Fungsi Dan Manfaat Pemeriksaan Laboratorium [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Fungsi



dan



Manfaat



Pemeriksaan



Laboratorium



Oleh : Dr. Yayuk Nurmalasari Pemeriksaan Laboratorium merupakan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis penyakit, guna mendukung atau menyingkirkan diagnosis lainnya. Pemeriksaan laboratorium merupakan penelitian perubahan yang timbul pada penyakit dalam hal susunan kimia dan mekanisme biokimia tubuh (perubahan ini bisa penyebab atau akibat). Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan jaringan guna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien. Pada umumnya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala penyakit (keluhan dan tanda), dan gejala ini mengarahkan dokter pada kemungkinan penyakit penyebab. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat menunjang atau menyingkirkan kemungkinan penyakit yang menyebabkan, misalnya dalam pemeriksaan biakan darah pada demam tifoid, jika positif amat mendukung diagnosis, tapi bila negatif tak menyingkirkan diagnosis demam tifoid jika secara klinis dan pemeriksaan lain (misalnya pemeriksan WIDAL)



menyokong.



Dalam diagnosis penyakit kadang-kadang tidaklah mudah, terutama pada permulaan penyakit, gejala klinis penyebabnya masih berupa kemungkinan, meski dokter biasanya dapat menetapkan kemungkinan yang paling tinggi. Karena itu, pada tahap permulaan dokter tidak selalu dapat menentukan diagnosis penyakit. Diperlukan data-data tambahan dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan



penunjang



lain.



Menurut Henry dan Howanitz, para dokter memilih dan mengevaluasi uji-uji laboratorium dalam perawatan pasien sekurangkurangnya



satu



1.



Untuk



2.



Untuk



3.



Untuk



berikut diagnosis



kemungkinan



digunakan Untuk



5.



alasan-alasan menunjang



menyingkirkan



Untuk



4.



dari



sebagai



suatu



digunakan mendeteksi



diagnosis



pedoman



terapi



sebagai suatu



atau atau



panduan penyakit



ini: klinis penyakit manajemen prognosis



(uji



saring)



Dari lima hal di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan laboratorium memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut: 



Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan menentukan resiko terhadap suatu penyakit dan mendeteksi dini penyakit terutama bagi individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada gejala atau keluhan).







Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang diderita seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan dokter serta berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi







Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis







Membantu pemantauan pengobatan







Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu untuk memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi dan pengelolaan pasien selanjutnya







Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk memantau perkembangan penyakit dan memantau efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi. Pemantauan ini sebaiknya dilakukan secara berkala.







Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai dan potensial membahayakan







Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakit



Beberapa



Contoh



Pemeriksaan



Laboratorium



Pemeriksan laboratorium dilakukan melalui prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample dari penderita, yang dapat berupa darah, urine (air kencing), faeces, sputum (dahak), atau sample dari hasil biopsy. 



Pemeriksaan



Hematologi,



dapat



berupa:



Panel pemeriksaan demam, untuk mengetahui adanya penyakit infeksi yang dapat menimbulkan demam. Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan demam adalah: bakteri/kumam penyebab infeksi saluran napas (TBC, Bronchitis), saluran



kemih,



saluran



pencernaan



(demam



tifoid),



darah



(demam



berdarah,



malaria),



dan



lain-lain.



Pemeriksaan fungsi hati dan pertanda hepatitis, untuk mengetahui adanya radang hati dan adanya gangguan pada fungsi hati Pemeriksaan



fungsi



ginjal



Pemeriksaan



metabolisme



dan gula,



pemeriksaan untuk



kimia



diagnosis



dan



darah, follow



untuk up



faal



kadar



ginjal gula



darah



Pemeriksaan metabolisme lemak, untuk mengetahui kadar lemak darah untuk mendeteksi resiko terhadap kejadian penyakit. Pemeriksaan elektrolit darah 



Pemeriksaan Imunoserologi







Pemeriksaan Radiologi: meliputi pemeriksaan rontgen, ultrasonografi (USG), computed tomography (CT Scan), magnetic resonance imaging (MRI), intravenous pyelography (IVP), dan sebagainya. Dengan berbagai macam pemeriksaan radiologi ini dapat diketahui adanya anomali organ, massa, peradangan, perdarahan, sampai pada penilaian fungsi ekskresi dan kerusakan struktur organ.







Pemeriksaan urine







Pemeriksaan laboratorium pada kehamilan, pemeriksaan laboratorium pra-nikah







Pemeriksaan faeces







Pemeriksaan analisa cairan otak







Pemeriksaan analisa getah lambung, duodenum, dan cairan empedu







Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti analisa sperma, batu empedu, cairan pleura, batu ginjal, sputum.



Perlu diingat bahwa penentuan diagnosis suatu penyakit harus dilihat pada penemuan klinis yang didapat, bukan hanya dari pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium hanya sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis suatu penyakit. Daftar Pustaka 1.



Carl E Speicher,M.D, pemilihan uji laboratorium yang efektif, EGC-Jakarta, Edisi 1, halaman 9-15,35-40.



2.



Ronald A Spacher, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC-Jakarta, Edisi 2, halaman 14 Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya.



Pemeriksaan SGPT/SGOT Tujuan: 



Memperlihatkan dan memahami konsep aktivitas spesifik enzim Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) dan Glutamate-Oksaloasetat Transaminase (GOT) Teori singkat SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, Sebuah enzim yang biasanya hadir dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ketika hati atau jantung rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati (misalnya, dari hepatitis virus ) atau dengan penghinaan terhadap jantung (misalnya, dari serangan jantung). Beberapa obat juga dapat meningkatkan kadar SGOT. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST). Sedangkan SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase, SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah : Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya. Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :







Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia)







Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)







Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris.



Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium : 



Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar







Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat meningkatkan kadar







Hemolisis sampel







Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,



mitramisin,



spektinomisin,



tetrasiklin),



narkotika



(meperidin/demerol,



morfin,



kodein),



antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.







Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar. http://farmasi07itb.wordpress.com/2010/10/27/tes-hepatitis-dengan-sgot-sgpt/ http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/sgpt-serum-glutamic-pyruvic.html Alat:







Spekrtrofotometer dan cuvet







Tabung vacutest







Jarum suntik







Alcohol pads







Mikropipet







Tipp Bahan:







Plasma darah (hindarkan hemolisis)







Reagen 1 (R1/reagen enzim):



-. Tris Buffer pH 7,5 100 mmol/L -. L-Alanin 500 mmol/L -. LDH 1200 U/L 



Reagen 2 (R2/reagen pemulai): -. 2-oxoketoglutarat 15 mmol/L -. NADH 0,18 mmol/L Cara kerja:



1.



Lakukan pengambilan darah sebanyak 3ml (hindari hemolisis), masukkan kedalam tabung vacutest kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan plasmanya



2.



Hangatkan reagen dan cuvet pada temperature yang diinginkan dan temperature harus konstan (±0,5˚C)



3.



Campurkan sampel 200μL dengan reagen 1 1000μL lalu diinkubasi pada temperature 25/30˚C, sampel 100μL dengan reagen 1 1000μL lalu diinkubasi selama 5 menit pada temperatur 37˚C



4.



Tambahkan reagen 2, masing-masing sebanyak 250



5.



Campurkan reagen dengan sampel, baca absorbansi pada panjang gelombang 365nm, setelah 1 menit dan pada saat yang sama, hitung waktu dengan stopwatch



6.



Baca lagi absorbansi dengan pasti setelah 1 menit, 2 menit dan 3 menit



Pemeriksaan Bilirubin dan Urobilinogen 



Tujuan



: Untuk mengetahui ada tidaknya Bilirubin dan Urobilinogen dalam urin dan untuk mengetahui sumbatan pada



empedu. Metode : a. Metode Harrison b. Metode Rosin c. Metode Ehrlich ( Urobilinogen ) d. Metode Schlesinger ( Urobilin )  Prinsip : A. Metode Harrison BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam urin membentuk endapan BaSO 4 dan bilirubin menempel pada molekul ini. FeCl 3 



mengoksidasi bilirubin menjadi biliverdin yang berwarna hijau. B. Metode Rosin Iodium akan mengoksidasi bilirubin menjadi biliverdin yang berwarna hijau. C. Metode Ehrlich ( Urobilinogen ) Urobilinogen dengan para dimetilaminobenzaldehid akan membentuk kompleks berwarna merah anggur. D. Metode Schlesinger ( Urobilin ) Urobilin dengan reagen schesinger membentuk suatu kompleks dengan memberikan fluoresensi hijau. 



Dasar teori : Bilirubin adalah suatu pigmen empedu yang diproduksi oleh sel – sel hepar bersama dengan garam empedu sebagai cairan empedu. Bilirubin yang terdapat dalam urin berasal dan diproses dari bilirubin yang terkonjugasi secara aktif dan disalurkan bersama – sama dengan komponen empedu lainnya menuju ke usus halus. Bilirubin yang tidak diserap masuk kedalam usus, diproses oleh bakteri dan dieksresikan oleh ginjal dalam urin. Bilirubinuria menetap selama penyakit berlangsung, namun uroblinogen kemih akan menghilang sementara waktu bilamana fase obstruktif yang disebabkan oleh kolestatis dalam perjalanan penyakit selanjutnya dapat timbul peningkatan urobilinogen kemih sekunder. Dari saluran empedu, bilirubin terkonjugasi dialirkan keusus. Didalam usus halus hanya sebagian kecil bilirubin terkonjugasi yang reabsorbsi. Pada bagian terminal usus halus dan usus besar, bilirubin terkonjugasi akan dihidrolisis menjadi bilirubin tak terkonjugasi oleh enzim β glukuronidase yang berasal dari hati, sel – sel epitel usus dan bakteri usus. Bilirubin tak terkonjugasi ini direduksi oleh flora usus menjadi kelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut urobilinogen. Transfor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel dan sekresi kedalam kanalikuli dalam hati. Agar dapat diekskresikan dalam empedu, bilirubin harus dikonjugasi. Bilirubin terkonjugasi kemudian diekskresikan melalui saluran empedu kedalam usus halus. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan kedalam empedu kecuali setelah proses foto oksidasi.



Alat :  Rak tabung reaksi  Tabung reaksi  Pipet ukur  Pipet tetes  Batang pengaduk  Beker glass



Bahan :  Urin segar



Reagen :  pereaksi fouchet  Larutan BaCl2  Larutan Iodium 1%  Pereaksi Ehrlich  Pereaksi Schlesinger  Pereaksi Lugol











Cara Kerja : 1. Pemeriksaan Bilirubin a. Metode Harrison  Tabung reaksi diisi 5 ml urin  Ditambah 5 ml BaCl2 10%, dicampur kemudian disaring dengan kertas saring  Kertas saring dibuka, presipitat pada kertas saring dibiarkan kering  Ditambah 1 tetes reagen fouchet pada presipitat b. Metode Rosin  Diisi 2 ml urin kedalam tabung reaksi  Ditambah 1 ml iodium 1% lewat dinding tabung sehingga terbentuk 2 lapisan larutan  Amati perbatasan kedua lapisan 2. Pemeriksaan Urobilinogen a. Metode Ehrlich  Tabung reaksi diisi 5 ml urin, ditambah 3 tetes reagen ehrlich  Diamati perubahan warna b. Metode Schlesinger  Tabung reaksi diisi 5 ml urin, ditambah 2 tetes pereaksi lugol  Ditambah 5 ml reagen schlesinger, dicampur  Disaring sampai dapat filtrat yang jernih  Filtrat diperiksa dengan latar yang gelap Pembacaan hasil : 1. Pemeriksaan Bilirubin a. Metode Harrison Tabung reaksi diisi 5 ml urin + 5 ml BaCl 2 10%, dicampur  disaring, dibiarkan kering + 1 tetes reagen fouchet pada presipitat  kertas saring presipitat ada warna hijau ( + ).



b. Metode Rosin 2 ml urin + 1 ml iodium 1% lewat dinding tabung  terdapat 2 lapisan berwarna hijau ( + ) 2. Pemeriksaan Urobilinogen a. Metode Ehrlich 5ml urin + 3 tetes reagen Ehrlich  timbul warna merah anggur ( + ) b. Metode Schlesinger 5ml urin + 2 tetes lugol + 5 ml reagen schlesinger, campur  disaring  filtrat diperiksa dengan latar gelap  fluoresensi hijau pada filtrat ( + ) 



Pembahasan : Pada bilirubin mengindikasi pada gangguan hati atau saluran empedu, seperti pada hepatitis infeksma toksi hepar kanker hati. Urin yang mengandung bilirubin tinggi tampak berwarna kuning pekat dan jika digoyang – goyang akan timbul busa. Peningkatan ekskresi jika fungsi hepar menurun atau kelebihan urobilinogen. Hasil ( + ) jika setelah olahraga / minum ataupun kelelahan / sembelit. Jika menurun dijumpai pada kanker pankreas, penyakit hati.







Kesimpulan : Dari praktikum 12bilirubin dan urobilinogen dalam urin dapat disimpulkan : 1. Pemeriksaan bilirubin a. Metode Harrison : menunjukkan hasil ( + ) yang ditunjukkan dengan warna hijau. b. Metode Rosin : menunjukkan hasil ( + ), yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau pada perbatasan kedua 2.



lapisan. Pemeriksaan Urobilinogen a. Metode Ehrlich : hasil ( + ), yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah anggur. b. Metode Schlesinger : hasil ( + ), ditunjukkan dengan terbentuknya



fluoresensi



hijau.



DAFTAR PUSTAKA  Mc Pherson, A. R., & Sacher, A. R. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Panerbit 











Buku Kedokteran EGC. Tim Praktikum Kimia Klinik. (2011). Buku Petunjuk Praktikum Kimia Klinik I. Yogyakarta: Akademi Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta. Gjandasoebrata R . 1986, Penuntun Laboratorium Klinik . Jakarta . Dian Rakyat Mc Pherson, A. R., & Sacher, A. R. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Panerbit Buku Kedokteran EGC.Tim Praktikum Kimia Klinik. (2011). Buku Petunjuk Praktikum Kimia Klinik I. Yogyakarta: Akademi Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta