Gas Rumah Kaca [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Biofuel, Gas Rumah Kaca, dan Dampak Lingkungan lainnya Dampak bahan bakar fosil terhadap lingkungan telah terdokumentasi dengan baik. Mereka adalah kontributor utama hujan asam dan bertanggung jawab atas sebagian besar pemanasan global (faktor utama lainnya adalah penggundulan hutan). Pertanyaannya, bisakah biofuel, yang pada dasarnya hidrokarbon, punya dampak positif? Jawaban atas pertanyaan ini tidak mudah diturunkan dan mengharuskan berbagai aspek dampak lingkungan yang berbeda dipertimbangkan sebagai berikut.



Tumpahan dan Kontaminasi Permukaan



Biofuel tidak 100% aman. Jika Anda menumpahkan sejumlah besar biofuel ke area yang terkonsentrasi, kemungkinan besar akan membunuh organisme hidup dan mencemari tanah dan air di sekitarnya. Namun, skala dampaknya akan menjadi urutan yang lebih kecil daripada dengan bahan bakar fosil. Pertama, biofuel adalah molekul biologis dan ini berarti biodegradable. Bakteri dan organisme lain yang hidup secara alami di dalam tanah dan air dapat menggunakan molekul biofuel sebagai sumber energi dan menghancurkannya menjadi produk sampingan yang tidak berbahaya. Ini berarti bahwa meskipun tumpahan biofuel terkonsentrasi dapat membunuh hal-hal seperti tanaman dan hewan yang lebih kecil, mereka tidak akan bertahan di lingkungan dan menyebabkan kerusakan atau membuat daerah tidak dapat dihuni untuk jangka waktu yang lama.



Sulfur dan Kontaminasi Atmosfer



Salah satu masalah utama yang timbul dari pembakaran bahan bakar fosil, terutama batubara, adalah hujan asam yang berasal dari kandungan sulfur tinggi dari bahan bakar ini. Biofuel dapat diproduksi dengan cara yang benar-benar menghilangkan belerang dan dengan demikian bisa menghilangkan komponen hujan asam ini. Di sisi lain, biofuel cenderung mengandung kadar nitrogen tinggi, yang bisa membentuk senyawa yang juga menyebabkan hujan asam dan kontaminasi atmosfer. Secara keseluruhan, dampak bersih pada produksi hujan asam biasanya negatif, artinya biofuel dapat mengurangi hujan asam. Yang penting, biofuel dapat diproduksi secara hati-hati untuk memastikan bahwa kontaminasi serendah mungkin, memberi mereka keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil karena lebih mudah untuk menghindari kontaminasi dalam fase produksi daripada menghilangkan kontaminan selama penyulingan.



Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Pemanasan Global



Ini adalah area di mana perawatan yang paling harus diperhatikan dalam bagaimana biofuel diproduksi. Jika biofuel diproduksi dengan cara yang "benar", mereka dapat mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Jika diproduksi secara tidak benar, mereka dapat meningkatkan emisi. Begini caranya. Pertama, tanaman menggunakan karbon dioksida, GHG utama yang menjadi perhatian, untuk tumbuh dan menghasilkan makanan. Jadi, tanaman mampu mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer sehingga mengurangi pemanasan global. Biofuel, ketika tumbuh dari tanaman, dengan demikian dapat mengimbangi penerimaan CO2 mereka karena mereka mengambil gas selama pertumbuhan yang dihasilkan saat bahan bakar dibakar. Idenya adalah bahwa jika ada hubungan one-to-one, maka gas yang dihasilkan sama dengan gas yang diambil dan tidak ada dampak bersih pada pemanasan global. Masalahnya adalah bahwa mencapai rasio satu lawan satu mungkin tidak mungkin.



Sebagai permulaan, energi harus ditanamkan untuk menumbuhkan tanaman itu sendiri. Energi ini datang dalam bentuk bibit tanaman, mengolah dan menyiapkan tanah, dan mengimpor air dan nutrisi. Ternyata, Anda tidak bisa mendapatkan sesuatu untuk apa-apa dan begitu banyak tanaman membutuhkan lebih banyak masukan energi daripada yang mereka berikan pada akhirnya. Dengan kata lain, jika Anda memperhitungkan emisi gas rumah kaca yang terjadi hanya untuk menanam tanaman dan menambahkan bahwa pada emisi gas rumah kaca dari pembakaran tanaman, ada lebih banyak CO2 yang dihasilkan daripada yang dikonsumsi dan pemanasan global memburuk. Sampai sekarang, tidak ada solusi bagus untuk masalah ini. Banyak perusahaan yang ingin menginvestasikan energi dalam bentuk sinar matahari sehingga tidak ada gas rumah kaca yang dipancarkan pada fase produksi. Masih ada energi bersih INPUT, tapi bukan GHG yang diproduksi. Hal ini tampaknya paling layak dilakukan dengan alga.



Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah penggunaan lahan. Jika lahan dibersihkan untuk menumbuhkan biofuel, maka tanaman hidup yang ada disana tersingkir. Masalah ini lebih diperhatikan dalam artikel tentang kekurangan biofuel, namun intinya adalah bahwa karbon dihasilkan untuk membersihkan lahan tersebut dan manfaat tanaman di lahan hilang. Dengan beberapa perkiraan dan tergantung pada jenis tanaman yang dikeluarkan, dampaknya bisa menjadi hutang karbon yang bisa memakan waktu selama 500 tahun untuk membayar kembali. Sekali lagi, solusi untuk masalah ini mungkin alga.



Jika hambatan teknis di atas bisa diatasi, maka dampak bersih biofuel terhadap lingkungan bisa dibatasi. Dalam skenario seperti itu, emisi gas rumah kaca dan dampaknya terhadap pemanasan global akan jauh lebih rendah dengan biofuel dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Kelayakan untuk mencapai keunggulan ini tetap harus dilihat.



Energi dari Matahari yang membuat jalan ke Bumi dapat mengalami kesulitan untuk menemukan jalannya kembali ke luar angkasa. Efek rumah kaca menyebabkan sebagian energi ini ditanam di atmosfer, diserap dan dilepaskan oleh gas rumah kaca.



Tanpa efek rumah kaca, suhu bumi akan berada di bawah titik beku. Hal ini, sebagian, merupakan proses alami. Namun, efek rumah kaca di bumi semakin kuat saat kita menambahkan gas rumah kaca ke atmosfer. Itu adalah pemanasan iklim planet kita.



Bagaimana cara kerjanya?



Energi matahari yang diserap di permukaan bumi dipancarkan kembali ke atmosfir sebagai panas. Karena panas membuat jalan melalui atmosfer dan kembali ke luar angkasa, gas rumah kaca menyerap sebagian besar dari itu. Mengapa gas rumah kaca menyerap panas? Gas rumah kaca lebih kompleks daripada molekul gas lainnya di atmosfer, dengan struktur yang bisa menyerap panas. Mereka memancarkan panas kembali ke permukaan bumi, ke molekul gas rumah kaca lain, atau keluar ke luar angkasa.



Gas-gas rumah kaca



Ada beberapa jenis gas rumah kaca. Yang utama adalah karbon dioksida, uap air, metana, dan nitrous oxide. Molekul gas ini semuanya terbuat dari tiga atau lebih atom. Atom-atom itu disatukan cukup longgar sehingga bergetar saat menyerap panas. Akhirnya, molekul bergetar melepaskan radiasi, yang kemungkinan akan diserap oleh molekul gas rumah kaca lainnya. Proses ini membuat panas di dekat permukaan bumi.



Sebagian besar gas di atmosfer adalah nitrogen dan oksigen - keduanya merupakan molekul yang terbuat dari dua atom. Atom-atom dalam molekul-molekul ini terikat bersama-sama erat dan tidak dapat bergetar, sehingga mereka tidak dapat menyerap panas dan berkontribusi pada efek rumah kaca.



Beberapa Gas Rumah Kaca Biasa



Karbon dioksida: Terbuat dari satu atom karbon dan dua atom oksigen, molekul karbon dioksida membentuk sebagian kecil atmosfer, namun memiliki efek yang besar terhadap iklim. Ada sekitar 270 bagian per juta volume (ppmv) karbon dioksida di atmosfer pada pertengahan abad ke-19 pada awal Revolusi Industri. Jumlah tersebut meningkat seiring pembakaran bahan bakar fosil yang melepaskan karbon dioksida ke atmosfer. Ada sekitar 400 bagian per juta volume (ppmv) sekarang. Metana: Gas rumah kaca yang kuat, mampu menyerap panas jauh lebih banyak daripada karbon dioksida, metana terbuat dari satu karbon dan empat atom hidrogen. Hal ini ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil di atmosfer namun mampu memberi dampak besar pada pemanasan. Gas metana juga digunakan sebagai bahan bakar. Saat dibakar, gas tersebut melepaskan gas rumah kaca karbon dioksida ke atmosfer.



Di atas: Permukaan bumi, yang dihangatkan oleh Matahari, memancarkan panas ke atmosfir. Beberapa panas diserap oleh gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan kemudian terpancar ke angkasa (A). Beberapa panas membuat jalan ke ruang langsung (B). Beberapa panas diserap oleh gas rumah kaca dan kemudian dipancarkan kembali ke permukaan bumi (C). Dengan lebih banyak karbon dioksida di atmosfer kemudian abad ini, lebih banyak panas akan dihentikan oleh gas rumah kaca, menghangatkan planet ini. (Gambar: Lisa Gardiner / Windows ke Semesta)



Lebih Banyak Gas Rumah Kaca = Bumi yang Lebih Hangat



Meskipun hanya sejumlah kecil gas di atmosfer bumi adalah gas rumah kaca, namun efeknya sangat besar terhadap iklim. Kadang selama abad ini, jumlah gas rumah kaca karbon dioksida di atmosfer diperkirakan dua kali lipat. Gas rumah kaca lainnya seperti metana dan nitrous oxide juga meningkat. Jumlah gas rumah kaca meningkat saat bahan bakar fosil dibakar, melepaskan gas dan polutan udara lainnya ke atmosfer. Gas rumah kaca juga sampai ke atmosfer dari sumber lain. Hewan ternak, misalnya, melepaskan gas metana saat mereka mencerna makanan. Sebagai semen terbuat dari batu gamping, ia melepaskan karbon dioksida.



Dengan lebih banyak gas rumah kaca di udara, panas yang lewat dalam perjalanan keluar dari atmosfer lebih cenderung dihentikan. Gas rumah kaca yang ditambahkan menyerap panas. Mereka kemudian memancarkan panas ini. Beberapa panas akan menjauh dari Bumi, beberapa di antaranya akan diserap oleh molekul gas rumah kaca lainnya, dan beberapa di antaranya akan kembali ke permukaan planet ini lagi. Dengan lebih banyak gas rumah kaca, panas akan menempel, menghangatkan planet ini.



Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak kedua, yang timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan). Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya. Sumber Gas Rumah Kaca Dalam troposfer terdapat gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Gas Rumah Kaca dapat terbentuk secara alami maupun sebagai akibat pencemaran. Gas Rumah Kaca yang berada di atmosfer (troposfer) dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu, Gas Rumah Kaca juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan, serta aktivitas pertanian dan peternakan. Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti H2O (uap air), CO2 (karbon dioksida), O3 (ozon), CH4 (metana), N2O (dinitrogen oksida), CFC (cholorofluorokarbon : CFC R-11 dan CFC R-12), dan gas lainnya seperti HFCS, PFCS, dan SF6 .



Sumber: [1]



Karbondioksida (CO2) berasal dari pembakaran batu bara untuk listrik dan pemanas, pembakaran produk dari fosil seperti bensin, solar, bahan bakar pesawat pada kegiatan transportasi dan industri. CO2 juga berasal dari akibat perubahan tata guna lahan yang disebabkan karena kebakaran hutan, pembukaan hutan akibat eksplotasi dan eksplorasi dalam pertambangan.



Sumber : [2]



Sumber: [3]



Sumber lainnya adalah metana yang dibuat manusia dari aktivitas pertanian, kotoran ternak, penanaman padi, dan dari limbah organik di tempat pembuangan sampah. Jelaga atau karbon hitam yang berasal dari pembakaran kayu, kotoran hewan dan sisa-sisa tanaman pangan untuk memasak dan pabrik batu bata pun menjadi penyebab pemanasan global. Selanjutnya, sumber lain berasal dari bahan-bahan kimia khloroflorokarbon (CFC) yang banyak dijumpai pada peralatan pendingin (kulkas, AC) dan tabung penyemprot parfum. Karbon monoksida dan senyawa organik yang mudah menguap, volatile organic compound (VOC), merupakan penyebab pemanasan global pula. Karbon monoksida, paling banyak dihasilkan dari knalpot mobil-mobil dan motor di jalan raya. VOC berasal dari proses-proses industri dunia. Yang terakhir adalah nirus oksida yang berasal dari proses pertanian yang mengandalkan pupuk nitrogen atau pupuk amonia yang berbahan dasar kimia. Berdasarkan guidelines IPCC 1996 yang telah direvisi, yang dikategorikan sebagai gas rumah kaca adalah CO2, metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC, merupakan kelompok gas), perfluorokarbon (PFC, merupakan kelompok gas), dan sulfur heksafluorida (SF6). Gas-gas inilah yang juga menjadi acuan pada Protokol Kyoto (1997). Gas rumah kaca lain yang terdapat pada guidelines IPCC 2006 adalah nitrogen trifluorida (NF3), trifluorometil sulfur pentafluorida (SF5CF3), eter terhalogenasi, dan halokarbon lain. Gas-gas yang mengandung fluorida seperti HFC, PFC, SF6, SF5CF3, dan NF3 dapat dikelompokkan sebagai gas-gas terfluorinasi (fluorinated gases). Gas-gas ini diproduksi terutama sebagai pengganti zat-zat perusak ozon atau Ozone Depleting Substances (ODS), terutama klorofluorokarbon (CFC) atau freon yang banyak digunakan sebagai refrigeran dan propelan aerosol.



Ternyata usaha untuk mengganti zat-zat perusak ozon menimbulkan masalah baru, yaitu pemanasan global. Bahkan, zat-zat tersebut memiliki potensial pemanasan global (global warming potential, GWP) yang lebih besar dibandingkan dengan CO2. Sebagai contoh, SF5CF3 memiliki GWP 18.000 kali GWP CO2. NF3, senyawa yang banyak dihasilkan dari proses pembuatan semikonduktor dan pembuatan LCD ini memiliki GWP 16.800 kali GWP CO2. Namun secara keseluruhan, potensi senyawasenyawa tersebut belum menyamai potensi yang disebabkan oleh CO2, karena emisi CO2 yang sangat besar. Namun, kontrol dini terhadap emisi senyawasenyawa tersebut harus dilakukan agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar. Selain gas-gas rumah kaca yang telah disepakati pada Protokol Kyoto, para ilmuwan juga menyebutkan beberapa zat yang harus diwaspadai karena ikut berperan terhadap pemanasan global. Zat-zat tersebut adalah ozon, uap air, dan aerosol. Zatzat ini juga dapat dikategorikan sebagai gas rumah kaca. Ozon merupakan gas rumah kaca yang secara kontinyu dihasilkan dan dirusak di atmosfer melalui reaksi kimia. Di troposfer, aktivitas manusia telah meningkatkan kadar ozon melalui pelepasan gas seperti karbon monoksida, hidrokarbon, dan oksida-oksida nitrogen, yang dapat bereaksi secara kimia menghasilkan ozon. Uap air merupakan gas rumah kaca dengan kadar terbanyak di atmosfer. Namun demikian, aktivitas manusia tidak berpengaruh besar terhadap keberadaan uap air di atmosfer. Aerosol adalah partikel-partikel kecil yang berada di atmosfer dengan ukuran, konsentrasi dan komposisi kimia yang bervariasi. Aerosol di atmosfer berasal dari emisi aerosol secara langsung atau terbentuk dari senyawa-senyawa lain yang ada di atmosfer. Pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa, serta proses-proses industri melepaskan aerosol yang mengandung senyawa-senyawa sulfur, senyawa organik, dan jelaga. Aerosol di atmosfer juga dapat muncul dari alam, seperti dari letusan gunung berapi. Dampak Gas Rumah Kaca Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat. Berikut adalah dampak-dampak lain dari gas rumah kaca. Dapat kita lihat bahwa dampaknya akan saling berhubungan dan berakibat fatal.



Pemanasan global ↓ Perubahan iklim bumi ↓ Tumbuhan yang tidak dapat beradaptasi punah ↓ Rantai makanan terganggu ↓ Hewan yang mengkonsumsi tumbuhan tersebut punah ↓ Manusia sebagai konsumen tertinggi pun akhirnya akan punah..



Pemanasan global ↓ Mutasi virus ↓ Virus semakin bervariasi dan semakin ganas (virus semakin agresif dalam suhu tinggi, nyamuk semakin berkembang biak pada suhu tinggi) ↓ Banyak penyakit baru ↓ Kematian meningkat



Pemakaian zat-zat yang merusak ozon (O3) ↓ Sinar matahari (ultraviolet) dengan intensitas tinggi langsung masuk ke bumi ↓ Kanker kulit



Pemanasan Global ↓ Perubahan iklim bumi ↓ La Nina (pengingkatan curah hujan), El Nino (kemarau berkepanjangan) Banjir dan kekeringan ↓ Musim tidak dapat diramalkan, panen gagal ↓ Krisis air dan pangan (bencana kelaparan) ↓ Perang Dunia III (memperebutkan daerah yang masih memiliki air bersih dan subur, hal ini sangat mungkin karena terbukti bahwa telah terjadi perang untuk memperebutkan daerah penghasil minyak bumi dan rempah-rempah) 1.



Perubahan Iklim Perubahan iklim menunjukkan adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim. Sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah bumi dan manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko populasi yang sangat besar.



2.



Meningkatnya Permukaan Laut Saat ini dilaporkan tengah terjadi kenaikan muka laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20, dan kenaikannya pada abad 20 adalah sebesar 0.17 meter. Banyak sistem alam , pada semua benua dan di beberapa lautan, terpengaruh oleh perubahan iklim regional, terutama adanya kenaikan temperatur muka laut (antara 1993 – 2003).



Berkurangnya lapisan es di Greenland dan Antartika berkontribusi sebesar 0.4 mm pertahun untu Salah satu dampak yang paling besar dari pemanasan global adalah naiknya permukaan laut. Lapisan es di benua Arktik rata-rata telah berkurang sebanyak 2.7% per dekade. Temperatur rata-rata laut global telah meningkat pada kedalaman paling sedikit 300 meter. Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Di sisi lain tutupan salju semakin sedikit di beberapa daerah, terutama pada saat musim semi. Sejak 1900, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara dan sungai-sungai akan lebih lambat membeku (5.8 hari lebih lambat daripada satu abad yang lalu) dan mencair lebih cepat 6.5 hari. Pegunungan gletser dan tutupan salju rata-rata berkurang pada kedua belahan bumi dan memiliki kontribusi terhadap kenaikan muka laut sebesar 0.77 milimeter per tahun sejak 1993 – 2003. Pada daerah dengan iklim sedang, banyak gunung-gunung gletser yang mencair, dan tutupan salju semakin berkurang, terutama pada musim semi. Selama abad 20, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara. Kemudian waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan sungai dan danau pun cukup bervariasi, tetapi sejak 150 tahun terakhir telah semakin lambat menjadi 5.8 hari per abad dan mencair lebih cepat 6.5 hari per abad. 3.



Meningkatnya Suhu Global Perbedaan panas bumi menghasilkan produksi pangan yang berbeda di setiap tempat. Sebagai contoh, bagian selatan Kanada, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gununggunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat. Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global. Tingkat pemanasan pada temperatur permukaan bumi rata-rata pada 50 tahun terakhir hampir mendekati dua kali lipat dari rata-ratanya pada 100 tahun terakhir. Selama 100 tahun terakhir, temperatur permukaan bumi rata-rata naik sekitar 0.74°C. Jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer, karbondioksida, meningkat dua kali lipat dari masa pra-industri, hal ini akan memacu pemanasan rata-rata mencapai 3°C. Akhir tahun 1990an dan awal abad 21 merupakan tahun-tahun terpanas sejak adanya arsip data modern.



Perubahan yang telah diukur oleh para ilmuwan pada atmosfer, lautan, permukaan es dan gletser menunjukkan bahwa bumi telah mengalami pemanasan akibat dari adanya emisi GRK di masa lalu. Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari pola yang konsisten sebagai bukti adanya gelombang panas (heat waves) yang lebih besar, pola angin baru, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, bertambahnya presipitasi di daerah lainnya, melelehnya gletser dan es di Arktik serta naiknya muka laut. 4.



Gangguan Ekologis Hewan dan tumbuhan sulit menghindar dari efek pemanasan global, karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.



5.



Dampak Sosial Dan Politik Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne Diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vectorborne diseases). Dengan adanya perubahan iklim, maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu, bisa diprediksi bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah karena perubahan ekosistem yang ekstrim. Hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change) yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu). Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada water-borne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain. Proses Terjadi Gas Rumah Kaca Proses terjadinya efek gas rumah kaca, yaitu sinar matahari memancarkan radiasi ultraviolet ke bumi yang akan diterima oleh bumi dan dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah. Atmosfer akan meneruskan radiasi inframerah ini ke luar angkasa. Namun, dengan adanya gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer



akan menyebabkan dipantulkannya kembali radiasi inframerah ini ke bumi. Ditambah dengan radiasi ultraviolet dari matahari, maka akan menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi.



Sumber: [4] Matahari memancarkan sinarnya ke bumi. Sinar matahari masuk ke bumi sebagai panas, yang sebagiannya dipantulkan kembali ke angkasa (oleh permukaan bumi yang berwarna muda — tutupan salju, awan, dll), sebagiannya lagi diserap baik oleh permukaan bumi yang berwarna agak gelap maupun oleh “gas-gas rumah kaca” yang terkandung dalam atmosfer. Gas-gas rumah kaca ini bertindak seperti layaknya “benda hitam”, di mana cahaya yang datang akan dipantulkan kembali sebagai panas (cahaya dengan panjang gelombang pendek yang disebut inframerah. Semakin pendek panjang gelombangnya, semakin panas dia). Semakin banyak kandungan atau konsentrasi gas-gas rumah kaca ini, semakin banyak panas yang dilepaskan, maka semakin panaslah atmosfer bumi. Ini yang disebut sebagai efek rumah kaca (greenhouse effect). Gas rumah kaca merupakan suatu fenomena dimana gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi. Singkatnya kumpulan gas yang menghalangi sinar pantulan dari bumi disebut dengan gas rumah kaca (green house gases), sedangkan efek yang ditimbulkan oleh gas rumah kaca ini disebut dengan efek rumah kaca (green house effect). Keberadaan gas rumah kaca di atmosfer ibarat selimut yang membuat bumi tetap hangat. Secara alami, konsentrasi gas rumah kaca sebenarnya berubah setiap saat yang diikuti dengan berubahnya iklim. Periode ketika iklim menjadi hangat menunjukkan bahwa konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer saat itu tinggi, sedangkan periode ketika iklim menjadi lebih dingin menunjukkan bahwa konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer adalah rendah. Perubahan tersebut sebenarnya merupakan siklus alami yang terjadi dalam skala waktu ribuan bahkan jutaan tahun setiap periode. Namun saat ini perubahan konsentrasi gas rumah kaca tersebut tidak lagi terjadi secara alamiah, tetapi juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yang dampaknya baru disadari setelah jangka waktu lama. Lapisan atmosfir bumi terdiri atas troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer. Lapisan terbawah (troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus efek rumah kaca. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap



oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah. Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang antara lain berupa uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya suhu udara di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik. Dalam bahasa yang sederhana, proses terjadinya efek rumah kaca adalah demikian: panas matahari merambat dan masuk ke permukaan bumi. Kemudian panas matahari tersebut akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa melalui atmosfer. Sebagian panas matahari yang dipantulkan tersebut akan diserap oleh gas rumah kaca yang berada di atmosfer. Panas matahari tersebut kemudian terperangkap di permukaan bumi, tidak bisa melalui atmosfer. Sehingga suhu bumi menjadi lebih panas.



Sumber: [5]



Karakteristik Tiap Parameter Pencemar Tabel 1. Gas-gas Rumah Kaca di Atmosfer Gas



Sumber Antropogenik utama Waktu residu



Pembakaran bahan bakar fosil dan biomas Pembakaran bahan bakar fosil CO2 dan Pembabatan hutan Pertanaman padi CH4 Peternakan, tanam Produksi bahan bakar fosil Pembakaran bahan bakar fosil NOx dan biomas CO



Umur (tahun)



Bulanan



0,4



100 tahunan



7



10 tahunan



11



Harian



***



Pemupukan Nitrogen Pembabatan hutan 170 tahunan 150 Pembakaran biomas Pembakaran bahan bakar fosil Harian – SO2 *** dan emisi bahan bakar mingguan Semprotan aerosol, CFCs 60-100 tahunan 8 – 110 Pendingin, busa Sumber: Killeen. 1996. NO2



1.



Uap Air Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.



2.



CO2 (Karbondioksida) Karbon dioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan). Manusia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan baker fosil, limbah padat, dan kayu untuk menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian. Karbon dioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya. Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbon dioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan karbon dioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya.



3.



CH4 (Metan) Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam danminyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.



4.



N2O (Nitrous Dioksida) Dinitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) dan SF6 (Sulphur hexafluoride). Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilan dari peleburan aluminium. HFCs (Hydrofluorocarbons) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan PFCs (Perfluorocarbons) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Para ilmuwan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah SF6 (Sulphur hexafluoride). Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.



5.



Karbon monoksida (CO) Karbon monoksida (CO) adalah suatu komponen yang bersifat tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa, yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu di atas 192°C, mempunyai berat sebesar 96,9% dari berat air dan tidak larut dalam air. Karbon monoksida merupakan gas hasil pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon. Pada suhu tinggi, karbon monoksida terurai menjadi karbon monoksida dan oksigen. Gas ini berbahaya bagi kesehatan manusia. Gas ini mempunyai daya ikat terhadap sel darah merah lebih tinggi dibandingkan dengan daya ikat sel darah merah terhadap oksigen. Gas CO dapat menyebabkan pusing-pusing dan pingsan



6.



CFC (Chloro fluoro carbon) CFC biasanya digunakan sebagai bahan pendingin pada AC dan kulkas. CFC dipergunakan sebagai aerosol pada penyemprotan rambut, pengharum, dan pembasmi serangga. CFC bersifat sangat ringan sehingga mudah terangkat ke atmosfer yang lebih tinggi dan jika bertemu dengan ozon akan terjadi reaksi yang menyebabkan lapisan ozon akan menipis. Lapisan ozon yang tipis dapat mengancam kehidupan makhluk hidup di permukaan bumi



7.



Sulfur oksida (SO) Sulfur oksida (SO) terutama disebabkan oleh dua komoponen gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur oksida (S02) dan sulfur trioksida (S03). Keduanya disebut sebagai SOx. Sulfur oksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif. Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia, meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, S02 selalu terbentuk dalam jumlah terbesar. Pabrik peleburan baja merupakan industri



terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan berbagai elemen yang penting secara alami dalam bentuk logam sulfida, misalnya tembaga (CuFeS2 dan Cu2S), zink (ZnS), merkuri (HgS), dan timbal (PbS). Kebanyakan logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu, sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghilangkan sulfur dari logam kasar daripada menghilangkan dari produk metal akhirnya. Polutan SOx mempunyai pengaruh terhadap manusia dan hewan pada konsentrasi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk merusak tanaman. Kerusakan tanaman terjadi pada konsentrasi 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem pernapasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada konsentrasi S02 sebesar 5 ppm atau lebih. Oksida belerang atau sulfur oksida merupakan hasil pembakaran bahan bakar fosil juga dihasilkan dari letusan gunung berapi. Jika senyawa ini bertemu air akan bereaksi membentuk senyawa asam.Udara terdiri atas sekitar 80% volume nitrogen dan 20% volume oksigen. Pada suhu kamar, kedua gas ini hanya sedikit mempunyai kecenderungan untuk bereaksi satu sama lain. Pada suhu yang lebih tinggi, keduanya dapat bereaksi membentuk nitrit oksida dalam jumlah tinggi sehingga mengakibatkan polusi udara. NO yang dihasilkan oleh aktivitas alam tidak terlalu menjadi masalah karena tersebar merata sehingga jumlahnya kecil. NO yang menjadi masalah adalah polusi NO yang dihasilkan oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat hanya pada tempat-tempat tertentu. Konsentrasi Nox di udara di daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm. Seperti halnya CO, emisi nitrogen oksida dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx dari kegiatan manusia, seperti pembakaran yang kebanyakan berasal dari kendaraan produksi energi, dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi Nox yang dihasilkan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas alam, dan bensin. 8.



Nitrogen oksida (NO) Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer yang terdiri atas gas nitrit oksida (NO) dan nitrogen oksida (N02). Walaupun bentuk nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas ini paling banyak ditemui sebagai polutan udara. Nitrit oksida merupakan gas yan tidak berwama dan tidak berbau. Sebaliknya, nitrogen dioksida mempunyai warna cokelat kemerahan dan berbau tajam.



Range Konsentrasi Alamiah 1. CO2 Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume, walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida di atmosfer bumi dianggap sebagai gas kelumit dengan konsentrasi sekitar 385 ppm berdasarkan volume dan 582 ppm berdasarkan massa. Massa atmosfer bumi adalah 5,14×1018 kg, sehingga massa total karbon dioksida atmosfer adalah 3,0×1015 kg (3.000 gigaton). Konsentrasi karbon dioksida bervariasi secara musiman (terdapat di grafik). Di wilayah perkotaan, konsentrasi karbon dioksida secara umum lebih tinggi, sedangkan di ruangan tertutup, ia dapat mencapai 10 kali lebih besar dari konsentrasi di atmosfer terbuka. 2. Metana



Konsentrasi metana di atmosfer pada tahun 1998, dinyatakan dalam fraksi mol, adalah 1.745 nmol/mol (bagian per milyar), naik dari 700 nmol/mol pada tahun 1750. Pada tahun 2008, kandungan gas metana di atmosfer sudah meningkat kembali menjadi 1.800 nmol/mol. Konsentrasi yang Dapat Menimbulkan Dampak 1.



SOx



Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan kadiovaskular. Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah.



Konsentrasi ( ppm) 3–5 8 – 12 20 20 20 50 – 100 400 -500



2.



Pengaruh Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama Maksimum yang diperbolehkan untuk kontrak singkat ( 30 menit ) Berbahaya meskipun kontak secara singkat



NOx



NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru ( edema pulmonari ). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatangbinatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. NO2 pada manusia dapat meracuni paru-paru, kadar 100 ppm dapat menimbulkan kematian, 5 ppm setelah 5 menit menimbulkan sesak nafas. Konsentrasi NO sebanyak 10 ppm sudah dapat menurunkan kemampuan fotosintesis daun sampai sekitar 60% hingga 70%. Untuk penyebaran yang akut, hanya konsentrasi yang sangat tinggi (>1880 Mg/m3, 1 ppm) mempengaruhi kesehatan orang ; bila orang dengan asma atau penyakit paru-paru yang akut lebih rentan pada konsentrasi lebih rendah. 3.



CO2



Kadar yang lebih dari normal akan sangat beresiko bagi kehidupan. Perlu diketahui bahwa kadar normal CO2 yang terkandung dalam udara segar (yaitu udara di permukaan laut) adalah 0,036%-0,039%, tergantung pada lokasinya. Jadi kadar di atas angka tersebut sudah harus kita waspadai. Kadar 0,1-0,5% membuat konsentrasi terganggu. Dan 0,5% adalah batas aman internasional yang telah ditetapkan. Kadar 1% membuat kita bernafas lebih cepat, tapi kita tidak menyadarinya. Kadar 2% membuat kita bernafas lebih cepat lagi, dan cepat lelah, serta pusing. Kadar 3% membuat kita bernafas 2 kali lebih cepat, pusing, sakit kepala, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, bahkan pendengaran terganggu. Pada kadar 4% ke atas, kita sudah memasuki tahap



‘keracunan’, di mana gejalanya berkembang menjadi sesak nafas, gangguan penglihatan dan pada akhirnya kehilangan kesadaran. 4.



Metana (CH4)



Dalam jumlah besar dan kondisi yang terus menerus terjadi, kebocoran gas metan ke atmosfer dapat memicu pemanasan global. Karena gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang 19 kali lebih mampu menahan panas dibandingkan CO2. Gas metan di udara dan jumlah emisinya ke atmosfer jauh lebih sedikit dibandingkan gas CO2, maka emisi gas metan ke atmosfer agak kurang diperhitungkan. Efek gas metan lainnya yaitu mampu "mengusir" gas oksigen dari suatu ruangan. Misal di ruangan berventilasi terjadi kebocoran gas metan, maka gas metan akan menempati posisi gas oksigen dalam larutan udara dan gas oksigen akan keluar dari ruangan. Hal itu mampu menyebabkan gejala sesak nafas, karena kadar oksigen yang dihirup oleh manusia menjadi jauh berkurang. Gas metan tidak beracun jika terhirup. Hanya risiko di ataslah yang membahayakan. Pada konsentrasi 5% di udara, gas metan mampu terbakar jika bereaksi dengan oksidator kuat dan halogen. 5.



Gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6)



Gas-gas ini diproduksi oleh proses industri, dan tinggal di atmosfer hampir selama-lamanya karena tidak ada penyerap atau penghancur alaminya. SF6 biasanya dipergunakan sebagai gas isolator pada jaringan listrik tegangan tinggi. Walaupun jumlahnya di atmosfer amat sangat sedikit, tetapi GWP dari HFC, PFC, dan SF6 adalah yang paling tinggi, berturut-turut 7,000, 12,200, dan 22,000. 6.



CO



Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah. Dampak dari CO bervasiasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat terpajan. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%. Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang, masih sedikit diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu/ terhambat pada kadar HbCO yang berada dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3). Pengaruh ini terlalu terlihat pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa terpajan dengan kadar yang sama dari asap rokok. Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan sehat yang melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen maksimal) menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50% dengan latihan yang lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama 5-60 menit. Gangguan tidak dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat cepat dan tidak proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap pekerja yang bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh yang serupa terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda. Hasil studi di atas menunjukkan bahwa paling sedikit untuk para bukan perokok, ternyata ada hubungan yang linier antara HbCO dan menurunnya kapasitas maksimum oksigen. Walaupun kadar CO yang tinggi dapat



menyebabkan perubahan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang pengaruh pemajanan CO kadar rendah terhadap sistim kardiovaskular. Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran dalam memicu timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung kadar CO sampai 15 %). Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu untuk mengganggu transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru. Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk ditafsirkan. Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat jelas akan timbul pada pasien yang terpajan CO dengan kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita hamil dan janin yang dikandungnya akan menghasilkan CO dari dalam tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi, pajanan tambahan dari luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan plasental, yang menyebabkan bayi dengan beratbadan rendah. Kondisi seperti ini menjelaskan mengapa wanita merokok melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah dari normal. Masih ada dua aspek lain dari pengaruh CO terhadap kesehatan yang perlu dicatat. Pertama, tampaknya binatang percobaan dapat beradaptasi terhadap pemajanan CO karena mampu mentolerir dengan mudah pemajanan akut pada kadar tinggi, walaupun masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kedua, dalam kaitannya dengan CO di lingkungan kerja yang dapat menggangggu pertubuhan janin pada pekerja wanita, adalah kenyataan bahwa paling sedikit satu jenis senyawa hidrokarbon-halogen yaitu metilen khlorida (dikhlorometan), dapat menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada metobolisme di dalam tubuh setelah absorpsi terjadi.