Cultural Approach To Organizations [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MATAKULIAH KOMUNIKASI ORGANISASI



Pendekatan Budaya dalam Organisasi Clifford Geertz, seorang antropologis, memaparkan bahwa manusia layaknya hewan yang tergantung dalam jaring-jaring makna yang ia pintal. Ia menggambarkan bahwa budaya ialah jaring-jaring tersebut. Budaya ialah makna, interpretasi, dan penalaran yang dibagi. Geertz melakukan riset di dua tempat, yakni sebuah pulau di Indonesia dan dataran tinggi Maroko. Dua lokasi tersebut merupakan wilayah pedesaan yang jauh dari aktivitas industrial. Salah satu monograf Geertz yang terkenal ialah analisis simbolik mendalam dalam aktivitas sabung ayam di Bali. Geertz memang tidak pernah menulis mengenai profit ataupun menguraikan makna yang ada dalam lingkungan perkantoran. Akan tetapi, meski Geertz tidak membahas topik dalam dunia bisnis, pendekatan interpretif Geertz telah terbukti berguna dalam melihat aktivitas organisasi. Dalam bidang komunikasi, pendiri University of Colorado, Michael Pacanowsky, menerapkan wawasan Geertz mengenai budaya dalam kehidupan organisasional. Ia mengungkapkan bahwa budaya terdiri dari jaringan makna yang manusia pintal, dan jaringan tersebut akan mengarahkan tindakan-tindakan kaitannya dengan aktivitas ‘pemintalan’ tersebut. Bagi Pacanowsky, fokus kajian tidak hanya pada struktur dari jaringan budaya, namun juga pada proses pemintalan jaringan tersebut. Proses pemintalan berlangsung melalui komunikasi. Komunikasilah yang membentuk dan menciptakan realitas dunia. A.



Budaya sebagai Metafor dari Kehidupan Organisasional Organisasi akan sangat berbeda satu dengan yang lainnya tergantung pada struktur budaya yang dimaknai oleh orang-orang didalamnya. Dewasa ini, istilah budaya perusahaan (corporate culture) dapat diartikan berbeda oleh berbagai pihak. Sebagian observer menggunakan istilah budaya perusahaan untuk menggambarkan lingkungan sekeliling yang membatasi kebebasan bertindak perusahaan. Sebagian lainnya menggunakan istilah budaya perusahaan dengan



merujuk pada kualitas atau properti/kepemilikan dari organisasi. Mereka mengungkapkan bahwa budaya sama artinya dengan citra, karakter, atau iklim. Akan tetapi, Pacanowsky tetap menggunakan pendekatan simbolik Geertz dalam memahami budaya perusahaan. Ia mempertimbangkan budaya sebagai lebih dari satu variabel dalam penelitian organisasional. Pacanowsky menjelaskan budaya perusahaan atau organisasi sebagai berikut : “Budaya organisasional tidak hanya potongan puzzle, namun ia adalah puzzle itu sendiri. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki organisasi, budaya ialah organisasi itu sendiri”. B.



Apakah Budaya; Apa yang Bukan Budaya Geertz mengakui bahwa konsep budaya sebagai sistem pembagian makna adalah rancu dan sulit untuk dicerna. Tidak seperti pengertian yang lazim, dimana budaya identik dengan hal-hal seperti konser dan museum seni, Geertz menolak untuk menghubungkan kata budaya dengan hal yang bermakna ‘primitif’.



Tidak ada antropologis modern yang ingin terjebak untuk



mengkelompokkan manusia sebagai ‘berbudaya tinggi – berbudaya rendah’. Budaya bukan merupakan satu kesatuan atau tidak terbagi-bagi.



Geertz



menunjukkan bahwa suatu masyarakat yang hubungannya erat pun memiliki subbudaya atau kontra-budaya dalam lingkungan mereka. Bagi Pacanowsky, jaring budaya organisasi adalah hasil dari usaha para pekerja – dimana para pekerja membuat dan menerapkan budaya mereka terhadap diri mereka sendiri dan terhadap sesama mereka. Sifat budaya yang sulit dipahami mendorong Geertz untuk menyebut ilmu ini sebagai ‘soft science’ ( ilmu lunak ).



Ilmu ini bukanlah ilmu



eksperimental dalam kajian ilmu hukum, namun merupakan ilmu interpretasi dalam kajian arti. Pengamat perusahaan adalah setengah ilmuwan dan setengah kritikus drama.



C. Deskripsi Mendalam – Apa yang Dilakukan Etnographer



Geertz menyebut dirinya sebagai seorang Ethnographer.



Layaknya



Geographer yang memetakan daerah, Ethnographer memetakan masalah-masalah sosial untuk menemukan ‘apa yang orang pikir tentang diri mereka, tentang apa yang mereka lakukan dan untuk tujuan apa’. Ethnographer memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk mengamati interaksi secara lengkap. Interaksi-interaksi yang terkumpul tersebut menjadi amat penting sebagai bahan baku yang akan diinterpretasikan. Meskipun harus sangat intim dengan organisasi yang diobservasi, seorang etnographer juga harus menjaga sikap naif dan membiarkan diri mereka merasakan pengalaman kehidupan organisasional dari sudut pandang ‘orang asing’. Ethnographer selalu mengisi buku catatannya dengan catatan tentang observasi intensif yaang dilakukannya. Oleh karena itu Geertz menyebut Ethnography sebagai ‘Deskripsi Mendalam’.



Deskripsi ini menggambarkan



jalinan lapisan makna umum yang mendasari bagaimana orang berkata dan bertindak. Analisis dari budaya perusahaan memerlukan interpretasi, tidak hanya menyajikan salinan memo kantor atau membuat transkrip dari meeting. Deskripsi mendalam mencatat untaian-untaian dalam jaringan budaya dan melacak makna yang berkembang. Deskripsi mendalam dimulai dengan adanya kebingungan. Kemudian satu-satunya cara untuk mengurangi kebingungan tersebut ialah dengan mengobservasi layaknya orang asing di tempat yang baru. Hal ini dapat menjadi sukar bagi manajer yang telah terperangkap dalam budaya perusahaan tertentu. Ia dapat mengabaikan banyak tanda yang mengarah pada interpretasi umum. Dalam mengamati budaya organisasi, Pacanowsky sangat sensitif dan memberi perhatian pada bahasa yang digunakan, cerita-cerita yang disampaikan, serta tata cara ataupun ritual nonverbal yang dilakukan. Bentuk-bentuk komunikasi tersebut akan sangat membantu menunjukkan pembagian makna yang unik dalam organisasi. D.



Metafor : Menganggap Bahasa sebagai Sesuatu yang Serius Ketika digunakan oleh anggota organisasi, metafor dapat menjadi titik awal yang baik untuk menilai makna yang dibagi dalam budaya perusahaan. Dari



hasil



risetnya



di



Perusahaan



W.L.



Gore



&



Associates,



Pacanowsky



mengemukakan tiga metafor yang berbeda untuk menggambarkan ciri krusial dari budaya yang unik. Tiga metafor tersebut ialah sebagai berikut : 1. Cluster of Peasant Village Pacanowsky menggambarkan organisasi sebagai kelompok desa petani (cluster of peasant village), kaitannya dengan semangat organisasi akan desentralisasi dan bahasa yang tidak biasa. 2. Large Improvisational Jazz Group Metafor sebagai grup jazz yang gemar berimprovisasi digunakan untuk menggambarkan organisasi yang senang membuat sesuatu yang baru namun tetap ingin cocok dan disukai oleh yang lain. 3. Faction in Colonial Amrerica Metafor tersebut digunakan karena sebagai anggota organisasi menganggap bahwa bagian terbaik dari organisasi ialah inovasi. Baik untuk menemukan budaya organisasi dan untuk melihat komunikasi dari budaya perusahaan, metafor merupakan hal yang bernilai bagi etnographer. E. Interpretasi Simbolis dari Sebuah Cerita Cerita yang diceritakan dan terus diceritakan kembali akan membuka jendela untuk melihat jaringan budaya perusahaan. Pacanowsky fokus pada kualitas naskah naratif yang menekankan pada peran karyawan dalam perusahaan. Meskipun pekerja memiliki ruang untuk berimprovisasi, pekerja juga harus tetap di dalam jalur peran yang telah ditetapkan untuk mereka. Pacanowksy menjabarkan tiga tipe cerita yang muncul dalam kehidupan organisasional, yakni : 1. Cerita perusahaan (corporate stories) Cerita perusahaan mengusung ideologi manajemen dan menguatkan kebijakan perusahaan. 2. Cerita pribadi (personal stories) Ialah ketika anggota perusahaan bercerita tentang dirinya sendiri, dan seringkali mendeskripsikan bagaimana ia ingin dilihat dalam organisasi. 3. Cerita kolegial (collegial stories) Merupakan anekdot positif dan negatif yang menceritakan orang lain dalam organisasi.



F. Ritual Sebagian ritual ialah ‘teks’ yang berbicara mengenai beragam aspek dalam kehidupan berbudaya. Ritual bersifat sakral, dan segala upaya untuk mengubahnya akan menghadapi resistensi atau perlawanan. Tradisi atau tata cara yang ada dalam organisasi dapat membangun suatu budaya organisasi. Akan tetapi, seringkali tata cara ini berkurang dan cenderung ditinggalkan karena kesenangan akan sesuatu yang baru serta karena adanya tuntutan untuk berinovasi. Dari sudut pandang manajemen, tata cara memastikan bahwa tidak akan ada kejutan dalam kehidupan organisasional. Dengan demikian, manajemen dapat memiliki waktu untuk mempersiapkan berbagai hal yang akan terjadi. G.



Manager dan Perubahan Budaya Merebaknya metafor budaya dalam perusahaan tidak terlepas dari keinginan para pimpinan bisnis untuk membentuk interpretasi dalam perusahaan. Simbol digunakan sebagai alat manajemen. Jajaran manajemen mulai merancang visi, menetapkan tujuan, memproses informasi, mengirimkan memo, dan terlibat dalam perilaku simbolik lainnya. Jika manajemen percaya bahwa budaya ialah kunci bagi komitmen pekerja, produktivitas, dan penjualan, maka kemungkinan untuk merubah budaya menjadi sebuah ide yang menarik. Menciptakan metafor yang menyenangkan, menanamkan cerita perusahaan, dan membangun ritual atau tata cara akan menjadi cara yang ideal untuk menciptakan mitos korporat, dimana mitos korporat tersebut akan menjembatani kepentingan manajerial yang ada. Lebih lanjut, Geertz menyatakan bahwa interpretasi yang dibagikan muncul secara natural dari seluruh anggota kelompok, ketimbang dirancang secara sengaja oleh pemimpin. Kemudian, budaya yang ada dalam organisasi sulit untuk diubah. Sekalipun ia dapat diubah, tetap akan meninggalkan pertanyaan mengapa budaya tersebut harus diubah. Bicara mengenai perubahan budaya, seorang pengamat budaya atau etnographer juga harus berhati-hati dalam proses pengamatannya. Ditekankan bahwa ia tidak diperkenankan mencampuri budaya yang ada dalam organisasi. H. Kritik



Kritik terhadap teori ini muncul dari beberapa peneliti yang tidak setuju terhadap pendekatan budaya interpretif seperti Geertz dan Pacanowsky yang menolak untuk mengevaluasi model yang mereka gambarkan. Selain itu, penting untuk dijadikan catatan bahwa berlawanan dengan tujuan dari konsultan yang dibiayai oleh organisasi yang mereka teliti, tujuan dari etnografi bukanlah untuk mengubah organisasi atau menekan manajer untuk memberikan kontrol lebih. Etnografi tidak juga bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap moralitas. Tujuan dari analisis simbolik ini ialah untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik mengenai apa yang diperlukan agar organisasi dapat berfungsi efektif dalam budaya organisasi. Kemudian pada kebanyakan organisasi, dimana anggota bebas untuk memutuskan dimana mereka akan berada, analisis kultural yang sensitif dapat membantu mereka untuk membuat pilihan yang cerdas. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam penelitian mengenai budaya ialah bahwa kekuatan analisis etnografi akan bergantung pada bagaimana etnographer dapat menuliskan dengan baik hasil pengamatannya. Etnographer harus memiliki kemampuan bercerita yang baik sehingga hasil pengamatannya dapat dibaca dan dipahami.