Crs Anatomi Fisiologi Tonsil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



ANATOMI TONSIL Faring, jaringan fibromuskular yang berbentuk pipa kerucut mempunyai panjang



12 – 14 cm dan lebar 1,5 – 3,5 cm, dibentuk oleh dasar tengkorak (basis oksiput dan basis sfenoid) hingga ke inferior dibatasi oleh kartilago krikoid yang berhubungan dengan esofagus. Faring terdiri dari tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring) (lihat gambar 2.1)1.



Tonsil palatina yang dikenal sebagai sepasang jaringan limfoid terletak di dinding lateral orofaring (fossa tonsilaris), yang dibatasi oleh muskulus palatoglosus di bagian anterior, muskulus palatofaringeal di bagian posterior, muskulus konstriktor faring superior dibagian lateral, palatum mole dibagian superior dan tonsil lingual dibagian inferior. Sedangkan adenoid adalah jaringan limfoid lain yang terletak di atap dan dinding posterior nasofaring. Istilah adenoid pertama kali dikemukakan oleh seorang dokter pada tahun 1868, Danish Meyer dalam makalahnya yang berjudul “Adenoid Vegetations in the Nasopharingeal Cavity”2.



Tonsil palatina dan adenoid merupakan bagian dari cincin Waldeyer, kumpulan jaringan limfoid yang membentuk gambaran cincin di faring (gambar 2.2). Cincin Waldeyer terdiri dari: tonsil nasofaringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual, tonsil tubal (di daerah fossa Rossenmüller) atau Gerlach’s tonsil



1,2,3



. Jaringan limfoid tersebut



berfungsi sebagai agen protektif pertama yang mengenali adanya patogen yang masuk ke traktus digestivus dan respiratorius. Cincin Waldeyer juga menginisiasi produksi imunoglobulin dan aktivasi sel limfosit B dan sel limfosit T 2.



Tonsil palatina disusun oleh jaringan limfoid yang diliputi oleh epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta (10 – 30 buah), berbentuk oval seperti buah kenari dengan panjang 2 – 5 cm. Permukaan lateral tonsil diselubungi oleh kapsul fibrosa berwarna putih disebut fasia faringeal menutupi empat per lima bagian tonsil4. Tonsil mendapat pendarahan (lihat gambar 2.3) dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus peritonsilar di sekitar kapsul tonsil, vena lingualis dan pleksus faringeal akan bermuara di vena jugularis interna2.



Tonsil diinervasi oleh nervus tonsilaris cabang dari nervus maksilaris dan glosofaringeal (N IX). Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada2. Adenoid mulai berkembang sejak usia gestasi tujuh bulan hingga 15 tahun. Secara fisiologis, adenoid akan membesar pada usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang pada usia 14-15 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran napas bagian atas maka dapat terjadi hiprtrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi adenoid akan timbul sumbatan koana (nares posterior) dan sumbatan tuba eustachius



2,3



. Adenoid berbentuk piramida terbalik dengan



dasar atap dan dinding posterior nasofaring dan apex adenoid di septum nasal (lihat gambar 2.4). adenoid tidak mengandung kripta dan kapsul.



Vaskularisasi adenoid terdiri dari cabang arteri maksilaris – arteri faringeal asending, arteri palatina asending, cabang arteri fasialis – arteri tonsilaris, arteri pterigoidal dan arteri sfenoid. Aliran balik vena adenoid adalah pleksus faringeal yang berhubungan dengan pleksus pterigoidal menuju vena fasialis dan vena jugularis interna. Inervasi adenoid oleh pleksus faringeal. Aliran limfatik adenoid menuju nodus limfe retrofaringeal dan faringomaksilaris2. 2.2



FISIOLOGI TONSIL6 Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan



proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: menangkap dan mengumpulkan benda asing dengan efektif dan tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang bersal dari diferensiasi limfosit B. Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil adalah limfosit B. Bersama-sama dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh limfosit pada kedua organ tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit tonsil dan adenoid. Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian menyebarkan sel limfosit terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori di seluruh tubuh. Antigen dari luar, kontak dengan permukaan tonsil akan diikat dan dibawa sel mukosa ( sel M ), antigen presenting cells (APCs), sel makrofag dan sel dendrit yang terdapat pada tonsil ke sel Th di sentrum germinativum. Kemudian sel Th ini akan melepaskan mediator yang akan merangsang sel B. Sel B membentuk imunoglobulin (Ig)M pentamer diikuti oleh pembentukan IgG dan IgA. Sebagian sel B menjadi sel memori. Imunoglobulin (Ig)G dan IgA secara fasif akan berdifusi ke lumen. Bila rangsangan antigen rendah akan dihancurkan oleh makrofag. Bila konsentrasi antigen tinggi akan menimbulkan respon proliferasi sel B pada sentrum germinativum sehingga tersensititasi terhadap antigen, mengakibatkan terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon imun merupakan fungsi limfosit T yang akan mengontrol proliferasi sel dan pembentukan imunoglobulin.



Aktivitas tonsil paling maksimal antara umur 4 sampai 10 tahun. Tonsil mulai mengalami involusi pada saat puberitas, sehingga produksi sel B menurun dan rasio sel T terhadap sel B relatif meningkat. Pada tonsilitis yang berulang dan inflamasi epitel kripta retikuler terjadi perubahan epitel squamous stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas sel imun dan menurunkan fungsi transport antigen. Perubahan ini menurunkan aktifitas lokal sistem sel B, serta menurunkan produksi antibodi. Kepadatan sel B pada sentrum germinativum juga berkurang6. 2.3



DEFINISI TONSILITIS Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari



cincin Waldeyer. Peradangan tonsil dapat diakibatkan oleh adanya infeksi virus, bakteri ataupun jamur. Tonsilitis akut adalah radang akut yang terjadi pada tonsilla palatina, yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi bakteri maupun virus3,4,6. Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejalagejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan. Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat3. 2.4



EPIDEMIOLOGI TONSILITIS Penyakit pada tonsil palatina (tonsil) merupakan permasalahan yang umum



ditemukan pada anak. Penderita tonsilitis merupakan pasien yang sering datang pada praktek dokter ahli bagian telinga hidung tenggorok–bedah kepala dan leher (THT-KL), dokter anak, maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tonsilitis juga merupakan salah satu penyebab



ketidakhadiran anak di sekolah6. Tonsilitis akut yang disebabkan oleh infeksi golongan streptokokus sering terjadi pada anak-anak dengan rentang usia 5 – 15 tahun, sedangkan tonsilitis akut karena virus sering mengenai anak-anak usia lebih muda7. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Indonesia masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30%-40%. Tonsilitis kronis pada anak dapat disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT-KL pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%. Insiden tonsilitis kronis di RSUP dr Kariadi Semarang 23,36% dan 47% diantaranya pada usia 6-15 tahun. RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada priode April 1997 sampai Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari seluruh kunjungan ke bagian THT-KL6. Berdasarkan data medical record tahun 2010 di RSUP dr M. Djamil Padang bagian THT-KL subbagian laring faring ditemukan tonsilitis sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di Poliklinik subbagian laring faring dan yang menjalani tonsilektomi sebanyak 163 kasus6.



DAFTAR PUSTAKA SUB BAB 2.1 – 2.4 1. Dhingra PL, Dhingra S and Dhingra D. Disease of pharynx. In: Disease of ear, nose and throat and head and neck surgery. 6th Ed. Elsevier. India, 2014: p. 237-43. 2. Viswanatha DO. Tonsil and adenoid anatomy. Medscape. 2015 3. Rusmarjono dan Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis dan hipertrofi adenoid. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher (THT-KL). Edisi ketujuh. FKUI. Jakarta, 2012: h. 198-203. 4. Adams GL, Boies LR and Higler PA. BOIES fundamental of otolaryngology. 6 th Ed. WB Saunders Co. Philadelphia, 1997: p. 263-67, p. 330-40.



5. Saharia PS and Sinha D. Pharynx. In: Clinical atlas of ENT and head & neck diseases. Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd. India, 2013, p. 56-7 6. Novialdi dan Pulungan MR. Mikrobiologi tonsilitis kronis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012: 1-10 7. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar abscess. Medscape. 2017 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13



KLASIFIKASI TONSILITIS ETIOLOGI TONSILITIS PATOFISIOLOGI TONSILITIS MANIFESTASI KLINIS TONSILITIS DIAGNOSIS TONSILITIS DIAGNOSIS BANDING TONSILITIS TATALAKSANA TONSILITIS KOMPLIKASI TONSILITIS PROGNOSIS TONSILITIS