Dermatitis Dan Herpes [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan. Dematitis juga dapat didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi. Dengan kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit. Selain penyebab bahanbahan kimia, sering kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitive kontak langsung dengan perhiasan logam biasanya emas dengan kadar rendah atau perhiasan perak dan kuningan. Jika Anda mengalami kulit kering dan gatal, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi pada dokter, apakah yang terjadi pada kulit Anda teridentifikasi dermatitis. Jika Anda teridentifikasi dermatitis, maka pertama kali yang harus Anda ketehui adalah penyebab dari penyakit kulit tersebut. Pastikan Anda menghindari penyebab dari iritasi dan alergi. Jangan pernah menggaruk, meskipun rasa gatal tidak tertahankan. Sebab menggaruk tidak akan membuat hilang rasa gatal, melainkan akan memperparah ketidaknyamanan Anda. Sebab menggaruk akan menyebabkan kulit lebih rentan terhadap infeksi kulit dan penyakit kulit lainnya. Biasanya rasa gatal timbul karena area kulit tersebut kering maka gunakan pelembab untuk mengurangi rasa gatal. Gunakan obat kulit untuk dermatitis, juga akan membantu mengurangi rasa gatal. Dermatitis tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. Tipe dermatitis yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis atopik yang meruapakan suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. GeJala ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan sampai 1 tahun den sekitar 85% pada usia kurang dari 5 tahun. Pada keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi cairan, basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai infeksi sekunder yang menimbulkan nanah. B.



Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran yang nyata tentang penyakit dermatitis pada anak dan tentang pelaksanaan Askep pada klien/anak dengan dermatitis dengan menggunakan metode keperawatan dan penyakit herpes yang banyak ditakuti setiap orang



C. Rumusan Masalah Fokus dalam penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan konsep dasar dari penyakit dermatitis yang terjadi pada anak dan herpes dan macam-macamnya



1



yaitu mulai dari apa definisi dari dermatitis, herpes, etiologi, bagaimana patofisiologinya, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit dermatitis dan herpes pada beberapa kalangan. D. Manfaat Manfaat dari penulisan makalah yaitu : Dapat menambah pengetahuan pembaca tentang penyakit dermatitis dan herpes mulai dari definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan Dapat menambah pengetahuan pembaca tentang bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan dermatitis dan pasien dengan penyakit herpes.



2



BAB II DERMATITIS A. Definisi Dermatitis berasal dari kata dermo- (kulit) -itis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang dalam perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi polimorf dan pada umumnya memberikan gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986) Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang memberikan gejala subjektif gatal dan dalam perkembangannya memberikan efloresensi yang polimorf. (Junaidi Purnawan : 1982). B.



Etiologi Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam type : a) Dermatits kontak - Dermatitis kontak toksis akut. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat / absolut. Contok : H2SO4 , KOH, racun serangga. - Dermatitis Kontak Toksis Kronik. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah / relatif. Contoh : sabun , detergen. - Dermatitis Kontak Alergi. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen . Contoh : logam (Ag, Hg), karet, plastik, popok atau diaper pada anak-anak, dll. b) Dermatitis Atopik. Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang disebabkan zat-zat yang bersifat alergen. Contoh : inhalan (debu, bulu). c) Dermatitis Perioral. Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntusberuntus merah disekitar mulut. Penyebabnya tidak diketahui dan bisa muncul pemakaian salep kortikosteroid diwajah untuk mengobati suatu penyakit. d) Dermatitis Statis. Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering meninggalkan bekas, yang disebabkan penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga cenderung terjadi varises dan edema.



C. Patofisiologi Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan. Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi



3



sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam.Bahan iritan ataupun allergen yang masuk ke dalam kulit merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit atau dermatitis. Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya penyakit kulit lain. D. Manifestasi Klinis Secara umum manifestasi klinis dari dermatitis yaitu secara Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama pruritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa). Sedangkan secara Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara serentak atau beturut-turut. a) Dermatitis Kontak. Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit berwarna coklat dan menebal. b) Dermatitis Atopik. Gatal-gatal , muncul pada beberapa bulan pertama setelah bayi lahir, yang mengenai wajah, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan dan kaki. c) Dermatitis Perioral. Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak beruntus-beruntus kecil kemerahan. d) Dermatitis Statis. Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa minggu / bulan , warna menjadi coklat. E.



Komplikasi Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.



F.



Pemeriksaan Penunjang 1) Darah; Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin. 2) Urin; pemeriksaan Hispatologi 3) Uji kulit, alergen, uji IgE spesifik, pada dermatitis atopic



4



4) Pemeriksaan kultur bakteri apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri, pada dermatitis kontak iritan G.



Penatalaksanaan a) Terapi umum Hindari faktor penyebab. Jaga kulit bayi/anak jangan sampai kering à pelembab. Berikan pengertian untuk tidak digaruk. b) Terapi Lokal Salep / krim / losio kortikosteroid. c) Terapi Sistemik Anti histamin. Kortikosteroid ; dosis 40-60 mg. Antibiotik ; Eritromisin, Dewasa 4x 250 mg/hr.



5



BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN DERMATITIS A. Pengkajian Anak dengan dermatitis yang perlu dikaji, yaitu : Kaji faktor penyebab terjadinya gangguankulit. Kaji pengetahuan orang tua tentang faktor penyebab dan metode kontak. Kaji adanya pruritas dan burning. Kaji peningkatan stress yang diketahui pasien. Kaji tanda-tanda infeksi. Riwayat infeksi yang berulang-ulang. Kaji faktor yang memperparah. Pada reaksi ringan kulit terlihat merah dan terdapat vesicle. Pada reaksi berat terdapat ulceration. B.



Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan dermatitis, yaitu : 1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit 2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen 3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus



C. Intervensi 1. Gangguan integritas kulit b/d kekeringan pada kulit Tujuan : klien/orang tua akan mempertahankan kulit klien agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan : Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit Berkurangnya derajat pengelupasan kulit Berkurangnnya kemerahan Berkurangnya lecet karena garukan Penyembuhan area kulit yang telah rusak Rencana Tindakan Keperawatan : 1) Kaji keadaan kulit Mengetahui dan mengidetifikasi kerusakan kulit untuk melakukan intervensi yang tepat.



6



2) Mandikan anak paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. (Dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit). 3) Anjurkan orang tua dan anak untuk menggunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive pada anak. Hindari mandi busa. (Sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan). 4) Kolaborasi dalam pemberian salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari pada anak. (Salep atau krim akan melembabkan kulit). 2.



Resiko kerusakan kulit b/d terpapar allergen Tujuan : Klien/orang tua akan mempertahankan integritas kulit klien, ditandai dengan Menghindari allergen Rencana Tindakan Keperawatan : 1) Ajari orang tua dan anak untuk menghindarkan atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui pada anak. (menghindari alergen akan menurunkan respon alergi). 2) Anjurkan orang tua dan anak membaca label makanan kaleng agar anak terhindar dari bahan makanan yang mengandung allergen. (menghindari alergi makanan). 3) Hindari anak dari binatang peliharaan. jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah 4) Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah, bila memungkinkan. (AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan).



3.



Perubahan rasa nyaman b/d pruritus Tujuan : Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan Berkurangnya lecet akibat garukan Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman Rencana Tindakan Keperawatan :



7



1. Jelaskan pada orang tua dan anak gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk. (dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif). 2. Anjurkan orang tua dan anak untuk mencuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. (pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian). 3. Anjurkan orang tua dan anak untuk menggunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. (bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasi) D. Implementasi 1. Gangguan integritas kulit b/d kekeringan pada kulit 1) Mengkaji keadaan kulit 2) Memandikan anak paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. 3) Menggunakan air hangat untuk memandikan anak. 4) Menganjurkan orang tua dan anak untuk menggunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive pada anak. Menghindari mandi busa. 5) Berkolaborasi dalam pemberian salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari pada anak. 2.



3.



Resiko kerusakan kulit b/d terpapar allergen 1) Mengajari orang tua dan anak untuk menghindarkan atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui pada anak. 2) Menganjurkan orang tua dan anak membaca label makanan kaleng agar anak terhindar dari bahan makanan yang mengandung allergen. 3) Menghindari anak dari binatang peliharaan. 4) Menggunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah, bila memungkinkan. Perubahan rasa nyaman b/d pruritus



8



1) Menjelaskan pada orang tua dan anak gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk. 2) Menganjurkan orang tua dan anak untuk mencuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. 3) Menganjurkan orang tua dan anak untuk menggunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. E.



Evaluasi 1. Integritas kulit dapat dipertahankan 2. Tidak terjadi kerusakan kulit 3. Tidak terjadi perubahan rasa nyaman



9



BAB IV HERPES A. DEFINISI Herpes genital termasuk penyakit menular seksual yang ditakuti oleh setiap orang. Torres melaporkan bahwa HSV-II telah menginfeksi lebih dari 40% penduduk dunia. Syahputra, dkk, di Amerika, Inggris, dan Australia ditemukan kurang lebih 50% wanita dengan HSV-II positif. Di Eropa, HSV-II berkisar antara 7-16%, Afrika 30-40%, oleh karena itu dikatakan bahwa saat ini herpes genitalis sudah merupakan endemik di banyak negara. Di Indonesia sampai saat ini belum ada angka yang pasti, dari 13 rumah sakit, disebutkan bahwa herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan gejala ulkus genital adalah kasus yang sering dijumpai. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang dengan perilaku yang tidak sehat. Untuk mengatasi peningkatan prevalensi penderita herpes genetalis diperlukan adanya pendidikan terhadap pasien tentang bahaya PMS dan komplikasinya, pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan, cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya, dan cara-cara menghindari infeksi PMS di masa dating. Selain itu untuk wanita hamil dengan infeksi herpes genitalis harus melaksanakan kultur virus tiap minggu dari serviks dan genitalia eksterna sebagai jalan lahir. Persalinan secara sectio caesaria direkomendasikan untuk mencegah infeksi bayi baru lahir. Herpes genitalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang masih sering di jumpai di Indonesia. Setiap orang dewasa mempunyai kesempatan untuk terjangkit penyakit ini dan penularannya pun sangat mudah, yaitu kontak langsung atau melalui hubungan seksual, maka dari itu penulis tertarik untuk menulis tentang penatalaksaan herpes genitalis. Herpes merupakan infeksi kulit kelamin yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui hubungan seks. Terkadang ditemukan juga pada mulut penderita karena yang bersangkutan melakukan oral seks dengan penderita herpes. Ada beberapa jenis herpes adalah sebagai berikut: 1. Herpes Simpleks 2. Herpes Genitalis 3. 4.



Herpes Zoster Herpes Zoster Oftalmik



10



B. MACAM-MACAM HERPES 1. HERPES SIMPLEKS A. Definisi Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. B.



Etiologi Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks: 1 ) Virus Herpes Sim pleks Tipe I (HSV I) Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebutherpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpesfebrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya lewat koitusoro genital (oral sex). 2 ) Virus Herpes Sim pleks Tipe II (HSV II) Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.



C. Patofisiologi Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki



11



kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi selsel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia. D. Manifestasi Klinis 1. Inokulasi kompl e k s pri m e r (primary inoculation complex) Infeksi primer herpes simpleks pada penderita usia muda yang baru pertama kali terinfeksi virus ini dapat menyebabkan reaksi lokal dan sistemik yang hebat. Manifestasinya dapat berupa herpes labialis. Dalam waktu 24 jam saja, penderita sudah mengalami panas tinggi (39-40oC ), disusul o leh pembesaran kelenjar limfe submentalis, pembengkakan bibir, dan lekositosis di atas 12.000/mm3, yang 75-80%nya berupa sel polimorfonuklear. Terakhir, bentuk ini diikuti rasa sakit pada tenggorokan. Insidens tertinggi terjadi pada usia antara 1-5 tahun. Waktu inkubasinya 310 hari. Kelainan akan sembuh spontan setelah 2-6 minggu. 2. herpes gingivostomatiti s Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda. Manifestasi klinis berupa panas tinggi, limfadenopati regional dan malaise. Lesi berupa vesikel yang memecah dan terlihat sebagai bercak putih atau ulkus. Kelainan ini dapat meluas ke mukosa bukal, lidah, dan tonsil, sehingga mengakibatkan rasa sakit, bau nafas yang busuk, dan penurunan nafsu makan. Pada anak-anak



12



dapat terjadi dehidrasi dan asidosis. Kelainan ini berlangsung antara 2-4 minggu. 3. Infeksi herpes kompleks di seminata Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 3 tahun, dimulai dengan herpes gingivostomatitis berat. Jenis ini dapat mengenai paru-paru dan menimbulkan viremia masif, yang berakibat gastroenteritis disfungsi ginjal dan kelenjar adrenal, serta ensefalitis. Kematian banyak terjadi pada stadium viremia yang berat. 4. Herpes genitalis (proge nital i s ) Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5 hari. Penularan dapat melalui hubungan seksual secara genito-genital, orogenital, maupun anogenital. Erupsinya juga berupa vesikel tunggal atau menggerombol, bilateral, pada dasar kulit yang eritematus, kemudian berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau ulkus yang dangkal disertai rasa nyeri. 31% penderita mengalami gejala konstitusi berupa demam, malaise, mialgia, dan sakit kepala; dan 50% mengalami limfadenopati inguinal. E. Penatalaksanaan Medis Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk mengendalikan gejal a dan m enurunkan pengeluaran vi rus. Obat antivirus analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi supresif atau profilaksis



13



dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan melakukan seksioses area pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti. F. Pencegahan Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan jumlah pasangan seksual seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah langkah pertama menuju pencegahan. Untuk menjaga dari penyebaran herpes, kontak intim harus dihindari ketika luka pada tubuh. Gatal, terbakar atau kesemutan mungkin terjadi sebelum luka berkembang. Hubungan seksual harus dihindari selama waktu ini. Herpes bahkan dapat menyebar ketika tidak ada luka atau gejala. Untuk meminimalkan risiko penyebaran herpes, kondom lateks harus digunakan selama semua kontak seksual. Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan perlindungan tambahan meskipun bukti mengenai hal ini kontroversial. Virus herpes juga dapat menyebar dengan menyentuh luka dan kemudian menyentuh bagian lain dari tubuh. Jika Anda menyentuh luka, cuci tangan Anda dengan sabun dan air sesegera mungkin. Juga, tidak berbagi handuk atau pakaian dengan siapa pun. 2.



HERPES GENITALIS A. Definisi Herpes genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di sekeliling rektum atau daerah disekitarnya yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. B. Etiologi Penyebabnya adalah virus herpes simpleks. Ada 2 jenis virus herpes simpleks yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-2 biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi mulut. Kedua jenis virus herpes simpleks tersebut bisa menginfeksi kelamin, kulit di sekeliling rektum atau tangan (terutama bantalan kuku) dan bisa ditularkan kebagian tubuh lainnya (misalnya permukaan mata). Luka herpes bisanya tidak terinfeksi oleh bakteri, tetapi beberapa penderita juga memiliki organisme lainnya pada luka tersebut yang ditularkan secara seksual (misalnya sifilis atau cangkroid).



14



C. Patofisiologi Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutann dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan. Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di dalam rektum. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan asiklovir. Gejala-gejalanya cenderung kambuh kembali di daerah yang sama atau di sekitarnya, karena virus menetap di saraf panggul terdekat dan kembali aktif untuk kembali menginfeksi kulit. HSV-2 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf panggul. HSV-1 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan menyebabkan fever blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus bisa menimbulkan penyakit di kedua daerah tersebut. Infeksi awal oleh salah satu virus akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala dari virus kedua tidak terlalu berat.



15



D.



Manifestasi Klinis Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV-2, yang biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan komplikasi. Berbagai macam manifestasi klinis: 1. infeksi oro-fasial 2. 3. 4. 5. 6. 7.



infeksi genital infeksi kulit lainnya infeksi okular kelainan neurologist penurunan imunitas herpes. neonatal



E. Penatalaksanaan Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti: a) menjaga kebersihan lokal, b) menghindari trauma atau faktor pencetus. Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi. Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah: a) Asiklovir (Zovirus) Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 1014 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan.



16



b) Famsiklovir Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2. c) Valasiklovir (Valtres) adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%. Oleh karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal. F.



Pencegahan Untuk mencegah herpes genitalis adalah sama dengan mencegah penyakit menular seksual lainnya. Kuncinya adalah untuk menghindari terinfeksi dengan HSV yang sangat menular pada waktu lesi ada. Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah menjauhkan diri dari aktivitas seksual atau membatasi hubungan seksual dengan hanya satu orang yang bebas infeksi.



3. HERPES ZOSTER A. Definisi Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”. Herpes zoster merupakan infeksi virus yang akut pada bagian dermatoma (terutama dada dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus varicella zoster (virus yang juga menyebabkan penyakit varicella atau cacar/chickenpox. B. Etiologi Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella zoster . virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein–virion yang lengkap dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh



17



bahan organic, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari. C. Patofisiologi Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virua akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. Infeksi hasil reaktivasi virus varicella yang menetap di ganglion sensori setelah infeksi chickenpox pada masa anak – anak. Sekitar 20% orang yang menderita cacar akan menderita shingles selama hidupnya dan biasanya hanya terjadi sekali. Ketika reaktivasi virus berjalan dari ganglion ke kulit area dermatom. D. Manifestasi Klinis a. Pengobatan 1) Pengobatan topical ·



Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah · Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3x sehari selama 20 menit · Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3x sehari. 2) Pengobatan sistemik Drug of choice-nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara–A, Vira–A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata. Kortikosteroid dapat digunakan untuk



18



menurunkan respon inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune. Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus. b. Penderita dengan keluhan mata Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan c. Neuralgia Pasca Herpes zoster 1) Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya: amitriptilin 10–75 mg/hari) 2) Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian terpenting perawatan 3) Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi. e. Pencegahan Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik terhadap virus tersebut pada pasien seropositif usia lanjut.Vaksin herpes zoster dapat berupa virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen selular virus tersebut yang berperan sebagai antigen. Penggunaan virus yang telah dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi risiko terkena penyakit tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut usia dan penderita imunokompeten, serta imunosupresi.



19



BAB V PENUTUP A.



Kesimpulan Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang dalam perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi polimorf dan pada umumnya memberikan gejala subjektif gatal. Secara umum penyebab dari dermatitis yaitu : respon kulit terhadap agen-agen yang beraneka ragam, mis: zat kimia, protein, bakteri adanya respon alergi. Secara umum manifestasi klinis dari dermatitis yaitu secara Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama pruritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa). Sedangkan secara Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara serentak atau beturut-turut. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Sedangkan Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Herpes genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di sekeliling rektum atau daerah disekitarnya yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. Herpes zoster disebut juga shingles. Di kalangan awam populer atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”. Herpes zoster merupakan infeksi virus yang akut pada bagian dermatoma (terutama dada dan leher) dan saraf. Disebabkan oleh virus varicella zoster (virus yang juga menyebabkan penyakit varicella atau cacar/chickenpox.



20



B.



Saran Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa keperawatan) atau pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit dermatitis pada maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk. Dan disarankan kepada orang tua agar menjaga/menghindarkan anak-anak dari bahan-bahan yang dapat menyebabkan dermatitis. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Oleh karena itu jagalah kesehatan dengan cara pola hidup sehat, dan segeralah periksa jika ada tanda-tanda yang mengarah pada penyakit herpes.



21



DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 3. Jakarta : EGC Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta : EGC Mansjoer, Arief. 1998. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : EGC http://www.klikdokter.com/illness/detail/216 http://www/medicastore.com/med/detail_pyk_php?idktg:14&iUD:200509161940052002159.12 6.194.



http://chapung-vierche.blogspot.com/2011/11/askep-herpes.html http://www.scribd.com/doc/39580178/ASKEP-HERPES-DAN-TINEA http://www.indonesiaindonesia.com/f/11323-herpes-genitalis/ http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.healthscout. com/ency/68/162/main.html http://medicastore.com/penyakit/230/Herpes_Genitalis.html



22