FRS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT



PERUBAHAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT (IFRS) DARI COST CENTER MENJADI REVENUE CENTER



Disusun Oleh: KELOMPOK 2



Nama Anggota



NIM



Hadratul Asliyah



FA/ 7077



Mila Ireinei Ermawati



EF/



Nuraini Fitriana



EF/



Zakki Kholid



EF/ 1331



Ika Endah Prasetiyo Rini



EF/



Nurfadillah



EF/



FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008



BAB I PENDAHULUAN



Globalisasi ekonomi secara tidak langsung memaksa berbagai industri di dunia untuk bersaing lebih ketat. Hal yang sama terjadi pada sektor pelayanan kesehatan masyarakat. Industri pelayanan kesehatan seperti halnya rumah sakit, klinik, dan apotek merupakan jenis bisnis yang relatif unik. Keberadaan industri pelayanan kesehatan harus berorientasi pada dua hal yaitu kesehatan masyarakat dan bisnis. Paradigma lama yang memandang rumah sakit sebagai suatu unit sosial, sudah tidak dapat digunakan lagi. Dengan adanya perubahan arus pelayanan rumah sakit sebagai barang komoditi yang mengacu pada kekuatan pasar, maka diperlukan adanya paradigma baru yaitu rumah sakit sebagai unit sosio-ekonomi. Perubahan paradigma tersebut, menuntut adanya suatu pengelolaan yang efektif dan efisien agar dapat bertahan dan berkembang dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu, diperlukan adanya pengendalian manajemen yang baik dalam pengelolaan suatu rumah sakit berikut unit bisnisnya. Tanggung jawab pengendalian manajemen suatu unit organisasi berada pada manajer yang mengepalai unit tersebut Welsch, dkk (1988), mengklasifikasikan pusat-pusat tanggung jawab seorang manajer sebagai berikut: 1. Cost center, manajer mempunyai tanggung jawab untuk mengontrol biaya yang diadakan dalam sub unit, tetapi tidak mempunyai tanggung jawab dalam keuangan untuk keuntungan atau investasi dalam pusat tersebut. 2. Revenue centre, manajer mempunyai tanggung jawab untuk penghasilan. Distrik-distrik penjualan seringkali dirancang manjadi pusat-pusat penghasilan



3. Profit centre, manajer mempunyai tanggung jawab untuk penghasilan, biaya dan keuntungan. Perencanaan dan pengawasan di fokuskan untuk pusat-pusat keuntungan. 4. Investment



centre,



manajer



mempunyai



tanggung



jawab



untuk



penghasilan, biaya, keuntungan dan sejumlah pengembangan investasi kedalam aset-aset yang digunakan pada pusat tersebut.



Soejadi (1996), mengklasifikasikan unit usaha berdasarkan prinsip departementalisasi, dimana rumah sakit sebagai unti usaha dibagi menjadi pusatpusat biaya produktif (revenue centre) dan pusat-pusat non-produktif (cost centre). Pusat biaya produktif adalah bagian-bagian yang secara langsung ikut serta dalam proses produksi jasa pelayanan kesehatan, misalnya: instalasi farmasi rumah sakit (IFRS), unit gawat darurat (UGD), poliklinik dan lainnya. Pusat biaya nonproduktif adalah bagian-bagian yang tidak ikut serta secara langsung dalam proses produksi pelayanan kesehatan dan hanya memberikan jasanya kepada bagianbagian lain, seperti rekam medis (RM), bagian teknik dan pemeliharaan, bagian logistik/perlengkapan dan lainnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



1.



Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 1.1 Definisi IFRS Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di rumah sakit dibawah pimpinan seseorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional. Tempat atau fasilitas penyelenggaraan



yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian,



yang



terdiri



atas



pelayanan



paripurna,



mencakup



perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi; dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2003). 1.2 Tugas dan tanggung jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. 1.3 IFRS sebagai unit produksi Sebagai organisasi/unit produksi, ruang lingkup pelayanan instalasi farmasi adalah menyediakan dan menjamin mutu produk yang dihasilkan, untuk kepentingan penderita dan professional kesehatan di rumah sakit. 1.4 IFRS sebagai unit pelayanan Instalasi farmasi merupakan suatu organisasi pelayanan di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan produk bersifat nyata (tangible) dan pelayanan farmasi klinik yang bersifat tidak nyata (intangible) bagi konsumen (penderita, dokter, perawat, professional kesehatan lain dan masyarakat rumah sakit).



1.5 IFRS sebagai unit strategis bisnis Rumah Sakit Rumah Sakit adalah sebuah badan usaha yang mempunyai berbagai macam unit bisnis strategis, misalnya instalasi farmasi (IFRS), laboratorium, UGD, instalasi gizi dan laundry. Rumah sakit secara keseluruhan dapat dianggap suatu korporasi yang mempunyai berbagai unit bisnis strategis. Disebut sebagai unit bisnis strategis adalah karena unit-unit itulah yang dipergunakan langsung oleh masyarakat, dinilai dan mempunyai semacam akuntabilitas (untung-rugi) (Mulyadi, 1998). Menurut



Rangkuti



(2000)



unit



bisnis



strategi



memiliki



karakteristik antara lain: 1. Memiliki misi dan strategi 2. Menghasilkan produk atau jasa yang berkaitan dengan misi dan strategi 3. Menghasilkan produk secara spesifik 4. Bersaing dengan pesaing yang telah diketahui dengan jelas. 2.



Studi Kelayakan 2.1 Definisi studi kelayakan Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Keberhasilan dapat diartikan secara luas maupun terbatas. Dalam arti yang terbatas, terutama dipergunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi. Secara luas, terutama bagi pihak pemerintah atau lembaga non-profit, berhasil memiliki arti yang relative (Husnan dan Suwarsono, 2000). 2.2 Tujuan studi kelayakan Tujuan dilakukannya studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang besar untuk kegiatan yang tidak



menguntungkan. Hal-hal yang perlu diketahui dalam studi kelayakan adalah: a. Ruang lingkup kegiatan proyek b. Cara kegiatan proyek c. Evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan berhasilnya proyek d. Sarana yang diperlukan proyek e. Hasil kegiatan proyek tersebut, serta biaya-biaya yang harus ditanggung untuk memperoleh hasil tersebut f. Akibat-akibat yang bermanfaat maupun yang tidak dari adanya proyek tersebut. 2.3 Aspek-aspek studi kelayakan Pada dasarnya belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu diteliti, namun umumnya studi kelayakan dilakukan terhadap aspek apsar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi, tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut. a. Aspek pasar Pada tahap ini, besarnya permintaan produk serta kecenderungan perkembangan permintaan selama kehidupan proyek yang akan datang diperkirakan dengan cermat. Tanpa perkiraan yang teliti, dikemudian hari proyek dapat terancam kesulitan yang timbul karena adanya kekurangan atau kelebihan permintaan. b. Aspek teknis Aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek selesai dibangun. Berdasarkan analisa ini pula dapat diketahui rancangan



awal



ekploitasinya.



penaksiran



biaya



investasi



termasuk



biaya



c. Aspek keuangan Aspek ini membicarakan tentang bagaimana menghitung kebutuhan dana, sumber dana, aliran kas proyek, dan penilaian proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Kebutuhan dana dibagi atas 2 yaitu kebutuhan dana untuk aktiva tetap dan kebutuhan dana untuk modal kerja. Sumber dana ditentukan setelah kebutuhan dana diketahui. Aliran kas proyek dikelompokkan atas 3 bagian yaitu: 1. Arus kas permulaan investasi (initial cash flow), berisi biaya yang dibutuhkan sebelum operasional proyek, misalnya untuk peralatan, perlengkapan yang dibutuhkan dan modal kerja. 2. Arus kas operasional (operational cash flow), berisi penentuan tentang



berapa



besarnya



titik



permulaan



untuk



penilaian



profitabilitas usulan investasi. 3. Arus kas terakhir (terminal cash flow), berisi arus kas nilai sisa investasi dan pengembalian modal kerja. d. Penilaian investasi Brigham dan Weston (1990) menyebutkan, ada 4 metode utama untuk menetapkan peringkat proyek dan untuk memutuskan apakan proyek yang bersangkutan dinilai layak untuk dimasukkan dalam anggaran barang modal. Metode peringkat tersebut adalah: 1. Periode pengembalian atau pelunasan (Payback period = PP) PP adalah perkiraan jangka waktu (dalam tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan atau melunasi investasi semula. Makin pendek



periode



pengembalian,



makin



baik



proyek



yang



bersangkutan. 2. Nilai sekarang bersih (Net Present Value = NPV) NPV adalah perkiraan nilai sekarang dari setiap arus kas, baik arus kas masuk maupun keluar dengan faktor diskonto sebesar biaya



modal proyek. Jika NPV positif, proyek harus disetujui, jika NPV negative, proyek harus ditolak. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang relevan. 3. Internal Rate of Return (IRR) IRR



didefinisikan



sebagai



tingkat



pendiskontoan



yang



mengakibatkan nilai sekarang dari arus kas masuk yang diharapkan dari suatu proyek sama dengan nilai sekarang dari perkiraan proyek



tersebut.



Metode



ini



menghitung



tingkat



bunga,



menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa mendatang. 4. Modifikasi Internal Rate of Return (MIRR) MIRR adalah tingkat diskonto yang mengakibatkan nilai sekarang dari biaya proyek sama dengan nilai sekarang dari nilai akhirnya, dimana nilai akhir proyek adalah jumlah nilai masa mendatang dari kas masuk terhadap biaya modal perusahaan.



BAB III KASUS



RSUD Dr. H. Sumarno Sosroatmodjo, Kuala Kapuas adalah sebuah rumah sakit tipe C. Rumah sakit tersebut dikelola oleh pemerintah kabupaten Kapuas. Instalasi farmasi RSUD Dr. H. Sumarno Sosroatmodjo selama ini masih menjadi pusat biaya non-produktif (cost centre). Anggaran untuk IFRS adalah sebesar 12,30% dari anggaran total rumah sakit yang disubsidi oleh pemda kab. Kapuas. Semua resep dokter RS terlebih dahulu melalui apotek untuk diadakan penelitian dan verifikasi, selanjutnya obat dan alkes pakai habis disiapkan sesuai dengan yang diresepkan dan diberikan secara gratis kepada pasien. Jika tidak tersedia di



apotek,



maka



pasien diberikan



copy resep, untuk selanjutnya



pasien



mengambilnya di apotek lain di luar RS. Masalah yang dihadapi oleh IFRS dalam pengembangannya menjadi revenue centre adalah terbatasnya dana, akibatnya sering terjadi kekosongan obat dan alat kesehatan pakai habis yang akhirnya menyebabkan pelayanan ke pasien terganggu. Padahal disisi lain pasien menuntut suatu pelayanan yang baik dari rumah sakit. Dengan kasus tersebut, apakah pengelolaan obat dan alat kesehatan pakai habis di instalasi farmasi rumah sakit tersebut dapat dikembangkan dari cost center menjadi revenue center.



BAB III PEMBAHASAN



Untuk mengembangkan instalasi farmasi RSUD Dr. H. Sumarno, Kuala Kapuas, dari cost centre menjadi revenue centre, diperlukan adanya studi kelayakan terhadap IFRS sebagai revenue centre. Studi kelayakan dilakukan menggunakan pendekatan pemakai jasa IFRS, yang ditinjau dari aspek ekonomi. Data-data yang diperlukan untuk studi kelayakan tersebut diperoleh dari data-data sekunder yang ada di bagian kepegawaian, rekam medik dari pelayanan rumah sakit, IFRS dan Apotek Medika Kuala Kapuas. A. Analisis Aspek Pasar Munculnya banyak perusahaan membuat persaingan antar perusahaan semakin tajam. Oleh sebab itu aspek pasar menjadi pertimbangan yang utama untuk memperebutkan konsumen (Husnan dan Suwarsono, 2000). Dari data daerah diketahui apotek yang ada di kabupaten Kapuas sebanyak 6 apotek, keenam apotek tersebut berada di kota Kuala Kapuas. Dengan demikian, maka persaingan antar apotek semakin tajam.



Pelayanan obat dan alat kesehatan pakai habis diharapkan dapat berkembang karena pasarnya sudah jelas. Berdasarkan data pada Tabel I, maka target pasar yang dituju adalah konsumen (pasien) yang berobat ke rumah sakit baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap serta konsumen lainnya. Tabel I. Data kunjungan rawat jalan dan rawat inap RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas tahun anggaran 1999/2000 sampai 2001 No



Tahun anggaran



Rawat jalan (orang)



Rawat inap (orang)



Jumlah (orang)



1.



1999/2000



20.241



2.850



23.091



2.



2000



15.121



3.065



18.192



3.



2001



24.320



2.532



26.852



Tabel II. Data permintaan obat dan alat kesehatan pakai habis RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas periode Januari-Desember 2001 No



Permintaan



1.



Obat dan Alkes pakai habis yang tidak dapat terlayani



2.



Obat dan Alkes pakai habis yang dapat terlayani



19.921.400



3.



Obat dan Alkes pakai habis bagi peserta ASKES



8.107.766



TOTAL Sumber :



Jumlah (Rp) 345.567.770



342.596.936



Kepala urusan rekam medik dan pelaporan RSUD Dr. H. Soemarno. Sostroatmojo, Kuala Kapuas tahun 2002.



Berdasarkan data rekapitulasi pada Tabel II diatas, dapat dilakukan perhitungan prakiraan pasar bagi pengembangan pelayanan instalasi farmasi. Prakiraan permintaan pasar tahun I periode I sebesar Rp 342.596.936,-. Prakiraan tersebut berdasarkan data permintaan obat dan alkes pakai habis tahun 2001, dengan asumsi bahwa semua permintaan tersebut dapat terlayani pada tahun I. Sementara tahun berikutnya diharapkan bertambah sebesar 15% setiap tahun, tahun II menjadi Rp 393.986.476,- dan tahun III menjadi Rp 453.084.447,-. Peningkatan tersebut diasumsikan bahwa tiap tahunnya permintaan akan meningkat sebesar 15%. B. Analisis Aspek Teknis Dalam aspek teknis ini meliputi : 1. Lokasi pabrik



Lokasi pelayanan obat dan alat kesehatan pakai habis terdapat di bagian depan rumah sakit yang letaknya dekat dengan ruang poliklinik rawat jalan, mudah dijangkau oleh pasien, kenyamanan karyawan dalam bekerja juga diatur sehingga pelayanan lebih baik bagi pasien. Lokasi ini juga dekat dengan PBF yang merupakan pemasok obat dari alat kesehatan pakai habis. 2. Peralatan yang digunakan Peralatan yang digunakan untuk pelayanan obat dan alat kesehatan pakai habis adalah televisi, lemari es, rak obat, meja, kursi dan pendukung lainnya. Selain itu meliputi komputer, printer, etalase obat, rak obat dan meja peracikan. 3. Produk yang ditawarkan Produk yang ditawarkan kepada konsumen adalah obat dan alat kesehatan pakai habis. Jenis dan jumlah produk ini justru tahun berikutnya semakin bertambah seiring permintaan pasar. 4. Ketenagakerjaan Karyawan instalasi farmasi rumah sakit yang bekerja berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 apoteker, 5 asisten apoteker (AA), dan 1 SLTA. Sistem kerjanya diatur seefisien dan seefektif mungkin dengan sistem shift. C. Analisa Aspek Keuangan 1. Identifikasi kebutuhan dana Riyanto (1997) mengatakan bahwa untuk dapat menjalankan usaha setiap perusahaan membutuhkan dana. Kebutuhan dana dibagi atas 2 yaitu:



a. Aktiva tetap Tabel III. Rancangan kebutuhan dana untuk aktiva tetap IFRS RSUD. Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas No. I. 1 2 3 4 5



Keterangan



Jumlah



Pembelian peralatan tambahan Komputer Printer etalase obat rak obat meja peracikan



Total Harga (Rp) 1 1 1 2 1



7.250.000 750.000 2.000.000 2.250.000 550.000



II. III.



Total Pemasangan telepon Pembayaran sewa gedung (1 thn) TOTAL AKTIVA



12.800.000 400.000 10.000.000 23.200.000



b. Modal kerja Modal kerja digunakan untuk membelanjai operasional seharihari, seperti pembelian barang, membayar upah buruh, gaji pegawai dan lain sebagainya. Modal kerja awal yang diperlukan adalah sebesar Rp.101.800.000,-. Total kebutuhan dana untuk pengembangan IFRS menjadi revenue centre sebesar Rp. 125.000.000,-. Kebutuhan modal kerja yang diperlukan meliputi: biaya administrasi umum (BAU), biaya tenaga kerja (BTK), persediaan obat dan alat kesehatan pakai habis (BPP), biaya penyusutan, biaya pemeliharaan alat (BOP) dan biaya lain-lain (BLL). Tabel IV. Rancangan kebutuhan modal kerja IFRS RSUD. Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas No.



Pengeluaran modal kerja



Tahun I



Tahun II



Tahun III



1 2 3



Biaya administrasi umum Biaya tenaga kerja Biaya persediaan obat dan alat kesehatan pakai habis Biaya ATK dan Emblage Biaya overhead



14.200.000 19.868.479 342.596.936



14.830.000 22.848.750 393.986.476



15.554.500 26.276.063 453.084.447



2.400.000 4.460.000



2.760.000 4.685.000



3.174.000 4.943.750



383.525.415



439.110.226



503.032.760



4 5



TOTAL



Tabel V. Rancangan kebutuhan administrasi umum IFRS RSUD. Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas No. 1 2 3



Jenis biaya Sewa gedung Telepon Listrik TOTAL



Tahun I



Tahun II



Tahun III



10.000.000 2.400.000 1.800.000



10.000.000 2.760.000 2.070.000



10.000.000 3.174.000 2.380.500



14.200.000



14.830.000



15.554.500



Tabel VI. Rancangan kebutuhan tenaga kerja IFRS RSUD. Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas



No. 1 2 3



Jenis biaya Gaji pokok Tunjangan hari raya Insentif TOTAL



Tahun I



Tahun II



Tahun III



12.000.000 1.200.000 6.668.479



13.800.000 1.380.000 7.668.750



15.870.000 1.587.000 8.819.063



19.868.479



22.848.750



26.276.063



Tabel VII. Rancangan kebutuhan persediaan produk dan kebutuhan lain-lain IFRS RSUD. Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas No. 1 2



Jenis biaya Persediaan produk ATK dan embalage TOTAL



Tahun I 342.596.936 2.400.000 342.696.936



Tahun II 393.986.476 2.760.000 396.746.476



Tahun III 453.084.447 3.174.000 456.258.447



Tabel VIII. Rancangan kebutuhan overhead perusahaan dan kebutuhan lainlain IFRS RSUD. Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas No.



Jenis biaya



1 2



Penyusutan peralatan Pemeliharaan



Tahun I



TOTAL



Tahun II



Tahun III



2.960.000 1.500.000



2.960.000 1.725.000



2.960.000 1.983.750



4.460.000



4.685.000



4.943.750



2. Sumber Dana Sumber dana berasal dari modal sendiri yang diperoleh pemerintah daerah Kabupaten Kapuas sebagai pemilik RSUD Dr.H.Soemarno Sosroatmojo Kuala Kapuas. 3. Prakiraan penghasilan Berdasarkan data permintaan pada Tabel II, maka besarnya penjualan yang diperoleh pada tahun I untuk pasien umum sebesar Rp 434.835.921,- dan penjualan untuk pasien peserta PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia sebesar Rp 9.729.319,-. Peningkatan penjualan terjadi akibat peningkatan permintaan, tiap tahunnya sebesar 15% (Tabel IV). Tabel IX. Prakiraan penghasilan IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun I s/d Tahun III No.



Jenis Pelayanan



Tahun I



Persediaan Terjual (Rp.) Tahun II Tahun III



HJA



Tahun I



Penjualan (Rp.) Tahun II



Tahun III



1



Pasien umum



2



Pasien ASKES



334.489.17 0 8.107.76 6 342.596.93 6



TOTAL



384.662 .546 9.323. 931 393.986 .477



442.36 1.928 10.72 2.521 453.08 4.449



434.835.9 21 9.729.31 9 444.565.2 40



30% 20%



500.061.310 11.188.717 511.250.027



4. Proyeksi Rugi Laba Perhitungan rugi laba dapat dibuat dengan dua skenario yaitu : a. Skenario tanpa pemotongan pajak penghasilan (PPH) Sesuai keputusan direktur pajak No KEP 541/PJ/2001 tentang surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan dan petunjuk pengisian pasal 4 ayat (3) huruf UU PPH disebutkan bahwa deviden atau bagian laba adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas termasuk perusahaan reksadana sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis BUMN atau BUMD yang berasal dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat di Indonesia merupakan penghasilan yang sudah



termasuk



objek pajak, tetapi



diwajibkan



mengisi



dan



menandatangani surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPH berikut lampiran yang dibukukan dengan menuliskan nihil (Dep. Keu, 2001). Berdasarkan hal tersebut diatas maka usaha pelayanan ini tidak dikenai pajak penghasilan (Tabel X s/d Tabel XII). Tabel X. Proyeksi Laba Rugi IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun I, Tanpa Pemotongan Pajak No. 1 2 3 4



5 6 7



Keterangan Penjualan Harga pokok penjualan Laba kotor Biaya operasional 1 sewa gedung, listrik dan telpon 2 biaya tenaga kerja 3 ATK dan embalage 4 biaya penyusutan dan pemeliharaan Jumlah biaya operasional Laba sebelum pajak Pajak penghasilan Laba bersih usaha



Jumlah



14.200.000 19.868.479 2.400.000 4.460.000 40.928.479



Total 444.565.240 342.596.936 101.968.304



40.928.479 61.039.825 61.039.825



Tabel XI. Proyeksi Laba Rugi IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun II, Tanpa Pemotongan Pajak



575.070.50 6 12.867.02 4 587.937.53 0



No. 1 2 3 4



5 6 7



Keterangan Penjualan Harga pokok penjualan Laba kotor Biaya operasional 1 sewa gedung, listrik dan telpon 2 biaya tenaga kerja 3 ATK dan embalage 4 biaya penyusutan dan pemeliharaan Jumlah biaya operasional Laba sebelum pajak Pajak penghasilan Laba bersih usaha



Jumlah



14.830.000 22.830.000 2.760.000 4.685.000 45.123.750



Total 511.250.027 393.986.476 117.263.551



45.123.750 72.139.801 72.139.801



Tabel XII. Proyeksi Laba Rugi IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun III, Tanpa Pemotongan Pajak No. 1 2 3 4



5 6 7



Keterangan Penjualan Harga pokok penjualan Laba kotor Biaya operasional 1 sewa gedung, listrik dan telpon 2 biaya tenaga kerja 3 ATK dan embalage 4 biaya penyusutan dan pemeliharaan Jumlah biaya operasional Laba sebelum pajak Pajak penghasilan Laba bersih usaha



Jumlah



15.554.500 26.276.063 3.174.000 4.943.750 49.948.313



Total 587.937.531 453.084.447 134.853.084



49.948.313 84.904.771 84.904.771



b. Skenario dengan pemotongan pajak penghasilan (PPH) (Tabel XIII s/d Tabel XV) Menurut



keputusan



Direktur



Jenderal



Pajak



No



Kep



541/PJ/2001 tentang surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan. Badan dan petunjuk pengisian pasal 17 UUD PPH disebutkan bahwa pajak penghasilan wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah : Lapisan Penghasilan Kena Pajak



Tarif Pajak



Sampai dengan Rp 50.000.000,-



10%



Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000,-



15%



Diatas Rp 100.000.000,-



30%



Catatan : Dalam penerapan tarif pajak, jumlah penghasilan kena pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan rupiah



Tabel XIII. Proyeksi Laba Rugi IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun I, dengan Pemotongan Pajak No. 1 2 3 4



5 6 7



Keterangan Penjualan Harga pokok penjualan Laba kotor Biaya operasional 1 sewa gedung, listrik dan telpon 2 biaya tenaga kerja 3 ATK dan embalage 4 biaya penyusutan dan pemeliharaan Jumlah biaya operasional Laba sebelum pajak Pajak penghasilan Laba bersih usaha



Jumlah



14.200.000 19.868.479 2.400.000 4.460.000 40.928.479



Total 444.565.240 342.596.936 101.968.304



40.928.479 61.039,825 6.655.855 54.383.970



Tabel XIV. Proyeksi Laba Rugi IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun II, dengan Pemotongan Pajak No. 1 2 3 4



5 6 7



Keterangan Penjualan Harga pokok penjualan Laba kotor Biaya operasional 1 sewa gedung, listrik dan telpon 2 biaya tenaga kerja 3 ATK dan embalage 4 biaya penyusutan dan pemeliharaan Jumlah biaya operasional Laba sebelum pajak Pajak penghasilan Laba bersih usaha



Jumlah



14.830.000 22.830.000 2.760.000 4.685.000 45.123.750



Total 511.250.027 393.986.476 117.263.551



45.123.750 72.139.801 8.320.850 63.818.951



Tabel XV. Proyeksi Laba Rugi IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun III, dengan Pemotongan Pajak No. 1 2 3 4



5 6 7



Keterangan Penjualan Harga pokok penjualan Laba kotor Biaya operasional 1 sewa gedung, listrik dan telpon 2 biaya tenaga kerja 3 ATK dan embalage 4 biaya penyusutan dan pemeliharaan Jumlah biaya operasional Laba sebelum pajak Pajak penghasilan Laba bersih usaha



Jumlah



15.554.500 26.276.063 3.174.000 4.943.750 49.948.313



Total 587.937.531 453.084.447 134.853.084



49.948.313 84.904.771 10.235.600 74.669.171



5. Estimasi Aliran Kas Tabel XVI. Estimasi Aliran Kas IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun I-III, tanpa Pemotongan Pajak No. A



B



Aliran kas proyek investasi awal (initial cash flow) 1 peralatan 2 pemasangan telepon sewa gedung 1 tahun dibayar 3 muka 4 modal kerja 5 total investasi arus kas operasional (operational cash flow) 1 penjualan 2



biaya variabel (telepon, listrik, tenaga kerja persediaan, ATK, pemeliharaan)



3 4



biaya tetap (sewa gedung) penyusutan peralatan



5



laba operasional sebelum pajak



6



pajak operasional usaha



7



laba operasional setelah pajak penambahan kembali biaya penyusutan



8 C



D



9 arus kas operasional arus kas terakhir (terminal cash flow) 1 pengembalian modal kerja 2 nilai sisa bersih 3 total arus kas akhir arus kas bersih (net cash flow)



Tahun 2002 (Rp.)



Tahun 2003 (Rp.)



Tahun 2004 (Rp.)



Tahun 2005 (Rp.)



12.800.000) (400.000) (10.000.000) (101.800.000) (125.000.000)



(125.000.000)



444.565.240



511.250.026



587.937.531



370.565.4 15 10.000.000 2.960.000 61.039.82 5 61.039.8 25 2.960.0 00



426.150. 227 10.000.000 2.960.000 72.139. 801 72.139. 801 2.960. 000



490.072.7 62 10.000.000 2.960.000 84.904.7 71 84.904.7 71 2.960.0 00



63.999.825



75.099.801



87.864.771



75.099.801



101.800.000 4.250.000 106.050.000 193.914.771



63.999.825



Tabel XVII. Estimasi Aliran Kas IFRS RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas pada Tahun I-III, dengan Pemotongan Pajak No. A



B



Aliran kas proyek investasi awal (initial cash flow) 1 peralatan 2 pemasangan telepon sewa gedung 1 tahun dibayar 3 muka 4 modal kerja 5 total investasi arus kas operasional (operational cash flow)



Tahun 2002 (Rp.) 12.800.000) (400.000) (10.000.000) (101.800.000) (125.000.000)



Tahun 2003 (Rp.)



Tahun 2004 (Rp.)



Tahun 2005 (Rp.)



1



Penjualan



2



biaya variabel (telepon, listrik, tenaga kerja persediaan, ATK, pemeliharaan)



3 4



biaya tetap (sewa gedung) penyusutan peralatan



5



laba operasional sebelum pajak



6



pajak operasional usaha



7



laba operasional setelah pajak penambahan kembali biaya penyusutan



8 C



D



9 arus kas operasional arus kas terakhir (terminal cash flow) 1 pengembalian modal kerja 2 nilai sisa bersih 3 total arus kas akhir arus kas bersih (net cash flow)



(125.000.000)



444.565.240



511.250.026



587.937.531



370.565.4 15 10.000.000 2.960.000 61.039.82 5 61.039.8 25 2.960.0 00



426.150. 227 10.000.000 2.960.000 72.139. 801 72.139. 801 2.960. 000



490.072.7 62 10.000.000 2.960.000 84.904.7 71 84.904.7 71 2.960.0 00



63.999.825



75.099.801



87.864.771



75.099.801



101.800.000 4.250.000 106.050.000 193.914.771



63.999.825



6. Penilaian Investasi Ada tiga metode utama untuk menetapkan peringkat proyek dan untuk memutuskan apakah proyek yang bersangkutan dinilai layak untuk dimasukkan dalam anggaran barang modal yaitu metode PP (Payback Period), NPV (Net Present Value) dan IRR (Internal Rate of Return) (Beingham dan Waston, 1990). a. Metode Payback Period (PP) Data perhitungan estimasi arus kas yangdiperoleh : Tahun



Arus kas bersih (proceeds)



I (2002-2003)



Rp 63.999.825,-



II (2003-2004)



Rp 75.099.801,-



III (2004-2005)



Rp 193.914.771,-



Payback period dari investasi yang diusulkan itu dapat dihitung dengan cara : Jumlah investasi Proceeds tahun I



Rp 125.000.000,Rp 63.999.825,- (-) Rp 61.000.175,Investasi yang belum tertutup sesudah akhir tahun I Rp



61.000.175,-, proceeds tahun II sebesar Rp 75.099.801,-. dana yang



dibutuhkan



untuk



menutup



kekurangan



investasi



sebesar



Rp



61.000.175,- ini diperoleh dari arus kas bersih tahun II. Payback period dari investasi yang diusulkan ini adalah 1 tahun 10 bulan. Dengan demikian investasi untuk pengembangan IFRS dapat ditekan karena PP lebih rendah daripada PP yang telah ditentukan selama 3 tahun. b. Metode Net Present Value (NPV) Metode ini memperhitungkan time value of money, maka proceeds yang digunakan dalam menghitung net present value (NPV) adalah proceeds atau arus kas bersih yang didiskontokan atas dasar modal rate of return atau cost of capital (biaya modal) yang diinginkan. Perhitungan NPV dengan rumus :



i = rate of return atau cost of capital yang diinginkan Dengan menentukan rate of return atau cost of capital yang diinginkan sebesar 19,5% (asumsi bunga pinjaman di bank) maka diperoleh :



Dengan rate of return yang diinginkan sebesar 19,5%, usul investasi tersebut dapat menghasilkan PV dari proceeds yang lebih besar dari PV dan pengeluaran modalnya yaitu + Rp 94.780.269,-. NPV dengan nilai positif, menunjukkan bahwa usul pengembangan investasi dapat diterima.



c. Metode Internal Rate of Return (IRR) Metode ini menghitung tingkat bunga menyamakan atau mendekati nol nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa mendatang. Perhitungan dilakukan dengan cara trial and error. Dengan melakukan perhitungan PV dan proceeds dari suatu investasi dengan menggunakan tingkat bunga secara trial and error, maka diperoleh investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa mendatang sebesar 54,76%. Rumus :



Dari hasil perhitungan IRR sebesar 54,78% berarti bahwa usul investasi pengembangan IFRS dapat diterima karena IRR-nya lebih besar daripada rate of return atau cost of capital yang dikehendaki (19,5%).



BAB IV KESIMPULAN Dari analisis rancangan pengembangan instalasi farmasi RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas dari cost center menjadi revenue center yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa rancangan pengembangan IFRS tersebut layak untuk diaplikasikan setelah ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis dan aspek keuangan. Layak dari aspek pasar karena target pasar yang jelas dan sudah tersedia, yaitu terutama pasien yang berobat ke RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmojo, Kuala Kapuas. Layak dari aspek teknis karena lokasinya berada dalam rumah sakit sehingga dapat mempercepat pelayanan rumah sakit dan memudahkan konsumen untuk mendapatkan obat dan alat kesehatan pakai habis. Layak dari aspek keuangan karena dapat mengembalikan investasi dalam waktu jangka pendek dari jangka waktu yang ditentukan dan investasi yang ditanamkan memiliki nilai tambah dikemudiaan hari yang berfungsi sebagai tambahan pendapatan rumah sakit, sehingga dapat lebih dikembangkan menjadi pusat produktif rumah sakit.



BAB V DAFTAR PUSTAKA



Brigham, E.F. and Weston, J.F., 1990, Essentials of Managerial Finance, Rinchart and Winston, Inc., Orlando Departemen Kesehatan RI, 1992, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, Jakarta Departemen Kesehatan RI, 1996, Standar Pelayanan Rumah Sakit, Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, Jakarta Departemen Keuangan RI, 2001, Buku Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak, Direktorat Jendral Pajak Departemen Keuangan RI, Jakarta Kotler, P. and Clarke, R., 1987, Marketing for Health Care Organization, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliff, New Jersey Siregar, Charles J.P., 2003, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Sutoyo, S., 1996, Study Kelayakan Proyek Teori dan Praktek, PT Pustaka Banamasn Pressindo, Jakarta Trisnantoro, L., 1998, Manajemen Strategi MMR, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.