihat pada Gambar 7.



24



Gambar 7. Skema Peralatan untuk Metode Penguapan Lambat (Sumber: Azhagan, 2014) 2.3.3.2.



Slow Cooling Metode ini cocok digunakan untuk menumbuhkan kristal yang berukuran



besar. Metode ini biasanya dilakukan untuk larutan dengan titik didih pelarut kurang dari 100oC. Metode ini dapat dilakukan dengan menyiapkan larutan jenuh yang terdiri dari suatu senyawa, dimana pelarut dipanaskan sampai titik didihnya, atau dibawahnya. Larutan dipindahkan ke tabung uji, dan kemudian disumbat. Tabung uji dipindahkan ke termos vakum “Dewar” yang didalamnya terdapat air panas (air dipanaskan sampai suhu beberapa derajat di bawah titik didih pelarut. Level air sebaiknya melebihi level pelarut dalam tabung uji, tetapi tidak melebihi tinggi tabung uji. Tutup termos “Dewar” dengan sumbat gabus, dan biarkan sistem bekerja selama 1 minggu (Jones, 1981). Skema peralatan yang digunakan pada metode ini dapat dilihat pada Gambar 8.



Gambar 8. Skema Peralatan untuk Metode Pendinginan Lambat (Sumber: Jones, 1981)



25



2.3.3. Metode Gradien Temperatur Dalam metode ini, bahan-bahan sebagai sumber kristal dipindahkan dari daerah panas ke daerah dingin dimana larutan menjadi lewat jenuh dan terjadi pertumbuhan kristal. Keuntungan dari metode ini adalah (Azhagan, 2014): 



Pertumbuhan kristal terjadi pada suhu tetap







Metode ini tidak sensitif terhadap perubahan suhu







Penggunaan larutan dan pelarut yang ekonomis Di sisi lain, perubahan sedikit pada perbedaan suhu antara sumber dan



zona kristal menyebabkan efek yang cukup besar pada laju pertumbuhan kristal. Pada sistem pertumbuhan kristal, zona pertumbuhan dingin terpisah dari zona panas dan larutan dipompa dari satu bak ke bak lain. Larutan lewat jenuh cenderung mengalami nukleasi ketika pemompaan. Jika larutan jenuuh pada suhu T + 𝝙T (perbedaan suhu pemompaan) dipompa langsung ke bak pertumbuhan, partikel tidak terlarut juga ikut masuk ke daerah pertumbuhan kristal. Untuk mengatasi masalah ini, tangki kistalisasi memiliki 3 bak pertumbuhan kristal. Suhu pada bak saturator sekitar 10oC di bawah suhu crystallizer, dan suhu larutan pada bak super-heater lebih tinggi dari suhu tangki saturator. Selama pertumbuhan kristal, larutan mengalir dari bak super-heater ke crystallizer, kemudian ke tangki saturator, dan kembali lagi ke bak super-heater. Pompa dipasang di tangki saturator dan bak super-heater yang dilengkapi dengan penyaring (filter) berukuran 100 µm (Azhagan, 2014). Peralatan yang digunakan pada metode ini dapat dilihat pada Gambar 9.



26



Gambar 9. Skema Peralatan untuk Metode Gradien Suhu (Sumber: Azhagan, 2014)



2.2.4. Kristalisasi Gula Gula kristal hingga saat ini masih merupakan salah satu macam komoditas yang menarik dan menguntungkan tidak hanya bagi petani tebu tapi juga bagi industri makanan, bahan baku utama dari pembuatan gula kristal ini adalah tanaman tebu. Dalam pabrik gula, ada enam tahapan yang harus dilalui. Salah satu tahapan yang teramat penting adalah tahap pemurnian. Tujuannya adalah meningkatkan kemurnian nira tebu, mencegah terjadinya inverse dan memisahkan gula dari kotoran bukan gula yang terikut dalam nira sehingga menghasilkan nira yang jernih serta bersih. Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat yang terlarut dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam suatu pelarut dan perbedaan titik beku. Kristalisasi ada dua cara yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi pendinginan (Hebrianto, 2014). Kondisi awal, nira tebu mempunyai kisaran pH 5,2-5,5 atau dalam kondisi asam dan sudah diketahui juga dari penelitian terdahulu bahwa pada kondisi asam, nira tebu mudah sekali mengalami inverse sukrosa dengan cepat sehingga dapat menurunkan kadar sukrosa dalam nira tebu. Oleh karena itu, dengan menaikkan pH pada nira diharapkan dapat mengatasi masalah inverse, untuk itu perlu



27



ditambahkan susu kapur / Ca(OH)2 atau dinamakan proses defikasi yang berfungsi mencegah keasaman dan sekaligus sebagai penjernih (Purnomo, 1994). Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama, bahan mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidakkemurnian, campuran tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi (Hebrianto, 2014).



2.2.5. Kristalisasi Xilitol Kristalisasi biasa dilakukan untuk pemurnian bahan. Senyawa yang sangat larut seperti xilitol dapat dikristalisasi menggunakan berbagai metode, seperti evaporasi zat pelarut yang meningkatkan konsentrasi, pendinginan yang menurunkan kelarutan (Martinez et al., 2007), presipitasi, atau salting-out, dimana pemakaian metode tergantung pada suhu dan jumlah bahan baku yang digunakan. Oleh karena kristalisasi xilitol dari larutan jenuh bersifat sensitif, digunakanlah moisture-resistant melt-crystallized xylitol untuk memproduksi struktur kristal aglomerat dengan 99,5% (w/w) xilitol. Dalam hal ini, 70 g xilitol/100 g larutan dipanaskan sampai 170 oC, kemudian didinginkan pada suhu 90 oC sambil diaduk, 1 gram kristal xilitol ditanam, kemudian dicampur sampai



28



terlihat peningkatan viskositas karena pembentukan kristal (50%) (Martinez, et al., 2015). Metode lain juga dilakukan dengan cara menyiapkan xilitol dari bahan yang mengandung xilan dengan hidrolisis bahan tersebut hingga terbentuk campuran monosakarida, termasuk xilosa, yang nantinya diurai menjadi xilitol menggunakan katalis. Heikkila and co-workers (1997), melaporkan tentang kristalisasi xilitol dari larutan yang mengandung 97 g (11,4g/100g), 170 g (19,5 g/100 g) dan 185 g (20,9 g/100g) xilitol yang sebelumnya sudah disiapkan dengan cara hidrogenasi bahan yang mengandung xilan per 100 gram larutan. Hasil kristalisasi larutan xilitol dari beberapa penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 (larutan xilitol dibuat dengan metode kimia) dan Tabel 7 (larutan xilitol dibuat dengan metode bioteknologi). Tabel 6. Hasil Kristalisasi dan Kemurniannya dari Media Sintetik Bahan Baku Kondisi Lelehan kristal 70% larutan xilitol, xilitol dipanaskan sampai 170oC dan didinginkan sampai 90 oC sambil diaduk dalam waterbath 80 oC. Kemudian, 1 gram kristal xilitol ditanam ke larutan. Bahan yang 91,4 % xilitol; 0,06 mengandung gram kristal xilitol xilan ditanam pada suhu 60 o C; Laju pendinginan 0,010 oC/min. 91,4% xilitol; 0,05 gram kristal xilitol ditanam pada suhu 60 oC; laju pendinginan 0,012 o C/min.



(Sumber: Martinez, et. al., 2015)



Hasil Sumber 99,5% struktur DuRoss kristal teraglomerasi



77% kemurnian Heikkila and Coxilitol, 30,72% yield workers. xilitol,



64,3% kemurnian xilitol, 31,74 yield xilitol



29



Tabel 7. Hasil Kristalisasi Xilitol dan Kemurnian Kristal dari Larutan Menggunakan Metode Bioteknologi Media Fermentasi dan Mikroorganisme Hidrolisat biomassa hemiselulosa



Kondisi



Hasil



92% konsentrasi 0,37 mm ukuran xilitol, 0,03% 0,04 kristal, dan 99,4% mm bibit kristal kemurnian kristal xilitol, laju Media sintetis pendinginan 0,006 D.hansenii dan oC/min C.tropicalis Fermentasi 20,15 g/L xilitol, 1 Bentuk dan warna Hidrolisat Ampas g/L bibit xilitol, 1 kristal seragam Tebu dengan minggu pada suhu C.guilliermondii 15 oC Media sintetis oleh 675-911 g/1 xilitol; Kemurnian 96-98% Debaryomyces -10 oC. hansenii



Sumber Heikkila and coworkers



Gurgel and workers



co-



Sampaio and coworkers



(Sumber: Martinez, et. al., 2015)



2.2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kristalisasi Menurut Dewi (2012), beberapa parameter yang mempengaruhi proses kristalisasi adalah: 



Kondisi Lewat Dingin Larutan Semakin dingin larutan waktu induksi (waktu yang diperlukan sampai inti kristal terbentuk) akan semakin pendek.







Temperatur Penurunan temperatur akan menginduksi pembentukan kristal secara cepat.







Sumber Inti Kristal Inti yang terbentuk pada pembentukan tipe heterogen memiliki kecenderungan mempercepat kristalisasi.



30







Viskositas Ketika viskositas meningkat akibat menurunnya suhu dan meningkatnya konsentrasi larutan, proses pembentukan inti kristal akan terbatasi. Hal ini disebabkan berkurangnya pergerakan molekul pembentuk inti kristal dan terhambatnya pindah panas sebagai energi pembentukan inti kristal.







Kecepatan Pendinginan Pendinginan yang cepat akan menghasilkan inti kristal yang lebih banyak dibandingkan pendinginan lambat.







Kecepatan Agitasi Proses agitasi mampu meningkatkan laju pembentukan inti



kristal.



Agitasi menyebablan pindah massa dan pindah panas berjalan lebih efisien. 



Bahan Tambahan dan Pengotor Bahan-bahan tambahan dapat berperan untuk membantu atau pun menghambat pembentukan inti kristal.







Densitas Massa Kristal Jumlah kristal yang terdapat dalam satu unit volume yang terdapat dalam larutan akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan setiap kristal.



III.



KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS



3.1.



Kerangka Pikiran



Xilitol merupakan gula alkohol dengan lima atom karbon. Xilitol disebut sebagai pemanis alami karena secara alami ditemukan dalam sayuran dan buahbuahan serta memiliki tingkat kemanisan yang hampir sama dengan sukrosa (Makinen, 2008). Xilitol berpotensi untuk diaplikasikan pada industri pangan, tetapi



volume



penggunaannya



kemungkinan



kecil



karena



harga



dan



ketersediaannya. Biasanya xilitol digunakan untuk pembuatan kembang gula, atau pada produk kesehatan seperti pencuci mulut dan sikat gigi (Affleck, 2000), dan pada insutri farmasi untuk pemanis atau agen pelapis untuk produk farmasi (Parajo et al., 1998). Menurut Parajo et al. (1998), terdapat dua metode dalam produksi xilitol. Xilitol dapat diproduksi menggunakan metode ekstraksi solid-liquid dari sayuran dan buah-buahan seperti strawberry, selada, anggur, pisang. Akan tetapi, komponen xilitol pada bahan-bahan tersebut sangat rendah, yaitu di bawah 900 mg xilitol per 100 g bahan, sehingga menjadikan metode ini kurang ekonomis (Parajo et al., 1998). Selain metode tersebut, reduksi xilosa atau disebut juga dengan proses hidrogenasi dapat dilakukan secara kimia maupun biologis, dimana pada proses hidrogenasi kimia menggunakan gas hidrogen dan nikel sebagai katalisator, sedangkan metode biologis dilakukan melalui proses fermentasi. Namun, proses kimiawi tidak ramah lingkungan dan membutuhkan xilosa murni untuk tahap selanjutnya, sehingga kurang cocok bila diproses dari bahan baku



31



32



limbah pertanian. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan proses dengan metode biologis dan memanfaatkan limbah pertanian. Limbah pertanian yang digunakan dalam penelitian ini berupa tandan kosong kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah dari produksi minyak kelapa sawit. Indonesia sendiri menghasilkan tandan kosong kelapa sawit 6 juta ton limbah TKKS tiap tahunnya. Akan tetapi, pemanfaatannya di Indonesia biasa hanya diolah sebagai pupuk atau bahan pembuatan kayu. Padahal, tandan kosong kelapa sawit mengandung hemiselulosa yang merupakan substrat dalam pembuatan xilitol. Proses produksi xilitol dari tandan kosong kelapa sawit melalui proses hidrolisis untuk konversi hemiselulosa menjadi xilosa, dan proses fermentasi untuk mereduksi xilosa menjadi xilitol. Berdasarkan Rahman et al. (2006), hidrolisis asam dari biomassa yang mengandung lignoselulosa dapat menghasilkan xilosa dari xilan, dengan fraksi selulosa dan lignin tidak berubah. Berdasarkan hasil penelitiannya yang mempelajari hidrolisis tandan kosong kelapa sawit dengan asam sulfat pada konsentrasi 2% - 6% pada suhu 120oC. Konsentrasi asam 4% menghasilkan konsentrasi xilosa yang lebih rendah dibanding konsentrasi 2%, yaitu 29,96, tetapi lebih tinggi, yaitu 29,83 g/L, dibandingkan konsentrasi xilosa pada konsentrasi 6% yaitu 29,4%. Selama hidrolisis, hasil samping berupa gula lain seperti glukosa juga dihasilkan, dimana semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan, maka semakin tinggi glukosa yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian Rahman et al. (2006), dengan konsentrasi glukosa tertinggi yaitu sebesar 4,1 g/L pada konsentrasi asam 6%. Selain glukosa, terdapat hasil samping berupa senyawa



33



asam asetat yang juga dihasilkan dari hidrolisis, dimana komponen asam asetat pada konsentrasi 2% paling tinggi yaitu 2,82 g/L. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan hidrolisis asam tandan kosong kelapa sawit menggunakan konsentrasi asam 4% pada suhu 120oC. Reduksi xilosa dapat dilakukan melalui proses fermentasi, dimana proses ini memiliki kelebihan dibandingkan melalui proses kimiawi, yaitu tidak menggunakan substansi yang murni, serta ramah lingkungan. Amaral-Collaςco et al., (1989) mengisolasi beberapa jenis khamir yang memfermentasi gula pentosa dari bahan berlignoselulosa, dan menyimpulkan bahwa jenis Debaromycess hansenii menghasilkan rendemen produk yang maksimal dan produktivitasnya tinggi. Domínguez et al. (1996) dalam percobaannya didapat rendemen produk xilitol sebesar 0.71 g/g, dengan produktivitas volumetrik sebesar 2.21 g xilitol/L.h. Proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur inokulum, konsentrasi sel, pH, suhu, komposisi media kultur, konsentrasi substrat, keberadaan oksigen. Umur inokulum merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolik dan viabilitas sel (Sreenath et al., 1986) serta mempengaruhi laju dan rendemen dalam proses fermentasi. Sreenath et al., (1986) menyatakan bahwa inokulum C. shehatae dengan usia 24 jam menghasilkan 20 g xilitol/L setelah 22 jam, dengan rendemen produk sebesar 0.24 g.g, sedangkan inokulum dengan usia 72 jam hanya memproduksi 9 g xilitol/L setelah 65 jam, dengan rendemen produk 0.13 g/g. Domínguez et al. (1996) menyatakan peningkatan konsentrasi sel D.hansenii dari 0.3 menjadi 3 g/L menyebabkan peningkatan



34



produktivitas volumetrik xilitol dari 0.68 menjadi 2.25 g/L.h. Menurut Domínguez et al., (1996), pH optimum tergantung pada jenis khamir, dimana pH terbaik untuk D.hansenii adalah 5.5, dan Candida sp berkisar 4-6. Khamir menunjukkan kemampuan dalam produksi xilitol pada range suhu 24-45oC, dengan suhu optimum 28-30oC. Domínguez et al., (1996) menyatakan produksi xilitol oleh Candida sp pada suhu 35-40oC dan 28-37oC oleh D.hansenii. Komposisi media kultur dan keberadaan sumber karbok mempengaruhi akumulasi pliol pada khamir (Nobre dan da Costa, 1985 dalam Parajo et al., (1998). Kadar garam juga mempengaruhi produktivitas (Adler dan Gustafsson (1980) dalam Parajo et al., (1998)). Umumnya, nitrogen organik meningkatkan produktivitas dan rendemen xilitol yang dihasilkan. Konsentrasi substrat juga mempengaruhi produksi xilitol, dimana peningkatan level xilosa menyebabkan penurunan laju pertumbuhan, kecuali jika aerasi ditingkatkan (Parajo et al., (1998) dan pertumbuhan terhambat dengan konsentrasi substrat yang tinggi. Konsentrasi substrat yang rendah menyebabkan penurunan rendemen karena beberapa sumber karbon digunakan untuk pertumbuhan sel, sedangkan peningkatan konsentrasi xilosa meningkatkan volumetrik dan produktivitas spesifik xilitol. Produktivitas volumetrik pada D.hansenii menurun 12% ketika konsentrasi substrat meningkat dari 175 menjadi 280 g xilosa/L. Larutan xilitol yang didapat melalui proses tersebut merupakan residu fermentasi, sehingga tahapan selanjutnya adalah pemurnian dan kristalisasi. Pemurnian terhadap hasil fermentasi tergolong membutuhkan langkah yang kompleks. Sampai saat ini, dalam skala industri, xilitol dipisahkan dan



35



dimurnikan dengan metode kromatografi (Affleck, 2000). Jandera and Churacek (1974) menggunakan kolom resin penukar kation untuk pemisahan xilitol diikuti dengan kristalisasi pada suhu rendah. Di lain sisi, Gurgel et al. (1995) menggunakan resin penukar anion dan kation untuk pemurnian xilitol, dimana didapatkan persentase kehilangan xilitol 46-57%. Akan tetapi, penggunaan resin tersebut tergolong cukup mahal untuk diterapkan (Misra et al., 2011.). Beberapa metode alternatif yang sudah ada yaitu ekstraksi liquid-liquid dam



presipitasi



yang



banyak



digunakan



dalam



skala



industri



untuk



menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak murni. Akan tetapi, metode tersebut kurang ekonomis dan sulit. Metode yang paling efisien dalam pemurnian xilitol adalah menggunakan perlakuan karbon aktif yang diikuti dengan pemanasan dengan vacuum evaporation yang bertujuan pemekatan larutan, dan kristalisasi (Sampaio et al., 2006). Kristalisasi banyak digunakan untuk pemurnian xilitol karena dapat menghasilkan senyawa seperti poliol dalam bentuk murni dan konsistensi padat dari suatu larutan yang tidak murni. Kristalisasi sendiri membutuhkan energi yang lebih rendah dibanding destilasi atau pun metode lain yang biasa digunakan untuk pemurnian larutan (Martinez, et., al. 2007). Senyawa yang sangat larut seperti xilitol dapat dikristalisasi dengan berbagai alternatif metode, seperti metode evaporasi lambat, slow cooling, dan gradien temperatur (Azhagan, 2014). Proses kristalisasi ini dapat dibengaruhi oleh kondisi lewat dingin larutan, suhu, sumber inti kristal, viskositas, kecepatan pendinginan, kecepatan agitasi, bahan tambahan dan pengotor, dan densitas massa kristal (Dewi, 2012).



36



Misra et al. (2011), melakukan penelitian dengan membandingkan suhu pemurnian larutan menggunakan, yaitu 20oC, 30oC, 37oC, dan 50oC serta variasi konsentrasi karbon aktif yang digunakan, yaitu 5 g/L, 10 g/L, 15 g/L, 20 g/L, 25 g/L. Hasil terbaik didapatkan pada suhu 30oC, dan konsentrasi karbon aktif sebesar 15 g/L yang menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 43.31% (1.438 g xilitol per 50 mL). Sampaio et al. (2006), menyatakan perlakuan karbon aktif optimum pada konsentrasi karbon aktif 20 g/L pada suhu 25oC selama 1 jam dengan rendemen kristal 42%. Di sisi lain, Gurgel et al. (1995) menyatakan bahwa kondisi optimum pada 25 g/L dalam 100 mL larutan xilitol pada pH 6 dengan suhu 80oC selama 1 jam. Akan tetapi, hasil yang didapat melalui penelitian Gurgel et al., (1995) tersebut sulit dipisahkan karena



tingginya



viskositas larutan yang dihasilkan serta komponen warna pada larutan. How and Morr (1982), menyatakan semakin tinggi konsentrasi karbon aktif yang digunakan, maka waktu kontak yang dibutuhkan semakin singkat. Hal ini disebabkan semakin tinggi rasio adsorben/adsorbat dan semakin rendah konsentrasi kejenuhan adsorbat menghasilkan rendemen yang lebih baik (Misra et al., 2011). Suhu pemanasan dan penambahan sumber inti kristal xilitol pada proses kristalisasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik dan mutu kristal yang dihasilkan. Berdasarkan Misra et al. (2011), pemanasan larutan xilitol larutan xilitol yang berfurngsi untuk pemekatan larutan dilakukan hingga 637,08 g/L. Konsentrasi ini berada pada zona labil dimana pada zona tersebut inti kristal akan terbentuk secara spontan. De Faveri et al. (2002) menyatakan bahwa



37



peningkatan konsentrasi dan penurunan temperatur akan meningkatkan kemurnian xilitol, dimana dijelaskan lebih lanjut bahwa konsentrasi larutan xilitol hingga 728 g/L dengan suhu pendinginan -6oC menghasilkan rendemen kristal 54%. Hal ini juga didukung oleh Wei et al. (2010) dan Martinez et al. (2009), bahwa peningkatan rendemen kristalisasi didapat melalui pemekatan konsentrasi larutan xilitol hingga 750 g/L. Amiard (1956) dalam Misra et al. (2011) menyatakan fenomena terkait penambahan kristal xilitol pada zona metastabil (nukleasi kedua) selama proses kristalisasi dapat membantu pembentukan kristal dan teknik ini banyak digunakan pada industri. Pentingnya penambahan kristal xilitol juga dijelaskan oleh Canilha et al. (2008) dalam Misra et al. (2011) yang menyebutkan bahwa kristal xilitol dari hidrolisat jerami gandum terbentuk melalui penambahan kristal xilitol komersil ke dalam larutan (medium). Rivas et al. (2006) dalam penelitiannya melakukan



penambahan



kristal



xilitol



komersil



sampai



1



g/L



untuk



mempersingkat waktu pembentukan kristal xilitol. Misra et al. (2011) menyatakan bahwa pemekatan xilitol dilakukan pada range suhu 55 ± 5oC (suhu lewat jenuh), agar didapat konsentrasi larutan xilitol sebesar 637.08 g/L untuk selanjutnya dikristalisasi. Misra et al. (2011) juga menyatakan bahwa suhu kristalisasi dapat dilakukan pada suhu 8 oC, dimana pada suhu tersebut dapat menghasilkan rendemen sebesar 42,98% dimana nilai ini lebih tinggi dibandingkan pada suhu -20 oC, yaitu 39,72%. Di sisi lain, Sampaio et al. (2006) menyatakan semakin rendah suhu kristalisasi yang digunakan, dapat menghasilkan rendemen kristal yang tinggi, akan tetapi hasil ini berlawanan



38



terhadap tingkat kemurnian kristal yang dihasilkan, dimana pada penelitiannya didapat nilai yield sebesar 0,23 pada suhu -10 oC, dan 0,09 pada suhu 0 oC, dengan kandungan xilitol pada kristal sebesar 87,6% pada suhu -10 oC dan 95,4% pada suhu 0 oC. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pemanasan dan penambahan sumber ini kristal pada proses kristalisasi terhadap karakteristik fisikokimia kristal xilitol yang dihasilkan.



3.2.



Hipotesis Berdasarkan kerangka pikiran di atas, maka dapat diambil hipotesis



sebagai berikut: “Variasi suhu pemanasan dan penambahan sumber inti kristal pada proses kristalisasi menghasilkan karakteristik fisikokimia kristal xilitol yang berbeda”.



IV.



BAHAN DAN METODE PENELITIAN



4.1.



Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian utama dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pengolahan



Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plant Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran, Laboratorium Bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung pada bulan Februari 2017 – Juli 2017.



4.2.



Bahan dan Alat Percobaan Bahan yang digunakan pada penelitian adalah tandan kosong kelapa sawit



(TKKS) yang berasal dari PTPN VIII Bogor, aquades, media GYE (GlucoseYeast Extract), larutan H2SO4 4%, larutan NaOH 2 M, khamir Debaromycess hansenii, karbon aktif, xilitol murni, inti kristal xilitol murni, media agar GYE (Glucose-yeast Extract), buffer asetat pH 5, larutan fenol, larutan H2SO4 0,01 N, aquades, asam asetat, larutan H2SO4 1 N, H2SO4 72%. Alat yang digunakan adalah labu Erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, pipet volumetrik, pipet tetes, beaker glass, batang pengaduk, corong gelas, tabung centrifuge, cawan petri, jarum ose, botol vial, botol semprot, pipet tetes, pipet mikro, propipet (bulb), termometer tembak, alumunium foil, corong pemisah,



39



40



cawan petri glass, erlenmeyer, membran filter vakum 0,45 µm, membran filter Whatmann No.1, pipa kapiler diameter ±1,5-2 mm dengan tinggi ± 5 cm, termometer, cawan petri, mortar, membran selulosa nitrat, membran PTFE, ultrasonic vibrator, vial bertutup, syringe filter, tanur, kertas saring. Instrumen yang digunakan adalah disk mill, oven, autoklaf, alat sentrifuge, Rotatory Evaporator (Rotavapor), oven, inkubator, freezer, refrigerator, spatula, neraca analitik, magnetic stirrer, incubator shaker, waterbath, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), pH meter, bomb calorimeter, hot plate, pembakar spiritus.



4.3.



Metode Penelitian Metode



penelitian



yang



digunakan



adalah



metode



percobaan



(eksperimental) yang bersifat deskriptif. Variasi percobaan dalam penelitian ini adalah suhu pemanasan (oC) dan penambahan sumber inti kristal xilitol (%). Penelitian dilakukan dalam 8 perlakuan dengan 2 kali ulangan. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Adapun variasi percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Variasi Percobaan Perlakuan T (oC) 1. 2. 55 ± 2 3. 4. 5. 6. 70 ± 2 7. 8.



Sumber Inti Kristal (%) 0 (kontrol) 0,1 0,5 1 0 (kontrol) 0,1 0,5 1



41



Proses produksi xilitol dari tandan kosong kelapa sawit merupakan konversi hemiselulosa menjadi xilosa melalui pretreatment dan hidrolisis, serta reduksi xilosa menjadi xilitol, dimana hidrolisis asam dari tandan kosong kelapa sawit diikuti dengan fermentasi hidrolisat. Sebelum difermentasi, hidrolisat terlebih dahulu dimurnikan menggunakan karbon aktif dengan konsentrasi 15 g/L. Hasil fermentasi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 40 menit. Supernatan yang terbentuk difiltrasi menggunakan kertas saring. Filtrat hasil fermentasi diberi penambahan karbon aktif dan difiltrasi menggunakan kertas saring. Setelah itu, filtrat dipanaskan yang bertujuan untuk pemekatan larutan dengan penguapan vakum pada variasi suhu (55oC, 70oC). Kemudian, sampel dipindahkan ke beaker glass, dan ke dalamnya ditambahkan sumber inti kristal xilitol komersil dengan berbagai konsentrasi (0% ; 0,1% ; 0,5% ; 1%). Sampel disimpan pada suhu 10oC selama 2 hari untuk memicu pembentukan kristal xilitol. Kristal yang terbentuk dipisahkan melalui filtrasi, dan dikeringkan pada suhu ruang untuk selanjutnya dianalisis.



4.4.



Pelaksanaan Percobaan



4.4.1. Pembuatan Hidrolisat Hemiselulosa dari TKKS Proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit (TKKS) mengacu pada penelitian Rahman et al. (2006), dimana hidrolisis dilakukan dengan melarutkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan larutan H2SO4 4% di dalam labu erlenmeyer 250 mL, dimana perbandingan TKKS dengan H2SO4 adalah 1:25 (b/v). Setelah itu, erlenmeyer ditutup menggunakan alumunium foil untuk



42



selanjutnya dihidrolisis dalam autoklaf 121oC 15 menit. Hidrolisat disaring untuk memisahkan filtrat dan ampasnya. Filtrat selanjutnya dimurnikan menggunakan karbon aktif sebesar 15 g/L selama 1 jam pada suhu 30oC. Diagram alir proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 10. 4.4.2. Fermentasi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit Fermentasi hidrolisat tandan kosong kelapa sawit terdiri dari 3 tahapan, yaitu: peremajaan sel khamir Debaromycess hansenii, pembuatan inokulum, dan fermentasi. 1. Peremajaan Sel Khamir Debaromycess hansenii Peremajaan sel khamir Debaromycess hansenii terdiri dari dua tahap, yaitu pembuatan agar miring dan penanaman biakan baru. Agar yang digunakan untuk meremajakan sel khamir Debaromycess hansenii adalah agar GYE (Glucose-Yeast Extract). Sel khamir Debaromycess hansenii yang telah diremajakan kemudian diinkubasi pada 30oC selama dua hari. Langkah pembuatan agar miring dan penanaman biakan baru dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. Alat yang dibutuhkan pada pembuatan agar miring adalah tabung reaksi, labu erlenmeyer, hot plate, dan magnetic stirrer, sedangkan untuk penanaman biakan khamir Debaromycess hansenii baru adalah jarum ose, pembakar spiritus. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan agar miring adalah medium agar dan aquades, sedangkan untuk penanaman biakan khamir Debaromycess hansenii baru adalah agar miring dan biakan khamir Debaromycess hansenii baru.



43



2. Pembuatan Inokulum Pembuatan inokulum terdiri atas dua tahap, yaitu pembuatan medium inokulum dan penanaman inokulum. Komposisi medium inokulum dapat dilihat pada tabel 9. Volum larutan inokulum yang digunakan sebesar 100 mL. Larutan inokulum yang telah dibuat disimpan di dalam shaker pada temperatur 30°C selama 2 hari dengan kecepatan pengadukan sebesar 150 rpm. Langkah pembuatan inokulum disajikan pada Gambar 13. Tabel 9. Komposisi Medium Inokulum Komposisi Medium Gula Larutan Inokulum Komponen



Jumlah



Xilosa



2 gram



Aquades



100 mL Komposisi Nutrien untuk Larutan Inokulum



Komponen



Jumlah (gram)



Komponen



Jumlah (gram)



(NH4)2SO4



9,438



H3BO3



0,002



KH2PO4



2,5



KI



0,0035



CaCl2.2H2O



0,05



Al2(SO4)3



0,0005



MgSO4.7H2O



0,5



Myo-inositol



0,1



Asam Sitrat



0,5



0,02



FeSO4.7H2O



0,035



MnSO4.4H2O



0,0092



ZnSO4.7H2O



0,011



Calciumpathotenate Thiamine hydrochloride Pyridoxal hydrochloride Nicotonic acid



CuSO4.7H2O



0,001



0,001



CoCl2.6H2O



0,002



Aminobenzoic acid D-biotin Aquades



1L



Na2MoO4.2H2O 0,0013 (Sumber: Mardawati, et al, 2014)



0,005 0,005 0,005



0,0001



44



3. Fermentasi Hidrolisat difermentasi secara semi-aerobik pada pH 5 dan suhu 30oC dengan kecepatan 200 rpm secara batch, dengan penambahan inokulum dan larutan medium fermentasi. Perbandingan antara hidrolisat : larutan inokulum : medium adalah 2 : 2 : 3. Diagram alir proses fermentasi hidrolisat xilitol dapat dilihat pada Gambar 14.



4.4.3. Pemurnian Larutan Fermentasi dari Hidrolisat TKKS Cairan fermentasi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 40 menit untuk menghilangkan biomassa mikroba. Supernatan yang didapatkan dari hasil sentrifugasi disaring menggunakan kertas saring. Setelah itu, filtrat dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 mL untuk selanjutnya diberi perlakuan penambahan karbon aktif 15g/L pada suhu 30oC pada magnetic stirrer selama 1 jam. Kemudian, campuran yang dihasilkan disaring menggunakan kertas saring. Perlakuan karbon aktif merupakan metode yang efisien dan ekonomis untuk mengurangi kotoran pada larutan hasil fermentasi, meliputi zat warna, senyawa fenol, asam asetat, senyawa aromatik, furfural, dan hidroksimetilfurfural. Diagram alir pemurnian larutan xilitol dapat dilihat pada Gambar 15.



4.4.4. Kristalisasi Xilitol Sampel larutan xilitol dicampurkan dengan larutan xilitol komersial dengan tujuan untuk mengantisipasi bila rendemen xilitol yang dihasilkan setelah pemurnian terlalu kecil. Kemudian, sampel dipekatkan dengan penguapan vakum



45



pada variasi suhu (55oC, 70oC) sampai konsentrasi larutan 1155,56 g/L. Kemudian, sampel dipindahkan ke dalam beaker glass, dan ke dalamnya ditambahkan sumber inti kristal xilitol komersil dengan berbagai konsentrasi (0% ; 0,1% ; 0,5% ; 1%) untuk selanjutnya disimpan pada suhu 8 ± 2oC selama 3 hari untuk memicu pertumbuhan dan pembentukan kristal xilitol. Kemudian, kristal yang terbentuk dipisahkan dari cairan dengan menggunakan kertas saring, dan dikeringkan di atas kertas saring tersebut pada suhu ruang untuk selanjutnya dianalisis. Diagram alir kristalisasi xilitol dapat dilihat pada Gambar 16.



46



TKKS



Air



Pencucian



Kotoran



Pengeringan 105oC 24 jam (s/d kadar air ±5%) Pengecilan Ukuran 80 mesh



Bubuk TKKS 10 gram



250 mL larutan H2SO4 4%



Pencampuran



Pretreatment 121oC, 15’



Pendiaman sampai suhu 30oC



Penyaringan



Larutan NaOH 2M Karbon aktif 15 g/L, 1 jam, 30oC



Ampas



Pengondisian pH 5



Pemurnian



Hidrolisat Gambar 10. Diagram Alir Proses Hidrolisis TKKS (Sumber: Modifikasi Rahman, et al., 2006)



47



Bubuk GYE Dipanaskan dan diaduk



Dimasukkan ke dalam tabung reaksi



Sterlisasi dengan autoklaf (t : 15 menit, T : 121oC)



Dipanaskan dan dimiringkan lalu tunggu hingga mengeras



Agar miring Gambar 11. Pembuatan Agar Miring (Sumber : Mardawati, 2014)



Khamir Debaromycess hansenii lama Dioleskan secara aseptik ke agar miring



Inkubasi 2 hari pada suhu 30OC



Biakan khamir Debaromycess hansenii baru Gambar 12. Penanaman Biakan Baru (Sumber : Mardawati, 2014)



48



50 mL Nutrien + aquades



50 mL larutan xilosa



Sterilisasi



Sterilisasi



Dicampur secara aseptik



Medium inokulum



Dicampurkan tiga ose biakan baru secara aseptik



Larutan diinkubasi dalam rotary shaker, T : 30oC, t : 2 hari



Larutan inokulum Gambar 13. Pembuatan Inokulum (Sumber : Modifikasi Mardawati, 2013)



49



Hidrolisat 36 mL



Larutan inokulum 36 mL, Larutan medium fermentasi 54 mL.



Fermentasi pH 5, 30oC, 200 rpm, 96 jam



Cairan Fermentasi Gambar 14. Fermentasi Hidrolisat TKKS (Sumber: Modifikasi Mardawati et al., 2014)



Cairan Fermentasi



Sentrifugasi 5000rpm, 40’



Filtrasi



Karbon aktif 15g/L, 1jam, 30oC



Padatan



Pemurnian Filtrasi



Larutan xilitol Gambar 15. Pemurnian Larutan Xilitol (Sumber: Modifikasi Mitra et al., 2011)



Padatan



50



Larutan xilitol



Larutan xilitol komersil



Pencampuran



Pemanasan dengan rotavapor (55oC, 70oC) (55oC,70oC) Penuangan ke dalam erlenmeyer @45 mL



Sumber inti kristal xilitol (0 % ; 0,1% ; 0,5% ; 1%)



Pembibitan



Pendinginan 10oC, 48 jam Filtrasi



Cairan



Kristal Xilitol



Karakterisasi Gambar 16. Kristalisasi Xilitol (Sumber: Modifikasi Mitra, et.al., 2011)



4.5.



Kriteria Pengamatan



Pengamatan utama meliputi: 1. Kadar Air Kristal (AOAC, 1995) 2. Kelarutan Kristal (AOAC, 1999) 3. Tingkat Higroskopisitas (GEA Niro Reasearch Laboratory, 2005)



51



4. Titik Leleh Kristal (Saxena, 2016) 5. Kemurnian Kristal (Wei, et al., 2010) 6. Kadar Kalori Kristal (Mulyaningsih dan Rosida, 2002) 7. Kadar Xilitol pada Kristal (NREL, 2006) 8. Rendemen Kristal Xilitol Pengamatan penunjang meliputi: 1. Analisis Kandungan Serat (Hemiselulosa, Selulosa, Lignin) pada Tandan Kosong Kelapa Sawit (Chesson, 1981). 2. Analisis Kadar Air Tandan Kosong Kelapa Sawit (AOAC, 1995). 3. Analisis Kadar Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit (AOAC, 1995). 4. Pengukuran Konsentrasi Xilosa, Glukosa, Asam Asetat, dan Furfural pada Hidrolisat (NREL, 2006). 5. Pengukuran Konsetrasi Glukosa, Xilosa, Etanol, Asam Asetat, Gliserol, dan Xilitol pada Cairan Fermentasi (NREL, 2006). 6. Kadar Xilitol pada Larutan Xilitol Setelah Pemurnian (NREL, 2006).



V.



HASIL DAN PEMBAHASAN



5.1.



Karakterisasi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)



Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. Perkebunan Nusantara VIII Bogor. Tandan kosong kelapa sawit terlebih dahulu dikarakterisasi sebelum digunakan sebagai bahan dalam pembuatan kristal xilitol. Karakterisasi tandan kosong kelapa sawit meliputi kadar hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar lignin. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Pengujian Karakterisasi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) % Bobot Kering Tandan Kosong Tandan Kosong Kelapa Komponen Serat Kelapa Sawit Sawit PTPN VIII Bogor (Mardawati, et al., 2014) Hemiselulosa 17,31 22,93 Selulosa 39,47 43,00 Lignin 23,25 21,28



Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 10, kadar hemiselulosa tandan kosong kelapa sawit adalah 17,31 (%bk) dimana nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan tandan kosong kelapa sawit secara umum yaitu 22,93 (%bk). Rantai utama hemiselulosa dapat hanya terdiri atas satu macam monomer saja (homopolimer), yaitu berupa xilan (Kulkarni et al., 1999). Semakin tinggi kadar hemiselulosa, maka semakin tinggi kandungan xilan yang tersedia pada substrat untuk dihidrolisis dan menghasilkan monomer xilosa. Selulosa merupakan polimer yang tersusun dari monomer glukosa (Fengel dan Wegener, 1995). Kadar selulosa pada tandan kosong kelapa sawit lebih



52



53



rendah dibanding kadar selulosa tandan kosong kelapa sawit pada umumnya. Berdasarkan data pada Tabel 10, dapat dilihat juga bahwa kadar selulosa pada tandan kosong kelapa sawit lebih tinggi dari kadar hemiselulosanya yaitu 39,47 (%bk), sehingga setelah proses hidrolisis, konsentrasi glukosa yang dihasilkan akan lebih tinggi. Lignin merupakan biopolimer kompleks yang memiliki fungsi utama sebagai perekat pada lapisan tumbuhan. Kandungan lignin pada tandan kosong kelapa sawit yang digunakan sebesar 23,25 (%bk), dimana nilai ini lebih tinggi dibanding kadar lignin pada tandan kosong kelapa sawit pada umumnya. Kandungan lignin beragam bergantung pada kondisi lingkungan sekitar (Suhartati, et al., 2016). Lignin memiliki gugus fungsi seperti hidroksi, karbonil, dan metoksi serta memiliki kelarutan yang rendah terhadap air. Pembuatan xilitol dari bahan berlignoselulosa, lignin perlu didegradasi untuk memudahkan penguraian hemiselulosa pada substrat. Degradasi dapat dilakukan dengan cara fisik (termal, radiasi), kimia (larutan basa, larutan asam), dan fisikokimia (Mardawati, et al., 2014).



5.2.



Komposisi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit Hidrolisis yang dilakukan terhadap substrat berupa tandan kosong kelapa



sawit merupakan hidrolisis asam. Larutan asam yang digunakan berupa H2SO4 4%. Hidrolisis dilakukan pada suhu 121oC selama 15 menit dengan konsentrasi substrat yang digunakan sebesar 4%. Menurut Matheus (2016), hidrolisis asam dapat dilakukan pada konsentrasi asam 4% dengan rasio bahan baku dengan



54



larutan asam 1:25 pada suhu 121 oC selama 15 menit dapat menghasilkan yield xilosa terhadap hemiselulosa sebesar 55,60 %. Berdasarkan Rahman, et al. (2006), konsentrasi asam sebesar 4% dapat menghasilkan yield xilosa per hemiselulosa yang lebih tinggi, sebesar 30,70 g/L, dibanding konsentrasi 6%, sebesar 30,27 g/L. Hal ini dapat disebabkan pada konsentrasi asam yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya reaksi dekomposisi yang menyebabkan komponen xilosa terdehidrasi menjadi senyawa furfural. Hasil analisis komponen hidrolisat tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Komponen Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebelum Pemurnian Setelah Pemurnian dengan Komponen (g/L) Karbon Aktif (g/L) Xilosa 2,89 2,73 Glukosa 0,71 0,68 Asam Asetat 0,65 0,66



Hasil analisis hidrolisat menunjukkan dalam sampel hidrolisat tandan kosong kelapa sawit dihasilkan produk utama berupa xilosa, sebesar 2,89 g/L, dan produk samping berupa glukosa, sebesar 0,71 g/L, dan asam asetat sebesar 0,65 g/L. Menurut Matheus (2016), dengan konsentrasi substrat serta kondisi hidrolisis yang sama dihasilkan komponen xilosa sebesar 9,22 g/L. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian, maka kandungan xilosa hasil penelitian lebih rendah. Hal ini disebabkan pada penelitian Matheus (2016) menggunakan substrat berupa tongkol jagung, dimana kandungan hemiselulosa yang merupakan polimer dari xilosa lebih tinggi, yaitu sebesar 41,17 (%bk), dibanding dengan tandan kosong kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 17,31 (%bk). Selain itu,



55



rendahnya kandungan xilosa yang dihasilkan juga disebabkan konsentrasi substrat yang digunakan rendah, yaitu hanya 4%. Komponen-komponen tersebut dapat dihasilkan akibat larutan asam serta suhu tinggi yang digunakan, yaitu 121oC yang dapat memecah komponen berupa hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Berdasarkan komponen hemiselulosa pada tandan kosong kelapa sawit yaitu sebesar 17,31% dengan konsentrasi substrat sebanyak 4%, maka komponen hemiselulosanya sebesar 0,69%. Secara teoritis, sebanyak 88% hemiselulosa merupakan xilan, artinya komponen xilan pada substrat adalah 0,67% atau sebesar 6,07 g/L. Komponen xilan tersebut yang berperan dalam pembentukan komponen xilosa. Berdasarkan komponen xilosa yang terbentuk yaitu sebesar 2,89 g/L, maka yield hidrolisis yang dihasilkan adalah 47,61%. Secara teoritis, yield hidrolisis maksimum yang dapat dihasilkan adalah 88%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian dari kandungan xilan yang terhidrolisis menjadi xilosa. Xilosa merupakan hasil penguraian dari xilan, sedangkan glukosa merupakan hasil penguraian senyawa selulosa. Hal ini menunjukkan bahwa asam yang digunakan untuk hidrolisis tidak hanya memecah komponen hemiselulosa berupa xilan, tetapi juga memecah komponen selulosa pada tandan kosong kelapa sawit. Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat pula bahwa komponen pada hidrolisat mengalami penurunan setelah proses pemurnian menggunakan karbon aktif. Karbon aktif digunakan untuk mengurangi komponen-komponen penghambat untuk proses pembentukan xilitol pada tahap selanjutnya, seperti glukosa dan asam asetat. Menurut Parajo et al. (1998), penggunaan karbon aktif dalam



56



pemurnian hidrolisat dapat mempercepat konsumsi xilosa dan meningkatkan produktivitas xilitol sebesar 0,17 g/L.h. Komponen glukosa pada hidrolisat setelah pemurnian mengalami penurunan, dari 0,71 g/L menjadi 0,68 g/L. Akan tetapi, penurunan ini disertai dengan penurunan komponen xilosa, dari 2,89 g/L menjadi 2,73 g/L, dimana komponen ini yang berguna untuk pembentukan xilitol melalui proses fermentasi pada tahap selanjutnya. Hasil ini menunjukkan bahwa karbon aktif sebanyak 15 g/L pada suhu 30oC tidak hanya mengadsorpsi komponen penghambat seperti glukosa dan asam asetat, tetapi juga menyerap komponen xilosa. Berbeda dengan komponen glukosa dan xilosa, komponen asam asetat setelah pemurnian mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan karbon aktif yang digunakan pada



pemurnian



diaktivasi



secara



kimiawi/penambahan



asam,



sehingga



mempengaruhi komponen asam pada larutan akhir setelah proses pemurnian. Menurut Wei, et al. (2010), karbon aktif mengikat komponen seperti senyawa fenolik, asam asetat, senyawa aromatik, senyawa furfural, dan zat warna. Selain suhu dan waktu kontak, salah satu yang diujicobakan dalam penelitiannya adalah penggunaan jenis-jenis karbon aktif yang digunakan untuk pemurnian xilitol hasil fermentasi tongkol jagung, yaitu jenis M1, GH-95, Lh, LH, WL, dan W-2. Karbon aktif yang paling baik untuk digunakan dalam pemurnian adalah karbon aktif jenis M1 karena menghasilkan rasio dekolorisasi paling tinggi yaitu lebih dari 96% dengan rasio kehilangan xilitol (xylitol loss ratio) paling rendah yaitu kurang dari 5%. Di lain sisi, karbon aktif jenis lain, seperti LH hanya dapat menghasilkan rasio dekolorisasi sekitar 50% dengan rasio kehilangan xilitol



57



sekitar 25%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis karbon aktif juga mempengaruhi rasio kehilangan suatu komponen. Hal ini juga yang dapat menjadi penyebab komponen xilosa ikut terserap dengan karbon aktif, yaitu berkaitan dengan jenis karbon aktif yang digunakan.



5.3.



Komposisi Hasil Fermentasi Hidrolisat Fermentasi dilakukan menggunakan mikroba jenis khamir Debaromycess



hansenii untuk menghasilkan enzim xilosa reduktase sehingga komponen xilosa terurai menjadi xilitol. Hasil analisis komponen fermentasi pada t = 96 jam dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Komponen Hasil Fermentasi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit Setelah Penambahan Komponen Sebelum Pemurnian (g/L) Komersil (g/L) Xilitol 0,01 0,30 Glukosa 0,02 0,26



Berdasarkan hasil analisis, komponen utama pada hasil fermentasi yaitu xilitol, sebesar 0,01 g/L dan glukosa, sebesar 0,02 g/L, dimana nilai ini menunjukkan nilai glukosa lebih besar dibanding nilai xilitol. Hal ini dapat disebabkan kondisi fermentasi, yaitu tidak ada pengontrolan jumlah oksigen saat fermentasi. Adanya komponen xilitol disebabkan penguraian dari komponen xilosa pada hidrolisat. Grafik antara xilosa dan xilitol dapat dilihat pada Gambar 17.



58



3



Konsentrasi (g/L)



2.5 2 1.5



Xilosa



1



Xilitol



0.5 0.3 0



0 0



20



40



60



80



100



120



Jam ke-



Gambar 17. Grafik Konsentrasi Xilosa dan Xilitol Sebelum dan Sesudah Proses Fermentasi



Selain itu, masih adanya komponen glukosa yang tersisa pada hasil fermentasi menunjukkan bahwa glukosa dari hasil hidrolisat tidak seluruhnya digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya pada saat proses fermentasi. Menurut Parajo et al. (1998), oksigen merupakan faktor penting pada konversi xilosa oleh khamir. Xilosa tidak dapat digunakan oleh khamir pada kondisi anaerobik, melainkan pada kondisi semiaerobik (Parajo et al., 1998). Fermentasi yang dilakukan saat penelitian cenderung anaerobik, sehingga khamir cenderung mengonsumsi glukosa dan menghasilkan produk metabolit lain. Hal ini juga terdapat dalam penelitian Syukra (2016), dimana proses fermentasi tongkol jagung dengan kondisi anaerobik menghasilkan xilitol sebesar 0,2 g/L dan lebih cenderung menghasilkan senyawa metabolit lain seperti etanol dan asam asetat. Setelah hasil fermentasi dilakukan pemurnian dan penambahan kristal xilitol



59



komersil, kadar xilitol dan glukosa pada larutan fermentasi meningkat, yaitu kadar xilitol sebesar 0,30 g/L dan glukosa 0,26 g/L.



5.4.



Komposisi dan Karakterisasi Kristal Xilitol Tahap kristalisasi xilitol yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari dua



tahapan. Tahap pertama adalah pemanasan/ penguapan vakum larutan hasil fermentasi hidrolisat. Tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi larutan, sehingga larutan berada pada kondisi lewat jenuh. Konsentrasi larutan hasil fermentasi (ditambah xilitol komersil sebesar 26 gram dalam 75 mL larutan fermentasi) sebelum penguapan adalah 346,67 g/L, kemudian diuapkan sampai konsentrasi 1155,56 g/L, dimana suhu yang digunakan adalah 55oC dan 70oC. Penguapan pada suhu 55oC membutuhkan waktu selama 150 menit, sedangkan pada suhu 70oC membutuhkan waktu selama 90 menit. Hal ini menunjukkan bahwa dengan suhu penguapan yang lebih tinggi, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi tersebut semakin singkat. Oleh karena terdapat penambahan kristal komersil sebelum penguapan, maka dalam pembuatan kristal xilitol ini juga melibatkan proses rekristalisasi. Menurut Pinalla (2011), pada kondisi ideal proses rekristalisasi, kristal hanya akan mengandung senyawa murni dan semua pengotor akan tetap berada dalam larutan, namun tidak menutup kemungkinan senyawa pengotor masih terikut dalam kristal meski dalam jumlah sedikit. Proses rekristalisasi ini juga dapat mengakibatkan hilangnya sejumlah kristal karena terbatasnya kelarutan senyawa yang akan dimurnikan, dalam hal ini xilitol. Artinya, kristal yang terbentuk melalui



60



rekristalisasi tidak menghasilkan jumlah yang sama dengan jumlah kristal saat penambahan pada awal proses. Rekristalisasi dianggap berhasil bila jumlah kristal yang terbentuk mendekati jumlah kristal yang ditambahkan (tidak banyak kristal yang hilang) (Pinalla, 2011). Setelah penguapan vakum terdapat proses seeding / pembibitan. Amiard (1956) dalam Misra et al. (2011) menjelaskan bahwa pembibitan pada zona metastabil bertujuan untuk memicu pembentukan kristal baru serta mengatasi senyawa inhibisi yang dapat mengganggu selama proses kristalisasi. menjelaskan bahwa Pembibitan pada kristalisasi ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik fisikokimia kristal yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian, adanya pembibitan dengan berbagai variasi (0%; 0,1% ; 0,5% ; 1%) hanya mempengaruhi kecepatan kristalisasi dan proses pembentukan kristal dari larutan. Rivas et al. (2006) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa seeding sebanyak 1 g/L dalam proses kristalisasi xilitol berbahan baku tongkol jagung hanya bertujuan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan kristal. Berdasarkan hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa kristalisasi yang dibantu dengan pembibitan 1% lebih cepat jika dibanding variasi konsentrasi pembibitan yang lain. Adanya pembibitan juga memicu pembentukan butiran-butiran di dasar larutan, sedangkan tanpa pembibitan (0%), kristalisasi yang terjadi berupa pembentukan lapisan berwarna putih yang lebih dominan dibanding pembentukan butiran-butiran pada larutannya. Tahap kedua adalah pendinginan, dimana larutan yang sudah dipekatkan melalui penguapan vakum disimpan pada suhu 10oC. Penyimpanan dingin ini



61



bertujuan untuk mengondisikan larutan ke dalam zona labil sehingga kristal dapat terbentuk secara serempak. Xilitol yang dihasilkan dalam penelitian ini berwarna putih dan bersifat amorf. Hal ini dapat disebabkan konsentrasi larutan setelah penguapan vakum terlampau tinggi. Wei et al. (2010), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi xilitol, maka semakin tinggi yield yang dihasilkan serta waktu kristalisasi yang dibutuhkan semakin singkat, tetapi kemurniannya menurun. Konsentrasi xilitol sebesar 908,27 g/L menghasilkan yield sebesar 74,74% dan kemunian 80,77%, sedangkan konsentrasi xilitol 632,33 g/L menghasilkan yield 45,32% dan kemurnian 98,47%. Jika dibandingkan dengan penelitian Wei et al. (2010), dimana dalam penelitiannya menguji dua sampel kristalisasi. Sampel pertama adalah kristalisasi dari hasil fermentasi xilosa komersil, dan yang kedua adalah hasil fermentasi dari hidrolisat hemiselulosa tongkol jagung. Kristal yang berasal dari bahan komersil berwarna putih dan keras, sedangkan kristal yang berasal dari fermentasi hidrolisat berwarna kekuningan dan lengket (sticky). Karakteristik sticky disebabkan tingginya viskositas gula-gula residu, sehingga kristal yang dihasilkan tidak keras dan tidak berwarna putih seperti xilitol komersil. Faktor utama yang mempengaruhi yield dan kemurnian kristal xilitol yang dihasilkan adalah gula-gula residu berupa arabinosa dan xilosa.



5.4.1. Kadar Xilitol Kristal xilitol yang sudah terbentuk dilarutkan dalam aquades untuk selanjutnya dianalisis kadar xilitolnya menggunakan HPLC. Berdasarkan hasil



62



analisis, kristal xilitol mengandung komponen berupa xilitol, glukosa, etanol, dan xilosa. Hasil analisis kadar xilitol dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Analisis Kadar Xilitol pada Kristal Sampel Bibit No. Xilitol (g/L) Glukosa (g/L) T kristal o ( C) (%) 1 55 0 0,2975±0,0025 0,2376±0,0016 2 0,1 0,2989±0,0007 0,2392±0,0006 3 0,5 0,3001±0,0006 0,2395±0,0002 4 1 0,2992±0,0003 0,2390±0,0003 5 70 0 0,2985±0,0012 0,2388±0,0014 6 0,1 0,2988±0,0030 0,2390±0,0026 7 0,5 0,2993±0,0003 0,2396±0,0001 8 1 0,2983±0,0028 0,2382±0,0012



Etanol (g/L)



Xilosa (g/L)



1,2997±0,0114 0,0000±0,0000 1,3121±0,0008 1,3099±0,0007 0,6514±0,9212 1,3015±0,0118 1,3077±0,0006 1,3004±0,0088



0,2461±0,0017 0,2478±0,0004 0,2532±0,0067 0,2478±0,0001 0,0000±0,0000 0,0000±0,0000 0,0000±0,0000 0,0000±0,0000



Berdasarkan hasil analisis, kandungan xilitol pada kristal yang terbentuk melalui suhu pemanasan 55oC berkisar antara 0,2975-0,3001 g/L, sedangkan pada suhu 70oC berkisar 0,2985-0,2993 g/L. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan xilitol pada kristal hampir sama dengan kandungan xilitol awal pada larutan sebelum dikristalisasi, yaitu 0,30 g/L. Berdasarkan Tabel 13 juga dapat dilihat bahwa selain xilitol, terdapat komponen-komponen lain seperti glukosa, etanol, dan xilosa. Komponen-komponen berupa glukosa dan xilosa ini yang disebut sebagai gula residu. Adanya komponen ini mempengaruhi karakteristik fisikokimia yang lain, seperti titik leleh, kadar kalori, tingkat higroskopisitas serta menurunkan kemurnian kristal xilitol yang dihasilkan. Komponen gula residu serta etanol tersebut dapat timbul akibat pemurnian pada larutan fermentasi yang kurang optimal, serta adanya zat asing dari kristal komersil yang ditambahkan. Namun, kadar xilitol pada kristal masih lebih tinggi



63



dibandingkan gula residu seperti xilosa dan glukosa, dimana rata-rata kadar glukosa pada kristal 0,24 g/L dan xilosa 0,25 g/L. Jika dilihat pada Tabel, kristal xilitol yang terbentuk melalui suhu pemanasan 70oC tidak mengandung komponen xilosa. Menurut Sampaio (2006) kenaikan temperatur dapat menurunkan komponen asing/inhibisi.



5.4.2. Kemurnian Analisis kemurnian kristal xilitol dihitung berdasarkan kandungan xilitol yang ada pada kristal. Hasil analisis kemurnian kristal dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisis Kemurnian Kristal Xilitol Sampel No. o T ( C) Bibit kristal (%) 1 55 0 2 0,1 3 0,5 4 1 5 70 0 6 0,1 7 0,5 8 1



Kemurnian (%) 29,6735±0,2465 29,8145±0,0698 29,9389±0,0558 29,8446±0,0314 29,7725±0,1220 29,8136±0,3058 29,8625±0,0287 29,7579±0,2866



Berdasarkan hasil analisis, seluruh sampel kristal memiliki kemurnian yang rendah, dimana pada suhu 55oC berkisar antara 29,67-29,94%, dan suhu 70oC berkisar 29,77-29,86%. Menurut Wei et al. (2010), rendahnya kemurnian kristal dapat disebabkan konsentrasi larutan sebelum proses kristalisasi terlalu tinggi. Berdasarkan hasil penelitiannya, konsentrasi larutan xilitol sebesar 908,27 g/L menghasilkan kemunian 80,77%, sedangkan konsentrasi xilitol 632,33 g/L kemurnian 98,47%. Hasil ini menunjukkan bahwa kemurnian xilitol yang



64



dihasilkan pada penelitian lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Wei et al. (2010) karena konsentrasi larutan sebelum kristalisasi lebih tinggi, yaitu 1155,56 g/L, serta adanya komponen-komponen inhibisi seperti glukosa, xilosa dan etanol pada kristal komersil yang ditambahkan.



5.4.3. Titik Leleh Berdasarkan Makinen (1978), xilitol memiliki titik leleh berkisar antara 62,50 – 63,50oC. Hal ini didukung oleh Wolform and Khon (1942), dimana kristal xilitol yang higroskopis memiliki titik leleh 61oC. Di sisi lain, Carson et al. (1943) memproduksi kristal xilitol dengan titik leleh berkisar 93,00-94,50 oC. Titik leleh kristal xilitol yang sudah banyak dikomersilkan saat ini umumnya memiliki titik leleh 92-96oC (FAO, 2001). Menurut Hyvonen and Koivistoinen (1982), perbedaan nilai titik leleh ini disebabkan perbedaan struktur dari kristal yang dihasilkan, dimana pada penelitian Carson et al. (1943) kristal yang dihasilkan memiliki struktur orthorhombic, sedangkan kristal pada penelitian Wolform and Khon (1942) memiliki struktur monoklinik. Hasil analisis kristal xilitol berbahan baku tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Analisis Titik Leleh Kristal Sampel No. o T ( C) Bibit kristal (%) 1 55 0 2 0,1 3 0,5 4 1 5 70 0 6 0,1 7 0,5 8 1



Titik Leleh (oC) 68 ± 0,00 70 ± 0,00 74 ± 0,00 73 ± 0,71 74 ± 0,71 73 ± 0,00 73 ± 0,00 73 ± 0,71



65



Berdasarkan data pada Tabel, dapat dilihat bahwa titik leleh kristal yang dihasilkan memiliki range 68-73oC. Titik leleh yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Makinen (1978) dimana titik leleh kristal xilitol yaitu 62,50-63,50 oC, tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Carson et al. (1943) dengan titik leleh berkisar 93,00-94,50 oC dan kristal komersil menurut FAO (2001), yaitu 92-96oC. Selain komponen xilitol, faktor yang mempengaruhi nilai titik leleh kristal yang dihasilkan adalah adanya komponen gula lain seperti glukosa, xilosa. Efek yang ditimbulkan dari titik leleh kristal xilitol yang dihasilkan memiliki titik leleh yang lebih rendah dibanding komersil adalah kristal xilitol yang dihasilkan dalam penelitian akan lebih cepat meleleh dibandingkan dengan kristal xilitol komersil. Kristalisasi yang dilakukan pada suhu 55oC dengan tanpa seeding (0%) menghasilkan kristal xilitol dengan titik leleh terendah, yaitu sebesar 68oC. Joupilla and Roos (1997) menyatakan bahwa kristal yang tebentuk pada suhu yang lebih rendah menghasilkan kristal dengan titik leleh lebih rendah dibandingkan dengan kristal yang terbentuk pada suhu yang tinggi. Menurut Joupilla and Ross (1998), titik leleh dipengaruhi oleh suhu dan kadar air bahan. Berdasarkan hasil penelitiannya mengenai kristalisasi pati jagung, titik leleh kristal menurun seiring dengan rendahnya suhu yang digunakan. Perbedaan titik leleh ini juga disebabkan karena laju pemanasan, dan range suhu yang digunakan.



66



5.4.4. Kadar Kalori Menurut Kiet et al. (2006), xilitol memiliki nilai kalori sebesar 2,40 cal/g, dimana kadar kalori xilitol lebih rendah dibanding gula pasir (sukrosa) yaitu 4 cal/g. Berdasarkan kadar kalori pada kristal xilitol yang dihasilkan, seluruh sampel kristal memiliki nilai kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai kalori sukrosa. Hasil ini menunjukkan bahwa xilitol ini dapat dikonsumsi terutama untuk penderita diabetes dan yang sedang menjalani diet.Hasil analisis kadar kalori kristal xilitol hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hasil Analisis Kadar Kalori Sampel No. T (oC) Bibit kristal (%) 1 55 0 2 0,1 3 0,5 4 1 5 70 0 6 0,1 7 0,5 8 1



Kadar Kalori (cal/g) 2,74 ± 0,11 2,77 ± 0,03 2,79 ± 0,05 2,85 ± 0,02 2,87 ± 0,06 2,86 ± 0,04 2,89 ± 0,07 2,77 ± 0,09



Berdasarkan hasil analisis, seluruh kristal xilitol yang dihasilkan memiliki nilai kalori yang lebih tinggi dibanding xilitol komersil. Kristalisasi yang dilakukan pada suhu pemanasan yang lebih tinggi yaitu pada suhu 70oC cenderung menghasilkan rentang nilai kalori yang lebih tinggi, yaitu berkisar 2,77-2,89 cal/g, dibanding pada suhu 55oC, yaitu berkisar 2,74-2,85 cal/g. Jika dibandingkan dengan kristal xilitol komersil, kadar kalori kristal yang dihasilkan lebih tinggi, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar kalori pada sukrosa yaitu 4 cal/g. Hal ini disebabkan adanya komponen-komponen residu,



67



seperti glukosa, xilosa pada kristal yang menurunkan kemurnian kristal, sehingga nilai kalori yang didapat lebih tinggi dari nilai kalori kristal pada umumnya.



5.4.5. Kadar Air Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (2010), kadar air maksimum untuk kristal gula adalah 0,1% (w.b). Hasil analisis kadar air xilitol dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil Analisis Kadar Air Sampel No. o T ( C) Bibit kristal (%) 1 55 0 2 0,1 3 0,5 4 1 5 70 0 6 0,1 7 0,5 8 1



Kadar Air (% w.b) 23,85 ± 2,19 24,54 ± 0,22 23,06 ± 1,51 24,43 ± 2,08 21,16 ± 0,89 21,97 ± 1,42 20,61 ± 0,44 21,93 ± 1,60



Berdasarkan hasil analisis kadar air, xilitol yang dihasilkan memiliki nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan kadar air kristal gula pada umumnya yaitu 0,1%. Kadar air xilitol yang dihasilkan pada suhu penguapan 55oC berkisar antara 23,06-24,54 %, dimana nilai ini lebih tinggi dibanding kadar air xilitol yang dihasilkan pada suhu penguapan 70, yaitu berkisar 20,61 - 21,97 %. Menurut Yang, et al. (2013), proses kristalisasi pada suhu yang lebih rendah akan menghasilkan kristal dengan porositas yang lebih tinggi. Hal ini juga dapat menjadi penyebab kadar air kristal dengan suhu penguapan 55oC cenderung lebih tinggi dibanding suhu 70oC Kadar air yang tinggi ini disebabkan xilitol yang



68



dihasilkan berbentuk amorf, dan bersifat sticky, sehingga kadar airnya tinggi. Menurut Wei et al. (2010), hasil tersebut disebabkan konsentrasi larutan xilitol setelah pemanasan sebelum proses kristalisasi terlalu tinggi.



5.4.6. Tingkat Higroskopisitas Xilitol memiliki tingkat higroskopisitas lebih rendah dibanding fruktosa, sorbitol, dan pati jagung pada RH antara 60-80%. Menurut Hyvonen dan Koivistoinen (1982), kadar air kesetimbangan xilitol rendah pada RH dibawah 80%, dan meningkat tajam di atas RH 80%. Hasil analisis tingkat higroskopisitas xilitol dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Analisis Tingkat Higroskopisitas RH 79,8% Sampel No. Tingkat Higroskopisitas (%) o T ( C) Bibit kristal (%) 1 55 0 24,32 ± 1,59 2 0,1 24,75 ± 0,49 3 0,5 23,44 ± 2,04 4 1 25,04 ± 1,25 5 70 0 22,71 ± 2,67 6 0,1 22,25 ± 1,06 7 0,5 20,91 ± 0,07 8 1 22,72 ± 0,57



Xilitol cenderung menyerap air pada RH di atas 70%, sedangkan pada RH di bawah 60%, xilitol memiliki tingkat higroskopisitas yang mirip dengan sukrosa. Perbandingan tingkat higroskopisitas xilitol dengan gula lain dapat dilihat pada Gambar 18.



69



Gambar 18. Isotermis Adsorpsi pada Kristal Karbohidrat (Sumber: Kammerer, 1972)



Berdasarkan GEA Niro Research Laboratory (2015), higroskopisitas suatu bahan serbuk dibagi ke dalam 5 kategori, yaitu non higroskopis (25%). Berdasarkan data penelitian, kristal yang dihasilkan dari suhu penguapan 55oC memiliki tingkat higroskopisitas 23,44 %-25,04 %, sedangkan kristal yang dihasilkan dari suhu penguapan 70oC memiliki tingkat higroskopisitas 20,92 %-22,72 %. Hal ini menunjukan bahwa semua sampel kristal tergolong higroskopis (20,10%-25%), dengan kristal dari suhu penguapan 55oC bersifat lebih higroskopis dibanding suhu 70oC. Karakteristik higroskopis kristal ini disebabkan bentuk kristal berupa amorf.



5.4.7. Kelarutan Berdasarkan Hyvonen and Koivistoinen (1982) , kelarutan xilitol sama dengan sukrosa (68 g/100g larutan) pada suhu 30oC. Manz et al. (1973) lebih lanjut menjelaskan dimana kelarutan xilitol di bawah suhu tersebut lebih rendah dibanding sukrosa, dan di atas suhu tersebut lebih larut dibanding sukrosa. Hasil analisis kelarutan xilitol dapat dilihat pada Tabel 19.



70



Tabel 19. Hasil Analisis Kelarutan Kristal Xilitol pada T 25oC Sampel No. Kelarutan (%) o T ( C) Bibit kristal (%) 1 55 0 99,33 ± 0,04 2 0,1 99,35 ± 0,00 3 0,5 99,38 ± 0,01 4 1 99,87 ± 0,02 5 70 0 99,45 ± 0,03 6 0,1 99,05 ± 0,72 7 0,5 99,53 ± 0,01 8 1 99,62 ± 0,00



Berdasarkan hasil analisis, kristal xilitol yang dihasilkan memiliki nilai kelarutan yang tinggi, dimana pada suhu 55oC berkisar 99,33-99,87%, dan pada suhu 70oC berkisar 99,05-99,62%. Menurut Food and Agriculture Organization (2001), xilitol sangat larut dalam air dan sukar larut dalam etanol. Akan tetapi, tidak ada standar mengenai nilai kelarutan xilitol. Kurva kelarutan xilitol dapat dilihat pada Gambar 19.



Gambar 19. Kelarutan Xilitol dan Sukrosa dalam Air (Sumber: Virtanen, 1973)



Berdasarkan gambar, dapat dilihat bahwa xilitol memiliki kelarutan sekitar 60g/100g larutan pada suhu 25oC, dimana kelarutan xilitol lebih rendah pada suhu



71



di bawah 30oC dan lebih tinggi pada suhu di atas 30oC dibandingkan dengan sukrosa.



5.4.8. Rendemen Berdasarkan (Wei et al., 2010), yield teoritis kristalisasi xilitol adalah 3,32 g kristal xilitol/50 mL larutan hasil pemekatan, atau 0,07 g/mL. Hasil analisis yield kristal dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Analisis Yield Sampel No. o T ( C) Bibit kristal (%) 1 55 0 2 0,1 3 0,5 4 1 5 70 0 6 0,1 7 0,5 8 1



Yield (g / mL)



Yield (%)



0,0362 ± 0,0133 0,0366 ± 0,0025 0,0371 ± 0,0272 0,0371 ± 0,0158 0,0366 ± 0,0071 0,0370 ± 0,0184 0,0374 ± 0,0002 0,0380 ± 0,0079



3,6164 ± 0,0133 3,6626 ± 0,0025 3,7149 ± 0,0272 3,7086 ± 0,0158 3,6589 ± 0,0071 3,7001 ± 0,0184 3,7405 ± 0,0002 3,8012 ± 0,0079



Kristal yang dihasilkan melalui suhu pemanasan 55oC lebih rendah memiliki yield yang lebih rendah, yaitu 0,0362-0,0371 g/mL dibanding pada suhu 70oC yaitu 0,0366-0,0380. Jika dibandingkan dengan yield teoritis, yield yang dihasilkan pada penelitian lebih rendah. Menurut Sampaio et al (2006), suhu yang lebih tinggi dapat mengurangi komponen asing pada kristal yang dihasilkan. Hal ini dapat memicu yield kristal xilitol yang dihasilkan pada suhu 70oC lebih tinggi dibanding pada suhu 55oC.



VI.



KESIMPULAN DAN SARAN



6.1.



Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa suhu pemanasan



pada proses kristalisasi memberikan pengaruh terhadap karakteristik kadar kalori, dimana rentang nilai kalori pada suhu pemanasan 55oC lebih rendah yaitu berkisar 2,74-2,85 cal/g dibanding suhu 70oC yaitu 2,77-2,89 cal/g, dengan nilai kemurnian pada suhu 55oC berkisar antara 29,67-29,94%, dan suhu 70oC berkisar 29,77-29,86%. Berbeda dengan kadar kalori, rentang persentase kelarutan kristal yang dihasilkan pada suhu pemanasan 55oC lebih tinggi yaitu 99,33-99,87%, dibanding pada suhu 70oC berkisar 99,05-99,62%. Selain itu, kadar air xilitol yang dihasilkan pada suhu pemanasan 55oC juga lebih tinggi yaitu berkisar 23,0624,54 %, dibanding pada suhu pemanasan 70, yaitu 20,61 - 21,97 %. Berdasarkan tingkat higroskopisitasnya, seluruh sampel kristal tergolong higroskopis (20,10%25%), dengan kristal dari suhu pemanasan 55oC bersifat lebih higroskopis dibanding suhu 70oC. Seeding / pembibitan sebanyak 0%; 0,1%; 0,5%; 1% mempengaruhi kecepatan kristalisasi dan pembentukan kristal pada larutan, dimana kristal yang dihasilkan pada pembibitan 1% lebih cepat dan pembentukan kristal berupa butiran putih di dasar larutan, sedangkan pembentukan kristal pada pembibitan 0% cenderung membentuk lapisan putih.



72



73



6.2.



Saran 1. Konsentrasi substrat untuk hidrolisis perlu disesuaikan untuk dapat menghasilkan yield hidrolisis yang maksimal, sehingga konsentrasi produk akhir berupa xilitol dapat lebih tinggi. 2. Perlu kajian lebih lanjut untuk mengoptimasi proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit agar komponen lignin yang dapat menghambat pembentukan xilitol dapat seluruhnya terurai. 3. Beberapa faktor seperti jenis karbon aktif, konsentrasi akhir setelah pemanasan, serta suhu kristalisasi yang digunakan saat proses pemurnian dan kristalisasi perlu diperhatikan untuk mendapatkan struktur dan karakteristik kristal xilitol yang lebih baik. 4. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai metode pemisahan gula-gula residu larutan hasil fermentasi sebelum dilakukan kristalisasi untuk meningkatkan kemurnian larutan.



DAFTAR PUSTAKA



Adler, L dan Gustafsson, L. (1980) dalam Parajo (1998). Biotechnological Production of Xylitol. Part 2: Operation in Culture Media Made with Commercial Sugars. Bioresource Technology 65, 203-212. Affleck, R.P. 2000. Recovery of Xylitol from Fermentation of Model Hemicellulose Hydrolysates Using Membrane Technology. M.Sc. Thesis; Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg.Virginia. Amaral-Collaςco, M.T., Girio, F. M. and Peito, M. A. 1989. In Enzyme Systems for Lignocellulosic Degradation, ed. Coughlan M. P. Elsevier. London. Amiard, G (1956) dalam Misra et al.,. 2011. Comparative Study on Different Strategies Involved for Xylitol Purification from Culture Media Fermented By Candida tropicalis. Separation and Purification Technology, 78, 266273. Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis, 15th ed. Association of Official Analytical Chemist, Inc., Alington, Virginia, USA. Azhagan, A. C. S. 2014. Crystal Growth and Characterization of Nonlinear Optical and Y Glycine Single Crystals. Theses. Faculty of Science and Humanities, Anna University. India. Badan Standarisasi Nasional. 2010. Gula Kristal-Bagian 3: Putih. SNI 3140.3:2010. Baek, S and Yun-Joong, K. 2007. Optimization of The Pretreatmentof Rice Straw of Hemisellulostic Hydrolizates for Microbial Production of Xylitol. Biotechnology and Bioprocess Engineering. 12: 404-409. Barrett, P., B. Glennon., B. O’Sullivan. 2002. Solubility Curve and Metastable Zone Width Using Lasentec FBRM and PVM. Department of Chemical Engineering, University College Dublin. Ireland. Canilha, L., W. Carvalho, M. Giulietti, M.G.A. Felipe, J.B. Almeida e Silva. 2008 Clarification of a Wheat Straw-Derivied Medium with Ion Exchange Resins for Xylitol Crystallization. J. Chem. Technol. Biotechnol. 83, 933-940. Carson, J. F., S. W. Waisbrot and F. T. Jones. 1943. J. Am. Chem. Soc. 65, 1777.



74



75



Chesson, A. 1981. Effects of sodium hydroxide on cereal straws in relation to the enhanced degradation of structural polysaccharides by rumen microorganisms. J. Sci. Food Agric. 32:745–758. de Faveri, D., P. Perego, A. Converti, D. Borghi. 2002. Xylitol Recovery by Crystallization from Synthetic Solutions and Fermented Hemicellulose Hydrolysates. Chem. Eng Journal. p 291-298. Dewi, S. R. 2012. Lecture: Kristalisasi. Universitas Brawijaya. Malang. Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia; Kelapa Sawit 2014-2016. Jakarta. Domínguez, J. M., Gong, C. S., and Tsao, G. T. 1996. Applied Biochemistry and Biotechnology, 63-65, 117-127. Food and Agriculture Organization (FAO). 2001. Xylitol. Published at The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA). GEA Niro Research Laboratory. 2005. Hygroscopicity. Pp 1-3. Ghindea, R., et al. 2010. Production of Xylitol by Yeast. Romanian Biotechnological Letters, Vol. 15, No. 3. Gurgel, P. V., I. M. Mancilha, R.P. Pecanha, J.F.M. Siqueira. 1995. Xylitol Recovery from Fermented Sugarcane Bagasse Hydrolysate, Bioresour. Technol. 52, 219-223. Hebrianto, H. 2014. Proses Pengubahan Nira (Massecuite Juice) Menjadi Kristal Gula Di PT. PG Gorontalo Unit Tolangohula “Desa Lakeya, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo”. Unspecified Thesis, Universitas Negri Gorontalo. Gorontalo. Heikkilä, H, Puuppo, O., Tylli, M., Nikander, H., Nygrèn, J., Lindroos, M., Eroma, O. P. 1997. Method for Producing Xylitol. Patent WO97/49659. How, J. S. L and Morr, C. V. 1982. Removal of Phenolic Compounds from Soy Protein Extracts using Activated Carbon. J. Food Science. 47, 933-940. Hyvonen, L., and P. Koivistoinen. 1982. Food Technological Evaluation of Xylitol. Advances in Food Research. Vol. 28. Jandera, P., J. Churacek 1974. Ion-exchange Chromatography of Aldehydes, Ketones, Ethers, Alcohols, Polyols, and Saccharides. J. Chromatogr. 98, 55104.



76



Jones, P. G. 1981. Crystal Growing. Chemistry in Britain, 17, 222-225. Joupilla, K., and Ross, Y. H. 1997. The Physical State of Amorphous Corn Starch and Its Impact on Crystallization. Elsevier Science Ltd. Britain. Joupilla, K., and Ross, Y. H. 1998. Factors Affecting Crystallization and Crystallization Kinetics in Amorphous Corn Starch. Elsevier Science Ltd. Britain. Kammemer, F. X. (1972) dalam Hyvonen and Koivistoinen (1982). Xylit-der moderne Zuckeraustauschstoff. Suesswaren 21, 887-890. Kiet, L.A., et al. 2006. Xylitol, Sweeteners, and Dental Caries. Pediatric Dentristry (28): 154-163. Kulkarni, N.A. Shendye, and M.Rao.1999. Molecular and biotechnological aspects of xylanase. FEMS Microbiol.Rev. 23:411-456. Makinen, K. K. 2008. History, Safety, and Dental Properties of Xylitol. Available at: www.xylitol.org/markinen.html. (Diakses pada tanggal 2 Oktober 2016. Pukul 11.42 WIB). Manz, U., Vanninen, E., and Voirol, F. 1973. Xylitol-its Properties and Use as A Sugar Substitute in Foods. Pap., Food R.A. Sympo. Sugar Sugar Substitutes, 1973 pp. 1-26. Mardawati, E., Kresnowati, MTAP., Setiadi, J. 2015. Production of Xylitol from Oil Palm Empty Fruit Bunch: A Case Study on Bioefinery Concept. Modern Applied Science. Vol. 9. No. 7. Mardawati, E., Werner, A., Bley, T., Kresnowati, MTAP., Setiadi, T. 2014. The Enzymatic Hudrolysis of Oil Palm Empty Fruit Bunches to Xylose. Journal of The Japan Institute of Energy, 93, 973-978. Melaja, A.J.; Hämäläinen, L. 1977. Process for Making Xylitol. U.S. Patent 4,008,285. Makinen, K. K. 1978. Biochemical Principles of the Use of Xylitol in Medicine and Nutrition with Special Consideration of Dental Aspects. Springer Basel AG. Finland. Martínez, E. A., Almeida e Silva, J. B., Giulietti, M., Solenzal, A. I. N. 2007. Downstream Process For Xylitol Produced From Fermented Hydrolysate. Enz. Microb. Technol., 40: 1185.



77



Martinez, E. A., Canettien, E. Y., Bispo, J. A. C., Giuletti, M., de Almeida e Silva, J. B., Converti, A. 2015. Strategies for Xylitol Purification and Crystallization: A Review. Informa Ltd Registered in England and Wales. No. 1072954. Martínez, E. A., M. Giulietti, J.B. de Almeida e Silva, S. Derenzo, M.G.A. Felipe. 2009. Batch Cooling Crystallization of Xylitol Produced by Biotechnological Route. J.Chem. Technol. Biotechnol. 84, 376–381. Melaja, A.J.; Hämäläinen, L. 1977. Process for Making Xylitol. U.S. Patent 4,008,285. Misra, S., Gupta, P., Raghuwanshi, S., Dutt, K., Saxena, R. K. 2011. Comparative Study on Different Strategies Involved for Xylitol Purification from Culture Media Fermented by Candida tropicalis. Separation and Purification Technology 78, 266-273. Mulyaningsih, Y dan J. Rosidah. 2002. Membandingkan Hasil Analisis Energi Total Menggunakan Bom Kalorimeter dengan Hasil Analisis Proksimat. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Nabors (2012) dalam Mun, L. W. 2015. Process Optimization for Xylitol Purification Using Liquid-Liquid Batch Extraction: Effect of Volume Ratios and Number of Stages. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering. Universiti Malaysia Pahang. Malaysia. Nobre, M. F., and da Costa, M. S. (1985) dalam Parajo (1998). Biotechnological Production of Xylitol. Part 2: Operation in Culture Media Made with Commercial Sugars. Bioresource Technology 65, 203-212. NREL Laboratory Analytical Procedure. 2006. “Determination of Sugars, Byproducts, and Degradation Products in Liquid Fraction Process Samples”. Nývlt, J., Hostomsky, J, Giulietti, M. 2001. Cristalização, Ed. da UFSCar, São Carlos. 160p. Nývlt, J., Sönhel, O., Matuchová, M., Broul, M. 1985. The Kinetics of Industrial Crystallization, Academia: Prague, 350p. Parajó, J.C.; Domínguez, H.; Domínguez, J.M. 1998. Biotechnological Production of Xylitol. Part 1: Interest of xylitol and fundamentals of its biosynthesis. Bioresour Technol. 65, 191–201. Pepper, T. and P. M. Olinger. 1988. Xylitol in Sugarfree Confections. Food Technol. 42: 98-106.



78



Povelainen, M. 2008. Pentitol Phosphate Dehydrogenases: Discovery, Characterization and Use in D-arabitol and Xylitol Production By Metabolically Engineered Bacillus subtilis. Dissertation; University of Helsinki, Helsinki. Finland. Purnomo, E. 1994. The Clear Solution Of Milk Of Lime For Pre-Defecation into The Mill Juices. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Pasuruan, Indonesia. Available at: agris.fao.org. (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2016. Pukul 15.13 WIB). Putra, Z. A. 2015. Pengenalan Proses Kristalisasi dan Unit Kristalisasi. Available at: donesianchemicalengineers.com. (Diakses pada 5 November 2016. Pukul 20.58 WIB). Putri, N. E. 2008. Produksi Xylitol dari Hidrolisat Tongkol Jagung oleh Khamir Penghasil Enzim Xylose Reductase (XR). Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta. Rafiqul, I. S. M. dan A. M. M. Sakinah. 2013. Processes for the Production of Xylitol—A Review, Food Reviews International, 29:2, 127-156. Rahayu, F. 2014. Produksi Xylitol dari Ampas Tebu secara Enzimatis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Jakarta. Rahman, S. H. A., J. P. Choudhury, A. L. Ahmad. 2006. Production of Xylosse from Oil Palm Empty Fruit Bunch Fiber Using Sulfuric Acid. Biochemical Engineering Journal 30, 97-103. Richana, N., dkk. 2007. Ekstraksi Xilan dari Tongkol Jagung. J.Pascapanen 4(1) 2007: 38-43. Rivas, B., P. Torre., J. M. Dominguez., A. Converti., J. C. Parajo. 2006. Purification of Xylitol Obtained by Fermentation of Corncob Hydrolysates. J. Agric. Food Chem. 54, 4430-4435. Rupani, P. F. R., Singh, P., Ibrahim, M. H., & Esa, N. 2010. Review of Current Palm Oil Mill Effluent (POME) Treatment Methods: Vermicomposting as a Sustainable Practice. World Applied Sciences Journal, 11(1), 70-81. Sampaio, F. C., F.M.L. Passos, J.V.P. Frederico, D.D. Faveri, P. Perego, A. Converti, D.D. Faveri, H.C. Mantovani, F.M.L. Passos, P. Perego, A. Converti. 2006. Xylitol Crystallization from Culture Media Fermented by Yeasts, Chem. Eng. Process. 45, 1041–1046.



79



Saxena, P. 2016. Determination of Melting Point. Available at: www.blueprinteducation.org. (Diakses pada 10 Februari 2017. Pukul 10.56 WIB). Sellman, S. 2008. Xylitol-Our Sweet Salvation?. Available at: www.laleva.cc/food/xylitol.html. (Diakses pada tanggal 2 Oktober 2016. Pukul 10.02 WIB). Sreenath, H. K., Chapman, T. W., and Jeffries, T. W. 1986. Applied Microbiology and Biotechnology. 24, 294-299. Tomotani, E.J.; Arruda, P.V.; Vitolo, M.; Felipe, M.G.A. 2009. Obtaining Partial Purified Xylose Reductase from Candida guilliermondii. Braz. J. Microbiol. 2009, 40, 631–635. Ullmann. 2000. Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Universitas Sumatera Utara. Medan. Virtanen, J. (1973) dalam Hyvonen and Koivistoinen (1982). Finish Sugar Co. Visvanathan, C., Setiadi, T., Herarth, G., & Shi, H. 2009. Eco‐Industrial Clusters in Urban‐Rural Fringe Areas. Asian Institute of Technology. Thailand. Vyglazov, V. V., Khol’kin, Y. I. 1984. Solubility in the System Xylitol-EthanolWater and Certain Properties of Saturated Solutions. Zhurnal Prikladnoi Khimi, 57(7): 1651. Wei, J., Q. Yuan, T. Wang, L. Wang. 2010. Purification and Crystallization of Xylitol from Fermentation Broth of Corncob Hydrolysates, Front. Chem. Eng. China 4, 57–64. Wei, N, E. J. Oh., G. Million, J. H. D. Cate., Y. S, Jin. 2015. Simultaneous Utilization Of Cellobiose, Xylose, And Acetic Acid From Lignocellulosic Biomass For Biofuel Production By An Engineered Yeast Platform. ACS Publication. Washington DC. Wolfrom, M. L. And E. J. Kohn. 1942. J. Am. Chem. Soc. 64,1739. Yang, L., H. Ji., J. Qiu, K. Zhu, B. Shao. 2013. Effect of Temperature on the Crystalline Phase and Dielectric and Ferroelectric Properties of Poly(vinylidene fluoride) Film. Journal of Intelligent Material Systems and Steuctures, pp 1-7.



RIWAYAT HIDUP



Nama NPM Tempat, Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama No. Telp Email Alamat



: Nurul Annazhifah : 240210130070 : Bekasi, 24 Mei 1997 : Perempuan : Islam : 081296253167 : [email protected] : Jl. Kusuma Barat RT 03/18 Wisma Jaya, Bekasi Timur 17111



B.



RIWAYAT PENDIDIKAN SD Nama SD SDIT Institusi Cendrawasih Salsabila Jaya Bekasi Bekasi Jurusan



-



-



SMP MTs Negeri 1 Kota Bekasi -



Tahun MasukLulus



2002-2003



2003-2008



2008-2011



SMA SMA Islam AlAzhar 3 Jakarta IPA



2011-2013



Universitas Universitas Padjadjaran



Teknologi Industri Pangan 2013 – sekarang



C.



RIWAYAT ORGANISASI NAMA LEMBAGA JABATAN Himpunan Mahasiswa Peduli Anggota Bidang Pengabdian Pangan Indonesia kepada Masyarakat BEM KEMA FTIP UNPAD Anggota Kementerian Penalaran



D.



TAHUN 2016 2016



RIWAYAT KEPANITIAAN NAMA KEGIATAN



JABATAN



Global Youth Service Day Islamic Education Festival (IEF) SPARTA SPEKTA Univation Redaksi Mading Foodpedia Himatipan Unpad Pesta Sains 2016 “Makanan & Kita” Institut Français Indonesia”



Anggota Anggota Anggota Bidang Personalia Anggota Bidang Rohani Anggota Bidang Konsumsi Anggota



TAHU N 2012 2013 2014 2014 2015 2015



Exhibition Guide



2016



80



81



E.



PENGHARGAAN DALAM 10 TAHUN TERAKHIR Institusi Pemberi No. Jenis Penghargaan Penghargaan 1 Juara Harapan II Lomba Matematika Pemerintah Kecamatan tingkat SD se-Kecamatan Bekasi Bekasi Timur Timur 2 Juara II Lomba Matematika tingkat Madrasah Tsanawiyah MTS se-Kecamatan Bekasi Timur Negeri Kota Bekasi 3 Finalis Olimpiade Matematika SMAI Al-Azhar setingkat SMAI Al-Azhar se-Indonesia Indonesia 4 Finalis Olimpiade Matematika SMAI Al-Azhar setingkat SMAI Al-Azhar se-Indonesia Indonesia



F.



Tahun 2007



2010 2012 2013



PENDIDIKAN NON FORMAL (PELATIHAN, KURSUS, DAN SEMINAR) NAMA KEGIATAN PENYELENGGARA TAHUN Latihan Dasar Kepemimpinan OSIS SMAI Al-Azhar 3 2012 OSIS Jakarta Pola Pembinaan Tingkat Fakultas Teknologi Industri 2013 Fakultas Tahap 1 (Sosialisasi Pertanian UNPAD Penerimaan dan Re-Orientasi Anggota Madya) (Peserta) Pola Pembinaan Tingkat Fakultas Teknologi Industri 2013 Fakultas Tahap 2 (Bimbingan Pertanian UNPAD Calon Anggota Nidya dan Magang) (Peserta) Studi dan Pengenalan Departemen Teknologi Industri 2013 Keprofesian Tahap Awal Pangan UNPAD Teknologi Industri Pangan Ceramah Ilmiah Pemanfaatan KAMI MUSLIM FTIP 2013 Pekarangan Rumah UNPAD Ceramah Ilmiah Mawar “Mari KAMI MUSLIM FTIP 2013 erawat Diri) Yukk Muslimah” UNPAD Seminar Peranan dan Persiapan Fakultas Teknologi Industri 2014 Agrokompleks dalam Pertanian UNPAD Menghadapi AFTA 2015 Ceramah Ilmiah Hak dan KAMI MUSLIM FTIP 2015 Kewajiban Muslimah UNPAD Seminar “STEVIA” a Bio Departemen Teknologi Industri 2015 Sweetener (Peserta) Pangan UNPAD International Events Sharing and Fakultas Teknologi Industri 2015 Motivation Letter Training Pertanian UNPAD (Peserta) Seminar “A Scientist’s Fakultas Pertanian UNPAD 2015 Breakthrough for Sustainable Development” (Peserta)



82



Seminar Food Additives: Use Intake and Safety Seminar Functional Foods: Challenges and Opportunities from Industrial Perspective Seminar Chocolate: Myth or Knowledge Seminar Aplikasi Teknologi Bioproses pada Produksi Pangan yang Berkelanjutan Training Food Safety Management System, ISO 22000:2005 Pelatihan SPSS (Statistical Product and Service Solution) Pelatihan GLP (Good Laboratory Practices) Career Development CenterCommunication Skill



G.



Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan UNPAD Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan UNPAD



2016



Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan UNPAD Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan UNPAD



2016



Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan UNPAD dan PT. TUV Rheinland Indonesia Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan UNPAD Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan UNPAD BEM Kema FTIP UNPAD



2016



2016



2016 2016 2017



PENGALAMAN KERJA



Praktek Kerja Lapangan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Tangerang Asisten Laboratorium Praktikum Teknik Konversi dan Separasi Bahan Pangan Asisten Laboratorium Teknologi Pengolahan Lemak dan Minyak H.



2016



TAHUN 2016 2017 2017



KEAHLIAN Microsoft Word Microsoft Power Point Microsoft Excel Bahasa (Indonesia dan Inggris) Jatinangor, Agustus 2017



Nurul Annazhifah



LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pengujian Pengamatan Utama 1. Analisis Kadar Air Kristal (AOAC, 1995) a) Sebanyak ±2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan. b) Cawan dan sampel dimasukkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam. c) Cawan dan sampel ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung.



% Kadar air (wb) =



berat awal sampel − berat akhir sampel x100% berat awal sampel



2. Kelarutan (AOAC, 1999) a) Sampel ditimbang 0,75 gram, lalu dilarutkan dengan 100 mL akuades. b) Kertas saring dikeringkan dalam oven 105oC selama 30 menit lalu ditimbang.



83



84



c) Larutan sampel disaring menggunakan pompa vakum memakai kertas saring yang telah dikeringkan. d) Kertas saring yang berisi residu dikeringkan dalam oven 105oC selama 3 jam. e) Kertas saring yang berisi residu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. f) Kelarutan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: % Kelarutan = 1 −



c−b x100% 100 − %𝐾𝐴 𝑥 𝑎 100



Keterangan: a = berat sampel awal (gram) b = berat kertas saring setelah dikeringkan (gram) c = berat kertas saring ditambah residu setelah dikeringkan (gram) %KA = kadar air sampel (%)



3. Tingkat Higroskopisitas (GEA Niro Research Laboratory, 2005) a) Desikan berupa larutan jenuh natrium klorida dimasukkan ke dalam desikator. b) Sampel ditimbang seberat 0,5 gram. c) Sampel diletakkan dalam desikator dengan RH 79,5%. d) Kenaikan berat sampel dicatatsetiap 10 menit selama 40 menit pertama, kemudian setiap 20 menit hingga mencapai berat yang stabil (kurang lebih selama 4 jam).



85



e) Tingkat higroskopisitas dihitung menggunakan rumus: % Higroskopisitas =



(%Wi + %FW) x100% 100 + %Wi



Keterangan: %Wi =



berat air yang terserap (g) berat sampel (g)



𝑥 100



%FW = kadar air awal sampel (%)



4. Analisis Titik Leleh (Saxena, 2016) a) Pipa kapiler yang berdiameter ± 1,5 – 2 mm dengan tingginya ± 5 cm dipanaskan di salah satu ujungnya sampai tertutup rapat. b) Kristal xilitol yang sudah dihaluskan menggunakan mortar dimasukkan ke dalam pipa kapiler hingga mencapai bagian bawah pipa. c) Pipa kapiler yang sudah berisi sampel ditempelkan dengan termometer dengan cara mengikatnya, dimana ujung pipa kapiler yang tertutup sejajar dengan reservoir termometer. d) Rancangan alat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air 125 mL. e) Suhu dimana zat mulai meleleh (T1) dan saat seluruh zat meleleh (T2) dicatat. f) Nilai kedua suhu tersebut kemudian dirata-ratakan agar didapat titik leleh kristal. Titik Leleh = (T1 + T2)/2



86



5. Analisis Kemurnian Kristal Kemurnian kristal dapat dihitung menggunakan rumus (Wei, et al., 2010): 𝐾𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛 (%) =



𝐶𝑉 𝑥 100% 𝑚



dimana: C = Konsentrasi larutan kristal xilitol (g/L) V =Volume pelarutan kristal xilitol (mL) m = massa kristal xilitol (g)



6. Analisis Kadar Kalori Berikut



ini



adalah



prosedur



analisis



kalori



kristal



berdasarkan



Mulyaningsih dan Rosida (2000). a) Sampel ditimbang sebanyak 1,6 gram ke dalam elektroda dari alat bomb kalorimeter. b) Pada kedua elektroda dipasang kawat nikel crom. c) Selanjutnya, benang katun dipasang sama panjang, kemudian benang tersebut ditempelkan pada cawan yang berisi contoh. d) Selanjutnya bomb diuji pada alat untuk mengetahui bila pembakaran baik. Bila lampu petunjuk pengujian menyala, berarti alat siap dipakai dan sebaliknya. e) Bomb diisi gas oksigen hingga tekanan 25 atm, kemudian dimasukkan ke dalam bejana kalorimeter dan alat ditutup. f) Thermometer dibaca dan dicatat suhu awalnya (T1).



87



g) Sampel dibakar dengan cara menekan tombol “ready to fire” sampai mencapai suhu maksimum suhu akhir dicatat (T2). Sebagai referensi standar digunakan asam benzoat. (𝑇1 − 𝑇2 ) − ((𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 × 𝑦1 ) 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑊 dengan:



T1



= suhu awal



T2



= suhu akhir



Blanko = GE dari kawat dan benang tanpa contoh y1



= nilai standarisasi asam benzoate



W



= berat contoh



Energi total dari standar asam benzoat: 𝑦1 = dengan:



26,455 × (𝑊) (𝑇2 − 𝑇1 ) − 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜



26,455 = tetapan (konstanta)



7. Kadar Xilitol Berikut adalah prosedur analisis kandungan xilitol pada kristal berdasarkan (NREL, 2006). a. Pembuatan Fasa Gerak (Pelarut) Dihitung dan diukur volume H2SO4 pekat yang diperlukan untuk membuat larutan H2SO4 0,01 N sebanyak 500 mL dalam aquades. Kemudian di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat. Dilakukan penyaringan untuk larutan H2SO4 menggunakan membrane selulosa nitrat. Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan PTFE.



88



Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit. Dibuat campuran larutan fasa gerak H2SO4 dan asetonitril (60:40) untuk keperluan larutan standar dan larutan sampel, sesuai kebutuhan. b. Pembuatan Larutan Induk Xilosa, Xilitol, dan Asam Asetat Ditimbang zat standar xiliosa 5 mg, xilitol 5 mg, Asam asetat 1 mg. Dicampurkan keempat zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu ukur. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator. c. Pembuatan Deret Larutan Standar Xilosa, Xilitol, dan Asam Asetat Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL, diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL. Lartuan dihomogenkan, kemudian disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE. Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama 5 menit. Larutan standar siap diinjeksikan. d. Pembuatan Larutan Sampel Sebelum dianalisis dengan HPLC, sampel terlebih dahulu disaring menggunakan syringe filter untuk menyaring sisa sel yang masih tersisa. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram, dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur. Dilakukan penyaringan dengan kertas saring, ditampung dalam botol vial



89



bertutup. Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit. e. Penyiapan instrumen HPLC Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah berikut : -



Instrumen HPLC dikondisikan dengan: fasa gerak dengan sistem elusi gradien dengan kondisi (Mardawati, 2015); Kolom jenis HPX-87H, Detektor RID, Temperatur Kolom 60 °C, Temperatur Detector 40 °C, Panjang gelombang 560 nm, Laju alir 0,6 mL/menit, Volume injeksi 20 μL.



-



Diinjeksikan



berturut-turut



larutan



standar



(dimulai



dari



konsentrasi terendah), dan terakhir larutan sampel. -



Hasil pengukuran kondisi percobaannya dicatat.



8. Yield Yield produk ((YP/X) (g/mL) merupakan rasio antara kristal xilitol yang dihasilkan melalui proses kristalisasi dengan jumlah larutan xilitol yang diperoleh setelah pemurnian. Yield yang dihasilkan dihitung menggunakan rumus: 𝑌𝑃 = − 𝑋



∆𝑃 𝑃−𝑃 = ∆𝑋 𝑋 − 𝑋𝑜



90



Lampiran 2. Prosedur Pengujian Pengamatan Penunjang 1.



Analisis Kadar Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin (Chesson, 1981) Tujuan



: untuk mengetahui jumlah hemiselulosa dalam bahan sehingga dapat diperkirakan bahan yang digunakan cocok atau tidak untuk digunakan sebagai bahan baku produksi xilosa.



Alat dan bahan



: Erlenmeyer, gelas ukur, erlenmeyer asah, waterbath, beaker glass, kertas saring, spatula, oven, cawan aluminium, cawan porselen, furnace, desikator, neraca analitik, hot plate, krustang, alat refluks, pipet ukur 25 mL, bulb pipet, aquades, H2SO4 1N, dan H2SO4 72%.



Pelaksanaan 



:



Satu gram sampel kering (berat a) ditambahkan akuades 75 mL lalu direfluks selama 1 jam dalam waterbath pada suhu 100oC.







Campuran kemudian disaring sambil dicuci dengan air panas (±300 mL).







Residu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 2 jam.







Residu kering ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan (berat b).







Sisa residu dicuci dengan H2SO4 1N sebanyak 75 mL lalu direfluks selama 1 jam dalam waterbath pada suhu 100oC.







Residu dan H2SO4 1N disaring sambil dicuci dengan air panas (±300 mL).







Residu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 2 jam.







Residu kering ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan (berat c).



91







Sisa residu dicuci dengan H2SO4 72% sebanyak 50 mL kemudian direndam selama 4 jam pada suhu ruang.







Residu ditambahkan H2SO4 1N sebanyak 75 mL kemdian direfluks selama 1 jam dalam waterbath pada suhu 100oC.







Residu, H2SO4 72%, dan H2SO4 1N yang telah direfluk disaring sambil dicuci dengan air panas sampai netral (±400 mL).







Residu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 2 jam.







Residu kering ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan (berat d).







Residu kering kemudian diabukan beserta kertas saringnya dalam furnace pada suhu 600oC selama 5 jam.







Berat abu residu dan kertas saring ditimbang (berat e) dan dicatat kemudian dihitung kadar abunya.



Gambar 20. Analisis Serat (Sumber: Chesson, 1981)



92



Gambar 21. Analisis Hemiselulosa. (Sumber: Chesson, 1981)



Gambar 22. Analisis Selulosa dan Lignin. (Sumber: Chesson, 1981)



93



Perhitungan Kadar Hemiselulosa = Kadar Selulosa = Kadar Lignin =



b−c x100% a



c−d x100% a



d−e x100% a



2. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) Tujuan



: untuk mengetahui jumlah air yang ada dalam bahan.



Alat dan bahan



: cawan aluminium, oven, desikator, krustang, dan neraca analitik.



Pelaksanaan 



:



Sebanyak ±2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan.







Cawan dan sampel dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam.







Cawan dan sampel ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung.



94



Gambar 23. Analisis Kadar Air (Sumber: AOAC, 1995)



% Kadar air (wb) =



berat awal sampel − berat akhir sampel x100% berat awal sampel



3. Analisis Kadar Abu (AOAC, 1995) Tujuan



: untuk mengetahui jumlah abu yang ada dalam bahan.



Alat dan bahan



: cawan porselen, furnace, desikator, krustang, dan neraca analitik.



Pelaksanaan 



:



Sebanyak ±1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan.







Cawan dan sampel dimasukkan dalam furnace dengan suhu 600oC selama 6 jam.







Cawan dan sampel ditimbang satu per satu sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar abu dihitung.



95



Gambar 24. Analisis Kadar Abu (Sumber: AOAC, 1995)



% Kadar abu =



berat abu x100% berat sampel



Lampiran 3. Data Analisis Kadar Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Hemiselulosa (%) I II



Wsampel (g) a= b= c= d= e=



I 1,0024 0,7989 0,6294 0,239 0,013



II 1,0021 0,8482 0,6708 0,2701 0,03



Selulosa (%) I



II



Lignin (%) I



II



Rata-Rata (%) Hemiselulosa Selulosa



16,9094 17,7028 38,9465 39,9860 22,5459 23,9597



17,3061



39,4663



Standar Deviasi Lignin



23,2528



Hemiselulosa Selulosa Lignin



0,5610



0,7350



0,9997



Lampiran 4. Data Analisis Kadar Air Tandan Kosong Kelapa Sawit Sampel D1 D2



Wsampel (g) 1,0014 1,0012



Wcawan (g) Wcawan+residu (g) I II III I II III 4,7474 4,7478 4,7475 5,7042 5,7032 5,7036 5,2454 5,2459 5,2455 6,2017 6,2002 6,1998



Wresidu (g) 0,9561 0,9543



Wair (g) 0,0453 0,0469



Kadar Air (%) WB DB 4,5237 4,7380 4,6844 4,9146



Rata-rata (%) WB DB 4,6040



4,8263



Standar Deviasi WB DB 0,1136



0,1249



Lampiran 5. Data Analisis Kadar Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit Sampel D1 D2



Wcawan (g) Wsampel Wcawan+residu Wresidu (g) (g) (g) I II III 1,0027 23,0686 23,0691 23,0691 23,1182 0,0491 1,0029 22,6703 22,6711 22,6712 22,7179 0,0467



96



Kadar Abu (%)



Rata-rata (%)



Standar Deviasi



4,896779 4,656496



4,776637



0,169905



97



Lampiran 6. Kurva Standar Xilosa, Glukosa, Asam Asetat, dan Etanol untuk Uji HPLC



Kurva Std Glukosa



Kurva Std Xilosa 600000



400000



Area



Area



600000



y = 105,663.14x R² = 1.00



200000



400000 200000



0



y = 108,006.18x R² = 1.00



0 0



2



4



6



0



konsentrasi (g/L)



4



6



Kurva Std As. Asetat



Kurva Std Xilitol Area



600000 y = 105,156.20x 400000 R² = 1.00 200000



300000y = 49,726.26x R² = 1.00 200000 100000



0



0 0



2



4



6



0



Konsentrasi (g/L)



2



250000 200000 150000 100000 50000 0



y = 41,643.64x R² = 1.00



0



4



Konsentrasi (g/L)



Kurva Std Ethanol Area



Area



2



Konsentrasi (g/L)



2



4



Konsentrasi (g/L)



6



6



Lampiran 7. Data Analisis Komponen Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebelum Pemurnian



Height 295942 1909 471 287 5398 19951 1876 695 1824



Int Type BV Vb Bv vB Bv Vv Vb BB BB



Amount



Units



Peak Type Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



Peak Codes



Konsentrasi (g/L)



0,711 2,889



0,648



6.636



300.00



250.00



200.00



150.00



15.583



13.988



10.443



11.328



50.00



8.754 9.247 9.778



100.00



7.814



MV



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Retention Area % Time (Y) Area 6.636 4034592 88.84 7.814 36117 0.80 8.754 6848 0.15 9.247 3389 0.07 GLUKOSA 9.778 75107 1.65 XILOSA 10.443 312071 6.87 11.328 30934 0.68 13.988 10232 0.23 AS.ASETAT 15.583 32209 0.71



0.00 2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00 Minutes



98



18.00



20.00



22.00



24.00



26.00



28.00



30.00



Setelah Pemurnian



Retention % Area Time Area 1 6.643 4033189 88.99 2 7.823 35753 0.79 3 8.764 6624 0.15 4 9.260 3351 0.07 5 GLUKOSA 9.791 72132 1.59 6 XILOSA 10.456 295379 6.52 7 10.997 10007 0.22 8 11.343 28863 0.64 9 12.017 1441 0.03 10 14.005 9984 0.22 11 AS.ASETAT 15.606 33033 0.73 12 ETHANOL 21.674 2406 0.05



Height 298353 1883 449 289 5307 19874 641 1834 127 694 1836 141



Int Type BV Vb Bv vB BB Bv Vv Vv Vb BB Bb Bb



Amount



Peak Type Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



Units



Peak Codes



0,683 2,735



0,664 0,058



6.643



300.00



250.00



150.00



14.00



21.674



14.005



12.00



15.606



12.017



7.823



10.456 10.997 11.343



100.00



8.764 9.260 9.791



MV



200.00



50.00



0.00 2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



16.00 Minutes



99



18.00



20.00



22.00



24.00



26.00



28.00



Konsentrasi (g/L)



30.00



Lampiran 8. Data Analisis Komponen Hasil Fermentasi Hidrolisat Retention % Area Time Area 1 6.568 1583331 95.11 2 8.817 66740 4.01 3 GLUKOSA 9.795 2791 0.17 4 10.200 4357 0.26 5 11.005 6534 0.39 6 XYLITOL 11.675 1046 0.06 Name



Height 137908 5615 187 240 473 96



Int Type Bb bB Bv Vb Bb Bb



Amount



Units



Peak Type Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



Peak Codes



Konsentrasi (g/L)



0,026



0,010



6.568



140.00



120.00



100.00



MV



80.00



60.00



11.005



11.675



20.00



9.795 10.200



8.817



40.00



0.00 2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00 Minutes



100



18.00



20.00



22.00



24.00



26.00



28.00



30.00



Lampiran 9. Data Analisis Kadar Xilitol pada Kristal Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILOSA XILITOL



6.543 8.153 8.846 9.996 10.582 12.439 13.217 13.994 21.607



1066092 66187 44571 21844503 4707023 80696 275222 43380 46130



3.78 0.23 0.16 77.53 16.71 0.29 0.98 0.15 0.16



100421 3367 3766 860572 211056 2104 10553 2067 1982



BB BB BB BV Vv vv vv vb BB



50.00



6.543



45.00



Peak Type



Units



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Peak Codes



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0946 0,0980 0,1183



0,236506 0,24494 0,295727



0,5189



1,297137



40.00 35.00 30.00 25.00



10.00 5.00



21.607



15.00



13.994



13.217



20.00



12.439



ETHANOL



Amount



9.996 10.582



Retention Time



8.153 8.846



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Name



MV



Sampel 5501



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



101



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILOSA XILITOL



6.606 8.235 8.929 10.087 10.684 12.586 13.344 14.124 21.785



1050884 66201 43595 21552200 4602188 73510 270077 37958 39932



3.79 0.24 0.16 77.70 16.59 0.27 0.97 0.14 0.14



98058 3346 3684 848972 206432 2015 10252 1929 1747



BB BB BB BV Vv vv vv vb BB



50.00



6.606



45.00



Units



Peak Type



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0955 0,0989 0,1197



0,238659 0,247301 0,299222



0,5231



1,307823



40.00 35.00 30.00 25.00



10.00 5.00



21.785



15.00



14.124



13.344



20.00



12.586



ETHANOL



Amount



10.087 10.684



Retention Time



8.235 8.929



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Name



MV



Sampel 5502



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



102



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



% Area



Height



Int Type



6.631 8.268 8.961 10.126 10.719 12.592 13.384 14.153



1051623 63346 44419 21961337 4619857 76928 276062 19044



3.74 0.23 0.16 78.12 16.43 0.27 0.98 0.07



98116 3221 3750 856975 209189 2064 10315 927



BB BB BB BV Vv vv vv vb



50.00 45.00



Amount



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0958 0,0992 0,1197



10.126 10.719



Area



6.631



40.00 35.00 30.00 25.00



15.00 10.00 5.00



14.153



13.384



20.00



12.592



GLUKOSA XILOSA XILITOL



Retention Time



8.268 8.961



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 55011



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



103



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,239582 0,248111 0,299364



Area



% Area



Height



Int Type



6.615 8.248 8.937 10.094 10.693 12.550 13.352 14.114



1030124 62979 44066 21377970 4527580 73411 271262 15744



3.76 0.23 0.16 78.01 16.52 0.27 0.99 0.06



96609 3199 3698 844921 205996 2002 10092 743



BB BB BB BV Vv vv vv vb



45.00



Amount



Peak Type



Units



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Peak Codes



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0955 0,0990 0,1193



0,238825 0,247509 0,298366



10.094 10.693



50.00



40.00 35.00 30.00 25.00



15.00



5.00



12.550



10.00



14.114



13.352



20.00



8.248 8.937



GLUKOSA XILOSA XILITOL



Retention Time



6.615



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 55012



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



104



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



Retention Time



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILOSA XILITOL



6.620 8.253 8.951 10.114 10.714 12.607 13.384 14.165 21.847



1053379 64886 44271 21740421 4732832 72656 276692 36608 32134



3.75 0.23 0.16 77.50 16.87 0.26 0.99 0.13 0.11



98068 3271 3720 852205 212989 2074 10339 1723 1424



BB BB BB BV Vv vv vv vb BB



45.00



Amount



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



10.114 10.714



50.00



6.620



40.00 35.00 30.00 25.00



13.384



20.00



5.00



12.607



10.00



21.847



15.00



14.165



ETHANOL



8.253 8.951



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Name



MV



Sampel 55051



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



105



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,0957 0,0992 0,1199



0,239298 0,247995 0,299721



0,5246



1,311545



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILOSA XILITOL



6.636 8.275 8.970 10.129 10.736 12.640 13.409 14.187 21.866



1025008 63772 43705 21106236 4619138 71430 267115 33069 25487



3.76 0.23 0.16 77.44 16.95 0.26 0.98 0.12 0.09



95417 3204 3653 836787 209428 2002 10016 1581 1161



BB BB BB BV Vv vv vv vb BB



50.00



6.636



45.00



Peak Type



Units



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Peak Codes



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



40.00 35.00 30.00 25.00



13.409



20.00



5.00



21.866



10.00



12.640



15.00



14.187



ETHANOL



Amount



10.129 10.736



Retention Time



8.275 8.970



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Name



MV



Sampel 55052



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



106



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,0959 0,0994 0,1202



0,239653 0,248504 0,300505



0,5251



1,312685



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILOSA XILITOL



6.618 8.250 8.947 10.109 10.708 12.594 13.372 14.154 21.811



1055995 65265 44066 21760315 4858544 79999 279630 48430 54696



3.74 0.23 0.16 77.04 17.20 0.28 0.99 0.17 0.19



98505 3294 3695 853921 222075 2120 10428 2312 2317



BB BB BB BV Vv vv vv vb BB



50.00



6.618



45.00



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0957 0,0991 0,1198



0,23918 0,247856 0,299412



0,5238



1,309384



40.00 35.00 30.00



15.00 10.00 5.00



21.811



20.00



13.372 14.154



25.00



12.594



ETHANOL



Amount



10.109 10.708



Retention Time



8.250 8.947



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Name



MV



Sampel 5511



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



107



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILOSA XILITOL



6.611 8.244 8.938 10.094 10.702 12.575 13.368 14.149 21.828



1024924 64778 43406 21102185 4743070 73135 266071 33428 28651



3.74 0.24 0.16 77.07 17.32 0.27 0.97 0.12 0.10



95939 3255 3638 837761 216522 2019 10053 1632 1295



BB BB BB BV Vv vv vv vb BB



50.00



6.611



45.00



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



40.00 35.00 30.00 25.00



13.368



20.00



5.00



12.575



10.00



21.828



15.00



14.149



ETHANOL



Amount



10.094 10.702



Retention Time



8.244 8.938



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Name



MV



Sampel 5512



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



108



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,0955 0,0991 0,1196



0,238825 0,247717 0,29896



0,5242



1,310404



Retention Time



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILITOL



6.549 8.158 8.858 10.051 12.517 13.265 14.049 21.701



1073319 69890 44051 26177908 86932 336943 51584 50876



3.85 0.25 0.16 93.86 0.31 1.21 0.18 0.18



101246 3485 3676 891406 2336 12410 2232 2156



BB BB BB Bv vv vv vb BB



45.00



Amount



Peak Type



Units



Peak Codes



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



10.051



50.00



6.549



40.00 35.00 30.00



15.00 10.00 5.00



14.049



20.00



21.701



13.265



25.00



12.517



ETHANOL



8.158 8.858



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 7001



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



109



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



0,0951 0,1190



0,237808 0,297581



0,5211



1,30278



% Area



Height



Int Type



6.613 8.239 8.936 10.137 12.590 13.348 14.120



1116294 69651 46743 27266684 100948 333992 21140



3.86 0.24 0.16 94.17 0.35 1.15 0.07



104175 3474 3866 910930 2289 12654 1062



BB BB BB Bv vv vv vb



50.00 45.00



Amount



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0959 0,1197



10.137



Area



40.00 35.00 30.00



20.00 15.00



5.00



12.590



10.00



14.120



13.348



25.00



8.239 8.936



GLUKOSA XILITOL



Retention Time



6.613



1 2 3 4 5 6 7



Name



MV



Sampel 7002



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



110



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,239842 0,299317



Retention Time



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILITOL



6.546 8.153 8.844 10.027 12.480 13.209 13.979 21.540



1064968 68457 44190 25987768 89855 318295 37333 33061



3.85 0.25 0.16 94.01 0.33 1.15 0.14 0.12



100757 3437 3704 895446 2207 12155 1794 1474



BB BB BB Bv vv vv vb BB



45.00



Amount



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



10.027



50.00



6.546



40.00 35.00 30.00



13.209



25.00



15.00



5.00



12.480



10.00



21.540



20.00



13.979



ETHANOL



8.153 8.844



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 70011



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



111



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,0949 0,1187



0,23724 0,296701



0,5172



1,293115



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILITOL



6.639 8.272 8.975 10.181 12.662 13.416 14.197 21.818



1109214 72291 45879 26925937 84255 333134 33673 37016



3.87 0.25 0.16 94.01 0.29 1.16 0.12 0.13



102930 3552 3787 904406 2233 12501 1750 1618



BB BB BB Bv vv vv vb BB



50.00



6.639



45.00



Peak Type



Units



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Peak Codes



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0964 0,1204



0,240883 0,301028



0,5239



1,309804



40.00 35.00 30.00



13.416



25.00



10.00 5.00



12.662



15.00



21.818



20.00



14.197



ETHANOL



Amount



10.181



Retention Time



8.272 8.975



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 70012



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



112



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



Retention Time



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILITOL



6.605 8.230 8.927 10.124 12.583 13.342 14.119 21.776



1075077 69047 43827 26451988 93506 323273 34042 31207



3.82 0.25 0.16 94.06 0.33 1.15 0.12 0.11



100536 3432 3669 898451 2238 12225 1600 1384



BB BB BB Bv vv vv vb BB



45.00



Amount



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



10.124



50.00



6.605



40.00 35.00 30.00



13.342



25.00



15.00



5.00



12.583



10.00



21.776



20.00



14.119



ETHANOL



8.230 8.927



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 70051



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



113



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,0958 0,1197



0,239535 0,29915



0,5229



1,307282



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILITOL



6.604 8.228 8.930 10.129 12.600 13.347 14.128 21.790



1100232 72141 45531 26837894 94120 331030 39143 44112



3.85 0.25 0.16 93.96 0.33 1.16 0.14 0.15



102692 3569 3762 904713 2294 12493 2035 1896



BB BB BB Bv vv vv vb BB



50.00



6.604



45.00



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



40.00 35.00 30.00



13.347



25.00



15.00



5.00



12.600



10.00



21.790



20.00



14.128



ETHANOL



Amount



10.129



Retention Time



8.228 8.930



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 70052



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



114



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



0,0959 0,1198



0,239653 0,299554



0,5232



1,308123



% Area



Height



Int Type



8.256 8.940 10.110 12.633 13.372 14.155 21.765



83258 35654 22361698 74806 272913 58332 44651



0.36 0.16 97.52 0.33 1.19 0.25 0.19



4291 2989 814584 1854 10585 2894 1925



BB BB Bv vv vv vb BB



50.00 45.00



Amount



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0957 0,1201



0,239204 0,300339



0,5226



1,306622



40.00 35.00 30.00



15.00 10.00 5.00



21.765



20.00



13.372 14.155



25.00



12.633



ETHANOL



Area



10.110



GLUKOSA XILITOL



Retention Time



8.256 8.940



1 2 3 4 5 6 7



Name



MV



Sampel 7011



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



115



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



Area



% Area



Height



Int Type



GLUKOSA XILITOL



6.545 8.157 8.847 10.027 12.462 13.211 13.977 21.558



1059230 66936 44276 26168308 87711 325519 28365 12779



3.81 0.24 0.16 94.15 0.32 1.17 0.10 0.05



100571 3378 3711 895138 2271 12228 1218 682



BB BB BB Bv vv vv vb BB



50.00



6.545



45.00



Peak Type



Units



Peak Codes



KONSENTRASI KONSENTRASI (g/L) dalam 40% (g/L) dalam sampel 100% sampel



Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown



0,0949 0,1185



0,23724 0,296274



0,5177



1,294195



40.00 35.00 30.00



13.211



25.00



15.00



5.00



12.462



10.00



21.558



20.00



13.977



ETHANOL



Amount



10.027



Retention Time



8.157 8.847



1 2 3 4 5 6 7 8



Name



MV



Sampel 7012



0.00 -5.00 -10.00 0.00



2.00



4.00



6.00



8.00



10.00



12.00



14.00



16.00



18.00



20.00



22.00



24.00 26.00 Minutes



116



28.00



30.00



32.00



34.00



36.00



38.00



40.00



42.00



44.00



46.00



48.00



50.00



117



Lampiran 10. Data Analisis Kemurnian Kristal Xilitol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16



Kode Sampel 5501 5502 55011 55012 55051 55052 5511 5512 7001 7002 70011 70012 70051 70052 7011 7012



C (g/L) 0,118291 0,119689 0,119746 0,119346 0,119888 0,120202 0,119765 0,119584 0,119032 0,119727 0,118681 0,120411 0,11966 0,119822 0,120136 0,118509



V (mL) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25



m (g) 10,0249 10,0249 10,0243 10,024 10,0243 10,0241 10,0249 10,0247 10,0242 10,0244 10,0246 10,0243 10,0244 10,0243 10,0245 10,0244



Kemurnian (%) 29,49922 29,84783 29,86385 29,76513 29,89942 29,97829 29,8668 29,82234 29,68627 29,85881 29,59734 30,02986 29,84221 29,88282 29,96049 29,55524



Ratarata



Standar Deviasi



29,6735



0,2465



29,8145



0,0698



29,9389



0,0558



29,8446



0,0314



29,7725



0,1220



29,8136



0,3058



29,8625



0,0287



29,7579



0,2866



Lampiran 11. Data Analisis Titik Leleh Kristal Xilitol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16



Sampel 5501 5502 55011 55012 55051 55052 5511 5512 7001 7002 70011 70012 70051 70052 7011 7012



Titik Leleh (oC) 68 68 70 70 74 74 72 73 73 74 73 73 73 73 72 73



Rata-rata (oC)



Standar Deviasi



68



0,0000



70



0,0000



74



0,0000



73



0,7071



74



0,7071



73



0,0000



73



0,0000



73



0,7071



118



Lampiran 12. Data Analisis Kadar Kalori pada Kristal No.



Sampel



Wsampel (gram)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16



5501 5502 55011 55012 55051 55052 5511 5512 7001 7002 70011 70012 70051 70052 7011 7012



1,1632 1,1472 1,2603 1,1262 1,1431 1,1564 1,22 1,1327 1,0739 1,1467 1,1393 1,0576 1,1521 1,0243 1,0609 1,0489



Kadar Kalori (kal/g) 2819 2659 2790 2753 2821 2753 2829 2862 2825 2914 2832 2895 2841 2935 2706 2832



Kalori (kcal/g) 2,819 2,659 2,79 2,753 2,821 2,753 2,829 2,862 2,825 2,914 2,832 2,895 2,841 2,935 2,706 2,832



RataRata (kal/g)



Standar deviasi



2,7390



0,1131



2,7715



0,0262



2,7870



0,0481



2,8455



0,0233



2,8695



0,0629



2,8635



0,0445



2,8880



0,0665



2,7690



0,0891



Lampiran 13. Data Analisis Kadar Air Kristal Xilitol Wsampel Sampel (gram) 5501 5502 55011 55012 55051 55052 5511 5512 7001 7002 70011 70012 70051 70052 7011 7012



1,1264 1,054 1,1078 1,0485 1,1042 1,0125 1,1721 1,028 1,0314 1,0741 1,0042 1,0278 1,0368 1,0716 1,0434 1,0411



Wcawan (gram)



Wcawan+residu (gram)



I



II



I



II



III



IV



V



3,8548 4,4434 3,5786 4,0902 4,4551 4,8932 4,1496 4,2485 4,7542 7,4701 3,6824 5,0433 2,6982 2,7456 2,7273 2,7024



3,8544 4,443 3,5782 4,0901 4,4548 4,8918 4,1499 4,248 4,7547 7,4697 3,6816 5,0441 2,6984 2,7457 2,7275 2,7023



4,764 5,2567 4,4399 4,9111 5,3148 5,7102 5,0846 5,0356 5,586 8,3475 4,4723 5,8754 3,5414 3,6525 3,5552 3,5517



4,7433 5,2421 4,4294 4,8963 5,3047 5,6956 5,0678 5,021 5,5743 8,3355 4,4654 5,8652 3,5301 3,6135 3,5431 3,5383



4,7355 5,2358 4,4207 4,8895 5,2986 5,6897 5,0588 5,0142 5,5679 8,3291 4,4602 5,8603 3,5234 3,6005 3,5354 3,5321



4,7299 5,2297 4,413 4,8834 5,293 5,6821 5,0532 5,0101 5,5618 8,3239 4,4555 5,8569 3,5185 3,6 3,5306 3,5273



4,7296 5,2293 4,4124 4,8829 5,2926 5,6817 5,0529 5,0098 5,5614 8,3233 4,4551 5,8564 3,5183 3,5998 3,5303 3,5269



Wresidu (gram) 0,8752 0,7863 0,8342 0,7928 0,8378 0,7899 0,903 0,7618 0,8067 0,8536 0,7735 0,8123 0,8199 0,8541 0,8028 0,8246



119



Wair (WsampelWresidu) 0,2512 0,2677 0,2736 0,2557 0,2664 0,2226 0,2691 0,2662 0,2247 0,2205 0,2307 0,2155 0,2169 0,2175 0,2406 0,2165



Kadar Air (%) Wet Basis 22,3011 25,3985 24,6976 24,3872 24,1261 21,9852 22,9588 25,8949 21,7859 20,5288 22,9735 20,9671 20,9201 20,2968 23,0592 20,7953



Dry Basis 28,7020 34,0455 32,7979 32,2528 31,7976 28,1808 29,8007 34,9436 27,8542 25,8318 29,8255 26,5296 26,4544 25,4654 29,9701 26,2552



Rata-rata K.A (%) Wet Dry Basis Basis 23,8498 31,3738 24,5424 32,5253 23,0556 29,9892 24,4269 32,3721 21,1574 26,8430 21,9703 28,1775 20,6084 25,9599 21,9273 28,1126



Standar Deviasi Wet Basis 2,1902



Dry Basis 3,7784



0,2195 0,3855 1,5138 2,5575 2,0762 3,6366 0,8889 1,4301 1,4187 2,3305 0,4408 0,6994 1,6008 2,6269



Lampiran 14. Data Analisis Tingkat Higroskopisitas Kristal Xilitol



0,5155



Wair yang terserap (gram) 0,0059



23,1904



3,8125



0,5278



0,0003



25,4409



3,9256



3,925



0,536



0,0028



25,0910



3,8514



3,8513



3,8513



0,5375



0,0001



24,4013



3,8668



3,8673



3,8671



3,8674



0,5608



0,0056



24,8837



3,8254



3,8254



3,8254



3,8253



3,8254



0,5334



0,0001



21,9998



3,844



3,8462



3,8462



3,8466



3,8469



3,8472



0,5422



0,0084



24,1523



3,9803



3,9803



3,9809



3,9809



3,9808



3,9805



3,9807



0,5266



0,0002



25,9231



4,0139



4,0142



4,013



4,0141



4,0148



4,0148



4,0145



0,5425



0,0195



24,5973



3,8916



3,8916



3,8925



3,8926



3,8933



3,8937



3,8938



3,8934



0,5485



0,002



20,8186



3,8786



3,8789



3,8791



3,8794



3,8792



3,8792



3,8798



3,8798



3,8792



0,5281



0,0002



23,0027



3,8448



3,8458



3,8462



3,8473



3,8472



3,8476



3,8484



3,8492



3,849



3,8487



0,5514



0,0037



21,4974



3,925



3,9252



3,9255



3,9257



3,9256



3,9261



3,9259



3,9263



3,9264



3,9261



3,9261



0,5495



0,0003



20,9633



3,8411



3,8413



3,8419



3,8427



3,8433



3,8441



3,8448



3,8449



3,8451



3,8461



3,8462



3,8458



0,5094



0,0036



20,8600



3,8121



3,81



3,8092



3,8075



3,8057



3,8039



3,8027



3,8021



3,8035



3,8009



3,8



3,7995



3,7992



0,5123



0,0004



23,1193



3,8136



3,8129



3,8126



3,8126



3,8126



3,8127



3,8133



3,8131



3,8128



3,8134



3,8136



3,8132



3,813



0,5093



0,0098



22,31938



Wcawan+sampel (gram) Sampel



Wcawan (gram)



Wsampel (gram) 10



20



30



40



60



80



100



120



140



160



180



200



220



Wsampel konstan (gram)



5501



3,4059



0,5096



3,911



3,9128



3,9139



3,9143



3,9161



3,9174



3,9184



3,9186



3,9199



3,9207



3,921



3,9212



3,9214



5502



3,2853



0,5275



3,8133



3,8133



3,8132



3,8128



3,8125



3,813



3,8132



3,8129



3,8131



3,813



3,8129



3,8125



55011



3,3896



0,5332



3,9174



3,9184



3,9194



3,9227



3,9221



3,9219



3,923



3,9232



3,9245



3,9247



3,925



55012



3,3139



0,5374



3,8497



3,85



3,8503



3,8498



3,8497



3,8505



3,8511



3,8507



3,8512



3,8514



55051



3,3063



0,5552



3,8581



3,8596



3,8606



3,861



3,8626



3,8638



3,8647



3,8648



3,8662



55052



3,292



0,5333



3,823



3,8234



3,8236



3,8231



3,8233



3,8242



3,8249



3,8247



5511



3,305



0,5338



3,8366



3,8384



3,8395



3,8397



3,8413



3,8427



3,8438



5512



3,4543



0,5264



3,9806



3,9809



3,9809



3,9803



3,9799



3,9807



7001



3,4723



0,523



4,0105



4,0109



4,011



4,0116



4,0124



4,0131



7002



3,3449



0,5465



3,8889



3,889



3,889



3,8896



3,8904



70011



3,3517



0,5279



3,8766



3,8759



3,878



3,8782



70012



3,2978



0,5477



3,8439



3,844



3,8444



70051



3,3766



0,5492



3,925



3,9249



70052



3,3368



0,5058



3,8408



7011



3,2912



0,5119



7012



3,3043



0,4995



Menit ke-



120



Higroskopisitas (%)



Lampiran 15. Data Analisis Kelarutan Kristal Xilitol pada T ruang (25oC) Wsampel Sampel (gram) 5501 5502 55011 55012 55051 55052 5511 5512 7001 7002 70011 70012 70051 70052 7011 7012



0,752 0,751 0,7518 0,7565 0,7554 0,7578 0,7565 0,7519 0,7516 0,7576 0,7561 0,7546 0,7573 0,7559 0,7564 0,7555



Wkertas saring (gram) I II 0,539 0,5381 0,5239 0,5231 0,5276 0,5264 0,5385 0,5363 0,5411 0,5406 0,5417 0,5314 0,5498 0,5462 0,5389 0,5352 0,5398 0,538 0,5361 0,536 0,5304 0,53 0,5479 0,5463 0,5368 0,5334 0,5421 0,541 0,5484 0,5477 0,5342 0,5324



Wsampel+kertas saring (gram) I II 0,5439 0,5431 0,5294 0,5283 0,5361 0,5313 0,5444 0,5412 0,5459 0,5454 0,5381 0,5362 0,5475 0,5471 0,5371 0,5363 0,5499 0,5421 0,5422 0,5405 0,5344 0,5334 0,558 0,5578 0,5396 0,5372 0,5458 0,5447 0,5518 0,5506 0,5387 0,5354



121



Wkertassaring konstan (g)



%KA



Kelarutan (%)



0,005 0,0052 0,0049 0,0049 0,0048 0,0048 0,0009 0,0011 0,0041 0,0045 0,0034 0,0115 0,0038 0,0037 0,0029 0,003



22,3011 25,3985 24,6976 24,3872 24,1261 21,9852 22,9588 25,8949 21,7859 20,5288 22,9735 20,9671 20,9201 20,2968 23,0592 20,7953



99,35649 99,30296 99,34929 99,35196 99,36737 99,38473 99,88318 99,85156 99,4758 99,43376 99,55859 98,54491 99,51947 99,53578 99,62309 99,62123



RataRata (%)



Standar Deviasi



99,3297



0,0378



99,3506



0,0019



99,3761



0,0123



99,8674



0,0224



99,4548



0,0297



99,0518



0,7168



99,5276



0,0115



99,6222



0,0013



Lampiran 16. Data Analisis Yield Kristal Xilitol No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16



5501 5502 55011 55012 55051 55052 5511 5512 7001 7002 70011 70012 70051 70052 7011 7012



Volume sebelum evaporasi (mL) 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180 180



Volume setelah evaporasi(mL)



Wkristal (g)



Kadar xilitol (g/L)



Kadar Xilitol (%)



45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45



54,7157 54,706 55,1089 55,1743 55,1372 56,2709 55,3678 56,189 55,1574 55,1798 55,6809 55,7485 56,2709 56,1873 57,1483 57,5421



0,2957 0,2992 0,2994 0,2984 0,2997 0,3005 0,2994 0,2990 0,2976 0,2993 0,2967 0,3010 0,2991 0,2996 0,3003 0,2963



0,0296 0,0299 0,0299 0,0298 0,0300 0,0301 0,0299 0,0299 0,0298 0,0299 0,0297 0,0301 0,0299 0,0300 0,0300 0,0296



122



Wxilitol dalam kristal 1,6179 1,6368 1,6500 1,6464 1,6525 1,6909 1,6577 1,6801 1,6415 1,6515 1,6521 1,6780 1,6831 1,6834 1,7162 1,7050



Yield Kristal Xilitol per 45 larutan (g / 45 ml)



Standar Deviasi



1,6274



0,0133



1,6482



0,0025



1,6717



0,0272



1,6689



0,0158



1,6465



0,0071



1,6650



0,0184



1,6832



0,0002



1,7106



0,0079



123



Lampiran 17. Dokumentasi Proses Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit



Gambar Tandan Kosong Kelapa Sawit



Gambar Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit



Gambar Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit Setelah Penyaringan



Gambar Ampas TKKS Hasil Hidrolisis



Gambar Proses Pemurnian Hidrolisat dengan Karbon Aktif



124



Gambar Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit Setelah Pemurnian



Lampiran 18. Proses Fermentasi Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit



Gambar Hasil Fermentasi Hidrolisat



Gambar Proses Sentrifugasi Hasil Fermentasi



Gambar Hasil Fermentasi Setelah Sentrifugasi



Gambar Proses Pemurnian Hasil Fermentasi dengan Karbon Aktif



125



Gambar Hasil Fermentasi Setelah Pemurnian



Lampiran 19. Dokumentasi Kristalisasi Hasil Fermentasi Hari ke- 0



126



Hari ke- 1



Hari ke-2



127