ERITROSIT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Rubrisitosis (hal.95) Peningkatan konsentrasi nRBC (nucleated eritrosit/ eritrosit berinti) pada darah, umumnya metarubrisit, selanjutnya dalam jumlah yang kecil adalah rubrisit, prekursor yang lebih muda jarang terlihat. a. Appropriate rubrisitosis: terjadi pada eritropoesis yang meningkat yang ditandai tidak hanya dengan peningkatan release retikulosit tetapi juga peningkatan release nRBC. Terlihat pada anemia regeneratif* pada anjing, kucing, ternak dan babi, terkadang pada kuda. b. Inappropriate rubrisitosis: terjadi pada nonregenerative anemia** atau juga dapat terjadi pada saat tidak terjadi anemia , nRBC melepaskan diri dari sutul (sumsum tulang) sebelum matang menjadi retikulosit. Penyakit yang terkait dengan inappropriate rubrisitosis adalah: 1. Kerusakan sutul karena nekrosis, inflamasi, neoplasia atau hipoksia: eritrosit berinti mendapatkan akses menuju peredaran darah melalui endotel sinusoid yang rusak. 2. Hematopoesis extramedulla pada limpa: nRBC di release ke peredaran darah sebelum proses pengeluaran inti. 3. Kontraksi limpa: mengandung eritrosit berinti yang sedang menjalani peroses maturasi, tetapi sebelum dewasa (masih pada fase nRBC) telah direlease. 4. Splenectomy: sebagian kecil nRBC yang normalnya direlease dari sutul menuju limpa karena splenectomy maka tidak dapat memasuki limpa. 5. Keracunan timbal: merusak sinus sutul. * ,** : anemia regeneratif dan non regeneratif adalah jenis anemia berdasarkan respon sumsum tulang, penjelasannya ada pada pembahasan tentang anemia dibawah ini Anemia (hal.105) a. Definisi: penurunan RBC*, penurunan Hb** atau penurunan Hct*** pada pembuluh darah perifer b. Hct, Hb dan RBC umumnya berubah secara proporsional, akan tetapi dapat terjadi penurunan yang tidak seragam karena terdapat abnormalitas eritrosit (abnormalitas volume eritrosit dan konsentrasi Hb intraselular) c. Anemia bukan merupakan penyakit, anemia merupakan penurunan kapasitas darah untuk mentranport O2 ke jaringan, anemia dapat terjadi karena satu atau dua hal yaitu, pertama peningkatan hilangnya eritrosit baik karena hemolisis atau blood loss (kehilangan darah), kedua karena produksinya menurun. d. Tanda klinis yang merefleksikan penurunan kapasitas transport O2 yaitu penurunan exercise tolerance, lemas, depresi dan pernafasan cepat (takipnea) e. Tanda dari pemeriksaan fisik : mukosa membran pucat (gusi, konjungtiva, vulva) karena pengenceran (dilute) darah kapiler, ketika anemia menjadi semakin parah darah menjadi kurang kental dan menyebabkan sistolik heart murmur *,**,*** : Merupakan komponen dari hitung darah lengkap (akan saya bahas pada tulisan saya yang lain) Klasifikasi anemia (hal.105) A. Berdasarkan respon sumsum tulang 1. a. anemia regeneratif: anemia yang diikuti dengan retikulositosis (sumsum tulang merespon terjadinya anemia sehingga meningkatkan eritropoesis→merelease eritrosit dewasa dan juga merelease retikulosit pada pembuluh darah)



b. anemia non regeneratif: anemia yang tidak diikuti dengan retikulositosis (peningkatan jumlah retikulosit pada pembuluh darah) 2. Retikulositosis ditandai dengan peningkatan RC(retikulosit count/jumlah retikulosit), peningkatan CRP (corrected reticulocyte persentage) atau peningkatan polikromasia. Menggunakan indikator retikulosit adalah yang terbaik karena retikulosit merupakan pertanda peningkatan eritropoesis (kecuali pada kuda). Pada sebagian besar spesies, retikulositosis timbul 3-4 hari setelah Epo menstimulasi sumsum tulang, produksi puncak terjadi dalam waktu 7-10 hari. 3. Hewan pada masing-masing spesies bervariasi dalam kemampuannya untuk menimbulkan retikulositosis, anjing paling tinggi dimana RC dan CRP akan meningkat 6-7 kali lipat pada anemia berat. Kucing sedang (3-5 kali lipat), ternak ringan dimana peningkatan polikromasia diikuti dengan eritrosit basophillic stippling. Kuda sangat jarang merelease retikulosit dari sumsum tulang. 4. Abnormalitas eritrosit seperti macrosit, hipokromik,anisositosis, howell jolly bodies, rubrisitosis, codosit, basophillic stippling terjadi pada regeneratif dan nonregeneratif anemia. B. Klasifikasi berdasarkan morfologi (hal.106) 1. Berdasarkan MCV dan MCHC anemia terbagi atas: a. Normositik normokromik (MCV normal, MCHC normal)→eritrosit normal, central pallor normal b. Makrositik hipokromik (MCV naik, MCHC turun)→eritrosit besar, central pallor meluas c. Makrositik normokromik (MCV naik, MCHC normal)→eritrosit besar, central pallor normal d. Mikrositik hipokromik (MCV turun, MCHC turun)→eritrosit kecil, central pallor meluas e. Mikrositik normokromik (MCV turun, MCHC normal)→ eritrosit kecil, central pallor normal f. Normositik hipokromik (MCV normal, MCHC turun)→eritrosit normal, central pallor meluas MCV (Mean Corpuscular Volume) dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration) merupakan komponen pemeriksaan darah lengkap yang terkait dengan volume dan konsentrasi hemoglobin eritrosit. Rumus nilai MCHC =MCH MCV 2. Sebagian besar anemia dimulai dengan normositik normokromik, ketika sumsum tulang mulai release eritrosit yang lebih besar atau lebih kecil dengan konsentrasi Hb normal atau turun, maka nilai MCV dan MCHC telah berubah. MCV dan MCHC harus diluar reference intervals (standar normal) sebelum terjadi perubahan morfologis. Persisten anemia normositik normokromik mengarah pada anemia nonregeneratif. Sebagian besar anemia pada kuda merupakan anemia normositik normokromik, karena sutulnya jarang merelease retikulosit, jika yang di release makrosit, aneminya merupakan jenis makrositik. 3. Makrositik hipokromik mengindikasikan eritrosit belum matang, penyebabnya adalah kehilangan darah (blood loss) dan hemolisis.



4. Makrositik normokromik, umum terjadi pada anemia regeneratif disebabkan karena kehilangan darah (blood loss) dan hemolisis, terkadang karena gangguan eritropoesis. FeLV(Feline Leukemia Virus) yang meninfeksi kucing merusak maturasi eritrosit sehingga menghasilkan sel megaloblastik dengan kerusakan sintesis DNA sehingga mitosis menurun, sel megaloblastik matang menjadi makrosit. Defisiensi asam folat dan cobalamin (vitamin B12) menyebabkan gangguan metabolisme asam nukleat yang menghasilkan makrositosis. Ternak yang mengkonsumsi cobalt-deficient pasture akan mengalami makrositosis karena defisiensi cobalamin. Cobalt adalah komponen esensial cobalamin. Defisiensi cobalamin memblok metabolisme folat, sehingga terjadi defisiensi folat fungsional. 5. Peningkatan nilai MCV yang terjadi secara in vitro dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain oleh (hal.108) : (1) agglutinasi eritrosit, aglutinasi dapat disebabkan oleh immune-mediated, pada kuda diinduksi oleh heparin (2) sel membengkak selama penyimpanan pada saat menunggu akan di uji, MCHC kemungkinan juga menurun (3) Kondisi in vivo hiperosmolar (hipernatremia) dimana osmolalitas intraselular meningkat kemudian darah diencerkan dengan cairan yang lebih rendah osmolalitasnya (prosedur pemeriksaan darah lengkap memungkinkan sampel darah diencerkan dengan larutan), maka H2O akan masuk kedalam sel dan menyebabkan pembengkakan akut, MCHC kemungkinan menurun (4) Kelebihan EDTA menimbulkan eritrosit membengkak ketika sel dicampur dengan larutan pengencer. 6. Mikrositik hipokromik disebabkan oleh gangguan sintesis Hb karena beberapa hal (1) Defisiensi Fe (2) defisiensi Cu (3) defisiensi vitamin B6 (piridoxin) (4) Gangguan fungsi hepar. 7. Mikrositik normokromik disebabkan oleh beberapa hal antara lain : (1) Defisiensi Fe, sebelum menjadi mikrositik hipokromik maka terlebih dahulu mengalami mikrositik normokromik. (2) Gangguan fungsi hepar atau portosystemic shunts, gangguan transport Fe ke prekursor eritrosit (3) Diseritropoesis (4) beberapa anjing sehat memiliki MCV lebih rendah dibandingkan breed lain, begitu pula pada hewan yang lebih muda. 8. MCV rendah MCHC tinggi terjadi ketika eritrosit berada pada plasma hipoosmolar. (hiponatremia dan hipokloremia). Ketika ditempatkan pada diluent hiperosmolar sebelum proses penghitungan , osmosis menimbulkan H2O keluar dari eritrosit sehingga menurunkan volumenya, MCV turun akan tetapi MCHC naik erroneously 9. Peningkatan MCHC secara fisiologis tidak mungkin terjadi sehingga membuat eritrosit menjadi hiperkromik, karena produksi Hb berhenti pada prekursor eritrosit ketika jumlahnya mencapai optimal di sitoplasma. Sebagian besar kenaikan MCHC merupakan kesalahan, sehingga MCH juga mengalami kenaikan yang salah, kesalahan tersebut karena: (1) hemoglobinemia, Hb yang terhitung merupakan Hb pada eritrosit dan Hb yang lepas pada plasma (2) hemolisis in vitro (terjadi penurunan Hct dan RBC)



(3)Spectral interferences pada uji Hb mengalami kesalahan ketika menemui adanya lipid droplets pada sampel lipemia dan pigmen pada sampel ikterus. (4) nukleus dan leukosit pada leukositosis (peningkatan konsentrasi leukosit) dan Heinz body (lisis eritrosit yang tidak sempurna) (5) Sel mengkerut karena in vivo hipoosmolal (hiponatremia)kemudian kontak dengan hiperosmolal diluent pada analyzer. (6) Kondisi patologis yang memungkinkan kenaikan MCHC antara lain: (a)eccentrosit dan piknosit, disebabkan oleh kerusakan oksidatif sehingga terjadi kondensasi Hb dan fusi membran sel menyebabkan kehilangan volume sel tanpa kehilangan Hb, (b) Sferosit C. Berdasarkan patofisiologisnya (hal.109) 1.Blood loss anemia, dapat berupa akut ( jam sampai hari) atau kronis (minggu sampai bulan), terbagi menjadi (a) external blood loss anemia artinya eritrosit hilang dari tubuh atau hilang menuju alimetary atau urinary tract (b) internal blood loss anemia artinya keluarnya eritrosit dari intravaskular menuju ekstravaskular (umumnya pada peritoneal atau pleural cavity). 2. Hemolytic anemia terbagi atas (a) extravascular hemolysis yaitu lisis eritrosit diluar pembuluh darah (pada makrofag) (b) intravascular hemolysis yaitu lisis eritrosit didalam pembuluh darah. 3. Anemia karena penurunan produksi eritrosit karena (a) inflamasi karena penyakit (b) penyakit renal (c) sumsum tulang hipoplasia atau aplasia (d) eritroid hipoplasia atau ineffective eritropoesis NON REGENERATIVE ANEMIA (hal.111)  Penurunan produksi eritrosit, gangguan eritropoesis juga berkontribusi, karena waktu hidup eritrosit mamalia domestik 2-5 bulan, memerlukan beberapa minggu atau bulan untuk berkembang menjadi anemia non regeneratif jika disebabkan oleh penurunan eritropoesis. Sebagai contoh waktu hidup eritrosit anjing adalah sekitar 100 hari, pada individu sehat 50% eritrosit berumur > 50 hari dan 50% < 50 hari, jika suatu penyakit menghentikan eritropoesis, maka membutuhkan 25 hari Hct turun dari 40% sampai 30% sekitar 50 hari untuk turun dari 40% menjadi 20%. Karena eritrosit kucing memiliki waktu hidup/umur lebih pendek (70 hari) maka anemia akan muncul lebih cepat, sementara pada kuda dan ternak anemia muncul lebih lama karena eritrositnya memiliki waktu hidup/umur yang lebih lama (150 hari).  Beberapa penyakit tidak serta merta menghentikan produksi eritrosit secara keseluruhan, tetapi hanya menurunkan produksinya, oleh karena itu anemia nonregenerative berkembangnya memerlukan waktu yang lama, banyak penyakit berakibat pada penurunan eritropoesis dan juga menurunkan waktu hidup/ umur eritrosit.  Sebagian besar hewan dengan non regenerative anemia, anemianya bersifat kronis, maka penyakitnya pun bersifat kronis. Keparahan non regenerative anemia bergantung pada lama proses penyakit, derajat penurunan eritropoesis, proses yang menurunkan waktu hidup/umur eritrosit.  Penyakit yang menyebabkan non regenerative anemia 1. Inflammatory diseases (penyakit infeksius dan non infeksius) 2. Renal disease 3. Penyakit yang menyebabkan hipoplasia dan aplasia sutul (myelitis, toxicosis, radiasi, marrow replacement (neoplasia, myelofibrosis, osteoporosis))



4. Penyakit yang menyebabkan hipoplasia eritroid dan ineffective eritropoesis (pure red cell aplasia, FeLV induced eritroid hipoplasia, defisiensi Fe, Cu, folat dan vitamin B12, endokrin (hipotiroidism,hipoadrenocorticism, hipoandrogenism), penyakit liver)



BLOOD LOSS ANEMIA (hal.116) Penyebab: 1. Hemoragi a. Kerusakan pembuluh darah karena trauma, ulserasi, neoplasia b. Defisiensi faktor pembekuan (acquired dan congenital) atau penyakit von Willebrand c. Trombositopenia 2. Parasitism: koksidiosis, helmintiasis, caplak, kutu penghisap darah. 3. Transfusi Klasifikasi berdasarkan durasi dan lokasi 1. Acute blood loss anemia Apabila kehilangan darah terjadi dalam waktu beberapa jam, maka terjadi anemia. Apabila anemia karena hemothorax atau hemoperitoneum, keparahan anemia dapat berkurang dengan resopsi 65% eritrosit selama 2 hari atau 80% selama 1-2 minggu dan juga hewan tidak akan kehilangan Fe karena eritrosit diabsorbsi kembali atau eritrosit dihancurkan kemudian Fe nya dapat digunakan kembali. Anemia yang tiba-tiba terjadi menyebabkan hipoksia jaringan yang menstimulasi produksi Epo, apabila sutul responsif, retikulosit akan nampak 3-4 hari setelah blood loss (kecuali pada kuda). Data klinis yang mendukung bahwa anemia disebabkan acute blood loss adalah (1) Blood loss dapat diamati melalui pemeriksaan fisik jika terjadi hemoragi pada gastrointestinal maka feses tampak melena (kehitaman) atau terdapat darah, jika pada urinary tract maka terdapat eritrosit pada sedimen urin (2) hemothorax dan hemoperitoneum (3) Anamia bersifat regeneratif (4) terjadi hipoproteinemia (penurunan kadar protein, karena pada saat kehilangan darah protein plasma juga hilang). 2. Chronic blood loss anemia Terjadi ketika hilangnya darah (termasuk dari gastrointestinal atau urinary tract) dalam hitungan minggu sampai bulan, sehingga terjadi penurunan Fe. Ketika defisiensi Fe terjadi, retikulositosis (peningkatan jumlah retikulosit pada peredaran darah) terjadi tetapi tidak banyak jumlahnya (sutul kurang responsif). Eritrosit yang berkembang merupakan RNA-depleted karena maturasinya yang lama sehingga tidak dikenali sebagai retikulosit. Data klinis yang mendukung adalah (1) Feses melena, urin dan feses heme positif (2) anemia bersifat non regeneratif karena regenerasi oleh sutul buruk (mikrositik normokromik sampai mikrositik hipokromik, eritroid hiperplasia pada sutul akan tetapi ineffective eritropoesis karena gangguan maturasi. (3) hipoproteinemia ringan sampai sedang (4)Hipoferremia,penurunan Fe total tubuh, penurunan konsentrasi serum ferritin. Hewan usia muda rentan defisiensi Fe karena storage Fe yang relatif kecil dibandingkan hewan dewasa. HEMOLYTIC ANEMIA (hal.119)



Hemolisis atau eritrolisis adalah nekrosis eritrosit, terjadi pada akhir kehidupannya. Ketika jumlah hemolisis in vivo meningkat, berarti dalam kondisi patologis. Hemolisis patologis adalah peningkatan destruksi eritrosit yang akan menurunkan waktu hidup/umur eritrosit. Hemolisis intravaskular dan ekstravaskular  Intravaskular hemolisis. Detruksi eritrosit terjadi di dalam pembuluh darah atau jantung, dikenali ketika diketahui terdapat hemoglobinemia dan hemoglobinuria (penurunan konsentrasi haptoglobin)  Ekstravaskular hemolisiS. Destruksi eritrosit terjadi diluar arteri atau vena.Selama ini dikenal sebagai hemolisis intraselular karena destruksi terjadi pada makrofag dekat venular sinuses limpa, liver dan sutul. Makrofag limpa kontak dengan eritrosit pada red pulp, makrofag juga mempunyai kemampuan untuk melekat pada eritrosit di darah, menelan dan melisiskannya. Hemolisis ektravaskular tidak menimbulkan hemoglobinemia dan hemoglobinuria.  Mengapa perlu membedakan intravaskular dan ekstravaskular hemolisis. (1) Menentukan tempat destruksi eritrosit akan menjadi petunjuk diagnostik sebagai contoh beberapa penyakit menyebabkan hemolisis ekstravaskular beberapa menyebabkan hemolisis intravaskular (2) Membedakannya akan membantu menentukan prognosis dan pengobatan. Hemolisis intravaskular umumnya terjadi pada penyakit yang mengancam nyawa sehingga menunjukkan prognosis yang beruk, membutuhkan manajemen dan pengobatan segera.  Problem terkait dengan klasifikasi tersebut diatas adalah ternyata penyakit dapat menyebabkan kedua jenis hemolisis baik intravaskular dan ekstravaskular atau penyakit dapat switch dari jenis ke jenis lainnya.  Clue : (1) organisme: anaplasma, babesia, theilaria (2) clue untuk proses hemolitik: spherocytes, Heinz bodies, eccentrocytes, pyknocytes, schizocytes, keratocytes, acanthocytes. Icterus hemolitik (jaundice) hal: 121 















Ditandai dengan peningkatan degradasi Hb sehingga meningkatkan pembentukan bilirubin sehingga terjadi ikterus. Ikterus dapat terjadi pada hewan yang mengalami hemolisis intravaskular ataupun ekstravaskular, pada kejadian tersebut degradasi Hb meningkat tetapi tempat destruksi eritrosit berbeda (karena ada yang intravaskular dan ada yang ekstravaskular jadi tempat destruksinya berbeda). Hiperbilirubinemia diawali ketika Bu dari makrofag jaringan menuju hepar. Apabila pembentukan Bu melebihi kemampuan hewan untuk mengekskresikan ke empedu sebagai Bc (Bc terbentuk setelah proses konjugasi Bu di hepar), maka timbullah hiperbilirubinemia. Apabila kemampuan hepar untuk mengambil Bu, mengkonjugasikan dan mengekskresikan (rate-limiting step) tidak melampaui kapasitasnya maka konsentrasi serum bilirubin WRI(within reference interval/ normal) meskipun hemolisis terjadi. Rate-limiting step pada ekskresi bilirubin adalah transport Bc menuju empedu (biliary system). Pada saat transport maksimum tercapai, Bc dimuntahkan keluar hepatosit dan menuju plasma. Bu dan Bc berkompetisi untuk reseptor yang sama pada hepatosit, ketika sistem ekskresi sudah jenuh, Bu dan Bc meningkat pada plasma. Umumnya ikterus karena hemolisis, Bu > Bc, ketika hemolitik berjalan lama (minggu atau lebih) Bc seimbang











atau melebihi Bu, terutama apabila terjadi kerusakan hepar yang disebabkan oleh hipoksia atau sebab lain. Bilirubinuria (bilirubin pada urin). Bc bersifat larut H2O dan tidak terikat dengan protein, sehingga mudah melalui glomerular filtration barrier dan tidak diresobsi, sementara itu Bu bersifat tidak larut H2O dan terikat dengan albumin pada plasma, sehingga hanya sedikit yang dapat melalui glomerular filtration barrier. Anjing memiliki ambang batas yang sangat rendah terhadap bilirubin, sehingga bilirubin terdapat pada urin anjing sehat. Bilirubin Bc karena bisa melalui glomerular flitration barrier, akan tetapi anjing sehat juga mengalami albuminuria ringan, sehinga bilirubin yang terdeteksi juga kemungkinan Bu yang terikat dengan albumin. Bilirubinuria umumnya terjadi sebelum terjadi hiperbilirubinemia (ikterus), karena diekskresikan di urin segera ketika konsentrasinya di darah mulai naik, ikterus umumnya tidak diketahui sampai konsentrasi serum bilirubin melebihi 2,0 mg/dL. Urobilinogenuria. Ekskresi urobilinogen renal meningkat pada anemia hemolitika, tetapi urobilinogen tidak stabil pada urin, peningkatan ekskresi urobilinogen pada urin terjadi karena degradasi heme meningkat.



Penyakit yang menyebabkan hemolitik (hal.122) a. Anemia immune hemolitik terjadi ketika antibodi berikatan secara langsung ataupun tidak langsung dengan eritrositnya sendiri kemudian menghancurkannya. Proses tersebut berjalan karena defek pada sistem imun, defek pada eritrosit atau antigen yang diabsorbsi dari agen infeksius ataupun neoplasma. Bukti klinis yaitu adanya intravaskular atau ekstravaskular hemolisis ataupun keduanya. Molekul ESAIg (Erythrocyte Surface Associated Immunoglobulin) pada immune hemolitik adalah IgA. Hemolisis ekstravaskular terjadi ketika eritrosit yang dilapisi dengan Ig ditelah oleh makrofag. Membrane attack complex (C5b-9) yang terbentuk dapat memicu intravaskular hemolisis. Variasi antibodi yang terlibat memberikan dampak yang berbeda. Direct antiglobulin test (Coombs test) digunakan untuk mendeteksi ESAIg atau komplemen pada eritrosit pasien. Penyakit anemia immune hemolitik antara lain: 1. IIHA/IMHA (immune mediated hemolytic anemia) 2. Drug induced immune hemolytic anemia (diinduksi oleh obat2an) 3. NI (hemolytic disease of the newborn) (karena perbedaan rhesus induk dan anak) 4. IHA (immune hemolytic anemia) secondary to incompatible blood transfusions (karena transfusi darah dengan golongan darah yang tidak kompatibel) 5. IHA induced by bacterial and viral infections b. Erythrocytic metabolic defects 1. Kerusakan oksidatif 1.1 Heinz bodies hemolytic anemia 1.2 Eccentrocytic hemolytic anemia 2. Defects in ATP generation 2.1 PK deficiency 2.2 PFK deficiency 2.3 Hypophosphatemic deficiency 3. Defects in heme synthesis that result in porphyria c. Fragmentasi eritrosit sehingga menghasilkan schizocytes, keratocytes dan acanthocytes d. Kerusakan membran eritrosit karena phospholipase Clostridium spp e. Penyakit hemolitik karena protozoa, heparin induced hemolysis, hipoosmolar hemolysis, envenomation, histiocytic neoplasia, idiopathic nonspherocytic hemolytic



ERITROSITOSIS DAN POLISITEMIA (hal.138) Eritrositosis : peningkatan RBC (eritrosit) pada pembuluh darah perifer, diketahui dengan peningkatan RBC, Hct atau peningkatan Hb Hemokonsentrasi (darah menjadi pekat, karena menurunnya H2O plasma). Plasma mempunyai komposisi 92%-95% H2O sisanya adalah protein (5-8%). Cairan darah tersusun atas plasma dan sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit), sehingga pada saat terjadi hemokonsentrasi dimana H2O plasma menurun maka yang dominan adalah konsentrasi komponen sel darah termasuk eritrosit dan juga protein Polisitemia vera adalah penyakit myeloproliferatif clonal atau proliferasi neoplastik pada semua prekursor sel pada sumsum tulang sehingga terjadi eritrositosis, leukositosis dan trombositosis. Secara umum penyakit ini sering kali dikaitkan dengan eritrositosis atau peningkatan massa total eritrosit (karena eritroid hiperplasia atau eritroid neoplasia, bisa diikuti dengan atau tanpa leukositosis atau trombositosis). Polisitemia dibagi menjadi 2 tipe: 1. Relative polisitemia: eritrositosis terjadi karena hemokonsentrasi atau kontraksi limpa, disebut juga dengan pseudopolisitemia atau spurious polisitemia untuk menekankan bahwa sebabnya bukan karena peningkatan massa eritrosit 2. Absolut polisitemia: karena peningkatan massa eritrosit dibedakan menjadi primary eritrositosis (eritroid neoplasia dan polisitemia vera) dan secondary polisitemia (gagal jantung, penyakit respiratif, hipertiroidism, renal neoplasma)