Energi Aktivasi Reaksi Proksidisulfat Dan Ion Iod [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ENERGI AKTIVASI REAKSI PROKSIDISULFAT DAN ION IOD



A. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari kebergantungan laju reaksi pada suhu 2. Menentukan energy aktivasi (Ea) reaksi antara peroksidisulfat dan ion A. Pendahuluan Mudah bagi kita untuk mengamati mengapa reaksi-reaksi endoterm membutuhkan energy untuk bereaksi. Dalam reaksi endoterm, energy yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya disuplai dari luar system. Pada reaksi eksoterm yang membebaskan energy, ternyata juga membutuhkan suplai energy dari luar untuk mengaktifkan reaksi tersebut. Di suatu tingkatan yang molekular, ikatan-ikatan harus terputus sebelum reaksi itu dapat berproses terlalu jauh untuk menghasilkan produk. Berarti ketika molekul-molekul komponen reaktan datang berkumpul, tubrukan harus mempunyai tenaga cukup untuk memulai pemutusan ikatan agat suatu reaksi terjadi. Tidak semua tubrukan-tubrukan akan memiliki jumlah dari ini energi tubrukan-tubrukan, sehingga tidak mempunyai energy yang cukup untuk bereaksi dan menghasilkan produk. Hanya tubrukan-tubrukan dengan tenaga yang cukup bereaksi untuk dapat menghasilkan produk. Tenaga dari perubahan sistem seperti(ketika komponen reaktan mendekati satu sama lain. Jumlah yang genting dari tenaga untuk membuat proses reaksi disebut Aktivasi Energi. B. Dasar Teori Kecepatan suatu reaksi dipengaruhi oleh beberapa factor sekaligus dan ada kalanya factor-faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain. Beberapa factor yang mempengauhi kecepatan reaksi adalah: 1. Sifat alami suatu reaksi.



Beberapa reaksi memang secara alami lambat atau lebih cepat dibandingkan yang lain. Jumlah spesies yang ikut bereaksi serta keadaan fisik reaktan, ataupun kekompleksan jalanya (mekanisme reaksi) dan factor lain sangat menentukan kecepatan laju reaksi.



2. Konsentrasi reaktan.



Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia denngan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat. 3. Tekanan.



Reaksi yang melibatkan gas, kecepatan reaksinya berbanding lurus dengan kenaikan tekanan dimana factor tekanan ini ekuivalen dengan konsentrasi gas. 4. Orde reaksi.



Orde reaksi menentukan seberapa besar konsentrasi reaktan berpengaruh pada kecepatan reaksi. 5. Temperatur.



Temperature berhubungan dengan energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul reaktan dalam kecenderungannya bertumbukan. Kenaikan suhu umumnya menyediakan energi yang cukup bagi molekul reaktan untuk meningkatkan tumbukan antar molekul. Akan tetapi tidak semua reaksi dipengaruhi oleh temperature, terdapat reaksi yang independent terhadap temperature yaitu reaksi akan berjalan melambat saat temperature di naikkan seperti reaksi yang melibatkan radikal bebas. 6. Pelarut.



Sifat pelarut baik terhadap reaktan, hasil intermediate, dan produknya mempengaruhi laju reaksi. Seperti sifat solvasi pelarut terhadap ion dalam pelarut dan kekuatan interaksi ion dan pelarut dalam pembentukan counter ion. 7. Radiasi elektromagnetik dan Intensitas Cahaya.



Molekul-molekul reaktan dapat menyerap kedua bentuk energi ini sehingga mereka terpenuhi atau meningkatkan energinya sehingga meningkatkan terjadinya tumbukan antar molekul. 8. Katalis.



Adanya katalis dalam suatu sitem reaksi akan meningkatkan kecepatan reaksi disebabkan katalis menurunkan energi aktifasi. Dengan penurunan energi aktifasi ini maka energi minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya tumbukkan semakin berkurang sehingga mempercepat terjadinya reaksi. 9. Pengadukan.



Proses pengadukan mempengaruhi kecepatan reaksi yang melibatkan sistem heterogen. Reaksi yang hanya melibatkan satu partikel mekanismenya sederhana dan kita tidak perlu memikirkan tentang orientasi dari tumbukan. Reaksi yang melibatkan tumbukan antara dua atau lebih partikel akan membuat mekanisme reaksi menjadi lebih rumit. Keadaan yang melibatkan dua partikel dapat bereaksi jika mereka melakukan kontak satu dengan yang lain. Mereka pertama harus bertumbukan, dan lalu memungkinkan terjadinya reaksi. Kedua partikel tersebut harus bertumbukan dengan mekanisme yang tepat, dan mereka harus bertumbukan dengan energi yang cukup untuk memutuskan ikatan-ikatan. Walaupun partikel-partikel itu berorientasi dengan baik, tidak akan mendapatkan reaksi jika partikel-partikel tersebut tidak dapat bertumbukan melampui energi minimum yang disebut dengan aktivasi energi reaksi. Aktivasi energi adalah energi minimum yang diperlukan untuk melangsungkan terjadinya suatu reaksi.



Jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang lebih rendah dari energi aktivasi, tidak akan terjadi reaksi. Mereka akan kembali ke keadaan semula. Hanya tumbukan yang memiliki energi sama atau lebih besar dari aktivasi energi yang dapat menghasilkan terjadinya reaksi. Ketika tumbukan-tumbukan tersebut relatif lemah, dan tidak cukup energi untuk memulai proses penceraian ikatan. mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak bereaksi. Pada



tahun



1889



Arhenius



mengusulkan



sebuah



persamaan



empiris



yang



menggambarkan Pengaruh temperatur pada laju reaksi. Persamaan tersebut adalah: K = AeEa/RT K: konstanta laju reaksi, A: factor frekuensi, dan Ea: enenrgi aktivasi. Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis:



Persamaan tersebut analog dengan persamaan garis lurus yang sering disimbolkan dengan y=mx + c. Maka hubungan energy aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik lnk vs 1/T dengan gradient –(Ea/R) dan intersep ln A. Jika suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan konsentrasi waku t adalah a-x, maka dapat ditulis persamaan:



Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x = a/n dan



Pengaruh temperature pada laju reaksi dinyatakan dalam persamaan Arrhenius: k = 1/t(1/n) ln (1/(1-1/n)) ln k = ln 1/t(1/n) + ln ln (1/(1-1/n)) ln A – E/RT = ln 1/t(1/n) + ln ln (1/(1-1/n)) ln A – E/RT = ln 1 - ln t(1/n) + ln ln (1/(1-1/n)) ln t(1/n) = E/RT - ln A + ln ln (1/(1-1/n)) ln t(1/n) = E/RT + ln 1/A + ln ln (1/(1-1/n)) Waktu untuk berlangsungnyareaksi 1/n bagian. Dapat diamati untuk konsentrasi-konsentrasi reaktan yang sama. Pada variasi temperatur T dan grafik ln t(1/n) versus 1/T memberikan garis lurus dengan gradient Ea/R.



A. Alat dan Bahan 1. 2. Alat a. Tabung reaksi



1. Bahan-bahan



b. Gelas piala 500 mL



a. Larutan KI 0,1 M



c. Gelas piala 150 mL



b. Larutan Na2S2O3 0,001 M



d. Termometer



c. Larutan K2S2O8 0,04 M



e. Stopwatch



d. Amilum



f.



Pipet ukur 1 mL



g. Pipet ukur 5 mL h. Baskom es i. Bola hisap



A. Cara Kerja



e. Akuades f.



Es batu



Didiamkan Tabung Diulangi Gelas Tabung 533 2mL 0,5 Dicatat mL mLpiala KI K mL reaksi 1 2 pada S Na waktu O 500mL 0,04M S 1suhu 2 O 10, 2 2 82 2 3 o o akuades amilum 0,1 hingga M larutan 15, + es 20, (5 25, C) 30 C sebentar 0,001M menjadi ungu



B. Pembahasan Percobaan yang berjudul energy aktivasi reaksi peroksidisulfat dan ion iod, mempunyai tujuan mempelajari kebergantungan laju reaksi terhadap suhu dan menentukan energy aktivasi reaksi antara peroksidisulfat dengan ion iod. Tujuan pertama dapat dilaksanakan dengan cara mengamati waktu berlangsungnya reaksi dengan percobaan berulang dari temperature yang bervariasi pada masing-masing reaktan. Sedangkan energy aktivasi dapat ditentukan dengan mengolah data dari grafik hubungan ln t vs 1/T, berdsarkan persamaan ln t(1/n) = E/RT + ln 1/A + ln ln (1/(1-1/n)). Dalam percobaan yang dilakukan, disediakan dua tabung. Tabung pertama yang berisi Na2S2O3, KI, dan amilum sebagai indicator. Reaksi antara ion Na2S2O3 dengan KI berlagsung dengan cepat yaitu terbentuknya iod: S2O82- + 2I- → 2SO42-+ I2 Tabung kedua berisi K2S2O8 dan akkuades. Direaksikan natrium tiosulfat dengan kalium persulfat pada suhu yang telah ditentukan. Terjadi reaksi: S2O82- + 2S2O32- → 2SO42- + S4O62Kemudian reaksi antara iod dengan tiosianat menghasilkan tetrationat: 2S2O32- + I2







2I- + S4O62-



Sehingga dapat dikatakan, bahwa penambahan ion tiosulfat dapat menghentikan reaksi setelah mencapai 1/n bagian agar waktu dapat teramati. Berlangsungnya reaksi dapat diamati dengan perubahan warna biru pada larutan yang merupakan indikasi adanya senyawa iod dalam larutan. Warna biru timbul dari reaksi antara iod dengan amilum yang merupakan indicator. Perubahan warna yang teramati menunjukan semakin cepat perubahan warna yang terjadi seiring dengan bertambahnya temperature. Hal ini berkaitan dengan energy kinetic molekul didalam larutan, dimana energy kinetic akan semakin besar apabila temperature semakin meningkat sehingga tumbukan antar molekul akan lebih sering terjadi. Temperature membantu agar reaktan mencapai produk dengan cara memberikan energy agar mencapai energy minimum yang diperlukan untuk bereaksi membentuk produk(energy aktivasi). Akan tetapi dalam percobaan kali ini terdapat satu kesalahan, waktu yang diperlukan pada suhu 200C yaitu 29,88 detik lebih cepat dibandingkan pada suhu 25 oC yaitu 40,44 detik. Seharusnya semakin tinggi temperature semakin cepat reaksi yang terjadi. Hal ini dapat dikarenakan pada saat mereaksikan natrium tiosulfat dengan kalium persulfat pada suhu 20oC



terjadi lebih cepat daripada pada suhu 25oC, sehingga tumbukan-tumbukan molekulnya juga lebih besar sehingga mempercepat reaksi. Untuk itu dalam mereaksikan haruslah konstan, agar tumbukan yang terjadi pada setiap suhu juga konstan. Sehingga asil yang didapatkan juga akan sesuai dengan teori. Untuk menentukan energy aktivasi reaksi dibuat grafik hubungan ln t vs 1/T. Grafik tersebut memberikan garis lurus dengan gradient Ea/R. Sehingga didapatkan Ea sebesar 33,25 KJ. Untuk itu diperlukan energy sebesar 33,25 KJ agar reaksi tersebut dapat berlangsung. Faktor frekuensi atau tetapan Arrhenius sebesar 450133,73. Dan konstanta laju reaksi untuk reaksi pada suhu 10, 15, 20, 25, dan 30oC, masing-masing adalah 0,0016; 0,0022; 0,0031; 0,0042; dan 0,0057. Dari hasil analisis tersebut dapat teramati bahwa adanya hubungan antara faktor frekuensi, suhu dan konstanta laju reaksi terhadap energi aktivasi pada setiap reaksi. Sesuai dengan teorinya, faktor frekuensi ini merupakan faktor tumbukan maka semakin besar nilainya, energi aktivasinya akan semakin kecil, meskipun nilai ini cenderung konstan pada setiap reaksi. Hubungan yang sangat signifikan dapat dilihat antara suhu dan konstanta laju reaksi terhadap energi aktivasinya. Semakin besar nilai konstanta laju reaksi maka reaksi yang terjadi pun semakin cepat, karena nilai ini berbanding lurus dengan laju reaksi. Hal ini berarti semakin besar nilai kontanta laju reaksi maka semakin besar pula laju reaksinya. Akan tetapi, adanya kesalahan pada suhu 20oC juga mempengaruhi konstanta laju reaksi pada suhu 20oC. Sehingga tidak sesuai dengan teori.



C. Kesimpulan 1. Dapat dipelajari kebergantungan laju reaksi pada suhu, bahwa semakin tinggi suhu maka reaksi yang terjadi semakin cepat. 2. Energi aktivasi (Ea) reaksi antara peroksidisulfat dan ion iod adalah 33,25 KJ



A. Daftar Pustaka Anonim. 2011. http:\\Hal-hal Yang Mempengaruhi Laju Reaksi _ Belajar Kimia.html diakses 12 April 2011 Anonim. 2011. http:\Teori Tumbukan _ Chem-Is-Try.Org _ Situs Kimia Indonesia _.html diakses 12 April 2011 Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga Petrucci. (1994). Kimia dasar jilid 2. Erlangga. Jakarta Vogel .(1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). B. Lampiran 1. Grafik 2. Perhitungan 3. Laporan sementara



Yogyakarta,14 April 2011 Asisten,



Pratikan,



Ahmad Rifa’i



Jazarotun Nisak



GRAFIK Grafik hubungan ln t vs 1/T



PERHITUNGAN y = 3,999x – 0,714 y = mx + c lnt= EaR.1T-ln(A-ln CoC)



1. Penentuan Ea m= EaR



Ea = m x R = 3,999 x 8,314 J/K mol = 33,25 KJ 2. Penentuan A Mol S2O82- = [ K2S2O8] . volume (liter) = 0,04 M . 0,003 L = 0,00012 mol Mol S2O32- = [ Na2S2O3] . volume (liter)



= 0,001 M . 0,0005 L = 0,0000005 mol



S2O82-



+



2S2O32-



2SO42-



+



S4O62-



M



0,00012



0,0000005



B



0,00000025



0,0000005



0,0000005



0,00000025



S



0,00011975



0



0,0000005



0,00000025



Jadi Co = 0,00012 M C = 0,00011975 M lnk= -ln(A-lnCoC)



c = -ln(A - ln Co/C) -0,714 = - ln (A – ln 0,00012 M/0,00011975 M) -0,714 = - ln A + ln 0,002056 -0,714 = -ln A – 6,18 ln A = -6,18 + 0,714 = -5,466 A = 0,0042 3. Penentuan k a. 5oC lnk=lnA-EaRT lnk=lnA-EaRT lnk =13,0173-45793,5128,314 . 283



= 13,0173 – 19,4629 = - 6,4456 k = 0,0016 k Pada 15oC lnk=lnA-EaRT lnk =13,0173-45793,5128,314 . 288



= 13,0173 – 19,4250 = - 6,1077 k = 0,0022



k Pada 20oC lnk=lnA-EaRT lnk =13,0173-45793,5128,314 . 293



= 13,0173 – 18,7986 = - 5,7813 k = 0,0031



k Pada 25oC lnk=lnA-EaRT lnk =13,0173-45793,5128,314 . 298



= 13,0173 – 18, 4832 = - 5,4659 k = 0,0042 k Pada 30oC lnk=lnA-EaRT lnk =13,0173-45793,5128,314 . 303



= 13,0173 – 18,1782 = -5,1609 k = 0,0057