Crown  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME KASUS CROWN VITAL



Dosen Pembimbing: drg. Inneke Cahyani, M.DSc., Sp.Perio



Disusun Oleh: Fine Ramadhaniya F G4B017018



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2019



GIGI TIRAN CEKAT CROWN



A. Definisi dan Tujuan Perawatan Gigi tiruan cekat merupakan restorasi gigi tiruan untuk menggantikan struktur anatomi mahkota gigi asli yang hilang dan sulit dilepaskan oleh pasien karena dipasangkan secara permanen pada gigi asli. Salah satu jenis gigi tiruan cekat adalah crown. Mahkota selubung atau crown merupakan gigi tiruan yang digunakan untuk menutupi permukaan struktur mahkota gigi yang hilang. Bahan yang digunakan untuk crown antara lain metal, porcelain atau porcelain fused metal (kombinasi metal dan porcelain) (Rangarajan dan Padmanabhan, 2017: 339; Misch, 2008: 94). B. Indikasi dan Kontraindikasi Menurut Smith dan Howe (2013: 4,5) indikasi pembuatan crown antara lain: 1. Sebagai abutment gigi tiruan cekat (implant atau bridge) 2. Anomali bentuk gigi seperti peg shape atau murberry teeth 3. Anomali pertumbuhan gigi seperti hypoplasia dan hipokalsifikasi 4. Gigi yang mengalami erosi dan abrasi 5. Terjadi perubahan warna gigi karena karies atau penggunaan obat, bahan kimia, atau merokok 6. Gigi fraktur dengan tanpa melibatkan tulang alveolar 7. Karies yang luas dan tidak bisa direstorasi secara konvensinal 8. Koreksi posisi seperti diastem, rotasi, mesioversi, dll. Menurut Smith dan Howe (2013: 4,5) kontraindikasi pembuatan crown ialah. 1.



Close bite atau edge-to-edge bite



2.



Gigi terlalu pendek atau tidak memiliki singulum sehingga retensi berkurang



3.



Ketebalan struktur jaringan keras gigi inadekuat



C. Jenis-jenis Crown Beberapa tipe dari crown menurut Soratur (2006: 173) ialah sebagai berikut. 1.



Berdasarkan permukaan gigi yang terselubung a. Full crown



b. Partial crown atau three-quarter crown d. Post crown 2.



Berdasarkan bahan pembentuknya a.



Non metal contohnya akrilik jacket crown dan porcelain jacket crown



b.



Metal contohnya gold alloy crown dan nichrome crown



c.



Kombinasi metal dan non metal, yaitu porcelain fused to metal



3. Mahkota sementara a.



Ready made-polycarbonate



b.



Celluloid



c.



Stainless steel / Nichrome



d.



Alumunium



D. Tahapan Perawatan 1.



Pemeriksaan Subjektif dan objektif



2.



Pemilihan warna Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan warna menurut Baum dkk, (2014: 37) antara lain hue, saturasi, dan value. Hue merupakan corak warna sebenarnya yang membuat kita dapat membedakan satu warna dengan warna yang lainnya. Hue pada shade guide ditunjukkan dengan kode A B C. Saturasi atau intensitas warna merupakan kualitas warna yang membuat kita dapat membedakan kuat lemahnya warna. Saturasi warna pada gigi cenderung lebih kuat pada bagian tepi gingiva dan cenderung lebih muda kearah insisal, pada shade guide saturasi ditunjukkan dengan kode 1 2 3. Value merupakan perbedaan warna dari terang ke warna yang lebih gelap. Value mengacu pada kecerahan warna dan dipengaruhi oleh banyak warna putih dan abu-abu yang terkandung didalamnya.



Gambar 1. Contoh shade guide Sumber: Baum, dkk., 2013: 37



3.



Preparasi gigi Sebelum melakukan preparasi harus diperhatikan beberapa syarat dan prinsip preparasi. Menurut Rosinstiel dkk., (2016: ) syarat preparasi, antara lain: a. Syarat biologis, preparasi tidak boleh merusak jaringan sehat yang ada disekitar gigi dan vitalitas pulpa yang akan dipreparasi. b. Syarat mekanis, saat melakukan preparasi harus memperhatikan resistance form dan retention form, serta dapat memberikan ruang yang cukup untuk ketebalan bahan restorasi sehingga tidak mudah patah dan pecah. c. Syarat estetik, harus memperhatikan warna gigi tiruan dengan gigi asli dan batas finishing line harus diletakkan pada daerah self cleansing. Adapun prinsip preparasi crown menurut Blair dkk. (2002: 561) adalah: a.



Preservation of tooth yaitu memelihara struktur gigi dan jaringan penyangga disekitarnya. Pengurangan struktur anatomi tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan harus preparasi sedikit mungkin serta harus disesuiakan dengan bahan restorasi yang akan digunakan. Crown berbahan metal atau logam perlu menyediakan ketebalan minimal 0,5 mm pada saat preparasi. Crown berbahan keramik atau porselen membutuhkan ruang ketebalan yang lebih bila dibandingkan dengan



metal



sedangkan



metal-ceramic



crown



idealnya



menyediakan ketebalan minimal 2 mm namun ketebalan dapat



berkurang apabila ukuran gigi tidak memungkinkan misalnya pada gigi insisif bawah. b.



Memperoleh retention dan resistance form Retention merupakan kemampuan preparasi untuk mencegah lepasnya restorasi pada arah yang berlawanan dari arah insersi. Menurut Rosenstiel dkk. (2016: 191,193) retensi dan resistensi dipengaruhi oleh: 1) Besar gaya lepas, pada crown gaya yang paling berpengaruh ialah gaya horizontal dan gaya oblique saat mastikasi. 2) Jenis luting agent 3) Bentuk preparasi yang dilihat dari bentuk taper dinding aksial, diameter preprasi, dan tinggi preparasi. Dinding aksial perlu berbentuk konvergen ke arah oklusal 5o-22o. Semakin kecil derajat konvergen makan resistensi semakin optimal. Tinggi struktur gigi yang telah dipreparasi minimal 3-4 mm, semakin tinggi gigi maka resistensi semakin baik namun bila diameter meningkat maka akan menurunkan retensi dan resistensi. Perbandingan tinggi dan lebar gigi preparasi yang ideal untuk gigi molar ialah 4:10.



c.



Memiliki struktur durable atau tahan lama, diperoleh dengan menyediakan



ketebalan



crown



yang cukup



sesuai



dengan



karakteristik mekanis bahan yang digunakan. d.



Integritas marginal baik, diperoleh dengan finishing line yang tepat dengan adaptasi yang baik



e.



Memiliki estetik yang baik.



Tahapan preparasi crown posterior menurut Blair dkk. (2002: 569) terdiri a.



Preparasi oklusal



b.



Permukaan oklusal dipreparasi pertama dengan tujuan untuk memudahkan akses saat preparasi dinding lain. Sebelum dilakukan preparasi perlu diperhatikan oklusi awal pasien untuk melihat



hubungan gigi yang akan dipreparasi dengan gigi antagonisnya. Preparasi dapat dilakukan dengan flat-end tapered diamond bur. Permukaan oklusal gigi dengan beban oklusi yang berat misalnya pada oklusal gigi posterior, palatal gigi anterior atas, dan insisal gigi anterior bawah perlu diberikan ketebalan yang lebih.



Gambar 2. Beberapa bur preparasi gigi (dari kiri ke kanan) flat-end tapered diamond bur, long round-end tapered diamond bur, long needle diamond bur, camfer diamond bur, chamfer tungsten carbide bur, flame diamond bur. Sumber: Blair dkk., 2002: 569.



c.



Preparasi lingual dan bukal Preparasi lingual dilakukan terlebih dahulu untuk mengurangi risiko bentuk taper yang berlebihan. Preparasi bukal dan lingual dapat dilakukan dengan flat-end tapered diamond bur.



d. Preparasi proksimal Hal yang perlu diperhatikan saat preparasi proksimal adalah gigi yang bersebelahan. Oleh karena itu preparasi dapat diawali dengan long needle diamond bur kemudian dilanjutkan dengan flat-end diamond tapered bur. e. Preparasi finishing line Tepi preparasi atau finishing line dapat terletak pada supragingiva untuk memudahkan pembersihan, sama tinggi dengan margin gingiva, maupun subgingiva yaitu 0,5-1 mm di bawah margin gingiva untuk mendapatkan estetik yang baik atau saat menggunakan bahan metal keramik dan untuk kasus mahkota klinis pendek. Jenis finishing line disesuaikan dengan material yang digunakan untuk membuat crown.



Gambar 3. Letak finishing line A. Subgingiva, B. Equigingiva, C. Supragingiva Sumber: Rangarajan dan Padmanabhan, 2017: 504-507



Berikut merupakan macam-macam finising line menurut Rangarajan dan Padmanabhan (2017: 504-507) adalah: 1) Chamfer Finishing line ini digunakan pada crown berbahan metal dan dibuat menggunakan chamfer bur. Finishing line ini mudah untuk dipreparasi karena sesuai kontur gigi asli dan menghasilkan sedikit stress.



Gambar 4. Bentuk finishing line chamfer Sumber: Rangarajan dan Padmanabhan, 2017: 504-507 2) Heavy chamfer Finishing line ini digunakan pada crown berbahan keramik dan dibuat menggunakan round end diamond bur.



Gambar 5. Finishing line heavy chamfer dan round end diamond bur Sumber: Rangarajan dan Padmanabhan, 2017: 504-507



3) Shoulder Finishing line ini digunakan pada crown untuk mahkota gigi tiruan berbahan full ceramic crown dan metal keramik. Tipe ini dibuat menggunakan flat end tapering diamond bur dan untuk membentuk sudut 90o menggunakan cutting-end diamond bur. Kerugian tipe ini ialah kurang konservatif karena pengurangan struktur gigi yang banyak.



Gambar 6. Finishing line shoulder Sumber: Rangarajan dan Padmanabhan, 2017: 504-507



Gambar 7. Flat-end diamond bur dan cutting-end diamond bur Sumber: Rangarajan dan Padmanabhan (2017: 504-507).



4) Shoulder with bevel Finishing line ini digunakan untuk crown berbahan porcelain fused metal dan metal-akrilik.



Bur yang digunakan adalah flat end



tapering diamond bur dan untuk membentuk sudut 90o menggunakan cutting-end diamond bur.



Gambar 8. Finishing line shoulder with bevel Sumber: Rangarajan dan Padmanabhan, 2017: 504-507.



5) Knife-edge Finishing line ini .dibentuk dengan feather edge diamond bur untuk metal crown, permukaan lingual gigi posterior rahang bawah, permukaan



gigi



yang



sangat



konveks



dan



gigi



tilting.



Keuntungannya ialah lebih konservatif karena hanya sedikit mengurangi struktur mahkota gigi, preparasi mudah dilakukan



Gambar 9. Finishing line knife-edge Sumber: Rangarajan dan Padmanabhan, 2017: 504-507



f. Finishing Tahapan terakhir dilakukan untuk memperoleh permukaan yang halus tanpa sudut yang tajam untuk menghindari undercut saat insersi crown. Axiopulpa line angle dibentuk membulat untuk mengurangi beban oklusal berlebihan.



Gambar 11. Kedalaman preparasi tiap sisi crown Sumber: Baker dkk., 2015: 78



Gambar 11. Bentuk preparasi ideal untuk all ceramic crown Sumber: Baker dkk., 2015: 79



4. Tahap pencetakan Bahan cetak yang digunakan adalah heavy body/putty type dan light body yang terdiri dari base dan katalis. Heavy body digunakan untuk cetakan pertama untuk membuat individual tray dan light body digunakan untuk cetakan ke dua agar mendapatkan detai cetakan yang tajam. Berikut tahapan pencetakan menurut Rangarajan dan Padmanabhan, (2017: 559). a) Pilih sendok cetak yang sesuai dengan rahang pasien b) Melakukan retraksi gingiva yang bertujuan untuk mendapatkan hasil cetakan yang jelas dan tajam pada bagian margin gingiva. Retraksi gingiva menggunakan retraction cord yang diulasi bahan kimia seperti aluminium chloride, alumunium sulfat atau epinephrine yang bertujuan untuk mengkontrol perdarahan saat dilakukan prosedur. Posisikan retraction cord masuk ke sulkus gingiva dan putar talinya sampai mengitari sulkus gingiva. c) Tahap



pertama



yang



dilakukan



adalah



mencetak



rahang



menggunakan heavy body. Campurkan base dan katalis dari Campurkan base dan katalis dari heavy body sampai homogen, kemudia letakkan pada sendok cetak dan cetakkan pada rahang pasien. Tunggu 1-2 menit sampai bahan cetak tersebut setting dan keluarkan dari mulut pasien. Setelah setting , pada daerah gigi yang telah dipreparasi dilakukan pengerokkan sedalam 2 mm. d) Tahap kedua pencetakan menggunakan light body.Campurkan base dan katalis sampai homogen kemudian masukkan kedalam sendok cetak pertama pada bagian yang telah dikerok dan masukkan



kembali ke rongga mulut pasien agar mendapatkan hasil cetakan yang detail. e) Cetakan negatif yang selesai diisi dengan dental stone untuk menjadi cetakan positif. Setelah dilakukan pencetakan, lakukan bite record atau catatan gigit. Tujuan bite record adalah sebagai catatan atau pedoman mengenai oklusi pasien baik pada rahang atas maupun rahang bawah menggunakan lempeng malam. 5. Pemasangan temporary crown Sebelum tahapan laboratoris selesai, mahkota sementara digunakan untuk meningkatkan estetik dan menjaga fungsi gigi (Ahmad, 206: 147). 6. Try-in crown Tahapan ini dilakukan dengan menempatkan crown yang telah dibuat pada gigi sebelum sementasi. Hal yang diperhatikan saat try in menurut Ahmad (2006: 189) ialah: a. Integritas margin b. Kontak proksimal c. Cek oklusi dengan gigi antagonisnya d. Evaluasi aspek estetik dengan memperhatikan warna, morfologi, ukuran dan permukaan dengan mambandingkannya dengan gigi sebelahnya. e. Evaluasi inklinasi dan angulasi gigi f. Cek fonetik terutama dilakukan untuk crown anterior seperti pengucapan huruf ‘m’, ‘f’, ‘v’, ‘th’, dan ‘s’. 7. Sementasi crown Beberapa luting agent yang digunakan untuk sementasi crown ialah zinc phospathe, zinc oxide eugenol, glass ionomer cement, dan resin based cement. Hal yang perlu diinstruksikan pada pasien setelah sementasi ialah hindari menggigit benda keras selama 24 jam, peringatan akan timbul rasa kurang nyaman saat awal pemasangan, menjaga kebersihan rongga mulut, dan melakukan evaluasi setelah perawatan (Nallaswamy, 2004: 679).



LAPORAN KASUS A. Identitas 1. Nama



: Septi Maherni



2. Usia



: 23 tahun



3.



: Purwokerto



Alamat



B. Pemeriksaan subyektif 1. CC



: Pasien datang ke RSGMP UNSOED mengeluhkan tidak percaya



diri karena gigi yang kecil pada gigi depan rahang atas 2. PI



: Pasien tidak ada keluhan



3. PDH : Pernah melakukan pembersihan karang gigi 4. PMD : Tidak ada kelainan



C.



5. FH



: Tidak memiliki riwayat penyakit sistemik



6. SH



: Pasien seorang mahasiswa



Pemeriksaan obyektif 1. Penilaian ekstraoral Pasien mempunyai bentuk muka yang simetris dengan profil lurus bibir menutup kompeten dan tidak terdapat kelainan TMJ 2. Penilaian intraoral Gigi 22 peg shaped Vitalitas (+), perkusi (-), palpasi (-)



D.



Diagnosa Pegshaped gigi 22



E.



Dokumentasi 1) Kondisi fisik pasien



2) Pemeriksaan penunjang Foto rontgen periapikal



F. Rencana Perawatan Gigi tiruan cekat crown vital gigi 22 G. Tahapan Perawatan 1. Pemeriksaan subjektif, objektif, dan pemeriksaan penunjang. 2. Pemilihan warna/ shade guide 3. Anestesi infiltrasi 4.



DAFTAR PUSTAKA Ahmad, I., 2006, Protocols for Predictable Aesthetic Dental Restorations, Blackwell Munksgaard, London, h. 147, 189.S Baker, B., Jacobi, I., Newsome, P., Penn, D., Reaney, D., 2015, A Clinician’s Guide to Prosthodontics, Southern Cross Dental, Sydney, h.78, 79. Baum, Philips, Lund., 2014, Buku ajar ilmu konservasi gigi, EGC, Jakarta, h. 37. Blair, F.M., Wassel, R.W., Steele, J.G., 2002, Crown and other Extracoronal Restoration for Full Venner Crowns, British Dental Journal, 192(10): 561568. Misch, C.E., 2008, Contenporery Implant Dentistry, Elsevier, Canada, h. 94.



Nallaswamy, D., 2004, Textbook of Prosthodontics, Jaypee Brothers, New Delhi, h.679. Rangarajan, V., Padmanabhan, T.V., 2017, Textbook of Prosthodontics, Elsevier, India. h. 339, 504, 507, 559.



Rosenstiel, S.F., Land, M.F., Fujimoto, J., 2016, Contemporary Fixed Prosthodontics, 5th Edition, Elsevier, Missouri, h. 191, 193. Smith, B.G,N., Howe, L.C., 2007, Planing and Making Crown and Bridges, 4th Edition, Informa, London, h. 4,5. Soratur, S.H., 2006, Essentials of Prosthodontics, Medical Publiser, New Delhi, h. 173.