Exsum Luthfi Qowy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GEOLOGI DAN EVALUASI KESTABILAN LERENG PIT B TAMBANG TERBUKA NIKEL BLOK KEUNO KECAMATAN PETASIA TIMUR KABUPATEN MOROWALI UTARA PROVINSI SULTENG Luthfi Qowy Zhafrani1* , Purwanto1 , Jatmika Setiawan1 1)Jurusan



Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Yogyakarta, 55283 No Telp. (0274)486733 *)Email: [email protected]



ABSTRAK Daerah penelitian berada di PT. Bukit Makmur Istindo Nikeltama yang secara administratif berlokasi di Desa Keuno, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah. Secara geografis daerah penelitian berada pada koordinat 332028 mE – 333286 mE dan 9758876 mN – 9759600 mN UTM WGS 1984 zona 51S. Luas daerah penelitian sekitar 1,2 x 1 km dengan skala 1:5.000. Pada daerah penelitian masih terdapat kejadian longsornya lereng dalam kegiatan penambangan, yang menunjukan masih adanya kondisi lereng yang tidak aman sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kestabilan lereng. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini yaitu pemetaan geologi permukaan (surface mapping). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian, kondisi geologi teknik daerah penelitian, jenis potensi longsor pada daerah penelitian dengan menggunakan analisis kinematika, nilai faktor keamanan lereng berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr Coulomb dan Generalized Hoek and Brown dengan metode kesetimbangan batas umum serta rekomendasi desain lereng. Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi, daerah penelitian dibagi menjadi dua bentukasal dan empat bentuklahan yakni lahan bukaan tambang (A1), waiste dump (A2), bukit laterit (D1), dan lereng laterit (D2). Stratigrafi penyusun daerah penelitian berdasarkan kesatuan atau kesamaan ciri litologi yang dominan, dapat dikelompokkan menjadi dua satuan litodemik tak resmi, yakni satuan Peridotit, dan satuan Serpentinit. Menurut Simandjuntak dkk (1993), daerah penelitian berumur geologi Kapur Awal – Kapur Akhir dan termasuk ke dalam formasi Kompleks Ultramafik. Struktur geologi yang berkembang di daerah telitian terdiri dari kekar dengan tegasan relatif berarah barat – timur dan sesar dengan nama Left Slip Fault dan Right Reverse Slip Fault (Rickard, 1972). Berdasarkan analisis kinematika, potensi longsor pada daerah penelitian berupa longsoran baji, bidang, serta jungkiran dengan mayoritas probabilitas terjadinya 1 Mpa) bobot = 0 , Nilai RQD (90 – 100) bobot = 20 , Spasi rekahan (0,2 – 0,6 meter) bobot = 10 , Kondisi rekahan (reegangan 1 – 5 mm) bobot = 10 , Kondisi air tanah (lembab) bobot = 10 Total nilai pembobotan RMR = 50 Kemudian untuk menentukan Geological Strength Index (GSI) Hoek dan Brown (1980) membuat hubungan persamaan antara nilai RMR dengan kondisi nilai GSI ≥ 18 atau RMR ≥ 23 sebagai berikut : GSI = RMR – 5 GSI = (50 – 5) = 45 Sehingga didapatkan nilai Geological Strength Index pada zona bedrock di lapangan sebesar 45. 2. Data Sekunder Untuk data sekunder, penulis menggunakan data material properties dari uji laboratorium geologi teknik. Terdapat tiga bor geologi teknik yang pada masing – masing litologi dilakukan uji sifat fisik dan sifat mekanik. Data bor geotek yang dipakai dalam penelitian ini adalah data bor yang berada pada Pit B yakni bor geotek GT – 03, GT – 05, dan GT 06. ANALISIS KINEMATIKA



Analisis kinematika adalah evaluasi stereografis yang bertujuan untuk mengetahui jenis potensi longsor yang mungkin terjadi serta arah umum bidang gelincir pada lereng. Untuk melakukan analisis kinematika diperlukan parameter berupa geometri lereng, orientasi bidang diskontinuitas, nilai kohesi batuan, serta sudut geser dalam. Evaluasi ini mengunakan software Dips 6.0. Adanya bidang diskontinuitas pada lereng mengakibatkan berkurangnya nilai suatu massa batuan yang mengakibatkan tingkat kestabilannya pun berkurang. 1. Penampang A – A’ Data yang digunakan dalam analisis kinematik pada penampang A – A’ yakni data struktur kekar dan geometri lereng C. Berdasarkan hasil pengolahan pada Dips, lereng C penampang A – A’ dengan komposisi kemiringan lereng yakni 33° dan arah lereng (slope face) yakni N161°E dan sudut geser dalam 23°, serta kedudukan bidang diskontinu berupa kekar dengan jumlah 2 joint set yakni JS1 N119°E/63°, dan JS2 N229°E/52°. Pada Lereng C penampang A – A’ terdapat potensi longsoran berupa longsoran baji, bidang, dan jungkiran.



Gambar 9. Potensi Longsoran Baji



Gambar 10. Potensi Longsoran Bidang



Gambar 11. Potensi Longsoran Jungkiran 2. Penampang B – B’



Data yang digunakan dalam analisis kinematik pada penampang B – B’ yakni data struktur kekar dan geometri lereng. Dari kedua data tersebut, yang dipergunakan adalah data kedudukannya yakni berupa nilai strike dan dip. Berdasarkan hasil pengolahan pada Dips (Gambar 5.7) lereng



penampang B – B’ dengan komposisi kemiringan lereng yakni 28° dan arah lereng (slope face) yakni N131°E dan sudut geser dalam 21°, serta kedudukan bidang diskontinu berupa kekar dengan jumlah 2 joint set yakni JS1 N133°E/54°, dan JS2 N248°E/61°. Pada Lereng penampang B – B’ terdapat potensi longsoran berupa longsoran baji.



Gambar 12. Potensi Longsoran Baji



EVALUASI KESTABILAN LERENG 1. Penampang A – A’ Penampang Sayatan A – A’ relatif berarah barat laut – tenggara dengan azimuth N170 oE. Korelasi litologi bawah permukaan mengacu pada data bor yakni bor eksplorasi 200, 184, 188, 195, 193 dan bor geotek GT 06. Lereng penampang A-A’ disusun oleh variasi zonasi laterit berupa top soil, limonit, saprolit, dan bedrock. Pada penampang A – A’ terdapat tiga lereng aktual yang dievaluasi faktor keamanan nya yakni lereng A, B, dan C. Untuk standar nilai faktor keamanan mengacu pada klasifikasi Bowles (1991). Dihasilkan nilai faktor keamanan sebesar 1.770 untuk lereng A (kelas stabil), 1.233 untuk lereng B (kelas kritis), dan 0.816 (kelas labil) umtuk lereng C.



BOR 193 BOR GT06 BOR 195



BOR 188 BOR 200



BOR 184



Gambar 13. Nilai FK Hasil Evaluasi Kestabilan Lereng Aktual Penampang A – A’



Pada lereng B dan C Penampang A – A’ diperlukan rekomendasi berupa perubahan geometri lereng guna meningkatkan tingkat stabilitas lereng dan optimalisasi proses penambangan. Pada desain lereng tiap bench memiliki lebar 3,5 meter, beda tinggi crest dan toe 6 meter, sudut single slope 55o. Dilakukan dua simulasi yakni ketika lereng tidak diberi beban dan ketika lereng diberi beban. Pada lereng yang diberi beban penulis mengasumsikan setiap bench menerima tekanan dari excavator tipe PC 200 dengan lebar track 3 meter sebesar 21,67 KN/m2 yang dipakai untuk kegiatan produksi penambangan dan maintenance lereng. 3.012



1.540



2.664 2.512 2.011



2.468



1,908



Gambar 14. Nilai FK Rekomendasi Lereng B Penampang A – A’ Dalam Kondisi Tanpa Beban



2.847



1.376



2.367 2.201 1.992



2.212



1.889



Gambar 15. Nilai FK Rekomendasi Lereng B Penampang A – A’ Dalam Kondisi Diberi Beban 1.348



3.334



2.561 2.436 2.648



2.282



Gambar 16. Nilai FK Rekomendasi Lereng C Penampang A – A’ Dalam Kondisi Tanpa Beban 1.262



3.102



2.547 2.201 2.517 2.182



1.823



Gambar 17. Nilai FK Rekomendasi Lereng C Penampang A – A’ Dalam Kondisi Diberi Beban



2. Penampang B – B’ Penampang Sayatan B – B’ relatif berarah barat laut – tenggara dengan azimuth N145 oE. Korelasi litologi bawah permukaan dan letak MAT mengacu pada data bor yakni bor eksplorasi 205, 207 dan bor geotek GT 05. Penampang B – B’ terdiri dari zonasi laterit berupa top soil, limonit, saprolit, dan bedrock. Untuk standar nilai faktor keamanan mengacu pada klasifikasi Bowles (1991). Dihasilkan nilai faktor keamanan sebesar 1.344 untuk lereng aktual Penampang B – B’ dan tergolong dalam kelas stabil. BOR GT05



BOR 207



1.344 BOR 205



Gambar 18. Nilai FK Hasil Evaluasi Kestabilan Lereng Aktual Penampang B – B’



Pada lereng Penampang B – B’ diperlukan rekomendasi berupa perubahan geometri lereng guna optimalisasi proses penambangan. Pada desain lereng tiap bench memiliki lebar 3,5 meter, beda tinggi crest dan toe 6 meter, sudut single slope 55o. Dilakukan dua simulasi yakni ketika lereng tidak diberi beban dan ketika lereng diberi beban. Pada lereng yang diberi beban penulis mengasumsikan setiap bench menerima tekanan dari excavator tipe PC 200 dengan lebar track 3 meter sebesar 21,67 KN/m2 yang dipakai untuk kegiatan produksi penambangan dan maintenance lereng. 1.373 2.031



2.987 1.542 1.426 1.310



Gambar 19. Nilai FK Rekomendasi Lereng Penampang B – B’ Dalam Kondisi Tanpa Beban



1.258



1.950



2.947 1.326 1.264 1.262



Gambar 20. Nilai FK Rekomendasi Lereng Penampang B – B’ Dalam Kondisi Diberi Beban



2. Penampang C – C’



Penampang Sayatan C – C’ relatif berarah barat timur dengan azimuth N084 oE. Korelasi litologi bawah permukaan dan letak MAT mengacu pada data bor yakni bor eksplorasi 189, 187, 185, 196, 193, 192, bor geotek GT 03 dan GT 06. Penampang C – C’ terdiri dari zonasi laterit berupa top soil, limonit, saprolit, dan bedrock. Untuk standar nilai faktor keamanan mengacu pada klasifikasi Bowles (1991). Dihasilkan nilai faktor keamanan sebesar 1.072 untuk lereng aktual Penampang C – C’ dan tergolong dalam kelas kritis. 1.072



BOR 189



BOR 187



BOR 185 BOR 196 BOR 193 BOR GT06



BOR 192



Gambar 21. Nilai FK Hasil Evaluasi Kestabilan Lereng Aktual Penampang C – C’



Pada Penampang C – C’ diperlukan rekomendasi berupa perubahan geometri lereng guna meningkatkan optimalisasi proses penambangan. Terdapat dua lereng rekomendasi pada penampang C – C’ yakni lereng A dan lereng B. Pada desain lereng tiap bench memiliki lebar 3,5 meter, beda tinggi crest dan toe 6 meter, sudut single slope 55o. Dilakukan dua simulasi yakni ketika lereng tidak diberi beban dan ketika lereng diberi beban. Pada lereng yang diberi beban penulis mengasumsikan setiap bench menerima tekanan dari excavator tipe PC 200



dengan lebar track 3 meter sebesar 21,67 KN/m 2 yang dipakai untuk kegiatan produksi penambangan dan maintenance lereng. 2.653



1.781



2.453 1.687



Gambar 22. Nilai FK Rekomendasi Lereng A Penampang C – C’ Dalam Kondisi Tanpa Beban 1.577



2.486



2.372 1.539



Gambar 23. Nilai FK Rekomendasi Lereng A Penampang C – C’ Dalam Kondisi Diberi Beban



3.339



2.002



2.578



1.887



Gambar 24. Nilai FK Rekomendasi Lereng B Penampang C – C’ Dalam Kondisi Tanpa Beban 3.230



1.798



2.426



1.675



Gambar 25. Nilai FK Rekomendasi Lereng B Penampang C – C’ Dalam Kondisi Diberi Beban



KESIMPULAN 1. Kondisi geomorfologi dibagi menjadi dua bentukasal dan empat bentuklahan. Bentukasal antropogenik terdiri dari lahan bukaan tambang dan waiste dump. Bentukasal denudasional terdiri dari bukit denudasional dan lereng denudasional. Startigrafi daerah penelitian disusun oleh Satuan Peridotit, dan Satuan Serpentinit. Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian yakni kekar dengan arah tegasan utama relatif barat – timur, Sesar Mendatar Kiri (Rickard, 1972), dan Sesar Kanan Naik (Rickard, 1972). 2. Kelas massa batuan pada zona bedrock di daerah penelitian sebesar 50 (kelas massa batuan sedang) dan nilai GSI sebesar 45 3. Potensi longsor pada daerah penelitian berupa longsoran tipe baji, bidang, dan jungkiran. 4. Untuk intensitas kelongsoran berdasarkan nilai faktor keamanan (Bowles,1991) dengan nilai minimal FK 1,25 untuk kelas stabil, pada lereng aktual penampang A – A’ untuk lereng A tergolong dalam kelas stabil (FK >1,25), lereng B tergolong pada kelas kritis (FK 1,07 – 1,25), dan lereng C tergolong dalam kelas labil (1,25). Sedangkan pada lereng aktual penampang C – C’ tergolong dalam kelas kritis (FK 1,07 – 1,25).



5. Rekomendasi yang diberikan yakni mengubah geometri lereng dengan lebar tiap bench selebar 3,5 m, beda tinggi crest dan toe setinggi 6 meter, dan slope sebesar 55 o. DAFTAR PUSTAKA Arif, I., 2016. Geoteknik Tambang: Mewujudkan Produksi Tambang Menjaga Kestabilan Lereng. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.



yang Berkelanjutan dengan



Bieniawski, Z.T., 1976. Rock Mass Classification in Rock Engineering. Symposium Proceedings of Exploration for Rock Engineering, Cape Town, Vol. 1, pp. 97106. Bieniawski, Z.T., 1989. Engineering Rock Mass Classification. Canada: John Willey & Sons, Inc. Bowles, J. E., 1991. Sifat – Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta : Erlangga. Giani., G.P. 1992. Rock Slope Stability Analysis. Turin: A.A.Balkema Publishers. Hardiyatmo, H.C., 1994. Mekanika Tanah 2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Herman, D., Sidi, H. F., 2000. An Outline Of The Geology of Indonesis. Jakarta : Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Hoek, E., and Bray, J.W., 1974. Rock Slope Engineering (3rd ed.). London: The Institution of Mining & Metallurgy. Hoek, E., and Brown, E.T., 1980. Empirical Strength Criterion for Rock Masses. Journal of the Geotechnical Engineering Division: Proceedings of American Society of Civil Engineers, Vol. 106, Issue 9, pp. 1013-1035. Hoek, E., Kaiser, P.K., and Bawden, W.F. 1995. Support of Underground Excavations in Hard Rock. Rotterdam: Balkema. Hoek, E., Carranza-Torres, C., and Corkum, B. 2002. Hoek Brown Failure Criterion. Proceedings of the 5th North American Rock Mechanics Symposium and 17th Tunnelling Association of Canada Conference, Toronto, Vol. 1, pp. 267-273. Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C. D., Ishikawa, A., 2004. Petrology, Geochemistry and paleogeographic Reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Techtonophysics Vol 392, pp 55-83, 2004. Karnawati, D., 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Parkinson, C.D., 1996. Emplacement of the East Sulawesi Ophiolite : Evidence from Subophiolite Metamorphic Rocks. Journal of Asian Earth Sciences, Vol. 16, No. 1, pp. 13-28, 1998, hal 11. Pasha, S. R., Sunarwan, B., Syaiful, M., 2019. Analisis Potensi Longsor Menggunakan Metode Kinematik Pada Tambang Terbuka Limestone Narogong PT Holcim Indonesia Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor Jawa Barat. Bogor : Fakultas Teknik Universitas Pakuan. Prijono, A., 1977. The Indonesian Mining Industry : Its Present and Future. Jakarta : Indonesian Mining Association. Rickard, M.J. 1972. Fault Classification: Discussion. Geological Society of America Bulletin, Vol. 83, Issue 8, pp. 2545-2546. Rocscience Inc. 2010. Slide Version 6.0 [Software]. Rocscience Inc., Toronto.



Simandjuntak, T.O., E. Rusmana, J.B. Supandjono, A. Koswara, 1993. Peta Geologi Lembar Bungku, skala 1 : 250.000. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, hal 12, 13, 34 & 36. Smith, R. E., Anand R. R., Churcward, H. M., Robertson, I. D. M., Grunsky, E. C., Laterite Geochemistry for Detecting Concealed Mineral Deposits, Yilgran Craton, Western Australia – Final Report. Perth : CSIRO Division of Exploration Geoscience, Restricted Report 236R (Reissued as Open File Report 50, CRC LEMME, Perth, 1998). Sompotan, A. F., 2012. Struktur Geologi Sulawesi. Bandung : Perpustakaan Sains dan Kebumian Isntitut Teknologi Bandung. Surono., 2013. Geologi Sulawesi. Jakarta : LIPI Press, hal 11 &12. Van Zuidam, R.A., 1983. Guide to Geomorphologic Interpretation and Mapping, Section of Geology and Geomorphology. Amsterdam : ITC Finschede The Nederland. Van Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. Amsterdam: Smith Publisher. Waheed, A., 2002. Nickel Laterite – A Short Course On The Chemistry, Mineralogy And Formation Of Nickel Laterites. Sorowako : PT INCO Indonesia. Waheed, A., 2008. Nickel Laterite – Fundamentals of Chemistry, Mineralogy, Weathering Processes, and Laterite Formation. Sorowako : PT INCO Indonesia. Wyllie, D.C dan Mah, C., 2004. Rock Slope Engineering Civil and Mining 4th Edition. London : Spon Press Taylor and Francis Group.