Fisiografi Sorong [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah dan proses pempentukannya. Geologi juga membahas batuan sebagai penyusun bumi serta sejarah dan fenomena – fenomena yang membentuk permukaan bumi. Untuk mempelajari fenomena – fenomena itu perlu dilakukan penelitian, salah satunya yaitu dengan cara melakukan pemetaan geologi. Pemetaan geologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai seluruh penyebaran dan memakai warna atau



susunan



dari lapisan-lapisan batuan dengan



symbol, sedangkan



tanda-tanda yang terlihat



didalamnya memberikan pencerminan dalam tiga dimensi mengenai susunan batuan dibawah permukaan. Didalam laporan ini penulis akan membahas tentang pemetaan geologi yang dilakukan di wilayah Klagete dan sekitarnnya, Kecamatan Sorong Utara, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, karena daerah ini memiliki kondisi geologi yang unik, hasil dari aktivitas tektonik sehingga menarik untuk di teliti dan dijadikan lokasi Praktek Kuliah Lapangan. 1.2.



Maksud dan Tujuan



1.2.1. Maksud Maksud dari kegiatan Praktek Kuliah Lapangan ini adalah untuk mempelajari kondisi geologi daerah Sorong serta sebagai dasar memenuhi syarat kelulusan pada matakuliah Kuliah Lapangan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTPP) Universitas Papua. 1.2.2. Tujuan Tujuan dari Kuliah Lapangan ini adalah memperoleh informasi geologi dari data hasil pemetaan geologi permukaan berupa :



1. Kondisi geomorfologi daerah penelitian. 2. Kondisi stratigrafi yang terkait jenis batuan, karakteristiknya dan hubungan stratigrafi antar satuan litologi. 3. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian. 1.3.



Kesampaian Daerah Secara administratif daerah Praktek Kuliah Lapangan terletak di Daerah Klagete, Kecamatan Sorong Utara, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat. Secara geografis terletak pada koordinat 131⁰ 16’ 15’’- 131⁰ 18’ 15’’ BT dan 00⁰ 50’ 45’’ - 00⁰ 52’ 45’’ LS . Basecamp berada di Universitas Papua Kampus 2 Sorong, Kelurahan Aimas, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Untuk kesampaian daerah lokasi pemetaan dari basecamp dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat selama jarak yang ditempuh 32 Km dengan waktu tempuh ± 1 jam.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Geologi Regional



2.1.1. Fisiografi regional Di Sorong terdapat enam jenis bentangan alam sebagai santiran geologi yang beraneka ragam yang mengalasinya yaitu : 1. Perbukitan kasar (bukit bertonjolan) Berarah timur-timur laut berkembang di pantai utara daratan Irian Jaya, dan Pulau Bantanta serta Salawati utara. Puncak tertingginya di bagian utara Pulau salawati 931 m di atas permukaan laut, dengan timbulan yang kuat. Sungai Warsamson dengan lembahnya yang lebar terentang sejajar dengan perbukitan kasar, memotong daratan Irian Jaya di timur, secara tiba-tiba 15 km di timur Kota Sorong bertukar arah alirannya mengalir ke Samudra Pasifik di utara dan menoreh jurang terjal. Di bagian bawah jurang itu berkembang riam dan air terjun. Di pulau Batanta, perbukitan kasar sepanjang pantai utara dicirikan oleh sisi selatan yang curam dan lereng utara yang landai. Verstappen (1960) menganggap bahwa suak yang banyak di sepanjang pantai utara dan Batanta itu mencapai kedalaman beberapa puluh meter, memiliki kedudukan pulau yang teratur di dekatnya, menunjukan bahwa daerah pantai itu sebelumnya mempunyai timbulan yang menonjol, kemudian tertutup akibat pencelusan sampai di bawah laut. 2. Lembah antargunung Dua lembah yang terpengaruh sesar di bagian timurlaut daratan Irian Jaya yaitu Lembah Warsamson dan Lembah Dore Hum. Lembah Warsamson berdampingan dengan Sistem Sesar Sorong, dan sebagian mungkin menekupnya. Lembah itu ditempati oleh Sungai Warsamson yang banyak keloknya, dengan batang air sekitar 100 m. Di atasnya terdapat penutup endapan danau berupa lumpur, pasir, kerikil, dan



gambut yang terhampar luas. Lembah Dore Hum yaitu lembah yang berbentuk baji yang dibatasi di utara dan selatan oleh sesar yang bertemu pada ujung baratnya tertutup rawa dan paya. 3. Perbukitan dan pegunungan mengkras Berkembang pada batugamping yang tersingkap di Pegunungan Morait di baratdaya, di Pulau Batanta bagian tengah dan barat, dan di Pulau Mansuar. Medan itu dikuasai tonjolan dan lekukan sempit memanjang, yang menggambarkan pola kikisan yang khas terumbu terangkat. Puncak tertinggi 1183 m di atas permukaan laut, di Pulau Batanta, dan timbulan biasanya ratusan meter. Meskipun batugamping itu tak memiliki tata salir permukaan, batuan itu menunjang alur anak air bantaran yang mengalir setelah hujan panjang. 4. Daerah perbukitan rendah Meluas ke barat meliputi pulau salawati, menempati jalur yang berarah ke barat sampai ke baratdaya meliputi bagian tengah daratan Irian Jaya di kampung klasaman dan lapangan minyak Klamogun, mencakup gugus Kepulauan Fam, dan di Pulau Kofiau. Puncak tertinggi, di Pulau Salawati 200 m lebih sedikit di atas permukaan laut. Di sekitar Klasaman medan itu terdiri dari daerah perbukitan yang hampir menyerupai plato, dan aliran kerapatan-tinggi tak beraturan, mirip topografi karst. 5. Dataran dan rataan aluvium dan antar-pasut Dataran litoral dan alluvium dan rataan 0-50 m di atas muka laut menutup bagian selatan dataran Irian Jaya bagian timur selatan dan baratdaya, pulau salawati; dan sejumlah pulau di Selat Sele. 6. Terumbu koral dan undak terangkat Undak dan terumbu koral terangkat membentuk seluruh atau bagian tertentu pulau yang termasuk



Kepulauan Sehildpad,



Mainsfield, Boo, Fam kofiau dan Doif. Berdasarkan fisiografi regional geologi lembar sorong, wilayah pemetaan masuk ke dalam daerah perbukitan kasar (bukit bertonjolan).



Gambar 2.1. Fisiografi Regional (Sumber:Pusat Penelitian dan Pengembangan geologi, 1990)



2.1.2. Stratigrafi regional Berdasarkan corak stratigrafi, Sorong dapat dibagi menjadi empat mandala geologi. Dari selatan ke utara, mandala itu yaitu Bongkah Kemum, Sistem Sesar Sorong, Bongkah Tamrau dan Mandala BatantaWaigeo. 1. Bongkah Kemum Bongkah Kemum meliputi batuan sedimen klastika, batuan malihan, batuan terobosan, karbonat dan endapan permukaan yang umurnya berkisar dari Silur-Devon sampai Holosen. Batuan tertua yang tersingkap adalah formasi kemum (SDk) diterobos oleh Granit Melaiurna Karbon bawah (Cm). Kedua satuan itu tertindih tak selaras oleh batuan klastika silika dan batugamping Kelompok Aifam (CPz) yang berumur Karbon Atas sampai Perm Atas, yang tertindih tidak selaras oleh lipatan Kelompok Besar Batugamping New Guinea, yang meliputi Batugamping Fauma (Tef) yang berumur Eosen Tengah sampai Eosen Atas, batupasir dan batulumpur Formasi Sirga (Toms) yang berumur Oligosen Atas sampai Miosen Bawah dan menjemari dengan karbonat dan batuan gampingan Miosen Batugamping Klamogun dan Batugamping Kais (Tmkl dan Tmka) dan Formasi Klasafet (Tmk). Formasi Klasafet itu tertindih batuan klastika silikat Formasi Klasaman (TQk) yang berumur Miosen Atas sampai Plistosen. Konglomerat Sele (Qps) yang berumur Plistosen dan endapan aluvium dan litoral (Qa) Kuarter menindih tak selaras semua satuan yang lebih tua. 2. Sistem Sesar Sorong Sistem Sesar Sorong adalah jalur bancuh yang mencakup kepingan batuan sedimen klastika, karbonat, granit, dan ultramafik dan batuan gunungapi, dengan ukuran yang berkisar dari kerakal sampai bongkah dengan panjang beberapa kilometer. Kepingan itu menempati kedudukannya yang satu terhadap yang lain yang sekarang ini disebabkan oleh pergerakan Sistem Sesar Sorong antara Miosen Akhir



dan Kuarter. Beberapa dari bongkah itu nisbi terpadu, terpetakan pada sckala 1:250.000, dan nyata berasal dari mandala geologi yang berdampingan; di antaranya telah dipetakan bongkah Formasi Kemum (SDk), Formasi Tamrau (JKt), Formasi Waiyaar (JKwa) Batugamping Faumai (Tef). Formasi Klasafet (Tmk), Formasi Klasaman (TQk), Batuan Gunungapi Dore (Tmdo), dan Batugamping Sagewin (Tmsa). Formasi Waiyaar merupakan Satuan terpadu besar yang terpetakan dan diperkirakan hanya tersingkap pada Sistem Sesar Sorong, tetapi diyakini mendasari batuan Miosen yang tersingkap pada Blok Tamrau di barat daya Pulau Salawati. Satuan itu bersentuhan dengan atau setidaknya sehagian tersesarkan terhadap Breksi Yefman (SFy), jenis batuan tak lazim yang cara pembentukannya merupakan teka-teki. Batuan yang lain tdaklah berasal setempat dan tersusun dari kalsilutit (SFc) batuan ultramafik dan mafik (SFu). dan Granit Sorong (SFso). Bagian yang terbesar Sistem Sesar Sorong tersusun dari himpunan kepingan batuan tak padu dan tak homogen, yang masing-masing terlalu kecil untuk dipetakan dan secara keseluruhan disebut sebagai bancuh tak terparakkan (SFx) Konglomerat Asbakin (TQas) tersusun dari keeur asal-bancuh, runtuhan, dan diendapkan beberapa waktu antara Miosen Akhir dan Plistosen menindih SFx di pantai sekitar Kampung Asbakin dan selimut Konglomerat Sele (Qps) pada seluruh lebar Sistem Sesar Sorong beberapa kilometer di timur sorong. Endapan danau Kuarter (Ql) tampaknya menutup banyak dari Sistem Sesar Sorong di Lembah Warsamson, dan endapan sungai (Qa) menyembunyikan sebagian dari padanya di lembah Sungai Mega. 3. Bongkah Tamrau Didalam Bongkah Tamrau. satuan tertua adalah Formasi Tamrau (Jkt) yang berumur Jura Tengah sampal Kapur Atas. Satuan itu tertindih tak selaras oleh karbonat Miosen Formasi Koor (Tmko). Formasi Koor lebih ke barat di daratan Irian Jaya dan di Pulau Salawali adalah Batugamping Sagewin (Tmsa) menindih dan



menjemari dengan Batuan Gunungapi Dore (Tmdo) yang berumur Miosen, batuan gunungapi andesit dan basal, batuan gunung api dan sedikit terobosan yang menempati bagian utara Pulau Slawati dan bagian utara daratan lrian Jara (antara Sorong dan Tanjung Dore). Batuan Gunungapi Dore di Pulau Salawati mungkin menutupi Formasi Waiyaar (JKwa) yang sama waktu pembentukannya dengan Formasi Tamrau. yang hanya tersingkap di sekitar Sistem Sesar Sorong mereka juga mungkin menutupi satu atau beberapa batuan Mesozoikum serupa yang terdapat di daratan. Endapan sungai, litoral dan pantai Kuarter (Qa) menindih batuan yang lebih tua. 4. Mandala Batanta Waigeo Mandala Batanta Waigeo merangkum pulau dan gugus pulau di utara dan barat Pulau Salawati dengan dasarnya berupa batuan gunungapi Tersier atau mungkin batuan ultramafik sampai mafik Mesozoikum. Batuan Mesozoikum itu diwakili oleh Ofiolit Gag (Mg) di Kepulauan Fam. Batuan yang agak sedikit muda di Pulau Batanta tergolong Formasi Saranami (MTs), batuan klastika silika malihan regional derajat-rendah (selama Kala Paleogen) dan batuan gunungapi adesit yang bersentuhan-sesar dengan Batuan Gunungapi Batanta (Temb) yang berumur Eosen atas sanpai Miosen Bawah. Batuan Gunungapi Batanta menindih dan menjemari dengan Formasi Yarifi (Tomy) dan Batugamping Dayang (Tomd) yang berumur OligosenMiosen. Ketiga satuan ini tertindih tak selaras oleh Batugamping Wageo (Tmpwa) yang berumur Miosen Atas sampai Pliosen. Formasi Yarifi dan Batuan Gunungapi Batanta tertindih tak selaras oleh batuan klastika kasar sampai halus Formasi Marchesa (TQm) di Batanta Timur yang berumur Plio-Plistosen. Salah satu dari Batuan Gunungai Batanta. Formasi Yarifi, Batugamping Dayang, dan Formasi Waigeo terSingkap di pulau dan gugus pulau di utara barat Pulau Batanta. Koral terangkat (Qc) dan endapan pantai dan sungai (Qa) menindih batuan yang lebih tua.



Berikut adalah susunan formasi yang ada di sorong yang diurutkan berdasarkan umur tertua : 1. Formasi Kemum (SDk) Formasi Kemum memiliki ketebalan kemungkinan beberapa ribu meter, berumur Miosen Atas – Kuarter. Tersebar



dari medan



perbukitan curam sepanjang sisi utara Pegunungan Morait, dan di sistem sesar Sorong sampai 20 km timur dan Kota Sorong. Litologi berupa selang-seling batusabak, filit, argilit, kuarsit, batupasir malih litik, dan sedikit konglomerat terlipatan. Hubungan dasar tak tersingkap, tak selaras di bawah kelompok Aifam dan batugamping Kais, diterobos oleh granit Melaiurna. Kesebandingan bancuh tak terpisahkan, batugamping Faumai dan granit Sorong di sistem sesar Sorong. Kandungan fosil sisa binatang bertulang belakang Devon dalam daerah singkapan kelompok Aifam. 2. Granit Melaiurna (Cm) Tersebar dari perbukitan curam bertimbulan tinggi di sisi utara Pegunungan Morait, berumur Karbon Awal. Litologi berupa granit retas dasit sampai tebal 5 m, granit merah muda hablur awal dari kuarsa, plagioklas, k-felspar, dan biotit dalam matrik kuarsa dan feldspar, dasit hablur awal dari kuarsa dan plagioklas. Hubungan menerobos Formasi Kemum ditutupi oleh kelompok Aifam dan batugamping



Faumai,



kemungkinan



granit



yang



berhubungan



ditembus oleh sumur sele 39, granit ditutupi oleh kelompok Aifam. 3. Kelompok Aifam (CPz) Memiliki ketebalan sekitar 700 m di sumur sele 39, berumur Karbon Akhir - Perm Akhir yang tersebar dari permukaan lalangan dan lereng di Pegunungan Morait. Litologi berupa batupasir kuarsa kelabu, batulumpur (setempat gampingan dan mengandung sisa tumbuhan), batupasir gampingan fosilan, batugamping lempungan, dan sedikit serpih dan konglomerat. Hubungan tak selaras di atas Formasi Kemum, dan di bawah batugamping Kais dan Formasi Sirga, dengan



kesebandingan terubah petakan dengan menutupi granit Melaiurna. Kandungan fosil pelesipoda dan kerangka telodon, krinoida, briozoa, koral dan brakiopoda, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal sampai dekat fluviatil. 4. Formasi Tamrau (JKt) Memiliki ketbalan sekitar 1.000 m, berumur Jura Tengah – Kapur Atas yang tersebar dari perbukitan kasar di timur laut Tanah Besar, dengan litologi



berupa batusabak dan filit, dengan sedikit sisipan



kuarsit dan argilit. Hubungan dasar tak tersingkap, tak selaras di bawah Formasi Koor dan mungkin batugamping dore, sentuhan sesar dengan batuan ultramafik (SFu). Kesebandingan kemungkinan diterobos oleh batuan hipabasal sama dengan batugamping Moon di MAR. Setara dengan Formasi Waiyaar. Kandungan fosil belemnite, amonit, dan foraminifera plangtonik. Lingkungan pengendapan kemungkinan lain paparan, tercenangga dan termalihkan di Paleogen. 5. Formasi Waiyaar (JKwa) Memiiki ketebalan sampai 500 m, berumur Jura Tengah – Kapur Akhir yang tersebar dari bagian timur laut Pulau Salawati dekat S.Waiyaar. Litologi berupa filit, batusabak, batupasir kuarsa, serpih hitam dengan pirit. Hubungan dasar tak tersingkap, setidaknya sebagian tersesarkan terhadap, breksi Yefman, sentuhan sesar dengan batuan ultramafic (SFu) mungkin dibawah batuan gamping dore di Pulau Salawati. Kesebandingan sedimentasi dan malihan mungkin bersamaan dengan Formasi Tamrau. Lingkungan pengendapan lautdalam, tercenanggakan dan termalihkan di Paleogen. 6. Ofiolit Gag. Mg tersebar di kepulauan Fam tubuh kecil membentuk daerah perbukitan rendah, berumur mesozoikum dengan litologi peridotit dan serpentinit, haarzburgit. Hubungan dasar tak tersingkap, tak selaras di bawah batugamping Waigeo. Dengan lingkungan asal bagian dari kerak samudra.



7. Formasi Saranami (MTs) Memiliki ketebalan sekitar 300 m, berumur Mesozoikum – Tersier Awal yang tersebar dari Perbukitan di bagian Tenggara Pulau Batanta. Litologi berupa serpih, batusabak, filit, sekis, dan andesit malih kelabu sampai hijau dengan struktur sedimen sekis, albit poikiloblastik, amfibol hijau kebiruan, sedikit mika putih, dan kuarsa jarang. Hubungan dasar tak tersingkap, sentuhan sesar dengan batu gamping Batanta, sementara dihubungkan dengan batu gamping Malih Rosburi (Yapen) dan Malihan Korido (Biak). Kesebandingan kemungkinan diendapkan di Kapur Akhir dan Tersier Awal, dengan lingkungan pengendapan laut terbuka, kecur bersal dari jalur gunung api dan sumber klastika silika dan kemungkinan termalihkan di paleogen. 8. Batugamping Faumai (Tef) Memiliki ketebalan sampai 270 m, berumur Eosen Tengah – Akhir yang tersebar pada permukaan lereng di bagian busur permukaan Pegunungan Morait, bongkah dikelilingi sesar di sistem Sesar Sorong, di sumur Klamogun 1 dan Sele 39. Litologi berupa kalkarenit, batulumpur gampingan, dan sedikit konglomerat. Kalkarenit memiliki struktur sedimen berwarna kelabu terang dan pejal, dengan hubungan tak selaras di atas Granit Melaiurna dan Kelompok Aifam, tak selaras di bawah Formasi Sirga dan Batugamping Kais, dan kesebandingan berubah sesar dengan bancuh tak terpisahkan (SFx) dan Formasi Kemum di Sistem Sesar Sorong. Memiliki kandungan fosil Foraminifera, ganggang, ekinoida, dan pelesipoda dengan lingkungan pengendapan terumbu-depan. 9. Batuan gunung api batanta (Temb) Memiliki tebal 2000 m berumur miosen akhir-miosen awal tersebar di wilayah pegunungan kasar dan perbukitan di pulau batantan. Litologinya lava mafik sampai menengah, breksi lava, dan aglomerat, sisipan batuan gunung api, tufa radiolarian dan batugamping. Terdapat tubuh kecil dolerite, gabro, diorite dan andesit. Memiliki dasar tak



tersingkap menjemari dengan dan dibawahi batugamping dayang dan dan formasi yarifi, tak selaras dialasi batugamping waigeo, sentuhan sesar dengan formaasi saranam berhubungan dengan batugamping mandi (MAR) dan batugamping Arfak (ransiki) dengan kandungan fosil foraminifera, ganggang, koral dan briozoa dalam sisipan batugamping yang berasal dari busur gunung api kepulauan. 10. Formasi sirga (Toms) Memiliki ketebalan 200m berumur oligosen akhir – miosen awal yang tersebar dipermukaan lereng disebelah tepi selatan pegunungan morait di sumur klamesin 1, klamogun 1 dan Klamono barat 2. Litologinya berupa batupasir kuarsa dan batu lumpur gampingan dengan sisipan batugamping. Batupasir kuarsa memiliki struktur sedimen berwarna terang, berbutir halus membulat tanggung terpilah baik dan pejal. Hubungannya tak selaras diatas batu gamping faumai dan kelompok aifam, selaras dibawah batugamping kais dan batu gamping klamogun dengan kandungan fosil foraminifera, ganggang, briozoa dan sisa tumbuhan pantai sampai fluviatil. 11. Batugamping Dayang (Tomd) Memiliki ketebalan 600 m berumur oligosen akhir-miosen tengah yang tersebar di daerah perbukitan kasar di pulau batanta dengan litologi kalkarenit dengan sisipan batupasir gampingan dekat puncak batulumpur gampingan, batupasir litik dan sedikit konglomerat dengan kecur batuan gunung api dekat dasar. Hubungannya menjemari dengan formasi yarifi, menjemari dan menutupi batugamping batanta tak selaras dibawah batugamping waigeo. Kandungan fosilnya adalah foraminifera dengan lingkungan pengendapan laut dangkal terbuka. 12. Formasi yarifi (Tomy) Memiliki ketebalan 500m berumur oligosen akhir – miosen tengah tersebar di wilayah perbukitan sepanjang pantai U pulau batanta, Pulau yarifi, pulau birie dan pulau wruwarez dengan litologi batupasir tufaan, batulumpur, batupasir litik, tufa, dan aglomerat sedikit lava,



konglomerat



dan



batugamping.



Hubungannya



menjemari



dan



menutupi formasi batanta, menjemari dengan batugamping dayang, tak selaras dengan batugamping waigeo denagan kandungan fosil foraminifera di lingkungan paparan sampai laut terbuka yang berasal dari busur kepulauan. 13. Batuan gunungapi dore (Tmdo) Memiliki tebal 1000m berumur miosen yang tersebar dibagian U pulau salawati dan BL tanah besar berupa perbukitan kasar dengan litologi lava andesitan sampai basalan, breksi lava, tufa dan batuan klastikaa gunung api tengan tubuh terobosan kecil diorite. Yang memiliki hubungan dasar tak tersingkap, sentuhan sesar yang dialasi dan menjemari dengan batugamping sagewin, bersentuhan dengan formasi klasaman bancuh tak terpisahkan dan batuan ultramafik , tak selaras dibawah konglomerat sele disamakan dengan batugamping moor yang berasal dari tumbukan jalur gunung api purba. 14. Batugamping sagewin (Tmsa) Memiliki tebal kira-kira 750 m Pulau Sagewin berumur miosen, penyebarannya di perbukitan kasar di U pulau salawati dengan litologi kalkarenit, kalselulit, batulanau gampingan dan batupasir gampingan dengan sedikit sisipan tipis dari batupasir litik dan batuan gunung api dasar bersentuhan patahan dengan menutupi dan menjemari dengan batuan gunung api dore. Sentuhan sesar dengan formasi klasaman sepanjang bagiaan U dari system sesar sorong dikorelasikan dengan formasi koor bagian dari formasi waigeo dengan kandungan fosil foraminifera planktonik dilingkungan pengendapan lingkungan laut dangkal. 15. Formasi koor (Tmko) Memiliki ketebalan 500m berumur miosen yang tersebar diwilayah singkapan perbukitan berhambur yang memiliki litologi Kalsilutit berwarna kelabu gelap struktur pejal sebagian terhablur ulang dengan sisipan dari batulumpur gampingan. Memiliki hubungan tidak selaras



diatas formasi tambrau dikorelasikan dengan batugamping sagewin yang mengandung fosil foraminifera, ganggang, kepingan koral, pelesipoda, dan ekinoida. Lingkungan pengendapannya paparan laut tak mantap dengan terumur berhambur. 16. Batugamping klamogun (Tmkl) Memiliki ketebalan kira-kira 1200m berumur miosen dan penyebarannya hanya disumur eksplorasi dengan litologi batunapal, batulumpur atau serpih gampingan, batugamping lempungan berwarna gelap, struktur berlapis baik. Batugamping klastika dengan kepingan koral ganggang bagian atas memiliki hubungan selaras diatas formasi sirga menjemari dengan batugamping kais, menjemari dan selaras dengan formasi klasafet dengan kandungan fosil foraminifera, koral dan ganggang dibagian atas dengan lingkungan pengendapan laut terbuka. 17. Batugamping Kais (Tmka) Memiliki ketebalan 1370 m (termasuk terumbu berhambur di sumur B Kasim). Tersebar di wilayah pegunungan morait berupa plato berkras dan permukaan lereng, berkembang luas dibawah permukaan. Berumur miosen awal-akhir dengan litologi batugamping biosparit, biokalkarenit, biokalsilulit dan biokalsirudit pejal hubungannya menjemari dengan batugamping klamogun dan formasi klasafet selaras dibawah formasi klasafet, selaras diatas formasi sirga, tak selaras diatas batugamping faumai, kelompok aifam dan formasi kemum. Memiliki kandungan fosil foraminifera, koral, ganggang dan pelesipoda, dengan fasies anjungan laut dangkal termasuk terumbu berhambur di basal permukaan salawati. 18. Formasi klasafet (Tmk) Memiliki ketebalan 400-2000 m, tersebar di wilayah S. Warsambon berupa daerah perbukitan timbulan rendah 15km dari sorong berupa bongkah di sistem sesar sorong berumur miosen tengah – akhir, memiliki litologi batu lumpur gampingan dan batu napal



berwarna kelabu, struktur berlapis baik dengan selingan kalsilutit. Hubungannya selaras diatas dan menjemari dengan Batu gamping Kais, selaras



dibawah formasi klasaman, tak selaras dibawah



konglomerat sele bersentuhan sesar dengan formasi kemum dan kalsilutit di sistem sesar sorong, kandungan fosilnya foraminifera antar terumbu sampai laut terbuka. 19. Batugamping Waigeo (Tmpwa) Memiliki ketebalan 460 meter dengan umur Miosen akhir-pliosen dan sebarannya di pulau Mansuar berupa medan perbukitan kasar. Litologinya berupa biosparit, biokalkarenit, batulumpur, dengan kecur batuan gunugnapi dan ultramafik pada dasar. Hubungannya tak selaras di atas batuan gunungapi Batanta; Fm Yarifi, bagian dayang dan ofiolit; tak selaras di bawah Fm Marchesa.



Asalnya berupa



foraminifera , koral dan ganggang terumbu. 20. Formasi klasaman (TQk) Memiliki ketebalan 200-4500 meter dengan umur Miosen akhirplistosen dan sebarannya ditandai perubahan ke bagian daerah bergelombang dan timbulan sampai datar tetapi lurus di pulau salawati dan tanah besar setempat timbulan agak kasar yang tersesarkan. Visser dan



Hemes



(1962).



Litologinya



berupa



batulumpur,



serpih,



batulempung, batupasir, dan terutama di utara, konglomerat; jarang batugamping



terumbu



koral.



Biasanya



lapisan



batupasir



dan



konglomerat gampingan dan tepi cekungan dekat utara agak kasar, bagian atas lebih kasar dari bagian bawah. Hubungannya selaras (di S) dan tak selaras (di U) dari Fm klasafet; tak selaras dan dengan keridakselarasan sejajar di bawah konglomerat sele; menutupi granit sorong disetarakan dengan Formasi steenkol di cekungan Bintuni (Teminabuan dan Ransiki). Asalnya dari foraminifera, moluska dan koral. Bagian bawah dangkal ke utara dari luat dangkal ke delta dan teresterial; bagian atas kebanyakan paralik dan teresterial. Tempat asal



di utara, berasal dari sedimen malih, batuan gunungapi, ultramafik dari Formasi klasafet. 21. Konglomerat Asbakin (TQas) Memiliki ketebalan 500 m dengan umur Miosen akhir-Plistosen dan sebarannya di perbukitan kasar dengan sudut lereng menghadap utara sepanjang pantai utara dan tanah besar dan litologinya terdiri dari konglomerat



orto



dan



batupasir



dengan



sisipan



batulumpur.



Konglomerat: kecur terpilah buruk, aneka bahan, bentuknya menyudut sampai membulat tanggung terdiri dari batusabak, filit, kuarsa susu, batupasir, batulanau, sedikit granit diorite dan batuan gunungapai asam dalam massa dasar batulumpur dan struktur mendatar. Hubungannya kemungkinan menutupi bancuh tak terpisahkan (SFx) di sistem sesar sorong. Dipetakan sebagai bagian dari breksi yefman oleh sanvonto dkk (1985). Asalnya kemungkinan dari laut dangkal sampai terestrial dan (mungkin kipas aluvium sepanjang gawir sesar). Kecur termasuk batugamping berforaminifera. 22. Granit sorong (SFso) Tersebar di perbukitan rendah di BL tanah besar dekat sorong dengan umur Miosen Akhir-Kuarter dan litologinya granit, sedikit aplit, dan retas kuarsa dengan warna granit merah, berbutir tara biasanya tergeruskan. Hubungannya bersentuhan sesar dengan Fm kemum dan kalsilutit (SFc) di sistem sesar sorong, dibawah Fm klasaman. Berasal dari kumpulan granit yang menyusup selama massa Trias awal. 23. Breksi Yefman (SFy) Memiliki ketebalan 200 meter dengan umur Miosen akhir-kuarter dan tersebar diperbukitan tak teratur di



P. Yefman, P. Tsiof, .P



.Doom . viser & Hemes (1962). Litologinya adalah breksi anekabahan dengan warna merah muda sampai merah, keras padat, terdiri dari kecur granit merah muda, aplit, berbagai tipe batugamping, batusabak, sekies, kuarsit, batupasir dan serpentinit menyudut sampai membulat



tanggung yang ukurannya berkisar dari 0,5 - 15 cm dan diperkirakan agak beragam dan seragam diseluruh daerah singkapan; tanpa massa dasar. Perlapisan kasar dalam setiap meter dengan kedudukan rambang. Terdapat dalam bongkah dan slap kecil yang tercenangga dibatasi oleh lajur tergeruskan atau lajur katakliist. Hubungannya bersentuhan dengan setidaknya sebagian tersesarkan terhadap Fm Waiyaar di dalam sistem sesar Sorong.Asalnya, kemungkinan seluruhnya breksi sesar, tetapi juga beberapa bukti akan asal sedimen (kipas alluvium sepanjang gawir sesar). 24. Formasi batuan ultramafik (SFu) Berumur Miosen Akhir-Kuarter. Litologinya meliputi serpentinit (dipotong oleh retas asbes) piroksenit, gabro dan basalt (setempat tergeruskan). Struktur sedimennyannya berhubungsn dengan sentuhan sesar dengan Formasi Tamrau, Batuan Gunungapi Dore dan Formasi Waiyaar di sistem sesar sorong tak selaras di bawah konglomerat sele. Dipetakan sebagai bagian dari ofiolit waiyaar. Terdapat fosil foraminifera plankton dan ganggang serta lingkungan pengendapannya di laut terbuka. 25. Formasi Kalsilutit (SFc) Berumur Miosen Akhir-Kuarter memiliki ketebalan sampai 300 m dengan penyebaran di daerah bukit bertonjolan dan pematang lurus yang terpotong-potong di dalam Sistem Sesar Sorong. Litologinya kalsilutit kelabu gelap sampai terang, batugamping mikritan kelabu, breksi batugamping dan sedikit kalsirudit putih. Struktur sedimennya bersentuhan sesar dengan bancuh tak terpisahkan di sistem sesar sorong termasuk Batugamping Asbakin. Terdapat fosil foraminifera plankton dan ganggang tdi lingkungan pengendapan laut terbuka. 26. Formasi Bancuh tak terpisahkan (SFx) Berumur Miosen Akhir-Kuarter sebarannya berada di dalam system sesar sorong di tanah besar daripada pulau Salawati berupa daerah perbukitan tak beraturan sampai terpisahkan dan pematang



lurus yang tak menerus dan gawir sesar. Litologinya meliputi bancuh sesar yang terdiri dari kepingan tektonika ysng sangat berbeda dengan deformasi dan litologi beragam yang tak terpetakan pada skala 1:250.000, terutama berasal dari bagian utara Bongkah Kemum. Tipe batuan yang sering terdapat adalah berbagai tipe batugamping yang umurnya berkisar antara Kapur Akhir sampai Miosen Tengha, batulumpur gampingan arenit litik, arenit kuarsa, konglomerat, arkosa, sedimen malih dan setempat serpentinit, periodotit piroksenit, batuan gunungapi mafik dan granitoid. Struktur sedimennya yaitu bersentuhan sesar dengan Formasi klasafet dan beberapa satuan yang terpetakan di system sesar sorong, diperkirakan ditutupi oleh Konglomerat Asbakin. Fosil yang terdapat yaitu foraminifera Kapur Akhir sampai Miosen Tengah, koral, moluska dan kepingan ekinoida. Breksi sesar besar yang umur komponenya berkisar dari Silur-Devon sampai Miosen Tengah. 27. Formasi Marchesa (TQm) Berumur Plistosen memiliki ketebalan 780 m dengan penyebaran di pulau Batanta berupa daerah perbukitan (Visser & Hermes 1962). Litologinya meliputi konglomerat anekabahan, batupasir dan sedikit batulempung gampingan dan tak gampingan. Struktur sedimen tak selaras di atas bagian Waigeo, Batuan Gunungapi Batanta dan Formasi Yarifi dengan adanya fosil kepingan cangkang di batulempung gampingan umumnya terdapat di foraminifera dan terdapat di lingkungsn laut terbuka. 28. Satuan Konglomerat Sele (Qps) Berumur Plistosen memiliki ketebalan sampai 120 m dengan penyebarannya di T Sorong sampai Tanjung Yamtup dan bagian S pulau Salawati kebanyakan berupa dataran (Visser & Hermes 1962). Litologinya meliputi Konglomerat beranekaragam, dan sedikit batupasir dan batulumpur dengan sisa tumbuhan. Konglomerat terdiri dari kerakal dan bongkah dari andesit , basal, sedimen malih, granit



dan batupasir kuarsa di dalam masadasar pasir kuarsa berfeldspar yang pengerasannya sangat buruk serta batulumpurnya meliputi abu-abu, lunak. Struktur sedimennya tak selaras dengan ketakselaran sejajar diatas formasi Klasaman, tak selaras diatas formasi klasafet, bancuh tak terpisahkan (SFx), batuan ultramafic (SFu), Formasi Kemum, Granit Sorong dan Batuan Gunungapi Dore di dalam Sistem Sesar Sorong. Lingkungan pengendapannya berupa Daratan. 29. Satuan Terumbu Koral Terangkat (Qc) Berumur kuarter memiliki ketebalan sampai 20 m dengan penyebarannya meliputi Pulau Yefman, Pulau Waiji Utara, Pulau Batanta Timur dan pulau-pulau di Utara, BaratLaut dan Barat. Litologinya



batugamping



dan



rombakan



dengan



lingkungan



pengendapannya Terumbu Koral 30. Satuan Endapan danau (Ql) Berumur kuarter dengan ketebalan sampai 100 m, dengan sebarannya berada di lembah Warsamson. Litologinya meliputi lumpur, pasir, kerikil dan gambut serta struktur sedimennya tak selaras diatas beberapa satuan tua dengan lingkunga pengendapan danau antar gunung. 31. Satuan Endapan alluvium dan litoral (Qa) Berumur kuarter dengan ketebalan 30 m dengan penyebaran meliputi di U pulau Batanta, pantai Selat Segewin dan kepulauan di sebelah BL dan B berupa dataran dan tanah datar di S tanah besar dan S Pulau Salawati dataran berawa. Litologinya meliputi pasir, kerikil, lumpur, bahan tumbuhan dan gambut, struktur sedimen tak selaras diatas beberapa satuan tua dengan lingkungan pengendapannya fluviatil, litoral (di S berupa dataran banjir sampai delta dan di U dataran banjir, aluran dan pantai). Berdasarkan stratigrafi regional geologi lembar sorong, wilayah penelitian masuk kedalam empat formasi pada sistem sesar sorong yaitu



Formasi Kemum (SDk), Batuan gunungapi dore (Tmdo), Granit Sorong (SFso) dan formasi batuan ultramafik (SFu).



Gambar 2.2. Chart stratigrafi lembar sorong (Sumber:Pusat Penelitian dan Pengembangan geologi, 1990)



2.1.3. Struktur geologi regional Keempat mandala geologi yang dapat dikenali di Sorong terpisahkan yang satu dengan yang lain oleh sesar. Bongkah Kemum batasi di utara oleh sistem sesar Sorong. Bongkah Tamrau dibatasi oleh sistem sesar Sorong di selatan, dan dari Mandala Batanta-Waigeo terpisahkan oleh Sesar Sagewin di lepas pantai, yang ditafsirkan terentang sepanjang Selat Sagewin dan memanjang ke timur-timurlaut. Kepulauan Kofiau, Boo, Fam dan Doif, dan Pulau Mansua, juga termasuk Mandala Batanta –Waigeo. 1. Bongkah Kemum Menempati sebagian besar Sorong yang dialasi kerak benua. Batuan endapan malihan dasar bongkah ini (Formasi umum) teriuk dan termalihkan Devon akhir sampai Karbon Awal. Orogenesis itu diikuti oleh kemagmaan granit pada Karbon Awal (Granit Melaiurna), dan mungkin pula Mesozoikum. Lipatan dalam Formasi Kemum kebanyakan mempunyai permukaan sumbu yang curam sampai tegak. Ukuran lipatan berkisar dari beberapa desimeter sampai beberapa meter dan umumnya terdapat pandunan bidang sumbu yang kelihatan jelas oleh belahan menyabak. Derajat malihan batuan itu adalah berderajat terendah fasies sekis hijau (mintakat klorit). Dalam bongkah Kemum dipetakan tiga kawasan yaitu Tinggian Ayamaru yang memanjang dari Teminabuan sampai bagian paling timur Sorong. Jalur Lipatan Morait yang menekup Tinggian Ayamaru di timurlaut dan Cekungan Salawati yang meliputi Pulau Salawati bagian selatan dan tengah dan bagian baratdaya daratan Irian Jaya. Tinggian Ayamaru (Visser & Hermes, 1962) adalah corak dengan batasan yang tak jelas, yang memisahkan cekungan Bintuni di timur (pada bagian Taminabuan, Ransiki, Fak-Fak, dan Steenkool) dari Cekungan Salawati. Jalur



Lipatan



berdampingan



Morait



dengan



mempunyai



Sistem



Sesar



alas



yang



Sorong.



terangkat



Struktur



itu



mencerminkan kesenjangan dalam pengangkatan, yang di sisi utara



lebih kuat dengan Formasi Kemum tersingkap disana. Batuan anjungan yang menindih Formasi Kemum di utara itu tercangga menjadi struktur antiklin yang melebar sejajar Sistem Sesar Sorong yang kurang nyata. Di selatan, pada Batugamping Kais berkembang beberapa antiklin sempit, sepusat dan setangkup, yang berarah ke timur, salah satu di antaranya dengan panjang 25 km. Batuan di jalur lipatan itu tersesarkan oleh banyak sesar. Sesar itu umumnya terpusat sekitar sederet sesar turun yang berarah ketimur dan mengumpul ke timur di MAR, serta berlanjut sejauh 75 km hingga menyatu dengan Sistem Sesar Sorong. Dalam jalur sesar itu, Batugamping Kais dan Formasi Sirga membentuk permukaan yang luas dengan kemiringan kecil sampai sedang ke selatan. Sejumlah sesar itu miring terhadap arah utara yang ke timur menyebabkan tergesernya sumbu antiklin. Cekungan Salawati Berumur Miosen awal sampai plistosen, meluas dari bagian barat daratan Irian Jaya ke separuh bagian selatan Pulau Salawati. Di utara cekungan itu terpotong oleh Sistem Sesar Sorong. Di timur batasnya sulit ditentukan karena di sana berakhir di Tinggian Ayamaru, yang tertutup oleh lapisan tipis endapan cekungan dan yang lebih muda (Qa) yang mengendap ketika laju pengendapan lebih besar daripada pengangkatan. Ke selatan dan barat cekungan itu meluas ke Laut Seram, dan di sana batasnya sulit dipastikan. Hasil dari eksplorasi minyak bumi menyimpulkan bahwa kejadian pembentukan ketidakselarasan sejak Oligosen langsung di suhu penyimpanan dari cekungan. Tahap awal pengendapan dalam cekungan ini menyangkut Batugamping Klamogun menggambarkan pengendapan di laut terbuka sedangkan lebih jauh ke timur terjadi timbunan tidak teratur batugamping anjungan (Batugamping Kais). Tetapi perkembangan utama cekungan baru mulai pada Miosen terakhir, ketika pengangkatan di utara sebagai akibat tekanan disepanjang Sistem Sesar Sorong menyebabkan masuknya rombakan klastika silika anekabahan (Formasi Klasaman dan Konglomerat Sele).



Berbeda dengan di Pulau Salawati, endapan isian cekungan yang terdapat di selatan Sistem Sesar Sorong hampir tak tercacatkan. Sejumlah antiklin setempat dan pendek-pendek yang menunjam, dan sinklin, dan sesar mengarah ke barat merupakan kelanjutan ke barat jalur lipatan Morait. Pada kumpulan sesar turunnya yang berarah baratdaya memotong Formasi Klasaman di selatan struktur tersebut bersama-sama sesar yang terdiri dari banyak bagian di sepanjang Selat Sele. Hal itu menggambarkan tahapan nisbih akhir dari pemandangan yang berhubungan dengan perenggutan di sepanjang sistem sesar sorong struktur sinklin dengan arah baratdaya sebagaimana tergambar pada peta didaratan irian jaya baratdaya boleh jadi merupakan lenturan kebawah sebagai hasil padatan dari pusat pengendapan cekungan salawati. Disana perbandingan endapan klastika halus terhadap batugamping yang sangat kasar. 2. Sistem Sesar Sorong Sistem sesar sorong menjulur dari daratan irian jaya bagian utara, tempat sesar itu sebagian mengikuti garis pantai, menyeberangi selat sele menuju bagian utara pulau salawati. Lebarnya 10km dan mengarah barat sampai baratdaya. Sistem sesar itu berkembang sebagai penyesaran menjurus dan turun-wajar di sepanjang bidang sesar yang terputus-putus, lurus sampai melengkung, berjalin-jemalin dan sedikit atau banyak berarah ke barat sepanjang beberapa utara sesar



itu



batuannya



sangat



terabak,



umumnya



menunjukkan



perpindahan menyamping dan tempat terbentuk milonit dan kataklasit. Batas sungai warsamson yang berarah timur – barat dan pematang sempit-sempit yang memanjang di utaranya terkendali oleh sejumlah sesar yang menentukan batas selatan struktur tersebut. Sistem sesar sorong umumnya di tafsirkan sebagai sesar wilayah geser-jurus menyamping membentuk jalur perenggutan antara lempeng Australia – india diselatan dan lempeng-lempeng disebelah utara. Perpindahan geser garis tengah jurus itu ditunjukan oleh kepanjangan



struktur menyamping oleh jenis batuan dan sejarah geologi yang berbeda dari dua bongkah yang sebelahnya. Pergindahan geser mengiri hanya bisa ditentukan secara tak langsung, kecuali. Beberapa sungai di MAR. Gcrakan mutlak lempeng Australia-India kira-kira 8 cm/tahun ke utara-timurlaut (AAPG, 1981) dan lempeng Pasifik sebesar 10 cm/tahun ke barat sampai baratlaut, paling tidak sejak Kala Miosen menunjukkan kebenarannya akan adanya suatu komponen penting gerakan menyamping ke kiri di sepanjang rantas yang mana pun pada kedua lempeng tersebut yang berarah-barat, seperti Sistem Sesar Sorong Pergerakan sesar jurus



di sepanjang Sistem Sesar Sorong



boleh jadi berlangsung dari Miosen sampai Pliosen, dan setelah itu terjadi penyesaran yang kebanyakan geser-sudut bersudut tinggi disertai pengangkatan sewilayah bagian utara dan timur Kepala Burung pada Kala Pliosen dan Kuarter. Batuan termuda yang teriuk oleh pembreksian yang berhubungan dengan penyesaran geser-jurus utama, berumur Miosen Tengah. Di daratan Irian Jaya bagian barat ada beberapa jerambai utama dari sistem sesar itu yang tertindih oleh Konglomerat Sele yang berumur Plistosen 3. Bongkah Tamrau Bongkah Tamrau tersingkap di ujung timur laut dan baratlaut daratan Irian Jaya dan bagian utara Pulau Salawati. Satuan tertua yang dipetakan disana adalah Formasi Tamrau, yang tara waktunya formasi Waiyaar di Pulau Salawati tampaknya dibatasi oleh Sistem Sesar Sorong Batuan kedua satuan itu secara diagenesis berubah atau malih menjadi fasies sekis hijau berderajat rendah (mintakat klorit), dan umumnya



terdapat



belah



menyabak,



sejajar-tanggung



dengan



perlapisannya dan hanya sedikit berasuk (hanya tampak di bawah mikroskop). Sudut kemiringan belahan maupun perlapisan biasanya sedang sampai curam dan setempat teriuk menjadi lipalan mesoskopik ketat. Setempat terdapat belahan berongak sekunder dan lipatan tahap awal. Alas yang berumur mesozoikum itu tertindih selaras oleh batuan



karbonat miosen. (Formasi Koor) tak malih meskipun sebagian Sagewin) berjemari dengan batuan gunungapi dan diterobos oleh kelas diorit sekerabat magma Batuan Gunungapi Dore yang memberi kesan bahwa pencenanggaan dan pemalihannya terjadi selama Paleogen. Sesar geser-jurus dan turun-wajar yang terutama berarah ke barat hingga baratdaya di Bongkah Tamrau adalah pasca-Miosen, dan boleh jadi berhubungan dengan Sistem Sesar Sorong 4. Mandala Batanta Waigeo. Tersingkap di Pulau Batanta, Pulau Waigeo, beberapa pulau yang ada di antara kedua pulau itu, dan pulau-pulau di barat Pulau Salawati. Segi kesamuderaan mandala ini ditunjukkan oleh keterdapatan secara meluas batuan gunungapi busur kepulauan dan batuan ultramafik. Batas antara mandala ini di Pulau Batanta dan Bongkah Tamrau ditafsirkan terdapat di sepanjang sesar yang mengikuti Selat Sagewin (Sesar Sagewin). Garis pantai baik Pulau Batanta bagian selatan maupun Pulau Salawati bagian utara cukup lurus dan mungkin dikendalikan oleh sesar itu. Di Pulau Batanta batuannya terangkat sedang ke utara di sepanjang persesaran yang rumit yang berarah ke barat menyebabkan timbulnya bentangan alam yang membongkah dan terkeping. Pengangkatan dan pengungkitan ke utrara boleh jadi berlangsung terus sampai hari ini. sebagaimana ditunjukkan oleh koral yang terangkat di timur dan garis pantai utara yang tersuak sangat kuat. Batugamping Dayang yang berumur Miosen hanya tersesarkan agak sedikit lebih kuat daripada batuan Formasi Marchesa yang berumur Plio-Plistosen, yang memberi kesan bahwa kejadian itu sebagian besar selesai pada akhir Kala Miosen. Berdasarkan peta geologi regional geologi lembar sorong, mandala geologi dan unsur tektonik utama yang bekerja pada wilayah pemetaan adalah sistem sesar sorong.



Gambar 7.3. Mandala geologi dan unsur tektonik utama (Sumber:Pusat Penelitian dan Pengembangan geologi, 1990)



2.2.



Dasar Teori



2.2.1. Tinjauan Umum Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi serta proses-proses yang berlangsung terhadap permukaan bumi sejak bumi terbentuk sampai sekarang. 1. Aspek-aspek geomorfologi (Karmono Mangunsukardjo,1986) a. Studi mengenai bentukan lahan -



Morfologi : Aspek-aspek yang bersifat pemerian suatu daerah antara lain teras sungai, pantai, kipas alluvial dan plato.



-



Morfometri : Aspek-aspek yang bersifat kuantitatif dari suatu daerah seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian, beda tinggi, kekerasan



medan, bentuk lembah , tingkat



pengikisan dan pola aliran. b. Studi mengenai proses ggeomorfologi -



Morfo-struktur pasif meliputi litologi (tipe dan struktur batuan) yang berhubungan dengan pelapukan.



-



Morfo-struktur aktif yang berupa tenaga endogen.



-



Morfo-dinamik yang berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga angin, air, es, gerak masa batuan dan volkanisme.



c. Studi geomorfologi yang menekan pada evolusi pertumbuhan Bentukan lahan atau morfo-kronologi menentukan dan memerikan bentukan lahan dan proses yang mempengaruhi dari segi umur relatif dan umur mutlak. d. Studi



geomorfologi



yang



mempelajari



hubungan



dengan



lingkungan yaitu hubungan antara bentuklahan dengan unsur-unsur bentang alam seperti batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan. 2. Klasifikasi a. Berdasarkan relief / topografi



-



Relief merupakan keadaan tinggi rendah suatu wilayah dipermukaan bumi ditinjau dari segi perbedaan tinggi dan kemiringan lereng.



-



Topografi menyatakan ketinggian tempat di permukaan bumi dengan satuan ketinggian tertentu . Table 2.1 Klasifikasi Lereng Van Zuidam (1985) Kelas lereng 0°-2° (0%-2%) 2°-4° (2%-7%) 4°-8° (7%-15%) 8°-16° (15%-30%) 16°-35° (30%-70%) 35°-55° (70%-



Jenis lereng Datar Sedikit miring Miring Agak curam Curam



warna Hijau tua Hijau muda Kuning Orange Mearah muda



Simbol



Sangat curam Merah tua 140%) >55° (>140%) Curam ekstrim Ungu tua Dalam penentuan persen (%) kemiringan lereng diguanakan



rumus : % Kemiringan Lereng =



(n−1) x IK x 100% JH x SP



Dimana : n = Jumlah Kontur IK = Interval Kontur JH = Jarak Horizontal SP = Skala Peta (meter) b. Berdasarkan Genesis Berdasarkan genesis yang terbentuk akibat pengaruh dari proses-proses geomorfologi berupa aspek kandungan unsure batuan dan struktur batuan serta tenaga endogen dan eksogen. No 1 2 3 4 5 6 7 8



Satuan Struktural Vulkanik Denudasional Marine Flufial Glasial Karst Eolian



Warna Ungu Merah Coklat Hijau Biru tua Biru muda Orange Kuning



3. Tahap perkembangan sungai



-



Tahap awal (initial stange) dicirikan oleh sungai yang belum teratur, umumnya berkembang di daerah daratan pantai yang mengalami pengankatan atau diatas permukaan lava yang masih baru.



-



Tahapan muda merupakan sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi



kearah vertikal.



Umumnys profil



lembahnya membentuk huruf ‘V’ -



Tahapan dewasa dicirikan oleh adanya pembentukan dataran banjir dan semakin lama samakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang berbentuk meander, provil sungainya sudah berubah dari bentuk ‘V’ kebentuk ‘U’



-



Tahap tua dicirikan oleh arah erosi lateral yang dominan serta banyakan rawa-rawa, profil sungainya membengtuk seperti huruf ‘U’



4. Peremajaan sungai (rejuvenation) proses terjadinya erosi kearah vertical pada sungai berstadia dewasa akibat pengangkatan dan stadia sungai kembali menjadi stadia muda. 5. Pola Aliran Sungai -



Pola Aliran Denritik merupakan pola aliran yang cabangcabang sungainya menyerupai struktur pohon, pada umumnya dikontrol oleh litologi batuan yang homogen.



-



Pola Aliran Radial merupakan pola aliran yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukit intrusi.



-



Pola



Aliran



Rectangular



merupakan



pola



aliran



yang



berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus mengikuti system kekear. -



Pola Aliran Trellis merupakan pola aliran yang menyerupai bentuk pagar, dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus



sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya bersasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya. -



Pola Aliran Multibasinal merupakan pola aliran yang tidak sempurna, kadang tampak dan tidak tampak dipermukaan bumi. Berkembang pada kawasan karst atau morfologi gurun.



-



Pola Aliran Annular merupakan pola aliran yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu kearah downstream arah aliran kembali bersatu, dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi laccolith.



-



Pola Aliran Paralel merupakan pola aliran yang terbentuk pada morfologi lereng yang curam/terjal dengan kemiringan lereng yang seragam



-



Pola Aliran Concorted merupakan pola aliran yang arah alirannya berbalik arah. Pola lipatan yang tidak beraturan memungkinkan terbentuknya suatu belokan pada lapisan sedimen yang ada.



2.2.2. Tinjauan Umum Petrologi Petrologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan geologi yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, mencakup aspek pemerian (deskripsi) dan aspek genesa - interpretasi. Untuk penelitian mengarahkan penamaan batuan pada pengamatan batuan hanya secara megaskopis dengan



pemerian



berdasarkan



aspek-aspek



pengamatan



langsung



dilapangan. Aspek pemerian antara lain meliputi warna, tekstur, struktur, komposisi, berat jenis, kekerasan, kesarangan (porositas), kelulusan (permeabilitas) dan klasifikasi atau penamaan batuan. Aspek genesa– interpretasi mencakup tentang sumber asal (source) hingga proses atau cara terbentuknya batuan.



1. Batuan beku a. Letak pembentukan batuan beku Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering disebut batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi; sering disebut batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi dekat permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub volcanic intrusion. b. Warna batuan beku Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu



berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. c. Tekstur batuan beku Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum dan sesedah kristalisasi, mengacu pada kenampakan butir-butir mineral, meliputi : -



Kristalinitas Kristalinitas meliputi komponen (massa) penyusun batuan beku tersebut, dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :  Holokristalin, apabila batuan tersusun semuanya oleh kristal.  Holohialin, apabila batuan tersusun seluruhnya oleh gelas atau kaca.  Hipokristalin, apabila batuan tersusun sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.



-



Granularitas Didefinisikan sebagai besar butir pada batuan beku, pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:  Afanitik adalah kenampakan batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal penyusunnya tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.  Fanerik adalah kenampakan batuan beku berbutir kasar sehingga mineral/kristal penyusunnya dapat diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.



-



Bentuk kristal Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:  Euhedral apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal



 Subhedral apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.  Anhedral apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang asli. -



Hubungan antar kristal Hubungan antar kristal / relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar krital dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :  Equigranular, apabila kristal penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur sakaroidal adalah tekstur dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.  Inequigranular, jika ukuran butir kristal penyusunnya tidak sama.



-



Struktur Struktur batuan beku sebagian besar pada umumnya hanya dapat dilihat di lapangan saja, misalnya :  Masif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur masif.  Berlapis, terjadi sebagai akibat pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda pada saat pembekuan.  Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan.  Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.  Struktur batuapung



(pumiceous



structure) adalah



struktur vesikuler dimana di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.



 Struktur amigdaloidal (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral-mineral asing atau sekunder.  Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran. Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh



setangan



(hand



specimen)



di



laboratorium.



Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan. -



Komposisi mineral Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku terdapat mineral utama pembentuk batuan (essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals) dan mineral sekunder (secondary minerals).  Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan magma, dalam jumlah melimpah sehingga kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.  Accessory minerals, adalah mineral yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma tetapi jumlahnya sangat sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan batuan. Mineral ini misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral primer, karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.



 Secondary minerals adalah mineral ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan, reaksi hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma. Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.  Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).  Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku, berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik dibagi menjadi tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa.  Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan Fe. Mineral mafik terdiri dari olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit dan muskovit. Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), antara lain :  Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.  Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 52% – 66%. Contohnya adalah dasit.  Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 45% – 52%. Contohnya adalah andesit.



 Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt. 2. Batuan Piroklastik a. Erupsi gunung api Erupsi



gunungapi



merupakan



gejala



awal



munculnya



gunungapi baru atau aktifnya gunungapi lama. Sifat erupsi gunungapi dapat terjadi karena adanya tekanan dari dalam bumi yang cukup besar sehingga mampu mengalahkan tekanan beban diatasnya. Berdasarkan sumber kejadiannya erupsi vulkanik dibedakan (Fisher, 1984) : -



Erupsi Piroklastik adalah erupsi yang terjadi akibat kegiatan magma itu sendiri.



-



Erupsi Hidrovulkanik yaitu sistem magmatik berinteraksi erat dengan lingkungan sehingga menghasilkan suatu rangkaian proses yang rumit dan terjadi dalam waktu yang relatif sangat singkat.



b. Material hasil aktivitas gunungapi Secara umum produk dari erupsi gunungapi bisa dibedakan atas : -



Gas Volkanik Pada waktu erupsi, gas dikeluarkan dalam jumlah besar dengan gaya yang kuat. Gas-gas tersebut dihasilkan oleh proses degassing sebelum terjadi erupsi. Menurut "Volcanoes" gas-gas yang dikeluarkan oleh erupsi gunungapi biasanya berupa campuran



uap



air,



hidrogen,



karbonmonoksida,



karbondioksida, hidrogen sulfida, sulfur dioksida, sulfur trioksida, klorin dan asam klorida, dalam berbagai proporsi. -



Aliran Lava Lava adalah magma yang keluar dari permukaan bumi. Tingkat keenceran lava akan mempengaruhi morfologi dari aliran lava yang dibentuknya. Lava dengan viskositas rendah



akan meleleh dengan pelamparan luas tapi tidak tebal. Sedang lava yang agak kental maka pemekarannya berjalan lambat dengan penyebaran tidak begitu luas tapi sangat tebal. Bentuk-bentuk dan struktur hasil penbekuan lava memiliki ciri-ciri berbeda tergantung sifat-sifat lavanya. Untuk lava yang membeku didarat, bentuk dan strukturnya dipengaruhi oleh jarak aliran dan viskositasnya, antara lain :  Lava Pahoe – hoe Dicirikan



oleh



bentuk



yang



terlipat



-



lipat



pada



permukaannya. Bentuk ini terjadi oleh adanya aliran atau gerak lava di bawah bagian yang membeku. Biasanya terjadi pada lava basalt dengan viskositas rendah.  Lava AA Dicirikan oleh permukaan yang tidak teratur, runcingruncing dan permukaan kasar. Permukaan runcing ini terbentuk oleh pecahan permukaan lava saat pembekuan.  Lava Blok Dibedakan dari lava AA karena bentuk yang sudah lebih teratur



dan



mempunyai



permukaan



yang



halus..



Pembentukan blok-blok pada jenis ini juga dipengaruhi oleh pemecahan permukaan lava yang sedang membeku pada aliran lava (autobreksiasi). -



Volkaniklastik Merupakan seluruh material lepas yang dibentuk oleh proses fragmentasi, dihamburkan oleh berbagai macam agen transportasi, diendapkan pada berbagai lingkungan atau tercampur dengan fragmen non volkanik.



c. Klasifikasi -



Berdasarkan asal-usul fragmen Mac Donald (1972)  Essential : Fragmen berasal langsung dari pembekuan magma segar.



 Accessor : Fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang terdapat pada kerucut volkanik.  Accidental : Fragmen yang berasal dari batuan lain yang tidak menunjukkan gejala pembekuan, metamorfisme. -



Berdasarkan ukuran fragmen Klasifikasi oleh Wenworth dan Williams (1932) dalam Pettijohn  Breksi Volkanik : Tersusun dari fragmen – fragmen diameter > 32 mm, bentuk fragmen meruncing.  Aglomerat : Fragmen berupa bom – bom dengan ukuran > 32 mm.  Lapili / Tuf Lapili : Fragmen tersusun atas lapili yang berukuran 4 mm – 32 mm.  Tuf Kasar : Fragmen – fragmen tersusun atas abu kasar dengan ukuran butir terletal antara 0,25 mm – 4 mm.  Tuf Halus : Fragmen – fragmen tersusun atas abu halus dengan ukuran < 0,25 mm.



-



Berdasarkan komposisi fragmen Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuf dapat diklasifikasikan menjadi :  Vitric Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari gelas (Heinrich, 1956). Tuf vitrik merupakan hasil endapan primer material letusan gunungapi. Komposisi umumnya bersifat riolitik, meskipun juga dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik, andesitik dan basaltik. Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-inklusi magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya tidak berwarna, tetapi apabila berkomposisi basaltik berwarna kuning sampai coklat. Fragmen-fragmen berupa kristal dan fosil terkadang dijumpai, walaupun dalam prosentase yang kecil. Mineral-mineral bisa berupa



mineral penyusun riolit, andesit dan lain-lain. Mineral skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon, kuarsa, oksida-oksida besi dan lain-lain. Macam – macam vitric tuff antara lain ; tuff palagonit, ignimbrit, tuff pisolit.  Lithic Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari fragmen batuan. Penyusun dominan berupa fragmenfragmen batuan. Gelas dijumpai dalam jumlah yang relatif sedikit. Fragmen tersebut biasanya berupa fragmen batuapung, skoria, obsidian, andesit, basalt, granofir, batuan beku hipo-abisik bertekstur porfiritik atau halus. Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik maupun sedimen, Heinrich (1956).  Crystal Tuff : tuf dengan penyusun utama kristal dan pecahan – pecahan kristal. Komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai berjumlah sedikit. Tuf kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biotit, hornblende, lain yang terkadang dijumpai seperti augit. Tuf kristal yang mengandung tridimit. Tuf kristal dasitik, yaitu kristal hornblende, hipersten, andesin, magnetit dan augit banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada tuf kristal basaltik, tersusun atas olivin, augit, magnetit dan labradorit. 3. Batuan sedimen a. Tekstur -



Ukuran butir Tabel 8.1 Klasifikasi ukuran butir (Wentworth, 1922)



Besar butir (mm) > 256 64 – 256 4 – 64



Nama butiran Bongkah (boulder) Brangkal (couble) Kerakal (pebble)



2–4 1–2 0,5 – 1 0,25 – 0,5 0,125 – 0,25 0,06 – 0.125 0,004 – 0,06 < 0,004



-



Kerikil (gravel) Pasir sangat halus (very coarse) Pasir kasar (coarse) Pasir menengah (medium) Pasir halus (fine) Pasir sangat halus (very fine) Lanau (silt) Lempung (clay)



Pemilahan  Terpilah baik (well sorted), diperlihatkan oleh ukuran besar butir yang seragam.  Terpilah buruk (poorly sorted), memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung hingga kerikil hingga bongkah.



-



Kebundaran (Roundness)  Membundar sempurna  Membundar  Agak membundar  Agak menyudut  Menyudut



-



Kemas  Kemas Tertutup, batuan sedimen yang memiliki sedikit ruang antar butir.  Kemas Terbuka, adanya banyak ruang atau rongga antar butir yang cenderung tertutup yang memiliki ukuran butir pasir halus hingga lempung karena pada ukuran tersebut cenderung sekali memiliki ruang antar butir.



b. Struktur -



Perlapisan dan laminasi (bedding dan lamination)



 Normal current bedding yaitu perlapisan karena arus normal, misal: perlapisan sejajar.  Cross bedding (perlapisan silang siur) yang terjadi akibat adanya perubahan arah arus.  Graded bedding (perlapisan tersusun), yang terjadi karena adanya pemilahan ukuran butir halus ke kesar atau sebaliknya. -



Freature of bedding planes yaitu bentuk dari permukaan lapisan selama proses sedimentasi.  Ripplemark yaitu bentuk permukaan bergelombang karena adanya proses arus satu arah  Mud crack yaitu bentuk retak-retak pada lapisan lumpur, biasanya berbentuk segi lima.  Rain drops prints yaitu bekas titik-titik air hujan pada permukaan batuan



4. Batuan Metamorf a. Tekstur -



Tekstur kristaloblastik Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi.  Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan



beku),



hanya



kristal



besarnya



disebut



porfiroblast.  Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.  Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.  Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.



 Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.  Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral. -



Tekstur palimpsest Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa diamati.  Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.  Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.  Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir.  Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.



b. Struktur -



Struktur foliasi  Struktur



Skistose:



struktur



yang



memperlihatkan



penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.  Struktur



Gneisik:



struktur



yang



memperlihatkan



penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.  Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).  Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar. -



Struktur non-foliasi



 Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.  Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.  Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.  Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.  Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.  Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensalensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.  Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik,hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.  Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus atau fibrous. c. Klasifikasi



Tabel Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986)



2.2.3. Tinjauan Umum Struktur Struktur Geologi adalah gejala – gejala dan bentuk atau bangun arsitektur dari lapisan kerak bumi, yang terbentuk sebagai akibat dari 2 (dua) proses geologi, yaitu proses yang bersamaan dengan pembentukan batuan itu sendiri (proses primer) dan proses yang bekerja kemudian setelah pembentukan batuan (proses sekunder). Berdasarkan terjadinya, dikenal adanya dua macam struktur batuan yaitu struktur primer dan sekunder.



1. Struktur Primer, yaitu suatu struktur yang dibentuk bersamaan dengan terbentuknya batuan tersebut. Struktur primer terbagi menjadi ; a. Struktur perlapisan, misalnya laminasi, graded bedding, croos bedding, planar bedding, riplle marks. b. Struktur sedimen, misalnya load cast, flute cast, mud crack, bioturbasi dan sebagainya. c. Struktur aliran lava. 2. Struktur Sekunder, yaitu suatu struktur yang terbentuk setelah terjadi pengendapan batuan. struktur ini berupa deformasi akibat adanya gaya – gaya yang berasal dari dalam bumi, yang menimpah batuan, sehingga batuan menjadi retak – retak, terlipat, bergeser dari kedudukan semula. Hal ini dipengaruhi oleh : a. Arah dan kekuatan gaya yang bekerja pada batuan: Gaya tekanan pada umumnya tekanan tangensial (mendatar), menghasilkan gejala – gejala perlengkungan dan gejala – gejala patahan pada batuan sediment, sedangkan gaya tarikan menghasilkan patahan saja. b. Sifat fisik batuan, misalnya kekompakan, kekerasan, plastisitas. c. Perubahan batuan oleh pengaruh kimia. Macam – Macam Struktur Sekunder : a. Kekar (Joint), yaitu rekahan – rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan/hilangnya tekanan, dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. b. Sesar (Fault), yaitu rekahan – rekahan batuan pada kulit bumi, yang mengalami pergeseran yang arahnya sejajar dengan bidang rekahannya satu terhadap yang lainnya. Patahan terjadi karena tekanan (kompresi) yang kuat serta berlangsung sangat cepat, sehingga tekanan tersebut melampaui titik patah atau plastisitas batuan yang menyebabkan batuan tersebut patah dan



tergeser. Sesar merupakan jalur lemah, yang lebih banyak terjadi pada lapisan yang keras dan rapuh. Klasifikasi



sesar



berdasarkan



sifat



pergeseran



relatif



sebenarnya : -



Strike slip fault, adalah pergeseran relatif sebenarnya searah jurus bidang.  Left – handed strike fault, jika pergeseran relatif terlihat bergerak ke arah kiri.  Right – handed strike fault, jika pergeseran relatif terlihat bergerak ke arah kanan.



-



Dip slip fault, adalah pergeseran relatif sebenarnya searah kemiringan bidang sesar.  Normal slip fault, bila HW relatif turun terhadap FW dengan dip sekitar 600.  Reverse slip fault, bila HW relatif naik terhadap FW dengan dip > 450.  Low angle normal slip fault, bila HW relatif turun terhadap FW dengan dip < 450.  Thrust slip fault, bila HW relatif naik terhadap FW dengan dip < 450 (± 300).



-



Oblique slip fault, adalah pergeseran miring relatif sebenarnya terhadap bidang sesar. Untuk penamaan sesar memakai kombinasi dip dan strike fault, seperti dibawah ini.



 Normal left slip fault (Normal left-handet slip fault)  Normal right slip fault (Normal right-handet slip fault)  Reverse left slip fault (Reverse left-handet slip fault)  Reverse right slip fault (Reverse right-handet slip fault) -



Rotational fault, adalah yang memperlihatkan pergeseran berputar pada bidang sesarnya.  Clockwise rotational fault, blok yang berlawanan bergerak searah jarum jam.



 Anticlockwise rotational fault, blok yang berlawanan bergerak berlawanan arah jarum jam. Berdasarkan uji ketahanan batuan, Anderson, 1951, mengetahui bahwa kondisi tegasan yang menyebabkan terjadinya patahan pada suatu tubuh batuan. Bahwa sudut antara bidang patahan dengan arah tegasan utama harus lebih kecil dari 450atau dengan kata lain arah tegasan utama harus diapit oleh dua bidang conjugate yang membentuk sudut lancip (< 900). Oleh karena itu, kita dapat menentukan arah dari tegasan utama bila didapatkan 2 bidang conjugate. Dari hasil tersebut Anderson membuat suatu pemodelan yang menjelaskan hubungan antara pola tegasan dan bidang patah yang terbentuk, dengan kesimpulan :  Sesar normal terbentuk bila σ1 vertikal.  Sesar mendatar terbentuk bila σ2 vertikal.  Sesar naik terbentuk bila σ3 vertikal. 2.2.4. Tinjauan Umum Stratigrafi Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari lapisan-lapisan batuan serta hubungannya satu dengan yang lain kemudian kejadian-kejadian di alam dalam hubungan ruang dan waktu yang meliputi umur, hubungan lateral/vertikal, ketebalan, penyebaran dan keterjadiannya, yang memiliki tujuan untuk mendapatkan pengetahuan sejarah bumi dan pengetahuan lainnya dari lapisan batuan yang mempunyai arti ekonomis ataupun tidak (Syarifin,1984). Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan pada keterdapatan litologi yang dominan pada satuan tersebut. Penentuan satuan-satuan batuan didasarkan pada ciri-ciri batuan yang dapat diamati di lapangan. Sandi Stratigrafi Indonesia Pasal 15 menjelaskan mengenai batas dan penyebaran satuan yaitu : 1. Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.



2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya (batas arbiter). 3. Satuan-satuan



yang



berangsur



berubah



atau



menjari-jemari,



peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi. 4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya. 5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batas cekungan pengendapan atau aspek-aspek geologi lain. 6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan. Batas dan penyebaran dari setiap satuan litologi dapat dilihat dari bidang kontak antar perlapisannya yang dapat bersifat tegas atau berangsur. Kontak antar perlapisan batuan atau sentuhan stratigrafi yang kita kenal ada dua macam yaitu : 1. Selaras (Conformity), Sedimentasi berlangsung menerus tanpa adanya intrupsi atau penghentian proses sedimentasi dari satuan stratigrafi mulai dari yang dibawah sampai ke lapisan yang diatasnya. Kontak yang selaras ini dapat bersifat tegas, berangsur, ataupun interkalasi. 2. Tidak Selaras (Unconformity), Siklus sedimentasi tidak menerus, karena adanya interupsi atau penghentian proses sedimentasi dan di lapangan



ditandai



dengan



adanya



bidang



erosi.



Jenis-jenis



ketidakselarasan adalah : a. Angular unconformity, yaitu lapisan bawah dan atas tidak sejajar (membentuk sudut) dan mempunyai srike/dip yang berbeda. b. Paraconformity, ialah lapisan atas dan bawah relatif sejajar, namun dipisahkan oleh bidang erosi yang beraturan.



c. Disconformity, sama seperti paraconformity, namun bidang erosi yang memisahkannya relatif tak beraturan. d. Nonconformity, adalah permukaan erosi yang memisahkan batuan kristalin (intrusi batuan beku atau kompleks metamorfis) di bawah permukaan dari batuan sedimen diatasnya.